4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik IWAS Umur Usia dewasa dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya/tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Menurut tahapan perkembangan untuk dewasa awal pada kekhasan tingkah laku kognitif, orang dewasa yang matang perkembangan kognitifnya lebih sistematis dalam memecahkan masalah. Selain itu, usia dewasa awal merupakan tingkatan usia dengan fungsi fisiologi dan biologi paling efisien.
Dengan fungsi yang
efisien dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan seseorang dalam suatu hal. Kondisi fisiologi dan biologi seseorang mempengaruhi fungsi-fungsi organ yang terlibat dalam pemrosesan informasi.
Pada usia setengah baya
(dewasa tengah), kemampuan kognitifnya yang menurun adalah kemampuan mengingat dan berpikir (Papalia&Olds 2001; Hurlock 1980; Hayslip 1989 dalam Fajarwati 2010). Pendidikan Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.
Tingkat pendidikan seseorang akan sangat
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan tindakan. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan memudahkan seseorang untuk menerima informasi (pengetahuan) yang selanjutnya mengarah kepada perubahan sikap sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Atmarita&Fallah 2004). Besar Keluarga Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) keluarga kecil yang terdiri dari empat anggota keluarga atau lebih, (2) keluarga sedang yang terdiri dari lima sampai tujuh anggota keluarga, dan (3) keluarga besar yang terdiri dari depalan anggota keluarga atau lebih. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama.
Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah
tangga dikelompokkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga
4
5
sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). (Hurlock 1993; BKKBN 2005). Pendapatan Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat.
Faktor
pemungkin untuk merubah perilaku di antaranya ketersediaan sarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas yang ada dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dimana dengan
ekonomi
menyediakannya.
yang
baik
maka
seseorang
akan
mampu
untuk
Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap praktik higiene dan sanitasi seseorang (Azanza et.al dalam Yasmin 2010; Notoatmodjo 2007b). Warung Anak Sehat Warung Anak Sehat (WAS) adalah program yang memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi kepada ibu rumah tangga, membantu dalam menyiapkan menu bergizi (jajanan sehat) untuk sehari-hari, dan menyediakan akses terhadap makanan bergizi yang dibutuhkan. Program Warung Anak Sehat ini berusaha memberikan kontribusi dalam kesehatan anak-anak yang rawan mengalami kejadian gizi buruk. Selain itu, memberikan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat (Masyarakatmandiri 2011; Kurniawan 2011; Dompetdhuafa 2011). IWAS yang dipilih merupakan kader yang akan membuka warung sekaligus memberikan penyuluhan kepada konsumen seputar informasi gizi seimbang dan produk makanan sehat untuk anak. Program pemberdayaan di daerah ini tidak hanya menyiapkan para kader, juga untuk menyiapkan beberapa bangunan warung yang menyediakan berbagai produk yang mendukung terjaminnya kesehatan anak, penguatan Posyandu dan berbagai program penguatan kesadaran akan kesehatan dan gizi bagi anak (Kurniawan 2010). Makanan Jajanan Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap saji untuk dijual kepada konsumen selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan jajanan banyak ditemukan di pinggir jalan
5
6
yang dijajakan dalam berbagai warna, bentuk, ukuran serta rasa yang dapat menarik minat konsumen untuk membelinya (Kepmenkes 2003; Irianto 2007). Tarwotjo (1998) menyebutkan makanan jajanan dikenal juga dengan istilah makanan selingan.
Makanan ini memiliki peranan yang tidak kalah
pentingnya dengan makan utama yaitu memberikan sumbangan energi bagi tubuh agar tidak kekurangan kalori sampai waktu makan utama tiba.
Hasil
penelitian Rizki (2010) yang dilakukan pada anak sekolah bahwa kontribusi energi dari makanan jajanan hampir separuh dari total konsumsi energi dalam sehari. Jenis makanan jajanan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) yang dikutip dalam Melfa (2009) dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) makanan jajanan berbentuk panganan, misalnya kue-kue basah, pisang goreng, putu ayu, bugis, dan lainnya ; (2) makanan jajanan yang diporsikan, misalnya mie goreng, pecel, mie bakso, nasi goreng, dan lainnya ; (3) makanan jajanan yang berbentuk minuman, misalnya ice cream, jus buah, es campur, dan lainnya. Higiene dan Sanitasi Makanan Pengertian sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sementara
itu,
higiene
merupakan
suatu
pencegahan
penyakit
yang
memfokuskan kepada usaha kesehatan individu beserta lingkungan tempat individu tersebut berada (Widyati & Yuliarsih 2002). Sanitasi
makanan
merupakan
hal
yang
perlu
dilakukan
untuk
membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi.
Pada prinsipnya higiene dan
sanitasi makanan merupakan upaya pengendalian terhadap empat faktor penyehatan makanan, yaitu faktor tempat atau bangunan, peralatan, orang (penjamah), dan bahan pangan. Penyehatan makanan itu sendiri mengandung makna yaitu upaya mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang, dan bahan pangan yang mungkin saja dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan (Depkes&Pesan 2001; Kepmenkes 2003; Prabu 2008).
6
7
Fasilitas Fisik Fasilitas
fisik
merupakan
dalam
proses
pengolahan
pangan.
Ketersediaan fasilitas berperan penting dalam peningkatan mutu higiene dan sanitasi makanan jajanan.
Fasilitas fisik berupa ruang dapur meliputi
ketersediaan peralatan dapur, ventilasi, lantai dapur, tempat sampah, wastafel, air bersih, serta keberadaan SPAL dan jamban sehat (WC). Ruang Dapur Karakteristik dapur yang memenuhi syarat kesehatan antara lain (Widyati & Yuliarsih 2002): 1. Selalu dalam keadaan bersih 2. Mempunyai cukup persediaan air bersih untuk mencuci bahan pangan 3. Mempunyai tempat sampah 4. Alat-alat dapur selalu dalam keadaan bersih 5. Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta mengeluarkan asap dan bau yang kurang sedap 6. Mempunyai tempat penyimpanan bahan pangan yang baik, artinya tidak sampai tercemar debu dan menjadi sarang tikus/kecoa Alat Dapur Bahan pangan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat dapur yang kotor. Oleh sebab itu, pencucian alat dapur seharusnya mendapatkan perhatian yang benar.
Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan
harus dibuat sedemikian rupa sehingga menjamin alat tersebut dapat mudah dibersihkan,
tahan
lama,
dan
mudah
dipindahkan
atau
dilepas
agar
mempermudah pemeliharaan dan pembersihan alat-alat dapur (Widyati & Yuliarsih 2002; Fardiaz 2000). Dalam pengolahan pangan, kebersihan alat yang digunakan perlu dijaga agar konsumen yang menggunakan dapat terhindar dari ancaman kuman penyakit yang berasal dari peralatan makan. diperhatikan
dalam
penggunaan
peralatan
Hal-hal yang perlu untuk meliputi
proses
pencucian,
pengeringan, dan penyimpanannya (Uripi 1994). 1. Pencucian alat, adapun tujuan pencucian yaitu untuk menghilangkan atau membersihkan kotoran sisa-sisa makanan.
Proses pencucian sebaiknya
menggunakan sabun atau deterjen untuk membunuh kuman yang ada pada permukaan alat.
7
8
2. Pengeringan alat, setelah dicuci alat-alat dikeringkan dengan cara diletakkan pada rak-rak yang bersih dan terhindar dari debu dan serangga. 3. Penyimpanan alat, penggunaan rak atau lemari untuk menyimpan alat sebaiknya tertutup dan mudah untuk diambil ketika akan digunakan. Ventilasi Umumnya, ventilasi berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angina. Ventilasi berperan dalam pertukaran udara agar udara di dalam ruangan tetap bersih dan segar. Ventilasi di ruang dapur harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang dapur dan mengeluarkan asap dan bau yang kurang sedap. Ventilasi harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak dipenuhi sarang serangga. Oleh karena itu sebaiknya ventilasi yang ada di ruang pengolahan makanan dilengkapi kassa yang dapat dibuka dan dipasang, sehingga mudah untuk dibersihkan (BPOM 2003; Latifah et.al 2002; Widyati & Yuliarsih 2002). Tempat Pembuangan Sampah Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan. Umumnya bak sampah yang baik untuk digunakan terbuat dari plastik ringan lengkap dengan tutupnya. Bak sampah sebaiknya tertutup agar sampah tidak berserakan dan dihinggapi lalat yang membawa vektor penyakit.
Sebelum
digunakan, bak sampah tersebut terlebih dahulu dilapisi dengan kantong plastik sampah, bila penuh sampah mudah untuk dibuang sehingga tempat sampah tidak cepat kotor dan plastik dapat diganti kembali (Latifah et.al 2002; Widyati & Yuliarsih 2002). Wastafel Wastafel merupakan salah satu fasilitas fisik yang umumnya digunakan sebagai tempat mencuci tangan, bahan pangan, maupun peralatan. Sebaiknya kran untuk mencuci tangan sebaiknya terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan pangan (Kepmenkes 2003a). Lantai Dapur Syarat lantai dapur yang baik di antaranya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan pengaliran air.
Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari
debu, lendir dan kotoran lainnya. Lantai yang mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, semen, atau tegel. Dapur yang berlantai tanah
8
9
sulit untuk dibersihkan dan tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat sumber bibit penyakit (BPOM 2003; Latifah et.al 2002). Sumber Air Air merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan.
Air
yang digunakan dalam untuk mengolah makanan harus memenuhi persyaratan untuk air minum. Persyaratan air untuk menjadi sumber air minum yang baik yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak keruh. Selain itu, menyebutkan pula bahwa air bersih dan sehat merupakan air yang tidak mengandung kuman dan kotoran yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sehingga aman untuk dikonsumsi.
Jika sumber air yang digunakan berupa sumur, maka sumur
tersebut harus: 1. Berada minimal 10 m dari tangki septik penampungan kotoran, lubang galian sampah dan sumber-sumber kotoran lainnya. 2. Berada di tempat yang tidak mudah terkena banjir 3. Diberi pagar dan pelindung dari tembok agar mencegah air kotor kembali mengalir ke dalam sumur (Jenie 2000; Latifah et al 2002). Air bersih belum tentu dapat dikatakan sehat, menurut Entjang (1993) dalam Sukandar (2007) air minum yang sehat dapat diperoleh melalui: 1. Sumber air yang bersih 2. Tangan dan tempat penampungan air bersih 3. Wadah penampung air sering dibersihkan dan dilengkapi dengan penutup 4. Memasak air untuk diminum hingga mendidih 5. Menggunakan peralatan minum yang bersih (termasuk gayung sebagai alat pengambil air) Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Saluran pembuangan air limbah berfungsi sebagai sarana pembuangan hasil produksi rumah tangga baik itu limbah dari dapur, kamar mandi, maupun tempat mencuci pakaian. Air limbah yang menggenang akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan menjadi sumber penyakit. Sarana pembuangan air limbah sebaiknya berupa tangki septik yang dilengkapi dengan saluran pembuangan. Saluran pembuangan tersebut dilengkapi dengan saringan berupa ijuk atau pasir, sehingga air limbah yang terbuang ke selokan atau sungai menjadi lebih bersih (Latifah et.al 2002).
9
10
Jamban Sehat (WC) Pada umumnya, setiap kamar mandi dilengkapi dengan jamban atau WC. Fungsi jamban adalah sebagai penampung kotoran yang dikeluarkan oleh manusia, dengan adanya jamban diharapkan seseorang tidak membuang kotorannya sembarangan. Jenis jamban lain di antaranya cubluk dan jamban di atas kolam. Jamban ini tentunya tidak memenuhi syarat kesehatan karena akan mengotori permukaan tanah dan air sehingga akan menimbulkan bibit penyakit (Latifah et.al 2002). Higiene Penjamah Makanan Penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Kepmenkes 2003b): 1. tidak menderita penyakit menular seperti: batuk, pilek, influenza, diare, dan penyakit perut sejenisnya; 2. menutup luka (pada luka terbuka atau bisul atau lainnya); 3. memakai celemek dan tutup kepala; 4. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; 5. menjamah makanan harus menggunakan alat/perlengkapan atau dengan alas tangan; 6. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya) 7. tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung; 8. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian. Kebersihan Tangan dan Jari Tangan merupakan salah satu anggota tubuh yang vital dalam mengolah makanan sehingga setiap kali memegang bahan pangan yang kotor atau keluar dari toiet, sebaiknya tangan dibersihkan dahulu dengan air hangat dan sabun kemudian dikeringkan.
Pada saat mengolah makanan, kuku harus dipotong
pendek dan sebaiknya tidak menggunakan perhiasan seperti cincin atau jam tangan (Widyati & Yuliarsih 2002). Kesehatan Rambut Pencucian rambut harus dilakukan secara rutin karena rambut yang kotor akan menimbulkan rasa gatal yang akan mendorong seseorang untuk
10
11
menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran-kotoran dari kepala jatuh berterbangan ke dalam makanan serta menjadikan kuku kotor. Selain itu, untuk menghindari kejadian rambut terjatuh dalam makanan, sebaiknya digunakan penutup kepala atau topi atau kerudung (Widyati & Yuliarsih 2002). Kebersihan Mulut Seorang penjamah makanan harus menjaga kebersihan mulut,
Salah
satu caranya dengan menggosok gigi dengan pasta dan sikat gigi secara rutin dua kali dalam sehari. Air liur dihasilkan di dalam mulut. Air liur merupakan sumber cemaran yang akan tersebar ke udara ketika seseorang berbicara atau tertawa (Depkes&Pesan 2001). Pakaian Pakaian yang digunakan penjamah makanan di dapur harus bersih dan sebaiknya menggunakan celemek atau baju khusus memasak. Pakaian yang digunakan harus ganti setiap hari karena pakaian yang kotor merupakan salah satu sumber bakteri atau penyakit. Pakaian yang digunakan di dapur selayaknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, dapat menyerap keringan, tidak panas, dan ukurannya tidak ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja (Widyati & Yuliarsih 2002). Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Pangan Pemilihan bahan pangan pada saat proses pembelian menjadi sesuatu hal yang penting dalam menentukan kualitas makanan. Pemilihan bahan akan lebih baik jika dibeli dalam jumlah terbatas. Khusus untuk bahan pangan yang mudah rusak, proses seleksi lebih baik dilakukan sebelum pengolahan, sedangkan untuk bahan pangan yang tidak mudah rusak dilakukan saat penyimpanan (Yuliarti 2007). Penyimpanan bahan pangan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan pangan kering dan basah baik dari segi kualitas maupun kuantitas di gudang bahan pangan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya.
Tujuannya yaitu tersedianya bahan pangan siap pakai
dengan kualitas dan kuantitasnya tepat sesuai perencanaan.
Penyimpanan
bahan pangan adalah suatu tindakan untuk menjaga dan memperhatikan mutu komoditas
yang
disimpan
dengan
cara
menghidari,
mengurangi,
atau
menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi nilai komoditas yang disimpan (Direktorat Gizi Masyarakat 2003; Khomsan 2005).
11
12
Penyimpanan makanan yang baik di antaranya: 1. Makanan disimpan sebaiknya di dalam rak/lemari atau kotak sehingga tidak langsung bersentuhan dengan lantai. 2. Makanan tidak boleh disimpan dengan bertumpuk-tumpuk karena akan merusak wadah atau kemasan sehingga produk yang ada di dalamnya pun akan rusak. 3. Bahan pangan mentah harus disimpan terpisah dengan makanan yang sudah jadi atau matang. 4. Prinsip penyimpanan adalah FIFO (first in first out), yang lebih dahulu masuk harus keluar lebih dahulu pula. 5. Bahan pangan disimpan terpisah dengan bahan bukan makanan. 6. Penyesuaian kondisi dalam penyimpanan makanan, misalnya produk beku dan sebagainya (BPOM 2003; Fardiaz 2000). Tempat Penyimpanan Bahan pangan Hal lain yang perlu diperhatikan dalam sanitasi adalah pada saat menyimpan bahan pangan. Ada dua hal yang mendapat perhatian yaitu bahan pangan dan ruang penyimpanannya (Widyati & Yuliarsih 2002). 1. Bahan pangan yang akan disimpan harus dalam keadaan bersih 2. Ruang penyimpanan dibersihkan secara rutin, dan bila ada yang tumpah harus dibersihkan sesegera mungkin untu menghindari datangnya binatangbinatang dan serangga, misalnya semut, kecoa, tikus, dll 3. Jika ada bahan pangan yang disimpan ada yang busuk harus cepat dibuang. Persiapan dan Pengolahan Bahan Pangan Persiapan merupakan kegiatan mempersiapkan bahan pangan dan bumbu-bumbu sebelum dilakukan pengolahan.
Proses ini dimulai dari saat
bahan pangan diambil dari tempat penyimpanan kemudian dibersihkan, dipotong-potong dan diiris sesuai dengan kebutuhan sehingga siap untuk diolah. Teknik persiapan bahan pangan sebelum diolah berbeda-beda untuk setiap bahan pangan. Kerusakan zat gizi, penyusutan berat bahan, perubahan tekstur dan rasa, serta kerusakan makanan lainnya dapat terjadi bila bahan pangan tidak dipersiapkan dengan baik (Khomsan et.al. 2009). Pencucian bahan pangan dapat melarutkan kotoran yang mungkin masih ada seperti tanah pada umbi atau akar, residu pestisida pada sayuran dan buahbuahan, darah pada pangan hewani, atau debu pada beras.
Pada proses
12
13
persiapan memungkinkan terjadinya kehilangan jumlah zat gizi tertentu (Direktorat Gizi Masyarakat 2003). Definisi memasak adalah proses pemberian panas yang diberikan pada bahan pangan mentah dan setengah jadi sehingga bahan pangan tersebut dapat dimakan dan mudah dicerna, lezat di lidah, enak dipandang, mengubah bentuk penyajian serta aman untuk dikonsumsi.
Pengolahan makanan merupakan
kegiatan mengubah bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap untuk dikonsumsi melalui berbagai proses yang berkaitan. Adapun tujuan pengolahan adalah untuk mempertahankan nilai gizi, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, bau, rasa, keempukan, dan penampakan makanan, juga untuk membebaskan dari mikroorganisme yang berbahaya (Fardiaz 1992; Yuliati 1996). Waktu pengolahan harus disesuaikan dengan waktu penyajiaan makanan dan jumlah makanan yang akan dibuat pada hari tersebut. Makanan yang diolah dalam jumlah besar kemungkinan berisiko masih mengandung jasad renik dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pemasakan yang tidak merata sehingga ada bagian makanan yang tidak mendapat perlakuan panas
yang
sama. Akibatnya makanan mudah basi dan memungkinkan sebagai penyebab terjadinya keracunan (Fardiaz 1992). Pengawasan mutu dalam proses pengolahan perlu dilakukan untuk menghindari risiko bahaya dalam pengolahan makanan.
Hal yang harus
dilakukan untuk mendapatkan makanan yang berkualitas di antaranya : 1. Mempersiapkan atau memasak makanan segera sebelum dikonsumsi, jarak antara waktu persiapan dan konsumsi harus kurang dari 6 jam. 2. Pemasakan kembali makanan dilakukan pada suhu minimal 66 ºC selama 15 menit, untuk makanan berkuah harus sampai mendidih. 3. Penyimpanan makanan dibawah suhu 4ºC tidak boleh lebih dari 4 hari. 4. Penyimpanan makanan pada suhu lebih 55ºC tidak boleh lebih dari 6 jam (Fardiaz 1992; Kepmenkes 2003b). Proses pengolahan, ada tiga hal pokok yang perlu untuk diperhatikan, yaitu tenaga pengolahan (penjamah), tempat pengolahan (dapur), dan cara pengolahan (Prabu 2008). 1. Tenaga pengolahan makanan (penjamah makanan) Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan, baik dalam persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam
13
14
menyajikan makanan. Seorang penjamah makanan, seharusnya selalu dalam keadaan sehat dan terampil. Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan terbiasa untuk berprilaku sehat selama bekerja. 2. Tempat pengolahan makanan (dapur) Dapur adalah suatu tempat dimana makanan dan minuman di persiapkan dan diolah.
Dapur sangat berperan terhadap kualitas makanan yang akan
dihasilkan. Mengingat hal tersebut, maka untuk mendapatkan makanan yang berkualitas baik, dapat senantiasa dalam keadaan bersih atau lebih tepat dikatakan saniter, dapur hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut: (1) Lantai, (2) Dinding, (3) Jendela dan pintu, (4) Ventilasi, (5) Pencahayaan, (6) Peralatan, (7) Fasilitas pencucian peralatan bahan pangan, (8) Tempat cuci tangan, dan (9) Air bersih (Widyati&Yuliarsih 2002) 3. Cara pengolahan makanan Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice). Bahan Tambahan Pangan (BTP) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan atau minuman dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan. Pemakaian BTP harus hati-hati dan tepat karena secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh bagi kesehatan baik positif atau negatif (BPOM 2002; Uransyah&Madya 2011). Penggunaan BTP seringkali disalahgunakan. Penyimpangan yang biasanya
dilakukan
oleh
pihak
produsen
(pembuat
makanan),
yaitu
menggunakan BTP yang dilarang digunakan untuk makanan dan menggunakan BTP yang jumlahnya melebihi dosis yang dianjurkan. Hal ini tentunya menjadi titik kritis yang harus diperhatikan para penjual makanan agar makanan yang dihasilkan tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen atau pembeli yang mengonsumsi makanan tersebut.
14
15
Pemakaian BTP dapat dibenarkan apabila memenuhi persyaratan yaitu: (1) dapat mempertahankan kualitas gizi bahan pangan; (2) peningkatan kualitas atau stabilitas penyimpanan, sehingga mengurangi kehilangan kandungan gizi dalam bahan pangan; (3) membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen; (4) mendapatkan bahan pangan yang dikehendaki bagi konsumen yang memerlukan diet khusus; (5) tidak bereaksi dengan bahan lain. Pemakaian BTP tidak dibenarkan jika untuk alasan di antaranya: (1) menutupi kesalahan teknik pengolahan dan penanganan; (2) untuk menipu konsumen; (3) hasilnya dapat menyebabkan terjadinya pengurangan nilai gizi; (4) untuk mengurangi biaya; (5) produk yang dihasilkan mengandung racun (Syah et.al. 2005; Uransyah & Madya 2011). Penyajian Makanan Penyajian makanan merupakan kegiatan akhir dari penyelenggaraan makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya (Karyantina 2007): 1. Makanan harus didistribusikan dan disajikan kepada konsumen tepat pada waktunya, tidak terlalu awal atau terlambat. 2. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi yang telah ditentukan. 3. Kondisi makanan yang disajikan sesuai dan dalam hal ini perlu diperhatikan yaitu suhu makanan. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam menghidangkan makanan yaitu (Uripi et.al 1993): 1. Kebersihan ruangan, tempat, dan alat makan 2. Kerapihan mengatur tempat makan 3. Pemakaian alat penyajian yang baik 4. Sifat masakan (perlu dihidangkan panas atau dingin) 5. Waktu makan 6. Jumlah konsumen/pembeli yang akan mengonsumsi Pengetahuan Higiene dan Sanitasi Makanan Pengetahuan adalah informasi yang tersimpan dalam ingatan dan menjadi faktor utama perilaku seseorang.
Pengetahuan diperoleh setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek.
Pengetahuan
merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan mengenai higiene dan sanitasi makanan berkaitan dengan upaya
15
16
dalam mengendalikan faktor individu, makanan, peralatan, dan tempat yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan (Engel 1994; Notoatmojo 2007a) Pengetahuan mempunyai enam tingkatan dalam domain kognitif, yaitu: (1) tahu/know, (2) memahami/comprehension, (3) aplikasi/application, (4) analisis/analysis, (5) sintesis/synthesis dan (6) evaluasi/evaluation. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan metode wawancara atau pembagian kuesioner yang menanyakan mengenai isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo 2007a). Sikap Higiene dan Sanitasi Makanan Sikap merupakan respon atau reaksi seseorang yang sifatnya masih tertutup terhadap suatu objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas melainkan hanya kesediaan atau kesiapan untuk melakukan suatu tindakan. Sikap higiene dan sanitasi makanan terbatas pada penilaian dalam diri seseorang mengenai apa yang diyakini dan dirasa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan upaya penyehatan makanan (Notoatmojo 2007a). Adapun
tingkatan
merespon/responding,
dari (3)
sikap
yaitu:
(1)
menerima/receiving,
menghargai/valuing,
(4)
(2)
bertanggung
jawab/responsible. Praktik Higiene dan Sanitasi Praktik merupakan tindakan atau tingkah laku yang dilakukan seseorang sehubungan dengan materi yang diberikan atau dipelajari. Praktik higiene dan sanitasi makanan harus diterapkan dalam setiap tahapan pengolahan pangan. Praktik pengolahan pangan yang tidak sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi akan menjadi sumber kontaminan terhadap makanan sehingga akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia (Notoatmodjo 2007a; WHO dalam Hartono 2006). Tingkatan
praktik
persepsi/perception,
(2)
terdiri
atas
respon
empat
tahapan,
terpimpin/guided
yakni:
respons,
(1) (3)
mekanisme/mechanism, dan (4) adaptasi/adaptation (Notoatmodjo 2007a) Pelatihan Pelatihan diartikan sebagai proses pendidikan yang didalamnya ada proses pembelajaran dalam jangka pendek bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap,
dan
keterampilan
sehingga
mampu
meningkatkan
16
17
kompetensi individu.
Dalam pelatihan, para pesertanya akan mempelajari
pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Praktis disini mengandung makna bahwa materi yang diberikan kepada peserta akan diaplikasikan dengan segera (Priansyah 2011). Pelatihan adalah proses pembelajaran dalam waktu relatif singkat yang lebih menekankan pada praktik daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan dalam Sukiarko 2007). Pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan dari suatu program dan sebagai upaya merubah perilaku seseorang (Kirkpatrick dalam Sukiarko 2007). Pendampingan Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan yang lebih mengarah pada upaya menguasai, mengendalikan, dan mengontrol.
Pendampingan pada dasarnya merupakan
upaya untuk menyertakan masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai sesuatu yang lebih baik. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memfasilitasi pada proses pengambilan keputusan berbagai kegiatan yang terkait sesuai dengan kebutuhan.
Adapun fokus program
pendampingan adalah perubahan perilaku seseorang untuk menjadi mandiri dan kreatif (Deptan 2010).
17