Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Tinjauan Kebijakan Moneter Agustus 2006 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September, November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur Burhanuddin Abdullah
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur Senior
Maulana Ibrahim
Deputi Gubernur
Maman H. Somantri
Deputi Gubernur
Bun Bunan E.J. Hutapea
Deputi Gubernur
Aslim Tadjuddin
Deputi Gubernur
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
1
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter ................................................ 3 II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ................................. 4 Inflasi .......................................................................................... 4 Nilai Tukar Rupiah ........................................................................ 6 Kebijakan Moneter ...................................................................... 8 Strategi Kebijakan .................................................................. 8 Suku Bunga ............................................................................ 9 Dana, Kredit, dan Uang Beredar ........................................... 11 Pasar Modal ......................................................................... 11 Kondisi Perbankan ................................................................ 13 III. Respon Kebijakan Moneter ................................................... 14
2
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2006 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 50 bps atau turun dari 12,25% menjadi 11,75%. Keputusan tersebut diambil setelah memperhatikan masih terjaganya stabilitas makroekonomi Indonesia, berkurangnya faktor risiko eksternal, serta hasil berbagai survei dan prospek ekonomi moneter ke depan. Keputusan tersebut juga tetap memperhatikan upaya pencapaian sasaran inflasi ke depan yaitu 8%±1% untuk tahun 2006 dan 6%±1% untuk tahun 2007. Secara umum, perkembangan perekonomian selama bulan Juli 2006 memberikan keyakinan bahwa stabilitas makroekonomi semakin menunjukkan penguatan. Hal itu tercermin dari laju Inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi semula, nilai tukar rupiah yang menguat, dan credit rating Indonesia yang membaik. Namun demikian, berbagai indikator permintaan domestik mengindikasikan bahwa permintaan agregat masih belum sekuat yang diharapkan. Konsumsi rumah tangga membaik, meski belum terlalu kuat. Sementara, investasi belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Seiring dengan masih terbatasnya permintaan domestik dan membaiknya ekspektasi inflasi, laju inflasi pada bulan Juli 2006 lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Inflasi Juli 2006 tercatat sebesar 0,45% (mtm), sehingga secara kumulatif Januari-Juli 2006 inflasi IHK mencapai 3,33%(ytd) dan secara tahunan sebesar 15,15% (yoy). Begitu pula, inflasi inti cukup stabil dan berada pada level 3,10% (ytd) dan 9,58% (yoy). Sementara itu, nilai tukar rupiah sedikit menguat dengan volatilitas yang terjaga. Penguatan rupiah tersebut disebabkan oleh membaiknya faktor risiko seperti tercermin pada perbaikan credit rating Indonesia oleh S&P yang didasari oleh membaiknya kinerja kebijakan makro serta terjaganya kondisi fundamental. Kondisi tersebut didukung oleh sentimen eksternal yang positif berupa ekspektasi ditundanya kenaikan suku bunga the Fed pada 8 Agustus 2006. Berbagai perkembangan yang membaik tersebut mendorong aliran masuk modal jangka pendek yang mencapai USD 1,1 miliar selama bulan Juli, dan selanjutnya menambah cadangan devisa Indonesia sehingga mencapai USD 41,8 miliar pada minggu pertama Agustus 2006.
3
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Ke depan, kegiatan ekonomi diharapkan meningkat pada semester II dengan didukung oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi makro. Sejauh ini peningkatan tersebut belum akan berdampak pada harga-harga sehingga inflasi diperkirakan masih sesuai dengan sasarannya di tahun 2006 dan 2007. Faktor risiko eksternal berupa berlanjutnya kenaikan harga minyak dan pengetatan kebijakan moneter global akan senantiasa menjadi perhatian Bank Indonesia.
II. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETER Kestabilan makroekonomi selama Juli 2006 tetap terjaga seperti yang tercermin pada perkembangan inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter. Inflasi pada Juli 2006 stabil dibanding bulan sebelumnya, sementara secara tahunan terus menunjukkan tren yang menurun. Nilai tukar rupiah menguat sejalan dengan masuknya aliran modal jangka pendek karena perkembangan yang positif perekonomian domestik serta perbaikan credit rating Indonesia. Dari sisi moneter, penurunan BI Rate diikuti dengan penurunan suku bunga pinjaman, kondisi likuiditas yang terkendali, serta perkembangan pasar keuangan yang positif.
Inflasi Laju inflasi pada Juli 2006 secara bulanan stabil bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara laju inflasi secara tahunan mengalami penurunan. Pada bulan laporan, seluruh kelompok barang mengalami inflasi. Berdasarkan kelompoknya, tekanan inflasi berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan (Grafik 2.2), serta masuknya tahun ajaran baru. Inflasi kelompok bahan makanan mencapai 0,99% (mtm). Kenaikan harga pada kelompok bahan makanan berkaitan dengan berakhirnya musim panen raya, khususnya beras, serta didorong oleh kenaikan harga produk peternakan seperti daging ayam ras, telur ayam ras dan daging sapi serta sub-kelompok ikan segar. Sedangkan kenaikan harga pada kelompok pendidikan berkaitan dengan tahun ajaran baru, terutama kenaikan uang sekolah untuk sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama. Dengan perkembangan tersebut, inflasi bulanan dan tahunan pada Juli 2006 masing-masing mencapai 0,45% (mtm) dan
4
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
%, yoy
%, yoy
25 IHK Inti (trimmed) Inti (exclusion) Volatile Foods Administered Prices (skala kanan)
20 15 10 5 0
1 2
3
4
5
6 7
8
9 10 11 12 1 2
3 4
2005
5
6
7
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2006
Grafik 2.1. Disagregrasi IHK
15,15% (yoy), stabil dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 0,45% (mtm) dan 15,53% (yoy). Secara kumulatif, laju inflasi selama Januari-Juli 2006 mencapai 3,33% (ytd). Laju inflasi administered prices selama Juli 2006 relatif stabil sehubungan dengan tidak adanya penerapan kebijakan pemerintah yang bersifat strategis untuk menaikkan harga. Laju inflasi administered prices bulanan mencapai 0,10% (mtm) sehingga secara tahunan mencapai 29,78% (yoy), sedikit lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 30,01% (yoy). Laju inflasi administered prices pada Juli 2006 tersebut lebih disebabkan oleh kenaikan tarif PAM meskipun hanya berpengaruh sedikit terhadap inflasi IHK. Pada Juli 2006, inflasi bulanan volatile foods cenderung tinggi. Hal ini terutama disebabkan oleh berakhirnya musim panen raya. Selain itu, bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti gempa dan tsunami yang melanda beberapa daerah di pulau Jawa, serta banjir yang terjadi di sebagian wilayah Kalimantan, turut mengakibatkan tingginya laju inflasi bulanan volatile foods. Di samping itu, perkembangan harga komoditas beras √ yang merupakan komoditas utama dan memiliki bobot cukup besar dalam kelompok volatile foods √ juga masih cenderung meningkat. Komoditas bahan makanan lainnya seperti daging ayam dan telur ayam juga mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi antara lain disebabkan oleh kenaikan harga pakan ternak. Secara keseluruhan, kelompok volatile foods pada Juli 2006 mengalami inflasi sebesar 1,08% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi volatile foods masih berada pada level yang tinggi walaupun sudah cenderung menurun dari 19,70% (yoy) pada Juni 2006 menjadi 17,71% (yoy) pada Juli 2006.
Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pendidikan, Rekreasi, dan OlahRaga Kesehatan Sandang
0,02 0,08 0,04 0,69 0,00 0,06 0,02 0,36
Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar
0,06
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
0,06
0,21 0,31 0,25
Bahan Makanan
-0,1
Sumbangan (mtm) Inflasi (mtm)
0,1
0,3
0,99
0,5
0,7
0,9
Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Inflasi per Kelompok (Juli 2006, mtm)
1,1 Persen
Laju inflasi inti di bulan Juli 2006 menunjukkan sedikit peningkatan. Secara bulanan, inflasi inti tercatat sebesar 0,36% (mtm), meningkat dari 0,31% (mtm) di bulan Juni 2006. Dari sisi komponen, kenaikan inflasi inti tersebut disebabkan oleh pola musiman setiap bulan Juli yang merupakan awal tahun ajaran baru sekolah, sehingga terdapat sumbangan inflasi dari biaya pendidikan. Selain pendidikan, komoditas yang juga memberi sumbangan terhadap inflasi inti adalah kenaikan biaya sewa rumah dan kontrak rumah. Dari sisi fundamental, imported inflation memberikan sedikit tekanan pada inflasi inti (Grafik 2.3) karena masih berlanjutnya kecenderungan peningkatan harga komoditas internasional khususnya harga emas dan peningkatan inflasi negara mitra dagang. Sementara itu,
5
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
ekspektasi inflasi masyarakat menunjukkan perkembangan yang cenderung membaik, seperti yang ditunjukkan oleh ekspektasi harga pedagang dari Hasil Survei Penjualan Eceran (Grafik 2.4) dan ekspektasi inflasi 6 bulan ke depan dari Hasil Survei Konsumen (Grafik 2.5). Begitu pula dengan tekanan inflasi yang bersumber dari interaksi antara permintaan dan penawaran (output gap) relatif minimal seiring dengan masih lemahnya permintaan domestik. Secara tahunan, laju inflasi inti pada Juli 2006 tercatat sebesar 9,58% (yoy), tidak berubah dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 9,58% (yoy).
%, yoy
%, yoy
10
Depresiasi
5 0 -5 Apresiasi
-10 -15
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2003
2004
Depresiasi/Apresiasi Rp/USD (skala kiri) Inflasi Komoditas Impor
Nilai Tukar Rupiah Selama bulan Juli 2006, nilai tukar rupiah cenderung menguat terhadap USD, meskipun sempat tertekan pada pertengahan bulan. Rupiah bergerak dari Rp 9.263/USD pada akhir Juni 2006 dan secara bertahap menguat sehingga mencapai Rp 9.050/USD. Penguatan tersebut antara lain berkaitan dengan ekspektasi pelaku pasar akan berakhirnya peningkatan suku bunga oleh the Fed. Namun, melonjaknya harga minyak dunia sempat memberi tekanan depresiasi terhadap rupiah sehingga melemah ke level Rp 9.295/ USD pada pertengahan bulan. Selanjutnya, sejalan dengan kembali menurunnya harga minyak dan perbaikan credit rating Indonesia, rupiah kembali menguat dan ditutup pada level Rp 9.070/USD pada akhir Juli 2006. Secara rata-rata bulanan, rupiah terapresiasi sebesar 2,55% menjadi Rp 9.131/USD (Grafik 2.6). Dengan perkembangan tersebut, dalam periode Januari-Juli 2006, secara rata-rata rupiah mencapai Rp 9.196/USD. Sementara itu volatilitas rupiah cukup terjaga dan hanya meningkat tipis dari 1,23% pada Juni 2006 menjadi 1,36% pada Juli 2006 (Grafik 2.7). Perkembangan nilai tukar rupiah tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global. Beberapa perkembangan global yang mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah arah kebijakan moneter di AS dan melonjaknya kembali harga minyak. Meskipun kenaikan suku bunga AS diperkirakan mendekati akhir siklusnya, namun masih terdapat ketidakpastian terhadap kondisi perekonomian AS berupa melambatnya pertumbuhan ekonomi disertai dengan munculnya tekanan inflasi. Di pihak lain, pada pertengahan Juli 2006 harga minyak dunia sempat melonjak dipicu oleh memburuknya risiko geopolitik di Timur Tengah berupa konflik LebanonIsrael. Harga minyak jenis WTI (spot) naik mencapai USD 77 per barrel
6
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
15
2005
2006 Inflasi Core Traded Inflasi IHK
Grafik 2.3. Nilai Tukar vs Inflasi Barang Impor dan Core Traded
Indeks 180 1 bln yad 3 bln yad 6 bln yad
170 160 150 140 130 120 110 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5
2003
2004
2005
2006
Grafik 2.4. Ekspektasi Harga Pedagang
Indeks 160 150 140 130 120 110 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7
2003
2004
2005
Grafik 2.5. Ekspektasi Harga Konsumen 6 bulan ke depan
2006
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
(Grafik 2.8) sehingga mengakibatkan harga komoditi lainnya turut naik. Hal ini kemudian meningkatkan ekspektasi tekanan inflasi global, yang lalu mempengaruhi pandangan pasar bahwa stance kebijakan moneter global akan tetap cenderung ketat.
Rp/USD 10.000 Rata-rata Triwulanan 9.600 9,370
9.299
9.263
9.200
9.131
9.115
9.070
8.800 Rata-rata Bulanan
8.400 8.000 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
2006
Grafik 2.6. Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
Rp/USD
Persen
11.000
6,00 Kurs Volatilitas Rata-rata Volatilitas
10.500 10.000
5,00 4,00
9.500 3,00 9.000 2,00
8.500
1,36
1,23
8.000
1,00
7.500
19 Sep
21 Okt
24 Nov
28 Des
2005
31 Jan
6 Mar
7 Apr
11 Mei
14 Jun
18 Jul
2006
Grafik 2.7. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
$/barel 70 60
Minas Brent Crude Oil WTI
50 40 rata2 minas 2006 = 63,57 rata2 brent 2006 = 63,37 rata2 WTI 2006 = 64,37 rata2 IMF 2006 = 62,19
30 20
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr
2004
Dilema stance kebijakan moneter AS meningkatkan ketidakpastian sehingga mempengaruhi pasar finansial regional dan Indonesia. Peningkatan suku bunga Fed Fund sejak Juni 2004 mulai berdampak pada perlambatan pertumbuhan AS. Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan II turun menjadi 3,5% (yoy) dari 3,7% (yoy) pada triwulan I, dan diperkirakan kembali menurun pada triwulan berikutnya. Di pihak lain, tekanan inflasi AS masih meningkat yang ditandai dengan lebih tingginya inflasi Juni 2006 sebesar 4,3% (yoy) dibanding bulan sebelumnya sebesar 4,2% (yoy). Dengan demikian, melambatnya pertumbuhan AS di tengah tekanan inflasi yang cukup tinggi menimbulkan dilema bagi the Fed dalam menentukan stance kebijakan moneternya. Hal ini meningkatkan ketidakpastian sehingga menyebabkan kondisi pasar finansial global lebih fluktuatif, sehingga mempengaruhi fluktuasi lalu lintas modal portfolio internasional di pasar finansial regional dan Indonesia (Grafik 2.9). Dari sisi domestik, berbagai indikator faktor risiko menunjukkan perkembangan yang membaik sehingga meningkatkan daya tarik investasi rupiah. Perkembangan yang baik ini tergambar dari perbaikan credit rating Indonesia oleh Standard & Poor»s dari B+ menjadi BB-, sehubungan dengan membaiknya kinerja fiskal dan menurunnya beban utang LN setelah Indonesia melakukan percepatan pelunasan utang kepada IMF. Membaiknya risiko juga tercermin dari yield spread yang menurun. Yield spread pada akhir bulan laporan menurun menjadi 189 bps setelah sempat meningkat mencapai 201 bps pada pertengahan bulan (Grafik 2.10). Sementara itu, indeks country risk Indonesia yang diterbitkan oleh International Country Risk Guide (ICRG) juga menunjukkan kondisi yang baik sampai dengan Juni 2006. Imbal hasil rupiah masih tetap relatif lebih tinggi dibanding beberapa negara tetangga meskipun mulai sedikit menurun. Tren penurunan suku bunga dalam negeri di tengah meningkatnya suku bunga global menjadikan selisih imbal hasil nominal (uncovered interest rate differential1 - UCIP) sedikit menurun dari 7,32% menjadi 7,07% (Grafik 2.11).
2005
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.8. Perkembangan Harga Minyak Dunia
1 Uncovered interest rate differential = suku bunga domestik (JIBOR 1 bulan) √ suku bunga luar negeri (SIBOR 1 bulan).
7
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Penurunan selisih imbal hasil tersebut diikuti oleh penurunan yield spread SUN dan US T-Note, yaitu dari 6,66% menjadi 6,24% (Grafik 2.12). Walaupun demikian, kedua level selisih suku bunga tersebut masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga. Yield spread tertinggi di negara tetangga adalah di Filipina yang tercatat sebesar 3,78%. Dengan demikian, yield spread Indonesia yang jauh lebih tinggi menunjukkan bahwa imbal hasil rupiah masih menarik dibanding negara regional lainnya. Kestabilan nilai tukar rupiah juga didukun oleh kinerja neraca pembayaran yang membaik. Pada bulan Juni 2006 nilai ekspor mencatat rekor tertinggi sebesar USD 8,48 miliar, sehingga selama semester I 2006 ekspor mencapai USD 46,92 miliar, naik 15,14% dibanding semester I 2005. Sementara itu impor pada Juni 2006 mencapai USD 5,67 miliar, dan selama enam bulan pertama 2006 meningkat 1,31% menjadi USD 28,84 miliar, dari USD 28,46 miliar pada semester I tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, maka transaksi berjalan diperkirakan mengalami surplus yang lebih tinggi dari perkiraan awal tahun. Dari sisi lalu lintas modal, membaiknya berbagai indikator faktor risiko memberi dampak positif berupa masuknya aliran modal terutama yang berjangka pendek. Selama Juli 2006, jumlah aliran modal jangka pendek yang masuk mencapai USD 1,1 miliar. Secara keseluruhan, surplus NPI meningkat sehingga cadangan devisa pada minggu pertama Agustus 2006 mencapai USD 41,8 miliar, naik dibanding akhir Juni 2006 yang tercatat sebesar USD 40,1 miliar. Perbaikan kinerja sektor eksternal ini memberikan dukukungan bagi penguatan nilai tukar rupiah.
2,08%
IDR
2,55% 0,17%
JPY
-0,82% -0,30% -0,22%
EUR
-0,69%
KRW
0,40%
(+) Apresiasi (-) Depresiasi
0,89% 0,91%
THB
0,50% 0,52%
SGD Point-to-point Average
PHP
-1,5 -1,0 -0,5
3,06% 1,55%
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0 3,5 Persen
Grafik 2.9. Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Pada Juli 2006
Rp/USD
Persen
10.500
3,0
10.000
2,5
9.500
2,0
9.000
1,5 IDR/USD
Yield Spread
8.500
1,0 Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
2005
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
2006
Grafik 2.10. Yield Spread Govt Bond RI dan AS
Kebijakan Moneter
Strategi Kebijakan
Persen 12,0 10,0
Pada RDG 6 Juli 2006 yang lalu, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 12,25%. Keputusan tersebut diambil setelah memperhatikan hasil evaluasi terhadap kondisi makroekonomi Indonesia dan prospek ekonomi moneter ke depan serta memperhatikan upaya pencapaian sasaran inflasi ke depan yaitu 8%±1% untuk tahun 2006. Penurunan BI Rate sebesar 25 bps ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia usaha terhadap membaiknya prospek ekonomi.
8
8,0
Indonesia Philipina
Thailand Malaysia
7,32 7,07
6,0 4,0 2,0
1,85
0,0
-0,10
-2,0
-1,65
-4,0 Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul
2004
2005
2006
Grafik 2.11. Uncovered Interest Rate Parity
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Persen 17,0 Indonesia Thailand
13,0
Filipina Malaysia
9,0
6,66
6,24
5,0 3,78
1,0
-0,04 -1,23
-3,0 Jul
Ags Sep Okt Nov Des Jan
2005
Feb Mar Apr Mei Jun
Jul
2006
Grafik 2.12. Perbandingan Yield Spread Beberapa Negara
Kebijakan tersebut didukung oleh kebijakan sebelumnya yang diambil di bidang perbankan maupun nilai tukar. Kebijakan yang telah diambil sebelumnya tersebut meliputi: (1) Pelarangan margin trading rupiah terhadap semua valas, (2) Pemberlakuan intervensi swap valas sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka untuk jangka waktu 1 s.d. 7 hari, (3) Penyediaan fasilitas swap untuk kepentingan investor dalam rangka lindung nilai (hedging) risiko nilai tukar untuk jangka waktu 3 s.d. 6 bulan dengan kemungkinan diperpanjang, (4) Penyempurnaan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) yaitu mencabut ketentuan kewajiban memelihara PDN antar valuta asing, mewajibkan bank untuk memelihara PDN sepanjang hari dan mengenakan sanksi denda dan administratif bagi pelanggaran ketentuan PDN, dan (5) Pembatasan transaksi rupiah antara bank dengan pihak nonresiden. Sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah kebijakan moneter di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan stabilisasi makroekonomi secara keseluruhan. Sebagaimana yang dikemukakan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan II-2006, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2006 diperkirakan mengalami perlambatan yang merupakan kelanjutan sejak pertengahan 2005. Meskipun demikian, perlambatan tersebut masih lebih baik dari perkiraan awal. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik, sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah perlu terus ditempuh guna mempercepat pembalikan siklus ekonomi atau mengurangi akselerasi perlambatan pertumbuhan. Demikian pula, upaya mendorong perekonomian menuju keseimbangan internal dan eksternal perlu diprioritaskan dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter secara lebih konsisten. Baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal perlu terus diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.
Suku Bunga Sejalan dengan penurunan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 12,25%, suku bunga instrumen moneter secara otomatis mengalami penurunan pada Juli 2006. Suku bunga FASBI O/N menjadi berada pada level 7,25%, turun sebesar 25 bps dari level sebelumnya di Juni 2006. Sementara itu dari sisi kebijakan operasional, implementasi Fixed Rate Tender (FRT) dalam lelang SBI 1 bulan sejak Mei 2006 telah menjamin selalu tercapainya level BI Rate.
9
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Dengan pelaksanaan kebijakan operasional yang baru ini, operasi moneter tetap diarahkan untuk menyelaraskan arah umum kebijakan moneter yang disampaikan melalui BI Rate dengan perkembangan aktual kondisi pasar uang antar bank, baik dari sisi level maupun suku bunga yang terjadi.
Tabel 2.1 Perkembangan Berbagai Suku Bunga Suku Bunga
Des-05 Mar-06
Apr-06 Mei-06
Jun-06
Jul-06
BI Rate
12,8
12,8
12,8
12,5
12,5
12,3
Dep 1 bulan
12,0
11,6
11,5
11,5
11,3
n.a
10,4
10,4
10,5
11,2
10,4
10,2
(Weighted Average) Dep 1 bulan (Counter Rate) Penjaminan Dep 1 bulan
13,0
12,5
12,5
13,0
12,5
12,0
Base Lending Rate
16,2
16,0
16,0
16,0
15,8
15,8
Kredit Modal Kerja
16,2
16,4
16,3
16,3
16,2
n.a
Kredit Investasi
15,7
15,9
15,9
15,9
15,9
n.a
Kredit Konsumsi
16,8
17,5
17,7
17,8
17,8
n.a
Penurunan BI Rate diikuti oleh penurunan suku bunga simpanan. Dalam periode 15 Juli √ 14 Agustus 2006, suku bunga penjaminan deposito rupiah menurun 50 bps menjadi 12,00%. Hal ini diikuti oleh turunnya suku bunga deposito 1 bulan counter rate menjadi 10,2% dari sebelumnya 10,4% (Tabel 2.1). Sementara itu, secara rata-rata tertimbang (weighted average) suku bunga deposito rupiah 1 bulan pada bulan Juni 2006 tercatat 11,3% (Tabel 2.1), menurun dibanding bulan sebelumnya sebesar 11,5%. Penurunan suku bunga deposito ini merupakan kelanjutan dari tren suku bunga deposito yang telah menurun sejak bulan Februari 2006 (Grafik 2.13).
Persen 21 19 17
Suku bunga kredit masih relatif stabil. Pada bulan Juli 2006, base lending rate (BLR) cenderung stabil, yang tercermin pada relatif tidak berubahnya suku bunga kredit efektif untuk semua jenis kredit. Secara weighted average, pada akhir Juni 2006 suku bunga KMK (Kredit Modal Kerja), KI (Kredit Investasi) dan KK (Kredit Konsumsi) tercatat masing-masing sebesar 16,2%, 15,9% dan 17,8% (Tabel 2.1). Tingkat suku bunga kredit tersebut relatif tidak berubah dibanding bulan sebelumnya. Dengan menurunya suku bunga simpanan, selisih suku bunga kredit dan simpanan mengalami sedikit peningkatan.
10
15 13 11 9 7 5 3 1
3
5
7
2004 BI Rate* Kredit Investasi
9
11
1
3
5
7
2005 Depo 1 bl Kredit Konsumsi
9
11
1
3
5
7
2006 Kredit Modal Kerja Penjaminan Depo 1 bl
Grafik 2.13. Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
(%, y-o-y) 50 Total DPK Tabungan
40
Giro Deposito
30 20 10 (10) (20) Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun
2004
2005
2006
sumber: DPNP
Grafik 2.14. Perkembangan Dana
(%, y-o-y)
Suku Bunga Kredit dan Depo (%)
30
18
27
16
24 21
14 Total DPK Total Kredit rKredit (rata-rata) rDepo (rata-rata)
18 15 12
12 10
9
8
6 3
6 Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun
2004
2005
2006
sumber: DPNP
Grafik 2.15. Perkembangan Dana vs Kredit
M1, M2 (Y-o-Y %) 24
40 35
21 18
30
15
25
12
20
9
15
6
10 M1
M2
5
M0 (skala kanan)
0
0 1
3
5
7
2004
Pada akhir Juni 2006, uang beredar dalam arti sempit (M1) dan arti luas (M2) cenderung melambat. Secara nominal, laju pertumbuhan tahunan M1 mencapai 14,7%, melambat dari bulan sebelumnya sebesar 20,7%. Sementara itu laju pertumbuhan M2 juga melambat menjadi 16,8% dari bulan sebelumnya sebesar 18,3% (Grafik 2.16). Dengan level pertumbuhan tersebut, dibanding beberapa tahun sebelumnya pertumbuhan nominal M2 dapat dikatakan cukup tinggi. Walaupun demikian, pertumbuhan secara riil2 masih jauh lebih rendah dibanding sebelum krisis3 . Adapun penciptaan uang (money multiplier) M2 cenderung melambat, namun stabil sepanjang tahun 2006 (Grafik 2.17). Kondisi tersebut disumbang oleh perkembangan M2 yang cenderung tumbuh selaras dengan base money.
M0 (Y-o-Y %)
Nominal
3
Penurunan BI Rate diikuti dengan melambatnya laju pertumbuhan dana masyarakat dan belum dapat mendorong kenaikan pertumbuhan kredit. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada akhir Juni melambat, sementara pertumbuhan kredit masih terus dalam kecenderungan menurun, kecuali KMK yang mulai meningkat. Pertumbuhan deposito yang sejak awal 2005 terus naik, tampak mulai melambat sejak Maret 2006 (Grafik 2.14). Pada akhir Juni 2006, DPK mengalami pertumbuhan sebesar 15,6% (yoy), melambat dari akhir bulan sebelumnya sebesar 17,6% (yoy). Sementara itu, pada akhir Juni 2006 kredit perbankan mengalami pertumbuhan sebesar 14,0% (yoy), melambat baik dari bulan sebelumnya sebesar 14,9% (yoy), maupun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 25,7% (yoy) (Grafik 2.15). Perlambatan pertumbuhan tersebut terjadi pada kredit konsumsi dan investasi, sementara pertumbuhan KMK mulai meningkat.
9
11
1
3
5
7
2005
9
11
1
3
5
Pasar Modal Penurunan BI Rate untuk kedua kalinya sebesar 25 bps disambut positif oleh investor bursa saham. Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada tanggal 6 Juli 2006 yang diantaranya menetapkan penurunan level BI Rate dari 12,50% menjadi 12,25% mendorong semakin maraknya perdagangan pasar modal. Hal ini tercermin dari terus naiknya Indeks
2006
Grafik 2.16. Pertumbuhan Nominal M0, M1, dan M2
2 Diperhitungkan dengan inflasi IHK. 3 Pada 1996 rata-rata pertumbuhan tahunan M2 riil mencapai 20,3%.
11
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Harga Saham Gabungan (IHSG) sebelum sampai beberapa hari setelah pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (Grafik 2.18). Namun kemudian, perkembangan positif di pasar modal sempat terhambat. Hal ini terjadi antara lain akibat kembali naiknya harga minyak dunia ke posisi yang sangat tinggi dan memanasnya perkembangan geopolitik di Timur Tengah yang dikhawatirkan mendorong suku bunga internasional untuk meningkat. Koreksi yang terjadi pada IHSG cukup signifikan, namun dalam perkembangannya indeks kembali rebound setelah pengumuman naiknya peringkat utang Indonesia oleh S&P dan meningkat hingga penutupan periode laporan. Sentimen eksternal masih cukup kuat dalam mempengaruhi perkembangan bursa saham. Setelah pada akhir Juni 2006 the Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,25%, sebagian besar pelaku pasar berkesimpulan bahwa untuk sementara the Fed akan berhenti menaikkan Fed Fund Rate. Ekspektasi ini telah mendorong indeks di beberapa bursa dunia untuk bereaksi positif. Beberapa indeks saham Amerika dan Eropa menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Kondisi tersebut ditransmisikan ke bursa Indonesia melalui bursa utama di Asia pada keesokan harinya. Namun selanjutnya perkembangan tersebut ternyata tidak berjalan mulus karena terkendala oleh sentimen global dari perkembangan harga minyak dunia yang dikhawatirkan akan mengurangi perolehan laba emiten, serta perubahan kebijakan suku bunga dunia untuk kembali meningkat. Kondisi ini menyebabkan sejumlah pelaku pasar melakukan penjualan saham sehingga IHSG mengalami penurunan. Namun, setelah pengumuman peningkatan peringkat utang Indonesia oleh lembaga pemeringkat S&P, pasar modal kembali bergairah dan indeks pada akhir Juli 2006 ditutup pada level 1.351,649 atau menguat 41,386 poin dibanding Juni 2006. Investor asing tetap sebagai penggerak bursa bursa saham. Sampai dengan periode laporan, investor asing merupakan pemain utama bursa saham di Indonesia. Selama Juli 2006, net beli investor asing mencapai Rp 870 miliar, atau meningkat dibanding bulan sebelumnya yang membukukan net jual sebesar Rp 606 miliar. Sementara untuk rata-rata harian net beli asing juga menunjukkan hal yang sama, yaitu meningkat dari sebelumnya net jual sebesar Rp 28 miliar/hari menjadi net beli sebesar Rp 41 miliar/hari.
M2/M0 8,0
M1/M0
Persen
1,70
7,0
1,50 1,30
6,0
1,10 0,90
5,0
0,70 MM2 (M2/M0)
4,0 1
3
12
5
7
9
11
2004
1
MM1 (M1/M0) 3
5
7
9
11
1
2005
3
0,50 5
2006
Grafik 2.17. Perkembangan Angka Penggandaan Uang
IHSG
SBI/BI Rate %
1.550 1.500 1.450 1.400 1.350 1.300 1.250 1.200 1.150 1.100 1.050 1.000
IHSG BI Rate
15 13 11 9 7 5
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Sumber: CEIC
2005
2006
Grafik 2.18. IHSG dan BI Rate
Net Foreign (Miliar Rp)
IHSG 1600
600,00 IHSG 400,00
Net Beli
1500
200,00
1400
0,00
1300 1200
-200,00 -400,00
Penurunan level BI Rate pada Juli 2006 diikuti oleh penurunan yield SUN semua tenor. Setelah sepanjang triwulan II-2006 sempat mengalami koreksi akibat faktor eksternal, sejak awal periode laporan kinerja pasar SUN kembali menunjukkan perbaikan. Dari sisi perdagangan, volume dan
1,90
Net Jual
-600,00 01 08 15 22 29 06 13 20 27 03 10 17 24 01 08 15 Apr Apr Apr Apr Apr Mei Mei Mei Mei Jun Jun Jun Jun Jul Jul Jul Sumber : BEJ
Grafik 2.19. IHSG dan Net Beli Asing
1100 1000
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Vol (Rp t)
Frek
100,0
Vol
Frek
4.000
80,0
3.200
60,0
2.400
40,0
1.600
20,0
800
0,0
0 Jan
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan
2005
Mar
Mei
Jul
2006
Grafik 2.20. Aktivitas Perdagangan SUN
frekuensi, serta harga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan bagi investor maupun pemerintah selaku penerbit. Kelompok non residen terus mendominasi pembelian SUN. Bahkan dalam periode laporan, pembelian SUN terlihat sangat besar, yaitu sekitar Rp 6,5 triliun (Grafik 2.21) atau jauh kebih tinggi dibandingkan dengan aksi jual yang terjadi dalam bulan Mei dan Juni. Aksi beli investor ini dalam jumlah cukup besar telah membentuk harga menjadi naik dan menggeser posisi yield curve ke bawah hingga berada di bawah level 12%. Di sisi lain, kelompok reksadana juga terlihat semakin aktif dalam melakukan pembelian SUN. Faktor ekspektasi ke depan yang cukup baik dan harga SUN yang masih relatif rendah diperkirakan menjadi pertimbangan kelompok reksadana. Ekspektasi berlanjutnya penurunan suku bunga kebijakan ke depan menambah marak perdagangan SUN. Pada tanggal 11 Juli pemerintah melakukan masing-masing 1 kali lelang reopening untuk seri FR0033 dan FR0034 dengan target indikatif sebesar Rp 2,5 triliun. Besarnya minat investor terlihat dari jumlah bidding yang masuk, sekitar Rp 11,1 triliun. Jumlah bidding yang di atas 4 kali lipat target indikatif ini menandakan bahwa investor memandang yield yang ditawarkan cukup kompetitif. Pada akhir lelang, pemerintah menetapkan pemenang sebesar Rp 5,6 triliun. Dari sisi investor, kelompok pemodal asing tetap mendominasi pemenang lelang melalui jalur bank asing. Dari total SUN yang diterbitkan ulang, investor asing membeli sebesar Rp 2,8 triliun atau 50% dari jumlah yang dimenangkan.
Kondisi Perbankan
Vol (Rp t) 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25
6,5
0,1
2,0
0,0 -0,1
-3,3
-0,1
-5,1 Beli
Jual
B. Rekap B. Non Asuransi Reksadana Dapen Sekuritas Non-Res Rekap
Grafik 2.21. Aktivitas Beli-Jual SUN Juli 2006
Net Dll
Penurunan BI Rate yang telah dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2006 mulai berdampak positif pada kinerja perbankan baik dari sisi penghimpunan dana, penyaluran kredit, maupun kualitas kredit yang disalurkan. Pada akhir Juni 2006 jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun sebesar Rp 1.168,3 triliun, meningkat Rp 7,6 triliun dibanding bulan sebelumnya. Peningkatan penghimpunan dana diiringi dengan peningkatan penyaluran kredit sebesar Rp 9,8 triliun pada Juni 2006, sehingga posisi kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp 757,3 triliun. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2005, kenaikan kredit perbankan baru tumbuh sebesar 3,72%. Dengan perkiraan membaiknya aktivitas ekonomi, kredit diperkirakan dapat tumbuh lebih cepat di sisa akhir tahun 2006. Sementara itu, dengan peningkatan kredit yang lebih tinggi dibanding peningkatan DPK, loan to
13
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
deposit ratio (LDR) pada Juni 2006 meningkat menjadi 61,2% dari sebelumnya 60,8%. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan semakin menjalankan fungsi intermediasinya untuk mendukung kegiatan perekonomian, dengan didukung prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut juga tercermin pada menurunnya rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dari sebelumnya 8,8% (gross) menjadi 8,7%.
Tabel 2.2 Kondisi Umum Perbankan 2004
Indikator Utama
2005
Des
Jul
Ags
Sep
2006
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Total Aset
(T Rp)
1.272,3
1.353,2
1.346,6 1.418,6
1.420,3 1.428,1
1.469,8
1.465,6
1.466,3
1.465,3
1.466,9
1.514,9
1.519,4
DPK
(T Rp)
963,1
1.016,0
1.046,8 1.077,5
1.071,1 1.091,3
1.127,9
1.116,2
1.123,7
1.123,9
1.123,2
1.160,6
1.168,3
Kredit
(T Rp)
595,1
677,6
702,2
715,3
719,9
722,4
730,2
714,2
714,7
722,7
733,4
747,6
757,3
LDR
(%)
50,0
53,9
54,5
54,2
54,8
54,1
53,2
51,8
51,7
52,3
52,7
60,8
61,2
NPLs Gross
(%)
5,8
8,5
8,9
8,8
8,4
8,7
8,3
8,7
9,3
9,4
9,2
8,8
8,7
NPLs Net
(%)
1,7
4,5
5,0
5,0
4,7
5,0
4,8
5,1
5,7
5,6
5,6
5,1
5,1
CAR
(%)
19,4
19,4
18,9
19,4
19,4
19,6
19,5
21,5
21,2
21,7
21,5
20,8
20,5
NIM
(%)
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,4
0,5
0,5
0,5
0,5
III. RESPON KEBIJAKAN MONETER Dengan mempertimbangkan asesmen terkini perkembangan makroekonomi terakhir yang menunjukkan semakin meningkatnya stabilitas makro dan keyakinan pasar serta berkurangnya risiko dari sisi eksternal, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2006 memutuskan untuk menurunkan BI rate sebesar 50 bps dari 12,25% menjadi 11,75%. Penurunan suku bunga ini diharapkan juga dapat mendorong kembali optimisme di sektor konsumen dan sektor usaha sehingga pada gilirannya dapat mendorong bergeraknya sektor riil tanpa menimbulkan tekanan inflasi yang berlebihan. Dengan demikian kegiatan perekonomian dapat terus meningkat disertai dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi makro. Seiring dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa mencermati berbagai faktor risiko terutama dari sisi eksternal berupa berlanjutnya kenaikan harga minyak serta pengetatan kebijakan moneter global.
14
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2006
Indikator Terkini SEKTOR KEUANGAN
2005 Ags
Sep
Okt
2006 Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 1 bln 1) Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2) JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3)
9,51 10,00 11,00 12,25 12,75 12,75 12,74 12,73 12,74 12,50 12,50 12,25 8,54 9,25 12,09 12,83 12,83 12,92 12,92 12,73 12,75 12,16 12,16 12,16 7,55 9,16 10,43 11,46 11,98 12,01 11,85 11,77 11,70 11,63 11,55 7,19 8,51 9,38 10,72 11,75 12,23 12,32 11,61 11,51 11,45 11,34 7,98 10,78 10,40 10,71 11,35 11,49 11,66 11,79 11,95 11,65 11,34 11,39 1.050,090 1.079,275 1.066,224 1.096,641 1.162,635 1.232,321 1.230,664 1.322,974 1.464,406 1.329,996 1.310,263 1.351,649
BESARAN MONETER (miliar Rp) Base Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah
195.008 224.414 256.912 226.108 239.781 232.691 229.141 233.878 230.626 239.282 247.742 274.841 273.954 286.715 276.729 281.905 281.412 277.265 277.293 282.400 304.663 313.145 109.126 114.998 134.245 114.130 124.316 114.318 110.567 112.625 113.935 116.569 123.761 165.715 158.956 152.470 162.599 157.589 167.094 166.698 164.668 168.465 188.094 189.384 1.115.874 1.150.451 1.165.741 1.168.267 1.203.215 1.190.834 1.193.864 1.195.067 1.198.013 1.237.503 1.253.735 841.033 876.497 879.026 891.538 921.310 909.422 916.599 917.774 915.613 932.840 940.590 662.728 684.496 689.948 699.594 732.364 725.378 732.908 733.653 737.402 749.756 760.226 378.547 405.154 418.463 428.140 452.522 452.894 463.113 466.981 470.749 478.225 484.701 284.181 279.342 271.485 271.454 279.842 272.484 269.795 266.672 266.653 271.531 275.525 178.305 192.001 189.078 191.944 188.946 184.044 183.691 184.121 178.211 183.084 180.364 937.569 958.450 976.663 976.323 1.014.269 1.006.790 1.010.173 1.010.946 1.019.802 1.054.419 1.073.371
Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum
251.143 130.629 -
722.903 659.571
737.823 673.243
742.942 678.351
741.920 679.466
738.843 689.671
721.135 673.232
722.306 674.698
730.878 682.111
736.153 687.382
749.060 699.904
759.336 710.089
-
0,55 8,33
0,69 9,06
8,70 17,89
1,31 18,38
-0,04 17,11
1,36 17,03
0,58 17,92
0,03 15,74
0,05 15,40
0,37 15,60
0,45 15,53
0,45 15,15
10.240 5.270 4.653 21,02
10.310 5.650 4.071 20,22
10.090 6.095 4.266 22,58
10.035 5.253 3.598 23,29
9.830 6.149 4.615 24,83
9.395 5.953 4.127 24,95
9.230 5.908 4.198 25,71
9.075 5.848 4.107 30,50
8.775 6.249 4.223 32,73
9.220 6.346 4.210 33,83
9.300 6.835 4.625 34,12
9.070 34,82
HARGA Inflasi bulanan (%) y-y %
SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) Net International Reserve (juta USD)
INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (% yoy) Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor
2004
2 0 0 5*
Tw. IV Tw. I 7,13 3,42 16,08 552,88 22,18 31,16
6,25 2,03 14,11 131,38 11,80 18,84
Tw. II 5,63 2,63 15,58 -107,06 11,19 17,86
2006*
Tw. III Tw. IV 5,63 5,52 9,37 -40,60 4,76 10,56
4,90 7,33 1,78 -156,87 7,41 3,74
Tw. I 4,59 4,28 2,89 -32,20 10,75 5,01
* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 r) revisi 1) minggu terakhir 2) rata2 tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
15