BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Kelor Menurut Kasolo, dkk., (2011), sistematika tumbuhan kelor adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Brassicales
Kelas
: Moringaceae
Genus
: Moringa
Spesies
: Moringa oleifera Lam Moringa (Moringa oleifera Lam) merupakan tanaman asli sub-Himalaya,
namun tanaman ini juga tumbuh secara luas pada daerah pada iklim tropis dan subtropis meliputi Afrika, Amerika selatan dan tengah, Mexico, Hawaii, juga melewati Asia dan tenggara Asia seperti India, Pakistan, Bangladesh, Afganistan. Tanaman ini dikenal sebagai drumstick berdasarkan penampilan dari bentuk polong yang belum masak, juga dikenal sebagai pohon ben oil karena kandungan derivat minyak dari biji kelor. Selain itu kelor dibeberapa regional dikenal sebagai Benzolive,
Horseradish,
Marango, Mloge, Mulangay, Saijihan, dan Sajna
(Moyo, dkk., 2011; Stohs dan Hartman, 2015).
5 Universitas Sumatera Utara
Kelor merupakan tanaman yang sangat cepat tumbuh, dapat bertahan dan terus menghasilkan ketika kering dan panas, juga tumbuh secara optimal pada lahan kering di seluruh bagian tropis. Selain itu, tanaman ini dapat tumbuh hingga 10 atau 12 m tingginya.. Tanaman ini batangnya berkayu, tegak, berwarna putih kotor, namun batang kayunya lunak atau mudah patah (Roloff, dkk., 2008). Daun kelor merupakan daun majemuk dimana tangkai daunnya memiliki cabang kedua namun biasanya sampai percabangan ketiga yang memiliki panjang hingga 45 cm. Daun kelor memiliki panjang 1,2 hingga 2,0 cm dan lebar 0,6 hingga 1,0 cm. Bagian permukaan atas helai daun kelor berwarna hijau dan sedangkan bagian permukaan bawah berwarna lebih pucat, juga kedua permukaan halus. Daun kelor berbentuk bulat menyerupai telur, daunnya yang tipis dan lemas membentuk pangkal daun membulat dan ujung yang tumpul (Roloff, dkk., 2008). Bunga tanaman kelor bewana putih kekuning-kuningan, berkelamin ganda dan memiliki aroma bau semerbak. Bunga tersebut muncul di ketiak daun sekitar 10-25 cm, serta kelopaknya putih sedikit krem (Roloff, dkk., 2008). Buah kelor menggantung panjang berbentuk segitiga yang berisi polong yang membujur panjang sekitar 9 buah. Buah kelor ini biasanya memiliki panjang 20 hingga 50 cm. Setiap polong berisi hingga 26 biji. Polong akan menjadi coklat bila matang dan terbuka membujur mengeluarkan biji yang berbentuk segitiga, dimana biji tersebut akan menjadi hijau tua seiring dengan perkembangannya, dan memerlukan waktu 3 bulan untuk matang setelah berbunga. Biji yang telah matang tersebut memiliki diameter 1 cm dengan 3 helai sayap putih dan ringan seperti kertas yang akan membentuk segitiga (Roloff, dkk., 2008).
6 Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Kandungan Daun kelor yang telah dikarakterisasi diketahui mengandung kaya akan vitamin seperti tiamin dan riboflavin, mineral, asam amino, dan asam lemak. Sebagai tambahan, daun kelor diketahui mengandung berbagai macam senyawa antioksidan, seperti asam askorbat, flavonoid, fenol, dan karotenoid (Stosh dan Hartman, 2015). Menurut Fahey, (2005), daun kelor mengandung lebih banyak vitamin A dibanding wortel, lebih banyak zat besi dibanding bayam, lebih banyak kalium dibanding pisang, serta kualitas protein dari daun kelor dapat menyaingi susu dan telur, hal inilah salah satu alasan mengapa kelor dikatakan mengandung kaya akan nutrisi, sedangkan pada bijinya mengandung 19-47% minyak yang dikenal sebagai ben oil, yang kaya akan palmitat, stearat, dan asam oleat (Roloff, dkk., 2008). 2.1.3 Manfaat Daun kelor mengandung banyak nutrisi seperti asam amino, asam lemak, vitamin, dan mineral yang digunakan untuk melawan malnutrisi yang biasanya terjadi pada balita, ibu menyusui, dan segala kelompok umur. Kandungan daun kelor yang tinggi tidak perlu diragukan untuk manfaat kesehatan salah satu contohnya adalah pemberian serbuk daun kelor pada situasi kelaparan dalam keadaan terkontrol ternyata menghasilkan hasil studi klinis yang baik. Daun kelor ini merupakan sumber makanan yang menjanjikan di daerah tropis karena pohon ini tetap tumbuh dengan daun yang banyak pada akhir musim kering dimana sumber makanan mulai sulit diadapatkan (Fahey,
2005). Menurut Stosh dan
Hartman, (2015), berbagai sediaan daun kelor dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi, antihipertensi, diuretik, antimikroba, antioksidan, dan antidiabetes.
7 Universitas Sumatera Utara
2.2 Mineral Mineral merupakan bagian tubuh dan memegang peran penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara berlainan. Mengonsumsi mineral terlalu sedikit maupun berlebihan dapat menyebabkan gangguan gizi. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg per hari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg per hari (Almatsier, 2008). Keseimbangan ion-ion mineral dalam tubuh mengatur proses metabolisme, mengatur keseimbangan asam basa, tekanan osmotik, membantu transpor senyawa-senyawa penting pembentuk membran, beberapa diantaranya adalah konstituen pembentuk jaringan tubuh. Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 1994). 2.2.1 Mangan Mangan memiliki 2 katagori umum dari fungsi biokimianya. Pertama, seperti magnesium, mangan diperlukan untuk aktivasi sejumlah enzim dalam beberapa proses metabolisme, termasuk piruvat dan karboksilase asetil-CoA serta dehidrogenase isositrat pada siklus Krebs. Fungsi lainnya adalah sebagai komponen metalloenzim, salah satu yang paling banyak diketahui adalah mangan superoxide dismutase atau Mn-SOD, dimana berfungsi untuk mengeliminasi radikal bebas di mitokodria. Sumber terbaik mangan adalah kacang-kacangan dan biji-bijian, serta sayuran juga sumber mangan yang baik dimana mangan merupakan bagian rantai transpor elektron fotosintesis dimana magnesium juga
8 Universitas Sumatera Utara
terdapat di dalamnya sebab merupakan bagian dari klororfil, sedangkan daging, susu, ayam, dan makanan laut tidak banyak mengandung mangan (Linder, 1992). 2.2.2 Zink Zink sebagai suplemen diketahui dapat memperpendek fase sekresi pada kasus diare dan memiliki efek yang besar dalam proses penyembuhan. Zink juga dikaitkan kritis kepada respon imun, ketidakcukupan asupan zink dapat ditandai dengan penurunan imun bahkan dapat sampai terjadi disfungsi imun, hal ini kadang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada kulit dan diare. Kondisi seperti ini juga yang dialami pada kasus anak-anak dengan kasus malnutrisi. Namun perlu ditegaskan karena zink adalah nutrisi yang terbatas maka apabila konsumsi zink berlebih akan terjadi interfensi pada metabolisme copper atau tembaga (Golden, 2009). Zink juga telibat dalam metabolisme vitamin A, dimana mineral ini berikatan dengan suatu enzim yang disebut enzim dihidrogenase untuk metabolismenya. Juga zink diperlukan dalam sintesis ptotein pengikat retinol di dalam hati. Salah satu sumber terbesar zink adalah pada biji-bijian dan sayuran berserat tinggi (Linder, 1992). 2.3 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu
metode yang digunakan
untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas. Metode ini secara luas digunakan untuk analisis kuantitatif logam dalam matriks yang kompleks. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai
9 Universitas Sumatera Utara
kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2008). Secara garis besar prinsip sepektrofotometri serapan atom ini sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk
spektrum,
cara
pengerjaan
sampel
dan
peralatannya.
Metode
spektrofotometri serapan atom ini mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar dan Rohman, 2008). Jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (atau suatu senyawa logam) dialirkan ke dalam suatu nyala maka terbentuklah uap yang mengandung atom-atom logam itu. Atom logam dalam bentuk gas tersebut tetap berada pada keadaan tidak tereksitasi atau dalam kondisi dasar. Jika cahaya dengan panjang gelombang yang khas dengan logam tersebut dilewatkan pada nyala yang mengandung atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan penyerapan tersebut menyebabkan elektron tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Inilah asas yang mendasari spektrofotometri serapan atom (Gandjar dan Rohman, 2008). Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion logam dan mineral tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang ditimbulkan dari bahan, misalnya dengan mengalirkan larutan zat ke dalam api (Ditjen POM, 1995). Pembentukan atom-atom logam dan mineral dalam nyala dapat terjadi bila suatu larutan sampel yang mengandung logam dan mineral dimasukkan dalam
10 Universitas Sumatera Utara
nyala. Menurut Basset, dkk., (1994), peristiwa yang terjadi secara singkat setelah sampel dimasukkan ke dalam nyala adalah: 1.
Penguapan pelarut yang meninggalkan residu
2.
Penguapan zat padat dengan dissosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar.
3.
Beberapa atom dapat tereksitasi oleh energi panas nyala ke tingkatan tingkatan energi yang lebih tinggi, dan mencapai kondisi dimana atom tersebut akan memancarkan energi.
2.3.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom Instrumen spektrofotometri serapan atom meliputi berikut: 1.
Sumber Sinar Sumber sinar yang diapaki adalah lampu katoda berongga (hollow cathode
lamp). Lampu katoda ini terdiri ata tabung kaca tertutup yang mengandung katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2008). 2.
Tempat Sampel Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral
yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya yaitu: a.
Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala bergantung gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen - udara: 2200oC. Pada sumber nyala ini, asetilen sebagai pembakar dan udara sebagai agen
11 Universitas Sumatera Utara
pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2008). Beberapa temperatur nyala yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Temperatur Nyala Bahan Bakar
Oksidan Udara
Oksidan Oksigen
N2O
Hidrogen
2100
2780
-
Asetilen
2200
3050
2955
Propana
1950
2800
-
Sumber: Khopkar (1985). b.
Tanpa nyala Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil
sedikit (hanya beberapa µl), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2008).
3.
Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda (Gandjar dan Rohman, 2008).
12 Universitas Sumatera Utara
4.
Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2008). 5.
Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima
dari detektor sehingga dapat dibaca sebagai alat pencari hasil (Readout) (Gandjar dan Rohman, 2008). 6.
Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi. Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katoda tabung. Pada umumnya, peralatan yang digunakan untuk mengalirkan sampel menuju nyala adalah nebulizer yang dihubungkan dengan pembakar (burner). Sebelum menuju nyala, sampel mengalir melalui pipa kapiler dan menghasilkan aerosol oleh aliran gas pengoksidasi. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju burner. Sampel yang menuju burner hanya sekitar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat pembuangan. Sampel yang berada pada nyala lalu diatomisasi dan cahaya dari lampu katoda tabung dilewatkan melalui nyala. Sampel yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut (Gandjar dan Rohman, 2008). Sistem peralatan spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
13 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom (Sumber: Harris, 2007) 2.3.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom Gangguan-gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa yang menyebebkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi pada SSA adalah sebagai berikut: 1.
Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absortion) Gangguan ini terjadi akbat penyerapan cahaya dari sumber sinar yang
bukan berasal dari atom - atom yang dianalisis. Penyerapan non - atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya-cahaya oleh partikel-partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non - atomik ini adalah kerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2008). 2.
Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi banyaknya atom dalam nyala Menurut Gandjar dan Rohman (2008), pembentukan atom-atom netral
yang masih dalam keadaan asas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu: 14 Universitas Sumatera Utara
a.
Dissosiasi senyawa - senyawa yang tidak sempurna Dissosiasi ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala.
b.
Ionisasi atom - atom dalam nyala Ionisasi terjadi akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip dengan spektrofotometri serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan asas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral.
c.
Gangguan spektrum Gangguan spektrum dalam spektrofotometri serapan atom timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya resolusi monokromator pada spektrofotometri serapan atom (Gandjar dan Rohman, 2008).
d.
Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat matriks sampel yang dapat mengganggu analisis adalah yang mempengaruhi laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas dan berat jenis (Gandjar dan Rohman, 2008).
2.4 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
15 Universitas Sumatera Utara
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut Harmita, (2004) adalah sebagai berikut: 1.
Kecermatan (accuracy) Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu: a.
Metode simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
b.
Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks adalah sebagai beikut ini:
16 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2
Rentang Persen Perolehan Kembali yang Diizinkan pada Analit Sampel
Jumlah analit pada sampel
Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)
1 ppm
80-110
100 ppb
80-110
10 ppb
60-115
1 ppb
40-120
Sumber: Harmita (2004) 2.
Keseksamaan (precision) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.
3
Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel. 4
Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang
17 Universitas Sumatera Utara
dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima. Menurut Gandjar dan Rohman (2008), linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (Y) dengan konsentrasi (X). 5
Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi (Limit of Detection, LOD) merupakan jumlah terkecil analit
dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi ( Limit of Quantitation , LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
18 Universitas Sumatera Utara