BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk
ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan, sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu. Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (Depkes RI, 2009). Antenatal merupakan perawatan atau asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sebelum kelahiran, yang berguna untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu hamil maupun bayinya dengan jalan menegakkan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kesehatan (Depkes RI, 2009).
2.1.1. Tujuan Pelayanan Antenatal Menurut Saifuddin,dkk (2002), tujuan pelayanan antenatal adalah: 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi. 2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.
Universitas Sumatera Utara
3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan. 4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin. 5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. 6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. Salah satu upaya pokok puskesmas adalah program kesehatan ibu dan anak, di mana pelayanan antenatal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program tersebut. Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
2.1.2. Standar Pelayanan Antenatal Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil secara memadai dan sesuai standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Depkes RI, 2009). Secara operasionalnya Depkes RI (2009) menentukan pelayanan antenatal dengan standar pelayanan, antara lain: 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Universitas Sumatera Utara
2. Ukur tekanan darah 3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) 4. Ukur tinggi fundus uteri 5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) 6. Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) 7. Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan 8. Test laboratorium (rutin dan khusus) 9. Tatalaksana kasus 10. Temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi serta KB pasca persalinan. Menurut Sulistyawati (2009), standar pelayanan antenatal dikenal dengan standar 7T, antara lain: 1. Timbang berat badan 2. Ukur tekanan darah 3. Ukur tinggi fundus uteri 4. Pemberian imunisasi TT lengkap 5. Pemberian tablet besi (Fe) minimal 90 tablet selama kehamilan dengan dosis satu tablet setiap harinya 6. Lakukan tes penyakit menular seksual (PMS) 7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Universitas Sumatera Utara
2.2.Pelayanan Antenatal di Puskesmas 2.2.1. Konsep Pemeriksaan Antenatal Menurut Depkes RI (2004), puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas mempunyai tujuan mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang. Pemeriksaan antenatal di tingkat puskesmas dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal dimulai dengan urutan sebagai berikut : 1. Anamnese, meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang. 2. Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan kebidanan. 3. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa. 4. Pemberian obat-obatan, imunisasi tetanus toxoid (TT) dan tablet besi (Fe) 5. Pennyuluhan tentang gizi, kebersihan, olahraga, pekerjaan dan perilaku sehari-hari, perawatan payudara dan ASI, pentingnya pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih (Depkes RI, 2004). Menurut Manuaba (1998), pemeriksaan antenatal dilakukan sesuai standar dimulai dengan urutan berikut: 1. Anamnesa, meliputi identitas, keluhan kehamilan, fisiologis dan patologis. 2. Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus kebidanan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemeriksaan psikologis 4. Pemeriksaan laboratorium bila ada indikasi. 5. Diagnosa kehamilan, meliputi kehamilan normal dan kehamilan dengan risiko. 6. Penatalaksanaan lebih lanjut, meliputi pemberian obat-obatan dan imunisasi TT. 7. Memberikan penyuluhan tentang gizi dan pentingnya pemeriksaan kehamilan serta menjadwalkan pemeriksaan ulang. Menurut Pinem (2009), alur pelayanan antenatal adalah sebagai berikut: 1. Anamnesis, meliputi identitas ibu, usia kehamilan, riwayat kehamilan dan persalinan serta status kesehatan. 2. Pemeriksaan fisik, meliputi mengukur tinggi badan dan berat badan, mengukur vital sign dan pemeriksaan kehamilan. 3. Penyuluhan tentang perawatan diri selama hamil, gizi, perawatan payudara, senam hamil dan perlunya pemeriksaan kehamilan. 4. Kunjungan ulang, pada dasarnya sama dengan kunjungan pertama dan memberi konseling sesuai dengan usia kehamilan dan keperluan ibu.
2.2.2. Kunjungan Ibu Hamil Menurut Depkes RI (2005), kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil
Universitas Sumatera Utara
di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi dalam beberapa tahap, seperti: 1. Kunjungan baru ibu hamil (K1) Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan pada trimester I, di mana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu. 2. Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4) Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar pada trimester III, di mana usia kehamilan > 24 minggu. Selanjutnya menurut Depkes RI (2009), kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut: 1). Minimal 1 kali pada trimester pertama (K1), usia kehamilan 1 sampai 12 minggu. 2). Minimal 1 kali pada trimester kedua, usia kehamilan 13 sampai 24 minggu. 3) Minimal 2 kali pada trimester ketiga, usia kehamilan > 24 minggu. Menurut Manuaba (1998), jadwal pemeriksaan antenatal adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid. b. Pemeriksaan ulang: 1) Setiap bulan sampai umur kehamilan 6 sampai 7 bulan, 2) Setiap 2 minggu sampai kehamilan berumur 8 bulan, 3) Setiap 1 minggu sejak umur kehamilan 8 bulan sampai terjadi persalinan.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu.
2.2.3. Pelaksana Pelayanan Antenatal Pelaksana antenatal adalah dokter, bidan (bidan di puskesmas, bidan di desa dan bidan praktek swasta), pembantu bidan dan perawat yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan. Pelayanan antenatal di desa dapat dilakukan di polindes, posyandu atau kunjungan rumah (Depkes RI, 2005).
2.2.4. Cakupan Pelayanan Antenatal Menurut Depkes RI (2009), cakupan pelayanan antenatal adalah persentase ibu hamil yang telah mendapat pemeriksaan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja. Cakupan pelayanan antenatal (K1) adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Angka cakupan K1 dapat diperoleh dari jumlah K1 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun kali 100%. Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa cakupan ibu hamil adalah cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat. Cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali selama kehamilan. Indikator ini dipakai untuk menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah. Angka cakupan K4 diperoleh dari jumlah K4 dalam 1 tahun dibagi jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah dalam 1 tahun kali 100 % (Depkes RI, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depkes RI (2005) Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan pelayanan KIA masih rendah.
2.3.
Kebijakan Menurut Saifuddin,dkk (2002), kebijakan pelayanan antenatal terdiri atas 2,
yaitu: 2.3.1. Kebijakan Program 1. Menyediakan sarana pelayanan antenatal yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. 2. Setiap ibu hamil dibuatkan kartu ibu atau buku KIA untuk mencatat hasil pemeriksaan kehamilan. 3.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan. a. Satu kali kunjungan pada triwulan pertama b. Satu kali pada triwulan kedua c. Dua kali pada triwulan ketiga
2.3.2. Kebijakan Teknis Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya.
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut: 1. Mengupayakan kehamilan yang sehat. 2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan. 3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman. 4. Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi (Saifuddin,dkk, 2002).
2.4.
Konsep Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Cukup banyak model-model penggunaan pelayanan kesehatan yang dikembangkan, seperti model kependudukan, model sumber daya masyarakat, model organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam masing-masing model. Anderson dalam Notoatmodjo (2003), mengembangkan model sistem kesehatan (health belief model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Dalam Anderson ini terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Karakteristik
predisposisi
(predisposing
characteristic),
menggambarkan
kecenderungan individu yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Komponen predisposisi terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
a. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga dan lain-lain). b. Faktor struktur sosial (suku bangsa, pendidikan, pekerjaan). c. Faktor keyakinan (pengetahuan, sikap dan persepsi). 2. Karakteristik pemungkin (enabling characteristic), menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Dalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian : a. Sumber
keluarga
(pendapatan/penghasilan,
kemampuan
membayar
pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan). b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak, transportasi dan sebagainya). 3. Karakteritik kebutuhan (need characteristic), faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Menurut Dever yang dikutip Ulina (2004) dalam “Determinant of Health Service Utilization”, bahwa faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan adalah : 1. Faktor Sosio Kultural a. Norma dan nilai yang ada di masyarakat adalah norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. b. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, dalam hal ini kemajuan di bidang teknologi di satu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan, seperti: transplantasi organ dan kemajuan di bidang radiologi. Disisi lain teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin pencegahan penyakit menular dapat mengurangi angka kesakitan. 2. Faktor Organisasional a. Ketersediaan sumber daya yang mencukupi dari segi kualitas maupun kuantitas sangat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia. b. Keterjangkauan
lokasi,
peningkatan
akses
yang
dipengaruhi
oleh
berkurangnya jarak, waktu tempuh dan biaya tempuh mengakibatkan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan. c. Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik provider terhadap konsumen, seperti etnis, jenis kelamin, ras dan hubungan keagamaan. Akses ini terdiri dari dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dimensi dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial dan budaya, sedangkan dimensi terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. d. Karakteristik dari struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai macam bentuk praktek pelayanan kesehatan dan cara memberikan pelayanan kesehatan mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-beda. 4. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan) a. Faktor yang berhubungan dengan konsumen, dipengaruhi oleh: (1) faktor sosio demografi meliputi umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaaan dan
Universitas Sumatera Utara
penghasilan), (2) faktor sosio psikologi meliputi persepsi sakit, gejala sakit dan keyakinan terhadap perawatan medis/dokter, (3) faktor epidemiologis meliputi mortalitas, morbiditas, disabilty dan faktor risiko. b. Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh: (1) faktor ekonomi yaitu barang subsidi, adanya keterbatasan pengetahuan konsumen tentang penyakit yang diderita, (2) faktor karakteristik provider meliputi tipe pelayanan, sikap petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan tersebut (Ulina, 2004). Menurut Kalangie dalam Department of Health Education and Welfare, USA yang dikutip Hotma (2007), ada beberapa faktor yang memengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan, yaitu : 1. Faktor regional dan residence yaitu: regional misalnya Jakarta, Jawa Tengah dan lain-lain, dan residence misalnya: rural (desa) dan urban (kota). 2. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan yaitu tipe dari organisasi, misalnya: rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan, hubungan antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan. 3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lain. 4. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu : faktor sosio psikologi yang meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya, faktor ekonomis meliputi
Universitas Sumatera Utara
status sosio ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan), dan digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antara rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan (Hotma, 2007).
2.5.
Faktor yang Berpengaruh terhadap Pemanfaatan Pelayanan Antenatal
2.5.1. Faktor Predisposisi Pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil pada dasarnya merupakan manifestasi dari bentuk perilaku di bidang kesehatan dalam upaya mencegah dan menanggulangi adanya penyakit atau gangguan yang dapat membahayakan kesehatan, baik ibu maupun bayi yang dikandung selama kehamilan dan pada persalinan.
2.5.1.1. Pendidikan Menurut
Widyastuti,dkk
(2010),
Pendidikan
merupakan
proses
pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan suatu maksud dari suatu konsep yang sudah ditetapkan. Tujuan pendidikan diharapkan agar individu mempunyai kemampuan dan keterampilan secara mandiri untuk meningkatkan taraf hidup lahir batin dan meningkatkan perannya secara pribadi. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : a) “input” adalah sasaran pendidikan, b) proses
Universitas Sumatera Utara
(upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain), c) “output” (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2003). Selanjutnya Widyastuti,dkk (2010) mengatakan pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi mereka dapat meningkatkan taraf hidup, mampu membuat keputusan menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita, maka semakin mampu mandiri dalam mengambil keputusan menyangkut diri mereka sendiri.
2.5.1.2. Paritas Mempunyai anak lebih dari 4 orang akan meningkatkan risiko terhadap ibu dan bayinya. Lebih-lebih kalau jarak antara kehamilan kurang dari 2 tahun, maka ibu akan lemah akibat dari seringnya hamil, melahirkan dan menyusui. Sehingga sering mengakibatkan berbagai masalah seperti ibu yang menderita anemia, kurang gizi, dan bahkan sering terjadi perdarahan setelah melahirkan yang membahayakan nyawa ibu. Risiko melahirkan bayi cacat dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga meningkat setelah 4 kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun (Soetjiningsih, 1995).
2.5.1.3. Jarak Kelahiran Untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak sebaiknya jarak antara kehamilan tidak kurang dari 2 tahun, karena kalau jaraknya terlalu dekat dapat mengganggu tumbuh kembang anak baik fisik maupun mentalnya. Hal ini disebabkan ASI terpaksa dihentikan, ibu tidak punya banyak waktu untuk menyiapkan makanan untuk anak, juga berkurangnya perhatian dan kasih sayang. Ibu memerlukan waktu
Universitas Sumatera Utara
sekitar 2 tahun untuk memulihkan kesehatannya sebelum hamil lagi. Kalau ibu hamil terlalu cepat, maka sering melahirkan BBLR (Soetjiningsih, 1995). Kematian janin dan kematian neonatal terendah apabila jarak kelahiran adalah lebih dari 2 tahun. Suatu penelitian epidemiologis di Punjab membuktikan bahwa kematian bayi terutama kematian neonatal paling tinggi apabila jarak kelahiran kurang dari 24 bulan (Moersintowarti, 2008).
2.5.1.4. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni: 1. Tahu (Know) Tahu diartiakan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnaya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Dalam situasi yang lain misalnya dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
(problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis
menunjuk
pada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.5. Sikap Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Newcomb, salah seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka), tetapi merupakan predisposisi perilaku (reaksi tertutup). Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2005) sikap terdiri dari 3 komponen, yaitu : 1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan. Misal sikap seseorang terhadap pemeriksaan antenatal dapat diketahui dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang antenatal di lingkungannya. 2. Menanggapi (responding)
Universitas Sumatera Utara
Menanggapi
diartiakan
memberikan
jawaban
atau
tanggapan
terhadap
pertanyaaan yang dihadapi. 3. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek, dalam arti mendiskusikannya dengan orang lain dan bahkan memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain mencemoohkan atau adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2005).
2.5.2. Faktor Pemungkin/Pendorong 2.5.2.1. Pekerjaan Suami Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih baik dan memuaskan dari pada keadaan sebelumnya. Pekerjaan adalah sumber penghasilan, sebab itu setiap orang yang ingin memperoleh penghasilan yang lebih besar dan tingkat kehidupan yang lebih baik haruslah siap dan bersedia bekerja keras. Melalui pekerjaan kita berbuat sesuatu yang
Universitas Sumatera Utara
bernilai, yang bermanfaat bagi kita, bagi anggota keluarga dan anak isteri yang menjadi tanggung jawab suami (Anoraga, 2006).
2.5.2.2. Pendapatan Keluarga Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan juga mempunyai kontribusi besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Bagi ibu-ibu yang mempunyai biaya akan lebih leluasa untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, sebaliknya ibu-ibu yang kurang mempunyai biaya akan kurang leluasa untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Ulina, 2004).
2.5.3. Faktor Kebutuhan 2.5.3.1. Kondisi Ibu Menurut Depkes RI dalam Murniati (2007), kondisi ibu selama kehamilan harus dipahami, agar ibu tahu bagaimana keadaan (keluhan) normal atau tidak. Keluhan normal yang tidak membahayakan bagi kehamilan seperti perubahan hormonal atau perubahan bentuk tubuh. Keluhan atau keadaan yang membahayakan seperti perdarahan baik sedikit atau banyak, pembengkakan pada kaki yang tidak hilang setelah istirahat rebahan yang disertai nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati keluar cairan ketuban sebelum kehamilan cukup umur, janin tidak bergerak atau jarang dalam sehari semalam dan berat badan tidak bertambah bahkan turun.
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Perilaku Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
atau makluk hidup yang bersangkutan. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain (ranah/kawasan) yakni kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif) dan karsa (psikomotor). Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Perilaku Tertutup (Covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau covert behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. 2. Perilaku Terbuka (Overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.
2.6.1. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok. 1. Perilaku Pemeliharaan kesehatan (Health Maintenance) adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek : a.
Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b.
Perilaku kesehatan lingkungan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
c.
Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (selftreatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
3. Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatan sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Bekker dalam Notoatmodjo (2007) mengajukan klasifikasi lain yang berhubungan dengan kesehatan, sebagai berikut a. Perilaku hidup sehat (health behavior) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. c. Perilaku peran sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
2.6.2. Tindakan Ibu Hamil Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau
Universitas Sumatera Utara
disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu faktor pendukung antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa hamil itu penting untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa hamil. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan, posyandu atau puskesmas yang dekat dengan rumahnya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain, misalnya suami, orang tua atau mertua dan lain-lain. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: 1. Praktik terpimpin (Guided respons) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya. 2. Praktik secara mekanisme (Mechanism) Seseorang telah melakukan sesuatu secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. Misalnya, seorang ibu secara otomatis memeriksakan kehamilannya tanpa menunggu diingatkan bidan atau tetangganya.
Universitas Sumatera Utara
3. Adopsi (Adoption) Apabila seseorang melakukan sesuatu tidak sekadar rutinitas atau kebiasaan tetapi sudah dilakukan secara berkualitas. Misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan dengan mendapatkan pelayanan sesuai standar pelayanan antenatal (Notoatmodjo, 2005).
2.7.
Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen Faktor Predisposisi : - Pendidikan - Paritas - Jarak kelahiran - Pengetahuan - Sikap Faktor Pemungkin : - Pekerjaan suami - Pendapatan keluarga
Variabel Dependen Pemanfaatan Pelayanan Antenatal di Kelurahan Pasir Bidang Tahun 2010
Faktor Kebutuhan: - Kondisi ibu
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel penelitian sebagai berikut : 1. Faktor predisposisi adalah ciri yang menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan, dalam hal ini diukur dari pendidikan, paritas, jarak kelahiran, pengetahuan dan sikap.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor pemungkin adalah menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar, dalam hal ini diukur dari pekerjaan suami dan pendapatan keluarga. 3. Faktor kebutuhan adalah yang memungkinkan konsumen untuk mencari pengobatan dapat terwujud dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan, dalam hal ini diukur dari kondisi ibu selama kehamilan. 4. Pemanfaatan pelayanan antenatal adalah penggunaan pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya, diukur dari kelengkapan kunjungan pelayanan antenatal yang diterima ibu selama hamil (minimal 4 kali kunjungan).
2.8. Hipotesis Penelitian Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh faktor predisposisi (meliputi pendidikan, paritas, jarak kehamilan, pengetahuan, sikap ibu) dan faktor pemungkin (meliputi pekerjaan suami dan pendapatan keluarga) serta faktor kebutuhan (meliputi kondisi ibu) terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara