BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 2.1.1. Sistematika Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
Menurut Whitmore (1992), kedudukan tanaman Zanthoxylum di dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rutales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Zanthoxylum
Spesies
: Zanthoxylum acanthopodium DC.
2.1.2. Deskripsi Andaliman
Andaliman berupa semak atau pohon kecil yang memiliki cabang rendah, tingginya mencapai 5 m dan merupakan tumbuhan menahun. Permukaan batang, cabang dan ranting andaliman berduri. Daun andaliman merupakan daun majemuk yang tersebar diseluruh batang dan cabang (Siregar, 2002). Bunganya majemuk berbatas dalam anak payung dan mempunyai perhiasan bunga satu lingkaran yaitu kelopak yang disusun oleh lima daun kelopak bebas (Tjitrosoepomo, 1991). Dasar bunganya rata dan berbentuk kerucut serta berukuran kecil. Buah andaliman berbentuk bulat bewarna hijau, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan ada rasa getir yang tajam dan khas serta dapat merangsang produksi air liur (Siregar, 2002).
Universitas Sumatera Utara
A
B
Gambar 2.1. Buah andaliman; A. Buah muda, B. Buah yang sudah tua
2.1.3. Kandungan Senyawa Kimia Andaliman Andaliman mengandung senyawa polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu juga terdapat minyak atsiri seperti geraniol, linalool, cineol, dan citronella yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon (Simangunsong, 2008 dalam Sinaga, 2009). Ekstrak segar andaliman mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan steroid (Nababan, 2012). Tanaman andaliman juga mengandung senyawa terpenoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik bagi kesehatan dan berperan dalam mempertahankan mutu produk pangan dari berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi serta perubahan warna dan aroma makanan. Senyawa terpenoid juga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba, sehingga andaliman dapat dijadikan bahan baku senyawa antioksidan dan antimikroba bagi industri (Wijaya, 1999). Menurut Suryanto et al., (2008), hasil ekstraksi dan kandungan total fenolik andaliman adalah: Tabel 2.1. Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman Jenis Nama Ilmiah Ekstrak Rendemen Total Fenolik Tanaman (mg/g) (µg/g) Andaliman Heksana 78,06±2,48 27,7±0,58 Zanthoxyllum Aseton 31,75±5,56 91±0,03 acanthopodium Etanol 69,98±3,36 125,3±0,59 Fenolik merupakan suatu senyawa dimana gugus OH- nya terikat pada inti benzene (inti aromatik). Fenola ialah suatu senyawa yang terbentuk apabila satu atau
Universitas Sumatera Utara
lebih atom N dan inti benzene (inti aromatik) diganti oleh gugus ori (hidroksil). Fenol bersifat asam jika dilarutkan dalam air (Sulaiman, 1990). Golongan senyawa fenolik merupakan komponen bioaktif yang terdapat pada tanaman. Fenolik atau polifenol adalah senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut dan lingkungan (Lenny, 2006). Beberapa senyawa fenolik memiliki sifat toksik terhadap hewan pemangsa, tumbuhan dan senyawa fenolik lainnya memiliki aktivitas antiinflamasi sehingga dapat menghambat sintesis prostaglandin (Robinson, 1995).
2.2. Tahap-tahap perkembangan 2.2.1. Periode praimplantasi Periode praimplantasi terjadi setelah pembuahan (fertilisasi) yaitu proses penyatuan ovum dan sperma (Isnaeni, 2006), sehingga menghasilkan zigot (Syahrum, 1994; Nalbandov, 1990), zigot berkembang dan akan mengalami pembelahan (cleavage) yaitu merupakan serangkaian pembelahan mitotik yang menyebabkan sitoplasma zigot semakin banyak dan akan terus-menerus membelah sehingga zigot akan tampak seperti buah arbei yang disebut morula (Sadler, 2006), Morula akan berkembang menjadi blastokista, yang membentuk rongga blastocoel (Sperber, 1991). Membran bagian luar sel membentuk tropoblas, kemudian tropoblas berubah menjadi korion lalu akan membentuk plasenta. Tropoblas bagian dalam menghasilkan cairan amnion, membran bagian dalam membentuk massa sel dalam yang kemudian akan berkembang menjadi embrio (Sadler, 2006).
2.2.2. Periode Embrionik
Periode embrionik dibagi menjadi 3 periode: prasomit, somit dan pasca somit. Selama periode prasomit, lapisan primer embrio dan adnexa embrionik (membran fetus) terbentuk dalam massa sel dalam. Pada periode somit, ditandai dengan munculnya segmen metamerik dorsal yang prominen, pola dasar sistem tubuh dan organ utama, ditentukan. Periode pasca-somit ditandai dengan pembentukan bagian
Universitas Sumatera Utara
luar tubuh (Sperber, 1991). Periode pasca-somit merupakan fase organogenesis, pada fase ini terjadi diferensiasi pembentukan organ tubuh, sehingga pada fase ini merupakan fase paling peka terjadinya malformasi anatomik dan pengaruh buruk lainnya dengan beberapa kemungkinan: pengaruh letal, pengaruh sub letal dan gangguan fungsional (Santoso, 1990).
2.2.3. Periode Fetus
Periode fetus terjadi setelah organogenesis hingga saat lahir. Tahap ini ditandai dengan munculnya pusat osifikasi dan pergerakan pertama dari fetus. Terdapat sedikit diferensiasi atau organogenesis jaringan baru, tetapi juga ada pertumbuhan yang cepat dan pembesaran struktur dasar yang sudah terbentuk (Sperber, 1991).
2.3. Tahap Perkembangan Kraniofacial
Regio kepala berasal dari mesoderm paraksial dan mesoderm lempeng lateral, krista neuralis dan region ektoderm yang menebal dikenal sebagai plakoda ektoderm. Mesoderm paraksial membentuk dasar tengkorak dan sebagian kecil region oksipital, semua otot volunder regio kraniofasial, dermis dan jaringan ikat dibagian dorsal kepala (Sadler, 2006).
Mesoderm paraksial juga membentuk pusat prosensephalik yang berjalan melalui garis primitive berada di ujung rostral notokord dibalik forebrain (prosensephalon), merangsang pembentukan alat indra penglihatan dan telinga luar, telinga tengah serta sepertiga atas wajah (Sperber, 1991).
2.3.1. Pembentukan Sistem Saraf Pusat Pembentukan sistem saraf diawali dengan proses pembentukan bumbung neural yang disebut neurulasi (Sabri, 2009). Lempeng saraf berasal dari ektoderm, memanjang dan meluas ke arah primitif, lalu tepi lempeng saraf meninggi untuk membentuk lipatan saraf (neural fold) dan bagian tengah yang cekung membentuk alur saraf (neural
Universitas Sumatera Utara
groove), lipatan saraf tumbuh ke atas dan ke garis tengah lalu terjadilah fusi sehingga terbentuk tabung saraf (neural tube) (Sadler, 2006). Pada awal embrio mamalia, struktur bumbung neural masih berupa tabung yang lurus. Sebelum posterior terbentuk, bagian anterior dari bumbung neural membengkak dan menjadi 3 vesikel primer yaitu: a. Forebrain (Prosencephalon)
: Prosencephalon akan berdiferensiasi menjadi 2
bagian yaitu bagian anterior membentuk telencephalon dan bagian posterior membentuk diencephalon. b. Midbrain (Mesencephalon)
: Mesencephalon akan berdiferensiasi membentuk
suatu rongga (Aquaduct cerebral). c. Hindbrain (Rhombencephalon) : Rhombencephalon akan berdiferensiasi menjadi 2 bagian yaitu bagian anterior yang akan membentuk myelencephalon yang kemudian berkembang membentuk medulla oblongata yang menghasilkan saraf untuk mengatur pergerakan respirasi, gastrointestinal dan cardiovascular. Bagian posterior membentuk metencephalon yang kemudian akan muncul sereblum (Sabri, 2009). Pada saat tabung saraf tertutup terjadi 2 penebalan ektoderm bilateral, sehingga akan terbentuk plakoda otika (lempeng telinga) dan plakoda lentis (lempeng lensa) (Sadler, 2006).
2.3.2. Perkembangan Wajah, Mulut dan Hidung Wajah berasal dari 5 tonjolan yang mengelilingi cekungan sentral, stomodeum, yang membentuk bakal mulut (Sperber, 1991). Tonjolan-tonjolan pada wajah dan ceruk mulut terletak di atas tonjol jantung yang disebabkan melengkungnya embrio sehingga tonjolan wajah tidak terlihat. Tonjolan wajah dapat terlihat setelah terangkat dari tonjol-tonjol jantung (Drews, 1996). Tonjol-tonjolan tersebut adalah frontonasal tengah tunggal dan sepasang tonjolan maksila dan mandibula (Sperber, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Prominensia frontonasalis (frontonasal tengah tunggal) yang terdiri dari dua sisi akan membentuk plakoda nasalis dan membentuk batas atas stomodeum (Sadler, 2006). Plakoda nasalis akan mengalami invaginasi sehingga terbentuk fovea nasalis serta tonjol hidung medial dan lateral (Drews, 1996). Prominensia maksilaris akan berkembang dan tumbuh ke arah medial sehingga menekan prominensia medial ke garis tengah. Celah yang terdapat diantara prominensia nasalis dan prominensia maksilaris yaitu nasolakrimal hilang sehingga keduanya menyatu. Prominensia nasalis medial dan prominensia maksilaris akan membentuk bibir atas, sedangkan bibir bawah dibentuk oleh prominensia mandibularis yang menyatu dibagian tengah, lalu prominensia maksilaris akan terus membesar sehingga membentuk pipi (Sadler, 2006).
Celah bibir atas dan celah bagian depan palatum terbentuk dari kegagalan desintegrasi normal dari sayap nasal, kematian sel atau pertukaran mesensimal dengan cara menghalangi penyatuan mesensim nasal medial dan maksilar (Sperber, 1991). Tonjolan nasal medial akan menyatu digaris tengah membentuk langit-langit primer (Drews, 1996). Dalam zona peleburan antara tonjol-tonjolan nasal medial dan lateral, serta tonjol maksilar terbentuk kelim epitelial (tembok epitel Hofstetter) bersifat sementara. Tembok epitel terbentang di kedalaman antara langit-langit primer dan langitan sekunder (Drews, 1996), langit-langit sekunder tersebut berasal dari perluasan mesoderm (Craigmyle & Presley, 1975). Dibelakang langit-langit primer terdapat rongga tekak sebagai kesatuan yang terisi oleh lidah dan meluas sampai pada dasar tengkorak. Melalui langit-langit sekunder rongga ini terbagi menjadi lorong hidung definitif dan rongga mulut, lalu terbentuk lempeng langit-langit yang mula-mula terdapat pada sisi lateral lidah. Pada batas antara langit primer dan langi-langit sekunder berasal dari lempeng langit-langit (Drews, 1996). Hidung merupakan hasil dari tonjolan frontal, penyatuan tonjolan nasal medial, tonjolan nasal lateral (ala), dan kapsul tulang rawan nasal terdiri dari septum dan cocha nasal (Sperber, 1991). Tonjolan frontal (prominensia frontonalis) akan membentuk jembatan hidung. Tonjolan nasal medial (prominensia nasal medial) akan menyatu sehingga membentuk lengkung hidung dan ujung hidung. Tonjolan nasal
Universitas Sumatera Utara
lateral (prominensia nasal lateral) akan membentuk cuping hidung disebut juga alae (Sadler, 2006). Celah hidung akan terpisah, lalu terjadilah penggabungan tonjolan nasal medial, maksila, dan nasal lateral, sehingga membentuk lubang hidung yaitu nares anterior (Sperber, 1991).
2.3.3. Perkembangan Mata
Perkembangan mata berasal dari diencephalon, lalu akan mengalami diferensiasi membentuk vesikula optika kemudian akan menginduksi ektoderm untuk membentuk plakoda lensa. Plakoda lensa mengalami invaginasi dan berkembang menjadi vesikula lentis (vesikel lensa) kemudian vesikula lentis terlepas dari ektoderm dan berada di mulut cawan optik. Bagian luar dari dinding cawan optik akan membentuk retina neural yang terdiri dari fotoreseptor, sel glia, interneuron dan sel ganglion (Sadler, 2006).
2.3.4. Pembentukan Telinga
Perkembangan telinga berasal dari penebalan ektoderm rhombencephalon membentuk plakoda otika lalu mengalami invaginasi membentuk vesikula otika kemudian akan membentuk 2 bagian: a. bagian ventral menghasilkan sakulus dan duktus koklearis, b. bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis semisikularis dan duktus endolimpatikus, lalu secara bersama membentuk labirin membranosa (Sadler, 2006). Labirin membranosa mengandung sel-sel epitel yang akan dimodifikasi menjadi neuroepitel (sel rambut). Labirin membranosa yang pertama ditransformasikan menjadi tulang rawan, lalu menjadi tulang labirin (Adnan, 2008).
Neuroepitel dilapisi oleh membran tektoria, lalu bersama sel sensorik akan menbentuk organ corti. Selama pembentukan vesicular otika, suatu kelompok kecil sel memisah dari dindingnya dan membentuk ganglion statoakustik, lalu ganglion terpisah menjadi bagian kokleare dan vestibula yang masing-masing memasok sel
Universitas Sumatera Utara
sensorik organ corti dan sel-sel sensorik sakulus, utrikulus, kanalis dan semisirkularis (Sadler, 2006).
Telinga tengah berasal dari kantung faring pertama yang tumbuh ke arah lateral, bagian distal disebut processus tubotymphanicus lalu melebar membentuk cavum
tympani.
Bagian
proksimal
membentuk
saluran
eustachius
yang
menghubungkan cavum tympani dengan nasofaring, lalu akan membentuk cavum tympani. Cavum tympani akan menginvaginasi tulang prosesus mastoideus dan terbentuklah peneumatisasi (kantong-kantong udara) (Adnan, 2008).
Telinga luar berasal dari bagian dorsal celah faring pertama yang akan berkembang membentuk meatus akustikus ekstermus, lalu berpoliferasi membentuk lempeng epitel solid, sumbat meatus bersama-sama dengan lapisan epitel endoderm di kavitas tympani dan lapisan intermedier jaringan ikat untuk membentuk gendang telinga. Perkembangan selanjutnya terjadilah enam poliferasi mesenkim pada ujung dorsal arkus faring pertama dan kedua, lalu terjadilah penyatuan meatus akustikus eksternus dan membentuk aurikula. Dengan terbentuknya mandibula, telinga luar naik ke samping kepala setinggi mata (Sadler, 2006).
2.4. Teratogenesis
Teratogenesis adalah kelahiran bayi yang abnormal akibat gangguan zat asing yang masuk ke dalam tubuh ibu (Wirohusodo, 1995 dalam Tampubolon, 2000). Studi tentang asal mula embriologis dan kuasa berbagai cacat lahir (teratogen) disebut teratologi (Sadler, 2006). Teratologi merupakan bagian embriologi eksperimental yang berusaha menjelaskan hubungan sebab-akibat pada terjadinya berbagai malformasi. Salah satu aspeknya ialah penelitian semua obat baru terhadap khasiat teratogenik melalui percobaan pada hewan (Drews, 1996). Zat yang menyebabkan efek teratogenik
disebut dengan teratogen. Teratogen adalah senyawa organik
maupun anorganik yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik (zat yang dapat merusak sistem biologis dari makhluk hidup) (Wirohusodo, 1995 dalam Tampubolon, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pemakaian bahan kimia berhasil meningkatkan mutu kehidupan masyarakat tetapi menimbulkan dampak negatif. Senyawa kimia selain bersifat toksik juga dapat bersifat teratogenik. Pemberian bahan kimia selama periode organogenesis pada hewan betina yang sedang bunting dapat menyebabkan kelainan perkembangan atau bersifat teratogenik karena merupakan periode yang sensitif (Susantin et al., 2006).
Menurut Sadler (2006), faktor-faktor yang menentukan kapasitas suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah didefenisikan dan diajukan sebagai prinsip teratologi. Prinsip tersebut mencakup:
a. Kerentanan terhadap teratogenesis yang bergantung pada genotipe konseptus dan cara bagaimana komposisi genetik ini berinteraksi dengan lingkungan. b. Kerentanan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan saat pajanan. c. Manifestasi gangguan perkembangan bergantung pada dosis dan lama pajanan ke teratogen. d. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan jaringan yang sedang berkembang untuk memicu kelainan embriogenesis (patogenesis). e. Manifestasi kelainan perkembangan adalah kematian, malformasi, retardasi pertumbuhan, dan gangguan fungsional.
2.5.
Kerja Zat Teratogen
Menurut Sadler (2006), yaitu data yang tersedia mengenai kerja faktor teratogenik pada mamalia, beberapa prinsip dasar telah dikemukakan. Walapun masih awal untuk menyusun ini sebagai hukum. Prinsip ini harus diingat dalam mempertimbangkan kemungkinan bahwa kelainan dipengaruhi oleh faktor teratogenik tertentu yaitu:
a. Tingkat perkembangan mudigah menentukan kepekaan terhadap faktor-faktor teratogenik b. Pengaruh faktor teratogenik tergantung pada genotip c. Zat teratogenik bekerja dengan cara khusus pada segi tertentu metabolisme sel.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik disebabkan oleh beberapa faktor: a. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin b. Obat mengganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi janin. c. Obat juga dapat memberikan efek langsung pada proses diferensiasi pada jaringan janin yang sedang berkembang. d. Diferensiasi zat esensial yang dibutuhkan janin juga berperan terjadinya abnormalitas (Zakiah & Farn, 2011).
Tipe reaksi yang timbul akibat teratogen bergantung pada tahap perkembangan pada saat pemaparan senyawa kimia yang bersangkutan. Ada 4 tahap utama gestasi pada manusia yaitu: a. Praimplantasi berlangsung 12 hari sejak konsepsi sampai implantasi, pada mencit betina berlangsung pada 1-4 hari. b. Organogenesis selama hari ke- 13 sampai ke- 56 kehamilan, pada mencit sekitar 614 hari kebuntingan c. Triwulan ke- 2 dan triwulan ke- 3 perkembangan fungsional dan pertumbuhan nyata terjadi pada gigi atau sistem saraf pusat, endokrin, genital dan sistem imun. d. Tahap kelahiran relatif singkat yaang mengakhiri kemungkinan disebabkan oleh senyawa kimia yang dikonsumsi ibu sehingga dapat mempengaruhi fetus (Herman & Mutiatikum, 1990).
Universitas Sumatera Utara