No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017
TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392
1.
Pada September 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,392. Angka ini turun 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,394.
Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2016 tercatat sebesar 0,399 turun dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,402. Sedangkan Gini Ratio di daerah perdesaan juga mengalami penurunan dari 0,264 pada Maret 2016 menjadi 0,248 pada September 2016.
Pada September 2016, distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 17,41 persen. Artinya pengeluaran penduduk masih berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,77 persen yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 23,81 persen, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah.
Perkembangan Gini Ratio Tahun 2010–September 2016
Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Ratio. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Pada tahun 2010 Gini Ratio Banten tercatat sebesar 0,419. Angka ini terus bergerak turun hingga September 2012 yaitu sebesar 0,384. Pada September 2014 nilai Gini Ratio mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 0,424. Kemudian pada periode Maret-September 2016 nilai Gini Ratio menunjukkan kecenderungan menurun hingga mencapai angka 0,392 pada September 2016. Berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2016 tercatat sebesar 0,399. Angka ini turun sebesar 0,003 poin dibanding Gini Ratio Maret 2016 yang sebesar 0,402 dan naik sebesar 0,009 poin dibanding Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,390. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio September 2016 tercatat sebesar 0,248. Angka ini turun sebesar 0,016 poin dibanding Gini Ratio Maret 2016 dan turun 0,013 poin dibanding Gini Ratio September 2015. Nilai Gini Ratio di perdesaan lebih kecil dibandingkan di perkotaan. Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk di perdesaan lebih rendah.
Berita Resmi Statistik No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017
1
Gambar 1 Perkembangan Gini Ratio Banten, 2010–September 2016 0.440
0.435 0.419
0.411
0.404 0.400
0.402 0.394
0.419
0.387
0.404
0.401 0.424
0.384
0.387
0.360
0.399
0.394
0.392
0.380 0.399
0.388
0.402 0.390
0.381
0.401
0.395
0.386
0.376
0.321 0.320 0.289
0.295
0.303
0.308 0.294
0.287 0.276
0.280 0.269
0.280
0.261
0.264 0.248
0.240
2010 Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 Perkotaan
2.
Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Perkembangan Distribusi Pengeluaran Maret-September 2016
Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran ketimpangan Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen. Pada September 2016, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,41 persen yang berarti Banten berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan September 2016 ini turun 0,14 poin jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 (17,55 persen). Penurunan distribusi pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah diimbangi dengan peningkatan distribusi pengeluaran penduduk 40 persen menengah sebesar 0,74 poin dari 35,34 persen pada Maret 2016 menjadi 36,08 pada September 2016. Sejalan dengan informasi yang diperoleh dari Gini Ratio, ukuran ketimpangan Bank Dunia pun mencatat hal yang sama yaitu ketimpangan di perkotaan lebih parah dibandingkan dengan ketimpangan di perdesaan. Persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perkotaan pada September 2016 adalah sebesar 16,77 atau tergolong ketimpangan sedang. Sementara itu, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah di daerah perdesaan pada September 2016 adalah sebesar 23,81 persen yang berarti berada pada kategori ketimpangan rendah.
2
Berita Resmi Statistik No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017
Gambar 2 Persentase Pengeluaran Kelompok Penduduk 40 Persen terbawah Maret - September 2016 25.00
23.81
23.62
20.00
17.55
16.87
17.41
16.77
15.00
10.00
5.00
0.00 Maret 2016 Perkotaan
Sept 2016 Perdesaan
Perkotaan + Perdesaan
Tabel 1 Distribusi Pengeluaran Penduduk di Banten Maret - September 2016 (Persentase) Daerah/Tahun
Penduduk 40 persen Terbawah
Penduduk 40 persen Menengah
Penduduk 20 persen Atas
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
16,87
35,66
47,47
100
16,77
36,90
46,33
100
Perkotaan Maret 2016 September 2016 Perdesaan Maret 2016
23,62
39,99
36,39
100
September 2016
23,81
41,75
34,44
100
Perkotaan+Perdesaan Maret 2016
17,55
35,34
47,11
100
September 2016
17,41
36,08
46,51
100
Berita Resmi Statistik No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017
3
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbaikan Tingkat Ketimpangan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan tingkat ketimpangan pengeluaran selama periode Maret–September 2016 diantaranya adalah: a.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tercatat bahwa pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen menengah mengalami peningkatan (2,10 persen) sementara pengeluaran per kapita per bulan penduduk kelompok 20 persen teratas justru berkurang (-1,27 persen). b. Menguatnya perekonomian penduduk kelas menengah (kelompok 40 persen menengah). Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu pekerja tidak dibayar maupun dibayar yang merupakan kelompok terbesar pada kelas menengah sebagai dampak dari lebih kondusifnya pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2015-2016, jumlah penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu pekerja tidak dibayar meningkat sebesar 11,24 persen dan jumlah penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu pekerja dibayar meningkat cukup tajam yaitu sebesar 66,31 persen.
4.
Gini Ratio Menurut Provinsi pada September 2016
Pada September 2016, provinsi yang mempunyai nilai Gini Ratio tertinggi tercatat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,425 sementara yang terendah tercatat di Provinsi Bangka Belitung dengan Gini Ratio sebesar 0,288 (Gambar 3). Sedangkan nilai Gini Ratio Provinsi Banten berada tepat dibawah Gini Ratio nasional. Gambar 3 Gini Ratio menurut Provinsi September 2016 0.425 0.392 0.394
Berita Resmi Statistik No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017
Gorontalo
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Barat
Papua Barat
Papua
Sulawesi Selatan
DKI Jakarta
Banten
Indonesia
Sulawesi Tenggara
Bali
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
NTT
NTB
Sumatera Selatan
Jateng
Lampung
Bengkulu
Kep. Riau
Kalimantan Selatan
Riau
Sulawesi Tengah
Jambi
Kalimantan Tengah
Aceh
Maluku
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Kalimantan Timur
Maluku Utara
Sumatera Barat
Babel
4
Kalimantan Utara
0.288
Berita Resmi Statistik No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017
5
BPS PROVINSI BANTEN Informasi lebih lanjut hubungi: Ir. Agoes Soebeno, M.Si Kepala BPS Provinsi Banten Telepon: 0254-267027; Fax: 0254-267026 E-mail :
[email protected] Website : banten.bps.go.id
6
Berita Resmi Statistik No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017