2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Tumbuhan Famili Lauraceae Lauraceae merupakan famili tumbuhan yang besar jumlahnya (Kostermans, 1957). Tumbuhan ini dapat ditemukan pada daerah tropis dan subtropis yang tersebar di benua Amerika, Asia Tenggara, Afrika, dan Brazil. Famili tumbuhan ini memiliki 31 genus dan lebih dari 3000 spesies. Di Indonesia, famili tumbuhan ini dikenal dengan nama “medang” atau “huru”. Sebagian besar spesies dalam famili tumbuhan ini digunakan sebagai bahan bangunan, antara lain Beilschmiedia madang, Actinodapne macrophylla, dan Litsea rumphii. Selain itu, spesies dari famili ini digunakan sebagai obat-obatan (Aniba coto, Litsea cassiaefolia, dan Actinodapne moluccana), bumbu masak (Laurus nobilis), dan bahan minyak wangi (Litsea cubeba). Famili Lauraceae dikenal mengandung berbagai senyawa seperti alkaloid, terpenoid, flavonoid, steroid, dan aril propanoid (Gottlieb, 1972). Selain itu juga, pada famili Lauraceae ditemukan senyawa 2-piron, asam lemak, alkena-alkuna dan ester benzoat.
2.1.1 Senyawa Non-alkaloid dari Tumbuhan Famili Lauraceae Tumbuhan famili Lauraceae selain mengandung senyawa alkaloid sebagai komponen utama, juga mengandung senyawa non-alkaloid (Gottlieb, 1972). Pada Tabel 2.1 berikut dapat dilihat distribusi penyebaran kandungan senyawa non-alkaloid pada famili Lauraceae:
Tabel 2.1 Distribusi senyawa non-alkaloid pada famili Lauraceae Senyawa non-alkaloid Aril Propanoid
Terpenoid
Genus Ocotea, Sassafras, aniba, Licaria, Eusideroxylon. Persea, Cinnamomum, Ocotea, Umbellularia, Aniba, Lindera, Litsea, Neolitsea, Laurus, Criptocarya.
Tabel 2.1 (Lanjutan) Distribusi senyawa non-alkaloid pada famili Lauraceae 2-piron
Aniba, Criptocarya. Persea, Machilus, Appolonias, Beilschmiedia,
Flavonoid
Cinnamomum, Ocotea, Umbellularia, Aniba, Litsea,
Cryptocarya,
Neolitsea,
Laurus,
Cassytha, Lindera.
Asam lemak
Actinodaphne, Litsea, Laurus, Cinnamomum, Umbellularia, Sassafras, Neolitsea, Lindera.
Alkena-alkuna
Persea, Nectandra, Litsea.
Benzoil Ester
Cinnamomum, Ocotea, Aniba.
2.1.1.1 Terpenoid Terpenoid merupakan senyawa yang dibangun oleh dua atau lebih unit C5 yang tersusun secara teratur dari “kepala-ekor”. Terpenoid dikelompokan berdasarkan perbedaan jumlah atom C yang sebagian besar kelipatan lima (Achmad, 1986). Pengelompokan tersebut dapat dilihat di bawah ini:
Kelompok Terpenoid
Jumlah Karbon
Monoterpen
C10
Seskuiterpen
C15
Diterpen
C20
Triterpen
C30
Tetraterpen
C40
Politerpen
> C40
Senyawa yang berhasil diisolasi di antaranya: kelompok diterpen, sinzeylanin (1) dan sinzeylanol (2) dari Cinammomum cassia. Sebagian besar kelompok senyawa golongan
4
terpenoid telah diketahui kegunaannya salah satunya sebagai anti-HIV yaitu: litseavertisilol (3) yang berhasil diisolasi dari Litsea verticillata (Hong-Jie Zhang, 2001). OR
OH
OH
HO
O
OH
OH
HO
(1) R = Ac ; sinzeylanin
(3)
(2) R = H ; sinzeylanol
2.1.1.2 Steroid Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing kelompok. Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini ditinjau oleh jenis subtituen R1, R2, dan R3 , yang terikat pada kerangka dasar karbon (4) (Achmad, 1986), seperti tercantum di bawah ini.
R2 13
R1 17
R3 10
(4) Senyawa golongan steroid yang berhasil diisolasi di antaranya taraxerol (5) dari Neolitsea dealbata, litsomentol (6) dari Litsea tomentosa (Govindachari, 1971). Selain itu ditemukan juga stigmasterol (7) dari Litsea amara dan Cryptocarya ferrea, dan β-sitosterol (8) dari Litsea polyanta, L. amara, L. consimilis, Cinnamomum parthenoxylon dan Persea rimosa.
MeO
H
OH
(5)
OH
(6)
5
HO
HO
(7)
(8)
2.1.1.3 Asam Lemak dan Alkena-alkuna Semua asam karboksilat alifatik dapat dianggap sebagai asam lemak, tetapi istilah ini biasanya terbatas untuk anggota rantai panjang dalam deret ini yang praktis tidak larut dalam tetapi larut dalam pelarut organik. Asam lemak yang umum ditemukan yaitu;
CH3(CH2)10COOH
CH3(CH2)14COOH
Laurat
Palmitat
CH3(CH2)16COOH
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Stearat
Linoleat
Senyawa yang berhasil diisolasi adalah metilnonilketon (9) dari daun Litsea odorifera, sedangkan dari Nectandra rubra ditemukan rubrenolida (10) dan rubrinolida (11). O
O
OH
O
( )9
( )n
OH
(9)
(10) H CH2OH
OH O
O
(11)
6
2.1.1.4 Arilpropanoid dan turunannya Arilpropanoid seperti turunan sinamoil dan turunan alil terdapat pada spesies dalam famili Lauraceae dan umumnya terdapat pada spesies Cinnamomum. Reaksi kopling oksidatif dari dua unit arilpropanoid pada posisi-β akan menghasilkan lignan yang tersebar luas dalam famili Lauraceae, contohnya adalah sesamin (12). Sedangkan neolignan terbentuk dari kopling antara unit arilpropanoid pada posisi-β dengan posisi yang lainnya, contohnya adalah eusiderin (13). senyawa turunan arilpropanoid lainnya yang telah ditemukan pada famili Lauraceae antara lain; turunan sinamoil (14), turunan sinamil (15), turunan alilbenzen (16), dan propenil benzen (17).
O
O OMe
O
H
O
MeO
O
H
H
MeO O
O
O
MeO
O
(12)
(13)
(14)
OCH3 <
MeO
O
O
(15)
MeO
(16)
(17)
2.1.1.5 Senyawa 2-piron Senyawa 2-piron telah ditemukan pula pada famili Lauraceae yang merupakan genus dari Cryptocarya antara lain 6-stiril-5,6-dihidron-2-piron (18) dari Cryptocarya caloneura sedangkan masoilakton (19) dan 5-6-dihidro-6-heptan-2-piron (20) ditemukan dari Cryptocarya massoia (Gottlieb, 1957).
O H
(18)
O
O
H
(19)
O
O
O
H
(20)
7
2.1.1.6 Flavonoid Flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6C3-C6. susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis, yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid (21), 1,2diarilpropan atau isoflavon (22), dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (23) (Achmad, 1986). C 3 A
C3
B A
C
C 3
C
A C
C 2
C1
C 2
2
1
B
B
1
(21)
(22)
(23)
Terdapat dua macam flavonoid pada spesies Aniba rosaeodora yaitu rubranin (24) dan pinosembrin (25) (Gottlieb, 1957). Sedangkan pada genus Lindera ditemukan flavonoid (26), linderon (27), dan metil linderon (28). Dimana flavonoid (26) ditemukan pada spesies Lindera lucida, sedangkan linderon (27) dan metil linderon (28) ditemukan pada spesies Lindera pipercarpa (Gottlieb, 1957). R1 OMe
H HO
O O
RO
O
O R
MeO
OH
O
OH
(24)
OR
O
(25)
MeO
O
MeO
O
(26)
MeO
O
MeO O
OH
(27)
O
OMe
(28)
8
1
2.1.1.7 Ester Benzoat dan turunannya Benzil benzoat dan benzil salisilat dapat ditemukan secara luas pada bunga tumbuhan. Pada spesies Ocotea, Ocotea teleiandra, ditemukan benzil benzoat dan benzil salisilat. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat penyebaran ester benzoil pada famili Lauraceae (Gottlieb, 1957).
Tabel 2.2 Penyebaran ester benzoat pada famili Lauraceae Benzil Genus
Spesies Benzoat
Salisilat
Cinnamomum
C. zeylanicum
+
Ocotea
O. teleiandra
+
A. burchellii
+
A. firmula
+
A. Fragrans
+
A. gardneri
+
+
A. guianensis
+
+
A. parviflora
+
A. permollis
+
Aniba
+
+
+
2.1.2 Alkaloid Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang bersifat basa, dan dalam sebagian besarnya atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik.
9
Batasan mengenai alkaloid perlu digunakan secara hati-hati, karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain, yang ditemukan di alam, yang bukan termasuk golongan alkaloid. Misalnya senyawa-senyawa pirimidin dan asam nukleat yang tidak pernah dinyatakan sebagai suatu alkaloid (Achmad, 1986). Famili Lauraceae merupakan suatu famili yang memiliki keanekaragaman alkaloid yang lebih lengkap dari famili-famili lainnya. Dari 31 genus yang termasuk kedalam famili Lauraceae, 18 diantaranya mengandung senyawa alkaloid, yaitu: 1. Actinodaphne
10. Nectandra
2. Alseodaphne
11. Neolitsea
3. Beilschmedia
12. Notaphoebe
4. Cassytha
13. Ocotea
5. Cinnamomum
14. Persea
6. Cryptocarya
15. Lindera
7. Laurus
16. Aniba
8. Litsea
17. Phoebe
9. Machilus
18. Ravensara
Sebagian besar jenis struktur alkaloid yang ditemukan adalah turunan dari kerangka dasar aporfin (29) dan benziltetrahidroisokuinolin (30) (Gottlieb, 1957). Setelah dilakukan penelitian, ternyata banyak spesies dari famili diuji sebagai alkaloid dan ditemukan berbagai jenis aporfin baru yang dapat diisolasi dari berbagai jenis spesies dalam famili Lauraceae. Aporfin yang dapat ditemukan yaitu tipe subtitusi metilendioksi pada cincin aromatik dalam kerangka aporfin. Jenis aporfin baru tersebut diantaranya: norisodomesticin (31), okotominarin (32), laetin (33), sri ankin (34), hidroksidisentrin (35), isookonovin (36), okominarin (37), okominaron (38) (Gottlieb, 1957). MeO
NR
NR
N MeO
H H
O O
(29)
(30)
(31)
10
OMe
HO
HO
HO
O
N
NH
N
O
CH3 H
MeO
MeO
CH3
H O
MeO
O
MeO
O O
OMe
(32)
(33) OH
(34)
OMe
O
O
MeO N
O
CH3
HO
N
O
N
CH3 H
CH3 H
MeO MeO
MeO OMe
MeO
(35)
O O
(36)
(37)
OMe O N
O
O
MeO
OMe OMe
(38) Alkaloid jenis morfin jarang ditemukan dalam famili Lauraceae. Senyawa ini dapat diisolasi dalam fraksi alkaloid dari Beilschmiedia oreophila adalah orebeilin (39) dan 6-epiorebeilin (40), Ocotea acutangula adalah O-metilpalidin (41) paladinin (42a), dan O-metilpaladinin (42b), Ocotea brachybotra adalah ocobotrin (43) dan 14-episinomenin (44), dan dari Litsea sebiferea adalah sebiferin (45) dan litseferin (46). OMe
OH
OH
MeO
MeO
MeO
NMe
NMe
NMe H
H
MeO
MeO
MeO OH
(39)
O
OH
(40)
(41)
11
R3 R2
R1 H
MeO
MeO
HO
HO NMe
NMe
NMe
H
X
MeO
H
MeO O
O
(42)
OMe
(43)
(44)
(a) R1 = H, R2 = OMe, R3 = OH, X = H (b) R1 = H, R2 = R3 = OMe, X = H OMe MeO O NH
O
H
NMe
MeO
HO
O
OMe
(45)
(46)
2.2 Tinjauan Mengenai Tumbuhan Genus Litsea Litsea merupakan genus yang memiliki spesies kedua terbanyak (478) setelah Ocotea (697) dalam famili Lauraceae (Kostermans, 1957). Di Indonesia terdapat 22 spesies dari tanaman genus Litsea, yaitu: 1. L. accedetoides
8. L. cubeba
2. L. amara
9. L. diversifolia
3. L. angulata
10. L. ferruginea
4. L. brachitacha
11. L. firma
5. L. cassiaefolia
12. L. fulva
6. L. chinensis
13. L. javanica
7. L. chrysocoma
14. L. mappacea
12
15. L. odorifera
19. L. rumphii
16. L. polyantu
20. L. sebifera
17. L. resinosa
21. L. stickmanni
18. L. robusta
22. L. tomentosa
Dari sekian banyak spesies tersebut, sebagian besar kayu dari genus Litsea dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Selain itu, dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan (Heyne, 1987). Pada tabel 2.3 dapat dilihat penyebaran spesies genus Litsea yang digunakan sebagai obatobatan dan bahan bangunan.
Tabel 2.3. Pemanfaatan beberapa spesies dari genus Litsea Obat-obatan
L. cassiaefolia, L. chinensis, L. cubeba, L. mappacea, L. odorifera, L. Sebifera L. angulata, L. brachitacha, L. cassiaefolia, L. chinensis,
Bahan bangunan
L. chrysocoma, L. diversifolia, L. ferruginea, L. firma, L. fulva, L. javanica, L. mappacea, L. resinosa, L. rumphii, L. sebifera, L. stickmanni, L. tomentosa
2.3 Kandungan alkaloid dari Genus Litsea Sejauh ini diketahui bahwa Litsea mengandung alkaloid dari jenis aporfin, 1-benzilikuiolin, aporfin, oksoaporfin, dan morfin. Dari jenis alkaloid tersebut, kandungan alkaloid aporfin merupakan kandungan utama dalam genus Litsea ini. Pada tanaman Litsea salicifolia ditemukan senyawa alkaloid jenis aporfin yaitu nordisentrin (59) (Rastogi, 1973), sedangkan pada Litsea turfosa ditemukan senyawa boldin (56) yang dapat digunakan sebagai anti jamur (Holloway, 1973). Dari 28 spesies Litsea yang telah di teliti kandungannya, selalu ditemukan alkaloid jenis aporfin. Berikut ini daftar kandungan alkaloid pada 28 spesies Litsea yang telah diteliti: (Tabel 2.4)
13
Tabel 2.4 Kandungan alkaloid pada 28 spesies Litsea No.
Spesies
Alkaloid
Jenis Alkaloid
1
L. amara
Laurotetanin (52)
Aporfin
2
L. chrysocoma
Laurotetanin (52)
Aporfin
Laurotetanin (52)
Aporfin
3
L. citrata N-metillaurotetanin (53)
Aporfin
Magnokuranin (48)
1-benzilisokuinolin
Laurotetanin (52)
Aporfin
N-metillaurotetanin (53)
Aporfin
Isokoridin (64)
Aporfin
Aktinodafnin (57)
Aporfin
Retikulin (49)
1-benzilisokuinolin
Norisoboldin (50)
Aporfin
Isoboldin (51)
Aporfin
Laurotetanin (52)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Oksosinsunin (68)
oksoaporfin
Laurotetanin (52)
Aporfin
N-metillaurotetanin (53)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Boldin (56)
Aporfin
Aktinodafnin (57)
Aporfin
N-metilaktinodafnin (58)
Aporfin
4
5.
6
7
L. cubeba
L. deccanensis
L. glutinosa
L. glutinosa (var. Glabraria)
8
L. gracilipes
Norboldin (55)
Aporfin
9
L. grandis
Boldin (56)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Ushinsunin (67)
oksoaporfin
Oksosinsunin (68)
oksoaporfin
Laurotetanin (52)
Aporfin
N-metillaurotetanin (53)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Laurotetanin (52)
Aporfin
10
L. hayatae
11
L. intermedia
12
L. japonica
13
L. javanica
14
Tabel 2.4 (lanjutan) Kandungan alkaloid pada 28 spesies Litsea 14
L. laeta
Glausin (54)
Aporfin
O, N-dimetilhernovin (62)
Aporfin
Laetin (66)
Aporfin
15
L. lancifolia
Laurotetanin (52)
Aporfin
16
L. latifolia
Laurotetanin (52)
Aporfin
Koklaurin (47)
1-benzilisokuinolin
Retikulin (49)
1-benzilisokuinolin
Isoboldin (51)
Aporfin
Norboldin (55)
aporfin
Boldin (56)
aporfin
Aktinodafnin (57)
aporfin
N-metilaktinodafnin (58)
aporfin
Litseferin (61)
aporfin
Norisokoridin (63)
aporfin
Paladin (70)
morfinan
Retikulin (49)
1-benzilisokuinolin
Norboldin (55)
aporfin
Aktinidafnin (57)
aporfin
Laurotetanin (52)
aporfin
Aktinodafnin (57)
aporfin
Disentrin (60)
aporfin
Litsedin (65)
aporfin
Nordisentrin (59)
aporfin
Disentrinon (69)
oksoaporfin
Laurotetanin (52)
aporfin
N-metillaurotetanin (53)
aporfin
Boldin (56)
Aporfin
Aktinodafnin (57)
aporfin
Litseferin (61)
aporfin
Paladin (70)
morfinan
Sebiferin (71)
morfinan
17
18
19
20
21
22
L. lecardii
L. leefeana
L. lucida
L. nitida
L. salicicifolia
L. sebifera
15
Tabel 2.4 (lanjutan) Kandungan alkaloid pada 28 spesies Litsea 23
Retikulin (49)
1-benzilisokuinolin
Norboldin (55)
Aporfin
Laurotetanin (52)
Aporfin
Koklaurin (47)
1-benilisokuinolin
Magnokurarin (48)
1-benzilisokuinolin
Retikulin (49)
1-benzilisokuinolin
Laurotetanin (52)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Aktinodafnin (57)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Boldin (56)
Aporfin
Norboldin (55)
Aporfin
Boldin (56)
Aporfin
Retikulin (49)
1-benzilisokuinolin
Norisoboldin (50)
Aporfin
Isoboldin (51)
Aporfin
L. solomensis
24
Litsea sp. (tentrantera intermedia)
25
Litsea sp.
26
L. turfosa
27
L. wightiana
28
L. zeylanica
H3CO
H3CO
H3CO
+ CH3 N CH3
N HO
HO
H
N H
H
H3CO
HO
HO
(47)
OH
(48)
(49)
H3CO
H3CO
H3CO
N HO
N R
H3CO
N
R
H3CO
CH3
H
H
H
H3CO
H3CO
H3CO
CH3
HO
OCH3
OH
OH
(50) R = H
(52) R = H
(51) R = Me
(53) R = Me
(54)
16
HO
O N
N
O
R
H3CO
O
H3CO
H3CO
H3CO
OCH3
OH
OH
(55) R = H
(57) R = H
(56) R = Me (58) R = Me
(60) R = Me
O
(59) R = H
H3CO
HO
N
N
H
N
H
H3CO
H
R
H3CO
H
HO
R
H
H
H
O
N
O
R
H
H3CO
H3CO
H3CO
H3CO
OCH3
(61)
(62)
(63) R = H (64) R = Me
HO
O
O
N
O
N
H
H3CO
H
H
N
O
H
H3CO
CH3
H
O
O
O
H3CO
(65)
(66)
(67) OH
O
O
H3CO
N
O
NH
O
H
O
N CH3
H3CO
H3CO
OCH3
(68)
(69)
O
(70)
17
OCH3 H3CO
N CH3 H3CO O
(71)
2.4 Kandungan Non-alkaloid Genus Litsea Selain senyawa alkaloid sebagai kandungan utama, senyawa non-alkaloid juga ditemukan dalam genus ini. Senyawa-senyawa nonalkaloid tersebut dibagi atas kelompok flavonoid, terpenoid, steroid, arilpropanoid, alkena-alkuna, dan lakton.
2.4.1 Flavonoid Senyawa flavonoid yang pernah ditemukan yaitu kuersetin (72) dari Litsea nantoensis. Senyawa ini dapat dapat menghambat pertumbuhan tumor (Lee, 1986). Selain senyawa tersebut, ditemukan juga senyawa epikatekin pada Litsea japonica (73) (Sun Young Lee 2003), sedangkan pada Litsea glutinosa ditemukan senyawa kaemferol-3-glukosa (74) (Mohan, 1977). OH OH
OH
OH
H
HO
HO
O
O
HO
OH OH
OH OH
O
(72)
OH
OGlu OH
(73)
O
(74)
2.4.2 Aril propanoid Penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada Litsea furtosa ditemukan senyawa bifenil yaitu dihidroeugenol (75) (Holloway, 1974). Sedangkan pada Litsea cubeba ditemukan senyawa safrol (76) (Zhen Yixing, 1985). Senyawa lain yang ditemukan yaitu senyawa lignan yaitu grandisin (77).
18
OH
OH
MeO
OMe
MeO
O
OMe O
MeO
O
OMe OMe
(75)
OMe
(76)
(77)
2.4.3 Terpenoid dan Steroid Kelompok terpenoid yang berhasil diisolasi dari Litsea amara adalah senyawa seskuiterpen yaitu indonesiol (78) (Achmad, 1990). Senyawa seskuiterpen lain yang ditemukan berasal dari daun dan ranting Litsea verticillata adalah eudesmane (79). Metabolit sekunder ini memiliki aktivitas biologis sebagai anti HIV (Vu Dinh Hoang, 2002). Senyawa terpenoid lainnya ditemukan pada Litsea tomentosa antara lain litsomentol (6) (Govindachari, 1971), tarakseron (80) dan tarakserol (81) (Alfat, 1994). Senyawa steroid ditemukan pada Litsea amara adalah stigmasterol (7) dan β-sitosterol (8). OH
H
CH3 OH
CH3 CH2 OH
(78)
(79)
MeO
H
CH3
(80)
2.4.4 Alkena-alkuna dan Lakton Pada tumbuhan Litsea akoensis berhasil diisolasi beberapa senyawa lakton diataranya akolakton A (82), akolakton B (83), dan hamabiwalakton A (84). ketiga lakton ini diketahui memiliki aktivitas sitotoksik melawan sel kanker P-388, KB16, A 549, dan HT-29 (Ih-Sheng Chen, 1998). Sedangkan dari daun spesies Litsea japonica ditemukan lima buah senyawa lakton yaitu Litsealakton A (87), litsealakton B (86), hamabiwalakton A (84), hamabiwalakton B (85), dan akolakton B (83). dari kelima senyawa lakton tersebut, hamabiwalakton B dan akolakton B
19
memiliki aktivitas biologis tertinggi sebagai inhibitor aktivitas komplemen (Byun Sun Min, 2003). R
( ) 7
O
O
O
O
(81) R = -(CH2)11-CH3
(84)
(82) R = -(CH2)8-CH=CH-CH=CH2 (83) R = -(CH2)8-CH=CH2 HO ( )
O
O
7 O
(85)
R
( )
7
O
(86) R = -C≡CH (87) R = -CH=CH2
2.5 Tinjauan Umum Spesies Litsea javanica 2.5.1 Taksonomi spesies Litsea javanica Kedudukan spesies Litsea javinica dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Laurales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Litsea
Spesies
: Litsea javanica
20
Tumbuhan ini tersebar di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Nama daerah spesies ini adalah Huru batu, Huru gambir, dan Huru hiris pada daerah Sunda, sedangkan untuk daerah Jawa dikenal dengan nama Wuru teja.
2.5.2 Morfologi spesies Litsea javanica Tumbuhan Litsea javanica merupakan sejenis pohon yang tingginya dapat mencapai 24 meter, memiliki gemang sekitar 40 cm. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1500 meter diatas permukaan laut. Bentuk batangnya lurus dan ramping. Spesies ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan, tetapi karena sifat kayunya yang keras sehingga tidak disenangi (Heyne, 1987).
21