TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jahe Secara botanis tanaman jahe dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae (temu-temuan)
Subfamili
: Zingiberoidae
Genus
: Zingiber
Spesies
: Zingiber officinale Roxb.
(Rehman, et al., 2011). Rimpang jahe memiliki bentuk yang bervariasi, mulai dari agak pipih, sampai gemuk (bulat panjang), dengan warna putih kekuning-kuningan hingga kuning kemerahan. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap dan memberikan bau khas pada jahe. Minyak atsiri mengandung komponen utama berupa senyawa zingiberen (C15H24) dan zingiberol (C12H26O2). Senyawa yang menyebabkan rimpang jahe berasa pedas dan agak pahit adalah oleoresin (fixed oil. Komponen utama oleoresin berupa senyawa gingerol (C17H26O4), shogaol (C7H24O3), dan resin (Ali, et al., 2008). Suprapti (2005), menyatakan bahwa jenis jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya, yaitu jahe merah (sunti), jahe emprit, dan jahe gajah. Jahe merah memiliki ukuran rimpang paling kecil dibandingkan dengan kedua klon lainnya, memiliki karakteristik warna merah
5
sampai jingga, berserat kasar, beraroma tajam, dan sangat pedas. Jahe emprit berukuran lebih besar daripada jahe merah yang memiliki karakteristik warna putih atau kuning, berbentuk agak pipih, berserat lembut, dan aromanya tidak tajam. Jahe gajah memiliki ukuran rimpang paling besar yang memiliki karakteristik warna kuning, berserat sedikit dan lembut, aroma tidak terlalu tajam, dan rasa yang tidak terlalu pedas. Secara umum, ketiga jenis jahe mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain. Jahe merah mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%) dan ekstrak yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit mempunyai kandungan pati (41,48%), minyak atsiri (3,5%), dan ekstrak yang larut dalam alkohol (7,29%) dan jahe gajah kandungan pati (44,25%), minyak atsiri (2,5%), ekstrak yang larut dalam alkohol (5,81%) (Nwinuka, et al., 2005).
Kandungan Jahe Komposisi kimia jahe sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain waktu panen, lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, curah hujan, jenis tanah), keadaan rimpang (segar atau kering) dan geografi (Ali, et al., 2008). Rasa pedas dari jahe segar berasal dari kelompok senyawa gingerol, yaitu senyawa turunan fenol. Komponen kimia utama pemberi rasa pedas adalah keton aromatik yang disebut gingerol terdiri dari 6, 8 dan 10 gingerol (Hernani dan Hayani, 2001). Komponen utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang dikenal sebagai gingerol. Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada suhu tinggi akan berubah menjadi shogaol. Shogaol lebih pedas dibandingkan gingerol (Mishra, 2009). Gingerol sebagai komponen utama jahe
6
dapat terkonversi menjadi shogaol atau zingeron. Shogaol terbentuk dari gingerol selama proses pemanasan. Kecepatan degradasi dari (6)-gingerol menjadi (6)-shogaol tergantung pada pH dan suhu, pada suhu 100°C dan pH 1, degradasi perubahan relatif cukup cepat (Wohlmuth, et al., 2005). Adapun komposisi kimia jahe dalam 100 gram bahan adalah seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia jahe dalam 100 g jahe Komponen Satuan Kalori kal Protein g Karbohidrat g Kalsium mg Fosfor mg Besi mg Vitamin A SI Vitamin B1 mg Vitamin C mg Air g Sumber : Departemen Kesehatan RI, (2000).
Jumlah 51 1,5 10,1 21 39 1,6 30 0,02 4 86,2
Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga membantu menurunkan kadar kolesterol, mencegah dan mengobati mual. Shogaol memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang mencegah penyakit jantung dan kanker (Hernani dan Hayani, 2001). Jahe segar mengandung 4-7,5% oleoresin yang banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi dan makanan. Oleoresin jahe terdiri dari komponen gingerol, shogaol, zingerone, resin, dan minyak atsiri. Oleoresin jahe mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin dan mineral. Oleoresin memberikan kepedasan aroma yang berkisar
antara
4-7%
dan
sangat
(Paimin, et al., 2000).
7
berpotensi
sebagai
antioksidan
Adapun struktur kimia dari gingerol dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia gingerol (Wohlmuth, et al., 2005).
Jahe mengandung komponen senyawa kimia yang terdiri dari minyak menguap (volatile oil), minyak tidak menguap (nonvolatile oil), dan pati. Minyak atsiri termasuk jenis minyak menguap dan merupakan suatu komponen yang memberi bau yang khas, sedangkan kandungan minyak yang tidak menguap disebut oleoresin dan pati (Muhlisah, 2007). Besarnya kandungan minyak atsiri dipengaruhi oleh umur tanaman. Artinya, semakin tua umur jahe tersebut, semakin tinggi kandungan minyak atsirinya. Namun, selama dan sesudah pembungaan, persentase kandungan minyak atsiri tersebut berkurang, sehingga dianjurkan tidak melakukan pemanenan pada saat itu. Dengan demikian, selain umur tanaman, kandungan minyak atsiri jahe juga dipengaruhi oleh umur panen (Hariana, 2007). Komponen utama minyak atsiri jahe adalah seskuiterpen hidrokarbon dan paling dominan adalah zingiberen (35%), kurkumen (18%), dan farnesen (10%). Zingiberen memberikan aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan,
antiinflammasi,
analgesik,
(Rehman, et al., 2011).
8
antikarsinogenik
dan
kardiotonik
Nenas Nenas berasal dari Amerika Selatan, tepatnya di Brasil. Tanaman ini telah dibudidayakan penduduk pribumi di sana sejak lama. Kemudian pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Dalam klasifikasi atau sistematika tumbuhan (taksonomi), nenas termasuk dalam famili bromiliaceae. Adapun secara lengkap, klasifikasi tanaman nenas adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo
: Farinosae (Bromeliales)
Famili
: Bromiliaceae
Genus
: Ananas
Species
: Ananas comosus (L) Merr.
(Sari, 2009). Nenas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu buah tropis yang banyak dihasilkan di Indonesia. Tanaman nenas cocok ditanam pada segala jenis tanah dengan drainase yang baik dan memiliki pH tanah berkisar antara 5,0-6,5. Daerah penghasil buah nenas yang utama di Indonesia ialah Palembang, Riau, Jambi, Bogor, Subang, Pandeglang, dan Blitar (Fachruddin, 2002). Nenas merupakan salah satu buah-buahan komersial yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Produksi buah nanas di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Tabel 2. Produksi buah nenas tahun 2008 – 2010 di Sumatera Utara Tahun Produksi (Ton/tahun) 2008 144.266 2009 134.077 2010 102.437 Sumber : BPS (2010). Nenas merupakan komoditas buah yang mudah rusak, susut, dan cepat busuk. Salah satu penanganan pasca panen yang paling baik adalah dengan pengolahan. Banyak keuntungan yang diperoleh dengan membuat produk olahan nenas, seperti menyelamatkan hasil panen, memperpanjang umur penyimpanan dan meningkatkan
kualitas
maupun
nilai
ekonomis
buah
nenas
tersebut
(Fachruddin, 2002). Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup, dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Selain rasanya yang disukai, buah nenas mengandung gizi yang cukup tinggi dan lengkap (Surbakti, 2009). Komposisi Kimia Nenas Buah nenas memiliki aroma yang sangat khas dan tajam dengan rasa campuran asam dan manis namun sangat menyegarkan karena kandungan airnya yang cukup tinggi. Kandungan gizi dari buah nenas adalah kaya akan vitamin A, vitamin C, mengandung kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, thiamin, natrium, kalium, dan gula buah. Nenas juga mengandung cukup banyak serat (Wirakusumah, 2007). Komposisi kimia nenas per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Komposisi kimia nenas per 100 g bahan Komposisi Kalori (Kal) Protein (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin C (mg) Vitamin A (SI) Niasin (mg) Riboflavin (mg) Air (g)
Jumlah 52 2,3 16 20 12,5 1,0 37,8 131,5 80 0,1 80
Sumber : Karsinah, et al., (2010)
Nenas juga mengandung serat yang berguna untuk membantu proses pencernaan. Menurunkan kolesterol dalam darah dan mengurangi resiko diabetes dan penyakit jantung. Serat dari 150 g nenas setara dengan separuh dari jeruk. Selain itu kandungan vitamin dan mineral menjadikan nenas sumber yang bagus untuk vitamin C dan berbagai macam vitamin lainnya. Asam klorogen, yaitu antioksidan yang banyak terdapat di buah - buahan juga dapat ditemukan pada nenas. Asam ini memblokir formasi dari nitrosamine, zat yang dapat menyebabkan kanker. Nitrosamine terbentuk ketika daging olahan yang diberi pengawet dipanaskan pada suhu tinggi. Penelitian menyebutkan nenas mempunyai asam amino esensial dan non esensial untuk membantu memperkuat sistem imun dalam tubuh, mengatasi kelelahan dan meningkatkan stamina dan energi, untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan otot (Winastia, 2011).
Melon Tanaman melon termasuk dalam suku labu-labuan. Melon termasuk tanaman semusim atau setahun yang bersifat menjalar atau merambat. Buah melon
11
sangat bervariasi, baik bentuk, warna kulit, warna daging buah maupun berat atau bobotnya. Adapun klasifikasi tanaman melon adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dikotile
Sub-kelas
: Sympetalae
Ordo
: Cucurbitales
Famili
: Cucubitaceae
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis melo . L
(Siswanto, 2010). Buah melon sebenarnya merupakan salah satu buah pendatang baru dari luar negeri yang langsung meroket di pasaran buah dalam negeri. Setelah dilakukan nilai coba ternyata tanaman ini tumbuh dan berbuah baik di Indonesia. Produksi buah melon dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2006 produksinya mencapai 55.000 ton, sedangkan tahun 2007 naik menjadi 56.880 ton dan tahun 2009 mencapai 59.000 ton (Departemen Pertanian, 2009). Volume ekspor buah melon Indonesia tahun 2006 mencapai 145.323 kg diantaranya ke Jepang, Korea, Hongkong, dan Singapura. Berdasarkan perkiraan pada tahun 2005–2008, konsumsi buah melon akan meningkat mencapai 1,34 – 1,50 kg/kapita/tahun (Distan Pemda DIY, 2009). Melon merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang disukai masyarakat luas. Citarasa buahnya manis, khas, dan beraroma harum, umumnya melon digunakan sebagai bagian menu pesta. Selain dimakan langsung, melon juga 12
bisa disajikan dalam berbagai bentuk seperti juice segar, es buah, sirup, kue, campuran berbagai makanan ringan beraroma melon (Jalil, 2008). Buah melon juga merupakan buah yang sangat segar mengingat kandungan air yang cukup tinggi kurang lebih 90%. Selain itu pula melon juga mengandung serat yang cukup tinggi sehingga baik untuk pencernaan. Banyaknya air dan serat membuat melon merupakan buah yang sangat baik untuk penurunan berat badan (Badruddin, et al., 2007). Melon tidak hanya mengandung kandungan air dan serat yang tinggi ataupun mempunyai rasa yang manis, ternyata melon juga mengandung zat gizi yang cukup lengkap untuk meningkatkan kesehatan tubuh jika mengkonsumsinya. Siswanto (2010), menyatakan bahwa di dalam melon terkandung banyak vitamin, seperti vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Di dalam melon juga terdapat kandungan protein, kalsium, dan fosfor. Komposisi Kimia Melon Buah melon mengandung banyak zat gizi yang cukup beragam sehingga tidak mengherankan apabila melon merupakan sumber gizi yang sangat baik (Prajnanta, 2003). Fachruddin (2002), menyatakan bahwa vitamin dan mineral yang terkandung dalam buah melon sangat baik untuk kesehatan tubuh manusia. Kandungan protein dan karbohidrat yang terkandung dalam buah melon sangat penting bagi tubuh manusia untuk pembentukan jaringan sel. Gizi buah melon yaitu 34 mg vitamin C, 15,00 mg kalsium, 0,5 mg besi, 5,00 mg fosfor, 0,03 mg vitamin B1, dan 640 mg IU vitamin A. Buah melon juga mengandung zat antikoagulan yaitu adenosine yang bisa membantu menghentikan proses penggumpalan sel-sel darah penyebab stroke atau sakit jantung. Bukan
13
hanya itu, karotenoid yang ada pada buah melon cukup tinggi, sehingga bisa mencegah penyakit kanker (Jalil, 2008). Komposisi kimia melon per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia melon per 100 g bahan Komposisi kimia Kalori (energi) Protein Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Serat Air
Nilai 21,0 0,6 25,1 15,0 5,0 0,5 640,0 0,03 34,0 0,3 93,5
Satuan kal g g mg mg mg SI mg mg g g
Sumber : Prajnanta (2003).
Permen dan Klasifikasinya Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary) yang merupakan makanan yang berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup glukosa. Kadar gula dalam permen lumayan tinggi, sehingga dapat menyebabkan gigi berlubang. Tekstur permen sangat ditentukan oleh lamanya campuran bahan yang dididihkan, suhu pendinginan, dan cara penanganan setelah pendinginan. Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis permen yang dihasilkan, yaitu suhu panas (100oC) akan menghasilkan permen keras, suhu menengah (65-75oC) akan menghasilkan permen lunak, dan suhu dingin akan (25-28oC) menghasilkan permen yang kenyal (Wijana, et al., 2002). Hard candy adalah jenis permen yang mempunyai tekstur keras dan tampak bening serta mengkilap (glossy), bahan utama dalam pembuatan hard candy adalah sukrosa, sirup glukosa, dan air. Sukrosa merupakan salah satu pemanis alami yang sering digunakan dalam aplikasi produk pangan, seperti permen, roti manis, sirup, 14
dan lain-lain. Sukrosa memiliki tingkat kemanisan tinggi dan memiliki dampak negatif bagi tubuh bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih, misalnya kegemukan dan karies gigi (Ramadhan, 2012). Hard candy juga merupakan sebutan untuk permen yang mengalami pemasakan pada suhu 140 – 150°C dengan penampilan bening. Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pembuatan hard candy maka kekerasannya semakin tinggi dan kadar air semakin rendah. Kristalisasi dalam produk permen berakibat mengurangi penampilan yang jernih. Kekurangan ini mengakibatkan penampilan kurang memuaskan dan terasa kasar pada lidah. Kristalisasi akan terjadi secara spontan tetapi dapat dicegah dengan menggunakan bahan-bahan termasuk sirup glukosa dan gula invert yang tidak mengkristal tetapi sangat menghambat terjadinya kristalisasi pada permen (Buckle, et al., 2009). Permen pada umumnya dibagi menjadi dua kelas, yaitu permen kristalin mengandung krim dan permen non kristalin (amorphous). Permen kristalin mengandung krim biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok. Contoh dari permen ini adalah fondants, fudge, penuche, dan divinity. Sedangkan permen non kristalin terkenal dengan sebutan without form atau tanpa bentuk. Setelah dimasak permen akan menjadi lebih kasar tanpa pembentukan kristal dan susah untuk dibentuk lebih lanjut, kecuali dengan menggunakan alat/mesin. Pada pembuatan permen ini harus dihindari terjadinya pembentukan kristal. Contoh permen jenis ini adalah caramels, butterscotch, hard candy, lollypop, marsmallow, dan gum drops (Wijana, et al., 2002). Untuk mengklasifikasikan permen ke dalam pembagian yang jelas adalah tidak mudah. Tabel 5 berikut hanya memberikan gambaran umum klasifikasi permen. 15
Tabel 5. Klasifikasi permen Gula Non-kristalin Boiled sweets Toffees Caramels Nut brittles Jellies Pastilles Gums Marsmallow Chewy nougats
Gula Kristal Fondants Fudges Italian caramel Grained Marsmallow Short nougats Marzipan Praline pastes Panned goods Compressed tablets
Sumber : Cakebread (2000).
Proses Pembuatan Permen Permen merupakan sebuah produk yang dapat dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3%, yang termasuk jenis permen ini adalah permen yang memiliki tekstur yang keras yang disebut hard candy sehingga dalam pembuatannya kadar airnya kira-kira 3%. Suhu yang digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira-kira 3% adalah 150°C sehingga menghasilkan kandungan air yang rendah, membentuk bentukkan menyerupai glass yang bening dan tekstur yang keras, serta memiliki kelembaban relatif dibawah 30% (Desrosier, 1999). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan hard candy agar diperoleh penampakan yang bening (jernih) adalah suhu pemasakan, waktu pemasakan, serta pengadukan adonan. Suhu pemasakan yang digunakan adalah 135-140oC. Suhu pemasakan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya karamelisasi ditandai dengan penampakan adonan yang berwarna agak kecoklatan dan tidak jernih, selain itu karamelisasi dapat juga disebabkan pengadukan yang tidak merata sehingga sukrosa tidak larut dan tercampur dengan sempurna (Ramadhan, 2012). 16
Dalam pembuatan permen agar dapat diterima oleh masyarakat maka produsen harus menyesuaikan kriteria produknya dengan standar yang sudah ditetapkan oleh pihak pemerintahan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar mutu permen dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel. 6 Standar mutu permen No. Kriteria nilai 1. Keadaan - Bau - Rasa 2. Kadar air 3. Kadar abu 4. Gula reduksi (dihitung sebagai Gula inversi) 5. Sakarosa 6. Cemaran logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) 7. Cemaran mikroba - Bakteri coliform - E. Coli - Kapang/khamir
Satuan
Persyaratan
% fraksi massa % fraksi massa
Normal Normal (sesuai label) Maksimal 3,5 Maksimal 2,0
% fraksi massa % fraksi massa
Maksimal 24 Minimal 35
mg/kg mg/kg
Maksimal 2,0 Maksimal 2,0
APM/g APM/g Koloni/g
Maksimal 20 <3 Maksimal 1 x 102
Sumber : Standar Nasional Indonesia (2008)
Bahan-bahan yang Ditambahkan dalam Pembuatan Permen Gula Sukrosa (gula pasir) merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhydrous, dan larut dalam air. Sukrosa adalah komponen utama permen yang berguna selain sebagai pemanis, juga sebagai sumber padatan. Konsentrasi sukrosa dalam formula harus diatur secara tepat. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya kristalisasi, dan jika terlalu rendah (<75%) dapat menyebabkan pertumbuhan kapang dan khamir (Kusumawati, 2008). Sukrosa dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri dari sukrosa dibuat dari 2 macam bahan makanan tersebut melalui 17
proses penyulingan dan kristalisasi. Sukrosa juga terdapat di dalam buah, sayuran, dan madu. Bila dicernakan atau dihidrolisis sukrosa pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa (Almatsier, 2002). Adapun strukur kimia dari sukrosa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia sukrosa (Sumardjo, 2006). Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk menyempurnakan rasa asam, citarasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula, memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH) dan daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle, et al., 2009). Pemanis memiliki peranan yang besar pada penampakan dan cita rasa sari buah yang dihasilkan. Disamping itu, pemanis juga bertindak sebagai pengikat komponen flavor. Pemanis yang paling umum digunakan dalam pembuatan sari buah pada skala rumah tangga ialah sukrosa, yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula pasir. Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul setelah citarasa pertama. Komposisi kimia gula putih dapat dilihat pada Tabel 7.
18
Tabel 7. Komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan Komponen Kalori (Kal) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg)
Jumlah 364 94,00 5,00 10,00
Sumber : Departemen Kesehatan RI (2000)
Sirup Glukosa Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa, maltose, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis enzim, asam atau gabungan keduanya. Bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati, misalnya, sagu, pati jagung, dan pati umbi-umbian. Salah satu pati umbi-umbian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sirup glukosa adalah pati ubi jalar. Ubi jalar mengandung 20% sampai 30% pati (Suprapti, 2005). Fungsi utama dari sirup glukosa dalam pembuatan hard candy adalah membentuk tekstur permen dan untuk mengkontrol kristalisasi gula, sehingga dihasilkan penampakan permen yang bening. Hal ini terjadi karena saat pemanasan pada suhu tinggi, glukosa dapat mengurangi pembentukan butiran dari kristal gula yang menyebabkan permen menjadi keruh. Selain itu glukosa juga dapat mengatur tingkat kemanisan hard candy. Kandungan glukosa dalam sirup dinyatakan dengan Dextrose Equivalent (DE), yang secara komersial adalah kandungan gula pereduksi yang dinyatakan sebagai persen dekstrosa terhadap padatan kering. DE tidak dinyatakan kandungan glukosa yang sebenarnya dari produk, melainkan berhubungan dengan kandungan gula pereduksi dari semua jenis gula yang terdapat dalam produk (Ramadhan, 2012).
19
Alasan mengapa sirup glukosa digunakan dalam industri pembuatan permen adalah karena : 1. Permen tidak boleh mengalami fermentasi, jamur atau mikrobia perusak akan tumbuh selama penyimpanan yang lama. 2. Permen tidak boleh mengalami perubahan sifat-sifat fisiknya selama penyimpanan. 3. Harus memiliki sifat fisik yang diinginkan, pada umumnya berhubungan dengan sifat utama permen seperti tidak terlalu keras dimakan, tekstur dan kelarutannya harus menyenangkan dan enak, memiliki aroma yang baik dan rasa yang manis (Jackson, 1995). Sirup glukosa memiliki : Rumus molekul : C6H12O6 Berat molekul
: 180,16 g/mol
Densitas
: 1,694 g/cm3
Melting point
: 146oC
Fase
: cair
Kadar glukosa : minimal 50% (Risti, 2009).
Gum Arab Gum arab adalah salah satu produk getah yang dihasilkan dari penyadapan getah pada batang tumbuhan legum. Gum arab banyak dipakai dalam industri makanan dan kimia lainnya. Gum arab digunakan sebagai campuran minuman untuk mengurangi tekanan permukaan air dan stabilizer. Secara kimia gum arab bersifat netral dan agak asam. Kekentalan gum arab paling rendah dibandingkan dengan gum lainnya, namun kelarutannya paling tinggi. Gum arab juga dapat
20
mempertahankan flavor dari bahan yang dikeringkan. Hal itu karena gum arab membuat lapisan yang mampu melapisi partikel flavor, sehingga melindunginya dari oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air dari udara (Amos dan Purwanto, 2002). Gum arab digunakan pada permen untuk menjaga perisa dan aroma sehingga rasa permen dapat dinikmati lebih lama sebagai perekat, dan membantu mencegah pengkristalan. Selain itu dalam pembuatan permen gum arab digunakan untuk memperlambat kristalisasi sukrosa (Hariyadi, 2011). Berikut ini beberapa sifat dari gum arab : 1. Kadar air, gum komersil memiliki kadar air antara 12-15%. 2. Kelarutan, gum memiliki kelarutan yang luar biasa dalam air, yaitu sekitar 40% pada suhu 24oC (75oF) atau lebih. 3. Viskositas, kelarutan yang tinggi dari gum menghasilkan larutan yang memiliki viskositas yang tinggi. Viskositas gum dapat terjaga pada rentang pH yang luas, rentang pH adalah 4,5 -5,5 (Minifie, 2003). Adapun struktur kimia dari gum arab dapat dilihat pada
Gambar 3. Struktur kimia gum arab (Hariyadi, 2011)
21
Gambar 3.
Asam Sitrat Asam sitrat sering disebut garam asam. Senyawa ini berbentuk kristal putih seperti gula pasir. Fungsi utama asam sitrat adalah sebagai bahan pengasam. Namun, sebenarnya bahan ini memiliki fungsi sampingan, yaitu sebagai antioksidan yang mencegah terjadinya reaksi browning (pencoklatan produk) akibat proses pemanasan. Asam sitrat juga dapat merangsang bahan pengawet natrium benzoat agar bekerja lebih efektif (Suprapti, 2005). Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain itu asam sitrat juga digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon atau limau. Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 (Istifany, et al., 2010). Asam sitrat termasuk dalam golongan flavor-enhancer atau bahan pemacu rasa. Bahan pemacu rasa merupakan bahan tambahan yang diberikan pada suatu produk pangan untuk memberikan nilai lebih pada rasa, sesuai dengan karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Asam sitrat sebagai pemacu rasa, banyak digunakan dalam industri, termasuk industri makanan karena memiliki tingkat kelarutan yang tinggi, memberikan rasa asam yang enak, dan tidak bersifat racun (Kusumawati, 2008). Garam Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida
22
(>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, calsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 80oC (Burhanuddin, 2001). Garam natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan kristal berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl 2 menjadi berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk pembuatan
keramik,
kaca,
dan
pupuk),
sebagai
zat
pengawet
(Hidayat dan Ikarisztrana, 2004). Garam juga dapat mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan bahan akan bebas dari pengaruh racunnya, namun ada beberapa organisme seperti bakteri halofilik dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganisme ini membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan (Buckle, et al., 2009).
Air Air tidak cukup hanya dipandang sebagai bahan pelarut saja. Terkadang beberapa kegagalan dalam prosesnya disebabkan oleh penggunaan air dengan jumlah dan kualitas yang tidak sesuai. Proses inversi yang tidak terkontrol dan diskolorisasi terkadang dapat dipicu oleh air. Karena itu perlu diperhatikan tingkat keasaman, kesadahan, kandungan mineral, dan lain-lain. Industri besar umumnya memiliki pretreatment water, bahkan terkadang diperlukan proses demineralisasi (Hasniarti, 2012). 23
Fungsi utama air adalah melarutkan gula, sehingga yang terpenting dipastikan gula larut secara sempurna. Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai air minum. Nilai pH air juga harus diperhatikan. Jika pH asam dapat menyebabkan inversi sukrosa dan warna gelap, sedangkan jika pH alkali (basa) dapat menyebabkan berkerak (Winarno, et al., 1992). Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air di samping bertujuan mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Hidayat dan Ikarisztrana, 2004).
24