perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DALAM MENANGGULANGI PERBUATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DI BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN BARAT
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi
Oleh : AZMARDI NIM. S.330908001
PROGAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DALAM MENANGGULANGI PERBUATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DI BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN BARAT
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi
Oleh : AZMARDI NIM. S.330908001
PROGAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DALAM MENANGGULANGI PERBUATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DI BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN BARAT
DISUSUN OLEH : Azmardi NIM. S.330908001
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing : Dewan Pembimbing
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
1.
Pembimbing I
Dr. I. Gusti Ayu KRH, S.H, MM. NIP. 197210082005012001
………….……….
……………
2.
Pembimbing II
Winarno Budyatmojo,S.H.,MS. NIP. 196005251987021002
…………………..
…………….
Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr.commit H. Setiono, S.H., M.S. to user NIP. 194405051969021001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DALAM MENANGGULANGI PERBUATAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN PERUBAHAN TERHADAP KEUTUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DI BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN BARAT
DISUSUN OLEH : Azmardi NIM. S.330908001 Telah disetujui oleh Tim Penguji :
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS NIP. 19440505 196902 1 001
………….……….
……………
Sekretaris
Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum NIP. 19570203 198503 2 001
………….……….
……………
1. Dr. I. Gusti Ayu KRH, S.H, MM. NIP. 19721008 200501 2 001
………….……….
……………
2. Winarno Budyatmojo,S.H.,MS. NIP. 19600525 198702 1 002
…………………..
…………….
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS NIP.19440505 196902 1 001
………….……….
…………
Prof. Drs. Suranto, MSc,.Ph.D NIP.19570820 198503to1 user 004 commit
………….……….
……………
Anggota
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Direktur Program Pascasarjana
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
:
Azmardi
NIM
:
S.330908001
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Dalam Menanggulangi Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasn Pelstarian Alam Di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat”, adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut diatas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
April 2010
Yang Membuat Pernyataan
Azmardi
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam Menanggulangi Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat”. Tesis ini disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan guna meraih gelas Magister dalam Ilmu Hukum Kosentrasi Pidana Ekonomi Pascasarjana Unversitas Sebelas Maret Surakarta. Ungkapan terima kasih yang utama penulis haturkan kepada orang tua, ibunda Almarhumah Manidar dan ayahanda Almarhum Abdullah Kamil, yang telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis. Semoga Allah SWT menerima semua amal ibadahnya. Amin Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1.
Bapak Prof. Dr. dr. Muh. Syamsul Hadi, SpKj, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
2.
Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Kepala Pusat Diklat Kehutanan, Direktur Jenderal PHKA, Sekretaris Ditjen PHKA, Kepala Bagian Kepegawaian
dan
Perlengkapan
Ditjen
PHKA,
Kepala
Bidang
Penyelenggaraan Diklat, dan Kepala Bagian Tata Usaha Pusdiklat Kehutanan yang telah menfasilitasi penulis sehingga berkesempatan menimba ilmu pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.
Bapak Prof. Drs. Suranto, Msc., Phd., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5.
Bapak Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S., selaku Ketua Program Studi Magister commit Universitas to user Ilmu Hukum Program Pascasarjana Sebelas Maret Surakarta yang
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
telah membantu dan memberi dorongan moril penulis dalam menyelesaikan studi 6.
Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dan memberi dorongan moril penulis dalam menyelesaikan studi.
7.
Ibu Dr. I. Gusti Ayu RH, S.H, MM, Bapak Winarno Budyatmojo,S.H.,MS selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang membantu dengan tulus ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian penulisan tesis.
8.
Bapak / Ibu Tim Penguji Tesis Program Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9.
Rekan-rekan mahasiswa Konsentrasi Hukum Pidana Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta khususnya Sdr. Herbert Aritonang, Nouvi Lihu, Mufrizal dan Sadatin Misry dan Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan tesis ini. Untuk Istriku tercinta, Supriyati, A.Md, yang penuh kesabaran dan cinta kasih
telah mendampingi penulis, serta tiada hentinya memberikan semangat agar dapat segera menyelesaikan penulisan tesis ini. Untuk anak-anakku tercinta Sabrina Ashilah Azka dan Karina Naila Azka serta seluruh keluarga besar yang merupakan sumber inspirasi dan motivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan, ilmu pengetahuan, bangsa dan negara khususnya buat penulis sendiri. Terdapatnya kekurangan dalam penulisan tesis ini, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhirnya, semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa memberikan Rahmat, petunjuk dan bimbingan kepada kita semua. Amin…..
Surakarta, commit to user
vi
Penulis
April 2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………….……………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ……………………………….
iii
PERNYATAAN ………………………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………….…….
v
DAFTAR ISI ………………………………………………………….………
vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….……
ix
DAFTAR SINGKATAN ……………………..……………………………...
x
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….…..
xii
ABSTRAK ……………………………………………………………….…..
xiii
ABSTRACT …………………………………………………………….……
xiv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ………………………………………………..
1
A. Latar Belakang Masalah ….……………………………….…
1
B. Perumusan Masalah …………………………………….….....
12
C. Tujuan Penelitian ………………………………………….….
12
D. Manfaat Penelitian ..……………………………………….….
13
KERANGKA TEORITIK …….……………………….………...
15
A. Landasan Teori ……..………………………………………...
15
1. Arti dan Pengertian Implementasi ………………………..
15
2. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
17
3. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
BAB III
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
26
4. Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan ……………..
34
5. Teori Bekerjanya Hukum …………………..…..………...
39
B. Penelitian Yang Relevan……………………….…….………
47
C. Kerangka Berpikir ……….……………………………….….
48
METODE PENELITIAN……………………………………….
52
A. Jenis Penelitian ……………………………………………... commit to user B. Lokasi Penelitian ……………………………………………
52
vii
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Responden …………………………………………………….
55
D. Jenis dan Sumber Data ………………………………………
56
E. Teknik Pengumpulan Data ……………..……..……………..
58
F. Teknik Analisis Data …………………………………………
59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….
62
A. Hasil Penelitian ………………………………………………
62
1. Kondisi KSA-KPA Kalimantan Barat ……………………
62
2. Hasil Wawancara …………………………………………
72
B. Pembahasan …………………………………………………..
89
1. Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat …………………………………………
89
2. Faktor pendukung dan penghambat implementasi UndangUndang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat …..………………………………………………….
100
3. Upaya yang seharusnya dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Kalimantan Barat……….……………………… BAB V
132
PENUTUP ………………………………………………………...
146
A. Kesimpulan …………………………………………………………...
146
B. Implikasi ………………………………………………………………
150
C. Saran-Saran …………………………………………………………...
151
DAFTAR PUSTAKA …………………………………..…………………... commit to user LAMPIRAN
viii
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Judul Tabel
Halaman
Tabel I
Luas Penutupan Lahan di Dalam dan di Laur kawasan hutan Propinsi Kalimantan Barat tahun 2008
63
Tabel II
Data Kawasan Konservasi Yang Dikelola Pleh Balai KSDA Kalimantan Barat Sampai Tahun 2009
67
Tabel III
Sebaran Pegawai Negeri Sipil (PNS) Balai KSDA Kalimantan Barat Sampai tahun 2009
69
Tabel IV
Keadaan Topografi dan Tipe Ekosistem KSA-KPA Yang Dikelola Oleh Balai KSDA Kalimantan Barat
70
Tabel V
Rekapitulasi Tenaga Pengamanan Hutan Lima Tahun Terakhir di Balai KSDA Kalimantan Barat
109
Tabel VI
Sebaran dan Luas Kawasan Konservasi (KSA-KPA) Yang Dikelola Oleh Balai KSDA Kalimantan Barat Sampai Tahun 2009
110
Tabel VII
Data Penanganan Kasus Tindak Pidana Bidang KSDAH&E Yang Dilakukan Oleh PPNS Balai KSDA Kalimantan Barat Selama 5 (lima) Tahun Terakhir
113
Tabel VIII
Rekapitulasi Penanganan Kasus Tindak Pidanan Di Bidang KSDAH&E Yang Terjadi Di Dalam Kawasan CA. MandorOleh Polsek Mandor Polda Kalimantan Barat.
116
Tabel IX
Sarana dan Prasarana Pengamanan Hutan Yang Dimiliki Oleh Balai KSDA Kalbar Sampai Tahun 2009
117
Tabel X
Bentuk Ancaman dan Gangguan Yang dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap keutuhan KSA-KPA Yang Dikelola Oleh Balai KSDA Kalimantan Barat.
135
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
APL
Areal Penggunaan Lain
BKSDA
Balai Konservasi Sumber Daya Alam
BPN
Badan Pertanahan Nasional
CA
Cagar Alam
Ha
Hektar
HL
Hutan Lindung
HPT
Hutan Produksi Terbatas
HP
Hutan Produksi
HPK
Hutan Produksi yang dapat dikonversi
KSA
Kawasan Suaka Alam
KSDAH&E
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
KPA
Kawasan Pelestarian Alam
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
Menhut
Menteri Kehutanan
PETI
Penambang Emas Tanpa Izin
PEH
Pengendali Ekosistem Hutan
PHKA
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PN
Pengadilan Negeri
POLHUT
Polisi Kehutanan
PP
Peraturan Pemerintah
PPK
Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan
PPNS
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
RTRWP
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
SD
Social Defence
SKW
Seksi Konservasi Wilayah
SMR
Standard Minimum Rules
SPORC
Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat commit to user Social Welfare
SW
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TGHK
Tata Guna Hutan Kesepakatan
THR
Taman Hutan Raya
TN
Taman Nasional
Th
Tahun
TWA
Taman Wisata Alam
UU
Undang-Undang
UPT
Unit Pelaksana Teknis
WSC
World Conservation Strategy
WALHI
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Gambar 1.
Judul Gambar Sebaran Kawasan Hutan Kalimantan Barat
commit to user
xii
Halaman 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK AZMARDI, S. 330908001, 2010. Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Dalam Menanggulangi Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam Kalimantan Barat. Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian yuridis empiris atau nondoktrinal, berdasarkan konsep hukum yang kelima. Bentuk penelitian yang digunakan adalah diagnostik dengan analisis data menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan, disimpulan bahwa Implementasi UU No. 5 tahun 1990 di Balai KSDA Kalbar saat ini belum berjalan maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain : 1) Masih terdapatnya kelemahan dalam UU No. 5 tahun 1990 baik secara kualitatif maupun kuantitatif; 2) Faktor penegak hukum, yaitu masih terdapatnya kekurangan baik secara kualitas maupun kuantitas penegak hukum di Balai KSDA Kalbar; 3) Kurangnya sarana dan prasarana pendukung dalam kegiatan perlindungan hutan; 4) Faktor masyarakat, yaitu masih rendahnya tingkat pendidikan dan taraf hidup masyarakat disekitar KSA-KPA; dan 5) Faktor Kebudayaan, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dalam masyarakat menjadi lebih konsumtif serta berkembangnya perilaku anarkis. Upaya yang seharusnya dilakukan dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA adalah Balai KSDA harus memperbaiki data base yang dimilikinya, melakukan kegiatan-kegiatan yang tepat sasaran (skala prioritas), melakukan perubahan pola penggunaan anggaran melakukan pendekatan yang intensif kepada pemerintah daerah, aparat penegak hukum lainnya, tokoh-tokoh masyarakat disekitar KSA-KPA Sebagai implikasinya, dengan belum maksimalnya Implementasi UU No.5 tahun 1990, adalah akan mengakibatkan terjadinya degradasi (kerusakan) pada KSA-KPA, hilangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum serta oleh dunia, Indonesia akan tetap dianggap sebagai negara yang tidak pernah serius (konsisten) dalam mengelola serta mempertahankan kawasan konservasi yang dimilikinya. Oleh karena itu disarankan agar pemerintah dalam hal ini Balai KSDA Kalbar lebih meningkatkan intensitas sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat khususnya disekitar KSA-KPA serta melakukan pendekatan (koordinasi) yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum lainnya, adanya keseimbangan antara pendekatan preventif dengan pendekatan represif dan meningkatkan kualitas dan kuantitas aparat penegak hukum serta sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum di Balai KSDA Kalbar. Kata kunci : Implementasi Undang-Undang, Perbuatan Yang Dapat commit to user Mengakibatkan Perubahan, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
AZMARDI, S 330908001, 2010. The Implementation of the Law Regulation Number 5 the Year of 1990 on the Conservation of the Natural Resource and its Ecosystem in Overcoming the Conducts that Can Bring the Change to the Wholeness of the Wildlife Reserve Region and Nature Conservation Region in the West Kalimantan Natural Resources Center. Thesis: Graduate Program Sebelas Maret University This research had a purpose to know and to analyze the implementation of the Law Regulation Number 5 the Year of 1990 on the conservation of the natural resource and its ecosystem in overcoming the conducts that can bring the change to the wholeness of the wildlife reserve region and nature conservation Region (KSAKPA) in the West Kalimantan. The type of this research was a juridical-empirical research or a non doctrinal research, based on the fifth law concept. It is a diagnostic research, using qualitative analysis to analyze the data. Based on the description of the research result and its assessment, it was concluded that at present the implementation of the Law Number 5 the Year of 1990 in the West Kalimantan Natural Resources Center has not been executed in maximum. The efforts that had been executed to overcome the conducts which can bring the change to the wholeness of KSA-KPA include preventive and repressive activities. Some affecting factors are: 1) the factor of the regulation itself (the law), there is still weakness in the formulation of the Law number 5 the year of 1990; 2) the factor of law enforcement officer, the number of the forest rangers were not in keeping with the extent of the KSA-KPA; 3) the factor of means and infrastructure, there is a lack of budget and the supporting means to protect the forest; 4) the factor of the society, the levels of education and standard of living of the community around the forest (KSA-KPA) were still low; and 5) the factor of culture, there is a change in the community living pattern, in which they become more consumptive and there is a development of anarchic behavior. As its implication, the weak implementation of the Law Number 5 the Year of 1990 will cause the forest (KSA-KPA) degradation, the government and the law enforcement officers will lose the society’s and the world’s trusts, and Indonesia will be thought of as inconsistent country in managing and protecting its conservation area. Therefore, it is suggested that the government, in particular the West Kalimantan Natural Resources Center increases the socialization/elucidation to the community especially those around the reserve/conservation (KSA-KPA), intensifies the coordination with the local government and other law enforcement bodies, balances the preventive and repressive approaches, and improves the quality and the quantity of the law enforcement officers, means, and facilities which support the law enforcement in West Kalimantan Natural Resources Center. commit user Key Words: Law Implementation, the to conducts which cause the change, the Wildlife Reserve Region and Nature Conservation Region xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan unsur lingkungan hidup alami, baik fisik maupun hayati. Sumber daya alam diambil dan digunakan oleh manusia dengan laju yang semakin lama semakin cepat, padahal tidak semua sumber daya alam tersebut bersifat terbaharui (renewable), namun sebagian bersifat tak terbarui (non-renewable) yang akan habis oleh pemakaian. Sumber daya alam mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan, pada dasarnya unsur-unsur sumber daya alam (hayati dan nonhayati) saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur sumber daya alam tersebut akan berakibat terganggunya “ekosistem”1. Sebagai bangsa yang dikaruniai dengan sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan maupun di udara, sudah sewajarnya terhadap sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan manusia pada umumnya, menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya.2 Berlimpahnya sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini dapat dilihat dari tingginya tingkat keanekaragaman hayati yang dimilikinya, sebagai bangsa yang dijuluki mega biodiversity cauntry, Indonesia memiliki sekitar 400 spesies pohon, 25.000 spesies tumbuhan berbunga, 1.519 spesies
1
Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya
commit to user Konsideran Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya alinea pertama 2
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
burung, 515 spesies mamalia, 600 spesies reptilia, dan 270 spesies amphibia.3 Tidak hanya sebatas mega biodiversity cauntry, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki kawasan hutan tropis basah (tropical rain forest) terluas kedua di dunia setelah Brazilia.4 Menurut World Bank, Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis yang terbesar di AsiaPasifik, yaitu kurang lebih 115 juta hektar. Menurut data dari Departemen Kehutanan, berdasarkan Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi 2007 (TGHK dan RTRWP), 5 luas kawasan hutan Indonesia adalah 120,35 juta hektar, yang terdiri dari kawasan hutan tetap seluas 112,27 juta hektar (terdiri dari KSA dan KPA, HL, HPT, HP) dan kawasan hutan produksi yang dapat di konversi seluar 8,08 juta hektar.6 Hutan Indonesia juga dikenal sebagai hutan yang paling kaya akan spesies palm (447 spesies; 225 di antaranya tidak terdapat di bagian dunia yang lain), lebih dari 400 spesies dipterocarp (jenis kayu komersial yang paling berharga di Asia Tenggara), terkaya di dunia untuk mamalia (515 spesies; 36% di antaranya endemik), terkaya akan kupu-kupu swallow tail (121 spesies; 44% di antaranya endemik), ketiga terkaya di dunia akan reptil 3
Departemen Kehutanan, Informasi Umum Kehutanan – 2002, Departemen Kehutanan, Jakarta, 2002, hal.1-2 4
Barber, 1989; Gillis & Repetto, 1988; Poffenberger dalam I Nyoman Nurjaya, “Sejarah Hukum Pengelolaan Hutan di Indonesia”, dalam Jurisprudence, Vol. 2, No. 1, Maret 2005, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang, hal.35 5
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 Tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan, yang dimaksud dengan : a. Tata Guna Hutan Kesepakatan yang selanjutnya disebut TGHK adalah kesepakatan bersama para pemangku kepentingan di tingkat Provinsi untuk menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta. b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRWP adalah strategi operasionalisasi arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional pada wilayah provinsi c. Paduserasi TGHK dan RTRWP adalah harmonisasi fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain berdasarkan TGHK yang berbeda dengan fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain menurut RTRWP sehingga diperoleh fungsi kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain yang disepakati bersama.
commit toIndonesia user tahun 2007, Departemen Kehutanan. Planologi Kehutanan, Statistik Kehutanan Jakarta, 2008, hal.14 6
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(ada lebih dari 600 spesies), keempat terkaya akan burung (1.519 spesies; 28% di antaranya endemik) kelima untuk amphibi (270 spesies), dan ketujuh untuk tumbuhan berbunga.7 Sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, sumber daya alam ( hayati dan non-hayati ) karena sifatnya ada yang tidak dapat digantikan (non-renewable), maka upaya konservasi terhadap sumber daya alam tersebut menjadi suatu kewajiban. Saat ini konsep pelestarian sumber daya alam modern adalah pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana (the wise use of nature resource). Penetapan dan pengelolaan kawasan yang dilindungi adalah salah satu cara terpenting untuk dapat menjamin agar sumber daya alam dapat dilestarikan, sehingga sumber daya alam tersebut dapat lebih memenuhi kebutuhan manusia di masa mendatang. Usaha pelestarian sumber daya alam yang terpulihkan seperti hutan dapat dicapai melalui beberapa usaha, yang pada intinya berprinsip untuk menjaga proses -proses yang bekerja pada sistem penopang kehidupan. Hal tersebut tentunya akan lebih mudah tercapai jika pemerintah, sektor industri dan masyarakat luas mendukung strategi perlindungan spesies dan ekosistemnya secara menyeluruh. Upaya konservasi terhadap sumber daya alam dan ekosistemnya menjadi hal yang sangat penting pada dasawarsa ini. Arie Trouwborst menyatakan, “ On the current agenda of the international community of states, the socalled biodiversity crisis Prominent occupies a position. According to mainstream scientific opinion, species of animals and plants are disappearing at a rate presently Which is 100 to 1.000 times higher than the average rate of Extinction since life on Earth originated. The main Causes of recent extinctions are Well-Known, and all of human origin. In order of significance, they want are: (i) the removal, Degradation and / or fragmentation of species' habitats, (ii) the
7
Arief B. Iskandar, Pelestarian Hutan : Agar Tidak Sekedar Menjadi Wacana, dalam www.kabarindonesia.com/beritaprint.phpcommit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
introduction of alien species, (iii) overexploitation and (iv) pollution. 8 (Permasalahan kelangkaan keanekaragaman hayati, pada saat ini menjadi salah satu agenda utama masyarakat internasional. Menurut pendapat pakar ilmiah, spesies hewan dan tumbuhan saat ini menghilang dengan kecepatan 100 sampai 1.000 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat rata-rata kepunahan sejak kehidupan di bumi diciptakan. Penyebab utama kepunahan tersebut hampir semua akibat perbuatan manusia, yaitu: (i) penghapusan, degradasi dan / atau fragmentasi 'habitat spesies; (ii) pemasukan spesies asing, (iii) eksploitasi yang berlebihandan (iv) polusi.) Perhatian global terhadap upaya konservasi sumber daya alam, berawal saat diterimanya mosi dari Raoul de Clermont pada Congres International d’Art Public yang kedua sebagai bagian dari Congres de L’Association Litteraires et Artistique Internationale pada bulan September 1905 di Liege, Belgia. Mosi tersebut menyatakan bahwa perlu diambil langkah-langkah untuk menegakan taman-taman nasional guna mencegah punahnya satwa, tumbuhan dan mineral asli.9 Di Indonesia usaha Konservasi sumber daya alam hayati dimulai dengan peraturan mengenai kehutanan di Jawa dan Madura, yaitu dengan ditetapkannya Reglement op het beheer en de exploitative der houtbossen op Java en Madoera pada tahun 1865. Peraturan ini dganti dengan suatu boschreglement yang baru pada tahun 1874. Pada tahun 1897 diganti lagi dengan Reglement voor het beheer der bosschan op Java en Madoera dan Reglement voor den dienst van het Boschwezen op Java en Madoera, keduanya berlaku sampai tahun 1913. Adapun yang dipakai sebagai landasan kerja Jawatan Kehutanan adalah yang ditetapkan pada tahun 1927, yaitu Reglement vooor het beheer der bosschan van den lande op Java en Madoera, yang dikenal juga sebagai Boschordonnantie voor Java en
8
Arie Trouwborst, Article Conservation Nature International Law International To The Adaptation OF Biodiversity Climate Change: A mismatch. Copyright © 2009 by Oxford University Press. Journal of Environmental Law 2009 9
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan; Konservasi Sumber Daya to user Alam Hayati dan Ekosistemnya, Cetakancommit kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm.38
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Madoera 1927. 10 Pada tahun 1931 telah ada suatu areal yang disisihkan untuk perlindungan ekosistem tumbuhan oleh orang Belanda (anggota Raad van Indie) di Depok dengan luas 6 ha.11 Usaha ini kemudian mengilhami para cendikiawan pencinta alam untuk mengusahakan suatu peraturan perundangan hingga terwujudlah Undang-Undang Perlindungan Alam tahun 1941. Sejak itulah banyak ditetapkan areal-areal perlindungan alam dengan istilah cagar alam dan suaka margasatwa.12 Namun secara khusus perhatian pemerintah Indonesia sendiri terhadap upaya konservasi sumber daya alam, setelah pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan yang didalamnya antara lain mengatur tentang kawasan hutan berdasarkan fungsinya yaitu hutan produksi, hutan lindung, hutan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa) dan hutan wisata (taman wisata dan taman buru), yang sekarang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Penetapan kawasan konservasi yang bernuansa “top down” semula dimaksudkan sebagai jalan pintas untuk mengamankan wilayah yang diduga bernilai keanekaragaman hayati tinggi. Di saat Indonesia mempunyai kawasan berhutan yang masih luas, hal tersebut tidak memunculkan persoalan. Namun, belakangan dimana kawasan berhutan makin menipis, semakin banyak konflik mengemuka diantara berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan
berbeda.
Terjadi
tumpang
tindih
klaim
kepemilikan, perbedaan batas lahan, dan banyak data tidak sesuai dengan kondisi faktual di lapangan. Dalam era reformasi makin banyak terjadi potensi konflik di sektor kehutanan serta pelestarian hutan dan konservasi
10
Ibid, hlm.1
11
Soemardja dalam Adi Winata Konservasi Sumber daya Alam Hayati, Edisi kedua, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, hal. 2.3 12
Loc. Cit
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
alam karena adanya perubahan kebijakan dalam peralihan kewenangan, otonomi daerah, dan makin diakuinya hak masyarakat.13 Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar di kawasan hutan makin marak terjadi dimana-mana, seakan-akan tidak terkendali. Ancaman kerusakan hutan ini jelas akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek domino dari hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai nilai fungsi ekologis dan biodiversitas besar. akibat dari kejadian ini tidak saja hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misal kebutuhan akan air, oksigen, kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasilan (hasil hutan non kayu dan kayu), penyerapan carbon (carbon sink), pangan dan obatobatan akan tetapi juga hilanglah biodiversity titipan generasi mendatang. Komitmen pengelolaan sumberdaya hutan sesungguhnya telah dilakukan
mengarah
pada
kelestarian
hutan
dan
pembangunan
berkelanjutan. Namun demikian, pada kenyataanya sampai saat ini masih terdapat
kelemahan
dalam
pengelolaan
sumberdaya
hutan
yang
menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya hutan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi dan dampak sosial pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Banyak lahan yang dulunya sebagai “kawasan hutan” 14 atau kawasan konservasi telah berubah menjadi lahan komersial, sehingga mengakibatkan kawasan hutan
13
Herwasono Soedjito, Kawasan Kunci Keanekaragaman Hayati Sebagai Pertimbangan Penting Bagi Penentuan Kawasan Konservasi Di Provinsi Nanggro Aceh Darrusalam, Makalah disampaikan pada “Semiloka Pengendalian dan Konservasi Lingkungan Menuju ‘A Green Aceh’” yang diselenggarakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias pada tanggal 4 dan 5 November 2008 di Banda Aceh, Conservation International – Indonesia, hlm.1 14
Berdasarkan Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (TGHK dan RTRWP), luas kawasan hutan Indonesia adalah 120,35 juta hektar, yang terdiri dari kawasan hutan tetap seluas 112,27 juta hektar (terdiri dari KSA dan KPA, HL, HPT, HP) dan kawasan hutan produksi yang dapat di konversi seluar 8,08 juta hektar. Dari total luas kawasan hutan tetap tersebut, telah ditetapkan areal seluas ± 28.235.435,40 Ha sebagai kawasan konservasi., dalam Planologi Kehutanan, Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2008, Departemen commit to user Kehutanan , 2008, hal. 11
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di Indonesia mengalami degradasi yang sangat serius baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut data Departemen Kehutanan, angka deforestasi yang terjadi pada kawasan hutan pada tahun 2003 – 2006 adalah 3,52 juta ha atau rerata 1,17 juta ha/tahun,15 Dari total luas tersebut diatas, ternyata 4,7 % (166,8 ribu ha atau rerata 55,6 ribu ha/tahun) terjadi pada kawasan konservasi.16 Suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa seringkali kawasan konservasi atau lindung masih dinilai rendah, sekalipun keuntungan ekonomi yang mungkin didapatkan secara jangka panjang melalui pengelolaan kawasan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pola pemanfaatan dan penggunaan lahan lainnnya. Kurangnya pemahaman akan masalah lingkungan dari para pengambil keputusan menyebabkan prioritas seringkali diberikan kepada eksploitasi kayu (tanpa mempertimbangkan asas kelestarian)
untuk
memperoleh
keuntungan
jangka
pendek
yang
bertentangan dengan pertimbangan lingkungan secara jangka panjang. Arti penting suatu kawasan konservasi dan kawasan yang di lindungi akan tampak jika melihat kembali fungsi utamanya sebagai pemelihara stabilitas lingkungan dan tata air, dan fungsi-fungsi lainnya seperti pelastarian biodiversitas, media edukasi, penelitian dan wisata. Menurut Myers, setiap negara sebaiknya menetapkan 20 persen dari total hutan tropika, 10 persen dari total luasan savana dan 5 persen dari total ekosistem boreal yang dimilikinya sebagai kawasan yang dilindungi.17 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat adalah organisasi pelaksana tugas teknis di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri 15
Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Penghitungan Deforestasi Indonesia Tahun 2008, Badan Planologi Departemen Kehutanan, Jakarta, 2008, hal. 10 16 Op.Cit, hal. 40
commit to user Rato Firdaus Silamon, Pendekatan Bioregion Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi, dalam http://www.bimakab.go.id/file/bioregion.pdf 17
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 02/Menhut-II/2007 yang telah dirubah menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 51 /MenhutII/2009, tentang Organisasi dan tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, Balai Konservasi Sumber Daya Alam mempunyai tugas pokok sebagai penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru ( konservasi in-situ ), koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi ( konservasi ex-situ ) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat selanjutnya disebut dengan Balai KSDA Kalbar, diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola 13 (tiga belas) dari 17 (tujuh belas) kawasan konservasi, yang tersebar di seluruh Propinsi Kalimantan Barat. Ketiga belas kawasan tersebut terdiri dari 6 (enam) kawasan suaka alam selanjutnya disingkat dengan KSA dengan luas ± 358.287,8 ha dan 7 (tujuh) kawasan pelestarian alam selanjutnya disingkat dengan KPA dengan luas ± 240.539,3 ha. Secara keseluruhan luas kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar ± 598.827,1 Ha, dimana masing-masing kawasan menyimpan kekayaan habitat dan spesies termasuk flora dan fauna dilindungi serta memiliki beberapa tipe ekosistem yang unik.18 Tantangan terbesar saat ini, yang dihadapi oleh Balai KSDA Kalbar dalam pengelolaan 13 kawasan konservasi tersebut adalah semakin meningkatnya intensitas gangguan terhadap keutuhan kawasan, diantaranya perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA maupun KPA, seperti perburuan satwa liar yang dilindungi undangundangan, penyerobotan lahan, pembalakan liar (illegal logging) dan 18
Balai KSDA Kalimantan Barat, Informasi Kawasan Konservasi Kalimantan Barat Yang berada Dibawah pengelolaan Balai KSDA Kalimantan Barat, BKSDA Kalbar, Pontianak, commit to user 2008,hlm.1
8
perpustakaan.uns.ac.id
pertambangan dalam kawasan.
digilib.uns.ac.id
Sebagai contoh kasus yang terjadi pada
Kawasan Cagar Alam (CA) Mandor,19 saat ini kondisi kawasan konservasi yang sudah berumur ± 73 tahun tersebut dalam keadaan sangat memprihatinkan (rusak parah). Kawasan konservasi unik yang vegetasinya tersusun oleh hutan rawa gambut, hutan kerangas, dan hutan hujan dataran rendah, yang dominasi oleh beberapa jenis pohon seperti Meranti (Shorea spp), Rengas (Gluta renghas), Jelutung (Dyera costulata), Tengkawang (Shorea stenoptera), Ramin (Gonystylus bancanus) serta terdapat 15 jenis anggrek seperti Angrek Hitam (Cologyne pandurata), Angrek Kuping Gajah (Bulbophylum beccarii), Angrek Tebu (Gramotophyllum grama), Angrek Lilin Kecil (Cleisostom subulatum) Eria sp dan memiliki 8 jenis Nephentes serta berbagai jenis fauna dilindungi, seperti Beruang Madu (Herlactos malayanus), Kelempiau (Hylobates agilis), Rusa Sambar (Cervus unicolor), Burung Enggang (Buceros rhinoceros), Burung Ruai (Argusianus argus) dan lain sebagainya,20 telah berubah menjadi hamparan padang pasir, akibat aktivitas penambangan emas tanpa izin selanjutnya disingkat dengan PETI, serta semua vegetasinya telah rusak akibat aktivitas pembalakan liar (illegal logging). Upaya dengan menempatkan petugas, pendekatan kepada tokohtokoh masyarakat, melakukan upacara adat sampai tindakan represif yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar belum mampu menghentikan kegiatan illegal tersebut, malahan aktivitas illegal dalam kawasan CA.Mandor semakin lama semakin mengkhawatirkan (meningkat). Kenyataan ini tidak jauh berbeda dengan kondisi kawasan konservasi lainnya seperti Kawasan CA. Gunung Nyiut. Pada tahun 2007 PPNS Balai KSDA Kalbar telah melakukan proses hukum (penyidikan) terhadap 7 (tujuh) pelaku pembalakan liar (illegal logging) di dalam kawasan, namun 19
CA. Mandor adalah salah satu kawasan konservasi tertua di Kalimantan Barat, berjarak ± 90 km dari kota Pontianak. Ditetapkan sebagai kawasan cagar alam semenjak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda berdasarkan surat keputusan Het Zelfbestuur Van Het Landschap Pontianak, Nomor 8 tanggal 16 Maret 1936, yang disahkan oleh De Residen der Westafdeeling Van Borneo, tanggal 30 Maret 1936 dan Ordonansi Perlindungan 1941 (Natuurbeschermings ordonantie 1941). 20
to user Balai KSDA Kalimantan Barat,commit Op.Cit, hlm. 4
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap ketujuh pelaku tersebut hanya divonis penjara 4 bulan 15 hari dan denda sebesar Rp.500.000 - Rp. 1.000.000,- oleh Pengadilan Negeri Pontianak.21 Upaya penegakan hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan efek terhadap para pelaku lain, faktual belum memberikan pengaruh terhadap aktifitas illegal didalam kawasan CA.Gunung Nyiut karena sampai saat ini aktifitas illegal logging di dalam kawasan CA. Gunung Nyiut masih tetap berlangsung. Kondisi yang lebih memperihatikan adalah diterbitkannya Sertifikat Hak Milik atas sebidang tanah yang terdapat di dalam KPA (Hutan Wisata Baning) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sintang. 22 Berbagai bentuk ancaman tersebut diatas hampir terjadi disemua kawasan konservasi yang dikelola oleh BKSDA Kalimantan Barat. Pembalakan liar (illegal logging), PETI, penyerobotan lahan dan kegiatan lainya yang dilakukan dalam KSA-KPA, menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya selanjutnya disingkat dengan UU No.5 tahun 1990 termasuk dalam perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan. Dalam Pasal 19 Ayat (1) UU No.5 tahun 1990 dinyatakan “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam” 23 dan Pasal 33 Ayat (3) UU No.5 tahun 1990, dinyatakan “ Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman
21
Pengadilan Negeri Pontianak, Regitrasi Kasus Pidana Di PN. Pontianak Tahun 2007
22
Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sertpikat Hak Milik Nomor 1432 Tanggal 1 April 2003 An. Rostina; Sertipikat Hak Milik Nomor 1955 Tanggal 2 Maret 2008 An. Hermanto; dan Sertipikat Hak Milik Nomor 2052 Tanggall 8 Juni 2008 An. Pagan Riyadi, BPN Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. 23
Penjelasan Pasal 19 Ayat (1) UU No.5 tahun 1990, Yang dimaksud dengan perubahan terhadap keutuhan suaka alam adalah melakukan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, perburuan satwa yang berada dalam kawasan, dan memasukkan jenis-jenis bukan asli. Penjelasan lebih lanjut terhadap Pasal 19 Aya (1) UU No.5 tahun 1990 dapat dilihat dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan commit to user Pelestarian Alam
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam”. 24 Melakukan dengan sengaja kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, dalam ketentuan Pasal 40 ayat (5) UU No. 5 tahun 1990, dimasukan dalam kategori kejahatan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 sebagai landasan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekositemnya secara tegas menyatakan bahwa terhadap tindakan atau perbuatan tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan yang melanggar ketentuan tentang perlindungan tumbuhan dan dan satwa yang dilindungi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin lagi. Ternyata ancam pidana yang berat berupa pidana badan dan denda yang terdapat dalam UU No.5 tahun 1990, faktual belum signifikan memberikan perlindungan terhadap keutuhan kawasan konservasi dan menimbulkan efek jera terhadap para pelaku kejahatan dibidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selanjutnya disingkat dengan KSDAH&E khususnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSAKPA, yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar. Gambaran keterpurukan penegakan hukum di bidang KSDAH&E menunjukan adanya sesuatu yang harus dibenahi pada penegakan hukum secara luas. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, melihat kenyataan semakin tingginya intensitas ancaman dan masih rendahnya kepedulian masyarakat terhadap keberadaan KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh dalam bentuk Tesis, dengan judul “Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang commit to user Penjelasan Pasal 33 Ayat (3) UU No.5 tahun 1990 sama dengan penjelasan Pasal 19 Ayat (1) UU No.5 tahun 1990 24
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Terhadap Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat ”.
B.
Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, perumusan masalah yang akan diteliti lebih lanjut adalah : a)
Bagaimana Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat ?
b)
Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
dalam
mengatasi
perbuatan
yang
dapat
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat ? c)
Bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Kalimantan Barat?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum a)
Untuk mengetahui Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat.
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
b)
Untuk
digilib.uns.ac.id
mengetahui
faktor
pendukung
dan
penghambat
Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat. c)
Untuk mengetahui upaya yang seharusnya dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Kalimantan Barat.
2.
Tujuan Khusus Untuk mememenuhi persyaratan mendapatkan gelar Magister dalam Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pidana Ekonomi pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D.
Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum pidana ekonomi dalam bentuk penelitian Tesis, terutama mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
terhadap
perbuatan
yang
dapat
mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat.
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap pemecahan berbagai masalah dalam penegakan hukum yang terkait dengan Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Propinsi Kalimantan Barat, khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan (Kementerian Kehutanan).
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KERANGKA TEORITIK
A.
Landasan Teori 1.
Arti dan Pengertian Implementasi Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, Implementasi berarti : 1) pelaksanaan, 2) penerapan.
1
Daniel A Masmanian dan Paul A.
Sabatier, menjelaskan bahwa makna implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Lebih lanjut Mazmanian dan Sebatier, menjelaskan pengertian implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan bidang peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung melalui sejumlah tahapan tetentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan atau instansi pelaksana, kesediaan dilaksanakannya
keputusan-keputusan
tersebut
oleh
kelompok-
kelompok sasaran, dampak nyata baik yang dikehendaki atau yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan dan akhirnya perbaikanperbaikan penting atau upaya untuk melaksanakan perbaikanperbaikan terhadap undang-undang atau peraturan-peraturan yang bersangkutan. 2
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Keempat, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 427
commit to user
2
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm.65
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Van Meter dan Van Horn merumuskan proses implementasi sebagai “those action by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of abjectives set forth in prior policy decisions” tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).3 Berdasarkan pendapat tersebut diatas, maka implementasi mempunyai penekanan yang sama dengan arti kebijakan yaitu, suatu rangkaian tindakan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang ada setelah sebelumnya ada pilihan keputusan dari berbagai alternatif yang ada. Selain itu proses implementasi kebijakan tidak hanya
menyangkut
perilaku
badan-badan
administratif
yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Suatu
Implementasi
tentunya
mempunyai
tujuan
untuk
memperoleh keberhasilan. Implementasi program dikatakan berhasil jika memenuhi berbagai kreteria. Menurut Nakamura ada 5 (lima) kreteria keberhasilan suatu implementasi yaitu : 4
3
a)
pencapaian tujuan program/berhasil
b)
effesiensi
c)
kepuasan kelompok sasaran
d)
daya tanggap klien
e)
sistem pemeliharaan
Ibid,hlm.43
commit to user
4
Nakamura, dikutip dari Solichin Abdul Wahab, op.cit. hlm.63
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam implementasi program khususnya yang melibatkan banyak organisasi pemerintah, sebenarnya dapat dilihat dari 3(tiga) sudut pandang, yakni : 1) pemrakarsa kebijakan atau pembuat kebijakan; 2) pejabat-pejabat pelaksana dilapangan; 3) aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintah kepada siapapun program yang ditujukan, yakni kelompok sasaran atau target group.5
2.
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have) secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt
yang
mengemukakan
merupakan
orang
tentang konsep
Amerika
konservasi.
pertama
yang
Konservasi
dalam
pengertian sekarang sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana). 6 Menurut Rijksen, konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.7. Pengertian Konservasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemeliharaan dan perlindungan
5
Loc.Cit
6
Rato Firdaus Silamon, Pendekatan Bioregion Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi, dalam http://www.bimakab.go.id/file/bioregion.pdf 7
Widada, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Upaya Pengelolaan Taman nasional Gunung Hlmimun, dalam file:///F:/File%20KSDA%20dan%20info%20terbaru/widada%20sejaran%20KSDA%201.htm commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan, pengawetan dan pelestarian.8 Dalam Biology Dictionary, Konservasi (Conservation) diartikan sebagai : 9 a.
b.
c.
d.
e.
efficiency of energy use, production, transmission, or distribution that results in a decrease of energy consumption while providing the same level of service (Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya.) The preservation and careful management of the environment and of natural resources. (Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam (physics) the maintenance of a certain quantities unchanged during chemical reactions or physical transformations. ( (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau transformasi fisik). The long term preservation and protection of the environment, (Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan) ensuring that the natural habitat of an area can be maintained while genetic Diversity of a species can remain by sustaining its natural environment. (Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya). Menurut Piagam Burra 1981, Konservasi adalah segenap proses
pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan yang mencakup “preservasi, restorasi, rekonstruksi dan revitalisasi”.10
8
Departemen Pendidikan Nasional, op.cit, hlm. 589
9
Dictionary Biology online dalam http//www.biology-online.org/dictionary /conservation
10
Piagam Burra dalam http://www.international.icomos.org/burra 1999_indonesia.pdf
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hermawan mengutip beberapa difinisi dan batasan konservasi, sebagai berikut :11 1.
2. 3.
4.
Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral, organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi -generasi yang akan datang. Sumber daya alam mencakup pengertian yang sangat luas dan
komplek. Semua lingkungan hidup yang dapat dimanfaatkan manusia, seperti tanah, air, udara, flora, fauna, mineral dan energi, adalah sumber daya alam. Menurut Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem Purdom dan Anderson, menyatakan sumber daya alam dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia 12 atau “bagian” dari lingkungan alam yang dapat
digunakan
hidupnya.
13
manusia
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
Secara operasional menurut Soerianegara sumber daya
alam adalah sebagai “unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun 11
Hermawan. Pengertian Konservasi. /yVIwmqRl/PENGERTIAN%20KONSERVASI .doc
dalam
elisa.ugm.ac.id/files/t3hermawan
12
Purdom, Anderson, ,Environmental Science:Managing The Environment, dikutip dari Endang Nugraheni, Pengelolaan Sumber daya Alam, Edisi kedua Cetakan Pertama, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, hlm. 5.2
commit to user
13
Owen, Natural Resource Conservation, dikutip dari Endang Nugraheni, loc.cit
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hayati, yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan kesejahteraannya.14 Sumber daya alam terbentuk karena adanya kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral, lingkungan/landscape, panas bumi dan gas bumi, angin, dan pasang surut/arus laut. Berdasarkan kemampuannya untuk memperbaharui diri sesudah mengalami suatu gangguan, maka sumber daya alam dibagi kedalam 2 golongan, yaitu : 1) sumber daya alam yang dapat pulih seperti hutan dan perikanan dan 2) sumber daya alam yang tak dapat pulih seperti mineral, minyak bumi, gas bumi dan lain-lain.15 Menurut
Endang
Nugraheni,
Sumber
daya
alam
dapat
diklasifikasikan berdasarkan : 16 a.
b.
c.
14
Berdasarkan sifatnya, sumber daya alam dapat dibedakan sebagai sumber daya alam fisik dan sumber daya alam hayati. Contoh sumber daya alam fisik antara lain tanah, air dan udara. Sedangkan sumber daya alam hayati hayati antara lain hutan, padang rumput, tanaman pertanian, perkebunan, margasatwa, populasi ikan dan lain sebagainya. Berdasarkan macam habitat atau substratus, sumber daya alam dibedakan menjadi sumber daya alam teresterial dan akuatik. Sumber daya alam teresterial sebagaimana namanya adalah sumber daya alam yang ada didarat, seperti hutan, padang rumput, pertanian dan lain-lain. Sumber daya akuatik meluputi sumber daya alam yang ada diperairan, seperti terumbu karang, padang lamun, dan ikan. Sumber daya alam berdasarkan kemungkinan pemulihannya adalah : 1) sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable atau flaw resources), seperti tanah, air, hutan dan padang rumput; b) sumber daya alam yang tak dapat dipulihkan (non-renewable atau stock resources) seperti minyak bumi, batu bara, gas alam, biji logam dll; c) sumber daya alam yang tak akan habis (continuous resorces), seperti energi matahari, pasang surut, udara, dan air dalam siklus hidrologi.
Soerianegara, Pengelolaan Sumber Daya Alam, dikutip dari Endang Nugraheni, loc.cit
15
Adi Winata, Pengertian Konservasi dan Ruang Lingkup Sumber Daya, Edisi kedua, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, hlm. 1.13-1.14
commit to user
16
Endang Nugraheni, op.cit, hlm. 5.3-5.5
20
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
Sumber daya alam berdasarkan karakteristiknya, 17 dapat dikelompokan menjadi sumber daya alam yang tak akan habis (inexhaustible) dan yang dapat habis (exhaustible). Sumber daya alam yang inexhaustible dibagi lagi menjadi; 1) sumber daya alam yang tak berubah (immutable), yaitu yang keberadaannya tidak dapat diubah lagi seperti energi atom, energi kosmik dari jagat raya, dan 2) sumber daya yang dapat berubah (misusable), yaitu sumber daya alam yang tak akan habis namun kualitas dan manfaatnya dapat berubah apabila terjadi salah pengelolaan oleh manusia, seperti atmosfer, lautan, sumber daya air dalam silkus hidroligi seperti tenaga air dari sumngai yang mengalir. Sumber daya alam exhaustible sebagai sumber daya alam yang dapat habis, dikategorikan sebagai sumber daya alam yang dapat dikelola (maintainable) dan sumber daya alam yang tak dapat dikelola (non- maintainable). Sumber daya alam yang dapat dikelola dapat dibagi lagi menjadi; a) sumber daya alam yang terbarui (renewable) dan sumber daya alam tak terbarui (non-renewable). Adapun sumber daya alam yang tak dapat dikelola (non-maintainable, dapat dibagi menjadi; a) sumber daya yang dapat didaur ulang (reusable) seperti intan, emas, perak, timah, aluminium dan lain-lain dan b) sumber daya yang tak dapat didaur ulang seperti jenis bahan bakar fosil, dan mineral non logam(tanah liat,pasir, garam,fosfat dll). Kegiatan konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan,
kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melestarikan lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 18 Dalam Pasal 1 UU No. 5 tahun 1990, terdapat bebeberapa pengertian yang berhubungan dengan konservasi yaitu : 1.
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
17
Owen, Natural Resource Conservation dikutip dari Endang Nugraheni, op.cit, hlm. 5.4-
18
Keppres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 1 angka 1
5.5
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
2.
3.
4. 5. 6. 7.
8. 9.
10.
11.
12.
13.
14.
digilib.uns.ac.id
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
15.
16.
digilib.uns.ac.id
Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Sumber daya alam hayati Indonesia sebagian besar terdiri dari
hutan. Menurut Koenadi Hardjasoemantri, hutan bagi manusia mempunyai dua fungsi pokok, yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.19 Sebagai fungsi ekologis, hutan mengisap karbon dari udara dan mengembalikan oksigen bersih kepada manusia. Hutan juga menyaring udara kotor akibat pencemaran kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik, maka hilangnya hutan berarti udara bumi menjadi semakin panas. Hutan juga sebagai tempat hidup berbagai macam tumbuhan, hewan dan jasad renik lainnya. Sebagai fungsi ekonomis, manusia telah memanfaatkan hutan dari generasi ke generasi. Pemanfaatan yang dikenal manusia dari hutan adalah pengambilan hasil hutan, terutama kayu (penghasil devisa negara). Bahkan bagi masyarakat tertentu hutan adalah seluruh kehidupan sebagai tempat tinggal dan tempat pencari nafkah. Dengan anugerah potensi sumber daya alam yang begitu besar sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bukan berarti potensi sumber daya alam dan lingkungan tanpa batas. Jika laju pertumbuhan penduduk yang besar tidak dapat lagi dikendalikan, maka lahan pertanian, laut dan hutan yang ada tidak akan mampu untuk mendukung kehidupan yang lebih baik karena persedian sumberdaya alam yang ada akan terus berkurang karena pemanfaatan secara berlebihan.
19
commit Koesnadi Hardjasoemantri, op.cit, hlm.3 to
23
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Sumardja, apabila dikelompokan berdasarkan fungsinya dan peruntukan kawasan konservasi sumber daya alam diwujudkan dalam bentuk kawasan-kawasan sebagai berikut :20 a.
Hutan Lindung.
b.
Suaka Alam yang terdiri atas Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
c.
Hutan Wisata yang terdiri dari Taman Wisata dan taman buru.
d.
Taman nasional. Adapun peranan kawasan konservasi dalam pembangunan
menurut Sumardja meliputi :21 a.
Penyelamat Usaha Pembangunan dan Hasil Pembangunan Kawasan Konservasi terutama hutan lindung yang memiliki fungsi pengaturan tata air sangat besar peranannya dalam memberikan suplai air yang berkesenambungan kepada sistem irigasi. Irigasi dapat berjalan dengan baik apabila tata ait berjalan baik dengan adanya hutan lindung. Peningkatan produksi pertanian tidak akan tercapai apabila tidak ada irigari yang berfungsi dengan baik. Selain itu hutan lindung dapat mencegah terjadinya banjir di daerah-daerah yang dipengaruhinya. banjir akan dapat merusak dan bahkan menghancurkan hasil-hasil pembangumnan.
b.
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional merupakan tempat yang terbuka untuk penelitian dan pendidikan. banyak pengetahuan tentang rahasia alam, tumbuhan, maupun satwa yang berguna bagi manusia perlu digali dari alam yang masih utuh. Apabila kawasan-kawasan ini rusak, maka pengembangan ilmu pengetahuan terhambat.
c.
Pengembangan Kepariwisataan dan peningkatan Devisa Taman wisata serta taman nasional memberikan sumbangan bagi pembangunan kepariwisataan. Beberapa taman nasional telah banyak menarik perhatian wisatawan asing untuk datang ke Indonesia. Daya tarik taman nasional dan taman wisata yang
20
Sumardja, Pemanfaatan Sumber Hayati Secara Berkelanjutan, dikutip dari Adi Winata, Konservasi Sumber daya Alam, op.cit, hlm. 2.3 21
Ibid, hlm. 2.4-2.5
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khas seperti keunikan dan keindahan alam, kekhasan satwa dan bentang alamnya merupa objek wisata yang sulit dijumpai ditempat lain. keadaan alam yang unik ini hanya dapat disaksikan di objek wisata tersebut, hal ini menimbulkan kebanggaan tersendri bagi wisatawan asing. Kedatangan wisatawan asing ketaman-taman nasional dan taman-taman wisata ini memberikan sumbangan yang berarti bagi pemasukan devisa dan menimbulkan mata pencarian baru bagi masyarakat. d.
Pendukung Pembangunan Bidang Pertanian Pertanian pada prinsipnya adalah usaha budi daya flora dan fauna. Kecenderungan dalam bidang pertanian masa datang adalah mengusahakan jenis tanaman dan ternak yang mempunyai sifat unggul. Ini hanya dapat diusahakan dari perkawinan silang antara jenis-jenis yang sudah dibudidayakan dengan jenis-jenis masih liar. Jenis-jenis liar didalam kawasan konservasi menjadi alternatif untuk keperluan ini. Tanpa adanya kawasan konservasi, pengembangan pertanian akan terhambat.
e.
Keseimbangan Lingkungan Alam Keberadaan kawasan konservasi membantu memelihara keseimbangan dari suatu ekosistem pada areal yang luas disekitarnya. kawasan konservasi menghasilkan populasi burung yang dapat mengendalikan serangga dan hama ternak di areal pertanian. Kelelawar, burung, dan lebah yang hinggap dan berkembang biak dikawasan konservasi mempunyai areal jelajah yang jauh membantu penyerbukan tanaman buah-buhan khususnya, da tanaman pertanian pada umumnya. Hal in juga akan mendukung keberhasilan pertanian dan mengurangi keracunan akan akibat penggunaaan bahan-bahan kimia pemberantas hama.
f.
Manfaat bagi Manusia Hidup manusia sangat tergantung kepada keberadaan fauna dan flora. Konservasi dalam hal ini dimaksudkan agar pemanfaatan fauna dan flora serta habitanya tetap berorientasi kepada kepentingan manusia generasi berikutnya. Konservasi berarti suatu jaminan terhadap pemenuhan keperluan manusia yang terus-menerus akan fauna dan flora sebagai bahan sandang, papan dan pangan.
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing- masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Oleh karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat. Unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem. Dalam rangka menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat berlangsung
dengan
cara
sebaik-baiknya,
sehingga
mampu
mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 sebagai pedoman dalam pengelolaan, pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistenya. Pelaksanaan
konservasi
sumber
daya
alam
hayati
dan
ekosistemnya dalam UU No. 5 tahun 1990 berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang dengan tujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 tahun 1990, kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan commit to user :
26
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan, adalah merupakan suatu sistem yang terdiri dari proses yang berkait satu dengan lainnya dan saling mempengaruhi, yang apabila terputus akan mempengaruhi kehidupan. Perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain.
b.
Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta Ekosistemnya, adalah usaha untuk menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan aslinya, dengan tujuan agar masing-masing unsur dapat berfungsi dalam alam dan agar senantiasa
siap
untuk
sewaktu-waktu
dimanfaatkan
bagi
kesejahteraan manusia. Upaya Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilaksanakan di dalam kawasan suaka alam (konservasi in-situ) ataupun di luar kawasan suaka alam (konservasi ex-situ) c.
Pemanfaatan Secara Lestari Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, adalah usaha pengendalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa mendatang. Dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya tidak menyebutkan istilah kawasan konservasi secara khusus, tetapi menggunakan istilah KSA (Kawasan Suaka Alam, Pasal 1 angka 9) dan KPA (Kawasan Pelestarian Alam, Pasal 1 angka 13). Kemudian di dalam SK Dirjen Pelestarian Hutan dan Perlindungan Alam (PHPA) No. 129 Tahun 1996 (Direktorat commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jenderal PHPA kini telah berubah menjadi Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam / PHKA ), istilah kawasan konservasi didefinisikan sebagai kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung". Berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 41 tahun 1999, berdasarkan fungsinya hutan dapat dibagi atas : 1) Kawasan Hutan Konservasi, a. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. b. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. c. Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu 2) Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.fungsi lindung, 3) Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Dalam Pasal 14 UU No. 5 tahun 1990, dinyatakan bahwa kawasan suaka alam terdiri dari: a) cagar alam dan b) suaka marga satwa. Adapun fungsi dari kawasan suaka alam menurut Pasal 15 adalah sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
beserta
ekosistemnya,
juga
berfungsi
sebagai
wilayah
perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kawasan pelestarian alam, menurut Pasal 29 terdiri dari: a) taman nasional; b) taman hutan raya; dan c) taman wisata alam. Dalam Pasal 30 dinyatakan, fungsi kawasan pelestarian alam adalah sebagai commit to user perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam melakukan pengelolaan terhadap kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 tahun 1990, dimana setiap kegiatan yang dilakukan di dalam KSA-KPA, tidak boleh menyebakan terjadinya perubahan terhadap keutuhan kawasan. Adapun Ketentuan Pidana dalam UU No. 5 tahun 1990, khususnya terhadap
larang melakukan
perbuatan
yang dapat
menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA diatur dalam Pasal 19, dan Pasal 33. Adapun sanksi pidananya diatur dalam Pasal 40. Sedangkan jenis pidana yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1990, ada 3 (tiga) bentuk yaitu pidana penjara , pidana denda, serta pidana rampasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24. Uraian tentang ketentuan pidana dan sanksinya terhadap kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, dalam UU No. 5 tahun 1990 adalah sebagai berikut : Pertama , Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam (Pasal 19 Ayat (1). Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan Pasal 40 ayat (1) yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Penjelasan Pasal 19 ayat (1), Yang dimaksud dengan perubahan terhadap keutuhan suaka alam adalah melakukan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, perburuan satwa yang berada dalam kawasan, dan memasukkan jenis-jenis bukan asli. Dalam Pasal 19 Ayat (2) dinyatakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan commit to user satwa di dalam suaka margasatwa
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam ketentuan Pasal 40 ayat (3), Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Kedua, Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional (Pasal 33 Ayat (1). Pelanggara terhadap ketentuan ini diancam dengan Pasal 40 ayat (1), yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Penjelasan Pasal 33 Ayat (1) lihat penjelasan Pasal 19 Ayat (1). Dalam Pasal 33 Ayat (2), Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Ketiga, Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam (Pasal 33 Ayat (3). Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan Pasal 40 Ayat (2), yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).. Penjelasan pasal 33 Ayat (3) ini adalah cukup jelas. Dari uraian rumusan pidana dan sanksi yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1990 tersebut, maka unsur-unsur yang dapat dijadikan dasar untuk menegakan hukum terhadap pelaku perbuatan yang dapat commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 19 dan Pasal 33, adalah sebagai beriku : a.
Melakukan
perusakan
terhadap
keutuhan
kawasan
dan
ekosistemnya; b.
Melakukan perburuan satwa yang berada dalam kawasan
c.
Memasukkan jenis-jenis bukan asli.
d.
mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional. Uraian lebih lanjut tentang pengertian kegiatan yang dapat
mengakibatkan perubahan keutuhan KSA-KPA,
dijelaskan dalam
Pasal 19 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam selanjutnya disingkat dengan PP No. 68 tahun 1998, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 5 tahun 1990, dinyatakan yang termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan KSA, adalah : a.
melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan;
b.
memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan;
c.
memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan;
d.
menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan; atau
e.
mengubah
bentang
alam
kawasan
yang
mengusik
atau
mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa. Dalam ketentuan Pasal 19 Ayat (3), kegiatan dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melaksanakan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan
keutuhan
perbuatan : commit to user
31
KSA,
apabila
melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan; atau
b.
membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut,menebang,
membelah,
merusak,
berburu,
memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan. Adapun ketentuan Pasal 44 Ayat (2), PP No. 68 tahun 1998, menyatakan menyatakan, yang termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Nasional atau Taman Hutan Raya, adalah: a.
merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistemnya;
b.
merusak keindahan alam dan gejala alam;
c.
mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;
d.
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Pasal 44 ayat (3), dinyatakan suatu kegiatan dapat dianggap
sebagai
tindakan
permulaan
melakukan kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), apabila melakukan perbuatan : a.
memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan;
b.
membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap,berburu,
menebang,merusak,memusnahkan
dan
mengangkut sumber daya alam ke dan dari dalam kawasan. Adapun dalam Pasal 46 Ayat (2) PP No. 68 tahun 1998, dinyatakan yang termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Wisata Alam adalah: a)
berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagianbagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta commit to user memusnahkan sumber daya alam di dalam kawasan; 32
perpustakaan.uns.ac.id
b)
digilib.uns.ac.id
melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan;
c)
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Terhadap setiap pelanggaran sebagaiman yang terdapat dalam
ketentuan Pasal 19 dan Pasal 33 tersebut diatas, dapat dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan dan Penyidik Kepolisian RI sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU No. 5 tahun 1990. Adapun kewenangan PPNS Kehutanan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang KSDAH&E adalah : a.
melakukan
pemeriksanaan
atas
laporan
atau
keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; b.
melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c.
memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam;
d.
melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
e.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
f.
membuat dan menandatangani berita acara;
g.
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
Penyidik
digilib.uns.ac.id
Pegawai
Negeri
Sipil
(PPNS)
Kehutanan,
memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 4.
Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Melakukan dengan sengaja kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan plestarian alam, dalam ketentuan Pasal 40 ayat (5) UU No. 5 tahun 1990, dimasukan dalam kategori kejahatan. Kejahatan atau tindak kriminil merupakan salah satu bentuk “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individu maupun ketegangan-ketegangan sosial dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian kejahatan disamping merupakan masalah kemanusiaan, ia juga merupakan masalah sosial. 22 Terhadap masalah kemanusian dan masalah kemasyarakatan yang tertua ini terlalu banyak usaha-usaha penanggulangan yang dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu usaha pencegahan dan pengendalian kejahatan ini ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.23
22
Saparinah Sadli, Persepsi sosial mengenai perilaku menyimpang, dikutip dari Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan ke-2, P.T. Alumni, Bandung, 1998, hlm.148 23
Loc.Cit
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana (sarana penal), sebagai salah satu upaya dalam mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum (criminal policy). Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari “kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial” (social-welfare policy) dan “kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat” (social-defence policy).24 Menurut Sodarto, dalam menghadapi masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut : 25 a.
b.
c. d.
penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata materil dan sprituil berdasarkan Pancasila; perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak dikehendaki” yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materil dan sprituil) atas masyarakat; penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil”. (cost-benefit principle); penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kepastian atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan bebas tugas (overbelasting). Ted Honderich berpendapat, bahwa suatu pidana dapat disebut
sebagai alat mencegah yang ekonomis (economical deterrents) apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 26 a. b.
pidana itu sungguh-sungguh mencegah; pidana tersebut tidak menyebabkan timbulnya keadaan yang lebih berbahaya/merugikan daripada yang akan terjadi apabila pidana itu tidak dikenakan;
24
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.73 25
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, dikutip dari Muladi dan Barda Nawawi, op.cit, hlm.
144 26
commit userdan barda nawawi Arif, op.cit, hlm. 165 Ted Honderich, Punishment, dikutip dari to Muladi
35
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
tidak ada pidana lain yang dapat mencegah secara efektif dengan bahaya/kerugian yang lebih kecil. Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan (hukum) pidana
merupakan cara yang paling tua, setua peradaman manusia itu sendiri. Dilihat
sebagai
suatu
masalah
kebijakan,
maka
ada
yang
mempermasalahkan apakah perlu kejahatan itu ditanggulangi, dicegah atau dikendalikan, dengan menggunakan sanksi pidana. Ada sementara pendapat bahwa terhadap pelaku kejahatan atau para pelanggar hukum pada umumnya tidak perlu dikenakan pidana karena pidana merupakan “peninggalan dari kebiadaban masa lalu” (a vestige of our savage past) yang seharusnya dihindari. 27 Sebagai suatu masalah yang termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan (hukum) pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan.28 Philippe Nonet dan Philip Selznick tidak berpendapat bahwa penggunaan hukum merupakan suatu alat untuk mencapai sasaransasaran yang ditetapkan secara sewenang-wenang, tetapi hukum yang mengarah perwujudan nilai-nilai, pada dasarnya terkandung dalam cita-cita dan kehendak politik, kehendak yuridis dari seluruh masyarakat.29 Usaha-usaha
yang
rasional
untuk
mengendalikan
atau
menanggulangi kejahatan (politik kriminil) tidak hanya dengan menggunakan sarana “penal” (hukum pidana), tetapi dapat juga dengan menggunakan sarana-sarana ‘non-penal”. Tujuan utama dari usahausaha non-penal itu adalah memperbaiki kondisi-kondis sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminal, 27
H.L. Packer, The Limits of Criminal Sanction, dikutip dari Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm. 150 28
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hlm. 149
29
Saifullah, Hukum Lingkungan; Paradikma kebijakan Kriminal di Bidang Konservasi commit userMalang, 2007, hlm.81 Keanekaragaman Hayati, Cetakan I, UIN Malangto Press,
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keseluruhan kegiatan preventif yang non-penal itu sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci, yang
harus
diintensifkan
dan
diefektifkan.
Kegagalan
dalam
menggarap posisi strategis itu justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulanga kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminil harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif yang non-penal itu kedalam suatu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu.30 Usaha-usaha non-penal ini misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembankan tanggung jawab sosial warga masyarakat; pendidikan moral, agama dan sebagainya; peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secar kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainnya.31 Upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana penal (repersif) dan sarana non-penal (preventif) tersebut diatas, digambarkan oleh G. Peter Hoefnagels dalam bentuk skema sebagai berikut :32
30
Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cii, hlm. 158
31
Ibid, hlm.159
user G. Peter Hoefnagels, The Othercommit Side of to Criminology, dikutip dari Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hlm. 74 32
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
social-welfare policy
Social Policy
GOAL SW/SD social-difence policy - Formulasi PENAL
- Aplikasi - Eksekusi
criminal policy NON-PENAL
Keterangan Skema e. Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) harus menunjang tujuan (goal), “social welfare” (SW) dan “social defence”(SD) Aspek “social welfare” (SW) dan “social defence”(SD) yang sangat penting adalah aspek kesejahteraan/perlindungan masyarakat yang bersifat IMMATERIEL, terutama nilai kepercayaan, kebenaran/kejujuran/keadilan. f. Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) harus dilakukan dengan “pendekatan integral”; adanya keseimbangan antara “penal” dana non-penal”. Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis melalui sarana “non-penal” karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan “penal” mempunyai KETERBATASAN/KELEMAHAN (yaitu bersifat fragmentaris / simplistik / tidak struktural-fungsional; simptomatik / tidak kausatif / tidak eliminatif; individualistik atau “offender-oriented/tidak victim-oriented; lebih bersifat represif / tidak preventif; harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi); g. Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) dengan sarana “penal” merupakan “penal policy” atau “penal-law enforcement policy” yang fungsionalisasinya/operasionalisasinya melalui beberapa tahap : 1) formulasi (kebijakan legislatif) 2) aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial) 3) eksikusi (kebijakan eksekutif/administratif) Dengan adanya tahap “formulasi”, maka upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) bukan hanya tugas aparat penegak hukum/penerap commithukum, to user tetapi juga tugas aparat pembuat hukum (aparat legislatif); bahkan kebijakan legislatif merupakan 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahap “paling strategis” dari upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan melalui “penal policy”. Oleh karena itu. kesalahan/kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategi yang dapat menjadi penghambat upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) pada tahap aplikasi dan eksekusi. 5.
Teori Bekerjanya Hukum Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan
petunjuk-petunjuk
tingkah
laku.
Hukum
merupakan
pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan. Tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat, adalah diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adanya nilai-nilai yang berbeda tersebut maka penilaian mengenai keabsahan hukum pun bisa bermacam-macam.33 Melakukan
kegiatan
dibidang
hukum
adalah
melakukan
tindakan-tindakan yang bermacam-macam, seperti pembuatan dan penerapan hukum. Apapun juga tindakan dan perbuatan itu, semua merupakan ekspresi akal pikiran manusia. Oleh karena keadaan yang demikian itu maka semua usaha dan kegiatan itupun peka dan terbuka terhadap pengukuran dari sudut prinsip-prinsip berfikir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan dan penerapan hukum dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan (justiabelen) maupun golongan-golongan lain didalam masyarakat.34
33
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan Keenam. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2006, hlm 18-19 34
Soerjono Soekanto, Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi, Remaja Karya, Bandung, commit to user 1985, hlm.119
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tentang berlakunya hukum dibedakan atas tiga hal yaitu berlakunya secara filosofis, yuridis dan sosiologis, yang intinya adalah effektifitas hukum. Studi efektifitas hukum merupakan suatu kegiatan yang memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum, yaitu suatu perbandingan antara realitas hukum dan ideal hukum, secara khusus terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan (law ini action) dengan hukum dalam teori (law in theory) atau dengan kata lain, kegiatan ini akan memperlihatkan kaitan antara law in book dan law in action.35 Menurut Radburch, nilai-nilai dasar dari hukum meliputi keadilan, kegunaan (zweckmasziqkeif) dan kepastian hukum. Sekalipun ketiga-tiganya itu merupakan nilai dasar dari hukum namun diantara mereka terdapat suatu Spannunghsverhaltnis, yaitu suatu ketegangan antara satu sama lain. Keadaan yang demikian itu dapat dimengerti, kerena ketiga-tiganya berisikan tuntutan yang berlain-lainan dan yang satu sama lainnya mengandung potensi untuk bertentangan. Apa yang sudah dinilai sah atas dasar persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu peraturan, bisa dinilai tidak sah dari segi kegunaannya bagi masyarakat.36 Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok penegakan hukum sebenarnya
terletak
pada
faktor-faktor
yang
mungkin
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 37 1)
Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang);
35
Soleman B Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum Dalam Masyarakat. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 1993, hlm.47-48 36
Radburch, Einfuhrung in Die Rechtswissenschaft, dikutip dari Satjipto Rahardjo, op.cit,
hlm.19
to Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. commit 8
37
40
user
perpustakaan.uns.ac.id
2) 3) 4) 5)
digilib.uns.ac.id
Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan Faktor Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh
karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian , maka kelima faktor tersebut akan dibahas disini a.
Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang);38 Undang-Undang diartikan dengan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif (mencapai tujuannya, sehingga efektif). Asas-asat tersebut antara lain : 1) Undang-undang tidak boleh berlaku surut; 2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi; 3) Undang-undang
yang
bersifat
khusus
menyampingkan
undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatannya sama. 4) Undang-undang
yang
berlaku
belakang,
membatalkan
undang-undang yang berlaku terdahulu; 5) Undang-undang tidak dapat diganggu-gugat; 6) Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun pembaharuan (inovasi). commit to user 38
Ibid, hlm. 12-13
41
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Penegak Hukum, 39 Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance, yaitu yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peran (role accupant). Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut : 1) peranan yang ideal (ideal role) 2) peranan yang seharusnya (expected role) 3) peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role) 4) peranan yang sebenarnya dilakukan Seorang penegak hukum, sebagaiman halnya dengan warga-warga lainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antara pelbagai kedudukan dan peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of rules). Kalau dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dilakukan atau peranan aktual, maka terjadi suatu kesenjangan (role-distance).
c.
Faktor Sarana atau Fasilitas, 40
39
Ibid, hlm.19-35
40
Ibid, hlm.37
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. d.
Faktor Masyarakat, 41 Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat
Indonesia
pada
khususnya,
mempunyai
pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Dari sekian banyak pengertian yang diberikan pada hukum, terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum tersebut,yang menurut pendapatnya menupakan pencerminan dari hukum sebagai struktur maupun proses. e.
Faktor Kebudayaan 42 Sebagai
suatu
sistem
(atau
subsistem
dari
sistem
kemasyarakatan), maka hukum mencakup, struktur, substansi dan kebudayaan.
43
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya
mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai41
Ibid, hlm. 45-46
42
Ibidt, hlm.59-67
43
commit user dari Soerjono Soekanto, op.cit, hlm.59 Lawrence M. Friedman, Law and Society,todikutip
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang anggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Suatu sistem hukum adalah kesatuan dari “peraturan-peraturan primer” dan “peraturan-peraturan sekunder.” Peraturan primer adalah norma-norma perilaku; peraturan sekunder adalah norma mengenai norma-norma ini seperti bagaimana memutuskan apakah semua itu valit, bagaimana memberlakukannya dll.44 Friedman mengemungkan tentang tiga unsur sistem hukum (there elements of legal system). Ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut, yaitu :45
a.
Struktur hukum (legal structure)
b.
Substansi hukum (legal Substance) / Peraturan-peraturan
c.
Kultur Hukum (legal Culture) Menurut Friedman komponen struktur (legal structure) yaitu
kelembagaaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai fungsi dalam rangka mendukung berkerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap pengarapan bahan-bahan hukum secara teratur. Struktur sebuah sistema adalah kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut. Komponen substansi (legal Substance) tersusun dari peraturan-
44
Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System A Social Science Perspective), Penerjemah M.Khozim, Cetakan I, Penerbit Nusa Media, Bandung,2009, hlm.16 45
Ibid, hlm.12-19
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
peraturan dan ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana institusiinstitusi itu harus berperilaku .46 Menurut Esmi Warasih substansi hukum adalah aturan, norma dan pola perilaku yang nyata manusia yang berada dalam sistem hukum itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substasi juga mencakup living law (hukum yang hidup), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law in books. Komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusankeputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.47 Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial. Kultur hukum mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum seperti adat kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarahkan kekuatan-kekuatan sosial menuju atau menjauh dari hukum dan dengan cara-cara tertentu.48 Output hukum adalah apa yang dihasilkan oleh sistem hukum sebagai respon atas tuntutan sosial. Pada taraf yang paling umum, sistem hukum memiliki fungsi untuk mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang baik menurut masyarakat. Alokasi ini, yang tertanam dengan pemahaman akal kebenaran, adalah apa yang umumnya disebut sebagai keadilan.49 Bagi sebagian orang atau banyak orang
sistem
hukum
secara
keseluruhan
mungkin
kelihatan
menghasilkan ketidak adilan. Masyarakat terstratifikasi, dan sistem hukum mendukung startifikasi tersebut. bagi mereka yang merasa
46
Ibid, hlm.16
47
Esmi Warasih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologi. PT. Suryandaru. Semarang, 2005, hlm. 105 48
Lawrence M. Friedman, Op.Cit, hal.17
49
Ibid, hlm.19
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa startifikasi adalah “tidak adil”, sistem hukum pasti terlihat sebagi induk dari ketidak adilan tersebut.50 Paul dan Dias mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu : 51 1) 2) 3) 4)
5)
Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu ditangkap dan dipahami Luas tidaknya kalangan didalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan. Effesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalagan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif. Menurut Lon Fuller, agar hukum yang dibuat dapat mewujudkan
tujuan yang telah diputuskan, maka para pembuat hukum harus memperhatikan “delapan prinsip legalitas” (Principles of legality), dalam membuat hukum, yaitu : 52 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
50
Harus ada peraturannya terlebih dahulu Peraturan itu harus diumumkan secara layak. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut. Perumusan paraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin. Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain. Peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah. harus ada kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan-peraturan yang telah dibuat.
Ibid, hlm.20
51
Paul, James CN dan Dias, Clarence J, Law and Legal Resources in The Mobilization of The Rural Poor for Self-Reliant Develoment, dikutip dari Esmi Warasih, op.cit, hlm. 105
to user Lon Fuller, The Morality of Law,commit dikutip dari Esmi Warassih, Op.Cit, hlm. 95
52
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Masyarakat dan ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungan secara erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi mata uang. Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya.
Ketertiban dalam
masyarakat diciptakan secara bersama-sama oleh berbagai lembaga secar bersama-sama seperti hukum dan tradisi. Oleh karena itu dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnya dalam menciptakan ketertiban itu. Kehidupan dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur ini didukung oleh adanya suatu tatanan, karena adanya tatanan inilah kehidupan menjadi tertib.53 Suatu tatanan yang ada dalam masyarakat kita sesungguhnya terdiri dari suatu kompleks tatanan yaitu terdiri dari sub-sub tatanan yang berupa kebiasaan, hukum dan kesusilaan. Dengan demikian ketertiban yang terdapat dalam masyarakat ini senantiasa terdiri dari ketiga tananan tersebut diatas,54 keadaan yang demikian ini memberi pengaruhnya tersendiri terhadap masalah effektifitas tatanan dalam masyarakat. Efektifitas ini bisa dilihat dari segi peraturan hukum sehingga ukuran-ukuran untuk menilai tingkah laku dan hubunganhubungan antara orang-orang pun didasarkan pada hukum atau tatanan hukum.55
B.
PENELITIAN YANG RELEVAN Menurut pengamatan penulis pada perpustakaan program pascasarjan Universitas Sebelas Maret, maupun jurnal-jurnal penelitan, ternyata belum pernah dilakukan penelitian mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
53
Ibid, hlm 13
54
Ibid, hlm. 14
55
Ibid. hlm. 20
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ekosistemnya Terhadap Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat. Namun ada satu penelitan, yang pernah dilakukan di Kalimantan Barat dengan judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Illegal Logging Di Kalimanatan Barat (Tesis). Penelitian ini dilaksanakan oleh Subaryanto, 2007. Tapi Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. Penelitian yang dilakukan
oleh
Subaryanto
adalah
mengenai
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Illegal Logging, yang dianalisis berdasarkan UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya terhadap peredaran hasil hutan (kayu) di Kalimantan Barat.
C.
KERANGKA BERPIKIR
UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan KSA-KPA
Kawasan Suaka Alam – Kawasan Pelestarian Alam
Balai KSDA Kal-Bar
Terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia commit to user
48
Upaya Penegakan hukum 1. Preventif (non-penal) 2. Represif (penal)
Faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum : 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum, 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, 5. Faktor Kebudayaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan Bagan : Pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara khusus diatur dalam UU No. 5 tahun 1990. Pengertian kawasan konservasi dalam UU No. 5 tahun 1990 terdiri atas 2 (dua) bentuk yaitu kawasan suaka alam (KSA), yang terdiri dari cagar alam dan suaka margastawa dan kawasan pelestarian alam (KPA) yang terdiri dari taman nasiona, taman hutan raya dan taman wisata alam. Pengelolaan terhadap KSA-KPA didaerah dilaksanakan oleh 2 (dua) unit pelaksana teknis yaitu Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam ( UPT. BKSDA) dan unit pelaksana teknis taman national (UPT. TN).
UPT BKSDA diberi
wewenang dalam pengelola cagar alam, suaka marga satwa dan taman wisata alam, sedangkan UPT. TN. diberi kewewenangan dalam pengelolaan naman nasional. Dalam Pasal 19 dan Pasal 33, dinyatakan bahwa dalam KSA-KPA dilarang melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA. Upaya Balai KSDA dalam hal ini Balai KSDA Kalimantan Barat dalam mengantisipasi dan menghadapi kegiatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA adalah dengan melakukan upaya preventif dan represif dengan harapan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk melihat bagaimana implementasi UU No. 5 tahun 1990 terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap KSA-KPA, penulis membahasnya dari faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas hukum dalam masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan dalam paparan terlebih dahulu ada tiga permasalahan pokok yang menjadi perhatian dalam tulisan ini, yaitu pertama, Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, kedua upaya yang telah commit Sumber to user Daya Alam Kalimantan Barat dilakukan oleh Balai Konservasi
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, dan ketiga faktor pendukung dan penghambat implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan bangaimana solusinya. Untuk mengkaji dan menjawab permasalahan tersebut maka harus didukung dengan kerangka pemikiran yang dapat menjelaskan secara rinci seluruh permasalahan secara mendalam. Untuk membahas masalah pertama bagaimana Implementasi UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, maka titik tolak pembahasan adalah kegitatan apa saja yang telah dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar dalam mengimplementasi UU No. 5 tahun 1990 sesuai dengan Tupoksinya. Untuk membahas permasalahan kedua, yaitu faktor pendukung dan penghambat implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, maka titik tolak kajian dimulai dari tahap aplikasi yaitu dimana UU No 5 tahun 1990 dioperasionalkan dan diterapkan oleh aparat penegak hukum untuk menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Untuk mengkaji secara mendalam permasalahan ini penulis merujuk pada Teori Soerjono Soekanto. Selanjutnya untuk membahas permasalahan ketiga, yaitu upaya yang tseharusnya dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan commit to user perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
50
perpustakaan.uns.ac.id
alam,
penulis
digilib.uns.ac.id
akan
mengkajinya
permasalahan
tersebut
dengan
menggunakan Teori G. Peter Hoefnagels, yaitu upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana penal dan sarana non-penal.
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian Metodologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti Ilmu tentang Metode.1 Metodologi dalam arti yang umum berarti suatu studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip yang mengarahkan suatu penelitian. Metodologi juga berarti cara ilmiah untuk mencari kebenaran.2 Menurut Kerlinger dalam bukunya, Foundation of Behavioral Research mendefinisikan penelitian atau riset sebagai berikut : Scientific research is systematic, controlled, empirical, and critical investigation of nutural phenomena guided by theory and hypotheses about the presumed relation among cush phenomena, artinya penelitian ilmiah merupakan investigasi fenomena alam secara sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis dipandu oleh teori dan hipotesis tentang hubungan antara fenomena.
3
Sedangkan menurut kamus Webster’s International, penelitian merupakan penyelidikan terhadap suatu bidang ilmu yang dilakukan secara hati-hati, penuh kesabaran, dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip. Menurut Hillway, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.4 Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, penelitian atau riset itu bermakna pencarian yaitu pencarian jawaban mengenai suatu masalah. Dengan demikian, apa yang disebut metode penelitian itu pada asasnya akan 1
Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS. Surakarta. 2005, hlm. 3 2
Loc.Cit
3
Kerlinger, Foundation of Behavioral Research dikutip dari J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Cetakan Pertama. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 2003, hlm.1
commit to user
4
Hillway, Introduction to Research dikutip dari J. Supranto, Loc.Cit.
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan metode (cara/prosedur) yang harus ditempuh agar bisa menemukan jawaban yang boleh dipandang benar (dalam arti true bukan atau tidak selalu dalam arti right atau just), guna menjawab masalah tertentu itu.5 Masalah ialah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan atau harapan. Setiap masalah (problem) pasti ada faktor penyebabnya. Memecahkan masalah berarti suatu upaya untuk menghilangkan faktor-fator penyebabnya. 6 Melalui penelitian akan diperoleh temuan-temuan baru, berupa pengetahuan yang benar, yang dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan suatu masalah, atau untuk mencari faktorfaktor penyebab timbulnya masalah dengan menemukan pengetahuan baru yang benar, berdasarkan metode-metode yang dipatuhi secara penuh disiplin, akan meniadakan ketidaktahuan atau mengatasi keraguan, seperti halnya dalam upaya pencarian lain yang diharapkan memberikan hasil sehingga bisa membantu memecahkan masalah pada umumnya dan hukum pada khususnya. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengetahui terlebih dahulu informasi apa yang sesunggunya ingin diperoleh dan dimana letak sumber yang diperlukan, yang kemudian dapat digunakan untuk menyimpulkan pengetahuan-pengetahuan baru, langkah berikutnya adalah dengan menemukan cara-cara atau metode pencarian penemuannya, beserta keterampilan untuk mengaplikasikan metode tersebut.7 Menurut Setiono, metode adalah alat untuk mencari jawaban dari suatu pemecahan masalah, oleh karena itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu yang akan dicari. 8 Di dalam penelitian hukum, metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang akan digunankan. Berdasarkan 5
Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum Sebuah Tipologi Dalam Masyarakat Indonesia Tahun ke-1 Nomor 2, 1974, hlm 123 6
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Cetakan Pertama. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 2003, hlm.vi 7
Soetandyo Wignjosoebroto, op.cit, hlm.139-140
8
Setiono, op.cit., hlm.19
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pandangan Soetandyo Wigyosoebroto, mengemungkakan ada 5 (lima) konsep hukum, yaitu :9 1. 2. 3. 4. 5.
Hukum sebagai asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal. Hukum adalah norma-norma posistif didalam sistem perundangundangan nasional. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto dan tersistematis sebagai Judge Made Law Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variabel sosial yang empirik. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tanpak dalam interaksi mereka Dalam Tesis ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis empiris
atau non-doktrinal (sosiologis), menggunakan konsep hukum yang kelima, yaitu hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tanpak dalam interaksi mereka. Sedangkan sifat penelitiannya adalah Deskriptif, bentuknya termasuk dalam penelitian Diagnostik. Tujuan penelitian ini hanya untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab terjadinya gejala atau beberapa gejala dan bersifat kualitatif. Penelitian ini tidak untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi merupakan penelitian untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala dari Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat. Dengan demikian maka jenis penelitian ini adalah non doktrinal-, diagnostik dengan analisis yang bersifat kualitatif.10 Hukum tidak lagi dikonsepkan secara filosofis-moral sebagai ius constituendum atau law as what ought to be, dan tidak pula secara positifitas sebagai norma ius
9
Ibid, hlm.20
commit Hukum, to user Cetakan ketiga. Rineka Cipta. Jakarta, Burhan Ashshofa., Metode Penelitian 2001., hlm .11 10
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
constitutum atau law as what it is in the books, melainkan secara empiris yang teramati didalam alam pengalaman.11
B.
Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat telah dilaksanakan di : a.
Balai KSDA Kalimantan Barat meliputi Kantor Balai KSDA Kalbar, Seksi Konservasi Wilayah II Sintang dan Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang.
C.
b.
Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat
c.
Pengadilan Negeri Pontianak
d.
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat
e.
Kepolisian Daerah Kalimantan Barat
f.
Kepolisian Sektor Mandor, Polda Kalimantan Barat
g.
Masyarakat disekitar kawasan KSA-KPA
h.
Perpustakaan Pascasarjana UNS
i.
Perpustakaan Fakultas Hukum UNS
j.
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret
Responden Dalam penelitian ini subjek yang diteliti dipandang sebagai responden yang memberikan informasi mengenai permasalahan yang hendak diteliti. Untuk menentukan responden digunakan teknik non-probability sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana pertimbangan keputusan pemilihan sampel terdapat ditangan peneliti sendiri. Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Selanjutnya resoponden yang dimaksud adalah : commit to user 11
Ibid., hlm 47
55
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada dalam lingkup Balai KSDA Kalimantan Barat
D.
2.
Polisi
3.
Jaksa
4.
Hakim
5.
Masyarakat
Jenis dan Sumber Data Karena penelitian ini termasuk penelitian hukum sosiologis atau nondoktrinal, maka jenis data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. 1.
Data primer Merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dari Balai KSDA Kalimantan Barat atau dari lokasi penelitian dan hasil wawancara dengan responden.
2.
Data sekunder Adalah jenis data yang mendukung dan menunjang kelengkapan data primer melalui bahan kepustakaan, buku-buku dan lain sebagainya. Data sekunder terdiri atas : a)
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, dan terdiri dari norma-norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak di kodifikasian,, yurusprodensi, taktat dan bahan hukum lainnya. diantaranya : 1)
Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan yang telah dirubah menjadi Undang – Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2)
Undang – Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
3)
digilib.uns.ac.id
Undang – Undang RI Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang
4)
Undang – Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan
5)
Undang -Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
6)
Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam
7)
Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan
Pemerintah
Antara
Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 8)
Keputusan Presiden RI Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
9)
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 Tentang
Penegasan Status
dan
Fungsi Kawasan Hutan, 10) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 02/Menhut-II/2007 yang telah dirubah menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 51 /Menhut-II/2009, tentang Organisasi dan tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. 11) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 03/Menhut-II/2007 yang telah dirubah menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 52 /Menhut-II/2009, tentang Organisasi dan tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
2)
digilib.uns.ac.id
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal yang telah dikaji bahan-bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku tentang hukum, buku-buku yang berkaitan dengan
Konservasi
Sumber
Daya
Alam
Hayati
dan
Ekosistemnya, hasil-hasil penelitian, literatur
3)
Bahan Hukum Tersier Yang termasuk dalam bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang meberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier dalam penelitian ini adalah kamus hukum/eksklopedia, kamus umum Bahasa Indonesia dan majalah, surat kabar, internet
E.
Teknik Pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian adalah : 1.
Wawancara (interview) Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : a) wawancara langsung. Wawancara langsung adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap secara langsung.
12
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan
keterangan tentang pendapat-pendapat mereka mengenai objek penelitian. Secara umum ada 2 (dua) teknik wawancara, yaitu wawancara terpimpin (terstruktur) dan wawancara dengan teknik
12
Ibid, hlm.95
commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bebas (tidak terstruktur) yang disebut dengan wawancara mendalam (indepth interview).13 b) Wawancara tidak langsung, yaitu dengan kuesioner yang bebas dan terbatas hanya kepada petugas yang secara langsung menangani permasalahan. Medode yang dipergunakan adalah Purposive/Jadmental Sampling, dimana sampel yang dipilh berdasarkan pertimbangan subyektif dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri responden yang dianggap dapat mewakili populasi. 2.
Studi Dokumentasi Studi dokumentasi sebagai pelengkap data, dan dokumendokumen tersebut diharapkan dapat menjadi sumber yang dapat menjawab pertanyaan yang tidak mungkin ditanyakan melalui wawancara atau observasi. Dokumen yang berkaitan dengan objek peneliian ini adalah informasi kawasan konservasi Kalimantan barat yang berada di bawah pengelolaan Balai KSDA Kalbar, Laporan Tahunan Balai KSDA Kalimanatan Barat, rekapitulasi penanganan kasus dibidang kehutanan / bidang KSDAH&E yang dimiliki oleh Kepolisian Daerah Kalimantan Barat dan PN. Pontianak
F.
Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Pengertian analisis kualitatif adalah suatu cara pemilihan data dengan menghasilan data deskriptif. Pengertian data deskriptif yakni apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diamati dan diteliti, dipelajari secara utuh atau biasa disebut model analisis interaktif (interactive model of analysis). data primer yang telah tersedia menjadi pangkal penelitian dihubungkan dengan data sekunder, kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian kualitatif dalam commit to user 13
HB. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, UNS Pres, Surakarta, 2006, hlm.58
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian hukum sosiologis (non doktrinal) memiliki tiga komponen utama yaitu :14 1.
Reduksi Data Reduksi data merupakan proses penyelesaian, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang diperoleh dari data yang kasar yang dimuat dicatatan tertulis.
2.
Penyajian Data Penyajian data berupa rangkaian informasi yang tersusun dalam kesatuan bentuk narasi yang memungkinkan untuk dapat ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Selain dalam bentuk narassi kalimat, sajian data dapat pula ditampilkan dengan berbagai jenis matrik, gambar, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel.
3.
Penarikan kesimpulan dan Verifikasinya Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti yang perlu untuk diverifikasi, berupa suatu pengulangan dari tahap pengumpulan data yang terdahulu dan dilakukan secara lebih teliti setelah data tersaji. Penarikan kesimpulan dan Verifikasi merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang dilakukan dengan didasarkan pada semua hal yang ada dalam reduksi maupun penyajian data. Teknik analisis kualitatif interaktif dapat digambarkan dalam bentuk rangkaian yang utuh antara ketiga komponen diatas (reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasinya) yaitu sebagi berikut :
commit to user 14
Ibid, hlm. 120
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan kesimpulan
Keterangan : Data
yang
terkumpul
direduksi
berupa
seleksi
dan
penyederhanaan data dan kemudian diambil kesimpulan. Tahapantahap ini tidak harus urut, yang memungkinkan adanya penilaian data kembali setelah adanya gambaran kesimpulan. Data-data yang diperoleh dari wawancara terhadap responden di Balai KSDA Kalimantan Barat dan Instansi terkai lainnya mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, akan dianalisis dengan Teori faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penegakan
hukum
dalam
masyarakat dari Soerjono Soekanto. Data penelitian berupa bahan hukum yang telah dikumpulkan (data primer dan sekunder), selanjutnya diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan logika deduksi dengan memperhatikan konsep hukum sebagai pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik.
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1.
Kondisi KSA-KPA Kalimantan Barat Kalimantan Barat adalah Propinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, wilayahnya membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur, dengan luas wilayah 146.807 km (7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas Pulau Jawa), terbagi atas 12 (dua belas) kabupaten dan 2 (dua) pemerintahan kota. Wilayah Kalimantan Barat termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan mempunyai ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang menghampar dari Barat ke Timur sepanjang “Lembah Kapuas” serta Laut Natuna/Selat Karimata. Sebagian daerah daratan ini berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove. Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2006 diperkirakan berjumlah sekitar 4,12 juta jiwa (angka proyeksi). Sebagian besar penduduk Kalimantan Barat bekerja di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, pertenakan/perikanan dan perdagangan.1 Berdasarkan Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2008, luas penutupan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan Propinsi Kalimantan Barat di tetapkan 14.583.250,00 Ha, yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP),
commit to user 1
Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat dalam http://kalbar.bps.go.id/
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).2 Tabel I : LUAS PENUTUPAN LAHAN DI DALAM DAN DI LUAR KAWASAN HUTAN PROPINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Kawasan Hutan (X 1.000 Ha) No
Hutan Tetap
Uraian KSA-
1
Hutan
2
Non Hutan
3
Tidak Ada Data Total
TOTAL (1000 Ha)
HPK
JLH
864,90
287,85
5.665,43
942,39
6.607,82
898,17
1.395,19
216,33
3.257,19
4.677,29
7.934,47
6,38
3,36
10,08
0,12
20,66
20,30
40,96
2.303,45
2.406,24
2.270,17
504,30
8.943,28
5.639,97
14.583,25
HL
HPT
1.164,37
1.843,60
1.504,71
294,04
453,46
0,72 6,38 1.459,12
KPA
APL (1000 Ha)
HP
Dari 14.583.250,00 Ha luas penutupan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan Propinsi Kalimantan Barat tersebut, 1.459.120,00 Ha (± 10 %)
telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam (KSA) dan
kawasan pelestarian alam (KPA). Saat ini di Propinsi Kalimantan Barat terdapat 17 (tujuh belas) KSA-KPA, yang terdiri dari 4 (empat) taman nasional, 6 (enam) cagar alam dan 7 (tujuh) taman wisata alam. Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, bidang kehutanan adalah Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Khusus untuk sub bidang 1) Pengukuhan dan Penetapan Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam dan Taman Buru; 2) Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru; dan 4) Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar, masih menjadi kewenangan pemerintah pusat (kementeri kehutanan).
commit toData userStrategis Kehutanan 2008, Departemen Badan Planologi Kehutanan, Eksekutif Kehutanan RI, Jakarta, 2008, hlm.9 2
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 1. SEBARAN KAWASAN HUTAN KALIMANTAN BARAT
Sumber : Laporan Tahunana Balai KSDA Kalimantan Barat Tahun 2008,hlm.7
Balai KSDA Kalbar sebagai unit pelaksana teknis konservasi sumber daya alam, Departemen Kehutanan (Kementerian Kehutanan) di daerah diberi tugas dan wewenang sebagai penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru; melaksanakan koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai unit pelaksana teknis konservasi sumber daya alam tersebut, Balai KSDA Kalbar melakukan kegiatan dalam bentuk : 3
3
Balai KSDA Kalbar, Laporan Tahunana Balai KSDA Kalimantan Barat Tahun 2008, BKSDA Kalbar, 2008, hlm. 4. Lihat juga Pasal 3, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 02/Menhut-II/2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber commit to user Daya Alam
64
perpustakaan.uns.ac.id
1)
digilib.uns.ac.id
penataan blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;
2)
pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;
3)
koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung;
4)
penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;
5)
pengendalian kebakaran hutan;
6)
promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;
7)
pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya;
8)
kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan;
9)
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi;
10) pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; 11) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Dilihat dari bidang tugas, Balai KSDA Kalimantan Barat mempunyai dua bidang tugas utama yang masing-masing sama pentingnya dan dilaksanakan secara sinergis dan terintegrasi satu sama lain yaitu :4
commit to user 4
Op.Cit, hlm.5-6
65
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Bidang Konservasi in-situ Kegiatan konservasi in-situ adalah semua kegiatan pelestarian di habitat aslinya. Kegiatan ini mencakup perlindungan dan pengawetan di dalam kawasan konservasi. Kegiatan-kegiatan lain yang termasuk dalam bidang tugas ini adalah segala kegiatan pengelolaan yang berkaitan dengan tugas pemangkuan kawasan konservasi yang menjadi wilayah tugas Balai KSDA Kalimantan Barat, diantaranya : 1)
Proses penunjukan dan penetapan kawasan konservasi baru,
2)
Proses penataan dan pembinaan jalur batas kawasan konservasi,
3)
Penilaian potensi dan evaluasi kondisi kawasan konservasi,
4)
Pembuatan rencana pengelolaan dan rencana teknis kawasan,
5)
Pengembangan
sarana
dan
prasarana
pengelolaan
pengawasan kawasan konservasi, 6)
Pengawetan dan pengamanan potensi flora fauna beserta ekosistemnya,
7)
Pembinaan habitat,
8)
Pemanfaatan
potensi
dan
jasa
lingkungan
kawasan
konservasi, 9)
Rehabilitasi kawasan konservasi.
Berkaitan dengan kegiatan konservasi in-situ, Balai KSDA Kalbar bertanggung dalam pengelola 13 (tiga belas) KSA-KPA dari 17 (tujuh belas) KSA-KPA yang ada di Kalimantan Barat, yang terdiri dari 6 (enam) kawasan cagar alam dan 7 (tujuh) kawasan taman wisata alam dengan total luas keseluruhan 597.486,10 Ha.
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel II. DATA KAWASAN KONSERVASI YANG DIKELOLA OLEH BALAI KSDA KALIMANTAN BARAT SAMPAI TAHUN 2009 No
Nama Kawasan
1
Penetapan / Penunjukan Kawasan
Luas (Ha)
3
4
2
1.
CA. Mandor
· ditunjuk berdasarkan surat keputusan Het Zelfbestuur Van Het Landschap Pontianak, Nomor 8 tanggal 16 Maret 1936, yang disahkan oleh De Residen der Westafdeeling Van Borneo, tanggal 30 Maret 1936. · ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasar Keputusan Menteri Pertanian No. 757/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982
3.080
2.
CA. Raya Pasi
· Penetapan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 111/Kpts-II/1990 tanggal 14 Maret 1990
3.700
3.
CA.Gunung Nyiut · Ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 524/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982 dengan luas 160.000 ha, kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 059/Kpts-II/1988 tanggal 29 Februari 1988 luas menjadi 124.500 ha.
124.500
4.
CA. Lo Fat Fun Fie
Ditetapkan berdasarkan Zelber Bels fan Sambas dd. 23, maret 1936 dengan luas 7,8 ha dan berdasarkan Besluit 15 April 1937, No. 15 (Residetie Westerafdeeling Van Borneo, Afdeeling en Onderafdelling Singkawang) dengan luas 7,79 ha. Kemudian kawasan ini dikukuhkan sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian No. 757/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982.
3.080
5.
CA. Muara · ditunjuk menjadi Cagar Alam melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor Kendawangan 575/Kpts/Um/10/1982 dengan luas 175.000 hektar. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri kehutanan Nomor 174/Kpts-II/1993 tanggal 4 Nopember 1993, dilakukan kembali penataan batas kawasan dengan luas 149.079 hektar
149.079
6.
CA.Kepulauan Karimata
ditunjuk sebagai Cagar Alam Laut, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 381/Kpts – II/1985 sebagai Cagar Alam Kepulauan Karimata
77.000
7.
Hutan Baning
Wisata
ditetapkan sebagai kawasan Hutan Wisata dengan luas 315 Ha. Dengan banyaknya penyerobotan lahan maka berdasarkan hasil rekrontruksi tata-batas tahun 1992 yang dilakukan oleh Sub BIPHUT Sintang dengan Sub Seksi KSDA Sintang, luasan kawasan Hutan Wisata Baning berubah menjadi 213 Ha.
213
8.
Hutan Wisata Bukit Kelam
ditetapkan menjadi Hutan Wisata Alam, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 594/Kpts-II/92
520
9.
TWA Tanjung Belimbing
ditetapkan sebagai taman wisata alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000.
810,30
10.
TWA Asuansang
ditunjuk sebagai taman wisata alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 pada tanggal 23 Agustus 2000 dengan luas
4.464
11.
TWA Dungan.
ditunjukk dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000.
1.142
12.
TWA Melintang
ditetapkan sebagai taman wisata alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 pada tanggal 23 Agustus 2000
17.640
13.
TWA Sungai Liku
ditetapkan sebagai taman wisata alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 pada tanggal 23 Agustus 2000
821,30
Jumlah
597.486,10
Sumber : Balai KSDA Kalbar, Informasi Kawasan Konservasi Kalimantan Barat Yang Berada di Bawah Pengelolaan Balai KSDA Kalimantan Barat, BKSDA Kalbar, 2008, hlm. 4-20
commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Bidang Konservasi Ex-situ Kegiatan konservasi ex-situ adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan di luar habitat asli hidupan liar. Upaya konservasi yang dilakukan secara ex-situ di Kalimantan Barat saat ini meliputi kegiatan penangkaran, pengelolaan kebun binatang, serta rehabilitasi satwa di lokasi tertentu yang bukan merupakan habitat aslinya. Kegiatan-kegiatan lain yang termasuk dalam bidang konservasi ex-situ diantaranya : 1)
Pelayanan perizinan beserta pengawasan peredaran flora dan fauna terutama yang dilindungi Undang-Undang,
2)
Pembinaan kebun binatang,
3)
Pembinaan kader konservasi dan pencinta alam,
4)
Pembinaan masyarakat daerah penyangga di sekitar kawasan konservasi,
5)
Pameran pembangunan serta peningkatan promosi dan informasi.
6)
Hubungan kerjasama dengan lembaga konservasi dan para pihak lain.
Dalam melaksanakan bidang tugas konservasi (in-situ dan ex-situ) tersebut, Balai KSDA Kalimanatan Barat didukung oleh 106 orang Pegawai Negeri Sipil ( PNS ), yang terdistribusi bertugas di Kantor Balai KSDA Kalbar dan di tiga “Seksi Konservasi Wilayah” 5 yaitu Seksi
5
Dalam Pasal 22, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 02/Menhut-II/2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam. Seksi Konservasi Wilayah mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan anggaran, evaluasi dan pelaporan, bimbingan teknis, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, pengelolaan kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan lestari, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, tumbuhan, dan satwa liar secara illegal serta pengelolaan sarana prasarana, promosi, bina wisata alam dan bina cinta alam, dan penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta kerjasama di bidang pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, kerjasama di bidang to user konservasi tumbuhan dan satwa liar dicommit dalam dan di luar kawasan, serta kerjasama di bidang rehabilitasi satwa liar di wilayah kerjanya.
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Konservasi Wilayah I Ketapang, Seksi Konservasi Wilayah II Sintang, dan Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang. Tabel III : SEBARAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BALAI KSDA KALIMANTAN BARAT SAMPAI TAHUN 2009 No
Jabatan
Penempatan
Jumlah
Struktural
Non Strukural
Polhut
PEH
Penyuluh
(org)
1
Kantor Balai KSDA Kalbar
2
22
13
6
1
44
2
Seksi Konservasi Wil. I Ketapang
1
4
3
1
-
9
3
Seksi Konservasi Wil. II Sintang
1
9
6
3
-
18
4
Seksi Konservasi Wil. III Singkawang
1
19
11
3
1
35
Jumlah
5
54
33
13
2
106
Sumber : Lampiran laporan tahunan Balai KSDA Kalimantan Barat tahun 2008, hlm.22
Dari ketiga Seksi Konservasi Wilayah tersebut, masing-masing seksi
memiliki
tanggung
jawab
terhadap
beberapa
KSA-KPA
(konservasi in-situ). Bentuk tanggung jawab tersebut diantarnya pengelolaan kawasan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan lestari, pengamanan dan pengendalian kebakaran hutan, pemberantasan penebangan dan peredaran kayu, tumbuhan, dan satwa liar secara illegal. Dari ke-13 (tiga belas) KSA-KPA yang dikelola oleh Blai KSDA Kalbar tersebut, disamping letaknya yang tersebar dibeberapa kabupaten di Kalimantan Barat juga memiliki topografi dan tipe ekosistem yang beragam mulai topografi dataran rendah sampai pegunungan dengan berbagai tipe ekosistem mulai dari ekosistem terumbu karang sampai ekosistem perbukitan tinggi. Adapun bentuk ekosistem tersebut dapat dilahit pada table dibawah ini :
commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel IV : KEADAAN TOPOGRAFI DAN TIPE EKOSISTEM KSA-KPA YANG DIKELOLA OLEH BALAI KSDA KALIMANTAN BARAT No
KSA-KPA
Pengelola
Keadaan topografi / Tipe ekosistem
1
2
3
4
CA. Muara Kendawanga
Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang
1
(149.079 Ha)
2
CA. Kepulauan Karimata
Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang
(77.000 Ha)
3
TWA Baning (213 Ha )
4
TWA Kelam
Bukit
Seksi Konservasi Wilayah II Sintang
Seksi Konservasi Wilayah II Sintang
(520 Ha)
5
CA. Mandor (3.080 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
6
CA. Gunung Nyiut (124.500 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
7
CA. Raya Pasi (3.700 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
8
CA. Lo Fat Fun Fie (7,8 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
9
TWA Tanjung Belimbing (810,30 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
Keadaan topografi Cagar Alam Muara Kendawangan umumnya datar dan hanya dibagian Barat Lautnya yang berbukit serta bergelombang ringan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 191 meter di atas permukaan laut. Pada kawasan Cagar Alam Muara Kendawangan juga terdapat dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Simbar dan DAS Air Hitam Kecil, selain DAS tersebut juga terdapat sungai sungai kecil seperti Sungai Bengkuang, Sungai Matan Sepi dan Sungai Kerandang. Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan yaitu tipe ekosistem hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut dan hutan hujan dataran rendah serta hutan kerangas (Padang Kalap) dan Padang Rumput topografi kawasan ini berupa dataran rendah sampai dengan tinggi yaitu dari 0 – 1030 m di atas permukaan laut. Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan yaitu mulai dari tipe ekosistem terumbu karang, hutan pantai, hutan mangrove, sampai pada ekosistem perbukian tinggi Kawasan ini mempunyai topografi datar dengan tipe ekosistem hutan rawa gambut yang selalu terenang hampir sepanjang tahun. Kawasan ini mempunyai topografi datar sampai berbukit, tebingnya yang menantang dengan ketinggian lebih kurang 600 meter yang diselingi hutan lebat di kaki bukit dan puncaknya. Keadaan topografi di Cagar Alam Mandor umumnya datar dan berupa dataran rendah dan perbukitan . Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan ini adalah hutan rawa gambut, hutan hujan dataran rendah dan hutan kerangas. Kondisi topografi Cagar Alam Gunung Nyiut berbentuk perbukitan dengan kelerengan sedang sampai curam. Puncak bukit yang tertinggi pada kawasan ini adalah Gunung Nyiut dengan ketinggian 1701 m dpl. Kondisi ekosistem yang terdapat pada kawasan ini adalah hutan hujan pegunungan bawah sampai sedang. Kawasan ini mempunyai topografi bergelombang mulai dari perbukitan sampai pegunungan dengan ketinggian 150 – 920 m dpl. Tipe ekosistem hutan hujan pegunungan rendah sedangkan pada hutan hujan pegunungan sedang. Keadaan topografi kawasan ini merupakan dataran rendah dan daerah berawa-rawa, Ekosistem kawasan merupakan hutan hujan dataran rendah
Keadaan topografi TWA Sungai Liku merupakan hamparan hutan mangrove yang datar dengan ketinggian tempat 0 – 5 meter dari permukaan laut. Hampir tidak dijumpai daerah yang tinggi pada kawasan ini. tipe ekosistem hutan mangrove dengan sebagian kecil hutan commitpantai to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
No
KSA-KPA
Pengelola
1
2
3
10
TWA. Liku
Sungai
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
(821,3 Ha)
11
TWA Asuansang (4.464 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
12
TWA Dungan (1.142 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
13
TWA Melintang (17.640 Ha)
Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang
Keadaan topografi / Tipe ekosistem 4
Keadaan topografi TWA Sungai Liku merupakan hamparan hutan mangrove yang datar dengan ketinggian tempat 0 – 5 meter dari permukaan laut. Hampir tidak dijumpai daerah yang tinggi pada kawasan ini. tipe ekosistem hutan mangrove dengan sebagian kecil hutan pantai. Peta Topografi, kawasan Gunung Asuansang mempunyai ketinggian antara 0 meter dpl – 600 meter dpl. Fisiografi datar, berbukit dan pegunungan dengan kelerengan landai antara 3% - 15% dan agak curam hingga curam dengan kelerengan berkisar antara 15% - 45%. Kawasan ini mempunyai ketinggian 0 meter dpl hingga 450 meter dpl. Fisiografi datar, berbukit dan pegunungan dengan kelerengan lanadai antara 3% hingga 15% dan agak curam hingga curam dengan kelerengan berkisar antara 15% hingga 45%. Hutan Wisata Alam Gunung Dungan tersusun dari beberapa ekosistem. Di daerah bukit merupaskan bagian dari ekosistem hutan tropika basah dataran rendah. Keadaan topografi TWA Gunung Melintang mulai dari datar, berbukit dan pegunungan dengan kelerengan landai antara 7% - 15% dan agak curam berkisar antara 15% – 45%. Untuk ketinggian tempat bervariasi antara 5 – 500 meter dari permukaan laut. Kawasan TWA Gunung Melintang tersusun dari tipe ekosistem Hutan Rawa Gambut (Peat Swamp Forest) dengan vegetasi yang rapat, dan tipe ekosistem Hutan Dipterocarpaceae Campuran (Mixed Diperocarp Forest) yang sangat kompleks.
Sumber : Balai KSDA Kalbar, Informasi Kawasan Konservasi Kalimantan Barat, BKSDA Kalbar, 2008, hlm. 4-20
Disamping keberadaan tenaga fungsional Polisi Kehutanan (Polhut), Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Penyuluh Kehutanan di Balai KSDA Kalbar, dalam upaya pencegahan dan penanggulangan perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA,
Departemen
Kehutanan
(Kementerian
Kehutanan)
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 476/MenhutIV/2005 telah membentuk satuan khusus yaitu Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC). Salah satu harapan di bentuknya satuan khusus ini adalah dapat mendukung upaya mengurangi aktifitas illegal dibidang kehutanan yang terjadi di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Saat ini jumlah personel Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat tersebut commit to user di Kalimanatan Barat sebanyak 68 (enam puluh delapan) orang. 71
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Hasil Wawancara Disamping melaksanakan penelitian lapangan dan penelitian dokumentasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan responden terpilih untuk mengetahui tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai KSDA Kalbar dan upaya yang telah dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA di Kalimantan Barat, serta faktor pendukung dan penghambat Implementasi UndangUndang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan bagaimana solusinya. Adapun hasil dari wawancara tersebut sebagai berikut : 1)
Ir. Ina Kartini ( Mewakili Kepala Balai KSDA Kalimanatan Barat, Tanggal 9 Desember 2009 ·
Implementasi UU No. 5 tahun 1990 di Balai KSDA Kalbar, dilaksanakan dalam 3 (tiga) bentuk kegiatan yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
·
Kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam dan lain-lain. Untuk kegiatan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dilaksanakan dicommit dalamtokawasan user (in-situ) ataupun dan di luar
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kawasan (ex-situ). Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada hakikatnya merupakan usaha pengendalian/pembatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga pemanfaatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa mendatang. ·
Berkaitan dengan kegiatan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, salah satunya bentuk kegiatannya adalah pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi. Saat ini Balai KSDA Kalimanatan Barat diberi tanggung jawab untuk mengelolan 13 (tiga belas) kawasan konservasi terdiri dari 6 (enam) kawasan cagar alam dan 7 (tujuh) kawasan Taman Wisata Alam.
·
Sebagai
pedoman
(acuan)
dalam
penjabaran
kegiatan
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya Balai KSDA Kalbar mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 02/MenhutII/2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam ·
Menyikapai tingginya tekanan terhadap keberadaan dan keutuhan KSA-KPA saat ini, upaya yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk kegiatan yaitu kegiatan bersifat preventif, dan represif.
·
Faktor penghambat dalam kegiatan perlindungan terhadap KSA-KPA yang dikelolaan oleh Balai KSDA Kalb khususnya dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA diantaranya adalah : 1) keterbatasan dana, sarana dan prasarana dan minimnya commit to user jumlah personil; 2) masih rendahnya pemahaman dan
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesadaran
masyarakat
terhadap
arti
penting
kawasan
konservasi, 3) masih rendahnya taraf kehidupan masyarakat disekitar kawasan hutan; 4) Adanya efek dari kebijakan masa lalu yang menetapkan suatu kawasan konservasi tanpa memperhatikan keberadaan masyarakat didalam dan disekitar kawasan hutan (pendekatan secara represif); 5) belum sinerginya antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (ego sektoral) tentang keberadaan dan pengelolaan kawasan konservasi,; 6) masih terdapatnya penafsiran yang berbeda antara aparat penegak hukum dalam memahami UU No. 5 tahun 1990; 7) masih kurangnya dukungan dari penegakan hukum lainnya dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana dibidang konservasi sumber daya alam; ·
Faktor pendukung yang dimiliki oleh Balai KSDA Kalbar dalam
upaya
menanggulangi
perbuatan
yang
dapat
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA diantaranya adalah : 1) UU No. 5 tahun 1990, yang secara tegas telah memberikan kewenangan kepada Departemen Kehutanan
(Kementerian
Kehutanan)
untuk
melakukan
tindakan hukum terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA; 2) Keberadaan Satuan Khusus Polisi kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) yang saat ini posisinya berada di Balai KSDA Kalbar; 3) keberadaan instansi penegak hukum lainnya (Kepolisian); 4) pemerintah daerah; 5) tokoh masyarakat; 6) perguruan tinggi; 7) LSM dan lain-lain. Namun semua potensi pendukung tersebut belum terkoordinasi dengan baik,
sehingga
menanggulangi
usaha perbuatan
Balai yang
KSDA dapat
Kalbar
dalam
mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA banyak mengalami commit to user kendala dilapangan.
74
perpustakaan.uns.ac.id
2)
digilib.uns.ac.id
Junaidi,S.Hut.,M.Si (Kasi Konservasi Wilayah III Singkawang) Tanggal, 23 Desember 2009 ·
Kegiatan perlindungan KSA-KPA di SWK III Singkawang dilaksanakan
dalam
bentuk
patroli
rutin,
penyuluhan,
pembinaan kader konservasi, pembentukan masyarakat peduli api, peningkatan pengembangan ekonomi masyarakat sekitar kawasan dan pembinaan daerah penyangga dan penindakan terhadap kegiatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA. ·
Implementasi UU No. 5 tahun 1990 di Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang, yang belum maksimal dilaksanakan adalah
Pemanfaatan
sumber
daya
alam
hayati
dan
ekosistemnya secara lestari. ·
Sisi lemah yang masih dimiliki dalam usaha melindungi kawasan konservasi yang ada adalah : 1) masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat; 2) kurangnya pemahaman aparat penegak hukum lain terhadap UU No. 5 tahun 1990; 3) belum konsistennya upaya penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA; 4) belum sinerginya antara kebijakan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat; banyaknya batas KSA-KPA yang hilang atau rusak; dan 5) minimnya anggaran, sarana dan parasaran yang tersedia;
·
Potensi ancaman yang mendapat perhatian khusus di Seksi konservasi Wilayah III Singkawang saat ini adalah adanya pembukaan perkebunan kelapa sawit yang keberadaannya dekat dengan kawasan konservasi (CA.Gunung Nyiut).
·
Salah satu usaha untuk mengurangi ancaman terhadap keberadaan
KSA-KPA
saat
ini
adalah
meningkatkan
to user di sekitar KSA-KPA melalui perekonomiancommit masyarakat
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga
ketergantungan
masyarakat
terhadap
hutan
diharapkan berkurang (hilang). 3)
Suparto, SE ( Kasi Konservasi Wilayah II Sintang), Tanggal 14 Desember 2009 ·
Adanya kewenangan pemerintah daerah dalam mengelolan potensi daerah (Otda), kadang kala disalah artikan oleh pemerintah daerah sehingga kebedaaan KSA-KPA sering diabaikan, akibatnya terjadinya tumpang tindih pengelolaan KSA-KPA yang ada.
·
Permasalahan dalam pengelolaan KSA-KPA di dihadapi oleh SWK II Sintang saat ini adalah 1) adanya masyarakat yang berdiam dalam kawasan konservasi yang keberadaannya lebih dulu dibandingkan penetapan kawasan tersebut.; 2) adalah adanya bangunan yang didirika oleh pemerintah daerah di dalam KPA; 3) Ditemukannya sertifikat hak milik atas sebidang tanah di dalam KPA yang diterbitkan oleh BPN Kabupaten Sintang; dan 4) banyaknya tanda batas kawasan (pal batas) KSA-KPA yang hilang atau rusak;
·
Potensi
yang
menanggulangi
belum
dimaksimalkan
perbuatan
yang
dapat
dalam
usaha
mengakibatkan
perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA di SWK II Sintang adalah terdapatnya masyarakat yang masih peduli akan keberadaan KSA-KPA. 4)
Usman, Tarigan Sinaga, Yuyu Wahyudi (Polisi Kehutanan), tanggal 10,14 dan 18 Desember 2009 ·
Polisi Kehutanan Balai KSDA Kalimantan Barat mempunyai 2 (dua) tugas pokok yaitu Perlindungan Hutan, dan Perlindungan Hasil Hutan. commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
Bentuk kegiatan Polhut dalam upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSAKPA adalah melalui kegiatan patroli rutin (preventif), operasi fungsional, patrol mendadak dan operasi gabungan (represif).
·
Bentuk hambatan dalam mengimplemntasi UU nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAH&E khususnya bidang perlindungan hutan diantaranya adalah Keberadaan kawasan yang jauh dan membutuhkan waktu tempuh yang lama untuk mencapai tujuan ; minimnya jumlah petugas Polhut / PPNS ; kurangnya sarana pendukung (senjata api, sarana transportasi, alat komunikasi, pos jaga/Shelter, menara pengawas dll) ; minimnya anggaran ; sangat luasnya kawasan konservasi yang harus diawasi, rendahnya
partisipasi
keberadaan
kawasan
masyarakat konservasi
dalam ;
mendukung
rendahnya
tingkat
perekonomian masyarakat disekitar kawasan hutan ; banyaknya KSA-KPA yang tidak memiliki batas kawasan yang jelas (Pal Batas hilang ataupun rusak). ·
Permasalahan
utama
yang
harus
diselesaikan
adalah
keberadaan masyarakat didalam kawasan konservasi (KSAKPA),
karena
permasalahan
ini
akibat (tidak
tidak ada
pernah
terselesaikannya
ketegasan),
menimbulkan
anggapan dari kelompok masyarakat lainnya bahwa pemerintah tidak serius dalam mengelola kawasan konservasi dan menegakan hukum. ·
Tantangan dalam mengimplentasikan UU Nomor 5 tahun 1990 tenang
KSDAH&E
adalah
a)
adanya
kecenderungan
masyarakat mencari solusi pemecahan masalah kebutuhan hidup secara instan dengan mamanfaatkan sumber daya alam yang telah tersedia yaitu yang terdapat didalam kawasan konservasi ( tumbuhan dan satwa); b) belum adanya commit to user pengaturan yang lebih spesifik terhadap kategori ancaman 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukumnan terhadap perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA khususnya kepada pelaku tindak pidana “ Yang menyuruh melakukan, pemodal, penampung dan atau aktor intelektualnya” ·
Sumber daya (potensi) yang belum dimanfaatkan secara maksimal dalam rangka mendukung kegiatan konservasi KSAKPA saat ini adalah : a) kader-kader konservasi yang ada dilapangan khusunya yang bertempat tinggal disekitar kawasan konservasi; b)
keberadaan tokoh-tokoh masyarakat seperti
tokoh pemuda, ulama, pendeta, kepala adat atau kepala-kepala suku disekitar kawasan konservasi. 5)
Husein Dwi Husainar, Niken Wuri H, S.Si, M.Si, (Pengendali Ekosistem Hutan /PEH), tanggal 15 dan 20 Desember 2009 ·
Bentuk kegiatan Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dalam mendukung upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, yang lebih diutaman adalah yang bersifat prefentif dan persuasi karena untuk kegiatan penegakan hukum adalah kewenagan dari Pejabat Fungsional Polisi Kehutanan. Adapun benuk kegiatan PEH adalah 1) penyuluhan, kegiatan bina cinta alam, pembinaan kelompok cinta alam, pembinaan habitan, pembentukan
kelompok masyarakat penduli api,
kemah konservasi, survey pontensi kawasan, pendampingan mahasiswa, pendidikan konservasi, penanaman secara dini nilai-nilai konservasi disekolah-sekolah. ·
Fokus kegiatan pembinaan kader konservasi dan penyuluhan kehutanan
diarahkan
kepada
pemuda,
guru2,
tokoh2
masyarakat dan agama disekitar kawasan hutan,
dengan
harapkan kedepanya dari generasi mudalah dimulai adanya commitditoKalimantan user kesadaran konservasi Barat
78
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
Saat ini kegitan PEH masih banyak berbasih kepada anggaran yang tersedia di Balai KSDA kalbar namun kadang kala kegaiatan penyuluhan secara non formal .
·
Hambatan dalam melaksanakan Tupoksi PEH saat ini adalah memberikan pemahaman atau pengertian kepada orang atau sekelompok orang yang mempunyai status sosial yang tinggi, dimana kadang kala meremehkan kegiatan konservasi dan belum sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan konservasi khusnya kawasan TWA. ·
Permasalahan dalam pengelolaan KSA-KPA adalah belum adanya aturan mengenai penatagunaan kawasan hutan khususnya pada kawasan taman wisata alam (TWA)
·
Potensi yang belum terkoodinir dengan baik saat ini adalah belum sinerginya antara kader konservasi, kelompok pencinta alam, LSM, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama yang
berkomitmen
terhadap
keberadaan
kawasan
konservasi, dengan Balai KSDA Kalimantan Barat sebagai pengelola KSA-KPA. 6)
Sahat Irawan Manik, Muhammad Saleh, S.Pi, (Bidang Konservasi Kawasan), Tanggal 11 dan 17 Desember 2009 ·
Implementasi UU nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAH&E di Balai KSDA Kalimantan Barat saat ini belum berjalan dengan maksmal karena : a) UU Nomor 5 tahun 1990 ttg KSDAH&E ini masih bersifat top down (bersifat represif/menekan); b) kurangnya tenaga penyuluh c); Banyak dari KSA-KPA yang dikelolaa oleh Balai KSDA Kalimanatan Barat dari awalnya (sebelum penetapan) sudah memiliki potensi masalah, seperti terdapatnya pemukiman didalam kawasan; d) luas kawasan user yang ada, sarana dan prasarana tidak sebandingcommit dengantopetugas
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang tidak sesuai dengan kondisi kawasan (tidak adnya jalur patroli, menara pengintai, shelter, pos jaga, perlengakpan pribadi petugas yang layak), batas kawasan yang belum jelas, pertambhan jumlah penduduk disekitar KSA-KPA; e) masih kurangnya dukungan aparat penegak hukum lainnya (polisi, jaksa, hakim) terhadap kejahatan terhadap kawasan konservasi; f) keterbatasan data base yang miliki oleh Balai KSDA Kalimantan Barat, sehingga banyak kegiatan yang tidak tepat sasaran; ·
Penyebab masih tetap maraknya kegiatan illegal didalam KSAKPA yang dikelola Balai KSDA Kalbar adalah karena, Balai KSDA terlalu seringnya melakukan pendekatan preventif dan persuasif terhadap pelaku yang nyata-nyata telah melakukan kegiatan illegal didalam KSA-KPA, tanpa di imbangi dengan kegiatan represif , akibatnya efek jera yang diharapkan oleh UU tidak pernah tercapai
·
Ancaman potensial terhadap keberadaan KSA-KPA saat ini adalah banyaknya terjadi perubahan status kawasan hutan yang seharusnya menjadi daerah (zona) penyangga bagi kawasan konservasi (KSA-KPA), kini telah berubah menjadi menjadi kawasan perkebunan.
7)
Kompol Jamiri (Korwas PPNS Polda Kalimantan Barat), Tanggal 21 Desember 2009 ·
Keberadaan Polisi Kehutanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) serta Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) merupakan potensi besar yang dimiliki oleh Balai KSDA Kalimantan Barat (Departemen Kehutanan), dalam
untuk
mengawasi, melindungi KSA-KPA dan melakukan penegakan hukum (penyidikan) terhadap pelaku tindak pidana bidang kehutanan.
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
Masih banyaknya aktivitas masayarakat yang ditemukan di dalam kawasan konservasi (KSA-KPA) mungkin disebabkan, Balai KSDA Kalbar selaku pengelola dan penanggung jawab terhadap kawasan konservasi tersebut lemah dalam penegakan hukum, akibatnya masyarakat berangganggap akitifitas mereka di dalam kawasan konservasi, bukanlah suatu pelanggaran hukum.
·
Kelemahan Balai KSDA dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana di dalam kawasan konservasi mungkin disebabkan : 1) kurangnya keberanian PPNS dalam melakukan penyidikan (tidak percaya diri), 2) tidak adanya dukungan dari atasan PPNS, ; 3) banyak PPNS yang belum memahami wewenang yang dimlikinya; 4) Belum ada evaluasi kualitas dan kuantitas PPNS oleh Instansinya, termasuk anggaran dan SarPras yang dibutuhkan; 5) Belum adanya kesamaan persepsi oleh pimpinan PPNS (terutama yang belum PPNS); 6) Ego sektoral karena kekuasaan; 6) sebagian besar pelaksana tugas PPNS belum ditata dengan manajemen penyidikan yang baik oleh instansinya ; 7) kurangnya koordinasi dari PPNS Balai KSDA Kalimantan Barat dengan penegak hukum lainnya (Polri) dan 8) Banyak tindak pidana yang terjadi di dalam kawasan konservas,i baru ditangani setelah kasusnya menjadi besar.
·
Kelemahan dari sisi Perundang-Undangan adalah Pejabat Polisi Kehutanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), memiliki kewenangan terbatas dalam hal penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan.
·
Kurangnya penyidik yang dilakukan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat terhadap kasus yang berhubungan dengan KSDAH&E disebabkan oleh : 1) Kurangnya sosialisasi UU commit to user No. 5 tahun 1990 oleh Balai KSDA Kalbar, khususnya kepada 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
petugas kepolisian (Polsek) terdekat dengan kawasasan konservasi ; 2) kegiatan Polri dalam penegakan hukum bidang Kehutanan saat ini, lebih banyak pada pemberantasan illegal logging khususnya peredaran hasil hutan (kayu). dan aturan yang sering digunakan adalah
UU nomor 41 tahun 1999
tentang kehutanan. ·
Untuk mengurangi ancama terhadap keberadaan kawasan konservasi dalam rangka upaya mencegah perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, sebaiknya Balai KSDA Kalbar lebih aktif melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama
dan
memanfaatkan
hukum-hukum
adat
yang
berkembang ditengah-tengah masyarakat. 8)
Yusnadi Muhali,SE (Kanit Reskrim Polsek Mandor), Tanggal 15 Desember 2009 ·
Tingginya tingkat kerusakan yang terjadi di dalam kawasan konservasi CA. Mandor dimulai sekitar tahun 1999 (pasca reformasi). Aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat didalam Kawasan CA.Mandor diantaranya adalah tambang emas tanpa izin (PETI) dan pembalakan liar (illegal logging).
·
Upaya preventif, persuasif dan represif yang dilakukan, yang telah dilakukan oleh Polsek Mandor, sampai saat ini belum dapat menghentikan kegiatan illegal yang terjadi didalam kawasan CA.Mandor, keadaan ini disebabkan : 1) Kurangnya partisipasi
masyarakat
Mandor
sendiri
dalam
upaya
menghentikan kegiatan iilegal yang terjadi didalam kawasan tersebut
karena,
kebutuhan
hidup,
akumulasi
rasa
ketidakpuasan terhadap masa lampau serta eforia otonomi daerah dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap commit2)toBanyaknya user kawasan konservasi,; kepentingan yang bermain
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung didalam kawasan CA.Mandor; 3) Perilaku anarkis masyarakat; 4) Terbagianya perhatian / kegiatan Polsek Mandor dengan upaya
penegakan
hukum
lainnya;
5)
minimnya
dana
operasional ; ·
Dalam beberapa kasus PETI yang terjadi di dalam Kawasan CA.Mandor, penyidik menjerat pelaku dengan UU RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
9)
Ir. Martias Siregar (Kasi Pengamanan Hutan dan Penyidikan Dinas Kehutanan Prop. Kalbar), Tanggal 24 Desember 2009 ·
Saat ini Balai KSDA Kalimantan Barat mempunyai tugas yang sangat berat dalam mengelola dan mempertahankan keberdaan KSA-KPA, karena potensi sumberdaya alam seperti kayu yang terdapat didalam KSA-KPA menjadi incaran oleh banyak pihak yang tidak bertanggung jawab.
·
Implementasi UU No. 5 tahun 1990 yang telah dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat, saat ini baru sebatas pengawasan terhadap peredaran hasil hutan. Pengelolaan KSAKPA seperti Kawasan CA. Mandor, sepertinya masih masih jauh dari harapan (tidak maksimal). Upaya yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalimanatan Barat dalam menanggulangi kegiatan illegal dalam kawasan konservasi seperti pembalakan liar, PETI dll, masih sekedar menerima, laporan, kegiatan preventif serta persuasif
dan belum melakukan tindakan
hukum seperti yang diharapkan UU No.5 tahun 1990. ·
Saat ini tindakan dan upaya yang harus dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar dalam rangka menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA adalah : 1) memperbanyak melakukan pendekatan (sosialisasi) commitkhususnya to user yang berada disekitar KSAkepada masyarakat
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KPA; 2)Melakukan paroli sesering mungkin didalam kawasan konservasi; 3) Setiap pelanggran hukum (tindak pidana) harus ditindak dengan tegas; 4) Menjalin kerjasaman/pendekatan dengan pemerintah daerah setempat dan melakukan kegiatan bersama ( patroli bersama) antara Polhut Balai KSDA Kalbar dangan Polhut Dinas Kehutanan setempat.; 5) Memperbanyak pos penjagaan khususnya daerah-daerah yang rawan gangguan atau daerah yang strategi strategis. ·
Potensi
yang
belum
dimanfaatkan
oleh
Balai
KSDA
Kalimanata Barat saat ini adalah : 1) Keberadaan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) yang berkedudukan di Balai KSDA Kalimantan Barat.
Seharusnya SPORC tidak hanya
fokus pada peredaran hasil hutan (kayu) tetapi juga didayagunakan pada kegiatan perlindungan hutan (KSA-KPA); 2) Keberadaan Pejabat Polisi Kehutanan (POLHUT) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang terdapat di setiap kabupaten-kabupaten
di
Kalimantan
Barat;
3)
Belum
dimaksimalkannya keberadaan kader-kader konservasi yang ada dalam mendukung program konservasi; 4) Keberadaan tenaga penyuluh pertanian, perkebunan dan kehutanan yang terdapat di kabupaten-kabupaten; 5) Keberadaan investor dan Pemda yang dapat mendukung kegiatan konservasi melalui kegiatan bersama (MoU) pengelolaan kawasan taman wisata alam. ·
Faktor yang menjadi kendala / penghambat implementasi UU Nomor 5 tahun 1990 ttg KSDAH&E terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat adalah : 1) Banyaknya kebijakan yang tidak sejalan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dikarenakan banyak dari commit to user pejabat daerah (Kepala Dinas Kehutanan) yang tidak memiliki 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
latar belakang kehutanan apalagi konservasi, akibatnya terjadi komunikasi yang tidak efektif; 2) Kurangnya dukungan dan perhatian dari penegakan hukum lainya (Polri) terhadap tindak pidana yang terjadi didalam kawasan konservasi, dikarenakan Polri lebih aktif pada kegiatan peredaran hasil hutan (kayu); 3) minimnya anggaran, sarana dan prasaran dalam melakukan pengawasan terhadap KSA-KPA; 4) kurangnya dukungan pemda dalam upaya KSDAH&E 5). Adanya jaringan mafia hukum dibidang kehutanan; 6) masih rendahnya taraf kehidupan masyarakat disekitar kawasan konservasi; 7) Banyak kawasan hutan termasuk KSA-KPA yang tidak memiliki batas kawasan (pal batas) yang jelas baik karena hilang atau rusak. 10) B. Rajagukguk,SH (Jaksa di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat), tanggal 21 Desember 2009 ·
Tujuan pemidanaan sebagaiman yang diharapkan dala UU nomor. 5 tahun 1990 tentang KSDAH&E yaitu menimbulkan efek jera, implemnetasinya belum tercapai sebagaiman yang diharapkan karena Balai KSDA Kalimantan Barat baru melakukan penindakan (proses hukum) terhadap pelaku dilapangan (pekerja/buruh), efek jera baru akan terlihat apabila hukum ditegakan terhadap pelaku intelektual atau pemodal (cukong).
·
Upaya yang sebaiknya dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat
adalah
harus
memperkuat
fungsi
intelijen
dan
meningkatkan kemampauan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), untuk mengungkap aktor intelektuan dan penyandang dana dari kegiatan illegal yang terjadi dalam kawasan konservasi (KSA-KPA). commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
Dilihat dari sisi aturan, UU Nomor 5 tahun 1990 tentang KSASH&E masih memilki kekurangan diantaranya : 1) belum mengakomodir sanksi minimal dan maksimal terhadap pelaku tindak pidana di bidang konservasi khususnya terhadap pelaku intelektual dan pemodal, dengan adanya ancaman maksimal diharapkan, pertama orang akan takut melakukan tindak pidana karena ancaman yang tinggi, kedua terhadap tindak pidana yang telah terjadi, kepada pelaku akan akan dikenakan hukuman minimal; 2) UU No. 5 tahun 1990 membatasi sendiri kewenangan yang dimiliki oleh Polisi Kehutanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Departemen Kehutanan yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam perlindungan terhadap kawasan konservasi (KSA-KPA), seperti pembatasan kewenangan menangkap dan menahan tersangka; 3) Saat ini UU No.5 tahun 1990 lebih mengendepatkan penghukuman (represif).
·
Untuk meningkatkan SDM di Kejaksaan khususnya terhadap pemahaman tentang nilai-nilai konservasi, sebaiknya Balai KSDA Kalbar perlu mengadakan pelatihan atau sosialisasi terhadap undang-undang dibidang kehutanan khususnya UU No. 5 tahun 1990.
11) Erintuah Damanik, SH.,MH (Hakim PN. Pontianak), tanggal 22 Desember 2009 ·
Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, sering menyidang perkara di
bidang
kehutanan,
namun
khusus
untuk
perkara
Konservasi Sumber Daya Alam, PN. Pontianak baru menyidangkan perkara sebanyak 7 (tujuh) kasus. ·
Hakim dalam memutus sebuah perkaran tindak pidana harus memperhatikan tuntutan, dakwaan Jaksa Penuntut Umum, fakta-fakta dipersidangan commit to user dan rasa keadilan masyarakat.
86
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
Faktor-faktor yang dominan yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan adalah : 1) Internal diantaranya adanya himbauan dari Pengadilan Tinggi (PT), misalnya memberikan petunjuk/ arahan untuk dalam perkara-perkara tertentu yang menarik perhatian masyarkat agar dijatuhi hukuman pidana yang berat. 2) Eksternal, adalah adanya forum kesepakatan Muspida, Forum kesepkatan para penega hukum
(Kepolisian,
Kejaksaan,
pengadilan
Negeri/Pengadilan Tinggi dll). ·
Keberadaan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAH&E di beberapa Pasal sudah perlu untuk dievaluasi, seperti Pasal 39 tentang kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang tidak mandiri.
·
Diperlukan adanya pelatihan khusus kepada hakim -hakim oleh Departemen Kehutanan khususnya bidang konservasi sumber
daya
alam,
untuk
mengatisipasi
semakin
meningkatnya kasus pidana yang terjadi pada kawasan konservasi (KSA-KPA) di Kalimanatan Barat 12) Andree Boengin, (Masyarakat yang bermukim dalam kawasan TWA.Baning) tanggal 15 Desember 2009 ·
Andree Boengin telah menggarap sebidang tanah yang sekarang telah ditetapkan sebagai Hutan Wisata Baning di Kabupaten
Sintang
semenjak
tahun
1974,
dan
mulai
menempati tanah tersebut pada tahun 1984. ·
Andree Boengin merasa tidak mendapat keadilan dari pemerintah, karena pemerintah telah menetapan Kawasan Hutan
Baning
sebagai
Taman
Wisata
Alam
tanpa
memperhatikan keberadaan dan haknya sebagai warga negara yang telah menggarap tanah tersebut semenjak tahun 1974. commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
·
digilib.uns.ac.id
sewaktu ada kegiatan pembuatan batas kawasan (pal batas) sekitar tahun 1988, petugas yang melaksanakan kegiatan tidak pernah memberi tahu baik secara lisan maupun tulisan terhadap rencana pemerintah untuk menetakan Hutan Baning menjadi taman wisata alam. (kawasan konservasi). Ia baru mendapat pemberitahuan sekitar tahun 1994 oleh petugas kehutanan, bahwa tempat tinggal yang ia miliki telah masuk kedalam kawasan Taman Wisata Alam Baning (KPA). Ia merasa keberatan terhadap tindakan pemerintah (kehutanan) yang semena-mena dan selalu menyalahkan masyarakat masyarakat kecil.
13) Mariani (masyarakat sekitar TWA. Bukit Kelam di Kabupaten Sintang ) Tanggal 16 Desember 2009 ·
Ia lahir dan besar di daerah Bukit Kelam sekitar 47 tahun yang lalu. Dalam perjalanan hidupnya tersebut, ia baru mengetahui bahwa kawasan Bukit Kelam telah dijadikan sebagai kawasan konservasi, hanya berdasarkan informasi dari mulut kemulut. Sampai saat ini ia juga tidak pernah melihat tanda-tanda bahwa kawasan
tersebut
sebagai
ditetapkan
sebagai
kawasan
konservasi (hutan lindung) ·
Masyarakat disekitar dan didalam kawasan bukit kelam bermata pencariannya dari bertani dan berkebun. Rata-rata umur tanaman perkebunan keret milik masyarakat yang terdapat disekitar dan dalam Kawasan Bukit Kelam sudah berumur lebih dari 20 tahun.
·
Sebagian masyarakat di sekitar Bukit Kelam ada yang setuju dengan ditetapkannya kawasan bukit kelam menjadi hutan konservasi (lindung), namun sebagian yang tidak setujuan memiliki alasan bahwa kawasan hutan bukit kelam adalah commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanah nenek moyang yang sudah ditempati secara turun temurun ·
Ia mempertanyakan kalau memang kawasan bukit kelam adalah kawasan konservasi, mengapa pemerintah tidak ada mendirikan kantor, kenapa tidak ada petugas, mengapa orang dibiarkan melakukan perusakan kawasan hutan bukit kelam seperti mengambil kayu, mengambil batu dll serta kenapa masyarakat tidak pernah mendapatkan sosialisasi terhadap keberadaan kawasan tersebut.
B.
Pembahasan Sebagaimana telah diuraikan dalam paparan terdahulu ada 3 (tiga) permasalahan pokok yang menjadi perhatian penulis, yaitu pertama, Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, kedua upaya yang telah dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, dan ketiga faktor pendukung dan penghambat implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam menanggulangi terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat dan bangaimana solusinya. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, dapat diuraikan sebagai berikut :
commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Arti kata Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Menurut Daniel A Masmanian dan Paul A. Sabatier, pengertian implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan bidang peradilan. Penetapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan pelaksanaan amanat sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 UndangUndang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalam Pasal 12 ini dinyatakan, bahwa ketentuan tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai unit pelaksana teknis konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, tatacara pengelolaan KSA-KPA yang dilakukan Balai KSDA Kalbar tidak bisa terlepas dari ketentuanketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 tahun 1990 dan peraturan pelaksananya (peraturan pemerintah) serta peraturan terkait lainya. Pasal 5 UU No. 5 tahun 1990 menyatakan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekositemnya dilakukan melalui kegiatan : a.
perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b.
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c.
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Untuk mendukung kegiatan sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 5 UU No. 5 tahun commit1990, to userpemerintah menetapkan kawasan
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan,6 menetapkan kawasan suaka alam sebagai wilayah pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, 7 serta penetapan kawasan pelestarian alam sebagai wilayah pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.8 Dalam menyusun rencana pengelolaan KSA dan KPA, menurut ketentuan Pasal 14 dan Pasal 36 PP No. 68 tahun 1998, harus berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonimis dan sosial budaya. Terhadap upaya pengawetan KPA (cagar alam dan suaka margasatwa) dilaksanakan dalam 3 (tiga) bentuk kegiatan yaitu : a) perlindungan dan pengamanan kawasan; b) inventarisasi potensi kawasan; dan c) penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengawetan, sedangkan upaya pengawetan terhadap KPA, khususnya Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam 4 (empat) bentuk kegiatan yaitu : a) perlindungan dan pengamanan; b) inventarisasi potensi kawasan; c) penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi; dan d) pembinaan habitat dan populasi satwa.9 Adapun ketentuan mengenai pemanfaatan KSA-KPA, diatur dalam Pasal 20 PP No. 68 tahun 1998 bahwa Kawasan Cagar Alam (KPA) dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a) penelitian dan pengembangan; b) ilmu pengetahuan; dan c) kegiatan penunjang budidaya, sedangkan dalam Pasal 24 PP No. 68 tahun 1998 dinyatakan, Kawasan Suaka Margasatwa (KSA) dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a) penelitian dan pengembangan; b) ilmu pengetahuan; c) pendidikan; d) wisata alam terbatas; dan e) kegiatan penunjang budidaya. Khusus ketentuan pemanfaatan taman wisata
6
Pasal 8 UU No. 5 tahun 1990
7
Pasal 12 UU No. 5 tahun 1990
8
Pasal 30 UU No. 5 tahun 1990
9
commit to user
Pasal 16 dan Pasal 45 PP No. 68 tahun 1998
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
alam (KPA) diatur dalam Pasal 53 PP No. 68 tahun 1998, dimana taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan : a) pariwisata alam dan rekreasi; b) penelitian dan pengembangan; c) pendidikan; dan atau d) kegiatan penunjang budidaya. Dalam rangka melaksanakan tugas sebagai Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, Balai KSDA Kalbar menyelenggarakan fungsi :10 a.
b.
c. d.
e. f. g. h. i. j.
penataan blok, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi; pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi; koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung; penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan, hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi; pengendalian kebakaran hutan; promosi, informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan; pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi; pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; Ketentuan dalam rencana pengelolaan, pengawetan serta
pemanfaatan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagaimana yang dimaksud dalam UU No.5 tahun 1990 dan peraturan pelaksananya serta peraturan terkait lainya, di Balai KSDA Kalbar di Implementasikan dalam bentuk-bentuk kegiatan sebagai berikut :
10
Ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 02/Menhut-II/2007 yang telah dirubah menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 51 commit to user /Menhut-II/2009 tentang Organisasi dan tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam
92
perpustakaan.uns.ac.id
a)
digilib.uns.ac.id
Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan Perlindungan sistem penyangga kehidupan adalah usahausaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan lain-lain dengan tujuan agar terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.11 Untuk
mewujudkan
perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan, dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 5 tahun 1990 dinyatakan bahwa pemerintah menetapkan : a.
wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b.
pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
c.
pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan Dalam Pasal 8 ayat (2), Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Belum sebagaimana
terealisasinya yang
dimaksud
(diterbitkannya) dalam
Pasal
ketentuan 8
ayat
(2),
menyebabkan Balai KSDA Kalbar belum dapat melaksanakan kegiatan pengelolaan, pengawetan dan pemanfaatan wilayah yang
ditetapkan
sebagai
perlindungan
sistem
kehidupan karena belum ada petunjuk operasionalnya.
11
commit Penjelasan Pasal 5 UU No. 5 tahun 1990 to
93
user
penyangga
perpustakaan.uns.ac.id
b)
digilib.uns.ac.id
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya terdiri dari unsur-unsur hayati dan non hayati (baik fisik maupun non fisik). Semua unsur ini sangat berkait dan pengaruh mempengaruhi. Punahnya salah satu unsur tidak dapat diganti dengan unsur yang lain.
Usaha
dan
tindakan
konservasi
untuk
menjamin
keanekaragaman jenis meliputi penjagaan agar unsur-unsur tersebut tidak punah dengan tujuan agar masing-masing unsur dapat berfungsi dalam alam dan agar senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia.12 Berdasarkan Pasal 11 UU No. 5 tahun 1990, Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan melalui kegiatan : 1)
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya
dilaksanakan
dengan
menjaga
keutuhan KSA agar tetap dalam keadaan aslinya. Ketentuan dalam rangka upaya pengawetan KSA (cagar alam dan suaka margasatwa) diatur dalam Pasal 16 PP No.8 tahun 1998. Adapun bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Balai KSDA Kalbar dalam rangka menjaga keutuhan KSA agar tetap dalam keadaan aslinya, diantarnya adalah : a. perlindungan dan pengamanan kawasan; Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan, di Balai KSA Kalbar dilaksanakan dalam 2 (dua) bentuk kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat preventif commit to user 12
Penjelasan Pasal 5 UU No. 5 tahun 1990
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan kegiatan yang bersifat represif. Kegiatan yang bersifat preventif diantaranya operasi intelijen dan operasi pengamanan fungsional. Pada tahun anggaran 2008, Balai KSDA Kalbar telah melaksanakan kegiatan operasi intelijen sebanyak 11 (sebelas) paket kegiatan dan operasi pengamanan fungsional sebanyak 18 paket kegiatan. Kegiatan intelijen dan operasi pengamanan fungsional tersebut di laksanakan di 3 (tiga) seksi wilayah konservasi yang ada di Balai KSDA Kalbar, artinya rata-rata setiap seksi konservasi wilayah melaksanakan 3-4 kali kegiatan injelijen dan 5-6 kali kegiatan operasi pengamanan fungsional. Adapun kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan yang bersifat represif pada tahun anggaran 2008, Balai KSDA Kalbar melaksanakan 7 paket kegiatan operasi pengamanan hutan khusus dan 13 paket kegiatan operasi pengamanan hutan gabungan. Berdasarkan data statistik Balai KSDA tahun 2008, dari 7 paket kegiatan operasi pengamanan hutan khusus dan 13 paket kegiatan operasi pengamanan hutan gabungan tersebut tidak satu pun kasus yang penyidikan (penegakan hukum) berhubungan dengan perlindungan dan pengamanan kawasan (pebuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSAKPA) oleh Balai KSDA Kalbar. Artinya tingkat keberhasilan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan yang dilakukan secara represif adalah 0% ( nol %) (lihat tabel VII).
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. inventarisasi potensi kawasan; Upaya pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dalam bentuk kegiatan inventarisasi potensi kawasan (flora dan fauna), pada tahun anggaran 2008, hanya dilaksanakan pada 2 (dua) kegiatan inventarisasi potensi kawasan yaitu di CA Raya Passi, Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang dan TWA. Bukit Kelam, Seksi Konservasi Wilayah II Sintang. c. Penelitian
dan
pengembangan
dalam
menunjang
pengawetan. Upaya penelitian dan pengembangan dalam penunjang pengawetan KSA-KPA, Balai KSDA Kalbar bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di Kalimantan
Barat.
Selama
tahun
2008
telah
dilaksanakan 6 (enam) kali kegiatan penelitian, yang dilaksanakan di Seksi Koservasi Wilayah II Sintang, sebanyak 3 kegiatan penelitian dan Pada Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang, sebanyak 3 kegiatan
penelitian.
Kegiatan
penelitian
Fakultas
MIPA
dilaksanakan
oleh
Tanjungpura
Pontianak
(UNTAN),
tersebut
Universitas Laboratorium
Bioteknologi dan Agroklimat UNTAN dan Dinas Pertanian Kab. Sintang, Mahasiswa STIPER Panca Bhakti Pontianak dan tim peneliti Kebun Raya Purwodadi – LIPI. 2)
. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baiktodiuser dalam maupun di luar habitatnya commit
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak punah. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya adalah upaya menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa agar tidak punah. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di dalam habitatnya (in situ) dan di luar habitatnya (ex situ) untuk menambah dan memulihkan populasi. Dalam Pasal 8 Ayat (3) dan Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya (in situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan: a) Identifikasi; b) Inventarisasi; c) Pemantauan; d) Pembinaan habitat dan populasinya; e) Penyelamatan jenis; dan f). Pengkajian, penelitian dan pengembangannya.
Sedangakan
Pengelolaan
jenis
tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex situ) dilakukan dalam
bentuk
kegiatan:
Pengembangbiakan;
c)
a)
Pemeliharaan;
Pengkajian,
penelitian
b) dan
pengembangan; d) Rehabilitasi satwa; e) Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa. Adapun bentuk kegiatan dalam rangka pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (in-situ dan ex-situ) yang telah dilaksanakan oleh Balai KSDA Kalbar diantaranya adalah : 1.
Rehabilitasi orang utan (Pongo Pygmaeus), sepanjang tahun 2008 telah dilakukan pengiriman 12 ekor orangutan hasil penyerahan masyarakat ke Pusat Rehabilitasi di Nyarumenteng, Kalimantan Tengah.
2.
Penangkaran dan Uji Coba Penangkaran Ikan Arwana, sampai tahun 2008 tercatat lebih kurang 83 commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penangkar ikan arwana (Scleropages formosus) di Propinsi Kalimantan Barat. 3.
Uji Coba Penangkaran Penyu dan Identifikasi Jenis Penyu, Penertiban Satwa Liar Dilindungi, Penanganan Konflik Satwa Liar dengan manusia, Sosialisasi Peraturan Tumbuhan dan Satwa Liar serta pembinaan beberapa kebun binatang (lembaga konservasi) yang terdapat di Kalimanatan Barat
c)
Pemanfatan
secara lestari
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya Berdasarkan Pasal 26 UU No. 5 tahun 1990, Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: a) pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam, yaitu potensi kawasan berupa ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis tumbuhan dan satwa, dan peninggalan budaya yang berada dalam kawasan tersebut; dan b) pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Bentuk kegiatan Pemanfatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang telah dilaksanakan oleh Balai KSDA Kalbar diantarnya adalah : 1.
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam melalui kegiatan Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan diantarnya Pelatihan Pemandu Wisata, yang dilaksanakan di semua Seksi Konservasi Wilayah.
2.
Pembentukan Kader Konservasi, dilaksanakan di semua Seksi Konservasi Wilayah.
Dari ketiga bentuk kegiatan tersebut diatas, Balai KSDA Kalbar commit to user pada konteksnya sudah melaksakan kegiatan sebagaimana yang
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diamanatkan dalam UU No. 5 tahun 1990, walaupun pelaksanaan kegiatan tersebut masih sangat tergantung kepada ketersedian anggaran setiap tahunnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Junaidi Kasi Konservasi Wilayah III Singkawang pada tanggal 23 Desember 2009, menyatakan bahwa Implementasi UU No. 5 tahun 1990 di Balai KSDA Kalbar Khususnya di Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang, belum maksimal dilaksanakan, karena saat ini implementasi UU No. 5 tahun 1990 masih terfokus pada kegiatan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, terutama kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan serta pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex situ). Adapun upaya pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya lainnya seperti pemanfaatan jasa lingkungan serta pemanfaatan taman wisata alam untuk kegiatan pariwisata alam dan rekreasi belum dikelola sebagaiman yang diharapkan. Sebagai contoh, saat ini Balai KSDA Kalbar mengelola 7 (tujuh) kawasan taman wisata alam (TWA), namun dari ke-7 TWA tersebut, belum satupun yang dikelola dengan baik sebagaimana yang diharapkan PP No. 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Zona Pemanfaatan Taman nasional, Taman hutan raya dan taman Wisata Alam. Menurut Martias Siregar (Kasi Pengamanan Hutan dan Penyidikan Dinas Kehutanan Prop. Kalbar) yang diwawancara pada tanggal 24 Desember 2009, menyatakan bahwa Implementasi UU No. 5 tahun 1990 yang telah dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat, baru sebatas pengawasan terhadap peredaran hasil hutan, pengelolaan KSA-KPA seperti Kawasan CA. Mandor, sepertinya masih masih jauh dari harapan (tidak maksimal). Upaya yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalimanatan Barat dalam menanggulangi to user kegiatan illegal dalamcommit kawasan konservasi seperti pembalakan liar,
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PETI dll, masih sekedar menerima laporan dan kegiatan preventif tapi belum melakukan tindakan nyata seperti melakukan penegakan hukum terhadap setiap perbuatan illegal yang dilakukan di dalam KSA-KPA sebagaimana yang diharapkan UU No.5 tahun 1990. Berdasarkan
uraian
tersebut
diatas,
apabila
dianalisis
berdasarkan kreteria keberhasilan suatu implementasi menurut Nakamura, menunjukan bahwa Implementasi UU No. 5 tahun 1990 saat ini di Balai KSDA Kalbar, belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sebagai contoh adalah kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan, dari 7 paket kegiatan operasi pengamanan hutan khusus dan 13 paket kegiatan operasi pengamanan hutan gabungan, tingkat keberhasilannya tidak ada sama sekali ( nol %), artinya parameter seperti pencapaian tujuan/keberhasilan dan efesiensi sebagaiman yang dimaksud Nakamura, tidak satupun yang dapat dipenuhi dari kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Balai KSDA Kalbar.
2. Faktor pendukung dan penghambat implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAH&E terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai KSDA Kalimantan Barat Masyarakat dan ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungan secara erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi mata uang. Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya.
Ketertiban dalam
masyarakat diciptakan secara bersama-sama oleh berbagai lembaga secara bersama-sama seperti hukum dan tradisi. Oleh karena itu dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnya dalama menciptakan ketertiban itu. Kehidupan commit to user dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan dengan tertib dan
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
teratur ini didukung oleh adanya suatu tatanan, karena adanya tatanan inilah kehidupan menjadi tertib, namun hukum bukanlah satu-satunya lembaga yang menciptakan ketertiban dalam masyarakat.13 Hukum kehutanan diperlukan sebagai alat pergaulan sosial dalam masalah kehutanan. Perangkat hukum dibutuhkan dalam rangka menjaga supaya hutan dan sumber daya alam lainnya dimanfaatkan sesuai dengan daya dukung atau kondisi kemampuan hutan itu sendiri. Dalam hukum kehutanan diatur tentang obyek dan subyek, yang masing-masing adalah hutan dan manusia. Hutan sebagai obyek pengaturan dilindungi dari perbutan manusia supaya interaksi keduanya tetap berada dalam suasana serasi dan saling mendukung agar tercapai ketertiban (sosial order) dan keteraturan . Proses penegakan hukum dibidang kehutanan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh berbagai faktor baik internal maupun ekternal.
Dalam
setiap
usaha
untuk
merealisasikan
tujuan
pembanguanan, maka sistem hukum dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan penunjang. Suatu sistem hukum yang tidak efektif tentunya akan menghambat terealisasinya tujuan yang ingin dicapai itu. Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia didalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan-aturan yang berlaku.14 Banyaknya gangguan terhadap KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar, menunjukan bahwa implementasi UU No. 5 tahun 1990 belum berjalan dengan maksimal. Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok penegakan hukum sebenarnya
terletak
pada
faktor-faktor
yang
mungkin
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral,
13
Satjipto Rahardjo, op.cit, hlm 13
14
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologi, PT. Suryandaru Utama. commit to user Semarang. 2005, hlm.105
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 15 1) 2) 3) 4) 5)
Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang); Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan Faktor Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh
karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian , maka kelima faktor tersebut akan dibahas disini : a)
Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang) Undang-Undang diartikan dengan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah. 16 Peraturan atau norma merupakan dasar bagi proses penerapan hukum, berhasil atau tidaknya proses penegakan hukum (efektifitasnya) tergantung pada apakah peraturan yang ada
mengenai
bidang-bidang
kehidupan
tertentuk
cukup
sistematis, apakah peraturan-peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu secara hierarkis maupun horizontal tidak ada pertentangan-pertentangan, apakah secara kuantitatif dan kualitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidang-bidang
kehidupan tertentu sudah cukup, apakah
peraturan yang ada menimbulkan penafsiran ganda, sistimatis penerbitanya sudah sesuai dengan persyaratan yuridis.17 15
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 8
16
Ibid, hlm.12
commit to Perspektif user Hartiwiningsih, Hukum Lingkungan dalam Kebijakan Hukum Pidana. Cetakan 1. UNS Press. Surakarta, 2008, hlm. 63 17
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bila dikaitkan dengan belum berhasilnya penegakan hukum di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang cenderung semakin meningkat, sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas peraturan perundangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sendiri. Secara kuantitas masih banyak peraturan pelaksana yang belum tercipta sejak dikeluarkanya UU No.5 tahun 1990. Peraturan pelaksana tersebut diantaranya : 1. Peraturan pemerintah tentang perlindungan sistem penyangga kehidupan (pelaksanaan Pasal 8 UU No. 5 tahun 1990) 2. Peraturan Pemerintah tentang penetapan suatu kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagar biosfer (pelaksanaan Pasal 18 UU No. 5 tahun 1990) 3. Peraturan Pemerintah tentang pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi sebagimana dimaksud dalam Pasal 21 serta pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri. (pelaksanaan Pasal 22 UU No. 5 tahun 1990) 4. Peraturan pemerintah tentang pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luar negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. (pelaksanaan Pasal 23 UU No. 5 tahun 1990) 5. Peraturan pemerintah tentang peranserta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (pelaksanaan Pasal 37 UU No. 5 tahun 1990) Dari 5 (lima) peraturan pemerintah yang belum tercipta tersebut, terdapat beberapa peraturan pemerintah yang penting untuk segera dibuat, karena banyak akar permasalahan terhadap kawasan konservasi berawal dari ketidak jelasan (belum adanya) aturan yang mengatur perihal tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan sistem penyangga kehidupan (pelaksanaan commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 7 UU No. 5 tahun 1990) dan Peraturan Pemerintah tentang peranserta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (pelaksanaan Pasal 37 UU KSDAH&E). Peraturan pelaksana tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting utamanya bagi aparat penegak hukum khusunya pengelola kawasan konservasi sebagai petunjuk operasional di lapangan. Semakin jelas pengaturan tersebut maka semakin mudah bagi aparat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang terkait. Dari hasil wawancara yang dilakukan, baik dengan pejabat struktural maupun fungsional (Polhut/PEH/Penyuluh Kehutanan) Balai KSDA Kalbar, menyatakan bahwa salah satu akar permasalahan sulitnya menanggulangi perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA yang dikelola oleh Bali KSDA Kalbar adalah karena kurangnya partisipasi masyarakat (peranserta masyarakat) dalam upaya konservasi yang dilakukan. Minimnya peranserta masyarakat, khusunya yang berada di sekitar dan di dalam kawasan konservasi tentu tidak terlepas dari akibat belum adanya pengaturan yang jelas tentang
bagaimana
peranserta
masyarakat
(rakyat)
dalam
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Disamping itu secara kualitas masih terdapat ketidak sempurnaan dalam UU No. 5 tahun 1990, kelemahan tersebut diantaranya adalah : a.
Pasal 4 UU No. 5 tahun 1990, ”Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.” Pasal ini memperlihatkan belum adanya keberpihakan pemerintah kepada kepentingan dan perlindungan hak-hak masyarakat, hal ini tampak dalam penegasan tentang pemaksaan negara commitdimana to user masyarakat wajib bertanggung atas masyarakat,
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jawab terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Namun kewajiban masyarakat tersebut tidak diimbangi dengan kewajiban negara terhadap hak-hak yang berada di sekitar dan di dalam kawasan konservasi (KSAKPA). Peraturan Pemerintah tentang Peranserta Masyarakat sebagaimana yang diamanatkan Pasal 37 UU No. 5 tahun 1990
yang diharapkan
dapat
mengakomodir hak-hak
masyarakat disekitar atau didalam kawasan konservasi (KPAKSA) sampai saat ini belum belum diterbitkan. b.
Perumusan perbuatan pidana sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 19,dan Pasal 33 UU No. 5 tahun 1990. Subyek atau pelaku yang diatur dalam ketentuan pidana UU Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAH&E hanya efektif diterapkan kepada pelaku yang secara langsung melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap
keutuhan
KSA-KPA seperti penebang kayu, perladangan berpindah, penyerobotan lahan, PETI dll, namun tidak akan efektif menyentuh aktor intelektual, pemodal, orang yang menyuruh, orang yang melindungi, dan pidana pembiaran dan korporasi, karena rumusan pasal yang masih sempit atau terbatas. c.
UU No. 5 tahun 1990 belum mengatur rumusan sanksi minimum, sehingga memungkinkan pelaku dihukum lebih ringan dari kapasitas kejahatan yang dilakukan. Dengan demikian sanksi pidana yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Sanksi bagi korporasi serta sanksi pidana tambahan belum diatur dalam dalam Undang-Undang No. 5 / 1990 khususnya sanksi pidana tambahan tindak pidana pembiaran.
d.
Rumusan Pasal 39, dimana Penyidik Pegawai Negeri Sipil commit to user kemandirian dalam melakukan (PPNS) belum memiliki
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses penyidikan, karena tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka tindak pidana di bidang KSDAH&E, dan PPNS masih berada dibawah koordinasi penyidik Kepolisian RI . Tidak
adanya
kewenangaan
penangkapan
dan
penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, oleh PPNS Kehutanan justru akan menjadi penghambat dalam mengimplementasikan UU No. 5 tahun 1990. Menurut
Hartiwiningsih
perumusan
perbuatan
pidana,
pertanggung jawaban pidana, sanksi pidana yang terdapat di dalam UU No. 5 tahun 1990, masih terdapat ketidak sempurnaan perumusan yaitu, 18 Terdapat perumusan kata penghubung yang tidak tepat dalam formulasi perbuatan pidana yang tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) merupakan peraturan sanksi. sedangkan rumusannya terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) merupakan dua rumusan perbuatan pidana yang digabungkan menjadi satu bagian inti dari perbuatan pidana dikarenakan terdapat kata penghubung : kata “dan” bukan kata “atau”. Adapun perbuatan yang digabungkan adalah : “setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam” dan “setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional”. Kata “dan” dalam konteks penafsiran gramatikal terhadap suatu undang-undang bermaksud menggabungkan dari dua perbuatan tersebut. Walaupun maksud dari pembuat undang-undang ini dapat dikaji bahwa kedua pasal tersebut tidak berfungsi digabungkan tetapi merupakan alternatif atau pilihan di antara dua obyek perbuatan. Untuk itu kata penghubung yang lebih tepat adalah “atau” bukan kata “dan”. Adapun
pendapat
Saifullah,
perbuatan
pidana
yang
dirumuskan dalam UU No. 5 tahun 1990 adalah rumusan dalam commit to user 18
Hartiwiningsih, op.cit., hlm . 368.
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bentuk formil yaitu perbuatan pidana yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Perbuatan pidana tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik, sehingga tidak perlu dipergunakan kata-kata “dapat mengakibatkan” 19 b)
Faktor penegak hukum Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance, yaitu yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan.20 Petugas yang menegakan atau aparat penegak hukum yang menerapkan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu faktor pendukunng utama keberhasilan penegakan hukum. Bagaimanapun baiknya suatu peraturan perundang-undangan, bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik dan handal maka jangan diharapkan bahwa suatu penegakan hukum akan berhasil, atau dengan kata lain walaupun suatu peraturan perundangan banyak kelemahannya, apabila didukung dengan aparat penegak hukum yang baik, mempunyai moral, maka penegakan hukum akan berhasil. Keduanya memang saling mendukung, pengaruh mempengaruhi, tetapi persoalan sebenarnya sangat tergantung pada sumber daya amanusia, 21 seperti yang pernah dikemukakan oleh Hermann Mennhein , “ It is not the
19
Saifullah, op.cit, hlm.146
20
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.50
21
Hartiwiningsih, op.cit., hlm.67 commit to
107
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
formula that decides the issue but the men who have to apply the formula” 22 Oleh karena itu manusia yang dalam hal ini adalah aparat penegak
hukum
memegang
peranan
sangat
penting
bagi
berhasilnya suatu penegakan hukum, khususnya penegakan hukum pidana bidang Konservasi. Sebagai contoh faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum terhadap kejahatan penebangan liar (illegal logging). Menurut Direktur Wahana Lingkungan
Hidup
Indonesia
(WALHI)
bahwa
“
akar
permasalahan illegal logging adalah karena korupsi ”. Praktekpraktek KKN dalam kejahatan illegal logging adalah merupakan salah satu modus operandi yang belum dapat tersentuh oleh penegakan hukum dalam pemeberantasan kejahatan illegal logging. Penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging seringkali hanya tertuju pada pelaku dilapangan (masyarakat kecil) yang hanya diupah untuk melakukan kegiatan illegal tersebut.23 Dilihat dari lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan penegakan
hukum,
pengawasan
dan
pengelolaan
kawasan
konservasi (KSA-KPA) yaitu Departemen Kehutanan, khususnya Balai KSDA Kalbar memiliki kendala-kendala dalam lingkupnya sendiri. Hambatan-hambatan ini disebabkan tidak tersedianya sumber daya manusia yang merata disetiap daerah seperti terlihat dalam tabel dibawah ini :
22
Mannheim Herman, Criminal Justice and Sosial Recontruction “ dikutip dari Hartiwiningsih, op.cit, hlm. 67
commit to user
23
Sukardi, op.cit., hlm. 118
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel V : REKAPITULASI TENAGA PENGAMANAN HUTAN LIMA TAHUN TERAKHIR DI BALAI KSDA KALIMANTAN BARAT Polhut No
1
Penempatan 2007
2008
14
14
14
14
3
3
3
1
3
6 22
2009
2005
2006
2007
2008
2009
13
5
5
8
9
9
3
3
-
1
1
1
1
6
6
6
-
-
1
1
1
7
9
10
11
1
1
1
1
1
27
32
33
33
6
7
11
12
12
Seksi Konservasi Wil. II Sintang
4
2006
Seksi Konservasi Wil. I Ketapang
3
2005 Kantor Balai KSDA Kalbar 2
PPNS
Seksi Konservasi Wil. III Singkawang JUMLAH
Sumber : Laporan Tahunan Balai KSDA Kalimantan Barat Tahun 2008
Dari Tabel V, dapat dilihat bahwa secara kuantitas aparat penegak hukum dari tahun 2005 sampai dengan akhir tahun 2009, terjadi penambahan jumlah tenaga pengaman hutan baik jumlah Polisi Kehutanan maupun jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Balai KSDA Kalbar. Namun pertambahan jumlah tenaga pengaman hutan tersebut sangatlah kecil, untuk Polisi Kehutanan dalam 5 (lima) tahun terakhir hanya terjadi penambahan personil sebanyak 11 orang atau tiap tahunnya bertambah sebanyak 2 (dua) orang. Sedangkan untuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam 5 (lima) tahun terakhir terjadi penambahan jumlah tenaga sebanyak 6 (enam) orang atau rata-rata tiap tahunnya 2 (dua) orang. Tapi apabila dilihat dari distribusi (penyebaran) Polisi Kehutanan dan PPNS Balai KSDA Kalimanatn Barat, belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Di Kantor Balai KSDA Kalbar, terdapat 13 (tiga belas) orang Polisi Kehutanan dan 9 (sembilan) orang PPNS Kehutanan sedangkan di Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, hanya memiliki 3 (tiga) orang Polisi Kehutanan dan 1 (satu) orang PPNS. commit to user hanya memiliki 6 (enam) orang Seksi Konservasi Wilayah II Sintang,
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Polisi Kehutana dan 1 (satu) orang PPNS. Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang, hanya memiliki 11 (sebelas) orang Polisi Kehutanan dan 1 (satu) orang PPNS. Jumlah tenaga pengamanan hutan baik yang terdapat di kantor Balai KSDA Kalbar sendiri, maupun di Seksi-seksi wilayah konservasi tidaklah sesuai dengan jumlah dan luas KSA-KPA yang dikelola, seperti tabel dibawah ini. Tabel VI : SEBARAN DAN LUAS KAWASAN KONSERVASI (KSA-KPA) YANG DIKELOLA OLEH BALAI KSDA KALBAR SAMPAI TAHUN 2009 KSA-KPA No
1 2
Wilayah Pengelolaan Jumlah kawasan
Luas kawasan (Ha)
-
-
Kantor Balai KSDA Kalbar Seksi Konservasi Wil. I
1. CA. Muara Kendawangan
149.079
Ketapang
2. CA Kepulauan Karimata
77.000
Seksi Konservasi Wil. II Sintang
1. Hutan Wisata Baning
213
2. Hutan Wisata Bukit Kelam
520
226.079 3
713 4
Seksi Konservasi Wil. III
1. CA. Mandor
3.080
Singkawang
2. CA. Raya Pasi
3.700
3. CA. Gunung Nyiut
124.500
4. CA. Lo Fat Fun Fie
7,8
5. TWA Tanjung Belimbing 6. TWA Asuansang 7. TWA Dungan. 8. TWA Melintang 9. TWA Sungai Liku
810,30 4.464 1.142 17.640 821,3 156.165,5
Jumlah
13
597.486,1
Sumber : Laporan Tahunan Balai KSDA Kalimantan Barat Tahun 2008
Dari table VI dapat dilihat bahwa pengelolaan kawasan konservasi di Balai KSDA Kalbar secara teknis dilaksanakan oleh 3 (tiga) Seksi Wilayah Konservasi yaitu : 1) Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, bertanggung jawab terhadap 2 (dua) kawasan konservasi dengan total luas 226.079 Ha; 2) Seksi Konservasi Wilayah II Sintang, commit to user bertanggung jawab terhadap 2 (dua) kawasan konservasi dengan total 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
luas 713 Ha; dan 3) Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang, bertanggung jawab terhadap 9 (sembilan) kawasan konservasi dengan total luas 156.165,5 Ha. Dari Tabel V dan Tabel VI terlihat secara keseluruhan, terdapat perbandingan yang tidak ideal antara luas kawasan konservasi (KSAKPA) dengan jumlah polisi kehutanan. Dengan luas 597.486,1 Ha, Balai KSDA Kalbar hanya memiliki petugas Polisi kehutanan sebanyak 33 orang, artinya 1 : 18.105,64 ha atau dengan kata lain 1 (satu) orang petugas Polisi Kehutanan harus bertanggung jawab terhadap 18.105,64 Ha kawasan konservasi (KSA-KPA). Kondisi ini akan jauh lebih tidak ideal, apabila dilihat dari perbandingkan antara luas KSA-KPA yang terdapat (menjadi tanggung jawab) masing-masing seksi wilayah konservasi. Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, yang memiliki luas kawasan konservasi (KSAKPA) 226.079 Ha hanya memiliki 3 (tiga) orang petugas Polisi Kehutanan artinya 1 : 75.359,7 Ha atau dengan kata lain 1 (satu) orang Polisi Kehutanan bertanggung jawab terhadap 75.359,7 Ha Kawasan Konservasi (KSA-KPA). Seksi Konservasi Wilayah II Sintang yang memiliki luas kawasan konservasi (KSA-KPA) 713 Ha, memiliki 6 (enam) orang Polisi Kehutanan artinya 1 : 118,8 Ha dengan kata lain 1 (satu) orang Polisi Kehutanan bertanggung jawab terhadap 118,8 Ha Kawasan Konservasi (KSA-KPA). Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang yang memiliki luas kawasan konservasi (KSA-KPA) 156.165,5 Ha, hanya memiliki 11 (sebelas) orang Polisi Kehutanan artinya 1 : 14.196,9 Ha atau dengan kata lain 1 (satu) orang Polsi Kehutanan bertanggung jawab terhadap 14.196,9 Ha Kawasan Konservasi (KSA-KPA). Dari 3 (tiga) Seksi Wilayah Konservasi yang ada di Balai KSDA Kalbar hanya Seksi Konservasi Wilayah II Sintang saja yang dapat dikatakan, antara luas kawasan dengan jumlah Polisi Kehutanan memiliki perbandingan yang ideal. commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kondisi yang tidak ideal ini tentu sangat mempengaruhi dalam kegiatan
preventif,
maupun
kegiatan
represif
dalam
rangka
menanggulangi perbuatan yang bisa menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar. Perbandingan yang jauh dari ideal ini diperparah lagi dengan letak KSA-KPA yang sangat jauh serta kondisi tofografi yang beragam mulai dari laut, sungai, rawa, sampai pengunungan. Jadi bagaimanapun kecukupan dan kualitas pencegahan dan penindakan yang dilakukan, dalam upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, juga sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah sumber daya manusia khususnya
yang
berhubungan
langsung
dengan
perlindungan,
pengawasan hutan tersebut karena masalah kehutanan dari hari kehari semakin kompleks. Apabila dilihat dari sisi kualitas aparat penegak hukum, khusunya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki Balai KSDA Kalbar, terlihat belum memiliki kemampuan sebagaiman yang diharapkan, dalam upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, terutama PPNS yang berada di Seksi-Seksi Wilayah Konservasi. Kondisi ini dapat dilihat dalam table dibawah ini :
commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel VII : DATA PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA BIDANG KSDAH&E YANG DILAKUKAN OLEH PPNS BALAI KSDA KALIMANATAN BARAT SELAMA 5 (LIMA) TAHUN TERAKHIR TAHUN No
Penempatan 2006
2007
2008
2009
-
-
7
-
-
Tindak Pidana terjadi dalam Kws CA. Gunung Nyiut
-
-
-
-
-
Tidak ada kasus
-
-
-
-
-
Tidak ada kasus
-
-
-
-
-
Tidak ada kasus
-
-
7
-
-
PPNS Kantor Balai 1
KSDA Kalbar
Ket
2005
PPNS Seksi Konservasi 2
Wil. I Ketapang PPNS Seksi Konservasi
3
Wil. II Sintang PPNS Seksi Konservasi
4
Wil. III Singkawang JUMLAH
Dari data penanganan kasus pada table VII, dapat dilihat bahwa PPNS Balai KSDA Kalbar dari tahun 2005 s/d 2009, baru pernah melakukan penegakan hukum (penyidikan) terhadap 7 (tujuh) kasus tindak pidana di Bidang KSDAH&E yang terjadi didalam KSA-KPA. Proses penyidikan terhadap ke tujuh kasus tersebut dilakukan oleh PPNS yang terdapat di Kantor Balai KSDA Kalbar di Pontianak. Sedangka PPNS lainnya yang berada di Seksi-Seksi Wilayah Konservasi, belum pernah satu pun melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana di bidang KSDAH&E khususnya perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, padahal semua kawasan KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar yang secara teknis menjadi tanggung jawab seksi-seksi wilayah konservasi, kondisinya saat ini sangat memprihatikan akibat dari kegiatan pembalakan liar, penyerobotan lahan, penambangan emas tanpa izin (PETI), perladangan berpindah dan lain-lain. Menurut B. Rajagukguk, Jaksa Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat yang diwawancara pada tanggal 21 Desember 2009 menyatakan, commitdito bidang user konservasi sumber daya alam dari 7 (tujuh) kasus pidana
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hayati dan ekosistemnya yang pernah dilimpahkan oleh PPNS Balai KSDA Kalbar ke Kejaksaan Tinggi Kalbar, PPNS Balai KSDA Kalbar baru dapat mengungkap (menyelesaikan kasus) terhadap pelaku (subjek pertanggungjawaban pidana) dilapangan atau yang tertangkap tangan dan belum dapat menyentuh atau mengembangkan kasusnya terhadap pelaku intelektual atau pemodal (cukong). Selain kekurangan tenaga pengamanan hutan Balai KSDA Kalbar juga sangat kekurangan tenaga Penyuluh Kehutanan, sampai tahun 2009 Balai KSDA Kalbar hanya memiliki 2 (dua) orang tenaga penyuluh kehutanan (lihat table III). Minimnya tenaga penyuluh kehutanan tersebut, mengakibatkan Balai KSDA sangat kesulitan dalam melakukan penyuluhan atau sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan dan kegiatan konservasi lainnya. Disamping Balai KSDA Kalimantan Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam di Kalimantan Barat, sangat diperlu dukungan dari institusi terkait lainya dalam melakukan penegakan hukum di Bidang KSDAH&E khususnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap KSA-KPA, seperti institusi Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Namun dukungan yang diharapkan tersebut faktual dilapangan belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagai contoh, pada tahun 2007-2008, Polda Kalimantan Barat telah menangani kasus tindak pidana di bidang kehutanan sebanyak 219 kasus, dengan jumlah tersangka 191 orang,24 namun dari 219 kasus tersebut tidak ada satupun yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang KSDAH&E. Berdasarkan hasil wawancara dengan Jamiri (Korwas PPNS, Polda
Kalimantan
menyatakan,
Barat)
kurangnya
pada
tanggal
penegakan
21
hukum
Desember
2009
(penyidikan)
yang
dilakukan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat terhadap kasus yang commit user tertentu (Tipiter) bidang kehutanan, Rekapitulasi penanganan kasus tindaktopidana Direktorat Reskrim Polda Kalbar. 24
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berhubungan dengan KSDAH&E disebabkan karena, saat ini penegakan hukum bidang Kehutanan yang dilakukan oleh Polri masih terfokus pada pemberantasan peredaran hasil hutan (kayu) illegal. Keberhasilan penegakan hukum bidang konservasi tidak hanya ditentukan oleh tercukupinya kuantitas tapi juga kualitas dari aparat penegak hukum tersebut. Menurut Ina Kartini, berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 9 Desember 2009, salah satu faktor penghambat dalam upaya menanggulangi perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA adalah masih terdapatnya penafsiran yang berbeda antara aparat penegak hukum dalam memahami UU No. 5 tahun 1990. Selain itu menurut Junaidi yang di wawancara pada tanggal 23 Desember 2009 menyatakan, Sisi lemah yang masih dimiliki dalam usaha melindungi kawasan konservasi adalah kurangnya pemahaman aparat penegak hukum lain terhadap UU No. 5 tahun 1990. Sebagai contoh terhadap penanganan kasus tambang emas liar tanpa izin (PETI) yang terjadi di dalam Kawasan CA. Mandor pada tahun 2009. Dalam asas-asas peraturan perundang-undangan, tentang berlakunya suatu undang-undang dalam arti materiel, dikenal beberapa asas, antara lain undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat legi generalis).25 Namun karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap asas Lex specialis derogat legi generalis, tindak pidana yang terjadi dalam kawasan konservasi tersebut oleh Penyidik di Polsek Mandor, terhadap pelaku disangkakan dengan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang UU No. 5 tahun 1990 tidak hanya terjadi Penyidik di Polsek Mandor tetapi juga terjadi pada Jaksa Peneliti kasus tersebut, yang justru membenarkan penggunaan UU to user Ilmu Hukum, Jilid 1, Cetakan Kedua C.S.T. Kansil dan Christine S.T.commit Kansil, Pengantar Belas, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 166 25
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, terhadap tindak pidana yang terjadi didalam kawasan konservasi. Adapun data kasus tersebut dapat dilihat dalam table dibawah ini. Tabel VIII : REKAPITULASI PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA DI BIDANG KSDAH&E YANG TERJADI DI DALAM KAWASAN CA.MANDOR OLEH POLSEK MANDOR POLDA KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Locus
No
Dasar Penyidikan
Perbuatan
1.
LP/K/14-A/I/2009 Tgl. 12 Januari 2009
PETI
CA.Mandor
2.
LP/K/107-A/III/2009 Tgl. 8 maret 2009
PETI
CA.Mandor
3.
LP/K/134-A/III/2009 24 Maret 2009
PETI
CA.Mandor
4.
LP/K/455-A/X/2009 25 Oktober 2009
PETI
CA.Mandor
Delicty
UU Yang di Sangkakan UU RI No. 4 Pertambangan batubara UU RI No. 4 Pertambangan batubara UU RI No. 4 Pertambangan batubara UU RI No. 4 Pertambangan batubara
Ket
tahun 2009 ttg Mineral dan
P.21
tahun 2009 ttg Mineral dan
P.21
tahun 2009 ttg Mineral dan
Tahap 1
tahun 2009 ttg Mineral dan
P.21
Keterangan : PETI adalah Singkatan dari Penambang Emas Tanpa Izin Sumber : Reskrim Polsek Mandor, Polda Kalimantan Barat
Terdapatnya peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus seharusnya terhadap kejahatan atau pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan konservasi diberlakukan ketentuan UU No. 5 tahun 1990 secara de facto maupun de jure. 26 Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan, apabila terjadi keadaan-keadaan seperti kesenjangan peraturan, tumpang tindih, penafsiran ganda dan lain-lain, dapat diatasi dengan berpedoman kepada asas-asas : 1.
Lex specialis derogat legi generalis, yakni mengutamakan undang-undang khusus;
2.
Lex superior derogat legi inferiori, dengan mengutamakan UU/Peraturan yang lebih tinggi;
commit to user 26
Saifullah, op.cit, hlm.140
116
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Lex posteriori derogat legi priori, yakni menggunakan UU/Ketentuan
yang
lebih
baru
dan
mengenyampingkan
UU/Ketentuan yang terdahulu. Jadi
adalah
wajar
apabila
penegakan
hukum
dibidang
KSDAH&E tersendat bahkan tidakan tidak jalan sama sekali. Tanpa dukungan kualitas dan kuantitas, komitmen akan tegaknya keadilan, kesiapan
aparat
penegak
hukum
dalam
menangani
masalah
KSDAH&E, mustahil apa yang amanatkan UU No. 5 tahun 1990 dapat terwujud. c)
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum Secara sederhana fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tanpa adanaya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.
Tabel IX : SARANA DAN PRASARANA PENGAMANAN HUTAN YANG DIMILIKI OLEH BALAI KSDA KALBAR SAMPAI TAHUN 2009
No
1.
2.
Penempatannya
Jenis Sarana/Prasarana Satuan
Sarana Pengamanan a. Senjata api - Laras Pendek/Genggam - Laras Panjang b. Senjata bius c. Borgol d. Sangkur/Pisau/ e. Amunisi : - Amunisi senjata api genggam - Amunisi senjata api laras panjang Sarana Angkutan - Kendaraan Roda 4 - Kendaraan Roda 2 - Speed Boat - Motor Tempel/ long boat /kapal
Kntr BKSDA Kalbar
Seksi Wil.I
Seksi Wil.II
Seksi Wil.III
4 40 -
-
-
-
503 471
-
-
-
1 1 1 -
1 3 1 -
1 7 -
4 10 commit4 to 1
117
user
Ket
perpustakaan.uns.ac.id
No
3.
4.
5
digilib.uns.ac.id
Penempatannya
Jenis Sarana/Prasarana Satuan Kntr BKSDA Kalbar
Seksi Wil.I
Seksi Wil.II
Seksi Wil.III
Sarana Komunikasi - Req - HT/ Handy Talky - SSB/ Single Side Band - HP Satelit
4 35 1 2
1 15 1 -
1 15 1 -
1 15 1 -
Barana Navigasi - GPS - Kompas - Kamera - Binokuler - Alat SAR
4 6 4 2 -
1 1 1 1 -
3 2 1 1 -
1 1 1 1 -
-
1
Pos Jaga/ Shelter
2
Ket
4
Sumber : Perlengkapan Balai KSDA Kalimanatan Barat tahun 2009
Dari tabel IX dapat dilihat, dalam hal sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum di Balai KSDA Kalimantan Barat masih banyak terdapat kekurangan, khususnya sarana dan prasarana yang terdapat di seksi-seksi konservasi wilayah. Kekurangankekurangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Seksi Konservasi Wilayah I (SKW I) Ketapang, memiliki 2 (dua) kawasan cagar alam yaitu CA. Muara Kendawangan dan CA. Kepulauan Karimata dengan luas keseluruhan adalah 226.079 Ha (lihat tabel VI). Namun luas kawasan yang begitu besar tersebut tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Saat ini di Seksi Wilayah Konservasi I Ketapang
hanya memiliki sarana
transportasi 1(satu) unit kendaraan Roda 4, 1 (unit) unit Kendaraan Roda 2. Sarana transporasi seperti motor tempel/ long boat atau kapal yang sangat dibutuhkan di Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang karena sebagian besar kawasan konservasi yang dimilikinya berbatasan langsung dengan laut, tidak ada sama sekali. Sarana transportasi air yang dimiliki oleh SKW I Ketapang baru terdapat 1 (satu) unit Speed Boat. Selain itu sarana pengamanan hutan seperti senjata api dan commit to user
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keberadaan pos jaga /shelter di dalam atau di sekitar kawasan tidak ada sama sekali. Kekurangan sarana dan prasarana pendukung dalam penegakan hukum tersebut tidak hanya terjadi pada seksi wilayah konservasi I Ketapang saja tetapi juga terjadi pada Seksi Konservasi Wilayah II Sintang dan Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah, ternyata jumlah kawasan konservasi (13 kawasan/ lihat table VI) lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah pos jaga (shelter) yang dimiliki oleh Balai KSDA Kalimantan Barat. Kelengakapan saranan dan prasarana yang jauh dari ideal ini, tentu sangat mempengaruhi upaya Balai KSDA Kalimantan Barat dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA.
d)
Faktor masyarakat dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan Penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantar berbagai faktor (interchange). Hukum senantiasa dibatasi oleh situasi atau lingkungan di mana ia berada, sehingga tidak heran kalau terjadi ketidak cocokan antara apa yang seharusnya (dan sollen) dengan apa yang senyatanya (das sein). Dengan perkataan lain, muncul diskrepansi antara law in the books dan law in action.27 Berbicara mengenai warga masyarakat maka hal ini sedikit banyak menyakut masalah derajad kapatuhan. Secara sempit dapat dikatakan bahwa derajad kepatuhan masyarakat terhadap hukum salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
28
artinya
apabila derajad kepatuhan terhadap UU Nomor 5 tahun 1990 tinggi, maka
peraturan-peraturan
tersebut
memang
27
Esmi Warassih, Op.Cit, hlm.83
28
Soerjono Soekanto dikutip dari Hartiwiningsih, op.cit.,hlm 77.
commit to user
119
berfungsi.
Tetapi
perpustakaan.uns.ac.id
masalahnya
digilib.uns.ac.id
ketaatan
terhadap
hukum
kehutanan
khususnya
KSDAH&E saat ini sangat rendah, terbukti semakin tingginya tingkat kerusakan terhadap kawasan konservasi (KSA-KPA) di Kalimantan Barat baik secara kaualitas maupun kuantitas. Rendahnya tingkat ketaatan hukum masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan di Bidang Kehutanan saat ini tidak terlepas dari kesalahan masa lalu, dimana pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (Economic Growth Development), menyebabkan pemerintah secara sadar mengeksploitasi sumber daya hutan dan kekayaan alam lainnya, sebagai sumber pendapatan dan devisa negara (state revenue) untuk membiayai pembangunan nasional. Menurut I Nyoman Nurjaya, Konsekuensi yang muncul kemudian adalah: (1) Dari segi ekologi terjadi degradasi kuantitas maupun kualitas hutan tropis di berbagai kawasan di Indonesia; (2) Dari segi ekonomi terjadi keterbatasan dan semakin hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat setempat; (3) Dari segi sosial dan budaya muncul kelompok masyarakat lokal, terutama masyarakat yang secara turuntemurun hidup dan tinggal di dan sekitar hutan, sebagai korbankorban pembangunan (victims of development), yang tergusur dan terabaikan serta terbekukannya akses dan hak-hak mereka atas sumber daya hutan. Akibatnya, terjadi konflik-konflik yang berkepanjangan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan antara masyarakat lokal dengan pemerintah maupun pemegang konsesi-konsesi kehutanan.29 Masyarakat sebagai kumpulan pergaulan antara individu manusia bisa sebagai pembangun atau pembina lingkungan yang baik, tetapi juga sekaligus dapat sebagai perusak dan penghancur lingkungannya, sama dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi manusia memiliki
29
I Nyoman Nurjaya, Sejarah Hukum Pengelolaan Hutan di Indonesia”, dalam Jurisprudence, Vol. 2, No. 1, Maret 2005, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang ., commit to user hlm. 50-51
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
eksistensi yang sangat khas dibandingkan dengan elemen lingkungan lainnya, karena ia memiliki akal, budi, daya, dan pekerti.30 Masyarakat Indonesia pada khususnya, mempunyai pendapatpendapat tertentu mengenai hukum. Dari sekian banyak pengertian yang diberikan pada hukum, terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat,
untuk
mengartikan
hukum
dan
bahkan
mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum tersebut, yang menurut pendapatnya menupakan pencerminan dari hukum sebagai struktur maupun proses. 31 Didalam kehidupan sehari-hari petugas pasti akan menghadapi bermacam-macam manusia dengan latar belakang maupun pengalaman masing-masing. Ada yang dengan sendirinya taat pada hukum, ada yang pura-pura mentaatinya, ada yang tidak mengacuhkannya sama sekali, dan adapula yang dengan terangterangan melawannya.32 Dari hasil wawancara dengan Petugas Polisi Kehutanan Balai KSDA Kalbar, menyatakan salah satu bentuk hambatan dalam mengimplementasikan UU No. 5 tahun 1990 adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam mendukung keberadaan kawasan konservasi. Upaya penyuluhan tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang dilakukan sering berakhir sebagai formalitas saja, karena setelah pelaksanan penyuluhan masyarakat kembali melakukan aktifitas ilegal didalam kawasan konservasi. Menurut Andree Boengin dan Mariani yang diwawancara pada tanggal 15 dan 16 Desember 2009 menyatakan, tidak semua anggota masyarakat tidak memiliki kesadaran konservasi, namun masyarakat 30
N.H.T. Sihaan, Hukum Lingkungan, Cetakan Kedua Edisi Revisi, Pancur Alam. Jakarta, 2008, hlm. 147 31
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.46
32
Ibid, hlm.48
commit to user
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menginginkan supaya pemerintah mengakui keberadaan serta hak-hak mereka yang sudah turun temurun bermukim disekitar dan di dalam kawasan konservasi tersebut. Di samping itu pemerintah juga harus memperlihatkan upaya nyata dalam mengelola kawasan konservasi seperti adanya petugas, kantor serta adanya sosialisasi / penyuluhan yang dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambung. Menurut Esmi Warassih, perkembangan hukum yang diikuti dengan perkembangan masyarakat, tampaknya tidak terjadi di dalam masyarakat Indonesia. Semenjak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka tahap perkembangan masyarakat yang semula adalah feodalisme menuju masyarakat yang berdasarkan konstitusi. Mulai saat itu hukum yang berlaku memiliki ciri-ciri modern, antara lain bersifat tertulis, universal, dan bersifat territorial. Perkembangan hukum yang demikian itu tidak diiringi dengan perkembangan masyarakat. Akibatnya, nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tetap saja tradisional dan tidak berubah. Keadaan yang demikian itu tampaknya berpengaruh dalam proses penegakan hukum hingga saat ini.33 Faktor nilai yang menimbulkan perbedaan dalam kehidupan hukum dalam masyarakat lebih disebabkan oleh kultur hukum. Kultur hukum merupakan sikap-sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang berhubungan dengan hukum, dan lembagalembaganya, baik yang bersifat positif maupun negative. Unsur kultur hukum inilah yang akan menentukan mengapa seseorang itu patuh atau tidak patuh terhadap peraturan yang ada.34 e)
Faktor Kebudayaan Fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai control sosial. Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha untuk menggerakan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan karena itu perlu ada
33
34
Esmi Warassih, Op.Cit, hlm.87
commit user Lawrence M . Friedman, Op.Cit, hlm.17.to Juga dalam Esmi Warassih, Op.Cit, hlm.89
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesadaarn hukum dari masyarakat. Kesadara hukum masyarakat itu terkait erat dengan masalah budaya hukum. Berbicara mengenai budaya hukum adalah berbicara mengenai bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat itu oleh Lawrence M Friedman, terkait erat dengan masalah budaya hukum. Dimaksudkan` dengan budaya hukum di sini adalah berupa kategori nilai-nilai, pandanganpandangan serta sikap sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum.35 Dalam pemahaman yang lebih luas Lawrence M Friedman memasukan komponen budaya hukum sebagai bagian integral dari sistem hukum. Friedman membedakan unsur sistem hukum ke dalam 3 (tiga) macam yaitu ; 1) Struktur hukum; 2) Substansi hukum dan 3) Kultur hukum. 36 Komponen “struktur” adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum, ia berbicara tentang kelembangaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjannya sistem hukum. Komponen “substansi” tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusiinstitusi itu harus berperilaku. Sedangkan, “kultur” (budaya) adalah elemen sikap dan nilai sosial. James C.N. Paul maupun J. Dias berpendapat, bahwa perbedaan nilai-nilai yang terkandung di dalam hukum nasional dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat desa (lokal) seringkali menyulitkan mereka untuk dapat mengerti ketentuan-ketentuan hukum nasional yang berlaku. Pada umumnya taraf hidup masyarakat desa tergolong miskin, demikian pula tingkat pengetahuannya tergolong rendah. Akibatnya, timbul perbedaan antara yang dikehendaki oleh undangundang dengan praktek yang dijalankan oleh masyarakat. 37 35
Esmi Warassih, op.cit, hlm. 92
36
Lawrence M Friedman, Op.Cit, hlm. 12-19
37
Esmi Warassih, Op.Cit, hlm. 97commit to
123
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Data Statistik Kependudukan Propinsi Kalimantan Barat tahun 2006, dari total 1.969.298 penduduk berumur 15 Tahun ke atas menurut jenis kegiatan dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, sekitar 80,74 % (1.590.003 orang) berpendidikan dibawah Sekolah Menegah Tingkat Pertama (SMP sederajad)
dan sisanya 19,26 %
(379.295 orang) berpendidikan Sekolah Menengah Tingkat (SMA sederajad) atas sampai perguruan tinggi. Dari total jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas tersebut, sebagai besar bermata pencarian di bidang pertanian yaitu sekitar 60 % (1.169.001 orang).38 Menurut Lon Fuller, agar hukum yang dibuat dapat mewujudkan tujuan yang telah diputuskan, maka para pembuat hukum harus memperhatikan Principles of legality, dalam membuat hukum, yaitu : 39
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Harus ada peraturannya terlebih dahulu Peraturan itu harus diumumkan secara layak. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut. Perumusan paraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin. Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain. Peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah. harus ada kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan-peraturan yang telah dibuat. Karena itu harus disadari bagaimana mungkin kita dapat
menuntut masyarakat untuk bertingkah laku sesuai dengan makna peraturan hukum. Disamping mereka tidak dapat mengetahui isinya karena sulit mengerti bahasa hukum, komunikasi hukum pun sematamata hanya sekedar untuk memenuhi syarat formal, yaitu dengan dimuatnya dalam Lembaran Negara. 38
Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat file:///D:/Kalbar/Tabel%204%20Tenaga%20kerja%20dan%20pendidikan%20kalbar.htm
to user Lon Fuller, The Morality of Law,commit dikutip dari Esmi Warassih, Op.Cit, hlm. 95
39
124
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan Martias Siregar, Kasi Pengamanan Hutan dan Penyidikan Dinas Kehutanan Propinsi Kalbar pada tanggal 24 Desember 2009 menyatakan, Faktor yang menjadi kendala / penghambat implementasi UU Nomor 5 tahun 1990 terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Barat salah satunya adalah masih rendahnya taraf kehidupan masyarakat disekitar kawasan konservasi. Masih rendahnya taraf hidup masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan (KSA-KPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya tradisi yang baik dalam masyarakat. Keberadaan hukum adat
(kearifan
lokal) yang selama ini dipegang teguh dan telah menjadi media dalam menyelesaikan
berbagai
macam
permasalahan
sudah
mulai
ditinggalkan karena dianggap sudah ketinggalan zaman, akibatnya hutan yang dulunya sangat dijaga bahkan khultuskan, akhirnya habis ditebang untuk memenuhi kebutuhan hidup secara cepat. Dari
hasil
peneltian
yang
dilakukan
oleh
Subarnyanto
menyatakan, Bergesernya nilai dan pola hidup masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan, yang semula bermata pencarian sebagai pertanian/peladang beralih menjadi buruh atau tenaga pengangukut kayu bahkan tidak jarang menjadi pelaku pembalakan liar disebabkan adanya perubahan sikap dan pola hidup menjadi lebih kosumtif, yang dipicu adanya kebutuhan keluarga yang semakin meningkat.40 Untuk dapat mengelola hutan agar bisa lestari dan berkelanjutan diperlukan adanya etika lingkungan yang berurusan dengan nilai, prinsip dan norma moral yang mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Peran etika lingkungan hidup selalu berkaitan dengan tugas, kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagi pelaku commit to mempengaruhi user Subaryanto, Analisis Faktor-Faktor Yang Penegakan Hukum Terhadap llegal Logging di Propinsi Kalimantan Barat, Tesis, Pascasarjana UNS, Surakarta, 2007, hlm.74 40
125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
moral dalam hubungannya dengan alam lingkungan. 41
Menurut
Taylor, salah satu sikap dasar yang dituntut dalam etika lingkungan hidup adalah sikap hormat terhadap alam artinya manusia dalam melakukan hubungan timbal balik dengan alam harus memiliki etika lngkungan sesuai dengan norma-norma lingkungan itu sendiri. 42 Selain itu akibat kesalahan masa lalu, dimana pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (Economic Growth Development), telah menyebabkan muncul kelompok masyarakat lokal, terutama masyarakat yang secara turun-temurun hidup dan tinggal di dan sekitar hutan, sebagai korbankorban pembangunan (victims of development), yang tergusur dan terabaikan serta terbekukannya akses dan hak-hak mereka atas sumber daya hutan, berubah menjadi masyarakat yang anarkis. Akibatnya,
terjadi
konflik-konflik
yang
berkepanjangan
atas
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan antara masyarakat lokal
dengan
pemerintah
maupun
pemegang
konsesi-konsesi
kehutanan. Namun di beberapa daerah di Kalimantan Barat masih memiliki nila-nilai budaya yang baik dalam memperlakukan dan mengelola sumber daya hutan (kearifan lokal), seperti yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Iban Sungai Utik di Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. Dalam melindungi dan mengelola hutan adat, guna menjaga keseimbangan dan manfaat yang berkelanjutan antara manusia dengan alam. Dalam adat Dayak Iban berkembang
41
Iing Moh. Ichsan, Etika Lingkungan Masyarakat Adat Kesepuhan Dalam Pengelolaan Hutan Di Kawasan taman nasional Gunung Hlmimun Salak, Isprirasi Teoisme, Ringkasan Disertasi, Program Pasca sarjana Fakultas Filsafat Univ. Gajah Mada, Yogyakarta, 2009, hlm.6 42
Taylor dalam Iing Moh. Ichsan,commit Loc.Cit to
126
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsep pembagian hutan adat dengan membagi tiga kawasan hutan adatnya, yaitu :43 1. Kampong Taroh Kawasan hutan yang tidak boleh ada kegiatan perladangan, mengambil/menebang kayu. Kampong Taroh adalah kawasan hutan lindung adat, di tujukan untuk melindungi mata air dan perkembang biakan satwa. Tempat yang merupakan Kampong Taroh biasanya berada di hulu-hulu Sungai. 2. Kampong Galao Merupakan kawasan hutan cadangan. Kegiatan di dalam kawasan ini yang diperbolehkan adalah mengambil tanaman obat, mengambil kayu api dan membuat sampan. Pemanfaatan hutan ini sangat terbatas dan diawasi sangat ketat, bahkan terdapat sanksi adat jika melakukan pelanggaran di kawasan ini. 3. Kampong Endor Kerja Merupakan kawasan hutan produksi di mana hutan ini ditujukan untuk fungsi produksi dan dikelola secara adil dan berkelanjutan. Dikawasan ini boleh diambil kayunya dengan syarat diameter kayu yang di ambil di atas 30 cm. Selebihnya kawasan hutan ini juga difungsikan sebagai sumber bibit. Dari analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan
hukum
tersebut
diatas,
jadi
adalah
wajar
apabila
implementasi UU No. 5 tahun 1990 khususnya dalam upaya perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA di Balai KSDA Kalbar, tersendat atau belum sesuai dengan harapan. Berdasarkan data dokumentasi, hasil wawancara dan analisis yang dilakukan, ternyata terdapat faktor pendukung dan penghambat implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi to user Hutan Adat di Sungai Utik, Kapuas Yuyun Indradi, Kearifan Lokal:commit Potret Pengelolaan Hulu, DTE Indonesia/Anggota FWI Bogor, Edisi I-06/Januari-Februari 2006, hlm. 4 43
127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai KSDA Kalimantan Barat. Adapun faktor-faktor tersebut dan bagaimana solusinya dapat diuraikan sebagai berikut : a)
Faktor Pendukung Adapun faktor pendukung implementasi UU No. 5 tahun 1990, dalam upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan
perubahan
terhadap
keutuhan
KSA-KPA
diantaranya adalah : 1)
Undang-Undang itu sendiri, dimana UU No.5 tahun 1990 secara tegas menyatakan, bahwa “ Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA”. Ketentuan ini seharusnya dapat meminimalisir kegiatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar, karena terhadap perbuatan tersebut diancam dengan sanksi pidana yang berat yaitu pidana kurungan dan denda.
2)
Keberadaan Polisi Kehutanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) serta Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) yang dimiliki oleh di Balai KSDA Kalimantan Barat (Departemen Kehutanan). Potensi ini apabila dikelola dengan baik, walaupun dengan jumlah yang belum ideal, namun dapat menjadi kekuatan besar sebagai ujung tombak dalam kegiatan pengawasan, perlindungan dan penegakan hukum terhadap
tindak pidana bidang kehutanan
khususnya Perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA. 3)
Keberadaan Pemerintah Daerah (desa, kecamatan, user penegak hukum khususnya kabupaten),commit serta toaparat
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kepolisian Republik Indonesia. Keterbatas sumber daya manusia di Balai KSDA Kalbar, tidak akan menjadi suatu kendala apabila Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum lainnya memberikan dukungan terhadap keberadaan KSA-KPA, adanya komitmen yang sama dalam upaya mencegah perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap
keutuhan
KSA-KPA,
diharapkan
gangguan/ancaman terhadap kawasan konservasi akan jauh berkurang. 4)
Keberadaan tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh agama, pemuda, dan tokoh masyarakat (kepala adat atau kepala suku) disekitar kawasan KSA-KPA, serta kelompok pencinta alam, pramuka dan LSM ( dalam maupun luar negeri) yang berkomitmen terhadap keberadaan kawasan konservasi dan pemanfaatan keberadaan aturan yang hidup didalam masyarakat sendiri seperti kearifan lokal dan hukum adat.
5)
Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan (universitas). KSA-KPA adalah sumber plasma nutfah yang tidak ternilai harganya, kurangnya penelitian terhadap potensi yang terkandung di dalam KSA-KPA, menyebabkan sumber daya alam yang tidak ternilai tersebut belum maksimal dimanfaatkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
b)
Faktor Penghambat Adapun faktor pengahambat implementasi UU No.5 tahun 1990, dalam upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA di Balai KSDA Kalbar diantaranya adalah : commit to user
129
perpustakaan.uns.ac.id
1)
digilib.uns.ac.id
Belum
adanya
ketentuan
pengaturan
pidana
terhadap
yang
spesifik
perbuatan
mengenai
yang
dapat
menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA khususnya kepada pelaku tindak pidana “ yang menyuruh melakukan, pemilik modal, penampung dan atau aktor intelektualnya (subjek pertanggung jawaban pidana), dan belum adanya saksi minimal dan maksimal dalam UU No.5 tahun 1990 terhadap pelaku tindak pidana di bidang KSDAH&E. 2)
UU No.5 tahun 1990 membatasi sendiri kewenangan yang dimiliki oleh Polisi Kehutanan dan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil
(PPNS)
Departemen
Kehutanan
ynag
seharusnya menjadi ujung tombak dalam perlindungan terhadap kawasan konservasi (KSA-KPA) seperti seperti pembatasan kewenangan menangkap dan menahan yang harus berkoordinasi dengan Penyidik Polri. 3)
UU No.5 tahun 1990 masih bersifat top down, dimana UU tersebut belum mengakomodir kepentingan masyarakat, yang lebih ditekankan adalah hak-hak negara atas kekayaan sumber daya alam hayati dan ekosiemnya secara mutlak dan lebih mengendepatkan penghukuman (represif);
4)
Keterbatasan dana, sarana dan prasarana (senjata api, sarana transportasi, pos jaga/Shelter, menara pengawas dll), minimnya jumlah personil (Polhut, PPNS, PEH, Penyuluh) khususnya di seksi-seksi wilayah konservasi yang tidak sebanding dengan luas KSA-KPA serta banyaknya batas kawasanya (Pal Batas) yang hilang atau rusak.
5)
Belum terjadinya sinergi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (ego sektoral) tentang keberadaan dan pengelolaan kawasan konservasi serta kurangnya dukungan commit to user
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
aparat penegak hukum lainnya (polisi, jaksa, hakim) terhadap kejahatan di bidang KSDAH&E 6)
Masih terdapatnya penafsiran yang berbeda antara aparat penegak hukum dalam memahami UU No.5 tahun 1990.
7)
Terlalu seringnya dilakukan pendekatan preventif terhadap perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuahn KSA-KPA tanpa diimbangi dengan uapaya hukum (tindakan represif), akibatnya efek jera yang diharapkan oleh UU tidak pernah tercapai;
8)
Masih rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap arti penting kawasan konservasi serta rendahnya taraf kehidupan masyarakat disekitar kawasan hutan mengakibatkan masyarakat cenderung mencari solusi pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan hidup secara instan dengan jalan memanfaatkan sumber daya alam yang ada disekitarnya.
9)
Banyaknya kepentingan ikut bermain dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung didalam KSA-KPA (Adanya jaringan mafia hukum dibidang kehutanan).
10) Balai KSDA Kalbar sendiri, belum (tidak) memiliki data data base yang baik (akurat)
mengenai semua potensi
didalam dan disekitar KSA-KPA, seperti daerah-daerah yang rawan terjadinya gangguan, jumlah perkampungan di dalam dan di sekitar KSA-KPA, tingkat pendidikan masyarakat dan lain sebagainya.
commit to user
131
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Upaya Yang Seharusnya Dilakukan Oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Dalam Menanggulangi Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Melakukan dengan sengaja kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, dalam ketentuan Pasal 40 ayat (5) UU No. 5 tahun 1990, dimasukan dalam kategori kejahatan, sedangkan apabila disebabkan karena kelalaian, perbuatan tersebut termasuk dalam kategori pelanggaran. Dalam Pasal 19 dan Pasal 33 UU No. 5 tahun 1990, yang dimaksud dengan perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam atau menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Penjelasan lebih luas dapat dilihat dalam Pasal 19 Ayat (2) PP No. 68 tahun 1998, yaitu yang termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan KSA, adalah : a.
melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan;
b.
memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan;
c.
memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan;
d.
menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan; atau
e.
mengubah
bentang
alam
kawasan
yang
mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa. commit to user
132
mengusik
atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun dalam Pasal 44 Ayat (2), PP No. 68 tahun 1998, menyatakan, yang termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Nasional atau Taman Hutan Raya, adalah: a.
merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistemnya;
b.
merusak keindahan alam dan gejala alam;
c.
mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;
d.
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Dalam Pasal 46 Ayat (2) PP No. 68 tahun 1998, dinyatakan yang
termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Wisata Alam adalah: a.
berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumber daya alam di dalam kawasan;
b.
melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan;
c.
melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar
dalam menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, dilaksanakan dalam 2 (dua) bentuk kegiatan yaitu kegiatan preventif dan represif, seperti : a)
Kegiatan Preventif, meliputi Pemeliharaan Jalur Batas, Patroli / operasi fungsional rutin, Operasi
Intelijen,
Pembentukan
Pengamanan Hutan Pam Swakarsa, Pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA), Pelatihan Pemandu Wisata, pembentukan kader konservasi dan toKelompok Pecinta Alam, commit user
133
Kemah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konservasi, Penyebaran Informasi dan kegiatan penyuluhan – penyuluhan melalui pembuatan buletin, leaflet, booklet tentang kegiatan-kegiatan
konservasi yang dilakukan di Kalimantan
Barat, peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan hutan serta Mendirikan pos-pos jaga (shelter) di sekitar / di dalam KSA-KPA. b)
Kegiatan Represif, melalui kegiatan : Operasi pengamanan hutan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC), operasi pengamanan
hutan
fungsional,
operasi
khusus,
operasi
pengamanan
pengamanan
hutan
hutan
gabungan
dan
Pengendalian kebakaran hutan di dalam KSA-KPA. Namun upaya preventif dan represif tersebut, faktual belum dapat mencegah dan menanggulangi/menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan
perubahan
terhadap
keutuhan
KSA-KPA
di
Kalimantan Barat. Kenyataan ini ditandai dengan tetap maraknya kegiatan illegal di dalam KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
commit to user
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel X :BENTUK ANCAMAN DAN GANGGUAN TERHADAP KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM YANG DIKELOLA OLEH BALAI KSDA KALIMANTAN BARAT No
KSA-KPA
1
1
Letak
2
Bentuk Gangguan/Ancaman
3
CA. Mandor
Kec.
4
Mandor
Landak,
Kab Seksi
Konservasi
Wilayah
III Singkawang
Ø Di selatan CA. Mandor ditemukan hamparan padang pasir seluas + 100 Ha, Ø Ditemukan lubang bekas galian para penambang liar dengan kedalaman lebih dari 10 meter dengan diameter lubang kurang lebih 10 – 20 m. Dan diatas tanah/pasir tersebut sebagian telah ditumbuhi ilalang, Ø Ditemukan bekas pondok (camp) tempat para penambang luar beristirahat. Di bekas camp masih ada ronsokan mesin dompeng dan pipa pralon yang gunakan untuk menyedot pasir/tanah, Ø Di selatan daerah Tanah Rentak dan Tengkorak didapati banyak pekerja dan mesin penambangan liar, pemantauan yang didapat kurang lebih 100 set mesin beroperasi setiap hari dengan pekerja lebih dari 500 orang buruh/ karyawan, Ø Ditemukan puluhan pondok kerja/camp dan warung di dalam dan di luar kawasan, untuk kegiatan pembukaan lahan kebun yang ditanami kelapa dan ubi kayu dengan luas + 1 Ha. Tim juga menemukan lubang bekas galian para penambang liar, beberapa orang pekerja, alat/mesin dompeng, pipa sedot, camp pekerja dan camp besar.
2
CA. Gunung Nyiut
Desa
Seluas
Bengkayang,
Kab Seksi
Konservasi Wilayah III Singkawang
Ø pembukaan lahan yang akan ditanami tanaman perkebunan baik itu karet, jagung, sahang dan sayuran lainnya, Ø adanya bangunan di dalam kawasan, yaitu gereja dan sekolah. Menurut Kepala Dusun Melayang hal ini telah dilaporkan pada tahun 2005, tetapi sampai pada tahun 2008 belum ditindaklanjuti. Kondisi Patok tidak diketahui karena hilang dari tempatnya, Ø Terdapat sekitar ± 137 KK yang memiliki rumah dan tinggal di dalam Kawasan CA. Gunung Nyiut.
3
CA. Raya Pasi
Kelurahan
dimana ditemukan adanya pembukaan lahan perkebunan/ladang oleh
Nyarongkop,
Kota
masyarakat di luar kawasan yang sudah mendekati batas kawasan
Singkawang,
Seksi
CA. Raya Pasi. Selain itu ditemukan juga adanya kegiatan
Konservasi
Wilayah
pengambilan batu yang asalnya dari Sungai Aria.
III Singkawang 4
CA. Kendawanga
Muara
Kec.
Muara
Kendawangan
Kab.
ketapang,
Seksi
Konservasi Wilayah I
Ø Sangat tingginya aktifitas pembalakan liar dalam kawasan sehingga kondisi kawasan sudah sangat meprihatinkan. Ø adanya aktifitas [erburuan liar khussnya terhadap satwa rusa Ø terdapatnya pemukiman masyarakat dalam kawasan
Ketapang
commit to user
135
perpustakaan.uns.ac.id
No
KSA-KPA
1
5
digilib.uns.ac.id
Letak
Bentuk Gangguan/Ancaman
3
4
2
CA.
Kepulauan
Karimata
Kab. Ketapang, Seksi Konservasi Wilayah I
Tidak ada data
Ketapang 6
CA. Lo Fat Fun Fie
Desa Monterado, Kota Singkawang, Konservasi
Seksi Wilayah
Ø perambahan di dimana pada batas kawasan ditemukan lahan perkebunan karet milik masyarakat Desa Monterado. Ø Tambang emas liar (PETI)
III Singkawang 7
TWA Baning,
Desa Tanjung Puri dan Desa
Baning
Kota
Kab. Sintang, Seksi Konservasi Wilayah II Sintang
Ø Adanya proyek pembangunan pagar pembatas oleh Dinas Pariwisata Kab. Sintang sejak tahun 2007. Pembangunan pagar tersebut terletak ±10 meter di bagian dalam patok kawasan. Ø Adanya bangunan dan lahan garapan masyarakat yang ada di dalam kawasan hutan wisata. Ø Adanya perkebunan karet yang diduga juga milik masyarakat. Ø Adanya proyek pembangunan pagar pembatas oleh Dinas Pariwisata Kab. Sintang sejak tahun 2007. Pagar tersebut terletak ± 20 meter di bagian dalam patok kawasan. Ø Adanya bangunan milik pemda setempat, yang terletak di tepi jalan raya yang melintas kawasan (disekitar patok HW56 sampai dengan HW58). Ø Adanya sebuah cafe milik warga setempat disekitar patok HW57 sampai dengan patok HW58. Ø Ditemukan adanya sebuah Shelter yang dibuat oleh Yayasan Kobus Sintang (disekitar patok HW59).
8
TWA Bukit Kelam
Desa
Merpak,
Kec.
Kelam Permai, Desa
Ø Adanya gubug yang diduga sebagai tempat peristirahatan sementara setelah melakukan aktifitas di dalam kawasan.
Taok, Kec. Dedai Kab
Ø Adanya pemukiman rumah penduduk.
Sintang,
Ø Tanaman karet hasil perkebunan masyarakat setempat yang berada
Seksi
Konservasi Wilayah II
dalam kawasan TWA. Bukit Kelam. Ø Adanya tempat wisata rohani bagi umat Katholik.
Sintang
Ø Banyaknya patok yang kondisinya sudah rusak. Ø dimana ditemukan tumpukan batu hasil galian beserta pondok kerja di dalam kawasan. Selain itu ada papan pemesanan batu yang diklaim milik seseorang. 9
TWA
Tanjung
Belimbing
Desa Sebubus Kab. Sambas, Konservasi
Seksi Wilayah
Ø pembangunan shelter permanen di dalam kawasan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan, Ø pembangunan penginapan milik Dinas Pariwisata Kab. Sambas.
III Singkawang 10
TWA. Sungai Liku
Kab. Sambas, Seksi Konservasi
Wilayah
III Singkawang
Ø perambahan untuk pembukaan lahan yang diduga dilakukan oleh masyarakat sekitar, Ø pada patok 34-40 terdapat usaha tambak yang cukup besar yang dikelola oleh PT. NIM (sekarang sudah tidak aktif lagi).
commit to user
136
perpustakaan.uns.ac.id
No
KSA-KPA
1
11
digilib.uns.ac.id
Letak
2
Bentuk Gangguan/Ancaman
3
TWA Asuansang
4
Ø Aktifitas yang menonjol adanlah banyaknya kegiatan pembalakan
Kab. Sambas, Seksi Konservasi
Wilayah
liar
III Singkawang 12
TWA Dungan
Ø Aktifitas yang menonjol adanlah banyaknya kegiatan pembalakan
Kab. Sambas, Seksi Konservasi
Wilayah
liar
III Singkawang 13
TWA Melintang
Ø Aktifitas yang menonjol adanlah banyaknya kegiatan pembalakan
Kab. Sambas, Seksi Konservasi
Wilayah
liar
III Singkawang
Sumber :Laporan Tahunanan Balai KSDA Kalbar tahun 2008
Menurut
Barda
Nawawi
Arif,
upaya
atau
kebijakan
penanggulangan tindak pidana atau kejahatan dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu menggunakan sarana penal (hukum pidana) dan sarana non-penal. Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) harus menunjang tujuan (goal), yaitu kesejahteraan sosial (social welfare / SW) dan perlindungan masyarakat (social defence / SD), karena itu Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan (PPK) harus
dilakukan
dengan
“pendekatan
integral”;
yaitu
adanya
keseimbangan antara sarana penal dan non-penal.44 Menurut
kongres-kongres
PBB,
strategi
kebijakan
penanggulangan/pencegahan kejahatan, dapat dilakukan dengan caracara sebagai berikut :45 1)
Meniadakan
faktor-faktor
penyebab
yang
menimbulkan
terjadinya kejahatan; 2)
Pencegahan kejahatan dan peradilan pidana harus ditempuh dengan kebijakan integral/sistemik (jangan simplistik dan fragmentair)
3)
Perlu dibenahi dan ditingkatkan kualitas aparat penegak hukum;
44
Barda Nawawi Arif, op.cit, hlm.74
45
Ibid, hlm.77-81
commit to user
137
perpustakaan.uns.ac.id
4)
digilib.uns.ac.id
Perlu dibenahi dan ditingkatkan kualitas institusi dan sistem manajemen organisasi/manajemen data;
5)
Disusunya beberapa “Guidelines”, “Basic Principles”, “ Rules”, “Standard Minimum Rules (SMR)”;
6)
ditingkatkannya
“kerjasama
internasional”
(international
coorperation) dan “bantuan teknis” (technical assistance) dalam rangka memperkokoh “ the rule of law” dan “management of criminal justice system”. Berdasarkan
analisis
terhadap
ke-5
(lima)
faktor
yang
mempengaruhi efektivitas implementasi (penegakan hukum) UU No. 5 tahun 1990 yang di Balai KSDA Kalbar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yaitu, Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang), Faktor penegak hukum, Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, Faktor masyarakat, dan Faktor Kebudayaan. Dari ke-5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut diatas, terdapat 3 (tiga) permasalahan yang sangat urgensi yang harus segera diatasi oleh Balai KSDA Kalbar sebagai langkah/upaya menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, yaitu : 1. Minimnya data base yang dimiliki. Data base, merupakan awal dari sebuah rencana strategis dalam menyusun sebuah program. Semakin baik (lengkap) data base yang dimiliki semakin tinggi tingkat keberhasilan yang akan dicapai. Dari hasil wawancara dengan Sahat Irawan Manik, Muhammad Saleh, S.Pi, (Bidang Konservasi Kawasan), pada tanggal 11 dan
17
Desember 2009 menyatakan, salah satu
hambatan dalam mengimplementasika UU No. 5 tahun 1990 adalah adanya
keterbatasan data base yang miliki oleh Balai commit to user KSDA Kalimantan Barat, akibatnya banyak kegiatan yang telah 138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilaksanakan oleh Balai KSDA Kalbar tidak tepat sasaran (memiliki tingkat keberasilan yang rendah). Data base mengenai seluruh sumber daya yang dimiliki Balai KSDA Kalbar adalah sesuatu yang sangat penting, karena dengan keterbatasan anggaran, jumlah personil, sarana dan prasara serta sangat luasnya kawasan konservasi yang harus diawasi (dikelola), maka sangat perlu adanya data yang akurat mengenai seluruh daerah yang rawan terjadinya tindak pidana KSDAH&E. Data mengenai jumlah penduduk, tingkat pendidikan, budaya, tokohtokoh masyarakat yang berpengaruh dan data-data penting lainnya disekitar wilayah KSA-KPA, akan dapat memberikan solusi atau alernatif yang baik dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA kalbar. Untuk itu, upaya yang harus segera dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar adalah secara bertahap melengakapi “Data Base” mengenai sumber daya yang berkaitan dengan upaya perlindungan terhadap KSA-KPA yang ada.
2. Keterbatasan sarana dan prasaran Persoalan keterbatasan anggaran, kekurangan personil, peralatan yang memadai adalah permasalahan yang dihadapai hampir semua instansi pemerintah dalam mengimplementasikan sebuah
keputusan
kebijakan
dasar
(undang-undang),
atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan bidang peradilan. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Namun kondisi tersebut, bukan menjadikan suatu alasan pembenar mengapa KSAKPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar mengalami banyak kerusakan. Alternatif keterbatasan sarana dan prasara dapat disiasati to user dengan melakukancommit kegiatan-kegiatan yang tepat sasaran (skala
139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prioritas). Sebagai contoh, berdasarkan data statistik Balai KSDA Kalbar, anggaran yang tersedia untuk kegiatan pengamanan hutan pada tahun 2008 sebanyak : 46 1.
Operasi pengamanan SPORC dengan volume 9.666 OH;
2.
Operasi Pengamanan Hutan Khusus/Represif sebanyak 7 paket kegiatan;
3.
Operasi Intelijen sebanyak 11 paket kegiatan;
4.
Operasi Pengamanan Fungsional sebanyak 18 paket kegiatan;
5.
Operasi Pengamanan Gabungan sebanyak 13 paket kegiatan Namun, berdasarkan laporan statistik Balai KSDA Kalbar
pada tahun yang sama, ternyata tingkat keberhasilan kegiatan pengamanan hutan tersebut adalah 0 % ( nol % ) ,47 artinya tidak ada satupun tindak pidana (perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan kawasan ) yang terjadi didalam KSA-KPA pada tahun 2008 bisa diselesaikan oleh Balai KSDA, sedangkan kondisi KSA-KPA yang dikelola Balai KSDA faktual banyak mengalami gangguan (lihat tabel X). Lemahnya manajamen dan tidak adanya data base yang baik menyebabkan tingkat keberhasilan kegiatan pengamanan KSAKPA tidak mencapai target yang diharapkan yaitu menanggulangi perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, salah sebabnya adalah penggunaan dana yang tidak effektif. Oleh karena itu upaya yang seharusnya dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar adalah melakukan perubahan pola penggunaan anggaran, yang sebelumnya hanya sekedar untuk melaksanakan keproyekan menjadi kegiatan yang tepat sasaran dan terukur (skala prioritas) didukung dengan data base yang baik. Dengan adanya perubahan pola ini diharapkan, dapat meningkatkan effektifan 46
Balai KSDA Kalbar, Laporan Tahunan ......., hlm.20
47
Lampiran laporan tahunan Balai KSDA Kalbar tahun 2008, hlm. 34-52
commit to user
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penegakan hukum dalam rangka implementasi UU No. 5 tahun 1990, sehingga mampu meminimalisir tingkat gangguan terhadp KSA-KPA. Upaya lain dalam mensiasati keterbatasan anggaran, personil dan peralatan yang dimiliki oleh Balai KSDA Kalbar adalah dengan memberdayakan anggaran kegiatan repersif (operasi pengamanan gabungan, operasi pengamanan repersif, operasi pengamana SPORC), untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat preventif seperti kegiatan patroli rutin, penyuluhan di dalam dan di sekitar KSA-KPA, secara bersama-sama dan berkesinambungan (kontinyu). Menurut
Barda
Nawawi
Arif,
Pencegahan
dan
Penanggulangan Kejahatan (PPK) harus dilakukan dengan “pendekatan integral”; adanya keseimbangan antara “penal” dana non-penal”. Dilihat dari sudut politik krimnal, kebijakan paling strategis adalah melalui sarana “non-penal” karena lebih bersifat preventif
dan
karena
kebijakan
“penal”
mempunyai
KETERBATASAN/KELEMAHAN (yaitu bersifat fragmentaris / simplistik / tidak struktural-fungsional; simptomatik / tidak kausatif / tidak eliminatif; individualistik atau “offender-oriented/tidak victim-oriented; lebih bersifat represif / tidak preventif; harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi), 48 karena itu peranan penyuluh kehutanan dan pengendali ekosistem hutan (PEH) sangat sentral sekali dalam memberikan pemahaman akan nilai-nilai konservasi terhadap masyarakat di dalam dan disekitar KSA-KPA. Langkah
yang
tidak
kalah
pentingnya
menyikapai
keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Balai KSDA Kalbar adalah, dengan melakukan pendekatan yang intensif kepada 48
commit to Barda Nawawi Arif, Op.Cit, hlm.74
141
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintah daerah, aparat penegak hukum lainnya (kepolisian, kejaksaan, kehakiman), tokoh-tokoh agama, masyarakat, pemuda dan menggali hukum yang hidup didalam masyarakat khususnya yang berada disekitar KSA-KPA. Output dari langkah tersebut diharapkan adanya suatu pemahaman yang sama (sinergi) mengenai arti penting konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Menurut Satjipto Rahardjo ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai lembaga secara bersama-sama.49 3. Lemahnya Penegakan Hukum Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana (sarana penal), merupakan salah satu upaya dalam menanggulangi masalah sosial. Kejahatan atau tindak kriminil merupakan salah satu bentuk “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang
mendasari
kehidupan
atau
keteraturan
sosial,
dapat
menimbulkan ketegangan individu maupun ketegangan-ketegangan sosial
dan
merupakan
ancaman
riil
atau
potensiil
bagi
berlangsungnya ketertiban sosial. 50 Kejahatan lingkungan sudah menjadi perhatian masyarakat secara global (internasional), bahkan kejahatan di bidang kehutanan seperti pembalakan liar (illegal logging) dikategorikan sebagai extra ordinary crime, karena begitu luas dampak yang ditimbulkannya, tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi, sosial 49
Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hlm.13
50
Saparinah Sadli, Persepsi sosial mengenai perilaku menyimpang, dikutip dari Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan ke-2, P.T. Alumni, Bandung, commit to user 1998, hlm.148
142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan budaya. Nilai dan arti penting kawasan konservasi adalah sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup., yang kehadirannya tidak dapat digantikan. Karena itu terhadap perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap kawasan konservasi (KSA-KPA) harus ditindakan dengan tegas. Menurut Sodarto, dalam menghadapi masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut : 51 a.
b.
c. d.
penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata materil dan sprituil berdasarkan Pancasila; perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak dikehendaki” yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materil dan sprituil) atas masyarakat; penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil”. (cost-benefit principle); penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kepastian atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan bebas tugas (overbelasting). Ted Honderich berpendapat, bahwa suatu pidana dapat
disebut sebagai alat mencegah yang ekonomis (economical deterrents) apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 52 a. b.
c.
pidana itu sungguh-sungguh mencegah; pidana tersebut tidak menyebabkan timbulnya keadaan yang lebih berbahaya/merugikan daripada yang akan terjadi apabila pidana itu tidak dikenakan; tidak ada pidana lain yang dapat mencegah secara efektif dengan bahaya/kerugian yang lebih kecil. Dari
data
penanganan
kasus
tindak
pidana
bidang
KSDAH&E selama 5 (lima) tahun terakhir di Balai KSDA Kalbar
51
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, dikutip dari Muladi dan Barda Nawawi, op.cit, hlm.
144 52
commit userdan barda nawawi Arif, op.cit, hlm. 165 Ted Honderich, punishment, dikutip dari to Muladi
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(lihat tabel VII), menunjukan secara kuantitas upaya penegakan hukum di Bidang KSDAH&E khususnya dalam menanggulangi perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap KSA-KPA sangatlah kecil sekali. Upaya yang telah dilakukan tersebut ternyata berbanding terbalik dengan keadaan KSA-KPA yang dikelola oleh Balai KSDA Kalbar saat ini (lihat tabel X) dan dana yang telah digunakan dalam rangka kegiatan perlindungan hutan selama 5 (lima) tahun tersebut. Untuk itu, upaya yang seharusnya dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar dalam menanggulangi perbuatan yang dapat menyebabkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA adalah melakukan evaluasi setiap kegiatan atau penggunaan anggaran termasuk kegiatan perlindungan hutan, agar setiap upaya yang dilakukan (penal dan non-penal) effektif dalam mengatasi setiap ancaman dan gangguan terhadap KSA-KPA. Adapun parameter yang dapat digunakan adalah jumlah kasus yang berhasil ditangani (secara kuantitatif) dan kondisi KSA-KPA ( secara kualitatif). Lemahnya upaya penegakan hukum yang dilakukan Balai KSDA Kalbar, menurut Jamiri (Korwas PPNS Polda Kalimantan Barat) disebabkan oleh : 1)
Kurangnya keberanian PPNS dalam melakukan penyidikan (tidak percaya diri),
2)
Tidak adanya dukungan dari atasan PPNS, ;
3)
Banyak PPNS yang belum memahami wewenang yang dimilikinya;
4)
Belum ada evaluasi kualitas dan kuantitas PPNS oleh Instansinya,
termasuk
anggaran
dan
SarPras
yang
dibutuhkan; 5)
Belum adanya kesamaan persepsi oleh pimpinan PPNS
6)
(terutama yang belum PPNS); to user Ego sektoral commit karena kekuasaan;
144
perpustakaan.uns.ac.id
7)
digilib.uns.ac.id
Sebagian besar pelaksana tugas PPNS belum ditata dengan manajemen penyidikan yang baik oleh instansinya ;
8)
kurangnya koordinasi dari PPNS dengan penegak hukum lainnya (Polri)
9)
Banyak tindak pidana yang terjadi di dalam kawasan konservasi baru ditangani setelah kasusnya menjadi besar, Dalam menyikapai kelemahan-kelemahan tersebut, upaya
yang sebaiknya dilakukan oleh Balai KSDA Kalbar adalah membenahi dan meningkatkan kualitas aparat penegak hukum (PPNS Kehutanan), agar kelemahan tersebut dapat diminimalisir.
commit to user
145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, saat ini sudah berjalan, namun belum maksimal. Implementasi dari UU No.5/1990 tersebut dilaksanakan dalam 2 (dua) bentuk kegiatan yaitu : a)
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan : 1)
perlindungan
dan
pengamanan
kawasan,
dengan
melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan, dilaksanakan dalam 2 (dua) bentuk kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat preventif dan kegiatan yang bersifat represif. Kegiatan yang bersifat preventif diantaranya operasi intelijen dan operasi pengamanan fungsional, kegiatan yang bersifat represif diantarnya kegiatan operasi pengamanan
hutan
khusus
dan
kegiatan
operasi
pengamanan hutan gabungan. 2)
inventarisasi potensi kawasan, bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan diantarnya kegiatan inventarisasi potensi kawasan yaitu di CA Raya Passi, Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang dan TWA. Bukit Kelam, Seksi Konservasi Wilayah II Sintang.
3)
Penelitian
dan
pengembangan
dalam
menunjang
pengawetan. Selama tahun 2008 telah dilaksanakan 6 (enam) kali kegiatan penelitian, yang dilaksanakan di Seksi commit to user Koservasi Wilayah II Sintang, sebanyak 3 kegiatan 146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian dan Pada Seksi Konservasi Wilayah III Singkawang. b)
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, dilaksanakan melalui kegiatan : 1)
Rehabilitasi orang utan (Pongo Pygmaeus), sepanjang tahun 2008 telah dilakukan pengiriman 12 ekor orangutan hasil penyerahan masyarakat ke Pusat Rehabilitasi di Nyarumenteng, Kalimantan Tengah.
2)
Penangkaran dan Uji Coba Penangkaran Ikan Arwana, sampai tahun 2008 tercatat lebih kurang 83 penangkar ikan arwana (Scleropages formosus) di Propinsi Kalimantan Barat.
3)
Uji Coba Penangkaran Penyu dan Identifikasi Jenis Penyu, Penertiban Satwa Liar Dilindungi, Penanganan Konflik Satwa
Liar
dengan
manusia,
Sosialisasi
Peraturan
Tumbuhan dan Satwa Liar serta pembinaan beberapa kebun binatang
(lembaga
konservasi)
yang
terdapat
di
Kalimanatan Barat c)
Pemanfatan
secara lestari
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan : 1)
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam melalui kegiatan Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan diantarnya Pelatihan Pemandu Wisata, yang dilaksanakan di semua Seksi Konservasi Wilayah.
2)
Pembentukan Kader Konservasi, dilaksanakan di semua Seksi Konservasi Wilayah
commit to user
147
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
faktor pendukung dan penghambat Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
dalam
mengatasi
perbuatan
yang
dapat
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat adalah : a)
Faktor Pendukung, diantaranya adalah Sumber daya manusia yang dimiliki oleh Balai KSDA sendiri yaitu Polhut, Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC), PPNS; Aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian; dan keberadaan tokoh-tokoh masyarakat serta hukum yang hidup ditengahtengah masyarakat.
b)
Faktor Penghambat, dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor yaitu 1) Faktor
hukumnya
sendiri
(Undang-Undang)
diantarnya
pembatasan kewenangan PPNS Kehutanan, belum adanya sanksi minimal dan maksimal; 2) Faktor penegak hukum, diantarnya masih kurangnya kuantitas dan kualitas SDM yang terdapat di Balai KSDA Kalbar, dan kurangnya dukungan dari intansi penegak hukum lainya.; 3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, diantaranya minimnya anggaran perlindungan hutan, kurangnya saranya dan prasaran perlindungan hutan; 4) Faktor masyarakat, diantarnya adalah masih
rendahnya
tingkat
pendidikan
dan
taraf
hidup
masyarakat disekitar KSA-KPA; 5) Faktor Kebudayaan, diantaranya adalah adanya perubahan perilaku masyarakat disekitar KSA-KPA menjadi lebih konsumtif, dan anarkis.
commit to user
148
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Upaya Yang Seharusnya Dilakukan Oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Dalam Menanggulangi Perbuatan Yang Dapat Mengakibatkan Perubahan Terhadap Keutuhan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah : a)
Menyikapi minimnya data base yang dimiliki, agar Balai KSDA Kalbar secara bertahap melengakapi “Data Base”
mengenai
sumber daya yang berkaitan dengan upaya perlindungan terhadap KSA-KPA yang ada. b)
Menyikapi Keterbatasan sarana dan prasaran. Balai KSDA Kalbar dapat mensiasatinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang tepat sasaran (skala prioritas), melakukan perubahan pola penggunaan anggaran, yang sebelumnya hanya sekedar untuk melaksanakan keproyekan menjadi kegiatan yang terukur, memberdayakan anggaran kegiatan repersif (operasi pengamanan gabungan, operasi pengamanan repersif, operasi pengamana SPORC), untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat preventif seperti kegiatan patroli rutin, penyuluhan di dalam dan di sekitar KSA-KPA,
secara
bersama-sama
dan
berkesinambungan
(kontinyu) dan melakukan pendekatan yang intensif kepada pemerintah daerah, aparat penegak hukum lainnya (kepolisian, kejaksaan, kehakiman), tokoh-tokoh agama, masyarakat, pemuda dan menggali hukum yang hidup didalam masyarakat khususnya yang berada disekitar KSA-KPA c)
Menyikapi lemahnya penegakan hukum. Balai KSDA dapat melakukan upaya dengan melakukan evaluasi setiap kegiatan atau penggunaan anggaran termasuk kegiatan perlindungan hutan, agar setiap upaya yang dilakukan (penal dan non-penal) effektif dalam mengatasi setiap ancaman dan gangguan terhadap KSA-KPA, meningkatkan kualitas dan kuantitas PPNS, adanya dukungan nyata dari atasan PPNS, menghilangkan Ego sektoral commit to user karena kekuasaan; meningkatkan koordinasi dengan penegak
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukum lainnya (Polri) dan melakukan penangan terhadap tindak pidana yang terjadi didalam KSA-KPA sedini mungkin sebelum kasusnya menjadi besar. B.
Implikasi Sebagai konsekuensi logis dari kesimpulan di atas, maka implikasi yang dapat terjadi antara lain sebagai berikut : 1.
Belum maksimalnya Implementasi UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya dalam mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, tidak saja menyebabkan hilangnya suatu kawasan hutan, yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misal kebutuhan akan air, oksigen, kenyamanan (iklim mikro), penyerapan carbon (carbon sink), keindahan (wisata), sumber devisa (hasil hutan kayu dan non kayu), pangan dan obat-obatan akan tetapi juga hilanglah biodiversity titipan generasi mendatang, yang semuanya akan berdampak buruk terhadap masyarakat di Kalimantan Barat, khususnya masyarakat yang bermukim di dalam dan di sekitar KSA-KPA seperti terjadinya bencana kekeringan, banjir, hama dan penyakit tanaman dll.
2.
Belum dimaksimalkannya faktor-faktor pendukung, berimplikasi Balai KSDA Kalbar akan banyak mengalami banyak hambatan untuk menanggulangi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadapa keutuhan KSA-KPA, karena Balai KSDA Kalbar akan bekerja sendiri tanpa adanya dukungan instansi pemerintah lainnya dan masyarakat.
Selain
itu,
lambannya
mengatasi
faktor-faktor
penghambat, akan berimplikasi semakin hilangnya rasa kepercayaan masyarakat (krisis kepercayaan) terhadap keseriusan pemerintah, khususnya Balai KSDA Kalbar dalam menggelola dan melakukan upaya perlindungan terhadap kawasan konservasi (KSA-KPA) di Kalimantan Barat.
commit to user
150
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Secara global oleh dunia, Indonesia akan tetap dianggap sebagai negara yang tidak pernah serius (konsisten) dalam mengelola serta mempertahankan kawasan konservasi yang dimilikinya.
C.
Saran-Saran Dari hasil penelitian dan implikasi diatas maka penulis meberikan sarasaran sebagai berikut : 1.
Untuk lebih memaksimalkan Implementasi UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Balai KSDA Kalimantan Barat perlu meningkatkan intensitas sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat khususnya disekitar KSAKPA serta melakukan pendekatan (koordinasi) yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum lainnya.
2.
Menyikapi kendala / hambatan-hambatan dalam upaya mengatasi perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan KSA-KPA, khususnya dari faktor penegak hukum, dan faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, Balai KSDA Kalbar perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas penegak hukum serta mengusulkan peningkatan sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum berdasarkan kebutuhan yang riil dilapangan.
3.
Menyikapi keterbatasan minimnya data base, sarana dan prasarana, serta lemahnya penegakan hukum, Balai KSDA Kalbar dapat menyikapinya melalui upaya, 1) secara bertahap melengakapi “Data Base”
mengenai sumber daya yang berkaitan dengan upaya
perlindungan terhadap KSA-KPA yang ada, 2) melakukan kegiatankegiatan yang tepat sasaran (skala prioritas), melakukan perubahan pola penggunaan anggaran, melakukan pendekatan yang intensif kepada pemerintah daerah, aparat penegak hukum lainnya (kepolisian, kejaksaan, kehakiman), tokoh-tokoh agama, masyarakat, pemuda dan menggali hukum yang hidup didalam masyarakat khususnya yang commit to meningkatkan user berada disekitar KSA-KPA, kualitas dan kuantitas
151
perpustakaan.uns.ac.id
PPNS,
digilib.uns.ac.id
menghilangkan
Ego
sektoral
karena
kekuasaan;
dan
penanganan tindak pidana yang terjadi didalam KSA-KPA sedini mungkin.
commit to user
152