TINJAUAN PUSTAKA
Fusarium oxysporum f.sp. cubense Biologi cendawan Menurut Semangun (1996) cendawan Fusarium diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Fungi
Divisio
: Eumycota
Sub divisio
: Deuteromycotina
Class
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Family
: Tuberculariaceae
Genus
: Fusarium
Species
: Fusarium oxysporum f.sp. cubense. (E.F. Smith) Snyder, Hansen.
Cendawan membentuk konidium pada suatu badan yang disebut sporodokium yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tangkai tanaman pisang yang telah tua. Konidiofor bercabang dan rata-rata mempunyai panjang 70 μm, cabangcabang samping biasanya bersel satu, panjang sampai 14 μm, konidium terbentuk pada ujung cabang utama dan pada cabang samping. Mikrokonidium bersel satu atau dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2,5-3 μm (Gambar 1B).
C
B Gambar 1. Fusarium oxysporum f.sp. cubense, klamidospora (A) (http://www. Cultures of Fusarium oxysporum f.sp. cubense diakses tanggal 26 Februari 2012). Mikrokonidia (B) dan makrokonidia Fusarium oxysporum f.sp. cubense (C) (Perbesaran objek 400X). Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel 4, berukuran 2236 x 4-5 μm (Gambar 1C). Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran 7-13 x 7-8 μm, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokonidium, seringkali berpasangan (Gambar 1A) (Wardlaw, 1972). Di alam cendawan membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, seringkali berpasangan. Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh kayu, juga membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. Inokulum Foc terdiri atas makrokonidia, mikrokonidia, klamidospora dan miselia. Cendawan dapat bertahan lama di dalam tanah selama beberapa tahun. Populasi patogen dapat bertahan secara alami di dalam tanah dan pada akar-akar tanaman sakit. Apabila terdapat tanaman peka, melalui akar yang luka dapat segera menimbulkan infeksi (Departemen Pertanian, 2012).
Infeksi, epidemiologi penyakit dan siklus hidup
Fusarium oxysporum f.sp. cubense yang terdapat disuatu daerah dapat disebabkan oleh penyaluran tanaman yang terinfeksi saat manusia beraktifitas. Patogen dapat berpindah dari jaringan tanaman yang sakit sebagai klamidospora yang dirangsang berkecambah oleh inang atau kontak dengan jaringan sehat tanaman rentan. Miselia dan konidia hasil perkecambahan klamidospora yang diproduksi setelah 6-8 jam, 2-3 hari kemudian akan menginfeksi akar sekunder atau tersier. Patogen masuk ke zona vaskular dari rimpang akar tanaman yang sakit, kemudian bergerak keluar dari sistem vaskular masuk ke sel parenkim. Selanjutnya konidia terbentuk dan klamidospora terbentuk di dalam tanah ketika tanaman mati, berlangsung aktif sampai beberapa tahun
(Perez dan Vicente, 2004).
Fusarium oxysporum f.sp. cubense termasuk cendawan imperfektif, awalnya bernama F. cubense diisolasi oleh E. F. Smith (1910) dari bonggol terinfeksi Foc di Cuba, Jamaica. Di alam, cendawan ini memiliki konidium pada suatu badan yang diketahui dengan nama sporodokium. Sporodokium muncul dari tangkai dan permukaan daun pada tanaman yang terinfeksi. Sporodokium ini keluar melalui stomata yang terbuka, paling banyak pada epidermis bagian atas tangkai daun. Konidia muncul di ujung hifa, baik ujung maupun lateral dan terdiri atas dua jenis yang berbeda. Pertama, septa mikrokonidia yang muncul dari kumpulan konidia berbentuk bulat telur atau agak memanjang dengan ukuran
5-7x2,5-3 µm. Kedua, konidia berbentuk sabit,
ukuran bervariasi dan sering ditemukan diselingi oleh beberapa mikrokonidia (Wardlaw, 1972). Fusarium oxysporum f.sp. cubense memiliki persaingan di dalam tanah dengan cendawan spesies lain seperti F. solani, F. pallidoroseum, Rhizoctonia sp, Pythium sp. Dalam hal ini Foc tidak menyebar dengan sendirinya dalam tanah oleh pertumbuhan
vegetatif, namun meningkatkan pertumbuhan saprofit disisa-sisa tanaman dan berlangsung dalam tanah selama bertahun-tahun.
Fusarium oxysporum
f.sp. cubense umumnya terdapat pada jaringan xilem. Parenkim yang mengelilingi jaringan vaskular akan mati, sebelumnya terjadi invasi cendawan dan selanjutnya berlangsung dalam lumen sel
(Perez dan Vicente, 2004).
Vivotoksin merupakan zat yang dihasilkan tanaman inang yang terinfeksi Foc. Toksin tersebut bekerjasama dengan asam Fusarik dalam menyebabkan penyakit (Varma, 2012). Gejala serangan Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecoklatan, tepi bawah daun menjadi kuning tua (layu), merambat ke bagian dalam secara cepat sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning (Gambar 2a). Tangkai daun patah ada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu. Kadang-kadang lapisan luar batang palsu terbelah mulai dari permukaan tanah. Jika pangkal batang dibelah membujur terlihat garis coklat atau hitam menuju ke semua arah dari pangkal batang (bongkol) ke atas, melalui jaringan pembuluh pangkal (Gambar 2b) dan tangkai daun. Apabila bonggol pisang yang sakit dibongkar akan tampak sebagian besar leher akar membusuk dan berwarna kehitam-hitaman (Gambar 2c).
a
b
c
Gambar 2. Gejala serangan Foc pada permukaan daun (a), gejala pada pangkal batang (b), dan akar busuk (c). Tanaman yang terserang tidak akan mampu berbuah atau buahnya tidak terisi. Lamanya waktu antara saat terjadinya infeksi penyakit sampai munculnya gejala penyakit berlangsung kurang lebih 2 bulan (Departemen pertanian, 2010). Mekanisme kelayuan pada tanaman disebabkan oleh cendawan yang dapat hidup di dalam tanah dapat menyerang tanaman. Selanjutnya berpenetrasi
ke dalam
akar, dari akar cendawan tumbuh dan berkembang hingga mencapai bonggol pisang (Gambar 3a, tanda ).
a
b
Gambar 3. Foc berpenetrasi kedalam akar (a), dan Foc berkolonisasi (b). (Perbesaran objek 400X). Di dalam bonggol dan pembuluh xilem cendawan ini berkolonisasi dan menginfestasi secara cepat (Gambar 3b, tanda ). Akibatnya akar tanaman dan bonggol serta pembuluhnya terinfeksi Foc. Infeksi Foc pada tanaman pisang, akan menganggu
proses penyerapan, transportasi air dan zat makanan di dalam tanah, sehingga tanaman menjadi layu dan akhirnya mati (Maimunah, 1999). Gejala yang paling khas adalah gejala dalam pangkal batang (pseudostem). Jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis coklat atau hitam menuju ke semua arah, dari batang (bonggol) ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan tangkai. Perubahan warna pada berkas pembuluh paling jelas tampak pada batang. Berkas pembuluh akar biasanya tidak berubah warna, namun sering sekali akar tanaman sakit berwarna hitam dan membusuk
(Semangun, 1996).
Keparahan penyakit yang ditimbulkan serangan Foc pada tanaman pisang Barangan berhubungan dengan virulensi patogen. Variasi virulensi selain disebabkan oleh variasi yang terjadi saat reproduksi aseksual cendawan, juga disebabkan oleh perbedaan produksi toksin dari masing-masing isolat.
Fusarium oxysporum
f.sp. cubense dapat memproduksi asam fusarat, toksin ini mempengaruhi mitokondria, menghambat enzim katalase serta mempengaruhi sel yang mengakibatkan kebocoran ion dan kematian sel
(Balio, 1981 dalam Jumjunidang et
al. 2011). Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit Penyakit layu Fusarium lebih merugikan pada tanah aluvial yang asam. Pada umumnya di tanah geluh yang bertekstur ringan atau tanah geluh berpasir penyakit dapat meluas dengan lebih cepat. Di Amerika tengah penyakit menjadi sangat cepat merusak setelah jenis Gros Michael yang sangat rentan dibudidayakan secara besarbesaran tetapi berkurang setelah diganti dengan jenis Cavendish yang tahan. Di Taiwan jenis Cavendish sangat rentan terhadap ras 4. Penyakit pisang di Jawa Timur lebih banyak terdapat pada jenis Ambon, Raja dan Agung (Semangun, 1996).
Varietas rentan terhadap Foc seperti pisang Barangan yang telah diuji oleh Jumjunidang et al. (2011) memiliki masa inkubasi penyakit paling cepat, sering tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antar isolat dengan masa inkubasi 13-80 hari setelah inokulasi. Persentase serangan yang diakibatkannya mencapai 93,33%. Perbedaan virulensi pada isolat uji tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan karakter biologi, kimia, dan genetik dari isolat cendawan. (Jumjunidang et al., 2011). Radopholus similis Cobb. Klasifikasi nematoda Radopholus similis Cobb. Menurut Dropkin (1992) nematoda Radopholus similis Cobb. diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Aschelminthes
Class
: Nematoda
Ordo
: Tylenchida
Family
: Pratylenchidae
Genus
: Radopholus
Species
: Radopholus similis Cobb.
Morfologi Betina Panjang 0,52-0,88 mm, kepala lebih rendah membulat, lurus atau sedikit berlekuk dengan kontur tubuh. Kerangka kepala mengalami skloritisasi kuat, stilet dan esofagusnya tumbuh sempurna (Gambar 4a). Vulva terdapat pada bagian tegah tubuh antara 50-70% biasanya 55-65%. Ekor memanjang dengan bentuk kerucut dengan panjang sekitar 60 μm (Siddiqi, 1986).
Jantan Panjang nematoda jantan rata-rata 0,58 mm dan mengalami degenerasi, esofagus dan stiletnya tidak berkembang sempurna. Kepala nematoda jantan berbentuk membulat dan berlekuk yang sangat berbeda dengan betina. Mempunyai testis tunggal (Gambar 4b) dan bursa meluas sampai dua per tiga ekor (Dropkin,1992).
a
b
Gambar 4. Nematoda R.similis betina (a) (Perbesaran 100X), nematoda R. similis jantan (b) (Dropkin, 1992). Biologi dan siklus hidup Radopholus similis adalah spesies nematoda endoparasitik yang berpindahpindah yang mampu menyelesaikan daur hidupnya di dalam jaringan korteks akar. Nematoda betina bertelur untuk menghasilkan populasi baru selama melakukan perpindahan. Nematoda ini ditemukan pada semua tingkatan perkembangan akar tanaman dan pada tanah di sekitar perakaran pisang (Dropkin, 1992). Histopatologi akar tanaman pisang yang terserang R.similis telah diteliti bahwa penetrasi nematoda tersebut ke dalam akar, biasanya terjadi di dekat dengan ujung akar, tetapi nematoda tersebut dapat melakukan serangan di seluruh panjang akar. Nematoda betina dan larva merupakan stadium yang infektif, sedangkan yang jantan secara morfologi mengalami degenerasi (tidak mempunyai stilet) dan mungkin tidak bersifat parasitik. Setelah masuk ke dalam jaringan akar tanaman pisang nematoda tersebut menempati ruang-ruang interseluler di parenkim (Gambar 5) dan korteks tempat
nematoda tersebut memperoleh makanannya yaitu sitoplasma, sel-sel yang berada di dekatnya dan menimbulkan rongga-rongga yang kemudian menjadi satu membentuk saluran-saluran di dalam jaringan tersebut. Invasi ke dalam stele tidak pernah dijumpai walaupun akar terserang berat (Blake, 1966).
Gambar 5. R. similis didalam sel parenkim (Perbesaran objek 400X). Perpindahan dan peletakkan telur dipengaruhi oleh faktor makanan, misalnya nematoda betina berpindah tempat dari luka pada akar untuk mencari jaringan akar sehat. Di dalam jaringan yang terinfeksi nematoda betina meletakkan telur. Daur hidupnya dari telur ke telur generasi berikutnya membutuhkan waktu 20 sampai 25 hari pada suhu berkisar 240C sampai 320C (Luc et al., 1995). Nematoda
betina
menghasilkan
4-5
butir
telur
setiap
hari
selama
10 -12 hari. Telur menetas 8 sampai 10 hari dan stadia juvenil secara keseluruhan memerlukan waktu 10 sampai 13 hari. Ada empat stadia juvenil, juvenil 1 berkembang di dalam telur kemudian berganti kulit dan menetas menjadi
juvenil 2,
juvenil 2 berganti kulit menjadi juvenil 3, juvenil 3 berganti kulit menjadi juvenil 4 dan juvenil 4 berganti kulit menjadi nematoda dewasa
(Luc et al., 1995).
Gambar 6. Siklus hidup R. similis (http://www.the life cycle of R.similis in banana roots, diakses tanggal 24 Mei 2012). Radopholus similis terdapat secara luas di daerah tropik dan sub tropik, merupakan patogen penting pada pisang pada daerah penanaman pisang. Nematoda ini berbentuk seperti cacing, panjang 0,65 mm dan lebar 25μm. Nematoda ini hidup dan bereproduksi di dalam rongga korteks akar. semua larva dan dewasa dapat menginfeksi akar (Dropkin, 1992). Gejala serangan Radopholus similis disebut nematoda penggerus sehubung dengan perilakunya di dalam akar. Di akar masuk ke dalam parenkim korteks tempat nematoda bergerak aktif dan merusak sel-sel sambil makan (Gambar 5). Rongga makin berkembang dan membesar, tetapi tidak memotong endodermis. Timbul luka berwarna coklat merah pada seluruh korteks. Pangkal akar tanaman pisang rusak dan terjadinya kematian selsel pada akar (Dropkin, 1991).
Gejala kerusakan yang paling jelas akibat serangan R. similis pada pertanaman pisang ialah rebahnya batang pisang atau mudahnya tanaman dicabut khususnya pada waktu tanaman berbuah (Gambar 7). Tingkat kerusakan yang berat ditandai dengan makin panjangnya pertumbuhan vegetatif sampai berkurangnya berat tandan secara drastis. Hal tersebut menunjukkan terdapat dua tipe kerusakan yang dapat ditimbulkan pada pertanaman pisang yaitu mempengaruhi tegak berdirinya tanaman pisang dan kemampuan menyerap air dan hara (Luc et al., 1995).
Gambar 7. Tanaman pisang rebah akibat serangan R. similis.
Nematoda sering diketahui terlibat dalam kekomplekan penyakit dimana nematoda menjadi penyebab penyakit primer dan beberapa spesies cendawan atau bakteri menjadi penyebab penyakit sekunder. Keduanya dapat menimbulkan kerugian dan penyakit secara sendirinya tetapi ketika bersatu ada efek sinergi mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dengan perubahan gejala dan keterkaitan dalam memparasiti inangnya. Nematoda memberikan jalan masuk kepada patogen-patogen lain (Singh, 2000). Telah diketahui beberapa penyakit akibat nematoda dan cendawan. Layu Fusarium pada beberapa tumbuhan meningkat persentase dan tingkat serangannya apabila tumbuhan tersebut juga terinfeksi oleh nematoda puru akar, luka akar, rongga akar atau nematoda kerdil. Gabungan kerusakan akan jauh lebih besar dibandingkan
dengan jumlah kerusakan yang disebabkan oleh masing-masing patogen tersebut apabila menyerang secara sendiri-sendiri. Juga varietas yang sebenarnya tahan terhadap cendawan, akan terinfeksi oleh cendawan tersebut setelah sebelumnya diinfeksi oleh nematoda (Agrios, 1996). Nematoda ini menyediakan jalan masuk untuk patogen lemah, khususnya patogen tanaman pisang seperti Fusarium spp., Cylindrocladium spp., Rhizoctonia spp. yang memungkinkan jamur ini memperpanjang nekrosis di bagian akar dan akhirnya akar mati (INIBAP, 1994) Pengelolaan penyakit Penggunaan kultivar resisten atau genotip tahan telah terbukti menjadi ukuran utama. Tindakan budaya dan karantina diimplementasikan untuk menghindari masuknya patogen. Peralatan yang digunakan di daerah yang terinfeksi tidak boleh digunakan di daerah-daerah bebas kecuali telah dengan hati-hati dicuci dan didesinfeksi. Secara kimia biasanya tanah difumigasi dengan metil bromida. Kelemahan secara kimia yaitu bisa terinfeksi kembali dalam dua atau tiga tahun kemudian (Perez dan Vicente, 2004).
Cendawan endofit Cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan
(Gambar 8,
tanda ). Cendawan ini menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika Lingga, 2009).
(Clay, 1988;
Cendawan endofit tergolong pada Ascomycotina atau Deuteromycotina. Cendawan endofit dapat menginfeksi tumbuhan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya. Dalam simbiosis ini, cendawan dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis serta melindungi tanaman inang dari serangan penyakit, dan hasil fotosisntesis dapat dipergunakan cendawan untuk mempertahankan hidupnya (Lingga, 2009). Penggunaan antagonis merupakan cara aman jangka panjang. Sebagian besar penelitian yang sedang berlangsung pada biokontrol layu Fusarium pada pisang telah diarahkan pada pengurangan inokulum dalam tanah dengan penggunaan antagonis endofit (Kidane dan Laing, 2010).
Gambar
8.
Cendawan endofit pada (Perbesaran objek 400X).
jaringan
akar
pisang
(tanda
)
Potensi cendawan endofit dalam mengendalikan penyakit layu fusarium dan R. similis pada tanaman pisang Dalam upaya meningkatkan produksi pertanian di Indonesia, serangan nematoda merupakan salah satu kendala yang tidak dapat diabaikan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan di perguruan tinggi dan lembaga penelitian, di Indonesia infeksi nematoda ditemukan pada berbagai tanaman perkebunan, pangan, dan hortikultura. Nematoda yang terdapat di Indonesia dan sudah diidentifikasi mencapai 26 spesies, dan yang paling merusak adalah Meloidogyne, Pratylenchus, Radopholus, dan
Globodera. Masalah nematoda pada beberapa tanaman penting di Indonesia dan teknologi pengendalian yang sudah diperoleh sampai saat ini (Mustika, 2010) Selaras dengan program Badan Litbang Pertanian 2005-2009 yang berkaitan dengan rekayasa dan pemanfaatan teknik biologi molekuler dan rekayasa genetik untuk perbaikan tanaman dan ternak, serta pemanfaatan kultur
in vitro untuk perbanyakan
tanaman, perbaikan varietas dan produksi metabolit sekunder. Penelitian pengendalian nematoda diarahkan pada bioteknologi dan pertanian berkelanjutan. Penelitian terutama ditujukan untuk mengantisipasi tuntutan konsumen yang makin peduli terhadap masalah lingkungan, dan juga sejalan dengan sistem pertanian yang lestari (sustainable agriculture)
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2004).
Endofit mendapat perhatian besar akhir-akhir ini antara lain karena keberadaannya sangat melimpah dan beragam, serta ditemukan dalam seluruh famili tanaman, baik tanaman pertanian maupun rumput-rumputan. Selain itu juga diketahui asosiasi endofit dengan tanaman inang bersifat mutualisme. Simbiosis mutualistik ini menyebabkan berkurangnya kerusakan pada sel atau jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan fotosintesis sel jaringan tanaman yang terinfeksi patogen tanah. Dalam simbiosis ini, cendawan endofit membantu tanaman lebih toleran terhadap faktor abiotik dan biotik (IPB, 2012). Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia inang sehingga keberadaan endofit dalam jaringan tanaman dapat berperan langsung menghambat perkembangan patogen dalam tanaman. Endofit juga mempunyai kemampuan menginduksi terbentuknya metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap herbivora. Mikotoksin endofit bermanfaat sebagai ketahanan terinduksi terhadap serangan herbivora (Caroll, 1988).
Beberapa jenis cendawan endofit dapat membuat perangkap atau penjerat pada saat larva bergerak mengenai hifa. Cendawan tersebut juga mampu mengeluarkan zat kemoantraktan dan enzim kutikula, sehingga larva melekat dan selanjutnya terjadi penguraian lapisan kutikula yang menyebabkan kematian larva nematoda tersebut. Cendawan oportunistik dapat mengkolonisasi nematoda betina sebelum nematoda tersebut bertelur (Sayre, 1971 dalam Lingga, 2009).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian
Universitas
Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian + 25m dpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai Juni-Desember 2012. Bahan dan alat penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat cendawan endofit koleksi
Laboratorium
Penyakit
Tumbuhan
Program
Studi
Agroekoteknologi
Universitas Sumatera Utara yaitu E1 (5BSBH), E2 (4BSU), E3 (1BJH),
E4
(1BTAH), E5 (1BSHT), isolat F. oxysforum f.sp. cubense isolat 7 (foc 7) koleksi Laboratorium Penyakit Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi
Universitas
Sumatera Utara, nematoda R. similis, tanaman pisang Barangan hasil kultur jaringan, media beras, media jagung, media potato dextrose agar (PDA), media wortel steril, air steril, NaOCl, tanah+pasir steril (1:1). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipet tetes, beacker glass, petridish, mikroskop binokuler dan stereo, haemocytometer, handspray, modifikasi