2
TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton, 2004). Infiltrasi tanah meliputi infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode infiltrasi. Laju infiltrasi adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah dalam waktu tertentu. Sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum air meresap ke dalam tanah (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991). Laju infiltrasi tertinggi dicapai saat air pertama kali masuk ke dalam tanah dan menurun dengan bertambahnya waktu (Philip, 1969 dalam Jury dan Horton, 2004). Pada awal infiltrasi, air yang meresap ke dalam tanah mengisi kekurangan kadar air tanah. Setelah kadar air tanah mencapai kadar air kapasitas lapang, maka kelebihan air akan mengalir ke bawah menjadi cadangan air tanah (ground water) (Jury dan Horton, 2004). Laju infiltrasi diklasifikasikan menjadi tujuh kelas oleh Kohnke (1968) berdasarkan nilai laju infiltrasi konstan (Tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kohnke (1968) Kelas Sangat lambat Lambat Sedang – lambat Sedang Sedang – cepat Cepat Sangat cepat
Laju infiltrasi konstan (mm/jam) 1 1–5 5 – 20 20 – 65 65 – 125 125– 250 >250
(Sumber : Kohnke, H. 1968 dalam Sofyan, 2006)
Infiltrasi merupakan bagian dari siklus hidrologi yang mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan ketersediaan air. Pada tanah-tanah yang memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang rendah, sebagian besar curah hujan berubah menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian kecil air hujan yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Akibatnya jumlah air yang menjadi simpanan air tanah menurun. Infiltrasi juga dapat dimanfaatkan
3
untuk pertimbangan perkiraan potensi kekeringan, aliran permukaan, erosi dan pertimbangan kegiatan-kegiatan tertentu (Haridjaya dkk, 1991). Proses infiltrasi mengakibatkan sebagian air hujan masuk ke dalam tanah sehingga
mengurangi air limpasan permukaan (run off). Dengan berkurangnya
air limpasan permukaan, potensi banjir dapat dihindari atau semakin diminimalisir jika lahannya memiliki kapasitas infiltrasi tanah yang besar. Infiltrasi juga berperan dalam proses pengisian reservoir air tanah. Reservoir air tanah dapat dimanfaatkan oleh vegetasi dan fauna tanah serta mempengaruhi ketersediaan aliran sungai di musim kemarau. Pengamatan infiltrasi di lapang dapat dilakukan dengan membuat simulasi peresapan air oleh tanah. Simulasi ini dibantu dengan peralatan tertentu. Salah satu peralatan yang dapat digunakan adalah double ring infiltrometer (infiltrometer cincin konsentrik) (Seyhan, 1990). Alat tersebut terdiri dari dua metal silinder yang berbeda ukuran. Kedua silinder dipasang pada tanah dan diisi dengan air untuk kemudian diamati penurunan tinggi muka air pada tiap waktu tertentu (Brady dan Weil, 2008). Dari pengolahan data penurunan ketinggian muka air dan waktu pengamatan dapat diperoleh laju infiltrasi. Terdapat beberapa rumus persamaan untuk memformulasikan laju infiltrasi. Horton merupakan salah satu pioner yang mempelajari laju infiltrasi di lapangan dan mengembangkan persamaan laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Model infiltrasi Horton dipercaya dapat menjelaskan infiltrasi pada berbagai jenis tanah dan konsisten terhadap proses infiltrasi itu sendiri. Rumus persamaan tersebut adalah sebagai berikut: ft = fc +(fo – fc)e(-kt) ft : laju infiltrasi t : waktu fo : laju infiltrasi saat t = 0 fc : laju infiltrasi konstan k : konstanta yang menunjukkan laju penurunan infiltrasi e : konstanta; senilai 2,718 (Lal dan Shukla, 2004)
4
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi Laju infiltrasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, jenis liat, tutupan tajuk vegetasi, tindakan pengolahan tanah dan laju penyediaan air. Secara langsung, laju infiltrasi dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan. Kapasitas infiltrasi ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran, jumlah dan distribusi pori, serta kemantapan agregat tanah (Haridjaja dkk, 1991). Menurut Arsyad (2006), laju masuknya air ke dalam tanah terutama dipengaruhi oleh ukuran dan kemantapan agregat. Pori tanah merupakan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah. Pori-pori tanah dapat terbentuk akibat susunan agregat tanah, aktivitas akar, cacing, dan aktivitas organisme tanah lainnya. Aktivitas perakaran tumbuhan tahunan, sangat berperan dalam pembentukan saluran untuk pergerakan air dan udara. Saluran yang terbentuk umumnya berbentuk pipa yang kontinu dengan panjang yang dapat mencapai satu meter (Brady dan Weil, 2008). Keragaman porositas tanah, total ruang pori, ukuran pori, serta distribusi dan susunan pori tanah dapat diamati melalui pengamatan bobot isi tanah serta susunan dan distribusi pori. Untuk menentukan jumlah total ruang pori tanah diperlukan nilai bobot isi tanah. Bobot isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot tanah dengan volume tanah total, dinyatakan dengan rumus: BI = ms / Vs BI
: bobot isi tanah (g/cm3)
ms
: bobot tanah (g)
Vs
: volume tanah (cm3) (Wahjunie dan Murtilaksono, 2004)
Tanah dengan bobot isi senilai 1,0 – 1,3 g/cm3 dikategorikan sebagai tanah dengan bobot isi ringan. Sedangkan tanah dengan bobot isi senilai 1,3 – 1,8 g/cm3 termasuk tanah dengan bobot isi berat (Hanafiah, 2005). Menurut Hardjowigeno (1985) semakin tinggi bobot isi tanah, maka tanah semakin padat yang berarti jumlah pori tanah semakin rendah. Apabila bobot isi tanah suatu tanah diketahui, maka total ruang pori tanah dapat dihitung dengan rumus: Total ruang pori tanah = (1 – (BI/BJP)) x 100%
5
BI
: Bobot isi
BJP
: Bobot jenis partikel (Sitorus, Haridjaja dan Brata, 1980)
Total ruang pori tanah yang merupakan volume relatif dari pori-pori tanah dipengaruhi oleh susunan butiran padat tanah. Selain itu, total ruang pori tanah juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Umumnya, tanah pada lapisan bawah lebih padat sehingga memiliki total ruang pori tanah yang lebih kecil dibandingkan total ruang pori tanah lapisan atas (Soepardi, 1974). Peran total ruang pori tanah berkaitan dengan pergerakan air dan udara serta penyimpanannya berkaitan dengan akar tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah (Marshall dan Holmes, 1988). Susunan dan distribusi pori menunjukkan jumlah masing-masing pori dan sangat menentukan pergerakan air. Pada pori drainase, udara mudah bergerak dan air mengalami perkolasi secara cepat. Berdasarkan Sitorus, Haridjaja dan Brata, (1980), pori drainase terdiri dari: a.
Pori drainase sangat cepat; berdiameter > 300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1,0.
b.
Pori drainase cepat; berdiameter 30 – 300 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 1,0 sampai pF 2,0.
c.
Pori drainase lambat; berdiameter 9 – 30 µm, merupakan bagian pori yang akan kosong pada pF 2,0 sampai pF 2,54 Pori kapilar berisi air yang dapat diserap tanaman, pada umumnya akan
kosong pada pF 2,54 sampai pF 4,2. Tidak semua air yang terdapat pada pori ini dapat diserap tanaman, terutama pada pori yang akan kosong pada pF yang sudah mendekati 4.2. Pada pori higroskopis, yakni pori yang akan kosong pada pF di atas 4.2, air seluruhnya tidak dapat diserap tanaman (Soepardi, 1974). Dengan demikian, tanah yang memiliki pori kapilar dan pori higroskopis yang tinggi cenderung lebih sulit melalukan air. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan didefinisikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Arsyad (2006), secara garis besar, terdapat dua jenis penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan
6
lahan pertanian diklasifikasikan menjadi beberapa penggunaan lahan lainnya, seperti tegalan, sawah, kebun karet, hutan lindung dan kebun kopi. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian diantaranya pemukiman, industri, rekreasi, dan pertambangan (Arsyad, 2006). Hutan didefinisikan sebagai suatu area yang ditumbuhi pepohonan atau sebidang tanah yang menunjang pertumbuhan pepohonan (Troeh, Hobbs dan Donahue, 2003). Pada penggunaan lahan hutan, terdapat tutupan vegetasi yang rapat. Tutupan vegetasi yang rapat melindungi tanah dari pemadatan akibat hujan dan menyediakan lapisan bahan organik yang menjadi tempat aktifitas serangga dan organisme tanah lainnya. Aktivitas organisme tanah meningkatkan jumlah pori makro dan secara tidak langsung meningkatkan infiltrasi tanah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991). Tanah pada penggunaan lahan kebun sayuran dan kebun cabai mengalami pengolahan tanah. Pengolahan tanah merupakan manipulasi tanah secara mekanik dengan tujuan tertentu, seperti penyesuaian kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman (Foth, 1990). Proses pengolahan tanah dapat berupa pencangkulan, pembalikan tanah, pembentukan bedeng dan pemupukan. Cara pengolahan tanah mempengaruhi sifat fisik tanah yang diolah. Pembajakan dan pengolahan tanah dirancang untuk meningkatkan porositas tanah dan mengakibatkan bobot isi tanah meningkat (Tan, 2009). Sedangkan pengolahan tanah berupa penambahan pupuk kandang cenderung menurunkan bobot isi. Adapun tanah yang diolah secara intensif akan mengalami penurunan pori makro terutama pada tanah lapisan atas. (Soepardi, 1974). Pada Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Bab I Pasal 1 Poin 12, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Bappenas, 2008). Karakterisitik utama pada tanah di kawasan permukiman adalah terjadinya pemadatan tanah (soil compaction). Pemadatan pada tanah di permukiman terjadi terutama disebabkan oleh lalulintas manusia dan kendaraan. Permukaan tanah relatif kedap sehingga tidak dapat
7
meresapkan air. Akibatnya, laju infiltrasi tanah menjadi rendah. Selain itu, total ruang pori tanah yang rendah akibat pemadatan ikut mengakibatkan laju infiltrasi tanah menjadi rendah (Jury, Gardner dan Gardner, 1991). Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang berbeda memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula. Satori (1998) meneliti laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon dan tanah berumput di Kebun Raya Bogor. Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada tanah di bawah tegakan pohon lebih cepat dari laju infiltrasi tanah berumput. Hal ini terjadi karena tanah berumput mengalami pemadatan tanah akibat aktivitas manusia dan alat berat sehingga bobot isi tanah berumput lebih tinggi daripada bobot isi tanah di bawah tegakan pohon. Berdasarkan Isyari (2005), laju infiltrasi pada penggunaan lahan hutan, tegalan, dan semak lebih tinggi daripada laju infiltrasi penggunaan lahan pemukiman. Pemadatan yang terjadi akibat aktivitas manusia menurunkan laju infiltrasi. Pengolahan tanah yang dilakukan pada suatu lahan berpotensi untuk meningkatkan dan menurunkan laju infiltrasi tanah. Aktivitas perakaran meningkatkan pori drainase dan berdampak pada peningkatan laju infiltrasi. Menurut Arianti (1999), laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pertanian (tegalan). Jenis tanaman semusim yang ditanam pada tanah pertanian memiliki akar yang dangkal dengan penyerapan air yang sedikit sehingga kandungan air tanah tinggi dan laju infiltrasi menjadi rendah. Sejalan dengan Arianti, Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan pertanian. Adanya vegetasi di permukaan tanah melindungi tanah dari efek pemadatan akibat pukulan air hujan. Sofyan (2006) menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pada lahan tegalan dan lahan agroforestry. Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro yang tinggi menjadi faktor utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan dibandingkan laju infiltrasi lahan tegaan maupun lahan agrofrestry. Lahan tegalan dan lahan agroforestry mengalami proses pengolahan tanah. Namun pengolahan tanah pada lahan tegalan
8
lebih intensif daripada pengolahan tanah pada lahan agroforestry sehingga laju infiltrasi lahan agroforestry lebih tinggi daripada laju infiltrasi lahan tegalan. Penelitian karakter infiltrasi di Sub-DAS Ciliwung Hulu yang meliputi penggunaan lahan hutan dan kebun teh menunjukkan laju infiltrasi konstan tanah hutan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi konstan tanah kebun teh. Bobot isi tanah hutan lebih rendah daripada bobot isi tanah pada kebun teh. Ruang pori tanah hutan lebih tinggi daripada ruang pori tanah kebun teh. Kedua hal tersebut menyebabkan laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi tanah kebun teh (Winarni, 2007).