BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Suami Peran Suami Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yg telah menikah. Sedangkan peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2008). Peran juga merupakan suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006) Teori Peran (Role Theory) Menurut Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan seharihari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial (Admin, 2009).
8
9
Suami juga berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Effendi, 1998, hlm. 34). Peran Sebagai Suami Menurut BKkbN Tahun 2009 Seorang suami memiliki peran sebagai berikut : 1.
Melindungi istri dan anak-anaknya.
2.
Menyerahkan harta dan menugaskan istri sepenuhnya mengurus rumah tangga serta urusan agama bagi keluarga
3.
Menjamin hidup dengan memberi nafkah istri bila karena suatu urusan penting ia meninggalkan istrinya keluar daerah
4.
Memelihara hubungan sesuciannya dengan istri dan saling percaya mempercayai sehingga terjalin hubungan/kasih sayang dan keharmonisan rumah tangga
5.
Berupaya agar istri selalu ceria dan bahagia ditengah keluarga guna dapat mewujudkan kewibawaan keluarga
6.
Menggauli
istinya,
mengusahakan
agar
tidak
timbul
perceraian,
dan
masingmasing tidak melanggar kesucian. 2.1.1. Peran Suami pada Istri yang Mengalami Abortus Peran suami banyak memberikan kebebasan dan mendukung pilihan istri. Dukungan suami antara lain dapat terlihat dari sikapnya yang pengertian dan tidak mempersalahkan istrinya terhadap kejadian abortus yang dialmi istrinya, menemani istri dalam melakukan perawatan abortus dan juga tidak membebani istrinya dengan pekerjaan rumah masih dalam proses pemulihan. Peran suami saat istri menalami saat
10
abortus sangatlah penting dalam memotivasi istri untuk bengkit kembali darii peristiwa yang menggunjang hatinya. Peran suami saat istri mengalami abortus dapat dilakukan dalam 3 hal antara lain: 1. Peran suami sebagai motivator Motivator menurut KBBI adalah orang (perangsang) yang menyebabkan timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu, memberi dukungan, pendorong, penggerak untuk mempengaruhi istri agar menerima dengan lapang dada kejadian abortus yang menimpa dirinya 2. Peran suami sebagai fasilitator (Sebagai orang yang menyediakan fasiliatas) Memberi semua kebutuhan istri dalam pelayanan abortus. Sehingga pelaksanaan abortus dan proses penyembuhan istri dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri melakukan perawatan abortus, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk penyembuha, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai 3. Peran suami sebagai Edukator Selain peran penting dalam mendukung keputusan, dalam memberikan informasi juga sangat penting bagi istri, suami dapat mencari informasi tentang perawatan abortus dan memberikan informasi itu pada istrinya sehingga istri dapat dengan cepat pulih kondisi kesehatannya
11
2.1.2. Proses Terbentuknya Peran Suami Proses terbentuknya peran suami (ayah) berkembang sejalan dengan peran ibu. Secara umum ayah yang stres menyukai anak-anak, isteri senang berperan sebagai ayah dan senang mengasuh anak, percaya diri, dan mampu menjadi ayah, membagi pengalaman tentang kehamilan dan melahirkan dengan pasangannya (Salmah, 2006) 2.1.3. Faktor yang Memengaruhi Terbentuknya Peran Adapun faktor yang mempengaruhi terbentuknya peran dalam diri seseorang adalah : 1. Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun angka kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Persoalan yang dihadapi adalah umur yang tepat, apakah panjang intervalnya didalam pengelompokan cukup untuk menyembuyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian, apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan pada penelitian orang lain. 2. Pekerjaan Pekerjaan akan menimbulkan reaksi fisiologi bagi yang melakukan pekerjaan itu, reaksi ini dapat bersifat positif misalnya senang, bergairah, ataupun reaksi yang bersifat negatif misalnya bosan, acuh tak acuh, tidak serius, dan sebagainya. Melakukan pekerjaan secara efisien tidak hanya bergantung kepada kemampuan
12
atau keterampilan tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian kerja, peralatan kerja yang tepat atau sesuai dengan lingkungan kerja, dan lainlain. 3. Pendidikan Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan ini terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih matang pada diri individu, kelompok, dan masyarakat. Konsep ini berangkat dari asumsi manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain. Yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya) dalam mencapai tujuan seorang individu, kelompok, dan masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoadmojo, 2003)
2.2 Abortus Beberapa pendapat tetang abortus, di antaranya, Abortus (keguguran) adalah kegagalan kehamilan sebelum umur kehamilan umur 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram (Manuaba, 2008). Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar,
tanpa mempersoalkan penyebabnya
(Krisnadi, 2005). Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Wiknjosastro, 2005). Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasinya belum mencapai 20-28 minggu. Dan beratnya
13
kurang dari 500 gram. Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di luar rahim (Achadiat, 2004). Abortus (keguguran) adalah penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu kehamilan lengkap (Benson, 2009). Menurut Dorland (2012), abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan berat kurang dari 500 gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20 minggu pada waktu dikeluarkan dari uterus sehingga tidak memiliki angka harapan untuk hidup. Sedangkan menurut Prawirohardjo (2008) abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 2.2.1 Etiologi Abortus Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus di dahului oleh kematian janin (Krisnadi 2005). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu : 1. Faktor Janin Kelainan yang paling sering di jumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama. 2. Faktor Maternal a. Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir semester pertama atau awal trimester. b. Penyakit vaskuler misalnya hipertensi.kelainan endokrin
14
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid, difiensi insulin. c. Faktor imunologis Ketidakcocokan sistem Human Leukocyte Antigen d. Trauma Khasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut. e. Kelainan uterus Hipoplasia
uterus,
mioma
(terutama
mioma
sub
mukosa),
serviks
inkommpletus. 3. Faktor Eksternal a. Radiasi Dosis 1-10 radiasi bagi janin pada kehamilan sembilan minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran. b. Obat-obatan Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan enam belas minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah. c. Bahan-bahan kimia Seperti bahan yang mengandung arsen dan benzena. Katagori dan gambaran klinis abortus adalah: Bercak darah pada kehamilan muda biasa menjadi perdarahan yang mengakibatkan janin gugur sehingga perlu
15
diwaspadai. Munculnya bercak darah biasa berasal dari perdarahan di rahim atau di luar rahim (Hestiantoro, 2008). 2.2.2
Patofisiologi Abortus Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah lengkap tertentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan ndalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin lahir-mati atau dilahirkan hidup. 2.2.3
Klasifikasi Abortus Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi tiga jenis
yaitu :
16
1. Abortus provokatus didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh orang-orang yang tidak memiliki ketrampilan yang diperlukan atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya. 2. Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Pertimbangan demi menyelamatkan nyawa ibu dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit dalam, dan spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. 3. Abortus Spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tindakan apa pun. Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi menjadi berikut : a. Abortus Immunens Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. b. Abortus Insipiens Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil kosnepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. c. Abortus Inkompletus Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
17
d. Abortus Kompletus seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. e. Missed Abortion Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu namun keseluruhan hasil konsepsi itu tertahan dalam uterus selama 6 minggu atau lebih. f. Abortus Habitualis Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umunya tidak sulit untuk menjadi
hamil
kembali,
tetapi
kehamilannya
berakhir
dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. g. Abortus Infeksiosus Abortus Infeksius ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus spetik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh. Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. h. kehamilan Anembrionik kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Disamping
18
mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelaianan kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi. 2.2.4
Diagnosa
1. Klinis Dapatkan anamnesis lengkap dan lakukan pemeriksaan fisik umum (termasuk panggul) pada setiap pasien untuk menentukan kemungkinan diperlukannya pemeriksaan laboratorium tertentu atau pemeriksaan lainnya untuk mendeteksi adanya penyakit atau status defisiensi. Secara klasik, gejala-gejala abortus adalah kontraksi uterus (dengan atau tanpa nyeri suprapublik) dan perdarahan vagina pada kehamilan dengan janin yang belum viabel. 2. Pemeriksaan Laboratorium Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna. Pemeriksaan laboratorium paling sedikit, harus meliputi biakan dan uji kepekaan mukaso serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesteron berguna untuk mendeteksi kegagalan korpus luteum. Jika terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang serta panel koagulasi. Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromosom sebagai etiologi abortus.
19
2.2.5
Komplikasi Abortus Adapun komplikasi yang terdapat terjadilah adalah sebagian berikut :
1. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.Karena kematian janin dapat terjadi apa bila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. 2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada bulan uterus dalam posisi hiperreefio fleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. 3. Infeksi Infeksi ini terjadi dalam uterus, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, peritoneum. 4. Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoregik) dan karena infeksi berat (Wiknjosastro, 2005). 2.2.6. Penanganan Abortus Penanganan pada abortus : 1. Penilaian awal a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital.
20
b. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan tekanan sistolik ˂ 90 mmHg, nadi ˃ 112 x/menit). c. Bila syok disertai dengan masa lunak di adneksa, nyeri perut bagian bawah, adanya cairan bebas dalam kavum pelvis; pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu. d. Periksa apakah ada tanda-tanda infeksi atau sepsis. e. Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi), (Saifuddin, 2008) 2. Penanganan Abortus Insipien, Abortus Inkompletus dan Abortus kompletus a. Terapi : 1) Pasang infus-cairan pengganti 2) Transfusi darah 3) Persiapan kuretase a) mempercepat pengambilan jaringan-hasil konsepsi b) mempercepat perhentian perdarahan c) mengurangi infeksi b. tambahan terapi 1) Antibiotika 2) Uterotonika 3) Terapi suportif
21
3. Abortus Imminen penatalaksanaaanya dengan cara: a. Bed rest b. Tokolitik c. Plasetogenik hormonal d. ANC- hamil aterm 4. Abortus Habitualis penatalaksanaaanya dengan cara: a. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. b. Pada
serviks
inkompeten
terapinya
adalah
operasi
dengan
cara
cervical cerclage 5. Abortus Septik penatalaksanaaanya dengan cara: a. Keseimbangan caiaran tubuh Pemberian antibiotik yang adekuat sesuai dengan hasil kultur kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/ fluor yang keluar pervaginam. Tahap pertama Penisilin 4x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4x 1 gram Gentamisin 2 x 80mg dan Metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur. b. Tindakan kuretase dilaksanakan apabila keadaan tubuh membaik minimal 6 jam setelah pemberian antibiotik yang adekuat. 2.3 Teori Perilaku Model perilaku kesehatan telah disampaikan beberapa ahli, antara lain:
22
1. Teori Lawrence Green Menurut Notoatmodjo (2012) faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor yang utama, yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor yang memotivasi suatu perilaku atau mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap seseorang terhadap kesehatan, kepercayaan terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistim nilai di masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. b. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan. Keterjangkauan sarana dan prasarana pendukung untuk berperilaku sehat, yaitu perilaku aborutus. Istri yang akan melakukan abortus tidak hanya karena dia tahu dan sadar dampak abortus, melainkan istri tersebut dengan mudah mendapatkan fasilitas untuk melakukan abortus yang mendukung terwujudnya perilaku kesehatan. c. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan, termasuk undang-undang, peraturan yang terkait dengan kesehatan serta program pemerintah yang sedang berjalan. Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2012) ada tiga kategori utama yang bisa mempengaruhi perilaku kesehatan, yaitu:
23
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Karakteristik
ini
menggambarkan
bahwa
setiap
individu
cenderung
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda karena adanya perbedaan demografi serta keyakinan bahwa pelayanan kesehatan tersebut dapat menolongnya menyembuhkan penyakit (termasuk di dalamnya sikap terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang penyakit). b. Faktor pendukung (enabling factor) Faktor ini menggambarkan kemampuan individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya sumber daya keluarga (tingkat pendapatan keluarga, ada/tidaknya asuransi kesehatan dan lainnya) serta sumber daya masyarakat (ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan). c. Faktor kebutuhan (need factors) Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukung ada. Komponen kebutuhan dibagi menjadi 2 kategori yaitu perceived need (persepsi seseorang terhadap kesehatannya) dan evaluated gejala dan diagnosa penyakit). 2. Health Belief Model Berdasarkan model kepercayaan kesehatan atau sering disebut Health Belief Model yang dikemukakan oleh Sheeran dan Abraham dalam Notoatmodjo (2012) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan.
24
a. Keyakinan tentang dampak penyakit dan konsekuensinya (persepsi ancaman) yang tergantung pada persepsi kerentanan atau keyakinan tentang betapa rentannya seseorang menganggap dirinya untuk terkena suatu penyakit dan persepsi keparahan penyakit serta konsekuensinya. b. Motivasi kesehatan atau kesiapan dalam memperhatikan hal-hal kesehatan. c. Keyakinan tentang konsekuensi dari praktek kesehatan dan tentang kemungkinan usaha untuk membuat individu melakukan praktek kesehatan. Evaluasi perilaku tergantung pada persepsi manfaat tindakan preventif dan terapeutik serta persepsi hambatan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. d. Isyarat atau tanda yang meliputi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tindakan, misalnya peran media massa, nasihat, anjuran teman atau keluarga dari orang yang sakit. e. Kepercayaan dan motivasi kesehatan dikondisikan oleh variabel-variabel demografi (sosial demografi, usia dan sebagainya) SSSdan oleh karakteristik psikologis dari individu (kepribadian, tekanan kelompok). Perilaku abortus merupakan masalah yang sangat penting karena dapat mengakibatkan kematian ibu dan bayi. Perilaku, menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2012) merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Stimulus abortus bisa dari fasilitas-fasilitas yang ada yang dimudahkan untuk melakukan abortus sehingga diharapkan lebih banyak istri yang melakukan abortus. Keputusan seorang istri untuk abortus dipengaruhi oleh pemahaman istri tersebut tentang abortus.
25
2.4 Landasan Teori Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori- kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Peran suami saat istri mengalami abortus dapat dilakukan dalam 3 hal antara lain: 1. Peran suami sebagai motivator Motivator menurut KBBI adalah orang (perangsang) yang menyebabkan timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu, memberi dukungan, pendorong, penggerak untuk mempengaruhi istri agar menerima dengan lapang dada kejadian abortus yang menimpa dirinya
26
2. Peran suami sebagai fasilitator (Sebagai orang yang menyediakan fasiliatas) Memberi semua kebutuhan istri dalam pelayanan abortus. Sehingga pelaksanaan abortus dan proses penyembuhan istri dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri melakukan perawatan abortus, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk penyembuha, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai. 3. Peran suami sebagai Edukator Selain peran penting dalam mendukung keputusan, dalam memberikan informasi juga sangat penting bagi istri, suami dapat mencari informasi tentang perawatan abortus dan memberikan informasi itu pada istrinya sehingga istri dapat dengan cepat pulih kondisi kesehatannya.
Motivator
Peran Suami
Fasilitator
Edukator
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
27
2.5. Kerangka Pikir Berdasarkan uraian latar belakang dan landasan teori tersebut, maka rumusan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Karakteristik suami: Umur Pendidikan Pekerjaan
Peran Suami: Motivator Fasilitator edukator
Istri yang mengalami abortus
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian