TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospoermae
Class
: Dicotyledone
Ordo
: Myrtiflorae
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Eucalyptus
Species
: Eucalyptus grandis (Ayensu, 1980).
Ekaliptus merupakan spesies terbesar ke dua di dunia yang ditanam dalam Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik yang berasal dari Australia dan mulai ditanam di PT. Toba Pulp Lestari pada tahun 1989 yang dulunya masih bernama PT. IIU (Indorayon Inti Utama). Suryominoto (1997), menyatakan ekaliptus termasuk famili myrtaceae yang banyak terdapat di Indonesia khususnya di daerah Timor. Tanaman ini mempunyai beberapa nama daerah seperti kayu putih. Ekaliptus termasuk jenis tanaman pohon yang ketinggiannya dapat mencapai 25 meter. Pohon ekaliptus dapat tumbuh dengan baik di tempat-tempat yang terbuka dan kena sinar matahari langsung baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Ekaliptus termasuk jenis pohon yang cepat tumbuh, pada umur 7 tahun sudah bisa ditebang untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas. Riap volume tegakan eukaliptus bergantung pada kepadatan (jumlah) pohon yang menyusun
Universitas Sumatera Utara
tegakan tersebut (degree of stocking), jenis, dan kesuburan tanah (Karyaatmadja, 2000). Ekaliptus termasuk famili myrtaceae dan merupakan tumbuhan yang endemik di Indonesia khusunya di daerah Timor. Memiliki batang yang lurus, kayu berwarna putih sebagian ataupun seluruh batangnya. Pada tegakan alami ketinggian pohon mencapai 50-60 m dengan diameter batang 200 cm (Ayensu, 1980). Tanaman ekaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan papan licin, berserat, bercak luka yang mengelupas. Daun berseling kadangkadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip atau sejajar, berbau bila diremas. Bunga berbentuk payung yang rapat kadangkadang mulai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering dan berdinding tipis, biji berwarna coklat dan hitam (Sutisna dkk. 1998).
Sifat Umum Kayu Warna Kayu Warna kayu disebabkan adanya zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu sangat bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang berbeda saja, tetapi perbedaan warna juga terjadi dalam jenis kayu yang sama, bahkan dapat terjadi pada sebatang kayu (Mandang dan Pandit, 1997). Warna dari suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1. Tempat di dalam batang 2. Umur dari pohon pada saat ditebang
Universitas Sumatera Utara
3. Kelembaban udara dan penyingkapan. Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya akan lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu segar, ini tergantung kepada keadaan lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari, dan sebagainya) (Bowyer et al., 2003). Kilap Kayu Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap kayu tergantung dari sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaan kayu dan tergantung juga dari jenis sel pada permukaan kayu tersebut (Mandang dan Pandit, 1997). Serat Kayu Serat menunjukkan arah umum sel-sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang, dikatakan kayu itu berserat miring (Dumanauw, 1990). Serat kayu dalam identifikasi kayu berarti sifat dari kayu yang menunjukan arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap
Universitas Sumatera Utara
sumbu batang pohon. Arah serat ini dapat ditentukan dari arah alur-alur yang terdapat di dalam kayu. Kayu dikatakan memiliki serat lurus (straight grain) jika arah umum dari sel-sel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum dari sel-sel pajang tadi menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu batang pohon maka disebut serat miring (cross grain). Serat miring dibagi menjadi sebagai berikut : 1. Serat terpadu (interlocked grain) : bila sebatang kayu terdiri atas lapisanlapisan yang secara berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kanan atau ke kiri terhadap sumbu batang. Misalnya kayu rengas, kapur dan kulim. 2. Serat berombak (wavy grain) : bila permukaan kayunya menunjukkan serat-serat atau gambaran yang berombak. Misalnya kayu rengas dan merbau. 3. Serat terpilin (spiral grain) : apabila serat dari batang membuat gambaran seakan-akan mengelilingi sumbunya (puntir). Misalnya bintangur, kasuarina. 4. Serat diagonal : serat yang terdapat pada sepotong kayu atau papan yang digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar dengan sumbu batang tetapi membentuk sudut. Serat diagonal ini disebabkan karena perlakuan manusia, maksudnya karena cara penggergajian. Sedangkan arah serat yang lain (serat terpadu, serat berombak, terpilin) disebabkan oleh karena faktor lingkungan, seperti angin, dan sebagainya. (Mandang dan Pandit, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Panjang Serat No Golongan 1 Pendek 2 Sedang 3 Panjang Sumber Casey (1960) dalam Panggabean (2008) Tabel 2. Klsifikasi Diameter Serat No Golongan 1 Tipis 2 Sedang 3 Lebar Sumber Casey (1960) dalam Panggabean (2008) Bau dan rasa
Panjang serat (µ) <900 900 – 1600 >1600
Diameter serat (mm) 0,002 – 0,010 0,010 – 0,025 0,025 – 0,040
Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu itu lama tersimpan di udara luar. Sifat bau dari kayu dapat digambarkan sesuai dengan bau yang umum dikenal (Dumanauw, 1990). Kekerasan Pada umumnya kekerasan kayu berhubungan langsung dengan berat kayu. Kayu-kayu yang keras juga termasuk kayu-kayu yang berat. Sebaliknya kayukayu yang ringan adalah juga kayu yang lunak (Dumanauw, 1990).
Sifat Anatomi Kayu Pembuluh/pori-pori Kebanyakan kayu di Indonesia memiliki pembuluh/pori-pori yang tersebar dan membaur. Hanya beberapa jenis saja yang diketahui mempunyai pembuluh/pori-pori yang tersebar menurut pola tatalingkar. Ciri pori-pori ini tatalingkar adalah pembuluh yang berdiameter besar tersusun dalam deret konsentrik pada awal lingkar tumbuh sedangkan pembuluh yang kecil tersusun dalam deret konsentrik pada akhir lingkar tumbuh (Mandang dan Pandit, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Susunan pembuluh/pori-pori dapat dibagi 2 yaitu soliter dan berganda. Pembuluh yang dikatakan soliter jika berdiri sendiri, dan dikatakan berganda jika dua atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding singgung tampak datar (Mandang dan Pandit, 1997). Parenkim Di dalam kayu, parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan. Menurut Pandit dan Ramdan (2002), berdasarkan penyusunannya parenkim dibagi atas dua macam yaitu: 1. Parenkim aksial, yang tersusun secara vertikal 2. Parenkim jari-jari, yang tersusun secara horizontal Ciri parenkim yang penting untuk diidentifikasi adalah susunannya sebagaimana dilihat pada penampang lintang kayu. Pada bagian ini, dengan bantuan lup parenkim biasanya dapat dilihat berupa jaringan yang berwarna lebih cerah daripada jaringan serat umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau coklat kemerahan (Mandang dan Pandit, 1997). Serabut Sel serabut berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, sehingga mempunyai dinding sel yang relatif tebal-tebal. Peranan sel serabut dalam identifikasi kayu pada umumnya tidak banyak, tetapi kadang-kadang juga dapat membantu. Serabut dibagi atas dua macam, dan pembagian ini didasarkan atas jenis noktahnya, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Serabut Libiform yaitu memiliki noktah sederhana yang lebih kecil. Serabut libriform lebih bersifat memberi kekuatan, karena diameternya lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit. 2. Serabut Trakeida yaitu sel serabut yang memiliki noktah halaman. (Pandit dan Ramdan, 2002).
Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu merupakan faktor dalam dari struktur kayu yang sangat menentukan, disamping peran lingkungan dimana kayu tersebut tumbuh. Beberapa sifat fisis kayu yang dianggap penting antara lain: kadar air, berat jenis kayu, dan kembang susut kayu (Dumanauw, 1990). Kadar air Kayu adalah bahan yang bersifat higroskopis yaitu mampu untuk menyerap dan melepaskan air, baik dalam bentuk cairan atau uap air. Penyerapan atau pelepasan air tergantung pada suhu dan kelembaban sekitarnya, serta jumlah air yang ada di dalam kayu. Kadar air kayu akan berubah dengan berubahnya kondisi udara di sekitarnya. Perubahan kadar air kayu akan berpengaruh terhadap dimensi dan sifat-sifat kayu (Bowyer et al, 2003). Panshin dan de Zeeuw (1980) menyatakan bahwa kadar air kayu merupakan jumlah air yang dikandung kayu, yang dinyatakan dalam berat kering ovennya. Jumlah air yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40 - 200 % berat kering kayu Kayu berasal dari pohon yang dalam pertumbuhannya memerlukan air untuk transportasi hara dari tanah ke daun dan hasil asimilasi dari daun ke bagian
Universitas Sumatera Utara
pohon lainnya. Pada kayu segar (baru ditebang), air terdapat di rongga sel (air bebas) dan molekul air di dinding sel, berkaitan dengan tangan OH (Hydroxyl group), serta uap air yang terdapat di dalam rongga sel. Hampir semua sifat kayu atau produk kayu dipengaruhi oleh kadar air. Maka penting untuk mengetahui keberadaan air dalam kayu, macam-macam kadar air dan kaitan keberadaannya dengan perubahan dimensi atau sifat-sifat kayu yang terjadi (Bowyer et al, 2003). Kerapatan Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur yang terdiri dari selsel yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik yang membedakan kayu satu dengan kayu lainnya. Berat jenis (BJ) kayu merupakan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4°C (Bowyer et al, 2003). Berat jenis atau kerapatan merupakan salah satu sifat fisik kayu yang sangat penting, karena tinggi rendahnya berat jenis akan mempengaruhi sifat-sifat fisik lainnya dan sifat mekanik, serta pemanfaatan kayu yang bersangkutan. Berat jenis atau kerapatan menunjukkan rasio antar dinding sel terhadap pori-pori setiap jenis kayu. Berat jenis kayu diterjemahkan sebagai specific gravity dimana perhitungannya berdasarkan berat dan volume kering tanur (Soenardi, 2001). Kerapatan kayu adalah perbandingan antara berat kayu terhadap volume kayu tersebut. Berat jenis di dalam suatu spesies telah ditemukan bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak dalam kisaran spesies tersebut, kondisi tempat tumbuh, dan sumber-sumber genetik (Bowyer et al, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Brown et al. (1952) menyatakan bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara berbagai jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis yang sama. Variasi ini juga terdapat pada posisi yang berada dari suatu pohon. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume. Penyusutan Besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air yang dikeluarkan dari dinding sel. Hal ini berarti bahwa spesies dengan kerapatan tinggi haruslah menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air daripada spesies dengan kerapatan rendah. Kayu dengan kerapatan tinggi kehilangan air lebih banyak per persen perubahan kandungan air (Bowyer et al, 2003). Penambahan air pada zat dinding sel akan menyebabkan jaringan mikrofibril mengembang, keadaan ini berlangsung sampai titik jenuh serat tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai. Penambahan air seterusnya tidak akan mempengaruhi perubahan volume dinding sel. Sebaliknya jika air dalam kayu dengan kadar air maksimum dikurangi, maka pengurangan ini pertama-tama akan terjadi pada air bebas dalam rongga sel sampai mencapai titik jenuh serat. Pengurangan air selanjutnya di bawah titik jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu menyusut atau mengerut (Dumanauw, 1993). Penyusutan dan pengembangan mengakibatkan pembengkokan, pecah, belah, atau mengurangi nilai dekoratif membuat kayu tidak dapat digunakan. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu, penting untuk mengerti fenomena dan mengatasinya agar kayu dapat digunakan (Forest Product Laboratory, 1999). Menurut Wiryomartono (1976) peringkat kembang susut dalam kayu terbesar pada arah tangensial (4,3 – 14 %), sedang pada arah radial (2,1 - 8,5 %), dan terkecil pada arah longitudinal (0,1 - 0,2 %). Susut tangensial (ST) dua kali lebih besar susut radial (SR), hal ini disebabkan oleh: 1. Adanya tahanan jari-jari yang menyebabkan susut radial ditahan oleh jarijari. 2. Noktah pada dinding radial lebih banyak daripada dinding tangensial, sehingga proporsi zat kayu pada dinding radial lebih sedikit. 3. Adanya perbedaan lebar proporsi kayu awal dan kayu akhir.
Sifat Mekanis Kayu Sifat mekanis kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja terhadapnya. Gaya luar adalah gaya-gaya yang datangnya dari luar benda dan bekerja pada benda tersebut, gaya ini cenderung mengubah ukuran atau bentuk benda (Wangaard 1950 dalam Rahayu 2001). Sedangkan Brown dkk. (1952) mendefinisikan sifat mekanis kayu sebagai sifat yang berhubungan dengan gaya luar terhadap kayu dan reaksi kayu itu sendiri. Sifat mekanis kayu sangat dibutuhkan untuk diketahui karena akan menyangkut tujuan penggunaan kayu tersebut agar dapat direncanakan sebelum dilakukan pembangunan bangunan yang menggunakan kayu agar keselamatan dalam penggunaan kayu ini terjaga (Bowyer et al, 2003). Modulus patah (Modulus of Rupture) merupakan suatu ukuran beban maksimum yang dapat
Universitas Sumatera Utara
diterima oleh kayu. Modulus patah (Modulus of Rupture) sangat dipengaruhi oleh kadar air, karena kadar air sangat mempengaruhi kekuatan kayu, hal ini dikarenakan kelembaban akan menurukan kekuatan kayu. Begitu juga dengan kekakuan (Modulus of Elasticity) merupakan besaran yang menyatakan perbandingan antara tegangan per unit dengan deformasi per unit luas. Sifat ini berhubungan langsung dengan nilai kekakuan kayu (Bowyer et al, 2003).
Kelas Kekuatan Kayu Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961) menyatakan kelas kuat kayu didasarkan pada berat jenis (BJ), modulus lentur (MOE), dan modulus patah (MOR), dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 3. Kelas Kekuatan Kayu Kelas Kuat
Berat Jenis
MOE (kg/cm2)
MOR (kg/cm2)
I II III IV V
≥ 0,90 0,90 – 0,60 0,60 – 0,40 0,40 – 0,30 < 0,30
125.000 100.000 80.000 60.000 -
≥ 1100 1100 – 725 725 – 500 500 – 360 < 360
Sumber : PPKI (1961)
Universitas Sumatera Utara