Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 Praktikum Skala-Kecil Ilmu kimia adalah ilmu yang berlandaskan eksperimen sehingga sebagian besar pokok bahasan dalam pelajaran kimia dilakukan dengan metode praktikum. Praktikum merupakan kegiatan siswa yang melibatkan kegiatan fisik dan mental. Praktikum dapat memberikan pengalaman nyata dalam rangka membentuk pengetahuan siswa. Praktikum juga dapat mengembangkan kreativitas dan membekali siswa sebagaimana cara belajar yang efektif, efisien serta mandiri (Arifin, 2003). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, praktikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan melaksanakan teori dalam keadaan nyata apa yang diperoleh dalam kelas. Kegiatan praktikum juga merupakan strategi belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah untuk menyelidiki dan mempelajari fenomenafenomena dengan mengerahkan segenap potensi diri siswa, baik fisik, mental, maupun psikis. Hondson (1996) mengemukakan fungsi praktikum antara lain: (a) Memperjelas proses yang disajikan dalam kelas melalui kontak langsung dengan alat, bahan atau peristiwa alam. (b) Meningkatkan keterampilan intelektual siswa melalui pengamatan atau informasi (teori) secara lengkap dan selektif yang mengandung pemecahan masalah praktikum. (c) Melatih siswa dalam memecahkan masalah. (d) Menerapkan pengetahuan dan keterampilan terhadap situasi yang dihadapi. (e) Melatih dalam merancang eksperimen. (f) Menafsirkan (interpretasi) data. (g) Membina sikap ilmiah.
4
Hondson (1996) juga mengemukakan tujuan praktikum pada pendidikan sains adalah: (a) Memotivasi siswa dengan merangsang minat dan kesenangan siswa. (b) Mengajarkan keterampilan laboratorium. (c) Membantu memperoleh dan mengembangkan konsep. (d) Mengembangkan suatu pemahaman mengenai penyelidikan ilmiah dan mengembangkan keahlian dalam melakukan penyelidikan tersebut. (e) Mendorong siswa mengembangkan keterampilan sosial. (f) Membantu siswa untuk mempelajari ilmu pengetahuan serta mengembangkan konsep ilmu pengetahuan tersebut. (g) Membantu siswa berpikir secara luas dan kongkrit berdasarkan fakta dan proses yang dilakukan di laboratorium serta mendorong kesadaran pada siswa akan hubungan timbal balik ilmu pengetahuan, teknologi, masyarakat dan lingkungan. (h) Memungkinkan siswa untuk melakukan metode ilmiah dalam menyelesaikan permasalahan. Salah satu bentuk praktikum yang dapat dikembangkan di sekolah adalah praktikum skala-kecil. Praktikum skala-kecil merupakan praktikum yang menggunakan bahan kimia dalam jumlah sedikit. Praktikum ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain: menghemat biaya pemakaian alat dan bahan kimia, mengurangi limbah, meningkatkan keamanan di laboratorium, dapat berlangsung lebih cepat dan mengurangi kebutuhan penyimpanan alat dan bahan/pereaksi. Selain itu, laboratorium skala-kecil juga bisa menjadi lingkungan yang terasa lebih nyaman dan siswa dapat benar-benar menikmati bekerja dengan peralatan skala-kecil (Canham, 1994 ; Ettinger, 1999). Para ahli di beberapa negara maju mengembangkan juga praktikum skala-kecil karena praktikum ini meliputi beberapa aspek penting sebagai berikut: (a) Aman karena menggunakan alat-alat yang berbahan baku selain gelas/kaca dan resiko kontak bahan kimia dengan lingkungan maupun siswa jauh lebih kecil.
5
(b) Hemat karena jumlah bahan kimia yang digunakan sedikit sekali sehingga relatif lebih murah. (c) Bersih karena penggunaan bahan kimia yang sedikit memberikan limbah yang sedikit pula, sehingga ikut mendukung lingkungan bersih (clean environment). (d) Mudah sehingga setiap siswa dapat mengikuti dan melakukannya dengan baik, dengan harapan dapat lebih memahami konsep/teori kimia yang telah dipelajari di dalam kelas. Praktikum skala-kecil tidak begitu mementingkan adanya sebuah laboratorium khusus, hal ini menunjang pencapaian pendidikan sains untuk semua (Education For All) dan perluasan wawasan saintifik secara meluas untuk semua masyarakat (Bradley, 2001). Lebih jauh lagi, salah satu konsep terkini dalam pendidikan kimia adalah kimia yang hijau (Green Chemistry) yang terutama didorong oleh kepentingan industri kimia dalam menjawab keselamatan lingkungan dan komunitas. Kimia yang hijau lebih merupakan pola pikir daripada suatu cabang baru dalam ilmu kimia, tujuannya untuk mengembangkan bagaimana cara memproduksi dan memanfaatkan bahan kimia dalam berbagai proses kimia sehingga bisa mengurangi dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Secara pendidikan, konsep kimia yang hijau memiliki implikasi pembelajaran untuk relatif lebih memperhatikan proses daripada produk, sehingga dalam praktikum pencapaian produk dengan jumlah rendemen tertentu bukan lagi menjadi titik berat penilaian, melainkan pemahaman konsep melalui proses praktikum di laboratorium. Dalam prakteknya, kimia yang hijau meliputi konsep-konsep (Bradley, 2001): (a) Efesiensi atom: mendesain proses untuk memaksimalkan jumlah material kasar yang akan diubah menjadi produk. (b) Konservasi energi: mendesain proses energi yang lebih efisien. (c) Meminimalkan limbah/buangan: mengenali dan menyadari bahwa bentuk limbah/buangan terbaik adalah dengan tidak menciptakan limbah sama sekali.
6
(d) Substitusi: menggunakan material kasar, pelarut dan material bebas pelarut yang lebih aman dan ramah lingkungan. Di samping mengenalkan praktikum skala-kecil dan kimia yang hijau, perlu diperhatikan juga tujuan dari praktikum yang sebenarnya. Tujuan praktikum ini diantaranya meliputi beberapa pencapaian hal-hal sebagai berikut (Domin, 1999): (a) Pemahaman konsep (Concept Understanding): Siswa akan lebih memahami konsep yang dipelajari di kelas melalui praktikum skala-kecil dengan jenis percobaan yang sederhana, mudah dilakukan dan cenderung aplikatif, juga didukung oleh penggunaan bahan kimia yang mudah diperoleh dan alat-alat sederhana. (b) Isi ilmu pengetahuan (Content Knowledge): Isi modul praktikum skala-kecil merupakan perwujudan dari pengetahuan yang telah digali berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan para ahli kimia. Di samping itu, selama praktikum sering ditemukan beberapa hal baru yang tidak terduga yang dapat menjadi bahan diskusi dan menghasilkan pengetahuan baru atau pemahaman konsep yang lebih baik dari sebelumnya. (c) Keterampilan berpikir ilmiah (Scientific reasoning skills): Modul praktikum skala-kecil dirancang sedemikian rupa sehingga hanya memuat secara singkat teori dasar praktikum tersebut. Tujuannya adalah agar siswa lebih terangsang untuk mencari tahu lebih lanjut teori dasar praktikum tersebut. Selain itu, siswa dituntun juga oleh beberapa pertanyaan singkat seputar praktikum tersebut dengan tujuan agar siswa bisa menemukan sendiri jawabannya setelah selesai praktikum. Dengan demikian praktikum skala-kecil dapat mengasah kemampuan siswa untuk mencari tahu sebab akibat dari suatu fenomenafenomena baru yang mereka temukan di masa mendatang dalam kehidupannya. (d) Daya nalar dengan keteraturan tinggi (Higher-order cognition): Beberapa jenis praktikum dalam praktikum skala-kecil dirancang sedemikian rupa sehingga siswa mampu secara tahap demi tahap memahami fenomena kimia yang terjadi. Selanjutnya, siswa harus memberikan pembahasan mengenai fenomena tersebut secara sistematis dari mulai fenomena mendasar hingga
7
yang lebih kompleks. Dengan demikian diharapkan siswa terbiasa untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang mereka amati dan memikirkan penyelesaiannya. (e) Sikap ilmiah (Attitude toward science): Hal ini merupakan faktor yang perlu menjadi perhatian utama karena keterlanjuran adanya pandangan negatif bahwa kimia merupakan penyebab masalah, selalu berbahaya dan perlu dihindari. Dengan kemudahan, kepraktisan dan menariknya jenis-jenis percobaan dalam praktikum skala-kecil dapat menjadi salah satu tonggak dalam menyelesaikan masalah. (f) Pemahaman alam pada ilmu (Understanding of the nature of science): Praktikum skala-kecil memberikan jalan dan sarana bagi pemahaman sains secara umum dan pemahaman kimia pada khususnya. Semua metode saintifik yang dilakukan dalam suatu percobaan diterapkan secara terintegrasi dalam praktikum ini. Dengan demikian diharapkan siswa terbiasa menggunakan metode saintifik ini dalam memecahkan berbagai permasalahan umum di sekitarnya, bukan hanya tentang kimia saja melainkan ilmu pengetahuan secara lebih luas. Berdasarkan semua hal positif dan keuntungan dari praktikum skala-kecil ini, maka diharapkan dapat ikut membantu menciptakan proses pembelajaran aktif untuk mata pelajaran kimia.
II.2 Elektrokimia Salah satu pokok bahasan yang dipelajari di SMA adalah elektrokimia. Elektrokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara energi listrik/arus listrik dengan reaksi kimia. Proses elektrokimia adalah reaksi redoks (reduksi-oksidasi). Pada reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik atau energi listrik. Sel elektrokimia yang menghasilkan listrik karena terjadi reaksi spontan di dalamnya disebut sel Galvani, sedangkan sel elektrokimia yang reaksi tak-spontan di dalamnya digerakkan oleh sumber arus luar disebut sel elektrolisis (Atkins, 1999).
8
II.2.1 Sel Galvani Sel Galvani merupakan peralatan percobaan untuk menghasilkan listrik dengan memanfaatkan reaksi redoks spontan. Gambar II.1 (White, 1999) memperlihatkan komponen penting dari sel Galvani:
Gambar II.1 Sel Galvani Pada Gambar II.1, logam tembaga dicelupkan ke dalam larutan Cu(NO3)2 1 M dan logam seng dicelupkan ke dalam larutan Zn(NO3)2 1 M. Gelas kimia yang berisi larutan Cu(NO3)2 1 M dengan gelas kimia yang berisi larutan Zn(NO3)2 1 M dihubungkan dengan jembatan garam. Jembatan garam merupakan tabung bentuk U yang diisi garam NaNO3 atau KNO3 yang terlarut dalam agar-agar. Kedua elektroda (logam Zn dan logam Cu) dihubungkan dengan voltmeter, suatu alat untuk mengukur beda potensial antara kedua elektoda tersebut.
Reaksi yang berlangsung pada Gambar II.1 adalah: Zn → Zn2+ + 2e Cu2+ + 2e → Cu
9
Reaksi keseluruhan adalah: Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu dan notasi (diagram sel) yang dapat di tulis dalam reaksi elektrokimia adalah: Zn (s) | Zn2+ (1 M) || Cu2+ (1 M) | Cu (s). Garis tegak tunggal menyatakan batas fase yaitu elektroda seng adalah padatan dan ion Zn2+ dari larutan Zn(NO3)2. Sedangkan garis tegak ganda menyatakan jembatan garam. Sel Galvani bekerja berdasarkan asas bahwa oksidasi Zn menjadi Zn2+ dan reduksi Cu2+ menjadi Cu dapat dibuat berlangsung serentak dalam lokasi-lokasi yang terpisah dan transfer elektron antara lokasi-lokasi tersebut terjadi melalui sebuah kawat eksternal. Batang seng dan tembaga dinamakan elektroda. Dalam sel Galvani, anoda merupakan tempat terjadinya oksidasi dan katoda merupakan tempat terjadinya reduksi. Pada sel Galvani, katoda mempunyai potensial lebih tinggi daripada anoda. Hal ini disebabkan spesi yang mengalami reduksi menarik elektron dari elektrodanya sehingga meninggalkan muatan relatif positif pada elektroda itu (sesuai dengan potensial tinggi). Pada anoda, oksidasi menghasilkan transfer elektron pada elektroda sehingga memberikan muatan relatif negatif pada elektroda tersebut (sesuai dengan potensial rendah). Jika elektron bergerak dari elektroda kiri ke elektroda kanan saat sel bereaksi secara spontan maka potensial sel sebelah kanan akan lebih tinggi dari potensial sel sebelah kiri, dengan demikian harga potensial keseluruhan akan bernilai positif (Atkins, 1999).
II.2.2 Elektrolisis Elektrolisis merupakan salah satu jenis sel elektrokimia yang pada kedua elektrodanya akan terjadi reaksi kimia apabila pada rangkaian tersebut diberi
10
sumber tegangan luar. Berbeda dengan sel Galvani, pada elektrolisis anoda bertindak sebagai kutub positif dan katoda sebagai kutub negatif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat elektrolisis, yaitu: (a) Potensial yang diberikan oleh sumber tegangan ke dalam rangkaian elektrolisis: Besarnya potensial yang diberikan akan mempengaruhi hasil elektrolisis. Pemberian potensial luar ini harus dilakukan pada rentang potensial saat tidak ada komponen lain dari sel elektrokimia itu yang dapat teroksidasi atau tereduksi sebagai analit. (b) Kuat arus yang mengalir dalam rangkaian sel elektrolisis tersebut: Kuat arus yang mengalir akan menentukan jenis endapan yang terbentuk. Apabila arus yang diberikan terlalu besar, maka akan timbul endapan yang kasar dan tidak atau kurang menempel pada elektroda, sebaliknya apabila arus yang diberikan terlalu kecil, dibutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan endapan dalam jumlah tertentu. (c) Waktu elektrolisis: Waktu elektrolisis akan menentukan jumlah zat yang dihasilkan pada elektroda, semakin lama elektrolisis, semakin banyak zat yang dihasilkan pada katoda.
II.2.3 Potensial Sel Potensial sel merupakan ukuran daya dorong elektron dalam suatu sel dengan satuan volt. Potensial sel merupakan jumlah potensial dari setengah reaksi reduksi dan setengah reaksi oksidasi. Nilai potensial suatu sel elektrokima ditentukan dengan menggunakan persamaan: ESel = Ekatoda – Eanoda + Ejunct
(1)
Ejunct adalah potensial penghubung (junction). Pada beberapa pengukuran elektrokimia, nilai Ejunct diharapkan sekecil mungkin sehingga potensial sel yang terbaca oleh alat hanya merupakan fungsi dari kedua potensial elektroda tersebut.
11
Potensial penghubung muncul akibat ketidakseragaman distribusi kation dan anion pada batas dua buah larutan elektrolit. Hal ini diakibatkan oleh perbandingan laju migrasi kation dan anion tersebut. Menurut Lingane, potensial penghubung disebabkan oleh tipe cairan, yaitu: (a) Dua buah larutan elektrolit yang sama dengan konsentrasi yang berbeda. (b) Dua buah larutan elektrolit yang berbeda tetapi mempunyai salah satu ion yang sama dengan konsentrasi yang sama. (c) Dua buah larutan yang tidak memenuhi syarat keduanya. Pada pengukuran elektrokimia, potensial penghubung ini dapat dibuat seminimal mungkin dan dijaga supaya mempunyai nilai tetap. Cara yang digunakan untuk meminimalkan potensial penghubung ini adalah dengan menggunakan larutan jenuh sebagai jembatan garam, semakin jenuh jembatan garam yang digunakan akan menghasilkan potensial penghubung yang semakin kecil. Besarnya pengaruh konsentrasi jembatan garam terhadap potensial penghubung dapat dilihat pada Tabel II.1 (Bard, 1980): Tabel II.1
Pengaruh Konsentrasi Jembatan Garam Terhadap Potensial Penghubung [HCl] (M)
Ej (mV)
0,1
27
0,2
20
0,5
13
1,0
8,4
2,5
3,4
7,5
1,1
4,2 (jenuh)
<1
Untuk meminimalkan besarnya potensial penghubung ini, selain menggunakan larutan jenuh sebagai jembatan garam, dapat juga menggunakan larutan yang memiliki mobilitas ion yang sama atau hampir sama.
12
II.2.4 Potensiometri Potensiometri merupakan salah satu metode pengukuran elektroanalisis yang didasarkan pada pengukuran perbedaan potensial elektroda dalam suatu larutan elektrolit. Pada metode ini, potensial diukur sebagai fungsi konsentrasi atau keaktifan larutan analit dengan menggunakan 2 buah elektroda, yaitu elektroda indikator atau kerja dan elektroda referensi atau pembanding. Pada prinsipnya, sel pengukuran potensiometri merupakan suatu sel Galvani, elektroda pembanding bertindak sebagai anoda dan elektroda indikator sebagai katoda. Potensial sel yang terbaca pada alat penunjuk merupakan jumlah dari potensial pembanding, potensial elektroda indikator dan potensial junction. ESel = Eind - Eref + Ejunct
(2)
Elektroda pembanding idealnya bersifat tidak sensitif terhadap komposisi elektrolit dan memiliki potensial yang tetap sehingga potensial sel yang dihasilkan hanya bergantung pada komposisi larutan elektrolit yang diuji. Kedua jenis elektroda yang digunakan dalam potensiometri adalah: (a) Elektroda Indikator Elektroda indikator merupakan elektroda yang potensial elektrodanya bervariasi terhadap keaktifan analit yang diukur. Elektroda ini harus memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap keaktifan analit, sehingga adanya perbedaan yang kecil dari keaktifitan analit akan memberikan perbedaan hasil pembacaan elektroda indikator yang cukup besar. (b) Elektroda Pembanding Elektroda pembanding merupakan komponen penting dalam pengukuran elektroanalisis, idealnya elektroda pembanding harus bersifat reversibel, mengikuti persamaan Nernst, mempunyai potensial yang konstan terhadap waktu dan menghasilkan kurva histeresis yang kecil terhadap perubahan suhu. Meskipun tidak ada elektroda yang memenuhi syarat ideal ini, namun ada beberapa elektroda yang mendekati sifat ideal ini seperti elektroda hidrogen baku, elektroda kalomel dan elektroda Ag/AgCl.
13
Elektroda hidrogen baku terdiri dari sebuah lempengan platina murni yang dialiri gas hidrogen pada tekanan 1 atm sehingga permukaan elektroda akan selalu jenuh dengan gas hidrogen. Gambar II.2 (White, 1999) merupakan rangakaian elektoda yanga terdiri dari elektroda Zn dan elektroda hidrogen baku.
Gambar II.2 Elektroda hidrogen baku Fungsi platina adalah sebagai penghubung logam inert dengan sistem H2/H+ dan tempat gas H2 teradsorpsi di permukaannya, notasi dan reaksi setengah sel dari elektroda ini adalah: Notasi:
Pt , H2 (1 atm) / H+ (a = 1)
Reaksi :
2H+ (aq) + 2e → H2 (g)
Aliran gas H2 berfungsi untuk mempertahankan agar larutan di sekitar elektroda tetap jenuh dengan gas H2. Elektroda hidrogen dapat bertindak sebagai anoda atau katoda tergantung pada setengah sel yang dibuat.
14
Elektroda hidrogen baku ini memiliki nilai potensial elektroda sama dengan nol dan merupakan elektroda pembanding primer, selanjutnya elektroda ini berfungsi untuk menentukan nilai potensial elektroda-elektroda lainnya.
II.2.5 Potensial Reduksi Baku Potensial elektroda dapat ditentukan dengan mengukur potensial yang dihasilkan elektroda tersebut terhadap elektroda hidrogen baku yang memiliki potensial sama dengan nol, apabila pengukuran itu dilakukan pada keadaan baku, maka potensial itu disebut potensial baku (E0). Misalnya untuk sel: (a) Pt, H2 | H+ (1 M) || Cu2+ (1 M) | Cu E0sel
= E0Cu – E0H2
0,34
= E0Cu – 0
E0Cu
= 0,34 V
(b) Pt, H2 | H+ (1 M) || Zn2+ (1 M) | Zn E0sel
= E0Zn – E0H2
-0,76
= E0Zn – 0
E0Zn
= -0,76 V
Bila sebuah sel Galvani disusun, selisih potensial antara kedua elektroda itu dapat diukur. Jika aliran arus dapat diabaikan, selisih potensial ini sama dengan daya gerak listrik (DGL) sel. DGL ini dapat dianggap sebagai harga mutlak dari selisih dua elektroda individu, E1 dan E2. DGL = | E1 - E2 |
(3)
Potensial elektroda itu sendiri adalah selisih potensial yang terbentuk antara elektroda (fase padat) dan elektrolit (fase cair). Terjadinya potensial ini paling mudah ditafsirkan oleh terbentuknya lapisan rangkap pada batas fase. Jika sepotong logam dicelupkan dalam suatu larutan yang mengandung ion-ionnya sendiri (misalnya Zn dalam ZnSO4), dua proses akan terjadi: (a) Atom-atom dari lapisan luar logam akan melarut meninggalkan elektronelektron pada logamnya sendiri.
15
(b) Ion logam dari larutan akan mengambil elektron dari logam dan bertumpuk dalam bentuk atom logam. Kedua proses di atas mempunyai proses awal yang berlainan. Jika laju pelarutan lebih tinggi dari laju pengendapan, hasil bersih proses ini adalah bahwa ion bermuatan positif berlebih akan menuju larutan meninggalkan elektron berlebih pada logamnya. Karena gaya elektrostatik antara partikel yang bermuatan berlawanan, elektron dalam fase logam dan ion dalam larutan akan bertumpuk pada batas fase membentuk lapisan rangkap listrik. Sekali lapisan ini terbentuk, laju pelarutan menjadi lebih lambat karena tolakan dari lapisan ion pada batas fase, sedangkan laju pengendapan bertambah karena gaya tarik elektrostatik antara logam yang bermuatan negatif dan ion yang bermuatan positif. Berdasarkan hal di atas, maka dengan segera laju kedua proses itu menjadi sama dan suatu kesetimbangan akan tercapai. Bila pada suatu waktu tertentu banyaknya ion yang dinetralkan sama dengan banyaknya ion yang terbentuk, maka akan terjadi suatu selisih potensial tertentu antara larutan dan logam, dengan demikian logam akan memperoleh suatu potensial relatif negatif terhadap larutan. Sebaliknya, jika laju awal pengendapan lebih tinggi dari laju awal pelarutan seperti pada Cu dalam CuSO4, lapisan rangkap listrik akan terbentuk dalam arti terbalik, dan hasilnya logam menjadi relatif positif terhadap larutan (Svehla, 1979). Sel yang belum mencapai kesetimbangan kimia dapat melakukan kerja listrik ketika reaksi di dalamnya menggerakkan elektron-elektron melalui sirkuit luar. Kerja yang dapat dipenuhi oleh transfer elektron tertentu bergantung pada beda potensial antara kedua elektroda. Perbedaan potensial ini disebut potensial sel yang diukur dalam volt. Jika potensial sel besar, sejumlah elektron tertentu yang berjalan antara kedua elektroda dapat melakukan kerja listrik yang besar. Sedangkan jika potensial kecil, elektron dalam jumlah yang sama hanya dapat melakukan sedikit kerja. Sel yang reaksinya berada dalam kesetimbangan tidak
16
melakukan kerja, dengan demikian potensial selnya sama dengan nol (Atkins, 1999). Jika konsentrasi Cu2+ dan Zn2+ untuk sel Galvani pada Gambar II.1 adalah 1 M, ternyata beda potensialnya sebesar 1,10 pada suhu 25°C. Seperti halnya reaksi sel keseluruhan dapat dianggap sebagai jumlah dari dua reaksi setengah sel, beda potensial terukur dari sel pun dapat dianggap sebagai jumlah dari potensial listrik pada elektroda Zn dan Cu. Persamaan reaksi setengah sel diperlukan untuk mendapatkan banyaknya jumlah mol elektron yang terlibat untuk setiap mol reaksi. Keuntungan dari penggunaan reaksi setengah sel adalah: (a) Tiap setengah sel menggambarkan reaksi yang berbeda (oksidasi dan reduksi) dan akan lebih mudah untuk dipelajari. (b) Lebih mudah bekerja dengan sistem sederhana daripada mengamati sistem keseluruhan yang lebih kompleks. Potensial sel Galvani berubah-ubah sesuai dengan jumlah arus yang mengalir melalui sirkuit. Potensial maksimum yang diberikan sel disebut potensial sel (Esel). Harga potensial sel bergantung pada komposisi elektroda, konsentrasi ion setengah sel dan suhu. Untuk membandingkan berbagai potensial sel yang berbeda, digunakan potensial sel baku (E0) yaitu beda potensial yang berkaitan dengan reaksi reduksi pada satu elektroda ketika semua zat terlarut 1 M dan gas pada 1 atm (Brady, 2000).
II.2.6 Potensial Reduksi Tak Baku Kondisi baku kadang-kadang sulit dipertahankan. Oleh karena itu dilakukan juga dengan mengganti kondisi percobaan misalnya dengan mengganti konsentrasi tidak pada keadaan baku sehingga lebih mudah untuk menghubungkan dengan konsep berikutnya mengenai persamaan Nernst. Persamaan ini menyatakan ada hubungan matematis antara DGL sel dan konsentrasi dari reaktan dan produk dalam reaksi redoks pada kondisi tak baku (Chang, 2002).
17
Penentuan nilai potensial yang dilakukan tidak pada keadaan baku (keaktifan ≠ 1) dilakukan dengan menggunakan persamaan Nernst (dari nama kimiawan Jerman Waltern Nernst). Jika kita mempunyai persamaan redoks seperti di bawah ini: aA + bB → cC + dD
(4)
maka persamaan Nernstnya adalah sebagai berikut: RT aC c aD d E=E − ln nF aA a aB b 0
(5)
E = potensial sel pada kondisi a ≠ 1 E0 = potensial sel baku R = tetapan gas ( 8,314 J mol-1 K-1) T = suhu (K) n
= jumlah mol elektron yang terlibat dalam reaksi
F = bilangan Faraday (96.500 J V-1 mol) a
= keaktifan ion (konsentrasi, mol L-1)
Bila pengukuran dilakukan pada larutan encer, besaran keaktifan ion dapat diganti dengan besaran konsentrasi, sehingga persamaan tersebut menjadi:
RT [C ] [D ] E=E − ln nF [A]a [B ]b c
d
0
(6)
Pada kesetimbangan tidak terdapat transfer elektron sehingga E = 0 dan [C ]c [ D] d = K , K adalah konstanta kesetimbangan, maka diperoleh persamaan: [ A] a [ B]b
− nFE 0 = − RT ln K
(7)
RT ln K nF
(8)
E0 =
Jika T = 298 K dan persamaan (3) disederhanakan dengan mensubstitusikan nilai R dan F, maka diperoleh:
18
E0 =
0,0257 ln K n
atau E 0 =
(9)
0,0592 log K n
(10)
sehingga jelas bahwa konstanta kesetimbangan dapat ditentukan dengan pengukuran potensial dengan bantuan persamaan Nernst. Lebih lanjut, bila konsentrasi larutan elektrolit berbeda, potensial tetap akan dihasilkan walaupun dua elektroda yang sama digunakan. Dengan menggunakan hubungan pada persamaan Nernst, kita dapat menghitung potensial sel pada keadaan tak baku baik konsentrasi maupun suhu dalam sistem. Persamaan Nernst juga memungkinkan kita menghitung E sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dan produk dalam reaksi redoks. Kita dapat menuliskan persaman (9) untuk reaksi antara Zn dan Cu pada suhu 250C sebagai berikut: E = 1,10V −
0,0257 [ Zn 2+ ] ln 2 [Cu 2+ ]
(11)
Jika perbandingan [Zn2+]/[Cu2+] < 1, ln [Zn2+]/[Cu2+] merupakan bilangan negatif, sehingga suku kedua di sisi kanan persamaan ini positif. Pada kondisi ini E > dibandingkan DGL baku (E0), jika perbandingannya > 1, maka E < E0.
II.2.7 Karakteristik Elektroda
Suatu elektroda mempunyai sifat karakteristik yang berbeda dengan elektroda lain. Perbedaan sifat ini muncul sebagai salah satu akibat dari proses pembuatan elektroda yang berbeda. Beberapa karakteristik elektroda yang menunjukkan kinerja elektroda adalah (Evans, 1987): (a) Faktor Nernst Faktor Nernst menyatakan tingkat kesensitifan suatu elektroda. Semakin mendekati faktor Nernst, suatu elektroda akan semakin sensitif terhadap analit.
19
Pada suhu 250 C faktor Nernst dinyatakan sebesar (0,059/n) V dengan n adalah jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi pada elektroda tersebut. Faktor Nernst suatu elektroda ditentukan dari kemiringan kurva antara potensial sel terhadap konsentrasi larutan pada daerah linier. (b) Rentang Pengukuran Rentang pengukuran adalah daerah konsentrasi dimana pada daerah tersebut elektroda memberikan hasil pengukuran potensial yang linier terhadap keaktifan larutan uji. Idealnya diinginkan suatu elektroda yang memiliki rentang pengukuran yang besar. (c) Limit Deteksi Limit deteksi adalah batas keaktifan minimum dan maksimum dari larutan uji yang masih memberikan hasil pengukuran elektroda yang linier. Limit deteksi ditentukan dengan menentukan titik potong antara daerah linier dengan daerah tidak linier pada kurva potensial terhadap konsentrasi larutan uji. Idealnya diinginkan suatu elektroda yang memiliki limit deteksi minimum kecil dan limit deteksi maksimum besar. (d) Waktu Tanggap Waktu tanggap adalah waktu yang diperlukan oleh elektroda untuk menghasilkan pembacaan yang stabil. Idealnya diinginkan suatu elektroda yang memiliki waktu tanggap kecil.
II.3 Moodle
Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment (MOODLE) merupakan salah satu e-learning platform atau Course Management System (CMS) yang dapat digunakan secara gratis dan dapat diubah sesuai kebutuhan karena source code-nya tersedia (open source). Selain gratis dan dapat diubah, Moodle mudah dipelajari dan mudah digunakan. Jika kita telah terbiasa menggunakan internet seperti browsing dan email, maka kita dapat menguasai Moodle dengan cepat dan mudah. Moodle telah teruji di berbagai institusi di banyak negara. CMS merupakan suatu paket software yang didesain untuk
20
membantu pendidik atau guru dalam membuat suatu kursus online yang berkualitas dengan mudah tanpa membangun dari awal, CMS yang dimaksud adalah paket software dengan nama Moodle, http://www.moodle.org yang dikembangkan oleh Martin Dougiamas (Wibisono, 2006). Moodle merupakan sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat mengubah sebuah media pembelajaran ke dalam bentuk web. Web merupakan salah satu teknologi internet yang telah berkembang sejak lama dan yang paling umum dipakai dalam pelaksanaan pendidikan dan latihan jarak jauh (e-Learning). Aplikasi ini memungkinkan siswa maupun guru untuk masuk ke dalam “ruang kelas” digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan Moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal elektronik, termasuk juga membuat modul praktikum. Terdapat beberapa keunggulan yang kita dapatkan membangun e-Learning menggunakan Moodle, antara lain: (Deden, 2007) (a) Sederhana, efisien, ringan dan sesuai dengan banyak browser. (b) Mudah cara instalasinya serta mendukung banyak bahasa termasuk Indonesia (c) Tersedianya manajemen situs untuk pengaturan situs keseluruhan, mengubah tema, menambah modul dan sebagainya. (d) Tersedianya manajemen pengguna. (e) Manajemen kursus, penambahan jenis kursus, pengurangan atau pengubahan kursus. (f) Dapat membuat modul Chat, modul pemilihan (polling), modul forum, modul untuk jurnal, modul untuk kuis, modul untuk survey dan workshop serta masih banyak yang lainnya. (g) Bebas biaya dan sumber software terbuka.
21