9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terumbu Karang Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (hermatifik) yang disebut polyp dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan Zooxanthellae dan organism lain yang mengekskresikan kalsium karbonat (Barnes et al. 1971). Terumbu karang Indonesia tergolong yang terkaya di dunia dengan kandungan hayati laut yang luar biasa. 51% terumbu karang di Asia Tenggara, dan 18% terumbu karang dunia berada di perairan Indonesia. Saat ini, lebih dari 480 jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan (Hopley dan Suharsono 2000). Keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia ditemukan di Indonesia, dengan lebih dari 1650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur saja (Dahuri 2000 in Burke et al. 2004). Ekosistem terumbu karang juga dikenal dengan ekosistem yang paling sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan yang ada baik akibat manusia atau secara alami. Perubahan lingkungan akan mempengaruhi kondisi terumbu karang dan penyebarannya. Perubahan lingkungan dapat berupa fisik, kimia, dan biologi. Faktor fisik-kimia yang menjadi pembatas kehidupan terumbu karang adalah cahaya matahari, terkait dengan kedalaman (0-30 meter), suhu (25-32 oC), salinitas (32-35 ppm), dan sedimentasi. Sedangkan faktor biologi yang berpengaruh adalah mangsa (prey) dan predator (Nybakken 1982). Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem yang paling kompleks dan paling prduktif, serta ekosistem yang atraktif bila dibandingkan dengan ekosistem lain di dunia (Spurgeon 1992) . Berbagai organism hidup dan berasosiasi di terumbu karang; mikroorganisme, ikan, moluska, krustasea, ekinodermata, dan berbagai jenis alga. Terumbu karang merupakan tempat mencari makan (feeding grounds), berkembang biak (breeding grounds), mengasuh (nursery grounds), dan berlindung (protecting grounds) berbagai jenis ikan dan avertebrata lain (Stoddart 1969; Odum 1971).
10
Secara ekonomi terumbu karang memegang peranan penting dan sangat potensial terutama bagi sektor perikanan, pariwisata dan kesehatan karena diperkirakan lebih dari 12% perikanan dunia merupakan perikanan karang (Lim 1998; Hopley dan Suharsono 2000). Terumbu karang juga menjadi daya tarik utama dalam sektor pariwisata bahari terutama wisata selam. Karena dari berbagai studi melaporkan lebih dari 40% wisatawan dunia melakukan penyelaman (Davis dan Tisdell 1995a; Green et al. 2003). Cesar (1997) in Burke et al. (2004) nilai ekonomi terumbu karang seperti dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai ekonomi terumbu karang Penggunaan Sumberdaya (Langsung atau Tidak Langsung)
Kisaran Produksi
Potensi Keuntungan Bersih Pertahun (US$)
Perikanan secara lestari 10-30 ton (konsumsi lokal) Perikanan secara lestari (ekspor 0.5-1 ton ikan hidup) Perlindungan pantai (mencegah _ erosi) Pariwisata dan rekreasi 100-1000 ind. Nilai estetika dan 600-2000 ind. keanekaragaman hayati Total (untuk perikanan dan perlindungan pantai)
12,000 – 36,000
20,000 – 151,000
Total (untuk potensi pariwisata dan estetika)
23,100 – 270,000
2,500 – 5,000 5,500 – 110,000 700 – 111,000 2,400 – 8,000
Sumber : Cesar (1997) in Burke et al. (2004). 2.2. Wisata Bahari Kategori Selam Kegiatan wisata bahari, yaitu wisata selam sangat penting dan merupakan pasar wisata internasional. Tabata (1992) dan Dignam (1990) mengidentifikasi bahwa penyelaman merupakan olah raga yang paling cepat perkembangannya di dunia, bersamaan dengan itu juga semakin banyaknya pelayanan perjalanan untuk wisata penyelaman sebagai salah satu asp.ek olah raga. Data pertumbuhan ini diambil dari data jumlah peserta pelatihan penyelaman di Professional Association of Dive Instructors (PADI) yang merupakan organisasi pelatihan penyelaman terbesar di dunia. Dari sejak organisasi tersebut berdiri pada tahun
11
1967 sampai dengan Pebruari 1994 terdapat lebih dari 5,000,000 orang peserta yang bersertifikat. Kecepatan pertumbuhan wisata selam karena selam merupakan kombinasi olahraga, wisata dan pengetahuan serta didukung oleh relatif murahnya harga perlengkapan selam (Davis dan Tisdell 1995b). Menurut Davis dan Tisdell (1995a), ada dua pertanyaan yang sangat penting untuk menilai meningkatnya permintaan (demand) akan wisata selam, yaitu : a) Mengapa orang senang atau mau melakukan wisata selam? b) Faktor penting apa sehingga orang memilih lokasi tertentu untuk melakukan penyelaman? Dari beberapa hasil studi juga dilaporkan bahwa faktor yang menyebabkan orang atau wisatawan senang melakukan wisata selam adalah : a) Keinginan untuk berpetualangan di dunia liar perairan. b) Pada umumnya menyukai (interest) pada ekologi laut. c) Secara umum melihat (image) bahwa olahraga ini beda dan sangat sp.esial. d) Karena faktor menyukai geologi laut, atau kehidupan laut. e) Hobi fotografi bawah laut. f) Sederhana atau mudah untuk melakukannya (terkait dengan perlengkapan). g) Bisa mendapatkan penghargaan dengan adanya petualangan yang cukup beresiko. Pesatnya perkembangan wisata bahari khusus penyelaman memberikan kontribusi ekonomi yang cukup besar dalam sejarah pariwisata. Di Carribean setiap penyelaman dihasilkan US$ 2-3/orang. Tiap tahun diperkirakan total pemasukan US$ 1-2 juta (Green et al. 2003). Peningkatan aktivitas wisata selam jika tidak dikelola secara lestari akan menyebabkan kerusakan terumbu karang sebagai obyeknya. Beberapa studi melaporkan bahwa aktifitas penyelaman menyebabkan kerusakan, hancurnya fragmen terumbu karang (Hawkins dan Roberts 1992; Milazzo et al. 2002; Zakai dan Chadwick-Furman 2002). Hubungan signifikan antara itensitas
penyelaman
dengan
tingkat
kerusakan suatu lokasi penyelaman. Semakin tinggi itensitas penyelaman di suatu kawasan maka semakin besar penutupan karang yang rusak, berkurangnya
12
keanekaragaman sp.esies, menurunnya fisibilitas lokasi penyelaman dan lain sebagainya (Dixon et al. 1993). Perubahan yang sangat dramatis terjadi pada ekosistem terumbu karang akibat aktivitas rekreasi ditambah dengan sistem manajemen yang kurang baik sehingga faktor perusak menjadi semakin terakumulasi. Manajemen untuk mengidentifikasi dan mengurangi penyebab kerusakan akan lebih efektif dibandingkan dengan pembatasan wilayah pemanfaatan sangat diperlukan (Rouphael et al. 1997), yaitu suatu manajemen yang dapat memadukan antara kebutuhan ekonomi dengan kelestarian ekologi dalam pengelolaan wisata selam, sehingga dapat menjamin keberlanjutannya. Menurut Davis dan Tisdell (1995a), gambaran bersama mengenai ekonomi dengan ekologi wisata selam di kawasan konservasi ada beberapa pertimbangan yang muncul, antara lain : a) Sumberdaya alam kawasan konservasi merupakan milik publik dan tidak dapat diperjual belikan. b) Lokasi penyelaman merupakan salah satu faktor penentu besarnya permintaan. c) Batas kritis kemampuan kawasan konservasi ditandai dengan terjadinya kerusakan ekologi, adanya resp.on wisatawan penyelam terhadap kelebihan jumlah penyelam (terlalu padat atau banyak) dan berkurangnya nilai kenyamanan. d) Kemampuan konsumen untuk membayar tergantung dari lokasi penyelaman. Hubungan antara batasan kritis dengan kemauan untuk membayar konsumen merupakan suatu pertanyaan bagaimana mengatur penyelaman agar mencapai efisiensi lokasi pemanfaatan sumberdaya (artinya memaksimalkan keuntungan sosial setiap lokasi yang digunakan untuk menyelam) (Davis dan Tisdell 1995b; Hawkins et al. 2005). 2.3. Konsep Daya Dukung Kawasan Pariwisata Daya dukung suatu kawasan pariwisata adalah jumlah pengunjung (wisatawan) suatu kawasan yang dapat diakomodasikan dengan tingkat kepuasan pengunjung yang tinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya (WTO 1992 in Lim 1998). Sedangkan Bengen et al. (2002) mengemukakan pengertian daya dukung, terbagi atas :
13
a) Daya dukung: Tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan
tanpa
menimbulkan
kerusakan
sumberdaya
dan
lingkungan. b) Daya dukung ekologis: Tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis. c) Daya dukung fisik: Jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik. d) Daya dukung sosial: Tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya penggunaan lain dalam waktu bersamaan. e) Daya dukung ekonomi: Tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan. Daya dukung untuk wisata alam merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pemanfaatan jasa sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari berdasarkan kemampuan sumberdaya alam itu sendiri. Konsep ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi atau meminimalisir kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya sehingga dapat dicapai pengelolaan sumberdaya alam yang optimal secara kuantitatif maupun kualitatif dan berkelanjutan (Davis dan Tisdell 1995a; Hawkins et al. 2005). Lim (1998), ada beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam penentuan daya dukung biofisik terumbu karang untuk aktivitas wisata selam, antara lain : a) Ukuran dan bentuk terumbu karang Bentuk dan
ukuran terumbu karang sangat mempengaruhi daya minat
penyelam. Lokasi penyelaman yang cenderung heterogen bentuk dan ukuran terumbu
karangnya akan
menarik
bagi
wisatawan dan
tingkat
kerentanannya lebih tinggi di banding lokasi yang homogen (Salim 1986 in Lim 1998). b) Komposisi komunitas karang Karang branching dan foliose akan lebih disukai oleh penyelam dan akan
14
lebih rapuh dan mudah patah dibanding bentuk massive akibat penyelam, perenang ataupun kapal. Dampak aktivitas juga tergantung
pada luasan
penutupan karang terutama karang hidup, semakin luas tutupan karang hidup maka semakin besar dampak kerusakan yang akan ditimbulkan, sehingga nilai daya dukung semakin besar. Komunitas karang lunak lebih tahan terhadap kontak fisik dengan penyelam atau perenang karena bentuknya lebih fleksibel. c) Kedalaman, arus dan kecerahan Terumbu karang yang lokasinya cukup dalam dan atau arus air laut cukup kuat, maka diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi. Kecerahan perairan (pandangan) sangat mempengaruhi kepuasan penyelam dalam menikmati terumbu karang dan juga peluang resiko kerusakan yang akan ditimbulkan akan lebih besar. d) Tingkat keahlian atau pengalaman penyelam Tingkat keahlian atau pengalaman penyelam sangat mempengaruhi daya dukung terumbu karang. Karena peluang kerusakan yang akan ditimbulkan oleh seorang pemula akan lebih besar dibandingkan penyelam yang sudah ahli. Sehingga perlu adanya pembagian lokasi penyelam yang sudah ahli berdasar tingkat kesulitan terkait dengan kualitas terumbu karang yang ada. e) Aksesibilitas Aksesibilitas sangat ditentukan oleh jarak ke lokasi penyelaman, jika lokasi penyelaman tidak ditandai tambatan (mourring bouys), maka pengetahuan lokal atau penggunaan GPS sangat dibutuhkan. f) Atraksi dan frekuensi penyelaman Bentuk atraksi obyek penyelaman (obyek hiu, penyu, ubur-ubur, karang atau ikan dan lain-lain) sangat menentukan nilai resiko dan nilai ekonomi penyelaman. Semakin besar frekuensi kunjungan penyelaman maka semakin besar peluang kerusakan yang akan ditimbulkan. Nilai daya dukung wisata selam juga ditentukan oleh kebutuhan ruang setiap wisatawan untuk dapat menikmati jasa terumbu karang tanpa menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebutuhan standar ruang yang dibutuhkan oleh penyelam adalah 1000 m2 (10 m x 100 m) untuk 2 (dua) orang penyelam (Lim 1998).