TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet Berdasarkan (William dkk., 1987 in Anzah,2010), sistematika tanaman karet, adalah sebagai berikut;
Divisio : Spermatophyta ; Subdivisio :
Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae; Ordo : Euphorbiales;
Familia
:
Euphorbiaceae; Genus : Hevea; Species : Hevea brassiliensis, Muell-Arg. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar pada tanaman karet termasuk akar tunggang depan menghujam tanaman sampai 1-2 m dan akar lateralnya dapat menyebar sampai 10 meter. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Siregar, 2012). Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai 40 meter dan mencapai umur 100 meter. Warna permukaan batangnya abu-abu dan halus atau variasinya (Webster and Paardekooper, 1990 dalam Lizawati, 2002). Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun
karet.
Anak
daun
berbentuk
eliptis,
memanjang
dengan
ujung meruncing (Sianturi, 2001). Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji tiga sampai enam biji sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya. (William dkk., 1987 dalam Anzah,2010).
Universitas Sumatera Utara
Perbanyakan Tanaman Karet Pembiakan tanaman atau perbanyakan tanaman (plant propagation) adalah proses menciptakan tanaman baru dari berbagai sumber atau bagian tanaman, seperti biji, umbi, dan bagian tanaman lainnya. Tujuan utama dari pembiakan tanaman adalah untuk pertambahan jumlah, memelihara sifat-sifat penting dari tanaman dan juga untuk mempertahankan eksistensi jenisnya. Ada dua cara perbanyakan tanaman, yaitu (1) perbanyakan secara seksual atau generatif dan (2) perbanyakan secara aseksual atau vegetative (Hartman dkk., 1997 dalam Barus dan Syukri, 2008). Perbanyakan tanaman dengan cara vegetative dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu stek, cangkok, penyambungan dan juga perbanyakan modern seperti kultur jaringan. Perbanyakan tanaman dengan cara stek dapat dilakukan dengan berbagai sumber, seperti stek batang, stek bertunas daun, stek daun, stek akar, stek mata, stek umbi (Wilins, 1989 dalam Barus dan Syukri, 2008). Sistem penyambungan adalah menempatkan bagian tanaman yang dipilih pada bagian tanaman lain sebagai induknya sehingga membentuk satu tanaman bersama. System ini ada dua cara yakni penyambungan pucuk (enten) dan penyambungan mata (okulasi) (Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, 2011 dalam Hapsoh dan Hasanah, 2011).
Okulasi Perbanyakan tanaman karet sampai saat ini dilakukan dengan sistem okulasi. Batang atas berupa mata tunas dari klon yang dianjurkan, sedangkan batang
bawah berupa semaian dari biji suatu klon karet tertentu.
(Sagay dan Omakhafe, 1997 dalam Lasminingsih dkk., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman karet hasil perbanyakan secara okulasi dapat menyediakan bahan tanam klonal seefisen mungkin dari sisi waktu dan jumlah serta memperoleh tanaman karet yang homogen terutama dalam ukuran lilit batang, tinggi tanaman, dan bentuk percabangan (Sutanto, 2008). Tanaman hasil okulasi ini akan tumbuh dan mampu berproduksi baik bila terdapat kesesuaian antara batang bawah dan batang atasnya. Tingkat kesesuaian ini ditunjukkan mulai dari keberhasilan okulasi sampai karakter karater agronomis lainnya. Faktor keberhasilan umur batang bawah,
okulasi,
ditentukan
oleh
faktor lingkungan, waktu okulasi dan kemampuan dari
okulator. Apabila faktor tersebut telah terpenuhi, maka faktor
lain
yang
berpengaruh adalah tingkat kesesuaian antara batang bawah dan batang atas yang digunakan (Sagay dan Omakhafe, 1997 dalam Lasminingsih dkk., 2006). Keberhasilan okulasi akibat kesesuaian batang bawah dan batang atas adalah bervariasi yaitu berkisar antara 55 sampai 90 persen. Ketidaksesuaian ini pada akhirnya akan berpengaruh pada produksi lateksnya saat tanaman mulai memasuki masa produksi. Penurunan daya
produktivitas
akibat
ketidaksesuaian antara batang bawah dapat mencapai 40% (Dijkman, 1951 dalam Lasminingsih dkk., 2006). Pada sistem okulasi yang melibatkan dua klon
yang berbeda
menyebabkan timbulnya interaksi antara batang bawah dengan batang atas. Pada okulasi yang kompatibel, tanaman dapat tumbuh normal dan sebaliknya terjadi pada yang tidak kompatibel. Gejala inkompatibilitas antara batang bawah dan batang atas mulai terlihat pada beberapa tanaman, dimulai sejak gagalnya okulasi hingga matinya tanaman Menurut Hartman dkk. (1997) dalam Lizawati (2002)
Universitas Sumatera Utara
inkompatibilitas dapat disebabkan ketidak sesuaian anatomi, respon fisiologis yang tidak cocok antara kedua bagian tanaman. Tingkat kompatibilitas pada okulasi tanaman karet berguna sangat penting dalam proses translokasi senyawa anorganik dari batang bawah melalui jaringan ikat pembuluh kayu dan translokasi senyawa organik dari batang atas melalui jaringan ikat pembuluh kulit kayu. Proses biosintesis senyawa organik dan pengangkutan unsur hara pada okulasi karet yang kompatibel akan bejalan lancar. Sedangkan inkompatibilitas akan ditandai terjadinya pembengkakan batang di sekeliling pertautan, atau penghambatan pemindahan air, hara, dan hasil biosintesis seperti protein dan sukrosa. Inkompatibilitas okulasi ini karena struktur anatomi batang bawah dan batang atas, atau susunan komponen biokimia dan genetik berbeda, sehingga batang yang digunakan bertindak sebagi individu terpisah. Keadaan ini akan menghambat laju translokasi protein dan sukrosa hasil biosintesis lateks pada batang karet. (Boerhendhy, 1992 ; Toruan dkk., 1999 dalam Lizawati, 2002). Pengaruh timbal balik antara batang bawah dan batang atas belum ada informasi secara pasti, tetapi pengaruhnya sebagai akibat hubungan fisiologis antara batang bawah dan batang atas. Proses pengaruh timbal balik dapat berpengaruh secara wajar bila hubungan sel-sel fungsional pada sambungan batang telah terbentuk sedemikian rupa, untuk memungkinkan terbentuknya transpirasi dan transportasi unsur hara. Batang bawah bertindak sebagai pengabsorbsi unsur hara dan air sedangkan batang atas dengan daun mengasimilasi CO2 dan membentuk karbohidrat serta auksin (Hartman dkk., 1997 dalam Barus dan Syukri, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Proses
penyatuan
antara
batang
bawah
dan
batang
atas
pada
penyambungan tanaman terdiri dari empat tahapan yaitu: produksi jaringan parenkim yang disebabkan penggabungan batang bawah dan batang atas pada daerah kambium, sel-sel parenkim saling bergabung dan mengikat. Dilanjutkan dengan penggabungan sel-sel parenkim yang kemudian menjadi sel kambium baru yang berhubungan dengan jaringan kambium dasar batang bawah dan batang atas. Produksi vaskular baru yang disebabkan oleh jaringan parenkim berperan dalam kelancaran aliran air dan unsur hara dari batang bawah kebagian atas (Barus dan Syukri, 2008). Kompatibilitas batang bawah dan batang atas disebabkan kesesuaian pada okulasi yang menunjukkan hubungan jaringan vaskular, kesinambungan pembuluh yang baik dan adaptasi floem yang baik. Perpaduan jaringan vaskular dapat mendorong kelancaran aliran mineral, nutrisi dan mengasimilasi aliran dalam tanaman (Darikova dkk., 2011). Aktivitasnya pertumbuhan tunas dan akar,tergantung dari akumulasi karbohidrat di dalam tanaman yang dihasilkan pada musim pertumbuhan sebelumnya dan karbohidrat tersebut bergerak menuju ke arah jaringan meristem, sehingga laju pertumbuhan akarnya menurun. Setelah tunas aktif kembali (fotosintesis berlangsung meningkat dan aktivitas fisiologi lainnya juga meningkat) akan terjadi mobilisasi asimilat ke daerah aerial (jaringan tanaman yang melakukan respirasi) dan salah satunya adalah akar tanaman. (Borchert, 1973 dalam Hidayat dkk., 2005). Sumekto dkk., (1995) menyatakan bangun dan tumbuhnya tunas diawali dengan proses hormonal yang diikuti suplai nutrisi ke titik tumbuh. Pada
Universitas Sumatera Utara
penelitian Nurhasanah (2003) kandungan hormon endogen dalam jaringan semaian batang bawah pada batang yang lebih tua lebih besar dibandingkan dengan semaian yang lebih muda. Daun sebagai penghasil fotosintat berperan besar dalam mendorong pertumbuhan
vegetatif.
Selama
pertumbuhan
vegetatif
tanaman
banyak
memerlukan karbohidrat pembesaran sel dan tahap-tahap pertama dari diferensiasi sel (Rahayu, 1999 dalam Nurhasanah (2003). Namun demikian faktor lingkungan seperti air dan suhu yang tinggi atau perubahan genotip juga dapat mempengaruhi proses fisiologi dan kondisi tanaman (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam dalimunthe, 2004).
Batang Bawah Kemampuan mata okulasi untuk menempel pada batang bawah merupakan penggabungan antara kambium yang ada pada permukaan dalam kulit kayu okulasi dan yang ada pada permukaan kayu batang bawah. (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Pemilihan batang bawah yang sesuai dengan batang atas penting diperhatikan untuk menghindari ketidakcocokan antara kombinasi sambungan batang bawah dan batang atas. Bila ketidak cocokan terjadi, kombinasi tersebut tidak mampu menampilkan potensi produksi dan karakter unggul lainnya secara maksimal. Potensi klon batang atas yang maksimum akan tercapai bila batang bawah sesuai dengan batang atas. Dijkman pada (1951) dalam Lasminingsih dkk., (2006) telah
memberikan isyarat bahwa kesalahan penggunaan batang
bawah dapat menurunkan produksi lateks hingga 40%.
Universitas Sumatera Utara
Mutu bahan tanam karet ditentukan oleh dua hal yakni mutu genetik dan mutu fisiologi. Untuk mempertahankan mutu genetik invidu unggul bibit karet diperbanyak
secara
vegetatif
sehingga
memperoleh
tanaman
klonal
(Hartman dan Kester, 1976 dalam Lasminingsih dkk., 2006). Tanaman yang dianjurkan untuk batang bawah mempunyai sifat yakni mempunyai daya adaptasi seluas mungkin, mempunyai system perakaran yang kuat serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit yang ada dalam tanah, kecepatan tumbuh sesuai dengan batang atas yang di gunakan dengan demikian diharapkan batang bawah ini mampu hidup bersama dengan batang atas (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009). Saat
ini
biji
yang
dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah
berasal dari klon GT 1, AVROS 2037, BPM 24, PB 260, dan RRIC 100. Biji dari klon LCB 1320, PR 228,
dan
namun
luas
sulit
didapat akibat
PR
300
masih
boleh digunakan,
tanaman
yang
makin berkurang
(Subendi dan Raharjo, 2010).
Batang Atas (Entres) Entres (scion) adalah mata tunas pada batang atas yang berasal dari klon yang dianjurkan. Entres yang baik adalah berasal dari tanaman yang memiliki daya gabung (compatible) dengan batang bawah. Entres merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan besaran produksi pada saat tanaman karet sedang berproduksi (Lasminingsih dkk., 2006). Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik dari kelompok klon anjuran. Klon-klon anjuran adalah klon-klon
yang direkomendasikan untuk pertanaman komersial yang telah
Universitas Sumatera Utara
dilepas seperti : (a) Klon Penghasil Lateks: BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260, (b) Klon Penghasil Lateks Kayu: BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118 (c) Klon Penghasil Kayu : IRR 70, IRR 71, IRR 72 dan IRR 78
(Subendi
dan Raharjo, 2010). Klon penghasil lateks adalah klon yang memiliki ciri potensi hasil lateks sangat tinggi tetapi hasil kayu sedang. Klon pengasil lateks-kayu adalah klon yang memiliki ciri potensi hasil lateks tinggi dan hasil kayu juga tinggi. Dan klon pengasil kayu adalah klon yang memiliki ciri potensi hasil lateks rendah dan hasil kayu sangat tinggi (Siagian, 2012). Tanaman yang dijadikan batang atas harus berasal dari pohon yang sehat, terutama bebas dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus, memiliki sifat
yang
diinginkan,
tidak
mengurangi
kualitas
batang
atas.
(Barus dan Syukri, 2008). Namun demikian tingkat juvenile batang atas juga mempengaruhi tingkat keberhasilan okulasi, entres yang dorman dikaitkan dengan kondisi dorman entres pada pohon induknya. Entres yang masih tidur atau dorman akan lambat dalam proses pertautan antara batang bawah dan batang atas dan memicu terjadinya kesulitan dalam terbentuknya tunas (Sunarjono, 2000 dalam Nurhasanah, 2003).
Benih Sumber Batang Bawah yang Mendapat Perlakuan PEG Rendahnya tingkat viabilitas biji karet yang diakibatkan oleh faktor pengiriman
dan
pengemasan
yang
disebabkan
biji
bersifat
rekalsitran
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Benih karet yang mendapat perlakuan penyimpanan konvensional 0, 3, 7, 10, dan 14 hari masing- masing memiliki daya kecambah 85 %, 63%, 35%, 30%, dan 0 % (Suryaningtyas, 2009). Rendahnya tingkat viabilitas biji karet pada periode pengemasan dan pengiriman
disebabkan
biji
bersifat
rekalsitran
(Warta
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian, 2009) menimbulkan adanya pemikiran dari berbagai peneliti diantaranya memberi perlakuan peningkatan seleksi biji ddengan pengelupasan biji untuk mendapatkan benih yang berkualitas dengan memperoleh kriteria kelas I yakni endosperm berwarna putih bersih dan masih segar dan pelapisan PEG dalam penyimpanan biji pada saat pengiriman mampu mempertahankan viabilitas benih melalui tekanan osmotik yang ditimbulkan PEG dalam menekan imbibisi air sehingga menghambat perkecambahan benih (Charloq, 2004). Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut merupakan suatu peningkatan dan kemajuan yang cukup besar dikarenakan pada penyimpanan selama 14 hari diperoleh 86,21% benih dapat berkecambah dengan perlakuan konsentrasi PEG 15-45% berbanding 0% pada penyimpanan secara konvensional (Charloq, 2004).
Universitas Sumatera Utara