II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Bintaro Pohon bintaro disebut juga Pong-pong tree atau Indian suicide tree, mempunyai nama latin Cerbera odollam gaertn, termasuk tumbuhan non pangan atau tidak untuk dimakan. Tinggi pohon bintaro sekitar 4 meter sampai 20 meter dengan banyak percabangan. Batangnya tegak, berkayu, bulat, dan berbintik-bintik. Batangnya berkayu, bulat licin, dan bergetah. Tumbuh disekitar aliran sungai berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne 1987). Saat ini belum mulai dibudidayakan sebagai salah satu komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau jalan. Tanaman bintaro memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, seperti bintaro (Sunda), bintaro (Jawa), kanyeri putih (Bali), bilutasi (Timor), wabo (Ambon), goro-goro guwae (Ternate), madangkapo (Minangkabau), bintan (Melayu), lambuto (Makasar), dan goro-goro (Manado). Bintaro termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera pasifik. Taksonomi tanaman bintaro adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Superdivision : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Division : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) class : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Subclass : Asteridae Orde : Gentianales Family : Apocynaceae Genus : Cerbera Species : Cerbera odollam
Gambar 1. Tanaman Bintaro Daun Bintaro bentuknya memanjang, simetris, dan menumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi, tetapi rata-rata memiliki panjang 25 cm. Tersusun secara spiral, terkadang berkumpul pada ujung roset dengan bentuk ovate-oblong atau elongate-obovate (Mulyani 2007).
5
Gambar 2. Daun Bintaro Bunga Bintaro terdapat pada ujung pedikel simosa dengan lima petal yang sama atau disebut pentamery. Korola berbentuk tabung dan ada warna kuning pada bagian tengahnya (Backer 1965).
Gambar 3. Bunga bintaro Buah bintaro berbentuk bulat dan berwarna hijau pucat sampai kemerahan. Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan (Gambar 4) yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa), dan endocarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa). Biji yang terdapat di dalam endokarp terkadang menghasilkan dua biji berbentuk ellips atau oval dalam satu buah. Walapun berbentuk indah namun buah Bintaro tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung zat yang bersifat racun terhadap manusia (Khanh 2001).
(a ) (b) (c) Gambar 4. (a) Kulit(epikarp), (b) sabut (mesokarp), dan (c) biji (endocarp) Menurut Mulyani (2007), biji buah bintaro memiliki rasio berat biji per buah rata-rata 2.79 – 2.92%. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian. Walaupun beracun, bijinya mengandung minyak yang cukup banyak (50-60%) dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel dengan melalui proses hidrolisis, ekstrasi dan destilasi.
6
2.2 Minyak Bintaro Minyak nabati atau plant oil adalah minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Pure Plant Oil (PPO) didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh secara langsung baik dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak, minyak yang telah dimurnikan, maupun minyak kasar tanpa melibatkan modifikasi secara kimia. PPO disebut juga sebagai unmodified oil atau SVO (straight vegetable oil) (Hambali dkk 2008). Seperti hal namanya, PPO dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung minyak, seperti kelapa (daging buah), kelapa sawit (buah), kedelai (biji), bunga matahari (biji), kacang tanah (biji), jagung (biji), kaliki (biji), dan sebagainya. Minyak dari tanaman tersebut berupa minyak kasar (crude oil), umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah dan sejenisnya, melalui peralatan atau kompor yang dimodifikasi (Reksowardojo 2008). Menurut Edi (2011), biji bintaro mengandung lemak/minyak sebesar 46% - 64%. Sementara itu, menurut Chang et al. (2000), biji bintaro mengandung minyak sekitar 54,33% dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Menurut Pranowo (2010), komposisi kulit, sabut, dan tista buah bintaro sebesar 94,76% dan komposisi biji adalah 5,24% biji basah atau hanya sebanyak 3,10% biji keringdari buah panen. Dalam Puspitasari (2010), komposisi asam – asam lemak penyusun minyak biji bintaro yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Asam – Asam Lemak Minyak Biji Bintaro Jenis Asam Lemak Jumlah atom C Komposisi (%) Palmitat C16 26,24 Oleat C18:1 47,78 Stearat C18 0,80 Miristat C14 0,59 Linoleat C18:2 4,10 Linolenat C18:3 1,11 Asetat C2 0,88 Buah bintaro berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap (Gambar 5). Minyak bintaro mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne 1987). Hal ini menyebabkan minyak bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan pilihan yang cukup tepat, sehingga tidak menggangu siklus minyak pangan (Sunandar 2010).
Gambar 5. Buah dan minyak bintaro (Sunandar 2010)
7
2.3 Karakteristik Minyak Nabati Agar minyak nabati dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah, maka minyak nabati harus memiliki karaketristik yang hampir sama dengan minyak tanah. Salah satu karakteristik yang paling utama adalah angka viskositas. Minyak nabati memiliki angka viskositas yang sangat tinggi, sehingga pada pemakaiannya minyak nabati harus mengalami proses-proses tertentu untuk menurunkan angka viskositasnya. Angka viskositas ini mempengaruhi kemampuan naiknya minyak melalui sumbu untuk selanjutnya dapat terbakar. Sifat-sifat minyak nabati yang berhubungan langsung dengan daya kapilaritasnya diantaranya adalah densitas, viskositas, dan tegangan permukaan. 2.3.1 Densitas Densitas atau rapat suatu zat adalah perbandingan massa dari volume satuan zat tersebut. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut Picknometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3. 2.3.2 Viskositas Viskositas adalah ukuran ketahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi (Shreve, 1956). Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Viskometer Brookfield. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood, dan lain-lain. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer Brookfield. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental, maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akan mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat. 2.3.3 Tegangan Permukaan Tegangan permukaan merupakan sifat dari cairan terhadap udara sehingga membuatnya bertindak seolah-olah dilapisi oleh selaput tipis. Molekul di dalam cairan saling berinteraksi satu sama lain dengan molekul-molekul lain dari segala sisi, sedangkan molekul di sepanjang permukaan hanya dipengaruhi oleh molekul yang berada di bawahnya.
Gambar 6. Interaksi molekul-molekul yang menimbulkan tegangan permukaan (San 2009)
8
Interaksi molekul dalam zat cair diseimbangkan oleh gaya tarik yang sama ke segala arah. Molekul pada permukaan cairan mengalami ketidakseimbangan gaya sehingga muncul energi bebas pada permukaan tersebut. Energi yang timbul pada antarmuka dua fluida tersebut disebut sebagai energi bebas permukaan. Jika salah satu fluida berupa gas dengan cairan maka yang terukur adalah tegangan permukaan. Jika permukaan yang diamati adalah antarmuka dua cairan maka yang terukur adalah tegangan antarmuka. Suhu mempengaruhi nilai tegangan permukaan fluida. Umumnya ketika terjadi kenaikan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai tegangan permukaan juga mengalami penurunan. 2.3.4 Kapilaritas Kapilarisasi adalah gejala naiknya suatu fluida yang disebabkan oleh gaya kohesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang sejenis, misalnya partikel minyak dengan partikel minyak, dan gaya adesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang berbeda jenis misalnya partikel minyak dengan partikel lain (Fayala et al. 2004). Gaya kohesi merupakan gaya tarik-menarik antara molekul dalam zat yang sejenis, sedangkan gaya tarik-menarik antara molekul zat yang tidak sejenis dinamakan gaya adhesi. Misalnya kita tuangkan air dalam sebuah gelas. Kohesi terjadi ketika molekul air saling tarikmenarik, sedangkan adhesi terjadi ketika molekul air dan molekul gelas saling tarik menarik. Ketika gaya kohesi molekul cairan lebih kuat daripada gaya adhesi (gaya tarik-menarik antara molekul cairan dengan molekul gelas) maka permukaan cairan akan membentuk lengkungan ke atas. Contoh untuk kasus ini adalah ketika air berada dalam gelas. Biasanya dikatakan bahwa air membasahi permukaan gelas. Sebaliknya apabila gaya adhesi lebih kuat maka permukaan cairan akan melengkung ke bawah. Contohnya ketika air raksa berada di dalam gelas.
Gambar 7. Kohesi dan adhesi (a). kohesi, (b). adhesi (San 2009) Sudut yang dibentuk oleh lengkungan itu dinamakan sudut kontak (θ). Ketika gaya kohesi cairan lebih besar daripada adhesi, maka sudut kontak yang terbentuk umumnya lebih kecil dari 90 o (Gambar 7a). Sebaliknya, apabila gaya adhesi lebih besar daripada gaya kohesi cairan, maka sudut kontak yang terbentuk lebih besar dari 90o (Gambar 7b). Gaya adhesi dan kohesi secara teoritis sulit dihitung, tetapi sudut kontak dapat diukur.
Gambar 8. Kapilarisasi jika kohesi lebih besar dari adhesi cairan (San 2009)
9
Setiap permukaan cairan terdapat tegangan permukaan. Apabila gaya kohesi cairan lebih besar dari gaya adhesi, maka permukaan cairan akan melengkung ke atas. Ketika kita memasukan tabung atau pipa tipis (pipa yang diameternya lebih kecil dari wadah), maka akan terbentuk bagian cairan yang lebih tinggi (Gambar 8). Dengan kata lain, cairan yang ada dalam wadah naik melalui kolom pipa tersebut. Hal ini disebabkan karena gaya tegangan permukaan total sepanjang dinding tabung bekerja ke atas. Ketinggian maksimum yang dapat dicapai cairan adalah ketika gaya tegangan permukaan sama atau setara dengan berat cairan yang berada dalam pipa. Jadi, cairan hanya mampu naik hingga ketinggian di mana gaya tegangan permukaan seimbang dengan berat cairan yang ada dalam pipa.
Gambar 9. Kapilarisasi jika adhesi lebih besar daripada kohesi cairan (San 2009) Sebaliknya, jika gaya adhesi lebih besar daripada gaya kohesi cairan, maka permukaan cairan akan melengkung ke bawah. Ketika kita memasukan tabung atau pipa tipis (pipa yang diameternya lebih kecil dari wadah), maka akan terbentuk bagian cairan yang lebih rendah (Gambar 9). Efek ini dikenal dengan julukan gerakan kapiler atau kapilaritas, dan pipa tipis tersebut dinamakan pipa kapiler. 2.3.5
Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan udara atau oksigen (Susilo 2007). Dari bahan bakar yang ada dibakar, nilai kalor yang terkandung akan diubah menjadi energi panas. Derajat kejenuhan minyak dipengaruhi besar kecilnya energi yang dihasilkan oleh minyak. Nilai kalor yang dihasilkan pada pembakaran minyak yang mengandung asam lemak jenuh lebih besar dari pada minyak yang banyak mengandung asam tidak jenuh (Argeros et al 1998). Nilai kalor diukur dengan cara membakar sejumlah minyak menggunakan bomb kalorimeter (ASTM 1980). Untuk menghitung nilai kalor atas dapat menggunakan rumus: ...............................................................................................(1) : Nilai Kalor : Nilai ekivalen air (592.5 g) : Panas Jenis air (1 cal/g.K = 4.186 J/goC) : Massa air (gram) : Massa bahan (gram) : Suhu akhir air (0C) : Suhu Awal Air (0C)
10
2.4 Kompor Sumbu 2.4.1 Karakteristik Kompor Sumbu Ada 3 faktor yang dapat dipertimbangkan didalam pemilihan kompor minyak tanah bersumbu, yaitu keselamatan (safety), daya, dan efisiensi. Namun di Indonesia banyak para pembeli kompor yang kurang memperhatikan ketiga faktor di atas, karena tidak adanya data-data dari produsen kompor dan karena ketidaktahuan antara kedua belah pihak. Romp (1937) menyatakan bahwa kompor sumbu sudah ada sejak tahun 1916. Beberapa rancangan kompor pada dasarnya digolongkan menjadi dua tipe, yaitu kompor sumbu (wick burner) dan kompor bertekanan (pressure burner). Kompor minyak tanah bersumbu struktur rangkanya terbuat dari logam (metal) sedangkan sumbunya rata-rata terbuat dari benang. Kompor sumbu digolongkan menjadi 2, yaitu: 1.
Bersumbu tunggal berbentuk melingkar, biasanya sumbu terbuat dari asbes. (Gambar 10).
Gambar 10. Kompor sumbu tunggal . dan bentuk sumbunya 2.
Bersumbu banyak (multi-wick) dengan sumbu model lingkaran (round wick) atau sumbu datar (flat wick), dengan bahan sumbu terbuat dari benang yang dipintal. (Gambar 11).
Gambar 11. Kompor sumbu banyak dan bentuk sumbunya Secara keseluruhan bahwa kompor sumbu berpotensi untuk digunakan di negara-negara berkembang, karena mudah dipelihara, harganya relative rendah, dan bisa dikembangkan oleh industri skala kecil (Sulilatu 1988 & Sangen 1988 dalam Raffaella 2010 ). Jarak antara sarangan dalam dan sarangan luar lebih kecil dari pada ketebalan sumbu, jaraknya sekitar 12 mm. tinggi silinder sarangan kompor sekitar 10 cm (Raffaella 2010). Pada dasarnya sebuah kompor terdiri dari elemen-elemen utama, yaitu: fasilitas penyimpanan bahan bakar, sistem transportasi bahan bakar, ruang atau fasilitas pembakaran (termasuk sarangan dalam, sarangan luar, kubung), mekanisme pengatur nyala api, dan penyangga panci (beban masak) (Gambar 12).
11
Gambar 12. Bagian-bagian kompor bersumbu banyak (Raffaella 2010) 2.4.2 Bagian-Bagian Kompor Minyak Tanah Bersumbu
1 2 3 8
7
5 6
4 Gambar 13. Bagian-bagian kompor bersumbu tunggal
Fungsi dari masing-masing bagian diatas adalah: 1. Tangki, yaitu berupa bejana untuk menampung bahan bakar yang dipergunakan untuk pembakaran. 2. Kubung atau selubung sarangan (heat-shield), yaitu sebuah tabung logam yang tidak mempunyai tutup atas dan bawah yang dipasang konsentris dengan sarangan. Pada sisi bagian atasnya dapat berbentuk menyudut (miring, cekung, ataupun cembung) dimana fungsinya sebagai penyekat panas yang hilang karena konveksi ataupun radiasi, mempertahankan temperatur kompor agar tetap tinggi dan mengurangi pengaruh tiupan udara dari luar agar nyala api tetap stabil.
12
3. 4.
5.
6. 7.
8.
Kran pengatur bahan bakar, berupa kran yang berfungsi untuk mengatur laju bahan bakar yang akan dibakar diruang bakar. Sarangan luar, Sebuah tabung logam terbuka tanpa tutup dengan lubang pada dindingnya yang berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan udara untuk pembakaran dan dipasang konsentris dengan sarangan dalam. Sarangan dalam, adalah sebuah tabung dengan bagian atas tertutup . sedangkan pada dindingnya terdapat lubang-lubang kecil sebagai tempat laluan udara untuk menyuplai kebutuhan udara pembakaran. Penyangga panci, merupakan komponen yang berfungsi sebagai dudukan panci atau peralatan yang digunakan untuk memasak. Sumbu, yaitu tenunan benang kapas yang dapat berbentuk dalam berbagai macam, diantaranya berbentuk bulat dan mempunyai efek kapiler yang berfungsi sebagai penyalur minyak ke ruang bakar. Ruang bakar, yaitu ruang dimana minyak dibakar dengan bantuan oksigen yang berasal dari udara luar. Nyala api biru menandakan bahwa reaksi pembakaran yang terjadi adalah optimum. Hal ini terjadi apabila reaksi kimia antara minyak dengan oksigen mempunyai komposisi yang optimum (reaksi stoikiometri) pada temperatur pembakaran tertentu yang sangat tinggi. Nyala api merah menandakan pembakaran tidak sempurna yang kemungkinan disebabkan oleh adanya sebagian uap minyak yang tidak terbakar. Hal ini merupakan pemborosan serta akan menimbulkan jelaga serta polusi yang mencemari udara.
2.4.3 Prinsip dan Cara Kerja Kompor Standar Kompor standar hanya memiliki satu sumbu ini berbahan bakar minyak tanah, namun kompor ini akan diuji menggunakan minyak bintaro sebagai pembanding dalam unjuk kerja kedua bahan bakar tersebut. Untuk menghidupkan kompor tersebut, mula-mula di isi bahan bakar terlebih dahulu pada tangkinya, kemudian kran untuk pemasukan minyak dibuka secara berlahan agar bahan bakar dapat meresap ke sumbu dan menghasilkan api yang sempurna. Pada saat api telah menyala, udara sekitar ditarik melalui lubang-lubang laluan udara pada sarangan dalam maupun sarangan luar ke dalam ruang pembakaran. Di dalam ruang pembakaran ini udara bereaksi dengan uap bahan bakar yang terbakar peristiwa ini ditunjukkan pada Gambar 14. Jika kran dibuka sampai bukaan yang maksimal, maka volume bahan bakar yang masuk ke tempat sumbu akan semakin banyak, hal ini menyebabkan akan semakin banyak uap bahan bakar yang terbentuk di ruang bakar. Hal ini menyebabkan api yang terbentuk akan semakin besar. Pada saat pembakaran berlangsung stabil, nyala api akan menutup seluruh ruangan bagian atas yang terbuka sehingga akan timbul suatu nyala api yang biru dan stabil. Dengan adanya reaksi pembakaran ini akan menyebabkan sarangan berpijar karena panas. Untuk mencegah kerugian panas yang hilang akibat radiasi ke luar, maka diluar sarangan dipasang selubung panas (heat-shield).
13
Gambar 14. Prinsip pembakaran pada kompor (Raffaella 2010) 2.4.4 Reaksi Pembakaran Proses pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses atau reaksi secara kimiawi dari unsur oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar (reaksi oksidasi) yang berlangsung secara cepat pada suhu dan tekanan tertentu. Pada reaksi oksidasi yang berlangsung cepat yang dihasilkan sejumlah energi electromagnetik (cahaya), energi panas dan energi mekanik (suara). Bahan bakar (fuel) merupakan segala substansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S). sementara oksidator adalah segala substansi yang mengandung oksigen (misalnya udara) yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel). Pada semua jenis pembakaran, kondisi campuran udara dan bahan bakar merupakan faktor utama yang harus diperhatikan untuk mendapatkan campuran yang combustible. Pada reaksi pembakaran, oksidasi pada unsur-unsur yang dapat terbakar dari bahan bakar menghasilkan pembebasan energi yang tergantung pada produk pembakaran yang terbentuk. Dalam proses pembakaran fenomena-fenomena yang terjadi antara lain interaksi proses-proses kimia dan fisika, proses perpindahan panas, proses perpindahan massa, dan gerakan fluida. Seperti telah diuraikan sebelumnya, proses pembakaran akan terjadi jika unsur-unsur bahan bakar teroksidasi. Proses ini akan menghasilkan panas sehingga akan disebut sebagai proses oksidasi eksotermis. Jika oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara, dimana udara yang umumnya tersusun atas 21% oksigen dan 79% nitrogen (dalam %volume) atau 23.15% oksigen dan 76.85% nitrogen (dalam %massa), maka reaksi stoikiometrik pembakaran hidrokarbon murni C mHn dapat ditulis dengan persamaan:
Persamaan ini telah disederhanakan karena cukup sulit untuk memastikan proses pembakaran yang sempurna dengan rasio ekivalen yang tepat dari udara. Jika terjadi pembakaran tidak sempurna, maka hasil persamaan di atas CO2 dan H2O tidak akan terjadi, akan tetapi terbentuk hasil oksidasi parsial berupa CO, CO2, dan H2O, juga sering terbentuk hidrokarbon tak jenuh, formaldehida, dan kadang-kadang didapatkan juga unsur karbon. Pada temperatur yang sangat tinggi, gas-gas pecah atau terdisosiasi menjadi gas-gas yang tak sederhana, dan molekul-molekul dari gas dasar akan terpecah menjadi atom-atom yang membutuhkan
14
panas dan menyebabkan kenaikan temperatur. Reaksi akan bersifat endotermik dan disosiasi tergantung pada temperatur dan waktu kontak. 2.4.5 Pengaruh Udara Pembakaran Pembakaran membutuhkan udara sebagai pengoksidasi bahan bakar, unsur utama yang diperlukan adalah oksigen. Oksigen murni hanya digunakan pada proses-proses khusus seperti proses pengelasan dan pemotongan logam. Pada proses pembakaran oksigen berasal dari udara. Secara umum komposisi udara seperti tabel 5. Tabel 5. Komposisi udara Komponen Nitrogen Oksigen Argon Karbondioksida Neon, helium, metana, dan unsur lain
Fraksi mol 78.08 20.98 0.93 0.03 0.01
Komposisi diatas dapat kita sederhanakan sehingga komposisi udara menjadi 21% oksigen dan 79% nitrogen. Dengan pendekatan ini perbandingan mol nitrogen terhadap oksigen adalah 3.76, artinya untuk sekian jumlah tertentu udara pembakaran terdiri dari 1 mol oksigen dan 3.76 mol nitrogen. Perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang peranan yang penting dalam menentukan hasil proses pembakaran itu sendiri yang secara langsung mempengaruhi reaksi pembakaran yang terjadi serta hasil keluaran (produk) proses pembakaran. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung rasio campuran bahan bakar dan udara antara lain AFR (Air-Fuel-Rasio), FAR (Fuel-Air-Rasio), dan Rasio Ekivalen (ɸ) (Firmansyah 2008). Dalam proses pembakaran sulit untuk mendapatkan pencampuran yang memuaskan antara bahan bakar dengan udara pada proses pembakaran aktual. Udara perlu diberikan dalam jumlah berlebih untuk memastikan terjadinya pembakaran secara sempurna seluruh bahan bakar yang ada. Udara lebih (excess air) didefinisikan sebagai udara yang diberikan untuk pembakaran dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah teoritis yang dibutuhkan bahan bakar. Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2 (Firmansyah 2008). 2.4.6 Daya Kompor Daya suatu kompor berbanding langsung dengan konsumsi bahan bakar kompor tersebut. Kompor yang memiliki daya tinggi akan mengkonsumsi bahan bakar yang tinggi, sebaliknya kompor dengan daya rendah akan mengkonsumsi bahan bakar yang rendah. Tingkat daya ini akan menunjukkan kapasitas suatu kompor untuk mentransfer minyak tanah dari tangki minyak tanah ke ruang bakar malalui sumbu-sumbu. Besarnya daya kompor dihitung dengan persamaan (2):
15
......................................................................................................................(2) Dimana: mf = konsumsi bahan bakar selama pengukuran (kg) E = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg) t = waktu pengukuran (dtk)
2.5 Pindah Panas pada Sistem Kompor Perpindahan panas yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada keadaan mantap (steady state), kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku dan melalui saluran udara dan gas hasil pembakaran. Sedangkan untuk gabungan aliran kalor konduksi dan konveksi dinyatakan dalam koefisien pindah panas menyeluruh (Holman 1981). Menurut Arnold (1978) dalam Djatmiko (1986) untuk mengurangi kehilangan panas pada tungku atau kompor dapat dilakukan dengan memberi insulasi pada tungku atau kompor, mengatur lubang pemasukan udara dan penyempurnaan pembakaran, aliran udara dikonsentrasikan ke lubang dapur, desain pengeluaran (cerobong) yang sesuai untuk pengeluaran udara, pemakaian alat masak yang mengurangi kebocoran dan kehilangan panas. Pada keadaan mantap, kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku secara konveksi dan radiasi. Perpindahan panas secara konveksi berdasarkan hukum Newton dapat dihitung menggunakan persamaan (3). ..........................................................................................................(3) Pada perpindahan panas terdapat tahanan termal (thermal resistance) yang disebabkan karena lapisan yang berlapis. Tahanan termal (thermal resistance) dari sebuah medium tergantung pada bentuk benda dan karakter panas dari benda tersebut. Tahanan termal secara konveksi mempunyai persamaan sebagai berikut: ..........................................................................................................................(4) Dimana: ........................................................................................................................(5) Maka laju pindah panasnya menjadi: ....................................................................................................................(6) Pada sebuah silinder yang mempunyai diameter dalam, diameter luar, tinggi, dan konduktifitas panas di susun sebuah persamaan dibawah ini: ................................................................................................................(7) Dimana: ..........................................................................................................................(8) Untuk menghitung pindah panas pada bidang silinder yang memiliki ruang dibagian tengahnya, maka persamaannya menjadi: .......................................................................................................................(9) Dimana
adalah tahanan pindah panas, menjadi: .............................................................................(10)
16
Lebih lanjut bahwa aliran kalor antara suatu permukaan dengan udara luar merupakan penjumlahan aliran kalor konveksi, kalor konduksi, dan aliran kalor radiasi sehingga persamaan menjadi: ............................................................(11)
Cengel dan Turner (2001) menyatakan bahwa besarnya koefisien pindah panas konveksi (h) untuk bidang berbentuk silider tegak (vertical) didekati dengan: .......................................................................................................................(12) ..............................................................................(13) .........................................................................................................................(14) ...................................................................................................................(15) ...................................................................................................................................(16) .................................................................................................................(17) Dimana: = laju pindah panas pembakaran (W) = diameter silinder sarangan kompor (m) = bilangan Nusselt = konduktifitas termal (W/m0C) = diameter luar silinder sarangan kompor(m) = diameter dalam silinder sarangan kompor (m) = luas silinder sarangan kompor (m2) = suhu ruang pembakaran (0C) = koefisien ekspansi termal (1/K) = koefisien pindah panas (W/m2 0C) = percepatan grafitasi (m2/s) = bilangan Grashof = tahanan panas (0C/W) = dimensi karakteristik (m) = kecepatan kinetic fluida (m2/s) = biangan Prandtl = suhu film (0K) = suhu permukaan (0K) = suhu lingkungan (0C)
17