perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI MEDIA SIMULASI ANIMASI KOMPUTER DAN FILM PENDEK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN ANALITIS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Studi pada Materi Pembelajaran Suhu dan Kalor Kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) Semester 1 di SMK Muhammadiyah 4 SragenTahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains
Oleh: ANGGIT GRAHITO WICAKSONO NIM. S 831102006
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI MEDIA SIMULASI ANIMASI KOMPUTER DAN FILM PENDEK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN ANALITIS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Studi pada Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Suhu dan Kalor Kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) Semester 1 di SMK Muhammadiyah 4 SragenTahun Pelajaran 2012/2013) TESIS Oleh: ANGGIT GRAHITO WICAKSONO (S831102006)
Komisi Pembimbing Pembimbing I :
Pembimbing II :
Nama Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si. NIP. 19690901 199403 1 002
Dra. Suparmi,MA., Ph.D. NIP. 19520915 197603 1 001
Tanda Tangan
Tanggal
.......................
...............
.......................
................
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal ......................2013
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana,
Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP. 19681124 199403 1 001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI MEDIA SIMULASI ANIMASI KOMPUTER DAN FILM PENDEK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN ANALITIS DAN GAYA BELAJAR SISWA (Studi pada Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Suhu dan Kalor Kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) Semester 1 di SMK Muhammadiyah 4 SragenTahun Pelajaran 2012/2013) TESIS Oleh: ANGGIT GRAHITO WICAKSONO (S831102006) Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Dr. M. Masykuri, M.Si NIP. 19681124 199403 1 001
.......................
...............
Sekretaris
Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd NIP. 19520116 198003 1 001
.......................
................
Anggota Penguji
Dr. Sarwanto, S. Pd, M.Si NIP. 19690901 199403 1 002
........................
...............
.........................
................
Dra. Suparmi, MA., Ph.D NIP. 19520915 197603 1 001
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal .................2013
Direktur Program Pascasarjana,
Ketua Program Studi Pendidikan Sains,
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. NIP. 19610717 198601 1 001
Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP. 19681124 199403 1 001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul: “PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI MEDIA SIMULASI ANIMASI KOMPUTER DAN FILM PENDEK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN ANALITIS DAN GAYA BELAJAR SISWA.” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdaapt plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
(enam
bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapakan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 2 Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan,
Anggit Grahito Wicaksono S831102006
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
1.
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” Jadilah hamba yang selalu bersyukur dan berserah diri pada-Nya. (QS. Ar-Rahman : 13)
2.
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al Insyirah : 5)
3.
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan. (Penulis)
4.
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rejeki melimpah (Kahlil Gibran)
5.
Meskipun tidak ada yang bisa kembali dan membuat awal yang baru, siapa pun dapat memulai dari sekarang dan membuat akhir yang baru. (Penulis)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta 2. Adikku tersayang (Linggar Galih Mahanani) 3. Ida Resminawati, terima kasih atas dukungan dan motivasinya selama ini. 4. Teman seperjuangan 5. Almamater
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Dr. H. Sarwanto, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus selaku pembimbing I, terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini. 4. Dra. Suparmi, M.A., Ph.D.,
selaku pembimbing II terimakasih atas
bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini. 5. Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kerjasamanya. 6. Dwi Teguh R, S.Si, M.Si., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kerjasamanya. 7. Segenap guru dan karyawan SMK Muhammadiyah 4 Sragen, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Siswa kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) SMK Muhammadiyah 4 Sragen, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 9. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. 10. Adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator. 11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika Pascasarjana UNS.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangan. Namun demikian besar harapan penulis semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin.
Surakarta,
Februari 2013
Penulis
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Anggit Grahito Wicaksono. S831102006. 2013. Penggunaan Pendekatan Kontekstual Melalui Media Simulasi Animasi Komputer dan Film Pendek Ditinjau dari Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar Siswa (Studi pada Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Suhu dan Kalor Kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) Semester 1 di SMK Muhammadiyah 4 SragenTahun Pelajaran 2012/2013). TESIS. Pembimbing I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mata pelajaran Fisika bukan mata pelajaran inti tetapi mata pelajaran yang berfungsi sebagai mata pelajaran pendukung kompetensi program keahliannya sehingga pembelajaran belum menggunakan pendekatan dan media pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dan dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 4 Sragen. Populasi semua siswa kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) Tahun Ajaran 2012/2013 terdiri dari 3 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Sampel sebanyak 2 kelas, kelas XI TKJ 1 sebagai kelas eksperimen I mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan kelas XI TKJ 2 sebagai kelas eksperimen II mendapatkan perlakuan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui media film pendek. Pengambilan data melalui teknik tes untuk prestasi kognitif, kemampuan penalaran analitis, angket gaya belajar, dan lembar observasi untuk prestasi afektif. Teknik analisis data menggunakan ANAVA tiga jalan dengan General Linier Model (GLM) melalui program SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan: (1) ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa; (2) ada pengaruh kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa; (3) ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa; (4) ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek dengan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa; (5) tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa; (6) ada interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa; (7) tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa Kata Kunci : Pendekatan kontekstual, simulasi animasi komputer, film pendek, kemampuan penalaran analitis, gaya belajar
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Anggit Grahito Wicaksono. S831102006. Using Contextual Approach Through Simulation Computer Animation Media and Short Film Over Viewed From Analytical Reasoning Ability and Student Learning Styles (Study of Physics Learning on Temperature and Heat Topic Grade XI TKJ (Computer and Network Engineering) Semester I SMK Muhammadiyah 4 Sragen Academic Year 2012/2013). A THESIS. Consultant I: Dr. Sarwanto, M.Si, II: Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Science Education Study Program, Postgraduate Program of Sebelas Maret University. At Vocational School (SMK), physics course is not a core course but a course that support the formation of skills competency therefore in the teaching learning process does not use apply the various of methods and media that can improve the student’s achievement. The purpose of this study was to determine the effect and the interaction between the use of a contextual approach through simulation computer animation media and short film, analytical reasoning ability, and student learning styles on student achievement. The study it quasi-experimental used methods and was conducted in SMK Muhammadiyah 4 Sragen. The population was all the students of grade XI TKJ (Computer and Networks Engineering) in Academic Year 2012/2013 consisted of 3 classes. Sampling technique is cluster random sampling. Sample of two classes, class 1 as class XI TKJ experiment I get treatment learning with contextual approach through simulation computer animation media and XI TKJ 2 as the experimental class II get treatment learning with contextual approach through short film media. Data is collected through technical tests for cognitive achievement, analytical reasoning ability, learning style questionnaire and observation sheet for the achievement of affective. Data analysis techniques using three-way ANOVA with the General Linear Model (GLM) with SPSS version 16. The results showed: (1) there was impact of using a contextual approach through simulation computer animation media and short film toward students’ achievement, (2) there was impact of analytical reasoning ability toward students’ achievement, (3) there was impact of learning styles toward students’ achievement; (4) there was interaction between the use of a contextual approach through simulation computer animation media and short film with analytical reasoning abilities toward students’ achievement, (5) there was no interaction between the use of a contextual approach through simulation computer animation media and short film with students' learning styles toward students’ achievement, (6) there was an interaction between analytical reasoning abilities and students learning styles toward students’ achievement, (7) there was no interaction between the use of a contextual approach through simulation computer animation media and short film, analytical reasoning ability and learning styles toward students’ achievement.
Keywords: contextual approach, simulation computer animation media, short film, analytical reasoning ability, learning styles commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN..........................................................................
iv
MOTTO…………………………………………………………………….
v
PERSEMBAHAN………………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
viii
ABSTRAK....................................................................................................
ix
ABSTRACT....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
1
BAB I PENDAHULUAN………………..……………………………....
1
A. Latar Belakang Masalah…………...……………………….....
8
B. Identifikasi Masalah………….…………...…………………...
10
C. Pembatasan Masalah ……….…………………...………….....
10
D. Perumusan Masalah……………………………………..........
11
E. Tujuan Penelitian ……………………………………...……...
12
F. Manfaat Penelitian……………………………………..……...
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
13
A. Landasan Teori……................................................................ commit to user
13
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Belajar ...…………...…………………………................
21
2. Mengajar…………...........................................................
24
3. Pembelajaran Fisika……………………….....................
28
4. Pendekatan Kontekstual…………...................................
34
5. Metode Mengajar…...…………..………..……………..
37
6. Media Pembelajaran.........................................................
40
7. Simulasi Animasi Komputer………... ….……………...
41
8. Film Pendek............................... ….……………………
42
9. Kemampuan Penalaran Analitis ....……………………..
43
10. Gaya Belajar.............................. ………………………..
45
11. Prestasi Belajar..…….…………………………………..
48
12. Materi Pokok Bahasan Suhu dan Kalor...........................
50
B. Penelitian yang Relevan .........................................................
64
C. Kerangka Berpikir………..……………………………….....
68
D. Pengajuan Hipotesis…………………..………......................
74
BAB III METODE PENELITIAN…………..........……………………....
75
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………....
75
1. Tempat Penelitian ………………………………………
75
2. Waktu Penelitian ………………………………………..
75
B. Metode Penelitian …………………………………………..
76
C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
77
1. Penetapan Populasi...........................................................
77
2. Teknik Pengambilan Sampel............................................
77
D. Variabel Penelitian.................................................................. commit to user
77
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.
Varibel Bebas…...……………………………................
77
2.
Variabel Moderator……………………………………..
78
3.
Variabel Terikat…………………………………………
79
E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
79
1. Teknik Dokumentasi…………………………………….
79
2. Teknik Angket…………………………………………...
79
3. Teknik Tes……………………………………………….
80
4. Teknik Observasi……..…………………………………
80
F. Instrumen Penelitian ……………………………………......
81
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian......................................
81
2. Instrumen Pengambilan Data.............................................
81
G. Uji Coba Instrumen Penelitian………………………………
82
1. Instrumen Tes……………………………………………
82
2. Instrumen Angket………………………………………..
87
H. Teknik Analisis Data ………………………………..............
90
1. Uji Prasyarat Analisis.........................................................
90
2. Uji Hipotesis .....................................................................
93
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….……………....
97
A. Deskripsi Data……………………………………………….
97
1. Data Kemampuan Penalaran Analisis Siswa……………..
98
2. Data Gaya Belajar Siswa….........................……………...
99
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa……………………..
100
4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa………………………
102
B. Pengujian Prasyarat Analisis………………………………... commit to user
105
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Uji Normalitas……………………………………………
105
2. Uji Homogentitas…………………………………………
106
C. Pengujian Hipotesis………………………………………….
106
D. Uji Lanjut…………………………………………………….
110
E. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………...
115
1. Hipotesis Pertama………………………………………...
115
2. Hipotesis Kedua…………………………………………..
117
3. Hipotesis Ketiga…………………………………………..
119
4. Hipotesis Keempat………………………………………
121
5. Hipotesis Kelima…………………………………………
122
6. Hipotesis Keenam………………………………………...
124
7. Hipotesis Ketujuh………………………………………...
127
F. Keterbatasan Penelitian……………………………………...
128
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………………........
131
A. Kesimpulan…………………………………………………..
131
B. Implikasi……………………………………………………..
132
C. Saran…………………………………………………….…...
134
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
137
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................
141
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel No Tabel 2.1.
Perkembangan Kognitif Piaget…………………………….......
16
Tabel 2.2.
Perbandingan Antar Skala Pada Termometer............................
51
Tabel 3.1.
Tahapan Penelitian................................. ………………….......
75
Tabel 3.2.
Desain Eksperimen Faktorial 2 x 2 x 2…..................................
76
Tabel 3.3.
Hasil Analisis Validitas Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif ...
83
Tabel 3.4.
Hasil Analisis Validitas Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Analitis.......................................................................................
83
Tabel 4.1.
Deskripsi Data Kemampuan Penalaran Analitis Siswa..............
98
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analitis Siswa ....
98
Tabel 4.3.
Deskripsi Data Gaya Belajar Visual Siswa................................
99
Tabel 4.4.
Deskripsi Data Gaya Belajar Kinestetik Siswa..........................
99
Tabel 4.5.
Distribusi Frekuensi Gaya Belajar Siswa...................................
99
Tabel 4.6(a).
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar...............................................................................
Tabel 4.6(b).
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran Analitis........
Tabel 4.6(c).
102
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar....................
Tabel 4.6(e).
101
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Gaya Belajar......................................
Tabel 4.6(d).
101
102
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis, dan Gaya Belajar...............................................................................
Tabel 4.7(a).
102
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar…………………………………………………...
Tabel 4.7(b)
103
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran Analitis........ commit to user xv
104
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.7(c)
digilib.uns.ac.id
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Gaya Belajar………………………..
Tabel 4.7(d).
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar....................
Tabel 4.7(e)
104
104
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis, dan Gaya Belajar…………………………………………………...
104
Tabel 4.8.
Rangkuman Uji Normalitas……………………………………
105
Tabel 4.9.
Rangkuman Uji Homogenitas....................................................
106
Tabel 4.10.
Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Prestasi Belajar Kognitif dan Afektif..................................................................................
commit to user xvi
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Hal
Gambar No Gambar 2.1.
Termometer Raksa………………... ……………………
50
Gambar 2.2.
Pemuaian Panjang.............................................................
53
Gambar 2.3.
Pemuaian Luas..................................................................
54
Gambar 2.4.
Pemuaian Volum...............................................................
55
Gambar 2.5.
Diagram Perubahan Wujud Zat........................................
57
Gambar 2.6.
Rambatan kalor secara konduksi………………………..
58
Gambar 2.7.
Arus konveksi pada air yang dipanaskan..........................
59
Gambar 2.8.
Bagian-Bagian Kalorimeter…………………………...
60
Gambar 2.9
Grafik Fase Perubahan Wujud Es……………………….
61
Gambar 4.1(a)
Histogram
Distribusi
Frekuensi
Prestasi
Belajar
100
Kognitif Siswa Kelas Eksperimen I.................................. Gambar 4.1(b)
Histogram
Distribusi
Frekuensi
Prestasi
Belajar
101
Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen II......................... Gambar 4.2(a)
Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif
103
Siswa Kelompok Eksperimen I......................................... Gambar 4.2(b)
Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelompok Eksperimen II.......................................
commit to user xvii
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran No.
Halaman
Lampiran 1.
Lembar Validasi Instrumen Penelitian................................
141
Lampiran 2.
Silabus Satuan Pelajaran......................................................
183
Lampiran 3.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa....................................................................................
189
Lampiran 4.
Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif...
331
Lampiran 5.
Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif...................
332
Lampiran 6.
Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif................................................................................
343
Lampiran 7.
Analisis Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif.....
344
Lampiran 8.
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Kognitif...................
347
Lampiran 9.
Instrumen Tes Kemampuan Kognitif..................................
348
Lampiran10.
Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Kognitif.........
350
Lampiran 11.
Pedoman Observasi Kemampuan Afektif............................
358
Lampiran 12.
Lembar Observasi Kemampuan Afektif..............................
359
Lampiran 13.
Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Analitis.................................................................................
361
Lampiran 14.
Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Analitis .
363
Lampiran 15.
Kunci Jawaban Uji Coba
Tes Kemampuan Penalaran
Analitis ................................................................................ Lampiran 16.
369
Analisis Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Analisis.................................................................................
commit to user xviii
370
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 17.
Kisi-Kisi
digilib.uns.ac.id
Instrumen
Tes
Kemampuan
Penalaran
Analitis.................................................................................
371
Lampiran 18.
Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Analitis...................
373
Lampiran 19.
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Analisis................
378
Lampiran 20.
Kisi – kisi Instrumen Uji Coba Angket Gaya Belajar..........
379
Lampiran 21.
Instrumen Uji Coba Angket Gaya Belajar..........................
381
Lampiran 22.
Analisis Instrumen Uji Coba Angket Gaya Belajar.............
386
Lampiran 23.
Kisi – kisi Instrumen Angket Gaya Belajar.........................
389
Lampiran 24
Instrumen Angket Gaya Belajar..........................................
391
Lampiran 25.
Data Induk Penelitian...........................................................
396
Lampiran 26.
Uji Normalitas......................................................................
398
Lampiran 27.
Uji Homogenitas..................................................................
402
Lampiran 28.
Uji Hipotesis........................................................................
408
Lampiran 29.
Uji Lanjut.............................................................................
412
Lampiran 30.
Contoh Hasil LKS Kelompok Berkemampuan Penalaran Analitis Tinggi dan Rendah.................................................
Lampiran 31.
Lampiran 32.
429
Contoh Hasil LKS Kelompok yang memiliki Gaya Belajar Visual dan Kinestetik...........................................................
437
Lembar Perijinan..................................................................
445
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu pada individu-individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian manusia. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan serius yang menyangkut berbagai masalah yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan relevansinya. Beberapa masalah yang cukup mengkhawatirkan dari pendidikan di Indonesia terutama dalam bidang Matematika dan Sains adalah hasil dari TIMSS. Indonesia berada di papan bawah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia. Nilai rata-rata skor prestasi Sains siswa Indonesia pada TIMSS tahun 1999, 2003, dan 2007 secara berurutan adalah 435, 420, dan 433. Dengan perolehan skor tersebut siswa Indonesia menempati peringkat 32 dari 38 negara (1999), peringkat 37 dari 46 negara (2003), dan peringkat 35 dari 49 negara (2007). Soal-soal TIMSS cenderung untuk mengungkap produk, proses, dan sikap. Padahal pembelajaran Sains di Indonesia belum sampai untuk mengungkap proses hanya diunggulkan dalam produk dan sikap saja. Walaupun tim olimpiade Sains Indonesia lebih unggul dibandingkan Singapura maupun Malaysia tetapi hal itu tidak menjamin hasil TIMSS menjadi lebih baik. Kemampuan penalaran dan commit logika siswa-siswa di Indonesia masih sangat to user terbatas sehingga hasil TIMSS menjadi lebih buruk lagi. 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Pada saat ini berkembang pemikiran dikalangan para ahli pendidikan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan ilmiah yaitu siswa diibaratkan seperti ilmuwan yang menemukan konsep dan memecahkan masalah dengan analisis mereka masing-masing. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalaminya, bukan hanya mengetahui saja. Anggapan-anggapan bahwa Fisika itu sulit karena objek materi Fisika yang cenderung abstrak dan penurunan rumus yang rumit, kemudian disajikan dengan pendekatan yang konvensional. Dalam belajar Fisika di sekolah terutama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) banyak siswa yang tidak dapat menangkap konsep Fisika, siswa cenderung lebih banyak menghafal saja karena pada SMK berfungsi sebagai mata pelajaran pendukung kompetensi program keahliannya Inilah yang menyebabkan rendahnya kemampuan Fisika siswa. Sekarang pendidikan di Indonesia mengenal banyaknya pendekatan pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan konsep, pendekatan konstruktivistik, pendekatan kooperatif, pendekatan kontekstual, pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan sebagainya. Dalam memilih pendekatan pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik materi dan perkembangan kognitif, agar pengintegrasian pengetahuan dapat diperoleh peserta didik. Salah satu yang berkembang sekarang adalah pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning). Menurut Nurhadi yang dikutip oleh Sugiyanto (2007: 1) “pembelajaran kontekstual adalah konsep yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa”. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika siswa belajar. Pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
kontekstual menerapkan tujuh komponen utama yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Pada masa lalu, proses belajar mengajar lebih menekankan pada pengajaran dari pada pembelajaran. Menurut J.J Hasibuan dan Moedjiono (2006: 37) “konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan”. Sehingga siswa belajar Fisika hanya dengan cara menghafal dan sekedar mengingat rumus. Mengingat keabstrakan Fisika, pada dasarnya belajar Fisika merupakan belajar proses bukan hanya sekedar konsep. Pendekatan kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka. Konteks memberi arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar. Dengan mengetahui manfaat/kegunaan materi pelajaran, maka siswa akan bertanggung jawab dalam belajar. Widodo (2009) dari prodi Pendidikan Sains minat utama Kimia dalam penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
ada
perbedaan pengaruh
penggunaan
pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar kimia siswa. Penelitian yang sejenis yang dilakukan oleh Kokom Komalasari (2009) menyimpulkan bahwa “contextual learning in civic education influenced positively and significantly and contributed 26% to the civic competence of Junior High School student”. Jadi dari penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi belajar. Walaupun Fisika hanya pendamping untuk kompetensi program keahlian, tetapi harus dapat menjadi dasar yang kuattoguna commit usermendukung kompetensi program keahliannya. Maka perlu adanya peningkatan kualitas pembelajaran dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
menggunakan media penunjang pembelajaran. Simulasi animasi komputer dan film pendek pada Tesis ini merupakan contoh media penunjang pembelajaran. Kedua media tersebut sangat berkaitan erat dengan perkembangan teknologi informasi sehingga sesuai dengan kompetensi program keahlian Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Sri Anitah (2008: 1) menyatakan bahwa “media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan”. Gagne dan Briggs dalam Azhar Arsyad (2002: 4) secara implisit mengatakan bahwa “media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer”. Jadi dengan adanya media pembelajaran akan dapat memudahkan guru untuk menyampaikan pesan/informasi kepada peserta didik dengan lebih jelas, menarik dan inovatif. Widha Sunarno (2008) dalam penelitiannya dalam Jurnal Paedogogia Pendidikan menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media komputer lebih efektif
dibandingkan
pembelajaran
menggunakan
media
audio-visual
dan
pembelajaran menggunakan media konvensional. Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Murwani Dewi Wijayanti (2009) menyimpulkan bahwa prestasi belajar kimia hasil dari penerapan model pembelajaran individual dengan media modul berbasis IT lebih sesuai dari pada model pembelajaran individual dengan simulasi animasi komputer. Jadi dari penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis komputer akan lebih berpengaruh signifikan dibandingkan mengunakan media konvensional dalam pembelajaran di sekolah. Keberhasilan belajar siswacommit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam to user diri (internal) maupun faktor lingkungan (eksternal). Dimyati dan Mudjiono (1999:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
238) menyatakan bahwa “faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, baik yang berupa fisik maupun mental misalnya kecerdasan, minat, bakat, konsentrasi dan lain sebagainya”. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri anak, seperti: metode, kurikulum, keadaan keluarga dan lingkungan, disiplin sekolah, serta sarana dan prasarana sekolah. Namun pada kenyataannya, faktor internal siswa cenderung kurang diperhatikan dalam proses pembelajaran. Untuk itu perlu adanya wacana terhadap gaya belajar siswa dan kemampuan penalaran analitis siswa. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah kemampuan penalaran analitis. Anonim (2009: 2) menyatakan bahwa “kemampuan penalaran analitis bertujuan untuk mengukur kemampuan membaca, mencerna, menganalisis, dan menarik kesimpulan logis dan metodis terhadap informasi yang diberikan”. Kemampuan ini menuntut peserta didik belajar memecahkan soal berdasarkan informasi yang disajikan. Ciri yang pertama adalah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu. Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi commit to userdari suatu pola berpikir tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Murwani Dewi Wijayanti (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa media modul berbasis IT pada model pembelajaran individual lebih sesuai untuk prestasi belajar peserta belajar yang memiliki daya kemampuan penalaran analitis tinggi dibandingkan kemampuan penalaran analitis rendah. Jadi dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kemampuan penalaran analitis berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Disamping kemampuan penalaran analitis, faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah gaya belajar. Gaya belajar siswa merupakan cara yang khas dan konsisten oleh siswa dalam menyerap informasi. Gaya belajar siswa dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Pada umumnya siswa memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun ada satu yang paling dominan dimilikinya. Kebanyakan siswa belum mengenal persis gaya belajar yang dimilikinya sehingga akan lebih mudah menerima materi yang disajikan dengan diskusi dan tanya jawab. Komponen startegi pembelajaran kontekstual yaitu bertanya dan masyarakat belajar dapat membantu siswa auditorial. Gaya belajar visual menggunakan indera penglihatannya untuk membantunya belajar. Dalam pembelajaran kontekstual digunakan sesuatu yang nyata, sesuatu yang sudah diketahui siswa untuk menyampaikan materi sehingga siswa visual dapat dibantu dengan membawa alat peraga seperti gambar, flow chart. Gaya belajar kinestetik menggunakan fisiknya sebagai alat belajar yang optimal. Siswa kinestetik dibantu dengan membawa alat peraga yang nyata misal balok, patung, ataupun dengan media komputer. Untuk itu gaya belajar merupakan komponen penting dalam mengaktualisasikan kemampuan belajar siswa. Teguh Ernawan (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak commit to user ada pengaruh yang signifikan dari prestasi belajar siswa yang memiliki gaya belajar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
baik visual, auditorial, maupun kinestetik. Penelitian yang sejenis yang dilakukan Basir (2010) menyimpulkan bahwa gaya belajar merupakan variabel penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Jadi dari penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa gaya belajar siswa itu berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Dalam melaksanakan belajar dikenal beberapa macam teori belajar, antara lain: teori belajar asosiasi, ilmu jiwa daya, teori belajar Gestalt, dan sebagainya. Penelitian ini membahas tentang pengajaran Fisika, maka teori yang sesuai adalah teori belajar Ausubel, teori belajar Gagne, teori belajar Piaget, dan teori belajar Bruner. Dalam menerapkan media pembelajaran dan metode pengajaran, hendaknya dapat menggunakan media yang menarik, efektif, dan interaktif sesuai pokok bahasan dalam Fisika yang mana memiliki karakteristik-karakteristik sendiri. Mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran adaptif, yang bertujuan membekali peserta
didik
dasar
pengetahuan
tentang
hukum-hukum
kealaman
yang
penguasaannya menjadi dasar sekaligus syarat kemampuan yang berfungsi mengantarkan peserta didik guna mencapai kompetensi program keahliannya. Di samping itu mata pelajaran Fisika mempersiapkan peserta didik agar dapat mengembangkan program keahliannya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Penguasaan mata pelajaran Fisika memudahkan peserta didik menganalisis prosesproses yang berkaitan dengan dasar-dasar kinerja peralatan dan piranti yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian. Sesuai dengan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Suplemennya berdasarkan sistem semester, pokok bahasan Suhu dancommit Kalor to diberikan user pada siswa SMK kelompok teknologi dan kesehatan kelas XI semester I. Pokok bahasan Suhu dan Kalor ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
memiliki karakteristik yang konkret dan sering dijumpai dalam kehidupan seharihari peserta didik sehingga sesuai dengan pendekatan kontekstual yang mengunggulkan pembelajaran sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dari uraian latar belakang tersebut maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Penggunaan Pendekatan Kontekstual Melalui Media Simulasi Animasi Komputer dan Film Pendek Ditinjau dari Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar Siswa”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah adalah 1. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia terutama Matematika dan Sains dilihat dari hasil TIMSS. 2. Rendahnya kemampuan Fisika siswa disebabkan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berfungsi sebagai mata pelajaran pendukung kompetensi program keahliannya. 3. Rendahnya kualitas pembelajaran Fisika disebabkan sebagian besar anak merasa kesulitan dalam belajar Fisika. 4. Kesulitan belajar Fisika disebabkan pembelajaran Fisika banyak menggunakan pendekatan yang konvensional sehingga kurang berhubungan dengan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari dan kemajuan teknologi informasi. 5. Ada banyak jenis pendekatan seperti pendekatan kontruktivistik, pendekatan kooperatif, pendekatan kontekstual dan lain-lain tetapi guru selalu memakai pendekatan konvensional yang sudah kuno untuk digunakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
6. Pendekatan kontekstual sangat diperlukan oleh siswa karena siswa dapat mengalami yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari mereka, tetapi belum optimal dilakukan guru di sekolah. 7. Kurangnya kemampuan dan kemauan guru untuk berkreasi dalam menggunakan media yang inovatif seperti film, slide, video, dan komputer, sehingga cenderung masih menggunakan media masih sederhana dan konvensional seperti chart dan gambar. 8. Penggunaan media yang berbasis komputer seperti animasi maupun film masih jarang digunakan secara optimal oleh guru karena kurangnya kemampuan dan kemauan. 9. Kenyataan yang ada faktor internal siswa yang meliputi gaya belajar, minat, bakat, kemampuan penalaran analitis, dan lain-lain cenderung kurang diperhatikan guru dalam proses pembelajaran. 10. Kemampuan penalaran analitis siswa kurang diperhatikan, padahal tiap siswa memiliki kemampuan penalaran analitis yang berbeda-beda. 11. Gaya belajar seseorang dapat dalam bentuk auditori, visual, dan kinestetik, sangat mempengaruhi cara belajar orang tersebut, tetapi kurang diperhatikan oleh guru karena asumsi kelas adalah homogen. 12. Sebagian besar guru dalam penilaiannya hanya terfokus pada penilaian kognitif saja sedangkan dalam pembelajaran masih ada lagi aspek afektif dan aspek psikomotorik yang cenderung kurang dipertimbangkan oleh guru. 13. Materi Suhu dan Kalor memiliki karakteristik konkret dan mudah dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari tetapi dalam materi tertentu sulit untuk dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
C. Pembatasan Masalah Agar di dalam pembahasan permasalahan dapat lebih mendalam maka penelitian ini membatasi permasalahan adalah 1. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kontekstual. 2. Media dalam pembelajaran digunakan media simulasi animasi komputer yang dibuat dengan menggunakan Macromedia Flash Professional dan film pendek. 3. Kemampuan penalaran analitis siswa dibatasi pada kemampuan penalaran analitis tinggi dan rendah. 4. Gaya belajar dibatasi pada gaya belajar kinestetik dan visual. 5. Prestasi belajar dibatasi pada kemampuan kognitif dan aspek afektif siswa. 6. Pokok bahasan yang dipilih adalah Suhu dan Kalor di SMK kelompok Teknologi dan Kesehatan kelas XI semester I. D. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut dapat diketahui perumusan masalah adalah 1. Adakah pengaruh penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa ? 2. Adakah pengaruh kemampuan penalaran analitis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa ? 3. Adakah pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa ? 4. Adakah interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa ? 5. Adakah interaksi antara penggunaan commit media to userpembelajaran dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa ?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
6. Adakah interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa ? 7. Adakah interaksi antara penggunaan media pembelajaran, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa ? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengaruh penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 2. Pengaruh kemampuan penalaran analitis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 3. Pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 4. Interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 5. Interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 6. Interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. 7. Interaksi antara penggunaan media pembelajaran, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi banyak manfaat yang berguna dalam peningkatan proses belajar mengajar commit to user di sekolah, antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
1. Memberi masukan bagi guru dalam pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran misalnya pendekatan kontekstual. 2. Memberikan masukan bagi guru tentang media pembelajaran yang lebih interaktif dan menarik dengan menggunakan Macromedia Flash Professional maupun film pendek. 3. Memberikan masukan bagi guru untuk selalu memperhatikan faktor internal siswa seperti minat, bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan penalaran analitis dan sebagainya agar pembelajaran lebih optimal. 4. Memberikan peluang untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pendekatan kontekstual, media pembelajaran, gaya belajar, dan kemampuan penalaran analitis. 5. Sebagai khasanah pengetahuan bagi pembaca dan bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis atau lanjutan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Belajar a. Pengertian Belajar Menurut Herman Hudojo dikutip Abdul Haris dan Asep Jihad (2009: 3) “belajar adalah suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan-perubahan itu terbentuk kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan). Serta perubahan-perubahan tersebut terjadi karena usaha yang dilakukan oleh individu yang sedang belajar”. Sebagian
orang
beranggapan
bahwa
belajar
adalah
semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Adapula yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis. Definisi tentang belajar menurut pendapat yang tradisional seperti yang dikemukakan oleh Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 6) bahwa “belajar adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan“. Muhibbin Syah (2008: 92) menyatakan bahwa “belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. Menurut Arthur T Jersild dikutip oleh Syaiful Sagala (2009: 12) menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behavior through experience and training” yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan commit totingkah user laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan. 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Muhibbin Syah (2008: 90) menurut Skinner yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya, Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer). Dari berbagai uraian pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap, dimana perubahan itu bersifat konstan dan berbekas sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. b. Teori Belajar Dalam melaksanakan belajar dikenal beberapa macam teori belajar, antara lain: teori belajar asosiasi, ilmu jiwa daya, teori belajar Gestalt dan sebagainya. Penelitian ini membahas tentang pengajaran IPA, maka teori yang sesuai adalah teori belajar Ausubel, teori belajar Gagne, teori belajar Piaget, dan teori belajar Bruner. 1) Teori Belajar Ausubel Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu yang dirangkum dari Ratna Wilis Dahar (1989: 111) (a) dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan; dan (b) dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ini ialah fakta-fakta, konsep-konsep dari generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi tersebut menunjukkan dua bentuk belajar yaitu bentuk belajar hafalan dan bentuk belajar
commit to user
bermakna . Belajar hafalan terjadi bila siswa hanya menghafalkan informasi baru, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
kognitifnya, Sedangkan belajar bermakna terjadi siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya. Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Menurut Ausubel dan juga Novak ada tiga kebaikan dari belajar bermakna , yaitu yang ditulis oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 111-115) : (a) informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; (b) informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip; dan (c) informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi ”lupa”. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa teori Ausubel sesuai dengan pembelajaran kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui pengalaman (penemuan) yang akan lebih bermakna bukan secara hafalan yang mana informasi yang dipelajari dengan cara ini menghalang-halangi belajar selanjutnya tentang informasi yang baru yang mirip. Pembelajaran ini akan lebih bermakna dengan penggunaan metode yang tepat dan media yang interaktif dan menarik yaitu simulasi animasi dan film pendek. Pendekatan kontekstual dengan metode demonstrasi disertai media inovatif yang disajikan dengan simulasi animasi dan film pendek akan mendorong siswa berpartisipasi secara aktif dan mandiri sehingga siswa memperoleh pengalaman belajarnya dan menemukan konsep dari apa yang dipelajari. 2) Teori Belajar Jean Piaget Jean Piaget mengemukakan bahwa ada tiga aspek dalam perkembangan intelektual yang struktur, isi, dan fungsi. Piaget juga membedakan pengertian belajar menjadi dua yaitu belajar dalam arti sempit dan belajar dalam arti luas. Seperti yang
commit to user
diungkapkan Paul Suparno (2001: 140-141).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya menekankan pada perolehan informasi baru dan pertambahannya. Belajar seperti ini disebut belajar figuratif, di mana dalam proses belajarnya senantiasa dipenuhi dengan aspek berfikir figuratif dan bersifat statis dan merupakan tiruan (imitasi) yang bersifat sesaat yang ditandai dengan pengetahuan hafalan atau representasi. Belajar dalam arti luas disebut juga perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan dalam berbagi situasi. Belajar ini disebut juga belajar operatif, di mana seorang anak aktif mengolah dan membentuk pengetahuannya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar itu pada dasarnya aktif yaitu memasukkan proses asimilasi dan pemahaman dari diri anak sementara mengingat dan menghafalkan tidak dianggap sebagai belajar. Untuk itu setiap pengetahuan mengandalkan suatu interaksi dan pengalaman, tanpa interaksi dan pengalaman seorang anak tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan dalam suatu proses belajar. Teori pengetahuan Piaget sangat mempengaruhi dalam bidang pendidikan terlebih pendidikan kognitif. Hal itu terjadi karena teori pengetahuan piaget tidak bisa lepas dari teori perkembangan kognitif anak yang terdiri dari empat tahap yaitu sensorimotorik, praoperasi, operasi kongkret dan operasi formal. Secara garis besar tahap-tahap beserta ciri-cirinya dapat dilihat dalam tabel 2.1 Tabel 2.1. Perkembangan Kognitif Piaget (Paul Suparno, 2001: 103) Tahap
Sensorimotor
Pra-operasi
Operasi
Operasi formal
Kongkret Umur
0–2
2–7
7 – 11
11 tahun ke atas
Dasar
Tindakan dan
Simbolis/
Transformasi
Deduktif,
Pemikiran
meniru
bahasa
reversibel dan
hipotesis dan
intuitif,
kekekalan,
induktif abstrak
imaginal
masih kongkret
Mulai yang
Masih terbatas
Saat Pemikiran
Sekarang
tidak sekarang kekongkretan
commit to user
Meninggalkan yang sekarang dan memulai yang mendatang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Ciri- ciri
Refleks,
lain
Egosentris
Decentering,
Kombinasi,
kebiasaan,
seriasi, konsep
proporsi,
pembedaan,
bilangan, waktu
reverensi ganda,
sarana, dan
probabilitas
fleksibel
hasil
Dari tabel 2.1 telihat bahwa urutan tahap itu mempunyai sifat tetap meskipun umur rata-rata terjadinya dapat bervariasi secara individual menurut tingkat intelegensi maupun lingkungan sosial seseorang. Meskipun begitu tahap-tahap itu mulai berkembang pada diri seseorang dapat berbeda-beda, ada yang berkembang lebih cepat dan ada yang lebih lambat. Setiap tahap lebih maju mempunyai penalaran yang secara kualitatif berbeda dengan tahap sebelumnya, dan setiap kemajuan dalam penalaran selalu dapat diterapkan secara lebih menyeluruh serta kemajuan tahap baru selalu mengandung perluasan dari struktur sebelumnya. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang rata-rata usia siswanya di atas 11 tahun. Menurut perkembangan kognitif Piaget, anak pada usia ini berbeda pada tahap operasi formal, dengan demikian siswa sudah mulai dapat mengajukan hipotesis, bekerja sama dan bertukar pikiran dalam diskusi dan tanya jawab sehingga mengajak siswa aktif dalam membentuk dan mengolah pengetahuannya. 3) Teori Belajar Bruner Menurut Bruner yang dapat dirangkum dari Syaiful Sagala (2009: 35), bahwa belajar melibatkan tiga proses yang hampir bersamaan yaitu (a) informasi yaitu dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah dimiliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada
commit to user
pula informasi yang bertentangan dengan yang telah diketahui sebelumnya; (b) transformasi yaitu informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
dalam bentuk yang lebih abstrak, atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan; dan (c) evaluasi yaitu penilaian hingga pengetahuan yang diperoleh dan ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Jadi menurut Bruner belajar dapat dilakukan manusia melalui pengalamanpengalaman memperoleh informasi dan memilih informasi untuk dikembangkan, dipertahankan dan ditransformasikan secara aktif dan yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya lewat ketrampilan dan kemampuan berpikirnya. Di dalam proses belajar tersebut, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan "discovery learning environment" ialah lingkungan yang siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuanpenemuan baru yang belum dikenal. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif
dan berusaha sendiri untuk
mencari pemecahan masalah dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Menurut Bruner yang dirangkum dari Ratna Wilis Dahar (1989: 103), belajar yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan tiga kebaikan yaitu (a) pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat; (b) hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil belajar lainnya; dan (c) secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Berdasarkan penjelasan diatas commitdapat to userdisimpulkan bahwa siswa-siswa diharapkan belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
prinsip-prinsip untuk memperoleh pengalaman dan mendiskusikan pertanyaan, sehingga mampu menemukan konsep materi sesuai pemahamannya. Dalam hal ini pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan teori Bruner, yaitu pembelajaran dengan penggunaan pendekatan kontekstual yang mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan pengalaman serta dengan metode diskusi dan tanya jawab sehingga siswa dilatih untuk melakukan kerja kelompok, berdiskusi, mengeluarkan pendapat dan menemukan konsep sendiri. 4) Teori Belajar Gagne Menurut Gagne yang dirangkum dari Dimyati dan Mudjiono (2009: 11-12) mengemukakan lima macam kapabilitas/kemampuan yang diharapkan untuk memperoleh hasil belajar yaitu (a) informasi verbal adalah kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan; (b) keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan
lingkungan
hidup
serta
mempresentasikan
konsep
dan
lambang.
Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret, dan terdefinisi, dan prinsip; (c) strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah; (d) keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; dan (e) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual meliputi konstruktivisme, kegiatan inkuiri, kelompok belajar, kegiatan bertanya, permodelan, refleksi, dan
commit to user
sebagainya. Dengan demikian dalam pembelajaran ini, dikembangkan kemampuankemampuan yang sesuai dengan teori Gagne. Pembelajaran ini akan lebih optimal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
dengan penggunaan media yang menarik, interkatif, dan inovatif, yaitu simulasi animasi dan film pendek. Penggunaan media dengan metode diskusi dan tanya jawab ini akan lebih mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa. c. Tujuan Belajar Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting, karena semua komponen dalam sistem pembelajaran dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan belajar. Dalam usaha pencapaian tujuan perlu diciptakan adanya sistem lingkungan/kondisi belajar yang baik. Sistem lingkungan yang baik terdiri dari komponen-komponen pendukung antara lain tujuan belajar yang akan dicapai, bahan pengajaran yang digunakan mencapai tujuan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta memiliki hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan dan sarana/prasarana yang tersedia. Tujuan belajar bermacam dan bervariasi, tetapi dapat diklasifikasikan menjadi dua: pertama yang eksplisit diusahakan untuk dicapai tindakan instruksional, lazim dinamakan instruksional efek, yang biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan yang kedua merupakan hasil sampingan yang diperoleh misalnya: kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. Hasil sampingan ini disebut nurturant effect. Seorang siswa dikatakan berhasil dalam belajar jika siswa mencapai kriteria tingkat keberhasilan belajar yang meliputi hal-hal berikut: pengetahuan, konsep, ketrampilan, dan sikap. Sehingga tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan ketrampilan, serta pembentukan sikap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
2. Mengajar a. Pengertian Mengajar Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tidak pernah lepas dari pembahasan mengenai pendidikan. Mengajar merupakan suatu upaya yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dalam menjalankan tugasnya sebagai penyaji pelajaran khususnya di kelas, guru tidak hanya dituntut mentransfer pengetahuan/isi pelajaran yang ia sajikan kepada siswanya melainkan lebih daripada mentransfer pengetahuan. Guru juga harus mentransfer kecakapan karsa dan kecakapan rasa yang terkandung dalam materi pelajaran yang disajikan. Dalam arti yang lebih ideal, mengajar bahkan mengandung konotasi membimbing dan membantu untuk memudahkan siswa dalam menjalani proses belajar untuk meraih kecakapan cipta, rasa dan karsa yang menyeluruh dan utuh. Kegiatan yang paling nyata dalam memberi bantuan dan membimbing adalah mengajar. Menurut Nasution yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2008: 182) menyatakan bahwa “mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar”. Sedangkan menurut Tyson dan Caroll yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2008: 182) “mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan”. Melalui interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antara sesama siswa dalam proses belajar mengajar (PBM) akan menimbulkan perubahan perilaku siswa. Jadi apabila interaksi tersebut terjadi dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar akan terjadi. Jika interaksi belajar buruk, maka kegiatan belajar mengajar tidak sesuai dengan harapan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Menurut Waini Rasyidin yang dikutip oleh Slameto (2010: 34) menyatakan bahwa ”mengajar yang dipentingkan ialah adanya partisipasi guru dan siswa satu sama lain”. Sedangkan Muhibbin Syah (2008: 219) mengungkapkan bahwa “mengajar adalah kegiatan mengembangkan seluruh potensi ranah psikologis melalui penataan lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya kepada siswa agar terjadi proses belajar”. Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu upaya untuk menciptakan kondisi yang sesuai untuk berlangsungnya kegiatan belajar siswa di mana antara siswa dan guru sama-sama aktif. Dalam upaya menciptakan kondisi tersebut ada faktor yang mempengaruhi yaitu lingkungan. Lingkungan tidak hanya di dalam kelas, tetapi semua hal yang relevan dengan kegiatan belajar siswa, antara lain: guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. b. Prinsip-Prinsip Mengajar Ada sepuluh prinsip-prinsip mengajar yang dirangkum dari Slameto (2010: 35-37) sebagai berikut: 1) Perhatian Di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian anak pada pelajaran yang disampaikan. Perhatian lebih besar bila anak mempunyai minat dan bakat. 2) Aktifitas Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktifitas anak dalam berfikir maupun berbuat. Bila anak menjadi partisipan yang aktif, maka akan memiliki ilmu pengetahuan itu dengan baik, dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
3) Apersepsi Setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak, ataupun pengalamannya. Dengan demikian anak akan memperoleh hubungan antara pengetahuan yang telah menjadi miliknya dengan pelajaran yang akan diterimanya. 4) Peragaan Saat mengajar di depan kelas, guru harus dapat berusaha menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesulitan boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau dengan menggunakan media lain seperti radio, TV, dan sebagainnya. 5) Repetisi Penjelasan suatu unit pelajaran perlu diulang-ulang sehingga pengertian itu makin lama semakin lebih jelas dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah. 6) Korelasi Hubungan antara setiap mata pelajaran perlu diperhatikan, agar dapat memperluas dan memperdalam pengetahuan siswa itu sendiri. 7) Konsentrasi Hubungan antara mata pelajaran dapat diperluas yaitu dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga anak memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. 8) Sosialisasi Dalam perkembanganya anak perlu bergaul dengan temanya, karena anak di samping sebagai individu juga mempunyai segi yang perlu dikembangkan. Bekerja di dalam kelompok dapatcommit meningkatkan to user cara berpikir sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
9) Individualisasi Setiap individu mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelektual, minat dan bakat, hobi, tingkah laku, maupun sikapnya. Sehingga guru diharapkan dapat mendalami perbedaan anak secara induvidu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaan anak. 10) Evaluasi Semua kegiatan belajar mengajar perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberikan motivasi bagi guru maupun murid agar lebih giat belajar dan meningkatkan proses berfikir. Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan anak, prestasinya, hasil rata-ratanya, tetapi dapat juga menjadi bahan umpan balik bagi guru. Demikian guru dapat meneliti dirinya dan berusaha memperbaiki dalam perencanaan maupun teknik penyajian. 3. Pembelajaran Fisika a. Pengertian Fisika Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam. Sementara itu IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Margono (1998: 20) pengertian IPA dapat dirangkum menjadi tiga hal pokok, yaitu (1) produk IPA yaitu berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; (2) proses IPA atau metode ilmiah yaitu cara kerja yang dilakukan untuk memperoleh hasil-hasil IPA atau produk IPA; dan (3) nilai dan sikap ilmiah yaitu semua tingkah laku yang diperlukan selama melakukan proses IPA, sehingga diperoleh hasil IPA.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Dari uraian diatas, IPA dapat dipandang sebagai suatu produk, proses,dan sikap ilmiah atau nilai ilmiah. IPA sebagai produk sebab IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, berupa konsep, prinsip, hukum, dan teori. IPA sebagai proses karena IPA merupakan kegiatan untuk memahami alam beserta isinya dengan logis dan objektif. Pemecahan masalah dilakukan melalui kegiatan eksperimen dan pengamatan (metode ilmiah). IPA dipandang sebagai nilai karena dalam memperoleh produk IPA diperlukan sikap ingin tahu, pola pikir kritis dan logis, jujur, terbuka, objektif, dan komunikatif, sehingga diperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Fisika merupakan bagian dari IPA, hal ini berdasar keputusan Meran Dasar 1 yang menyatakan bahwa “Fisika dalam pelajaran tidak diberikan sebagai ilmu pengetahuan matematika, melainkan sebagai ilmu pengetahuan alam“.(Herbert Druxes et al, 1986: 74). Dalam buku yang sama, Wizsacher berpendapat: “Fisika adalah teori peramalan alternatif-alternatif yang secara empiris (dengan percobaan ) dapat dibeda-bedakan“.(Herbert Druxes et al, 1986: 3) Herbert juga mengutip pendapat Gertsen yang menyatakan bahwa “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam yang sederhana dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut“. (Herbert Druxes et all, 1986: 3) Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan bagian dari IPA yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu produk, proses, dan memerlukan sikap ilmiah. Fisika digali dari fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Kejadian-kejadian tersebut diteliti dan dipelajari kemudian hasil yang
to user diperoleh diterapkan pada kondisi commit yang lain tanpa merubah kejadiannya. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
selanjutnya
ditemukan
pengetahuan
baru
serta
aspek-aspek
yang
saling
berhubungan. b. Pengajaran Fisika di SMK Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang Fisika. Dalam kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mata pelajaran Fisika merupakan mata pelajaran adaptif, yang bertujuan membekali peserta didik dasar pengetahuan tentang hukum-hukum kealaman yang penguasaannya menjadi dasar sekaligus syarat kemampuan yang berfungsi mengantarkan peserta didik guna mencapai kompetensi program keahliannya. Di samping itu mata pelajaran Fisika mempersiapkan peserta didik agar dapat mengembangkan program keahliannya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Penguasaan mata pelajaran Fisika memudahkan peserta didik menganalisis proses-proses yang berkaitan dengan dasardasar kinerja peralatan dan piranti yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi program keahlian. Sedangkan dasar yang digunakan dalam hubungan hakikat Fisika menurut
commit todari userSyaiful Sagala (2009: 3) adalah taksonomi Bloom seperti yang dirangkum sebagai berikut (1) unsur kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
lingkungan; (2) unsur psikomotorik yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan; dan (3) unsur afektif mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran Fisika mempunyai pengertian siswa dihadapkan pada perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam, sehingga harus mengambil kesimpulan terhadap gejalagejala tersebut, dengan menggunakan teknologi yang telah ada, penalaran yang logis secara aktif diajak untuk menganalisa hasil pengamatan. c. Fungsi dan Tujuan Pengajaran Fisika di SMK Mata pelajaran maupun pengajaran Fisika di SMK memiliki fungsi yang besar, antara lain sebagai berikut (1) memberi bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, (2) mengembangkan ketrampilan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep dari IPA, dan (3) melatih menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah yang dihadapi Tujuan pengajaran merupakan arah yang hendak dicapai oleh setiap strategi pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai harus ditetapkan dan dirumuskan dengan jelas, tepat, dan tidak boleh bersifat meragukan dan mengandung beberapa arah. Hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran Fisika yaitu (1) membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, (2) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain, (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan
commit to user
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
percobaan secara lisan dan tertulis, (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, (5) menguasai konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) menguasai konsep dasar Fisika yang mendukung secara langsung pencapaian kompetensi program keahliannya, (7) menerapkan konsep dasar Fisika untuk mendukung penerapan kompetensi program keahliannya dalam kehidupan sehari-hari, dan (8) menerapkan konsep dasar Fisika untuk mengembangkan kemampuan program keahliannya pada tingkat yang lebih tinggi. 4. Pendekatan Kontekstual (CTL) Dalam melaksanakan proses belajar mengajar dibutuhkan sebuah pendekatan pembelajaran. Menurut Syaiful Sagala (2009: 68) pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu instruksional tertentu. Sedangkan menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 24) “pendekatan pembelajaran bisa juga diartikan suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru juga siswa untuk mencapai tujuan pengajaran apabila kita melihatnya dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pegajaran itu dikelola”. Dari berbagai pendapat tentang pendekatan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru tojuga commit user siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu instruksional tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Menurut Syaiful Sagala (2009: 71) “adapun pendekatan pembelajaran yang sudah umum dipakai oleh para guru antara lain pendekatan proses dan konsep, deduktif dan induktif, ekspositori dan heuristik, pendekatan kecerdasan serta pendekatan kontekstual”. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual. a
Latar Belakang Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Salah satu pembelajaran yang berorientasi hal tersebut adalah pembelajaran kontekstual. Pengertian dari pembelajaran kontekstual tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, pembelajaran tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitanketerkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. (Elaine B Johnson, 2009: 67) Pendapat senada juga dikemukakan oleh Nurhadi yang dikutip oleh Sugiyanto (2007: 1) dalam Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Karakteristik pembelajaran yang berbasis kontekstual adalah sebagai berikut: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan dan tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman,commit siswa kritis guru kreatif, dinding kelas penuh to user dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Adapun strategi-strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan kontekstual menurut Tim Instruktur Fisika Jawa Tengah (2003: 5) disebutkan "CBSA, Pendekatan Proses, Life Skill Education, Authentic Instruction, Inquary Based Learning, Problem Based Learning, Cooperative Learning dan Service Learning". Dalam hal ini pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan dijabarkan dengan metode diskusi dan tanya jawab. Diskusi merupakan penerapan pada komponen masyarakat belajar dan tanya jawab merupakan penjabaran dari komponen bertanya (question) pada pendekatan kontekstual. Konsep kontekstual ditempatkan dari pemikiran abstrak ke konkret di dalam pembelajaran untuk membantu guru-guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi sebenarnya dan memotivasi siswa untuk membuat hubunganhubungan antara pengetahuan serta penerapannya di dalam kehidupan mereka. Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. (Nanang Hanafiah dkk, 2009: 67) Di sini diartikan bahwa proses pembelajaran kontekstual diharapkan berjalan secara ilmiah dalam bentuk kegiatan siswa dan mengalami sendiri, sedangkan guru hanya mengarahkan dan layak mendengarkan yang disampaikan siswa. Hasil pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, sehingga dengan konteks itu siswa diharapkan mampu menggali makna sendiri atas suatu konsep dalam materi, sehingga yang terpikirkan lebih tahan lama di benak siswa dibandingkan dengan siswa yang hanya sekedar menghafal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
b Komponen-Komponen dalam Pendekatan Kontekstual Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen yang dirangkum dari Wina Sanjaya (2008: 264-269) adalah sebagai berikut: 1) Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru
dalam
struktur
kognitif
siswa
berdasarkan
pengalaman.
Menurut
konstruktivisme, pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikonstruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting yaitu: obyek
yang
menjadi bahan
pengamatan dan
kemampuan subjek untuk
mengintrepretasi objek tersebut. Asumsi ini melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman nyata yang dibangun oleh individu si pembelajar. 2) Menemukan (inquiry) Menemukan artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir sistematis. Secara Umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: (1) merumuskan masalah; (2) mengajukan hipotesis; (3) mengumpulkan data; (4) menguji hipotesis; (5) membuat kesimpulan. Asas menemukan dan berpikir sistematis akan dapat menumbuhkan sikap ilmiah, rasional, sebagai pembentukan kreativitas. 3) Bertanya (Questioning) Bertanya adalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan. Dengan adanya keingintahuan pengetahuan selalu dapat berkembang. Dalam pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi commit tobegitu user saja tetapi memancing siswa dengan bertanya agar siswa dapat menemukan jawabannya sendiri. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
demikian pengembangan ketrampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru menjadikan pembelajaran lebih produktif. 4) Masyarakat belajar (Learning Community) Masyarakat
belajar
didasarkan
pada
pendapat
Vygotsky,
bahwa
pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain untuk saling membutuhkan. Dalam CTL hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain, dan bukan hanya guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat diterapkan melalui belajar kelompok, dan sumber-sumber lain dari luar yang dianggap tahu tentang sesuatu yang menjadi fokus pembelajaran. 5) Permodelan (Modelling ) Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, membaca berita, membaca lafal bahasa, mengoperasikan instrumen memerlukan modelling merupakan asas penting dalam pembelajaran melalui CTL, karena melalui CTL siswa dapat terhindar dari verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoritis-abstrak. Perlu juga dipahami bahwa modelling tidak terbatas dari guru saja tetapi dapat juga memanfaatkan siswa atau sumber lain yang mempunyai pengalaman atau keahlian. 6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajarinya dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bernilai positif atau tidak bernilai (negatif). commit to userMelalui refleksi siswa akan dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya serta menambah khasanah pengetahuannya. 7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment) Penilaian yang sebenarnya adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui siswa benar-benar belajar atau tidak. Penilaian ini berguna untuk mengetahui pengalaman belajar mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan siswa baik intelektual, mental, maupun psikomotorik. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar daripada sekedar hasil belajar. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dan dilakukan secara terintregasi. Dalam CTL keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. c
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Sebuah
kelas
dikatakan
menggunakan
pendekatan
pembelajaran
kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen pembelajaran kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apapun. Bidang studi apapun dan kelas dengan berbagai keadaan. Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar langkahnya adalah sebagai berikut: (1) mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna
mengkonstruksikan melaksanakan
dengan
cara
sendiri
kegiatan
bekerja
pengetahuan
sendiri, dan
menemukan keterampilan
sendiri
dan
barunya;
(2)
inkuiri sejauh mungkin untuk semua
topik; (3)
mengembangkan sifat ingin tahucommit siswatodengan user bertanya; (4) menciptakan "masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok); (5) menghadirkan "model" sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
contoh pembelajaran; (6) melakukan refleksi di akhir pembelajaran; (7) melakukan penilaian yang sebenarnya. (Depdiknas, 2003: 10) Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sangat menyenangkan dan menggembirakan dalam pelaksanaannya. Karena pembelajaran ini menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman nyata pada kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat menarik bagi peserta didik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Seiring meningkatnya motivasi belajar maka tujuan belajar yang optimal dan prestasi belajar yang maksimal akan tercapai. 5. Metode Mengajar Interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa ini perlu adanya suatu metode mengajar yang efektif agar tujuan tercapai. Menurut Martinis Yamin (2006: 153) “metode mengajar/pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu”. Sedangkan menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 24) “metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang kita ajar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Tardif dikutip oleh Muhibbin Syah (2008: 201) “metode mengajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa”. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara guru membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam interaksi belajar mengajar ada berbagai macam cara penyajian agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Dengan berbagai metode, diharapkan pembelajaran dapat berjalan baik sehingga pembelajaran tercapai. committujuan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Ada berbagai macam metode mengajar yang dikemukakan Martinis Yamin (2006: 154) “antara
lain ceramah,
demonstrasi/eksperimen, tanya jawab,
penampilan, diskusi, studi mandiri, kegiatan pembelajaran terprogram, latihan bersama teman, simulasi, pemecahan masalah, studi kasus, insiden, praktikum, proyek, bermain peran, seminar, simposium, tutorial, deduksi, induksi, dan computer assisted learning (CAL)”. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode yaitu metode demonstrasi dan metode diskusi. a. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan atau prosedur yang harus dilakukan, misal: proses mengatur sesuatu, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan sesuatu cara dengan cara yang lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada paserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001: 133). Adapun tujuan dari metode demonstrasi adalah (1) mengajarkan sesuatu proses atau prosedur yang dimiliki peserta didik atau dikuasai peserta didik; (2) mengkonkretkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik; dan (3) mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama. Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu pula dengan metode demonstrasi. Kelebihan dari metode demonstrasi yang dirangkum dari Rini Budiharti (1998: 33) adalah (1) demonstrasi memberi gambaran
commit to user
dan pengertian yang lebih jelas daripada hanya dengan keterangan lisan; (2) demonstrasi menunjukkan dengan jelas langkah-langkah suatu proses atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
keterampilan; (3) demonstrasi lebih mudah dan lebih efisien daripada membiarkan siswa-siswa melakukan eksperimen; (4) demonstrasi memberi kesempatan pada siswa untuk mengamati fenomena Fisika dengan cermat; dan (5) pada akhir demonstrasi dapat dilakukan diskusi, dimana siswa mendapat kesempatan bertukar pikiran untuk memperbaiki atau mempertajam pengertian. Sedangkan kelemahan dari metode demonstrasi adalah (1) dibutuhkan sarana lain selain papan tulis; (2) waktu yang dibutuhkan relatif lebih panjang; (3) sulit dijalankan untuk jumlah siswa yang cukup besar; (4) dibutuhkan kemampuan guru untuk menjalankan dan menangani alat. Agar pelaksanaan metode demonstrasi berhasil dengan baik dalam pembelajaran maka perlu dilakukan langkah-langkah, yang dirangkum dari Wina Sanjaya (2006: 151-152): 1) Perencanaan dalam persiapan demonstrasi. Persiapan dalam demonstrasi terdiri dari (a) penentuan tujuan demonstrasi yang dilakukan; (b) materi yang akan ditonjolkan dalam demonstrasi; (c) menyiapkan peralatan yang dibutuhkan; (d) mempertimbangkan jumlah siswa dan dihubungkan dengan hal yang ingin didemonstrasikan agar semua siswa dapat melihat dengan jelas; (e) membuat garis besar langkah atau pokok-pokok yang harus dilakukan secara berurutan dan secara tertulis pada LKS secara jelas; dan (f) untuk menghindari
kegagalan
dalam
pelaksanaan
sebaiknya
demonstrasi
yang
direncanakan dicoba terlebih dahulu. 2) Pelaksanaan demonstrasi Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, langkah selanjutnya adalah mulai demonstrasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan commit to user adalah (a) sebelum memulai demonstrasi, terlebih dahulu diadakan pre-test, kemudian memeriksa kesiapan alat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
sekali lagi; (b) mempersiapkan siswa, barangkali ada hal-hal yang perlu dicatat; (c) memulai demonstrasi dengan menarik perhatian siswa; (d) pada saat demonstrasi berlangsung, guru memperhatikan siswa agar perhatian siswa tetap tertuju pada demonstrasi; (e) menciptakan suasana yang nyaman agar siswa tidak tegang; (f) memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif memikirkan lebih lanjut tentang apa yang dilihat dan di dengarnya dalam bentuk pertanyaan. 3) Tindak lanjut dan evaluasi demonstrasi. Selama demonstrasi, siswa diberi Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini berisikan tentang garis besar langkah-langkah percobaan dan juga pertanyaanpertanyaan yang mengacu pada konsep yang ingin ditanamkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. LKS ini harus diisi siswa setelah mengamati demonstrasi yang berlangsung untuk menghindari siswa sebagai penonton saja. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sebagai tindak lanjut setelah metode demonstrasi dilakukan adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan pada LKS dan dikumpulkan sehingga guru dapat menilai sejauh mana hasil eksperimen dipahami siswa. b. Metode Diskusi Pendapat mengenai metode diskusi diungkapkan oleh Syaiful Sagala (2009: 208) bahwa, "metode diskusi adalah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis, pemunculan ide-ide, dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk commit mencaritokebenaran”. Menurut Martinis Yamin user (2006: 159-161) “metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dan siswa atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali, dan memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi adalah suatu metode pembelajaran yang siswa dihadapkan pada masalah untuk dipecahkan, sehingga terjadi interaksi siswa, saling bertukar pikiran, dan mengajukan pendapat masing-masing. Pada pendekatan kontekstual kerja sama antar siswa sangat dibutuhkan, yaitu dengan melibatkan para siswa di dalam kegiatan-kegiatan yang membawa pelajaran
-pelajaran
akademik
ke
dalam
kehidupan
mereka
sehari-hari,
menghubungkan tugas sekolah dengan persoalan dan masalah-masalah nyata, mendorong para
siswa untuk menerapkan
pemikiran
kritis dan kreatif,
mengutamakan kerja sama atau diskusi dalam menyelesaikan masalah, dan memelihara setiap anggota kelas menghasilkan kesuksesan siswa dan membantu setiap anggota kelas berkembang. Merangkum dari Martinis Yamin (2006: 159) bahwa metode diskusi akan digunakan oleh guru, pelatih, dan instruktur apabila: (1) menyediakan bahan, topik, atau masalah yang akan didiskusikan; (2) menyebutkan pokok-pokok masalah yang akan dibahas atau memberikan studi kasus kepada siswa sebelum menyelenggarakan diskusi; (3) menugaskan siswa untuk menjelaskan, menganalisis, dan meringkas; (4) membimbing diskusi, tidak memberi ceramah; (5) sabar terhadap kelompok yang lamban dalam mendiskusikannya; (6) waspada terhadap kelompok yang tampak kebingungan atau berjalan dengan tidak menentu; (7) melatih siswa dalam menghargai pendapat orang lain. Merangkum dari Martinis commit Yamin (2006: to user160) bahwa metode diskusi tepat digunakan apabila: (1) siswa berada di tahap menengah atau tahap akhir proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
belajar; (2) pelajaran formal atau magang; (3) perluasan pengetahuan yang telah dikuasai siswa; (4) belajar mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta mengambil keputusan; (5) membiasakan siswa berhadapan dengan berbagai pendekatan, interpretasi, dan kepribadian; (6) menghadapi masalah secara berkelompok; (7) membiasakan siswa untuk berargumentasi dan berfikir rasional. Metode diskusi merupakan metode yang banyak memiliki manfaat, tetapi masih juga ada keterbatasan-keterbatasan metode diskusi ini jika diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Merangkum dari J.J Hasibuan dan Moedjiono (2006: 23) bahwa kegunaan/manfaat dari metode diskusi adalah: (1) memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa; (2) memberi kesempatan pada siswa untuk menyalurkan kemampuannya; (3) mendapat balikan (feed back) dari siswa bahwa tujuan tercapai; (4) membantu siswa belajar berpikir kritis; (5) membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya (orang lain); (6) membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang ”dilihat”, baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah; (7) mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut. Merangkum dari Martinis Yamin (2006: 160-161) bahwa metode diskusi memiliki keterbatasan sebagai berikut: (1) menyita waktu lama dan jumlah siswa harus sedikit; (2) mempersyaratkan siswa memiliki latar belakang yang cukup tentang topik atau masalah yang didiskusikan; (3) metode ini tidak tepat digunakan pada tahap awal proses belajar bila siswa baru diperkenalkan kepada bahan pembelajaran baru; (4) apatis bagi siswa yang tidak terbiasa berbicara dalam forum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
6. Media Pembelajaran Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok yaitu komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak diterima secara optimal oleh siswa, atau siswa sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan media dan sumber belajar baik berupa film, televisi, gambar atau slide yang disajikan dalam komputer. Briggs dalam Sri Anitah mengemukakan bahwa “media pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk didalamnya buku, videotape, slide suara, suara guru, tape recorder, modul atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian”. (Sri Anitah, 2008: 1). Oleh Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 59-60) disebutkan bahwa : Media pembelajaran merupakan segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar secara cepat, tepat, mudah benar dan tidak terjadinya verbalisme. Media pembelajaran merupakan alat bantu pendengaran dan penglihatan (Audio Visual Aid) bagi peserta didik dalam rangka memperoleh pengalaman belajar secara signifikan. Media pembelajaran dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu (1) media visual yang terdiri dari: (a) media visual yang tidak diproyeksikan dan (b) media visual yang diproyeksikan; (2) media audio; serta (3) media audio-visual. (Sri Anitah, 2007: 1) Menurut Widha Sunarno (2008: 15-16) dalam Paedagogia Jurnal Penelitian Pendidikan disebutkan bahwa komputer commit tosebagai user media pembelajaran (CAI) mempunyai beberapa keuntungan, seperti uraian berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
(a) media berbasis komputer dapat membantu siswa dan guru dalam pembelajaran. Hal ini karena komputer itu bersifat “sabar, cermat, dan mempunyai ingatan yang baik”; (b) CAI memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan segera, seperti melakukan perhitungan atau mereproduksi grafik, memberikan gambaran secara ilustrasi dan memberikan bermacammacam informasi; (c) CAI cukup fleksibel dalam pembelajaran, karena dapat diatur menurut keinginan pengguna; (d) CAI dan guru dalam pembelajaran dapat saling melengkapi jika guru atau murid belum dapat menjawab; (e) selain itu komputer dapat memberikan nilai hasil pembelajaran dengan segera. Dari uraian di atas media sangat membantu dalam pembelajaran, terlebih bagi guru yang ingin lebih mengaktifkan siswanya dengan beberapa informasi aktual, gambaran pembelajaran yang interaktif dan menarik contohnya media pembelajaran dengan komputer. Media pendidikan selain komputer antara lain adalah papan tulis, bulletin board dan display, gambar dan ilustrasi fotografi, slide dan filmstrip, rekaman pendidikan, radio pendidikan, televisi pendidikan, peta dan globe, dan buku pelajaran. 7. Simulasi Animasi Komputer Pada awalnya animasi diambil dari kata ”animate” yang berarti menghidupkan. Tim Divisi Penelitian dan Pengembangan Madcoms Madiun (2006: 7) ”simulasi animasi komputer dapat diartikan sebagai dapat menghidupkan suatu objek dengan cara menggunakan perangkat yang disebut komputer”. Pembelajaran Suhu dan Kalor sangat dimungkinkan untuk dijelaskan materinya secara lebih tervisualkan melalui simulasi animasi komputer. Macromedia Professional Flash merupakan program yang digunakan untuk membuat simuasi animasi komputer. Pendekatan awalnya dimulai dengan menerangkan konsep-konsep dasar dari materi tersebut. Media ini memiliki kelebihan-kelebihan tertentu. Media simulasi animasi merupakan media yang menarik. Media tersebut dapat
commit to user
diintrepretasikan dari program atau kemasan pesannya sampai pada orang yang mendapat pendidikan media itu berpeluang dapat memanfaatkan kelebihan media
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
simulasi animasi komputer untuk bisa mengemas pesan dan menyampaikan informasi. Meskipun memiliki banyak kelebihan, media ini memiliki beberapa kekurangan. Diantaranya adalah menurut Nana Sujana dan Ahmad Rivai (2005: 55) kelemahannya antara lain pembuatannya rumit dan agak sulit. Selain itu memakan waktu yang lama dan penerapannya tidak ada interaksi anar manusia. Simulasi animasi komputer memerlukan perangkat komputer yang termasuk mahal. 8. Film Pendek Menurut Azhar Arsyad (2007: 49) menyatakan bahwa ”film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Melalui film, suatu objek yang bergerak dapat ditampilkan bersamaan dengan suara alamiah atau suara yang sesuai”. Menurut Azhar Arsyad (2007: 49), melalui media film kita dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, dan mempengaruhi sikap. Film Pendek di sini didefinisikan sebagai video yang menceritakan sebuah fenomena atau gejala Fisika yang berdurasi kurang dari 10 menit yang dapat disajikan dalam GOM Player dan Windows Media Classic. Film pendek ini dapat diunduh
dari
berbagai
situs
diantaranya
adalah
www.youtube.com,
www.metacafe.com, dengan memasukkan kata kunci yang relevan dengan tema atau materi yang ingin kita cari. Untuk software untuk memutar video atau film tersebut dapat juga diunduh di internet. Keuntungan terbesar dari penggunaan media ini adalah dapat menampilkan commit to user atau menyajikan berbagai macam gejala dan fenomena Fisika yang sering terjadi di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
lingkungan sekitar kita yang sebenarnya erat hubungannya dengan materi Fisika. Contohnya adalah ketika kita ingin menyajikan aplikasi hukum Archimedes dalam kehidupan sehari-hari maka kita dapat menyajikan film pendek tentang kapal laut, kapal layar, dan mungkin juga kapal selam. Keuntungan lain dari penggunaan media ini adalah melalui media film pendek kita dapat menampilkan ilustrasi yang konkret tentang sebuah konsep dan aplikasi dari sebuah materi Fisika. Materi tersebut biasanya terlihat abstrak sehingga dari situ maka kemampuan anak didik dalam memahami sebuah fenomena Fisika dapat lebih baik. Karena mereka dapat mengamati langsung penerapan sebuah konsep Fisika dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan keterbatasan dari penggunaan media film pendek diantaranya adalah ketersediaan jumlah film atau video yang dapat diunduh di internet tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang dinginkan. Misalkan film atau video tersebut merupakan produksi luar negeri sehingga timbul kesulitan dalam memahami maksud film tersebut karena bahasa yang digunakan bukan bahasa Indonesia. 9. Kemampuan Penalaran Analitis Menurut Gagne dalam buku Ratna Wilis Dahar (1989: 67) menyatakan bahwa ”kemampuan adalah penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar”. Massofa (2003: 45) dalam Wisma Pandia (2009: 67) berpendapat “penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian”. Berdasarkan pengamatan-pengamatan sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi barucommit yang sebelumnya to user tidak diketahui.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Kemampuan penalaran analitis memiliki kelebihan dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam membaca, mencerna, menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap informasi yang telah disampaikan. Untuk mengatur tingkat penalaran analitis peserta didik dapat dilakukan dengan cara pembatasan-pembatasan yang disebut indikator. Pendapat lainnya adalah menurut Wisma Pandia (2009: 8) yang menyatakan ”penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan”. Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing. Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis yaitu kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu. Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Dengan demikian dapat disimpulkan kemampuan penalaran analitis adalah suatu kemampuan kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangkar berpikir dengan logika penalaran. commit to user Sehingga dapat dikelompokkan menjadi beberapa indikator yaitu (1) siswa dapat memberi penjelasan yang paling
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
mungkin berdasarkan teori tertentu; (2) siswa dapat menarik kesimpulan menurut dasar pemikiran umum untuk menjelaskan hal-hal khusus; (3) siswa dapat menarik kesimpulan menurut dasar pemikiran khusus untuk menjelaskan hal-hal umum; (4) siswa mampu memberikan alasan yang logis; (5) siswa dapat memberikan alasan yang berupa hipotesa dari eksperimen; dan (6) siswa dapat mengembangkan konsep melalui
generalisasi,
pemisahan
dan
idealisasi
dari
objek-objek
nyata
diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri umum. 10. Gaya Belajar a. Pengertian Gaya Belajar Setiap siswa mempunyai cara-cara yang berbeda-beda yang sering dilakukan dalam aktifitas belajarnya. Siswa memilki perbedaan pada diri masing masing. Perbedaan-perbedaan individual pebelajar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam Gino dkk (1996: 6) meliputi perkembangan intelektual, kemampuan berahasa, latar belakang pengalaman, cara/ gaya belajar, bakat dan minat, dan kepribadian. Gaya belajar merupakan cara yang cenderung
dipilih
seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memprosesnya. Sesuai dengan pernyataan Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (1999: 110-112) bahwa, "gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi". Sedangkan Winkel (1998: 147) mengemukakan bahwa "gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara yang khas ini bersifat individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk dan cenderung bertahan terus". Pendapat lain juga dinyatakan oleh Nasution (2004: 94) bahwa "gaya belajar adalah cara yang dengan konsisten dilakukan seorang siswa dalam menangkap commitoleh to user stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal". Dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
beberapa pengertian yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar Fisika siswa adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten, kerapkali tidak disadari yang merupakan kombinasi dari siswa tersebut menyerap dan mengatur serta mengolah informasi dari konsep Fisika. b. Macam-Macam Gaya Belajar Siswa Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (1999: 112-113) menggolongkan gaya belajar berdasarkan cara menerima informasi dengan mudah (modalitas) ke dalam tiga tipe yaitu gaya belajar tipe visual, tipe auditorial, dan tipe kinestetik. Selanjutnya, sesuai dengan pembagian tipe gaya belajar, orang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu: 1). Visual Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (1999: 116) mengemukakan bahwa orang yang bertipe visual memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) perilaku rapi, teratur, teliti terhadap detil, b) lebih mudah dalam mengingat yang dilihat dari pada yang didengar, c) mengingat dengan asosiasi visual, d) lebih suka membacakan dari pada dibacakan, d) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal. Pendapat lain juga dikemukakan Sriyono (1992: 4) pada tipe visual yaitu siswa yang memiliki gaya belajar tipe penglihatan dapat menerima informasi dengan baik bila ia melihat langsung. Dari pendapat di atas disimpulkan gaya belajar tipe visual cenderung akan lebih baik jika memaksimalkan indera penglihatan dalam menyerap dan mengolah informasi. 2). Auditory Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (1999: 118) mengemukakan bahwa orang-orang yang bertipe auditorialcommit memiliki ciri-ciri perilaku sebagai berikut: (a) to user mudah terganggu oleh keributan; (b) senang membaca dengan keras dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
mendengarkan; (c) dapat mengulang kembali atau menirukan nada dan birama; (d) suka berdiskusi; (d) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat visualisasi. Sriyono (1992: 4) juga menyatakan bahwa, "siswa yang bertipe mendengarkan
dapat
menerima
dengan
baik
setiap
informasi
dengan
mendengarkan". Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tipe gaya belajar auditorial cenderung akan lebih baik jika memaksimalkan indera pendengaran dalam menyerap dan mengolah informasi. 3). Kinestetik Mengenai tipe gaya belajar kinestetik Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (1999: 118-120) mengemukakan ciri-ciri perilaku dari orang-orang yang bertipe kinestetik adalah sebagai berikut: (a) selalu berorientasi pada fisik; (b) belajar melalui manipulasi dan praktek; (c) menyukai buku-buku yang berorientasi pada alur atau isi; (d) ingin melakukan segala sesuatu. Pendapat mengenai tipe kinestetik juga diungkapkan Sriyono (1992: 4) menyatakan bahwa "siswa yang bertipe motorik akan menerima informasi dengan baik bila ia melakukan sendiri secara langsung". Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan disertai media animasi yang disajikan secara interaktif hendaknya membuat siswa yang bertipe kinestetik mampu belajar lebih baik sehingga meningkatkan kemampuan kognitifnya. Dari keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar Fisika adalah cara mengolah informasi materi/ konsep Fisika yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku masing-masing seperti disebutkan di atas. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya memilki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memilki karakteristik belajar yang lain, akan tetapi commitcara to user pengkategorian tipe tertentu menjadi pedoman bahwa individu memilki karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
cara belajar yang paling menonjol sehingga jika ia mendapat rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran seperti penggunaan pendekatan dan media tertentu dalam pembelajaran. 11. Prestasi Belajar Prestasi belajar
adalah hasil yang telah dicapai selama proses belajar.
Menurut Zainal Arifin (1990: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie” . Prestatie dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Menurut Sutratinah Tirtonegoro (1984: 43) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah suatu hasil atau bukti dari usaha optimal yang telah dilakukan sehingga dapat menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang. Prestasi belajar yang dicapai setiap siswa berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: a. Faktor dari Diri Sendiri Faktor yang berasal dari dalam diri siswa, meliputi dua aspek yaitu: (1) aspek phisiologis: aspek yang berhubungan dengan kondisi jasmani manusia; dan (2) aspek psikologis: aspek ini mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran siswa yang meliputi intelegensi siswa, sikap siswa, bakat, minat dan motivasi belajar. b. Faktor Lingkungan Faktor yang berasal dari lingkungan commit to siswa user yaitu: (1) lingkungan keluarga: ada tidaknya dukungan semangat belajar dari orang tua; (2) lingkungan masyarakat:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
kalau lingkungan masyarakatnya baik maka orang tua dan anak tersebut juga akan baik; (3) lingkungan pergaulan: tepat tidaknya siswa dalam memilih teman; dan (4) lingkungan spiritual: dasar agama dan pengalaman spiritual siswa. Dari kesemua faktor tersebut mempunyai interaksi dan saling berhubungan tergantung siswa yang menjalaninya. Prestasi belajar siswa dapat dikelompokkan dalam 3 kemampuan, yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada ketiga kemampuan tersebut kemampuan-kemampuannya bertingkat dari yang paling rendah sampai yang paling kompleks. a. Kemampuan Kognitif Kemampuan kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang diantaranya adalah pengetahuan (Knowledge), pemahaman (Comprehension), penerapan (Application), analisis, sintesis, dan evaluasi. b. Kemampuan Afektif Kemampuan afektif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang diantaranya adalah penerimaan (Receiving), respon, nilai, organisasi, dan karakterisasi. c. Kemampuan Psikomotorik Kemampuan psikomotorik secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang diantaranya adalah gerakan refleks, gerakan dasar, gerakan persepsi, gerakan kemampuan fisik, gerakan terampil, gerakan indah dan kreatif. Fungsi prestasi belajar yang dirangkum dari Mulyati Arifin (1990: 3-4) antara lain (1) prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik; (2) prestasi belajartosebagai commit user lambang pemuasan hasrat ingin tahu; (3) prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan; (4)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan; dan (5) prestasi belajar sebagai indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. 12. Materi Pokok Bahasan Suhu dan Kalor a. Suhu Dalam kehidupan sehari-hari, suhu didefinisikan sebagai ukuran derajat panas atau dinginnya suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu tinggi, sedangkan es yang membeku dikatakan memiliki suhu rendah. Alat untuk mengukur suhu adalah termometer. Cara kerja termometer memanfaatkan sifat termometrik zat yaitu perubahan sifat fisis zat karena perubahan suhu, misalnya volume zat cair, panjang logam, tekanan gas pada volume tetap. Termometer berupa tabung kaca yang di dalamnya berisi zat cair, yaitu raksa atau alkohol. Pada suhu yang lebih tinggi, raksa dalam tabung memuai sehingga menunjuk angka yang lebih tinggi pada skala. Sebaliknya, pada suhu yang lebih rendah raksa dalam tabung menyusut sehingga menunjuk angka yang lebih rendah pada skala. Terdapat empat skala yang digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin.
Gambar 2.1. Termometer commit to user raksa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Kalibrasi termometer adalah kegiatan menetapkan skala sebuah termometer yang belum memiliki skala. Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika sehingga suhu mempunyai standar. Standar untuk suhu disebut titik tetap, ada dua titik tetap yaitu titik tetap bawah dan titik tetap atas. Berdasarkan pengukuran dengan termometer, titik tetap bawah didefinisikan sebagai titik lebur es murni/titik beku air murni dan ditandai dengan angka 00 C. Alasan menyebut es murni adalah karena ketidakmurnian es (misalnya bercampur dengan garam) akan menyebabkan titik lebur es akan menjadi lebih rendah (di bawah nol). Titik lebur zat didefinisikan sebagai suhu saat fase padat dan cair ada bersama dalam kesetimbangan, yaitu tanpa adanya zat cair total yang berubah menjadi padat atau sebaliknya Titik tetap atas merupakan suhu uap di atas air yang sedang mendidih pada tekanan 1 atm dan ditandai dengan angka 1000 C. Titik didih didefinisikan sebagai suhu zat cair dan gas ada bersama dalam kesetimbangan. Tabel 2.2 Perbandingan Antar Skala Pada Termometer Skala
Titik lebur es (pada P = 1 atm) Titik didih air (pada P = 1 atm)
Celcius
0
100
Reamur
0
80
Fahrenheit
32
212
Kelvin
273
373
Dari tabel 2.2 dapat dibuat perbandingan antar skala
TC : (TF 32) : TR 5 : 9 : 4 Konversi antara skala Celsius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan
5 9 TC (TF 32) atau TF TC 32 9 5 Konversi antara skala Celsius dan skala Reamur dapat dituliskan
commit to user
5 4 TC TR atau TR TC 4 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Konversi antara skala Fahreinheit dan skala Reamur dapat dituliskan TR
4 9 (TF 32) atau TF TR 32 9 4
Konversi antara skala Celcius dan skala Kelvin dapat dituliskan TC TK 273 atau TK TC 273
b. Kalor Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan. Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat panas atau dinginnya suatu benda. Kalor yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhunya sebanding dengan massa benda dan perubahan suhu. Banyaknya kalor dapat dirumuskan:
Q m c T Keterangan: Q
= jumlah kalor yang diserap/dilepas (kalori atau joule)
m
= massa benda (gram atau kilogram)
c
= kalor jenis (kal g-1oC-1 atau joule kg-1K-1)
T
= perubahan suhu (oC atau K)
1 kalori = 4,2 joule Satu kalori berarti banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 oC pada massa 1 gram air. Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 0C. Kapasitas kalor diberi lambang C dan ditulis dalam 0 bentuk persamaan : C m c , satuancommit kapasitas to kalor user adalah J/K atau kal/ C
Sehingga persamaan kalor dapat dituliskan menjadi Q C T
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
c. Pemuaian Pemuaian adalah peristiwa bertambahnya ukuran suatu benda akibat kenaikan suhu pada benda tersebut 1). Pemuaian zat padat a). Pemuaian panjang Jika suatu benda padat dipanaskan, benda tersebut akan memuai ke segala arah. Untuk benda padat yang memiliki panjang tetapi luas penampangnya kecil, misalnya jarum rajut, hanya dapat diperhatikan pemuaian zat padat ke arah memanjangnya seperti pada gambar 2.2. Misal, ketika tiga batang logam yang berbeda jenis tetapi memiliki panjang mula-mula yang sama dipanaskan, ketika ketiga batang tersebut mengalami kenaikan suhu yang sama, tetapi pertambahan panjang ketiganya berbeda. Perbedaan panjang ini disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang dari masing-masing logam tersebut.
Gambar 2.2 Pemuaian Panjang Koefisien muai panjang ( ) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan panjang ( L ) terhadap panjang awal benda (L0) per satuan kenaikan suhu (T ) . Secara matematis dinyatakan L
L0 T
Pemuaian panjang
commit L toL0user T
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Panjang akhir benda
L L0 L L0 L0 T L L0 (1 T )
T T T0
Dengan Keterangan
L
: panjang akhir benda ( m )
T
: suhu akhir benda (0C atau K)
T0
: suhu awal benda (0C atau K)
b) Pemuaian luas Bila benda padat berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi pemuaian dalam arah memanjang dan melebar seperti pada gambar 2.3. Pemuaian luas suatu zat juga bergantung pada koefisien muai luas benda tersebut.
Gambar 2.3 Pemuaian Luas Koefisien muai luas
( )
suatu bahan adalah perbandingan antara
pertambahan luas (A) terhadap luas awal benda ( A0 ) per satuan kenaikan suhu
(T ) . Secara matematis dinyatakan A
A0 T
Pemuaian Luas
commit A toA0user T
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Luas akhir benda
A A0 A A A0 A0 T A A0 (1 T ),
2
c). Pemuaian volum Bila benda padat berdimensi tiga yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi dipanaskan maka benda tersebut akan mengalami pemuaian volum seperti pada gambar 2.4. Pemuaian volum berbagai zat juga bergantung pada koefisien muai volum zat tersebut.
Gambar 2.4 Pemuaian Volum Koefisien muai volum ( ) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan volum (V ) terhadap volum awal benda (V0 ) per satuan kenaikan suhu (T ) . Secara matematis dinyatakan
V
V0 T
Pemuaian Volume
V V0 T Volume akhir benda V V0 V V V0 V0 T commit to user V V0 (1 T ),
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
2) Pemuaian zat cair Sifat zat cair adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya. Jika air dituangkan ke dalam botol maka air akan memenuhi botol dan bentuk air mengikuti bentuk botol. Sehingga dapat dikatakan bahwa volum botol sama dengan volum air. Jika zat cair dipanaskan maka akan mengalami pemuaian volum. Pemuaian volum pada zat cair juga dipengaruhi oleh koefisien muai volume zatnya V
yang dirumuskan
V0 sehingga persamaan yang berlaku sama dengan T
pemuaian volum pada zat padat yaitu V V0 (1 .T ) , : koefisien muai volum zat cair. 3) Pemuaian gas Gas juga mengalami pemuaian volum, tetapi pemuaian gas lebih besar daripada pemuaian volum zat cair untuk kenaikan suhu yang sama. Pemuaian volum gas memenuhi persamaan V V0 (1 T ) dan besarnya koefisien muai volum ( ) untuk semua gas adalah sebesar 1
0
273
C 1
Pemuaian volum pada gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan suhu. Hukum yang menyatakan hubungan antara volum, suhu, dan tekanan adalah Hukum BoyleGay Lussac. Hukum ini berlaku jika tekanan, suhu, dan volum semuanya berubah. P1V1 P2V2 T1 T2
d. Perubahan Wujud Zat Sebuah benda dapat berubah wujud ketika diberi kalor. Apabila suatu zat padat, misalnya es dipanaskan, es tersebut akan menyerap kalor dan beberapa lama
commit to user
kemudian berubah wujud menjadi zat cair. Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair ini disebut proses melebur. Temperatur pada saat zat mengalami peleburan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
disebut titik lebur zat. Adapun proses perubahan wujud zat dari cair menjadi padat disebut sebagai proses pembekuan dan temperatur ketika zat mengalami proses pembekuan disebut titik beku zat. Jika zat cair dipanaskan akan menguap dan berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud dari zat cair menjadi uap (gas) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan dibutuhkan kalor, misalnya adalah pada air yang mendidih. Penguapan hanya terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang temperatur, sedangkan mendidih hanya terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi pada temperatur tertentu yang disebut dengan titik didih. Proses kebalikan dari menguap adalah mengembun, yakni perubahan wujud dari uap menjadi cair. Perubahan wujud zat dapat dilihat dari gambar 2.5. Uap
deposisi
menyublim
menguap mengembun
Cair
membeku melebur
Padat
Gambar 2.5. Diagram Perubahan Wujud Zat e. Perpindahan Kalor 1). Konduksi Jika salah satu ujung batang logam dimasukkan ke dalam api atau dipanaskan, ujung batang yang lainnya akan ikut menjadi panas, walaupun tidak ikut dimasukkan ke dalam api. Hal ini dikarenakan atom-atom di dalam zat padat yang dipanaskan tersebut akan bergetar dengan sangat kuat. Kemudian, atom-atom tersebut akan memindahkan sebagian energi yang dimilikinya ke atom-atom tetangga terdekat yang ditumbuknya. Atomtotetangga commit user ini menumbuk atom tetangga lainnya dan seterusnya sehingga terjadi hantaran energi di dalam zat padat tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Untuk bahan logam, terdapat elektron-elektron yang dapat bergerak bebas yang juga ikut berperan dalam merambatkan energi tersebut. Perpindahan kalor dengan cara tersebut dikenal dengan istilah konduksi yaitu perpindahan kalor tanpa diikuti oleh mediumnya atau perpindahan energi kalor yang tidak disertai perpindahan partikelpartikel zat.
L
T1
T2
Gambar 2.6. Rambatan kalor secara konduksi Besarnya kalor yang dipindahkan secara konduksi tiap satu satuan waktu (H) sebanding dengan luas penampang mediumnya (A), perbedaan suhunya ( T ) dan berbanding terbalik dengan panjang mediumnya (L) serta tergantung pada jenis mediumnya. Dari penjelasan ini dapat diperoleh perumusan
H Keterangan:
Q kAT kA(T1 T2 ) t L L
Q = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt) k = koefisien konduksi termal ( J/msK) A = luas penampang (m ) 2
L = panjang bahan (m) ΔT = perubahan suhu (K) T1 = ujung batang benda bersuhu tinggi (K) T2 = ujung batang benda bersuhu rendah (K) 2). Konveksi Konveksi merupakan cara perpindahan kalor dengan diikuti oleh mediumnya atau perpindahan energi kalor yang disertai perpindahan partikel-partikel zat.
commit to user
Misalnya pada pemanasan air, bagian air yang lebih dulu panas adalah bagian bawah, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil, sehingga air bergerak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang massa jenisnya lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang ditunjukkan oleh anak panah, disebut arus konveksi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Arus konveksi pada air yang dipanaskan Laju perpindahan kalor secara konveksi (H=Q/t) adalah sebanding dengan luas permukaan benda (A) yang bersentuhan dengan fluida (air), koefisien konveksi termal (h) dan perbedaan suhunya (∆T). Dan dirumuskan H
Q hAT t
Konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Contoh peristiwa konveksi dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan dalam peristiwa angin darat, angin laut, keluarnya udara dari cerobong asap, dsb. 3). Radiasi Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik di mana kalor berpindah tanpa memerlukan medium perantara. Contohnya adalah radiasi yang dipancarkan matahari sampai ke bumi. Radiasi kalor memenuhi hukum Stefan Boltzman, yaitu energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (W=Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan pangkat empat suhu mutlak permukaan tersebut (T4) dan dirumuskan
commit to user W
Q eAT 4 t
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
= 5,67.10-8 W/mK4 e adalah emisivitas suatu bahan yang didefinisikan sebagai ukuran pancaran radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna yang nilainya berkisar antara 0 sampai 1, untuk benda hitam sempurna e = 1. f. Pengukuran Suhu dan Kalor Pengukuran suhu biasanya menggunakan termometer. Termometer adalah salah satu alat yang bekerja dengan memanfaatkan sifat termometrik zat yaitu perubahan sifat fisis karena perubahan suhu benda. Perubahan suhu mempengaruhi sifat-sifat zat tersebut antara lain: warnanya, volumenya, tekanannya, dan daya hantar listriknya. Dengan memanfaatkan sifat termomterik zat tersebut, kita dapat membuat beberapa jenis termometer, antara lain: termometer cairan (termometer kaca), termometer gas, termometer hambatan listrik (pirometer), termokopel, dan sebagainya. Sedangkan untuk mengukur atau menentukan kalor terutama kalor jenis biasanya menggunakan kalorimeter. Kalorimeter adalah alat untuk menentukan kalor jenis suatu zat. Kalorimeter terdiri dari beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut ditunjukkan pada gambar 2.5 1. Termometer 2. Pengaduk 3. Penutup 4. Kalorimeter 5. Bejana luar 6. Gabus
Gambar 2.8 Bagian-Bagian Kalorimeter Prinsip kerja kalorimeter adalah sebagai berikut: kalorimeter terdiri atas bejana logam yang jenisnya telah diketahui, dinding dari isolator yang berfungsi commit to penyekat user untuk mencegah terjadinya perambatan kalor ke lingkungan sekitar, termometer, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
pengaduk. Bejana logam berisi air yang suhu awalnya dapat diketahui dari termometer. Jika sebuah bahan yang belum diketahui kalor jenisnya dipanaskan, kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter dengan cepat, kalor jenis itu dapat dihitung. Kalor jenis adalah kemampuan suatu benda untuk menyerap kalor. Jika banyaknya kalor disimbolkan Q, massa dengan m dan kenaikan suhu dengan t dan kalor jenis zat disimbulkan c, maka secara matematis dapat dituliskan besarnya kalor jenis zat: c
Q m.t
Pengukuran kalor jenis dengan kalorimeter didasarkan pada asas Black, yaitu kalor yang diterima oleh kalorimeter sama dengan kalor yang diberikan oleh zat yang dicari kalor jenisnya. Hal ini mengandung pengertian jika dua benda yang berbeda suhunya saling bersentuhan, maka akan menuju kesetimbangan termodinamika. Suhu akhir kedua benda akan sama. g. Penghitungan Kalor Jika es dipanasi maka setelah selang waktu beberapa menit es tersebut berubah wujud menjadi air, dan jika proses pemanasan dilanjutkan, air tersebut berubah wujudnya menjadi uap air. Proses perubahan wujud es tersebut terhadap waktu dapat disajikan pada gambar 2.9
commit to user Gambar 2.9 Grafik Fase Perubahan Wujud Es
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
Keterangan : a : air berada pada fase padat dan disebut es, suhu air/es dibawah 0 0 C b : es mulai mengalami perubahan wujud menjadi cair (mencair), suhu air 0 0 C c : es seluruhnya sudah berubah wujud menjadi cair, suhu air 00 C d : air tepat mendidih dan mulai mengalami perubahan wujud menjadi uap(menguap) , suhu air 1000 C (Pada tekanan 1 atm) e : air seluruhnya telah berubah wujud menjadi uap, suhu air 1000 C Pada gambar 2.7 di atas terlihat bahwa air mengalami dua kali perubahan wujud dari es menjadi cair (yang ditunjukkan pada titik antara b dan c) dan dari cair menjadi uap (yang ditunjukkan pada titik antara d dan e). Terlihat bahwa antara titik b dan c dihubungkan garis lurus yang menandakan bahwa pada saat berubah wujud suhunya tetap. Ini berarti kalor yang diberikan pemanas hanya digunakan untuk mengubah wujud es menjadi air. Kalor ini disebut sebagai kalor laten. Sehingga kalor laten dapat didefinisikan sebagai kalor yang dibutuhkan untuk mengubah wujud 1 kg zat tanpa merubah suhu zat tersebut. Pada gambar 2.7 terlihat zat tepat melebur pada titik c, titik c disebut sebagai titik lebur yaitu suhu pada saat itu zat tepat melebur. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat menjadi cair (melebur) disebut kalor laten lebur atau kalor lebur. Sebaliknya saat di titik b, zat tepat membeku, maka titik b disebut sebagai titik beku. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi padat (membeku) disebut kalor laten beku atau kalor beku. Kalor lebur dan kalor beku ini dilambangkan dengan L, dan besarnya dapat dihitung menggunakan persamaan: L
Q dengan satuan J/kg m
commit to user
Pada gambar 2.7 juga terlihat bahwa zat tepat mendidih pada titik e, sehingga titik disebut titik didih. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
menjadi gas (menguap) disebut kalor laten uap atau kalor uap. Sebaliknya saat di titik d, ketika uap didinginkan maka pada titik tersebut uap akan tepat mengembun. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat gas menjadi cair (mengembun) disebut kalor laten embun atau kalor embun. Kalor uap dan kalor embun ini dilambangkan dengan U, dan besarnya dapat dihitung menggunakan persamaan: U
Q dengan satuan J/kg. m
Air hangat dapat diperoleh dengan cara mencampur air panas dengan air dingin. Dalam pencampuran ini, air panas melepaskan kalor sehingga suhunya turun dan air dingin menerima kalor sehingga suhunya naik. Jika pertukaran kalor hanya terjadi antara air panas dan air dingin (tidak ada kehilangan kalor ke udara sekitar dan ke cangkir) maka sesuai prinsip kekekalan energi yaitu kalor yang dilepaskan oleh air panas (Qlepas) sama dengan kalor yang diterima air dingin (Qterima). Pernyataan inilah yang dinamakan Asas Black dan dirumuskan Q lepas Q terima m 1 c1 T1 m 2 c 2 T 2 m 1 c1 ( T1 T c ) m 2 c 2 (T c T 2 )
Keterangan:
m1
= massa benda satu
m2
= massa benda dua
c1
= kalor jenis benda satu
c2
= kalor jenis benda dua
T1
= suhu awal benda satu
T2
= suhu awal benda dua
Tc
= suhu campuran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan penggunaan pendekatan kontekstual pernah dilakukan oleh Widodo (2009) dari prodi Pendidikan Sains minat utama Kimia. Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada beda pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar kimia siswa. Walaupun demikian pengaruh tersebut tidak signifikan. Agar pengaruh dari pendekatan kontekstual lebih signifikan maka dalam penelitian ini penggunaan medianya diusahakan akan lebih mendekati realitas yang ada di kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan perbaikan yang seperti itu akan mendapatkan pengaruh yang lebih signifikan dari penggunaan pendekatan kontekstual dengan media simulasi animasi komputer dengan film pendek. Perbedaannya adalah menggunakan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek serta gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis dalam pembelajaran Fisika. Penelitian yang sejenis tentang pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh Kokom Komalasari (2009) menyimpulkan bahwa “contextual learning in civic education influenced positively and significantly and contributed 26% to the civic competence of Junior High School student”. Berdasarkan penelitian tersebut dalam pembelajaran ilmu kewarganegaraan, pendekatan kontekstual berpengaruh signifikan dan positif terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini akan menerapkan pendekatan kontekstual tersebut dalam pembelajaran IPA terutama Fisika yang diharapkan juga dapat menjadikan prestasi belajar siswa lebih baik. Perbedaannya adalah pendekatan kontekstual menggunakan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek serta gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis
commit to user
dalam pembelajaran Fisika bukan dalam pembelajaran ilmu kewarganegaraan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan media belajar pernah dilakukan oleh Murwani Dewi Wijayanti (2009) menyimpulkan bahwa prestasi belajar kimia hasil dari penerapan model pembelajaran individual dengan media modul berbasis IT lebih sesuai daripada penerapan model pembelajaran individual dengan media simulasi animasi komputer. Penelitian ini akan memperbaiki media simulasi animasi komputer sehingga akan lebih menarik, inovatif dan interaktif yaitu dengan mengubah tampilan sehingga mudah dipahami siswa. Diharapkan dengan perbaikan seperti itu akan memperbaiki prestasi belajar siswa sehingga akan menjadi lebih baik lagi. Perbedaannya adalah menggunakan media pembelajaran bukan modul berbasis IT tetapi film pendek serta bukan kemampuan awal tetapi gaya belajar dalam pembelajaran Fisika. Selain itu penelitian lain tentang media pembelajaran berbasis komputer yang dilakukan oleh Yuen-kuang Liao (2007) menyimpulkan bahwa“CSI (Computer Simulation Instruction) is more effective than TI (Traditional Instruction)
in
Taiwan.” Jadi pada penelitian ini menyatakan bahwa CSI (Computer Simulation Instruction) lebih efektif daripada TI (Traditional Instruction). Berdasarkan penelitian tersebut maka penelitian ini akan membandingkan dua media berbasis komputer yaitu media simulasi animasi komputer dengan film pendek. Diharapkan dari kedua media tersebut dapat memperbaiki hasil prestasi belajar siswa agar lebih baik.
Perbedaannya
adalah
pendekatan
kontekstual
menggunakan
media
pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek bukan media tradisional serta gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis dalam pembelajaran Fisika. Penelitian lain yang terkait dengan media pembelajaran berbasis komputer yang dilakukan oleh Mustafa Baser commit dan Soner to Durmus user (2009) menyimpulkan bahwa “computer supported inquiry and real laboratory inquiry teaching had the same
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
effect on student understandings of concepts in direct current electricity”. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengajaran inquiri berbantuan komputer dan inquiri laboratorium nyata memiliki efek yang sama pada pemahaman siswa tentang konsep-konsep dalam listrik arus searah. Berdasarkan penelitian tersebut maka penelitian ini akan membandingkan dua media berbasis komputer yaitu media simulasi animasi komputer dengan film pendek. Diharapkan dari kedua media tersebut dapat memperbaiki hasil prestasi belajar siswa menjadi lebih baik lagi. Perbedaannya pada penelitian ini adalah pendekatan kontekstual menggunakan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek bukan media tradisional serta gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis dalam pembelajaran Fisika yaitu pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kemampuan penalaran analitis pernah dilakukan oleh Murwani Dewi Wijayanti (2009) menyimpulkan bahwa media modul berbasis IT pada model pembelajaran individual lebih sesuai untuk prestasi belajar peserta didik yang memiliki daya kemampuan penalaran analitis tinggi dibandingkan kemampuan penalaran analitis rendah. Penelitian ini akan memperbaiki kemampuan penalaran analitis siswa sehingga media simulasi animasi komputer sesuai untuk kemampuan penalaran analitis tinggi yaitu dengan menyesuaikan media simulasi animasi komputer agar kemampuan analitis siswa dapat muncul dalam pembelajaran. Perbedaannya adalah menggunakan media pembelajaran bukan modul berbasis IT tetapi film pendek serta bukan kemampuan awal tetapi gaya belajar dalam pembelajaran Fisika. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan gaya belajar pernah dilakukan oleh Basir (2010) menyimpulkan bahwa commit to user gaya belajar merupakan variabel penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
prestasi belajar siswa. Penelitian ini memperbaiki penelitian tersebut dengan memunculkan gaya belajar visual dan kinestetik siswa dengan pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar mereka. Diharapkan dengan perbaikan itu akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Perbedaannya adalah menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual bukan metode inkuiri terbimbing dan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek serta bukan gaya berpikir tetapi kemampuan penalaran analitis. Penelitian yang lain terkait gaya belajar pernah dilakukan oleh Rosihan M Ali dan Liew Kee Kor (2006) menyimpulkan bahwa “there were no significant differences in GC confidence across brain hemisphericity as well as learning styles”. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kepercayaan GC (kalkulator grafis untuk matematika) dengan belahan otak serta gaya belajar dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan penelitian tersebut maka penelitian ini akan memperbaiki agar gaya belajar dapat berpengaruh signifikan terhadap pembelajaran. Dengan memunculkan gaya belajar siswa dengan penggunaan media diharapkan dapat memperbaiki prestasi belajar siswa. Perbedaan penelitian ini adalah pendekatan kontekstual menggunakan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek bukan media tradisional serta gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis dalam pembelajaran Fisika. Penelitian yang telah dilakukan terkait gaya belajar pernah dilakukan oleh Murat Peker dan Seref Mirasyedioglu (2007) menyimpulkan bahwa “one of the factors which affect the attitudes towards mathematics is learning styles”. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya belajar adalah salah satu commit to user faktor yang mempengaruhi sikap terhadap matematika. Berdasarkan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
tersebut menunjukkan bahwa gaya belajar dapat mempengaruhi kemampuan matematika siswa. Penelitian ini akan menggunakan gaya belajar untuk meningkatkan kemampuan Fisika siswa. Penggunaan media pembelajaran akan dapat memunculkan gaya belajar siswa sehingga dapat tercapai kemampuan Fisika yang tinggi. Perbedaan penelitian ini adalah pendekatan kontekstual menggunakan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek bukan media tradisional serta gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis dalam pembelajaran Fisika. C. Kerangka Berfikir Berdasarkan kajian teori yang telah diterangkan di muka, maka dapat disusun kerangka berfikir dalam penelitian ini bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh metode mengajar (pendekatan pengajarannya dengan pendekatan kontekstual disertai media simulasi animasi komputer dan film pendek) dan ditinjau dari gaya belajar siswa dan kemampuan penalaran. 1. Pengaruh penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa Pokok bahasan Suhu dan Kalor memiliki karakteristik yang konkret dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga sesuai dengan pendekatan kontekstual yang dalam pembelajaran sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari. Media pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Media pembelajaran yang akan digunakan antara lain adalah media simulasi animasi komputer dan film pendek. Penggunaan pendekatan kontekstual melalui media pembelajaran siswa dapat menemukan makna konsep pembelajaran dari gambar yang dianimasikan
commit to user
maupun film pendek yang ditampilkan sehingga terbentuk struktur kognitif yakni
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
memaknai sendiri konsep dan jawaban atas masalah yang dihadapi sehingga siswa seolah terlibat langsung yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer yang kelebihan utamanya adalah dapat menganimasikan fenomenafenomena Fisika dalam kehidupan sehari-hari siswa dengan jelas, menarik, dan interaktif sehingga sesuai dengan peristiwa nyata yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Sedangkan penggunaan pendekatan kontekstual melalui film pendek kelebihannya dapat menampilkan atau menyajikan berbagai macam gejala dan fenomena Fisika secara nyata yang sering terjadi di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya erat hubungannya dengan materi Fisika. Walaupun kedua media pembelajaran dapat meningkatakan prestasi belajar, namun diduga media simulasi animasi komputer dapat meningkatkan prestasi belajar siswa lebih baik dibanding dengan film pendek karena animasi lebih menarik perhatian siswa daripada sekedar video biasa. 2. Pengaruh kemampuan penalaran analitis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. Kemampuan penalaran analitis adalah suatu kemampuan kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir dengan logika penalaran. Kemampuan penalaran analitis memiliki indikator: (1) siswa dapat memberi penjelasan yang paling mungkin berdasarkan teori tertentu; (2) siswa dapat menarik kesimpulan menurut dasar pemikiran umum untuk menjelaskan hal-hal khusus; (3) siswa dapat menarik kesimpulan menurut dasar pemikiran khusus untuk menjelaskan hal-hal umum; (4) siswa mampu memberikan alasan yang logis; (5) siswa dapat memberikan alasan yangcommit berupato hipotesa user dari eksperimen; dan (6) siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
dapat mengembangkan konsep melalui generalisasi, pemisahan dan idealisasi dimana objek-objek nyata diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri umum. Dengan demikian jika siswa dapat memenuhi indikator kemampuan penalaran analitis tersebut akan memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi serta prestasi balajarnya tinggi, sedangkan yang tidak memenuhi akan memiliki kemampuan penalaran analitis rendah serta prestasi belajarnya rendah. Sehingga diduga bahwa siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah. 3. Pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa Setiap siswa mempunyai cara yang khas dalam menerima materi pelajaran yang disebut dengan gaya belajar. Gaya belajar dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Dalam hal ini difokuskan pada dua tipe yaitu visual dan kinestetik. Adapun siswa visual dengan kelebihannya mengoptimalkan indera penglihatan dapat teroptimalkan dengan pesan-pesan visual yang ditampilkan dalam slide dan gambar pada komputer. Penggunaan media komputer dengan animasi bagi siswa yang memilki karakter kinestetik akan sangat membantu. Karena, dengan media
animasi dengan
fasilitas tombol-tombol
yang menjadikan
pembelajaran interaktif dan tak akan pernah bosan diulang-ulang akan mengaktifkan siswa dalam menyerap informasi dalam bentuk gambar maupun tulisan. Gaya belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Fisika. Sehingga diduga dengan pengkategorian tipe tertentu menjadi pedoman bahwa individu memiliki karakteristik cara belajar yang paling menonjol sehingga jika ia mendapat rangsangan sesuai dalam belajar maka akan commityang to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
memudahkannya untuk menyerap pelajaran seperti penggunaan pendekatan dan media tertentu dalam pembelajaran. 4. Interaksi antara penggunaan media dan kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa Dalam pembelajaran menggunakan metode demonstrasi dibutuhkan kemampuan penalaran analitis siswa untuk dapat mencerna segala macam informasi yang didapat dari proses demonstrasi tersebut. Sehingga guru harus memfasilitasi siswa agar dapat memunculkan kemampuan penalaran analitis tersebut dalam proses demonstrasi. Kemampuan penalaran analitis memiliki kelebihan dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam membaca, mencerna, menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap informasi yang telah disampaikan. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi diduga akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik jika dalam pembelajarannya menggunakan media film pendek. Karena dalam pembelajaran dengan media film pendek banyak fenomena-fenomena Fisika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang harus dicerna/dianalisis dulu oleh siswa sehingga menjadi prinsip-prinsip ataupun hukum-hukum Fisika. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah diduga dengan pembelajaran menggunakan media simulasi animasi komputer akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik karena tidak perlu menganalitis/mencerna dulu informasi/fenomena sebab telah disesuaikan dengan keadaan idealnya. Dengan demikian diduga ada interaksi antara penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek dengan kemampuan penalaran analitis siswa. 5. Interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan gaya belajar terhadap commit to user prestasi belajar siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
Gaya belajar sangat berkaitan dengan karakter pribadi siswa dalam belajar. Guru harus memperhatikan gaya belajar siswa dalam pembelajaran Fisika di kelas. Sehingga siswa dapat memperoleh rangsangan yang sesuai dengan kategori gaya belajar yang mereka miliki yaitu auditori, visual maupun kinestetik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual diduga akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik dalam pembelajarannya menggunakan media film pendek. Karena dalam media film pendek, siswa hanya melihat fenomena dari video tapi tidak melakukannya sendiri. Sedangkan untuk pembelajaran menggunakan simulasi animasi komputer diduga akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik jika diterapkan pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Karena dalam media simulasi animasi komputer perwakilan atau beberapa siswa dapat melakukan eksperimen sendiri dengan mensimulasikannya dalam animasi komputer. Dengan demikian diduga ada interaksi antara penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek dengan gaya belajar siswa. 6. Interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa Guru perlu memperhatikan gaya belajar siswa dalam pembelajaran Fisika di kelas agar siswa dapat memperoleh rangsangan yang sesuai dengan tipe gaya belajar yang mereka miliki. Dalam pembelajaran Fisika dengan metode demonstrasi sangat dibutuhkan kemampuan penalaran analitis siswa untuk mencerna atau menganalisis segala macam informasi maupun fenomena-fenomena Fisika di kehidupan seharihari. Siswa yang memiliki gaya belajar visual diduga akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik jika rangsangannya sesuai. Terutama jika dilihat dari commit to user kemampuan penalaran analitis tinggi. Sedangkan dilihat dari kemampuan penalaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
analitis rendah, siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik diduga akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik jika rangsangannya sesuai. Dari pemikiran tersebut diduga terjadi interaksi antara gaya belajar siswa dengan kemampuan penalaran analitis. 7. Interaksi antara penggunaan media, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. Mempelajari materi Suhu dan Kalor ini diperlukan metode pembelajaran yang sesuai diantaranya metode demonstrasi dengan media simulasi animasi komputer dan film pendek dengan memperhatikan gaya belajar siswa, dan kemampuan penalaran analitis. Pembelajaran menggunakan metode demonstrasi diperlukan gaya belajar yang sesuai dan kemampuan penalaran analitis yang tinggi. Siswa yang memiliki gaya belajar visual serta kemampuan penalaran analitis yang tinggi, diduga prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik serta kemampuan penalaran analitis rendah. Terutama ketika siswa dalam pembelajarannya menggunakan metode demonstrasi dengan media film pendek. Dikarenakan dalam pembelajaran dengan media film pendek membutuhkan gaya belajar visual serta kemampuan penalaran analitis siswa yang cukup tinggi untuk mencerna/menganalisis berbagai fenomena-fenomena Fisika sehari-hari. Sehingga siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik kemungkinan prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa yang memiliki gaya belajar visual serta kemampuan penalaran analitis tinggi ketika menggunakan metode demonstrasi dengan media simulasi animasi komputer. Dari pemikiran tersebut diduga terdapat interaksi antara penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek dengan gaya belajar dan kemampuan penalaran analitis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
D. Pengajuan Hipotesis Dalam penelitian diajukan beberapa hipotesis yaitu sebagai berikut: 1. Ada pengaruh penggunaan media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa. 2. Ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. 3. Ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 4. Ada interaksi antara penggunaan media dan kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa. 5. Ada interaksi antara penggunaan media dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 6. Ada interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 7. Ada interaksi antara penggunaan media, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 4 Sragen Tahun ajaran 2012/2013 dengan kelas yang digunakan adalah kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) semester I. Dipilih SMK Muhammadiyah 4 Sragen sebagai tempat penelitian karena memiliki fasilitas yang mendukung untuk pelaksanaan penelitian. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2012/2013 secara bertahap. Tahap-tahap penelitian: a. Tahap persiapan: pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing, pembuatan proposal, ujian proposal, dan perijinan dengan lembaga b. Tahap Pelaksanaan: survei, penyusunan instrumen, try out, dan penelitian. c. Tahap penyelesaian: analisis data dan penyusunan laporan. Tabel 3.1 Tahapan Penelitian Kegiatan 10
11
12
Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8
Penyusunan proposal Permohonan ijin Pembuatan dan uji coba instrumen Pengambilan data Penelitian Penyusunan laporan dan konsultasi
75
commit to user
9 10
11
12
1 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
B. Metode Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di depan maka untuk mencapainya dilakukan penelitian dengan metode kuasi eksperimen dengan satu kelas eksperimen I dan satu kelas eksperimen II. Kedua kelompok kelas diasumsikan sama dalam segala segi yang relevan. Perbedaannya hanya pada perlakuannya namun seimbang, kelas eksperimen I diberi perlakuan menggunakan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan kelas eksperimen II diberi perlakuan menggunakan pendekatan kontekstual melalui film pendek. Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2 x 2 (A x B x C) dengan A adalah penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek, faktor B adalah kemampuan penalaran analitis siswa dan faktor C adalah gaya belajar. Hasil kedua observasi pengukuran digunakan sebagai data penelitian yang kemudian diolah dengan uji statistik. Tabel 3.2. Desain Eksperimen Faktorial 2 x 2 x 2 Media Pembelajaran (A) Simulasi Animasi Komputer Film Pendek (A1) (A2) Kemampuan Kemampuan Kemampuan Kemampuan Penalaran Penalaran Penalaran Penalaran Analitis Analitis Analitis Analitis Tinggi Rendah Tinggi Rendah (B1) (B2) (B1) (B2) Visual (C1)
Gaya Belajar Kinestetik (C2)
A1B1C1
A1B2C1
A2B1C1
A2B2C1
A1B1C2
A1B2C2
A2B1C2
A2B2C2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Penetapan Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI TKJ SMK Muhammadiyah 4 Sragen tahun pelajaran 2012 / 2013 yang terdiri dari 3 kelas, yaitu dari kelas XI TKJ 1, XI TKJ 2, dan XI TKJ 3 2. Teknik Pengambilan Sampel Dari populasi tersebut diambil dua kelas sebagai subyek penelitian. Pengambilan anggota populasi untuk dijadikan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Teknik cluster random sampling adalah pengambilan anggota sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Pengambilan cluster random sampling ini dilakukan dengan undian. Sehingga didapat sampel penelitian: kelas XI TKJ 1 dan XI TKJ 2. Satu kelas sebagai kelompok eksperimen I yaitu kelas XI TKJ 1 terdiri dari 38 siswa, sedangkan kelas yang lain sebagai kelompok eksperimen II yaitu kelas XI TKJ 2 terdiri dari 38 siswa. D.Variabel Penelitian Ada aspek-aspek penting dalam suatu penelitian, yaitu variabel penelitian, data yang dibutuhkan, sumber memperoleh data, dan teknik pengumpulannya. Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah atau eksperimen dimaksudkan untuk memperoleh bahan–bahan yang diperlukan dalam pengolahan suatu ilmu pengetahuan dalam eksperimen tersebut, guna memperoleh bahan yang relevan dan reliabel. Penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yaitu: 1.Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian commitinito adalah user media pembelajaran. Definisi operasional Media pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
membawakan
atau
menyempurnakan
tentang
informasi
aktual,
gambaran
pembelajaran yang interaktif dan menarik contohnya media simulasi animasi komputer dan film pendek. Skala pengukuran menggunakan skala nominal dengan 2 kategori, yaitu media simulasi animasi komputer dan media film pendek berdasarkan pendekatan kontekstual. 2.Variabel Moderator Variabel moderator pada penelitian ini adalah kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa. a. Kemampuan Penalaran Analitis Definisi operasional kemampuan penalaran analitis adalah kemampuan peserta didik dalam membaca, mencerna, menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap informasi yang telah disampaikan. Skala pengukuran nominal dengan dua kategori, yaitu kemampuan penalaran analitis kategori tinggi dan kemampuan penalaran analitis kategori rendah. Indikator kemampuan penalaran analitis adalah nilai hasil pengukuran kemampuan penalaran analitis siswa.melalui tes kemampuan penalaran analitis siswa. b. Gaya Belajar siswa Definisi operasional gaya belajar adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten, kerapkali tidak disadari yang merupakan kombinasi dari kemampuan siswa tersebut menyerap dan mengatur serta mengolah informasi dari konsep Fisika. Skala pengukuran menggunakan skala nominal yang dibagi menjadi dua tipe gaya belajar yaitu tipe visual dan kinestetik. Indikator gaya belajar siswa adalah nilai hasil pengukuran gaya belajar siswa melalui angket gaya belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
3. Variabel terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa. Definisi operasional prestasi belajar adalah suatu hasil atau bukti dari usaha optimal yang telah dilakukan sehingga dapat menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang. Skala pengukuran yang digunakan untuk prestasi belajar Fisika pada aspek kognitif dan afektif adalah interval. Indikator prestasi belajar Fisika siswa pada materi Suhu dan Kalor meliputi nilai kognitif dan afektif siswa. Nilai kognitif siswa diambil dari nilai tes kognitif pada materi Suhu dan Kalor setelah proses pembelajaran. Nilai afektif diambil dari nilai sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi. E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut: 1. Teknik Dokumentasi Suharsimi Arikunto (2006: 231) menyatakan bahwa, ".., metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya". Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui kesamaan keadaan awal, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan nilai siswa sebelumnya yaitu nilai akhir semester mata pelajaran Fisika semester satu yang selanjutnya akan digunakan untuk menguji keadaan awal kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. 2. Angket Nana Syaodih Sukmadinata (2008: 219), mendefinisikan "angket atau commit to user kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
direspon oleh responden". Angket ini berupa daftar pernyataan, dan responden hanya memberikan tanda pada salah satu jawaban yang tersedia di dalam angket. Penyusunan angket diawali dengan pembuatan kisi-kisi angket. Konsep alat ukur tersebut berisi variabel dan indikator yang disusun sesuai dengan tujuan penilaian angket. Indikator yang telah disusun kemudian dijadikan sebagai acuan untuk membuat item-item yang tertulis di dalam angket. Penyusunan angket menggunakan skala Likert yaitu dengan menggunakan rentang mulai dari pernyataan sangat positif sampai pernyataan sangat negatif. Pemberian skor untuk angket keterampilan metakognitif digunakan skala 1 sampai 4, dengan pemberian skor Pernyataan Positif
Pernyataan Negatif
Selalu
4
Selalu
1
Sering
3
Sering
2
Jarang
2
Jarang
3
Tidak Pernah
1
Tidak Pernah
4
3. Teknik Tes Teknik tes adalah teknik pengambilan data menggunakan tes setelah semua materi diberikan. Teknik tes digunakan untuk mengetahui efek perlakuan terhadap prestasi belajar fisika siswa. Teknik tes ini menggunakan tes yang dibuat peneliti yang berupa tes obyektif dengan alternatif jawaban pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Sebelum digunakan, tes tersebut diuji cobakan atau try out terlebih dahulu yaitu di SMK Muhammadiyah 1 Sragen agar diperoleh soal yang berkualitas. 4. Teknik Observasi Tipe hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan sikap siswa dalam pembelajaran yang siswa lakukan. (Depdiknas, 2003: 8). Dalam penelitian ini
commit to user
instrumen yang digunakan untuk mengukur prestasi afektif siswa adalah lembar observasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek sikap yang diamati. Lembar observasi ini berbentuk check list karena hanya berupa daftar pertanyaan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai keadaan. Penyusunan rancangan penilaian diawali dengan penyusunan kisi-kisi. Penyusunan kisi-kisi soal disesuaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Setelah menyusun kisi-kisi, dialnjutkan dengan membuat pedoman penilaian yang disebut kriteria. Tujuan dibuatnya kriteria adalah untuk menghindari penilaian subjektif atau tidak adil. Sehingga guru lebih mudah menilai prestasi yang dapat dicapai siswa dan siswapun akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya karena pedoman penilaiannya jelas. F. Instrumen Penelitian Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah terdiri dari instrumen pelaksanaan penelitian dan instrumen pengambilan data. 1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran Instrumen pelaksanaan pembelajaran berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan (LKS). Instrumen ini digunakan ketika penelitian dilaksanakan. Untuk menjamin validitas isi instrumen pelaksanaan penelitian ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya: menyusun kisi-kisi dan didiskusikan dengan ahli. 2. Instrumen Pengambilan Data Dalam penelitian ini instrumen pengambilan data yang digunakan berupa tes kemampuan penalaran analitis,commit angket to gaya userbelajar, tes prestasi belajar, dan lembar observasi afektif. Instrumen pada variabel terikat yang akan digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
mengambil data penelitian harus diujicoba terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas item soal tes maupun angket. Sedangkan instrumen pada variabel moderator diujikan langsung pada sampel untuk mengetahui instrumen yang disusun bisa mengkategorikan sampel. G. Uji Coba Instrumen Penelitian Instrumen yang akan digunakan dalam suatu penelitian yang baik adalah sudah diuji validitas maupun reliabilitasnya, sehingga instrumen yang baik harus valid dan reliabel. Oleh karena itu, sebelum instrumen itu digunakan maka perlu diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Untuk instrumen yang berupa angket akan diuji validitas dan reliabilitasnya saja, sedangkan untuk tes digunakan juga diuji taraf kesukaran dan daya pembedanya. 1. Instrumen Tes a. Uji Validitas Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kevalidan dari soal yang dibuat. Artinya soal yang sudah dibuat sudah dapat tepat mengukur yang hendak diukur. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji validitas item. Validitas item adalah sebuah item yang memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Oleh karena itu untuk mengetahui validitas item dapat digunakan korelasi, dalam penelitian ini menggunakan korelasi point biserial. Jika rpbis adalah koefisien korelasi point biserial, Mp adalah mean skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya, Mt adalah mean skor total, St adalah standar deviasi dari skor total, p adalah proporsi siswa yang menjawab benar ( p = banyaknya siswa yang menjawab benar/jumlah seluruh siswa ), dan q adalah commitproporsi to usersiswa yang menjawab salah ( q = 1-p ). Maka rpbis dapat dinyatakan :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
rpbis =
M p Mt St
p q
(3.1)
(Suharsimi Arikunto, 2006: 283-284) Kriteria nilai rpbis adalah sebagai berikut : Item tersebut valid jika harga pbis rtabel Item tersebut tidak valid jika harga pbis rtabel Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga r. Jika γ Point Biserial lebih besar dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga γ Point Biserial lebih kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 40 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari masing-masing soal diperoleh hasil pada tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3 Hasil Analisis Validitas Uji Coba Tes Kemampuan Kognitif Variabel Jumlah No. Item 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, Valid 35 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, dan 40 Invalid 5 10, 16, 18, 29, dan 32 Untuk soal yang invalid tidak digunakan dalam penelitian. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Sedangkan hasil tes uji coba kemampuan penalaran analitis, dari 12 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari masing-masing soal diperoleh hasil pada tabel 3.4 berikut: Tabel 3.4 Hasil Analisis Validitas Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Analitis Variabel Jumlah No. Item commit to user Valid 10 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, dan 12 Invalid 2 7 dan 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
Untuk soal yang invalid tidak digunakan dalam penelitian. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16. b Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui keajegan (reliabel) dari soal yang dibuat. Artinya soal itu dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali atau tidak. Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 86 ) bahwa “suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan (reliabilitas) yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yag tetap”. Atau seandainya terjadi perubahan maka perubahannya sangat kecil, sehingga perubahan tersebut tidak berarti. Untuk mengetahui ketetapan ini dapat dilihat dari kesejajaran hasil, yaitu dengan menggunakan korelasi. Oleh karena itu untuk menghitung reliabilitas tes yang skornya 1 dan 0 digunakan rumus Kudher Richardson 20 ( KR-20 ). Jika r11 adalah reliabilitas tes secara keseluruhan, n adalah banyaknya item pertanyaan, p adalah proporsi subyek yang menjawab item dengan benar, q adalah proporsi subyek yang menjawab item dengan salah ( q = 1-p ), S adalah standar deviasi dari tes ( standar deviasi adalah akar varians ), dan Σpq adalah jumlah hasil perkalian antara p dan q. Maka r11 dapat dinyatakan: 2 n S pq r11 = S2 n 1
(3.2)
(Suharsimi Arikunto, 2009: 100) Kriteria reliabilitas : soal dikatakan reliabel jika r11 rhitung rtabel Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui reliabilitas dari keseluruhan tes uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk tes uji coba kemampuan kognitif r11
user(0,945 > 0,334), sehingga soal (reliabilitas instrumen) lebih besarcommit dari rtotabel
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
dikatakan reliabel dengan tingkat
reliabilitas sangat tinggi.
(Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7). Sedangkan analisis untuk mengetahui reliabilitas dari tes uji coba kemampuan penalaran analitis, diperoleh hasil bahwa untuk tes uji coba kemampuan penalaran analitis r11 (reliabilitas instrumen) lebih besar dari rtabel (0,736 > 0,334), sehingga soal dikatakan reliabel dengan tingkat reliabilitas sangat tinggi. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16). c Tingkat Kesukaran Soal-soal yang dianggap baik yaitu soal-soal yang sedang, adalah soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 sampai dengan 0,70. Jika P adalah indeks kesukaran, B adalah jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar, dan JS adalah jumlah seluruh siswa peserta tes. Maka rumus untuk mengetahui taraf kesukaran dari masing-masing item soal dapat dinyatakan: P=
B Js
(3.3) (Suharsimi Arikunto, 2009: 208)
Klasifikasi derajat kesukaran soal tes adalah sebagai berikut:
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah (Suharsimi Arikunto, 2009: 210) Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 40 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kesukaran dari masing-masing soal diperoleh hasil sebagai berikut: 21 soal dikategorikan mudah, yaitu nomor 1, 2,
commit to user
3, 5, 7, 13, 15, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, dan 39; 13 soal dikategorikan mempunyai tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 4, 6, 8, 9, 10, 11,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
12, 17, 19, 21, 30, 31, dan 33; 6 soal dikategorikan sukar, yaitu nomor 14, 16, 18, 29, 32, dan 40. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7). Sedangkan hasil tes uji coba kemampuan penalaran analitis, dari 12 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kesukaran dari masing-masing soal diperoleh hasil sebagai berikut: 4 soal dikategorikan mudah, yaitu nomor 1, 2, 3, dan 5; 6 soal dikategorikan mempunyai tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 4, 6, 8, 9, 11, dan 12; 2 soal dikategorikan sukar, yaitu nomor 7 dan 10. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16) d Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Jika D adalah daya pembeda, JA adalah banyaknya peserta kelompok atas, JB adalah banyaknya peserta kelompok bawah, BA adalah banyaknya peserta kelompok pandai yang menjawab soal dengan benar, BB banyaknya peserta kelompok kurang pandai yang menjawab soal itu dengan benar, PA adalah proporsi peserta atas yang menjawab benar (P sebagai indeks kesukaran), dan PB adalah proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar. Maka D dapat dinyatakan : D=
BA BB PA PB JA JB
(3.4)
(Suharsimi Arikunto, 2009: 213-214) Klasifikasi daya pembeda : D
: 0,00 – 0,20 : jelek (poor)
D
: 0,20 – 0,40 : cukup (satisfactory)
D
: 0,40 – 0,70 : baik (good)
D
: 0,70 – 1,00 : baik sekali (excellent)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
D
: negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja. (Suharsimi Arikunto, 2009: 218) Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 40 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 7 soal mempunyai daya pembeda baik sekali yaitu nomor 8, 12, 17, 19, 21, 31, dan 36; 8 soal mempunyai daya pembeda baik yaitu nomor 3, 4, 5, 9, 14, 30, 33, dan 37; 21 soal mempunyai daya pembeda cukup, yaitu nomor 1, 2, 6, 7, 10, 11, 13, 15, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 34, 35, 38, 39, dan 40; 4 soal mempunyai daya pembeda jelek, yaitu nomor 16, 18, 29, dan 32. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7). Sedangkan hasil tes uji coba kemampuan penalaran analitis, dari 12 soal yang diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui daya pembeda dari masing-masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 3 soal mempunyai daya pembeda baik sekali yaitu nomor 9, 11, dan 12; 3 soal mempunyai daya pembeda baik yaitu nomor 3, 4, dan 5; 5 soal mempunyai daya pembeda cukup, yaitu nomor 1, 2, 6, 7, dan 8; 1 soal mempunyai daya pembeda jelek, yaitu nomor 10. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16). 2. Instrumen Angket Instrumen gaya belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban. Siswa memberikan jawaban yang dengan memilih salah satu jawaban yang telah disediakan. Penyusunan item-item angket berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. skor menggunakan skala 1 commit toPemberian user sampai 4. Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas angket. a. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen akan dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Jika rxy adalah koefisien korelasi suatu butir soal (koefisien validitas), X adalah skor butir item nomor tertentu, Y adalah skor total, dan N : jumlah subjek. Maka teknik yang digunakan untuk menentukan validitas butir angketnya adalah menggunakan teknik korelasi rumus Product-Moment dari Pearson yang dapat dinyatakan: rXY
N XY X Y
N X
2
X N Y Y 2
2
2
(3.5)
Kriteria pengujian : Kriteria item dinyatakan valid jika, rxy>rtabel Kriteria item dinyatakan tidak valid jika, rxy
: Sangat Tinggi (ST)
0,61 – 0,80
: Tinggi (T)
0,41 – 0,60
: Cukup (C)
0,21 – 0,40
: Rendah (R)
0,00 – 0,20
: Sangat Rendah (SR) (Suharsimi Arikunto , 2006: 72-75)
Hasil uji coba angket gaya belajar, dari 27 soal yang diujicobakan, setelah
commit to user dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari masing-masing soal diperoleh hasil sebagai berikut: 24 soal tergolong valid, yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 25, 26, dan 27; 3 soal yang tergolong invalid, yaitu 11, 19, dan 24. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23). b. Uji Reliabilitas Suatu angket dikatakan reliabel jika angket tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau ajeg (Suharsimi Arikunto, 2006: 189). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu angket yang menghendaki gradualisasi penilaian digunakan penilaian rumus alpha (digunakan untuk mencari reliabilitas yang skornya bukan 1 atau 0). Jika rtt adalah koefisien reliabilitas instrumen, N adalah banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal, ΣSi2 adalah jumlah kuadrat S tiap-tiap item, dan St2 1 adalah kuadrat dari S total keseluruhan item S t N
2 N X 2 X Maka
rumus alpha dapat dinyatakan: 2 N S i rtt 1 2 St N 1
(3.6)
Kriteria reliabilitas adalah 0,91 ─ 1,00
: Sangat Tinggi (ST)
0,71 ─ 0,90
: Tinggi (T)
0,41 ─ 0,70
: Cukup (C)
0,21 ─ 0,40
: Rendah (R)
>0,00 ─ 0,20
: Sangat Rendah (SR)
Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui reliabilitas dari keseluruhan soal uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk soal uji coba angket gaya belajar rtt (reliabilitas instrumen) lebih besarcommit dari rtotabel user(0,789 > 0,334), sehingga soal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
dikatakan reliabel dengan tingkat reliabilitas tinggi. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23). Instrumen pengambilan data dalam penelitian ini yaitu instrumen angket gaya belajar, instrumen tes kemampuan penalaran analitis, lembar observasi afektif dan instrumen tes kemampuan kognitif siswa. Dari 27 butir angket gaya belajar yang telah diujicobakan, diambil 24 soal angket untuk pengambilan data penelitian. Soal tes kemampuan penalaran analitis dari 12 soal yang telah diujicobakan, diambil 10 soal untuk pengambilan data penelitian. Sedangkan tes kemampuan kognitif dari 40 soal yang telah diujicobakan, diambil 35 soal untuk pngambilan data penelitian. Pengambilan item soal tanpa ada perbaikan, karena sesuai hasil analisa masingmasing soal layak dipakai, dan sudah mencakup masing-masing indikator pembelajaran. H. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Uji prasyarat analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Dalam penelitian ini digunakan program SPSS versi 16 untuk uji prasyarat analisis. a. Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. dengan langkahlangkah: Bila diketahui nilai dari data x1, x2, …, xn, lalu diurutkan nilai data tersebut dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk membentuk tatanan statistik x(1) , x(2), …, x(n) . kemudian dihitung Z(k) =
to user xcommit k x ; s simpangan baku sampel. Maka rumus s
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah nilai mutlak maksimum antar Fn (z) dan (z ) sebagai berikut:
D * sup F n ( z ) ( z ) , z
(3.7)
dimana Fn(z) adalah fungsi distribusi empiris, yaitu Fn (z) = jumlah dari z ( k ) z / n , untuk setiap z sedangkan (z ) adalah fungsi distribusi kumulatif normal baku. Adapun prosedur uji normalitas menggunakan program SPSS versi 16 adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan Hipotesis Ho
: data berasal dari populasi yang terdistribusi normal
H1
: data berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal
2) Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%. 3) Keputusan uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 berarti data berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal. Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 berarti data berasal dari populasi yang terdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Uji homogenitas yang digunakan adalah Levene’s test melalui program SPSS versi 16. Adapun prosedur
commit to user
pengujiannya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
1) Menetapkan Hipotesis Hipotesis : H0 : 12 22 .... k2 (sampel homogen) H1 : 12 22 32 42 (paling sedikit terdapat dua nilai variansi yang berbeda atau sampel tidak homogen) Bila diketahui suatu variabel Y dengan
besar sampel N yang dibagi menjadi
subgroup k, dengan Ni merupakan besar sampel dari subgroup ke-i, maka uji Levene didefinisikan sebagai : k
2
N k N I Z I Z W
k
i 1 Ni
k 1 N I Z Ij Z i
(3.8)
2
i 1 j 1
Zij dapat memiliki salah satu dari tiga definisi berikut: a) Z ij Yij Yi di mana Yi = mean dari subgroup ke-i b) Z ij Yij Yˆi di mana Yˆi = median dari subgroup ke-i c) Z ij Yij Yi ' di mana Yi ' = 10% trimmed mean dari subgroup ke-i Dalam uji Levene digunakan bentuk: Z ij Yij Yi di mana Z i adalah mean group ke-i dan Z adalah mean keseluruhan data. H0 = 12 22 .... k2 ditolak bila W F , k 1, N k
2) Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam
commit to user
penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
3). Keputusan Uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 berarti sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 berarti sampel berasal dari populasi yang homogen. 2. Uji Hipotesis a. Uji Anava Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui hipotesis yang telah diajukan diterima atau ditolak. Dalam penelitian ini digunakan analisis variansi (anava) tiga jalan dengan frekuensi sel tidak sama. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari prestasi belajar (kognitif dan afektif) sebagai variabel terikat, media pembelajaran yaitu media simulasi animasi komputer dan film pendek sebagai variabel bebas, serta kemampuan penalaran analitis (tinggi dan rendah) dan gaya belajar (visual dan kinestetik) sebagai variabel moderator. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji signifikansi efek variabel bebas terhadap variabel terikat serta interaksi variabel moderator, variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik karena data terdistribusi normal. Jika data terdistribusi normal maka uji parametrik yang digunakan adalah anava tiga jalan dengan General Linier Model (GLM) melalui program SPSS versi 16. Adapun langkah-langkah uji anava tiga jalan dengan General Linier Model (GLM) melalui program SPSS versi 16 adalah 1) Menetapkan Hipotesis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
a) HoA : i = 0 : Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa. H1A : i 0 : Ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar siswa. b) HoB : j = 0 : Tidak ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. H1B : j 0 : Ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. c) HoC : k = 0 : Tidak ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. H1C : k 0 : Ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. d) HoAB : ij = 0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek dan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. H1AB : ij 0 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek dan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. e) HoAC : ik = 0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. H1AC : ik 0 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek dan gaya belajar siswa
commit to user
terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
f) HoBC : jk = 0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. H1BC : jk 0 : Ada interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. g) HoABC : ijk = 0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. H1ABC : ijk 0 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 2) Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%. 3). Keputusan uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 b. Uji Lanjut Anava Uji lanjut anava dilakukan ketika ada hipotesis nol (H0) yang ditolak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang secara signifikan berbeda dengan yang lain. Dari hasil pengujian hipotesis mengunakan uji parametrik (anava tiga jalan dengan General Linier Model), Hipotesis nol (H0) yang ditolak pada penelitian ini dilakukan uji lanjut dengan uji lanjut Scheffe. Namun program SPSS
to useruntuk variabel yang terdiri lebih versi 16 hanya dapat melakukan ujicommit lanjut Scheffe dari dua kategori. Untuk hasil pengujian hipotesis mengunakan uji non parametrik,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
meskipun dari hasil keputusan uji menyatakan hipotesis nol (H0) ditolak dan variabel terdiri lebih dari dua kategori, tidak ada uji lanjut dalam program SPSS versi 16.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian ini dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 4 Sragen dengan jumlah sampel dua kelas yaitu kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) 1 sebagai kelompok eksperimen I dan kelas XI TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) 2 sebagai kelompok eksperimen II. Kelas XI TKJ 1 terdiri dari 38 siswa dan XI TKJ 2 berjumlah 38 siswa. Sehingga jumlah keseluruhan adalah 76 siswa. Kelompok eksperimen I diberi perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer. Sedangkan kelompok eksperimen II diberi perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual melalui media film pendek. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel terikat, variabel bebas dan variabel moderator. Sebagai variabel terikat adalah prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor yang meliputi prestasi kognitif dan afektif siswa. Variabel bebas adalah penggunaan media pembelajaran simulasi animasi komputer dan film pendek. Sedangkan variabel moderator adalah kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa. Dari penelitian diperoleh data kemampuan penalaran analitis siswa dari tes kemampuan penalaran analitis, data gaya belajar siswa dari angket gaya belajar siswa, data prestasi kognitif siswa dari nilai ulangan pada materi Suhu dan Kalor dan data prestasi afektif siswa dari observasi. 97
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
1. Data Kemampuan Penalaran Analitis Siswa Data kemampuan penalaran analitis siswa diperoleh dari tes kemampuan penalaran analitis siswa yang meliputi tes penalaran hipotesis deduktif, penalaran hipotesis induktif, dan abstraksi reflektif. Kemampuan penalaran analitis siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi apabila skor kemampuan penalaran analitis lebih dari atau sama dengan skor rata-rata gabungan antara kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan penalaran analitis rendah apabila skor kemampuan penalaran analitis kurang dari skor rata-rata gabungan antara kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Deskripsi data kemampuan penalaran analitis siswa ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Deskripsi Data Kemampuan Penalaran Analitis Siswa
Kelompok
Jumlah Skor
Skor Tertinggi
Skor Terendah
Ratarata
Rata- rata gabungan
SD
Eksperimen I
2230
90
20
58.68
62
15.10
Eksperimen II
2500
90
40
65.79
62
11.06
Distribusi frekuensi kemampuan penalaran analitis siswa pada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Analitis Siswa No
Kelompok Eksperimen I
Kelompok Eksperimen II
Frekuensi
Frekuensi
Kategori Mutlak
Relatif
Mutlak
Relatif
1
Tinggi
14
36.84
20
52.63
2
Rendah
24
63.16
18
47.37
38
100
38
100
Jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
2. Data Gaya Belajar Siswa Data gaya belajar siswa diperoleh dari angket gaya belajar siswa. Gaya belajar siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu visual dan kinestetik. Seorang siswa dikatakan memiliki gaya belajar visual apabila skor gaya belajar visual lebih tinggi dari skor gaya belajar kinestetik. Seorang siswa dikatakan memiliki gaya belajar kinestetik apabila skor gaya belajar kinestetik lebih tinggi dari skor gaya belajar visual. Deskripsi data gaya belajar siswa ditunjukkan dalam Tabel 4.3. dan Tabel 4.4. Tabel 4.3. Deskripsi Data Gaya Belajar Visual Siswa Jumlah Skor Skor Kelompok Skor Tertinggi Terendah
Rata- rata
Rata- rata gabungan
SD
Eksperimen I
1208
41
23
31.79
31.75
3.69
Eksperimen II
1205
37
24
31.71
31.75
2.63
Ratarata
Rata- rata gabungan
SD
Tabel 4.4. Deskripsi Data Gaya Belajar Kinestetik Siswa Jumlah Skor Skor Kelompok Skor Tertinggi Terendah Eksperimen I
1098
36
19
28.89
28.64
3.62
Eksperimen II
1079
35
20
28.39
28.64
3.80
Distribusi frekuensi gaya belajar siswa pada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Gaya Belajar Siswa Kelompok Eksperimen I No
Kategori
Kelompok Eksperimen II
Frekuensi
Frekuensi
Mutlak
Relatif
Mutlak
Relatif
1
Visual
25
65.79
24
63.16
2
Kinestetik
13
34.21
14
36.84
Jumlah
38
100
38
100
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa Data prestasi belajar kognitif Fisika diperoleh setelah siswa mendapat perlakuan. Untuk kelompok eksperimen I diberi pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer sedangkan kelompok eksperimen II diberi pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual melalui media film pendek. Nilai prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes prestasi belajar kognitif Fisika pada materi Suhu dan Kalor. Gambaran yang jelas mengenai prestasi belajar kognitif siswa kelompok eksperimen I dan eksperimen II dapat dilihat pada Gambar 4.1(a). dan 4.1(b). Histogram Prestasi Kognitif Kelas Eksperimen 1 18 16
Frekuensi
14 12 10 8 6 4 2 0 55
62
69
76
83
Nilai Tengah
Gambar 4.1(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen I
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
Histogram Prestasi Kognitif Kelas Eksperimen 2 20 18 16 Frekuensi
14 12 10 8 6 4 2 0 55
62
69
76
83
Nilai Tengah
Gambar 4.1(b). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelompok Eksperimen II
Data prestasi belajar kognitif yang dipengaruhi oleh media pembelajaran, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa disajikan pada Tabel 4.6(a), 4.6(b), 4.6(c), 4.6(d), dan 4.6(e). Tabel 4.6(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar Prestasi Kognitif N
Mean
SD
Media Simulasi Animasi Komputer
38
66,684
6,854
Film Pendek
38
69,210
7,197
Kemampuan Penalaran Analitis Rendah
42
64,333
5,427
Kemampuan Penalaran Analitis Tinggi
34
72,412
6,378
Gaya Belajar Kinestetik
27
66,296
8,222
Gaya Belajar Visual
49 68,781 6,298 Tabel 4.6(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran Analitis Prestasi Kognitif Media Simulasi Animasi Media Film Pendek Komputer N=24 N=18 Kemampuan Penalaran Analitis Mean=65,000 Mean=63,444 Rendah SD=4,863 SD=6,128 N=14 N=20 Kemampuan Penalaran Analitis Mean=76,428 Mean=69,600 Tinggi SD=4,089 SD=6,244
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
Tabel 4.6(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Gaya Belajar Prestasi Kognitif Media Simulasi Animasi Media Film Pendek Komputer N=13 N=14 Gaya Belajar Kinestetik Mean=69,077 Mean=63,714 SD=6,593 SD=6,462 N=25 N=24 Mean=69,280 Mean=68,417 Gaya Belajar Visual SD=6,107 SD=6,593 Tabel 4.6(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar Prestasi kognitif Kemampuan Penalaran Analitis Kemampuan Penalaran Analitis Rendah Tinggi N=13 N=14 Gaya Belajar Kinestetik Mean=59,846 Mean=72,286 SD=4,723 SD =5,863 N=29 N=20 Gaya Belajar Visual Mean=66,345 Mean=72,500 SD =4,474 SD =6,863 Tabel 4.6(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis, dan Gaya Belajar Prestasi kognitif Media Simulasi Media Film Pendek Animasi Komputer N=6 N=7 Gaya Belajar Mean=60,667 Mean=59,143 Kinestetik Kemampuan Penalaran SD=5,316 SD =4,450 Analitis Rendah N=18 N=11 Gaya Belajar Visual Mean=66,444 Mean=66,182 SD =3,853 SD =5,546 N=7 N=7 Gaya Belajar Mean=76,286 Mean=68,285 Kinestetik Kemampuan Penalaran SD =3,903 SD =4,681 Analitis Tinggi N=7 N=13 Gaya Belajar Visual Mean=76,571 Mean=70,308 SD =4,577 SD =7,016
4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa Selain penilaian kognitif, dilakukan juga penilaian dalam ranah afektif untuk memberikan informasi tentang sikap siswa. Penilaian afektif diperoleh melalui observasi dalam pembelajaran pada pokok bahasan Suhu dan Kalor. Gambaran yang jelas mengenai prestasi belajar afektif siswa kelompok eksperimen I dan eksperimen
commit to user
II dapat dilihat pada Gambar 4.2(a). dan 4.2(b).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
Histogram Prestasi Afektif Kelas Eksperimen 1 12
Frekuensi
10 8 6 4 2 0 48
55
62
69
76
83
90
97
Nilai Tengah
Gambar 4.2(a). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelompok Eksperimen I
Histogram Prestasi Afektif Kelas Eksperimen 2 12 10
Frekuensi
8 6 4 2 0 48
55
62
69
76
83
90
97
Nilai tengah
Gambar 4.2(b). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelompok Eksperimen II
Data prestasi belajar afektif berdasarkan media pembelajaran, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar disajikan di Tabel 4.7(a), 4.7(b), 4.7(c), 4.7(d), dan 4.7(e). Tabel 4.7(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar Prestasi Afektif N Mean SD Media Simulasi Animasi Komputer 38 68,421 10,973 Media Film Pendek 72,368 10,763 commit to user 38 Kemampuan Penalaran Analitis Rendah 42 66,071 10,449 Kemampuan Penalaran Analitis Tinggi 34 75,735 9,222 Gaya Belajar Kinestetik 27 66,111 11,956 Gaya Belajar Visual 49 72,755 9,739
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
Tabel 4.7(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Kemampuan Penalaran Analitis Prestasi Afektif Media Simulasi Animasi Media Film Pendek Komputer Kemampuan Penalaran N=24 N=18 Analitis Rendah Mean=67,083 Mean=64,722 SD =8,958 SD =12,304 Kemampuan Penalaran N=14 N=20 Analitis Tinggi Mean=81,428 Mean=71,750 SD =6,914 SD =8,626 Tabel 4.7(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran dan Gaya Belajar Prestasi Afektif Media Simulasi Animasi Media Film Pendek Komputer Gaya Belajar Kinestetik N=13 N=14 Mean=70,000 Mean=62,500 SD =18,076 SD =11,050 Gaya Belajar Visual N=25 N=24 Mean=73,600 Mean=71,875 SD =10,054 SD =9,534 Tabel 4.7(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Kemampuan Penalaran Analitis dan Gaya Belajar Prestasi Afektif Kemampuan Penalaran Kemampuan Penalaran Analitis Rendah Analitis Tinggi Gaya Belajar Kinestetik N=13 N=14 Mean=57,307 Mean=74,286 SD =9,490 SD =7,300 Gaya Belajar Visual N=29 N=20 Mean=70,000 Mean=76,75 SD =8,345 SD =10,422 Tabel 4.7(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Siswa Berdasarkan Media Pembelajaran, Kemampuan Penalaran Analitis, dan Gaya Belajar Prestasi Afektif Media Simulasi Media Film Pendek Animasi Komputer N=6 N=7 Gaya Belajar Mean=59,167 Mean=55,714 Kemampuan Kinestetik SD=7,359 SD=11,338 Penalaran Analitis N=18 N=11 Rendah Gaya Belajar Visual Mean=69,72 Mean=70,455 SD=7,947 SD=9,342 N=7 N=7 Gaya Belajar Mean=79,286 Mean=69,286 Kemampuan Kinestetik SD=5,345 SD=5,345 Penalaran Analitis N=7 N=13 Tinggi Gaya Belajar Visual Mean=83,571 Mean=73,077 SD=8,018 SD=9,903
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
B. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat sebelum uji anava 3 jalan dilakukan. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogorov-Sminov menggunakan program SPSS versi 16. Data untuk uji normalitas sebagai dependent list adalah data prestasi belajar siswa dan sebagai factor list adalah media pembelajaran, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar. Jika nilai probabilitas atau p value (signifikansi) ≥ 0,05 maka data tersebut diterima, artinya data tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas atau p value (signifikansi) < 0,05 maka data tersebut ditolak, artinya data tersebut berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal. Hasil analisis uji normalitas data disajikan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Media Simulasi Animasi Komputer Media Film Pendek Prestasi Kemampuan Penalaran Analitis Tinggi Belajar Kemampuan Penalaran Analitis Rendah Kognitif Gaya Belajar Kinestetik Gaya Belajar Visual Media Simulasi Animasi Komputer Media Film Pendek Prestasi Kemampuan Penalaran Analitis Tinggi Belajar Kemampuan Penalaran Analitis Rendah Afektif Gaya Belajar Kinestetik Gaya Belajar Visual
Berdasarkan
Sig. 0.200* 0.200* 0.197 0.133 0.200* 0.052 0.157 0. 073 0.069 0.115 0.145 0.061
Keputusan Uji Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima
Keputusan Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal
hasil analisis uji normalitas data menggunakan uji
Kolmogorov-Sminov melalui program SPSS versi 16 pada Tabel 4.8., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif dan afektif commit to usernilai signifikansi ≥ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa untuk prestasi belajar kognitif dan afektif data berasal dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas selengkapnya terdapat pada Lampiran 26. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Uji homogenitas data yang digunakan adalah uji Levene Test melalui program SPSS versi 16. Hasil analisis uji homogenitas disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Rangkuman Uji Homogenitas Variabel
Sig. 0,607
Media Prestasi Belajar Kemampuan Penalaran Analitis Kognitif Gaya Belajar Media
0,213 0,055 0,916
Prestasi Belajar Kemampuan Penalaran Analitis Afektif Gaya Belajar
0,285 0,145
Keputusan Uji
Keputusan
Ho diterima
Homogen
Ho diterima
Homogen
Ho diterima
Homogen
Ho diterima
Homogen
Ho diterima
Homogen
Ho diterima
Homogen
Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas data diketahui bahwa nilai signifikansi ≥ 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data mempunyai variansi yang homogen. Hasil uji homogenitas selengkapnya terdapat pada Lampiran 27. C. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji univariate melalui program SPSS versi 16. Untuk prestasi belajar kognitif dan afektif, pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji parametrik yaitu uji anava 3 jalan. Hal ini karena berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh semua kelompok data terdistribusi normal. Hasil analisis pengujian hipotesis dapat dilihat pada Lampiran 28 sedangkan
commit to user
rangkuman analisis disajikan pada Tabel 4.10.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Tabel 4.10. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Prestasi Belajar Kognitif dan Afektif Prestasi Belajar Kognitif Prestasi Belajar Afektif No Variabel Sig. Keputusan Uji Sig. Keputusan Uji H ditolak H0 ditolak 0 0.002 0.007 1 Media Pembelajaran 2
Kemampuan Penalaran Analitis
0.000
H0 ditolak
0.000
H0 ditolak
3
Gaya Belajar
0.003
H0 ditolak
0.000
H0 ditolak
Interaksi Media Pembelajaran *Kemampuan Penalaran Analitis Interaksi Media Pembelajaran *Gaya Relajar Interaksi Kemampuan Penalaran Analitis*Gaya Belajar Interaksi Media Pembelajaran *Kemampuan Penalaran Analitis*Gaya Belajar
0.015
H0 ditolak
0.036
H0 ditolak
0.550
H0 diterima
0.659
H0 diterima
0.039
H0 ditolak
0.042
H0 ditolak
0.924
H0 diterima
0.576
H0 diterima
4 5 6 7
Hipotesis dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Hipotesis nol (H0) menyatakan tidak ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu variabel dengan variabel yang lain. Sedangkan hipotesis alternatif (H1) menyatakan sebaliknya, ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu variabel dengan variabel yang lain. Pengambilan keputusan dalam uji hipotesis dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut yaitu: jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima sedangkan jika signifikansi ≥ 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima. Berdasarkan tabel 4.10 dan kriteria pengujian hipotesis, maka analisis pengujian hipotesis penelitian ini. 1.
Ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek terhadap prestasi belajar siswa Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.002 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi
commit to user
animasi komputer dan media film pendek terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.007 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek terhadap prestasi belajar siswa. 2.
Ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.000 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.000 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. 3.
Ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.003 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.000 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 4.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek dan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.015 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan kontekstual melalui media commit topendekatan user simulasi animasi komputer dan media film pendek dan kemampuan penalaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.036 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek dan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. 5.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.550 (signifikansi ≥ 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek dan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.659 (signifikansi ≥ 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek dan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar siswa. 6.
Ada interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.039 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.042 (signifikansi < 0,05), maka H0 ditolak dan Hto1 diterima. Hal ini berarti ada interaksi commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 7.
Ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif
signifikansi = 0.924 (signifikansi ≥ 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif signifikansi = 0.576 (signifikansi ≥ 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan media film pendek, kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. D. Uji Lanjut Uji lanjut anava dilakukan ketika ada hipotesis nol (H0) yang ditolak. Hipotesis nol (H0) yang ditolak pada penelitian ini dilakukan uji lanjut dengan uji lanjut Scheffe. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang secara signifikan berbeda dengan yang lain. Hasil analisis uji lanjut Scheffe dapat dilihat pada Lampiran 29. Sedangkan rangkuman uji lanjut Scheffe dapat dituliskan bahwa interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis rendah dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. commit to user Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
penalaran analitis rendah dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis rendah ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis rendah ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis rendah dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis rendah dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggitodan prestasi belajar kognitif siswa yang commit user diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
rendah ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Dan interaksi antara prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar kognitif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis rendah ada perbedaan pengaruh. Sedangkan dalam prestasi afektifnya dapat dituliskan bahwa interaksi antara prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis rendah dan prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis rendah dan prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan commit to user dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis rendah ada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan media film pendek dengan kemampuan penalaran analitis tinggi ada perbedaan pengaruh. Dan interaksi antara prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis tinggi dan prestasi belajar afektif siswa yang diberi perlakuan dengan simulasi animasi komputer dengan kemampuan penalaran analitis rendah ada perbedaan pengaruh. Untuk interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar dapat dituliskan bahwa interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan commit to user penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar visual dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Dan interaksi antara prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar visual dan prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Sedangkan untuk prestasi afektifnya dapat dituliskan bahwa interaksi antara prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan commit to user penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi afektif siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar visual ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar visual dan prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Interaksi antara prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar kinestetik dan prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. Dan interaksi antara prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dengan gaya belajar visual dan prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah dengan gaya belajar kinestetik ada perbedaan pengaruh. E. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Hipotesis Pertama Suhu dan Kalor merupakan salah satu konsep Fisika yang dipelajari di SMK kelas XI yang meliputi beberapa hal antara lain Suhu, Kalor, Pemuaian, Perubahan Wujud Zat, dan Perpindahan Kalor. Karakteristik materi Suhu dan Kalor termasuk materi konkrit. Dalam materi Suhu dan Kalor terdapat konsep-konsep Fisika yang penerapannya ada dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pendekatan yang sesuai dengan karakteristik materi Suhu dan Kalor adalah pendekatan kontekstual. Melalui pendekatan kontekstual dapat mendorong guru untuk m\enghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri sehingga siswa akan memahami lebih banyak persoalan commit kaitannya dengan materi pembelajarannya dan to user lebih mudah memahami konsep tentang Suhu dan Kalor.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
Dalam pembelajaran untuk mendukung metode yang digunakan guru, juga diperlukan media pembelajaran. Media yang digunakan dalam penelitian ini berupa simulasi animasi komputer dan film pendek dengan maksud agar lebih menarik, dapat merangsang pikiran, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong dan mempermudah siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Media simulasi animasi komputer dan film pendek digunakan sebagai panduan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Media simulasi animasi komputer dapat menghidupkan suatu obyek yang diperjelas dengan grafis (gambar dan tulisantulisan) dan gerakan untuk dapat digunakan secara efektif dalam menyampaikan pesan atau informasi. Gambar dalam media animasi dapat digerakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga tampak hidup. Media film pendek berisi video tentang fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan materi Suhu dan Kalor. Video tersebut hanya dapat dilihat saja tetapi tidak bisa diatur dengan sedemikian rupa seperti animasi. Pada prestasi belajar kognitif ditemukan ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Hal ini disebabkan media simulasi animasi komputer dan film pendek yang digunakan berisi fenomena-fenomena kehidupan sehari-hari yang terkait Suhu dan Kalor yang sebagian besar memberikan informasi yang mendukung kemampuan kognitif siswa dalam memahami konsep materi Suhu dan Kalor. Pada prestasi belajar afektif juga ditemukan ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar afektif siswa. Hal ini disebabkan dalam pelaksanaan pembelajaran siswa sudah terbiasa dengan media pembelajaran seperti commit penggunaan to user animasi maupun film sehingga dapat mendukung kemampuan afektif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
Hal ini sejalan dengan penelitian dari Yuen-kuang Liao (2007) yang menyimpulkan bahwa “CSI (Computer Simulation Instruction) is more effective than TI (Traditional Instruction) in Taiwan”. Jadi pada penelitian ini menyatakan bahwa CSI (Computer Simulation Instruction) lebih efektif daripada TI (Traditional Instruction). Pada penelitian ini media yang digunakan adalah simulasi animasi komputer untuk menunjukkan fenomena-fenomena sehari-hari agar lebih jelas dan menarik. Berdasarkan Uji Lanjut (Lampiran 30) terlihat bahwa rerata prestasi belajar kelas eksperimen I yang diberi perlakuan pembelajaran dengan media simulasi animasi komputer adalah 69,99 sedangkan rerata kelas eksperimen II yang diberi perlakuan pembelajaran dengan media film pendek adalah 65,98. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual melalui media film pendek pada materi Suhu dan Kalor. Hal ini karena siswa maupun guru lebih senang menggunakan simulasi animasi komputer daripada film pendek karena simulasi animasi komputer merupakan hal yang baru. Disamping itu dalam pembelajaran dengan simulasi animasi komputer setiap kelompok ada 1 laptop sedangkan untuk film pendek ditayangkan dari LCD, sehingga yang simulasi animasi komputer lebih bisa fokus dibandingkan yang film pendek. 2. Hipotesis Kedua Kemampuan penalaran analitis merupakan suatu kemampuan kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangkar berpikir dengan logika penalaran. Artinya penalaran commit ilmiah to usermerupakan kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari suatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118
pola berpikir tertentu. Kemampuan penalaran analitis memiliki kelebihan dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam membaca, mencerna, menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap informasi yang telah disampaikan. Pada prestasi belajar kognitif ditemukan ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Hal ini disebabkan prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai hasil tes pretasi belajar kognitif siswa pada materi Suhu dan Kalor. Soal dan pilihan jawaban pada tes prestasi belajar kognitif ada yang memerlukan logika penalaran dan analisis. Jadi untuk menjawab pertanyaan pada soal tes prestasi belajar kognitif diperlukan kemampuan penalaran analitis siswa yang baik agar siswa mudah memahami dan menganalisis maksud soal dan pilihan jawaban. Pada prestasi belajar afektif juga ditemukan ada pengaruh kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa. Hal ini dikarenakan instrumen penilaian prestasi afektif siswa sebagian besar mencakup kemampuan penalaran analitis siswa dan siswa melakukan kegiatan sesuai indikator dalam instrumen tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwani Dewi Wijayanti (2009) tentang kemampuan penalaran analitis. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa media modul berbasis IT pada model pembelajaran individual lebih sesuai untuk prestasi belajar peserta didik yang memiliki daya kemampuan penalaran analitis tinggi dibandingkan kemampuan penalaran analitis rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran analitis dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Berdasarkan Uji Lanjut (Lampiran 30) terlihat bahwa baik untuk prestasi belajar kognitif maupun afektif, siswa yang to berkemampuan penalaran analitis tinggi commit user mempunyai rerata yang lebih besar dibanding dengan siswa yang berkemampuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
penalaran analitis rendah. Rerata prestasi belajar kognitif dan afektif siswa yang berkemampuan penalaran analitis tinggi secara berturut-turut adalah 72,86 dan 76,31 sedangkan rerata prestasi belajar kognitif dan afektif siswa yang berkemampuan penalaran analitis rendah secara berturut-turut adalah 63,11 dan 63,76. Selain dari rata-rata nilai prestasi kognitif maupun afektif, berdasarkan hasil LKS yang dikerjakan siswa terlihat bahwa siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi hasil LKS siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran analitis siswa sudah terlihat perbedaan antara yang tinggi dan rendah bukan hanya pada hasil prestasi belajar tetapi juga pada saat proses pembelajaran berlangsung. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 30. 3. Hipotesis Ketiga Bobbi DePorter (2008: 112-113) menyatakan bahwa ”gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.” Dari kutipan tersebut gaya belajar dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mengolah dan menerima informasi. Siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda diantaranya gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Namun dalam penelitian ini yang digunakan hanya dua gaya belajar yaitu kinestetik dan visual. Gaya belajar visual ditandai dengan melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Siswa yang memiliki gaya belajar visual harus melihat dulu baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi (materi pelajaran). Gaya belajar kinestetik, siswa harus menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agarcommit siswa to bisa mengingatnya. Siswa bisa belajar user lebih baik apabila disertai dengan kegiatan fisik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
Pada prestasi belajar kognitif ditemukan ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Hal ini dikarenakan prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai hasil tes pretasi belajar kognitif siswa pada materi Suhu dan Kalor. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual pasti sangat cermat dalam mengerjakan tes prestasi belajar kognitif sehingga hasilnya menjadi baik. Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif dikarenakan pada saat tes prestasi belajar kognitif suasananya dibuat santai dan tidak kaku sehingga mereka bebas melakukan gerakangerakan yang mereka sukai. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Basir (2010) yang berkaitan dengan gaya belajar. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa gaya belajar merupakan variabel penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa gaya belajar sangat mempengaruhi meningkatnya prestasi belajar siswa. Pada prestasi belajar afektif ditemukan ada pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa. Hal ini dikarenakan semua siswa melakukan kegiatan sesuai indikator dalam instrumen penilaian afektif dengan baik karena siswa sudah dibiasakan untuk selalu mengikuti dan memperhatikan instruksi dari guru. Berdasarkan Uji Lanjut (Lampiran 30) terlihat bahwa baik untuk prestasi belajar kognitif maupun afektif, siswa dengan gaya belajar visual mempunyai rerata yang lebih besar dibanding dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik. Rerata prestasi belajar kognitif dan afektif siswa dengan gaya belajar visual secara berturutturut adalah 69,88 dan 74,21 sedangkan rerata prestasi belajar kognitif dan afektif commit to user siswa dengan gaya belajar kinestetik secara berturut-turut adalah 66,10 dan 65,86.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121
Selain dari rata-rata nilai prestasi kognitif maupun afektif, berdasarkan hasil LKS yang dikerjakan siswa terlihat bahwa siswa yang memiliki gaya belajar visual hasil LKS siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya belajar siswa sudah terlihat perbedaan antara yang visual dan kinetetik bukan hanya pada hasil prestasi belajar tetapi juga pada saat proses pembelajaran berlangsung. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 31. 4. Hipotesis Keempat Pada prestasi belajar afektif, ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara media pembelajaran dengan kemampuan penalaran analitis siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa. Hal ini karena prestasi belajar afektif berkaitan dengan kemampuan bersikap peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Sikap peserta didik dalam pembelajaran dapat berupa sikap menerima, menghargai dan menanggapi pendapat atau pertanyaan baik dari guru maupun teman, sikap mengatur diri (mengorganisasi diri) dalam bekerja kelompok, serta kemampuan berkomunikasi siswa. Sikap-sikap tersebut dapat muncul apabila didukung dengan kemampuan penalaran analitis siswa yang baik dan media pembelajaran yang tepat pula. Hal ini karena penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer ditinjau dari kemampuan penalaran analitis siswa yang menitikberatkan pada kemampuan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangkar berpikir dengan logika penalaran. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwani Dewi Wijayanti (2009) tentang interaksi antara media pembelajaran dengan kemampuan penalaran analitis. Pada penelitiancommit tersebutto menyimpulkan bahwa media modul user berbasis IT pada model pembelajaran individual lebih sesuai untuk prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122
peserta didik yang memiliki daya kemampuan penalaran analitis tinggi dibandingkan kemampuan penalaran analitis rendah. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara media pembelajaran modul berbasi IT dengan kemampuan penalaran analitis. 5. Hipotesis Kelima Pada prestasi belajar kognitif dan afektif tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara media pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Pengaruh yang diberikan media simulasi animasi komputer dan film pendek terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan gaya belajar siswa. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan media simulasi animasi dan film pendek. Kelompok siswa yang diberi pembelajaran menggunakan media simulasi animasi komputer, antara siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan kinestetik tidak menunjukkan adanya perbedaan prestasi belajar kognitif dan afektif yang signifikan. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok siswa yang diberi pembelajaran menggunakan media film pendek, antara siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan kinestetik tidak menunjukkan adanya perbedaan prestasi belajar kognitif dan afektif yang signifikan. Hal ini karena keberhasilan belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal siswa. Faktor-faktor tersebut tidak sepenuhnya dapat diperhatikan dan dikontrol oleh guru. Selain itu siswa tidak hanya belajar di sekolah saja tetapi dapat juga belajar di luar sekolah. Sebagai contoh, meskipun diberi pembelajaran dengan media yang sama, siswa yang mempunyai gaya belajar visual karena mengikuti les privat, suka commit to user membaca buku, suka memperhatikan dan mendengarkan pelajaran, aktif bertanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123
kepada guru dan teman, serta aktif dalam kegiatan praktikum maka prestasi belajar kognitif dan afektif dimungkinkan sama dengan siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik. Oleh karena itu siswa yang memiliki gaya belajar berbeda (visual dan kinestetik), meskipun diberi pembelajaran dengan media yang sama tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Demikian juga untuk kelompok siswa dengan gaya belajar visual, jika diberi perlakuan pembelajaran menggunakan media simulasi animasi komputer dan film pendek akan memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, jika diberi perlakuan pembelajaran menggunakan simulasi animasi komputer dan film pendek juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Hal ini disebabkan baik dalam media simulasi animasi komputer dan film pendek berisi gambar dan tulisan yang hampir sama, yang sama-sama mendukung siswa yang bergaya belajar visual. Selain itu baik dalam media simulasi animasi komputer dan film pendek pembelajaran sama-sama dilakukan dengan menggunakan metode diskusi yang sama-sama membebaskan siswa untuk bergerak dan sesuai dengan gaya belajar kinestetik. Oleh karena itu antara siswa yang memiliki gaya belajar sama, jika diberi pembelajaran dengan media yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Pada prestasi belajar kognitif dan afektif, dua variabel bebas tersebut yaitu media pembelajaran dan gaya belajar tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan. Oleh karena itu dapat disimpulkan commit to tidak user ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi dan film pendek dan gaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124
belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa baik prestasi belajar kognitif maupun afektif siswa. Meskipun tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi dan film pendek dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa baik prestasi belajar kognitif maupun afektif siswa, namun berdasarkan penelitian dari Murwani Dewi Wijayanti (2009) menyimpulkan bahwa prestasi belajar kimia hasil dari penerapan model pembelajaran individual dengan media modul berbasis IT lebih sesuai daripada penerapan model pembelajaran individual dengan media simulasi animasi komputer. Dan penelitian Murat Peker dan Seref Mirasyedioglu (2007) menyimpulkan bahwa “one of the factors which affect the attitudes towards mathematics is learning styles”. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya belajar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi sikap terhadap matematika. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 6. Hipotesis Keenam Siswa memiliki kecenderungan dalam menerima dan mengolah informasi selama proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan gaya belajar mereka masingmasing yaitu visual maupun kinestetik. Siswa juga memiliki kemampuan penalaran analitis yang berbeda-beda. Untuk dapat berpikir yang dengan logika penalaran dan analisis diperlukan kemampuan penalaran analitis siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dan didukung dengan gaya belajar siswa yang tepat akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Pada prestasi belajar kognitif dan afektif, ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara kemampuancommit penalaran analitis dengan gaya belajar siswa to user terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Dengan kemampuan penalaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125
analitis yang baik, siswa dapat berpikir yang dengan logika penalaran dan analisis. Pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan gaya belajar siswa akan menghasilkan prestasi belajar yang baik. Sebagai contoh, siswa yang mempunyai gaya belajar visual, dengan melihat media (simulasi animasi komputer dan film pendek) dan membaca buku, dapat menggunakan logikanya untuk menganalisis materi yang dipelajari dalam kegiatan diskusi, dapat menjawab pertanyaan guru atau teman serta bertanya kepada guru atau teman yang belum dimengerti. Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik, dengan melakukan praktikum juga dapat menggunakan logikanya untuk menganalisis masalah dalam diskusi, dapat menjawab pertanyaan guru atau teman serta bertanya kepada guru atau teman yang belum dimengerti. Oleh karena itu siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dan didukung dengan gaya belajar siswa yang tepat akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk prestasi belajar kognitif menunjukkan adanya interaksi antara kemampuan penalaran analitis dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwani Dewi Wijayanti (2009) menyimpulkan bahwa media modul berbasis IT pada model pembelajaran individual lebih sesuai untuk prestasi belajar peserta didik yang memiliki daya kemampuan penalaran analitis tinggi dibandingkan kemampuan penalaran analitis rendah. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa. Dan penelitian yang dilakukan oleh Basir (2010) menyimpulkan bahwa gaya belajar merupakan variabel penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.toPada commit userpenelitian tersebut menunjukkan ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126
Untuk uji lanjutnya digunakan uji lanjut Scheffe. Berdasarkan uji lanjut Scheffe untuk prestasi belajar kognitif siswa dapat disimpulkan bahwa interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi gaya belajar visual dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya belajar kinestetik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar visual dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar kinestetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Interaksi antara siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan kemampuan penalaran analitis tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar visual memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Interaksi antara pada siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya belajar kinestetik dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar kinestetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya belajar visual dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar kinestetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya belajar kinestetik dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar visual memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif. Sedangkan untuk prestasi belajar afektif dapat disimpulkan bahwa interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan analitis tinggi gaya belajar commit topenalaran user visual dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127
belajar kinestetik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif. Interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar visual dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar kinestetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif. Interaksi antara siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan kemampuan penalaran analitis tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar visual tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif. Interaksi antara pada siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya belajar kinestetik dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar kinestetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif. interaksi antara siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi dan gaya belajar visual dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah dan gaya belajar kinestetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif. 7. Hipotesis Ketujuh Pada prestasi belajar kognitif dan afektif, tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara media, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Siswa yang diberi pembelajaran menggunakan media simulasi animasi komputer memiliki rata-rata yang lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran menggunakan media film pendek, siswa dengan kemampuan penalaran analitis tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan kemampuan penalaran analitis rendah, siswa dengan gaya belajar yang tepat memiliki rata-rata lebih baik. Hal tersebut karena commit to user keberhasilan belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128
maupun faktor eksternal siswa. Faktor-faktor tersebut tidak sepenuhnya dapat diperhatikan dan dikontrol oleh guru. Selain itu siswa tidak hanya belajar di sekolah saja tetapi dapat juga belajar di luar sekolah. Meskipun tidak ada pengaruh bersama yang signifikan antara media, kemampuan penalaran analitis, dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif, namun berdasarkan penelitian dari Yuen-kuang Liao (2007) menyimpulkan bahwa “CSI (Computer Simulation Instruction) is more effective than TI (Traditional Instruction) in Taiwan”. Jadi pada penelitian ini menyatakan bahwa CSI (Computer Simulation Instruction) lebih efektif daripada TI (Traditional Instruction). Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada pengaruh media pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa. Dan penelitian dari Murwani Dewi Wijayanti (2009) menyimpulkan bahwa media modul berbasis IT pada model pembelajaran individual lebih sesuai untuk prestasi belajar peserta didik yang memiliki daya kemampuan penalaran analitis tinggi dibandingkan kemampuan penalaran analitis rendah. Pada penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada pengaruh kemampuan penalaran analitis terhadap prestasi belajar siswa. Selain itu penelitian dari Murat Peker dan Seref Mirasyedioglu (2007) menyimpulkan bahwa “one of the factors which affect the attitudes towards mathematics is learning styles”. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa gaya belajar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi sikap terhadap matematika. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. F. Keterbatasan Penelitian Pada pelaksanaan penelitian ini sudah diusahakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil penelitiancommit yang optimal to userdengan mengendalikan variabelvariabel
yang
diperkirakan
dapat
mempengaruhi
hasil
penelitian
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129
meminimalisir kekurangan atau kesalahan yang mungkin terjadi. Namun demikian penulis menyadari akan beberapa keterbatasan yang menyebabkan hasil penelitian ini menjadi kurang optimal dan tidak semua sesuai dengan yang diharapkan. Keterbatasan yang dimaksud antara lain meliputi: 1. Media film pendek masih jauh dari kriteria media pembelajaran. Sehingga siswa lebih tertarik dan lebih paham dengan menggunakan simulasi animasi komputer dibandingkan film pendek. 2. Waktu pelaksanaan penelitian yang terbatas menyesuaikan dengan jam pelajaran di sekolah tempat dilakukan penelitian yaitu enam kali pertemuan. lima pertemuan untuk proses pembelajaran dan satu pertemuan untuk tes prestasi belajar kognitif siswa. Sehingga pengaruh perlakuan yang diberikan belum membawa dampak yang signifikan. 3. Adanya faktor internal dan eksternal siswa yang mempengaruhi hasil belajar yang tidak semua faktor tersebut dapat diamati dan dikontrol oleh guru. 4. Tes prestasi belajar kognitif dan tes kemampuan penalaran analitis disusun menggunakan bentuk pilihan ganda yang mempunyai kelemahan yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menebak jawaban bila mengalami kesulitan. 5. Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data berupa angket gaya belajar siswa, tes kemampuan penalaran analitis siswa, tes prestasi belajar kognitif siswa, baru diujicobakan satu kali sehingga masih memerlukan uji coba dan analisa yang lebih banyak agar benar-benar standar. 6. Kriteria soal tes prestasi belajar kognitif dan tes kemampuan penalaran analitis siswa belum terdistribusi dengan commit baik karena masih ada beberapa soal mudah dan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130
sukar yang digunakan serta jumlah soal yang mudah dan soal sukar yang digunakan tidak seimbang. 7. Pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor belum terkait dengan penerapannya dalam kompetensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan, sehingga untuk penelitian berikutnya Penulis berharap dapat diperhatikan juga penerapannya dalam kompetensi keahliannya seperti penerapan pendingin (water cooling system) agar alat-alat komputer tidak panas menggunakan konsep konveksi. 8. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI TKJ SMK Muhammadiyah 4 Sragen Penulis beranggapan jika eksperimen dilakukan pada subyek lain, mungkin hasilnya akan berbeda dan lebih baik. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik yang dimiliki masing-masing sampel. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini belum dapat digeneralisasikan secara umum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada BAB IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Media yang digunakan sebagian besar memberikan informasi yang mendukung kemampuan kognitif selain itu karena siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran menggunakan media pembelajaran maka kemampuan afektif siswa dapat menonjol. Siswa yang belajar menggunakan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer memperoleh prestasi belajar kognitif maupun afektif yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang belajar menggunakan pendekatan kontekstual melalui media film pendek. 2. Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi memperoleh prestasi belajar baik prestasi belajar kognitif maupun afektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah. Hal ini karena dengan kemampuan penalaran analitis yang tinggi, siswa dapat menggunakan logika penalaran untuk menganalisis suatu masalah dengan baik. 3. Gaya belajar yang dimiliki siswa sudah tepat penggunaannya dalam pembelajaran sehingga dapat menunjang peningkatan prestasi belajar baik kognitif maupun afektif siswa. 4. Prestasi belajar afektif berkaitan dengan kemampuan bersikap siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sikap-sikap commit siswa to userdapat muncul apabila didukung dengan kemampuan penalaran analitis siswa yang baik dan sedangkan dengan 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132
media pembelajaran yang tepat maka prestasi belajar kognitif dapat menjadi lebih baik. 5. Siswa yang memiliki gaya belajar berbeda (visual dan kinestetik), meskipun diberi pembelajaran dengan media yang sama tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Siswa yang memiliki gaya belajar sama, jika diberi pembelajaran dengan media yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. 6. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran analitis tinggi dan didukung dengan gaya belajar siswa yang tepat akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Dari uji lanjut Scheffe diketahui bahwa perbedaan rerata yang paling besar terjadi antara siswa berkemampuan penalaran analitis tinggi dan bergaya belajar visual dengan siswa berkemampuan penalaran analitis rendah dan bergaya belajar kinestetik. 7. Siswa yang diberi pembelajaran menggunakan media simulasi animasi komputer memiliki rata-rata yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan media film pendek, siswa dengan kemampuan penalaran analitis tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan kemampuan analitis rendah, siswa dengan gaya belajar yang tepat memiliki rata-rata lebih baik. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah : a. Penerapan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer lebih
efektif
untuk
pembelajaran Fisika, commit to user
khususnya
siswa
SMK
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133
Mummadiyah 4 Sragen semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 pada materi Suhu dan Kalor untuk prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. b. Dalam proses pembelajaran, siswa lebih tertarik, berminat dan bersemangat melakukan pembelajaran dengan melalui media simulasi animasi komputer. Dengan panduan media simulasi animasi komputer, siswa dapat lebih mudah dalam belajar dan memahami materi yang dipelajari. c. Kemampuan penalaran analitis siswa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Siswa yang tingkat kemampuan penalaran analitis tinggi cenderung memperoleh prestasi belajar Fisika yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang tingkat kemampuan penalaran analitis rendah. Kemampuan penalaran analitis yang dimiliki siswa digunakan untuk menganalisis suatu masalah/materi pembelajaran dengan logika penalaran siswa. d. Gaya belajar siswa dalam menerima dan menyerap pelajaran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Fisika pada materi Suhu dan Kalor karena penilaian prestasi kognitif maupun afektif sangat berkaitan erat dengan gaya belajar masing-masing siswa dengan gaya belajar yang tepat maka prestasi belajar kognitif maupun afektif dapat meningkat.. 2. Implikasi Praktis Implikasi praktis dari penelitian ini adalah : a. Pembelajaran melalui media simulasi animasi komputer dalam penelitian ini memperoleh hasil rerata prestasi belajar yang lebih baik dari pembelajaran melalui media film pendek. Dalam penerapan pembelajaran melalui media simulasi animasi komputer commit guru memerlukan persiapan yang baik seperti to user menyiapkan media pembelajaran dalam bentuk simulasi animasi, LKS, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
fasilitas pendukung (LCD dan laptop/komputer) yang digunakan dalam pembelajaran. b. Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dari siswa yang mempunyai kemampuan penalaran analitis rendah. Kemampuan penalaran analisis merupakan faktor yang menunjang tercapainya prestasi belajar yang baik, sehingga perlu dilakukan pelatihan kepada siswa secara kontinu dengan cara memberikan tes kemampuan penalaran analitis yang mengharuskan siswa menggunakan kemampuan tersebut. Tes yang disusun harus didominasi soal dengan tingkatan kesulitan C4 sampai C6. Hal ini agar siswa menjadi terampil dalam menggunakan
kemampuan penalaran
analisis
sehingga
akan
dapat
memperoleh hasil belajar yang baik. c. Gaya belajar yang dimiliki siswa sudah tepat penggunaannya dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Gaya belajar siswa adalah salah satu faktor yang menunjang peningkatan prestasi belajar menjadi lebih baik, sehingga guru perlu memperhatikan gaya belajar dari masing-masing siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan angket gaya belajar kepada siswa untuk mengetahui gaya belajar siswa sehingga dapat menggunakan pembelajaran yang tepat dengan gaya belajar masing-masing siswa. C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian di atas, dalam rangka turut menyumbangkan pemikiran yang berkenaan dengan peningkatan prestasi belajar IPA, maka penulis mengajukan saran-saran yaitu: commit to user 1. Kepada Siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135
a. Siswa sebaiknya meningkatkan kemampuan penalaran analitisnya dengan sering mengerjakan soal-soal logika penalaran dan analisis dalam tes penalaran analitis yang memuat soal-soal dengan tingkatan kesulitan C4 -C6. b. Siswa sebaiknya lebih aktif belajar dan mencari informasi untuk memahami ilmu yang disampaikan dari berbagai sumber selain media yang digunakan guru, yaitu literatur lain dan internet. 2. Kepada Guru a. Guru menggunakan pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer dalam melaksanakan pembelajaran Fisika khususnya pada materi Suhu dan Kalor, dalam hal ini guru sebagai fasilitator dan siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar mandiri. b. Dalam pembelajaran menggunakan media, guru mempersiapkan strategi dan perlengkapan yang diperlukan seperti media pembelajaran dalam bentuk simulasi animasi, LKS, dan mengecek fasilitas pendukung (LCD dan laptop/komputer) kemudian guru mencoba media simulasi animasi sehingga layak digunakan agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. c. Dalam pembelajaran guru sebaiknya. melakukan tes kemampuan penalaran analitis untuk mengetahui siswa yang berkemampuan penalaran analitis rendah dan tinggi. Kemudian siswa yang berkemampuan penalaran analitis rendah sering diberi latihan tes kemampuan penalaran analitis agar kemampuan penalaran analitis siswa meningkat. Sedangkan untuk gaya belajar, guru memberikan angket untuk diisi siswa agar guru dapat mengetahui siswa yang gaya commit belajarnya auditorial, kinestetik, dan visual. to user 3. Kepada Kepala Sekolah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136
a. Kepala Sekolah hendaknya menyarankan kepada guru IPA khususnya Fisika untuk dapat memilih model, pendekatan, metode, dan media pembelajaran yang tepat, salah satunya adalah pendekatan kontekstual melalui media simulasi animasi komputer agar dalam pembelajaran dapat memperoleh hasil yang optimal, b. Kepala sekolah hendaknya memberikan dukungan yang positif kepada guru yang inovatif dan kreatif dalam mengembangkan pembelajaran, dengan cara menyediakan dukungan moral dan berusaha seoptimal mungkin menyediakan fasilitas dan media yang dibutuhkan. 4. Kepada Peneliti a. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah variabel atribut yang lain, seperti sikap ilmiah, aktivitas belajar, minat belajar, motivasi belajar, kemampuan verbal, dan motivasi berprestasi siswa b. Bagi peneliti dapat mengembangkan pendekatan dan media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini untuk materi pelajaran yang lain. c. Sebaiknya penilaian prestasi belajar afektif siswa tidak hanya dilakukan melalui observasi saja tetapi bisa dibantu dengan angket yang diisi oleh siswa sendiri. d. Media simulasi animasi komputer yang digunakan sebaiknya bukan sebatas sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran saja namun sebagai lab virtual yang memungkinkan siswa untuk merangkai dan melakukan eksperimen sendiri dengan media simulasi animasi komputer tersebut.
commit to user