DESAIN DAN RANCANG BANGUN KONTROL BEBAN ELEKTRONIK PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO
Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister (S-2)
Program Studi Sistem Teknik Konsentrasi Mikrohidro Jurusan Ilmu-Ilmu Teknik
diajukan oleh: Fourys Yudo Setiawan Paisey 07/262217/PTK/4510
Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
ii
iii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH BAPA di surga, karena berkat, rahmat dan anugerahNya maka penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Desain dan Rancang Bangun Kontrol Beban Elektronik Pada Pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ini dapat terlaksana dengan lancar. Tesis ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat keserjanaan S-2 pada Program Studi Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya bimbingan, dorongan dan bantuan dari banyak pihak. Melalui kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Sasongko Pramono Hadi, DEA. dan Dr-Ing. Ir. Agus Maryono, sebagai pembimbing yang telah memberikan banyak masukan berupa saran, motivasi dan kritik, sehingga penulisan tesis ini dapat lebih cepat terselesaikan. 2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi S-2 3. Rektor Universitas Negeri Papua Manokwari yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis untuk mengikuti studi S-2 di UGM 4. Pemda Propinsi Papua yang telah memberikan beasiswa Otsus kepada penulis. 5. Ketua dan pengelola Magister Sistem Teknik yang telah memberikan fasilitas.
iv
6. Universitas Muhammadyah Malang (UMM) yang telah memberikan ijin untuk penelitian dan pengujian alat. 7. Kepala dan staf laboratorium Teknik Tenaga Listrik Fakultas Teknik UGM yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian. 8. Mama tercinta Suniati Paisey yang selalu mendo’akan dan memberikan nasehat dan bantuan material selama kuliah. 9. Istri tercinta Hedwigi Timang yang dengan setia memberikan motivasi dan dana selama kuliah, penelitian dan penyusunan tesis ini. 10. Machmud Effendi, ST, M.Eng dan keluarga yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitia dan pengujian alat di UMM. 11. Teman-teman mahasiswa di Program Studi Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Atas semua bantuan, dorongan dan jerih payah tersebut di atas semoga senantiasa mendapatkan berkat dari Tuhan Yesus Kristus.
v
DAFTAR ISI
Judul
i
Pengesahan
ii
Pernyataan
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
vi
Daftar Tabel
ix
Daftar Gambar
x
Intisari
xii
Abstract
xiii
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Perumusan Masalah
3
1.3 Keaslian Penelitian
3
1.4 Manfaat Penelitian
4
1.5 Batasan Masalah
4
1.6 Tujuan Peneleitian
4
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka
5
2.2 Landasan Teori
6
vi
2.2.1 PLTMh
6
2.2.2 Sistem Kontrol Electronic Load Controller (ELC)
8
2.2.3 OP-AMP (Operational Amplifier)
9
2.2.4. TRIAC
22
2.2.5. Generator Sinkron
26
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian
29
3.2. Alat Penelitian
29
3.3. Langkah Penelitian
29
3.4 Cara Penelitian
31
3.4.1 Pembuatan Desain Sistem ELC 3.4.2 Pembuatan Rangkaian Sensor Frekuensi 3.4.3 Pembuatan Rangkaian Pendeteksi Titik Nol (Zero Crossing Detektor) 3.4.4 Pembuatan Rangkaian Kontrol Pulsa 3.4.5 Pembuatan Rangkaian Penguat Pulsa dan Saklar Elektronik
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan PCB
41
4.2 Pengujian Rangkaian Sensor Frekuensi.
42
4.3 Pengujian Rangkaian Kontrol Beban Elektronik (ELC)
43
vii
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan
54
5.2 Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
56
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Parameter op-amp
12
Tabel 2.2. Kuadran TRIAC
24
Tabel 4.1. Hasil pengujian sensor frekuensi
42
Tabel 4.2. Hasil pengujian menggunakan rangkaian ELC
46
Tabel 4.3. Hasil pengujian tanpa mengunakan rangkaian ELC
46
Tabel 4.4. Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase Ketidakseimbangan tegangan
48
Tabel 4.5. Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase Ketidakseimbangan frekuensi
48
Tabel 4.6. Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase Ketidakseimbangan tegangan (Murtiwantoro, 2007)
49
Tabel 4.7. Hasil pengujian PLTMh UMM yang menggunakan governor
52
Tabel 4.8. Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase Ketidakseimbangan tegangan PLTMh UMM
53
Tabel 4.9. Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase Ketidakseimbangan frekuensi PLTMh UMM
53
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Skema PLTMh
1
Gambar 2.3. Desain sederhana PLTMh
3
Gambar 2.1. Diagram blok pembagian daya beban komplemen
7
Gambar 2.2. Rangkaian dasar op-amp
10
Gambar 2.3. Blok diagram op-amp
11
Gambar 2.4. Simbol op-amp
11
Gambar 2.5. Rangkaian inverting amplifier
15
Gambar 2.6. Rangkaian non inverting amplifier.
16
Gambar 2.7. Rangkaian integrator
18
Gambar 2.8. Rangkaian differensiator
21
Gambar 2.9. TRIAC dan ekuivalensi simbolnya
23
Gambar 2.10. Kuadran TRIAC
24
Gambar 2.11. Prinsip penyalaan TRIAC pada sudut tertentu
25
Gambar 2.12. Generator kutub dalam
27
Gambar 2.13.Generator berkutub dua
27
Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan alat dan penelitian
30
Gambar 3.2. Diagram blok sistem ELC
31
Gambar 3.3. Rangkaian sensor frekuensi
32
Gambar 3.4. Tampilan keluaran gelombang kotak
33
Gambar 3.5. Tampilan keluaran pulse train
33
Gambar 3.6. Tampilan keluaran gelombang segitiga
34
Gambar 3.7. Rangkaian pendeteksi titik nol
34
x
Gambar 3.8. Tampilan keluaran rangkaian pendeteksi nol
35
Gambar 3.9. Rangkaian kontrol pulsa
36
Gambar 3.10. Rangkaian pembanding akhir
38
Gambar 3.11. Rangkaian penguat pulsa dan saklar elektronik
39
Gambar 4.1. Layout PCB
41
Gambar 4.2. Diagram pengujian sensor frekuensi
42
Gambar 4.3. Grafik pengujian sensor frekuensi
43
Gambar 4.4. Diagram blok pengujian ELC
43
Gambar 4.5. Foto pengujian ELC
44
Gambar 4.6. Grafik tegangan fungsi beban
47
Gambar 4.7. Grafik frekuensi fungsi beban
48
Gambar 4.8. Grafik karakteristik frekuensi terhadap perubahan beban (Murtiwantoro, 2007)
49
Gambar 4.9. Grafik karakteristik tegangan (Sunu Ambarsi, 2005)
50
Gambar 4.10. Grafik fungsi tegangan terhadap beban (Isnaeni, 2005)
51
Gambar 4.11. Grafik presentasi ketidakseimbangan beban (Isnaeni, 2005)
51
Gambar 4.12. Grafik tegangan fungsi beban PLTMh UMM
52
Gambar 4.13. Grafik frekuensi fungsi beban PLTMh UMM
53
xi
INTISARI
Generator listrik yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga mikrohidro diusahakan mempunyai putaran yang stabil. Salah satu faktor yang mempengaruhi putaran generator adalah perubahan beban pada konsumen. Alat kontrol beban elektronik (ELC) dan beban komplemen dibutuhkan pada PLTMh, agar perubahan beban pada generator stabil. Alat kontrol beban elektronik (ELC) berfungsi untuk mengalihkan beban konsumen, apabila beban konsumen berubah. Alat kontrol beban elektronik menggunakan sensor frekuensi untuk mengetahui perubahan beban konsumen. Sensor frekuensi yang digunakan mempunyai tingkat linieritas terhadap perubahan tegangan sebesar R2= 0,9738. Tegangan generator pada saat terjadi perubahan beban konsumen memiliki standar deviasi sebesar ±1,23 dengan prosentase ketidakseimbangan tegangan sebesar 0,56%. Frekuensi generator pada saat terjadi perubahan beban konsumen memiliki standar deviasi sebesar ±0,21 dengan prosentase ketidakseimbangan frekuensi sebesar 0,41%.
Kata kunci : PLTMH, ELC.
xii
DESIGN AND CONSTRUCTION ELECTRONIC LOAD CONTROLLER OF MICROHYDRO POWER
ABSTRACT
In microhydro power, generator is made to have stable speed. One of the factors that effect generator speed is load change on consumer. Electronic Load Controller (ELC) and complement load are needed on PLTMH, in order that load change on generator is stable. ELC will move consumer load to complement load on change of consumer load. ELC used frequency censor to know consumer load change. The frequency censor that was used had linear level R2= 0.9738 to voltage change. Generator voltage had deviation standard ±1.23 with unbalance percentage 0.56% when there was change of consumer load. The generator frequency had deviation standard ±0.21 with unbalance percentage 0.41% when there was change of consumer load. Key Words: microhydro power, ELC.
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tenaga air merupakan salah satu sumber energi terbarukan (renewable energy) yang masih belum termanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Indonesia mempunyai potensi tenaga air sebesar 75.000 MW, dan hanya 13% dari potensi tersebut yang telah dimanfaatkan. Pembangunan PLTMh (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) di daerah yang berpotensi perlu ditingkatkan sehingga masyarakat tidak lagi bergantung kepada PLN (Perusahan Listrik Nasional). Pembangunan PLTMh bermanfaat bagi daerah pedesaan yang belum teraliri jaringan listrik PLN. Dengan adanya PLTMh, maka daerah tersebut dapat memanfaatkan energi listrik dari PLTMh untuk kebutuhan rumah tangga, informasi dan kebutuhan industri kecil.
Gambar 1.1. Skema PLTMh
2
Beberapa PLTMh sudah banyak yang dibangun di Indonesia mulai dari kapasitas 50 KW sampai dengan kapasitas 165 KW. PLTMh yang dibangun juga menggunakan beberapa jenis turbin yang berbeda tergantung dari besarnya head dan debit air, seperti turbin jenis cross flow, propeller dan open flume. Hampir di seluruh kepulauan di Indoenesia sudah dibangun PLTMh, seperti di Sumatera, Kalimantan, Papua, Jawa dan Sulawesi, namun jumlah potensi air yang memungkinkan untuk dibangun PLTMh masih cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah PLTMh yang telah dibangun. Governor pada PLTMh adalah peralatan pengatur jumlah air yang masuk ke dalam turbin agar tenaga air yang masuk ke turbin sesuai dengan daya listrik yang dikeluarkan oleh pembangkit sehingga putaran generator akan konstan (Suryadi, 1995). Penggunaan governor pada PLTMh tidak relevan jika ditinjau secara ekonomis, karena harganya yang mahal (Achmad, 2006). Governor produksi dalam negeri belum mampu bersaing dengan produksi luar negeri, baik dari segi kualitas maupun harganya. Desain kontrol beban elektronika atau Electronic Load Controller (ELC) berfungsi sebagai pengganti governor. ELC berfungsi untuk menstabilkan beban generator dengan cara menambahkan beban komplemen sesuai kapasitas kebutuhan di lapangan. Jika beban generator stabil maka putaran dan frekuensi generator akan konstan. Desain PLTMh sederhana dapat dilihat pada gambar 1.2.
3
Gambar 1.2 Desain sederhana PLTMh
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana memperoleh desain kontrol beban elektronika pada PLTMh? 2. Bagaimana menganalisa karakteristik kontrol beban elektronika pada PLTMh? 3. Bagaimana mengukur unjuk kerja sistem ditinjau dari kestabilan frekuensi yang dihasilkan oleh generator dengan beban berubah-ubah?
1.3 Keaslian Penelitian Penelitian tentang desain kontrol beban elektronika pada PLTMh, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan penelitian ini berbeda dengan yang sudah dicantumkan dalam tinjauan pustaka.
4
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini, antara lain: 1. Dapat memperpanjang umur generator listrik PLTMh, karena kecepatan putar generator dapat dijaga kestabilannya. 2. Dapat dijaga kestabilan frekuensi dari beban konsumen, sehingga beban konsumen lebih aman terhadap perubahan frekuensi.
1.5 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada sistem PLTMH Stand Alone yang menggunakan Generator Sinkron dengan daya maksimal 5 KVA 1 phasa.
1.6 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Memperoleh desain dan membuat kontrol beban elektronika pada PLTMh. 2. Mengetahui unjuk kerja sistem PLTMh ditinjau dari kestabilan frekuensi yang dihasilkan oleh generator.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Hasil penelitan Murtiwanto (2007), tentang kontrol beban elektronik yang menggunakan generator sinkron dengan daya kecil sehingga daya pada beban konsumen dan beban komplemen juga kecil, yaitu sekitar 10 Watt sampai dengan 100 Watt, dengan perubahan frekuensi antara 47,5 hertz sampai 49 hertz. Penelitan Murtiwanto perlu penelitian lanjutan yang menggunakan generator sinkron lebih besar, agar daya pada beban konsumen dan beban komplemen juga lebih besar, sehingga unjuk kerja alat dalam menstabilkan frekwensi generator lebih terlihat. Penelitian Sunu Ambarsi (2000) tentang kontrol beban elektronik dengan menggunakan sumber generator induksi, dimana dalam penelitian tersebut frekuensi generator masih tidak stabil dengan adanya perubahan beban konsumen. Hal ini disebabkan karena parameter yang dideteksi adalah perubahan tegangan, bukan perubahan frekuensi. Dalam penelitian tersebut juga menggunakan sistem diskrit dalam mengalihkan beban konsumen ke beban komplemen, sehingga daya beban yang dialihkan tidak dapat seluruhnya diterima oleh beban konsumen. Pada penelitian Isnaeni (2005) tentang pengendali tegangan pada motor induksi yang difungsikan sebagai generator listrik dengan menggunakan rele overunder voltage, kontaktor dan beban penyeimbang. Alat pengendali dalam penelitian tersebut mempunyai prosentase ketidakseimbangan tegangan terbesar adalah 5%.
6
2.2 LANDASAN TEORI 2.2.1 PLTMh Pada umumnya PLTMh mempunyai tiga komponen utama yang masingmasing fungsinya sangat menentukan (Muchlison, 1993), yaitu: turbin air; generator; dan governor atau ELC. Pada pembangkit, pengendalian putaran dimaksudkan untuk mengendalikan putaran (frekuensi) generator sehingga pengendalian putaran dalam PLTMh diutamakan berfungsi sebagai pengendali frekuensi generator. Perubahan putaran (frekuensi) generator dapat disebabkan adanya perubahan daya penggerak. Jika daya air yang masuk ke turbin dibuat selalu konstan sehingga daya penggerak turbin selalu konstan, maka frekuensi dan respon generator akan menjadi fungsi beban. Agar frekuensi yang dihasilkan oleh generator selalu konstan, maka besar beban dari generator harus selalu konstan. Untuk itu diperlukan beban tiruan yang besar bebannya dapat diatur sesuai dengan pengurangan beban dari PLTMh. Beban tiruan ini disebut beban komplemen. Pada suatu kondisi beban tertentu (misal pada beban sebesar 75% beban penuh), daya air yang masuk ke turbin diatur sehingga diperoleh putaran generator yang dikehendaki. Jika pada beban konsumen terjadi penurunan beban sebesar ∆I, maka beban komplemen akan dilewati arus yang rata-ratanya akan sebesar penurunan arus akibat turunnya beban konsumen (∆I) sehingga generator akan dibebani dengan total beban yang selalu konstan. Diagram blok dari uraian tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.1.
7
Gambar 2.1. Diagram blok pembagian daya beban komplemen Daya yang masuk ke turbin dibuat konstan sehingga beban yang dirasakan oleh generator juga selalu konstan, maka putaran generator senantiasa juga konstan. Jika debit air konstan maka generator harus dibebani dengan daya yang konstan agar putaran generator selalu konstan. Beban konsumen tidak selalu konstan, maka untuk menjaga kestabilan putaran turbin generator diperlukan beban komplemen yang besarnya diatur oleh ELC. Formula pengaturan beban oleh ELC, sebagai berikut: Beban Konsumen + Beban Komplemen = Kapasitas Nominal Generator Formula pengaturan beban oleh ELC berlaku untuk setiap kondisi beban konsumen. Daya yang tersedia pada terminal generator dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Aris Munandar, 1997): P output (kW) Dengan
Q
= ρ g.Q.H ηh ηm ηg
= debit air, (m3/detik)
H = tinggi Air Jatuh, (m) ηh = efisiensi hidrolik turbin air, (%) ηm = efisiensi mekanis, (%) ηg = efisiensi generator, (%)
(1)
8
ρ
= massa jenis air, (kg/m3)
g
= percepatan grafitasi, (m/s2).
Berdasarkan persamaan (1), debit air berbanding terbalik dengan head, artinya jika debit airnya besar maka headnya rendah. Demikian pula sebaliknya, jika debit airnya kecil maka headnya tinggi.
2.2.2 Sistem Kontrol Electronic Load Controller (ELC) Pengaturan putaran generator mikrohidro dengan beban komplemen menggunakan sakelar elektronik yang terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (Henderson, 1998): • Sensor frekuensi dan Rangkaian Kontrol Alat ini berfungsi untuk mendeteksi perubahan frekuensi yang dihasilkan oleh generator sebagai akibat adanya perubahan beban konsumen yang kemudian akan dibandingkan dengan harga referensi yang telah ditentukan kemudian rangkaian kontrol akan memberikan aksi atas perubahan tersebut dengan memberikan trigger pada TRIAC sesuai dengan perubahan yang terjadi. • Sakelar Elektronik (TRIAC) TRIAC berfungsi sebagai pemutus dan penghantar arus ke beban komplemen yang pengoperasiannya diatur oleh modul kontrol berdasarkan perubahan yang terjadi. TRIAC dapat menswitch arus yang jauh lebih besar dengan menggunakan arus pengontrol yang kecil (Rashid, 1999). Penghantaran dan pemutusan arus dapat dilakukan dengan cara mengatur sudut penyalaan. Modul kontrol yang digunakan adalah modul kontrol yang mendeteksi perubahan
9
arus dan mengubahnya menjadi tegangan, kemudian mengaktifkan gate TRIAC dengan perubahan arus yang terjadi. • Beban Komplemen Beban komplemen digunakan sebagai tempat pengalihan daya dari perubahan yang terjadi pada beban sebenarnya dengan tujuan untuk menjaga agar putaran generator konstan meskipun terjadi perubahan arus pada beban sebenarnya.
2.2.3 OP-AMP (Operational Amplifier) Operational Amplifier atau disingkat op-amp menurut Robert (1982) merupakan salah satu komponen analog yang popular digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Aplikasi op-amp popular yang paling sering dibuat antara lain adalah rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Rangkaian feedback (umpan balik) negatif memegang peranan penting. Umpan balik positif akan menghasilkan osilasi sedangkan umpan balik negatif menghasilkan penguatan yang dapat terukur.
Penguat Diferensial Op-amp dinamakan juga dengan penguat diferensial (differential amplifier). Op-amp adalah komponen IC yang memiliki 2 input tegangan dan 1 output tegangan, dimana tegangan output-nya proporsional terhadap perbedaan tegangan antara kedua inputnya itu. Penguat diferensial seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. merupakan rangkaian dasar dari sebuah op-amp.
10
Gambar 2.2. Rangkaian dasar op-amp
Pada rangkaian Gambar 2.2, persamaan pada titik Vout adalah Vout = A(v1-v2) dengan A adalah nilai penguatan dari penguat diferensial ini. Titik input v1 dikatakan sebagai input non-iverting, sebab tegangan vout satu phase dengan v1. Titik v2 dikatakan input inverting sebab berlawanan phasa dengan tengangan vout. Diagram Op-amp Op-amp terdiri dari beberapa bagian, yang pertama adalah penguat diferensial, lalu ada tahap penguatan (gain), selanjutnya ada rangkaian penggeser level (level shifter) dan kemudian penguat akhir yang biasanya dibuat dengan penguat push-pull kelas B. Gambar 2.3 berikut menunjukkan diagram dari op-amp yang terdiri dari beberapa bagian tersebut.
11
Gambar 2.3 Blok diagram op-amp
Gambar 2.4 Simbol op-amp Simbol op-amp pada Gambar 2.4 dengan 2 input, non-inverting (+) dan input inverting (-). Umumnya op-amp bekerja dengan dual supply (+Vcc dan –Vee) namun banyak juga op-amp dibuat dengan single supply (Vcc – ground). Simbol rangkaian di dalam op-amp pada Gambar 2.4 adalah parameter umum dari sebuah op-amp. Rin adalah resitansi input yang nilai idealnya infinit (tak terhingga). Rout adalah resistansi output dan besar resistansi idealnya 0 (nol). AOL adalah nilai penguatan open loop dan nilai idealnya tak terhingga. Karakteristik satu op-amp dapat berbeda dengan op-amp lain tergantung dari teknologi pembuatan dan desain IC-nya. Tabel 2-1 menunjukkan beberapa
12
parameter op-amp yang penting beserta nilai idealnya dan juga contoh real dari parameter LM714.
Penguatan Open-loop Op-amp idealnya memiliki penguatan open-loop (AOL) yang tak terhingga. Prakteknya op-amp semisal LM741 memiliki penguatan yang terhingga kira-kira 100.000 kali. Penguatan sebesar 100.000 kali membuat sistem penguatan op-amp menjadi tidak stabil. Input diferensial yang amat kecil saja sudah dapat membuat outputnya menjadi saturasi. Pada bab berikutnya akan dibahas bagaimana umpan balik bisa membuat sistem penguatan op-amp menjadi stabil. Tabel 2.1 Parameter op-amp Parameter Open loop voltage gain (Penguatan tegangan rangkaian terbuka) Unity-gain frequency (Penguatan Frekuensi) Input resistance (Resistansi masukan) Output resistance (Resistansi Keluaran) Inpur bias current (Arus bias masukan) Input offset current (Arus offset masukan) Input offset voltage (Tegangan offset masukan) Slew rate (Kecepatan rata-rata) Common Mode Rejection Ratio (Perbandingan PenguatanTegangan)
Simbol AOL
Op-amp ideal Tak terhingga
LM741 1000.000
funity
Tak terhingga
1 MHz
Rin
Tak terhinggaa
2 MΩ
Rout
0
75 Ω
Iin(bias)
0
80 nA
Iin(off)
0
20 nA
Vin(off)
0
2 mV
SR CMMR
Tak terhingga Tak terhingga
0,5 V μs 90 dB
Unity-gain frequency Op-amp yang ideal dapat bekerja pada frekuensi tertentu, mulai dari sinyal DC sampai frekuensi dengan besaran giga Herzt. Parameter unity-gain frequency
13
menjadi penting, jika op-amp digunakan untuk aplikasi dengan frekuensi tertentu. Parameter AOL adalah penguatan op-amp pada sinyal DC. Respon penguatan op-amp menurun seiring dengan menaiknya frekuensi sinyal input. Op-amp LM741 memiliki unity-gain frequency sebesar 1 MHz, berarti penguatan op-amp akan menjadi 1 kali pada frekuensi 1 MHz.
Slew rate Komponen op-amp memerlukan beberapa kapasitor untuk kompensasi dan mereduksi noise, namun kapasitor menimbulkan kerugian yang menyebabkan respon op-amp terhadap sinyal input menjadi lambat. Op-amp ideal memiliki parameter slew-rate yang tak terhingga sehingga jika input berupa sinyal kotak, maka outputnya juga kotak. Konstani disebabkan oleh ketidak-idealan op-amp sehingga sinyal output dapat berbentuk ekponensial, sebagai contoh praktis: opamp LM741 memiliki slew-rate sebesar 0.5V/us berarti perubahan output op-amp LM741 tidak bisa lebih cepat dari 0.5 volt dalam waktu 1 us.
Parameter CMRR Parameter CMRR (Commom Mode Rejection Ratio) menunjukkan kinerja op-amp tersebut. Op-amp dasarnya adalah penguat diferensial dan seharusnya tegangan input yang dikuatkan hanyalah selisih tegangan antara input v1 (noninverting) dengan input v2 (inverting). Tegangan persamaan dari kedua input ini ikut juga dikuatkan karena ketidak-idealan op-amp. Parameter CMRR diartikan sebagai kemampuan op-amp untuk menekan penguatan tegangan ini (common mode) sekecil-kecilnya. CMRR didefenisikan
14
dengan rumus CMRR = ADM/ACM yang dinyatakan dengan satuan dB, contohnya op-amp dengan CMRR = 90 dB artinya penguatan ADM (differential mode) adalah kira-kira 30.000 kali dibandingkan penguatan ACM (commom mode). CMRR yang makin besar maka op-amp diharapkan akan dapat menekan penguatan sinyal yang tidak diinginkan (common mode) sekecil-kecilnya. Jika kedua pin input dihubung singkat dan diberi tegangan, maka output op-amp nol. Op-amp dengan CMRR yang semakin besar akan semakin baik.
Op-Amp Ideal Op-amp pada dasarnya adalah sebuah differential amplifier (penguat diferensial) yang memiliki dua masukan. Input op-amp ada yaitu input inverting dan non-inverting. Op-amp ideal memiliki open loop gain (penguatan loop terbuka) yang tak terhingga besarnya, misalnya op-amp LM741 yang sering digunakan oleh banyak praktisi elektronika, memiliki karakteristik tipikal open loop gain sebesar 104 ~ 105. Penguatan yang sebesar ini membuat op-amp menjadi tidak stabil, dan penguatannya menjadi tidak terukur (infinite) sehingga peran rangkaian negative feed back (umpan balik negatif) diperlukan. Op-amp dapat dirangkai menjadi aplikasi dengan nilai penguatan yang terukur (finite). Impedasi input op-amp ideal mestinya adalah tak terhingga, sehingga arus input pada tiap masukannya adalah 0. Sebagai perbandingan praktis, op-amp LM741 memiliki impedansi input Zin = 106 Ohm. Nilai impedansi ini masih relatif sangat besar sehingga arus input opamp LM741 seharusnya sangat kecil.
15
Ada dua aturan penting dalam melakukan analisa rangkaian op-amp berdasarkan karakteristik op-amp ideal. Aturan ini dalam beberapa literatur dinamakan golden rule, yaitu : Aturan 1 : Perbedaan tegangan antara input v+ dan v- adalah nol (v+ - v- = 0 atau v+ = v- ) Aturan 2 : Arus pada input op-amp adalah nol (i+ = i- = 0)
Inverting Amplifier (Penguat Pembalik) Rangkaian dasar penguat inverting adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5, di mana sinyal masukannya dibuat melalui input inverting. Fase keluaran dari penguat inverting ini akan selalu berbalikan dengan inputnya. Pada rangkaian ini, umpanbalik negatif di bangun melalui resistor R2.
Gambar 2.5 Rangkaian inverting amplifier Input non-inverting pada rangkaian ini dihubungkan ke ground, atau v+ = 0. Berdasarkan aturan 1 (lihat aturan 1) maka akan dipenuhi v- = v+ = 0, karena nilainya = 0 namun tidak terhubung langsung ke ground. Input op-amp vpada rangkaian ini dinamakan virtual ground maka dapat dihitung tegangan jepit pada R1 adalah vin – v- = vin dan tegangan jepit pada reistor R2 adalah
16
vout – v- = vout. Berdasarkan aturan 2 maka di ketahui bahwa :iin + iout = i- = 0, karena menurut aturan 2, arus masukan op-amp adalah 0. iin + iout = vin/R1 + vout/R2 = 0
(2)
vout/R2 = - vin/R1
(3)
vout/vin = - R2/R1
(4)
selanjutnya
Jika penguatan G didefenisikan sebagai perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka dapat ditulis G = v out v in = − R 2 R 1
(5)
Impedansi rangkaian inverting didefenisikan sebagai impedansi input dari sinyal masukan terhadap ground. Input inverting (-) pada rangkaian ini diketahui adalah 0 (virtual ground) maka impendasi rangkaian ini adalah Zin = R1.
Non-Inverting Amplifier (Penguat Tak Membalik) Prinsip utama rangkaian penguat non-inverting adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6. Sesuai dengan namanya, penguat ini memiliki masukan yang dibuat melalui input non-inverting.
Gambar 2.6 Rangkaian non-inverting amplifier
17
Tegangan keluaran rangkaian ini berupa satu fasa dengan tegangan inputnya. Cara menganalisa rangkaian penguat op-amp non-inverting sama seperti menganalisa rangkaian inverting. Sesuai aturan 1 dan aturan 2 didapatkan beberapa fakta, antara lain: vin = v+
(6)
v+ = v- = vin
(7)
Dari sini ketahui tegangan jepit pada R2 adalah vout – v- = vout – vin, atau iout = (vout-vin)/R2. Tegangan jepit pada R1 adalah v- = vin, yang berarti arus iR1 = vin/R1. Hukum kirchkof pada titik input inverting merupakan fakta yang mengatakan bahwa: iout + i(-) = iR1
(8)
Aturan 2 mengatakan bahwa i(-) = 0 dan jika disubsitusi ke rumus yang sebelumnya, maka diperoleh iout = iR1, dan jika ditulis dengan tegangan jepit masing-masing maka diperoleh (vout – vin)/R2 = vin/R1, yang kemudian dapat disederhanakan menjadi: vout = vin (1 + R2/R1)
(9)
Jika penguatan G adalah perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka didapat penguatan op-amp non-inverting G = v out v in =1 + (R 2 R 1 )
(10)
Impendasi untuk rangkaian op-amp non-inverting adalah impedansi dari input non-inverting op-amp tersebut. Berdasarkan data sheet, LM741 memiliki impedansi input Zin = 108 to 1012 Ohm.
18
Integrator Op-amp dapat berfungsi sebagai rangkaian dengan respons frekuensi, misalnya rangkaian penapis (filter), salah satu contohnya adalah rangkaian integrator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Rangkaian dasar sebuah integrator adalah rangkaian op-amp inverting hanya saja rangkaian umpan baliknya (feed back) bukan resistor melainkan menggunakan kapasitor C.
Gambar 2.7 Rangkaian integrator Prinsip rangkaian integrator sama dengan prinsip rangkaian op-amp sebagai inverting amplifier. Hubungan matematis pada titik inverting didapatkan dengan menggunakan 2 aturan op-amp (golden rule). Hubungan matematis tersebut adalah: = (vin – v-)/R = vin/R
(11)
iout
= -C d(vout – v-)/dt
(12)
iout
= -C dvout/dt
(13)
iin dimana v- = 0 (aturan1)
dimana v- = 0 iin = iout
(14)
19
Jika disubtisusi persamaan 12 dan 13, maka akan diperoleh persamaan : iin = iout = vin/R = -C dvout/dt
(15)
t1 Vout = − 1 RC.⎛⎜ ∫ v in dt ⎞⎟ ⎝ t0 ⎠
(16)
atau dapat ditulis:
Aplikasi yang paling populer menggunakan rangkaian integrator adalah rangkaian pembangkit sinyal segitiga dari inputnya yang berupa sinyal kotak. Dengan analisa rangkaian integral serta notasi Fourier, dimana f = 1/t dan ω = 2.π .f
(17)
penguatan integrator tersebut dapat disederhanakan dengan rumus
G(ω) = − 1 ω.R.C
(18)
Persamaan ini juga dapat diperoleh dengan cara lain, yaitu dengan mengingat rumus dasar penguatan op-amp inverting G = - R2/R1
(19)
Pada rangkaian integrator (Gambar 2.7) tersebut diketahui R1 = R
(20)
R 2 = Z c = 1 ω.C
(21)
Dengan demikian dapat diperoleh penguatan integrator tersebut agar terlihat respon frekuensinya dapat juga ditulis dengan:
G( f ) = − 1 2.π . f .R.C
(22)
Akibat respons frekuensinya yang demikian, rangkaian integrator ini merupakan dasar dari low pass filter. Terlihat dari rumus tersebut secara matematis, penguatan akan semakin kecil (meredam) jika frekuensi sinyal input
20
semakin besar. Pada prakteknya, rangkaian feed back integrator mesti diparalel dengan sebuah resistor dengan nilai 10 kali nilai R atau satu besaran tertentu yang diinginkan. Ketika inputnya berupa sinyal dc (frekuensi = 0), kapasitor akan berupa saklar terbuka. Jika tanpa resistor feed back seketika itu juga outputnya akan saturasi sebab rangkaian umpan balik op-amp menjadi open loop (penguatan open loop op-amp ideal tidak berhingga atau sangat besar). Nilai resistor feed back sebesar 10R akan selalu menjamin output off-set voltage (offset tegangan keluaran) sebesar 10x sampai pada suatu frekuensi cut-off tertentu.
Rangkaian Differensiator Rangkaian differensiator merupakan modifikasi dari rangkaian penguat inverting dengan ditambahkan komponen kapasitor (C), seperti pada Gambar 2.8. Analisa rangkaian differensiator diperoleh dengan persamaan 23 : v out = − R.C. dv in dt
(23)
Rumus ini secara matematis menunjukkan bahwa tegangan keluaran vout pada rangkaian ini adalah differensiasi dari tegangan input vin, contoh praktis dari hubungan matematis ini adalah jika tegangan input berupa sinyal segitiga, maka outputnya akan menghasilkan sinyal kotak.
21
Gambar 2.8 Rangkaian differensiator Rangkaian differensiator pada Gambar 2.8 memiliki persamaan penguatan seperti dibawah ini: G = -R2/R1
(24)
R2 = R
(25)
R1 = Zc = 1 ω.C
(26)
maka jika besaran ini disubtitusikan akan didapat rumus penguat differensiator
G(ω) = − ω.R.C
(27)
Dari persamaan 27 terlihat bahwa sistem akan meloloskan frekuensi tinggi (high pass filter), dimana besar penguatan berbanding lurus dengan frekuensi. Sistem seperti ini akan menguatkan noise yang umumnya berfrekuensi tinggi. Untuk praktisnya, rangkain ini dibuat dengan penguatan dc sebesar 1 (unity gain). Biasanya kapasitor diseri dengan sebuah resistor yang nilainya sama dengan R. Dengan cara ini akan diperoleh penguatan 1 (unity gain) pada nilai frekuensi cut-off tertentu.
22
Comparator ( Pembanding ) Rangkaian ini berfungsi untuk membandingkan tegangan isyarat pada satu masukan dengan suatu tegangan acuan (reference II) pada masukan lainnya karena sifatnya yang membandingkan antara dua masukan, maka rangkaian ini sering digunakan sebagai rangkaian pengkondisi sinyal yang berfugsi untuk mendeteksi ada dan tidaknya sebuah cahaya atau mendeteksi level air. Polaritas tegangan keluaran rangkaian pembanding tergantung dari besarnya tegangan yang masuk dalam salah satu inputannya, misalnya tegangan masukan inverting lebih besar dari pada tegangan yang diumpankan pada masukan non-inverting maka polaritas tegangan keluarannya menjadi negatif ( 0 ), sedangkan apabila tegangan masukan inverting lebih kecil dari pada tegangan yang diumpankan pada masukan inverting, maka polaritas tegangan keluarannya menjadi positif ( 1 ).
2.2.4 TRIAC TRIAC merupakan singkatan dari TRIode Alternating Current, yang artinya adalah saklar triode untuk arus bolak-balik. TRIAC adalah pengembangan dari pendahulunya yaitu DIAC dan SCR. Ketiganya merupakan sub-jenis dari Thyristor, piranti berbahan silikon yang umum digunakan sebagai saklar elektronik, disamping transistor dan FET. Perbedaan diantara ketiganya adalah dalam
penggabungan
unsur-unsur
penyusunnya
serta
dalam
segi
arah
penghantaran arus listrik yang melaluinya. (M.Irfan, 2000). TRIAC sebenarnya adalah gabungan dua buah SCR (Silicon Controlled Rectifier) atau Thyristor yang dirancang anti paralel dengan 1 buah elektroda
23
gerbang (gate electrode) yang menyatu. SCR merupakan piranti zat padat (solid state) yang berfungsi sebagai saklar daya berkecepatan tinggi.
Gambar 2.9 TRIAC dan ekuivalensi simbolnya
Karakteristik TRIAC TRIAC memiliki karakteristik swicthing seperti pada SCR, kecuali bahwa TRIAC dapat berkonduksi dalam berbagai arah. TRIAC dapat digunakan untuk mengontrol aliran arus dalam rangkaian AC. Elemen seperti penyearah dalam kedua arah menunjukkan kemungkinan dua aliran arus antara terminal utama M1 dan M2. Pengaturan dilakukan dengan menerapkan sinyal antara gate (gerbang) dan M1. TRIAC biasanya digunakan untuk mengendalikan fasa arus AC (contohnya kontroler tegangan AC) karena dapat bersifat konduktif dalam dua arah. TRIAC merupakan devais bidirektional sehingga terminalnya tidak dapat ditentukan sebagai anoda atau katoda. Jika terminal MT2 positif terhadap terminal MT1 maka TRIAC dapat dimatikan dengan memberikan sinyal gerbang positif antara gerbang G dan MT1, sebaliknya jika terminal MT2 negatif terhadap MT1 maka TRIAC akan dapat dihidupkan dengan memberikan sinyal pulsa negatif antara gerbang G dan terminal MT1.
24
Gambar 2.10 Kuadran TRIAC.
Tabel 2.2 Kuadran TRIAC Tipe Kendali
I
II
III
IV
VMT1MT2
+
-
-
+
VGMT1
+
+
-
-
Dalam prakteknya, sensitifitas bervariasi antara satu kuadran dengan kuadran lain, dan TRIAC biasanya beroperasi di kuadran I+ (tegangan dan arus gerbang positif) atau kuadran III- (tegangan dan arus gerbang negatif).
Gambar 2.11 Prinsip penyalaan TRIAC pada sudut tertentu (α = 60°)
25
Konduksi atau hantaran diantara katoda dan anodanya ditahan dalam arah maju maupun mundur. Gerbang tidak dikendalikan sepanjang karakteristik mundur, namun dapat dipergunakan sebagai saklar hantaran dalam arah maju. Bila diberi sinyal kecil di antara gerbang dan katoda, maka thyristor akan aktif sehingga arus maju yang besar dapat mengalir dengan hanya memberikan tegangan kecil saja pada piranti ini. Thyristor pada waktu aktif hanya dapat dimatikan dengan menurunkan arus yang melaluinya sampai kurang dari nilai arus yang disebut holding current (arus genggam). Arus genggam merupakan arus minimum yang dinyatakan untuk memastikan penerusan hantaran, dan ini biasanya dinyatakan dalam persen terhadap arus maju maksimum. Thyristor dapat disambung ke dalam kondisi hantaran maju dengan dua cara, yaitu dengan melampaui tegangan putus maju (forward break-over voltage) TRIAC atau dengan memberikan suatu bentuk gelombang yang nilainya naik dengan cepat di antara anoda dan katodanya, pada khususnya lebih dari 50 V/µs. Biasanya yang dipakai untuk mengendalikan titik pengaktifan adalah sinyal gerbang. Thyristor memiliki struktur yang tersusun atas empat lapisan silikon PN/N-P. Simbol thyristor merupakan simbol penyearah dengan terminal tambahan yang disebut gerbang (gate). Gerbang inilah yang mengizinkan pengendalian atas aksi penyearah. Piranti ini dapat dibuat agar bertindak sebagai rangkaian terbuka (penahan maju) atau dapat dipicu sehingga memiliki kondisi hantaran maju resistansi rendah dengan memberikan pulsa singkat yang memilik daya relatif
26
rendah/kecil pada terminal gerbang. Pemberian thyristor secara diagonal akan terlihat bahwa struktur transistor P-N terdapat diantara anoda dan gerbang transistor N-P dalam daerah gerbang katoda.
2.2.5 Generator Sinkron Generator AC termasuk jenis mesin serempak (mesin sinkron) di mana frekuensi listrik yang dihasilkannya sebanding dengan jumlah kutub dan putaran yang dimilikinya. Listrik yang dihasilkan adalah listrik arus bolak-balik (listrik AC). Mesin pengerak dari generator AC dapat berasal dari tenaga diesel, tenaga air, tenaga uap, dan sebagainya (Sumanto, 1999). Generator-generator sinkron umumnya dibuat sedemikian rupa sehingga lilitan tempat terjadinya GGL tidak bergerak, sedangkan kutub-kutub akan menimbulkan medan magnet berputar. Generator semacam ini disebut generator kutub dalam, seperti terlihat pada Gambar 2.12. Keuntungan generator kutub dalam ialah bahwa untuk mengambil arus tidak dibutuhkan cincin geser dan sikat arang. Hal ini disebabkan lilitan-lilitan tempat terjadinya GGL itu tidak berputar. Generator sinkron tersebut sangat cocok untuk mesin-mesin dengan tegangan yang tinggi dan dengan arus yang besar sedangkan waktu yang digunakan untuk menggerakkan dua buah kutub yang tak senama yang berurutan melalui sebuah kumparan sama dengan satu periode, seperti yang terlihat pada Gambar 2.13
27
Gambar 2. 12 Generartor kutub dalam Dalam 1 periode tersebut akan dihasilkan 1 gelombang penuh. Satu periode adalah waktu yang diperlukan untuk terbentuknya satu gelombang penuh. Pada generator berkutub 2, waktu yang dibutuhkan untuk 1 putaran sama dengan 1 perioda sedangkan pada generator berkutub 4, waktu yang dibutuhkan untuk 1 putaran sama dengan 2 periode.
Gambar 2.13 Generator berkutub dua. Umumya frekuensi listrik yang dihasilkan suatu generator untuk tenaga adalah 50 Hz atau 60 Hz. Apabila kumparan terletak diantara 2 kutub magnet (P=2), maka dalam 1 putaran akan terbentuk 1 gelombang. Untuk P=4 maka dalam 1 putaran akan terbentuk 2 gelombang. Demikian pula seterusnya, bila kutub magnet bertambah maka berarti untuk setiap satu kali putaran kumparan
28
akan terbentuk gelombang listrik yang lebih banyak, sehingga diperoleh hubungan: f=
Dimana:
P.n 120
(28)
f = frekuensi listrik p = banyaknya kutub-kutub magnet n = putaran generator per menit
Generator sinkron adalah generator yang besar frekuensi lisrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah kutub dan putaran generator sesuai dengan persamaan 28.
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a.
Rangkaian ELC
b. Generator sinkron satu fase 1 kW c.
Turbin Open flume sebagai penggerak generator
d. Beban konsumen dan komplemen berupa lampu pijar
3.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam usulan penelitian ini antara lain: a. Alat ukur AVO-meter yang dapat mengukur resistansi, tegangan, dan arus AC maupun DC b. Frekuensi Meter c. Function Generator d. Osciloskop e. Tang Ampere.
3.2 Langkah Penelitian Jalannya penelitian dapat diGambarkan pada alur diagram alir penelitian pada Gambar 3.1.
30
Mulai A Desain Rangkaian ELC Pengujian Rangkaian ELC per bagian menggunakan Bridge Board Circuit
Hasil Pengujian Sesuai dg Karakteristik ELC?
Pemasangan dan Pengawatan PCB pada Kotak Panel
Pemasangan Alat Ukur, Saklar, Lampu dan Fuse Pada Kotak Panel
Uji Alat Menggunakan Generator , Beban Konsumen dan Ballast Load
Pembuatan PCB + Pemasangan Komponen Uji Kinerja PCB Menggunakan Ballast Load
Hasil Uji PCB Sesuai dengan Karakteristik ELC?
Hasil Pengujian Sesuai dg Karakteristik ELC?
Akhir
Pembuatan Kotak Panel
A
Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan alat dan penelitian
31
3.4 Cara Penelitian 3.4.1 Pembuatan Desain Sistem ELC Dalam pembuatan desain sistem ELC dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Generator Sumber Beban Konsumen
G Pembagi Tegangan
Detektor Zero-Crossing
+
Pembangkit Sinyal
Low-Pass Filter
Pengendali PI
Pembangkit Sinyal Segitiga
_ + + +
Penguat Pulsa
Saklar Elektronik
Beban Komplemen
Pembanding Akhir
Gambar 3.2 Diagram blok sistem ELC
3.4.2 Pembuatan Rangkaian Sensor Frekuensi Rangkaian yang dapat mengubah besaran frekuensi menjadi besaran tegangan diperlukan untuk mendeteksi perubahan frekuensi pada generator. Rangkaian ini dikenal juga dengan rangkaian gelombang segitiga (Sawtooth Wave), dimana prinsip dari rangkaian ini adalah menurunkan tegangan keluaran dari rangkaian gelombang segitiga jika frekuensi pada generator naik, dan menaikan tegangan keluaran dari rangkaian gelombang segitiga jika frekeuensi generator turun. Sebelum menjadi gelombang segitiga, maka gelombang sinusoidal keluaran dari generator harus diubah terlebih dahulu menjadi gelombang kotak (Block Wave) dan selanjutnya diubah lagi menjadi gelombang pulsa sesaat
32
(Pulse Train) pada waktu terjadi peralihan dari high ke low, maupun sebaliknya. Berikut ini rangkaian lengkapnya:
Gambar 3.3 Rangkaian sensor frekuensi Dari rangkaian sensor frekuensi pada Gambar 3.3 ini dapat dijelaskan bahwa tegangan efektif generator sebesar 220V dengan frekuensi 50 Hz diubah menjadi gelombang kotak oleh dua op-amp yang berfungsi sebagai pembanding dengan tegangan catu sebesar +15V. Apabila tegangan pada non-inverting op-amp lebih besar dari tegangan pada inverting op-amp, maka keluarannya menjadi saturation sebesar +15V, sebaliknya jika tegangan pada non-inverting op-amp lebih kecil dari tegangan pada inverting op-amp, maka keluarannya menjadi cut off sebesar 0 V. Tampilan keluaran pada osiloskop dapat dilihat pada Gambar 3.4.
33
Gambar 3.4 Tampilan keluaran gelombang kotak Keluaran dari gelombang kotak diumpankan pada sebuah kapasitor yang berfungsi sebagai pengisi (charge) dan pengosong (discharge) muatan, sehingga pada saat keluaran gelombang kotak berubah dari high ke low atau sebaliknya, maka akan terjadi pulsa sesaat selama 0.156 milidetik, seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Tampilan keluaran pulse train Pulsa sesaat ini digunakan sebagai saklar elektronik yang menutup selama 0.156 milidetik dan diumpankan pada rangkaian pembangkit gelombang segitiga.
34
Pulsa sesaat ini menghasilkan tegangan puncak untuk frekuensi sumber 50 Hz sebesar 7,64V seperti terlihat pada tampilan osiloskop Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Tampilan keluaran gelombang segitiga
3.4.3 Pembuatan Rangkaian Pendeteksi Titik Nol (Zero Crossing Detektor) Rangkaian ini berfungsi untuk mengetahui titik nol dari gelombang sumber generator AC. Hal ini diperlukan untuk menentukan kapan sudut penyalaan pada triac dimulai. Rangkaian lengkapnya digambarkan berikut ini:
Gambar 3.7 Rangkaian pendeteksi titik nol
35
Dari rangkaian pendeteksi titik nol, terlihat bahwa variable resistor 2k5 difungsikan untuk mengatur lebar pulsa keluaran rangkaian pendeteksi titik nol. Lebar pulsa diusahakan maksimal sebesar 0,45 milidetik. Hal ini dapat dilihat pada tampilan osiloskop pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Tampilan keluaran rangkaian pendeteksi titik nol 3.4.4 Pembuatan Rangkaian Kontrol Pulsa Rangkaian ini berfungsi untuk membandingkan antara frekuensi generator yang berubah terhadap beban konsumen (actual frequency) dengan frekuensi yang diinginkan (set point frequency). Nilai set point frequency sebesar 50 Hz yang sudah diubah menjadi tegangan oleh rangkaian sensor frekuensi adalah sebesar 7,64V. Berikut ini adalah rangkaian lengkapnya:
36
Gambar 3.9 Rangkaian kontrol pulsa Rangkaian kontrol pulsa terdiri dari rangkaian proportional (op-amp yang atas) dan rangkaian integrator (op-amp yang bawah). Fungsi dari rangkaian proportional adalah sebagai pembanding antara frekuensi generator dengan frekuensi referensi (50 Hz atau 7.64V) dan sekaligus sebagai penguat tegangan sedangkan rangkaian integrator berfungsi sebagai pembanding dan sebagai pengatur pulsa. Kontrol pulsa akan mengeluarkan pulsa high jika frekuensi generator lebih kecil dari frekuensi referensi. Pulsa ini diperkuat oleh rangkaian proportional dan diatur kecepatan peralihan dari pulsa low ke high oleh rangkaian integrator, begitu juga sebaliknya jika frekuensi generator lebih besar dari frekuensi referensi, maka kontrol pulsa akan mengeluarkan pulsa low. Pulsa ini diperkuat oleh rangkaian proportional dan diatur kecepatan peralihan dari pulsa high ke low oleh rangkaian integrator.
37
Nilai penguatan dari rangkaian proportional sesuai dengan rumus penguatan tak membalik (non-inverting), yaitu:
AV =
R20 +1 RV5
Jika nilai RV5 = 25k, maka penguatan tegangannya sebesar:
AV =
220k + 1 = 9,8 kali 25k
Waktu yang dibutuhkan oleh rangkaan integrator untuk berubah dari kondisi high menjadi low atau sebaliknya adalah: t R.C V .R.C t = 0. Vi
V0 = Vi .
Pada saat Vi = 7.64V (frekuensi 50Hz), V0 terukur adalah 15V, maka:
t=
15.100 k .470 n = 0,092 detik 7,64
3.4.5 Pembuatan Rangkaian Pembanding Akhir Rangkaian pembanding akhir berfungsi sebagai pembanding akhir antara keluaran sensor frekuensi generator dengan keluaran kontrol pulsa sehingga jika beban konsumen turun, maka frekuensi generator naik (tegangan turun di bawah tegangan frekuensi) dan keluaran kontrol pulsa akan berubah dari high menjadi low. Pulsa low ini akan diumpankan ke rangkaian pembanding untuk dibandingkan kembali dengan frekuensi generator, dimana hasil keluaran dari rangkaian pembanding akhir adalah pulsa high. Pulsa high ini akan diumpankan ke rangkaian penguat pulsa agar dapat dihasilkan arus keluaran sebesar 50 mA.
38
Arus ini akan diumpankan ke rangkaian saklar elektronik (TRIAC) sehingga akan ada arus yang mengalir pada beban komplemen. Jika beban konsumen naik maka rangkaian pembanding akhir akan mengeluarkan pulsa low sehingga mengakibatkan rangkaian penguat pulsa tidak bekerja (mengalami cutoff), dan pin gate TRIAC tidak mendapatkan arus, maka tidak terdapat arus yang mengalir pada beban komplemen. Rangkaian lengkap dari pembanding akhir dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Rangkaian pembanding akhir Dari rangkaian pembanding akhir, terdapat dua rangkaian pembanding akhir yang menuju ke penguat pulsa. Hal ini dikarenakan terdapat dua beban komplemen yang akan digunakan (dua group dalam satu fase).
39
3.4.6 Pembuatan Rangkaian Penguat Pulsa dan Saklar Elektronik Rangkaian penguat pulsa berfungsi menguatkan arus keluaran rangkaian pembanding akhir, karena arus keluarannya hanya 5 mA sedangkan untuk memicu TRIAC dibutuhkan arus gate sebesar 50 mA. Rangkaian lengkapnya dapar dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Rangkaian penguat pulsa dan saklar elektronik Rangkaian penguat pulsa di atas menggunakan transistor BC237 sebagai penguat arusnya, dimana transistor ini mempunyai nilai hFE=120, sehingga apabila arus pada basis (Ib)= 5 mA, maka sesuai dengan rumus penguatan arus pada transistor yaitu: Ic ≅ Ie = hFE x Ib = 120 x 5 mA = 600 mA (arus kolektor maksimal)
40
TRIAC hanya membutuhkan arus gate sebesar 50 mA, maka transistor hanya perlu mengeluarkan arus minimal 50 mA. Rc dan Re dibutuhkan sebagai pembatas arus pada transistor. Nilai Rc dan Re dapat dihitung dengan rumus: Vcc = Ic. Rc + Vce + Ie. Re = Ie (Rc + Re) + Vce 15
= 50.10-3 (Rc + Re) + 0.2
14.8 = 50.10-3 (Rc + Re) (Rc + Re) = 296 ≅ 300. Dari rumus di atas ditentukan nilai Rc= Re= 150 Ω. Rangkaian saklar elektronik berfungsi untuk melewatkan arus generator pada beban komplemen jika terdapat arus gate sebesar 50 mA. Rangkaian ini menggunakan TRIAC jenis BTA40 yang dapat melewatkan arus maksimal 40 A dengan tegangan AC sampai dengan 600 V sehingga rangkaian ELC yang didesain mempunyai kemampuan maskimal mengatur beban dengan daya 5 kW.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil perancangan diimplementasikan dalam bentuk pembuatan alat dengan cara merangkai komponen elektronik ke dalam PCB, dilanjutkan dengan mengadakan pengujian di laboratorium dan pembahasan hasil pengujian.
4.1 Pembuatan PCB PCB (Printed Circuit Board) dirancang menggunakan program Protel for Windows 1.5. Program ini digunakan untuk menggambar dudukan tiap-tiap komponen dan untuk pembuatan jalur hubungan dari tiap kaki komponen ke kaki komponen yang lain. Gambar hasil pembuatan PCB terdiri dari gambar tampak atas (Top Overlay) dan gambar tampak bawa (Bottom Layer), seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Layout PCB
42
4.2 Pengujian Rangkaian Sensor Frekuensi Pengujian ini berhubungan dengan keluaran frekuensi generator . Diagram blok pengujiannya seperti Gambar 4.2.
Sensor Frekuensi
Generator
Voltmeter Digital
Frekuensi Meter Gambar 4.2 Diagram pengujian sensor frekuensi Dari hasil pengujian didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil pegujian sensor frekuensi
1
Frekuensi Generator (Hz) 41
Keluaran Sensor (Volt) 9,58
11
Frekuensi Generator (Hz) 51
Keluaran Sensor (Volt) 7,48
2
42
9,33
12
52
7,34
3
43
9,23
13
53
7,20
4
44
9,04
14
54
7,08
5
45
8,59
15
55
6,94
6
46
8,24
16
56
6,82
7
47
8,17
17
57
6,71
8
48
7,96
18
58
6,60
9
49
7,82
19
59
6,26
10
50
7,64
20
60
6,38
No.
No.
43
Pengujian Sensor Frekuensi
Tegangan Sensor (V)
10 9 8 7 6
R2 = 0,9738
5 4 40
42
44
46
48
50
52
54
56
58
60
Frekuensi Generator (Hz)
Gambar 4.3 Grafik pengujian sensor frekuensi Berdasarkan grafik pengujian sensor frekuensi pada Gambar 4.3, terlihat bahwa hasil pengujian sensor frekuensi bersifat linier dengan nilai R2 = 0,9738. Hal ini menunjukkan bahwa besaran frekuensi generator dapat diwakili menjadi besaran tegangan, yang selanjutnya dapat dijadikan referensi untuk rangkaian berikutnya.
4.3 Pengujian Rangkaian Kontrol Beban Elektronik (ELC) Untuk mewujudkan pengujian ini digunakan diagram blok pengujian seperti pada Gambar 4.4. V Generator
F Beban Konsumen
A A Rangkaian ELC
Gambar 4.4 Diagram blok pengujian ELC
Beban Komplemen
44
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian rangkaian ELC antara lain: •
Generator Sinkron 1 kW buatan China yang digerakkan oleh turbin Open flume.
•
Rangkaian ELC
•
Alat ukur arus digital (Ampere Meter Digital)
•
Alat ukur tegangan digital (Voltmeter Digital)
•
Alat ukur frekuensi (Frekuensi Meter Digital)
•
Beban komplemen berupa bola lampu 600 Watt
•
Beban konsumen berupa bola lampu 500 Watt
Setelah dilakukan pekerjaan instalasi seperti pada Gambar 4.4 dan disajikan dalam Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Foto pengujian ELC pada PLT Piko Hidro UMM
45
Langkah-langkah pengujian rangkaian ELC ini adalah sebagai berikut: 1. Setelah rangkaian ELC sudah di dalam kotak panel listrik beserta dengan alat ukur arus, tegangan dan frekuensi maka ELC dapat dihubungkan ke generator listrik sebagai sumber listrik, kemudian ELC juga dihubungkan dengan beban konsumen dan beban komplemen. Perlu diingat di sini, bahwa besarnya daya beban komplemen adalah 20% lebih besar dari daya yang dimiliki oleh beban konsumen. 2. Matikan saklar (MCB) yang menghubungkan antara generator dengan beban konsumen jadi pertama kali daya generator akan dialirkan ke beban komplemen. 3. Putar generator sinkon sampai mengeluarkan tegangan AC 220 V dengan frekuensi 50 Hz dan pastikan bahwa semua arus sudah diserap oleh beban komplemen, hal ini ditunjukkan oleh ampermeter yang terpasang pada kotak panel. 4. Apabila tegangan generator konstan stabil sekitar 220 V dengan frekuensi sekitar 50 Hz, maka beban konsumen siap untuk menerima arus generator dengan menghidupkan saklar yang menghubungkan antara generator dengan beban konsumen. 5. Pada saat beban konsumen sudah terhubung, pastikan bahwa arus pada beban komplemen berkurang dan frekuensi generator konstan stabil pada angka sekitar 50 Hz dengan tegangan 220 V. 6. Ujilah unjuk kerja sistem yang mengunakan ELC dan tanpa mengunakan ELC dengan mengubah-ubah besarnya beban konsumen. Dalam kondisi seperti ini,
46
maka frekuensi dan tegangan generator harus konstan stabil, hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 Tabel 4.2 Hasil pengujian menggunakan rangkaian ELC No. Arus Beban Konsumen (A) 1 0,00 2 0,23 3 0,47 4 0,68 5 0,93 6 1,16 7 1,40 8 1,62 9 1,84 10 2,09 11 2,32
Arus Beban Komplemen (A) 2,78 2,54 2,32 2,07 1,86 1,62 1,39 1,14 0,93 0,69 0,46
Tegangan Generator (V) 221,4 223,9 222,8 221,6 222,1 224,2 223,1 222,5 221,5 220,8 220,3
Frekuensi Beban Generator Konsumen (Hz) (W) 49,9 0 49,8 50 50,1 100 50,1 150 49,7 200 49,6 250 49,8 300 49,5 350 49,8 400 50,1 450 49,7 500
Hasil pengujian tanpa ELC dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil pengujian tanpa menggunakan rangkaian ELC No. 1 2 3 4 5 6 7 8. 9. 10. 11.
Arus Beban Konsumen (A) 0,00 0,16 0,33 0,51 0,70 0,91 1,13 1,37 1,63 1,91 2,22
Tegangan Generator (V) 300,9 310,8 300,6 290,3 280,7 270,6 260,2 250,5 240,3 230,5 220,7
Frekuensi Generator (Hz) 70 67,9 65,6 62,5 59,6 58,1 56,8 54,8 52,5 51,1 49,9
Beban Konsumen (W) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
47
Dari hasil pengujian, dapat digambarkan pada Gambar 4.6 berikut.
Tegangan Generator (V)
350 300 250 200
Menggunakan ELC
150
Tanpa ELC
100 50 0 0
50
100 150
200 250 300
350 400 450
500
Beban Konsumen (W)
Gambar 4.6 Grafik tegangan fungsi Beban Berdasarkan Gambar 4.6, terlihat bahwa tegangan generator cenderung konstan terhadap beban konsumen, apabila menggunakan ELC, dan nilai tegangannya berkisar antara 220,3 V sampai dengan 224,2 V. Berdasarkan hasil tersebut dapat dihitung nilai simpangan bakunya (standard deviation) pengukurannya dengan rumus:
s=
1 n ( xi − x) 2 ∑ n − 1 i =1
Prosenstase ketidakseimbangannya juga dapat dihitung dengan rumus: Prosentase ketidakseimbangan = Simpangan baku x 100% Rata-rata Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidaksimbangannya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
48
Tabel 4.4 Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidakseimbangan tegangan Tanpa ELC Menggunakan ELC Simpangan Prosentase Simpangan Prosentase Baku Ketidakseimbangan Baku Ketidakseimbangan 11,42% 0,56% ±30,68 ±1,23
Frekuensi Generator (Hz )
80 70 60 50
Menggunakan ELC
40
Tanpa ELC
30 20 10 0 0
50
100 150 200 250 300 350 400 450 500 Beban Konsumen (W)
Gambar 4.7 Grafik frekuensi fungsi beban Berdasarkan Gambar 4.7, terlihat bahwa frekuensi generator cenderung konstan terhadap beban konsumen, apabila menggunakan ELC, dan nilai frekuensinya berkisar antara
49,5 Hz sampai dengan 50,1 Hz. Perhitungan
simpangan baku dan prosentase ketidaksimbangannya dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidakseimbangan frekuensi Tanpa ELC Simpangan Baku ±6,83
Menggunakan ELC
Prosentase Simpangan Ketidakseimbangan Baku 11,59% ±0,21
Prosentase Ketidakseimbangan 0,41%
49
Hasil penelitian ELC ini, dapat dibandingkan dengan hasil pengujian governor dan penelitian-penelitian sebelumnya. 1. Murtiwanto (2007), tentang kontrol beban elektronik menggunakan generator sinkron dengan daya sangat kecil, sehingga daya pada beban konsumen dan beban komplemen juga kecil, yaitu sekitar 10 Watt sampai dengan 100 Watt, dengan perubahan frekuensi antara 47,5 hertz sampai 49 hertz. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 4.8 Grafik karakteristik frekuensi terhadap perubahan beban (Murtiwantoro, 2007) Perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidaksimbangannya dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidakseimbangan frekuensi (Murtiwantoro, 2007) Tanpa ELC
Menggunakan ELC
Simpangan Prosentase Simpangan Baku Ketidakseimbangan Baku 2,30% ±2,30 ±1,18
Prosentase Ketidakseimbangan 1,18%
50
2. Penelitian Sunu Ambarsi (2000) tentang kontrol beban elektronik dengan menggunakan sumber generator induksi, dimana dalam penelitian tersebut frekuensi generator masih tidak stabil dengan adanya perubahan beban konsumen. Hal ini disebabkan karena parameter yang dideteksi adalah perubahan tegangan, bukan perubahan frekuensi, lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 4.9 Grafik karakteristik tegangan (Sunu Ambarsi, 2005) Penelitian tersebut menggunakan sistem diskrit dalam mengalihkan beban konsumen ke beban komplemen, sehingga daya beban yang dialihkan tidak dapat seluruhnya diterima oleh beban konsumen.
3. Pada penelitian Isnaeni (2005) menyebutkan bahwa pengendali tegangan pada motor induksi yang difungsikan sebagai generator listrik menggunakan rele over-under voltage, kontaktor dan beban penyeimbang, dimana alat pengendali yang dibuat tersebut mempunyai prosentase ketidakseimbangan
51
tegangan terbesar adalah 5%. Hal ini dapat dilihat dalam grafik ketidakseimbangan tegangan berikut ini.
Gambar 4.10 Grafik fungsi tegangan terhadap beban (Isnaeni, 2005)
Gambar 4.11 Grafik presentase ketidakseimbangan beban (Isnaeni, 2005) 4.
Hasil pengujian PLTMh yang mengunakan governor, dimana PLTMh yang diuji adalah PLTMh Universitas Muhammadyah Malang, didapatkan hasil seperti ditunjukan oleh Tabel 4.7.
52
Tabel 4.7 Hasil pengujian PLTMh UMM yang mengunakan governor Tegangan Generator (V) 221,2 221,1 221,0 221,1 221,2 220,4 220,2 220,5 220,2 220,8 220,3
Frekuensi Generator (Hz) 49,9 49,8 50,1 50,1 49,9 49,9 49,8 49,9 49,8 50,0 49,9
Beban Konsumen (W) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
ELC
Gambar 4.12 Grafik tegangan fungsi beban Berdasarkan Gambar 4.12, terlihat bahwa tegangan generator pada PLTMh UMM yang menggunakan governor cenderung lebih konstan terhadap perubahan beban konsumen, nilai tegangannya berkisar antara 220,2V sampai dengan 221,2V. Berdasarkan hasil tersebut dapat dihitung nilai simpangan bakunya.
53
Tabel 4.8 Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidakseimbangan tegangan Menggunakan Governor Simpangan Baku ±0,41
Prosentase Ketidakseimbangan 0,19%
Menggunakan ELC Simpangan Baku ±1,23
Prosentase Ketidak seimbangan 0,56%
Gambar 4.13 Grafik frekuensi fungsi beban Berdasarkan Gambar 4.13, terlihat bahwa pada PLTMh UMM frekuensi generator cenderung lebih konstan terhadap perubahan beban konsumen dan nilai frekuensinya berkisar antara
49,8 Hz sampai dengan 50,1 Hz. Perhitungan
simpangan baku dan prosentase ketidakseimbangannya dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil perhitungan simpangan baku dan prosentase ketidakseimbangan frekuensi Menggunakan Governor Simpangan Baku ±0,1
Prosentase Ketidakseimbangan 0,22%
Menggunakan ELC Simpangan Prosentase Baku Ketidakseimbangan ±0,21 0,41%
54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan maka berikut ini dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Komponen PLTMh lebih sederhana dan ekonomis jika menggunakan pengontrol beban elektronik (ELC) dan beban komplemen sebagai pengganti governor pada PLTMh. 2. Pada penelitian ini, telah berhasil dirancang dan dibuat kontrol beban elektronik untuk PLTMh yang terdiri atas rangkaian sensor frekuensi, rangkaian pendeteksi titik nol, rangkaian kontrol pulsa, rangkaian pembanding akhir, rangkaian penguat pulsa, dan saklar elektronik. 3. Rangkaian ELC yang dibuat mampu mengatur beban konsumen maksimal 5 kVA 1 fasa. Sedangkan pada penelitian ini, ELC diuji pada beban konsumen maksimal 500 VA 1 fase dan tegangan generator pada saat terjadi perubahan beban konsumen memiliki standar deviasi sebesar ±1,23 dengan prosentase ketidakseimbangan tegangan sebesar 0,56% dan frekuensi generator pada saat terjadi perubahan beban konsumen memiliki standar deviasi sebesar sebesar ±0,21 dengan prosentase ketidakseimbangan frekuensi sebesar 0,41%.
55
5.2 SARAN Untuk lebih menyempurnakan penelitian ini, ada beberapa saran yang perlu dilakukan antara lain: 1. Rangkaian ELC dapat dilengkapi dengan beberapa rangkaian pengaman, seperti under/over frequency, under/over voltage, over current dan Emegency Circuit apabila ELC tidak bekerja. 2. ELC dapat didesain agar sistem pengontrolannya dapat dihubungkan dengan microcontroller, yaitu dalam bentuk program perangkat lunak supaya diperoleh kinerja yang lebih baik. 3. Untuk lebih meningkatkan performa atau unjuk kerja ELC perlu penelitian lanjut, agar tegangan keluaran generator dan frekuensi yang dihasilkan lebih stabil terhadap perubahan beban konsumen.
56
DAFTAR PUSTAKA
Aris Munandar, 1997, “ Teknik Tenaga Listrik I “, ITB Press. Andi, 2003, ” Tip dan Trik Pemrograman Delphi 7.0”, Andi Offset Leon W. Cough, 1997, Digital and Analog Communication System, Prentice Hall. Frensel, 1994, ” Advanced Communication System”, Prentice Hall. Fuji-Oscar, 1990, “ The Telemetry Formats “ , The AMSAT Journal, v. 13, no. 4, Sep 1990, p. 20. Kamal, S, M.Budi Setianto, 2000, ” Metode Seleksi Lokasi Potensi PLTMH”, Energi & Listrik, Volume X No. 1. M. Irfan, 2000, “ Elektronika Daya “, UMM Press. Machmud Effendy, 2005, “ Desain dan Implementasi Pengukuran Jarak Jaih Menggunakan Metode TDMA “, Penelitian Dosen Muda-Dikti. Muchlison, 1993, “Pengembangan Sumber Energi Mikrohidro di Indonesia”, Lokakarya ASEAN Energi Non Konvensional dan Terbarukan, Bandung. National Semikonduktor, 2000, ” Semikonduktor Corporation.
Data
sheet
Tranducer
”,
National
PH. Smile, 1997, ” Sistem Telekomunikasi I ”, Andi Offset. Rovianto, 2004, Desain dan Realisasi Sistem Telemetri FSK ( Suhu, Tekanan Udara dan Kelembapan ), Sekolah Tinggi Teknik Telkom Bandung. Robert F. Coughlin and FrederickF. Driscoll, 1982, “ Operational Amplifiers and Linier Integrated Circuits “, McGraw Hill, Inc. Rodern, 1990, “ Elektronika Komunikasi II “, Erlangga Jakarta Socomec, 2006, “ Data Sheet Power Meter Diris A40”, Socomec Corporation. S. Warsito, 2005, “ Studi Awal Perencanaan Sistem Mekanikal dan Kelistrikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro ”, Seminar Nasional Teknik Ketenagalistrikan Universitas Diponegoro. William D. Chooper, 1999, Instrumentasi Elektronik dan Teknik Pengukuran, Penerbit Erlangga, Jakarta.
57
Wayne Tomasi, 1994, Advanced ElectronicCommunication System, Prentice Hall. Zuhal, 1993, DasarTeknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Jakarta. Zulhelmi, 2004, Perancangan dan Pembuatan Power Meter Satu Fasa Menggunakan PC, Jurnal Rekayasa Elektrika Vol 3 No.1.