TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. Dari 68 pasang imago Sycanus, hanya 50% dari telurnya yang menetas. Semua telur (15 – 119 telur per kelompok) menetas dalam hari yang sama. Masa inkubasi telur adalah 11 – 39 hari (Zulkefli dkk, 2004).
Gambar 1. Telur S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung
Nimfa Nimfa mengalami pergantian kutikula sebanyak lima kali sebelum mencapai fase dewasa. Nimfa yang baru muncul berwarna kekuning-kuningan pada kepala, toraks dan abdomennya. Tungkai coklat dengan bagian femur dan tibia lebih gelap. Nimfa instar pertama hidup berkelompok dan mengubah posisi dalam jangka waktu pendek dengan bersilangan satu sama lain. Instar kedua membutuhkan waktu yang lebih pendek sebelum berganti kulit menjadi instar
Universitas Sumatera Utara
berikutnya. Warnanya sama dengan instar yang pertama kecuali pada bagian tubuhnya (Zulkefli dkk, 2004). Nimfa instar ketiga lebih gelap daripada nimfa instar kedua. Bintik pada abdomen juga lebih lebar. Perbandingan antara perbedaan mangsa menunjukkan tidak banyak perbedaan pada ukuran tubuh. Nimfa instar keempat membutuhkan waktu tiga minggu sebelum berganti kulit menjadi instar berikutnya. Hampir semua nimfa berhasil menjadi imago, dan hanya sedikit imago tidak normal karena pergantian kutikula yang sulit. Masa nimfa ± 69 hari (Zulkefli dkk, 2004).
Gambar 2. Nimfa S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung
Imago Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bagian abdomennya. Imago jantan lebih kecil dibandingkan dengan imago betina. Imago yang
baru
terbentuk
tidak
dapat
bergerak
selama
15
–
20
menit
(Zulkefli dkk, 2004). Sycanus relatif mudah dikenali karena bentuknya yang khas. Kepik ini memiliki ciri kepala memanjang, bagian belakang kepala menggenting mirip leher, rostrum pendek dan kokoh. Tubuhnya berwarna hitam dengan tanda segitiga kuning di bagian tengah sayap depan. Bagian tengah abdomennya
Universitas Sumatera Utara
melebar sehingga tidak tertutupi oleh sayapnya. Panjang tubuh 2,25 cm dan lebar bagian abdomen 0,5 cm (Mukhopadhyay dan Sarker, 2009). Kepik ini adalah pemburu yang ganas (assasin bug). Sewaktu mencari mangsa geraknya lamban, tetapi jika mangsa telah ditemukan pada jarak tertentu akan menyergap dengan tiba-tiba dan mengisap habis cairan tubuh mangsa tersebut (Susilo, 2007).
Gambar 3. Imago S. croceovittatus Sumber: Foto Langsung
Perilaku Predator Sycanus sp. Nimfa Sycanus mempunyai siklus hidup yang lama, aktivitas makan lambat dan berlangsung pada siang hari. Ketika ulat api tersedia, kepik ini akan menusuk dengan segera dan mengisap cairan tubuh ulat dalam waktu 4 sampai 5 jam (Sipayung dkk, 1988). Dalam satu hari tidak banyak ulat yang dapat dimangsa, seekor Sycanus dapat mengkonsumsi ± 430 ulat selama hidupnya (Wood, 1971). Sycanus adalah predator yang polifagus. Di lapangan, kepik ini dijumpai menyerang Mahasena sp., maupun larva Thosea bisura dan Darna trima instar terakhir. Di daerah Serawak (Kalimantan bagian Malaysia) juga dijumpai
Universitas Sumatera Utara
Sycanus
macracanthus
yang
menyerang
ulat
api
Thosea
asigna
(Sipayung dan de Chenon, 1989).
Biologi Ulat Api Setothosea asigna Telur Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6 – 17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300 – 400 butir. Telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan (Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar 4. Telur S. asigna Sumber: Foto Langsung
Larva Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2 – 3 larva memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva berganti kulit 7 – 8 kali. Larva berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Larva instar terakhir
Universitas Sumatera Utara
(instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia larva ini berlangsung selama 49 – 50,3 hari (Purba dkk, 2005).
Gambar 5. Larva S. asigna Sumber: Foto Langsung
Pupa Larva sebelum berubah menjadi kepompong menjatuhkan diri pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masingmasing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7 hari (Purba dkk, 2005).
Gambar 6. Pupa S. asigna Sumber: Foto Langsung
Universitas Sumatera Utara
Imago Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Prawirosukarto dkk, 2003).
Gambar 7. Imago S. asigna Sumber: Foto Langsung
Gejala Serangan Ulat api S. asigna maupun Setora nitens adalah dua spesies ulat api yang merusak daun kelapa sawit dan merupakan spesies yang dominan di Sumatera Utara, setidaknya sepuluh tahun terakhir ini. Kedua spesies menduduki strata tajuk tanaman yang sama yaitu menyukai daun tanaman yang sedang tuanya sampai agak muda. Pada lokasi tertentu sering dijumpai tanaman menjadi habis daunnya. Kerusakan daun tanaman yang demikian menyebabkan tanaman tidak berproduksi sampai tiga tahun kemudian. Kalaupun terbentuk tandan buah, biasanya terjadi aborsi atau berbentuk tandan buah abnormal, tidak proporsional, dan buah busuk sebelum matang (Prawirosukarto dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Gejala Serangan S. asigna Sumber: Foto Langsung
Pengendalian Hayati Ulat Api Setothosea asigna Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu jamur Cordyceps militaris, bakteri Bacillus thuringiensis, virus Nudaurelia, dan Multiple nucleopolyhedrovirus (MNPV) (Prawirosukarto dkk, 1997). Pelepasan sejumlah besar predator secara periodik juga dapat mengendalikan ulat pemakan daun kelapa sawit. Dalam jangka pendek tindakan ini diharapkan akan dapat menekan populasi hama sasaran secara langsung, sedangkan dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser keseimbangan alami ke arah yang lebih menguntungkan sehingga ledakan populasi hama berikutnya dapat dicegah (Prawirosukarto dkk, 1991).
Universitas Sumatera Utara