BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anak Lahir 2.1.1
Definisi Anak Lahir Anak lahir hidup adalah banyaknya kelahiran hidup dari sekelompok atau
beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya. Indikator Anak Lahir Hidup atau juga sering disebut dengan Children Ever Born mengandung pengertian yang bersifat ‘longitudinal’ dan bukan gambaran penampang lintang. Indikator Anak Lahir Hidup ini diperoleh dari informasi atas pertanyaan ‘berapa jumlah anak yang telah Ibu lahirkan selama ini?’. Rata-rata jumlah anak lahir hidup menurut umur mencerminkan perjalanan fertilitas ibu sampai pada umur yang bersangkutan. Oleh karena itu polanya akan menunjukkan bahwa secara rata-rata Ibu yang masih muda mempunyai anak yang lebih sedikit dibanding dengan Ibu yang lebih tua umurnya. Pada perempuan yang berusia 45-49 tahun, rata-rata Anak Lahir Hidup dapat disebut sebagai paritas lengkap (completed family size), yaitu jumlah anak yang sudah tidak bertambah lagi. Angka lahir hidup ini bermanfaat untuk mengetahui rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh sekelompok wanita mulai memasuki masa reproduksi hingga saat wawancara. Jumlah anak yang diinginkan dikategorikan berdasarkan jumlah anak lahir hidup yang mendasari besar keluarga. Keluarga dikatakan sebagai keluarga kecil, jika maksimal memiliki dua anak. Dengan demikian, pengkategorian
13 Universita Sumatera Utara
jumlah anak yang diinginkan menjadi: 1) sedikit, jika keluarga menginginkan sebanyakbanyaknya memiliki dua anak; 2) sedang, jika keluarga menginginkan anak sebanyak tiga hingga lima anak; 3) banyak, jika keluarga menginginkan sedikitnya memiliki enam anak (BPS, 2011). 2.1.1
Cara Perhitungan Anak Lahir Hidup Jumlah anak yang lahir hidup dibagi dengan jumlah wanita kelompok umur
tertentu. Rumus:
dimana: i
= Kelompok umur
ALH i = Anak lahir hidup menurut kelompok umur wanita yang melahirkan = Wanita kelompok umur tertentu ALH = Anak Lahir Hidup 2.1.3
Faktor-faktor Penunjang dan Penghambat Kelahiran Kelahiran (natalitas) bersifat menambah jumlah penduduk. Faktor-faktor
penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: 1.
Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu.
2.
Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua.
3.
Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.
Universita Sumatera Utara
4.
Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
5.
Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi. Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi
besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain: 1.
Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah anak.
2.
Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
3.
Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.
Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak ke – 2.
5.
Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan. Faktor – faktor penunjang tingginya angka natalitas dalam suatu
negara
antara lain : 1.
Kepercayaan dan agama Faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada agama atau kepercayaan tertentu yang tidak membolehkan penganutnya mengikuti KB. Dengan sedikitnya peserta KB berarti kelahiran lebih banyak dibanding bila peserta KB banyak.
Universita Sumatera Utara
2.
Tingkat pendidikan Semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan yang berarti pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan mengakibatkan orang merencanakan jumlah anak secara rasional.
3.
Kondisi perekonomian Penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan jumlah anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika suatu negara berlaku seperti itu maka penduduknya menjadi banyak.
4.
Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah mempengaruhi apakah ada pembatasan kelahiran atau penambahan jumlah kelahiran. Selain itu kondisi pemerintah yang tidak stabil misalnya kondisi perang akan mengurangi angka kelahiran
5.
Adat istiadat di masyarakat Kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi jumlah penduduk. Misalnya nilai anak, ada yang menginginkan anak sebanyak-banyaknya, ada yang menilai anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan atau sebaliknya, sehingga mengejar untuk mendapatkan anak laki-laki atau sebaliknya.
6.
Kematian dan kesehatan Kematian dan kesehatan berkaitan dengan jumlah kelahiran bayi. Kesehatan yang baik memungkinkan bayi lebih banyak yang hidup dan kematian bayi yang rendah akan menambah pula jumlah kelahiran.
Universita Sumatera Utara
7.
Struktur Penduduk Penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah kelahiran lebih tinggi dibandingkan yang usia non produktif (Marduta, 2011).
2.2 Nilai Anak dalam Keluarga Tidak dapat dipungkiri bahwa anak mempunyai nilai tertentu bagi orang tua. Anak yang diibaratkan sebagai titipan Tuhan bagi orang tua memiliki nilai tertentu serta menuntut dipenuhinya beberapa konsekuensi atas kehadirannya. Latar belakang sosial yang berbeda, tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan, menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak. Anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dihubungani oleh faktor sosio kultural dan lain-lain. Yang dimaksud dengan persepsi nilai anak oleh orang tua adalah tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Pandangan orang tua mengenai nilai anak dan jumlah anak dalam keluarga dapat merupakan hambatan bagi keberhasilan program KB. Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya, selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Banyak masyarakat di desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki. Dari
Universita Sumatera Utara
penelitian Mohamad Koesnoe di daerah Tengger dalam Siregar (2003), petani yang mempunyai tanah luas akan mencari anak angkat sebagai tambahan tenaga kerja. Studi lain yang dilakukan oleh proyek Value Of Children (VOC) menemukan bahwa keluarga-keluarga yang tinggal di pedesaan Taiwan, Philipina, Thailand mempunyai anak yang banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman bagi keluarganya. Salah satu dari tahap pertama proyek Value Of Children adalah mengembangkan sistem nitro Hoffman and Hoffman ke dalam suatu kerangka kerja yang lebih luas yang memasukkan semua dimensi nitro anak, termasuk manfaat dan beban ekonomi, biaya alternatif, manfaat dan beban psikologi atau emosional dan beban sosial. Juga dimasukkan pilihan antara jenis kelamin, suatu dimensi penting yang sering dilupakan dalam penelitian-penelitian ekonomi. Berbagai laporan menggali perbedaan-perbedaan antar sampel nasional dan juga antar kelompok dalam setiap sampel itu. Secara umum disimpulkan bahwa orang tua di desa lebih menitikberatkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua) dari anak-anak, sedangkan orang tua di kota (terutama yang berpendidikan tinggi) menekankan aspek emosional dan psikologisnya. Pada negara berkembang di daerah pedesaan beban ekonomi biasanya jauh lebih rendah bila anak tidak sekolah. Pada usia yang sangat dini anak mulai dapat menyokong penghasilan keluarga dengan bekerja di sawah, mengembala ternak dan mengerjakan pekerjaan lain. Dengan bertambahnya usia orang tua, anak-anak dapat memberikan bantuan ekonomi, mungkin dengan bekerja di sawah milik orang tua.
Universita Sumatera Utara
Cadwell (1979) dalam Siregar (2003) mengatakan hal ini dengan cara lain yaitu di negara maju, kekayaan mengalir dari orang tua ke anak, sedangkan di negara berkembang sebaliknya kekayaan mengalir dari anak ke orang tua. Jika anak merupakan sumber utama jaminan ekonomi maka masyarakat tersebut akan mengalami fertilitas yang tinggi. Singarimbun (1974) dalam Siregar (2003) melakukan penelitian pada penduduk di sekitar Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah anak yang dianggap ideal 4 dan 5 orang anak. Motivasi untuk mempunyai jumlah anak yang sedikit dan nilai-nilai tentang anak merupakan aspek yang penting. Kadang-kadang jumlah anak yang diinginkan lebih besar daripada jumlah anak yang mampu dirawat dengan baik. Bagaimanapun juga keputusan untuk menambah anak atau tidak terserah pada keputusan pasangan suami istri dan keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya. Tetapi yang jelas, perubahan sosial mutlak diperlukan untuk mendukung Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Beberapa batasan mengenai nilai yang dikemukakan oleh Nicholas Roscher dalam Srisoeprapto (1998) sebagai berikut : (1) Suatu benda barang yang memiliki nilai atau bernilai, apabila orang
menginginkannya kemudian berusaha atau
menambah keinginan untuk memilikinya, (2) Nilai adalah sesuatu yang mampu menimbulkan penghargaan, (3) Nilai adalah dorongan untuk memperhatikan objek, kualitas atau keadaan yang dapat memuaskan keinginan, (4) Nilai merupakan suatu objek dari setiap keinginan, (5) Nilai adalah harapan atau setiap keinginan atau dipilih oleh seseorang, kadang-kadang dalam praktek apa yang diinginkan oleh seseorang,
Universita Sumatera Utara
dan (6) Nilai adalah konsep, eksplisit atau implisit, yang berbeda dari setiap orang atau kelompok, keinginan mengadakan pilihan tentang arti perbuatan dan tujuan perbuatan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat ide, gagasan yang mengandung kebenaran yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dihargai dan dipelihara. Dengan demikian, nilai mengandung harapan atau keinginan yang dijadikan oleh manusia sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Mengenai nilai anak bagi orang tua juga sekaligus menentukan pilihan, apakah ia harus memiliki anak atau tidak. Bila ingin memiliki anak berapa jumlah yang diinginkan? 2.2.1 Kategori Nilai Anak Operasionalnya konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan Arnold dan Fawcett dalam Lucas (1990), dengan memiliki anak orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Apa yang diperoleh dapat dikelompokkan pada empat kelompok nilai, yakni nilai positif, nilai negatif, nilai keluarga besar, dan nilai keluarga kecil. Keempat kategori nilai anak tersebut meliputi sebagai berikut : 1. Nilai positif ( Manfaat ) a. Manfaat emosional, yaitu anak membawa kegembiraan, kebahagia-an kedalam hidup orang tuanya dan sahabat bagi orang tuanya. b. Manfaat ekonomi dan ketenangan, yaitu anak dapat membantu ekonomi orang tuanya, karena dapat membantu bekerja disawah atau diperusahaan keluarga atau dengan menyumbangkan upah yang diterima ditempat lain, mereka dapat
Universita Sumatera Utara
mengerjakan tugas dirumah ( sehingga ibu mereka dapat melakukan pekerjaan yang menghhasilkan uang ). c. Pengembangan diri , yakni karena pemeliharaan anak adalah pengalaman belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung jawab. Tanpa anak orang tua telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya. d. Mengasuh anak, yakni orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dari mengawasi anak-anak dan mengajari mereka hal-hal baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. e. Kerukunan dan penerus keluarga, anak memperkuat ikatan perkawinan antara suami isteri dan mengisi keutuhan perkawinan. Mereka bisa meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga. 2. Nilai Negatif a. Biaya emosional Orang tua sangat kwatir terhadap anak-anaknya, terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan, dan kesehatan, b. Biaya ekonomi Ongkos yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan anak semakin besar, c. Keterbatasan biaya alternative Setelah mempunyai anak kebebasan orang tua berkurang.
Universita Sumatera Utara
d. Kebutuhan fisik Begitu banyak pekerjaan rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh anak, orang tua akan lebih lelah, e. Pengorbanan kehidupan pribadi suami isteri Waktu untuk dinikmati oleh orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang pengasuhan anak. 3. Nilai Keluarga Besar (alasan mempunyai keluarga “Besar”) a. Hubungan Sanak Saudara Anak membutuhkan kakak dan adik (sebaliknya anak tunggal dimanjakan dan kesepian). b. Pilihan Jenis Kelamin Mungkin orang tua mempunyai keinginan khusus untuk seorang anak lelaki atau anak perempuan, atau suatu kombinasi tertentu. Orang tua ingin paling tidak mempunyai satu anak dari masing-masing jenis kelamin atau jumlah yang sama dari kedua jenis kelamin. c. Kelangsungan Hidup Anak Orang tua membutuhkan banyak anak untuk menjamin agar beberapa akan hidup terus sampai dewasa dan membantu mereka pada masa tua. 4. Nilai Keluarga Kecil (alasan mempunyai keluarga “Kecil”) a. Kesehatan Ibu Terlalu sering hamil tidak baik untuk kesehatan ibu.
Universita Sumatera Utara
b. Beban Masyarakat Dunia ini menjadi terlalu padat. Terlalu banyak anak sudah merupakan beban bagi masyarakat.
2.3 Persepsi 2.3.1 Pengertian Persepsi Persepsi adalah tanggapan langsung atas sesuatu (Fajri dan Senja, 2004, dalam Dian, 2011). Tanggapan adalah mereaksi stimulus dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi kepada pengamatan masa lalu, pengamatan masa sekarang, dan harapan masa yang akan datang (Sumanto 1990 dalam Dian 2011). Menurut Sondang O. P. Siagian (2004) dalam Dian 2011, persepsi adalah bahwa apa yang ingin dilihat oleh seseorang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya, keinginan itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat atau mengalami hal yang sama memberikan interprestasi yang berbeda tentang apa yang dilihat atau dialaminya itu. Persepsi juga merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. hubungan ini dilakukan dengan inderanya (Slameto, 1991). Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2005). Sedangkan menurut Walgito (2001), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
Universita Sumatera Utara
rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher percive their word through information processing” (Wilson. D, 2000). Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (1998) dalam Dian 2011, persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang. Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti atau tanggapan yang berbeda-beda. 2.3.2 Ciri dan Karakteristik Persepsi Irwanto (Umi Amalia, 2003) mengemukakan ciri-ciri umum persepsi adalah sebagai berikut ; a.
Rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai dengan moralitas tiap-tiap indera, yaitu sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman, suhu bagi perasa, bunyi bagi pendengaran, sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
b.
Dunia persepsi mempunyai dimensi ruang (sifat ruang), kita dapat menyatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, depan-belakang, dan lain sebagainya.
Universita Sumatera Utara
c.
Dimensi persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat-lambat, tua-muda, dan lain sebagainnya.
d.
Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan kontek ini merupakan keseluruhan yang menyatu, contohnya kita melihat meja tidak berdiri sendiri tetapi diruang tertentu, posisi atau letak tertentu.
e.
Dunia persepsi adalah dunia penuh arti, kita cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya (dengan tujuan yang ada pada diri kita). Irvin T. Rock (Muchtar, T. W. 2007: 14-15) menjelaskan, karakteristik
seseorang terhadap suatu objek meliputi : a.
Proses mental yang berfikir, yang menimbang hal-hal yang dianggap paling baik dari beberapa macam pilihan.
b.
Perseptor dalam mempersiapkan sesuatu tidak terlepas dari latar belakang perseptor.
c.
Persepsi dapat dijadikan dasar bagi seseorang untuk menseleksi dan mengambil tindakan.
d.
Secara umum dalam mempersepsikan sesuatu, seseorang harus dibekali pengetahuan, panca indera, dan kesadaran lingkungan. Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa dunia persepsi mempunyai dimensi
ruang dan waktu dengan struktur yang menyatu dengan konteksnya. Pengalaman indera individu akan sangat tergantung kepada intensitas dan sifat-sifat rangsang yang
Universita Sumatera Utara
diterimanya. Luas sempitnya individu dalam mempersepsikan sesuatu akan dipengaruhi oleh latar belakang individu. 2.3.3 Proses Terbentuknya Persepsi Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana ada informasi yang diperoleh lewat memory organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi (Hill, 2000). Menurut Mulyana (2005) persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyekobyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah : 1.
Persepsi berdasarkan pengalaman Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas (sosial) yang telah dipelajari (pengalaman). Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip.
2.
Persepsi bersifat selektif Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita lihat, kita mendengar
Universita Sumatera Utara
apa yang ingin kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. 3.
Persepsi bersifat dugaan Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum.
4.
Persepsi bersifat evaluatif Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena masing-masing melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi dan subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi.
5.
Persepsi bersifat kontekstual Konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan
Universita Sumatera Utara
oleh karenanya juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan. Agar seseorang dapat menyadari dan dapat melakukan persepsi ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu : a) Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai indera dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) tapi berfungsi sebagai reseptor. b). Adanya indera atau reseptor, yaitu sebagai alat untuk menerima stimulus. c). Diperlukan adanya perhatian sebagai langkah awal menuju persepsi. Jika rangsangan merupakan faktor eksternal dalam proses pengamatan maka faktor individu merupakan faktor internal. Menghadapi rangsangan dari luar itu seseorang bersikap selektif untuk menentukan rangsangan mana yang akan diperhatikan sehingga menimbulkan kesadaran. Melalui proses selektif terhadap suatu rangsangan, seseorang dapat mempunyai tanggapan atau pendapat tentang objek tertentu. Dalam hal ini persepsi dapat diukur dari proses memberikan nilai terhadap objek tertentu dari orang tersebut. 2.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Notoatmodjo
(2005),
menyebutkan
ada
banyak
faktor
yang
akan
menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian kita. Faktor penyebab ini dapat kita bagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Universita Sumatera Utara
Faktor eksternal adalah faktor melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut. a. Faktor eksternal 1. Kontras: cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau gerakan. 2. Perubahan intensitas: suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian tinggi akan menarik perhatian kita. 3. Pengulangan (repetition): iklan yang diulang-ulang akan lebih menarik perhatian kita, walaupun sering kali kita merasa jengkel dibuatnya. 4. Sesuatu yang baru (novelty): suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui. 5. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak: suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan orang yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita. b. Faktor internal Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. 1.
Pengalaman/ Pengetahuan Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.
Universita Sumatera Utara
Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. 2.
Harapan (expectation) Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.
3.
Kebutuhan Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah.
4.
Motivasi Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu yang negative.
5.
Emosi Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan semuanya serba indah.
6.
Budaya Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja.
Universita Sumatera Utara
Krech dan Crutchfield (1977), menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsikan. Jalaludin Rakhmat (1999 :55-56) dengan rinci mengemukakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut : a. Faktor yang bersifat fungsional, diantaranya kebutuhan, pengalaman, motivasi, perhatian, emosi dan suasana hati. b. Faktor yang bersifat struktural diantaranya intensitas rangsangan, ukuran rangsangan, perubahan rangsangan dan pertentangan rangsangan. c. Faktor kulturan atau kebudayaan yaitu norma-norma yang dianut oleh individu. Pendapat serupa dikemukakan oleh Sarlito Wirawan (1984 : 97) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
Universita Sumatera Utara
a. Kuat lemahnya rangsangan, yang ditemukan oleh kejelasan, pengulangan gerak, ukuran dan bentuk rangsangan. Makin kuat rangsangan, makin kuat pula kerja indera. Cara kerja alat indera menentukan cepat tepatnya dan lancarnya proses terjadinya persepsi. b. Kadar intensitas kebutuhan, besarnya perhatian, kebutuhan dan kesiapan yang dimiliki individu menyebabkan terjadinya persepsi. c. Pengalaman individu tentang stimulus atau rangsangan yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor rangsangan yang datang dari objek maupun peristiwa, dan faktor individu yang bersangkutan dengan karakteristiknya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan dari persepsi ini bahwa individu akan menyimpulkan pendapat dan kesan berupa senang atau tidak senangnya, baik ataupun buruk dan adanya kesiapan untuk menerima ataupun menolak rangsangan yang diterimanya. Sedangkan faktor-faktor penyebab kesalahan dalam persepsi adalah sebagai berikut : a. Informasi yang kurang cukup, faktor ini merupakan penyebab utama dalam kesalahan menafsirkan pesan. b. Stereotype, yaitu merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat objek yang dikelompokan pada konsep-konsep tertentu. c. Kesalahan dalam logika, kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita mempunyai pandangan umum terhadap suatu objek. Misalnya apabila seseorang memperlihatkan sifst-sifat serius, tidak pernah humor, kemudian
Universita Sumatera Utara
d. Kita beranggapan bahwa orang tersebut bersifat angkuh, maka hal ini akan menjadi penyebab kesalahan persepsi. e. Hallo effect dan devil effect, dalam hal ini orang beranggapan bahwa jika suatu objek atau seseorang berbuat sesuatu, maka selanjutnya orang tersebut akan menambahkan dengan ciri-ciri tertentu pula.
2.4 Landasan Teori Sebuah teori dalam Notoatmodjo (2005), menyebutkan ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor ekternal dan faktor internal. Tabel. 2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi Faktor Eksternal
Faktor Internal Kontras Pengetahuan/pengalaman Perubahan Intensitas Harapan (expectation) Pengulangan (repetition) Kebutuhan Sesuatu yang baru (novelty) Motivasi Sesuatu yang menjadi perhatian orang Emosi banyak Budaya
Universita Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep Berdasarkan teori dalam Notoatmodjo (2005), maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Persepsi Nilai Anak 1. Pengalaman 2. Harapan 3. Kebutuhan 4. Motivasi 5. Budaya (nilai anak)
Variabel Dependen
Jumlah anak (≤ 2 orang dan > 2 orang)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel independen dalam penelitian persepsi nilai anak adalah pengalaman, harapan, kebutuhan, motivasi dan budaya (nilai anak) sedangkan variabel dependen adalah jumlah anak.
Universita Sumatera Utara