IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik
Oleh: SUKARNI NIM: S 310907021
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Kebijakan Publik
Oleh: SUKARNI NIM: S 310907021
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 i
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN NGAWI
Disusun Oleh: SUKARNI NIM: S 310907021 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H, M.H. NIP. 131 793 333
………………..
……………..
Pembimbing II
Dr. S u p a n t o, S.H, MHum. NIP. 131 568 794
………………..
……………..
Mengetahui Ketua Program Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS NIP. 130 345 735 ii
IMPLEMENTASI STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2005 DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN NGAWI Disusun Oleh: SUKARNI NIM: S 310907021 Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS
………………..
……………..
Sekretaris
Dr. Hartiwiningsih, S.H,M.H. ………………..
……………..
Aggota Penguji
1.. Prof. Dr.Adi Sulistiyono, S.H, M.H. ………………. …………….. 2. Dr.Supanto,S.H. MHum.
……………….. …………….
Mengetahui Ketua Program Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H, MS NIP. 130 345 735
……………….. …………….
Direktur Program Pasca Sarjana
Prof.Drs.Suranto,MSc.Ph.D. NIP. 131 472 192
………………. …………….
iii
MOTTO :
BERSAMA KESULITAN ADA KEMUDAHAN (DR. ‘Aidh al – Qarni )
Kupersembahkan kepada: 1. Ayah dan Ibundaku tercinta (Alm ) 2. Istriku dan Anakku tersayang 3. Almamaterku
iv
PERNYATAAN
Nama
: SUKARNI
NIM
: S 310907021
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah betul – betul karya sendiri.Hal – hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta,
-
- 2008
Yang membuat pernyataan
SUKARNI
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan hidayah - NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
yang
berjudul
IMPLEMENTASI
PENGATURAN DAN KALI
STANDAR
PROSEDUR
OPERASI
PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA
BERDASARKAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL
NOMOR
1
TAHUN
2005
DI
KANTOR
PERTANAHAN
KABUPATEN NGAWI. Tesis ini ditulis untuk melengkapi sebagian persyaratan guna mendapatkan Gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama Hukum Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini
dapat selesai atas bantuan dari
berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan pemikiran,petunjuk dan saran yang berguna dan bermanfaat dalam penulisan tesis ini.Untuk itu Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada: 1. Prof. Dr. dr. Much.Syamsulhadi,Sp.Kj, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. H. Setiono, SH.MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan semangat dan menggugah pikiran penulis untuk segera menyelesaikan pembuatan tesis ini. 3. Prof. Dr. Adi Sulistiyono, SH. MH, selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan tesis ini, atas bimbingan serta arahannya. vi
4. Dr. Supanto, SH. Mhum, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan tesis ini, atas bimbingan, dorongan serta arahannya . 5.
Dr. Hartiwiningsih, SH. Mhum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
6.
Dosen – dosen yang dengan penuh dedikasi dan kepakarannya telah memberikan pelajaran, wawasan dansikap keilmuan pada umumnya dan khususnya dalam ilmu hukum.
7. Para karyawan dan karyawati tata usaha Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan
ramah selalu
melayani segala keperluan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 8.
Bapak Drs.H.Djoko Suprapto, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, yang telah memberikan kesempatan dan waktu kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
9.
Kepada para karyawan dan karyawati Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi atas bantuan koordinasi dalam penyelesaian penulisan tesis ini.
10. Kepada Pak Wawan, Ibu Dyah dan Ibu Ildiastuti selaku Notaris/PPAT di Wilayah Kabupaten Ngawi, serta Camat selaku PPAT Sementara dan Kepala Desa/Kelurahan beserta Petugas Pembantu PPAT yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dalam penulisan tesis ini. Penulis mohon maaf kepada pihak – pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga amal baik bapak/Ibu,Saudara dan teman – teman mendapat ridlo dari Alloh,SWT amin. vii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi terwujudnya hasil yang lebih baik.
Surakarta, Penulis
SUKARNI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………….…………………………………….....i PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING....................................................ii PERSETUJUAN TIM PENGUJI......................………………………....iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN...........................................................iv PERNYATAAN............................................................………………....v KATA PENGANTAR..............................................................................vi DAFTAR ISI............................................................................................ix DAFTAR TABEL..................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................xiv ABSTRAK..............................................................................................xv ABSTRACT...........................................................................................xvi BAB I
: PENDAHULUAN........................................................1 A. Latar Belakang Masalah...........................................1 B. Perumusan Masalah.................................................8 C. Tujuan Penelitian.....................................................9 D. Manfaat Penelitian.................................................10
ix
BAB
II
: LANDASAN TEORI...................................................12 A. Kajian Teori..........................................................12 1. Teori Kebijakan Publik....................................12 2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik........13 3. Implementasi Kebijakan..................................15 4. Teori Bekerjanya Hukum................................18 5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia........................................................21 B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan......23 C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Dalam Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah..............................31 D. Kerangka Berpikir.................................................38
BAB III
: METODE PENELITIAN............................................41 A. Waktu Dan Lokasi Penelitian................................41 B. Jenis Penelitian..................................................... 42 C. Jenis Data.............................................................42 D. Sumber Data..........................................................45 E. Tehnik Pengumpulan Data....................................48 F. Tehnik Analisa Data..............................................49
BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........52 A. Hasil Penelitian......................................................52 1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi..............................................52 x
2. Implementasi Standar Prosedur
Operasi
Pegaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali di
Kantor
Pertanahan
Kabupaten Ngawi................................................70 3. Kendala - kendala Dalam Pelaksanaan
SPOPP
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi..........................103 B. PEMBAHASAN......................................................133 1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan Secara Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ................................................................133 2. Kendala – kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.............................155 3.. Solusi yang Dilaksanakan Dalam Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama
Kali di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi..............................................162
xi
BAB V
: PENUTUP.....................................................................165 A. Kesimpulan..............................................................165 B. Implikasi..................................................................168 C. Saran – saran............................................................170
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Golongan di Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi................................67 Tabel 2. Jumlah Pegawai Berdasarkaan Pendidikan di Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi...................................................68 Tabel 3.
Penerbitan Sertipikat Permohonan Tanah Negara.................................77
Tabel 4. Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Permohonan Pengajuan Tanah Adat...........................................................................................83 Tabel 5. Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Pengajuan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadis...................................................101
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan kabupaten Ngawi.
Lampiran
2.
Realisasi Fisik dan Keuangan Pelaksanaan Kegiatan Periode Januari sampai dengan Desember 2008.
Lampiran 3. Sarana dan prasarana yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Lampiran 4. Skema Pengajuan Permohonan Tanah Negara. Lampiran 5. Skema Pelayanan Pengajuan Tanah Adat. Lampiran 6. Daftar Pertanyaan/Wawancara. Lampiran 7. Peta Dasar Kabupaten Ngawi. Lampiran
8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di
Lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Lampiran
9. Penyampaian Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005.
Lampiran 10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu. Lampiran 11. Peyampaian Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 xiv
ABSTRAK Sukarni, S 310907021. 2007. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas bidang tanah,menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam perbuatan hukum dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sebagai instansi yang memberikan pelayanan di bidang pertanahan,dalam pelayanan pendaftaran tanah pertama kali pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan pendaftaran tanah pertama kali belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,untuk mengetahui faktor yang menjadi kendala serta solusi untuk mengatasi kendala yang ada. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan sosiologis hukum atau non doktrinal ,mempergunakan konsep hukum yang ke lima yaitu hukum adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.Tehnik pengumpulan data melalui observasi,wawancara dan dokumentasi.Pemilihan sampel dengan menggunakan tehnik purposive sampling.Analisis datanya menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan,khususnya pelayanan untuk pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan dengan baik karena: a. Hukum/undang-undang dan peraturannya belum dilaksanakan dengan baik karena tidak ada sanksi yang tegas,b.Penegak hukum,belum melaksanakan tugasnya belum baik,c. Sarana/fasilitas pendukung masih kurang dan terbatas,d.Tuntutan percepatan pelayanan dari masyarakat belum dilaksanakan dengan baik,e.Budaya hukum yang masih sulit untuk merubah pola kinerja dalam pemberian pelayanan di bidang pertanahan. Kendalanya meliputi: a.Kurang pahamnya aparat terhadap hukum/ undang-undang, b. Pelaksanaan penerapan peraturan oleh penegak hukum belum dilaksanakan, c.Sarana/fasilitas pendukung yang masih sangat terbatas,d.Kurang siapnya aparat pertanahan terhadap tuntutan percepatan pelayanan pertanahan dari masyarakat,e.Budaya hukum,masih terdapatnya pola lama dalam pemberian pelayanan yang sulit dihilangkan. Solusinya: a.Pemahaman hukum/ undang-undang, peraturan yang berlaku,b.Penegak Hukum diharapkan untuk bekerja dengan baik, c.Sarana/fasilitas pendukung dipenuhi,d.Terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam peningkatan pelayanan pertanahan,e.Budaya hukum,perubahan pola kerja dalam pemberian pelayanan yang lebih baik. xv
ABSTRACT Sukarni, S 310907021. 2007.Implementation of Standart Operation of Regulation and Services Procedure in The First Registration Land On The National Standart Decision Number 1, 2005 In Land Office Ngawi Regency.Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta. The registration act of land in Indonesia for giving rule of law and protection of law to the right holder of the land,provide information to the Importance including goverment in order to get data easily in law action and doing administration of land in order.The office land Ngawi regency as institution that giving services in land part,in the case is registration service has not been able to be done yet suitable with the national standart decision number 1, 2005 about operation of regulation and services procedure,especially services of the first registration. The research for knowing and identification of standart operation of regulation and services procedure the first registration land has not been able to do well yet in the land office and for knowing what factor that has been handscape in acting of standart operation of regulation and services procedure for the first time in land office Ngawi regency, and perceiving the obstacles along with the solutions done to handle. The writer used methode descritive research kualitative.Sociologic approach law or non doctrinal, law concept that writer usinglaw is meaning manifestation symbolic meaning of social attitude as appear in interaction between them.The data collecting technic by observation,interview and documentation.Choosing of samples with a sampling purposive technique.The data analyss is processed by qualitative method. The result of the research has been done that standard operation of regulationand services procedure acting for the first time registratin in land office Ngawi regency has not been able to do well yet because a. Law/regulation and rules are not conducted with good and there is no punishment.b. Law upholders haven’t walked with good to job.c.Very lack of supporting instruments/facilities, d.Citizens wish for the acceleration of service haven’t do with good.e. Legal culture finds difficulties to change the classic traditional into the new traditional to service in land. The obstacle include:a.Lack of law/regulation understanding,b.Implementation of regulation haven’t do by law up holder,c.Not maximum number of using instrument/facilities,d.Not prepare of land job to citizens wish for the acceleration of service,e. Legal culture finds difficulties to change the classic traditional into the new to service.The solutions are:a.Maximal the law/regulatin understanding,b. Demand law upholder work to do with very good,c. Provide the supporting instrument/facilities.d. To be fulling Citizens wish for the acceleration of service in land,e. Legal culture finds to change the classic traditional into the new to service in land with good.
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam era pembangunan dewasa ini ,arti dan fungsi tanah Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan
bagi negara
ekonomi semata, tetapi juga
mencangkup aspek sosial dan politik serta aspek pertahanan keamanan. Kenyataan menunjukkan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah untuk pembangunan, maka corak hidup dan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaaan menjadi lain. Adanya perubahan sikap yang demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam kehidupan.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu
hal yang amat
penting guna menjamin kelangsungan
hidupnya. Menyadari akan fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan pengelolaan, pengaturan dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945 telah digariskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria, sebagai peraturan dasar
yang menjadi acuan dari
keberadaan
berbagai peraturan
perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan
bahwa negara menjamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat. Negara Republik Indonesia dalam rangka
untuk
menyelenggarakan
kesejahteraan umum bagi warganya dalam hal ini melindungi hak – hak warga negara atas tanahnya, maka dikeluarkannya TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang dilaksanakan oleh Pemerintah karena didalamnya diamanatkan kepada Pemerintah untuk melakukan berbagai
hal
baik
menyangkut
upaya
penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.Peningkatan kesejahteraan rakyat juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2009.Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah salah satu tujuan utama pendirian negara Republik Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan makmur yang diartikan sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tiadak saja memiliki dimensi fisik atau materi tetapi juga dimensi rohani. Hal ini juga terkait dalam
hal
yang
menyangkut
upaya
penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan Untuk mengatur tanah – tanah yang ada di Indonesia ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria ( UUPA ) yang dikeluarkan pada
tanggal 24 September 1960. Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang – Undang Pokok Agraria ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) disebutkan : (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2). Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut; c.
pemberian surat – surat tanda bukti hak , yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pendaftaran tanah
merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya. Dengan pendaftaran hak atas tanah berarti
pihak yang mendaftar akan
mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah yaitu mengenai orang yang menjadi pemegang hak atas tanah itu, letak tanahnya, batas – batas tanahnya serta luas tanahnya. Hasil akhir dari pendaftaran hak atas tanah ini dinamakan sertifikat tanah.Untuk mewujudkan harapan – harapan yang ingin dicapai sebagaimana yang telah ditetapkan pada kebijaksanaan catur tertib bidang pertanahan, maka dalam
kenyataan praktek sehari – hari pada kantor pertanahan sebagai institusi pemerintah yang berwenang mengatur dan mengeluarkan sertifikat tanah, dalam menjalankan dan melaksanakan tugasya sehari – hari tidak luput dari perhatian publik berkaitan dengan kualitas pelayanan yang mereka berikan bagi masyarakat yang menggunakan jasanya. Permasalahan dalam pelayanan tersebut memiliki dimensi yang sangat luas dengan aneka ragam corak pelaksanaan di berbagai keadaan. Barangkali jika kita mampu mengukur kondisi kualitas pelayanan publik , dalam hal ini tentunya bukan hanya pada kantor pertanahan saja tetapi pada setiap instansi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan publik yang berlaku dilingkungan masing – masing, Menurut Moenir (1995:86) bahwa Fungsi perkantoran secara umum adalah sebagai pusat pemikiran, pusat administrasi atau pelayanan dan pusat data dan informasi.Dengan fungsi demikian itu maka perkantoran berperan besar dalam membantu proses pencapaian tujuan organisasi. Dalam pelaksanaan administrasi perkantoran
mempunyai hubungan erat
dengan pelayanan timbal balik. Ketertiban dan kelancaran dalam bagian administrasi perkantoran dalam pelaksanaan pelayanan akan berpengaruh terhadap ketertiban dan kelancaran pelayanan yang dampaknya adalah kepuasan dari para penerima layanan. Sehubungan dengan hal tersebut, kantor pertanahan
merupakan salah satu
instansi pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan berupa pelayanan publik. Di dalam pelayanan publik dilaksanakan segala kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan
penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Dalam setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Di dalam pelayanan publik standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati
oleh pemberi dan atau
penerima pelayanan. Adapun hal – hal yang harus diatur dalam pelayanan publik minimal mencangkup: prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima layanan, waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian termasuk pengaduan, biaya penyelesaian termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Namun dalam kenyataannya, di dalam masyarakat sering kita dengar adanya keluhan – keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui
media massa
yang menyatakan bahwa
pelaksanaaan
pengurusan
pensertipikatan tanah sangat sulit, berbelit – belit , membutuhkan waktu yang lama dan biayanya mahal.Hal ini sangat sering kita dengar dan kita temui
dalam
kehidupan masyarakat kita. Untuk mengatasi adanya permasalahan – permasalahan
dalam pelayanan
pertanahan tersebut, maka oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia
Republik
dikeluarkan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Dalam perkembangannya saat ini oleh Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik Indonesia juga dikeluarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.Pelayanan pertanahan tertentu yang dimaksud untuk tanah – tanah yang telah terdaftar atau bersertipikat meliputi Pemeriksaan (pengecekan) sertipikat, Peralihan hak jual beli, Peralihan hak pewarisan, Peralihan hak hibah, Peralihan hak tukar menukar,Peralihan hak pembagian hak bersama,Hak tanggungan, Hapusnya hak tanggungan roya, Pemecahan sertipikat perorangan,Pemisahan sertipikat perorangan,Penggabungan sertipikat perorangan,Perubahan hak milik untuk rumah tinggal dengan ganti blanko, Perubahan hak milik untuk rumah tinggal tanpa ganti blanko dan Ganti nama. Dengan dikeluarkannya keputusan ini untuk dipergunakan sebagai pedoman bagi instansi
dalam hal ini kantor pertanahan dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat.Pelayanan
adalah
suatu bentuk kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi Pemerintah baik di pusat dan daerah dalam bentuk barang,jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku. Tujuan suatu pelayanan adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan pelanggan.Untuk itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan atau keinginan pelanggan.Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk pelayanan dalam Badan Pertanahan Nasional yaitu pelayanan eksternal kepada masyarakat umum dan pelayanan internal di dalam organisasi Badan Pertanahan Nasional sendiri. Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang salah satu tugasnya adalah memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat untuk
menciptakan
kepastian
hukum
di
dalam penguasaan
dan pemilikan tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut sejalan dengan tuntutan Good Governance perlu diciptakan kepastian hukum,partisipasi,transparansi dan akuntabilitas di dalam tiap – tiap kegiatan pelayanan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat (trust building) kepada Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan pertanahan
di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi juga berpedoman pada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tersebut, namun dari pelaksanaan keputusan
tersebut salah satunya yaitu dalam pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali untuk pelaksanaan kegiatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam keputusan tersebut dalam jangka waktu penyelesaiannya. Seperti adanya keluhan
dari warga masyarakat pengguna jasa
Kantor Badan Pertanahan Nasional, yang dikutip dari surat kabar Ngawi Post Edisi Mei 2008, sebagai berikut: “ Puluhan warga tiga dusun Pocol,Gatak, dan Keleleng di Desa Kletekan, Kecamatan
Jogorogo resah.Pasalnya bertahun – tahun
ngurus
sertifikat tanah tidak kelar – kelar”. Dengan berdasarkan pada permasalahan yang ada, yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, maka penulis melakukan penelitian Pengaturan
dengan tema Implementasi
Standar Prosedur Operasi
Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
B. Perumusan Masalah Untuk mencapai tujuan penelitian dan permasalahan yang akan dibahas agar lebih terarah perlu dilakukan identifikasi terhadap permasalahan yang akan diteliti dan dibahas, sehubungan dengan hal tersebut, penulis dapat memfokuskan diri pada permasalahan yang akan dibahas dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada.Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi? 2. Faktor – faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi? 3.
Solusi apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam
pelaksanaan
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor
- faktor apa yang menjadi
kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. 3. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau memberikan solusi bagi pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 yang belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. b. Dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di bidang ilmu hukum, khususnya konsentrasi hukum kebijakan publik dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan
pelaksanaan
pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan. b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan. c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan referensi bagi penelitian berikutnya.
BAB. II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Teori Kebijakan Publik Kebijakan Pemerintah atau sering juga diterjemahkan sebagai kebijakan publik memiliki berbagai macam arti. Para ahli memberikan pengertian berbeda – beda mengenai kebijaksanaan
pemerintah ini, menurut Thomas R.Dye (dalam Esmi
Warassih, 2005: 131) mendefinisikan bahwa
public
policy
is
whatever
goverments choose to do or not to do ( kebijakan publik sebagai pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah ). Menurut Harold D.Laswell,Carl J. Frederick dan David Easton yang dikutip oleh Setiono (2007 : 1-2) sebagai berikut: 1. Harold D.Laswell mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai –nilai dan praktek – praktek yang terarah. 2. Carl J. Frederick mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan – hambatan
dan
kesempatan – kesempatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 3.
David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses pengalokasian nilai – nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang dibebankan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah. Menurut Anderson dan Dye (dalam Solichin Abdul Wahab,1997:12-13) ada 3 (tiga) alasan mempelajari kebijakan negara yaitu:
Pertama, dilihat dari sudut ilmiah, kebijakan negara dipelajari dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hakikat dan asal mula
kebijakan
negara,
berikut
proses
–
proses
yang
mengantarkan
perkembangannya serta akibat – akibatnya pada masyarakat.Kedua, dilihat dari sudut alasan professional, maka studi kebijakan negara
dimaksudkan untuk
menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan negara guna memecahkan masalah – masalah sosial sehari – hari.Sehubungan dengan ini, terkandung suatu pemikiran tentang faktor – faktor yang membentuk kebijakan negara, katau akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kebijakan tertentu, maka perlu dipertimbangkan bagaimana individu, kelompok atau pemerintah dapat bertindak guna mencapai tujuan mereka.Ketiga, dilihat dari sudut alasan politis, maka mempelajari kebijakan negara pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat, guna mencapai
tujuan
yang tepat pula.Dengan kata lain, studi
kebijakan negara dalam hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan kebijakan negara yang dibuat oleh pemerintah. Definisi tentang kebijakan tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara. 2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik Hubungan hukum dan kebijakan publik mempunyai hubungan yang sangat erat bagaikan dua sisi mata uang, maksudnya adalah produk hukum yang baik harus melalui proses komunikasi antara stakeholders dan antarkomponen masyarakat yang biasa dilakukan dalam proses penyusunan kebijakan publik.Hubungan hukum dan kebijakan
publik
dapat
dilihat
dari
pembentukan
hukum
dan
formulasi
publik,implementasi dan evaluasi, menurut Bambang Sunggono ( 1997:63) dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Proses pembentukan kebijakan publik berangkat dari realitas yang ada di dalam masyarakat. b. Dalam melakukan penerapan hukum membutuhkan kebijakan publik sebagai sarana yang mampu mengaktualisasikan dan mengkontekstualisasikan hukum tersebut dengan kebutuhan dan kondisi riil yang ada di masyarakat, sebab jika responsifitas aturan masyarakat hanya
sepenuhnya diserahkan pada hukum
semata, maka bukan tidak mungkin pada saatnya akan terjadi pemaksaan – pemaksaan hukum yang tidak sejalan dengan cita – cita hukum itu sendiri yang ingin menyejahterakan masyarakat. c. Hubungan hukum dan kebijakan publik dalam hal evaluasi dapat dilakukan dengan evaluasi peradilan administrasi dan evaluasi kebijakan publik. Hubungan hukum dan kebijakan publik adalah saling memperkuat satu dengan yang lain.Sebuah produk hukum tanpa adanya proses kebijakan publik didalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya.Sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa adanya legitimasi hukum akan lemah pada tatanan operasionalnya. 3. Implementasi Kebijakan Menurut Ripley dan Franklin (dalam Budi Winarno, 2008: 145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan ( benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata ( tangible output).Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan – tujuan program
dan
hasil
–
hasil
yang
diinginkan
oleh
para
pejabat
pemerintah.Implementasi menunjuk
pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan
- tujuan program
maksud tentang tujuan
dan hasil – hasil yang
diinginkan oleh para pejabat pemerintah.Implementasi mencangkup banyak macam kegiatan sebagai berikut: Pertama, badan – badan pelaksana yang ditugasi oleh undang – undang dengan tanggung jawab menjalankan program harus mendapatkan sumber – sumber yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar.Kedua, badan – badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi arahan – arahan konkret, regulasi, serta rencana – rencana dan desain program. Ketiga, badan – badan pelaksana
harus mengorganisasikan
kegiatan – kegiatan mereka dengan
menciptakan unit – unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban kerja.Pandangan Grindle (dalam Budi Winarno, 2008:146) mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum , tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan ( linkage) yang memudahkan tujuan – tujuan
kebijakan
bisa
direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Pendapat van Meter dan van Horn (dalam Budi Winarno,2008: 146) mereka membatasi implementasi
kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan
oleh individu – individu atau kelompok –kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan – keputusan kebijakan sebelumnya. Menurut Budi Winarno ( 2008:181), bahwa perintah – perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat,jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan – kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.Sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumbersumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian – keahlian yang
baik untuk melaksanakan tugas – tugas mereka, infomasi, wewenang dan fasilitas – fasilitas yang diperlukan untuk
menerjemahkan usul – usul di atas kertas guna
melaksanakan pelayanan – pelayanan publik. Dari beberapa pendapat mengenai implementasi kebijakan,
dapat diartikan
implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan terhadap suatu aturan atau ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran suatu program yang telah ditetapkan. 4. Teori Bekerjanya Hukum Menurut Robert B. Seidman ( dalam Esmi Warassih, 2005: 11 ) menyatakan bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh pemegang peran, lembaga – lembaga pelaksana maupun pembuat Undang – undang selalu berada dalam lingkup kompleksitas kekuatan – kekuatan sosial, budaya, ekonomi dan politik,dan lain sebagainya.Seluruh kekuatan – kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan – peraturan yang berlaku,menerapkan sanksi – sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembaga – lembaga pelaksanaannya. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.Kebijakan dalam bidang hukum
akan berimplikasi kepada
masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dulu bidang pekerjaan hukum. Menurut Soerjono Soekanto ( 1993: 5 ) untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu,tidak dapat lepas dari aspek penegakan hukum,yakni pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu: a. Faktor hukumnya sendiri yang merupakan dasar kebijakan. b. Faktor penegak hukum,yakni pihak –pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. d. Faktor masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. e. Faktor budaya,yakni sebagai hasil karya,cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya. Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan
yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu. Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles of legality , yang meliputi: 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan. 3. Peraturan tidak boleh berlaku surut. 4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti. 5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan satu sama lain.
6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari – hari. Beberapa pengertian hukum diatas pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan.Oleh karena itu sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.Pemahaman ini untuk menghindari terjadinya pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya. Menurut Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih , 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu: (1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu
untuk ditangkap dan
dipahami; (2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan – aturan hukum yang bersangkutan; (3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum; (4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa; (5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia Menurut Maria S.W.Sumardjono (2006 : 42), bahwa perwujudan keadilan sosial di bidang pertanahan dapat dilihat pada prinsip – prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria , yakni prinsip negara menguasai, prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat,asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip landreform, prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya pelestariannya, dan prinsip nasionalitas. Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya.Berbagai kebijakan pertanahan
harus
ditujukan bagi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, maka adanya beberapa hal yang perlu diperhatikan, meliputi:Pertama, prinsip – prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria tidaklah bersifat statis.Dalam menghadapi perkembangan baru kebijakan yang ditempuh haruslah dilaksanakan dengan tetap taat asas, yakni sesuai dengan konsepsi yang melandasinya, namun akomodatif terhadap perkembangan tersebut.Kedua, bahwa
keberpihakan kepada
kepentingan
masyarakat banyak sesuai dengan Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945, secara langsung berakibat berkurangnya perhatian kepada investasi modal asing.Ketiga, keinginan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan pertanahan seyogyanya dipahami sebagai keinginan untuk menilai produk hukum yang telah ada dan yang sedang dirancang. Kebijakan di bidang pertanahan ditujukan untuk mencapai tiga hal pokok yang saling
melengkapi,yakni
sosial,pelestarian
efisiensi
lingkungan
dan
dan pola
pertumbuhan
ekonomi,keadilan
penggunaan
tanah
yang
berkelanjutan.Menerjemahkan orientasi kebijakan dengan memperhatikan ketiga tujuan tersebut belum mencukupi, maka diperlukan penjabaran berbagai aktivitas yang
dapat
digunakan
dimaksud.Berbagai sarana
sebagai
sarana
untuk
mencapai
tujuan
yang
tersebut berupa tersedianya peraturan perundang –
undangan yang mampu menjabarkan berbagai aspek dari orientasi kebijakan dan tujuannya, yakni (1). demokratisasi
berupa pengawasan terhadap terhadap
kekuasaan,jaminan stabilitas politik sebagai akibat demokratisasi,dan perlindungan hak asasi manusia; (2). peningkatan kepastian hukum melalui pembuatan peraturan perundang-undangan pemberdayaan
yang
diperlukan
kelembagaan
yakni
dan
pelaksanannya
memperkuat
konsisten;
administrasi
(3).
pertanahan,
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pendukung dan transparansi dalam proses pembuatan keputusan; (4). meningkatkan insentif ekonomi berupa efektivitas perpajakan dan transparansi di dalam pasar tanah; dan (5).menetapkan batas – batas kewenangan
pemerintah
berupa
perumusan
tanggung
jawab
pokok
dan
pengembangan model kemitraan antara swasta dan pemerintah.Kebijakan pertanahan apa pun yang diterbitkan berdasarkan orientasi serta tujuan dan sasaran yang mendukung itu tidak akan mencapai sasaran, bila tidak diterima dan disikapi serta ditindaklanjuti oleh para pelaksananya secara konsekuen.Perubahan pola pikir dan tindakan
aparat pelaksana dalam fungsi pelayanan kepada masyarakat sangat
dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan kebijakan pertanahan. B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan Menurut Esmi Warassih ( 2005: 4 ) bahwa Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang – bidang kehidupan masyarakat menyebabkan perkaitannya dengan masalah – masalah sosial
juga semakin
intensip.Hal ini
menjadikan hubungan antara tertib hukum dan tertib sosial yang lebih luas kian menjadi permasalahan pokok di dalam ilmu hukum.Dalam kerangka pemahaman yang demikian itu, maka kompleksitas hubungan yang berlangsung antara tertib hukum dan tertib sosial tersebut harus mendapat perhatian yang serius agar dapat memahami secara baik seluk beluk masalah yang diaturnya.Pengaturan oleh hukum
itu tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, misalnya tata aturan mengenai jual beli, perkawinan dan sebagainya bersumber pada tingkah laku manusia. Hukum sebagai suatu proses tidak dapat dilihat sebagai suatu perjalanan penetapan peraturan – peraturan hukum saja. Melainkan, hukum sebagai proses perwujudan tujuan sosial di dalam hukum.Fungsi hukum sebagai sarana pengendali sosial sudah tidak dapat lagi mengandalkan sepenuhnya pada kemampuan peraturan – peraturan hukum formal.Hukum dimanfaatkan sebagai saluran untuk merumuskan kebijakan dalam berbagai bidang sosial,ekonomi,politik dan sebagainya. Menurut pendapat
Satjipto Rahardjo (dalam Esmi Warassih, 2005: 11),
menegaskan dengan diterimanya pengetahuan yang mendalam tentang hasil karya ilmu – ilmu sosial,hukum akan lebih mudah dan mampu menghayati fenomena sosial.Suatu pendobrakan terhadap kesadaran semacam itu akan terjadi apabila mereka mulai menyadari bahwa sekalipun hukum itu nampak sebagai seperangkat norma – norma hukum, tetapi ia selalu merupakan hasil daripada suatu proses sosial.Itu berarti,usaha manusia untuk membuat dan merubah tatanan hukum itu senantiasa berada di dalam konteks sosial yang terus berubah. Begitu pentingnya hukum dalam kehidupan sosial masyarakat,maka terkait dengan bidang pertanahan diperlukan adanya pembangunan hukum tanah nasional,khususnya dalam pembentukan peraturan perundang – undangan, diperlukan pendekatan yang mencerminkan pola pikir yang proaktif dilandasi sikap kritis yang obyektif, yang dipergunakan untuk menunjang pembangunan hukum tanah nasional dengan upaya pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang bertujuan untuk mencapai keadilan,kepastian hukum,dan manfaat bagi masyarakat. Dalam hubungan antara masyarakat dan tanah, maka menurut Maria S.W. Sumardjono ( 2006:178), bahwa sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap
hak atas tanah seseorang atau suatu masyarakat hukum adat,maka negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak lain. Upaya pendaftaran tanah secara sistematis, pendaftaran secara sporadik perlu dipertahankan dengan meningkatkan mutu pelayanan aparat sehingga tercapai tujuannya berupa alat bukti hak yang akurat, yang diperoleh dalam jangka waktu dan dengan biaya yang wajar.Pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, negara juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah yang dipunyai perseorangan atau masyarakat hukum adat.Kegiatan pendaftaran tanah akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertifikat. Sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah, berisi data fisik yang mencangkup keterangan tentang letak,batas,luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya dan data yuridis yang meliputi keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar,pemegang hak atas tanah, dan hak – hak pihak lain,serta beban – beban lain yang berada di atasnya. Dengan memiliki sertifikat hak atas tanah, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subyek hak, dan obyek haknya menjadi nyata. Dalam memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan waktu.Pengukuran ini penting karena dari pengukuran yang berulang – ulang dapat diambil waktu rata – rata yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu rangkaian aktifitas atau proses dan menjadi standar.Menurut C.L. Littlefield dkk (dalam Moenir, 1995:20), dinyatakan:
“ Time standards established through work measurement aid management both in planning and controlling. They are actually plans of a special sort; they are standing plans as to how long any given work or phase of work should take.” Standar waktu
dapat ditetapkan pada waktu
dilakukan pengukuran kerja,
karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang dipelukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan.Akan tetapi pengukuran waktu itu itu sendiri adalah
suatu bentuk penelitian
yang dapat berdiri sendiri yang hasilnya dapat
dipakai bahan untuk penentuan tingkat produktifitas kerja, menentukan urutan prioritas pekerjaan, pengaturan beban kerja
dan mengantisipasi keadaan serta
perencanaan selanjutnya. Jadi standar waktu suatu proses banyak manfaatnya dalam pekerjaan apapun tak terkecuali pada pekerjaan yang bersifat pelayanan, dengan standar waktu manajemen dapat merencanakan lebih lanjut tenaga kerja,peralatan dan bahan yang diperlukan dan juga dapat melakukan pengawasan yang efektif dari segi waktu , agar supaya hasil akhir dapat memuaskan para pihak – pihak yang mendapatkan pelayanan. Sistem dan prosedur merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan karena satu sama lain saling melengkapi, sistem merupakan kerangka mekanismenya organisasi, sedangkan prosedur adalah merupakan rincian dinamikanya mekanisme sistem.jadi tanpa sistem prosedur tidak ada landasan berpijak untuk berkiprah dan bergerak, dan tanpa prosedur suatu mekanisme sistem tidak akan berjalan.Begitu juga lemahnya salah satu
akan mengakibatkan lemahnya yang lain, sehingga dengan eratnya
hubungan antara sistem dan prosedur sehingga keduannya sering digabung dan dipergunakan secara bersamaan.Prosedur juga sering diartikan sebagai tata cara yang
berlaku dalam organisasi. Menurut Louis A. Allen ( dalam Moenir, 1995:106 ) dinyatakan sebagai berikut: “ Procedures prescribe the manner or method by which work is to be performed”, yang berarti bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme kerja. Pada
hakekatnya
manusia mempunyai
kebutuhan yang
tidak terbatas.
Pemenuhan kebutuhan itu tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan akifitas dan kemampuan sendiri. Oleh karena itu , pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas memerlukan aktifitas orang lain. Pada kenyataannya manusia tidak dapat hidup hanya dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Menurut Moenir (1995:16), bahwa aktifitas orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain disebut dengan pelayanan, dan lebih lanjut juga disebutkan bahwa timbulnya
aktifitas
pelayanan disebabkan oleh hal – hal sebagai berikut, yang meliputi: Pertama, adanya rasa cinta dan kasih sayang di antara manusia, Kedua, adanya keyakinan untuk saling tolong menolong, Ketiga, adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal sholeh. Pelayanan umum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
disebutkan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dilaksanakan oleh
penyelenggara
pelayanan publik
pelayanan yang
sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan
perundang – undangan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 3 (tiga) unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebagai berikut: Pertama, penyelenggaraan pelayanan adalah instansi pemerintah yang meliputi satuan kerja/ satuan organisasi Kementrian, Departemen,Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya, baik di pusat maupu di daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Kedua, pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang – undangan, Ketiga, penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. Dalam pelaksanaan pelayanan publik adanya 10 (sepuluh) prinsip pelayanan publik yang meliputi: kesederhanaan, kepastian
waktu, akurasi, keamanan,
tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta kenyamanan. Dari
kesepuluh prinsip pelayanan
publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur pelayanan yang diselenggarakan tidak berbelit – belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan oleh penerima
pelayanan; 2. Kejelasan, dalam arti persyaratan pelayanan publik, baik tehnis maupun administratif. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian
biaya pelayanan publik dan
tatacara pembayarannya; 3. Kepastian waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 4. Akurasi dalam arti produk pelayanan publik diterima dengan tepat, benar dan sah; 5.
Keamanan dalam arti proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum;
6.
Tanggungjawab dengan maksud bahwa pimpinan
penyelenggara pelayanan
publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik; 7.
Kelengkapan sarana dan prasarana, bahwa dengan tersedianya
sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi 8.
Kemudahan akses, bahwa tempat
dan informatika ( telematika);
dan lokasi serta sarana pelayanan
yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika; 9. Kedisiplinan,kesopanan dan keramahan.Di dalam memberikan pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas; 10. Kenyamanan, bahwa lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003 tersebut juga mengatur tentang standar pelayanan publik. Dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayana publik
harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan publik merupakan
ukuran
yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang wajib
ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.
Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi
prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan,
waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan, biaya pelayanan termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan
sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan,
penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Menurut Moenir (1995:88), menyebutkan adanya enam (6) faktor pendukung pelayanan umum yang saling berpengaruh dan secara bersama – sama
akan
mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara baik , yaitu: 1. Faktor kesadaran, bahwa para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan publik, dengan adanya kesadaran diharapkan mereka melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin; 2. Faktor aturan, yang menjadi landasan kerja pelayanan.Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah pernggunaan kewenangan yang harus diikuti dengan pemenuhan hak, kewajiban dan tanggungjawab.Adanya pengetahuan
dan
pengalaman yang memadai untuk mengantisipasi masa depan dan mempunyai kemampuan bahasa yang baik, serta memahami berbagai aturan pelaksana juga disiplin dalam pelaksanaan tugas dalam bentuk ketaatan terhadap aturan yang telah ditetapkan; 3. Faktor organisasi, yang merupakan alat serta
sistem yang memungkinkan
berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan. Dalam hal
ini suatu sistem
merupakan satu kesatuan yang utuh dengan sifat – sifat yang saling tergantung, saling mempengaruhi dan saling berhubungan.Selain sistem yang juga perlu
diperhatikan adalah metode dan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan; 4. Faktor pendapatan, yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Pendapatan merupakan batas jasa atau imbalan bagi seseorang yang telah mengorbankan tenaga dan pikirannya; 5. Faktor kemampuan dan ketrampilan petugas atau dalam istilah lain disebut dengan “ skill” atau berarti “kecakapan” yang meliputi technical skill, human skill dan conceptual skill sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap pejabat agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik; 6. Faktor sarana pelayanan yaitu segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lainnya yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu pelaksana pekerjaan.
C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Dalam
Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi
dan seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia.Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.Pengaturan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan ketertiban hukum, tetapi juga untuk menyelesaiakan masalah,sengketa dan konflik pertanahan yang timbul.Kebijakan
nasional
di bidang pertanahan
perlu disusun dengan
memperhatikan aspirasi dan peran serta masyarakat guna dapat memajukan kesejahteraan umum.Dengan adanya hal tersebut maka perlu adanya kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, disebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dalam Pasal 2 disebutkan juga bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, salah satu tugasnya yaitu Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pelaksanaan
pendaftaran tanah
di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maksud dari pendaftaran tanah adalah merupakan rangkaian kegiatan
yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya. Untuk pendaftaran tanah pertama kali mengandung maksud suatu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini. Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 juga dijelaskan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dibedakan menjadi dua
(2) yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Adapun yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan, sedangkan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal. Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan : a.
untuk
memberikan
kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan; b. untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftarkan tanahnya secara individual dan massal yang diperlukan dalam
pelaksanaan
pembangunan yang akan makin
meningkat kegiatannya.Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang – bidang tanah yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang – bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang – bidang tanah yang data fisik dan atau yuridisya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah – tanah yang demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh Undang – Undang Pokok Agraria.Untuk itu diberikan ketentuan selama belum
bahwa
dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang
dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari – hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah mengkonstruksi norma pendaftaran tanah di masyarakat, antara lain: Pertama, tahapan pemeriksaan berkas permohonan, mengkonstruksi norma keaktifan anggota masyarakat dalam membuktikan dirinya sebagai pemilik
yang sah atas suatu bidang tanah. Termasuk dalam hal ini kesediaan anggota masyarakat memanfaatkan jasa Pejabat Pembuat
Akta Tanah, yang aktanya
bermanfaat dalam memperkuat pembuktian kepemilikan atas tanah.Kedua, tahapan pembayaran biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah,mengkonstruksi norma kesediaan anggota masyarakat membayar biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah .Ketiga, tahapan penelitian data yuridis, mengkonstruksi norma ketelitian
anggota masyarakat dalam
menyiapkan alas hak atau bukti awal
pemilikan tanah.Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data yuridis, mengkonstruksi norma: (a) kejujuran anggota masyarakat dalam membuktikan kebenaran kepemilikan tananhya; (b). kepedulian anggota masyarakat yang berbatasan dan berdekatan dengan pemilik tanah untuk bersedia memberikan informasi tentang tanah yang dimaksud.Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah untuk mengumpulkan data fisik, mengkonstruksi norma: (a). kesediaan pemilik tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas untuk menandai bidang tanah yang dimilikinya; (b). kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga batas dalam penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir delimitatie; (c). kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri penetapan batas bidang tanah; (d). pengakuan pemilik tanah terhadap hasil pengukuran oleh petugas kantor pertanahan; Keenam, tahapan pengumuman data yuridis dan data fisik, mengkonstruksi norma apresiasi (penghormatan) anggota masyarakat terhadap informasi pertanahan.Ketujuh, tahapan pembukuan hak, mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap budaya tulis atau budaya catat di bidang pertanahan, terutama yang berkaitan dengan pemilik
tanah.Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap hak
dan kewajiban anggota
masyarakat sehubungan dengan telah dibuktikannya pemilikan atas suatu bidang tanah. Kesembilan, tahapan penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi norma kehati –hatian anggota masyarakat dalam menyimpan alat bukti yang kuat bagi pemilikan atas suatu bidang tanah.Kesepuluh, tahapan paska penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi
norma
kemampuan anggota masyarakat memanfaatkan sertifikat hak atas tanah yang ada padanya. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nasional
dikeluarkan Keputusan
Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional dengan pertimbangan: a. bahwa dalam rangkapeningkatan pelayanan kepada masyarakat,perlu adanya pedoman pelaksanaan pelayanan pertanahan yang didasrkan pada semangat pembaruan agrarian dan pengelolaan sumberdaya alam,sebagai suatu kebijakan dalam sistem pelayanan pertanahan secara nasional; b. bahwa ketentuan yang sudah ada saat ini yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pertanahan belum mengatur secara menyeluruh dan rinci mengenai jangka waktu,biaya dan persyaratan dalam pemberian pelayanan pertanahan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b,dipandang perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional. D. Kerangka Berpikir Dalam rangka untuk mengatur
tanah – tanah yang ada di Indonesia,
pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agaria (UUPA).Ketentuan lebih lanjut mengenai
Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Namun dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di dalam masyarakat sering kita dengar keluhan – keluhan dan adanya pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa yang menyatakan bahwa pertama kali
pelaksanaan
pendaftaran tanah
belum dapat dilaksanakan dengan baik.Untuk mengatasi
adanya
permasalahan tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia dikeluarkan adanya Keputusan
Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Namun kenyataannya,
dalam pelaksanaan
pelayanan
pertanahan untuk pendaftaran tanah pertama kali sesuai standar prosedur pengaturan dan pelayanan
belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi. Hal ini dimungkinkan adanya kendala - kendala pelaksanaan
pelayanan
di
bidang
pertanahan
dalam
kegiatan
dalam
pendaftaran
tanah.Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori yang dikembangkan
Soerjono Soekanto (1993: 5), bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5(lima) faktor pokok yaitu faktor hukum,faktor penegak hukum,faktor sarana dan fasilitas,faktor masyarakat dan faktor budaya.Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini, maka selengkapnya kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA UUPAUUPAPeratuUUPA Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ttg Pendaftaran Tanah
Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005 ttg SPOPP
Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Hukum
Penegak Hukum
Sarana atau Fasilitas
Baik
Masyarakat
Belum
Budaya
BAB III METODE PENELITIAN
Metode Penelitian diperlukan dalam penelitian untuk memberikan arahan dan pedoman dalam memahami obyek yang diteliti, sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar dan memperoleh hasil yang memiliki bobot nilai yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Menurut Setiono (2005:4),
metode merupakan salah satu langkah dari metodologi. Berikut ini diuraikan secara singkat hal – hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain: A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penulis melakukan persiapan untuk mencari data awal dan menyusun usulan proposal penelitian. Penulis mulai melakukan penelitian untuk melengkapi data bagi penyusunan tesis ini, pada bulan Juni sampai bulan Desember 2008. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, yaitu untuk memperoleh gambaran selengkapnya tentang Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi. B. Jenis Penelitian Di dalam penelitian hukum metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud tentang hukum itu. Menurut Soetandyo Wignyosoebroto (dalam Setiono, 2005: 20), ada lima (5) konsep hukum, yaitu: 1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal;
2. Hukum adalah norma – norma positif di dalam sistem perundang – undangan hukum nasional; 3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto, dan tersistematisasi sebagai judge made law; 4. Hukum adalah pola – pola perilaku sosial yang terlembagakan , eksis sebagai variable sosial yang empirik; 5. Hukum adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Penelitian ini menggunakan konsep hukum kelima, yaitu hukum adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Sifat
penelitian ini adalah penelitian deskriftif. Menurut Setiono ( 2005: 5),
penelitian deskriftif
dimaksudkan
untuk memberikan data yang diteliti seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode pendekatan sosiologi hukum atau non doktrinal, karena menurut Burhan Ashofa ( 2007 : 34 ), hukum adalah tingkah laku atau aksi – aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi dan empiris, maka penelitian ini mendasarkan
pada konsep hukum sebagai tingkah
laku
atau perilaku sosial.
Penelitian empiris atau penelitian non doktrinal. Tipe kajiannya adalah kajian keilmuan dengan maksud mempelajari saja maka metodenya adalah non doktrinal.
C. Jenis Data Menurut Soerjono Soekanto ( 1986 : 7 ), Data adalah gejala – gejala yang dihadapi, yang ingin
diungkap kebenarannya beserta hasil – hasilnya, dalam
penelitian sosiologi hukum dengan metode pendekatan kualitatif ini diperlukan data yang relevan dan menunjang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis,yaitu: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Menurut Soerjono Soekanto & Sri Mamudji ( 2001:12), Data primer merupakan suatu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat atau data dasar. Data primer dapat diperoleh dengan wawancara antara peneliti dengan informan. Dalam penelitian kualitatif posisi sumber daya manusia ( nara sumber ) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan nara sumber memilki posisi yang sama, maka sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut informan.Sumber data dari informan karena yang terpenting bukan penelitinya dengan pikiran – pikiranya tetapi informasi yang diberikan oleh informan ( nara sumber).Informasi yang diwawancarai adalah Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, karyawan dan karyawati
yang
berkompeten dalam bidang tugasnya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, pemohon dan perangkat Desa/ Kelurahan yang mengajukan pendaftaran tanah pertama kali, Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,dan
Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang berada di Wilayah Kabupaten
Ngawi. b. Data Sekunder Data
sekunder
adalah
data
pengumpulannya oleh peneliti.Menurut
yang
bukan
diusahakan
Soerjono Soekanto &
sendiri
Sri Mamudji (
2001:12) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan – bahan pustaka. Jadi data sekunder didapatkan dari pihak lain , karena itu perlu adanya ketelitian dalam pemeriksaan, bahkan kalau mungkin data sekunder dicari terlebih dahulu yang sesuai dengan tujuan penelitian.Sumber data sekunder pada penelitian in berupa peraturan perundang – undangan dan buku literature yang dibutuhkan serta dokumen atau arsip – arsip yang relevan dengan hasil penelitian.Dalam Penelitian ini sumber data sekunder meliputi: - Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. - Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. - Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. - Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.
D. Sumber Data 1. Sumber Data Primer Menurut Suharsini Arikunto ( 1987 :102 ), sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah subyek dari mana data tersebut diperoleh.Sumber data berupa manusia dalam posisi sebagai nara sumber atau informan. Cara ini dilakukan dengan purposive sampling, menurut Burhan Ashshofa ( 2007 : 91 ) bahwa informan/ responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan/ penelitian subyektif dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri informan/responden yang dapat dianggap dapat mewakili dalam pelaksanaan penelitian ini.Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah:
1). Drs.H.Djoko Suprapto ( Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ). 2). Slamet, SH ( Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ). 3). Agus Joko Wiyono, SH ( Plh. Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ). 4). Sunyoto, SH ( Kepala Sub Seksi Penetapan Hak pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi ). 5). Murtoyo,APtnh ( Petugas Loket pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 6). Yitno,SH ( Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 7). Klara Pirena TM,SH (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 8). Jaka Suranta,SH (Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi).
9). Siradjudin Usman,SH ( Kepala Sub Seksi Survei dan Pengukuran pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 10). Suyato (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 11). Musdarwati (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 12). Zaenudin (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 13). Salimun,SH (Staf pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi). 14). Drs. Sunarno ( Camat Ngawi ). 15). Hariyadi ( Pembantu PPAT Kecamatan Ngawi). 16). Drs. Gigih Wiyono, Msi ( Camat Padas ). 17). Joko (Pembantu PPAT Kecamatan Padas ). 18). Drs. Joko Santoso ( Camat Geneng ). 19). Sudanarto (Pembantu PPAT Kecamatan Geneng ). 20). Drs. Yulianto ( Camat Gerih ). 21). Sujito, SH (Pembantu PPAT Kecamatan Gerih ). 22). Drs. Agus Sumantoro ( Lurah Margomulyo ). 23). Pagi ( Kepala Urusan Pemerintahan Kelurahan Margomulyo ). 24). Sunarti ( Lurah Ketanggi ). 25). Subali ( Lurah Karangtengah ). 26). Heri ( Sekretaris Kelurahan Karangtengah ). 27). Widodo ( Kepala Desa Karangasri ). 28). Prawoto ( Kepala Desa Kayutrejo ). 29). Suyitno ( Kepala Desa Legundi ). 30). Sakidin ( Tokoh Masyarakat ).
31). Maryoto ( Tokoh Masyarakat). 32). Sri Mulyono Hermawan,SH ( Notaris/ PPAT). 33). Dyah Ariasnani,SH ( Notaris/ PPAT ). 34). Ildiastuti, SH ( Notaris/PPAT ). 35). Lilis Winarti ( Pemohon ). 36). Mujib Pambudi (Pemohon). 37). Rustamaji (Pemohon). 38). Siti Maimunah (Pemohon). 39). Ny. Sukarti (Pemohon). 40). Sukatni ( Pemohon). 41). Kholifah Kholifatun (Pemohon) 42). Sri Martini (Pemohon) 43). Kuswandono (Pemohon). 44). Sugianto(Pemohon). 45) Waji (Pemohon). 46). Suprianto (Pemohon). 47). Suwarni (Pemohon). 48) Siti Nurjanah (Pemohon). 49). Drs.Eko Sugiyanto (Pemohon). 50). Suparman (Pemohon) 2. Sumber Data Sekunder. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang sifatnya mendukung sumber data primer, yang
berupa arsip – arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini. E. Tehnik Pengumpulan Data Penelitian ini untuk megumpulkan data,penulis mempergunakan
tehnik
pengumpulan data sebagai berikut: 1. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman umum wawancara. Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan : a. Pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi; b.
Karyawan dan karyawati
yang
berkopeten dengan tugas
dan bidang
pekerjaannya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. c. Pemohon dan perangkat desa/ kelurahan yang mengajukan pendaftaran tanah pertama kali. d. Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kabupaten Ngawi. 2. Observasi
dilakukan dalam kegiatan pengamatan secara langsung terhadap
obyek penelitian dan melakukan pencatatan – pencatatan terhadap gejala yang diamati
secara sistematis,
dalam hal ini observasi dilakukan di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi. 3. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mendapatkan data – data penunjang dengan membaca buku – buku literatur, hasil penelitian, dokumen, brosur – brosur, majalah, koran dan peraturan perundang- undangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
E. Tehnik Analisis Data Tehnik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yakni suatu cara pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif yakni “ apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diamati dan diteliti dipelajari secara utuh”. Tehnik analisisnya dengan model analisis interaktif ( HB.Sutopo, 2006: 18). Proses analisis terdapat tiga komponen utama yang harus benar – benar dipahami oleh setiap peneliti kualitatif, yaitu: a. Reduksi Data. Merupakan proses seleksi, pemfokusan,penyederhanaan dan abstraksi, data dari fieldnote, yang berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan penelitian. b. Sajian Data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi,deskripsi dalam bentuk narasi yang
memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data
disusun secara logis dan sistematis. c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi. Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar – benar dapat dipertanggungjawabkan.Verifikasi dapat dilakukan dengan usaha yang lebih luas dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Makna data harus diuji validitasnya, agar simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan dapat dipercaya.
Ketiga komponen analisis tersebut aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi baik antara komponen maupun dalam proses pengumpulan data.
Tehnik analisis data tersebut dapat digambarkan dengan alur sebagai berikut, menurut (HB Sutopo, 2002: 96 ):
Pengumpulan Data (Data Primer dan Data Sekunder)
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan/Verifikasi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. a. Organisasi Pembentukan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi disertai dengan pengaturan kedudukan,fungsi,susunan organisasi dan tata kerja. Sebagaimana Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota lainnya pengaturan tersebut berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Badan
Pertanahan
Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota. b.Kedudukan Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan instansi vertikal dari Badan Pertanahan Nasional, bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur. c. Tugas dan Fungsi Sebagai instansi vertikal tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi
instansi vertikal
diatasnya.Oleh karena itu perlu terlebih dahulu melihat tugas dan fungsi
Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi induknya.Mengenai tugas dan fungsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan melaksanakan
secara
tugas
nasional,regional
tersebut,
Badan
dan sektoral. Pertanahan
Dalam Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; b. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; e. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survey,pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; g. Pengaturan dan penetapan hak – hak atas tanah; h. Pelaksanaan penatagunaan tanah,reformasi agraria dan penataan wilayah – wilayah khusus; i. Penyiapan administrasi atas tanah
yang dikuasai dan/atau milik
negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan; j. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
k. Kerja sama dengan lembaga – lembaga lain; l. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; m. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; n. Pengkajian dan penanganan masalah,sengketa,konflik dan perkara di bidang pertanahan; o. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; p. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; q. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; r. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; s. Pembinaan fungsional lembaga – lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan; t. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku; u. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2. Tugas dan Fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
mempunyai tugas
untuk
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam lingkungan wilayah Kabupaten Ngawi. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Penyusunan
rencana,program,
dan
penganggaran
dalam
rangka
pelaksanaan tugas pertanahan; b. Pelayanan,perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan; c. Pelaksanaan survey,pengukuran, dan pemetaan dasar,pengukuran, dan pemetaan bidang,pembukuan tanah,pemetaan tematik, dan survey potensi tanah; d. Pelaksanaan
penatagunaan
tanah,landreform,konsolidasi
tanah,dan
penataan pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan, dan wilayah tertentu; e. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah,pendaftaran hak tanah,pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah; f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan,pengelolaan
tanah negara,tanah
terlantar dan tanah kritis,peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; g. Penanganan konflik,sengketa,dan perkara pertanahan; h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan penggunan tanah; i. Pengelolaan
Sistem
Informasi
Manajemen
Pertanahan
Nasional
informasi
pertanahan
kepada
(SIMTANAS); j. Pemberian
penerangan
dan
masyarakat,pemerintah dan swasta;
k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan; l. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan; m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian,keuangan,sarana dan prasarana,perundang – undangan serta pelayanan pertanahan.
d. Struktur Organisasi Untuk melaksanakan
tugas dan fungsi yang ditetapkan dibutuhkan
adanya struktur
organisasi yang dapat membagi habis tugas dan fungsi
tersebut,dengan
demikian
operasional
tugas
dan
fungsi
dapat
dilakukan.Adapun struktur organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tanggal 16 Mei 2006, sebagaimana terlihat dalam lampiran 1. Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan dibagi habis kepada seluruh komponen komponen struktur organisasi sebagai berikut: a. Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha
mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif
kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan,serta menyiapkan bahan evaluasi kegiatan,penyusunan program, dan peraturan perundang – undangan. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi: 1. Pengelolaan data dan informasi; 2. Penyusunan rencana,program dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja pemerintah;
3. Pelaksanaan urusan kepegawaian; 4. Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran; 5. Pelaksanaan urusan tata usaha,rumah tangga,sarana dan prasarana; 6. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program; 7. Koordinasi pelayanan pertanahan. Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari: 1. Urusan Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana,program
dan
anggaran
serta
laporan
akuntabilitas
kinerja
pemerintah,keuangan dan penyiapan bahan evaluasi. 2. Urusan Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat,kepegawaian,perlengkapan,rumah tangga, sarana dan prasarana, koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan informasi. b.
Seksi
Survei,Pengukuran
dan
Pemetaan
mempunyai
tugas
melakukan
survey,pengukuran dan pemetaan bidang tanah,ruang dan perairan; perapatan kerangka dasar,pengukuran batas kawasan/wilayah,pemetaan tematik dan survey potensi tanah,penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah. Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan mempunyai fungsi : 1. Pelaksanaan survey,pengukuran dan pemetaan bidang tanah,ruang dan perairan,perapatan kerangka dasar,pengukuran batas kawasan/wilayah,pemetaan tematik dan survey potensi tanah,pembinaan surveyor berlisensi; 2. Perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas kawasan/wilayah; 3. Pengukuran,perpetaan,pembukuan bidang tanah,ruang dan perairan;
4. Survei, pemetaan,pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik dan potensi tanah; 5. Pelaksanaan kerja sama tehnis surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah; 6. Pemeliharaan peralatan teknis. Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari: 1. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan perapatan orde 4,penetapan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah,kerjasama teknis surveyor berlisensi pembinaan surveyor berlisensi dan pendaftaran,daftar tanah,peta bidang tanah,surat ukur,gambar ukur dan daftar bidang pengukuran. 2. Subseksi Tematik dan Potensi
Tanah mempunyai tugas menyiapkan surat
ukur,pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik,survey potensi tanah,pemeliharaan teknis komputerisasi dan pembinaan pejabat penilai tanah. c. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan dan menyiapkan penetapan hak dalam rangka pemberian,perpanjangan dan pembaruan hak tanah,pengadaan tanah,perijinan,pendataan dan penertiban bekas tanah hak,pendaftaran ,peralihan ,pembebanan hak tanah serta pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi: 1. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah; 2. Penyiapan rekomendasi pelepasan,penaksiran harga dan tukar menukar,saran dan pertimbangan serta melakukan kegiatn perijinan,saran dan pertimbangan usulan penetapan hak pengelolaan tanah;
3. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak; 4. Pengadministrasian atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara,daereah bekerjasama dengan pemerintah,termasuk tanah badan hukum pemerintah; 5. Pendataan dan penertiban tanah bekas tanah hak; 6. Pelaksanaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan; 7. Pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak; 8. Pelaksanaan peralihan,pembebanan hak atas tanah dan pembinaan PPAT. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari: 1. Subseksi Penetapan Hak Tanah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan, saran, dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik,Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, perpanjangan jangka waktu,pembaharuan hak,perijinan,peralihan
hak
atas
tanah;penetapan
dan/rekomendasi
perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak tanah perorangan. 2.
Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan,saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak milik dan hak pakai, hak guna bangunan dan hak pengelolaan bagi instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah;rekomendasi pelepasan dan tukar menukar tanah pemerintah.
3. Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah,pengakuan dan penegasan konversi hak – hak
lain,hak milik atas satuan rumah susun,tanah hak pengelolaan,tanah wakaf,data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah,data komputerisasi pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah,daftar nama,daftar hak atas tanah,dan warkah serta daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah. 4. Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah mempunyai
tugas
menyiapkan
pelaksanaan
pendaftaran,
peralihan,pembebanan hak atas tanah,pembebanan hak tanggungan dan bimbingan PPAT serta sarana daftar isian di bidang pendaftaran tanah. d. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penatagunaan tanah,landreform,konsolidasi tanah,penataan pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan dan wilayah tertentu lainnya. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai fungsi: 1. Pelaksanaan penatagunaan tanah,landreform,konsolidasi tanah dan penataan pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan dan wilayah tertentu lainnya,penetapan kriteria kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka
perwujudan fungsi
kawasan/zoning,penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah,penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah,penataan tanah bersama untuk peremajaan kota,daerah bencana dan daerah bekas konflik serta pemukiman kembali; 2. Penyusunan rencana persediaan,peruntukan,penggunaan dan pemeliharaan tanah, neraca penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan lainnya; 3. Pemeliharaan basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan;
4. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah,perubahan penggunaan dan pemanfaatan
tanah
pada setiap fungsi kawasan/zoning dan redistribusi
tanah,pelaksanaan konsolidasi tanah,pemberian tanah obyek landreform dan pemanfaatan tanah bersama serta penertiban administrasi landreform; 5. Pengusulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform; 6. Pengambilalihan dan /atau penerimaan penyerahan tanah – tanah yang terkena ketentuan landreform; 7. Penguasaan tanah – tanah obyek landreform; 8. Pemberian ijin peralihan hak atas tanah pertanian dan ijin redistribusi tanah dengan luasan tertentu; 9. Penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan obyek konsolidasi tanah; 10. Penyediaan tanah untuk pembangunan; 11. Pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan; 12. Pengumpulan,pengolahan,penyajian dan dokumentasi data landreform. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari: 1. Subseksi
Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu mempunyai tugas
menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukan,pemeliharaan dan penggunaan tanah,rencana penataan kawasan,pelaksanaan koordinasi, monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah,perubahan penggunaan dan pemanfaatan
tanah
pada
setiap
fungsi
kawasan/zoning,penerbitan
pertimbangan teknis penatagunaan tanah,penetapan penatagunaan tanah dan pemanfaatan tanh,penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta
melaksanakan pengumpulan dan pengolahan dan pemeliharaan data tekstual dan spasial. 2. Subseksi Landreform dan Konsolidasi tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan
usulan
penetapan/penegasan
tanah
menjadi
obyek
landreform;penguasaan tanah – tanah obyek landreform;pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari obyek landreform;monitoring dan evaluasi redistribusi tanah, ganti kerugian, pemanfaatan tanah bersama dan penertiban administrasi landreform serta fasliltasi bantuan keuangan/ permodalan,teknis dan pemasaran;usulan penegasan obyek penatan tanah bersama untuk peremajan pemukiman kumuh,daerah bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali;penyediaan tanah pembangunan,pengembangan
dan pengelolaan teknik
dan
sumbangan tanah
untuk
metode;promosi
dan
sosialisasi;pengorganisasian dan pembimbingan masyarakat;kerja sama dan fasilitasi;pengelolaan basis data dan informasi;monitoring dan evaluasi serta koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah. e. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan,pengelolaan tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai fungsi: 1. Pelaksanaan pengendalian pertanahan,pengelolaan tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat;
2. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pemenuhan hak dan kewajiban pemegang hak atas tanah,pemantauan dan evaluasi penerapan kebijakan dan program pertanahan dan program sektoral,pengelolaan tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis; 3. Pengkoordinasian
dalam
rangka
penyiapan
rekomendasi,
pembinaan,
peringatan,harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara serta penanganan tanah terlantar dan tanah kritis; 4. Penyiapan saran tindak dan langkah – langkah penanganan serta usulan rekomendasi,pembinaan,peringatan, harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam
pengelolaan tanah negara serta
penanganan tanah terlantar dan tanah kritis; 5. Inventarisasi potensi masyarakat marjinal,asistensi dan pembentukan kelompok masyarakat,fasilitasi dan peningkatan akses ke sumber produktif; 6. Peningkatan partisipasi masyarakat,lembaga swadaya masyarakat dan mitra kerja teknis pertanahan dalam rangka pemberdayaan masyarakat; 7. Pemanfaatan tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis untuk pembangunan; 8. Pengelolaan basis data hak atas tanah, tanah negara,tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat; 9. Penyiapan usulan keputusan pembatalan dan penghentian hubungan hukum atas tanah terlantar.
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari: 1. Subseksi Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan pengelolaan basis data,dan melakukan inventarisasi dan identifikasi,penyusunan saran tindak dan langkah penanganan,serta menyiapkan bahan koordinasi usulan penertiban dan pendayagunaan dalam
rangka penegakan hak dan kewajiban pemegang
hak atas tanah ;pemantauan,evaluasi,harmonisasi dan pensinergian kebijakan dan program pertanahan dan sektoral dalam pengelolaan tanah negara,penanganan tanah terlantar dan tanah kritis; 2. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas
menyiapkan bahan
inventarisasi potensi, asistensi, fasilitasi dalam rangka penguatan penguasaan, dan melaksanakan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga masyarakat, mitra kerja teknis dalam pengelolaan pertanahan, serta melakukan kerjasama pemberdayaan dengan pemerintah kabupaten/kota,lembaga keuangan dan dunia usaha,serta bimbingan dan pelaksanaan kerjasama pemberdayaan. f. Seksi Sengketa,Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan
bahan dan
melakukan kegiatan penanganan sengketa,konflik dan perkara pertanahan. Seksi Sengketa,Konflik dan Perkara mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Pelaksanaan penanganan sengketa,konflik dan perkara pertanahan; 2. Pengkajian masalah,sengketa dan konflik pertanahan; 3. Penyiapan bahan dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan secara hukum
,penanganan
dan
penyelesaian
perkara,pelaksanaan
alternatif
penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya,usulan dan rekomendasi pelaksanaan putusan – putusan lembaga
peradilan serta usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang,dan/atau badan hukum dengan tanah; 4. Pengkoordinasian penanganan sengketa dan konflik pertanahan dan perkara pertanahan; 5. Pelaporan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan dan perkara pertanahan; Seksi Sengketa,Konflik dan Perkara terdiri dari: 1. Subseksi
Sengketa
dan
Konflik
Pertanahan
menyiapkan
pengkajian
hukum,sosial,budaya,ekonomi dan politik terhadap sengketa dan konflik pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang,dan/atau badan hukum dengan tanah,pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi,fasilitasi,dan koordinasi penanganan sengketa dan konflik; 2. Subseksi Perkara Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan penanganan dan penyelesaian perkara,koordinasi penanganan perkara,usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah, sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan. e. Sumber Daya Organisasi Suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh sumber daya yang memadai. Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya manusia,pembiayaan dan fasilitas sebagai berikut:
1. Keadaan Pegawai Dalam bagian ini dikemukakan secara berurutan tentang jumlah pegawai berdasarkan golongan dan jumlah pegawai berdasarkan pendidikan. a. Jumlah Pegawai Menurut Golongan Golongan pegawai membedakan tingkatan atau urutan pegawai yang ada dalam suatu organisasi yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.Adapun golongan pegawai yang ada di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah seperti pada tabel sebagai berikut: TABEL 1 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Golongan Di Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Tahun 2008 Tingkat Golongan No.
Golongan
A
B
C
D
Jumlah
1
IV
1
1
-
-
2
4
2
III
14
13
11
3
41
80
3
II
1
-
4
1
6
12
4
I
-
-
1
1
2
4
51
100
Total
%
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Berdasarkan pada tabel tersebut diatas, terlihat bahwa yang paling banyak adalah III sebanyak 40 orang atau 40% dari jumlah pegawai yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, hal tersebut menunjukkan ketidakseimbangan golongan karena pada golongan III lebih banyak daripada golongan II dan I yang seharusnya distribusi tersebut menganut prinsip kerucut.
b. Jumlah Pegawai Menurut Pendidikan Adapun jumlah pegawai menurut pendidikan
di lingkungan Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah seperti tabel sebagai berikut:
TABEL 2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan Di Lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7
Pendidikan S3 S2 S1 DIII SLTA SLTP SD
Jumlah Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Jumlah 1 25 17 8 51
% 2 49 33 16 100
Berdasarkan pada tabel tersebut di atas, apabila dikaitkan dengan prinsip ketidakseimbangan pegawai
yaitu prinsip kerucut, maka nampak
bahwa
distribusi pendidikan tersebut masih belum seimbang, hal tersebut terlihat bahwa pendidikan S2 sebanyak 1 orang atau 2%, pendidikan SI sebanyak 25 orang atau 49%,pendidikan SLTA ( Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) sebanyak 17 orang atau 33%, dan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebanyak 8 orang atau 16%. c. Sumber Dana Pembiayaan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan kantor yang masih berstatus instansi vertikal di daerah,mempunyai
sumber pembiayaan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Sumber daya keuangan tertuang dalam bentuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pertahun anggaran. Untuk laporan realisasi fisik dan keuangan pelaksanaan kegiatan periode
Januari sampai
dengan Desember 2008 dapat dilihat dalam lampiran 2. d. Sarana dan Prasarana Fisik Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi beralamat di Jalan Basuki Rahmat Nomor 5 Ngawi menempati bangunan di atas tanah dengan luas 2.050 M2. Dalam pelayanan kepada masyarakat telah menggunakan sistem loket.Loket pelayanan dibagi menjadi 4 loket, yang terdiri dari Loket 1 menangani Informasi,Loket 2 menangani tentang Penyerahan berkas permohonan dan pengaduan ,Loket 3 menangani Pembayaran biaya dan Loket 4 tentang penyerahan produk sertipikat. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat sarana dan prasarana kantor sangat berperan dalam rangka menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan tugas.Sarana dan prasarana dapat dilihat dalam lampiran 3. 2. Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. a. Wilayah Pelayanan Wilayah
pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
seluas
1.298,58 km2, dimana 39% atau 504,8 km2 berupa lahan pertanian. Administrasi pemerintah terdiri dari 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah
sebesar 882.221 jiwa. Wilayah Kabupaten Ngawi sebagian besar
merupakan wilayah kawasan hutan.Mata pencaharian penduduk Kabupaten Ngawi yang dominan adalah petani karena
wilayahnya sebagian besar
merupakan daerah pertanian. b. Jenis Pelayanan Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006, dioperasionalkan
dalam dua kelompok
kegiatan.Kelompok pertama merupakan kegiatan menyiapkan perangkat – perangkat yang berhubungan dengan kelompok kegiatan kedua.Kelompok kegiatan pertama adalah sebagai berikut: a. Pembuatan dan pemeliharaan fasilitas pertanahan di lapangan berupa tugu – tugu dasar teknis yang berguna bagi peningkatan bidang tanah. b. Pembuatan dan pemeliharaan peta – peta pendaftaran tanah. c. Pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah. d. Mengumpulkan,mengolah dan menyajikan data penatagunaan tanah berupa peta topografi,peta penggunaan tanah,peta kemampuan tanah dan peta perubahan penggunaan tanah. e. Pembuatan rencana penatagunaan tanah. f. Menyiapkan
dan
melakukan
pengumpulan
data
pengendalian
penguasaan tanah. g. Pendataan tanah obyek landreform. h. Menyiapkan dan mengolah data – data pengurusan hak atas tanah. i. Penyuluhan hukum pertanahan.
Sedangkan kelompok kegiatan kedua merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat adalah sebagai berikut: a. Pendaftaran peralihan hak atas tanah. b. Pendaftaran dan penghapusan hak tanggungan. c. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali. d. Pemberian ijin perubahan penggunaan tanah. e. Pemberian ijin Pemindahan Hak. c. Sistem Loket Pelayanan Kantor
Pertanahan Kabupaten
Ngawi telah menerapkan pelayanan
sistem loket.Adapun loket pelayanan adalah sebagai berikut: 1. Loket 1, sebagai loket informasi yang berfungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan pengajuan dan permohonan sertipikat hak atas tanah. 2. Loket 2, merupakan loket penerimaan berkas pengajuan dan permohonan sertipikat hak atas tanah dan berkas pengaduan dari masyarakat. 3. Loket 3, merupakan loket yang menangani tentang Perincian biaya dan pembayaran biaya pengajuan dan permohonan sertipikat. 4. Loket 4 , mengenai loket untuk penyerahan produk atau pengambilan sertipikat hak atas tanah. d. Prosedur Pelayanan Sertifikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali. Yang menjadi titik fokus dalam pembahasan tesis ini adalah mengenai standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama
kali. Sertipikat tanah yang dimiliki oleh seseorang dimaksudkan untuk menjamin kepastian hak atas tanah, baik dari segi fisik tanah dalam arti luas dan letak tanah, segi tata ruang tanah dalam arti kesesuaian perencanaan dan peruntukkan penggunaan tanah, maupun dari segi hukum, karena dengan adanya sertipikat tanah maka diperoleh adanya kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah yang dikuasai oleh seseorang maupun badan hukum. Dalam proses sertifikasi hak atas tanah memerlukan adanya prosedur,waktu dan biaya.Proses sertifikasi tanah untuk pendaftaran tanah pertama kali dibagi menjadi dua jenis prosedur, yang didasarkan pada status tanah, yaitu tanah negara dan tanah adat perseorangan.Tanah negara
adalah bidang tanah
diatasnya tidak melekat sesuatu hak dan atau bidang tanah yang diatasnya melekat bekas hak.Sedangkan tanah adat perseorangan adalah sebagian dari bidang tanah yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat adat secara turun temurun dan oleh karena hubungan emosional ataupun hubungan ekonomi telah diakui secara komunal oleh masyarakat adat itu sendiri menjadi hak milik dari seseorang anggota masyarakat adat. Perbedaan dalam prosedur kedua status tanah terletak
pada penggunaan
lembaga pengumuman pada tanah adat, sedangkan pada tanah negara tidak menggunakan pengumuman.Pada tanah adat tidak dipungut uang pemasukan ke kas negara, namun dipungut bea perolehan hak atas tanah
bila telah
memenuhi ketentuan pemungutan bea perolehan hak atas tanah yang berlaku di daerah setempat.Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut: 1. Prosedur Memperoleh Tanah Negara
a. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan berkas – berkas sebagai berikut: 1).Identitas Pemohon 2). Surat Pernyataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah 3). Surat Pernyataan Tanah – Tanah Yang Telah Dipunyai 4). Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan 5).Peta Bidang Tanah yang dimohon. b. Jika berkas sudah lengkap maka membayar biaya proses pengukuran dan biaya pemeriksaan bidang tanah oleh Panitia A.Panitia A diatur berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.Panitia Pemeriksaan Tanah A dalam melaksanakan tugasnya terdiri dari: 1). Tugas di lapangan antara lain: -
Mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai penguasaan,penggunaan/keadaan tanah dan batas – batas tanah.
- Mengumpulkan keterangan/penjelasan dari pemohon dan pemilik tanah yang berbatasan atau kuasanya serta meneliti ada tidaknya keberatan dari pihak lain. - Meneliti kepentingan umum. - Meneliti kesesuaian penggunaan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang Wilayah setempat.
2). Tugas di Kantor Pertanahan antara lain: -
Mengadakan
pemeriksaan
terhadap
kelengkapan
berkas
permohonan pemberian Hak Milik,Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah negara. - Mengadakan penelitian mengenai data status tanah,riwayat tanah dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan lainnya. - Melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil penelitian dan peninjauan fisik di lapangan termasuk data pendukung lainnya oleh semua anggota Panitia A. - Menentukan status tanah dan kepemilikan tanah. - Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah
A dan
ditandatangani oleh semua anggota. 3). Pelaksanaan pengukuran bidang tanah yang dimohon menghasilkan Surat Ukur
tanah yang berisi
mengenai luas,letak bidang
tanah.Dalam pengukuran bidang tanah ini harus disaksikan dan disetujui oleh tetangga yang berbatasan. 4). Pemeriksaan Panitia A menghasilkan
Risalah panitia A sebagai
bahan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan untuk memberikan atau menolak
memberikan sesuatu hak atas tanah yang
dimohon.Panitia A terdiri dari komponen Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah sebagai Ketua dan anggotanya terdiri dari Seksi
Survei,Pengukuran dan Pemetaan, Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan dan Kepala Desa/Kelurahan.Panitia A ini bertugas untuk memeriksa mengenai Subyek dan Obyek bidang tanah, kesesuaian dari aspek penguasaan dan pemilikan tanahnya, aspek tata guna tanahnya. 5). Berdasarkan dari Risalah Pemeriksaan dari Panitia A maka diajukan kepada kepala kantor pertanahan
atau pejabat yang berwenang
untuk dapat dikabulkan atau ditolak memberikan hak
dengan
melalui Surat Keputusan Pemberian atau penolakan pemberian hak atas tanah. 6). Berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, maka kepada pemohon diharapkan untuk membayar Uang Pemasukan kepada Negara. 7).Kemudian Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah tersebut didaftarkan dan diproses yang selanjutnya diterbitkan Sertipikat Hak Atas Tanah. 8). Sertipikat yang sudah terbit diserahkan kepada pemohon. Tahapan
prosedur dalam rangka permohonan tanah Negara dapat
dilihat dalam lampiran 4 yaitu Skema Pengajuan Permohonan Tanah Negara. Untuk penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari permohonan tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
TABEL 3 Penerbitan Sertipikat Permohonan Tanah Negara Nomor
Tahun
Tanah Negara
Jumlah
(Bidang) 1.
2006
4
4
2.
2007
2
2
3.
2008
-
-
6
6
Jumlah
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Bahwa dari tabel diatas dapat dilihat penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari permohonan tanah negara jumlahnya sangat kecil, karena hal ini disebabkan tanah negara di Wilayah Kabupaten Ngawi jumlahnya relatif kecil dan sangat terbatas.
2. Prosedur Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat. Tanah bekas milik adat yang pada tanggal 24 September 1960 pemiliknya berstatus sebagai warga negara Indonesia.Tanah bekas milik adat adalah hak atas tanah yang lahir berdasarkan proses adat setempat misalnya hak yasan,hak andarbeni dan sebagainya yang sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi hak milik namun belum terdaftar. Jenis tanah bekas milik adat dibagi menjadi 2,meliputi: 1. Tanah bekas milik adat yang mempunyai surat tanda bukti pemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria
dan
apabila kemudian hal itu beralih,bukti peralihan hak
berturut – turut sampai ketangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan. a. Tanah bekas milik adat yang tidak mempunyai tanda bukti pemilikan atau yang kurang lengkap. Tata Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan berdasarkan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Jo.Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sebagai berikut: Persyaratan meliputi: 1. Bagi Tanah Bekas Milik Adat Yang Mempunyai Surat Tanda Bukti Pemilikan, meliputi: a). Asli tanda bukti pemilikan tanah yang dimohon,antara lain Pethok,girik,Kekitir,Pipil Verponding Indonesia sebelum berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan lain – lain. b). Surat perolehan tanah tersebut didapat secara berurut ( jual beli,warisan,hibah dan lain – lain). c). Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah tentang riwayat tanah tersebut. d). Surat Pernyataan tidak dalam sengketa dari pemilik. e). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ( jual beli,warisan,hibah).
f). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir. g). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari 1998. h). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH) i). Bukti lain yang diperlukan. 2. Bagi Tanah Bekas Milik Adat yang Tidak Mempunyai Surat tanda Bukti Pemilikan, meliputi: a). Surat Pernyataan bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut – turut atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak – pihak lain yang telah menguasainya sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih. b). Surat perolehan tanah. c). Surat Pernyataan bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik. d). Surat Pernyataan bahwa penguasaan itu tidak
pernah
diganggu gugat diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan. e). Surat Pernyataan bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa.
f). Surat Pernyataan, apabila pernyataan tersebut memuat halhal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatanganan bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun perdata apabila memberikan keterangan palsu. g). Surat keterangan dari kepala desa/lurah dan sekurang – kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai ketua adat setempat atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/lurah letak tanah
yang bersangkutan, dan tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal. h). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon. i). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir. j). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari 1998. k). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH) l). Bukti lain yang diperlukan. 3. Prosedurnya meliputi: a). Pemilik/ahli warisnya atau pembeli tanah tersebut mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan tempat letak
tanah melalui loket dengan mengisi formulir.Penegasan/ Pengakuan Hak. b). Membayar biaya: 1. Pengukuran dan pemetaan 2.
Pemeriksaan
tanah
(biaya
terpampang
di
Kantor
Pertanahan) c). Pemeriksaan data fisik meliputi penetapan dan pemasangan tanda batas, pengukuran dan pemetaan oleh
petugas yang
ditunjuk. d). Penelitian data yuridis bidang tanah,apabila bukti – bukti tertulis tidak lengkap maka penelitian dilanjutkan oleh Panitia A yang bertugas: 1). Meneliti data yuridis bidang tanah yan tidak dilengkapi dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap. 2). Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon. 3).Mencatat sanggahan/ keberatan dan hasil penyelesaiannya. 4). Membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang bersangkutan. e). Daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan dan
kantor Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari berturut – turut. f). Setelah jangka waktu pengumuman berakhir dan tidak ada pihak yang mengajukan keberatan terhadap isi pengumuman
maka
data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam suatu berita acara. g). Selanjutnya dilakukan pendaftaran pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan, lalu menerbitkan sertipikat hak milik tanah dimaksud. Tahapan prosedur pengajuan tanah yang berasal dari tanah adat dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali dapat dilihat dalam lampiran 5 yaitu Skema Pelayanan Pengajuan Tanah Adat. Untuk penerbitan sertipikat hak atas tanah yang berasal dari pengajuan permohonan sertipikat dari tanah adat dengan melalui pendaftaran pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: TABEL 4 Penerbitan Sertipikat Berdasarkan Permohonan Pengajuan Tanah Adat Nomor
Tahun
Tanah Adat/Yasan
Jumlah
(Bidang)
(Bidang)
1.
2006
3.092
3.092
2.
2007
4.570
4.570
3.
2008
1.468
1.468
9.130
9.130
Jumlah Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Bahwa dari tabel diatas dapat dilihat penerbitan sertipikat tanah yang berasal dari tanah adat/yasan dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali di Wilayah Kabupaten Ngawi pada tahun 2008 mengalami penurunan jumlahnya, hal ini disebabkan karena pengajuan permohonan pendaftaran tanah pertama kali yang diajukan oleh masyarakat memang kecil jumlahnya.Pada umumnya masyarakat dalam pengajuan pendaftaran tanah pertama kali ini selalu menunggu adanya proyek – proyek yang berasal pemerintah, misalnya Proyek Operasi Nasional Agraria, ajudikasi dan proyek pemerintah lainnya yang membutuhkan biaya yang sangat kecil.
3. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali – Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Untuk menjamin kepastian hukum
hak atas tanah perlu dilakukannya
pendaftaran hak atas tanah.Pendaftaran tanah Nomor
menurut Peraturan Pemerintah
24 Tahun 1997 yaitu Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan
Pendaftaran Tanah Secara Sporadik. Pendaftaran tanah secara Sistematik menurut ketentuan pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang yang dilakukan serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Pendaftaran tanah
secara
Sistematik diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu
rencana
kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah –
wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Pendaftaran tanah secara Sporadik dipergunakan oleh Peraturan
merupakan salah satu cara yang
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah disamping pendaftaran tanah secara Sistematik.Menurut ketentuan pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan pendaftaran tanah secara Sporadik ialah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Proses pendaftaran tanah secara Sporadik dibedakan lagi menjadi 2 (dua) yaitu melalui rutin dan lewat massal swadaya, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pendaftaran tanah secara Sporadik Rutin merupakan proses pendaftaran tanah atas inisiatif sendiri pemilik tanah. Oleh karena itu atas inisiatif sendiri, maka biaya pendaftaran tanahnya lebih mahal jika dibandingkan dengan pendaftaran tanah secara sistematik.Mahalnya biaya pendaftaran tanah secara Sporadik karena digunakan untuk membiayai seluruh proses pendaftaran tanah yang meliputi: a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik yaitu: 1). Pengukuran tanah dan pemetaan. 2). Pembuatan peta dasar pendaftaran. 3). Penetapan batas bidang – bidang tanah.
4). Pengukuran dan pemetaan bidang – bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. 5). Pembuatan daftar tanah. 6). Pembuatan surat ukur. b. Pembuktian hak dan pembukuannya,meliputi: 1). Pembuktian hak baru. 2). Pembuktian hak lama. 3). Penerbitan sertipikat. 4). Penyajian data fisik dan data yuridis. 5). Penyimpanan daftar umum dan dokumen. Pendaftaran tanah secara sporadik relatif lebih mahal dibandingkan dengan pendaftaran tanah secara sistematik yang disubsidi oleh Pemerintah.
2. Pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS), bahwa pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS) ini dilaksanakan jika ada usulan dari masyarakat membentuk
kelompok
secara massal (bersama – sama) yang
itu minimal terdiri dari 20 orang yang ingin
mengajukan permohonan pendaftaran
tanah ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
untuk pendaftaran tanah
pertama kali ini, juga dilaksanakan dengan melalui pendaftaran tanah secara
Sporadik Rutin dan
pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya
(SMS, yaitu: a. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut: Dasar Hukum: 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA). 2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3001084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional
Lapang
Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Persyaratan, meliputi: a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan
dikuasakan.
b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: 1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; 2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959; 3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; 4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; 5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan; 6).
Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 7).
Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan; 8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah; 10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana
dimaksud
Ketentuan – ketentuan
dalam pasal II,VI
dan VII
Konversi Undang – Undang Pokok
Agraria; 12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria. d.Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus – menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua adapt/penduduk setempat. e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas. f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan.
g.
Fotocopy
Surat
Keputusan
Ijin
Lokasi
dan
Sket
Lokasi
( apabila pemohon oleh Badan Hukum). Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi: a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm; b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm; c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm; d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40 M; e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2; f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan Kab.Ngawi,2007:1-2). b. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Konversi secara Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut: Dasar Hukum: 1.Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA). 2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3001084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Lapang
Persyaratan,
meliputi: a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan. b.
Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau untuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan.
c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: 1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; 2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959; 3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), yang
tidak disertai
kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya;
4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; 5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan dibubuhi
tanda
kesaksian
oleh
Kepala
yang
Adat/Kepala
Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan; 6). Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan; 8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai als hak yang dialihkan; 9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah; 10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan;
11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II,VI dan VII Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang Pokok Agraria; 12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria. d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus – menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua adapt/penduduk setempat. e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas. f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan. g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi ( apabila pemohon oleh Badan Hukum). Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi: a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm; b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm; c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm; d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40 M;
e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2; f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu.
Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan Kab. Ngawi,2007:1-2) Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Konversi secara Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun untuk pendaftaran tanah pertama kali yang berdasarkan konversi
saat ini jarang terjadi di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi.Menurut hasil wawancara penulis dengan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah yaitu Slamet,SH didampingi Plt.Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak yaitu Agus JokoWiyono,SH bahwa pada saat ini pendaftaran tanah pertama kali yang melalui pendaftaran secara konversi jarang terjadi dan hampir tidak pernah terejadi karena pada umumnya masyarakat
melaksanakan
pendaftaran
tanahnya
dengan
melalui
pengakuan hak.Menurut Slamet,SH selaku Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi bahwa saat ini tanah – tanah yang ada di Wilayah Kabupaten Ngawi umumnya merupakan tanah adat yang kepemilikannya dan penguasaannya sudah jatuh pada ahli waris,sehingga hal ini menyebabkan untuk pendaftaran
tanah secara konversi jarang terjadi dan kebanyakan melalui pendaftaran tanahnya melalui pengakuan hak.Pendapat ini juga dikuatkan oleh hasil wawancara penulis dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Bapak Drs. Joko Suprapto, mengatakan bahwa pada saat ini pengajuan permohonan pendaftaran tanah pertama kali yang melalui konversi sangat jarang terjadi dan pada umumnya pendaftaran tanahnya melalui pengakuan hak.Hal ini terjadi karena tanahnya sudah jatuh ke tangan para ahli waris atau sudah berpindah tangan ke pihak lain, dengan melalui jual beli sehingga bukti kepemilikannya juga berubah maka proses pendaftaran tanahnya dilaksanakan dengan pendaftaran tanah melalui pengakuan hak. Untuk pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali
dengan melalui
konversi prosedurnya telah ditentukan dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. 4. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Pengakuan/Penegasan Hak
secara
Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut: Dasar Hukum: 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 300-1084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Lapang Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Persyaratan, meliputi: a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan. b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan. c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: 1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; 2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959; 3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban
untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; 4).
Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan; 6). Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan; 8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah;
10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana
dimaksud
dalam pasal II,VI dan VII
Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang Pokok Agraria; 12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria. d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih
dari 20 tahun secara terus –
menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua adat/penduduk setempat. e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas. f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan. g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi ( apabila pemohon oleh Badan Hukum). Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi: a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm; b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm; c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm;
d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40 M; e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2; f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu. Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Jangka waktu penyelesaiannya
120
hari kerja (Kantor Pertanahan
Kab.Ngawi,2007:1-2)
Hasil kegiatan pensertipikatan tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi periode Januari sampai dengan Desember 2008 untuk pensertipikatan tanah dengan melalui
pendaftaran tanah pertama kali
dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut: TABEL 5 Hasil Kegiatan Pensertipikatan Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Periode Januari Sampai Dengan Desember 2008 Untuk Pensertipikatan Tanah Dengan Melalui Pendaftaran Tanah Pertama Kali Prosentase (%)
1.
Jenis Target Permohonan Realisasi Masuk (Bidang) Kegiatan (Bidang) (Bidang) Rutin 739 736 512
2.
Prona
500
500
500
100
3.
UKM
200
200
200
100
4.
Wakaf
30
16
16
100
1.469
1.452
1.228
84
Nomor
Jumlah
Sumber data Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
69,5
Ket. Dalam proses
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengajuan pensertipikatan tanah yang dilakukan masyarakat dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali secara sporadis (Rutin) jumlahnya
sangat terbatas dan kebanyakan dari
masyarakat melaksanakan pendaftaran tanahnya dengan menunggu adanya proyek – proyek yang dilaksanakan pemerintah. Penyelesaian
permohonan
pengajuan pensertipikatan tanah juga tidak dapat terselesaikan sesuai dengan ketentuan yang ada, hal ini yang dapat mempengaruhi pendapat masyarakat sehingga enggan untuk mengurus hak atas tanah yang dikuasainya.
3. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Menurut hasil wawancara penulis dengan Kepala Seksi Hak Tanah
dan
Pendaftaran Tanah yaitu Slamet,Sarjana Hukum didampingi Plt.Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak yaitu Agus JokoWiyono, Sarjana Hukum bahwa pada saat ini pendaftaran tanah pertama kali di Wilayah Kabupaten Ngawi pada umumnya melalui pengakuan hak dengan melampirkan persyaratan yang telah ditentukan berkenaan dengan
pendaftaran melalui pengakuan hak.Adapun prosedur dan pelaksanaan
pendaftarannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan dan mengenai standar operasi pelaksanaannya menyesuaikan ketentuan yang sudah ada, namun memang
diakui bahwa dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan secara baik, hal ini disebabkan adanya
beberapa kendala baik kendala administratif maupun
kendala operasional yang dapat menyebabkan proses pelaksanaan pendaftaran pengajuan sertipikat secara pengakuan hak ini mengalami proses yang memerlukan waktu cukup lama dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ada meliputi: -
Terdapatnya kegiatan
di dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan yang memerlukan biaya akan tetapi belum/tidak tersedia dasar hukum pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif yang berlaku, misalnya di dalam kegiatan Pengaturan Penguasaan Tanah dan Penatagunaan Tanah dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang pembiayaannya belum mempunyai dasar hukum pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif. - Masih adanya kenyataan bahwa terdapat perbedaan kondisi sumberdaya manusia yang meliputi kualitas dan jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih memerlukan peningkatan dalam pelayanannya. - Kondisi geografis maupun volume pekerjaan yang padat,sehingga mengakibatkan jangka waktu
penyelesaian
yang telah ditentukan dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan sulit terpenuhi. -
Masih adanya
kegiatan yang tidak terkoordinasi
secara integral sehingga
pelaksanaannya tidak efektif dan efisien. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi bahwa proses pengajuan sertipikat dengan melalui pendaftaran tanah secara sporadik
melalui pengakuan hak, memang membutuhkan waktu yang tidak dapat dilaksanakan secara tepat jangka waktu penyelesaiannya sesuai ketentuan yang telah ditentukan yaitu 120 hari karena hal ini sesuai dengan hal – hal yang telah dikemukakan oleh Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah.Bahkan dalam proses pengajuan pendaftaran tanah tersebut apabila dari pihak pemohon tidak segera memenuhi kekurangan terhadap berkas
persyaratan
yang harus dilengkapi maka akan
membutuhkan waktu yang lebih panjang lagi. Peran sumberdaya daya manusia yang melaksanakan tugas di bidangnya perlu ditingkatkan lagi sehingga dalam proses pelayanannya
akan
leih
meningkat
dan
menjalankan
tugasnya
secara
profesioalisme.Menurut Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi bahwa peningkatan kualitas sumerdaya dari karyawan karyawati perlu ditingkatkan lagi sehingga pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan pendaftaran tanah pertama kali melalului pengakuan hak dapat terlaksana denga baik. Pelaksanaan pengajuan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilakukan oleh pemohon sendiri, ada yang melalui perangkat desa,biro jasa dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah sekaligus mengurusnya sampai terbit sertipikat hak atas tanah. Wilayah Kabupaten Ngawi terdiri dari 19 Kecamatan 4 Kelurahan dan 215 desa, dengan jumlah bidang tanah lebih kurang 452.280 bidang dari jumlah tersebut yang telah terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sampai saat ini kurang lebih 140.249 bidang tanah, dengan prosentase sekitar 32,25%.Hal ini menunjukkan banyaknya tanah – tanah di Wilayah Kabupaten Ngawi yang belum terdaftar, hal ini
disebabkan oleh adanya beberapa hal yang datangnya dari masyarakat itu sendiri maupun dari Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi , misalnya: -
Masih adanya anggapan pada sebagian orang bahwa tanda bukti pembayaran pajak berupa pethok D merupakan tanda bukti pemilikakan hak atas tanah.hal ini dapat dimengerti karena kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban mereka terhadap tanah yang dikuasai dan dimilikinya.Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat tersebut, karena pendidikan merupakan faktor penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa,dan dengan bangsa yang cerdas
diharapkan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan
pembangunan pada umumnya,khususnya dalam bidang pertanahan terutama tentang pensertipikatan tanah.Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tersebut mempengaruhi kesadaran mereka untuk memahami peraturan hukum pertanahan. -
Berkaitan dengan faktor ekonomi,dalam hal ini adalah mengenai tingkat pendapatan seseorang.Untuk mensertipikatkan tanah milik tidak akan terlepas dari biaya.Oleh karena itu tingkat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.Dengan tingkat pendapatan yang tergolong rendah menyebabkan adanya suatu anggapan pada masyarakat tersebut bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah memerlukan biaya yang mahal,sehingga tingakat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi pelaksanaan pendaftaran tanah. - Masyarakat menganggap bahwa pengurusan sertipikat hak atas tanah memerlukan waktu yang lama.
-
Kurangnya pelaksanaan penyuluhan hukum pertanahan
sehingga
menyebabkan sebagian orang menganggap tidak perlunya sertipikat sebagai tanda bukti pemilikan tanah. Dalam penelitian ini penulis selain mengadakan wawancara dengan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi,Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, Plt.Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak,Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan,Kepala Sub Seksi Survei dan Pengukuran, Karyawan – karyawati Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi juga melakukan wawancara kepada tokoh masyarakat, kepala kelurahan,kepala desa dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),pemohon seripikat hak atas tanah (pendaftaran tanah pertama kali) yang ada di Wilayah Kabupaten Ngawi. Selain pendapat yang telah dikemukakan beberapa pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi seperti yang tersebut di atas, penulis juga melakukan wawancara dengan
pejabat lain dan karyawan karyawati yang ada di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi yang dalam hal ini yang terkait dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali, hasil wawancara dengan Murtoyo,APtnh selaku Kepala Sub Seksi Sengketa,Konflik Pertanahan dan dibantukan di loket perincian dan penerimaan berkas, yang mengatakan bahwa permohonan pengajuan pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cukup banyak, namun kebanyakan dari berkas – berkas permohonan yang masuk banyak yang masih belum memenuhi persyaratan ( kelengkapannya), sehingga terehadap berkas yang semacam ini masih perlu dikembalikan dan dilengkapi terlebih dulu.Hal ini juga diperkuat dengan pendapat dari Sunyoto,Sarjana Hukum selaku Kepala Sub Seksi
Penetapan Hak dan juga selaku sekretaris Panitia A, sehingga perannya sangat besar dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali, mengatakan bahwa memang benar banyak terdapat
berkas – berkas permohonan pengajuan sertipikat untuk
pendaftaran tanah pertama kali melalui sporadik yang masuk ke kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan persyaratan yang masih belum lengkap, sehingga masih diperlukan waktu yang cukup lama untuk melengkapi persyaratan
yang telah
ditentukan sehingga berkas baru bisa diproses.Pendapat inipun juga didukung oleh Yitno,Sarjana Hukum dan Klara Pirena Tri Marhaeni,Sarjana Hukum selaku petugas daftar Isian 301 dan 302, yang mengatakan memang benar dengan belum lengkapnya persyaratan yang harus dipenuhi akan
berpengaruh terhadap proses pengajuan
pensertipikatan tanah yang dimaksud.Berkas yang sudah masuk
dan lengkap
persyaratannya maka perlakuan terhadap berkas tersebut dilaksanakan dengan melalui daftar – daftar isian yang ada.Untuk pelaksanaan pengukuran dilakukan oleh petugas ukur yang dalam hal ini pendapat dari Suyato selaku petugas kur berpendapat bahwa dalam pelaksanaan pengukuran banyak ditemui adanya beberapa kendala yang menghambat jalannya pelaksanaan pengukuran. Pada umumnya petugas ukur dating ke lokasi atau tempat yang diajukan pensertipikatan tanah ternyata para pihak tidak/belum hadir di tempat tersebut, sehingga pelaksanaan pengukuran tidak dapat dilakukan, dengan hal ini akan memperlambat proses pensertipikatan tanahnya.Hal ini dibenarkan oleh Jaka Suranta,Sarjana Hukum dan Siradjudin Usman,Sarjan Hukum selaku Kepala Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan dan Kepala Sub Seksi Survei dan Pengukuran,bahwa dengan hal tersebut praktek di lapang akan memperhambat jalannya pelaksanaan pengukuran sehingga akan mengganggu proses
pengajuan pensertipikatan tanah secara sporadik.Pendapat tersebut juga diperkuat Musdarwati,Zaenudin dan Salimun, Sarjana Hukum selaku staf yang berperan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ini sesuai dengan pekerjaannya masing – masing. Menurut hasil wawancara penulis dengan tokoh masyarakat yang mengajukan pendaftaran tanah secara sporadik dengan melalui pengakuan hak yaitu Maryoto (salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Ngawi) yang beralamat di Desa Keraswetan, Kecamatan Geneng,Kabupaten Ngawi, sehubungan dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak, bahwa hal ini perlu untuk disosialisasikan
kepada masyarakat agar masyrakat mengetahui dan
mengerti bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran tanah terdapat adanya ketentuan – ketentuan yang mengatur bagaimana prosedur pelaksanaan pendaftaran tanah itu dilaksanakan, sehingga masyarakat akan menjadi mengerti dan mengetahui akan proses pelaksanaan pendaftaran tanah yang berasal dari pengakuan hak. Hasil wawancara dengan Sakidin selaku tokoh masyarakat dan Ketua Badan Perwakilan Desa Ngale,Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi, bahwa menurut Sakidin pelaksanaan pensertipikatan tanah dengan pengajuan melalui pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik dengan pengakuan hak, pelayanan dalam pendaftaran tanahnya perlu ditingkatkan lagi,karena selama ini pelayanan yang dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
masih perlu ditingkatkan lagi dan proses
penyelesaiannya masih memerlukan waktu yang lama. Sehubungan dengan adanya Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak, menurut Sakidin hal ini
perlu untuk disosialisasikan dan dipasang di papan pengumuman
di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi sehingga bagi para pemohon atau pihak yang berkepentingan dengan pendaftaran tanah bias mengetahui dan mengerti proses pelaksanaan pensertipikatan tanah khususnya yang berhubungan dengan proses pendaftaran tanah pertama kali. Adanya harapan dari Sakidin untuk peningkatan pelayanan dari para karyawan dan karyawati Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi agar bisa meningkatkan diri dalam kinerjanya sehingga masyarakat memperoleh kepuasan dalam mengurus pensertipikatan tanahnya.Selama ini dirasa pelayanan pensertipikatan tanah masih jauh dari kesempurnaan,masih banyak hal – hal yang harus dibenai dan diperbaiki sehingga pelaksanaan pensertipikatan tanah akan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada. Hasil wawancara dengan Doktorandus Sunarno selaku Camat Ngawi dalam hal ini sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di Wilayah Kecamatan Ngawi, yang didampingi oleh stafnya yaitu Hariyadi selaku pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah Kecamatan Ngawi yang mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk prosedur jangka waktu penyelesaiannya masih perlu untuk diperbaiki dan kalau bisa dilaksanakan tepat waktu. Hal ini perlu segera dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi agar timbul kepercayaan dari masyarakat kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dimana dalam pmberian pelayanan
kepada
masyarakat
hendaknya
dilaksanakan
pelayanan
secara
prima.Diharapkan adanya sosialisai kepada seluruh masyarakat dengan melalui pihak
– pihak yang berwenang serta pemasangan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi pada tempat yang mudah dibaca dan diketahui oleh warga masyarakat sehingga diharapkan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil wawancara dengan Doktorandus Gigih Wiyono,MSi selaku Camat Padas yang didampingi oleh pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu Joko S yang mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk prosedur jangka waktu penyelesaiannya masih perlu untuk diperbaiki dan kalau bisa dilaksanakan tepat waktu.Disamping itu juga perlu ditingkatkan lagi pelayanan dalam proses pendaftaran tanahnya karena dengan penyiapan tenaga yang berkaitan dengan peningkatan sumberdaya manusia dari para karyawan karyawati
di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi akan mengurangi adanya adnya beberapa hal yang berkaitan dengan persyaratan – persyaratan yang diajukan, karena suatu saat dalam pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah masih adanya kekurangan –
kekurangan persyaratannya, yang seharusnya sudah terpenuhi dalam pendaftaran di loket pelayanan. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Nagawi. Hasil wawancara dengan Geneng
Doktorandus Joko Santoso selaku selaku Camat
yang didampingi oleh pembantu
Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu
Sudanarto,SH yang mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran
tanah secara sporadik
melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk prosedur jangka waktu penyelesaiannya masih perlu untuk diperbaiki dan kalau bisa dilaksanakan tepat waktu.Disamping itu juga perlu ditingkatkan lagi pelayanan dalam proses pendaftaran tanahnya karena dengan penyiapan tenaga yang berkaitan dengan peningkatan sumberdaya manusia dari para karyawan karyawati
di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi akan mengurangi adanya adnya beberapa hal yang berkaitan dengan persyaratan – persyaratan yang diajukan, karena suatu saat dalam pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah masih adanya kekurangan –
kekurangan persyaratannya, yang seharusnya sudah terpenuhi dalam pendaftaran di loket pelayanan.Hal ini bisa terjadi karena kurang mengertinya dan masih perlunya peningkatan pengetahuan dari para karyawan karyawati sehubungan dengan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak ini, sehingga dari masing – masing petugas loket yang ada bias dan mampu dalam melayani pemohon. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Hasil wawancara dengan Doktorandus Yulianto selaku selaku Camat Gerih yang didampingi oleh pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu Sujito,SH yang mengatakan bahwa pada umumnya pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, namun untuk prosedur jangka waktu penyelesaiannya belum
tepat waktu dan masih perlu untuk diperbaiki.Dengan
pemberian sosialisasi kepada masyarakat secara luas mengenai peraturan yang ada
sehubungan dengan pendaftarn tanah ini yaitu mengenai Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi akan menjadikan masyarakat menjadi lebih sadar dan paham akan pelaksanaan proses pendaftaran tanah ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama dan banyaknya kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan sehubungan dengan permohonan yang ada.Hal ini menambah wawasan masyarakat dan menjadikan masyarakat untuk berpikir lebih bijak lagi, tidak asal berbicara dalam mengajukan proses pensertipikatan tanah. Hasil wawancara dengan
Doktorandus Agus Sumantoro selaku Kepala
Kelurahan Margomulyo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi, bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik di Wilayah Kelurahan Margomulyo jumlahnya tidak begitu banyak,karena di wilayah ini yang banyak terjadi perumindahan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dengan melalui pembagian waris,hibah dan jual beli serta pemecahan dan penggabungan terhadap tanah – tanah yang mengalami perubahan pemegang haknya.Namun juga masih ada pendaftaran tanah yang belum bersertipikat atau tanah – tanah yang pendaftaran tanahnya tergolong pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik melalui pengakuan hak, namun jumlahnya tidak banyak. Hal ini diperkuat oleh Pagi selaku Kepala Urusan Pemerintahan Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi yang mengatakan bahwa proses pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik melalui pengakuan hak dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,namun adanya
suatu kegiatan yang dalam penyelesaian
pensertipikatan tanah melalui pengakuan hak membutuhkan waktu yang cukup lama
yaitu terbitnya sertipikat mulai pendaftaran sampai jadi bias memakan waktu 6 (enam) sampai dengan 1 (satu ) tahun kadang – kadang bisa lebih.Untuk pelaksanaan Standar Prosedur Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum paham dan hanya mendengar atau menanyakan bahwa terbitnya sertipikat melalui pendaftaran tanah
pertama kali
secara sporadik kurang lebih memakan waktu 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun. Menurut Sunarti Kepala Kelurahan Ketanggi, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi bahwa pelaksanaan pensertipikatan tanah di Wilayah Kelurahan Ketanggi cukup baik tanggapan dari masyarakat, hal ini dapat dilihat dari hari jumlah tanah yang
ada
di
Wilayah
Kelurahan
Ketanggi
hampir
semuanya
sudah
bersertipikat,sehingga kegiatan pendaftaran tanah yang melalui pengakuan hak tidak banyak jumlahnya dan jarang terjadi.Kalau terjadi permohonan pensertipikatan tanah biasanya berasal dari tanah yang sudah bersertipikat dengan melalui proses waris,hibah ataupun jual beli.Pelaksanaan pensertipikatan tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, khususnya untuk pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik melalui pengakuan hak membutuhkan waktu yang cukup lama dan dengan biaya yang cukup besar.Sedangkan untuk pelaksanaan
Standar Prosedur
Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi hendaknya disosialisasikan kepada masyarakat dengan cara memasang pada papan di loket pendaftaran yang berada di Kantor Pertanahan kabupaten Ngawi sehingga dengan
demikian masyarakat dapat membaca secara jelas berapa lama waktu yang dipergunakan untuk proses pengajuan sertipikat melalui pengakuan hak. Menurut
Widodo
selaku
Kepala
Desa
Karangasri,
Kecamatan
Ngawi,Kabupaten Ngawi mengatakan bahwa untuk pendaftaran tanah pertama kali secara sporadic di Wilayah Desa Karangasri cukup banyak terjadi, karena perlu diketahui Wilayah Desa Karangasri merupakan penyangga perluasan dari kota Ngawi sehingga dengan perkembangan kota Ngawi menyebabkan adanya pengembangan di dalam kebutuhan tanah yang diperlukan oleh masyarakat kota Ngawi.Pelaksanaan pendaftaran tanah di Wilayah Desa Karangasri dilakukan oleh masyarakat dengan melalui Camat Ngawi selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ataupun melalui Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada di Wilayah kabupaten Ngawi.Kedudukan Kepala Desa Karangasri dalam hal pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik melalui pengakuan hak ini sebagai saksi, yang mana ikut bertanggung jawab atas kebenaran dari tanah yang didaftarkan oleh masyarakat yang berada di Desa Karangasri tersebut.Menurut Kepala Desa Karangasri
bahwa pelaksanaan
pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cukup baik pelayanannya, namun untuk penyelesaian sertipikatnya masih membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi semoga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.Namun dari pengalaman yang ada bahwa penyelesaian pensertipikatan tanah melalui pengakuan hak membutuhkan waktu yang cukup lama kurang lebih 1 (satu) tahun dan cepat – cepatnya 6 (enam bulan).
Menurut
hasil
wawancara
dengan
Prawoto
selaku
Kepala
Desa
Kayutrejo,Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah
tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cukup baik
pelayanannya, namun untuk penyelesaian sertipikatnya masih membutuhkan waktu yang cukup lama.Hal ini bisa dimaklumi karena dengan Wilayah Kabupaten Ngawi yang luas dengan jumlah karyawan karyawati di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi yang cukup terbatas, dengan permohonan pensertipikatan tanah yang cukup banyak sehingga terdapat adanya kesenjangan dalam pelayanannya.Desa Kayutrejo merupakan desa yang letaknya jauh dari pusat kota Ngawi, namun antusias dan kemauan dari masyarakat Kayutrejo untuk mendaftarkan tanahnya cukup tinggi, karena mereka menyadari akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah, selain sertipikat dapat menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, dengan sertipikat tanah nilai ekonomis tanah juga akan meningkat serta dapat diagunkan di lembaga perbankan untuk menambah modal usahanya sehingga diharapkan taraf hidup masyarakatnya akan meningkat. Hasil wawancara dengan Suyitno selaku Kepala Desa Legundi,Kecamatan Karangjati,Kabupaten Ngawi bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk lebih ditingkatkan lagi dalam pelayanannya, terutama mengenai jangka waktu penyelesaian pengajuan permohonan pensertipikatan tanah yang berasal dari pengakuan hak.Mengenai pelaksanaan kegiatan dalam hal Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, menurut pengakuan dari Suyitno bahwa sampai
saat ini belum mengetahui berapa lama pelaksanaan pensertipikatan tanah yang berasal dari pendaftaran tanah dengan melalui pengakuan hak tersebut dilaksanakan. Untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini, penulis juga mengadakan wawancara dengan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berada di Wilayah Kabupaten Ngawi.Hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap Sri Mulyono Hermawan,Sarjana Hukum selaku Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang
beralamat di Jalan Jaksa Agung Suprapto Nomor 33 Ngawi, bahwa menurut Sri Mulyono Hermawan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dengan melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada.Namun untuk Standar Prosedur
Operasi
Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak kegiatan pelaksanaan pelayanannya masih perlu ditingkatkan lagi, karena hal ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan dan penyelesaiannya pensertipikatannya masih dibutuhkan waktu
yang cukup
lama.Terkadang untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan dalam penelitian berkasnya juga masih diperlukan adanya suatu peningkatan,karena hali ini seringkali menghambat dalam proses penyelesaian pensertipikatan tanahnya.Hal ini juga berpengaruh terhadap proses dan kegiatan yang berkaitan dengan jangka waktu penyelesaian dari pengajuan pensertipikatan tanah yang berasal dari pendaftaran tanah pertama kali yang melalui pengakuan hak. Menurut Dyah Ariasnani, Sarjana Hukum selaku Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang berada di Wilayah Kabupaten Ngawi yang beralamat di Jalan
S.Sukowati Nomor 30 Ngawi, bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali
dengan melalui pengakuan hak
di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
membutuhkan waktu yang cukup lama
dan pelaksanaan pelayanannya juga
membutuhkan penanganan yang berbeda pula dengan kegiatan pendaftaran yang lain.Dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dengan melalui pengakuan hak ini adanya beberapa kegiatan yang sangat berpengaruh pada proses penyelesaian pensertipikatan tanah yang dilakukan karena ada beberapa kegiatan yang benar – benar membutuhkan waktu untuk proses kegiatannya.Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi menurut pengakuan dari Dyah Ariasnani, Sarjana Hukum selaku Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak secara pasti mengetahui,karena berdasarkan pada pengalaman yang ada dalam penyelesaiannya membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu berkisar 6 ( enam) sampai 1 (satu) tahun dan bahkan bisa memerlukan waktu yang lebih lama lagi dari waktu tersebut. Hasil wawancara dengan Ildiastuti,Sarjana Hukum selaku Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berada di Wilayah Kabupaten Ngawi yang beralamat di Jalan
Ahmad yani Nomor 633 Ngawi, yang mengatakan bahwa
Pelaksanan
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dilaksanakan sebagai mana mestinya atau sesuai dengan ketentuan yang ada atau berlaku, bahwa hal ini bisa terjadi dengan begitu banyaknya kegiatan yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang berasa dari pengakuan hak. Memang penanganan kegiatan
proses permohonan dan pengajuan pensertipikatan
tanah melalui program ini
diperlukan adaya suatu kesanggupan dari para pelaksananya dalam memproses pensertipikatn tanah ini.Diperlukannya kerja sama dan koordinasi yang baik dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik yang melalui pengakuan hak ini, karena melibatkan banyak pihak yang ikut dalam penyelesaian pekerjaaan yang berkaitan dengan proses penyelesaian pensertipikatan tanah ini. Wawancara yang penulis laksanakan dengan salah satu pemohon pendaftaran tanah pertama kali, bahwa sehubungan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukannya banyak mengalami hambatan dan membuat orang menjadi malas untuk melaksanakannya.Hal ini berkaitan dengan persyaratan – persyaratan yang harus dilengkapi dalam pengajuan permohonan sertipikat tanahnya, prosedurnya yang rumit,membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaiannya.Dengan berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali ini membuat pemohon menjadi merasa enggan dan malas dalam melaksanakan pendaftaran tanahnya, sehingga
mempercayakan pada aparat
desa/kelurahan atau melalui biro jasa. Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan pemohon sertipikat dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik, yaitu: - Lilis Winarti mengatakan bahwa pengurusan sertipikat tanahnya yang berada di Desa Mangunharjo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi yang dilakukannya diperoleh
dari
jual
beli.Pengurusan
sertipikat
ternyata
membutuhkan
persyaratan yang sangat rumit, biaya yang besar dan jadinya sangat lama.Pengurusan sertipikatnya dengan melalui biro jasa, dalam hal ini
menyerahkan pengurusan sertipikatnya kepada Notaris/PPAT dengan alasan kesibukan kerja sehingga menyerahkan sepenuhnya kepada Notaris/PPAT. .Menurutnya pengurusannya membutuhkan waktu yang cukup lama, lebih – lebih tanah yang dibeli merupakan tanah warisan yang harus memerlukan waktu yang cukup untuk memperoleh persetujuan dari ahli waris yang ada. -
Mujib Pambudi mengatakan bahwa pensertipikatan tanahnya yang berada di Desa Beran,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi sudah diajukan tahun 2007 namun sampai saat ini belum jadi dan proses pengurusannya memerlukan persyaratan yang cukup rumit.
-
Rustamaji mengatakan
bahwa tanahnya yang berada di
Kecamatan Kedunggalar,Kabupaten
Ngawi
Desa Kedunggalar,
didaftarkan untuk
memperoleh
sertipikat tanah dengan melalui perangkat desa setempat.Pengurusannya ternyata membutuhkan
waktu
yang
lama
dan
dengan
persyaratan
yang
cukup
rumit.Menurutnya meskipun dengan biaya yang cukup besar bila proses pengurusannya bisa dilaksanakan dengan cepat maka hal tersebut tidak menjadi masalah yang penting sertipikatnya cepat jadi. - Siti Maimunah yang beralamat di Desa Ngale,Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi mengatakan bahwa pengajuan sertipikat tanah yang diajukan tahun 2007 sampai saat ini belum selesai dan belum jadi.Padahal menurutnya persyaratan yang ada sudah terpenuhi.Dalam pengurusannya menurut pengakuannya dengan minta bantuan kepada tokoh masyarakat yang dianggapnya sudah biasa untuk mengurus sertipikat,sehingga menyerahkan pengurusannya kepada tokoh masyarakat tersebut sampai jadi sertipikat,namun sertipikat tersebut sampai sejkarang belum jadi.
- Ny. Sukarti, mengatakan bahwa pengajuan permohonan pensertipikatan tanahnya yang terletak di Kelurahan Margomulyo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi dilakukan dengan menyerahkan pengurusannya kepada
perangkat
kelurahan
sampai jadi sertipikat.Memang dalam pengurusan sertipikat tanah ini diperlukan biaya yang cukup besar dan persyaratan yang cukup rumit.Oleh karena itu dalam pengurusan pengajuan sertipikat tanahnya dipasrahkan kepada perangkat kelurahan. - Sukatni mengatakan pengajuan permohonan pensertipikatan tanahnya yang berada di Desa Grudo,Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu, sudah hampir satu tahun namun sampai saat ini belum jadi. -
Kholifah Kholifatun yang mempunyai tanah di Desa Geneng,Kabupaten Ngawi
Geneng,Kecamatan
mengatakan bahwa dalam pengajuan permohonan
pensertipikatan tanah dibutuhkan persyaratan yang cukup rumit, membutuhkan kesabaran karena jadinya sertipikat juga memerlukan waktu yang lama dan biayanya juga cukup besar dan mahal.Lebih – lebih dalam pengurusannya dengan tidak dilakukan sendiri namun dipasrahkan kepada perangkat desa sampai jadi sertipikat. - Sri Martini, mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedunggalar,Kabupaten
Ngawi, pengajuan
sertipikatnya dilakukan
dengan
menyerahkan sepenuhnya kepada perangkat desa sampai jadi sertipikat.Menurut pengakuannya pengurusan sertipikat ternyata memerlukan waktu yang cukup lama dan perlengkapan persyaratan yang cukup rumit.Pengetahuan tentang peraturan maupun ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan tidak tahu sama
sekali dan kuarang paham sehingga dalam pengurusannya memasrahkan kepada aparat desa. -
Kuswandono mengatakan pengajuan permohonan sertipikat hak atas tanahnya yang berada di Desa Kedungprahu,Kecamatan Padas,Kabupaten Ngawi pengurusannya diserahkan kepada perangkat desa setempat.Menurut pengakuannya sangat awam terhadap masalah tanah dan lebih –lebih mengenai peraturan – peraturan atau ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan sangat minim,sehingga untuk pengurusan sertipikat tanahnya diserahkna kepada perangkat desa sampai jadi.Memang sudah cukup lama sertipikat yang diajukan belum selesai dan sering ditanyakan kepada perangkat yang bersangkutan bahwa sertipikat masih dalam proses.
- Sugianto mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan,Kabupaten Ngawi yang menurut pengakuannya pengajuan permohonan sertipikat hak atas tanah yang diajukan sudah cukup lama dengan membayar biaya sertipikat yang cukup besar namun jadinya sertipikat membutuhkan waktu yang lama. -
Waji mengatakan bahwa tanahnya yang berada di Desa Kendung,Kecamatan Kwadungan,Kabupaten
Ngawi yang sudah diajukan permohonan sertipikatnya
belum jadi, padahal pembayaran biaya sudah lunas dan sudah diserahkan kepada pihak perangkat desa untuk dilanjutkan permohonan sertipikatnya.Pada umumnya masyarakat desa dalam pengurusan sertipikat dengan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat desa baik untuk kelengkapan persyaratan maupun penyerahan
biayanya sampai sertipikat jadi.Hal ini dilakukan karena kekurangpahaman dari masyarakat mengenai pengetahuan di bidang pertanahan. -
Suprianto mempunyai sebidang tanah yang berada di Desa Gentong,Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi. Menurutnya pengajuan permohonan sertipikat hak atas tanahnya sudah diajukan dalam waktu yang cukup lama dengan menyerahkan kepada perangkat desa yang biasa mengurusi pengajuan permohonan sertipikat beserta persyaratan dan biaya yang diperlukan., namun jadinya sertipikat membutuhkan waktu yang cukup lama.Penyerahan pengurusan sertipikatnya diserahkan kepada aparat desa karena kekurang pahaman dan kurang mengerti mengenai aturan maupun ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan,sehingga pengurusannya diserahkan kepada aparat desa setempat.
-
Suwarni mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Jururejo, Kecamatan Ngawi,Kabupaten Ngawi, pengajuan sertipikatnya dilakukan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada perangkat desa sampai jadi sertipikat.Menurut pengakuannya pengurusan sertipikat ternyata memerlukan waktu yang cukup lama dan perlengkapan persyaratan yang cukup rumit.Pengetahuan tentang peraturan maupun ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan tidak tahu sama sekali dan kuarang paham sehingga dalam pengurusannya memasrahkan kepada aparat desa.
-
Siti Nurjanah mengatakan
sebidang tanahnya yang terletak di Desa Ploso
Lor,Kecamatan Karangjati,Kabupaten Ngawi telah diajukan permohonan sertipikat hak atas tanahnya namun proses pengurusan sertipikatnya ternyata memerlukan persyaratan yang cukup rumit,biaya yang cukup besar dan jadinyapun membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pengurusan sertipikatnya
diserahkan kepada perangkat desa.Hal ini dilakukan karena awam terhadap peraturan – peraturan maupun ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan. -
Drs. Eko Sugiyanto mempunyai sebidang tanah yang terletak di Desa Gelung, Kecamatan Paron,Kabupaten Ngawi, bahwa menurutnya pengurusan sertipikat hak atas tanah membutuhkan persyaratan yang cukup rumit namun semua itu untuk kebenaran dari kepemilikannya dan prosesnyapun membutuhkan waktu yang cukup lama, menurutnya aturan – aturan maupun ketentuan – ketentuan yang berhubungan dengan bidang pertanahan memang diakuinya banyak masyrakat yang kurang memahaminya sehingga dalam pengurusannya menyerahkan sepenuhnya kepada perangkat desa.Hal ini
seyogyanya untuk segera dilakukan suatu tindakan
pembenahan dari pihak yang berwenang untuk bidang pertanahan dengan melakukan sosialisasi maupun penyuluhan - penyuluhan
mengenai bidang
pertanahan sehingga akan dapat merubah pendapat dari masyarakat bahwa pengurusan sertipikat sangat rumit,memerlukan biaya yang besar dana jadinya membutuhkan waktu yang lama.Hal ini juga dialaminya bahwa pengurusan sertipikat tanahnya
membutuhkan
persyaratan yang
rumit serta prosesnya
membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut pendapat dari informan yang tersebut di atas, bahwa pengajuan permohonan pensertipikatan tanah dengan melalui pendaftaran tanah pertama kali membutuhkan persyaratan yang cukup rumit dan berbelit – belit, membutuhkan biaya yang cukup besar, membutuhkan waktu yang cukup lama dan kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang pertanahan.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, banyak ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya yang meliputi staf,wewenang,informasi dan fasilitas yang dapoat diuraikan sebagai berikut: Staf, dalam hal ini berkaitan dengan kondisi sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Dalam suatu organisasi
dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh
sumberdaya manusia yang memadai. Jumlah pegawai menurut golongan membedakan tingkat golongan pegawai yang adsa dalam organisasi berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Berdasarkan pengamatan langsung
pada bagian Tata Usaha Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi terlihat bahwa tingkat golongan kepegawaian yang paling banyak adalah pegawai golongan III yaitu sebanyak 41 orang atau 80%, dengan perincian golongan III/d sebayak 3 orang,golongan III/c sebanyak 11 orang, golongan III/b sebanyak 13 orang dan golongan III/a sebanyak 14 orang, sedangkan pegawai golongan II atau 12%, sebanyak 6 orang dengan perincian golongan II/d sebanyak 1 orang,golongan II/c sebanyak 4 orang, golongan II/a sebanyak 1 orang. Dari data tersebut terlihat bahwa golongan pegawai di Kantor Pertanahan kabupaten Ngaw yang paling banyak adalah golongan III yaitu sebanyak 41 orang. Hal ini menunjukkan terjadinya ketidakseimbangan karena pada golongan III lebih banyak dari golongan II yang seharusnya distribusi pegawai tersebut menganut prinsip kerucut.
Selanjutnya berdasarkan observasi di lapangan terhadap jumlah pegawai menurut tingkat pendidikan di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi terlihat bahwa pegawai
yang berpendidikan S2 sebanyak 1 orang atau
2%,
pendidikan S1 sebayak 25 orang atau 49%,pendidikan SLTA sebanyak 17 orang atau 33%, pendidikan SLTP sebayak 8 orang atau 16%. Berdasarkan data di atas baik jumlah pegawai menurut golongan maupun jumlah pegawai menurut pendidikan di lingkungan Kantor Pertanahan kabupaten Ngawi jika dikaitkan dengan prinsip keseimbangan terlihat bahwa distribusi pegawai masih belum seimbang sehingga hal tersebut akan mempengaruhi aparat/ pegawai dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini di bidang pertanahan. Informasi merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu instansi maupun suatu organisasi.Dengan informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan,
sosialisasi suatu aturan atau program – program kerja kepada masyarakat yang harus ditingkatkan lagi.Informasi
mempunyai dua bentuk
yaitu
informasi
mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan.Pelaksana – pelaksana dalam hal ini pegawai – pegawai kantor pertanahan mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka itu harus melaksanakannya.Dengan demikian pegawai – pegawai tersebut harus diberi
informasi atau penyuluhan sehingga bisa
melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya pemberian informasi, terlebih dalam kaitannya yang berhubungan dengan penyuluhan program atau sosialisasi tentang
pelaksanaan
standar operasi
pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali.Sehubungan dengan standar operasi pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada masayarakat. Bentuk informasi adalah data tentang ketatatan personil – personil lain terhadap peraturan.Disamping itu kurangnya pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan suatu aturan akan dapat memberikan dampak secara langsung yaitu adanya beberapa tanggung jawab secara sungguh – sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau tidak dapat dilaksanakan dengan tepat waktu. Wewenang.Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan untuk mengambil sikap atau suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan yang baku.Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan tindakan untuk menentukan suatu sikap,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh berbagai orientasi tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan pelayanan kepada publik. Sikap dan mentalitas dari pelayanan birokrasi
pegawai – pegawai
dalam melaksanakan
sangat lemah dalam berinisiatif dan berimprosasi
dalam
memerikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan dengan pekerjaannya dalam hal in pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.Akibat dari lemahnya daya inisiatif dalampelayanan menjadikan birokrasi sangat lamban dalam merespon dan menanggapi
dalam setiap perubahan dan
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat,termasuk rendahnya daya inovasi dalam pelayanan kepada masyarakat. Aparat yang hanya memahami aturan secara kaku dan tekstual sehingga tidak mampu berinisiatif dan menerjemahkan aturan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam konteks pelayanan kepada masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lamban dan tidak efisien. Kantor Pertanahan merupakan instansi pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai system,mekanisme dan struktural pelayanan yang berbeda dengan instansi – instansi yang langsung
berada dibawah struktur Pemerintah
Kabupaten/Kota.Berdasarkan pengamatan terlihat masih tingginya ketergantungan aparat pelayanan pertanahan kepada Kepala Kantor Pertanahan dalam pemberian pelayanan pensertipikatan tanah kepada masyarakat. Kondisi pelayanan seperti ini menunjukkan bahwa keberanian dalam mengambil sikap dan tindakan dalam pemberian pelayanan oleh aparat di lingkungan Kantor Pertanahan dilaksanakan.Adanya ketakutan pada sebagian besar Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya
belum
aparat pelayanan Kantor
dalam pengambilan keputusan
pelayanan yang merugikan masyarakat.Hal ini terjadi pada saat aparat pelayanan ketika menemukan atau menemui kasus (permasalahan) lebih memilih untuk melakukan penundaan pelayanan dan menunggu petunjuk pimpinan untuk memutuskannya. Tindakan penundaan pelayanan dalam hal ini pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah tetap menjadi solusi pelayanan aparat birokrasi ketika menemui kesulitan dalam pemberian pelayanan.Aparat pelayanan Kantor Pertanahan
Kabupaten
Ngawi
mengkonsultasikan
lebih kasus
memilih
menunggu keputusan
pelayanannya
daripada
pimpinan
berinisiatif
untuk untuk
menyelesaikannya sendiri.Inisiatif pemecahan masalah yang dihadapi terlihat sangat lemah dan sangat tergantung kepada mekanisme petunjuk pelaksanaan dan petunjuk dari pimpinan. Fasilitas
mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan
dalam
pelaksanaan tugas pelayanan sehingga dapat mempengaruhi ketepatan,kecepatan dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan motivasi kerja. Berdasarkan observasi lapangan,Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi menempati bangunan
di atas tanah dengan luas 2.050 M2.Dengan kondisi
bangunan yang cukup bagus dan letaknya cukup strategis berada di lingkungan perkantoran.Pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan system loket.Loket pelayanan dibagi menjadi 4 loket, yang terdiri dari loket 1 menangani
informasi,loket 2 menangani
penyerahan berkas permohonan dan
pengaduan,loket 3 menangani pembayaran biaya dan loket 4 menangani penyerahan produk sertipikat.Sesuai dengan bidang tugas pelayanan pertanahan juga terdapat fasilitas lain berupa 2 buah mobil dinas dan sepeda motor sebanyak 7 buah.Sedangkan fasilitas operasional lain
yang dimiliki
berkaitan langsung
dengan proses sertipikasi tanah yaitu peralatan pengukuran dan pendaftaran tanah yaitu meliputi theodolit sebanyak 3 buah,GPS Receiver sebanyak 3 buah,meter roll sebanyak 25 buah,komputer sebanyak 4 buah, anjir 5 buah.Dari data sarana
dan prasarana fisik yang ada dibandingkan dengan meningkatnya permohonan pengajuan pensertipikatan hak atas
tanah yang ada, serta luasnya wilayah
Kabupaten Ngawi yang dilayani, maka hal ini sangat mempengaruhi pelayanan yang dilakukan aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan di bidang pertanahan, dalam hal ini yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali,sehingga dalam pelayanannya belum dapat dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditentukan. B. Pembahasan 1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan Secara Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori
yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5 (lima) faktor pokok yaitu (1).faktor hukum,(2).faktor penegak hukum,(3).faktor sarana / fasilitas pendukung, (4). faktor masyarakat dan (5). faktor budaya hukum, kelima faktor tersebut saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari penegakan hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Hukum/ undang – undang dan peraturannya Dalam rangka suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya adanya tujuan yang hendak dicapai. Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya
yang bekerja atas diri
pemegang peranan itu. Perubahan – perubahan itu
disebabkan
oleh berbagai
reaksi yang
ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang – undang dan birokrasi.Komponen birokrasi juga memberikan umpan balik terhadap pembuat undang – undang maupun pihak pemegang peran. Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles of legality , yang meliputi: 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan. 3. Peraturan tidak boleh berlaku surut. 4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti. 5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari – hari.
Berkaitan dengan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yang oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Pebruari 2005.Penyampaian Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional ini bertujuan untuk melaksanakan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu,khususnya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,yang juga dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari beberapa ketentuan yang mengatur masalah prosedur tata cara pelayanan pertanahan sebagaimana pernah diatur sebelumnya,seperti dalam Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1998 tentang
Peningkatan Efisiensi dan
Kualitas Pelayanan Masyarakat Di Bidang Pertanahan. Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang mencerminkan adanya efisiensi, keterbukaan, akuntabilitas,
kesederhanaan,
keadilan,
kenyamanan
dan
kepastian
dalam
memperoleh semua jenis – jenis pelayanan pertanahan dengan mencantumkan hal – hal yang berkaitan dengan biaya,persyaratan dan jangka waktu penyelesaian pelayanan. Didalam pelaksanaannya keputusan ini tidak boleh bertentangan dengan undang – undang dan peraturan – peraturan yang lebih tinggi. Berdasarkan surat yang disampaikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional tertanggal 1 Pebruari 2005 Nomor 045.2 – 235 perihal Penyampaian Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota bahwa bunyi dari nomor 3 dan 5 sebagai berikut: Poin 3 berbunyi: Untuk daerah – daerah tertentu, dengan pertimbangan adanya kendala faktor geografis dan transportasi ataupun faktor – faktor alam lainnya,sehingga jangka waktu pelaksanaan pelayanan pertanahan dikhawatirkan akan melebihi jangka waktu yang ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan, maka Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi setempat dapat menetapkan jangka waktu yang rasional sesuai dengan kondisi dan situasi daerah yang bersangkutan. Poin 5 berbunyi: Unit kerja di lingkungan Badan Pertanahan Nasional,Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Propinsi
dan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota yang telah melaksanakan pelayanan pertanahan dengan sistem komputerisasi sebagaimana telah ditetapkan oleh
Kepala Badan Pertanahan
Nasional,penyesuaian/penggunaan Sistem Sofware Aplikasi Pelayanan Pertanahan berdasarkan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan ini mulai diberlakukan palaing lambat 2 (dua) tahun setelah ditetapkan,dengan maksud agar masing – masing kantor dapat menyesuaikan/memperbaharui sistem komputerisasi yang telah berjalan dengan sistem komputerisasi berdasarkan Keputusan ini. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa adanya pertentangan keputusan tersebut dengan teori Fuller dalam rangka hukum sebagai sistem, bahwa peraturan tidak boleh berlaku surut,peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti,suatu sistem tidak boleh mengandung
peraturan – peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.
Menurut Esmi Warassih ( 2005:83), Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan – tujuan hukum menjadi kenyataan,maka proses itu selalu melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum,serta juga masyarakatnya. Pada saat ini hukum bukan hanya dipakai untuk mempertandingkan pola – pola hubungan serta kaidah – kaidah yang telah ada.Hukum yang diterima sebagai konsep yang modern memiliki fungsi untuk melakukan suatu perubahan sosial.Hukum juga berorientasi kepada tujuan – tujuan yang diinginkan yaitu menciptakan pola –
pola perilaku
yang baru serta
dalam
menjalankan
fungsinya,hukum senantiasa berhadapan dengan nilai – nilai maupun pola – pola perilaku yang telah mapan dalam masyarakat. Dalam rangka penegakan hukum yang berkaitan dengan bidang pertanahan pemerintah Republik Indonesia dalam usaha untuk menjamin kepastian hukum atas tanah yang dimiliki masyarakat Indonesia diwujudkan dalam pasal 19 Undang – Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa: (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2). Pendaftaran yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. Pengukuran,perpetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut. c. Pemberian surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Badan Pertanahan Nasional
berdasarkan Peraturan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 merupakan instansi yang
bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara
nasional,regional dan sektoral.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan
instansi vertikal yang bertugas untuk menjalankan tugas yang merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi instansi vertikal yang ada diatasnya, dalam hal ini yang berkaitan dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama kali. Kantor
Pertanahan
merupakan salah satu instansi yang
memberikan
pelayanan publik, bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Menurut Soerjono Soekanto (1986:34),Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,yang hendaknya mempunyai kemampuan – kemampuan tertentu,sesuai dengan aspirasi masyarakat.Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pegertian dari golongan sasaran,disamping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Aparat Kantor Pertanahan dalam menjalankan tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan, diharapkan dapat menjalankan tugas dengan baik dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan maupun
perundang – undangan yang berlaku.Sebagai pelaksana dari suatu aturan yang telah ditentukan berusaha untuk menegakkan ketentuan tersebut.Dalam memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan waktu. Menurut Moenir (1995:20), bahwa standar waktu dapat ditetapkan pada waktu dilakukan pengukuran kerja,karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang diperlukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Pertanahan penyelenggara pelayanan publik harus memiliki
sebagai instansi
standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.Standar pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi prosedur pelayanan,waktu penyelesaian,biaya pelayanan termasuk rinciannya,produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan,penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas dalam pemberian pelayanan.Semua itu dilaksanakan dan dilakukan oleh aparat pemerintah,dalam hal ini aparat kantor pertanahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan dalam usaha untuk menegakkan hukum pertanahan. Namun dalam kenyataannya, aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dan memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak dipengaruhi oleh adanya sikap moral dari masyarakat, yang mana dalam pelaksanaan tugasnya
hal ini sangat
mempengaruhi dalam pelaksanaan tugasnya.Perlu adanya perubahan sikap dari masyarakat sehingga akan merubah sikap moral dari aparat itu sendiri dan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab. 3. Faktor Sarana / Fasilitas pendukung Menurut Soerjono Soekanto ( 1986:37), bahwa Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan huum akan berlangsung dengan lancar.Sarana atau fasilitas tersebut,antara lain,mencangkup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil,organisasi yang baik,peralatan yang memadai, keuangan yang cukup,dan seterusnya. Kantor
Pertanahan
Kabupaten
Ngawi
dalam
melaksanakan
tugasnya
memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pekerjaannya. Sarana pelayanan yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama maupun pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang – orang yang sedang berhubungan dengan kegiatan pelayanan tersebut. Menurut Moenir (1995:119), Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain: a. mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu; b. meningkatkan produktifitas; c. kualitas produk yang lebih baik/terjamin; d. ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin; e. lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya; f. menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang – orang yang berkepentingan ; g. menimbulkan perasaan puas pada orang – orang yang berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih memerlukan sarana dan prasarana yang memadai.Hal ini perlu mendapatkan perhatian terutama sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang masih kurang mencukupi bila dikaitkan dengan jumlah permohonan pengajuan pendaftaran tanah pertama kali yang cukup banyak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
Pada saat ini jumlah karyawan karyawati
Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sebanyak 51 orang yang terdiri dari 1 orang selaku Kepala Kantor, 6 orang selaku Kepala Seksi dan Kasubag TU, 14 orang selaku Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan serta sisanya staf. Masing – masing bertugas dan bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing – masing.Namun perlu diketahui bahwa untuk jabatan Kepala Sub Seksi ada 2 jabatan yang kosong, yaitu Kepala Sub Seksi Perkara Pertanahan dan Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak.Dengan belum terisinya jabatan yang lowong tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali, disini peran dan fungsi dari Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak yang penting dan dominan,namun dalam pelaksanaan tugas sehari – hari dengan menunjuk salah satu dari Kepala Sub Seksi yang ada untuk melaksanakan tugas tersebut, dan ini sangat berpengaruh sekali dalam pelaksanaan tugasnya dan hasilnya tidak bisa maksimal terutama dalam pelayanan kepada masyarakat.Begitu pula kekosongan jabatan untuk Kepala Sub Seksi Perkara juga sangat berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan yang ada.Memang untuk mengatasi hal ini perlunya adanya suatu kebijakan dari atasan. Di dalam pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat juga diperlukan adanya tenaga – tenaga yang terampil dan berdedikasi yang tinggi dalam pekerjaannya, namun kenyataan di lapang dalam hal ini di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
untuk karyawan karyawati masih perlunya peningkatan
ketrampilan terutama yang berhubungan dengan penggunaan alat – alat tehnologi, misalnya pemakaian komputer, yang pada saat ini sangat diperlukan dalam rangka
untuk mempercepat dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.Namun kenyaaannya masih banyak karyawan karyawati yang enggan
dan malas untuk
meningkatkan ketrampilannya dengan alasan bahwa komputer yang ada jumlahnya sangat terbatas. Hal ini memang pada kenyataannya jumlah alat – alat tehnologi yang tersedia sangat terbatas, terutama komputer yang merupakan alat bantu yang sangat utama dalam memperlancar pelaksanaan tugas pelayanan di bidang pertanahan. Menurut Moenir (1995:121), Fasilitas
pelayanan juga memegang peranan
penting, yang meliputi fasilitas ruangan,informasi,ruang tunggu,tempat ibadah, kamar kecil, kantin dan sarana komunikasi. Ketersediaan fasilitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, prasarana yang berkaitan dengan tempat pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah untuk lebih ditingkatkan lagi supaya tercipta suatu kegiatan pelayanan dalam
suasana yang
nyaman sehingga pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat terlayani dengan baik.Untuk lebih meningkatkan kinerja dari aparat yang bertugas dalam melayani masyarakat dalam pengajuan pendaftaran tanah pertama kali hendaknya baik kepada aparat atau petugas dengan diberi bekal yang cukup dengan memberikan petunjuk – petunjuk teknis yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dan dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk menunjang kelancaran dalam pelaksaan tugas yang diembannya. Dalam memberikan
pelayanan di bidang pertanahan Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi menggunakan sistem loket.Loket pelayanan dibagi menjadi 4 loket, yang terdiri dari loket 1 menangani iformasi, loket 2 menangani penyerahan
berkas permohonan dan pengaduan,loket 3
pembayaran biaya dan loket 4
penyerahan produk sertipikat. Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
dari
karyawan dan karyawati yang ada, perlu adanya kbijakan dari atasan dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk memberi kesempatan kepada karyawan karyawati meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan, kursus – kursus yang terkait dengan pekerjaannya.Diserati dengan penyediaan peralatan serta sarana prasarana demi kelancaran dalam pelaksanaan tugas yang diembanya, sehingga peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan dapat dilaksanakan dengan baik. 4. Faktor Masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. Menurut Esmi Warassih (2005: 26),Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau kepentingan – kepentingan yang hendak dipenuhinya.Namun tidak semua manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,melainkan kadang berbeda,dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu dengan yang lain.Di lain pihak disadari pula bahwa
terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Bahkan pemenuhan kebutuhan manusia dapat diselenggarakan
di dalam masyarakat yang tertib dan
aman.
Dalam kehidupan masyarakat yang masih sederhana dalam arti bahwa masyarakat yang masih kecil
jumlahnya,hubungan – hubungan antara anggota
masyarakat terjalin sangat erat dengan mendasar pada kekerabatan.Dalam masyarakat yang sudah semakin komplek,tidak cukup dibutuhkan tatanan hukum primer, melainkan juga sudah mulai membutuhkan tatanan hukum yang memiliki
kewajiban sekunder. Peraturan – peraturan sekunder ini meliputi peraturan tentang pengakuan
norma,
peraturan
–
peraturan
yang
menggarap
perubahan-
perubahan,peraturan bagi penyelesaian sengketa. Dalam keterkaitannya dengan tanah, bahwa perkembangan masyarakat yang begitu pesat dengan jumlah tanah yang relatif tetap, maka permasalahan di bidang pertanahan merupakan permasalahan yang sangat mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 3 ayat (3) telah digariskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria,sebagai peraturan
dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai
peraturan perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan bahwa negara mejamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat. Pelaksanaan pelayanan pensertipikatan hak atas tanah untuk pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian
kegiatan
yang
menerus,berkesinambungan
dilakukan
oleh dan
Pemerintah
secara
terus
teratur,meliputi
pengumpulan,pengolahan,pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis,dalam bentuk peta dan daftar,mengenai bidang –bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun,termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah merupakan kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali terbagi menjadi 2 (dua) yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.Pendaftaran tanah pertama kali
secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, sedangkan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secar individual atau massal. Pelaksanaan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan membuktikan
dirinya
sebagai
pemegang
hak
mudah dapat
yang bersangkutan,
untuk
menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi yaitu pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah, maka pembuktian haknya berdasarkan pada pembuktian hak baru dan pembuktian hak lama.Untuk keperluan pendaftaran hak baru dibuktikan dengan: penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau hak pengelolaan; Asli akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik; hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang berwenang;tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan, sedangkan untuk pembuktian hak lama,untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak – hak lama dibuktikan dengan
alat – alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti – bukti tertulis,keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dianggap cukup untuk mendaftar haknya..
Untuk menilai kebenaran dari alat – alat bukti yang dilampirkan dalam pengajuan pensertipikatan tanah melalui pendaftaran tanah pertama kali, maka dilakukan pengumuman. Pengumuman
pendaftaran tanah
pertama kali yang
dilakukan secara sporadik diumumkan dalam waktu 60 hari.Dalam pengumuman ini pada dasarnya yang diumumkan adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan dasar pendaftaran bidang tanah yang bersangkutan.Pengumuman dilaksanakan dalam rangka memberi kesempatan
kepada pihak yang merasa
keberatan mengenai data fisik dan data yuridis yang diumumkan,dan dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan – keberatan yang diajukan dapat diselesaiakan secara musyawarah untuk mufakat. Terhadap pengajuan permohonan pensertipikatan hak atas tanah yang di dalam pengumuman data fisik dan data yuridisnya tidak terdapat keberatan dari pihak lain, maka diterbitkanlah sertipikat hak atas tanah.Sertipikat
merupakan
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sesuai prosedur
dan ketentuan yang berlaku.Menurut Louis
A.Allen ( dalam Moenir, 1995:106), bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme kerja.Prosedur merupakan rincian
dinamikanya sistem, begitu pula
dalam pelaksanaaan pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempergunakan ketentuan – ketentuan dan prosedur yang telah ada. Untuk pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran
Tanah
Pertama
Kali
secara
Sporadik
melalui
Pengakuan
Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingungan Badan Pertanahan Nasional.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah juga berpedoman pada ketentuan yang berlaku tersebut. Pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam proses penyelesaiannya menggunakan standar waktu yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu 120 hari. Sesuai dengan pendapat C.L.Littlefield dkk ( dalam Moenir,1995 :20), bahwa standar waktu dapat ditetapkan pada waktu dilakukan pengukuran kerja, karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang diperlukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan. Pelaksanaan Pendaftaran
Tanah
Standar Pertama
Prosedur Kali
Operasi secara
Pengaturan
Sporadik
dan
melalui
Pelayanan Pengakuan
Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi , menurut pendapat dari beberapa
responden yang telah diwawancarai oleh penulis bahwa pada
umumnya mereka berpendapat pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,namun untuk standar penyelesaian dari proses pengajuan permohonan pensertipikatan tanah belum dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat yaitu dapat dilayani dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dalam ketentuan yang ada memang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam penyelesaian
sertipikat tanahnya. Hal ini perlu dimaklumi
karena kurang mengertinya masyarakat akan ketentuan atau standar lamanya pelaksanaan pelayanan pensertipikatan tanah pertama kali, ini disebankan karena kurangnya sosialisasi atau pemberitahuan atau pengenalan adanya aturan yang memuat
ketentuan – ketentuan mengenai jangka waktu penyelesaian proses
pensertipiktan tanah yang melalui pendaftaran tanah pertama kali. Banyak diantara para tokoh masyarakat,pemohon,aparat desa,Camat dan Notaris /Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak tahu secara pasti mengenai ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak ini.Untuk itu maka dalam usaha peningkatan pelayanannya diharapkan kepada seluruh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk bisa memasang secara transparan pada papan yang telah ditentukan. Hal ini akan membantu
terlaksananya
pendaftaran tanah pertama kali dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan dalam standar ketentuan yang ada. Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan dalam usaha untuk penegakan hukum, bahwa adanya 4 (empat) prinsip yang menjadi
bagian
dari keyakinan,dari falsafah dan ideologi Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia,yaitu: 1). Bahwa pengelolaan pertanahan itu bentuknya apapun ,nanti sesuai dengan perjalanan kita dan dinamika kehidupan kita,dia pertama – tama berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan sekaligus menjadi mekanisme
untuk membangun sumber – sumber kemakmuran baru bagi rakyat. 2). Bahwa pengelolaan pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk bisa andil didalam menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan. 3). Pertanahan merupakan pilar penting berdirinya Negara,merupakan pilar penting dari kehidupan setiap umat manusia dan setiap masyarakat maka pertanahan harus berkontribusi
berkelanjutan
sustainability
dari
kehidupan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. 4).
Pertanahan
harus
ikut
berkontribusi
menjamin
terbangunnya
sosial
harmoni,kehidupan bersama yang lebih tentram,yang terhindar dari sengketa – sengketa dan konflik – konflik terutama yang bersumberkan atas keagrariaan dan pertanahan. 5. Faktor Budaya Hukum Dalam kehidupan bermasyarakat fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial.Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara – cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita – citakan. Untuk bertindak atau bertingkahlaku sesuai dengan ketentuan hukum inilah perlu ada kesadaran hukum dari masyarakat, karena faktor tersebut merupakan jembatan yang menghubungkan
antara peraturan – peraturan hukum
dengan tingkah laku anggota – anggota
masyarakat. Menurut Lawrence M Friedman (dalam Esmi Warassih, 2005:92),bahwa kesadaran
hukum
masyarakat
terkait
erat
dengan
masalah
budaya
hukum.Dimaksudkan dengan budaya hukum disini adalah berupa kategori nilai – nilai,pandangan – pandangan serta sikap – sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Hukum yang berlaku di masyarakat sangat ditentukan oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan.Berbicara mengenai budaya hukum adalah berbicara mengenai bagaimana sikap – sikap , pandangan – pandangan serta nilai – nilai yang dimiliki oleh masyarakat.Semua komponen budaya hukum
itulah yang sangat
menentukan berhasil tidaknya kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam bentuk hukum tersebut. Hubungan masyarakat Ngawi dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dalam melaksanakan pengurusan hak atas tanah yang dikuasainya sebagian besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan hak atas tanahnya untuk memperoleh sertipikat tanah dengan melalui perangkat desa/kelurahan. Pelaksanaan pendaftaran tanah hendaknya dilakukan oleh pemohon sendiri,namun kenyataannya di masyarakat lain pelaksanaan pendaftaran tanah diserahkan dan dipasrahkan kepada perangkat desa/kelurahan atau biro jasa di bidang pertanahan secara keseluruhan baik untuk kelengkapan berkasnya maupun keuangannya. Momentum ini banyak terjadi di masyarakat kita, hal ini disebabkan adanya budaya dari masyarakat kita yang masih punya rasa ewuh pakewuh/ sungkan kepada perangkat desa atau kelurahan, sehingga
mempercayakan pengurusan sertipikat tanahnya secara keseluruhan kepada perangkat desanya sampai jadi.Banyak juga dari budaya masyarakat kita yang malas atau enggan bila harus berurusan dengan birokrasi yang menurutnya membutuhkan tenaga,waktu,biaya yang mahal dan pikiran sehingga memasrahkan segala urusan yang dihadapinya kepada pihak lain dalam hal ini perangkat desa.Bahkan untuk warga masyarakat yang berpengalaman juga mempunyai budaya yang banyak terjadi di masyarakat dengan menyerahkan pengurusan pensertipikatan tanahnya kepada biro jasa dalam hal ini Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada. Di wilayah Kabupaten Ngawi hal ini juga terjadi baik untuk masyarakat yang menitipkan pengurusan sertipikat tanahnya kepada perangkat desa biasanya dilakukan oleh Sekretaris
Desa(
Carik)
,
Kepala
Urusan
Pemerintahan
bahkan
Kepala
Desa/Kelurahan atau kepada Pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ( Camat) juga
berperan dalam pengurusan pensertipikatan tanah. Bahkan untuk
masyarakat yang punya kesibukan dengan mempercayakan pengurusan tanahnya kepada Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada, dalam hal ini Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Ngawi. 2. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau kepentingan – kepentingan yang hendak dipenuhinya, namun tidak semua manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,melainkan kadang berbeda,dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain.Bahwa terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Pemenuhan kebutuhan manusia dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman. Menurut Hoebel (dalam Esmi Warassih, 2005:26),adanya 4 (empat) fungsi dasar hukum,yaitu meliputi: a. Menetapkan hubungan – hubungan antara para anggota masyarakat dengan menunjukkan jenis – jenis tigkah laku apa yang diperkenankan dan apa yang dilarang; b. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif; c. Menyelesaiakan sengketa; d. Memelihara kemapuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi – kondisi kehidupan yang berubah,yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota – anggota masyarakat. Hukum
memberikan pedoman tingkah laku,baik tingkah laku yang
dilarang,dibutuhkan maupun yang diizinkan.Penormaan ini dilakukan dengan membuat kerangka umum dan dijabarkan dalam bentuk peraturan perundang – undangan. Dalam pembuatan peraturan perundang- undangan dan dalam proses perwujudan nilai – nilai yang terkandung dalam cita hukum ke dalam norma – norma hukum,sangat tergantung pada tingkat kesadaran dan penghayatan dari para pembentuk peraturan perundang-undangan. Dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pembangunan,maka system hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan penunjangnya.Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku – perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam
aturan – aturan hukum yang berlaku. Menurut Paul dan Dias (dalam Esmi Warassih, 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu: (1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami; (2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan – aturan hukum yang bersangkutan; (3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum; (4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa; (5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang effektif.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, banyak ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya yang meliputi staf, informasi, wewenang dan fasilitas, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Peranan staf, dalam hal ini
berkaitan dengan kondisi sumberdaya
manusia yang dimiliki organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Dalam suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. Dengan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki
melalui
peningkatan ketrampilan kerja dan menambah wawasan dalam pelayanan
pelaksanaan pekerjaan dengan melalui kursus – kursus atau menempuh pendidikan melalui lembaga – lembaga pendidikan. Diharapkan hasil dari menempuh ilmu di lembaga pendidikan dan latihan pendidikan/ kursus – kursus akan dapat meningkatkan kinerjanya sertamenambah kemampuan dalam bidangnya dalam hal ini di bidang pertanahan,sehingga pelaksanaan pelayanan di bidang pertanahan
akan menjadi meningkat sesuai harapan masyarakat
dalam usaha untuk menciptakan kepastian hukum di dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Sesuai dengan pendapat Budi Winarno (2008:181), bahwa staf merupakan sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan.Begitu pula staf yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi memegang peranan yang sangat penting dalam rangka melaksanakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat.Mengenai jumlah staf
yang
ada sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan pelayanan yang dilakukan.Pelayanan yang dilaksanakan secara lamban dan cenderung tidak efisien, hal ini disebabkan kurangnya kualitas sumber daya manusia (staf) dan rendahnya motivasi pegawai.Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan ketrampilan dari staf atau karyawan karyawati yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan melalui pelatihan – pelatihan
atau
kursus
sehingga
akan
menunjang
dalam
pelaksanaan
pekerjaannya. Begitu pula pentingnya informasi merupakan sumber yang sangat perlu dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu instansi maupun suatu organisasi.Dengan
informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan, sosialisasi suatu aturan atau
program – program kerja kepada masyarakat yang harus ditingkatkan lagi.Informasi mempunyai dua bentuk yaitu informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan.Pelaksana – pelaksana dalam hal ini pegawai – pegawai kantor pertanahan atau aparat kantor pertanahan mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka itu harus melaksanakannya.Dengan demikian pegawai – pegawai tersebut harus diberi informasi atau penyuluhan sehingga bisa melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya pemberian informasi, terlebih dalam kaitannya yang berhubungan dengan penyuluhan program atau sosialisasi tentang
pelaksanaan
standar
operasi pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali. Menurut Lon Fuller (dalam Esmi Warassih, 2005:95), adanya 8 (delapan) prinsip legalitas,yang harus diikuti dalam membuat hukum,yaitu: 1). Harus ada peraturannya terlebih dahulu. 2). Peraturan itu harus diumumkan secara layak. 3). Peraturan itu tidak boleh berlaku surut. 4). Perumusan peraturan – peraturan itu harus jelas dan terperinci,ia harus dapat dimengerti oleh rakyat. 5). Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal – hal yang tidak mungkin. 6). Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain. 7). Peraturan – peraturan harus tetap tidak boleh sering diubah – ubah. 8). Harus terdapat kesesuaian antara tindakan – tindakan para pejabat hukum dan peraturan – peraturan yang telah dibuat.
Sehubungan dengan
standar operasi pelayanan pendaftaran standar
operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada masayarakat, sehingga masyarakat akan menjadi sadar dan mengerti akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah dan adanya kesadaran hukum dari masyrakat untuk mensertipikatkan tanahnya dengan tidak dihantui oleh adanya kekhawatiran serta perasaan yang menganggap bahwa pelaksanaan pensertipikatan tanah membutuhkan waktu yang lama.Untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi penyuluhan terkait dengan pelaksanaan standar prosedur operasi pelayanan pendaftaran tanah tersebut belum dilaksanakan. Wewenang.
Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan dalam mengambil suatu langkah yang harus ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan
yang
baku.Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan sikap mengambil langkah untuk memutuskan,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh berbagai orientasi tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan pelayanan kepada publik.Sikap dan mentalitas dari pegawai – pegawai dalam melaksanakan pelayanan birokrasi berimprosasi
sangat lemah dalam berinisiatif dan
dalam memerikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan
dengan pekerjaannya dalam hal in pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.Akibat dari lemahnya
daya inisiatif
dalam pelayanan menjadikan birokrasi sangat lamban dalam merespon dan menanggapi
dalam setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat,termasuk rendahnya daya inovasi dalam pelayanan kepada masyarakat.Aparat yang hanya memahami aturan secara kaku dan tekstual sehingga tidak mampu berinisiatif dan menerjemahkan aturan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam konteks pelayanan kepada masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lamban dan tidak efisien.Berdasarkan pengamatan terlihat masih tingginya ketergantungan aparat pelayanan pertanahan
kepada Kepala Kantor Pertanahan dalam
pemberian pelayanan pensertipikatan tanah kepada masyarakat. Kondisi pelayanan seperti ini menunjukkan bahwa keberanian dalam mengambil sikap dan tindakan dalam pemberian pelayanan oleh aparat di lingkungan Kantor Pertanahan
belum dilaksanakan. Hal ini terjadi pada saat aparat
pelayanan ketika menemukan atau menemui kasus (permasalahan) lebih memilih untuk melakukan penundaan pelayanan dan menunggu petunjuk pimpinan
untuk
memutuskannya..Aparat
pelayanan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten Ngawi lebih memilih menunggu keputusan pimpinan untuk mengkonsultasikan
kasus
pelayanannya
daripada
berinisiatif
untuk
menyelesaikannya sendiri.Inisiatif pemecahan masalah yang dihadapi terlihat sangat lemah dan sangat tergantung kepada mekanisme petunjuk pelaksanaan dan petunjuk dari pimpinan. Fasilitas mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan dalam
pelaksanaan
tugas
pelayanan
sehingga
dapat
mempengaruhi
ketepatan,kecepatan dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan motivasi kerja.Sesuai pendapat Budi Winarno bahwa fasilitas fisik merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada akan dapat menunjang keberhasilan suatu pekerjaan. Fasilitas yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, hal ini akan dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan yang ada.Sarana dan prasarana yang ada masih kurang lengkap dan perlu untuk ditingkatkan lagi. Berdasarkan pada uraian pelaksanaan standar prosedur operasi dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adanya beberapa kendala yang meliputi Undang –undang dan peraturannya,Penegak
hukumnya
(sumber
daya
manusi),
sarana
atau
fasilitas,masyarakat,budaya hukum. 3. Solusi Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi . Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada berkaitan dengan pelaksanaan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan, dalam hal ini kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:
1. Melaksanakan kebijakan
dengan baik dalam rangka mewujudkan Good
Governance. 2. Peningkatan sumber daya,dalam hal ini sumberdaya manusia (pegawai Kantor Peratanahan Kabupaten Ngawi) dan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya lainnya ( peralatan – peralatan kantor). 3. Pelaksanaan penyuluhan hukum di bidang pertanahan perlu ditingkatkan. 4.
Pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
5.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, belum
dapat
dilaksanakan dengan baik, karena: a. Hukum/Undang –Undang dan Peraturannya ,dalam hal ini Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005,belum dilaksanakan secara baik karena didalamnya tidak terdapat sanksi secara tegas. b. Penegak Hukum,dalam menjalankan tugasnya aparat pertanahan belum dapat menegakkan hukum
secara baik , hal ini dapat terlihat dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali meskipun sudah adanya ketentuan – ketentuan yang berlaku dalam penegakan hukum masih diperlukan adanya perubahan sikap moral dari aparat pertanahan dan masyarakat. c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
masih sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan
pengadaan komputer yang saat ini sangat diperlukan dalam rangka untuk mempercepat dan memperlancar pelayanan kepada masyarakat.Tuntutan pelayanan di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pekerjaannya,serta
perlu adanya peningkatan ketrampilan dan kemapuan dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. d. Masyarakat,
dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan belum dilaksanakan dengan baik, terutama dalam rangka pendaftaran tanah pertama kali adanya tuntutan dari masyarakat pelayanan yang baik.Hal ini perlu dimaklumi karena kegiatan penyuluhan hukum di bidang pertanahan kepada masyarakat masih sangat kurang. e. Budaya hukum, Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam rangka untuk memberikan pelayanan pertanahan yang baik kepada masyarakat
selalu
berusaha untuk merubah pola kerjanya, namun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada sehingga pelaksanaannya belum dapat dilakukan dengan baik.Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam peningkatan pelayanan di bidang pertanahan terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah,sebagian besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan penseripikatan tanahnya melalui pihak lain. 2. Kendala – kendala dalam pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi : a. Kurang pahamnya aparat pertanahan terhadap penyusunan hukum/undang – undang dan peraturannya, serta kurangnya sosialisasi peraturan yang ada. b.
Pelaksanaan penerapan peraturan - peraturan yang ada dalam rangka penegakan hukum belum dilaksanakan dengan baik.
c.
Sarana/fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan peraturan terkait dengan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih sangat kurang.
d.
Masyarakat,terkait dengan percepatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan, masih kurang siapnya aparat
Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi. e.
Budaya hukum, dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pendaftaran tanah pertama kali , masih terdapatnya pola lama yang sulit untuk dihilangkan.Hal ini perlu adanya kesadaran dari kedua belah pihak baik dari masyarakat (pemohon ) dan aparatnya sendiri.
3. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan
Pertanahan, dalam
hal ini
kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi:
a. Meningkatkan pemahaman hukum/undang – undang, peraturan –peraturan yang berlaku. b. Penegak Hukum, untuk penegak hukum diharapkan untuk melaksanakan bidang tugasnya dengan baik dan secara profesional. c. Sarana/Fasilitas pendukung untuk dipenuhi dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
d. Masyarakat, dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam pelayanan di bidang pertanahan akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pertanahan. e. Budaya hukum, perubahan terhadap pola pelayanan pertanahan dengan pola lama menuju pola kerja pelayanan yang berubah kearah yang lebih baik lagi. B. Implikasi 1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa
Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk dapat lebih ditingkatkan lagi. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, serta perlu ditingkatkannya lagi kesadaran dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam pemanfaatan sarana/fasilitas yang ada terkait dengan pelaksanaan ketentuan/peraturan Tuntutan
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat.
masyarakat terhadap percepatan pelayanan pertanahan untuk segera
dilaksanakan
terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama
kali.Budaya hukum yang terjadi segera untuk dirubah dengan merubah pola kerja yang lama dengan menyesuaikan perkembangan pola kerja yang sesuai dengan tuntutan masyarakat sekarang. 2. Untuk mengatasi kendala – kendala dalam pelaksanaan pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
yaitu meningkatkan pemahaman hukum
/undang – undang dan peraturan yang ada, meningkatkan pengetahuan dan menerapkan peraturan – peraturan kepada penegak hukum dalam rangka pelaksanaan
kegiatan yang terkait dengan penegakan hukum,pemanfaatan dan
penggunaaan sarana/fasilitas pendukung yang tersedia dalam rangka melaksanakan tuntutan masyarakat dalam hal ini peningkatan pelayanan di bidang pertanahan serta berusaha untuk merubah pola kerja yang lama dalam pelayanan kepada masyarakat ke pola kerja yang baru sehingga pelayanan di bidang pertanahan terutama yang terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dapat secara baik. 3.
Pemahaman terhadap hukum/undang – undang dan peraturannya dilaksanakan sesuai dengan melaksanakan
ketentuan yang berlaku, kepada penegak hukum untuk dapat tuganya
dengan
baik,serta
pemanfaatan
dan
penggunaan
sarana/fasilitas pendukung yang ada dengan baik dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang menuntut adanya percepatan pelayanan di bidang pertanahan serta perubahan pola kerja lama dari aparat pertanahan dalam pemberian pelayanannya sehingga akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Kantor Pertanahan. C. Saran - saran Saran - saran yang penulis ajukan adalah untuk dapat terlaksananya Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut: 1. Perlunya Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk mengadakan penyuluhan hukum pertanahan, sosialisasi mengenai peraturan dan ketentuan
yang
berkaitan dengan bidang pertanahan sehingga akan dapat meningkatkan pelayanan di bidang pertanahan. 2. Peningkatan kinerja dari sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dalam hal ini peningkatan kemampuan dan ketrampilan dari aparat pertanahan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan serta kursus – kursus yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas di bidang pertanahan. 3.
Dalam rangka terlaksananya program kerja dan peningkatan kinerja dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan perlu diusulkan anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang memadai..
DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali. 2001. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. Adi
Sulistiyono.
2004.
Menggugat
Dominasi
Positivisme
Dalam
Ilmu
Hukum.Surakarta: Sebelas Maret University Press. Badan Pertanahan Nasional. 1997. Pendaftaran
Tanah di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Relindo Jayatama. _____________.1997. Pedoman Kerja Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik. Proyek Administrasi Pertanahan, Jakarta. _____________. 2007. Sosialisasi
Program
Pembaharuan
Agraria Nasional (
PPAN ) Dan Sosialisasi Juklak dan Juknis BPN RI, Pedoman Kegiatan Sertipikasi Massal Swadaya 2007. Jakarta. Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik : Teori dan Proses .Yogyakarta: MedPress ( Anggota IKAPI). Burhan Ashshofa. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Boedi Harsono. 1995. Hukum
Agraria
Indonesia: Sejarah Pembentukan
Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan. _____________.2006. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan – Peraturan Hukum Tanah. Jakarta: Djambatan. Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: Penerbit PT. Suryandaru Utama.
Eko Sugiyanto, Sri Sugiyanti. 2001. Operasionalisasi Pelayanan Prima. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Edi Topo Ashari, Desi Fernanda. 2001. Membangun Kepemerintahan Yang Baik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Heribertus Sutopo. 2002. Penelitian Kualitatif, Dasar – dasar Teoritis dan Praktek. Surakarta: Pusat Penelitian UNS. Idup Suhady, Desi Fernanda. 2001. Dasar – Dasar Kepemerintahan Yang Baik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Moenir. 1995. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta: PT. Karya Unipress. Sondang P. Siagian. 1996. Fungsi – Fungsi Manajerial. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Siwi Ultima Kadarmo, Nies Daan Suganda, Supono. 2001. Koordinasi dan Hubungan Kerja. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Soemanto. 2006. Hukum Dan Sosiologi Hukum Lintasan Pemikiran, Teori dan Masalah. Surakarta: Penerbit Sebelas Maret University Press. Setiono. 2007. Hukum Dan Kebijakan Publik. Bahan Matrikulasi Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. _____________.
2005.
Pemahaman
terhadap
Metodologi
Penelitian
Hukum.Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Salamoen Soeharyo, Aya Sofia. 2004. Etika Kepemimpinan Aparatur. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Sutopo, Adam Ibrahim Indrawijaya. 2001. Dasar – Dasar Administrasi Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Subarsono,AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik, Konsep,Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Suharini Arikunto.1987.ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Bina Aksara Sumardjono Maria S.W. 2006. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Sampara Lukman, Sugiyanto. 2001. Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara ______________. 2007. Biarkan Hukum Mengalir Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Soerjono Soekanto. 1988. Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: Penerbit UI –Press. ________________. 1993. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Soerjono Soekanto & Sri Mamudji.2001.Penelitian Hukum Normatif.Jakarta: PT. Raja Grafindo
Sholichin Abdul Wahab. 1997. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisis Kebijaksananan Pemerintah. Surabaya: Airlangga University Press. Ngawi Post, 2008 Mei. Bertahun – Tahun Ngurus Sertipikat Gak Kelar. Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.2007.Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP)
Undang - Undang Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan
Di Lingkungan
Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.
RINGKASAN TESIS
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam era pembangunan dewasa ini ,arti dan fungsi tanah Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan
bagi negara
ekonomi semata, tetapi juga
mencangkup aspek sosial dan politik serta aspek pertahanan keamanan. Kenyataan menunjukkan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah untuk pembangunan, maka corak hidup dan kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaaan menjadi lain. Adanya perubahan sikap yang demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam kehidupan.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu
hal yang amat
penting guna menjamin kelangsungan
hidupnya. Menyadari akan fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan pengelolaan, pengaturan dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Di dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945 telah digariskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria, sebagai peraturan dasar
yang menjadi acuan dari
keberadaan
berbagai peraturan
perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan
bahwa negara menjamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat. Peningkatan kesejahteraan rakyat juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 – 2009.Terciptanya kesejahteraan rakyat adalah salah satu tujuan utama pendirian negara Republik Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan makmur yang diartikan sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan, yang tiadak saja memiliki dimensi fisik atau materi tetapi juga dimensi rohani. Hal ini juga terkait dalam
hal
yang
menyangkut
upaya
penataan,penguasaan,pemilikan,penggunaan,peruntukkan, dan penyediaan tanah yang semuannya diletakkan dalam kerangka membangun kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan Untuk mengatur tanah – tanah yang ada di Indonesia ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria ( UUPA ) yang dikeluarkan pada tanggal 24 September 1960. Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang – Undang Pokok Agraria ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) disebutkan : (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2). Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut;
c.
pemberian surat – surat tanda bukti hak , yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pendaftaran tanah
merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya. Dengan pendaftaran hak atas tanah berarti
pihak yang mendaftar akan
mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah yaitu mengenai orang yang menjadi pemegang hak atas tanah itu, letak tanahnya, batas – batas tanahnya serta luas tanahnya. Hasil akhir dari pendaftaran hak atas tanah ini dinamakan sertifikat tanah. Kantor pertanahan
merupakan salah satu instansi
pemerintah yang
menyelenggarakan kegiatan berupa pelayanan publik. Di dalam pelayanan publik dilaksanakan
segala kegiatan
pelayanan publik sebagai upaya
pelayanan
yang dilakukan oleh penyelenggara
pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Dalam
setiap
penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Di dalam pelayanan publik standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Adapun hal – hal yang harus diatur dalam pelayanan publik minimal mencangkup: prosedur
pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima layanan, waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian termasuk
pengaduan, biaya
penyelesaian termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Namun dalam kenyataannya, di dalam masyarakat sering kita dengar adanya keluhan – keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui
media massa
yang menyatakan bahwa
pelaksanaaan
pengurusan
pensertipikatan tanah sangat sulit, berbelit – belit , membutuhkan waktu yang lama dan biayanya mahal.Hal ini sangat sering kita dengar dan kita temui
dalam
kehidupan masyarakat kita. Untuk mengatasi adanya permasalahan – permasalahan
dalam pelayanan
pertanahan tersebut, maka oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia
Republik
dikeluarkan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.Dalam perkembangannya saat ini oleh Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik Indonesia juga dikeluarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan Dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pertanahan Untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.Pelayanan pertanahan tertentu yang dimaksud untuk tanah – tanah yang telah terdaftar atau bersertipikat meliputi Pemeriksaan (pengecekan) sertipikat, Peralihan hak jual beli,
Peralihan hak pewarisan, Peralihan hak hibah, Peralihan hak tukar menukar,Peralihan hak pembagian hak bersama,Hak tanggungan, Hapusnya hak tanggungan roya, Pemecahan sertipikat perorangan,Pemisahan sertipikat perorangan,Penggabungan sertipikat perorangan,Perubahan hak milik untuk rumah tinggal dengan ganti blanko, Perubahan hak milik untuk rumah tinggal tanpa ganti blanko dan Ganti nama. Dengan dikeluarkannya keputusan ini untuk dipergunakan sebagai pedoman bagi instansi
dalam hal ini kantor pertanahan dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kepada masyarakat. Tujuan suatu pelayanan adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan pelanggan.Untuk itu diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan atau keinginan pelanggan.Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk pelayanan dalam Badan Pertanahan Nasional yaitu pelayanan eksternal kepada masyarakat umum dan pelayanan internal di dalam organisasi Badan Pertanahan Nasional sendiri. Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang salah satu tugasnya adalah memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat untuk menciptakan
kepastian
hukum
di
dalam penguasaan
dan pemilikan tanah.
Sehubungan dengan hal tersebut sejalan dengan tuntutan Good Governance perlu diciptakan kepastian hukum,partisipasi,transparansi dan akuntabilitas di dalam tiap – tiap kegiatan pelayanan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat (trust building) kepada Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan pertanahan
di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi juga berpedoman pada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 2005 tersebut, namun dari pelaksanaan keputusan
tersebut salah satunya yaitu dalam pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali untuk pelaksanaan kegiatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam keputusan tersebut dalam jangka waktu penyelesaiannya Dengan berdasarkan pada permasalahan yang ada, yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, maka penulis melakukan penelitian Pengaturan
dengan tema Implementasi
Standar Prosedur Operasi
Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Pertama Kali
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi? 3. Faktor – faktor apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi?
3.
Solusi apakah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam
pelaksanaan
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 4. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
5. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor
- faktor apa yang menjadi
kendala dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. 6. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali berdasarkan Keputusan
Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
10. Manfaat Teoritis a. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran atau memberikan solusi bagi pemecahan masalah yang timbul dalam pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 yang belum dapat dilaksanakan secara baik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. b. Dapat menyumbangkan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di bidang ilmu hukum, khususnya konsentrasi hukum kebijakan publik dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat lebih meningkatkan
pelaksanaan
pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan. b. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan. c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan referensi bagi penelitian berikutnya. BAB. II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Teori Kebijakan Publik Kebijakan Pemerintah atau sering juga diterjemahkan sebagai kebijakan publik memiliki berbagai macam arti. Para ahli memberikan pengertian berbeda – beda
mengenai kebijaksanaan
pemerintah ini, menurut Thomas R.Dye (dalam Esmi
Warassih, 2005: 131) mendefinisikan bahwa
public
policy
is
whatever
goverments choose to do or not to do ( kebijakan publik sebagai pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah ). Menurut Harold D.Laswell,Carl J. Frederick dan David Easton yang dikutip oleh Setiono (2007 : 1-2) sebagai berikut: 1. Harold D.Laswell mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai –nilai dan praktek – praktek yang terarah. 2. Carl J. Frederick mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan
hambatan – hambatan
dan
kesempatan – kesempatan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 3.
David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah sebuah proses pengalokasian nilai – nilai secara paksa kepada seluruh masyarakat yang dibebankan oleh lembaga yang berwenang seperti pemerintah. Definisi tentang kebijakan tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan negara.
2. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik Hubungan hukum dan kebijakan publik mempunyai hubungan yang sangat erat bagaikan dua sisi mata uang, maksudnya adalah produk hukum yang baik harus melalui proses komunikasi antara stakeholders dan antarkomponen masyarakat yang biasa dilakukan dalam proses penyusunan kebijakan publik. Hubungan hukum dan kebijakan publik adalah saling memperkuat satu dengan yang lain.Sebuah produk hukum tanpa adanya proses kebijakan publik didalamnya
maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya.Sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa adanya legitimasi hukum akan lemah pada tatanan operasionalnya.
3. Implementasi Kebijakan Menurut Ripley dan Franklin (dalam Budi Winarno, 2008: 145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang – undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan ( benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata ( tangible output). Pandangan Grindle (dalam Budi Winarno, 2008:146) mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum , tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan ( linkage) yang memudahkan tujuan – tujuan
kebijakan
bisa
direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Pendapat van Meter dan van Horn (dalam Budi Winarno,2008: 146) mereka membatasi implementasi
kebijakan sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan
oleh individu – individu atau kelompok –kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan – keputusan kebijakan sebelumnya. Menurut Budi Winarno ( 2008:181), bahwa perintah – perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat,jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan – kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.Sumber-sumber dapat
merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumbersumber yang penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian – keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas – tugas mereka, infomasi, wewenang dan fasilitas – fasilitas yang diperlukan untuk
menerjemahkan usul – usul di atas kertas guna
melaksanakan pelayanan – pelayanan publik. Dari beberapa pendapat mengenai implementasi kebijakan,
dapat diartikan
implementasi kebijakan merupakan pelaksanaan terhadap suatu aturan atau ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran suatu program yang telah ditetapkan. 4. Teori Bekerjanya Hukum Menurut Robert B. Seidman ( dalam Esmi Warassih, 2005: 11 ) menyatakan bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh pemegang peran, lembaga – lembaga pelaksana maupun pembuat Undang – undang selalu berada dalam lingkup kompleksitas kekuatan – kekuatan sosial, budaya, ekonomi dan politik,dan lain sebagainya.Seluruh kekuatan – kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan – peraturan yang berlaku,menerapkan sanksi – sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembaga – lembaga pelaksanaannya. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.Kebijakan dalam bidang hukum
akan berimplikasi kepada
masalah politik yang sarat dengan diskriminasi terhadap kelompok lain.Untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu, ada baiknya dipahami terlebih dulu bidang pekerjaan hukum. Menurut Soerjono Soekanto ( 1993: 5 ) untuk memahami bagaimana fungsi hukum itu,tidak dapat lepas dari aspek penegakan hukum,yakni pelaksanaan suatu kebijakan atau suatu komitmen yang bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu:
f. Faktor hukumnya sendiri yang merupakan dasar kebijakan. g. Faktor penegak hukum,yakni pihak –pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. h. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. i. Faktor masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. j. Faktor budaya,yakni sebagai hasil karya,cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya. Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan
yang hendaknya dilakukan oleh
subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya yang bekerja atas diri pemegang peranan itu. Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles of legality , yang meliputi: 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan. 3. Peraturan tidak boleh berlaku surut. 4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari – hari. Beberapa pengertian hukum diatas pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya untuk mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan.Oleh karena itu sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistem norma.Pemahaman ini untuk menghindari terjadinya pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya. Menurut Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih , 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu: (1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu
untuk ditangkap dan
dipahami; (2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan – aturan hukum yang bersangkutan; (3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum; (4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa; (5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif. 5. Kebijakan Pengaturan Pertanahan di Indonesia
Menurut Maria S.W.Sumardjono (2006 : 42), bahwa perwujudan keadilan sosial di bidang pertanahan dapat dilihat pada prinsip – prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria , yakni prinsip negara menguasai, prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah masyarakat hukum adat,asas fungsi sosial semua hak atas tanah, prinsip landreform, prinsip perencanaan dalam penggunaan tanah dan upaya pelestariannya, dan prinsip nasionalitas. Prinsip dasar ini kemudian dijabarkan dalam berbagai produk berupa peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya.Berbagai kebijakan pertanahan
harus
ditujukan bagi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, maka adanya beberapa hal yang perlu diperhatikan, meliputi:Pertama, prinsip – prinsip dasar Undang – Undang Pokok Agraria tidaklah bersifat statis.Dalam menghadapi perkembangan baru kebijakan yang ditempuh haruslah dilaksanakan dengan tetap taat asas, yakni sesuai dengan konsepsi yang melandasinya, namun akomodatif terhadap perkembangan tersebut.Kedua, bahwa
keberpihakan kepada
kepentingan
masyarakat banyak sesuai dengan Pasal 33 ayat ( 3 ) Undang – Undang Dasar 1945, secara langsung berakibat berkurangnya perhatian kepada investasi modal asing.Ketiga, keinginan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan pertanahan seyogyanya dipahami sebagai keinginan untuk menilai produk hukum yang telah ada dan yang sedang dirancang. B. Implementasi Hukum Di Bidang Pertanahan Menurut Esmi Warassih ( 2005: 4 ) bahwa Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam bidang – bidang kehidupan masyarakat menyebabkan perkaitannya dengan masalah – masalah sosial
juga semakin
intensip.Hal ini
menjadikan hubungan antara tertib hukum dan tertib sosial yang lebih luas kian menjadi permasalahan pokok di dalam ilmu hukum.Dalam kerangka pemahaman yang demikian itu, maka kompleksitas hubungan yang berlangsung antara tertib hukum dan tertib sosial tersebut harus mendapat perhatian yang serius agar dapat memahami secara baik seluk beluk masalah yang diaturnya.Pengaturan oleh hukum itu tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia, misalnya tata aturan mengenai jual beli, perkawinan dan sebagainya bersumber pada tingkah laku manusia.
Hukum sebagai suatu proses tidak dapat dilihat sebagai suatu perjalanan penetapan peraturan – peraturan hukum saja. Melainkan, hukum sebagai proses perwujudan tujuan sosial di dalam hukum. Menurut pendapat
Satjipto Rahardjo (dalam Esmi Warassih, 2005: 11),
menegaskan dengan diterimanya pengetahuan yang mendalam tentang hasil karya ilmu – ilmu sosial,hukum akan lebih mudah dan mampu menghayati fenomena sosial.Suatu pendobrakan terhadap kesadaran semacam itu akan terjadi apabila mereka mulai menyadari bahwa sekalipun hukum itu nampak sebagai seperangkat norma – norma hukum, tetapi ia selalu merupakan hasil daripada suatu proses sosial.Itu berarti,usaha manusia untuk membuat dan merubah tatanan hukum itu senantiasa berada di dalam konteks sosial yang terus berubah. Begitu pentingnya hukum dalam kehidupan sosial masyarakat,maka terkait dengan bidang pertanahan diperlukan adanya pembangunan hukum tanah nasional,khususnya dalam pembentukan peraturan perundang – undangan, diperlukan pendekatan yang mencerminkan pola pikir yang proaktif dilandasi sikap kritis yang obyektif, yang dipergunakan untuk menunjang pembangunan hukum tanah nasional dengan upaya pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang bertujuan untuk mencapai keadilan,kepastian hukum,dan manfaat bagi masyarakat. Dalam hubungan antara masyarakat dan tanah, maka menurut Maria S.W. Sumardjono ( 2006:178), bahwa sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap hak atas tanah seseorang atau suatu masyarakat hukum adat,maka negara wajib memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih mudah bagi seseorang untuk mempertahankan haknya terhadap gangguan pihak lain.
Upaya pendaftaran tanah secara sistematis, pendaftaran secara sporadik perlu dipertahankan dengan meningkatkan mutu pelayanan aparat sehingga tercapai tujuannya berupa alat bukti hak yang akurat, yang diperoleh dalam jangka waktu dan dengan biaya yang wajar.Pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, negara juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah yang dipunyai perseorangan atau masyarakat hukum adat.Kegiatan pendaftaran tanah akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertifikat. Dalam memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan waktu.Pengukuran ini penting karena dari pengukuran yang berulang – ulang dapat diambil waktu rata – rata yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu rangkaian aktifitas atau proses dan menjadi standar.Menurut C.L. Littlefield dkk (dalam Moenir, 1995:20), dinyatakan: “ Time standards established through work measurement aid management both in planning and controlling. They are actually plans of a special sort; they are standing plans as to how long any given work or phase of work should take.” Standar waktu
dapat ditetapkan pada waktu
dilakukan pengukuran kerja,
karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang dipelukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan.Akan tetapi pengukuran waktu itu itu sendiri adalah
suatu bentuk penelitian
yang dapat berdiri sendiri yang hasilnya dapat
dipakai bahan untuk penentuan tingkat produktifitas kerja, menentukan urutan prioritas pekerjaan, pengaturan beban kerja perencanaan selanjutnya.
dan mengantisipasi keadaan serta
Sistem dan prosedur merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan karena satu sama lain saling melengkapi, sistem merupakan kerangka mekanismenya organisasi, sedangkan prosedur adalah merupakan rincian dinamikanya mekanisme sistem.jadi tanpa sistem prosedur tidak ada landasan berpijak untuk berkiprah dan bergerak, dan tanpa prosedur suatu mekanisme sistem tidak akan berjalan.Begitu juga lemahnya salah satu
akan mengakibatkan lemahnya yang lain, sehingga dengan eratnya
hubungan antara sistem dan prosedur sehingga keduannya sering digabung dan dipergunakan secara bersamaan.Prosedur juga sering diartikan sebagai tata cara yang berlaku dalam organisasi. Menurut Louis A. Allen ( dalam Moenir, 1995:106 ) dinyatakan sebagai berikut: “ Procedures prescribe the manner or method by which work is to be performed”, yang berarti bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme kerja. Pelayanan umum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dilaksanakan oleh
penyelenggara
pelayanan publik
pelayanan yang
sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan
perundang – undangan. Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 3 (tiga) unsur dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu sebagai berikut: Pertama, penyelenggaraan pelayanan adalah instansi pemerintah yang meliputi satuan kerja/ satuan organisasi Kementrian, Departemen,Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan Instansi Pemerintah lainnya, baik di pusat maupu di daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Kedua, pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang – undangan, Ketiga, penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. Dalam pelaksanaan pelayanan publik adanya 10 (sepuluh) prinsip pelayanan publik yang meliputi: kesederhanaan, kepastian
waktu, akurasi, keamanan,
tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta kenyamanan. Dari
kesepuluh prinsip pelayanan
publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur pelayanan yang diselenggarakan tidak berbelit – belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan oleh penerima
pelayanan; 2. Kejelasan, dalam arti persyaratan pelayanan publik, baik tehnis maupun administratif. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, Rincian
biaya pelayanan publik dan
tatacara pembayarannya; 3. Kepastian waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 4. Akurasi dalam arti produk pelayanan publik diterima dengan tepat, benar dan sah;
5.
Keamanan dalam arti proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman dan kepastian hukum;
6.
Tanggungjawab dengan maksud bahwa pimpinan
penyelenggara pelayanan
publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik; 7.
Kelengkapan sarana dan prasarana, bahwa dengan tersedianya
sarana dan
prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi 8.
Kemudahan akses, bahwa tempat
dan informatika ( telematika);
dan lokasi serta sarana pelayanan
yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika; 9. Kedisiplinan,kesopanan dan keramahan.Di dalam memberikan pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas; 10. Kenyamanan, bahwa lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003 tersebut juga mengatur tentang standar pelayanan publik. Dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayana publik
harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan publik merupakan pelayanan publik yang wajib
ukuran
yang dibakukan dalam penyelenggaraan
ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.
Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi
prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan,
waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan sampai penyelesaian
pelayanan termasuk pengaduan, biaya pelayanan termasuk rinciannya, produk pelayanan yang diberikan
sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan,
penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan atas keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. C. Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Dalam
Kebijakan Pertanahan Di Bidang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, disebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta dalam Pasal 2 disebutkan juga bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral, salah satu tugasnya yaitu Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pelaksanaan
pendaftaran tanah
di Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maksud dari pendaftaran tanah adalah merupakan rangkaian kegiatan
yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang
membebaninya. Untuk pendaftaran tanah pertama kali mengandung maksud suatu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini. Dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 juga dijelaskan bahwa pendaftaran tanah untuk pertama kali dibedakan menjadi dua (2) yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Adapun yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan, sedangkan yang dimaksud dengan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau massal. Di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan : a.
untuk
memberikan
kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan; b. untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah mengkonstruksi norma pendaftaran tanah di masyarakat, antara lain: Pertama, tahapan pemeriksaan berkas permohonan, mengkonstruksi norma keaktifan anggota masyarakat dalam membuktikan dirinya sebagai pemilik yang sah atas suatu bidang tanah. Termasuk dalam hal ini kesediaan anggota masyarakat memanfaatkan jasa Pejabat Pembuat
Akta Tanah, yang aktanya
bermanfaat dalam memperkuat pembuktian kepemilikan atas tanah.Kedua, tahapan pembayaran biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah,mengkonstruksi norma kesediaan anggota masyarakat membayar biaya pengukuran dan pendaftaran hak atas tanah .Ketiga, tahapan penelitian data yuridis, mengkonstruksi norma ketelitian
anggota masyarakat dalam
menyiapkan alas hak atau bukti awal
pemilikan tanah.Keempat, tahapan pemeriksaan lapangan tentang kebenaran data yuridis, mengkonstruksi norma: (a) kejujuran anggota masyarakat dalam membuktikan kebenaran kepemilikan tananhya; (b). kepedulian anggota masyarakat yang berbatasan dan berdekatan dengan pemilik tanah untuk bersedia memberikan informasi tentang tanah yang dimaksud.Kelima, tahapan pengukuran bidang tanah untuk mengumpulkan data fisik, mengkonstruksi norma: (a). kesediaan pemilik tanah (anggota masyarakat) memasang tanda batas untuk menandai bidang tanah yang dimilikinya; (b). kesediaan pemilik tanah untuk berinteraksi dengan tetangga batas dalam penetapan batas bidang tanah, sebagai konsekuensi asas contradictoir
delimitatie; (c). kepedulian tetangga batas (anggota masyarakat) untuk menghadiri penetapan batas bidang tanah; (d). pengakuan pemilik tanah terhadap hasil pengukuran oleh petugas kantor pertanahan; Keenam, tahapan pengumuman data yuridis dan data fisik, mengkonstruksi norma apresiasi (penghormatan) anggota masyarakat terhadap informasi pertanahan.Ketujuh, tahapan pembukuan hak, mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap budaya tulis atau budaya catat di bidang pertanahan, terutama yang berkaitan dengan pemilik tanah.Kedelapan, tahapan penerbitan sertipikat hak atas tanah, mengkonstruksi norma apresiasi anggota masyarakat terhadap hak
dan kewajiban anggota
masyarakat sehubungan dengan telah dibuktikannya pemilikan atas suatu bidang tanah. Kesembilan, tahapan penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi norma kehati –hatian anggota masyarakat dalam menyimpan alat bukti yang kuat bagi pemilikan atas suatu bidang tanah.Kesepuluh, tahapan paska penyerahan sertipikat hak atas tanah pada pemohon, mengkonstruksi
norma
kemampuan anggota masyarakat memanfaatkan sertifikat hak atas tanah yang ada padanya. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Nasional
dikeluarkan Keputusan
Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional dengan pertimbangan: a. bahwa dalam rangkapeningkatan pelayanan kepada masyarakat,perlu adanya pedoman pelaksanaan pelayanan pertanahan yang didasrkan pada semangat
pembaruan agrarian dan pengelolaan sumberdaya alam,sebagai suatu kebijakan dalam sistem pelayanan pertanahan secara nasional; b. bahwa ketentuan yang sudah ada saat ini yang berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan pertanahan belum mengatur secara menyeluruh dan rinci mengenai jangka waktu,biaya dan persyaratan dalam pemberian pelayanan pertanahan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan huruf b,dipandang perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional. D. Kerangka Berpikir Dalam rangka untuk mengatur
tanah – tanah yang ada di Indonesia,
pemerintah telah mengeluarkan Undang – Undang yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agaria (UUPA).Ketentuan lebih lanjut mengenai
Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Namun dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di dalam masyarakat sering kita dengar keluhan – keluhan dan adanya pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa yang menyatakan bahwa pertama kali
pelaksanaan
pendaftaran tanah
belum dapat dilaksanakan dengan baik.Untuk mengatasi
adanya
permasalahan tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan pertanahan oleh Kepala Badan Pertanahan
Nasional
Kepala Badan Pertanahan
Republik Indonesia dikeluarkan adanya Keputusan
Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan
Pertanahan Nasional.Namun kenyataannya,
dalam pelaksanaan
pelayanan
pertanahan untuk pendaftaran tanah pertama kali sesuai standar prosedur pengaturan dan pelayanan
belum dapat dilaksanakan dengan baik di Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi. Hal ini dimungkinkan adanya kendala - kendala pelaksanaan
pelayanan
di
bidang
pertanahan
dalam
kegiatan
dalam
pendaftaran
tanah.Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori yang dikembangkan Soerjono Soekanto (1993: 5), bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5(lima) faktor pokok yaitu faktor hukum,faktor penegak hukum,faktor sarana dan fasilitas,faktor masyarakat dan faktor budaya.Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini, maka selengkapnya kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA UUPAUUPAPeratuUUPA Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ttg Pendaftaran Tanah
Keputusan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005 ttg SPOPP
Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Hukum
Penegak Hukum
Sarana atau Fasilitas
Baik
Masyarakat
Belum
BAB III METODE PENELITIAN
Budaya
Metode Penelitian diperlukan dalam penelitian untuk memberikan arahan dan pedoman dalam memahami obyek yang diteliti, sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar dan memperoleh hasil yang memiliki bobot nilai yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Berikut ini diuraikan secara
singkat hal – hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain: A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penulis mulai melakukan penelitian untuk melengkapi data bagi penyusunan tesis ini, pada bulan Juni sampai bulan Desember 2008. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan konsep hukum kelima, yaitu
hukum adalah
manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Sifat
penelitian ini adalah penelitian deskriftif. Menurut Setiono ( 2005: 5),
penelitian deskriftif
dimaksudkan
untuk memberikan data yang diteliti seteliti
mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala – gejala lainnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode pendekatan sosiologi hukum atau non doktrinal, karena menurut Burhan Ashofa ( 2007 : 34 ), hukum adalah tingkah laku atau aksi – aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu merupakan suatu realita sosial yang terjadi dalam alam pengalaman indrawi dan empiris, maka penelitian ini mendasarkan
pada konsep hukum sebagai tingkah
laku
atau perilaku sosial.
Penelitian empiris atau penelitian non doktrinal. Tipe kajiannya adalah kajian keilmuan dengan maksud mempelajari saja maka metodenya adalah non doktrinal. C. Jenis Data Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis,yaitu: b. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.Data primer dapat diperoleh dengan wawancara antara peneliti dengan informan. Dalam penelitian kualitatif posisi sumber daya manusia ( nara sumber ) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan nara sumber memilki posisi yang sama, maka sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut informan. Informasi yang diwawancarai adalah Kantor Pertanahan
Kabupaten Ngawi, karyawan dan karyawati
Kepala yang
berkompeten dalam bidang tugasnya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, pemohon dan perangkat Desa/ Kelurahan yang mengajukan pendaftaran tanah pertama kali, Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara,dan Notaris / Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang berada di Wilayah Kabupaten
Ngawi. b. Data Sekunder Data
sekunder
adalah
data
pengumpulannya oleh peneliti.Menurut
yang
bukan
diusahakan
Soerjono Soekanto &
sendiri
Sri Mamudji (
2001:12) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan – bahan pustaka.Sumber data sekunder pada penelitian ini berupa peraturan perundang – undangan dan buku literature yang dibutuhkan serta dokumen atau arsip – arsip
yang relevan dengan hasil penelitian.Dalam Penelitian ini sumber data sekunder meliputi: - Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. - Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. - Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. - Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.
D. Sumber Data 1. Sumber Data Primer Menurut Suharsini Arikunto ( 1987 :102 ), sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah subyek dari mana data tersebut diperoleh.Sumber data berupa manusia dalam posisi sebagai nara sumber atau informan. Cara ini dilakukan dengan purposive sampling, menurut Burhan Ashshofa ( 2007 : 91 ) bahwa informan/ responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan/ penelitian subyektif dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri informan/responden yang dapat dianggap dapat mewakili dalam pelaksanaan penelitian ini.
2. Sumber Data Sekunder. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang sifatnya mendukung sumber data primer, yang berupa arsip – arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini. E. Tehnik Pengumpulan Data Penelitian ini untuk megumpulkan data,penulis mempergunakan
tehnik
pengumpulan data sebagai berikut: 7. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman umum wawancara. Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan : a. Pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi; b.
Karyawan dan karyawati
yang
berkopeten dengan tugas
dan bidang
pekerjaannya di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. c. Pemohon dan perangkat desa/ kelurahan yang mengajukan pendaftaran tanah pertama kali. d. Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kabupaten Ngawi. 2. Observasi
dilakukan dalam kegiatan pengamatan secara langsung terhadap
obyek penelitian dan melakukan pencatatan – pencatatan terhadap gejala yang diamati
secara sistematis,
dalam hal ini observasi dilakukan di Kantor
Pertanahan Kabupaten Ngawi. 3. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mendapatkan data – data penunjang dengan membaca buku – buku literatur, hasil penelitian, dokumen, brosur –
brosur, majalah, koran dan peraturan perundang- undangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. E. Tehnik Analisis Data Tehnik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yakni suatu cara pemilihan data yang menghasilkan data deskriptif yakni “ apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diamati dan diteliti dipelajari secara utuh”. Tehnik analisisnya dengan model analisis interaktif ( HB.Sutopo, 2006: 18).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Obyek Penelitian Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. a. Organisasi Pembentukan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi disertai dengan pengaturan kedudukan,fungsi,susunan organisasi dan tata kerja. Sebagaimana Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota lainnya pengaturan tersebut berdasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Badan
Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota.
Pertanahan
b.Kedudukan Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan instansi vertikal dari Badan Pertanahan Nasional, bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Timur. c. Tugas dan Fungsi Sebagai instansi vertikal tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
merupakan penjabaran dari tugas dan fungsi
instansi vertikal
diatasnya..Mengenai tugas dan fungsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan melaksanakan
secara
tugas
nasional,regional
tersebut,
Badan
dan sektoral. Pertanahan
Dalam Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: c. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; d. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; e. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survey,pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan;
f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; h. Pengaturan dan penetapan hak – hak atas tanah; h. Pelaksanaan penatagunaan tanah,reformasi agraria dan penataan wilayah – wilayah khusus; v. Penyiapan administrasi atas tanah
yang dikuasai dan/atau milik
negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan; w. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; x. Kerja sama dengan lembaga – lembaga lain; y. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; z. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; aa. Pengkajian dan penanganan masalah,sengketa,konflik dan perkara di bidang pertanahan; bb. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; cc. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dd. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; ee. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; ff. Pembinaan fungsional lembaga – lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;
gg. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku; hh. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
2. Tugas dan Fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
mempunyai tugas
untuk
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam lingkungan wilayah Kabupaten Ngawi. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempunyai fungsi sebagai berikut: n. Penyusunan
rencana,program,
dan
penganggaran
dalam
rangka
pelaksanaan tugas pertanahan; o. Pelayanan,perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan; p. Pelaksanaan survey,pengukuran, dan pemetaan dasar,pengukuran, dan pemetaan bidang,pembukuan tanah,pemetaan tematik, dan survey potensi tanah; q. Pelaksanaan
penatagunaan
tanah,landreform,konsolidasi
tanah,dan
penataan pertanahan wilayah pesisir,pulau – pulau kecil,perbatasan, dan wilayah tertentu;
r. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah,pendaftaran hak tanah,pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah; s. Pelaksanaan pengendalian pertanahan,pengelolaan
tanah negara,tanah
terlantar dan tanah kritis,peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; t. Penanganan konflik,sengketa,dan perkara pertanahan; u. Pengkoordinasian pemangku kepentingan penggunan tanah; v. Pengelolaan
Sistem
Informasi
Manajemen
Pertanahan
Nasional
informasi
pertanahan
kepada
(SIMTANAS); w. Pemberian
penerangan
dan
masyarakat,pemerintah dan swasta; x. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan; y. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan; z. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian,keuangan,sarana dan prasarana,perundang – undangan serta pelayanan pertanahan. d. Struktur Organisasi Untuk melaksanakan
tugas dan fungsi yang ditetapkan dibutuhkan
adanya struktur
organisasi yang dapat membagi habis tugas dan fungsi
tersebut,dengan
demikian
operasional
tugas
dan
fungsi
dapat
dilakukan.Adapun struktur organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tanggal 16 Mei 2006.
e. Sumber Daya Organisasi Suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh sumber daya yang memadai.
2. Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. a. Wilayah Pelayanan Wilayah
pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
seluas
1.298,58 km2, dimana 39% atau 504,8 km2 berupa lahan pertanian. Administrasi pemerintah terdiri dari 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan.jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah
sebesar 882.221 jiwa. Wilayah Kabupaten Ngawi sebagian besar
merupakan wilayah kawasan hutan. b. Jenis Pelayanan Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006, dioperasionalkan
dalam dua kelompok
kegiatan.Kelompok pertama merupakan kegiatan menyiapkan perangkat – perangkat yang berhubungan dengan kelompok kegiatan kedua.Kelompok kegiatan pertama adalah sebagai berikut: j. Pembuatan dan pemeliharaan fasilitas pertanahan di lapangan berupa tugu – tugu dasar teknis yang berguna bagi peningkatan bidang tanah.
k. Pembuatan dan pemeliharaan peta – peta pendaftaran tanah. l. Pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah. m. Mengumpulkan,mengolah dan menyajikan data penatagunaan tanah berupa peta topografi,peta penggunaan tanah,peta kemampuan tanah dan peta perubahan penggunaan tanah. n. Pembuatan rencana penatagunaan tanah. o. Menyiapkan
dan
melakukan
pengumpulan
data
pengendalian
penguasaan tanah. p. Pendataan tanah obyek landreform. q. Menyiapkan dan mengolah data – data pengurusan hak atas tanah. r. Penyuluhan hukum pertanahan. Sedangkan kelompok kegiatan kedua merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat adalah sebagai berikut: f. Pendaftaran peralihan hak atas tanah. g. Pendaftaran dan penghapusan hak tanggungan. h. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali. i. Pemberian ijin perubahan penggunaan tanah. j. Pemberian ijin Pemindahan Hak. c. Sistem Loket Pelayanan Kantor
Pertanahan Kabupaten
Ngawi telah menerapkan pelayanan
sistem loket.Adapun loket pelayanan adalah sebagai berikut:
5. Loket 1, sebagai loket informasi yang berfungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan pengajuan dan permohonan sertipikat hak atas tanah. 6. Loket 2, merupakan loket penerimaan berkas pengajuan dan permohonan sertipikat hak atas tanah dan berkas pengaduan dari masyarakat. 7. Loket 3, merupakan loket yang menangani tentang Perincian biaya dan pembayaran biaya pengajuan dan permohonan sertipikat. 8. Loket 4 , mengenai loket untuk penyerahan produk atau pengambilan sertipikat hak atas tanah. d. Prosedur Pelayanan Sertifikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali. Yang menjadi titik fokus dalam pembahasan tesis ini adalah mengenai standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali.Dalam proses sertifikasi hak atas tanah
memerlukan adanya
prosedur,waktu dan biaya.Proses sertifikasi tanah untuk pendaftaran tanah pertama kali dibagi menjadi dua jenis prosedur, yang didasarkan pada status tanah, yaitu tanah negara dan tanah adat perseorangan.Tanah negara adalah bidang tanah diatasnya tidak melekat sesuatu hak dan atau bidang tanah yang diatasnya
melekat bekas hak.Sedangkan tanah adat perseorangan adalah
sebagian dari bidang tanah yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat adat secara turun temurun dan oleh karena hubungan emosional ataupun hubungan ekonomi telah diakui secara komunal
oleh masyarakat adat itu sendiri
menjadi hak milik dari seseorang anggota masyarakat adat.
Perbedaan dalam prosedur kedua status tanah terletak
pada penggunaan
lembaga pengumuman pada tanah adat, sedangkan pada tanah negara tidak menggunakan pengumuman.Pada tanah adat tidak dipungut uang pemasukan ke kas negara, namun dipungut bea perolehan hak atas tanah
bila telah
memenuhi ketentuan pemungutan bea perolehan hak atas tanah yang berlaku di daerah setempat.Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut: 1. Prosedur Memperoleh Tanah Negara a. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan berkas – berkas sebagai berikut: 1).Identitas Pemohon 2). Surat Pernyataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah 3). Surat Pernyataan Tanah – Tanah Yang Telah Dipunyai 4). Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan 5).Peta Bidang Tanah yang dimohon. b. Jika berkas sudah lengkap maka membayar biaya proses pengukuran dan biaya pemeriksaan bidang tanah oleh Panitia A.Panitia A diatur berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.Panitia Pemeriksaan Tanah A dalam melaksanakan tugasnya terdiri dari: 1). Tugas di lapangan antara lain:
-
Mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang dimohon mengenai penguasaan,penggunaan/keadaan tanah dan batas – batas tanah.
- Mengumpulkan keterangan/penjelasan dari pemohon dan pemilik tanah yang berbatasan atau kuasanya serta meneliti ada tidaknya keberatan dari pihak lain. - Meneliti kepentingan umum. - Meneliti kesesuaian penggunaan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang Wilayah setempat. 2). Tugas di Kantor Pertanahan antara lain: -
Mengadakan
pemeriksaan
terhadap
kelengkapan
berkas
permohonan pemberian Hak Milik,Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah negara. - Mengadakan penelitian mengenai data status tanah,riwayat tanah dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon dengan pemohon serta kepentingan lainnya. - Melakukan sidang berdasarkan data fisik dan data yuridis hasil penelitian dan peninjauan fisik di lapangan termasuk data pendukung lainnya oleh semua anggota Panitia A. - Menentukan status tanah dan kepemilikan tanah. - Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan tersebut yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah ditandatangani oleh semua anggota.
A dan
3). Pelaksanaan pengukuran bidang tanah yang dimohon menghasilkan Surat Ukur
tanah yang berisi
mengenai luas,letak bidang
tanah.Dalam pengukuran bidang tanah ini harus disaksikan dan disetujui oleh tetangga yang berbatasan. 4). Pemeriksaan Panitia A menghasilkan
Risalah panitia A sebagai
bahan pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan untuk memberikan atau menolak
memberikan sesuatu hak atas tanah yang
dimohon.Panitia A terdiri dari komponen Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah sebagai Ketua dan anggotanya terdiri dari Seksi Survei,Pengukuran dan Pemetaan, Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan dan Kepala Desa/Kelurahan.Panitia A ini bertugas untuk memeriksa mengenai Subyek dan Obyek bidang tanah, kesesuaian dari aspek penguasaan dan pemilikan tanahnya, aspek tata guna tanahnya. 5). Berdasarkan dari Risalah Pemeriksaan dari Panitia A maka diajukan kepada kepala kantor pertanahan
atau pejabat yang berwenang
untuk dapat dikabulkan atau ditolak memberikan hak
dengan
melalui Surat Keputusan Pemberian atau penolakan pemberian hak atas tanah. 6). Berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, maka kepada pemohon diharapkan untuk membayar Uang Pemasukan kepada Negara.
7).Kemudian Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah tersebut didaftarkan dan diproses yang selanjutnya diterbitkan Sertipikat Hak Atas Tanah. 8). Sertipikat yang sudah terbit diserahkan kepada pemohon. 2. Prosedur Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat. Tanah bekas milik adat yang pada tanggal 24 September 1960 pemiliknya berstatus sebagai warga negara Indonesia.Tanah bekas milik adat adalah hak atas tanah yang lahir berdasarkan proses adat setempat misalnya hak yasan,hak andarbeni dan sebagainya yang sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi hak milik namun belum terdaftar. Jenis tanah bekas milik adat dibagi menjadi 2,meliputi: 1. Tanah bekas milik adat yang mempunyai surat tanda bukti pemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria dan apabila kemudian hal itu beralih,bukti peralihan hak berturut – turut sampai ketangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan. a. Tanah bekas milik adat yang tidak mempunyai tanda bukti pemilikan atau yang kurang lengkap. Tata Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Bekas Milik Adat di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan berdasarkan Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Jo.Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 sebagai berikut: Persyaratan meliputi:
1. Bagi Tanah Bekas Milik Adat Yang Mempunyai Surat Tanda Bukti Pemilikan, meliputi: a). Asli tanda bukti pemilikan tanah yang dimohon,antara lain Pethok,girik,Kekitir,Pipil Verponding Indonesia sebelum berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan lain – lain. b). Surat perolehan tanah tersebut didapat secara berurut ( jual beli,warisan,hibah dan lain – lain). c). Surat Keterangan Kepala Desa/Lurah tentang riwayat tanah tersebut. d). Surat Pernyataan tidak dalam sengketa dari pemilik. e). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon ( jual beli,warisan,hibah). f). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir. g). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari 1998. h). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH) i). Bukti lain yang diperlukan. 2. Bagi Tanah Bekas Milik Adat yang Tidak Mempunyai Surat tanda Bukti Pemilikan, meliputi:
a). Surat Pernyataan bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut – turut atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak – pihak lain yang telah menguasainya sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih. b). Surat perolehan tanah. c). Surat Pernyataan bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik. d). Surat Pernyataan bahwa penguasaan itu tidak
pernah
diganggu gugat diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan. e). Surat Pernyataan bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa. f). Surat Pernyataan, apabila pernyataan tersebut memuat halhal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatanganan bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun perdata apabila memberikan keterangan palsu. g). Surat keterangan dari kepala desa/lurah dan sekurang – kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai ketua adat setempat atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/lurah letak tanah
yang bersangkutan, dan tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal. h). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon. i). Bukti Pelunasan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT – PBB) tahun terakhir. j). Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) apabila perolehan tanah setelah tanggal 1 Januari 1998. k). Bukti Pelunasan Pajak Penghasilan ( PPH) l). Bukti lain yang diperlukan. 3. Prosedurnya meliputi: a). Pemilik/ahli warisnya atau pembeli tanah tersebut mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan tempat letak tanah melalui loket dengan mengisi formulir.Penegasan/ Pengakuan Hak. b). Membayar biaya: 1. Pengukuran dan pemetaan 2.
Pemeriksaan
tanah
(biaya
terpampang
di
Kantor
Pertanahan) c). Pemeriksaan data fisik meliputi penetapan dan pemasangan tanda batas, pengukuran dan pemetaan oleh ditunjuk.
petugas yang
d). Penelitian data yuridis bidang tanah,apabila bukti – bukti tertulis tidak lengkap maka penelitian dilanjutkan oleh Panitia A yang bertugas: 1). Meneliti data yuridis bidang tanah yan tidak dilengkapi dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap. 2). Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon. 3).Mencatat sanggahan/ keberatan dan hasil penyelesaiannya. 4). Membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang bersangkutan. e). Daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan dan kantor Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari berturut – turut. f). Setelah jangka waktu pengumuman berakhir dan tidak ada pihak yang mengajukan keberatan terhadap isi pengumuman
maka
data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam suatu berita acara. g). Selanjutnya dilakukan pendaftaran pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan, lalu menerbitkan sertipikat hak milik tanah dimaksud.
3. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali – Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Untuk menjamin
kepastian hukum
hak atas tanah perlu dilakukannya
pendaftaran hak atas tanah.Pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik. Pendaftaran
tanah secara Sistematik menurut ketentuan pasal 1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang yang dilakukan serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Pendaftaran tanah
secara Sistematik
diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah – wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Pendaftaran tanah secara Sporadik
merupakan salah satu cara yang
dipergunakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disamping pendaftaran tanah secara Sistematik.Menurut ketentuan pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan pendaftaran tanah secara Sporadik ialah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Proses pendaftaran tanah secara Sporadik dibedakan lagi menjadi 2 (dua) yaitu melalui rutin dan lewat massal swadaya, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendaftaran tanah secara Sporadik Rutin merupakan proses pendaftaran tanah atas inisiatif sendiri pemilik tanah. Oleh karena itu atas inisiatif sendiri, maka biaya pendaftaran tanahnya lebih mahal jika dibandingkan dengan pendaftaran tanah secara
sistematik.Mahalnya biaya pendaftaran tanah secara Sporadik karena
digunakan untuk membiayai seluruh proses pendaftaran tanah yang meliputi: a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik yaitu: 1). Pengukuran tanah dan pemetaan. 2). Pembuatan peta dasar pendaftaran. 3). Penetapan batas bidang – bidang tanah. 4). Pengukuran dan pemetaan bidang – bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. 5). Pembuatan daftar tanah. 6). Pembuatan surat ukur. b. Pembuktian hak dan pembukuannya,meliputi: 1). Pembuktian hak baru. 2). Pembuktian hak lama. 3). Penerbitan sertipikat. 4). Penyajian data fisik dan data yuridis. 5). Penyimpanan daftar umum dan dokumen. Pendaftaran tanah secara sporadik relatif lebih mahal dibandingkan dengan pendaftaran tanah secara sistematik yang disubsidi oleh Pemerintah.
2. Pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS). Bahwa pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya (SMS) ini dilaksanakan jika ada usulan dari masyarakat membentuk
kelompok
secara massal (bersama – sama) yang
itu minimal terdiri dari 20 orang yang ingin
mengajukan permohonan pendaftaran
tanah ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota. Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
untuk pendaftaran tanah
pertama kali ini, juga dilaksanakan dengan melalui pendaftaran tanah secara Sporadik Rutin dan
pendaftaran tanah secara Sporadik Massal Swadaya
(SMS, yaitu: a. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut: Dasar Hukum: 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA). 2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3001084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Pemeriksaan Tanah dan Transpot.
Lapang
Persyaratan, meliputi: a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan
dikuasakan.
b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan. c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: 1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; 2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959; 3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; 4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan; 6).
Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 7).
Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan;
8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah; 10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana
dimaksud
Ketentuan – ketentuan Agraria;
dalam pasal II,VI
dan VII
Konversi Undang – Undang Pokok
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria. d.Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus – menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua adapt/penduduk setempat. e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas. f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan. g.
Fotocopy
Surat
Keputusan
Ijin
Lokasi
dan
Sket
Lokasi
( apabila pemohon oleh Badan Hukum). Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi: a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm; b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm; c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm; d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40 M; e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2; f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu. Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan Kab.Ngawi,2007:1-2).
b. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Konversi secara Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut: Dasar Hukum: 1.Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA). 2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 300-1084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Lapang Pemeriksaan Tanah dan Transpot.Persyaratan, meliputi: a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan. b.Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau untuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan. c.Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: 1).
Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959;
3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; 4). Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; 5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan dibubuhi
tanda
kesaksian
oleh
Kepala
yang
Adat/Kepala
Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan; 6). Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan; 8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai als hak yang dialihkan;
9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah; 10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II,VI dan VII Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang Pokok Agraria; 12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria. d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus – menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua adapt/penduduk setempat. e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas. f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan. g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi ( apabila pemohon oleh Badan Hukum). Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi: a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm;
b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm; c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm; d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40 M; e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2; f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu. Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Jangka waktu penyelesaiannya 120 hari kerja.(Kantor Pertanahan Kab. Ngawi,2007:1-2) 4. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Pengakuan/Penegasan Hak
secara
Sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi gambaran umumnya sebagai berikut: Dasar Hukum: 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA). 2. Undang – Undang Nomor 21 tahun 1997 jis Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
4. Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 300-1084 tanggal 2 Mei 2005 tentang Biaya Operasional Lapang Pemeriksaan Tanah dan Transpot. Persyaratan, meliputi: a. Surat Permohonan dan Surat Kuasa, jika permohonan dikuasakan. b. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya untuk perorangan, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku atau utuk Badan Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan. c. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: 1). Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; 2). Sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 9/1959; 3). Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan,tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya; 4).
Petuk pajak bumi/landrente,girik,pipil.kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961;
5). Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan; 6). Akta pemindahan hak atas tanah
yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 7). Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan; 8). Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 9). Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah; 10). Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan; 11). Lain – lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana
dimaksud
dalam pasal II,VI dan VII
Ketentuan – ketentuan Konversi Undang – Undang Pokok Agraria;
12). Surat – surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya Undang – Undang Pokok Agraria. d. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih
dari 20 tahun secara terus –
menerus dan Surat Keterangan Kepala Desa/ Lurah disaksikan 2 orang tetua adat/penduduk setempat. e. Surat pernyataan telah memasang tanda batas. f. Fotocopy SPPT- PBB tahun berjalan. g. Fotocopy Surat Keputusan Ijin Lokasi dan Sket Lokasi ( apabila pemohon oleh Badan Hukum). Persyaratan tanda batas,bentuk dan ukuran luas di bawah 10 Ha,meliputi: a. Pipa besi, panjang 100 Cm dan bergaris tangan 5 Cm; b. Pipa paralon diisi beton,panjang 100 Cm dn bergaris tengah 7,5 Cm; c. Kayu besi,, kayu jati atau kayu lainnya yang kuat, panjang 100 Cm dan bergaris tengah 7,5 Cm; d. Tugu dari batu atau batako dilapisi semen 0,20 M x 0,20 tinggi 0,40 M; e. Atau tugu dari beton, batu kali atau granit 0,10 M2 tinggi 0,5 M2; f. Tembok atau pagar besi/beton/kayu. Biaya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Jangka waktu penyelesaiannya Kab.Ngawi,2007:1-2)
120
hari kerja (Kantor Pertanahan
3. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi belum dapat dilaksanakan secara baik, hal ini disebabkan adanya
beberapa kendala baik kendala administratif maupun
kendala operasional yang dapat menyebabkan proses pelaksanaan pendaftaran pengajuan sertipikat secara pengakuan hak ini mengalami proses yang memerlukan waktu cukup lama dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ada meliputi: -
Terdapatnya kegiatan
di dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan
Pelayanan yang memerlukan biaya akan tetapi belum/tidak tersedia dasar hukum pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif yang berlaku, misalnya di dalam kegiatan Pengaturan Penguasaan Tanah dan Penatagunaan Tanah dalam Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan yang pembiayaannya belum mempunyai dasar hukum pengenaan biaya sesuai ketentuan tarif. - Masih adanya kenyataan bahwa terdapat perbedaan kondisi sumberdaya manusia yang meliputi kualitas dan jumlah pegawai yang terdapat di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih memerlukan peningkatan dalam pelayanannya.
- Kondisi geografis maupun volume pekerjaan yang padat,sehingga mengakibatkan jangka waktu
penyelesaian
yang telah ditentukan dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan sulit terpenuhi. -
Masih adanya
kegiatan yang tidak terkoordinasi
secara integral sehingga
pelaksanaannya tidak efektif dan efisien. Pelaksanaan pengajuan pendaftaran tanah secara sporadik melalui pengakuan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilakukan oleh pemohon sendiri, ada yang melalui perangkat desa,biro jasa dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah sekaligus mengurusnya sampai terbit sertipikat hak atas tanah. Wilayah Kabupaten Ngawi terdiri dari 19 Kecamatan 4 Kelurahan dan 215 desa, dengan jumlah bidang tanah lebih kurang 452.280 bidang dari jumlah tersebut yang telah terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sampai saat ini kurang lebih 140.249 bidang tanah, dengan prosentase sekitar 32,25%.Hal ini menunjukkan banyaknya tanah – tanah di Wilayah Kabupaten Ngawi yang belum terdaftar, hal ini disebabkan oleh adanya beberapa hal yang datangnya dari masyarakat itu sendiri maupun dari Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi , misalnya: -
Masih adanya anggapan pada sebagian orang bahwa tanda bukti pembayaran pajak berupa pethok D merupakan tanda bukti pemilikakan hak atas tanah.hal ini dapat dimengerti karena kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kewajiban mereka terhadap tanah yang dikuasai dan dimilikinya.Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat tersebut, karena pendidikan merupakan faktor penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa,dan dengan bangsa yang cerdas
diharapkan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan
pembangunan pada umumnya,khususnya dalam bidang pertanahan terutama tentang pensertipikatan tanah.Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat tersebut mempengaruhi kesadaran mereka untuk memahami peraturan hukum pertanahan. -
Berkaitan dengan faktor ekonomi,dalam hal ini adalah mengenai tingkat pendapatan seseorang.Untuk mensertipikatkan tanah milik tidak akan terlepas dari biaya.Oleh karena itu tingkat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.Dengan tingkat pendapatan yang tergolong rendah menyebabkan adanya suatu anggapan pada masyarakat tersebut bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah memerlukan biaya yang mahal,sehingga tingakat pendapatan masyarakat sangat mempengaruhi pelaksanaan pendaftaran tanah. - Masyarakat menganggap bahwa pengurusan sertipikat hak atas tanah memerlukan waktu yang lama. -
Kurangnya pelaksanaan penyuluhan hukum pertanahan
sehingga
menyebabkan sebagian orang menganggap tidak perlunya sertipikat sebagai tanda bukti pemilikan tanah. Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, banyak ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya yang meliputi staf,wewenang,informasi dan fasilitas yang dapoat diuraikan sebagai berikut:
Staf, dalam hal ini berkaitan dengan kondisi sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Dalam suatu organisasi
dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh
sumberdaya manusia yang memadai. Informasi merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu instansi maupun suatu organisasi.Dengan informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan,
sosialisasi suatu aturan atau program – program kerja kepada masyarakat yang harus ditingkatkan lagi. Wewenang.Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan untuk mengambil sikap atau suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan yang baku.Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan tindakan untuk menentukan suatu sikap,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh berbagai orientasi tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan pelayanan kepada publik. Fasilitas
mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam
melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan
dalam
pelaksanaan tugas pelayanan sehingga dapat mempengaruhi ketepatan,kecepatan dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan motivasi kerja.
B. Pembahasan 1. Implementasi Standar Prosedur Dan Pelayanan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Pendaftaran Tanah Pertama Kali Belum Dapat Dilaksanakan Secara Baik Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
Implementasi
Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dikaji dengan pendekatan yuridis berdasar teori
yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto bahwa penegakan hukum berkaitan dengan 5 (lima) faktor pokok yaitu (1).faktor hukum,(2).faktor penegak hukum,(3).faktor sarana / fasilitas pendukung, (4). faktor masyarakat dan (5). faktor budaya hukum, kelima faktor tersebut saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari penegakan hukum yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Hukum/ undang – undang dan peraturannya Dalam rangka suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya adanya tujuan yang hendak dicapai. Menurut Esmi Warassih (2005:15),bahwa suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan – harapan yang hendaknya dilakukan oleh subyek hukum sebagai pemegang peran.Namun bekerjanya harapan itu tidak ditentukan hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh beberapa faktor lain. Faktor – faktor yang turut menentukan bagaimana respon yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara lain (1).sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya,(2).aktivitas dari lembaga pelaksana hukum, dan (3).seluruh
kekuatan – kekuatan sosial,politik dan lain – lainnya
yang bekerja atas diri
pemegang peranan itu. Perubahan – perubahan itu
disebabkan
oleh berbagai
reaksi yang
ditimbulkan oleh pemegang peran terhadap pembuat undang – undang dan birokrasi.Komponen birokrasi juga memberikan umpan balik terhadap pembuat undang – undang maupun pihak pemegang peran. Pengertian hukum sebagai suatu sistem norma yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam Esmi Warassih ( 2005:31) yang berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus dicermati adanya 8 (delapan) azas atau principles of legality , yang meliputi: 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan – peraturan artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan – keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan – peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan. 3. Peraturan tidak boleh berlaku surut. 4. Peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti. 5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan – peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Peraturan – peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Peraturan tidak boleh sering dirubah – rubah. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari – hari. Berkaitan dengan adanya Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yang oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Pebruari 2005.Penyampaian Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional ini bertujuan untuk melaksanakan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu,khususnya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,yang juga dimaksudkan sebagai penyempurnaan dari beberapa ketentuan yang mengatur masalah prosedur tata cara pelayanan pertanahan sebagaimana pernah diatur sebelumnya,seperti dalam Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1998 tentang
Peningkatan Efisiensi dan
Kualitas Pelayanan Masyarakat Di Bidang Pertanahan. Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang mencerminkan adanya efisiensi, keterbukaan, akuntabilitas,
kesederhanaan,
keadilan,
kenyamanan
dan
kepastian
dalam
memperoleh semua jenis – jenis pelayanan pertanahan dengan mencantumkan hal – hal yang berkaitan dengan biaya,persyaratan dan jangka waktu penyelesaian pelayanan. Didalam pelaksanaannya keputusan ini tidak boleh bertentangan dengan undang – undang dan peraturan – peraturan yang lebih tinggi. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa adanya pertentangan keputusan tersebut dengan teori Fuller dalam rangka hukum sebagai sistem, bahwa peraturan tidak boleh berlaku surut,peraturan – peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti,suatu sistem tidak boleh mengandung
peraturan – peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.
Menurut Esmi Warassih ( 2005:83), Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan – tujuan hukum menjadi kenyataan,maka proses itu selalu melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum,serta juga masyarakatnya. Dalam rangka penegakan hukum yang berkaitan dengan bidang pertanahan pemerintah Republik Indonesia dalam usaha untuk menjamin kepastian hukum atas tanah yang dimiliki masyarakat Indonesia diwujudkan dalam pasal 19 Undang – Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa: (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2). Pendaftaran yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. Pengukuran,perpetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut. c. Pemberian surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kantor
Pertanahan
merupakan salah satu instansi yang
memberikan
pelayanan publik, bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan. Aparat Kantor Pertanahan dalam menjalankan tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan, diharapkan dapat menjalankan tugas dengan baik dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan maupun perundang – undangan yang berlaku.Sebagai pelaksana dari suatu aturan yang telah ditentukan berusaha untuk menegakkan ketentuan tersebut.Dalam memberikan suatu pelayanan kepada
masyarakat, layanan merupakan suatu aktifitas yang berlangsung berurutan dan dapat diukur dari segi penggunaan waktu. Menurut Moenir (1995:20), bahwa standar waktu dapat ditetapkan pada waktu dilakukan pengukuran kerja,karena memang dalam pengukuran kerja termasuk pengukuran waktu yang diperlukan untuk penyelesaian tahap pekerjaan. Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Pertanahan penyelenggara pelayanan publik harus memiliki
sebagai instansi
standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.Standar pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.Adapun ketentuan yang harus diatur dalam standarisasi pelayanan publik minimal meliputi prosedur pelayanan,waktu penyelesaian,biaya pelayanan termasuk rinciannya,produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan,penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pemberian pelayanan dan kompetensi petugas dalam pemberian pelayanan.Semua itu dilaksanakan dan dilakukan oleh aparat pemerintah,dalam hal ini aparat kantor pertanahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan dalam usaha untuk menegakkan hukum pertanahan. Namun dalam kenyataannya, aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dan memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak dipengaruhi oleh adanya sikap moral dari masyarakat, yang mana dalam pelaksanaan tugasnya
hal ini sangat
mempengaruhi dalam pelaksanaan tugasnya.Perlu adanya perubahan sikap dari
masyarakat sehingga akan merubah sikap moral dari aparat itu sendiri dan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab.
3. Faktor Sarana / Fasilitas pendukung Menurut Soerjono Soekanto ( 1986:37), bahwa Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan huum akan berlangsung dengan lancar.Sarana atau fasilitas tersebut,antara lain,mencangkup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,organisasi yang baik,peralatan yang memadai, keuangan yang cukup,dan seterusnya. Kantor
Pertanahan
Kabupaten
Ngawi
dalam
melaksanakan
tugasnya
memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pekerjaannya. Sarana pelayanan yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama maupun pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang – orang yang sedang berhubungan dengan kegiatan pelayanan tersebut. Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih memerlukan sarana dan prasarana yang memadai.Hal ini perlu mendapatkan perhatian terutama sarana penunjang pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah yang masih kurang mencukupi bila dikaitkan dengan jumlah permohonan pengajuan pendaftaran tanah pertama kali yang cukup banyak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
Menurut Moenir (1995:121), Fasilitas
pelayanan juga memegang peranan
penting, yang meliputi fasilitas ruangan,informasi,ruang tunggu,tempat ibadah, kamar kecil, kantin dan sarana komunikasi. Ketersediaan fasilitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, prasarana yang berkaitan dengan tempat pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah untuk lebih ditingkatkan lagi supaya tercipta suatu kegiatan pelayanan dalam
suasana yang
nyaman sehingga pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat terlayani dengan baik.Untuk lebih meningkatkan kinerja dari aparat yang bertugas dalam melayani masyarakat dalam pengajuan pendaftaran tanah pertama kali hendaknya baik kepada aparat atau petugas dengan diberi bekal yang cukup dengan memberikan petunjuk – petunjuk teknis yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dan dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk menunjang kelancaran dalam pelaksaan tugas yang diembannya. Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
dari
karyawan dan karyawati yang ada, perlu adanya kbijakan dari atasan dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk memberi kesempatan kepada karyawan karyawati meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan, kursus – kursus yang terkait dengan pekerjaannya.Diserati dengan penyediaan peralatan serta sarana prasarana demi kelancaran dalam pelaksanaan tugas yang diembanya, sehingga peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan dapat dilaksanakan dengan baik. 4. Faktor Masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. Menurut Esmi Warassih (2005: 26),Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau kepentingan – kepentingan yang hendak
dipenuhinya.Namun tidak semua manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,melainkan kadang berbeda,dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu dengan yang lain.Di lain pihak disadari pula bahwa
terpenuhinya suatu
kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Bahkan pemenuhan kebutuhan manusia dapat diselenggarakan
di dalam masyarakat yang tertib dan
aman. Dalam keterkaitannya dengan tanah, bahwa perkembangan masyarakat yang begitu pesat dengan jumlah tanah yang relatif tetap, maka permasalahan di bidang pertanahan merupakan permasalahan yang sangat mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 3 ayat (3) telah digariskan bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.Undang – Undang Pokok Agraria,sebagai peraturan
dasar yang menjadi acuan dari keberadaan berbagai
peraturan perundangan bidang pertanahan juga mengakui prinsip – prinsip yang menggariskan bahwa negara mejamin hak – hak masyarakat atas tanahnya dan memberikan pengakuan atas hak – hak atas tanah yang ada di masyarakat. Pelaksanaan pelayanan pensertipikatan hak atas tanah untuk pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,berkesinambungan dan teratur,meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis,dalam bentuk peta dan daftar,mengenai bidang –bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun,termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah merupakan kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran
Tanah.Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
pendaftaran
tanah
secara
sistematik
sporadik.Pendaftaran tanah pertama kali
dan
pendaftaran
tanah
secara
secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, sedangkan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secar individual atau massal. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
pertama kali yang dilaksanakan di
Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi yaitu pendaftaran tanah
pertama kali secara
sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.Menurut Louis A.Allen ( dalam Moenir, 1995:106), bahwa prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu, agar supaya dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme
kerja.Prosedur merupakan rincian
dinamikanya sistem, begitu pula dalam
pelaksanaaan pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mempergunakan ketentuan – ketentuan dan prosedur yang telah ada. Untuk pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik melalui Pengakuan Hak/Penegasan Hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Di Lingungan Badan Pertanahan Nasional.Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah juga berpedoman pada ketentuan yang berlaku tersebut. Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan dalam usaha untuk penegakan hukum, bahwa adanya 4 (empat) prinsip yang menjadi bagian dari keyakinan,dari falsafah dan ideologi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,yaitu: 1). Bahwa pengelolaan pertanahan itu bentuknya apapun ,nanti sesuai dengan perjalanan kita dan dinamika kehidupan kita,dia pertama – tama berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan sekaligus menjadi mekanisme
untuk membangun sumber – sumber kemakmuran baru bagi rakyat. 2). Bahwa pengelolaan pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk bisa andil didalam menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan.
3). Pertanahan merupakan pilar penting berdirinya Negara,merupakan pilar penting dari kehidupan setiap umat manusia dan setiap masyarakat maka pertanahan harus berkontribusi
berkelanjutan
sustainability
dari
kehidupan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. 4).
Pertanahan
harus
ikut
berkontribusi
menjamin
terbangunnya
sosial
harmoni,kehidupan bersama yang lebih tentram,yang terhindar dari sengketa – sengketa dan konflik – konflik terutama yang bersumberkan atas keagrariaan dan pertanahan. 5. Faktor Budaya Hukum Dalam kehidupan bermasyarakat fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial.Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai dengan cara – cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita – citakan. Untuk bertindak atau bertingkahlaku sesuai dengan ketentuan hukum inilah perlu ada kesadaran hukum dari masyarakat, karena faktor tersebut merupakan jembatan yang menghubungkan antara peraturan – peraturan hukum
dengan tingkah laku anggota – anggota
masyarakat. Menurut Lawrence M Friedman (dalam Esmi Warassih, 2005:92),bahwa kesadaran
hukum
masyarakat
terkait
erat
dengan
masalah
budaya
hukum.Dimaksudkan dengan budaya hukum disini adalah berupa kategori nilai – nilai,pandangan – pandangan serta sikap – sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum.
Hubungan masyarakat Ngawi dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dalam melaksanakan pengurusan hak atas tanah yang dikuasainya sebagian besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan hak atas tanahnya untuk memperoleh sertipikat tanah dengan melalui perangkat desa/kelurahan. Pelaksanaan pendaftaran tanah hendaknya dilakukan oleh pemohon sendiri,namun kenyataannya di masyarakat lain pelaksanaan pendaftaran tanah diserahkan dan dipasrahkan kepada perangkat desa/kelurahan atau biro jasa di bidang pertanahan secara keseluruhan baik untuk kelengkapan berkasnya maupun keuangannya. Momentum ini banyak terjadi di masyarakat kita, hal ini disebabkan adanya budaya dari masyarakat kita yang masih punya rasa ewuh pakewuh/ sungkan kepada perangkat desa atau kelurahan, sehingga mempercayakan pengurusan sertipikat tanahnya secara keseluruhan kepada perangkat desanya sampai jadi.Banyak juga dari budaya masyarakat kita yang malas atau enggan bila harus berurusan dengan birokrasi yang menurutnya membutuhkan tenaga,waktu,biaya yang mahal dan pikiran sehingga memasrahkan segala urusan yang dihadapinya kepada pihak lain dalam hal ini perangkat desa.Bahkan untuk warga masyarakat yang berpengalaman juga mempunyai budaya yang banyak terjadi di masyarakat dengan menyerahkan pengurusan pensertipikatan tanahnya kepada biro jasa dalam hal ini Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada. Di wilayah Kabupaten Ngawi hal ini juga terjadi baik untuk masyarakat yang menitipkan pengurusan sertipikat tanahnya kepada perangkat desa biasanya dilakukan oleh Sekretaris
Desa(
Carik)
,
Kepala
Urusan
Pemerintahan
bahkan
Kepala
Desa/Kelurahan atau kepada Pembantu Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara ( Camat) juga
berperan dalam pengurusan pensertipikatan tanah. Bahkan untuk
masyarakat yang punya kesibukan dengan mempercayakan pengurusan tanahnya kepada Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ada, dalam hal ini Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Ngawi. 2. Kendala – Kendala Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan Dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan – kebutuhan atau kepentingan – kepentingan yang hendak dipenuhinya, namun tidak semua manusia mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,melainkan kadang berbeda,dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain.Bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan manusia amat tergantung pada manusia lainnya.Pemenuhan kebutuhan manusia dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman. Menurut Hoebel (dalam Esmi Warassih, 2005:26),adanya 4 (empat) fungsi dasar hukum,yaitu meliputi: a. Menetapkan hubungan – hubungan antara para anggota masyarakat dengan menunjukkan jenis – jenis tigkah laku apa yang diperkenankan dan apa yang dilarang; b. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh melakukan paksaan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus memilihkan sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif; c. Menyelesaiakan sengketa; d. Memelihara kemapuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi – kondisi kehidupan yang berubah,yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota – anggota masyarakat.
Dalam setiap usaha untuk
merealisasikan tujuan pembangunan,maka
system hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan penunjangnya.Sistem hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku – perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan – aturan hukum yang berlaku. Menurut Paul dan Dias (dalam
Esmi
Warassih, 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum,yaitu: (1). Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami; (2). Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan – aturan hukum yang bersangkutan; (3). Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum; (4). Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa; (5). Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang effektif.
Di dalam pelaksanaaan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, banyak ditemukannya adanya beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaannya yang meliputi staf, informasi, wewenang dan fasilitas, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Peranan staf, dalam hal ini
berkaitan dengan kondisi sumberdaya
manusia yang dimiliki organisasi dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten
Ngawi. Dalam suatu organisasi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya bilamana didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. Dengan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki
melalui
peningkatan ketrampilan kerja dan menambah wawasan dalam pelayanan pelaksanaan pekerjaan dengan melalui kursus – kursus atau menempuh pendidikan melalui lembaga – lembaga pendidikan. Diharapkan hasil dari menempuh ilmu di lembaga pendidikan dan latihan pendidikan/ kursus – kursus akan dapat meningkatkan kinerjanya sertamenambah kemampuan dalam bidangnya dalam hal ini di bidang pertanahan,sehingga pelaksanaan pelayanan di bidang pertanahan
akan menjadi meningkat sesuai harapan masyarakat
dalam usaha untuk menciptakan kepastian hukum di dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Sesuai dengan pendapat Budi Winarno (2008:181), bahwa staf merupakan sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan.Begitu pula staf yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi memegang peranan yang sangat penting dalam rangka melaksanakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat.Mengenai jumlah staf
yang
ada sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan pelayanan yang dilakukan.Pelayanan yang dilaksanakan secara lamban dan cenderung tidak efisien, hal ini disebabkan kurangnya kualitas sumber daya manusia (staf) dan rendahnya motivasi pegawai.Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan ketrampilan dari staf atau karyawan karyawati yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan melalui pelatihan –
pelatihan
atau
kursus
sehingga
akan
menunjang
dalam
pelaksanaan
pekerjaannya. Begitu pula pentingnya informasi merupakan sumber yang sangat perlu dalam pelaksanaan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu instansi maupun suatu organisasi.Dengan informasi dalam hal ini berupa
penyuluhan, sosialisasi suatu aturan atau
program – program kerja kepada masyarakat yang harus ditingkatkan lagi.Informasi mempunyai dua bentuk yaitu informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan.Pelaksana – pelaksana dalam hal ini pegawai – pegawai kantor pertanahan atau aparat kantor pertanahan mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka itu harus melaksanakannya.Dengan demikian pegawai – pegawai tersebut harus diberi informasi atau penyuluhan sehingga bisa melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya pemberian informasi, terlebih dalam kaitannya yang berhubungan dengan penyuluhan program atau sosialisasi tentang
pelaksanaan
standar
operasi pelayanan pendaftaran standar operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali. Menurut Lon Fuller (dalam Esmi Warassih, 2005:95), adanya 8 (delapan) prinsip legalitas,yang harus diikuti dalam membuat hukum,yaitu: 1). Harus ada peraturannya terlebih dahulu. 2). Peraturan itu harus diumumkan secara layak. 3). Peraturan itu tidak boleh berlaku surut. 4). Perumusan peraturan – peraturan itu harus jelas dan terperinci,ia harus dapat dimengerti oleh rakyat. 5). Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal – hal yang tidak mungkin.
6). Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain. 7). Peraturan – peraturan harus tetap tidak boleh sering diubah – ubah. 8). Harus terdapat kesesuaian antara tindakan – tindakan para pejabat hukum dan peraturan – peraturan yang telah dibuat.
Sehubungan dengan
standar operasi pelayanan pendaftaran standar
operasi pelayanan pendaftaran tanah pertama kali perlu diperkenalkan dan disosialisasikan kepada masayarakat, sehingga masyarakat akan menjadi sadar dan mengerti akan arti pentingnya sertipikat hak atas tanah dan adanya kesadaran hukum dari masyrakat untuk mensertipikatkan tanahnya dengan tidak dihantui oleh adanya kekhawatiran serta perasaan yang menganggap bahwa pelaksanaan pensertipikatan tanah membutuhkan waktu yang lama.Untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi penyuluhan terkait dengan pelaksanaan standar prosedur operasi pelayanan pendaftaran tanah tersebut belum dilaksanakan. Wewenang.
Salah
satu
kewenangan
penting
dimiliki
aparatur
penyelenggaraan pelayanan publik yaitu kewenangan dalam mengambil suatu langkah yang harus ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam suatu ketentuan
yang
baku.Rendahnya kemampuan birokrasi dalam melakukan sikap mengambil langkah untuk memutuskan,menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada peraturan yang diterapkan secara kaku.Aparat birokrasi masih terkungkung oleh berbagai orientasi tehnis prosedural (petunjuk pelaksanaan) dalam memberikan pelayanan kepada publik.Sikap dan mentalitas dari pegawai – pegawai dalam
melaksanakan pelayanan birokrasi berimprosasi
sangat lemah dalam berinisiatif dan
dalam memerikan pelayanan kepada masyarakat sehubungan
dengan pekerjaannya dalam hal in pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.Akibat dari lemahnya
daya inisiatif
dalam pelayanan menjadikan birokrasi sangat lamban dalam merespon dan menanggapi
dalam setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat,termasuk rendahnya daya inovasi dalam pelayanan kepada masyarakat.Aparat yang hanya memahami aturan secara kaku dan tekstual sehingga tidak mampu berinisiatif dan menerjemahkan aturan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam konteks pelayanan kepada masyarakat sehingga menyebabkan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lamban dan tidak efisien.Berdasarkan pengamatan terlihat masih tingginya ketergantungan aparat pelayanan pertanahan
kepada Kepala Kantor Pertanahan dalam
pemberian pelayanan pensertipikatan tanah kepada masyarakat. Kondisi pelayanan seperti ini menunjukkan bahwa keberanian dalam mengambil sikap dan tindakan dalam pemberian pelayanan oleh aparat di lingkungan Kantor Pertanahan
belum dilaksanakan. Hal ini terjadi pada saat aparat
pelayanan ketika menemukan atau menemui kasus (permasalahan) lebih memilih untuk melakukan penundaan pelayanan dan menunggu petunjuk pimpinan
untuk
memutuskannya..Aparat
pelayanan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten Ngawi lebih memilih menunggu keputusan pimpinan untuk mengkonsultasikan
kasus
pelayanannya
daripada
berinisiatif
untuk
menyelesaikannya sendiri.Inisiatif pemecahan masalah yang dihadapi terlihat
sangat lemah dan sangat tergantung kepada mekanisme petunjuk pelaksanaan dan petunjuk dari pimpinan. Fasilitas mencangkup sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam melaksanakan pekerjaan.Fasilitas fisik dapat menciptakan kenyamanan dalam pelaksanaan
tugas
pelayanan
sehingga
dapat
mempengaruhi
ketepatan,kecepatan dalam dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan motivasi kerja.Sesuai pendapat Budi Winarno bahwa fasilitas fisik merupakan sumber yang penting dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang ada akan dapat menunjang keberhasilan suatu pekerjaan. Fasilitas yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, hal ini akan dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan yang ada.Sarana dan prasarana yang ada masih kurang lengkap dan perlu untuk ditingkatkan lagi. Berdasarkan pada uraian pelaksanaan standar prosedur operasi dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adanya beberapa kendala yang meliputi Undang –undang dan peraturannya,Penegak
hukumnya
(sumber
daya
manusi),
sarana
atau
fasilitas,masyarakat,budaya hukum. 3. Solusi Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan SPOPP Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi . Solusi yang dilakukan dalam mengatasi kendala – kendala yang ada berkaitan dengan pelaksanaan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan, dalam hal ini kaitannya dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi: 1. Melaksanakan kebijakan
dengan baik dalam rangka mewujudkan Good
Governance. 2. Peningkatan sumber daya,dalam hal ini sumberdaya manusia (pegawai Kantor Peratanahan Kabupaten Ngawi) dan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya lainnya ( peralatan – peralatan kantor). 3. Pelaksanaan penyuluhan hukum di bidang pertanahan perlu ditingkatkan. 4.
Pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi.
5.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, belum
dapat
dilaksanakan dengan baik, karena: a. Hukum/Undang –Undang dan Peraturannya ,dalam hal ini Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005,belum dilaksanakan secara baik karena didalamnya tidak terdapat sanksi secara tegas.
b. Penegak Hukum,dalam menjalankan tugasnya aparat pertanahan belum dapat menegakkan hukum
secara baik , hal ini dapat terlihat dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali meskipun sudah adanya ketentuan – ketentuan yang berlaku dalam penegakan hukum masih diperlukan adanya perubahan sikap moral dari aparat pertanahan dan masyarakat. c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
masih sangat terbatas, terutama yang berkaitan dengan
pengadaan komputer yang saat ini sangat diperlukan dalam rangka untuk mempercepat dan memperlancar pelayanan kepada masyarakat.Tuntutan pelayanan di bidang pertanahan juga tidak terlepas dari penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pekerjaannya,serta perlu adanya peningkatan ketrampilan dan kemapuan dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. d. Masyarakat,
dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat di bidang
pertanahan belum dilaksanakan dengan baik, terutama dalam rangka pendaftaran tanah pertama kali adanya tuntutan dari masyarakat pelayanan yang baik.Hal ini perlu dimaklumi karena kegiatan penyuluhan hukum di bidang pertanahan kepada masyarakat masih sangat kurang. e. Budaya hukum, Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam rangka untuk memberikan pelayanan pertanahan yang baik kepada masyarakat
selalu
berusaha untuk merubah pola kerjanya, namun dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada sehingga pelaksanaannya belum dapat dilakukan dengan
baik.Peran masyarakat juga sangat diperlukan dalam peningkatan pelayanan di bidang pertanahan terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah,sebagian besar masyarakat masih mempercayakan pengurusan penseripikatan tanahnya melalui pihak lain. 2. Kendala – kendala dalam pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi : a. Kurang pahamnya aparat pertanahan terhadap penyusunan hukum/undang – undang dan peraturannya, serta kurangnya sosialisasi peraturan yang ada. b. Pelaksanaan penerapan peraturan - peraturan yang ada dalam rangka penegakan hukum belum dilaksanakan dengan baik. c. Sarana/fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan peraturan terkait dengan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih sangat kurang. d. Masyarakat,terkait dengan percepatan pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan, masih kurang siapnya aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. e. Budaya hukum, dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat terkait dengan pendaftaran tanah pertama kali , masih terdapatnya pola lama yang sulit untuk dihilangkan.Hal ini perlu adanya kesadaran dari kedua belah pihak baik dari masyarakat (pemohon ) dan aparatnya sendiri. 3. Solusi yang dilakukan dalam mengatasi
kendala dalam pelaksanaan Standar
Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan, dalam hal ini kaitannya
dengan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, meliputi: a. Meningkatkan pemahaman hukum/undang – undang, peraturan –peraturan yang berlaku. b. Penegak Hukum, untuk penegak hukum diharapkan untuk melaksanakan bidang tugasnya dengan baik dan secara profesional. c. Sarana/Fasilitas pendukung untuk dipenuhi dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. d.
Masyarakat, dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat dalam pelayanan di bidang pertanahan akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan pertanahan.
e. Budaya hukum, perubahan terhadap pola pelayanan pertanahan dengan pola lama menuju pola kerja pelayanan yang berubah kearah yang lebih baik lagi. B. Implikasi 1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa
Implementasi Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan
Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk dapat lebih ditingkatkan lagi. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi masih perlu ditingkatkan lagi, serta perlu ditingkatkannya lagi kesadaran dari aparat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dalam pemanfaatan sarana/fasilitas yang ada terkait dengan pelaksanaan ketentuan/peraturan Tuntutan
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat.
masyarakat terhadap percepatan pelayanan pertanahan untuk segera
dilaksanakan
terutama yang berkaitan dengan pendaftaran tanah pertama
kali.Budaya hukum yang terjadi segera untuk dirubah dengan merubah pola kerja yang lama dengan menyesuaikan perkembangan pola kerja yang sesuai dengan tuntutan masyarakat sekarang. 2. Untuk mengatasi kendala – kendala dalam pelaksanaan pelaksanaan standar prosedur operasi pengaturan dan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi
yaitu meningkatkan pemahaman hukum
/undang – undang dan peraturan yang ada, meningkatkan pengetahuan dan menerapkan peraturan – peraturan kepada penegak hukum dalam rangka pelaksanaan
kegiatan yang terkait dengan penegakan hukum,pemanfaatan dan
penggunaaan sarana/fasilitas pendukung yang tersedia dalam rangka melaksanakan tuntutan masyarakat dalam hal ini peningkatan pelayanan di bidang pertanahan serta berusaha untuk merubah pola kerja yang lama dalam pelayanan kepada masyarakat ke pola kerja yang baru sehingga pelayanan di bidang pertanahan terutama yang terkait dengan pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dapat secara baik. 3.
Pemahaman terhadap hukum/undang – undang dan peraturannya dilaksanakan sesuai dengan melaksanakan
ketentuan yang berlaku, kepada penegak hukum untuk dapat tuganya
dengan
baik,serta
pemanfaatan
dan
penggunaan
sarana/fasilitas pendukung yang ada dengan baik dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang menuntut adanya percepatan pelayanan di bidang pertanahan serta perubahan pola kerja lama dari aparat pertanahan dalam pemberian
pelayanannya sehingga akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Kantor Pertanahan. C. Saran - saran Saran - saran yang penulis ajukan adalah untuk dapat terlaksananya Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut: 1. Perlunya Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi untuk mengadakan penyuluhan hukum pertanahan, sosialisasi mengenai peraturan dan ketentuan
yang
berkaitan dengan bidang pertanahan sehingga akan dapat meningkatkan pelayanan di bidang pertanahan. 2. Peningkatan kinerja dari sumberdaya manusia yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, dalam hal ini peningkatan kemampuan dan ketrampilan dari aparat pertanahan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan serta kursus – kursus yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas di bidang pertanahan. 3.
Dalam rangka terlaksananya program kerja dan peningkatan kinerja dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang pertanahan perlu diusulkan anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang memadai..