TINJAUAN PUSTAKA
Hutan dan Kehutanan
Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan
merupakan
persekutuan
hidup
alam
hayati
beserta
alam
lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Artinya, hutan suatu areal yang cukup luas, didalamnya bertumbuhan kayu, bambu dan/atau palem, bersama-sama dengan tanahnya, beserta segala isinya, baik berupa nabati maupun hewani, yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat-manfaat lainnya secara lestari. Kawasan hutan adalah wilwyah-wilayah tertentu yang ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan sebagai kawasan hutan tetap. Selanjutnya kawasan hutan adalah wilayah yang sudah berhutan atau yang tidak berhutan kemudian ditetapkan penguasaannya bagi Negara (Zain, 1997).
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, mendefinisikan kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta
ekosistemnya yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
Universitas Sumatera Utara
keanekaragamn jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Fungsi dan Potensi Hutan
Indonesia terletak diantara dua benua, Asia dan Australia, serta diantara dua samudera Indonesia dan Pasifik. Pengaruh peralihan kedua benua terutama terletak di wilayah wallacea yang dibatasi di sebelah barat dengan garis wallacea yang merupakan batas barat penyebaran biota Australia, dan di sebelah timur dengan garis Lydecker, yang merupakan batas timur penyebaran biota asia. Diantara kedua garis itu, terdapat garis Weber yang merupakan batas keseimbangan 50 % keberadaan biota Asia dan Australia. Atas dasar letak geografis itu, maka hutan hutan Indonesia merupakan gudang sumber daya hayati yang tiada taranya. Guna menjaga dan mengembangkan keanekaragaman hayati itu, Indonesia menetapkan kawasan konservasi yang mana berkaitan dengan fungsi hutan sebagai sumber plasma nutfah (Soemarwoto, dkk, 1992).
Hutan dengan vegetasinya mempunyai keterkaitan yang erat dengan tanah dan air. Apa yang terjadi dengan hutan akan berpengaruh terhadap tanah dan tatanan air. Sebaliknya macam tanah dan pola tatanan air akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hutan. Oleh karena itu, tindakan mengelola hutan dengan baik, secara terpadu kuga merupakan upaya konservasi tanah dan air. Hutan juga mempunyai
klimatologi
yang
penting,
khususnya
dengan
penyerapan
karbondioksida dalam proses fotosintesis dan sekaligus dengan pelepasan oksigen dalam waktu yang sama. Hal ini sangat berhubungan terhadap efek rumah kaca.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi dan potensi hutan dengan keanekaragaman hayati meliputi berbagai bidang meliputi ekologi, manfaat langsung, industri, dan lain-lain.
Di bidang Ekologi, hutan berfungsi dan berpotensi sebagai peyangga keseimbangan, perlindungan kehidupan, proteksi daerah aliran sungai dan pengendali erosi, penyimpanan cadangan, penyerap CO2 dan lain-lain gas/zarah serta penghasil O2 dan kesegaran umumnya, dan kesuburan tanah. Di bidang yang memiliki manfaat langsung bagi manusia, hutan berfungsi dan berpotensi sebagai makanan langsung (buah, buruan, sagu), bahan obat dan penyegar, kayu bakar dan bahan arang, kayu bangunan, bahan tenunan (serat, ulat sutera) serta pemeliharaan lebah.
Di bidang industri, hutan berfungsi dan berpotensi untuk industri kayu, industri kertas, getah (karet), residu (mentol, terpentin), industri farmasi (obat penyegar, kosmetik, dan sebagainya), serta minyak (cengkeh, kayu putih, dan sebagainya).
Fungsi dan potensi lain-lain hutan yang dapat dimanfaatkan manusia meliputi antara lain estetika, rekreasi, sosial budaya, olahraga, dan ketahanan nasional.
Pengertian dan Klasifikasi Kawasan Konservasi
Konservasi merupakan pengelolaan kehidupan alam oleh manusia guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya secara berkelanjutan bagi generasi saat ini, serta memelihara potensinya guna menjamin aspirasi dan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
generasi yang akan datang. Konservasi sebenarnya bernilai positif yang mencakup pengawetan,
perlindungan,
pemanfaatan
berkelanjutan,
pemulihan
dan
peningkatan kualitas lingkungan alam. Kawasan cagar alam penting bagi suatu bangsa agar dapat menjamin terpeliharanya secara terus-menerus hutan alami yang dapat dianggap mewakili terjaganya keanekaragaman biologi dan fisik serta lestarinya keanekaragaman hayati (BKSDAH Sumut II, 2002).
Peraturan-peraturan tentang konservasi di Indonesia pada umumnya mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahannya terletak, terutama, pada definisi kawasan konservasi yang kurang jelas dan perbedaan antar definisi pada berbagai peraturan. Istilah-istilah konservasi, pelestarian dan lindung tidak mudah dibedakan masyarakat umum atau kadang dianggap tidak penting. UndangUndang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tidak menyebutkan istilah kawasan konservasi, tetapi menggunakan istilah KSA (Kawasan Suaka Alam) dan KPA (Kawasan Pelestarian Alam).
Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak digunakan istilah kawasan konservasi, tetapi hutan konservasi, yang terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru. Di dalam Undang-Undang ini fungsi lindung dipisahkan dari fungsi konservasi. Jadi, hutan lindung tidak termasuk hutan konservasi.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, klasifikasi Kawasan Hutan Suaka Alam dan Kawasan Hutan
Universitas Sumatera Utara
Pelestarian Alam sama dengan klasifikasi pada Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Selain itu ada Taman Buru yang masuk ke dalam hutan konservasi dan hutan lindung yang berbeda dari hutan konservasi.
Kawasan suaka alam adalah kawasan yang memiliki ciri khas tertentu, baik di darat maupun perairan. Fungsi pokok kawasan suaka alam adalah sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya dan juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan (Arief, 2001).
Klasifikasi kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129, Tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung.
1. Kawasan suaka alam (KSA) a. Cagar alam b. Suaka margasatwa 2. Kawasan pelestarian alam (KPA) a. Taman nasional b. Taman hutan raya c. Taman wisata alam 3. Taman buru 4. Hutan lindung
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekositem tertentu yang layak untuk
Universitas Sumatera Utara
dilindungi yang dalam perkembangannya diusahakan secara alami. Adapun usaha untuk melindungi flora dan fauna yang memiliki ciri khusus tersebut dilaksanakan suatu pengembangbiakan secara in-situ (pada habitat asli) dan eks-situ (di luar habitat asli). Namun, konservasi eks-situ sangat sulit dilakukan bila tidak didukung oleh keberadaan daerah sekitarnya. Sebab, kehidupan jenis flora dan fauna secara alami mengalami interaksi dengan ekosistem alaminya dalam kehidupannya (Arief, 2001).
Bentuk Pemanfaatan Kawasan Konservasi
Bentuk pemanfaatan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Marga Satwa. Kedua kawasan ini mempunyai 4 (empat) manfaat yang sama kecuali bahwa Kawasan Suaka Margasatwa mempunyai satu fungsi tambahan yaitu untuk wisata alam terbatas. Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa adalah KSA. Jadi KSA juga mempunyai fungsi pemanfaatan.
Di dalam Pasal 4, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 disebutkan bahwa pengelolaan KSA dan KPA dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan: sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; sebagai pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya; untuk pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya.
Ciri dan fungsi KSA dan KPA
Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1990, Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan pelestarian Alam memiliki masing-masing ciri dan fungsi antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Kawasan Suaka Alam (KSA) Ciri dan Fungsi - memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan - memiliki fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekositemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan 2. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Ciri dan Fungsi - memiliki ciri khas tertentu - di darat dan di perairan - memiliki
fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
Kawasan Konservasi Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 membagi kawasan hutan ke dalam tiga kawasan utama: 1. Hutan konservasi, 2. Hutan lindung dan keadaan 3. Hutan produksi.
Menurut pasal 69 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002, klasifikasi ini berlaku baik untuk hutan negara maupun untuk hutan milik. Berbeda dengan SK Dirjen PHPA No. 129 Tahun 1996 hutan atau kawasan lindung dipisahkan dari
Universitas Sumatera Utara
hutan konservasi. Hutan konservasi dibagi ke dalam: 1) Kawasan Suaka Alam, 2) Kawasan Pelestarian Alam dan 3) Taman Buru sedangkan Hutan Lindung dibagi ke dalam: 1) Kawasan lindung, 2) Kawasan penggunaan dan 3) Kawasan lain. Sumber hukum : Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Cifor, 2002).
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau komunitas tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara dalam analisis vegetasi adalah dengan menggunakan metode jalur atau transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garisgaris topografi (Soerianegara dan Indrawan (1976) dalam Ruslan, 1986).
Telah diketahui bahwa konsep dan metode analisis vegetasi bervariasi sesuai dengan tujuan dan sifat alamiah vegetasi. Metodologi harus disesuaikan dengan struktur dan komposisi vegetasi. Dalam mempelajari berbagai vegetasi, survei umum atau peninjauan merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian. Unit besar suatu vegetasi seharusnya diketahui sebelum berhubungan dengan studi pada komunitas yang lebih kecil (Widiyono dan Riswan, 1997).
Pembuatan petak contoh di lokasi penelitian harus dapat mewakili seluruh area/daerah penelitian agar contoh tumbuhan yang diambilpun dapat mewakili. Untuk itu, dilakukanlah pengambilan contoh secara acak, baik acak sederhana maupun acak berstrata. Ukuran petak contoh harus harus ditentukan dengan jelas
Universitas Sumatera Utara
sebelum dilakukan analisis. Berbeda ukuran tumbuhan yang dianalisis berbeda pula ukuran petak contoh yang diambil. Ukuran petak contoh tidak boleh lebih kecil dari minimal area yang cocok bagi vegetasi yang akan dianalisis. Untuk itu, maka dibuatlah kurva spesies area (Suin, 2002).
Sehubungan dengan efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak segi empat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibandingkan petak berbentuk bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut sejajar dengan arah perubahan lingkungan/habitat (Kusmana, 1997).
Kerapatan menunjukkan individu dalam suatu area, dominansi dari suatu luas bidang dasar (basal area) atau penutupan tajuk per unit area dan frekuensi masing-masing jenis dalam suatu plot. Nilai relatif dari kerapatan, dominansi dan frekuensi dapat dikombinasikan ke dalam suatu nilai indeks penting yang merupakan refleksi dari beberapa ukuran yang penting dari suatu spesies pada suatu komunitas (Cox, 1981).
Komposisi dan Struktur Vegetasi di Hutan Alam
Komposisi dan struktur suatu vegetasi adalah fungsi dari beberapa faktor, yaitu flora di daerah itu, habitat (iklim, tanah, dan lain-lain), waktu, dan kesempatan. Flora di daerah itu menentukan spesies mana yang akan mampu hidup di sana. Habitat akan mengadakan seleksi terhadap spesies-spesies yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat. Waktu dengan
Universitas Sumatera Utara
sendirinya diperlukan untuk mantapnya vegetasi itu (Marsono (1977) dalam Ruslan, 1986). Jenis-jenis tumbuhan yang biasanya tumbuh di hutan alam beranekaragam jenis, diantaranya: Shorea sp., Eugenia sp., Quercus sp., Arenga sp., Styrax sp., Calamus sp., Dipterocarpus sp., Schima walichii, Imperata silindrica, Manilkara kauli, Canarium sp., Acacia sp, dan lain-lain.
Vegetasi hutan alam di daerah tropika basah memiliki laju fotosintesisnya tinggi dan akarnya menembus dalam lapisan tanah, permukaan daun yang rapat dan lebat, juga menghasilkan bahan organik dalam jumlah yang besar, serta membentuk biomassa yang besar jumlahnya. Semakin beraneka ragam komposisi jenis tumbuhan dan strukturnya, semakin tercampur pertumbuhannya, semakin baik pengaruhnya terhadap lingkungan, tanah, dan air. Tajuk pohon yang beranekaragam, dengan batang yang mempunyai berbagai ukuran dimensi hingga pucuk pohon dominan, disertai lapisan serasah dan humus masak, semuanya itu merupakan ciri-ciri ekosistem yang unggul dalam memelihara kualitas lingkungan hidup (Dephut RI, 1992).
Pengubahan
hutan
yang
tidak
terkendali
akan
menghilangkan
keseimbangan, ketahanan dan kestabilan hutan semula. Bila hal ini terus berlanjut terus-menerus dalam waktu berkepanjangan akan dapat timbul efek-efek ekologi yang parah. Tingkatan-tingkatan setelah tiadanya vegetasi yang asli sangat beragam di berbagai wilayah, bergantung pada jenis tumbuhan yang datang menyerbu ke wilayah yang hutannya dihilangkan iklim dan tanah setempat.
Universitas Sumatera Utara
Karena hutan diartikan sebagai suatu asosiasi, maka antara jenis pohon yang satu dan jenis pohon lain yang terdapat di dalamnya akan saling tergantung. Jenis-jenis tanaman yang tidak menyukai sinar matahari penuh tentu memerlukan perlindungan dari tanaman yang lebih tinggi dan suka akan sinar matahari penuh. Tanaman yang suka sinar matahari penuh akan memperoleh keuntungan dari tanaman yang hidup di bawahnya karena mampu menjaga kelembaban dan suhu yang diperlukan oleh tanaman tinggi tersebut.
Pada hutan yang tajuknya rapat, hanya tunas-tunas pepohonan besar dan tumbuh-tumbuhan merambat tertentu yang tahan terhadap keteduhan serta rumput-rumputan saja yang hidup di lantai hutan. Bentukan tumbuh-tumbuhan di bawah lantai hutan membawa pengaruh yang unik terhadap iklim mikro daerah sekitarnya. Akibatnya, sinar matahari di lantai hutan berkurang sehingga temperaturnya berbeda dengan di luar naungan. Disamping itu, tajuk hutan yang menaungi lantai hutan secara berlapis-lapis menimbulkan mikroklimat dan kegiatan mikroorganisme tinggi. Kegiatan mikroorganisme akan mengakibatkan hancurnya serasah, yang selanjutnya melalui proses pencucian basa memberikan sifat-sifat khusus tanah hutan dan mampu menimbulkan kesuburan bagi tumbuhtumbuhan hutan.
Hutan yang terlalu rapat akan mengalami pertumbuhan lambat karena adanya persaingan dalam hal sinar matahari, air, unsur hara, bahkan tempat. Persaingan ini tidak hanya terjadi pada tumbuhan saja, tetapi juga pada binatang. Hutan merupakan suatu ekosistem natural yang telah mencapai keseimbangan klimaks dan merupakan komunitas tetumbuhan paling besar yang mampu pulih
Universitas Sumatera Utara
kembali dari perubahan-perubahan yang dideritanya, sejauh tidak melampaui batas-batas yang dapat ditoleransi. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang akan menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak dengan batang yang pendek. Diantara hutan yang rapat dan hutan yang terlalu jarang terdapat
hutan
yang
cukup
ruang
sehingga
pohon-pohonnya
mampu
memanfaatkan air, sinar matahari dan unsur hara dalam tanah (Arief, 2001).
Kondisi habitat meningkat bersamaan dengan waktu melalui penumpukan serasah, peneduh dan cuaca, ke tingkat kesuburan yang lebih baik, kapasitas menahan air, dengan substrat bersuhu lebih rendah. Keadaan ini memungkinkan tumbuhnya tumbuhan semak dan pohon-pohon untuk tumbuh secara suksesif dan pada saat yang sama keragaman jenisnya meningkat menjadi mantap. Keberadaan komunitas yang berbeda dalam tiap fase merupakan pertanda keragaman habitat. Dengan demikian telah terjadi perubahan dari suatu kawasan terbuka ke arah komunitas yang tertutup.
Pada umumnya klimaks tidak akan berubah selama keadaan lingkungan, seperti iklim dan tanah tidak mengalami perubahan, kecuali bila ada serbuan tumbuhan dominan baru. Klimaks merupakan suatu keadaan komunitas dengan komposisi dan produktivitas yang seimbang, yang telah disesuaikan dengan pemanfaatan sumber-sumber daya setempat secara maksimal dan normal. Pemanfaatan secara maksimal ini dapat berjalan terus secara efisien ditentukan oleh habitat yang khusus, rata-rata populasi klimaks serta faktor penyusun ekosistem.
Universitas Sumatera Utara
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Kawasan
Cagar alam Martelu Purba secara administratif terletak di Desa Purba Tongah dan kelurahan Tiga Runggu, kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografis, Cagar Alam Martelu Purba terletak pada koordinat 2o53' - 2o54' LU dan 98o42' - 98o43' BT. Kawasan Cagar Alam Martelu Purba terletak pada ketinggian s/d 1.320 mdpl. Berdasarkan Letak DAS (Daerah Aliran Sungai) maka Cagar Alam Martelu Purba terletak di dalam kawasan DAS Ular.
Luas Kawasan
Berdasarkan SK Menhut No.471/Kpts-II/1993, tentang perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung Martelu Purba menjadi Cagar Alam Martelu Purba, Cagar Alam Martelu Purba ditetapkan seluas 195 ha.
Topografi
Hampir sebagian besar Cagar Alam Martelu Purba memiliki topografi datar hingga berombak dengan kemiringan s/d 8 %. Hanya sebagian saja yang tergolong dalam kelas sangat curam jika ditinjau berdasarkan kelas kelerengan lahan (datar < 8%, landai 8-15 %, agak curam 16-25 %, curam 26-40 %, sangat curam > 40 % ) yaitu di bagian utara yang terdapat jurang dengan kemiringan s/d 80 %.
Universitas Sumatera Utara
Tanah
Berdasarkan peta tanah eksplorasi Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara yang bersumber dari peta tanah Dati I Sumatera Utara yang diterbitkan oleh Direktur Bina Program Bogor, maka jenis tanah yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba termasuk dalam satuan tanah podsolik coklat dan kelabu dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi vulkanik. Ph tanah rata-rata yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Martelu Purba yaitu 6,38.
Iklim
Iklim yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba dan daerah sekitarnya termasuk kedalam iklim B (menurut Schmidt & Ferguson) dengan curah hujan rata-rata setahun sebesar 2.194 mm dan rata-rata hari hujan setahun sebanyak 125 hari. Musim kemarau berlangsung pada bulan Desember s/d September, sedangkan musim hujan berlangsung pada bulan Maret s/d Nopember. Rata-rata suhu maksimum di Cagar Alam Martelu Purba yaitu 21,7o C dan rata-rata suhu minimum yaitu 14,7o C.
Sosial Ekonomi Masyarakat
Masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam Martelu Purba pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, ada juga yang berdagang, berusaha dalam bidang kerajinan tangan (Seperti bertenun, atau membuat ulos, mengukir kayu) dan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Selain itu, pendapatan masyarakat tambahan diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan seperti air nira, tanaman obat, daun sungkit, buah aren, daun aren (sapu lidi), dan kayu bakar (soban).
Universitas Sumatera Utara
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang digunakan di kawasan Cagar Alam Martelu Purba yaitu kantor Konservasi Sumber Daya Hutan Simalungun yang digunakan oleh petugas sub seksi KSDA Simalungun maupun dari cabang dinas.
Potensi Kawasan
Potensi wisata kawasan hutan Cagar Alam Martelu Purba ini berada di tepi jalan raya, bahkan dibelah jalan, sehingga pengunjung dapat mengamati pepohonan yang tumbuh. Kawasan ini juga merupakan home range bagi satwasatwa liar seperti harimau (meskipun populasinya sangat jarang), kambing hutan, babi hutan, beruang, burung-burung seperti burung murai, perkutut, pergam, dsb.
Universitas Sumatera Utara