Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa
Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa dalam Pilkada Kota Medan BOBBY IRWANSYAH Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8211965 Diterima tanggal 31 April 2006/Disetujui tanggal 3 Mei 2006 The election of regional leader directly or recognized with the term “Pilkadasung” has been conducted at Medan City, June 2005. At this moment, political participation of society has shared at certain level. This article explores relation of level economic with political participation ethnic Tionghoa society at Pilkadasung 2005 Medan City based on Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Medan Kecamatan Medan Kota. As the same manner as known, Tionghoa is one of the ethnical exist in Indonesia which majority having living in private sector and they have wide access for ownership of economics resources. And so do in Medan City. This study finding, it’s exactly have implications to political participation. Their involvement in politics is high and significance. Its clear statement, that getting higher economy level then getting higher political participation. But, the Tionghoa ethnic political participation in secure manner, such as participating in the material. Participation is motivated by the hope of future business fluency. Keywords: Political participation, Political behaviour, Ethnical behaviour.
Pendahuluan Demokrasi dianggap sebagai pemerintahan ideal yang terbaik untuk diterapkan di negara-negara di dunia yang diharapkan mampu menjawab permasalahan rakyat dan menegakkan kedaulatan rakyat, seperti yang ditegaskan Dahl “demokrasi mengacu pada suatu ideal atau tipe khusus rezim yang nyata dalam artian ideal, demokrasi merupakan suatu kondisi tertib politik kenegaraan yang paling sempurna”.1 Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat menganut paham demokrasi dalam sistem pemerintahannya ini tercantum di dalam pasal satu ayat dua Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang1
Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hal. 7.
undang dasar”. Namun proses demokratisasi di Indonesia mengalami beberapa orde transisi di dalam mewujudkan pembangunan demokrasi yang ideal tersebut, bahkan Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi kenyataannya masih dalam proses transisi mencari bentuk wujud demokratisasi yang ideal tersebut. Pada kenyataanya wujud demokrasi hanya berada pada tataran yang imajiner, hal yang terasa sulit untuk diwujudkan, ini terbukti dengan kondisi yang diadopsi dari berbagai negara-negara yang ada di belahan dunia yang selalu saja mengalami dilema permasalahan penegakan demokrasi khususnya di negara-negara berkembang. Dahl mengungkapkan ”kriteria demokrasi ideal selalu menuntut berbagai hal sehingga tidak ada rezim aktual yang mampu memenuhinya secara
88
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa
utuh...ketika mencari demokrasi ideal maka tidak ada rezim yang demokratis.”2
angnya untuk mengembangkan dan mempertahankan demokrasi.”4
Kebutuhan penegakan demokrasi di Indonesia pasca Reformasi mengalami perkembangan yang sangat pesat sampai pada tataran pemerintahan lokal (daerah). Pada Juni 2005, Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam sejarah perpolitikan Indonesia yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung atau disingkat Pilkadasung. Ini adalah bentuk proses perwujudan dan penegakan demokrasi di Indonesia. Konteks ini dijadikannya sebagai progres ke arah pencapaian demokrtisasi ideal menjadi berdinamika di Indonesia sebagai salah satu solusi dari permasalahan penegakan demokrasi di Indonesia. Pilkada-sung diyakini sebagai jawaban dalam peme-nuhan kebutuhan penegakan demokrasi lang-sung di dalam pemerintahan lokal sekaligus sebagai solusi dalam rangka mengembalikan supremasi rakyat dalam politik dan legitimasi kekuasaan bagi calon terpilih kepala daerah akan semakin kuat yang didasarkan atas kedaulatan rakyat. Dimana permasalahan yang berdinamika di dalam pemilihan kepala daerah ini mempengaruhi tingkat demokratisasi di daerah khususnya Kota Medan ibukota Sumatera Utara, semakin tinggi partisipasi rakyat setempat dalam proses pemilihan kepala daerah semakin tinggi pula tingkat demokratisasi di daerah tersebut.
Dengan kata lain dalam konteks makro, asumsi yang dapat dibangun bahwa sebuah negara yang makmur, tentunya perwujudan demokrasi di negara tersebut akan cenderung lebih baik. Lipset dan Deutsch menyatakan ”terdapat suatu keyakinan bahwa demokrasi baru akan berjalan dengan baik kalau ditopang oleh kondisi sosio ekonomi yang kuat. Terutama dilihat dari besar-kecilnya pendapatan perkapita masyarakat...”5 Dengan kata lain demokrasi akan terwujud dengan baik dalam sebuah negara yang mak-mur. Kemakmuran akan membawa kesadaran dari rakyat untuk terlibat langsung dalam po-litik dan pemerintahan, hal ini menjadi hal yang riskan untuk terwujud.
Kemakmuran sebuah negara mengindikasikan korelasi yang positif dengan terwujudnya demokrasi yang ideal hal ini didukung oleh pendapat Lipset & Lerner mengenai adanya “hubungan yang positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisipasi politik.”3 Senada dengan itu Azyumardi juga menyatakan ”setidaknya salah satu prasyarat yang dapat membuat pertumbuhan demokrasi menjadi memberi harapan yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan, semakin sejahtera ekonomi sebuah bangsa maka semakin besar pelu-
Partisipasi politik masyarakat merupakan indikator ukur tingkat atau wujud demokrasi yang ideal dalam sebuah negara, dimana pendapat Sastroatmodjo ”partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi...”6 Dengan kata lain faktor utama perwujudan demokrasi di dalam sebuah negara adalah partisipasi warganya di dalam proses politik di negara tersebut. Partisipasi politik masyarakat adalah aspek penting dari demokratisasi. Di mana unsur demokrasi ditentukan oleh bagaimana kesadaran dari warga negara untuk berpartisipasi di dalam politik dan pemerintahan Penelitian yang dilakukan Robert P Clark, dalam bukunya Menguak Kekuasaan dan Politik Di Dunia Ketiga, menyimpulkan bahwa negara-negara dunia ketiga yang sudah mengembangkan demokrasi melalui pemilu, seperti India, Tanzania, Nigeria, Meksiko, dan Brasil, tingkat partisipasi politik masyarakatnya dalam pemilu rata-rata hanya mencapai 64,5 persen di mana masih belum mencapai seperti yang diharapkan yang ten-
4
2
Ibid. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1982), hal. 27. 3
89
Azyumardi Azra, Problematika Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2002), hal. 1. 5 Affan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 22. 6 Sudijono Sastroatmodjo, Prilaku Politik, (Semarang: RIKIP Press, 1995), hal. 67.
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah tunya membutuhkan penggalian kembali atau penelitian yang berkesinambungan.7 Pengaruh tingkat ekonomi individu di dalam masyarakat sebagai unsur pembentukan partisipasi politik individu tersebut dalam konteks mikro mempunyai korelasi antara keduanya, Surbakti menyatakan ”seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah”.8 Kemudian pendapat Surbakti ”masyarakat yang miskin dalam sumber sumber ekonomi akan mengalami kesukaran untuk memenuhi tuntutan dan harapan masyarakatnya yang akan menyebabkan timbulnya frustasi dan keresahan...yang pada giliranya melumpuhkan demokrasi.” Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa kemiskinan sebagai salah satu faktor penghambat kesadaran individu yang membentuk masyarakat untuk dapat ter-libat di dalam politik dan pemerintahan yang mana menimbulkan ekses lumpuhnya demo-kratisasi di dalam sebuah negara. Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang ada di Indonesia, generasi pertamannya berasal dari pelabuhan Xiamen Provinsi Fujian berlayar menuju Singapura dan Indonesia untuk mencari kehidupan yang lebih baik, yang pada kenyataannya mereka mengalami perjuangan yang keras dan beberapa penderitaan, selang beberapa tahun kemudian berhasil melakukan pembangunan dan perubahan di antaranya menjadi pengusaha dan bankir ternama, sedemikian suksesnya warga etnis Tiong-hoa tersebut dalam bidang ekonomi, sehingga muncul pendapat/stigma yang beredar pada masyarakat bahwa tiga persen warga Tionghoa menguasai 70% perekonomian Indonesia.9 Diskriminasi terhadap mereka dari berabagai pihak juga terkadang kerap terjadi, mata pencaharian mereka kebanyakan ber-gerak di sektor perdagangan dan bisnis, 7
Robert P. Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal. 58. 8 Ramlan Surbakti, Memahami Politik, (Jakarta: Grasindo, 2003), hal. 144. 9 Wibowo, Harga yang Harus Dibayar: Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Utama, 2000), hal. Xv.
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa secara tidak langsung tingkat ekonomi mereka lebih tinggi dari etnis-etnis lain kebanyakan di karenakan akses terhadap pemilikan sumber-sumber daya yang mereka kuasai dan mereka kelola. Keterlibatan mereka di dalam politik bisa dikatakan sangat minim atau rendah, walaupun pada masa reformasi ini ada sedikit peningkatan seperti selama pemilu legislatif, sejumlah media mencatat setidaknya 150 caleg Tionghoa, meskipun pada akhirnya hanya sebagian kecil yang berhasil mendapatkan kursi di berbagai daerah muncul berbagai kreasi partisipasi politik yang dulu terasa minim sekali, mulai dari peningkatan keanggotaan partai politik, inisiatif debat/diskusi politik oleh Asosiasi Tionghoa, kampanye partai politik, sampai sosialisasi proses pemilu, namun belum signifikan dan seperti yang diharapkan.10 Salah satu kelurahan di Kota Medan yang mempunyai penduduk mayoritas etnis Tionghoa adalah Kelurahan Pusat Pasar Medan Kecamatan Medan Kota. Kelurahan Pusat Pasar Medan terdiri dari sembilan lingkungan dengan jumlah penduduk keseluruhan 6007 orang, mayoritas mata pencaharian penduduk di Kelurahan Pusat Pasar tersebut adalah berdagang, ini dapat dilihat dengan jumlah penduduk yang berprofesi sebagai pedagang dan pengusaha sebanyak 5183 orang. Dari semua uraian di atas disimpulkan bahwa partisipasi politik mempunyai keterkaitan dengan tingkat ekonomi seseorang di mana semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka partisipasi politik dari orang tersebut akan cenderung lebih tinggi. Penelitian ini melihat hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat etnis Tionghoa pada Pemilihan Kepala daerah langsung 2005 Kota Medan di Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Kecamatan Medan Kota. Pendekatan dan Metode Studi dilakukan dengan pendekatan perilaku politik. Metode penelitian menggunakan kuantitatif, dengan format penelitian eksplanasi yaitu penelitian yang ingin melihat hubungan Christin Sussana Tjhin, ”Partisipasi Politik Tionghoa dan Demokrasi”, Harian Umum Kompas (20 September, 2004), hal. 2. 10
90
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah atau korelasi diantara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.11 Sebagai variabel bebas adalah tingkat ekonomi dan variabel terikat adalah partisipasi politik yang kemudian diuji melalui statistik. Hipotesis yang menggambarkan pengaruh antara tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat digambarkan dalam rumus berikut (lihat Gambar 1). Gambar 1 Hubungan Tingkat Ekonomi terhadap Partisipasi Politik Tingkat Ekonomi (X)
rxy
Partisipasi Politik Masyarakat (Y)
Untuk keperluan pengujian hipotesis digunakan dua alternatif hipotesa yang secara statistik dinyatakan sebagai berikut: Ho : μ = 0 (Tidak ada hubungan antara tingkat ekonomi terhadap partisipasi poli-tik masyarakat) Ha : μ 0 (Ada hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat). Populasi penelitian ini adalah seluruh warga masyarakat etnis Tionghoa pada Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Medan yang berumur 17 tahun atau yang sudah menikah dan terdaftar sebagai pemilih di kelurahan tersebut yang berjumlah 355 Orang. Adapun populasi penelitian ini diambil berdasarkan persyaratan yang ditetapkan Pemerintah bagi mereka yang berhak menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005. Jumlah presisi yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah sebesar 10 %. Disebabkan karena jumlah populasi cukup besar yaitu berkisar 355 orang, adapun rumus yang dipakai untuk menentukan dan mengambil sampel adalah rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane, di mana:
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa
n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90% Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:
Dengan demikian jumlah responden yang dijadikan objek penelitian ini digenapkan menjadi 78 orang Namun populasi dari penelitian ini mempunyai tingkatan ekonomi yang berbeda (heterogen) berdasarkan sumber dari Kelurahan (lihat Tabel 1). Klasifikasi kelas berdasarkan tingkat ekonomi didasarkan pada kriteria seperti luas lantai bangunan per orang, jenis dinding/tembok, mampu/tidak untuk membayar berobat ke rumah sakit dengan kelas tertentu, punya/ tidak tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai nominal tertentu, serta pendapat perbulan (lihat Tabel 1). Tabel 1 Populasi Berdasarkan Klasifikasi Tingkat/Lapisan Tingkat Ekonomi
Kriteria
ATAS
MENENGAH
BAWAH
11
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 51.
91
2 Luas lantai bangunan < 15 m per orang Jenis dinding/tembok permanen Mampu untuk membayar berobat ke rumah sakit mewah, kelas 1 Mempunyai tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal di atas Rp. 2.000.000, Pendapatan di atas 2000.000. per bulan 2 Luas lantai bangunan < 10 m per orang Jenis dinding/tembok permanen Mampu untuk membayar berobat ke puskesmas/poliklinik Mempunyai tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 1.000.000, Pendapatan di bawah 2000.000. per bulan 2 Luas lantai bangunan < 8 m per orang Jenis dinding tempat tinggal kayu, rumbia, tembok tanpa diplester. Tidak mampu membayar berobat ke ke puskesmas/poliklinik Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000, Pendapatan di bawah 600.000. per bulan
Jumlah
143
198
14
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa
Teknik sampling yang digunakan disproportionate stratified random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang berstrata namun tidak/kurang proporsional di mana untuk pemilih ekonomi bawah keseluruhannya diambil sebagai sampel yang berjumlah sembilan orang kemudian tingkat ekonomi atas dan menengah diambil secara proporsional12 dengan perhitungan sebagai berikut : Untuk tingkat atas 146 x 69 = 29 orang 364 Untuk tingkat menengah 200 x 69 = 40 orang 346 Jumlah sampel yang diambil untuk masingmasing tingkatan/strata lapisan ekonomi tersebut dapat dilihat di dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2 Jumlah Sampel yang diambil Berdasarkan Klasifikasi Tingkat Ekonomi Pemilih No. 1. 2. 3.
Tingkat Ekonomi ATAS MENENGAH
Jumlah 146 200
Sampel 29 40
BAWAH
9
9
355
78
JUMLAH
Untuk memperoleh data-data metode yang digunakan yaitu, observasi (pengamatan langsung untuk memperoleh gambaran nyata situasi kondisi sosial dari lokasi yang diteliti), wawancara, studi dokumentasi, dan kuesioner tertutup (angket). Pengukuran menggunakan ratting scale yaitu data kuantitatif yang dikalitatifkan dan menggunakan nilai 14. Sebelum diberikan kepada responden, kuesioner terlebih dahulu di pretest guna mengetahui reliabilitas dan validitas dari butir pertanyaan tersebut.13 Alat uji statistik yang dipilih menggunakan rumus-rumus, koefisien korelasi product momen dari Pearson untuk mengukur hubungan X dan Y dengan angka hasil yang dinamakan koefisien korelasi dan untuk interpretasi kuat
12
Husaini dan Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 45. 13 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survei, (Yogyakarta: LP3ES, 1981). hal. 91.
lemahnya hubungan tersebut pedoman pada Tabel 3.
digunakan
Tabel 3 Intrepretasi dari Nilai Koefisien Korelasi Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Uji hipotesis dengan menggunakan uji r, untuk mengetahui hubungan signifikansi tidaknya hubungan X dengan Y. dengan jalan memperbandingkan r hitung dengan r tabel, kemudian Uji koefisien determinasi, yakni untuk melihat besarnya persentase pengaruh atau determinan variabel X terhadap Y.14 Ruang Lingkup dan Deskripsi Umum Ekonomi adalah cabang dari ilmu sosial yang berobjek pada individu dan masyarakat. Menurut terminologinya Silk "ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang kekayaan (wealth) dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi tentang manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya sehari hari, serta sumber sumber material yang mereka dapatkan".15 Unsur kekayaan menjadi ukuran di dalam studi tentang ekonomi di mana unsur kekayaan dan sumber sumbernya merupakan kunci akses di dalam pemenuhan tingkatan kebutuhan manusia. Dengan kekayaan maka pemenuhan kebutuhan akan tercapai, di mana semakin kaya seseorang maka akan semakin tinggi kemampuannya untuk memenuhi tingkatan kebutuhannya. Defenisi dari status ekonomi atau tingkat ekonomi, Surbakti berpendapat "yang dimaksud status ekonomi ialah kedudukan seseorang di dalam pelapi14
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2000), hal. 27. 15 Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan pada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 27.
92
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah san masyarakat berdasarkan pemilikan kekayaan.”16 Faktor kekayaan tersebut dasar penentuan pelapisan seseorang di dalam masyarakat berdasarkan status ekonominya. Sastroatmodjo juga mengungkapkan "status ekonomi adalah kedudukan seorang warga negara dalam pelapisan sosial yang disebabkan oleh pemilikan kekayaan".17 Pemilikan kekayaan di dalam masyarakat sebagai dasar di dalam menentukan tinggi rendahnya status ekonomi individu di dalam masyarakat. Partisipasi politik diartikan oleh Huntington dan, "sebagai suatu kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.”18 Surbakti menyatakan "partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.”19 Mc Closcy berpendapat "partisipasi adalah kegiatan secara pribadi dan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.”20 Pada kenyataanya kalau kita merujuk pada perkembangan demokratisasi pada negaranegara di dunia, negara negara dunia ketiga lebih banyak mengalami permasalahan penegakan demokrasi khususnya dibanding dengan negara negara maju. Dari berbagai penelitian yang dilaksanakan di negara dunia ketiga banyak terdapat permasalahan-permasalahan rendahnya wujud demokratisasi di negara dunia ketiga tersebut, sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa negara dunia ketiga adalah sebuah kelompok negara negara yang pertumbuhan ekonomi atau tingkat ekonomi negaranya cenderung terbelakang dibanding negara maju, maka dari fakta ini sebenaranya ada keterkaitan antara tingkat ekonomi atau pertumbuhan ekonomi sebuah negara dengan wujud penegakan demokrasi di negara tersebut,
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa dengan kata lain perwujudan demokrasi di sebuah negara ditentukan oleh bagaimana kondisi ekonomi dari negara tersebut. Kemakmuran sebuah negara mengindikasikan sebuah korelasi yang positif dengan terwujudnya demokrasi yang ideal dan ini didukung oleh pendapat beberapa ahli seperti yang diungkapkan Lipset & Lerner "adanya hubungan yang positif antara pembangunan ekonomi dan demokrasi juga hubungan antara modernisasi sosio-ekonomi dengan partisispasi politik.”21 Selain itu ditegaskan juga oleh Azyumardi "setidaknya salah satu prasyarat yang dapat membuat pertumbuhan demokrasi menjadi memberi harapan yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan, semakin sejahtera ekonomi sebuah bangsa maka semakin besar peluangnya untuk mengembangkan dan mempertahankan demokrasi."22 Begitu banyak pendapat para ahli yang menyatakan bahwa ekonomi sebagai sebuah aspek di dalam wujud demokratisasi di sebuah negara, bahkan ada yang fanatis mengatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah salah satu keharusan di dalam menegakan sebuah negara demokrasi, seperti ungkapan Lipset dan Deutsch "terdapat suatu keyakinan bahwa demokrasi baru akan berjalan dengan baik kalau ditopang oleh kondisi sosio ekonomi yang kuat. Terutama dilihat dari besarkecilnya pendapatan perkapita masyarakat..."23 Ungkapan ini berderivasi dari penelitian yang dilakukan Lipset dan Deustch di Amerika Serikat dengan kajian perilaku warga negara dalam Pemilihan Umum. Dari penelitian yang dilakukan tersebut ditemukan suatu pola bahwa pendapatan, pendidikan, dan status sosial merupakan faktor penting dalam proses partisipasi atau dengan kata lain yang pendapatannya tinggi, yang pendidikannya tinggi dan yang berstatus sosial tinggi, cenderung untuk lebih banyak berpartisipasi daripada orang yang berpendapatan serta pendidikannya rendah.24 21
16
Ramlan Surbakti, op.cit., hal. 144. 17 Sudijono Sastroatmodjo, op.cit., hal. 15. 18 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, op.cit., hal. 6. 19 Ramlan Surbakti, op.cit., hal. 140. 20 Azyumardi Azra, op.cit., hal. 9.
93
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, op.cit., hal. 27. 22 Azyumardi Azra, op.cit., hal. 1. 23 Affan Gaffar, op.cit., hal. 22. 24 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal. 9.
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah Hasil penelitian yang dilakukan Prewitt dan Verba pada tahun 1993 menunjukkan, ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam politik. Hal yang paling pokok adalah; (1). tingkat pendidikan; (2).income (penghasilan); (3).ras dan etnisitas; (4).jenis kelamin; (5).usia.25 Dari penelitian yang dilakukan tersebut salah satu hal yang pokok di dalam mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam politik adalah pendapatan (income) yaitu salah satu elemen dasar dari ekonomi. Kemudian penelitian lainnya yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan status ekonomi dan partisipasi politik diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sidney Verba dan Norman H. Nie yang meneliti mengenai keadaan di Amerika Serikat, penelitian tersebut bertema Political Participation in America di mana hasil dari penelitian ini melihat bahwa orangorang kota lebih banyak memberikan suara daripada orang-orang desa dan orang yang berpendapatan tinggi cenderung untuk lebih banyak berpartisiapsi dari orang yang berpendapatan rendah. Hasil penelitian ini kemudian diperkuat, ditindaklanjuti dan dianalisis kembali oleh Deustch dalam penelitiannya yang berjudul Politics and Government. Ia mengambil kesimpulan bahwa di Amerika Serikat sepertiga dari kelompok warga negara yang paling tinggi status serta pendapatannya, mengadakan partisipasi enam kali lebih banyak daripada sepertiga dari kelompok warga negara yang paling rendah dan memproleh dua kali lebih banyak tanggapan positif dari pemerintah.26 Tingkat Partisipasi Etnis Tionghoa Pengaruh tingkat ekonomi yang merupakan variabel bebas (X) terhadap partisipasi politik masyarakat yang merupakan variabel terikat (Y) pada masyarakat etnis Tionghoa yang dibahas di dalam penelitian ini. Rumus statistik yang digunakan untuk melihat hubungan diantara variabel yang akan diteliti, yaitu analisa korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut:
J. Geovanie, “Golput Bukan Alternatif Terbaik”, Harian Umum Kompas (10 Februari, 2004), hal. 2. 26 Miriam Budiardjo, op.cit., hal. 9. 25
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa rxy
n xi yi xi y i
2 2 n xi 2 xi (n yi ) ( yi ) 2
Keterangan : rxy = Besarnya korelasi variabel x dan y xi = Variabel X (tingkat ekonomi) yi = Variabel Y (partisipasi politik n = Jumlah sampel Hasil perhitungan dalam tabulasi penolong dimasukan kedalam rumus koefisien korelasi. Pengolahan data dari software komputer untuk pengolahan data statistik hasil nilai variabel X dan variabel Y dari proses tabulasi data dari masing-masing jawaban responden di dapat koofisien korelasi berikut: Tabel 4 Hasil Korelasi Variabel X Tingkat Ekonomi Terhadap Variabel Y Partisipasi Correlations
Tingkat Ekonomi
Partisipasi Politik
Person Correlation Sig. (2tailed) N Person Correlation Sig. (2tailed) N
Tingkat Ekonomi 1 . 78 ,786**
Partisipasi Politik ,786**
,000 ,78
,000 ,78
1 . 78
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Dapat diketahui dari tabel bahwa nilai koefisien korelasi dari penelitian ini bernilai positif yaitu rxy = 0,786. Artinya ada keeratan hubungan kedua variabel pada penelitian ini yaitu variabel x (tingkat ekonomi dan variabel y (partisipasi politik), sebagaimana hasil rujukan yang didasarkan pada pedoman yang dikemukakan Burhan Bungin yaitu intrepretasi berada pada kelas 0,60-0,799 atau bermakna hubungan yang kuat. Pengujian terhadap hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis dengan uji r dengan ketentuan: pertama, jika r hitung > r table maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh signifikans antara variabel X (tingkat ekonomi) terhadap variabel Y (partisipasi politik); kedua, jika r hitung < r tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh signifikans antara variabel X (tingkat ekonomi) terhadap variabel Y (partisipasi politik). Kemudian dari ketentuan-ketentuan tersebut maka didapat nilai r hitung yaitu nilai dari koefisien korelasi yang
94
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah telah diperoleh dan disebutkan di atas yaitu bernilai rxy = 0,786 maka nilai r hitung tersebut dibandingkan dengan r tabel. Pada nilai r tabel dengan α = 95% diketahui bahwa untuk sampel sebanyak N = 78 orang tidak terdapat di dalam r table product momen, yang tertera hanya untuk sampel sebanyak N=75 dan N= 80, maka dari itu untuk mendapatkan nilai r tabel dari sampel sebanyak N=78 orang tesebut, digunakan perhitungan interpolasi yaitu dengan perhitungan sebagai berikut: Untuk taraf signifikans 5% atau α = 95% maka: N = 80 mempunyai nilai 0,220 N = 75 mempunyai nilai 0,227 N = 78 mempunyai nilai X
Maka perhitunganya sebagai berikut: (78 – 75) : (80 – 75) = (x – 0,227) : (0,220 – 0,227) 3:5 = (x – 0,227) : (0,220 – 0,227) 5 (x – 0,227) = 3 (-0,007) 5x – 1,135 = - 0,021 5x = - 0,021 + 1,135 x = 1,114 5 = 0,222
Hasilnya, didapat nilai r tabel sebesar 0,222. Selanjutnya diperbandingkan dengan r hitung yaitu sebesar 0,786. Dapat diuraikan bahwa r hitung > r tabel sesuai dengan ketentuan yang diuraikan sebelumnya apabila r hitung > r tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya bahwa hipotesa “ada pengaruh/hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik masyarakat” dapat diterima. Selanjutnya untuk melihat seberapa besar pengaruh determinan dalam persentase antara tingkat ekonomi sebagai variabel bebas (X) terhadap partisipasi politik masyarakat sebagai variabel terikat (Y) dengan objek etnis Tionghoa di dalam penelitian ini, maka akan diuji dengan uji koefisien determinasi sebagai berikut: 2 ) X 100%
D
= (r
D D D
2 = (0,786) X 100% = 0,6177 X 100% = 61,77%
xy
Berarti hubungan tingkat ekonomi terhadap partisipasi politik adalah sebesar 61,77% sedangkan sisanya 38,23% dipengaruhi oleh
95
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa faktor-faktor lain seperti faktor kultural, pendidikan, agama, kesukuan dan faktor-faktor lainya yang tidak termasuk di dalam kajian penelitian ini. Geliat Etnis Tionghoa dalam Pilkada Kota Medan Etnis Tionghoa dalam penelitian ini memiliki intensitas partisipasi politik yang tinggi khususnya pada pemilihan kepala daerah langsung yaitu pemilihan walikota Medan dan wakilnya. Kepala Lingkungan VI Kelurahan Pusat Pasar Medan, menyatakan bahwa etnis Tionghoa sangat mempunyai kepentingan di dalam berpolitik dan harus terjun ke dalam dunia politik walaupun sering sekali mendapatkan hambatan dari berbagai element politik yang ada. Masyarakat etnis Tionghoa sebagai objek dalam penelitian ini memberikan dukungannya terhadap salah satu kandidat walikota Medan dan wakilnya, hanya sedikit saja yang tidak memberikan dukungannya, artinya bahwa Momen pilkadasung ini adalah momen baru yang sangat membuka peluang bagi etnis Tionghoa untuk menentukan nasibnya ke depan dibandingkan dengan pemilihan kepala daerah yang lalu yang menggunakan sistem perwakilan yang diangkat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di mana dengan sistem yang lama maka masyarakat etnis Tionghoa kebanyakan tidak menaruh harapan yang besar terhadap pilihan yang mereka jatuhkan pada partai yang mereka pilih karena proses tersebut menurut mereka menjadikan kurangnya transparansi dalam pemilihan walikota yang lalu yang dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam sistem pemilihan kepala daerah langsung etnis Tionghoa lebih yakin akan aspirasi atau pilihan mereka akan mampu memperbaiki nasib mereka ke depannya, selain itu mereka bisa secara transparan mengetahui bagaimana profil dari kandidat kepala daerah tersebut, sehingga mereka bisa menjatuhkan pilihan secara rasional yaitu menjatuhkan pilihan kepada siapa yang mereka lihat/anggap dapat memperjuangkan aspirasi mereka sebagai warga etnis Tionghoa yang ada di Kota Medan. Tokoh etnis Tionghoa di Kota Medan yaitu Kwik Sam Ho menyatakan bahwa etnis Tionghoa Kota Medan mendukung penuh pasangan Abdillah-Ramli untuk menjadi wali-
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah kota dan wakil walikota Medan 2005-2010. Pada saat ini warga etnis Tionghoa sangat intens dan berharap banyak bahwa Pemerintahan Kota Medan ke depannya dapat memberikan sebuah iklim kondusif buat mereka di dalam menjalankan aktivitasnya seharihari sebagai warga negara Indonesia. Etnis Tionghoa di Kelurahan Pusat Pasar mempunyai mata pencaharian sebagai pengusaha dan pedagang. Alasan ini dijadikan sebagai penyebab dari banyaknya etnis Tionghoa yang tidak terlibat langsung di dalam kegiatan kampanye tersebut diantaranya karena kesibukan mereka di dalam menjalankan usahanya dan pekerjaannya sehari-hari sebagai alasan mereka tidak mengikuti kegiatan kampanye. Bagi mereka tidak perlu untuk terlalu menonjol di dalam sebuah kegiatan politik yang akan membawa mereka dalam kesulitan, namun bukan berarti mereka tidak ikut terlibat di dalam proses politik tersebut, karena mereka juga sangat punya kepentingan di dalam proses politik tersebut terutama di dalam melaksanakan dan mendukung usaha mereka dan penentuan nasib mereka ke depannya, bagi mereka berpartisipasi tidak harus dengan kegiatan kampanye tetapi banyak hal lain yang lebih aman bagi mereka untuk dilakukan dalam rangka mendukung calon walikota Medan dan wakilnya atau terlibat di dalam proses politik tersebut. Hal ini menujukkan masih terjadi adanya dikotomi yang menjurus kepada perasaan adanya diskriminasi bagi penduduk Tionghoa kebanyakan, dari berbagai aspek sosial khususnya aspek politik yang membuat penduduk etnis Tionghoa menjalankan sebuah strategi di dalam memperjuangkan aspirasinya di dalam pemerintahan serta untuk terlibat di dalam politik. Pada Lingkungan VI terdapat banyak pengusaha besar yang mempunyai rumah deberbagai wilayah di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri (nama-namanya tidak dapat disebutkan dengan alasan untuk menjaga etika penelitian). Pengusaha tersebut sangat intens terlibat di dalam perpolitikan dalam rangka menggerakan usaha yang mereka kelola, namun kebanyakan dari mereka berpartisipasi “dibalik layar” artinya tidak secara terbuka dan menonjol menunjukan meraka mendukung atau terlibat di dalam proses politik. Tetapi mereka memainkan peranan yang luas
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa terutama dari sisi materil. Dalam Pilkadasung keterlibatan mereka dalam tim sukses calon walikota Medan sangat memainkan peranan yang luas di dalam pencapaian kemenangan dari masing masing kandidat walikota Medan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan ketua tim sukses dari calon pasangan kandidat Walikota Medan Abdilah-Ramli yaitu Said Abdulah menyatakan bahwa dana yang berhasil dikumpulkan dari pengusaha selama proses pemilihan kepala daerah berlangsung mencapai lima miliar rupiah, dan seluruh bantuan dana kampanye yang diberikan tersebut tidak mengikat, semua pengusaha telah mengenal Abdilah sehingga sumbangannya tidak mengikat mereka. Mayoritas dari etnis Tionghoa berpartisipasi secara tertutup artinya mereka tidak ingin menonjol/menampakan keterlibatan dan keikutsertaannya di dalam sebuah proses politik namun bukan berarti mereka tidak ikut berpartisipasi di dalam proses politik, karena dalam melaksanakan aktivitas politiknya mereka mencari cara atau strategi yang paling aman bagi mereka untuk terlibat di dalam proses politik tersebut, salah satunya dengan tidak mengikuti sebuah kegiatan politik secara terbuka bahkan tidak berafiliasi secara terbuka dengan salah satu organisasi partai politik. Melakukan/ mengikuti proses pemilihan atau pencoblosan adalah salah satu cara aman buat mereka untuk berpartisipasi karena kerahasiaan dari pilihan. Dan proses pemilihan tersebut terjamin, sehingga mereka merasa bahwa momen ini adalah momen terbaik bagi mereka untuk berpartisipasi dalam politik khususnya di dalam mendukung salah satu kandidat walikota Medan pilihan mereka. Dalam hal ini ada harapan akan munculnya Kota Medan yang mempunyai iklim investasi yang lebih baik agar terwujud jaminan bagi mereka untuk menjalankan/membuka usaha perdagangan dengan iklim usaha yang lebih baik lagi. Penutup Hasil studi ini bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi dari individu/seseorang maka kepentingan mereka dan kebutuhan mereka terhadap perpolitikan juga akan semakin tinggi. Kebutuhan ini muncul karena motivasi dan harapan keberhasilan dan kelancaran kegiatan dan usaha dimasa yang akan datang. Ak-
96
Jurnal POLITEIA|Vol.2|No.2|Juli 2010 Bobby Irwansyah ses dan keterlibatan etnis tionghoa dalam politik yang cukup tinggi, menyebabkan etnis tionghoa eksis sampai sekarang dan tetap mempunyai akses yang luas terhadap pemilikan sumber sunber daya ekonomi. Studi ini menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan koefisien korelasi nilai r hitung adalah 0,786 terletak di interval antara 0,60 – 0,799 yang menunjukan hubungan variabel X (tingkat ekonomi) dengan variabel Y (partisipasi politik) berada dalam kategori kuat dengan pengaruh determinasi sebesar 61,77% sedangkan sisannya 38,23% dipengaruhi faktor-faktor lain seperti faktor kultural, pendidikan, agama, kesukuan dan faktor-faktor lainnya yang tidak termasuk di dalam kajian penelitian ini. Hasil uji hipotesis menggunakan uji r diperoleh r hitung > r tabel (0,786 > 0,222) menunjukan ada pengaruh/hubungan yang signifikans antara variabel X (tingkat ekonomi) dengan variabel Y (partisipasi politik). Hubungan ini bernilai positif di mana semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi partisipasi politiknya begitu juga sebaliknya dengan objek kajian warga etnis Tionghoa. Namur, etnis Tionghoa berpartisipasi dalam politik atau memberikan dukungan terhadap kandidat walikota Medan tersebut dengan cara yang lebih aman bagi mereka. Daftar Pustaka Ali, Mukti. 1996. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung: Mizan.
97
ISSN: 0216-9290 Tingkat Ekonomi dan Partisipasi Etnis Tionghoa Azra, Azyumardi. 2002. Problematika Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Budiardjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press. Clark, Robert P.. 1989. Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Dahl, Robert A.. 1982. Dilema Demokrasi Pluralis. Jakarta: Rajawali Press. Gaffar, Affan. 2005. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Huntington, Samuel P. dan Joan M. Nelson. 1982. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta. Husaini dan Akbar. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. J. Geovanie, 2004. “Golput Bukan Alternatif Terbaik”. Harian Umum Kompas (10 Februari). Rosyidi. 1996. Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan pada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Prilaku Politik. Semarang: RIKIP Press. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1981. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta: LP3ES. Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Surbakti, Ramlan. 2003. Memahami Politik. Jakarta: Grasindo. Tjhin, Christin Sussana. 2004. ”Partisipasi Politik Tionghoa dan Demokrasi”, Harian Umum Kompas (20 September). Wibowo. 2000. Harga yang Harus Dibayar: Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Utama.