Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Tinjauan Kebijakan Moneter November 2005 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur Burhanuddin Abdullah
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur Senior
Maulana Ibrahim
Deputi Gubernur
Maman H. Soemantri
Deputi Gubernur
Bun Bunan E.J. Hutapea
Deputi Gubernur
Aslim Tadjuddin
Deputi Gubernur
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
1
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter ................................................ 3 II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ................................. 4 Inflasi .......................................................................................... 5 Nilai Tukar Rupiah ........................................................................ 6 Kebijakan Moneter ...................................................................... 8 Strategi Kebijakan .................................................................. 8 Suku Bunga ............................................................................ 9 Dana, Kredit, dan Uang Beredar ........................................... 10 Pasar Modal ......................................................................... 11 Kondisi Perbankan ................................................................ 12 III. Respon Kebijakan Moneter ................................................... 13
2
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 1 November 2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate ini sebesar 125 basis poin menjadi 12,25%. Kenaikan BI Rate untuk memperkuat arah kebijakan moneter cenderung ketat yang telah ditempuh setelah mempertimbangkan perkembangan terkini dan prospek ekonomi moneter ke depan serta memperhatikan upaya pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Keputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil berdasarkan beberapa pertimbangan pokok. Pertama, perkembangan harga barang dan jasa yang cenderung meningkat sejalan dengan kenaikan harga BBM, termasuk kenaikan harga-harga akibat dampak lanjutannya (second round effect). Kedua, tekanan inflasi tersebut semakin meningkat seiring dengan faktor musiman menyambut bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Ketiga, meningkatnya faktor risiko terhadap stabilitas makroekonomi, tertutama dengan tingginya ekspektasi inflasi dan belum membaiknya kondisi eksternal. Oleh karena itu, kenaikan BI rate ini merupakan respon kebijakan BI untuk secara konsisten mengarahkan ekspektasi inflasi agar sesuai dengan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Penjelasan rinci mengenai evaluasi inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter terkini disajikan dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) bulan November 2005 ini. Kenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukung kelangsungan proses pemulihan ekonomi. Asesmen menyeluruh dan prakiraan perekonomian Indonesia untuk periode 2 (dua) tahun ke depan telah dibahas dalam RDG Oktober 2005 yang hasilnya telah dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan III-2005. Dalam laporan tersebut disampaikan bahwa perekonomian Indonesia dalam triwulan III2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap stabilitas makroekonomi meningkat. Tingginya harga minyak dunia dan ekspansi ekonomi domestik yang bertumpu pada impor telah menimbulkan tekanan yang besar terhadap kondisi neraca pembayaran dan pengeluaran subsidi BBM Pemerintah. Dari sisi moneter, kondisi tersebut telah menyebabkan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang meningkat, sementara inflasi masih relatif tinggi terutama karena dampak kenaikan administered prices, volatile foods, dan meningkatnya ekspektasi inflasi.
3
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Untuk juga meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, Bank Indonesia menyempurnakan operasionalisasi pengendalian moneter. Langkah ini ditempuh melalui perpanjangan waktu buka (windows) untuk instrumen FASBI O/N dengan suku bunga ditetapkan sebesar 500 bp dibawah BI Rate. Sementara itu, dalam rangka memberikan insentif kepada perbankan untuk tetap menjalankan fungsi intermediasinya, sejak 1 Desember 2005, Bank Indonesia akan meningkatkan renumerasi atas simpanan giro bank pada Bank Indonesia di atas GWM menjadi 6,5%. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan senantiasa memperbaharui asesmen terhadap perekonomian dan melakukan penyesuaian kebijakan apabila diperlukan. Selain itu, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus berkoordinasi untuk memelihara kestabilan makroekonomi dan mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
II. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER Pada bulan Oktober 2005, kestabilan makroekonomi Indonesia mendapat tekanan, terutama yang bersumber dari kenaikan inflasi. Meningkatnya inflasi IHK pada bulan tersebut dibandingkan bulan sebelumnya terutama disebabkan oleh penerapan kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005, beserta dampak lanjutannya seperti kenaikan tarif transportasi. Tekanan terhadap inflasi menjadi lebih tinggi seiring dengan faktor musiman menyambut bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Sementara itu, nilai tukar rupiah cenderung menguat didorong oleh peningkatan interest rate differential dan membaiknya indeks risiko. Keseimbangan antara permintaan dan pasokan valas pada bulan ini lebih terjaga terutama disumbang oleh peningkatan investasi portofolio investor asing. Guna meredam meningkatnya tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatif mengendalikan tekanan inflasi ke depan, Bank Indonesia melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat. Dalam RDG pada awal bulan Oktober 2005, BI Rate ditetapkan naik menjadi sebesar 11,0%. Kenaikan suku bunga instrumen moneter tersebut telah direspon oleh kenaikan indikator suku bunga lainnya, seperti suku bunga penjaminan, pasar uang, simpanan, dan kredit. Kenaikan suku bunga dana tersebut
4
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
(%) y-o-y 43 39 35 31 27 23 19 15 11 7 3 -1 -5 -9 -13
IHK Inti (exclusion) Inti (trimming) Administered Volatile Food
2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 10
2000
2001
2002
2003
2004
mendorong pesatnya pertumbuhan volume simpanan masyarakat. Walaupun suku bunga kredit meningkat, namun volume kredit perbankan tetap mengalami peningkatan. Likuiditas perekonomian yang tercermin pada perkembangan uang beredar (M2) masih meningkat, walaupun secara riil pertumbuhannya masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, kinerja industri perbankan masih menggembirakan seperti tercermin dari meningkatnya fungsi intermediasi perbankan.
2005
Grafik 2.1. Inflasi IHK, Administered, Inti dan Volatile Foods
Inflasi Inflasi IHK bulan Oktober 2005 meningkat tajam dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi IHK mencapai 17,89%(yoy), melonjak dibandingkan bulan September 2005 sebesar 9,06% (yoy). Dengan realisasi inflasi tersebut, secara kumulatif inflasi bulan Januari-Oktober telah mencapai 15,65% (ytd). Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber dari meningkatnya harga BBM yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan inflasi pada kelompok transportasi dan komunikasi, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Sementara itu, inflasi inti cenderung meningkat hingga di atas kisaran 7-8%. Melihat perkembangan sampai dengan bulan Oktober tersebut, inflasi IHK diakhir tahun 2005 dipastikan akan berada jauh di atas target inflasi sebesar 6%±1%
20 15
-20
wpi_impor(%yoy) Depresiasi Inflasi IHK(%yoy) Depresiasi/Apresiasi Rp/USD(RHS)
-15 -10 -5
10
Inflasi administered price pada bulan Oktober 2005 mengalami peningkatan tajam. Kelompok barang administered mencatat kenaikan harga sebesar 42,63%(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya 12,65% (yoy). Meningkatnya inflasi administered pada Oktober 2005 terutama disebabkan oleh kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (yakni harga Premium, Solar, dan Minyak Tanah), serta dampak second round kenaikan BBM berupa melonjaknya tarif angkutan di hampir seluruh daerah.
0 5
5 10
0 -5
15
Apresiasi Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt
2003
2004
Inflasi volatile foods juga mengalami lonjakan kenaikan kenaikan. Inflasi volatile food mencapai 19,82% (yoy), lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya sebesar
20
2005
Grafik 2.2. Inflasi IHK, IHPB dan Nilai Tukar
1 Produksi beras tahun 2005 diperkirakan sebesar 53.116,7 ribu ton (GKG) menurun dibandingkan tahun 2004 sebesar 54.060,8 ribu ton (GKG).
5
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
12,46% (yoy). Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan harga bahan makanan antara lain beras dan bumbu-bumbuan seiring dengan pola musiman bulan Ramadhan maupun penurunan pasokan. Komoditas beras mengalami penurunan pasokan karena produksinya tidak sebaik tahun lalu1 . Disamping itu, peningkatan harga komoditi bumbu-bumbuan juga terkait dengan kenaikan harga BBM yang menyebabkan meningkatnya biaya transportasi. Sementara itu, inflasi inti secara tahunan meningkat hingga di atas kisaran 7-8%. Inflasi inti secara tahunan tercatat sebesar 8,90%, lebih tinggi daripada 6,73% pada bulan September 2005. Relatif tingginya inflasi inti tersebut utamanya disebabkan oleh ekspektasi inflasi yang meningkat dan depresiasi nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM pada 1 Oktober dan depresiasi rupiah mendorong kenaikan ekspektasi inflasi. Perkembangan tersebut tercermin dari Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran yang menunjukkan peningkatan ekspektasi harga di tingkat konsumen dan pedagang (Grafik 2.3 dan 2.4). Ke depan, tekanan terhadap inflasi diperkirakan masih tinggi. Laju inflasi hingga Oktober yang tinggi, baik yang bersumber dari faktor fundamental maupun faktor nonfundamental, diperkirakan masih akan memberi tekanan terhadap harga-harga dalam dua bulan ke depan. Pasca kenaikan harga BBM, ekspektasi inflasi masyarakat diperkirakan masih tetap berada pada level yang tinggi. Selain itu, dampak depresiasi nilai tukar rupiah yang dalam beberapa bulan terakhir belum ditransmisikan kepada pembentukan harga diperkirakan mulai akan berpengaruh terhadap laju kenaikan harga-harga.
Indeks 170 160 150 140 130 120 110 100
Ekspektasi harga 6 bl ke depan
Survei Konsumen - BI
90 Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags OktDec Feb Apr Jun Ags Okt Dec Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.3. Ekspektasi Inflasi Konsumen
%(yoy) 200
40 Ekspektasi inflasi 1 bln yad Ekspektasi Inflasi 3 bln yad Ekspektasi Inflasi 6 bln yad Inflasi Administered Prices (RHS)
180 160 140
35 30 25 20 15
120
10 100
5
80
0 OktDesFebApr Jun FebAprJunAgsOktDesFeb AprJun AgsOktDesFebAprJun AgsOktDesFebAprJunAgsOktDesFebAprJunAgsOktDes
1999 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Grafik 2.4. Ekspektasi Inflasi Pedagang
Nilai Tukar Rupiah Pada bulan Oktober 2005, tekanan terhadap nilai tukar rupiah menurun. Kurs rupiah bergerak cukup stabil dengan kecenderungan menguat. Ratarata nilai tukar bulan Oktober tercatat Rp10.0853/USD atau terapresiasi sebesar 1,3% dibandingkan rata-rata bulan sebelumnya, sedangkan secara point-to point mencapai Rp10.115/USD atau terapresiasi sebesar sebesar 1,73% (Grafik 2.5). Secara kumulatif, rupiah dalam periode Januari-Oktober 2005 mencapai rata-rata Rp.9.666,00 atau mengalami depresiasi sebesar 8,6% dari periode yang sama tahun 2004. Sementara itu, volatilitas rupiah menunjukkan penurunan selama Oktober yaitu sebesar 0,87%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 1,08% (Grafik 2.6).
6
Rp/USD 10.500
TW III-2005 10,013 10218 TW II-2005 10085 9,556 10003 TW I-2005 9810 9,279 TW IV-2004 9,120
Rata-rata Nilai tukar 1 bulan Rata-rata harian selama 1 triwulan
10.000 9.500 9.000 8.500 8.000
Feb
Apr
Jun
Ags
2004
Okt
Des
Feb
Apr
Jun
2005
Grafik 2.5. Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
Ags
Okt
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Persen 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Volatilitas harian Rata-rata Volatilitas Bulanan Poly. (Rata-rata Volatilitas Bulanan) 2,97 2,13
1,89 1,41 0,87 0,81 0,61
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Des
Feb
2004
Apr
Jun
1,08
Ags
0,87 Okt
2005
Grafik 2.6. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
Indeks 106,0 104,0 102,0 100,0 98,0 96,0 94,0 92,0 90,0 88,0 86,0
- Pasca Kenaikan BBM - Kenaikan BI rate ke 11% - Penerbitan Global Bond - Kebutuhan likuiditas Rp tinggi
Apresiasi Depresiasi 06 16 26 05 15 25 07 17 27 06 16 2606 16 26 05 15 2505 15 2504 14 24 03 13 2303 13 23 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
JPY Curncy PHP Curncy
2005 KRW Curncy IDR Curncy
THB Curncy EUR Curncy
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar di Beberapa Negara
Persen 8,0 Global Bond R '14 (jatuh tempo 2014)
7,5 7,0
Penguatan kurs rupiah tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan interest rate differential (selisih suku bunga dalam dan luar negeri) pasca kenaikan BI Rate dan membaiknya indeks risiko. Selain itu, penguatan rupiah juga disumbang oleh peningkatan investasi portofolio oleh investor asing. Kestabilan nilai tukar juga didorong oleh efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar rupiah yang dalam beberapa hari bahkan mengalami kondisi yang cukup ketat sehingga tidak mendorong perilaku currency switching. Langkah-langkah tersebut mampu mengurangi dampak kecenderungan pelemahan mata uang regional terhadap USD sejalan dengan berlanjutnya siklus pengetatan moneter di AS. Penguatan rupiah tersebut kurang sejalan dengan pergerakan mata uang utama dunia lainnya terutama JPY dan Euro. USD masih cenderung menguat terhadap mata uang utama dunia tersebut karena data ekonomi terkini AS menunjukkan pertumbuhan ekonomi negara itu yang cukup baik. Kebijakan moneter AS yang ketat telah berdampak pada meningkatnya imbal hasil US Treasury, sehingga selisih (spread) dengan obligasi Jepang maupun Euro semakin melebar yang pada gilirannya mengundang potensi capital inflows yang lebih besar ke AS. Secara umum, faktor ini cukup dominan dalam mempengaruhi melemahnya mayoritas mata uang dunia. Penguatan Rupiah tersebut juga didukung oleh kecenderungan mulai meningkatnya aliran modal masuk, terutama dalam rangka investasi portofolio. Hal ini terlihat pada transaksi spot antara bank domestik dengan offshore yang mengalami net beli dan kepemilikan asing pada beberapa instrumen rupiah seperti SBI, SUN dan saham pada Oktober masih cenderung meningkat dibanding bulan lalu (Grafik 2.9). Dari sisi suku bunga, kenaikan suku bunga di dalam negeri telah mendorong kenaikan covered interest rate differential menjadi sebesar 7,46% sehingga masih cukup menarik bagi penempatan dana di Indonesia oleh investor asing (Grafik 2.10).
6,5 6,0 5,5
Spread = 259 bps
Yield Spread (2014)
5,0 4,5 4,0 3,5
US T. Note (jatuh tempo 2014) 7 17 27 6 16 26 6 16 26 5 15 25 5 15 25 4 14 24 3 13 23 3 13 23 Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
2005
Grafik 2.8. Yield Spread Global Bond dan INDO 14
Dari sisi domestik, penguatan rupiah tersebut disebabkan oleh berimbangnya pasokan dan permintaan valas. Tambahan pasokan dari aliran portfolio investment asing mampu menambah pasokan valas domestik sehingga mampu menjaga keseimbangan dengan permintaan. Permintaan valas di dalam negeri masih tetap tinggi seiring dengan harga minyak dunia yang tinggi serta meningkatnya
7
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
impor bahan baku dan barang modal sejalan dengan kuatnya ekspansi permintaan domestik.
Juta USD 4000
Posisi Swap Posisi SUN Posisi SBI Total Posisi di SBI, SUN dan Swap
3500 3000 2500
Kebijakan Moneter
3396 3077
3552 3248 2754
2598 2117 2128 2048
2000 1500 1000 500
Strategi Kebijakan
0 Jan FebMarAprMei Jun Jul AgsSepOktNovDesJan Feb MarAprMei Jun Jul Ags SepOkt
2004
Untuk mengendalikan tekanan inflasi sesuai dengan sasaran inflasi jangka menengah, kebijakan moneter cenderung ketat (tight bias) terus dilanjutkan. Kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk mengendalikan tekanan inflasi yang berasal dari meningkatnya ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia melalui hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Oktober 2005 memutuskan untuk menaikan BI Rate sebesar 100 basis poin menjadi 11,0%. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan bahwa: (1) kenaikan harga BBM pada 1 Oktober yang lalu mendorong peningkatan inflasi IHK secara signifikan dan selanjutnya memicu meningkatnya ekspektasi inflasi masyarakat; (2) kapasitas aktual diperkirakan sudah mendekati kapasitas potensial. Ekspansi ekonomi domestik telah memberikan tekanan terhadap keseimbangan eksternal (neraca pembayaran) sehingga mempengaruhi kestabilan nilai tukar rupiah; (3) Masih adanya ekses likuiditas di pasar uang yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan risiko terhadap currency switching, apabila tidak dilakukan respon kebijakan moneter dan manajemen likuditas secara optimal oleh Bank Indonesia. Memberlakukan secara efektif kebijakan-kebijakan di bidang nilai tukar. Kebijakan ini meliputi; (1) Pelarangan margin trading rupiah terhadap semua valas, (2) Pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari, (3) Penyediaan fasilitas swap untuk kepentingan investor dalam rangka lindung nilai (hedging) risiko nilai tukar untuk jangka waktu 3 s.d. 6 bulan dengan kemungkinan diperpanjang, (4) Penyempurnaan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) yaitu mencabut ketentuan kewajiban memelihara PDN antar valuta asing, mewajibkan bank untuk memelihara PDN sepanjang hari dan mengenakan sanksi denda dan administratif bagi pelanggaran ketentuan PDN, dan (5) Pembatasan transaksi rupiah antara bank dengan pihak nonresiden.
8
2005
2005*
Grafik 2.9. Posisi Dana Asing di Beberapa Instrumen Rupiah
Persen 14,00 12,00
CIP = JIBOR 1 M - (SIBOR 1 M + yield spread) UCIP= JIBOR 1 M - SIBOR 1 M 10,06
10,00 8,00
7,46
6,00 4,00 2,00 0,00 6 13 20 27 3 10 17 24 1 8 15 22 29 5 12 19 26 2 9 16 23 30 7 14 21 28 Mei Jun Jul Ags Sep Okt
2005
Grafik 2.10. Perkembangan UCIP dan CIP Indonesia
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah kebijakan moneter di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan stabilisasi makroekonomi secara keseluruhan. Sebagaimana dijelaskan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan III-2005, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari perkiraan semula di tengah adanya gangguan keseimbangan internal dan eksternal. Untuk itu, sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah perlu segera ditempuh guna mempercepat pembalikan siklus ekonomi atau mengurangi akselerasi perlambatan pertumbuhan. Demikian pula, upaya mendorong perekonomian menuju keseimbangan internal dan eksternal perlu diprioritaskan dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih konsisten. Baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal perlu terus diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Sejumlah perbaikan yang perlu diprioritaskan adalah penciptaan iklim investasi yang lebih kondusif kondusif. Pilihan ini utamanya ditujukan untuk memperbaiki persepsi investor asing akan prospek ekonomi Indonesia. Selain itu, peningkatan daya saing ekspor juga menjadi prioritas, mengingat kinerja ekspor saat ini lebih didorong oleh faktor harga dan belum ditopang penuh oleh peningkatan kapasitas produksi.
Suku Bunga Stance kebijakan moneter yang cenderung ketat seperti yang tercermin dari kenaikan suku bunga BI Rate diperkuat pula dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga instrumen moneter. Pada akhir Oktober 2005, suku bunga hasil lelang SBI 1 dan 3 bulan mengalami peningkatan masing-masing 100 dan 284 bps dari akhir September menjadi 11,00% dan 12,09%. Untuk memperkuat sinyal peningkatan suku bunga BI Rate, suku bunga penjaminan deposito Rupiah 1, 3, 6, 12, 24 bulan juga telah dinaikkan masing-masing menjadi 11,50%, 11,55%, 11,60%,11,75%, dan 12,05%. Suku bunga penjaminan deposito valas tidak mengalami kenaikan dibandingkan bulan September, yaitu tetap pada 4,25% pada Oktober 2005. Begitu pula halnya dengan suku bunga FASBI 7 hari tetap pada level 9,00% pada Oktober 2005. Peningkatan BI Rate diikuti oleh kenaikan suku bunga pasar uang secara terbatas. Pada Oktober rata-rata tertimbang PUAB overnight Rupiah sedikit terbatas
9
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
meningkat, begitu pula dengan volatilitas, khususnya di sesi pagi. Kondisi tersebut antara lain didorong oleh tingginya kebutuhan likuiditas di akhir bulan terkait dengan Lebaran. Untuk mengurangi ketatnya likuiditas, Bank Indonesia melakukan fine tune ekspansi sehingga mampu mengurangi volatilitas PUAB overnight. Suku bunga JIBOR 1 bulan turun 6 bps menjadi 12,65% pada Oktober 2005. Di pasar uang antarbank, secara keseluruhan suku bunga PUAB O/N rupiah baik pagi dan sore menunjukkan peningkatan masing-masing sebesar 90bps dan 60 bps dari bulan sebelumnya, sehingga menjadi 7,8% (pagi) dan 6,4% (sore). Kenaikan suku bunga instrumen moneter diikuti oleh suku bunga simpanan dan kemudian berpengaruh pada suku bunga kredit. Kenaikan BI Rate dan suku bunga penjaminan telah diikuti oleh suku bunga deposito dan kemudian ke suku bunga kredit, khususnya modal kerja. Pada bulan September 2005, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan tercatat sebesar 9,16% dan 8,51% atau masing-masing meningkat 161 dan 80 bps dari bulan sebelumnya. Sementara itu semua suku bunga kredit mencatat peningkatan, dengan kredit modal kerja mengalami peningkatan tertinggi. Pada bulan Oktober, suku bunga kredit perbankan masing-masing menjadi 14,51% (Modal Kerja), 14,47% (Investasi), dan 16,27% (Konsumsi). Dalam kondisi ini margin suku bunga antara deposito 1 bulan dengan kredit secara umum masih cukup besar ((berkisar antara 5,3 – 8,8%).
Persen 12,0 11,5 11,0 10,5 10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0
Jam.Dep.1 Dep 1 CR
SBI 1 bln/BI Rate* Dep 1 WA
Feb
Apr
Jun
Ags
Okt
Des
Feb
Apr
2004
Jun
Ags
Okt
2005
Grafik 2.11. Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito
Persen 19,0 18,5 18,0 17,5 17,0 16,5 16,0 15,5 15,0 14,5 14,0 13,5 13,0 12,5 12,0
KMK
KI
KMK
BLR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10*
2004
Dana, Kredit, dan Uang Beredar Kenaikan BI Rate, suku bunga penjaminan, dan suku bunga deposito diikuti dengan naiknya volume simpanan masyarakat pada perbankan. Setelah tumbuh negatif sepanjang 2003-2004, pertumbuhan simpanan berjangka (deposito) sejak awal 2005 semakin menunjukkan perkembangan yang positif (Grafik 2.13). Kondisi tersebut mendorong pesatnya pertumbuhan dana secara agregat, yaitu mencapai 16,3% (yoy) pada September. Disamping faktor suku bunga, mulai membaiknya pemahaman pemilik dana akan risiko investasi pasca berbagai ketidakstabilan di pasar SUN tampaknya cukup berperan dalam mendorong perpindahan dana-dana perorangan dari reksa dana ke perbankan. Kondisi tersebut dicerminkan oleh tambahan deposito milik perorangan yang naik mencapai Rp66,5 triliun (Maret-September), setelah gejolak redemption reksa dana yang terjadi sejak Maret.
10
2005
Grafik 2.12. Perkembangan Berbagai Suku Bunga Kredit
%, y-o-y 35 30
DPK Kredit
25 20 15 10 5 0 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep
2003
2004
2005
Grafik 2.13. Pertumbuhan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Perbankan
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan. Sampai dengan September 2005 posisi kredit perbankan mencapai Rp. 673 triliun, meningkat sebesar 2,07% dibandingkan bulan sebelumya. Apabila dibandingkan dengan posisi pada bulan September 2004, kredit perbankan mencatat peningkatan sebesar 31,18% (Grafik 2.13). Berdasarkan jenis kredit, kredit konsumsi tetap meningkat dengan laju pertumbuhan yang tinggi.
Persen 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8
PDB
M2 Riil
-10 1
2
3
4
1
2
2001
3
4
1
2002
2
3
4
1
2003
2
3
4
1
2004
2 3*
2005
Grafik 2.14. Perkembangan Likuiditas Perekonomian
Net Foreign (Miliar Rp)
IHSG
1.500
1200 1150
1.250 IHSG
1.000
1100 1050
750 Net Foreign
500
1000
250
950
0
900
-250
850
-500
Kondisi likuiditas dalam perekonomian masih tinggi. Secara riil, pada September pertumbuhan M2 masih tumbuh dengan laju di bawah pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.14). Secara nominal, pertumbuhan M2 pada periode yang sama tercatat mencapai 16,58% menjadi Rp1.150,5 triliun atau meningkat Rp34,6 triliun dari akhir bulan sebelumnya. Dari sisi komponen peningkatan tersebut terutama disumbang oleh kenaikan komponen M1 khususnya uang giral, dan kuasi Rupiah dalam bentuk deposito, serta simpanan valas. Dari sisi faktor yang mempengaruhi, peningkatan M2 terutama disumbang oleh meningkatnya kredit Rupiah khususnya yang digunakan untuk modal kerja dan konsumsi.
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
800
2005
Grafik 2.15. IHSG dan Net Beli Asing
YTM (%) 17 16
Pasar Modal Pada akhir Oktober, pasar saham mengalami penurunan kinerja. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 13,051 poin dari akhir bulan sebelumnya menjadi 1.066,224. Kondisi tersebut disumbang oleh persepsi akan menurunnya kinerja emiten akibat kenaikan suku bunga dan laju inflasi, kendatipun proyeksi laba beberapa emiten tertentu diperkirakan masih akan meningkat. Disamping itu, berlanjutnya kecenderungan penurunan daya beli sebagaimana tercemin pada terus melambatnya pertumbuhan M1 riil selaras dengan perkembangan indeks. Di pasar domestik, aktivitas perdagangan menurun, baik dari sisi nilai maupun volume, seiring dengan tibanya masa libur Lebaran.
15 14 13 12 11 10 9
Maturity (thn)
8 6 bln
1
2
3
Des-04 Ags
4
5
Mar Sep
6
7
8
9
Jun 25 Okt
Grafik 2.16. Perkembangan Yield SUN
10
Jul
15*
Sementara itu, sinyal kenaikan BI rate di sisi lain mendorong peningkatan yield pada perdagangan Surat Utang Negara (SUN). Walapun pada bulan Oktober perdagangan SUN terlihat sepi namun terdapat kecenderungan yield yang semakin meningkat di semua tenor (Grafik 2.16). Perdagangan SUN masih diwarnai penjualan oleh kelompok reksa dana. Naiknya reference rate menjadi 11,0% diperkirakan menjadi alasan bagi beberapa investor untuk melepas aset reksa dana, meskipun dalam jumlah yang semakin menurun. Peningkatan BI Rate tampaknya diikuti dengan naiknya
11
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
yield SUN (atau menurunnya harga). Cukup kuatnya hubungan antara BI Rate dengan yield SUN terlihat dari pergerakan yield beberapa jenis SUN jangka pendek - menengah yang cukup laris diperdagangkan seperti FR4, FR5 dan FR2. Sejak Oktober, harga SUN relatif mulai membaik meskipun masih berada di bawah harga par-nya.
Kondisi Perbankan Kinerja perbankan pada bulan September 2005 secara umum masih menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Fungsi intermediasi perbankan terus menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan kredit menunjukkan bahwa target yang telah ditetapkan untuk tahun 2005 sebesar 22% diperkirakan akan tercapai. Sampai dengan September 2005, kredit yang disalurkan telah mencapai 20,2% dan dengan perkembangan ini Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi 66,1%. Sementara itu, kredit yang disalurkan sektor UMKM meningkat cukup signifikan dan mencapai Rp331,1 triliun atau 51% dari total kredit perbankan. Namun demikian, meningkatnya risiko kredit seiring dengan naiknya suku bunga dan risiko di sektor riil telah meningkatkan rasio NPL menjadi 8,76%. Ke depan, peningkatan risiko kredit ini perlu semakin diwaspadai oleh sektor perbankan.
Tabel 2.1 Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama
Mar-05
Jun-05
Ags-05
Sep-05
Total Aset
(T Rp)
1.272,3
1.280,6
1.344,6
1.346,6
1.418,6
DPK
(T Rp)
963,1
959,3
1.011,0
1.046,8
1.077,5
Kredit*
(T Rp)
595,1
617,8
664,3
702,2
715,3
LDR
(%)
50,0
51,3
53,1
54,5
54,2
NPLs Gross
(%)
5,8
5,6
7,9
8,9
8,8
NPLs Net
(%)
1,7
1,9
3,7
5,0
5,0
CAR
(%)
19,4
21,7
19,5
18,9
19,4
NIM (NII/AP)
(%)
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
* termasuk channelling
12
Des-04
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
III. RESPON KEBIJAKAN MONETER Asesmen terkini terhadap kondisi moneter selama Oktober 2005 seperti diuraikan di atas menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih menghadapi tekanan stabilitas makroekonomi berupa peningkatan tekanan inflasi ke depan depan. Di samping meningkatnya ekspektasi inflasi di masyarakat, tekanan inflasi juga berkaitan dengan kenaikan harga BBM berikut dampak ikutannya. Sementara itu, risiko stabilitas makroekonomi diperkirakan juga akan meningkat, terkait dengan perkembangan faktor eksternal yaitu kenaikan suku bunga Fed dan masih tingginya harga minyak dunia. Kondisi demikian diperkirakan akan mengganggu kinerja perekonomian secara keseluruhan dan arah perkiraan ekonomi ke depan. Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 1 November 2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 125 basis poin menjadi 12,25%. Keputusan ini sejalan dengan langkah untuk memperkuat stance kebijakan moneter cenderung ketat (tight bias) setelah mempertimbangkan asesmen terkini kondisi moneter serta upaya pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Kenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukung kelangsungan proses pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas di pasar keuangan. Secara operasional implementasi BI Rate dilakukan dengan instrumen OPT melalui lelang mingguan SBI tenor 1 (satu) bulan. Untuk mendukung implementasi BI Rate tersebut dan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengendalian moneter, Bank Indonesia menyempurnakan operasionalisasi kebijakan moneter melalui perpanjangan waktu buka (windows) untuk instrumen FASBI O/N dengan suku bunga ditetapkan sebesar 500 bp di bawah BI Rate. Sementara itu, dalam rangka memberikan insentif kepada perbankan untuk tetap menjalankan fungsi intermediasinya, sejak 1 Desember 2005, Bank Indonesia akan meningkatkan renumerasi atas simpanan giro bank pada Bank Indonesia di atas GWM menjadi 6,5%. Bank Indonesia juga akan senantiasa memperbaharui asesmen terhadap perekonomian dan melakukan penyesuaian kebijakan apabila diperlukan. Selain itu, Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus berkoordinasi untuk memelihara kestabilan makroekonomi dan mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
Jakarta, November 2005
13
Tinjauan Kebijakan Moneter - November 2005
Indikator Terkini SEKTOR KEUANGAN SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 1 bln 1) Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln Suku bunga deposito 3 bln JIBOR satu minggu 2) BEJ Indeks 3)
Des
2003
Des
Jan
Jun
2004
Jul
Ags
Sep
Okt
2005
8,31 8,34 6,62 7,14 8,35 692
7,43 7,29 6,43 6,71 7,14 1004
7,42 7,29 6,43 6,71 7,13 1046,00
8,25 8,05 6,98 7,19 7,53 1122,37
8,49 8,45 7,22 7,41 7,80 1182,30
9,51 8,54 7,55 7,71 7,98 1050,09
10,00 9,25 9,16 8,51 10,78 1079,00
11,00 12,09 na na 10,40 1066,22
BESARAN MONETER (miliar Rp) Base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah
166.474 223.799 94.542 129.257 955.692 731.893 592.715 350.885 241.830 139.178 816.514
199.446 253.818 109.265 144.553 1.033.528 779.710 644.109 349.091 295.018 135.601 897.927
183.747 248.174 101.789 146.385 1.015.874 767.700 630.289 345.901 284.388 137.411 878.463
198.427 267.635 106.125 161.510 1.073.746 806.111 655.006 372.541 282.465 151.105 922.641
193.796 266.868 109.772 157.096 1.088.375 821.507 663.157 380.356 282.801 158.350 930.025
195.008 274.841 109.126 165.715 1.115.874 841.033 662.728 378.547 284.181 178.305 937.569
224.414 273.954 114.998 158.956 1.150.451 876.497 684.496 405.154 279.342 192.001 958.450
256.912 na 143.718 na na na na na na na na
Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum
466.826 437.974
615.802 553.516
612.852 548.985
687.366 622.570
699.407 635.926
722.903 659.539
737.823 673.211
na na
0,94 5,06
1,04 6,40
1,43 7,32
0,50 7,42
0,78 7,84
0,55 8,33
0,69 9,06
8,70 17,89
8,465 3,717 2,335 24,20
9,290 5,503 3,591 24,40
9,165 4,924 3,838 24,63
9,713 5,641 4,605 23,39
9,819 5,488 4,331 21,99
10,240 5,270 4,306
10,310
10,090
2) 2)
HARGA Inflasi bulanan (%) y-y % SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)
INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (% yoy) Konsumsi Investasi Ekspor Impor
Tw. IV
Tw. IV
Tw. II
2 0 03
2004
2005
4,88 4,55 1,04 8,19 2,73
5,13 4,60 15,71 8,47 24,95
* angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 r) revisi 1) minggu terakhir 2) rata2 tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file w. I 2004*) Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB (BPS)w.
14
5,54 2,48 13,21 7,29 10,08