TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab di dalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi. Menurut Collin Clark Papanek dalam www. distan.gorontaloprov.go.id. (Diakses 03 Maret 2009), nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1.821 kalori yang apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diperlukan beras sebanyak 0,88 kg. Beras mengandung berbagai zat makanan antara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Disamping itu beras mengandung beberapa unsur mineral antara lain: kalsium, magnesium, sodium, fosfor dan lain sebagainya. Dalam http://id.wikipedia.org (diakses 24 Februari 2009) dijelaskan bahwa padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim Graminae atau Glumiflorae). Sejumlah ciri suku (familia) ini juga menjadi ciri padi, misalnya : berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret yang tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki
satu
floret. Buah dan biji
sulit
dibedakan karena
merupakan
bulir (Ing. grain) atau kariopsis. Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol. Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Kepala sari kadangkadang keluar dari palea dan lemma jika telah masak. Dari segi reproduksi, padi
7 Universitas Sumatera Utara
8
merupakan
tanaman
menyerbuk
sendiri,
karena
95%
atau
lebih serbuk
sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi endospermia. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi mengandung pati di bagian endospermia. Bagi tanaman muda pati berfungsi sebagai cadangan makanan dan bagi manusia pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi. Padi tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasarkan pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan oksigen ke bagian akar (aerenchym). Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1.500-2.000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23°C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1.500 m di atas permukaan laut. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan
Universitas Sumatera Utara
9
lapisan atasnya 18-22 cm dengan pH antara 4-7. (www.distan.gorontaloprov.go.id. Diakses 03 Maret 2009). Potensi dan Kondisi Tanah Salin Di Indonesia luas lahan rawa mencapai 39,98 juta ha dan lahan pasang surut mencapai 20,1 juta ha, lahan yang potensial 9.5 juta ha sedangkan yang ditanami baru 729.9 ribu ha (Alihamsyah, 2004). Masih terbuka luas untuk ekstensifikasi pertanian di lahan pasang surut. Di daerah yang resiko salinitasnya sedang sampai tinggi padi dapat ditanam terlebih dahulu sebagai tanaman rehabilitasi diikuti tanaman lainnya yang lebih peka terhadap salinitas, seperti kedelai, kacang tanah atau sayuran. Salinitas pada umumnya bersumber pada tanah dan air tanah. Salin atau tidaknya suatu tanah atau pun air diukur berdasarkan daya hantar listriknya yang tergantung pada kadar garam yang terlarut dalam air atau dalam larutan yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman. Follet et al (1981) mengklasifikasikan tanah menurut salinitas atas tiga kelompok berdasarkan hasil pengukuran daya hantar listrik sebagai berikut : 1.
Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd < 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman.
2.
Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan Na-dd > 15% dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah relatif rendah dan keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak permeabel terhadap air hujan dan air irigasi.
Universitas Sumatera Utara
10
3.
Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Nadd > 15% dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnya terdispersi dengan permeabilitas rendah dan sering tergenang jika diairi. Hasil pengukuran salinitas pada beberapa lokasi lahan sawah yang terkena
tsunami di Kabupaten Pidie, Bireuen dan Aceh Besar yang dilakukan pada beberapa periode, berdasarkan data dari Chairunas (2006) diketahui lahan sawah dengan salinitas rendah ECa ≤ 1.0 dS/m menunjukkan pertumbuhan tanaman padi cukup baik dan hasil panen padi berkisar antara 5,6 ton GKP per hektar sampai 8,2 ton GKP per hektar. Sementara hasil pengukuran pada daerah dengan salinitas sedang ECa = 1,01,5 dS/m menunjukkan pertumbuhan padi sedang dan hasil produksi gabah kering panen sekitar 4 ton per hektar. Pada lahan sawah yang tingkat salinitasnya sangat tinggi ECa ≥ 1,5 dS/m (sebagai contoh di desa Cot Lheue Reung ECa 4,32 dS/m tanaman padi mati dan gagal panen). Salinitas menunjukkan kadar senyawa kimia yang terlarut dalam tanah. Tanah salin adalah tanah yang mengandung senyawa organik seperti (Na+, Mg2+, K+, Cl-, SO42-, HCO3-, dan CO32-) dalam suatu larutan sehingga menurunkan produktivitas tanah. Salinitas tanah yang tinggi, akan merusak kesuburan tanah, karena akan mematikan organisme penyubur tanah seperti bakteri dan cacing tanah. Pada wilayah pertanian maju cacing tanah diupayakan agar tetap hidup melalui rekayasa lingkungan, sehingga mampu mengembalikan kesuburan tanah (Lines and Kelly, 2000). Walaupun demikian, pada kondisi seperti ini peluang untuk mengusahakan tanaman sayuran dan serelia masih terbuka dengan memilih tanaman yang toleran atau semi toleran. Sayuran yang semi toleran antara lain: tomat, bayam, bawang,
Universitas Sumatera Utara
11
lobak, lettuce, bit gula, wortel, kacang tunggak sedangkan serealia yang semi toleran antara lain: padi, gandum, shorgum, kedelai. Tanaman yang tergolong pada semi sensitif cukup banyak, baik tanaman serealia maupun sayuran. Langkah lain yang bisa diambil adalah pemberian amandemen bokashi jerami, terutama pupuk organik atau penambahan kapur untuk menurunkan nilai ESP (Exchangeable Sodium Percentage), serta pencucian kadar garam dengan air hujan serta air segar (www.adaptability-of-rice-on-tsunami-affected-soil. Diakses 08 Maret 2009). Berikut ini adalah gambar pertanaman padi dengan varietas yang toleran terhadap salinitas.
Gambar 1. Varietas padi toleran salinitas. Sumber www.fao.org/tsunami/_.
Stres Garam pada Tanaman Stres garam adalah salah satu dari beberapa bentuk stres pada tanaman yaitu stres suhu, stres air, stres radiasi, stres bahan kimia, stres angin dan lainnya. Stres garam termasuk stres bahan kimia yang meliputi garam, ion-ion, gas, herbisida, insektisida dan sebagainya. Harjadi dan Yahya (1988) berpendapat bahwa stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam
Universitas Sumatera Utara
12
hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air. Dalam larutan tanah garam-garam ini mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Follet et al, (1981), tanah salin memiliki pH < 8,5 dengan daya hantar listrik > 4 mmhos/cm. Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas tidak ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar 0,05-0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion yang tidak begitu menekan potensial air (Levitt, 1980). Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk dalam kelompok tanaman glikofita dan spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita. Pengenalan pengaruh tingkat salinitas merupakan bahan yang sangat berguna sehubungan
dengan
berbagai
akibat
kerusakan
ataupun
gangguan
yang
ditimbulkannya terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui pengenalan gejala-gejala yang timbul pada tanaman akibat tingkat salinitas yang cukup tinggi, perbaikan struktur tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun pemilihan jenis tanaman yang cocok untuk lokasi pertanian yang bermasalah. Kerusakan yang timbul akibat
Universitas Sumatera Utara
13
stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan, seperti pendapat Harjadi dan Yahya (1988) berikut ini : a. Kerusakan stres langsung primer b. Kerusakan stres tak langsung primer c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier) Berikut ini adalah gambar lahan sawah yang dipengaruhi oleh tingkat salinitas.
Gambar 2. Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Menurun akibat Salinitas Sumber dari : www.fao.org/tsunami/_
Garam-garam atau Na+ yang dapat dipertukarkan akan mempengaruhi sifatsifat tanah jika terdapat dalam keadaan yang berlebihan dalam tanah. Kelebihan unsur Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi produksi. Peningkatan konsentrasi garam terlarut di dalam tanah akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga menghambat penyerapan air dan unsur-unsur hara yang berlangsung melalui proses osmosis. Jumlah air yang masuk ke dalam akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air dalam tanaman. Dalam proses fisiologi tanaman, Na+ dan Cl- diduga mempengaruhi pengikatan air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan. Sedangkan Cldiperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen.
Universitas Sumatera Utara
14
Sementara penyerapan Na+ oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta dispersi material koloid tanah. Menurut Sigalingging (1985), salinitas akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, yaitu : tekanan osmotik yang meningkat, peningkatan potensi ionisasi, infiltrasi tanah yang menjadi buruk, kerusakan dan terganggunya struktur tanah, permeabilitas tanah yang buruk serta penurunan konduktivitas. Salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi akan menimbulkan stres dan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Maas dan Nieman, (1978), salinitas dapat berpengaruh menghambat pertumbuhan tanaman dengan dua cara yaitu : a. Dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. b. Dengan membatasi jumlah suplai hasil-hasil metabolisme esensial bagi pertumbuhan sel melalui pembentukan tyloses. Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomasa tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respons dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala klorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan
Universitas Sumatera Utara
15
tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah. Semakin tinggi konsentrasi NaCl pada tanah, semakin tinggi tekanan osmotik dan daya hantar listrik tanah (Basri, 1991). Selain pengaruh tersebut di atas, kandungan Na+ yang tinggi dalam air tanah akan menyebabkan kerusakan struktur tanah. pH tanah menjadi lebih tinggi karena kompleks serapan dipenuhi oleh ion Na+. Hal ini akan meningkatkan persentase pertukaran Natrium (Exchangeable Sodium Percentage, ESP). Secara drastis pertumbuhan tanaman akan menurun bila ESP mencapai 10% (Basri, 1991). Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan Nieman, 1978). Menurut Brinkman and Singh (1982), gejala keracunan garam pada tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan, berkurangnya anakan, ujung-ujung daun bewarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang klorosis pada daun. Walaupun tanaman padi tergolong tanaman yang tolerannya sedang, pada nilai EC sebesar 6-10 dS.m-1 penurunan hasil gabah mencapai 50%. Lebih jauh Dobermann and Fairhurst (2000) menyimpulkan bahwa padi relatif lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda dan pembungaan. Pengaruh lebih jauh terhadap tanaman padi adalah:
Universitas Sumatera Utara
16
berkurangnya kecepatan perkecambahan, berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan, pertumbuhan akar jelek, sterilitas biji meningkat, kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan dan berkurangnya penambatan N2 secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah. Menurut Mengel and Kirkby (1987), pengaruh merusak dari salinitas sering juga tergantung pada stadia pertumbuhan tanaman. Bagi kebanyakan jenis tanaman stadia bibit adalah sangat peka terhadap salinitas. Pada umumnya tanaman serealia, hasil biji kurang dipengaruhi dibanding jerami. Tapi pada padi sebaliknya yang terjadi, tanaman padi paling peka pada stadia berbunga dan pembentukan biji. Mekanisme Toleransi Stres Pada Tanaman Mekanisme toleransi tanaman terhadap garam dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi. Mekanisme toleransi yang paling jelas adalah dengan adaptasi morfologi. 1.
Mekanisme Morfologi Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta
Universitas Sumatera Utara
17
lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988). Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor. Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas normal. Respons perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman. Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air. 2.
Mekanisme Fisiologi Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain sebagai berikut : a. Osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis) Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Laju penyesuaian ini relatif tergantung pada spesies tanaman. Penyesuaian dilakukan dengan penyerapan ataupun dengan pengakumulasian ion-ion dan sintetis solute-solute organik di dalam sel. Dua cara ini dapat bekerja secara bersamaan walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam diantara berbagai spesies tanaman (Basri, 1991). Osmoregulasi pada kebanyakan
Universitas Sumatera Utara
18
tanaman melibatkan sintetis dan akumulasi solute organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan bagi pertumbuhan. Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang sepadan dengan aktivitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam-asam amino dan senyawa gula nampaknya disintesis sebagai respon langsung terhadap menurunnya potensial air eksternal. Senyawa-senyawa tersebut juga melindungi enzim-enzim terhadap penghambatan atau penonaktipan pada aktivitas air internal yang rendah. Osmotika organik yang utama dalam tanaman glikofita tingkat tinggi ternyata asam-asam organik dan senyawa-senyawa gula. Asam malat paling sering menyeimbangkan pengambilan kation yang lebih. Dalam tanaman halofita, oksalat adalah asam organik yang menyeimbangkan akibat kelebihan kation. Demikian juga pada beberapa tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi terhadap penyesuaian osmotika merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988). b. Kompartementasi dan Sekresi Garam Proses-proses metabolisme dari halofita biasanya dapat toleran terhadap garam. Kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran dan kompartementasi merupakan aspek terpenting bagi toleransi garam. Kondisi in vivo menjaga enzim terhadap penonaktifan oleh garam dengan memompakan garam ke luar dari sitoplasma. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi dalam organel-organel atau diekskresi ke luar tanaman. Banyak halofita dan beberapa glikofita telah mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
19
struktur yang disebut gland garam dari daun dan batang. Dengan mendesak ion-ion beracun dalam visicle untuk keperluan penyesuaian osmotik tanpa menghambat metabolisme, sel tanaman menjadi dapat toleran terhadap jumlah garam yang lebih besar. Dalam beberapa hal, daun halofita dan glikofita berkayu merupakan bentuk kompartementasi yang dapat digugurkan untuk mencegah translokasi garam ke dalam jaringan yang lebih sehat. Penyesuaian osmotik dan keseimbangan garam dalam tanaman terus menerus berubah responnya terhadap lingkungan, dan merupakan inang faktor-faktor internal yang mencakup potensial air, pertumbuhan dan differensiasi, metabolisme mineral dan hormon. Penggunaan Varietas Toleran Salinitas Penggunaan varietas toleran salinitas dan melakukan rotasi tanaman perlu dilakukan untuk mengatasi pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang umumnya sensitif terhadap stres garam. Dalam www.adaptability-of-rice-on-tsunami-affected-soil (Diakses 08 Maret 2009), mengemukakan bahwa pendekatan yang paling murah dan aman untuk fase perkembangan bibit atau fase perkecambahan karena umumnya tanaman sensitif pada fase pertumbuhan. Suasana salin di pesemaian atau daerah perakaran akan mengurangi laju perkecambahan. Pendekatan lainnya dengan memberikan mulsa atau kapur, baik berupa kalsit, dolomit atau gypsum untuk menurunkan tingkat salinitas dengan menurunkan nilai SAR (sodium absorption ratio). Masih menurut Jumberi dan Yufdy (2006), usaha menambah jumlah tanaman per luasan untuk
Universitas Sumatera Utara
20
mengkompensasi ukuran tanaman yang lebih kecil. Sebagian besar tanaman serealia yang ada, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang-kacangan lainnya memberikan reaksi bervariasi dari semi toleran sampai sensitif. Tanaman serealia yang toleran terhadap salinitas adalah barley. Tanaman serealia yang memberikan reaksi semi toleran adalah kedelai, shorgum dan gandum, sedangkan padi, kacang tanah, jagung, kacang tunggak memberikan reaksi semi sensitif (Maas, 1984). Varietas padi lokal Palas di Kalimantan Selatan menunjukkan reaksi semi toleran, sedangkan varietas Bayar Pahit dan Siam Unus peka terhadap salinitas (Waluyo, 2005 dalam Jumberi dan Yufdy, 2006). Varietas padi Dendang dan Lambur adalah varietas yang cukup toleran berdasarkan daftar varietas padi yang sesuai untuk dibudidayakan di lahan pasang surut sampai dengan tahun 2007, menurut sumber dari IRRI Rice Knowledge Bank (www.knowledgebank.irri.org) bekerja sama dengan Badan Litbang Pertanian (http://balitpa.litbang.deptan.go.id). Varietas Dendang Varietas Dendang merupakan hasil persilangan Osok dan IR52952B-3-3-2, dilepas pada tahun 1999 dan dikembangkan oleh IRRI, umur panen 123-127 hari dengan produksi rata-rata 4 ton/ha dan potensi hasil dapat mencapai 7 ton/ha dengan rasa nasi yang enak. Merupakan varietas padi yang dianjurkan untuk lahan pasang surut yang cukup toleran terhadap salinitas dan keracunan Fe serta toleran terhadap keracunan Al. Varietas Lambur Merupakan hasil persilangan Varietas Cisadane dan IR9884-54-3 yang dilepas pada tahun 2001dan dikembangkan oleh Balai Benih Penelitian Tanaman Padi. Umur
Universitas Sumatera Utara
21
panen 113-117 hari dengan rasa nasi yang enak, produksi rata-rata 4 ton/ha dan potensi hasil dapat mencapai 7 ton/ha. Varietas ini dianjurkan untuk ditanam di lahan pasang surut karena toleran terhadap keracunan Fe, agak toleran terhadap keracunan Al dan kegaraman. Varietas Ciherang Varietas Ciherang dilepas pada tahun 2000 termasuk dalam golongan cere nomor seleksi S3383-1D-PN-41-3-1, dengan umur panen 116-125 hari. Potensi hasil 8.5 ton/ha dengan hasil rata-rata 6.0 ton/ha pada tanah non salin. Jumlah anakan produktif 14-17 batang dengan rasa nasi yang enak. Padi varietas Ciherang ini juga ditanam oleh petani setempat di desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut pada lahan sawah yang mengalami salinitas. Karena menurut petani varietas unggul tersebut memberikan hasil yang cukup baik dan agak tahan terhadap salinitas. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut dan varietas tersebut dapat menjadi pembanding bagi varietas yang dianjurkan untuk tanah yang mengalami kegaraman. Varietas Rojolele Padi unggul lokal asal Kabupaten Klaten dengan nama padi Rojolele telah dirilis oleh Departemen Pertanian pada tahun 2003. Padi tersebut merupakan salah satu padi asal Indonesia yang digunakan sebagai induk persilangan program penelitian IRRI (Widiyanti, dkk., 2006). Mengingat arti pentingnya padi Rojolele tersebut, perlu untuk dilestarikan sehingga diharapkan tidak segera punah sebagai kekayaan hayati. Mudjisihono, dkk., (2001), menyatakan bahwa hal ini akan bermanfaat untuk kelestarian dan
Universitas Sumatera Utara
22
pengembangan sumber pangan kita. Hasil produksinya memiliki kualitas yang tinggi yaitu pulen dan wangi serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Padi varietas Rojolele ini juga pernah ditanam oleh petani setempat di desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut pada lahan sawah yang mengalami salinitas. Karena menurut petani varietas lokal tersebut memberikan hasil yang cukup baik dan agak tahan terhadap salinitas. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut dan varietas tersebut dapat menjadi pembanding bagi varietas yang dianjurkan untuk tanah yang mengalami kegaraman. Manfaat Pemberian Amandemen Bokashi Jerami (Bahan Organik) Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan hara tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman adalah dengan pemberian bahan organik. Sesuai dengan peraturan Menteri Pertanian yang dipublikasikan oleh Departemen Pertanian (2007) disebutkan bahwa pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sebagai sumber nutrisi tanaman. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak. Namun pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Sumber bahan kompos antara lain berasal dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak (sapi, kambing, ayam), arang sekam dan abu dapur.
Universitas Sumatera Utara
23
Pemberian bahan organik/amandemen bokashi jerami atau pembenah tanah pada lahan salin dapat menurunkan pH dan memperbaiki kesuburan tanah. Pendapat yang sama dikemukakan Arafah dan Sirappa (2003), bahwa penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk. Hasil penelitian penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk, terutama pupuk K. Hal senada juga diungkapkan oleh Karama et al. (1990) bahwa bahan organik memiliki fungsi-fungsi penting dalam tanah yaitu; fungsi fisika yang dapat memperbaiki sifat fisika tanah seperti memperbaiki agregasi dan permeabilitas tanah; fungsi kimia dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, meningkatkan daya sangga tanah dan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara serta meningkatkan efisiensi penyerapan P dan fungsi biologi sebagai sumber energi utama bagi aktivitas jasad renik tanah. Mengingat begitu penting peranan bahan organik, maka penggunaannya pada lahan-lahan yang kesuburannya mulai menurun menjadi amat penting untuk menjaga kelestarian sumberdaya lahan tersebut. Berdasarkan prinsip kapabilitas lahan di atas, maka lahan yang pertanian yang terkena tsunami (lahan salin) yang perlu direhabilitasi adalah lahan yang rusak ringan dan sedang. Rehabilitasi lahan tersebut dapat dibenahi melalui: Pencucian lahan dengan air tawar memerlukan jaringan drainase yang baik.
Universitas Sumatera Utara
24
Pengolahan tanah dalam (> 20 cm) jika ketebalan lumpur tsunami pada lahan pertanian < 3 cm, karena lapisan tersebut sulit dibuang. Pemberian bahan pembenah kesuburan lahan seperti: bahan organik (pupuk kandang atau kompos jerami) ± 2 ton per hektar untuk memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan pencucian garam, sehingga menurunkan salinitas. Pemberian pupuk KCl atau pupuk K lainnya, karena K+ dapat menukar Na+ pada permukaan tanah sehingga akan tercuci. Selain itu K+ diperlukan oleh tanaman yang tumbuh pada tanah salin. Pemberian gypsum (CaSO4) untuk mengeluarkan kelebihan Na di dalam tanah. Pemberian hara mikro ZnSO4, MnSO4, CuSO4 baik melalui tanah maupun disemprotkan ke daun. Mendorong penggunaan varietas toleran salinitas dan melakukan pola rotasi tanaman (Zulham, 2006). Effective Microorganisms 4 (EM4) Untuk memperbaiki kesuburan tanah dilakukan usaha dengan memanfaatkan bahan organik seperti pendapat Wismarawati (2001), pemanfaatan bahan organik sebagai sumber energi bagi tanaman telah dilakukan oleh International Nature Farming Research Centre di Jepang sejak tahun 70-an. Penelitian tersebut menghasilkan suatu bahan inokulan organisme mikro yang diberi nama Effective Microorganisms 4 (EM4). Senada dengan hal tersebut Heddy (2000) menyatakan bahwa EM4 adalah kultur campuran bakteri yang terdiri dari bakteri lactobacillus, actinomyces, streptomyces, ragi jamur dan bakteri fotosintetik yang bekerja saling menunjang
Universitas Sumatera Utara
25
dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi bahan organik dengan inokulasi EM4 berlangsung secara fermentasi baik dalam keadaan aerob dan anaerob. Proses ini akan menghasilkan senyawa-senyawa organik berupa asam amino, asam laktat, gula, alkohol, vitamin, protein dan senyawa organik lainnya yang dapat mengikat ion-ion yang dibutuhkan oleh tanaman. Ion-ion tersebut berada dalam keadaan stabil sehungga mudah diserap oleh tanaman. Kompos Jerami Limbah jerami padi sangat mudah didapatkan di areal persawahan sehingga pemanfaatannya dapat mengurangi masalah limbah tanpa mesti dibakar. Sisa tanaman seperti jerami apabila dikomposkan juga berfungsi sebagai pupuk. Proses fermentasi bahan organik biasanya menggunakan aktivator mikroba. Salah satu fungsi aktivator ini adalah mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan meningkatkan kualitas bahan. Prinsip pembuatan kompos bokashi adalah pencampuran bahan organik dengan mikroorganisme sebagai bioaktivator. Mikroorganisme tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari bakteri inokulan (bacterial inoculant) berupa effective microorganism (EM4). Bioaktivator yang terdapat dalam EM4 adalah Lactobacillus sp, Saccharomyces sp, Actinomycetes serta cendawan pengurai selulosa. Mikroorganisme tersebut berfungsi dalam menjaga keseimbangan karbon dan nitrogen yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembuatan kompos (Djuarnani, dkk, 2005). Selanjutnya menurut Pangaribuan dan Pujisiswanto (2008), meningkatnya dosis bokashi dapat meningkatkan konsentrasi hara dalam tanah, terutama N, P dan K
Universitas Sumatera Utara
26
serta unsur lainnya. Selain itu, bokashi juga dapat memperbaiki tata udara dan air tanah. Dengan demikian, perakaran tanaman akan berkembang dengan baik dan akar dapat menyerap unsur hara yang lebih banyak, terutama unsur hara N yang akan meningkatkan pembentukan klorofil, sehingga aktivitas fotosintesis lebih meningkat dan dapat meningkatkan ekspansi luas daun. Pemberian jerami dapat meningkatkan hasil padi sebesar 12% (Lin, 1993). Hal ini berkaitan dengan kemampuan bahan organik jerami padi dalam memperbaiki sifat biologi tanah sehingga tercipta lingkungan yang lebih baik bagi perakaran tanaman. Selain itu bahan organik jerami padi dapat mensuplai unsur hara terutama N, P dan K. Semakin tinggi dosis bahan organik maka semakin tinggi konsentrasi N, P dan K di dalam tanaman. Semua unsur-unsur tersebut memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tanaman. Menurut Ponnamperuma (1984) jerami padi mengandung kira-kira 0,6% N; 0,1% P; 0,1% S; 1,5% K dan 5% Si dan 40% C. Jerami padi secara tidak langsung mengandung sumber senyawa N dan C yang menyediakan substrat untuk metabolisme jasad renik yaitu gula, pati (starch), selulose, hemiselulose, pektin, lignin, lemak dan protein. Senyawa-senyawa ini terdiri dari 40% C dari bobot kering jerami. Rekomendasi Pemupukan Spesifik Lokasi Pertanaman padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan selain berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sustainable production system), kelestarian lingkungan dan penghematan sumber daya dan energi. Selanjutnya menurut Departemen Pertanian (2007) bahwa pemupukan berimbang
Universitas Sumatera Utara
27
yang didasari oleh konsep ”pengelolaan hara spesifik lokasi” (PHSL) adalah salah satu konsep penetapan rekomendasi pemupukan. Dalam hal ini, pupuk diberikan untuk mencapai tingkat ketersediaan hara esensial yang seimbang di dalam tanah dan optimum guna meningkatkan produktivitas, mutu hasil tanaman, meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan tanah dan menghindari pencemaran lingkungan. Kebutuhan dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh tiga faktor yang saling berkaitan yaitu : ketersediaan hara dalam tanah, termasuk pasokan melalui air irigasi dan sumber lainnya, kebutuhan hara tanaman dan target hasil yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, rekomendasi pemupukan harus bersifat spesifik lokasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut Abdulrahman (2007) mengungkapkan bahwa pada program intensifikasi padi Bimas dan Supra Insus rekomendasi pemupukan N, P dan K, sama untuk semua wilayah (Bangked Recommendation). Seharusnya, takaran pupuk berbeda antar-lokasi. Dengan pemupukan spesifik lokasi, biaya dan penggunaan energi dapat dihemat tanpa mengurangi hasil, serta dampak negatif pupuk kimia berkurang. Kebutuhan pupuk N, P dan K bagi tanaman diperkirakan dengan cara berikut : (1) menghitung perkiraan kebutuhan hara tanaman, (2) menghitung perkiraan potensi lahan dalam penyediaan hara, (3) menghitung perkiraan efisiensi pemupukan, (4) menghitung takaran pemupukan, cara dan waktu aplikasi. Pengukuran status P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Penentuan jumlah pupuk yang direkomendasikan Balitpa (Abdulrahman 2007) adalah 135 kg N, 36 kg P2O5 dan 20
Universitas Sumatera Utara
28
kg K2O per ha untuk mendapatkan target sesuai potensi hasil. Cara menghitung takaran pupuk dengan dosis anjuran apabila semuanya digunakan pupuk tunggal adalah sebagai berikut: N
= 135/45 x 100 = 300 kg Urea (urea mengandung 45% N)
P2O5 = 36/36 x100
= 100 kg SP-36 (SP-36 mengandung 36% P2O5)
K2O = 20/60 x 100
= 33 kg/ha KCl (KCl mengandung 60% K2O )
Tabel 2. Jadual Pemupukan Padi Sawah Pertumbuhan awal
Anakan aktif
Primordia
0-14
21-28
35-50
Fosfar (P2O5)
Takaran sedang (50100 kg urea/ha) 100 % (seluruhnya
Diberikan 1/3 bagian -
Kalium K2O5)
50 – 100 %
-
Diberikan 1/3 bagian Jika diperlukan tambah 50 %
Matang
Pupuk Umur (Hari Setelah Tanam-HST) Nitrogen (N)
-
Sumber : Abdulrahman, 2007. Pilihan cara pemupukan N susulan yaitu: 1. Berdasar waktu yang ditetapkan (stadia pertumbuhan). 2. Kebutuhan riil tanaman.
Universitas Sumatera Utara