II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya 2.1.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa sawit terdiri dari beberapa tahapan proses seperti sterilisasi buah, perontokan, pelumatan dan pengepresan buah, purifikasi dan klarifikasi. Tandan buah segar yang masuk ke dalam pabrik ditimbang terlebih dahulu kemudian dibawa menuju lantai penerimaan buah. Tandan buah segar mengalami proses perebusan menggunakan uap basah. Selanjutnya buah mengalami proses perontokan buah pada tandan dengan menggunakan thresher. Buah yang telah rontok mengalami proses pelumatan yang bertujuan untuk memudahkan proses pengepresan, sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah. Kemudian buah memasuki tahapan proses pengepresan yang bertujuan untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit secara mekanis. Pengepresan pada buah akan membebaskan minyak dari serat dan biji. Minyak hasil pengepresan selanjutnya mengalami proses pemurnian yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari sludge dan air. Pemurnian dilakukan dengan metode gravitasi dan mekanik. Pada stasiun ini dihasilkan produk minyak sawit jernih (Indrasti dan Fauzi, 2009). Limbah POME didapatkan dari tiga sumber yaitu air kondenstat dari proses sterilisasi, sludge dan kotoran, serta air cucian hidrosiklon (Gambar 1) Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Menurut Naibaho (1998), limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi. Air buangan separator yang terdiri atas sludge dan kotoran dipengaruhi oleh: a) Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press. b) Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan air limbah yang kecil. c) Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan ( Naibaho, 1998)
3
Tandan Buah Segar
Sterilisasi Tandan Buah Segar Perontokan
Buah
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Pelumatan dan Pengepresan
Ampas
Minyak Kasar
Pemisahan sabut dari biji
Purifikasi dan Klarifikasi
Sabut Sludge dan kotoran
Crude Palm Oil
Gambar 1. Proses pengolahan minyak sawit Sumber : (Hasan da Yacob, 2006)
Kernel
Hidrosiklon
Pemisahan sludge
Pengambilan kembali minyak
Biji
Sludge dan kotoran
Penanganan limbah cair
4
2.1.2 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah cair pabrik kelapa sawit yang juga dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME) merupakan hasil samping dari pengolahan tadan buah segar kelapa sawit menjadi minyak sawit kasar. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah Cair Baku Mutu No
Parameter
Satuan
Kisaran
Rata-rata
MNLH (1995)
1
BOD
mg/l
8.200-35.000
21.280
250
2
COD
mg/l
15.103-65.100
34.720
500
3
TSS
mg/l
1.330-50.700
31.170
300
4
Nitrogen Total
mg/l
12-126
41
20
5
Minyak
mg/l
190-14.720
3.075
30
3,3-4,6
4,0
6-9
dan
Lemak 6
pH
-
Sumber : Ditjen PPHP, Departemen Pertanian (2006)
Parameter baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit diantaranya adalah pH cairan limbah, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), kandungan NH3-N dan Oil serta grease. Biological Oxygen Demand merupakan kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik sering digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan kualitas limbah. Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi (Naibaho, 1998). Sugiharto (1987) menyatakan bahwa BOD5 adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter yang diperlakukan untuk menguraikan bahan organik oleh bakteri, sehingga limbah itu menjadi jernih kembali. Untuk itu diperlukan waktu 100 hari pada suhu 200C. Akan tetapi di laboratorium digunakan waktu lima hari sehingga dikenal sebagai BOD5. Semakin besar angka BOD ini menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah semakin besar. Chemical Oxygen Demand ialah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol terhadap nilai BOD. Parameter BOD digunakan karena kandungan padatan limbah umumnya terdiri dari bahan organik. Umumnya nilai COD dua kali atau lebih dari nilai BOD. Total suspended solid digunakan untuk menggambarkan padatan tersuspensi dalam cairan limbah. Pengaruh suspended solid lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi, oleh sebab itu diupayakan TSS lebih kecil yaitu dengan penyaringan, pengendapan, dan penambahan bahan kimia flokulan (Naibaho, 1998).
5
Kebutuhan oksigen kimiawi merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Efendi, 2003). Kebutuhan oksigen mengacu pada jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menstabilisasi bahan organik yang ada pada limbah. Biological Oxygen Demand adalah ukuran oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik melalui metabolisme aerobik oleh sebuah komunitas mikroba. Chemical Oxygen Demand adalah sebuah ukuran berdasarkan oksidasi kimiawi dari bahan organik yang terkandung dalam limbah. Chemical Oxygen Demand dianalisis menggunakan potassium dichromat. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD yang berarti bahwa tidak hanya bahan organik yang dapat dioksidasi, akan tetapi bahan anorganik juga dapat dioksidasi (Liu, 2007). Menurut Sugiharto (1987), COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan miligram/liter. Oksigen yang terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Total Suspended Solid adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0.45 mikron. Prinsip analisa TSS yaitu sampel disaring dengan filter kertas, filter yang mengandung zat tersuspensi dikeringkan pada suhu 1050C selama 2 jam. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Sedangkan pemeriksaan BOD dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri dan untuk merancang sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut (Alaerts dan Santika, 1987).
2.1.3 Pengendalian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil langsung dialirkan ke tempat pengolahan limbah. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan menggunakan kolam-kolam pengolahan yang dapat dilihat pada Gambar 2, sistem reaktor maupun kombinasi sistem kolam dengan reaktor. Sistem Kolam a. Pendinginan Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu menara pendingin dan kolam pendingin. Pendinginan menggunakan menara pendingin yaitu pendinginan air limbah dengan menggunakan menara yang kemudian dibantu dengan bak pendingin. Sedangkan pendinginan dengan kolam pendingin yaitu pendinginan limbah dengan kolam pendinginan yang dikombinasikan dengan pengutipan minyak dan pendinginan di dalam kolam selama 48 jam. b.
Deoling pond Fungsi kolam ini yaitu untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%. Instalasi kolam ini merupakan instalasi tambahan untuk membantu sistem fat pit dalam mengutip minyak. Adanya deoling
6
pond ini memaksimalkan jumlah minyak yang dapat diambil kembali. Kolam ini memiliki kedalaman 1.5 m dan masa penahanan minyak pada kolam ini selama 2 jam. c.
Netralisasi Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Pemakaian bahan penetral didasarkan pada keasaman limbah dan kadar minyak yang terkandung. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH netral. d.
Kolam pembiakan bakteri Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi yang optimum untuk kolam ini adalah pH 7.0, suhu 30-400C untuk bakteri mesophyl, kedalaman kolam 5-6 m dan ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam. e.
Kolam anaerobik Limbah yang telah netral dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses. Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik. Waktu tinggal limbah pada kolam ini selama 60 hari. f.
Kolam Fakultatif Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Pada kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan. Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7.6-7.8, BOD 600-800 ppm, COD 1250-1750 ppm. Waktu tinggal limbah pada kolam ini selama 15 hari. g.
Kolam aerasi Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Kolam ini dibuat dengan kedalaman 3 m dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua unit alat aerator. h.
Kolam aerobik Limbah yang masuk ke kolam mengandung oksigen terlarut. Penahanan limbah dalam kolam ini selama 15 hari dan dapat menurunkan beban pencemar limbah dari BOD 600-800 ppm menjadi 75-125 ppm. Kolam ini adalah kolam terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai.
7
POME
Kolam Pendinginan
Deoling pond
Kolam netralisasi
Kolam pembiakan bakteri
Kolam anaerobik
Kolam fakultatif
Kolam aerasi
Kolam aerobik
Badan air
Gambar 2. Bagan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit
8
Sistem Reaktor Salah satu unit dari sistem reaktor yaitu Tangki Digester. Tangki ini berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian bakteri mesophilic dan thermophilic. Kedua bakteri ini merupakan bakteri methanogen yang merombak substrat dan menghasilkan gas metana. Kombinasi sistem kolam dengan reaktor Pengendalian limbah yang menggunakan cara menggabungkan sistem kolam dengan sistem reaktor dikembangkan pada areal yang sempit, hasil reaktor yang berupa gas metana digunakan sebagai bahan bakar.
2.2 Pengolahan POME melalui Fermentasi Anaerob Menurut Tjiptadi et al. (1993), metana merupakan hasil fermentasi anaerob bahan organik. Campuran gas metana (CH4), karbondioksida(CO2) dan sedikit gas hydrogen (H2), hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen (N2) ini dikenal dengan istilah biogas. Biogas mengandung 60-70% metana dan sisanya merupakan gas-gas lainnya. Khanal (2008) menyatakan bahwa senyawa organik kompleks seperti protein, karbohidrat, dan lemak ditransformasi menjadi produk-produk yang lebih sederhana seperti asam amino, gula-gula sederhana, dan asam lemak berantai panjang serta gliserin, melalui aktivitas enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri fermentatif. Mikroorganisme anaerob dapat mengkonversi biomassa menjadi bioenergi. Pada fermentasi anaerob, bahan organik berperan sebagai elektron donor dan aseptor. Hal yang penting untuk diingat adalah porsi yang mendominasi dalam pembentukan metana adalah hasil fermentasi anaerob yakni asetat sebagai elektron donor dan elektron akseptor. Produksi metana seperti itu dikenal sebagai acetotrophic methanogenesis (Khanal,2008). Bioenergi merupakan energi yang dihasilkan dari bahan-bahan biologis yang dapat diperbaharui atau bahan yang mengandung unsur biologis. Fermentasi anaerob menghasilkan produk salah satunya adalah biogas. Biogas adalah gas yang terdiri dari metana, CO2, H2S, N2 dan H2. Melalui fermentasi anaerob senyawa organik komplek didekomposisi oleh mikroorganisme dalam bioreaktor. Dalam digester anaerob, sekelompok bakteri menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan senyawa selulosa dan molekul komplek lainnya menjadi gula-gula sederhana dan monomer lainnya. Kemudian bakteri lain yang mengkonsumsi produk hasil dekomposisi tersebut dan memproduksi asam organik yang terus menerus dirombak sehingga menjadi molekul kecil seperti asetat, format, hidrogen dan CO2. Bakteri khusus lainnya, bakteri metana, menggunakan molekul hasil perombakan tersebut untuk menghasilkan metana (Grover, 2002). Gunnerson dan Stuckey (1986) menyatakan bahwa bahan organik yang terdapat dalam limbah mengandung tiga senyawa organik kompleks yaitu protein, lemak dan karbohidrat. Tahapan pertama dalam proses degradasi secara anaerob yaitu hidrolisis enzimatik yang berfungsi untuk merombak karbohidrat menjadi gula sederhana, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Kemudian degradasi berlanjut pada perombakan produk-produk hasil hidrolisis tersebut dan menghasilkan produk intermediet seperti piruvat, NH3, asetat, format, CO2 dan propionat. Kemudian produk-produk intermediet tersebut dicerna oleh bakteri metana sehingga menghasilkan produk akhir dari fermentasi
9
anaerob menggunakan digester anaerob yaitu gas metana, CO2 dan H2S. Menurut Naibaho (1998), untuk mengefektifkan proses perombakan dalam proses anaerob maka perlu diperhatikan faktor sirkulasi atau pun pengadukan yang berfungsi untuk mempertinggi singgungan antara bakteri dengan substrat sehingga aktivitas bakteri dapat berjalan lebih cepat. Pada kenyataannya degradasi anaerob dapat dinyatakan sebagai reaksi kimia pada bahan organik melalui fermentasi anaerob dan aktivitas bakteri perombak menghasilkan gas metana, karbondioksida, hidrogen, nitrogen dan hidrogen sulfida. Tahapan umum dalam dekomposisi anaerob terdiri dari dua tahapan utama yaitu acid production dan methane production. Tahapan pertama yaitu acid production yang merupakan reaksi hidrolisis dan pencairan bahan organik yang tidak dapat larut oleh enzim ekstraseluler. Sedangkan tahapan kedua yaitu methane production yang merupakan proses pendegradasian produk tahapan pertama oleh bakteri methanogen menjadi metana dan dan karbondioksida (Price dan Cheremisininoff, 1981). Digester anaerob dapat berupa digester satu tahap dan digester dua tahap. Digester satu tahap terdiri dari sebuah tangki digester yang digunakan untuk mengolah limbah cair yang biasanya tidak kontinyu. Sedangkan digester dua tahap terdiri dari dua tangki digester yang disusun secara seri. Dalam proses perombakan bahan organik, pada digester dua tahap, tahapan pertama digunakan sebagai unit pencampuran secara kompleks dan optimasi dekomposisi oleh bakteri perombak. Sedangkan tahapan kedua untuk mengolah supernatan yang keluar dari digester pertama (Hammer, 1986).
Bahan –bahan organik kompleks
Protein Hidrolisis
Hidrolisis
Hidrolisis
Asam
Gula-gula
Asam
Amino
sederhana
Lemak
Fermentasi
Produk intermediet
Asetat
Acetotrophic methanogenes is
Lemak
Karbohidrat
Homo acetogenesis
Oksidasi Anaerobik Hidrogen, Karbondioksida Hidrogenetrophic methanogenesis
Metana, Karbondioksida
Gambar 3. Tahapan konversi bahan organik dalam digester anaerob 10
Proses perombakan yang terjadi pada digester anaerob meliputi empat tahap perombakan yang dapat dilihat pada Gambar 3. yaitu, hidrolisis, acidogenesis, acetogenesis dan metanogenesis. a. Hidrolisisis Pada tahap hidrolisis, senyawa organik kompleks dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, lipid menjadi glycerol dan asam lemak berantai panjang, protein menjadi peptida dan asam amino, dan karbohidrat menjadi monosakarida. Bakteri yang berperan dalam tahapan hidrolisis ini seperti Clostridium yang diketahui dapat mendegradasi limbah yang mengandung selulosa. Protein dihidrolisis dengan adanya enzim protease dan peptidase, sedangkan lemak yang terdapat dalam bahan baku dihidrolisis dengan adanya enzim lipase yang diekresi oleh bakteri Clostridium. b. Acidogenesis Tahap berikutnya yaitu tahap acidogenesis yaitu tahap perombakan bahan hasil hidrolisis menjadi bahan organik yang lebih sederhana seperti keton dan alkohol. Menurut Romli (2010), tahap acidogenesis merupakan tahapan perombakan bahan organik hasil hidrolisis yang difermentasi menjadi berbagai produk akhir, meliputi asam-asam format, asetat, propionat, butirat, laktat, suksinat, etanol, karbondioksida, dan gas hidrogen. Bakteri yang berperan umumnya masuk dalam famili Streptococcaceae dan Enterobacteriaceae. c. Acetogenesis Pada tahap acetogenesis yaitu tahap pembentukan senyawa asetat , karbondioksida dan hidrogen. Menurut Romli (2010), bakteri metanogen tidak dapat menggunakan produk-produk fermentasi atau hasil dari tahap acidogenesis dengan atom karbon lebih dari dua untuk pertumbuhannya. Bakteri ini hanya menggunakan sumber-sumber energi sederhana, misalnya asetat, metanol, metilamin, CO2, dan H2. Produk-produk dari tahapan acidogenesis seperti asam propionat, butirat dan etanol perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi asam asetat sebelum digunakan oleh bakteri metanogenik. Dalam proses oksidasi ini dihasilkan hidrogen dan karbondioksida, dan bakteri yang berfungsi untuk proses konversi ini dikenal dengan bakteri asetogen. Selain dari oksidasi propionat dan butirat serta etanol, asam asetat juga dihasilkan oleh bakteri homoasetogen. Bakteri ini mengkonversi karbondioksida dan hidrogen menjadi asam asetat. Bakteri yang melakukan konversi tersebut adalah Acetobacterium woodee dan Clostridium aceticum. d.Metanogenesis Proses ini sangat penting dalam digester anaerob. Selama proses metanogenesis karbondioksida direduksi menjadi metana dan air, asetat dikonversi menjadi metana dan karbondioksida. Bakteri penghasil metana antara lain Methanococcus, Methanobacteria, dan Methanosarcina. Kebanyakan bakteri metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum 200C-400C, namun bakteri metanogen juga dapat ditemui pada suhu termofilik (Wise, 1987) Ada dua kelompok utama bakteri yang bertanggung jawab dalam pembentukan metana, yaitu bakteri metanogen asetoklastik dan bakteri metanogen pengguna hidrogen. Metanogen asetoklastik mekonversi asam asetat menjadi metana, sedangkan metanogen pengguna hidrogen melakukan penyisihan hidrogen untuk menghasilkan metana. Mekanisme reaksi pada fermentasi anaerob yang dapat dilihat pada Gambar 4, yaitu, 1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi a. C6H12O6 + 2H2O
2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (asam asetat)
11
b. C6H12O6
c. C6H12O6 + 2H2
CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (asam butirat) 2CH3CH2COOH + 2H2O (asam propionat)
2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi : a. CH3CH2COOH b. CH3CH2CH2COOH
CH3COOH + CO2 + 3H2 (asam asetat) 2CH3COOH + 2H2 (asam asetat)
3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi : CH3CH2COOH
CH4 + CO2 (metana) 4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi : 2H2 + CO2
CH4 + 2H2O (metana)
Gambar 4. Reaksi fermentasi anaerob Sumber: (Rahmi, 2010)
12