TINJAUAN PUSTAKA
Bambu Bambu secara botanis digolongkan pada famili Gramineae (rumputrumputan) yang terbagi atas lima suku, yaitu Dendrocalaminae, Melocanninae, Bambusinae, Arundinaiinae dan Puellinae, yang tersebar mulai dari daerah tropik sampai subtropik dan daerah beriklim sedang di dataran rendah sampai tinggi (Berlian dan Rahayu, 1995). Sastrapradja et al. (1980) menambahkan bahwa tempat-tempat yang terbuka dan bebas dari genangan air menjadi habitat tumbuh yang baik, seperti lereng gunung dan tebing sungai. Di dunia, terdapat lebih dari 1200 spesies bambu dan mayoritas terdapat di Asia (Lopez dan Shanley, 2004). Sedangkan di Indonesia sendiri Supriadi (2001) dalam Jasni dan Sulastiningsih (2005) terdapat 125 spesies, 39 spesies diantaranya sudah teridentifikasi dan 11 spesies tergolong komersial. Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan bambu, adapun jenis bambu tersebut antara lain :
Bambu tali [Gigantochloa apus (Bl. ex. Schult f.) Kurz] Jenis bambu ini umumnya mempunyai rumpun rapat dan umumnya tumbuh di dataran rendah tetapi dapat juga tumbuh dengan baik di pegunungan hingga ketinggian 1.000 mdpl (Sastrapradja et al., 1980). Bambu tali merupakan bambu yang amat liat dengan jarak ruas sampai 65 cm dengan garis tengah 40 – 80 mm, serta panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 6 dan 13 m (McClure, 1972). Berlian dan Rahayu (1995) juga menyatakan bahwa tinggi bambu tali dapat mencapai 20 m dengan warna
Universitas Sumatera Utara
batang hijau cerah sampai kekuning-kuningan. Diameter batang 2,5 – 15 cm, tebal dinding 3 – 15 mm, dan panjang ruasnya 45 – 65 cm. Bentuk batang bambu tali sangat teratur. Pada buku-bukunya terdapat tonjolan agak kuning dengan miang berwarna cokelat kehitam-hitaman. Pelepah batangnya tidak mudah lepas meskipun umur batang sudah tua. Bambu tali berbatang kuat, liat dan lurus.
Gambar 1. Bambu tali [Gigantochloa apus (Bl. ex. Schult f.) Kurz]
Nilai sifat fisis dan mekanis bambu tali (Tabel 1) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginoga (1977) dalam Krisdianto et al. (2007) menunjukkan bahwa bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan polimer. Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis bambu tali No
Sifat
Keteguhan lentur statik a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) b. Tegangan pada batas patah (kg/cm2) c. Keteguhan lentur (kg/cm2) d. Usaha pada batas proporsi (kg/dm3) e. Usaha pada batas patah (kg/dm3) Keteguhan tekan sejajar serat (tegangan maksimum, (kg/cm2) 2. Keteguhan geser (kg/cm2) 3. Keteguhan tarik tegak lurus serat (kg/cm2) 4. Keteguhan belah (kg/cm2) 5. Berat jenis 6. a. Pada saat pengujian b. Pada saat kering tanur Kadar air (%) 7. a. Pada saat pengujian b. Pada saat kering tanur Keteguhan pukul 8. a. Pada bagian dalam (kg/dm3) b. Arah tangensial (kg/dm3) c. Pada bagian luar (kg/dm3) Sumber : Ginoga (1997) dalam Krisdianto et al. (2007)
Bambu tali
1.
327 546 10,1 x 104 0,8 3,3 504 39,5 28,3 58,2 0,69 0,58 19,11 16,42 45,1 31,9 31,5
Universitas Sumatera Utara
Bambu hitam [Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro] Jenis bambu ini disebut bambu hitam disebabkan batangnya yang tampak hijau kehitam-hitaman atau ungu tua. Bambu ini tersebar di Jawa dan hidup pada ketinggian antara 0 dan 650 mdpl, pada tempat yang terbuka dan beriklim kering yang cukup air (Sastrapradja et al., 1980). Bambu hitam memiliki jarak ruas panjang seperti pada bambu tali, akan tetapi tebalnya sampai dengan 20 mm dan getas. Bambu hitam batangnya bergaris kuning muda. Garis tengah bambu ini berkisar antara 40 dan 100 mm dengan panjang batang yang dapat dimanfaatkan sekitar 7 sampai 18 m (Farrelly, 1996). Berlian dan Rahayu (1995) melanjutkan bahwa rumpun bambu hitam agak jarang. Buluhnya tegak dengan tinggi 20 m dan panjang ruas-ruasnya 40 – 50 cm. Pelepah batang selalu ditutupi miang yang berwarna cokelat tua. Kuping pelepah berbentuk bulat kecil dan mudah gugur. Bambu hitam dalam keadaan basah kulitnya tidak begitu keras, tetapi setelah kering sangat keras dan warnanya menjadi hitam kecoklatan. Daya lenturnya kurang sehingga mudah pecah dan putus.
Gambar 2. Bambu hitam [Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro]
Universitas Sumatera Utara
Nilai sifat fisis dan mekanis bambu hitam (Tabel 2) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginoga (1977) dalam Krisdianto et al. (2007) menunjukkan bahwa bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan polimer. Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis bambu hitam No
Sifat
Keteguhan lentur statik a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) b. Tegangan pada batas patah (kg/cm2) c. Keteguhan lentur (kg/cm2) d. Usaha pada batas proporsi (kg/dm3) e. Usaha pada batas patah (kg/dm3) Keteguhan tekan sejajar serat (tegangan maksimum, (kg/cm2) 2. Keteguhan geser (kg/cm2) 3. Keteguhan tarik tegak lurus serat (kg/cm2) 4. Keteguhan belah (kg/cm2) 5. Berat jenis 6. a. Pada saat pengujian b. Pada saat kering tanur Kadar air (%) 7. a. Pada saat pengujian b. Pada saat kering tanur Keteguhan pukul 8. a. Pada bagian dalam (kg/dm3) b. Arah tangensial (kg/dm3) c. Pada bagian luar (kg/dm3) Sumber : Ginoga (1997) dalam Krisdianto et al. (2007)
Bambu tali
1.
447 663 9,9 x 104 1,2 3,6 489 61,4 28,7 41,4 0,83 0,65 28 17 32,53 31,76 17,23
Bambu betung [Dendrocalamus asper (Schulf f.) Becker ex Heyne] Jenis bambu ini mempunyai rumpun yang agak rapat. Buku-bukunya sering mempunyai akar pendek dan menggerombol. Cabang-cabang yang bercabang hanya terdapat di buku-buku bagian atas. Cabang primer ini lebih besar dari cabang lain, dan sering dominan (Sastrapradja et al. 1980). Berlian dan Rahayu (1995) menambahkan bahwa bambu betung mempunyai warna batang hijau kekuning–kuningan. Jenis bambu ini dapat dijumpai di dataran rendah sampai ketinggian 2000 mdpl. Bambu ini akan tumbuh baik bila tanahnya cukup subur, terutama di daerah yang beriklim tidak terlalu kering dan memiliki sifat yang keras (Berlian dan
Universitas Sumatera Utara
Rahayu, 1995). Sastrapradja et al. (1980) menegaskan bahwa derajat pertumbuhan bambu ini sangat lambat. Bambu ini merupakan bambu yang amat kuat tetapi dengan dindingnya yang tebal membuat bambu betung tidak begitu liat. Garis tengah bambu betung berkisar antara 80 dan 130 mm, panjang batang 10 - 20 m (Widjaja, 2001). Berlian dan Rahayu (1995) melanjutkan bahwa bambu betung mempunyai rumpun yang agak rapat. Ukurannya lebih besar dan tinggi daripada jenis bambu lainnya. Tinggi batang mencapai 20 m dan ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40 dan 60 cm dan ketebalan dindingnya berkisar 1 sampai 1,5 cm. Pelepah batang bambu betung panjangnya sekitar 20 sampai 55 cm, sempit dan melipat ke bawah.
Gambar 3. Bambu betung [Dendrocalamus asper (Schulf f.) Becker ex Heyne]
Nilai sifat fisis dan mekanis bambu betung (Tabel 3) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadjib dan Karnasudradja (1986) dalam Krisdianto et al. (2007) menunjukkan bahwa bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan polimer.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Sifat fisis dan mekanis bambu betung No
Sifat
Bambu tali 2
1. Keteguhan lentur maksimum (kg/cm ) 2. Keteguhan tekan sejajar serat (tegangan maksimum, (kg/cm2) 3. Keteguhan lentur (kg/cm2) 4. Berat jenis Sumber : Hadjib dan Karnasudradja (1986) dalam Krisdianto et al. (2007)
342,47 416,57 53173 0,68
Polimer Polimer adalah makromolekul yang diperoleh melalui reaksi kimia molekuler kecil yang disebut monomer dan terbentuk dari beberapa ikatan yang membentuk ikatan kovalen (Ulrich, 1993), dan merupakan objek kajian yang rumit serta berstuktur kompleks (Hartomo, et al., 1992). Hartomo et al. (1992) mengelompokkan polimer berdasarkan : 1. Struktur, terdiri atas polimer yang merupakan molekul individual, bercabang, dan polimer linier dengan gugus acak atau terarah tertentu. 2. Keadaan fisik, terdiri atas yang kristal dan nirtata (disordered) yang sifatnya getas, mudah meleleh atau elastis. 3. Reaksinya terhadap lingkungan, terbagi atas termoplastik dan dan termoset. 4. Susunan kimia, terbagi atas eter, ester, hidroksil, vinil dan sebagainya. 5. Pemakaiannya polimer terbagi atas perekat, serat, karet, plastik, pelapis dan sebagainya. Banyak polimer yang dapat berfungsi lebih daripada kelompok tersebut. Dalam mempergunakan polimer untuk suatu keperluan, termasuk perekat, beberapa sifat berbahaya yang harus diperhitungkan, disamping pertimbangan ekonomis dan desainnya. Hal-hal tersebut antara lain sifat pengerjaan, kekerasan, kerapatan, sifat mekanis, sifat termal, sifat listrik serta tahan terhadap sifat kimia (asam, basa, pelarut, minyak dan lemak) (Hartomo et al., 1992).
Universitas Sumatera Utara
Plastik Bahan pembuat plastik berasal dari minyak dan gas sebagai sumber alami (Nurminah, 2002). Sasse et al. (1995) menjelaskan bahwa plastik adalah polimer rantai panjang atom yang mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk unit molekul berulang atau monomer. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama dalam suatu pola acak, maka akan membentuk amorf, dan jika teratur hampir sejajar maka disebut dengan kristalin yang bersifat lebih keras (Nurminah, 2002). Sumule dan Untung (1994) menambahkan di samping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut bahan aditif dengan bobot molekul yang rendah. Berdasarkan sifat kimia yang dimiliki, plastik dapat diklasifikasikan atas plastik yang bersifat termoset dan termoplastik. Plastik termoset adalah plastik yang tidak dapat dibentuk kembali oleh panas setelah dibuat menjadi suatu produk akhir (tidak dapat kembali ke bentuk semula), karena plastik ini dibuat melalui proses crosslinking polymers, sedangkan plastik termoplastik adalah bahan plastik yang dapat dibentuk kembali bila dipanaskan (Sasse et al., 1995). Azizah (2004) mengutarakan bahwa terdapat perbedaan antara plastik termoplastik dan termoset. Perbedaan tersebut disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Perbedaan sifat plastik termoplastik dan termoset Plastik termoplastik Plastik termoset Mudah diregangkan Keras Fleksibel Tidak fleksibel Melunak jika dipanaskan Mengeras jika dipanaskan Titik leleh rendah Tidak meleleh jika dipanaskan Dapat dibentuk ulang Tidak dapat dibentuk ulang
Pada penelitian ini matriks yang digunakan adalah plastik daur ulang, adapun jenis plastik tersebut antara lain :
Universitas Sumatera Utara
Polipropilena daur ulang Polipropilena merupakan polimer yang kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983), namun Klyosov (2007) menambahkan bahwa polipropilena sifat pengerjaannya, seperti pemakuan dan pengikatan sekrupnya sulit untuk dilakukan. Polipropilena diperoleh dengan proses tekanan rendah, menggunakan Ziegler-Natta bahan katalis (aluminium alkil dan titanium halide). Biasanya 90% atau lebih banyak polimer berbentuk isotaktik (Ulrich, 1993).
Gambar 4. Polipropilena daur ulang
Syarief et al. (1989) menyatakan bahwa karakteristik polipropilena yaitu: Tabel 5. Karakteristik polipropilena Deskripsi Densitas pada suhu 200C (g/cm3) Suhu melunak (0C) Titik lebur (0C) Kristalinitas (%) Indeks fluiditas Keteguhan lentur (kg/cm2) Tahanan volumetrik (Ohm/cm2) Konstanta dielektrik (60-108 cycles) Permeabilitas gas-Nitrogen Oksigen Gas karbon Uap air
Polipropilena 0,90 149 170 60-70 0,2-2,5 1,1 x 104 -1,3 x 104 1.017 2,3 4,4 2,3 92 600
Universitas Sumatera Utara
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Panjaitan (2010), Danil (2010) dan Gultom (2010). Produk papan polimer yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu lebih kurang 200°C. Menurut Amstead et al. (1993), polipropilena dapat dibentuk dengan berbagai teknik termoplastik. Filamen tunggal polipropilena dianyam menjadi tali atau tambang, jala dan tekstil. Polipropilena memiliki monomer yang agak panjang, terlihat seperti Gambar 5. CH3 C H
CH3 CH2
C H
CH3 CH2
C H
Gambar 5. Rumus bangun polipropilena (PP)
Polietilena daur ulang Polietilena (PE) merupakan plastik dengan volume terbesar di dunia dan polimer yang bersifat semikristalin (Klyosov, 2007). Polietilena dibuat dengan polimerisasi gas etilena, yang dapat diperoleh dengan menambahkan gas hidrogen petrolium pada pemecahan minyak (nafta), gas alam atau asetilen (Sudira dan Saito, 1995). Polietilena adalah bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih mempunyai titik leleh bervariasi antara 1100 C sampai 1370 C. Umumnya
Universitas Sumatera Utara
polietilena bersifat resisten terhadap zat kimia. Pada suhu kamar polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik. Polietilena dapat teroksidasi di udara pada temperatur tinggi dengan sinar ultraviolet. Struktur rantai polietilena dapat linear, bercabang atau berikatan silang (Bilmeyer, 1994).
Gambar 6. Polietilena daur ulang
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polietilena sebagai substitusi perekat termoset telah dilakukan oleh Lubis et al. (2009). Massijaya, et al. (2000) menyatakan bahwa papan komposit bermatriks polietilena, menghasilkan papan dengan sifat yang secara umum lebih baik dari papan komposit berbahan baku polipropilena. Klyosov (2007) menegaskan bahwa polietilena merupakan polimer yang halus, sehingga sifat pengerjaan seperti pemakuan, kuat pegang sekrup, pemotongan
dan
penggergajiannya
lebih
mudah
dilakukan.
Polietilena
mempunyai monomer yang sangat pendek dan sederhana yang dibentuk dengan teknik termoplastik (Azizah, 2004), seperti pada Gambar 7. H CH2 = CH2
H C
H
C H
Gambar 7. Rumus bangun polietilena (PE)
Universitas Sumatera Utara
Secara kimia polietilena sangat lembab. Polimer ini tidak larut dalam pelarut apapun pada suhu kamar, tetapi menggembung oleh hidrokarbon dan tetraklorometana (karbon tetra klorida). Polietilena tahan terhadap asam basa, tetapi dapat dirusak oleh asam nitrat pekat. Polietilena tidak tahan terhadap cahaya dan oksigen (Cowd, 1991). Massijaya, et al. (2000) menjelaskan sifat-sifat umum polietilena, yaitu: 1. Penampakannya bervariasi dan transparan, berminyak sampai keruh tergantung dari cara pembuatannya 2. mudah dibentuk, lemas dan mudah ditarik 3. daya rentang tinggi tanpa sobek 4. mudah dikelim panas sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain dan meleleh pada suhu 1200C 5. tahan terhadap basa, alkohol deterjen dan bahan kimia lainnya 6. dapat digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan -500C 7. mudah lengket satu sama lain, sehingga menyulitkan dalam proses laminasi 8. dapat dicetak dengan mengoksidasikan permukaannya dengan proses elektronik 9. memiliki sifat yang kedap air dan uap air.
Bahan Baku Papan Komposit Polimer Tiga kategori bahan utama untuk produksi papan komposit menurut Walker (1993), yaitu : 1. Sisa pengambilan kayu, penjarangan dan jenis tidak komersil 2. sisa industri seperti serbuk gergaji, pasahan dan potongan-potongan kayu 3. bahan berlignoselulosa non kayu seperti rami, ampas tebu (bagase), bambu.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis suatu papan komposit. Dimana semakin kecil ukuran partikel (semakin halus) maka akan semakin mudah lumer pada suhu tinggi dan menyebabkan lignin yang ada pun ikut terhidrolisis dan membentuk ikatan antar partikel yang lebih banyak (Hutapea, 2010). Ukuran partikel yang dipakai dalam papan polimer berkisar 40 sampai 80 mesh dan berkerapatan 0,1 - 0,3 g/cm3 berupa serbuk (Klyosov, 2007) yang biasanya dibuat 30% - 60% sebagai filler dari bahan baku (FPL, 2004) dan didapat akibat proses penggergajian (Bowyer et al., 2003).
Komposit Polimer Bambu Proses pembuatan papan partikel secara umum meliputi pembuatan dan pengklasifikasian partikel, penyimpanan, pengeringan, pencampuran partikel dan perekat, pembentukan lembaran, pengempaan, pengondisian, pengamplasan dan trimming (Tsoumis, 1991). Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan kecil kayu yang direkat bersamaan (Maloney, 1996) dimana dalam papan polimer serbuk kayu berfungsi sebagai filler dan plastik sebagai matriksnya (Clemons, 2002). Proses pembuatan papan komposit memerlukan tekanan panas dalam pembuatannya (Tsoumis, 1991). Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas dan biaya per unit volume serta meningkatkan kekakuan. Dari segi kayu, dengan adanya matriks polimer di dalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya akan meningkat (Febrianto, 1999), sehingga dapat digunakan sebagai komponen struktural dan non struktural pada bangunan (Febrianto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan komposit menggunakan matriks plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik di samping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain: 1) biaya produksi lebih murah, 2) bahan bakunya melimpah, 3) fleksibel dalam proses pembuatannya, 4) lebih bersifat biodegradable, 5) memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, 6) dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, dan 7) dapat didaur ulang (Febrianto, 1999). Wang (2004) menambahkan bahwa papan polimer memiliki kemampuan menahan kecepatan masuknya air. Tingkat penyerapan kelembaban akan tergantung pada ukuran dan geometri papan partikel, rasio bahan baku dan polimer serta keberadaan senyawa lainnya yang dapat menolak air. Papan polimer juga memiliki sifat fisis-mekanis dan keawetan terhadap perusak kayu lebih baik daripada kayu yang tidak diberi perlakuan (Febrianto, 2008). Dasarnya pembuatan komposit plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, dua tahap, maupun kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (extruder) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam extruder dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap tersebut dikenal dengan proses kontinyu (Han dan Shiraishi, 1990).
Universitas Sumatera Utara