Tingkat Persaingan dan Kinerja BPR: Study Kasus di 4 Provinsi Tahun 2011 Destriyana Aulia1 dan Teguh Dartanto2
2.
1. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), Salemba, 10430, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini berusaha melihat pengaruh kompetisi terhadap kinerja Bank Perkreditan Rakyat. Terdapat dua perhitungan kompetisi yang dipakai yaitu Indeks HerfindahlHirscman dan Jumlah kantor BPR per 100000 keluarga. Sedangkan untuk kinerja dilihat dari nilai ROA untuk melihat profitability dan ratio jumlah rekening kredit (%, population) untuk melihat outreach BPR. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data cross section di 101 kabupaten di provinsi jawa barat, jawa tengah, jawa timur, dan Bali tahun 2011 dengan metode regresi OLS. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pengaruh kompetisi pada profitability bersifat quadratik dengan bentuk kurva U sedangkan untuk variabel outreach hubungan bersifat linear dengan arah positif. Kata kunci: Persaingan, Kinerja BPR, Kredit mikro, HHI
Competition and Performance of Bank Perkreditan Rakyat: Case Study of 4 province in 2011
Abstract This research tries to examine the relationship between competition and performance of Bank Perkreditan Rakyat (Rural Credit Bank). Competitions are measured in two ways: Herfindahl-Hirscman Index (HHI) and number of BPR offices per 100000 Households. As for performance, we use Return on Asset of BPR for profitability and BPR credit’s account (%, population) for outreach. The research use cross section data for 101 municipal in Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, and Bali Province in 2011. Based on our estimation, we find that between competition and profitability there is a quadratic relationship with the shape of U-curve. Meanwhile this relationship is not found in outreach variabel which have positif relationship with competition. Key words: Competition, BPR performance, Microcredit, HHI 1
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
Pendahuluan Terdapat perbedaan pendapat mengenai pengaruh dari kompetisi terhadap kinerja untuk sektor lembaga keuangan perbankan. Pandangan pro-kompetisi melihat kompetisi sebagai dorongan dalam pembentukan pasar yang efisien. Sedangkan pandangan kontra kompetisi berpendapat bahwa kompetisi pada industri perbankan dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam industri perbankan yang justru menyebabkan inefisiensi dari kinerja perbankan. Dalam melihat dua pendapat ini Berger et al. (2008) membedakannya menjadi dua jenis pandangan yaitu pandangan competition-fragility dan pandangan competition-stability. Dalam pandangan competition-fragility, peningkatan kompetisi akan menggerus kekuatan pasar pemain yang mendorong bank untuk lebih mengambil resiko (risk-taking behaviour). Dalam pandangan ini persaingan mendorong peningkatan jumlah nasabah namun dengan screening yang lemah yang berdampak pada memburuknya portofolio pinjaman. Peningkatan persaingan pada kondisi ini justru menyebabkan memburuknya kinerja dari perbankan dikarenakan meningkatnya Non Performance Loan (NPL). Sedangkan dalam pandangan competition-stability dikatakan bahwa tingginya tingkat persaingan akan menurunkan tingkat sukubunga dan menjadikan biaya kredit bagi konsumen cukup rendah yang berdampak pada perbaikan tingkat loan repayment. Kondisi ini akan menghasilkan pasar yang lebih stabil yang akan dapat mendorong peningkatan kualitas produk dan memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk dapat mengakses perbankan. Kondisi persaingan di sektor ini terutama dirasakan pada pasar kredit mikro. Berawal dari program bantuan dalam hal akses keuangan bagi masyarakat miskin, kredit mikro saat ini dilihat sebagai salah satu pasar yang potensial dalam dunia keuangan. Dengan perannya sebagai alat pengentasan kemiskinan, tantangan ganda yang dihadapi lembaga kredit mikro (LKM) adalah pertumbuhan (growth) dan berkelanjutan (sustainability). Tingginya tingkat keuntungan dan masih rendahnya penetrasi pasar lembaga keuangan pada masyarakat menengah ke bawah menjadikan pasar kredit mikro sebagai industri yang masih menarik. Dengan potensi pasar ini, maka semakin banyak pemain yang ikut terjun pada pasar. Salah satu jenis lembaga keuangan mikro yang memiliki peran dominan di Indonesia adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dibandingkan dengan bank umum, BPR memiliki jumlah jauh lebih banyak yaitu 1669 BPR dimana umumnya berada di wilayah padat penduduk seperti jawa dan bali. Kondisi pasar kredit mikro untuk BPR cukup bervariasi. Beberapa kabupaten memiliki jumlah BPR yang cukup banyak yang menyebabkan adanya indikasi persaingan. 2
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
Industri kredit mikro adalah industri yang telah berkembang cukup lama di Indonesia. Heterogennya masyarakat Indonesia menjadikan LKM hadir dengan bentuk yang bermacam ragam. Dengan jenisnya yang cukup beragam ini Soesilo (2008) dalam Maulana (2008) mengelompokkan lembaga keuangan ini berdasarkan segmen pasar dilihat dari kemampuan nasabah dalam gambar berikut: Gambar 1: Segmentasi pasar LKM berdasarkan kemampuan nasabah
Ket : KSM= Kelompok Swadaya Masyarakat; Microfinance=LKM (Koperasi, BKD, dll); Microbanking= BPR dan BRI-‐unit
[Sumber : Maulana, 2008]
Gambar 1 memperlihatkan tingkatan pasar LKM berdasarkan jenis kemampuan nasabah. Dalam kurva tersebut yang dikategorikan sebagai potential active adalah usaha mikro yang masih bersifat ekonomi rumah tangga dimana motif usahanya masih dalam taraf mempertahankan kehidupannya. Usaha mikro yang lebih baik memasuki tahap feasible dimana usaha yang dijalankan sudah berkembang lebih besar namun masih belum optimal karena kurangnya modal. Selanjutnya adalah tahap eligible dimana usaha telah berkembang cukup besar dan telah memiliki aset sebagai agunan namun masih tergolong kecil. Pada tahap ini, usaha masih belum memiliki aset yang cukup untuk mendapatkan pembiayaan Bank namun telah layak untuk mendapatkan pinjaman dari LKM formal dalam hal ini microbanking (BRI-unit dan BPR). Masih terdapat pro dan kontra mengenai segmentasi pasar kredit mikro antara bank umum yang menggarap pasar kredit mikro dan BPR. Bank umum dikatakan memiliki pasar 3
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
yang berbeda dengan BPR dimana bank umum lebih fokus pada pasar kredit UMK sedangkan BPR lebih fokus pada pasar kredit mikro. Dengan alasan tersebut, penelitian ini melihat persaingan dalam pasar kredit mikro hanya mencakup persaingan antar BPR. Berdasarkan penjelasan diatas, maka isu persaingan dalam pasar kredit mikro merupakan isu yang penting untuk dibahas. Namun hingga saat ini, masih sedikit penelitian mengenai pasar ini di Indonesia. Dengan begitu penelitian ini berusaha untuk melihat hubungan antara kinerja dan persaingan. Penelitian ini menggunakan data level kabupaten untuk pasar kredit mikro BPR pada empat provinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali pada tahun 2011. Terdapat tiga pertanyaan penelitian yang akan dibahas dalam jurnal ini, 1) Bagaimanakah pengaruh persaingan antar BPR terhadap profitability dan outreach, 2) Apakah terdapat kondisi titik balik dalam hubungan antara kompetisi dan kinerja BPR. Paper ini terdiri dari delapan bagian yaitu, pendahuluan, penelitian terdahulu, overview pasar persaingan BPR, metode penelitian, hasil penelitian, kesimpulan, dan saran. Penelitian Terdahulu Teori organisasi industri melihat bahwa pasar yang terjadi di dunia nyata umumnya bersifat pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition) dimana antar pemain terdapat kondisi saling ketergantungan atau yang disebut strategic interaction (Pepall et al., 2005). Structure-Conduct-Performance (SCP) merupakan basic tool yang digunakan dalam analisis persaingan pasar (Pepall et al., 2005). Dalam teori SCP ini dikatakan struktur pasar dapat mempengaruhi perilaku dari perusahaan-perusahaan yang pada akhirnya dapat berdampak pada kinerja. Gambar 2: Paradigma SCP tradisional
Structure
Conduct
Performance
[Sumber: Lee, 2007]
Dalam melihat struktur pasar, penelitian ini menggunakan nilai Herfindahl-Hirscman Index (HHI) dan ratio jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (COMP). Nilai HHI dapat berkisar antara 0 hingga 1 satuan ataupun dengan bentuk persen yang berkisar antara 0 hingga 10000. Pasar dengan nilai HHI yang mendekati angka 0 berarti pasar tersebut memiliki
4
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
struktur pasar persaingan dimana tiap perusahaan tidak memiliki kekuatan pasar yang dominan. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No: 11/13/PBI/2009 kredit BPR dibedakan menjadi dua macam yaitu kredit pihak terkait dan kredit pihak tidak terkait. Kredit pihak terkait merupakan kredit yang diberikan pada perorangan atau perusahaan/badan yang memiliki hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan dengan BPR. Pinjaman pada pihak diluar dari pihak yang disebutkan sebagai pihak terkait masuk dalam kategori pihak tidak terkait. Untuk melihat tingkat konsentrasi pasar pada pasar kredit mikro BPR, penelitian ini melihat pangsa pasar BPR untuk kredit kepada pihak tidak terkait yang dalam hal ini berarti masyarakat. Berikut adalah perhitungan Pangsa Pasar (s) yang dipakai dalam penelitian ini.
!=
Nilai Kredit pihak tidak terkait BPR i dikabupaten/kota j Total Nilai Kredit Pihak tidak terkait seluruh BPR di kabupaten/kota j
Berikut adalah rumus dalam pencarian HHI: Perhitungan HHI: HHI
! !!
!!
Perhitungan penetrasi pasar BPR: !"#$ =
!"#$%ℎ !"#$%& !"# !"#"$ !"#$%"&'(/!"#$ ! ! 100000 !"#$%ℎ !"#$%&'%
Tabel 1: Batasan nilai HHI berdasarkan Peraturan KPPU No. 1 tahun 2009 Spectrum I Spectrum II
HHI <1800 1800 s.d. 3000
Spectrum III
3000 s.d. 4000
Spectrum IV
>4000
Keterangan Pasar masih bersifat Kompetitive Pasar masih kompetitif dengan beberapa penilaian tertentu Konsentrasi pasar cukup tinggi, merger dengan syarat Pasar Terlalu terkonsentrasi, Merger tidak dapat dilakukan
[Sumber : Peraturan KPPU No. 1 tahun 2009]
5
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
Kinerja diartikan sebagai outcome atau equilibrium yang tercapai dari adanya efisiensi alokasi (Lee, 2007). Dalam melihat kinerja LKM Assefa et al. (2013) mengatakan setidaknya terdapat empat indikator kinerja yang perlu diperhatikan, yaitu: outreach, loan repayment, efficiency, dan Profitability. Maka dari itu, kinerja suatu microbanking dalam hal ini BPR perlu dilihat baik dari segi sosial ataupun finansial.Dalam penelitian ini kinerja BPR dilihat dari nilai Return on Asset (ROA, %) dan nilai ratio jumlah rekening terhadap penduduk (OUTREACH, %). Dalam melihat kinerja LKM Assefa et al. (2013) mengatakan setidaknya terdapat empat indikator kinerja yang perlu diperhatikan, yaitu: outreach, loan repayment, efficiency, dan Profitability. Maka dari itu, kinerja suatu microbanking dalam hal ini BPR perlu dilihat baik dari segi sosial ataupun finansial. Dalam penelitian ini kinerja dilihat dari dua aspek yaitu outreach yang dilihat dari ratio rekening kredit (%, penduduk) dan profitability yang dilihat dari nilai rata-rata Return on Asset (ROA) BPR per kabupaten (%). Seiring dengan perkembangannya, persaingan pun dilihat sebagai sebuah proses yang dinamis dimana persaingan tidak lagi dianggap sebagai kondisi statis yang hanya melibatkan perubahan dalam harga melainkan juga hal lainnya seperti pengembangan R&D, iklan, dan strategi bersaing lainnya. Motta (2004) mengatakan bahwa struktur pasar yang kompetitive dapat mendorong adanya inovasi dan efisiensi. Bertolak belakang dengan pendapat Motta (2004), Pepall et al. (2005) justru berpendapat bahwa inovasi justru akan timbul seiring dengan peningkatan kekuatan pasar. Sedangkan Haruyama (2009) membuktikan bahwa antara persaingan dan inovasi memiliki hubungan kurva inverted-U. Dengan begitu kondisi persaingan pada tingkat tertentu justru dapat mendorong adanya inovasi sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk bisa keluar dari kompetisi (Escape Competition effect). Del Ariccia (2000), Cao and Shi (2000), Shaffer (1998), Manove, Padilla, dan Pagano (2000) dalam Catorelli (2001) menemukan bahwa peningkatan kompetisi akan meningkatkan outreach dengan adanya perlombaan antar bank untuk mendapatkan nasabah. Namun mereka juga melihat adanya fenomena “The winner’s curse” dimana peningkatan ekspansi sebagai akibat dari peningkatan persaingan justru menurunkan level screening bank. Sehingga seiring dengan peningkatan outreach maka meningkatkan pula nilai Non Performace Loan yang justru akan memperburuk profitability Bank. Selain menurunnya level screening Bank, kompetisi juga dianggap berdampak pada melemahnya hubungan antara bank dan klien, meningkatnya nasabah dengan pinjaman ganda yang pada akhirnya meningkatkan NPL (Stiglitz, 2000; Boot, 2002; McIntosh and Wydick, 2005; dalam Assefa et al., 2013) Pada pandangan ini, kompetisi menyebabkan pasar menjadi 6
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
tidak stabil sehingga peningkatan kompetisi menghasilkan peningkatan biaya yang harus ditanggung bank dan menurunkan tingkat efisiensi Bank. Namun disisi lain, dengan seiring dengan meningkatnya NPL akibat dari tingginya persaingan, bank kemudian akan cenderung untuk mengetatkan proses screeningnya yang akhirnya berdampak pada penurunan outreach (Assefa et al., 2013). Athanasoglou et al. (2006) dan Pertiwi (2012) mendapatkan bahwa terdapat korelasi negatif antara kompetisi dengan kinerja dilihat dari sisi profitability. Sedangkan Cull et al. (2009) justru menemukan bahwa LKM dengan tingkat persaingan yang tinggi akan cenderung mengurangi breadth of outreach (dilihat dari jumlah peminjam) dan akan lebih fokus pada depth of outreach (dilihat dari besaran pinjaman ataupun pinjaman pada nasabah wanita). Disisi lain, Assefa et al. (2013) dan KAI (2009) justru menemukan korelasi negatif antara Depth of outreach dan persaingan yang terjadi di pasar kredit mikro LKM. Assefa et al. (2013) juga menemukan korelasi negatif antara breadht of outreach dengan kompetisi. Dengan hubungan kompetisi dan kinerja BPR yang bersifat ambigu, Elsas (2005) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara kompetisi dan penyaluran kredit justru menemukan adanya kondisi non-linear. Dalam penelitiannya Elsas (2005) menemukan bahwa penyaluran kredit akan menurun pada tingkat konsentrasi pasar yang rendah menuju pasar dengan tingkat konsentrasi pasar intermediate, namun pada pasar dengan tingkat konsentrasi tinggi, penyaluran kredit justru akan meningkat. Overview persaingan BPR Pada tahun 2011 jumlah BPR mencapai 1669 dimana sebanyak 72% dari nilai tersebut berada di wilayah Jawa dan Bali. Kondisi yang terkonsentrasi ini menyebabkan terjadinya persaingan yang terlampau ketat untuk beberapa daerah, dan kondisi dengan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi pada daerah lainnya. Gambar 3: Persebaran BPR di Indonesia Tahun 2011
28%
Luar jawa-‐bali jawa-‐Bali
72%
[Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2011]
7
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
Perhitungan nilai HHI dalam penelitian ini dilakukan pada level kabupaten dengan menggunakan data kredit untuk pihak tidak terkait pada tahun 2011. Tabel 2: Nilai HHI di 4 Provinsi terpilih, 2011 Kondisi Rata-Rata Provinsi
HHI
COMP
ROA
OUTREACH
Jawa Barat
0.3193
5
3.46%
2
Jawa Tengah
0.3800
9
3.25%
3
Jawa Timur
0.4019
5
4.19%
2
Bali
0.3996
13
2.35%
2
rata-‐rata
0.3741
6
3.57%
2
[Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data statistik BPR 2011(BI), Laporan keuangan bulanan BPR 2011(BI), dan data potensi desa 2011(BI)]
Tabel 2 memperlihatkan rata-rata kondisi nilai tingkat kompetisi BPR dan kinerjanya pada 4 provinsi terpilih. Umumnya rata-rata nilai HHI pasar kredit mikro BPR per provinsi telah melewati batas threshold pasar berdasarkan pendapat KPPU (tabel 1). Hal ini menjadikan pasar kredit mikro BPR tergolong pada pasar dengan tingkat konsentrasi yang tinggi dengan bentuk pasar persaingan monopolistik ataupun oligopoli. Pasar paling terkonsentrasi berada di Jawa Timur dengan nilai HHI diatas 0.4000. dalam tabel 2 juga terdapat indec COMP yang melihat persaingan dari tingkat penetrasi pasar BPR. Persaingan dihitung dengan jumlah kantor BPR per 100000 keluarga. Dapat terlihat bahwa Bali memiliki tingkat penetrasi pasar yang cukup tinggi, disusul oleh Jawa Tengah. Kompetisi dilihat dari angka penetrasi pasar memberikan gambaran yang cukup berbeda dengan kompetisi dilihat dari HHI. Dengan jumlah penduduk yang tinggi Jawa Barat dan Jawa Timur yang memiliki jumlah BPR yang cukup tinggi justru memiliki nilai penetrasi pasar yang rendah dibandingkan yang lain. Athanasoglou et al. (2006) dan pertiwi (2013) menemukan bahwa struktur pasar yang lebih terkonsentrasi menghasilkan tingkat profitability yang lebih tinggi bagi Bank. Senada dengan itu, Assefa et al. (2013) mendapatkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kompetisi dengan tingkat profitability lembaga kredit mikro. Gambar 4 dan 5 memberikan gambaran mengenai hubungan antara struktur pasar dan jumlah pemain dengan tingkat profitability BPR yang dilihat dari nilai ROA. Dalam gambar dapat kita lihat bahwa terdapat kuadratik antara kompetisi dengan tingkat profitability BPR. Dalam gambar 4 pola non-linear ini terlihat jelas dimana terjadi penurunan nilai ROA seiring dengan meningkatnya nilai HHI 8
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
yang berarti peningkatan konsentrasi pasar berkorelasi dengan penurunan profitability BPR. Namun kondisi tersebut tidak bersifat monoton dimana setelah melewati tingkat HHI tertentu, nilai ROA justru kembali meningkat. Gambar 4: Korelasi antara HHI dengan ROA (%)
[Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data statistik BPR 2011, Laporan keuangan bulanan BPR 2011]
Gambar 5: Korelasi antara COMP dengan ROA (%)
[Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data statistik BPR 2011(BI), Laporan keuangan bulanan BPR 2011(BI) dan data potensi desa 2011 (BPS)]
Pada gambar 5 pola kuadratik terlihat dengan jelas dimana peningkatan kompetisi lewat peningkatan jumlah kantor BPR awalnya menurunkan nilai ROA. Namun setelah melewati titik tertentu, peningkatan jumlah kantor BPR berdampak pada peningkatan nilai ROA. Walaupun begitu, dari gambar dapat dilihat bahwa kondisi pasar BPR di empat provinsi terpilih masih berada pada angka rata-rata dibawah 10 kantor BPR per 100000 keluarga. Dengan begitu secara kasar dapat dilihat bahwa umumnya peningkatan jumlah kantor masih berdampak pada penurunan ROA BPR.
9
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
Gambar 6: Korelasi antara HHI dengan Ratio Rekening kredit (penduduk, %)
[Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data statistik BPR 2011, Laporan keuangan bulanan BPR 2011]
Gambar 7: Korelasi antara COMP dengan Ratio Rekening kredit (penduduk, %)
[Sumber: Perhitungan penulis berdasarkan data statistik BPR 2011(BI), Laporan keuangan bulanan BPR 2011(BI) dan data potensi desa 2011 (BPS)]
Gambar 6 dan gambar 7 memperlihatkan pola hubungan antara kondisi pasar yang dilihat dari nilai konsentrasi pasar (HHI) dan jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (NBOPDDK) dengan tingkat outreach (ratio rekening kredit terhadap jumlah penduduk). Terlihat pada gambar 6 bahwa semakin tinggi nilai HHI berkorelasi pada nilai NBOPDDK yang semakin kecil. Sedangkan dalam gambar 7 dapat terlihat bahwa peningkatan kompetisi yang dilihat dari peningkatan jumlah kantor BPR per 100000 keluarga berkorelasi positif dengan nilai NBOPDDK. Walaupun begitu, kondisi ini tidak bersifat linear. Pada kondisi makin mendekati kondisi pasar yang benar-benar kompetitif, peningkatan outreach semakin menurun bahkan hingga nilai outreach yang juga menurun. Metode Penelitian Untuk mengetahui pengaruh dari persaingan terhadap kinerja dari BPR maka dilakukan estimasi menggunakan metode regresi Ordinary Least Square (OLS). Dalam melakukan studi 10
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
ini penulis menggunakan data level kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa timur, dan Bali. Empat Provinsi tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa lebih dari 80% BPR yang berada di Jawa dan Bali berada di empat provinsi ini atau sebesar 63% dari total jumlah
BPR secara nasional. Kabupaten Pekalongan, Sumenep, Pasuruan, Badung dan
Denpasar dikeluarkan dari sampel karena tidak adanya data ataupun karena kabupaten tersebut merupakan outlier. Penelitian ini hanya menggunakan data tahun 2011 dikarenakan penyesuaian data laporan keuangan BPR dengan PODES 2011 yang dipakai sebagai sumber data untuk kondisi daerah di kabupaten/kota yang dilihat pada level desa. Penelitian ini bermaksud untuk melihat pengaruh dari tingkat persaingan yang terjadi di pasar kredit mikro BPR. Kondisi struktur pasar dilihat dari nilai Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (COMP) per kabupaten. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kompetisi mempengaruhi kinerja lembaga keuangan mikro secara positif dan negatif maka model dibentuk untuk melihat kemungkinan adanya hubungan non-linear ini dengan memasukkan variabel kompetisi kuadrat (HHI2 dan COMP2). Nilai Kuadrat dari variabel kompetisi diikutsertakan untuk melihat apakah terdapat kondisi quadratik dari pengaruh kompetisi terhadap kinerja. a. Profitability !"# = !!"#$! + !!"#$!! + !! !"#"$ + !! !"#!"$%& + !! !"#!$%&'( + !! !"!#$%&% + !! !"#$% + !! !"#$%&'"! + !! !"#$%$%&'# + !! !"#$%"&$'( + !
b. Outreach !"#$%%& = !!"#$! + !!"#$!! + !! !"#"$ + !! !"!#$#%&! + !! !"#!"$%& + !! !"#$%&"#' + !! !"#$%&'!" + !! !"#$%&'( + !
a. Model profitability •
Terdiri dari: i. Model 1= Variabel untuk perhitungan kompetisi menggunakan nilai HHI ii. Model 2= Variabel untuk perhitungan kompetisi menggunakan nilai jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (COMP)
11
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
b. Model Outreach •
Terdiri dari: i. Model 3= Variabel untuk perhitungan kompetisi menggunakan nilai HHI ii. Model 4= Variabel untuk perhitungan kompetisi menggunakan nilai jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (COMP)
c. Control Variable •
Xj : Vektor karakteristik BPR di kabupaten/kota j
•
Zj
:
Vektor Karakteristik Kabupaten/kota j
Variabel-variabel yang dipilih untuk control variabel menyesuaikan dengan ketersediaan dari data Statistik BPR 2011, Podes 2011, dan data kependudukan BPS. Selain itu, variabel yang dipilih juga memperhatikan aspek-aspek yang dianggap dapat mempengaruhi BPR berdasarkan penelitian Gitaharie et al. (2014) yang membahas mengenai determinan yang mempengaruhi akses keluarga pada jasa finansial Bank dan penelitian Yuniarti (2009). Dengan begitu model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3: Keterangan variabel
Kompetisi (COMP)
Karakteristik BPR di Kabupaten/Kota
Variabel Bebas (Profitability)
Expexted Sign
Variabel Bebas (Outreach)
Expexted Sign
HHI
+
HHI
-
Jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (unit) (BPRPD) Rasio BPR berbentuk PD (%)
-
(LOGLOANS) Besar pinjaman per rek. kredit (log)
-
(GDPGROWTH) GDP Growth (%)
+
(RURALPOP) Rural Population (%)
+
(DESABTS) Ratio desa yang bangunan BTS (%)
+
(TRANSPORT) Ratio Desa dengan
+
Karakteristik Kabupaten/Kota
Jumlah kantor BPR per 100000 keluarga (unit) (BPRPD) Rasio BPR berbentuk PD (%)
+
(TOTALASET) Total Aset (Log)
+
(LOGLOANS) Besar pinjaman per rek. kredit (log)
+
(JUMLAHUMK) Jumlah UMK KM2 (unit) (TRANSPORT) Ratio Desa dengan proyek pemb. Infrastruktur Transportasi (%) (SINYALHP) Ratio desa yang mendapatkan sinyal HP (%)
12
+
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014
+ +
+
proyek pemb. Infrastruktur Transportasi (%) (PENDIDIKAN) Ratio Desa dengan proyek pemb. Infrastruktur Pendidikan (%) (DESATERANG) Ratio Desa dengan penerangan di Jalan Utama (%)
+ +
[Sumber: Hasil olahan Penulis]
Hasil penelitian Penelitian ini menggunakan dua perhitungan dalam melihat kondisi persaingan di pasar kredit mikro. Model estimasi 1 dan 3 melihat kompetisi dengan menggunakan nilai HHI. Melalui perhitungan ini, estimasi pengaruh persaingan terhadap kinerja dilakukan dengan sudut pandang tingkat konsentrasi pasar dimana semakin meningkat menandakan semakin tidak kompetitif. Model 2 dan 4 melihat kompetisi dari tingkat penetrasi pasar BPR. Tingkat penetrasi pasar BPR dilihat dari jumlah kantor BPR per 100000 keluarga untuk tiap kabupaten/kota pada 4 provinsi terpilih. Penelitian ini menggunakan metode OLS dengan robust standard error. Dalam pembentukan model digunakan uji spesifikasi menggunakan metode Regression Error Specification Test, uji F-stat, dan uji konsistensi. Berdasarkan ketiganya didapatkan hasil bahwa model 1, 2, 3 dan 4 dapat dipakai. Dilihat dari nilai R-squared, variasi pada variabel terikat ROA (%) dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas pada model 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah sebesar 36.59%, 32.89%, 35.83%, 70,65%.
13
Tingkat persaingan dan..., Destriyana Aulia, FE UI, 2014