Pembelajaran fisika melalui model stad (student teams achievement divisions) dan jigsaw ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama : Fisika
Oleh Harsoyo S.830908121
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI MODEL STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR LISTRIK DAN AKTIVITAS BELAJAR
(Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Pada Materi Listrik Dinamik Tahun Pelajaran 2008/2009)
Disusun oleh : Harsoyo NIM S.830908121
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda tangan
Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd ........................ .................. 2010 NIP 19520116 198003 1 001
Pembimbing II Drs. Haryono, M.Pd. NIP 19520423197603 1 002
........................ .................. 2010
Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 19520116 198003 1 001 ii
PENGESAHAN
PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI MODEL STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR LISTRIK DAN AKTIVITAS BELAJAR (Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Pada Materi Listrik Dinamik Tahun Pelajaran 2008/2009)
Disusun oleh : Harsoyo NIM S.830908121 Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. H. Ashadi
........................ ...................
Sekretaris
Dra. Suparmi, M.A., Ph.D.
........................ ..................
Anggota Penguji 1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. ....................... ................... 2. Drs. Haryono, M.Pd.
....................... ...................
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP 19570820198503 1 004
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 19520116 198003 1 001 iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
: Harsoyo
NIM
: S830908121
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya berjudul ’’PEMBELAJARAN FISIKA
MELALUI MODEL STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT
DIVISIONS)
DAN
JIGSAW
DITINJAU
DARI
KEMAMPUAN
MENGGUNAKAN ALAT UKUR LISTRIK DAN AKTIVITAS BELAJAR’’ ( Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Surakarta Pada Materi Listrik Dinamik Tahun Pelajaran 2008/2009 ), adalah benar-benar karya sendiri. Hal hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh tersebut.
Surakarta,
Januari
Yang membuat pernyataan
Harsoyo
iv
2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul ’’Pembelajaran Fisika Melalui Model STAD (Student Teams Achievement Divisions) Dan Jigsaw Ditinjau Dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik Dan Aktivitas Belajar”, ini disusun dalam rangka mendapatkan legalitas formal dalam melakukan penelitian yang sesungguhnya untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister pada Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana UNS Surakarta. Tersusunnya penelitian ini berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan bantuan berupa segala sarana dan fasilitas dalam menempuh pendidikan program pascasarjana. 2.
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, ide dan pemikiran yang berharga dalam penyusunan penelitian ini.
3. Drs. Haryono, M.Pd., selaku Pembimbing II dan pengampu mata kuliah seminar penelitian yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan pengarahan yang sangat berharga selama penyusunan dan penyelesaian penelitian ini.
v
4. Dr. H. Sarwanto, M.Si., selaku pengampu mata kuliah seminar penelitian yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan pengarahan yang berharga untuk penyempurnaan penelitian ini. 5. Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Sains Pascasarjana UNS Surakarta yang telah memberikan sumbangan pendalaman dan wawasan keilmuan kepada penulis. 6. Drs. H. M. Toyibun, S.H., M.M., selaku Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi dan untuk mengadakan penelitian di sekolah ini. 7. Drs. H. Ngadiyo, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan tryout. 8. Teman-teman mahasiswa Pendidikan Sains Program Pascasarjana angkatan paralel dua September 2008, yang telah memberikan motivasi dan masukan kepada penulis dalam menyusun penelitian ini. 9. Rekan-rekan guru dan karyawan SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan motivasi dan bantuan pelayanan kepada penulis utamanya pada saat pelaksanaan dan penyusunan penelitian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bila dalam penyusunan
penelitian tesis ini
masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritikan, saran dan masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan penelitian ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi penulis dan para pembaca. Surakarta, Penulis
vi
2010
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Suro diro djajaningrat lebur dening pangastuti ( R. Ng. Ranggawarsita )
PERSEMBAHAN Tesis ini dipersembahkan kepada : 1. Sri Soelistijawati, S.Pd. istriku tercinta 2. Anak-anakku tersayang Shita G, Indah Arum G 3. Rekan-rekan guru SMA Negeri 1 Surakarta
vii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar, (2) pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar, (3) pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, (4) interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar, (5) interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, (6) interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, (7) interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2008/2009, sejumlah 10 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari empat kelas. Dua kelas eksperimen 1 dengan model Jigsaw dan dua kelas eksperimen 2 menggunakan model STAD. Teknik pengumpulan data untuk prestasi kognitif dengan metode tes, prestasi afektif dan prestasi psikomotor menggunakan metode observasi. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan software minitab 15. Uji lanjut dengan ANOVA dan analisis KruskalWallis. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan: (1) tidak ada pengaruh model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi kognitif (pvalue= 0,451), namun ada pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi afektif (pvalue = 0,000), dan juga ada pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi psikomotor (pvalue= 0,004), (2) ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif (pvalue= 0,002), namun terhadap prestasi afektif tidak ada pengaruh (pvalue= 0,093), dan juga terhadap prestasi psikomotor tidak ada pengaruh (pvalue = 0,264), (3) tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,204), juga terhadap prestasi afektif tidak ada pengaruh aktivitas belajar (pvalue= 0,214) demikian juga terhadap prestasi psikomotor tidak ada pengaruh aktivitas belajar (pvalue= 0,111), (4) ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,000), (5) tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,984), (6) tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,054), (7) tidak ada interaksi model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (pvalue = 0,127). Kata kunci: STAD, Jigsaw, Kognitif, Psikomotor, Afektif.
ABSTRACT viii
This research aims at finding out: (1) the effect of the use of STAD and Jigsaw learning models on the learning achievement, (2) the effect of the ability in using the electricity measuring device on the learning achievement, (3) the effect of the learning activity on the learning achievement, (4) the interaction between the learning models and the ability in using the electricity measuring device on the learning achievement, (5) the interaction between the use of the learning models and the learning activity on the learning achievement, (6) the interaction of the ability in using the electricity measuring device and the learning activity on the learning achievement, and (7) the interaction of the use of the learning models, the ability in using the electricity measuring device, and the learning activity on the learning achievement. This research is an experimental one. Its population was all of the students in Grade X consisting of 10 classes of State Senior Secondary School 1 of Surakarta in the academic year of 2008/2009. The samples of the research consisting of 4 classes of students in Grade X were taken randomly by using a cluster random sampling technique. They were then divided into two experimental groups; each group consisted of 2 classes. The first group used the STAD learning model whereas the second one used the Jigsaw learning model. The data of the cognitive achievement were gathered through the test of learning achievement, and those of the affective and psychomotor achievement were gathered through observation. The hypotheses of the research were tested by using a three-way analysis of variance (ANOVA) with unequal cells aided by the computer software minitab 15. They were then tested by using the KruskalWallis’s formulae. Based on the results of the analysis, conclusions are drawn as follows. 1) There is not any effect of the use of STAD and Jigsaw learning models on the cognitive learning achievement (pvalue = 0.451). However, there is an effect of the use of STAD and Jigsaw learning models on the affective learning achievement (pvalue = 0.000) and the psychomotor learning achievement (pvalue =0.004). 2) There is an effect of the ability in using the electricity measuring device on the cognitive learning achievement (pvalue =0.002). However, there is not any effect of the ability in using the electricity measuring device on the affective learning achievement (pvalue = 0.093) and the psychomotor learning achievement (pvalue =0.264). 3) There is not ay effect of the learning activity on the learning cognitive learning achievement (pvalue =0.204), the affective learning achievement (pvalue = 0.214) and the psychomotor learning achievement (pvalue =0.111). 4) There is an interaction of effect between the use of the learning models and the ability in using the electricity measuring device on the cognitive learning achievement (pvalue = 0.000). 5) There is not any interaction of effect between the use of the learning models and the learning activity on the learning achievement (pvalue = 0.984). 6) There is not any interaction of effect of the ability in using the electricity measuring device and the learning activity on the learning achievement (pvalue = 0.054). 7) There is not any interaction of effect of the use of the learning models, the ability in using the electricity measuring device, and the learning activity on the learning achievement (pvalue = 0.127). Key words: STAD, Jigsaw, cognitive, psychomotor, affective
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………
v
x
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………….
vii
ABSTRAK…………………………………………………………………..
viii
ABSTRACT…………………………………………………………………………..
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...
xiv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..
xvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
xx
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….
1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………………
6
C. Pembatasan Masalah………………………………………………...
7
D. Perumusan Masalah…………………………………………………
7
E. Tujuan Penelitian……………………………………………………
8
F. Manfaat Penelitian…………………………………………………..
9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA, BERPIKIR DAN HIPOTESIS
11
A. Kajian Teori…………………………………………………………
11
1. Belajar dan Teori-Teori Belajar…………………………….
11
2. Pembelajaran Kooperatif……………………………………
16
3. Peran Guru Pada Pembelajaran Kooperatif…………………
18
4. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Di Kelas……………
19
5. Model Pembelajaran Kooperatif Model STAD……………..
21
6. Model Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw……………..
22
7. Ketrampilan Kooperatif……………………………………..
24
xi
8. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik……………
25
9. Aktivitas Belajar…………………………………………….
29
10. Prestasi Belajar………………………………………………
29
11. Materi Pembelajaran Fisika…………………………………
30
B. Penelitian Yang Relevan…………………………………………….
44
C. Kerangka Berpikir…………………………………………………...
46
D. Hipotesis…………………………………………………………….
50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………
51
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….
51
1. Tempat Penelitian………………………………………….
51
2. Waktu Penelitian…………………………………………..
51
B. Populasi dan Sampel……………………………………………….
52
1. Populasi ……………………………………………………
52
2. Sampel ……………………………..………………………
52
C. Metode Penelitian…………………………………………………
53
D. Variabel Penelitian…………………………………………………
55
E. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………
57
F. Instrumen Penelitian……………………………………………….
60
G. Uji Coba Instrumen Penelitian…………………………………….
62
H. Teknik Analisa Data……………………………………………….
67
1. Uji Prasyarat Analisis Data………………………………..
67
2. Uji Hipotesis……………………………………………….
69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………
79
xii
A. Deskripsi Data……………………………………………………..
79
1. Prestasi Belajar Fisika……………………………………...
79
2. Data Kemampuan Alat Ukur Listrik Siswa…………………
85
3. Data Aktivitas Belajar Siswa………………………………
86
B. Pengujian Persyaratan Analisis……………………………………
89
1. Uji Normalitas…………..…………………………………
89
2. Uji Homogenitas…………………………………………..
93
C. Pengujian Hipotesis…………………………………………………
95
1. Analisis Variansi Prestasi Kognitif………………………….
95
2. Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan……………………..
97
3. Analisis Kruskal-Wallis…………………………………….
99
D. Pembahasan Hasil Analisis Data……………………………………
101
1. Pembahasan Hasil Analisa Data Prestasi Kognitif…………
102
2. Pembahasan Hasil Analisa Data Prestasi Afektif…………..
114
3. Pembahasan Hasil Analisa Data Prestasi Psikomotor………
115
E. Keterbatasan Penelitian……………………………………………...
117
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN……………………
118
A. Kesimpulan………………………………………………………….
118
B. Implikasi…………………………………………………………….
123
1. Implikasi Teoritis……………………………………………
123
2. Implikasi Praktis…………………………………………….
123
C. Saran-saran…………………………………………………………
124
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
126
xiii
LAMPIRAN………………………………………………………………..
129
PERIZINAN………………………………………………………………..
281
DAFTAR TABEL Tabel
2.1
Kode Warna Resistor………………………………………..
Tabel
2.2
Hambatan Jenis dan Koefisien Suhu Beberapa Bahan
34
Pengantar……………………………………………………
36
Tabel
2.3
Desain Penelitian …………………………………………...
49
Tabel
3.1
Distribusi Waktu Pelaksanaan Penelitian …………………..
51
Tabel
3.2
Rancangan Desain Faktorial Anava 3 Jalur 2 x 2 x 2……….
54
Tabel
3.3
Rancangan Analisis Data Prestasi…………………………..
54
Tabel
3.4
Kriteria Pengelompokan K-AUL …………………………..
58
Tabel
3.5
Kriteria Pengelompokan Aktivitas Belajar………………….
58
xiv
Tabel
3.6
Distribusi Tingkat Kesukaran Soal Tes Prestasi…………….
63
Tabel
3.7
Distribusi Daya Beda Soal Tes Prestasi…………………….
64
Tabel
3.8
Klasifikasi Korelasi Validitas Soal Prestasi…………………
65
Tabel
3.9
Tata Letak Data Penelitian Prestasi Kognitif……………….
69
Tabel
3.10 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Afektif…………………
71
Tabel
3.11 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Psikomotor…………….
72
Tabel
4.1
Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Fisika………………..
80
Tabel
4.2
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Pada Kelas yang Menggunakan Model STAD………………………….
Tabel
4.3
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Pada Kelas yang Menggunakan Model Jigsaw………………………….
Tabel
4.4
4.5
4.6
4.7
81
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor Pada Kelas yang Menggunakan Model STAD…………………………
Tabel
81
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Pada Kelas yang Menggunakan Model Jigsaw………………………………..
Tabel
81
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Pada Kelas yang Menggunakan Model STAD………………………………..
Tabel
80
82
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor Pada Kelas yang Menggunakan Model Jigsaw…………………………
82
Tabel
4.8
Deskripsi Kemampuan Alat Ukur Siswa……………………
86
Tabel
4.9
Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa……………………
86
Tabel
4.10 Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Pada Kelas yang Menggunakan Model STAD………………………………..
xv
87
Tabel
4.11 Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar Pada Kelas yang Menggunakan Model Jigsaw………………………………..
87
Tabel
4.12 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian……………
93
Tabel
4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas…………………………..
94
Tabel
4.14 Rangkuman Anava Tiga Jalan Prestasi Kognitif……………
95
Tabel
4.15 Rangkuman Anava Satu Jalan Prestasi Kognitif vs K-AUL..
98
Tabel
4.16 Rangkuman Afektif vs Model……………………………….
99
Tabel
4.17 Rangkuman Afektif vs K-AUL……………………………..
99
Tabel
4.18 Rangkuman Afektif vs K-Aktivitas…………………………
100
Tabel
4.19 Rangkuman Psikomotor vs Model…………………………
100
Tabel
4.20 Rangkuman Psikomotor vs K-AUL…………………………
100
Tabel
4.21 Rangkuman Psikomotor vs K-Aktivitas……………………
100
Tabel
4.22 Rangking Metode Pembelajaran Kooperatif………………..
103
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Pemasangan Amperemeter………………………………
Gambar 2.2
Sebuah Amperemeter Dengan Hambatan Dalam RA
26
Dilengkapi Dengan Hambatan Shunt Rsh…………………
26
Gambar 2.3
Pemasangan Voltmeter……………………………………
27
Gambar 2.4
Sebuah Voltmeter Dengan Hambatan Dalam Rv Dilengkapi Dengan Hambatan Muka Rm………………..
Gambar 2.5
28
Rangkaian Pengganti Sebuah Ohmeter Untuk Mengukur Nilai Hambatan Rx………………………………………
29
Gambar 2.6
Arus Elektron Berlawanan Dengan Arus Konvensional…
30
Gambar 2.7
Kuat arus listrik sebagai kelajuan muatan yang melewati suatu luasan tertentu………………………………………
31
Gambar 2.8
Rangkaian Penguji dengan Hambatan Geser…………..…
32
Gambar 2.9
Grafik Hubungan antar I dan V…………………………..
32
Gambar 2.10
Garis untuk Komponen Ohmic dan Non-Ohmic…………
33
Gambar 2.11
Skema Diagram Untuk Hukum I Kirchoff Serta Analogi Mekaniknya………………………………………………
xvii
37
Gambar 2.12 a) Dua Buah Lampu Yang Dihubungkan Secara Seri……
38
b) Rangkaian Pengganti Peralatan Tersebut………………
38
Gambar 2.13 a) Dua Buah Lampu Yang Dihubungkan Secara Paralel….
39
b) Rangkaian Pengganti Peralatan Tersebut………………
39
Gambar 2.14
Rangkaian Seri Sumber Tegangan………………………..
41
Gambar 2.15
Rangkaian Paralel Sumber Tegangan…………………….
42
Gambar 2.16
Rangkaian Jembatan Wheatstone…………………………
42
Gambar 2.17
Rangkaian Tertutup Satu Loop…………………………...
43
Gambar 2.18
Kerangka Pemikiran Penelitian…………………………
47
Gambar 4.1
Histogram Prestasi Kognitif
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
a. Model STAD……………………………………
82
b. Model Jigsaw……………………………………
83
Histogram Prestasi Afektif a. Model STAD……………………………………..
83
b. Model Jigsaw……………………………………..
84
Histogram Prestasi Psikomotor a. Model STAD……………………………………
84
b. Model Jigsaw……………………………………
85
Histogram Skor Aktivitas Belajar Siswa Pada Kelas Yang Menggunakan Model STAD……………………………
Gambar 4.5
Gambar 4.6
88
Histogram Skor Aktivitas Belajar Siswa Pada Kelas Yang Menggunakan Model Jigsaw……………………………
88
Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif-STAD……………
89
xviii
Gambar 4.7
Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif-Jigsaw……………
90
Gambar 4.8
Uji Normalitas Data Prestasi Afektif-STAD……………
90
Gambar 4.9
Uji Normalitas Data Prestasi Afektif -Jigsaw……………
91
Gambar 4.10
Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor-STAD…………
92
Gambar 4.11
Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor -Jigsaw………
92
Gambar 4.12
Grafik Uji ANOM Kemampuan Alat Ukur Listrik Terhadap Prestasi Kognitif………………………………
98
Gambar 4.13
Grafik Uji ANOM Model terhadap Prestasi Belajar Fisika
105
Gambar 4.14
Grafik Uji ANOM Kemampuan Alat Listrik terhadap Prestasi Kognitif Listrik Dinamis…………………………
Gambar 4.15
107
Grafik Uji ANOM Kategori Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Belajar Fisika……………………………………
108
Gambar 4.16
Grafik Interaksi Model dengan Kemampuan Alat Listrik
109
Gambar 4.17
Grafik Interaksi Model dan Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Belajar Kognitif Listrik Dinamis………………
Gambar 4.18
111
Grafik Interaksi Kemampuan Alat Ukur Listrik dan Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Belajar Kognitif Listrik Dinamis……………………………………………
Gambar 4.19
112
Grafik Interaksi Faktor Model Pembelajaran, Kemampuan Alat Ukur Listrik dan Aktivitas Belajar terhadap Prestasi Kognitif Listrik Dinamis………………
Gambar 4.20
Grafik Efek Mean Faktor Model Pembelajaran, Kemampuan Alat Ukur Listrik dan Aktivitas Belajar
xix
113
terhadap Prestasi Kognitif Listrik Dinamis……………
113
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Silabus ……………………………………………………
129
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Jigsaw………………
131
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran STAD………………
134
Lampiran 4
Kisi-Kisi Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik…..
136
Lampiran 5
Kisi-Kisi Aktivitas Siswa Dalam Kegiatan Belajar Mengajar…………………………………………………… 138
Lampiran 6
Kisi-Kisi Pengamatan Kemampuan Psikomotorik………… 140
Lampiran 7
Kisi-Kisi Pengamatan Kemampuan Afektif………………
Lampiran 8
Lembar Observasi Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik………………………………………………………
143
145
Lampiran 9
Lembar Observasi Kemampuan Aktivitas Belajar………… 146
Lampiran 10
Lembar Observasi Kemampuan Psikomotor………………
148
Lampiran 11
Lembar Observasi Kemampuan Afektif………………….
151
Lampiran 12
Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran Jigsaw Listrik Dinamis……………………………………………
Lampiran 13
Lampiran 14
153
Lembar Kerja Siswa (LKS) Model Pembelajaran STAD Listrik Dinamis……………………………………………
173
Kisi-Kisi Tes Prestasi Aspek Kognitif…………………….
191
xx
Lampiran 15
Soal Tes Uji Coba Prestasi Aspek Kognitf………………
Lampiran 16
Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Kognitif……………………………………………………
193
209
Lampiran 17
Uji Reliabilitas Soal Kognitif……………………………… 223
Lampiran 18
Soal Tes Prestasi Listrik Dinamis…………………………
237
Lampiran 19
Data Induk…………………………………………………
248
Lampiran 20
Data Analisis MINITAB 15………………………………
252
Lampiran 21
Kelompok Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw………
277
Lampiran 22
Kelompok Pembelajaran Kooperatif Model STAD………
278
Lampiran 23
Dokumen Foto Pada Saat KBM di Laboratorium…………. 279
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan IPTEK sekarang ini berlangsung sangat cepat. Perkembangan ini menuntut penyesuaian sistem pendidikan nasional kita, termasuk perubahan kurikulum xxi
pendidikan, sehingga mampu menyesuaikan
terhadap perubahan global, mampu
menjawab tantangan jaman dan kebutuhan masyarakat. Kedinamisan perubahan kurikulum harus diikuti perubahan paradikma baru bagi guru dalam mengajar. Hal ini terlihat masih banyak guru dalam proses belajar mengajarnya masih bersifat konvensional, yang kurang inovasi dalam proses pembelajaran. Akibatnya prestasi belajar siswa masih rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan ’’bahwa kemampuan siswa SMA/MA dalam penguasaan
pelajaran
fisika
secara
nasional
dinilai
(http;//www.Depdiknas.go.id/publikas/bief/oldition/harri-3A.html).
masih Dalam
rendah.’’ KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) maupun KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) peranan guru tidak berlaku sebagai aktor/aktris utama dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai sumber belajar. Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan yang pesat di bidang teknologi, informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material, yaitu penemuan piranti mikroelektronika yang dengan ukuran kecil mampu memuat banyak informasi. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomenafenomena alam, fisika akan memberikan suatu pelajaran yang baik untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Dengan konservasi alam serta pemahaman fisika dengan baik, maka adanya kerusakan lingkungan dan bencana alam akan berkurang. Proses belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang integral antara guru dan siswa. Dalam hal ini siswa berkedudukan sebagai pelajar yang menuntut ilmu dan guru mempunyai posisi sebagai pengajar yang menyampaikan materi pelajaran. Serangkaian perbuatan guru dan siswa mempunyai hubungan timbal balik yang xxii
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Hubungan timbal balik ini merupakan syarat penting berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan menyampaikan pesan berupa materi pelajaran saja, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Proses belajar mengajar dapat dikatakan sebagai suatu proses komunikasi. Setiap proses komunikasi diperlukan media untuk menyalurkan pesan, sehingga dikatakan bahwa media mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan belajar mengajar dapat ditinjau dari dua faktor utama yaitu dari dalam dan faktor dari luar siswa. Faktor dari luar siswa adalah faktor guru dan sarana prasarana. Guru sebagai pengajar harus dapat menyajikan materi pengajaran dengan baik, efektif dan efisien serta memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Hendaknya pula, guru tidak mendominasi kegiatan tersebut tetapi memotivasi dan membimbing siswa
agar dapat mengembangkan potensi dan kreaktifitasnya
melalui belajar mengajar. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, perlu dilakukan suatu strategi pembelajaran yang membuat siswa belajar proses dan produk pengetahuan sekaligus, yaitu melalui pendekatan ketrampilan proses. Proses pengajaran yang menggunakan pendekatan ketrampilan proses menempatkan siswa sebagai subyek penting yang berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Pendekatan ketrampilan proses ini merupakan wahana pengembangan ketrampilan intelektual, sosial, emosional, dan fisik peserta didik yang pada prinsipnya ketrampilan-ketrampilan tersebut telah ada pada diri siswa. Bila kita lihat dari hakikat pengajaran IPA yaitu
xxiii
produk, proses, dan sikap ilmiah, maka pendekatan ini cukup mengenai sasaran jika kita hubungkan dalam proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan media untuk komunikasi. Media yang paling mudah dan yang sering digunakan, salah satu contohnya adalah penggunaan media pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa(LKS). Lembar Kerja Siswa merupakan lembar kerja yang harus diisi dan dilengkapi langkah-langkah dan petunjuk kegiatan yang terprogram mengenai materi dan konsep yang akan dipelajari. Dengan LKS guru akan mudah membimbing dan mengarahkan siswa melakukan kegiatan pembelajaran.Faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi keberhasilan belajar misalnya kemampuan awal dan kesungguhan dalam belajar. Kemampuan awal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum melakukan proses belajar mengajar. Kemampuan awal siswa misalnya kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Kemampuan mengunakan alat ukur listrik yang tinggi akan memperlancar proses belajar mengajar dan tentunya akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajarnya. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik sangat berguna dalam memahami mata pelajaran fisika, namun dalam kenyataanya para guru belum memperhatikan faktor ini. Prestasi belajar merupakan salah satu indikator dari proses belajar yang dicapai siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan PBM adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar berdasarkan pada teori pembelajaran konstruktivisme. Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya, menerapkan pengetahuannya, belajar memecahkan masalah, mendiskusikan masalah, dan mempunyai keberanian xxiv
menyampaikan ide. Hal-hal yang pokok dari teori konstruktivisme adalah ’’ide bahwa siswa harus menemukan dan menstransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri” (Nurhadi, 2003) dalam Syaiful Sagala (2007: 88). Sehingga tugas guru memfasilitasi agar pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, siswa diberi kesempatan untuk menemukan dan menerapkan idenya, serta menyadarkan siswa supaya menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Penekanan pembelajaran kooperatif terletak pada kerja sama siswa, pada kelompok kooperatif. Pembelajaran kooperatif ada enam karakteristik, ’’1) Tujuan kelompok, 2) Tanggung jawab individual, 3) Kesempatan sukses yang sama, 4) Kompetisi tim, 5) Spesialisasi tugas, dan 6) Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok’’(Slavin: 2008) dalam Narulita (2008: 26). Kerjasama (kooperatif) merupakan salah satu elemen dasar sebuah masyarakat. Pendidikan anak-anak, tidak akan sempurna tanpa mengajari anak-anak tersebut untuk hidup bersama dengan teman lain secara konstruktif, karena pendidikan merupakan proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi siswa. Bertitik tolak dari para ahli tentang teori belajar
ada perbedaan dan kesamaan baik ekplisit maupun implisit, yaitu konsep
belajar itu selalu menunjuk ’’suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu’’ (Syaiful Sagala 2007: 37). Penelitian
ini
mengembangkan
pembelajaran
kooperatif
formal
yang
menekankan siswa belajar dalam kelompok heterogen/campuran yang beranggotakan 4 sampai
5 siswa. Heterogenitas kelompok meliputi: tingkat kemampuan akademik
(tinggi, dan rendah), jenis kelamin, suku dan status sosial. Pada proses pembelajaran, para guru hendaknya menyadari bahwa siswa memasuki kelas dengan bekal xxv
kemampuan pengetahuan dan motivasi yang tidak sama. Guru hendaknya menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, membangun gagasan serta memotivasi dalam tanggung jawab siswa untuk belajar. Sesuai karakteristik siswa SMAN 1 Surakarta, yang menjadi tempat penelitian dan tempat penulis mengajar, kegiatan setelah KBM berakhir siswa banyak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan mengikuti tambahan/bimbingan belajar. Memperhatikan kegiatan siswa seperti itu jelas siswa kurang mengembangkan ketrampilan berkomunikasi dan berinteraksi sosial di masyarakat, sehingga akan terbentuk sikap individu siswa. Proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kooperatif, siswa dalam satu kelas mampu menguasai materi pelajaran dalam waktu yang sama. Dalam sebuah laporan, (Kagan ,l989) menyimpulkan bahwa ’’penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatakan pencapaian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif atau pembelajaran individualistik.’’ Penelitian ini memilih model pembelajaran kooperatif formal model STAD dan Jigsaw yaitu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompokkelompok belajar selama satu standar kompetensi. Pemilihan model pembelajaran kooperatif metode STAD dan Jigsaw dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk : 1 Mengurangi sifat egosentris dan individualistik siswa; 2 Belajar dengan melakukan kerjasama dalam kelompokkelompok belajar; 3 Mengembangkan ketrampilan sosial, dan komunikasi sosial siswa; 4 Meningkatkan kemampuan menggunakan alat ukur listrik; 5 Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar; 6 Meningkatkan prestasi belajar siswa;
xxvi
7 Menerima keberagaman, 8 Listrik dinamis (mengalir) kita gunakan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik sehari-hari dan sifatnya abstrak sehingga sangatlah penting.
B. Identifikasi Masalah Berlatar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah antara lain : 1. Pembelajaran fisika saat ini masih banyak menngunakan metode belajar konvensional, sehingga menyebabkan prestasi belajar rendah. 2. Kualitas pembelajaran fisika pada materi pokok listrik dinamis perlu ditingkat kan dengan metode yang sesuai, sehingga diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan pemahaman dalam pembahasan soal-soal rangkaian listrik satu loop, dua loop ataupun tiga loop. 3. Para guru belum inovatif mengembangkan metode pembelajaran. 4. Faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik perlu diperhatikan guru. 5. Proses pembelajaran di SMA belum memperhatikan keaktifan siswa.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di muka,agar penelitian ini lebih terfokus dan terarah,maka dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut ; 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model STAD dan Jigsaw. 2. Alat ukur listrik yang digunakan amperemeter dan voltmeter. 3. Pembatasan materi pada listrik dinamis. 4. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik meliputi tinggi dan rendah. 5. Aktivitas belajar siswa meliputi tinggi dan rendah. xxvii
6. Siswa dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta semester dua tahun pelajaran 2008/2009.
D. Perumusan Masalah Agar tujuan penelitian menjadi jelas dan terarah perlu ditetapkan terlebih dahulu perumusan masalahnya sebelum penelitian tersebut dilakukan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini : 1. Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar ? 2. Apakah ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar ? 3. Apakah ada pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar? 4. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar ? 5. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar ? 6. Apakah ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar ? 7. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar ?
E. Tujuan Penelitian
xxviii
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran dengan model STAD dan model Jigsaw terhadap prestasi belajar fisika. Tetapi lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengaruh model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar. 2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. 3. Pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. 4. Interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar. 5. Interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan aktivitas belajar. 6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. 7. Interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik serta aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1.
Manfaat Teoritis : a. Untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran fisika melalui STAD dan Jigsaw ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar pada materi listrik dinamis siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta semester 2 tahun pelajaran 2008/2009.
2.
Manfaat Praktis :
xxix
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi dalam dunia pendidikan, khususnya pembelajaran melalui STAD dan Jigsaw. b. Memotivasi siswa agar lebih aktif dan berprestasi dalam berbagai bidang studi, serta menerapkan kegiatan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II xxx
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori 1.
Belajar Dan Teori-Teori Belajar
1) Pengertian Belajar Banyak definisi yang diberikan tentang belajar. Pengertian tentang belajar telah berkembang sesuai dengan dinamika penelitian yang dilakukan di lapangan. Menurut Gage (l984) dalam Ratna Wilis Dahar (l989: 11) ’’belajar didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman’’. Jadi seseorang yang belajar akan menunjukkan terjadinya perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku ini sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Bila seseorang telah menunjukkan perubahan perilaku dalam suasana yang serupa pada dua waktu yang berbeda, orang tersebut dikatakan telah belajar. Sedangkan Oemar Hamalik (l989:60) menyatakan bahwa ’’Belajar (learning) merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan latihan”. Bahwa belajar adalah kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku baik potensial maupun aktual. Perubahan yang berarti seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami proses perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun aspek sikapnya. Pada proses belajar akan diperoleh hasil belajar dapat berupa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap. Hal ini seperti yang dikemukakan
W.S Winkel (2007:59) sebagai berikut:
’’belajar merupakan aktivitas mental/psikis yang berlangsung secara interaktif aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap, di mana perubahan itu bersifat secara relatip konstan dan xxxi
berbekas”. Belajar akan terjadi bila seseorang secara aktif melakukan interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha aktif yang terjadi pada seseorang (siswa) untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang dapat berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sehingga belajar meliputi beberapa hal penting sebagai berikut : 1) terjadi perubahan tingkah laku , 2) terjadi interaksi aktif, 3) terdapat hasil belajar, dan 4) terdapat lingkungan sebagai bahan belajar. 2) Teori-Teori Belajar 1) Teori Belajar Motivasi Dalam perspektif motivasi (dikemukakan Johnson dkk,1981, dan Slavin, 1983a) dalam Narulita (2008: 34), ’’struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses”. Untuk memperoleh kesuksesan itu anggota kelompok harus membantu teman satu timnya, mendorong supaya melakukan usaha yang maksimal. 2) Teori Belajar Berdasarkan Psikologi Sosial Menurut teori ini, ’’proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri , tetapi melalui interaksi-interaksi’’ (Bigge, l982) dalam (Toeti S,Udin SW (l997:29). Interaksi antara siswa dengan lingkungan atau sebaliknya menghasilkan perubahan tingkahlaku. xxxii
3) Teori Belajar Kognitif Menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai,
mengingat
dan
menggunakan
pengetahuan.
Teori
kognitif
lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Teori belajar kognitif berkembang dari kerja para tokoh seperti Piaget dan Vygotsky. a) Teori Belajar Piaget Menurut Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, yaitu tahap sensorimeter, tahap praoperasional, tahap operasional konkret dan tahap operasional formal. Jean Piaget dalam Syaiful S (2005:24) berpendapat bahwa ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu ’’(1) Proses assimilation di mana dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah diketahui dengan mengubahnya bila perlu; (2) proses accommodation yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah yang telah diketahui sebelumnya sehinngga informasi yang baru dapat disesuaikan dengan baik’’. b) Teori Belajar Vygotsky Vygotsky juga meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun Vygotsky menekankan ”pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan system yang secara kultural telah berkembang dengan baik”, Cobb dalam Suparno (2007: 11). Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli atau tokoh dan juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin digeluti. Misalnya, para siswa dipertemukan dengan ahli atau tokoh yang dapat bercerita tentang xxxiii
bidang tugas yang mereka geluti, pemikiran mereka tentang suatu masalah tertentu. Dalam interaksi ini, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para ahli. Siswa juga bisa diajak ke laboratorium ataupun tempat-tempat lain yang dapat member inspirasi bagi siswa. Menurut Vygotsky pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona perkembangan
proksimal
(zone
of
proximal
development).
Persisnya,
dia
mendefinisikan zona ini sebagai: ”jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan oleh pemecahan masalah secara independen dan tingkat perkembangan potensial yang ditentukan lewat pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasinya dengan rekan-rekan yang lebih mampu”.
Crain W.,
terjemahan Yudi Santoso (2007: 371). Tingkat perkembangan aktual adalah kemampuan
anak
memecahkan
masalah
secara
mandiri
sedangkan
tingkat
perkembangan potensial adalah kemampuan memecahkan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu. Zona perkembangan proksimal bagaikan secercah cahaya, namun tidak “sekokoh fungsi yang sudah dikuasai” anak bisa berjalan dengan bantuan hari ini, namun akan sanggup melakukannya sendiri besok (Vygotsky 1934) dalam Crain W., terjemahan Yudi Santoso ,(2007:371). Ide penting lain yang diturunkan Vygotsky adalah scaffolding, yaitu memberikan bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal perkembangan, kemudian bantuan ini dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Jika diterapkan dalam proses pembelajaran, ide scaffolding dapat berupa pertunjuk, peringatan, dorongan, dan menguraikan masalah pada awal pembelajaran. xxxiv
4) Teori Belajar Konstruktivisme Menurut
teori
konstruktivisme
siswa
harus
menemukan
sendiri
dan
menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama dan merevisi jika aturan-atuaran itu tidak sesuai lagi. Prinsip penting dalam psikologi pendidikan sesuai teori konstruktivis adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Guru dapat memberikan kemudahan pada siswa untuk membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka. Para pendukung teori belajar konstruktivis seperti Vico Von Glasersfeld, menyatakan pengetahuan perlu dibangun atau dikonstruksi oleh masing-masing siswa melalui tiga aktivitas dasar, antara lain: 1) Penglibatan aktif siswa, artinya siswa bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, laksana botol kosong yang setiap saat dapat diisi beraneka ragam
pengetahuan, melainkan siswa sebagai pembuat struktur
pemahaman pengetahuan yang aktif, 2) Refleksi, artinya siswa memperoleh pengetahuan yang dibangun dari pemahaman siswa untuk dijadikan pengetahuan yang baru dengan merefleksikan atau ditunjukkan pada gerakan fisik dan sikap mental siswa, 3) Pengabstrakan, artinya setelah siswa memperoleh pengetahuan baru
berusaha
membuat pengetahuan yang bermakna. Dalam belajar siswa tidak hanya mengasimilasi konsep baru tetapi mengakomodasikan, mengembangkan, memodifikasi dan merubah konsep/pengetahuan yang ada. 2.
Pembelajaran Kooperatif
a.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif
(Cooperatif
Learning)
adalah
pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja xxxv
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. ’’Cooperative learning involes small heterogeneous groups of students working together to learn collaborative and sosial skill while working toward a common academic goal or task” Timothy J. Newby (l996: 49). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. ’’Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman
yang dapat menimbulkan
permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat’’ Sugiyanto (2007: l0). b.
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok. Pada pembelajaran
kooperatif
terdapat unsur-unsur dasar yang menjadi ciri pembelajaran kooperatif.
Menurut Anita Lie (2002: 30), ’’pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang di dalamnya terdapat unsur-unsur
pembelajaran kooperatif, yang meliputi:1) saling
ketergantungan positif, 2) tanggung jawab individual/perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok’’. Dari lima unsur tersebut dapat diuraikan : (1) Saling ketergantungan positif; merupakan hubungan yang saling membutuhkan antar siswa. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, ketergantungan mencapai tujuan, ketergantungan bahan atau
sumber,
dan
saling
ketergantungan
individual/perseorangan; pembelajaran kooperatif
hadiah;
(2)
Tanggung
jawab
menampilkan wujudnya dalam
belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan xxxvi
bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara
individual ini yang dimaksud dengan tanggung jawab
individual; (3) Tatap muka; pembelajaran kooperatif memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdiskusi. Interaksi ini akan memberikan kesempatan pada para anggota kelompok untuk bersmergi yang menguntungkan bagi semua anggota. Interaksi semacam ini sangat penting, karena siswa lebih mudah belajar dari sesamanya; (4) Komunikasi antar anggota; pada pembelajaran kooperatif, anggota kelompok melakukan diskusi untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Dalam hal ini akan muncul ketrampilan berkomunikasi, berani mempertahankan pikiran logis, tidak egois, mandiri, menjalin hubungan pribadi (interpersonal relationship), dan sengaja diajarkan. Sedang siswa yang pasif akan dibimbing oleh guru; (5) Evaluasi proses kelompok; proses terakhir pada pembelajaran kooperatif adalah evaluasi proses kelompok. Evaluasi proses kelompok dilakukan melalui umpan balik dari masingmasing siswa, umpan balik dari sesama teman, dan umpan balik dari kelompok. Hal ini dimaksudkan waktu selanjutnya dapat bekerjasama lebih baik dan efektif. c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Ada tiga tujuan dalam pembelajaran kooperatif yang akan dicapai, yaitu: 1) Penerimaan akan keanekaragaman, 2) Ketrampilan sosial, dan 3) Prestasi akademik. Tiga tujuan dapat dijelaskan: (1) Penerimaan Akan Keanekaragaman; pembelajaran kooperatif akan berdampak sangat luas, antara lain menerima akan perbedaan ras, suku, agama, budaya, kelas sosial dan tingkat kemampuan. Mereka bekerja bersamasama dalam kelompok kooperatif dan saling bergantung pada tugas akademik serta xxxvii
belajar saling menghargai; (2) Ketrampilan Sosial; dengan cara guru mengembangkan siswa bekerjasama dan kolaborasi maka ketergantungan positip akan tercapai. Bekal ketrampilan ini amat penting apabila siswa nantinya berada di tengah masyarakat yang heterogen. Kurangnya kemampuan ketrampilan sosial akan sulit melakukan kerjasama, karena jika terjadi ketidakpuasan yang kecil saja akan melakukan tindakan yang keras. (3) Prestasi Akademik; pembelajaran kooperatif tidak hanya bermanfaat bagi yang mempunyai prestasi belajar tinggi saja tetapi juga bermanfaat bagi siswa yang berprestasi belajar rendah. Mereka bersama-sama menyelesaikan tugas akademik. Siswa yang berprestasi belajar tinggi berperan sebagai tutor terhadap siswa yang berprestasi belajar rendah. Bagi siswa yang berprestasi belajar rendah pengetahuannya meningkat, dan siswa yang mempunyai prestasi belajar tinggi memperoleh pengetahuan yang lebih. Prestasi akademik yang diperoleh meliputi ranah kognitif, ranah psikomotor, dan ranah afektif. 3.
Peran Guru Pada Pembelajaran Kooperatif Peran guru pada pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran
tradisional. Karena pada pembelajaran tradisional guru sebagai satu-satunya sumber belajar yang memberikan informasi pada siswa, dan menganggap bahwa siswa yang baik akan menyerap informasi yang disampaikan tanpa siswa bertanya lagi. Sebaliknya pada pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator belajar bagi siswa. Guru hanya sekedar memberikan informasi untuk merangsang pemikiran siswa. Siswa didorong untuk mengemukakan pendapat, ide dan mengembangkannya. Siswa belajar dengan
mempelajari
konsep-konsep,
melakukan
percobaan,
sehingga
belajar
merupakan sustu proses yang terus-menerus, dan belajar tidak hanya seperangkat ketrampilan untuk dikuasai. Guru sebagai fasilitator harus merencanakan pembelajaran xxxviii
yang memberikan siswa untuk berdiskusi, bereksperimen, mengeksplorasi ide-ide dengan konsep-konsep ilmiah. Pada saat siswa bekerja dengan aktifitas kooperatif guru memonitor untuk mengetahui kemajuan yang diperoleh siswa. 4.
Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas Kebanyakan para guru berpendapat bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif
pada KBM akan menimbulkan kegaduhan atau keramaian sehingga proses belajar mengajar tidak efektif. Guru akan mudah mengendalikan suasana kelas ketika salah satu siswa diijinkan mengajukan suatu pertanyaan. Cara-cara yang dapat dilakukan guru dalam mengelola kelas kooperatif, antara lain sebagai berikut: 1) Merencanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran yang teliti, seperti mendesain LKSdengan perintah yang jelas; 2) Memberikan penghargaan/apresiasi pada kelompok yang bekerja dengan baik dengan reward, Good Team,Great Team dan Super Team; 3) Menerapkan tanda tenang seperti guru mengangkat tangan ke atas. Ketika siswa melihat, siswa mengikuti dengan mengangkat tangannya ke atas. Agar pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan di kelas dapat berjalan efektif, beberapa tahap yang harus dilakukan guru: 1) Menyusun materi pelajaran, lembar kegiatan siswa, dan lembar jawaban disusun sedemikian rupa sebelurn proses kegiatan belajar mengajar dilaksanakan; 2) Menetapkan siswa dalam kelompok. Penetapan anggota kelompok dilakukan sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Kelompok beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa dengan komposisi heterogen. Heterogen meliputi jenis kelamin, status sosial, etnik, agarna, tingkat kemampuan akademik. Sebelum KBM dilaksanakan dilakukan latihan ketrampilan kooperatif. Ini dimaksudkan agar para siswa saling mengenali anggota kelompoknya, serta menjelaskan aturan-aturan dasar dalam kelas kooperatif. Aturan dasar tersebut xxxix
meliputi: 1) Siswa tetap berada dalam kelompok; 2) Sebelum bertanya kepada guru, bertanya kepada anggota kelompok;
3) Berikan umpan balik untuk siswa yang
mengemukakan ide-idenya; 4) Dalam satu kelompok harus berbicara sopan; 5) Sebelum seluruh anggota kelompoknya telah menguasai materi, siswa tidak boleh selesai belajar; 6) Hindarilah kritik terhadap teman di dalam kelompok dan di luar kelompoknya; dan 7) Presentasi, presentasi meliputi; (l) Pendahuluan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dengan membuat bahan pelajaran yang menarik perhatian siswa; (2) Penyajian materi, hal-hal yang menjadi penekanan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, antara lain mengembangkan materi pelajaran, mengkaitkan materi pelajaran dengan pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa, menekankan bahwa siswa belajar bukan menghafal tetapi mernahami makna, mengontrol pemahaman siswa ketika siswa mengajukan pertanyaan, dan memberikan jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan siswa tersebut, pergantian konsep apabila siswa siswa telah memahami konsep materi sebelumnya; (3) Pembentukan kelompok, guru mengorganisir siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang keanggotannya telah ditentukan sebelumnya; (4) Bekerja dan belajar kelompok, guru membantu kelompok ketika siswa mengerjakan tugas pada lembar kegiatan siswa; dan (5) Evaluasi, masing-masing kelompok menyajikan hasil pekerjaannya atau sebagian basil pekerjaannya dan guru memberi evaluasi dari materi tersebut. Dari hasil kerja kelompok dan evaluasi yang dilakukan siswa akan diketahui prestasi siswa atau kelompok. Ini dipakai guru sebagai acuan dalam pembentukan kelompok berikutnya. 5.
Model Pembelajaran Kooperatif Model STAD Salah satu model pembelajaran kooperatif yang pernah dikembangkan adalah
STAD
(Student
Teams
Achievement
Divisions), xl
model
pembelajaran
yang
dikembangkan oleh Robert E Slavin di Universitas John Hopkins, AS. Lima fase dasar STAD sebagai berikut: 1) Presentasi Kelas, pada fase ini, guru memberikan arahan dengan konsep-konsep, ketrampilan, dengan buku siswa, buku guru, bahan melalui audio visual dan sdebagainya. Guru harus mampu mendesain materi pembelajaran untuk model pembelajaran kooperatif STAD; 2) Kelompok Belajar, siswa dalam satu kelas dibagi dalam 4-5 orang anggota secara heterogen. Dalam pembentukan kelompok ini guru harus memperhatikan suku, agama, status sosial, gender serta kemampuan akademik siswa di dalam satu anggota kelompok. Manfaat utama kelompok adalah agar siswa belajar tetap pada kelompoknya dan untuk mempersiapkan jika tes individu. Setelah guru mempresentasikan materi, masing-masing kelompok bertemu untuk mengoreksi, membandingkan jawaban apabila ditemukan salah persepsi dengan materi lain; 3) Evaluasi Belajar, setelah satu standar kompetensi dipresentasikan guru, maka dilakukan evaluasi perseorangan dengan tujuan untuk mengukur pengetahuan yang diterima pada saat KBM; 4) Skor/Nilai Peningkatan Perseorangan, pemberian evaluasi pada individu untuk membandingkan skor/nilai yang diperoleh pada tes dengan skor dasar/awal yang dimiliki siswa sebelumnya; 5) Rekognisi Tim (Kelompok Belajar), bentuk penghargaan jika tim memperoleh skor rata-rata mencapai tertentu. 6.
Model Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw Jigsaw sebagai model pembelajaran kooperatif dikembangkan pertama kali oleh
Aronson & Patnoe tahun l997. Dalam model pembelajaran kooperatif Jigsaw, ” setiap siswa menjadi anggota kelompok asal (home group) dan juga sebagai kelompok ahli (expert group). Siswa dalam kelompok ahli bertanggung jawab terhadap penguasaan materi yang menjadi bagian yang dipelajari dan berkewajiban mengajarkan kepada
xli
siswa lain dalam kelompoknya’’ (Arend, l997) dalam Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto (2008: 13). Seperti pada pembelajaran kooperatif STAD, pada model pembelajaran kooperatif Jigsaw siswa dal;am satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok heterogen dengan anggota 4-5 orang siswa. Pada model pembelajaran kooperatif Jigsaw setiap siswa dalam satu kelompok asal (home group) akan menerima LKS yang berbeda. Setiap siswa bertanggung jawab terhadap penguasaan LKS yang menjadi tugasnya. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw sebagai berikut: 1) Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa, dan disebut kelompok asal (home group); 2) Menunjuk satu siswa sebagai ketua kelompok; 3) Setiap siswa pada kelompok asal memperoleh LKS yang berbeda; 4) Memberi waktu membaca LKS; 5) Siswa yang memperoleh LKS yang sama berkumpul membentuk kelompok ahli untuk mendiskusikan LKS dan kemudian menjadi ahli pada tugasnya. Tunjuklah seorang pembaca
pemimpin
diskusi,
pencatat,
materi dan pengkoreksi; 6) Masing-masing siswa dari kelompok ahli
kembali ke kelompok asal, untuk menjelaskan LKS yang menjadi tugasnya ke anggota kelompoknya secara bergantian dan berbagi informasi. Tekankan pada masing-masing siswa bahwa setiap siswa mempunyai tanggung jawab kelompok asal dan menjadi tutor yang baik sebagaimana halnya dia menjadi pendengar yang baik. Para siswa harus dapat meyakinkan bahwa mereka telah memahami seluruh pokok bahasan dan siap untuk mengikuti tes perorangan; 7) Pada akhir pelajaran, para siswa diberikan tes perseorangan yang mencakup semua sub pokok bahasan yang telah dipelajari. Pelaksanaan
model
pembelajaran kooperatif Jigsaw pada awalnya terjadi
proses yang kurang lancar. Hal ini dapat terjadi karena beberapa masalah yang muncul xlii
selama KBM, antara lain: 1) Siswa yang pandai mendominasi pembicaraan, sebaliknya siswa yang kurang pandai akan kesulitan memberikan presentasi; 2) Siswa yang pandai akan merasa bosan dengan anggota kelompok yang lamban. Untuk mengatasi masalah tersebut, metoda pembelajaran kooperatif memberikan jalan keluar, diantaranya: (1) Anggota kelompok hendaknya terdiri dari siswa yang kemampuan akademiknya beragam, dari akademik tinggi sampai rendah; (2) Tidak menganut keanggotaan permanen, artinya siswa dapat berganti kelompok dalam kurun waktu tertentu. 7.
Ketrampilan Kooperatif Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif, siswa harus dilatih terlebih
dahulu ketrampilan kooperatifnya. Hal ini diperlukan agar terjadi kelancaran kerja kelompok, yaitu dengan mengembangkan komunikasi diantara anggota kelompok dan tugas, dalam bentuk pembagian tugas antar kelompok. Ketrampilan-ketrampilan kooperatif yang dilatihkan siswa sebelum pelaksanaan proses belajar mengajar, antara lain: 1) Menggunakan kesepakatan, artinya menyamakan pendapat yang bermanfaat untuk meningkatkan hubungan kerja antar anggota dalam kelompok; 2) Memperhatikan apa
yang menjadi pendapat dari
anggota kelompoknya dan anggota dari kelompok lain; 3) Menggunakan suara yang cukup didengar
oleh
kelompoknya
saja;
4) Menyebutkan nama dan
memandang pembicara, artinya jika memanggil diantara anggota atau anggota kelompok lain menyebut nama dan kontak mata; 5) Menolong tidak harus memberikan jawaban, artinya jika memberikan bantuan tanpa harus memberikan jawaban; 6) Menghormati hak individu, artinya bersikap menghormati perbedaan diantara anggota kelompok tentang budaya, suku, agama, ras dan status sosial; 7) Menunjukkan penghargaan dan simpati, artinya menunjukkan rasa hormat, pengertian dan tenggang xliii
rasa terhadap pendapat-pendapat yang dirinya;
berbeda
dengan
orang
lain
bahkan
8) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan sikap yang baik; 9) Membuat
ringkasan, untuk mengingat yang sudah dan yang belum; 10) Dapat menafsirkan, yaitu menyatakan pendapatnya dengan kalimat yang berbeda sesuai pemahaman siswa; 11) Mengatur
dan
mengorgarusir; 12) Menerima tanggung jawab; 13) Siswa
mampu
memperluas konsep; 14) Memeriksa dengan cermat; 15) Menanyakan kebenaran; 16) Menetapkan tujuan; 17) Berkompromi. 8.
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik. Dalam kegiatan eksperimen pada standar kompetensi listrik mengalir tidak lepas
dari penggunaan alat ukur listrik. Kemampuan menggunakan alat ukur litrik antara lain trampil mengoperasionalkan amperemeter dan voltmeter yang meliputi dapat menunjukkan batas ukur, menyetimbangkan, memasang, menentukan skala, ketepatan posisi pengamatan, dan dapat melaporkan hasil pengukuran. Penggunaan alat ukur listrik memerlukan ketelitian dan ketepatan untuk menghindari kesalahan. Kemampuan dalam mengoperasikan alat ukur listrik dalam kegiatan pratikum akan mempermudah dan akan menekan kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan pengukuran antara lain, kesalahan acak, yaitu kesalahan karena ketidaktepatan, kesalahan
sistematik yaitu
kesalahan alami (kesalahan alat dan perorangan), kesalahan paralaks yaitu kesalahan dalam membaca kurang tepat dalam menepatkan mata. Alat ukur yang akan dibahas meliputi: amperemeter, voltmeter dan ohmmeter. a.
Amperemeter Amperemeter adalah alat untuk mengukur kuat arus listrik. Untuk mengukur
kuat arus yang mengalir dalam suatu komponen, amperemeter disisipkan ke dalam rangkaian sehingga berhubungan seri dengan komponen tersebut. Dengan demikian xliv
semua arus yang melewati komponen akan melewati amperemeter tersebut. Jika amperemeter memiliki hambatan, maka hambatan total dalam rangkaian menjadi bertambah. Dengan demikian arus yang mengalir akan mengecil, sehingga arus yang terukur akan salah. Oleh karena itu, idealnya hambatan amperemeter sama dengan nol. Pada prakteknya hambatan amperemeter pasti ada tapi diupayakan jauh lebh kecil daripada hambatan rangkaian. Skema pemasangan amperemeter adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Pemasangan amperemeter
Amperemeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum, sementara kuat arus listrik yang akan diukur ada kalanya melebihi batas ukur maksimum amperemeter. Agar amperemeter dapat digunakan untuk mengukur arus listrik yang lebih besar, haruslah dipasang suatu hambatan paralel dengan amperemeter sehingga kelebihan arus akan mengalir ke hambatan peralel yang dinamakan hambatan shunt.
Gambar 2.2 Sebuah amperemeter dengan hambatan dalam RA dilengkapi dengan hambatan shunt Rsh
Untuk memasang amperemeter dalam rangkaian listrik, perhatikan bahwa arus listrik harus mengalir masuk ke kutub positif (diberi tanda ”+” atau warna merah) dan meninggalkan amperemeter melalui kutub negatif (diberi tanda ”-” atau warna hitam).
xlv
Jika dihubungkan dengan polaritas yang terbalik jarum penunjuk akan menyimpang dengan arah yang berkebalikan. Ini akan menyebabkan jarum penunjuk akan membentur sisi tanda nol (sisi yang akan menghentikan pergerakan jarum penunjuk jika amperemeter tidak dialiri arus), dcngan gaya yang cukup besar akan merusak amperemeter. Kebanyakan meter digital (meter yang langsung mendisplay hasil ukuran pada layar) memiliki polaritas otomatis. Meter ini memberikan bacaan yang benar walaupun dihubungkan dengan polaritas yang terbalik, tetapi suatu tanda negatif muncul di depan display angka untuk menunjukkan bahwa hubungan ke polaritas meter terbalik. b.
Voltmeter Voltmeter adalah alat pengukur beda potensial (tegangan) antara dua titik.
Untuk mengukur beda tagangan antara dua titik pada suatu komponen, kedua terminal voltmeter harus dihubungkan dengan kedua buah titik yang tegangannnya akan diukur sehingga terhubunag secara paralel dengan komponen tersebut. Skema pemasangan voltmeter adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3 Pemasangan Voltmeter
Jika hambatan dalam voltmeter besar, maka arus yang melewati akan sangat kecil sehingga pengaruh voltmeter pada rangkaian sangat kecil. Oleh karena itu, idealnya hambatan voltmeter besar tak terhingga. Pada praktiknya, hambatan voltmeter bukan tak terhingga, tetapi diupayakan agar hambatannya sangat besar. Sebagaimana amperemeter, voltmeter juga mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum xlvi
voltmeter. Untuk itu batas ukur voltmeter dapat diperbesar dengan menambah hambatan yang dipasang seri dengan voltmeter tersebut. Hambatan yang dipasang seri dinamakan hambatan muka atau hambatan depan.
Gambar 2.4 Sebuah voltmeter dengan hambatan dalam Rv dilengkapi dengan hambatan muka Rm.
Untuk memasang voltmeter dalam suatu rangkaian, titik yang potensialnya lebih tinggi harus dihubungkan ke kutub positif (”+” atau merah) dan titik yang potensilnya rendah harus dihubungkan ke kutup negatif (”-” atau hitam). Jika dihubungkan dengan poalaritas terbalik, jarum penunjuk akan menyimpang sedikit ke kiri tanda nol. c.
Ohmmeter Ohmmeter adalah alat untuk mengukur hambatan suatu rangkaian. Hal ini dapat
dilakukan dengan menghubungkan sebuah sumber tegangan secara seri dengan sebuah amperemeter dan hambatan yang akan diukur. Karena ggl ε diketahui dan arus diukur oleh amperemeter, maka hambatan dapat ditentukan. Meter yang digunakan untuk keperluan ini dapat dikalibrasi untuk menunjukkan hasilnya dalam ohm, meskipun besaran yang sesungguhnya diukur adalah arus, alat ini disebut ohmmeter.
Gambar 2.5 Rangkaian pengganti sebuah ohmmeter
xlvii
untuk mengukur nilai hambatan Rx.
Fungsi voltmeter, amperemeter, dan ohmmeter seringkali digabungkan menjadi satu alat yang disebut multimeter. Pada multimeter terdapat sakelar untuk memilih besaran yang akan diukur pada batas ukurnya. 9.
Aktivitas Belajar Aktivitas belajar pada siswa merupakan faktor berhasil tidaknya pembelajaran
kooperatif. Karena pada proses pembelajaran selalu berkembang aktivitas siswa dalam berbagai pengalaman belajar. Aktivitas siswa adalah kegiatan fisik dan mental yang diwujudkan dalam bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan pada kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar siswa diamati guru sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kegiatan fisik siswa yang dapat diamati, antara lain : 1) Mendengarkan dengan penuh perhatian; 2) Berada dalam
tugas; 3) Mengambil
giliran dan berbagi tugas; 4) Mendorong partisipasi; 5) Berdiskusi dan bertanya. 10. Prestasi Belajar Pendidikan disegala jenjang pada umumnya untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Pembelajaran kognitip, untuk memperoleh informasi dan konsep-konsep serta analisis. Pembelajaran perilaku mencakup kemampuan dalam mengerjakan tugas, memecahkan masalah dan mengemukakan pendapat. Pembelajaran sikap mencakup tentang perasaan dan siswa terlibat dalam menilai diri sendiri dan hubungan pribadi dengan materi pelajaran. Suatu proses belajar berhasil jika menghasilkan prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar siswa dapat dilihat atau diketahui dari angka yang diperoleh siswa dengan membandingkan dengan siswa lain. Prestasi belajar dalam penelitian ini meliputi prestasi belajar pada ranah kognitif, prestasi belajar pada ranah psikomotor dan prestasi belajar pada ranah afektif. xlviii
11. Materi Pembelajaran Fisika
Electro Dinamica (Listrik Mengalir) a. Arus listrik Arus listrik adalah aliran partikel-partikel bermuatan listrik. Pada abad ke-19, sebelum elektron ditemukan, arus listrik ditetapkan sebagai partikel-partikel bermuatan positif yang bergerak dari kutub positif ke kutub negatif baterai. Arah arus ini disebut arah arus listrik konvensional. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Arah aliran elektron-elektron berlawanan dengan arah aliran partikelpartikel bermuatan positif (gambar 2.6).
Gambar 2.6 Arus elektron berlawanan dengan arus konvensional
Namun demikian, tidak semua arus dihasilkan oleh aliran elektron pada kawat. Dalam suatu pemercepat yang menghasilkan sorotan proton, arah gerak proton-proton bermuatan positip sama dengan arus listrik. Dalam elektrolisis, arus listrik dihasilkan oleh aliran ion-ion positip yang searah arus ditambah aliran ion-ion negatif dan elektron-elektron yang berlawanan arah dengan arus. ”Arus listrik adalah laju muatan yang melalui suatu luasan penampang melintang. Berdasarkan konvensi, arahnya dianggap sama dengan arah aliran muatan positif. Dalam kawat penghantar, arus listrik merupakan hasil aliran lambat elektron-elektron bermuatan negatif yang dipercepat oleh medan listrik dalam kawat dan kemudian segera bertumbukan dengan atom-atom konduktor” Paul A.Tipler (1991) dalam Bambang Soegijono (2001: 161162). xlix
Besaran yang menyatakan kualitas arus listrik disebut kuat arus listrik (I), arus listrik merupakan besaran skalar yang didefinisikan sebagai banyak muatan positif Δq yang mengalir melalui penampang seutas kawat penghantar per satuan waktu Δt.
Untuk arus searah, banyak muatan listrik yang mengalir melalui penampang kawat adalah konstan terhadap waktu, sehingga persamaan (1) dapat dituliskan: 2) t Keterangan I Kuat arus listrik (A) At Selang waktu (s)
Gambar 2.7 Kuat arus listrik sebagai kelajuan muatan yang melewati suatu luasan tertentu
Dengan demikian, satuan arus listrik dalam SI adalah coulomb per sekon (C/s) yang lebih dikenal dengan ampere (A), yang diambil dari nama seorang fisikawan Perancis bernama Andre Marie Ampere. Besaran kuat arus I dan waktu termasuk besaran pokok sedangkan muatan q adalah besaran turunan. Bila luas penampang arus sebesar A, maka rapat arus (J) dapat dituliskan menjadi
Rapat arus J didefinisikan sebagai besarnya kuat arus per satuan luas. penampang Rapat arus J mempunyai satuan A/m2. l
b. Hukum Ohm Hubungan antara kuat arus dengan beda potensial di dalam suatu penghantar dapat diketahui dengan membuat rangkaian seperti pada gambar 2.8. sebagai rangkaian penguji dengan hambatan geser.
Gambar 2.8. Rangkaian Penguji Dengan Hambatan Geser
Setiap perubahan nilai hambatan geser (dengan menggeser kontak geser ke kiri atau ke kanan) akan diikuti dengan perubahan kuat arus (I) dan beda potensial (V). Perubahan kuat arus dan beda potensial ditunjukkan dengan gambar 2.9. yaitu grafik hubungan antara arus (I) dan beda potensial (V).
Gambar 2.9. Grafik hubungan antara I dan V
Dari grafik pada dapat disimpulkan bahwa besar kuat arus sebanding dengan beda potensial. Selanjutnya, oleh Geoge Simon Ohm dinyatakan bahwa kuat arus yang mengalir melalui suatu penghantar sebanding dengan beda potensial antara ujung-ujung penghantar, asal suhu penghantar tersebut tidak berubah. Pernyataan tersebut dikenal dengan hukum Ohm. Selanjutnya dari grafik dapat juga dilihat bahwa:
li
R=
V atau R = tan α ....................................................................................(4) I
Perbandingan tegangan (V) dan kuat arus (1) disebut hambatan atau resistansi (R). Secara umum Hukum Ohm dinyatakan dengan rumus: V=I.R ..............................................................................................................(5) Keterangan: V = beda potensial atau tegangan (V) I = kuat arus listrik (A) R = hambatan listrik (ohm V/A) Komponen-komponen yang menurut (sesuai) hukum Ohm disebut komponen ohmic (grafik hubungn V dan I berupa garis lurus). Komponen yang tidak tunduk terhadap hukum Ohm disebut komponen non-ohmic grafik hubungan V dan I berupa garis lengkung). Kedua grafik tersebut tampak pada gambar 2.10.
Gambar 2.10. Garis Untuk Komponen Ohmic dan Non-Ohmic
Nilai hambatan resistor dapat dilihat dari gelang-gelang warna yang dapat dilihat di bagian resistor itu sendiri. Berikut adalah kode warna dan nilai hambatan resistor. Tabel 2.1 .Kode Warna Resistor
Warna Hitam
Angka
Faktor Pengali
Toleransi
0
1
-
lii
Coklat
1
101
-
Merah
2
102
-
Jingga
3
103
-
Kuning
4
104
-
Hijau
5
105
-
Biru
6
106
-
Ungu
7
107
-
Abu-abu
8
108
-
Putih
9
109
-
Emas
-
10-1
5%
Perak
-
10-2
10%
Tidak berwarna
-
-
20%
c.
Faktor faktor yang menipengaruhi hambatan
1) Suhu Hambatan jenis suatu bahan adalah hambatan suatu bahan yang panjangnya 1 m dan luas penampangnya 1 m2. Nilai hambatan jenis suatu penghantar bergantung pada jenis penghantar dan suhu. Penghantar logam, hambatan jenisnya akan naik jika suhunya bertambah, sesuai dengan rumus berikut: ρ t = ρ 0 (1 + α.Δt )................................................................................(6)
Keterangan: ρt = hambatan jenis akhir (Ω m) ρ0 = hambatan jenis awal (Ω m) liii
α = koefisisn suhu hambatan jenis (°C-1 atau K-1) ΔT= perubahan suhu (°C atau K) Pada umumnya hambatan kawat juga akan naik jika suhunya bertambah. Dalam suatu batas perubahan suhu tertentu, perubahan fraksi hambatan (Δρ/ρ) sebanding dengan perubahan suhu (ΔT) sehingga: Dr = a .DT ..................................................................................................(7 ) r0
Oleh karena hambatan penghantar sebanding dengan hambatan jenis, didapat persamaan berikut: ΔR = α.ΔT atau ΔR = α.ΔT.R 0 ................................................................(8) R0
Dengan ketentuan Δρ = ρ 1 - ρ, ΔR = R t - R, ΔT = T1 - T......... .... (9 ) sehingga
R t = R 0 + ΔR = R 0 + R 0a T......... .......... .......... .......... .......... .......... ....... (10 ) atau
R t = R 0 + ΔR = R 0 + R 0a T......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....(11) Keterangan: ρ = hambatan jenis (Ω m) ΔR = perubahan hambtan penghantar (Ω) R0 = hambatan awal Rt = hambatan akhir T0 = suhu awal Tt = suhu akhir
liv
Pada persamaan di atas, ρ0 adalah hambatan jenis pada suhu acuan T0, biasanya ditetapkan 200°C. Konstanta α, disebut koefisien suhu hambatan jenis yang tergantung pada jenis bahan. Beberapa nilai α yang diberikan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Hambatan Jenis dan Koefisien Suhu Beberapa Bahan Penghantar
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Zat Perak Tembaga Aluminium Tungsten Nikel Besi Baja Mangan Karbon
Hambatan jenis (ρ) pada 200oC 1,8x10-8 1,7x10-8 2,8 x10-8 5,6 x10-8 6,8 x10-8 10,0 x10-8 18,0 x10-8 44,0 x10-8 3500 x10-8
Koefisien suhu (α) 3,8x10-3 3,8 x10-3 3,9 x10-3 4,5 x10-3 6,0 x10-3 5,0 x10-3 3,0 x10-3 1,0 x10-3 0,5 x10-3
2) Pengaruh Panjang, Luas Penampang, Dan Jenis Bahan Suatu Penghantar Besarnya hambatan suatu penghantar juga dipengaruhi oleh panjang, luas penampang, dan jenis bahan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk kawat yang sejenis, kawat tipis memiliki hambatan yang lebih besar daripada kawat tebal. Jika luas penampang kawat dijadikan 2x, maka hambatan kawat menjadi 1/2x, sehingga dapat disimpulkan bahwa hambatan berbanding terbalik dengan luas penampang. 1ö æ çR ~ ÷ Aø è
Dari hasil percobaan juga menunjukkan bahwa hambatan kawat sebanding dengan panjang kawat. Makin panjang suatu kawat, makin besar hambatan listriknya. R∞L Jika kedua kesimpulan yang telah diperoleh digabungkan, maka akan didapatkan bahwa: R¥
L L atau R = r ............................................................................(12) A A
Keterangan: R : hambatan (Ω) lv
L : panjang penghantar (m) A : luas penampang penghantar (m2) ρ : hambat jenis (Ωm) d.
Hukum I Kirchhoff Rangkaian listrik biasanya terdiri dari banyak hubungan sehingga akan terdapat
banyak cabang maupun titik simpul. Titik simpul adalah titik pertemuan tiga cabang atau lebih. ’’The sum of the currents entering any junction in a circuit must equal the sum of the current leaving that junction” (Physics Sarway: p.869). Artinya: jumlah kuat arus listrik yang masuk ke titik simpul (titik cabang) sama dengan jumlah kuat arus listrik yang keluar dari titik simpul (titik cabang) itu, ini dikenal sebagai hukum I Kirchhoff. Hukum I Kirchhoff tersebut sebenarnya tidak lain dari hukum kekekalan muatan, yang menyatakan bahwa jumlah muatan yang mengalir tidak berubah. Artinya ”laju muatan (kuat arus) yang menuju titik cabang sama besarnya dengan laju muatan (kuat arus) yang meninggalkan titik cabang” (Yohanes Surya 1999: 10). seperti tampak di dalam analogi yang ada pada Gambar 6 berikut. hukum I Kirchhoff secara matematis dapat dituliskan sebagai: ΣI masuk = ΣI keluar.... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........(13)
Gambar 2.11. Skema diagram untuk hukum I Kirchhoff serta analogi mekaniknya
e.
Hubungan Seri dan Paralel untuk Resistor
lvi
Susunan seri komponen-komponen listrik adalah komponen-komponen :ersebut dihubungkan sedemikian sehingga kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sama besar, meskipun besar hambatan masing-masing komponen tidak sama. Pada gambar 2.12.a. ditunjukkan dua buah lampu pijar yang disusun seri, dan gambar rangkaian listriknya ditunjukkan pada Gambar 2.12.b.
Gambar 2.12 (a) Dua buah lampu yang dihubungkan secara seri (b) Rangkaian pengganti peralatan tersebut
Dapat dipahami dari Gambar 2.12.b bahwa pada hubungan seri; kompenkomponen listrik dialiri oleh arus listrik yang sama besar. Tegangan antara a dan c adalah: V=Vab+Vbc V=IR1+IR2=(R1+R2)............................................................................................(14) Karena V = I Rae, maka Rac = R1 + R2 Dengan perkataan lain, hambatan gabungan (Rab) atau beberapa hambatan yang terhubung secara seri dapat dituliskan sebagai: Rgab=R1+R2+...+Rn.............................................................................................(15) Tiga prinsip susunan seri: 1) Kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sama, dan sama dengan kuat arus yang melalui hambatan pengganti seri R5 I1=I2=I3=...=I............................................................................................... (16)
lvii
2) Tegangan pada hambatan pengganti seri (V) sama dengan jumlah tegangan pada tiap-tiap komponen. V=V1+V2+V3+.......................................................................................... (17) 3) Susunan seri berlaku sebagai pembagi tegangan. Tegangan pada tiap-tiap komponen sebanding dengan hambatannya. V1:V2:V3:...=R2: R1.................................................................................. (18) Sedangkan yang dimaksud susunan paralel komponen-komponen listrik adalah bahwa komponen-komponen tersebut dihubungkan sedemikian sehingga tegangan pada tiap-tiap komponen sama besar, meskipun hambatan masing-masing komponen tidak sama. Hubungan paralel komponen-komponen listrik serta rangkaian penggantinya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.13 (a) Dua buah lampu yang dihubungkan secara paralel (b) Rangkaian pengganti peralatan tersebut
Dapat dipahami dari Gambar 2.13.b. bahwa pada hubungan paralel, komponenkomponen listrik mendapatkan beda potensial yang sama besar. Dengan menggunakan hukum I Kirchhoff diperoleh: I=I1+I2.................................................................................................................(19)
I=
æ 1 V V 1 ö V ÷÷ = + = Vçç + ....................................................................(20) R1 R 2 è R 1 R 2 ø R gab
lviii
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan gabungan (Rgab) beberapa hambatan yang terhubung secara paralel dapat dituliskan sebagai
1 1 1 = + .....................................................................................................(21) Rgab R1 R2 Apabila ada n buah hanbatan yang dihubungkan secara paralel, hambatan penggantinya Rgab akan memenuhi
1 1 1 1 = + + .... + ....................................................................................(22) Rgab R1 R2 Rn Untuk dua komponen R1 dan R2 yang disusun paralel maka hambatan pengganti, paralel dapat dihitung lebih cepat dengan persamaan khusus: Rgab =
R1 xR2 .....................................................................................................(23) R1 + R2
Salah satu contoh hubungan paralel adalah peralatan listrik di rumah kita. Peralatan-peralatan harus mendapat tegangan yang sama, misalnya 220 volt. Jadi, seluruh peralatan terhubung secara paralel terhadap sumber tegangan. Dengan susunan paralel, jika salah satu komponen rusak/gagal (misalnya filamen lampu pijar putus), maka komponen-komponen lain (TV, radio, radio kaset, dan sebagainya tetap menyala). Tiga prinsip susunan paralel: 1) Tegangan pada tiap-tiap komponen sama, dan sama dengan tegangan pada hambatan pengganti paralel Rp V1 = V2 = V3 =...=V……………………………………………………… (24) 2) Kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel (I) sama dengan jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen. lix
I=I1+I2+I3+............................................................................................... .(25) 3) Susunan paralel berlaku sebagai pembagi kuat arus. Kuat arus yang melalui tiaptiap komponen sebanding dengan kebalikan hambatan………………… (26)
f.
Hubungan seri dan paralel untuk sumber tegangan
1) Rangkaian sumber tegangan seri
Gambar 2.14. Rangkaian seri sumber tegangan
Kuat arus yang mengalir: I =
SE ...............................................................(27 ) Sr + R
Keterangan: ∑E = jumlah sumber tegangan. ∑r =jumlah hambatan dalam. R = hambatan luar. I = kuat arus. 2) Rangkaian sumber tegangan paralel
Gambar 2.15. Rangkaian paralel sumber tegangan
lx
Kuat arus yang mengalir: I =
Keterangan:
g.
E nE atau I = r r + nR +R n
n= jumlah sumber tegangan yang diparalel r = hambatan pengganti dan sumber n
Prinsip Jembatan Wheatstone Rangkaian Jembatan Wheatstone ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.16. Rangkaian Jembatan Wheatstone
Pada rangkaian di atas jarum galvanometer peka G akan menyimpang ke kiri atau ke kanan dan kedudukan seimbangnya (kedudukan setimbang ditunjukkan jarum menunjuk angka nol, angka nol berada pada tengah-tengah seluruh skala). Dengan mengatur nilai hambatan, bisa membuat jembatan seimbang (melalui galvanometer = 0). Pada keadaan ini arus yang melalui R1 dan R2 sama besar dan arus yang melalui R3 dan R4 sama besar, sehingga: VAB = VAD...................................................................................................... (28) VBC = VDC...................................................................................................... (29) Sehingga: I1R1 = I2R2.......................................................................................................(30) I1R2 = I2R4.......................................................................................................(31) Dari persamaan (25) dan (26) didapatkan: lxi
I1 R 3 R 4 = = sehingga I 2 R1 R 2 I3 R 4 = atau R1xR 4 = R 2 xR 3 ..........................................................................(32 ) I1 R 2
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa pada rangkaian Wheatstone yang seimbang, hasil kali dua hambatan yang saling berhadapan sama. h.
Hukum Kirchhoff II ”Loop rule, the sum of the potential differences a cross all elements around any
closed circuit loop must be zero” (Physics Sarway: p.870). Artinya: Pada suatu rangkaian tertutup, jumlah aljabar dari beda potensial elemen-elemen yang membentuk suatu rangkaian tertutup sama dengan nol. Ini dikenal dengan hukum Kirchhoff II.
Gambar 2.17. Rangkaian tertutup satu loop
Dirumuskan: Σ E + Σ IR = 0 ..............................................................................(33) Perjanjian menggunakan tanda : 1) Tentukan arah arus pada rangkaian, pilih searah jarum atau berlawanan jarum jam. 2) Tentuakan arah loop pada rangkaian, pilih searah jarum atau berlawanan jarum jam. 3) Dalam menelusuri loop jika menemui kutub negatif elemen terlebih dahulu maka, elemen tersebut diberi tanda positif dan sebaliknya.
lxii
4) Dalam menelusuri loop, jika berjalan searah loop kuat arus listrik kali hambatan diberi tanda negatip dan sebaliknya. Contoh. Loop ABCDA: Σ ε + Σ I R = 0.......................................................(34) ε1+ε2- I (r1 + r2 + R1 + R2 + R3 ) = 0.......................................................(35) Beda potensial dua titik ; misal pada rangkaian di atas ditanyakan VAB
=?
Maka : VAB + Σ ε + Σ IR = 0 Perjanjian: 1) Jika berjalan dari A ke B bertemu kutub negatif elemen terlebih dahulu, elemen itu diberi tanda positif dan sebaliknya. 2) Jika berjalan dari A ke B searah dengan arus maka perkalian hambatan dengan arus listrik diberi tanda negatif, dan sebaliknya. Sehingga : VAB + ε1 + ε2 – I ( r1 + r2 + R1 + R2 + R3 ) = 0...............(36)
B. Penelitian Yang Relevan Sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan agar dapat memberikan gambaran yang jelas. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarsono (2005) tentang Penerapan pembelajaran kooperatif model STAD dan model Jigsaw terhadap prestasi belajar fisika pada pokok bahasan tegangan dan arus bolak-balik ditinjau dari aktivitas belajar siswa, yang bertujuan : a) mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan model lxiii
pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar, b) mengetahui perbedaan pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar, c) mengetahui interaksi antar model STAD dan Jigsaw dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah model pembelajarannya dan variabel aktivitas belajar, serta prestasi belajar pada ranah kognitif. Perbedaannya antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti pada variabel kemampuan menggunakan alat ukur listrik, prestasi belajar ranah psikomotor dan prestasi belajar ranah afektif, populasi penelitian ini di SMA Negeri 3 Surakarta sedang populasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Surakarta. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Suharno (2009) tentang, Pembelajaran kooperatif model Jigsaw dan TGT ditinjau dari orientasi kepribadian kooperatif, yang bertujuan : a) mengetahui perbedaan prestasi belajar biologi antara pembelajaran kooperatif model Jigsaw dan TGT pada materi virus, b) mengetahui perbedaan prestasi belajar biologi antara tingkatan orientasi kepribadian kooperatif tinggi, sedang dan rendah pada materi virus, c) interaksi antara pembelajaran kooperatif model Jigsaw, TGT dengan orientasi kepribadian kooperatif terhadap prestasi belajar biologi pada materi virus. Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dan prestasi belajar pada ranah kognitif. Perbedaannya antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti pada variabel kemampuan menggunakan alat ukur listrik, aktivitas belajar, prestasi belajar ranah psikomotor dan prestasi belajar ranah afektif, populasi penelitian ini di SMA Negeri 1 Wonosari Klaten sedang populasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 1 Surakarta. lxiv
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Seran Daton Gregorius (2009) tentang, Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe STAD Dan Jigsaw II terhadap prestasi belajar ditinjau dari motivasi berprestasi dan sikap sosial siswa, yang bertujuan : a) mengetahui perbedaan pengaruh pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap prestasi belajar, b) mengetahui pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar, c) mengetahui pengaruh sikap sosial terhadap prestasi belajar, d) mengetahui interaksi antara motivasi berprestasi dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap prestasi belajar, e) mengetahui interaksi antara sikap sosial dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap prestasi belajar, f) mengetahui interaksi antara motivasi berprestasi dengan sikap sosial terhadap prestasi belajar, dan g) mengetahui interaksi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II, motivasi berprestasi dan sikap sosial terhadap prestasi belajar. Diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II memberikan pengaruh yang lebih positif terhadap prestasi belajar fisika pada pokok bahasan listrik statis dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD, prestasi belajar pada ranah kognitif. Sedangkan perbedaannya peneliti menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, variabel peneliti adalah kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar, prestasi belajar pada ranah psikomotor dan ranah afektif serta populasi peneliti kelas X reguler SMA Negeri 1 Surakarta.
C. Kerangka Berpikir
lxv
Berdasarkan dari kajian yang telah diuraikan dapat dikemukakan kerangka pemikiran pada penelitian ini, sebagai berikut : 1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar. Penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai terhadap suatu pokok bahasan tertentu akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar. Guru yang hanya menguasai satu atau beberapa metode pembelajaran tertentu akan mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar dan dapat dipastikan bahwa prestasi belajar siswa akan rendah. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan mengenai jenis-jenis model pembelajaran. Guru harus dapat memilih dengan tepat model-model pembelajaran yang disesuaikan dengan pokok bahasan. Contohnya menguasai model pembelajaran STAD dan Jigsaw. Hakekat STAD menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama, sedangkan model Jigsaw disamping menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama juga pada ketrampilan antarpersonal dalam pelaksanaan model pembelajarannya. Model STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya saling membantu. Sedangkan pada model Jigsaw memberikan penekanan pada peran masing-masing siswa
dalam kelompoknya (kelompok asal) dan saling
bertukar pengetahuan, dalam satu kelompok memiliki saling ketergantungan yang sangat besar, karena masing-masing dalam satu kelompok mendapatkan bagian tugas yang berlainan antara siswa satu dengan yang lain. Maka dapat diduga model pembelajaran STAD lebih dapat meningkatkan prestasi belajar dibanding model pembelajaran Jigsaw. lxvi
2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar. Kemampuan menggunakan alat ukur litrik antara lain trampil mengoperasionalkan amperemeter dan voltmeter yang meliputi dapat menunjukkan batas ukur, menyetimbangkan, memasang, menentukan skala, ketepatan posisi pengamatan, dan dapat melaporkan hasil pengukuran. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik, siswa dapat timbul pada diri siswa apabila ada dorongan perasaan dari dalam diri siswa sendiri yang berbentuk kesadaran untuk belajar. Kesadaran siswa untuk belajar tergantung dari perbuatan siswa mengikuti PBM. Perhatian siswa terhadap PBM suatu mata pelajaran akan tampak dari cara siswa bertindak, memperhatikan dan melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran. Bila siswa berminat terhadap suatu mata pelajaran, maka siswa tersebut akan berbuat, bertindak dan memusatkan pikirannya terhadap mata pelajaran secara sungguhsungguh. Tetapi sebaliknya apabila seorang siswa kurang berminat terhadap suatu pelajaran, maka siswa tersebut tidak akan menampakkan kesungguhannya terhadap pelajaran tersebut. Agar timbul kemampuan menggunakan alat ukur listrik pada diri siswa, diperlukan suatu kondisi yang menciptakan pembelajaran yang menarik perhatian siswa. Saat istirahat atau jam-jam tambahan sore siswa diberi latihan caracara penggunaan alat ukur listrik dan manfaat dalam menguasai materi listrik dinamis. Pembelajaran dapat menarik perhatian siswa jika pada diri siswa ada rasa ingin tahu, ada relevansi antara mata pelajaran yang diberikan dengan kebutuhan siswa. Guru perlu menumbuhkan kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan memperkenalkan pembelajaran menarik, pengelolaan kelas melalui iklim belajar yang menarik dengan cara mempersiapkan lembar kerja siswa, membentuk kelompok-kelompok belajar, menggunakan media pembelajaran yang menarik lxvii
hingga pembuatan alat evaluasi. Penciptaan kondisi kelas yang menarik akan menumbuhkan kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Dengan demikian dapat diduga siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah. 3. Pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Aktivitas belajar pada siswa merupakan faktor berhasil tidaknya pembelajaran kooperatif. Karena pada proses pembelajaran selalu berkembang aktivitas siswa dalam berbagai pengalaman belajar. Aktivitas siswa adalah kegiatan fisik dan mental yang diwujudkan dalam bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan pada kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar siswa diamati guru sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kegiatan fisik siswa yang dapat diamati, antara lain : 1) Mendengarkan
dengan
penuh
perhatian; 2) Berada
dalam
tugas; 3)
Mengambil giliran dan berbagi tugas; 4) Mendorong partisipasi; 5) Berdiskusi dan bertanya. Dengan demikian dapat diduga siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi akan memperoleh prestasi belajar listrik dinamis yang lebih baik daripada siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah. 4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Dalam model STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya saling membantu dan menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama. Dengan demikian
lxviii
dapat diduga bahwa pembelajaran dengan STAD , disertai kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi akan memperoleh prestasi belajar lebih baik. 5. Interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar. Dalam model STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya saling membantu dan menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama. Dapat diduga pembelajaran dengan model STAD, disertai aktivitas belajar tinggi akan memperoleh prestasi belajar lebih baik. 6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi memiliki sikap disiplin, kritis dan berani bertanya. Dengan demikian dapat diduga siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi akan memperoleh hasil prestasi belajar yang lebih baik. 7. Interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik serta aktivitas belajar terhadap prestasi belajar. Terdapat interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik serta aktivitas belajar. Model pembelajaran STAD menekankan struktur tutorial teman sebaya, semua siswa dalam kelompoknya saling membantu, menitik beratkan pada pencapaian kemampuan dalam menguasai materi secara bersama. Menghadapi tugas bersama-sama dan saling didiskusikan semua siswa dalam kelompoknya. Sedangkan pada model Jigsaw memberikan penekanan pada peran lxix
masing-masing siswa dalam kelompoknya (kelompok asal) dan saling bertukar pengetahuan, karena masing-masing dalam satu kelompok mendapatkan bagian tugas yang berlainan antara siswa satu dengan yang lain. Dengan demikian dapat diduga siswa yang diberikan model pembelajaran STAD akan memperoleh prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan model Jigsaw ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi atau rendah dan aktivitas belajar tinggi atau rendah. Untuk memperjelas kerangka berfikir di atas, maka digambarkan bagan atau skema sebagai berikut :
Kelas Eksperimen Satu
Permasalahan KBM Siswa Kelas X SMA
Pembelajaran STAD
Kelas Eksperimen Dua
Pembelajaran Jigsaw
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik
Aktivitas Belajar
Aktivitas Belajar Prestasi Belajar Fisika
Gambar 2. 18. Kerangka Pemikiran Penelitian
D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah peneliti kemukakan di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: lxx
1.
Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD
dan
Jigsaw terhadap
prestasi belajar. 2.
Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.
3.
Ada pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar.
4.
Ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar.
5.
Ada interaksi antara model pembelajaran STAD dan Jigsaw dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
6.
Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
7.
Ada interaksi antara metode STAD dan Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar.
lxxi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran
2008/2009 Jl.Munginsidi No. 40 Telp. (0271) 652975 Surakarta.
2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian ini direncanakan pada semester II tahun pelajaran 2008/2009,
kurun waktu bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009. Pelaksanaan penelitian disajikan dalam tabel 3.1 berikut:
Tabel 3. 1 Distribusi Waktu Pelaksanaan Penelitian
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kegiatan Tahap persiapan Bimbingan Proposal Seminar Proposal Konsultasi pembimbing Bab I, II dan III Penyusunan Instrumen Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Data Hasil Penelitian Penulisan Bab IV dan V Ujian Komprehensif Ujian Tesis
1 X
2
3
Tahun 2009 bulan ke4 5 6 7 8 9 10 11 12
X X X X X X X X X X
X
X X X
lxxii
B. Populasi dan Sampel
1.
Populasi Populasi penelitian ini adalah semua kelas X siswa SMA Negeri 1 Surakarta
Tahun Ajaran 2008/2009.
2.
Sampel Pemilihan sample dilakukan dengan pemilihan acak terhadap 10 kelas yang ada
(cluster sampling), yang dilakukan dengan pengundian dari populasi 10 kelas X diambil 4 kelas. Dari pengundian tersebut terpilih kelas X11 dan X12 sebagai kelas eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran Jigsaw dan kelas X7 dan X10 sebagai kelas eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran STAD. Dari kelas yang terpilih tersebut dilakukan uji team matching untuk melihat keseimbangan tingkat kemampuan siswa dari kedua kelompok kelas eksperimen. Uji normalitas dengan menggunakan program Minitab 15, uji normalitas Ryan-Joiner (RJ). Dari hasil pengujian nilai prestasi kognitif belajar materi pembelajaran : Listrik Dinamis, didapatkan bahwa p-value > 0,05 untuk kedua uji normalitas yang dilakukan (p-value uji RJ > 0,100) Berdasarkan hasil uji tersebut, maka keputusan adalah data berditribusi normal. Uji homogenitas, tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai pendukung lxxiii
keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini adalah prestasi kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan sebagai faktornya adalah model pembelajaran (STAD dan Jigsaw), kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2 x 2, karena hasil penelitian ini akan menegaskan bagaimana kedudukan hubungan kausal antara variabel-variabel yang akan diteliti. Tujuannya terletak pada penemuan fakta-fakta akibat perbedaan pengaruh penerapan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor materi listrik dinamis. Selanjutnya dilakukan analisis perbandingan setiap variansi variabel bebas yang akan dibelajarkan, yaitu model pembelajaran STAD dan Jigsaw sebagai variabel bebas utama, dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar sebagai variabel atribut, sekaligus dilihat faktor-faktor yang berinteraksi terhadap variabel terikat yaitu prestasi belajar pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Rancangan Analisis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 x 2 x 2 dengan teknik analisis varians (ANAVA) tiga jalur, yaitu suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk meneliti pengaruh perlakuan model pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok dihubungkan dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik, lxxiv
aktivitas belajar, prestasi psikomotor dan prestasi afektif diperoleh melalui observasi, sedangkan prestasi kognitif diperoleh melalui soal tes
yang telah di try out-kan.
Kerangka rancangan analisis data penelitian ini adalah: Tabel 3.2 Rancangan Desain Faktorial Anava 3 jalur 2 x 2 x 2
Model Pembelajaran Jigsaw STAD Kemampuan menggunakan AUL Aktivitas Belajar
Tinggi Rendah Tinggi Rendah
D. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan pada penelitian ini mencakup tiga variabel bebas dan satu variabel terikat, yaitu: 1.
Variabel Bebas
a.
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran. 1) Definisi operasional Model pembelajaran adalah suatu rancangan pembelajaran yang berisikan pengalaman pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa. 2) Pengelompokkan : dengan dua kelompok a) Model pembelajaran Jigsaw b) Model pembelajaran STAD b.
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik lxxv
1) Definisi operasional : kemampuan siswa menggunakan alat ukur listrik.Dalam percobaan ini disediakan beberapa alat ukur listrik antara lain : amperemeter, voltmeter, ohmmeter. 2) Kategori : a) Kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi jika nilai siswa ≥ 82 b) Kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah jika nilai siswa ≤ 81 3) Skala pengukuran: interval c.
Aktivitas Belajar
1) Definisi operasional : adalah kegiatan fisik dan mental diwujudkan dalam bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan pada kegiatan belajar mengajar. 2) Kategori: a) Aktivitas belajar tinggi jika nilai siswa ≥ 76 b) Aktivitas belajar rendah jika nilai siswa ≤ 75 3) Skala pengkuran: interval 2.
Variabel Terikat
a.
Prestasi belajar
1) Definisi operasional; tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor hasil tes kemampuan belajar ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor mata pelajaran fisika materi pembelajaran listrik dinamis yang disampaikan dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw dan STAD. 2) Skala pengukuran: interval pada aspek kognitif. 3) Skala nominal : untuk aspek afektif dan aspek psikomotor. lxxvi
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan tes dan pengamatan atau observasi sesuai dengan karakteristik data. 1.
Kemampuan menggunakan alat ukur listrik Data kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh dengan melakukan
pengamatan atau observasi. Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan dikonsultasikan pada ahlinya. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan rendah. Dari 156 siswa yang diambil sebagai sampel yang diteliti, setelah dilakukan observasi kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh skor, siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi memperoleh skor lebih dari 78 siswa dan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah memperoleh skor kurang dari 78 . Kisi-kisi dan lembar observasi kemampuan menggunakan alat ukur listrik dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 8. Tabel 3.3. Kriteria Pengelompokkan K - AUL
JIGSAW
STAD
KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR LISTRIK (K-AUL) TINNGI 28
2.
RENDAH 50
TINGGI 50
Aktivitas Belajar
lxxvii
RENDAH 28
Data aktivitas belajar diperoleh dengan melakukan pengamatan atau observasi. Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator aktivitas belajar dan dikonsultasikan pada ahlinya. Data aktivitas dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi dan rendah. Dari 156 siswa yang diambil sebagai sampel yang diteliti, setelah dilakukan observasi aktivitas belajar diperoleh skor, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi 89 siswa dan siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah 67. Kisi-kisi dan lembar observasi aktivitas belajar dapat dilihat pada lampiran 5 dan lampiran 9.
Tabel 3.4. Kriteria Pengelompokkan aktivitas belajar
JIGSAW
STAD AKTIVITAS BELAJAR
3.
TINNGI
RENDAH
TINGGI
RENDAH
50
28
39
39
Prestasi belajar aspek psikomotor Data aspek psikomotor diperoleh dengan melakukan pengamatan atau
observasi. Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator aspek psikomotor dan dikonsultasikan pada ahlinya. Data aspek psikomotor pada model pembelajaran Jigsaw diperoleh median 85,00 sedangkan pada model pembelajaran STAD diperoleh median 82,50. Kisi-kisi dan lembar observasi aspek psikomotor dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 10. 4.
Prestasi belajar aspek afektif lxxviii
Data aspek afektif diperoleh dengan melakukan pengamatan atau observasi. Lembar observasi dibuat penulis dengan indikator aspek afektif dan dikonsultasikan pada ahlinya. Data aspek afektif pada model pembelajaran Jigsaw diperoleh median 77,50 sedangkan pada model pembelajaran STAD diperoleh median 74,50. Kisi-kisi dan lembar observasi aspek afektif dapat dilihat pada lampiran 7 dan lampiran 11. 5.
Prestasi belajar aspek kognitif Data prestasi belajar aspek kognitif diperoleh dengan melakukan tes prestasi
kognitif. Soal tes prestasi kognitif disusun sebanyak 35 soal, berbentuk tes pilihan ganda dengan 5 option. Sebelum digunakan tes prestasi kognitif diujicobakan terlebih dahulu. Soal tes diujicobakan di SMA Negeri 3 Surakarta kelas X . Dalam ujicoba tes prestasi kognitif disiapkan 50 soal dan dari hasil ujicoba terdapat 14 soal yang tidak valid dan 36 soal valid, diambil keputusan 35 soal digunakan pada tes prestasi kognitif, 1 soal valid untuk cadangan. Kisi-kisi tes prestasi kognitif dapat dilihat pada lampiran 14.
F. Instrumen penelitian Instrumen penelitian dibagi dua : 1.
Instrumen pengambilan data
a.
Tes prestasi kognitif Metode yang digunakan untuk pengumpulan data tentang prestasi kognitif
adalah metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data dan mengukur penguasaan materi pembelajaran fisika. Tes ini disusun berdasarkan kurikulum KTSP.
lxxix
Tes ini bentuk obyektif dengan 35 soal. Pemberian skor dilakukan dengan memberikan skor 1 jika jawaban benar, skor 0 jika jawaban salah. b.
Lembar Observasi Untuk data kemampuan menggunakan alat ukur listrik, aktivitas belajar, prestasi
psikomotor dan prestasi afektif menggunakan cekhlist lembar observasi. 2.
Instrumen Pembelajaran
a.
Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran
tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dari penelitian ini dibuat silabus dengan materi pokok bahasan Listrik Dinamis dengan model pembelajaran Jigsaw dan STAD. b.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
adalah
rencana
yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup rencana pembelajaran paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Dalam penelitian ini penulis membuat RPP materi Listrik Dinamis dengan model pembelajaran Jigsaw dan STAD.
c.
Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar kerja siswa digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran, LKS
tergolong dalam media cetak, ciri khusus dari media ini adalah mampu memperagakan lxxx
simbul-simbul verbal dan representasi gambar coretan tangan dan grafik. LKS di sini antara lain berisi petunjuk-petunjuk kerja, pertanyaan untuk dijawab. Proses belajarmengajar berubah dari yang bersifat guru sentris menjadi siswa sentris, yaitu kegiatan belajar-mengajar yang dapat dilakukan di laboratorium/ di kelas yang dikerjakan oleh siswa sendiri. Sedangkan guru adalah sebagai motivator dan pembimbing siswa yang mengalami kesulitan sehingga LKS ini menyebabkan siswa lebih aktif dan kreatif. LKS pada penelitian ini terdiri dari LKS pada pembelajaran Listrik Dinamis model pembelajaran Jigsaw dan STAD.
G. Uji Coba Instrumen Penelitian 1.
Tes Prestasi Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, perlu diuji coba terlebih
dahulu pada kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas instrumen. Untuk tes prestasi belajar perlu diuji taraf kesukaran, daya pembeda, uji reliabilitas, dan uji validitas. Untuk angket dilakukan uji validitas dan reliablitas. Untuk menguji instrumen tes prestasi belajar aspek kognitif yang akan digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan program exsel Uji coba soal prestasi kognitif dilaksanakan di SMA Negeri 3 Surakarta pada kelas X kelas yang tidak digunakan untuk eksperimen, mengambil uji coba di lain sekolah dengan pertimbangan mengurangi tingkat kebocoran soal. Data diperoleh dari hasil uji coba instrumen tersebut kemudian dianalisa untuik mengentahui daya pembeda, taraf kesukaran, tingkat validitas, dan reliabilitas instrumen yang telah disusun. lxxxi
a.
Analisis butir soal, Uji Validitas, dan Reliabilitas instrumen
1) Analisis butir soal Langkah pertama setelah uji coba adalah melakukan analsis butir soal. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menentukan butir-butir soal yang layak dan tidak layak dalam penelitian. Kelayakan butir-butir soal didasarkan pada dua hal, yaitu tingkat kesulitan soal dan daya pembeda. a)
Tingkat kesulitan soal dipertimbangkan dengan persamaan: P=
B JS
Keterangan: P = Kesulitan untuk setiap butir soal B = Banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal JS = Banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan. (Suharsimi, 1987: 205) Kriteria indeks kesulitan soal itu adalah sebagai berikut: 0,00-0,30 = soal kategori sulit 0,31-0,70 = soal kategori sedang 0,71-1,00 = soal kategori mudah Distribusi tingkat kesukaran soal tes prestasi belajar disajikan tabel 3.5.
Tabel 3.5 Distribusi tingkat kesukaran soal tes prestasi
Tingkat kesukaran Sulit
Jumlah soal 1
Nomor soal 47
lxxxii
Sedang
45
Mudah
4
1 , 2 , 4 , 5 , 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24,25, 26,27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35 ,36, 37, 38,39, 40, 41, 42, 43, 44, 45,46,48,49,50 3,6,20,30
b) Rumus yang digunakan untuk menentukan adanya pembeda adalah sebagai berikut: D = PA – PB Keterangan D = Daya pembeda PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (Suharsimi, 1987: 209)
Klasifikasi daya beda soal adalah sebagai berikut: 0,00-0,20 = soal jelek 0,21-0,40 = soal cukup 0,41-0,70 = soal baik 0,71-1,00 = soal sangat baik Distribusi daya beda soal uji coba tes prestasi belajar disajikan pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Distribusi daya beda soal tes prestasi
Kualifikasi daya beda Jelek
Jumlah soal 12
Nomor soal 3,6,7,8,13,14,20,26,30,31,36,38 lxxxiii
Cukup
37
1 ,2 ,4 ,5 ,9 , 10,11,12,15,16, 17,18,19,21,22, 23,24,25,27, 28, 29,32,33,34,35, 37,39,40,41, 42, 43,44,46 ,47,48,49.50
Baik Sangat baik
1 -
45 -
2) Validitas Untuk menentukan validitas soal menggunakan persamaan correlation product moment sebagai berikut: rxy =
nSxy - (SxSy ) {nSx - (Sx) 2 }{nSy 2 - (Sy ) 2 } 2
dimana : rxy
= koefisien korelasi skor tiap item
x
= skor tiap item
y
= skor total
n
= jumlah siswa
Klasifikasi korelasi validitas soal dapat dilihat pada tabel 3.7. Tabel 3.7. Klasifikasi korelasi validitas soal prestasi
Nilai koefisien korelasi 0,81 – 1,00 0,61 – 0,80 0,41 – 0,60 0,21 – 0,40 0,00 – 0,20
Kualifikasi sangat tinggi tinggi cukup rendah sangat rendah (Suharsimi, 1987: 66)
Suatu tes dikatakan valid jika rxy > rkritik (dilihat tabel). Korelasi skor butir soal terhadap skor total ditentukan dengan menggunakan excel. Dari 50 soal tes prestasi, 14 soal yang tidak valid yaitu no: 2, 3, 6, 7, 8, 13, 14, 20, 26, 30, 31, 36, 38 dan 50. Soal lxxxiv
yang valid 36 yaitu no : 1,4 ,5 ,9 ,10 ,11 ,12 ,15 ,16 ,17 ,18 ,19 ,21 ,22 ,23 ,24 ,25 ,27 ,28 ,29 ,32 ,33 ,34 ,35 ,37 ,39 ,40 ,41 ,42 , 43,44 ,45,46 ,47,48,49. 3) Reliabilitas soal Reliabilitas menunjukkan tingkat keajegan atau keandalan soal. Realibilitas digunakan untuk
mengetahui sejauh mana instrumen dapat memberikan hasil
pengukuran yang dapat dipercaya atau tetap. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut dengan koefisien reliabilitas. Untuk menguji masing-masing item pada tes dalam penelitian ini digunakan rumus KR-20, yaitu:
n ö é St 2 - å pq ù r11 = æç ÷ê ú St 2 è n - 1 øë û st =
1 n
( NåX
2
- (å X ) 2
)
Keterangan: r11 = Koefisien reliabilitas
n = Jumlah item
St = Standar deviasi
N = Jumlah siswa
P = Proporsi subyek yang menajwab benar Q = Proporsi subyek yang menjawab salah (q = p-1) X = skor Hasil yang diperoleh dari perhitungan kemudian dibandingkan dengan tabel r11. Instrumen dikatakan reliable apabila r11 ≥ rtabel.
Indeks korelasi yang merupakan
interpretasi terhadap koefisien korelasi (nilai r) dapat diklarifikasikan sebagai berikut: 0.91 - 1,00
Sangat tinggi
0,71 - 0,90
Tinggi
0,41 - 0,70
Cukup
0,21 - 0,40
Rendah lxxxv
Negatif - 0,20
Sangat rendah
(Masidjo, 1995 : 233)
Uji reliabilitas uji coba tes prestasi belajar menggunakan program excel diperoleh besar reliablitas = 0,853 dengan kualitas reliablitas tinggi. Dari hasil uji coba instrumen tes prestasi belajar aspek kognitif dengan memperhatikan daya beda, tingkat kesukaran, validitas dan reliablitas perangkat soal tes dapat disimpulkan dari 50 item tes uji coba terdapat 36 soal valid dan 14 soal tidak valid. Dari 36 soal yang valid diambil 35 soal yang sudah mewakili seluruh indikator. Dari 14 soal yang tidak valid tidak dipakai, sedang 1 soal dari 36 soal yang valid untuk cadangan soal.
H. Teknik Analisis Data 1.
Uji Persyarat Analisis Data Dalam penelitian ini untuk menganalisa data digunakan analisis varian (anava)
tiga jalan. Namun sebelum dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.Teknik analisis data menggunakan Analisis Varians (Anava) tiga jalan 2 x 2 x 2 dengan tiga variabel bebas, media ,kemampuan berfikir dan sikap ilmiah. a.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi normal
atau tidak.Adapun prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Menentukan hipotesis
lxxxvi
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, dan hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2) Menetapkan statistik uji Zi =
X-X SD
Uji normalitas terhadap variable terikat prestasi belajar aspek kognitif dengan menggunakan uji Ryan Joiner (RJ), yang perhitungannya dilakukan dengan program minitab 15 3) Menentukan taraf signifikansi α Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 4) Menentapkan keputusan uji Keputusan uji normalitas ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika pvalue < 0,05
b.
Uji Homogenitas Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang tidak homogen, dan hipotesis alternatif (H1) : sampel berasal dari populasi yang homogen. 2) Menentukan statistik uji lxxxvii
X2 =
2,303 C
[å fj. log MS
err
- å fj log Sj 2
]
Uji homogenitas terhadap variabel terikat prestasi belajar aspek kognitif dengan menggunakan uji F test/Barlett’s tes dan Levene’s Test yang perhitungannya dilakukan dengan program minitab 15. 3) Menentapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji homogenitas ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 4) Menentukan keputusan uji Keputusan uji homogenitas ditentukan dengan kriteria uji tolak hipotesis nol jika pvalue < 0,05 2.
Uji Hipotesis
a.
Anava Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah
diajukan diterima atau tidak. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari tiga variabel bebas yang meliputi model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar. Model pembelajaran Jigsaw (A1) dan model pembelajaran STAD (A2). Kemampuan menggunakan alat ukur listrik dikelompokkan dalam 2 kategori tinggi (B1) dan rendah (B2). Aktivitas belajar dikelompokkan dalam 2 kategori tinggi (C1) dan rendah (C2). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu prestasi kognitif, afektif dan psikomotor. Tata letak data penelitian terdistribusi seperti pada diagram berikut: Tabel 3.8. Tata letak data penelitian prestasi kognitif
lxxxviii
K – AUL B TINGGI B1
RENDAH B2
AKTIVITAS C TINGGI C1 RENDAH C2 TINGGI C1 RENDAH C2
1C1 :
JIGSAW A1
STAD A2 Ket
A1B1C1
A2B1C1
A1B1C2
A2B1C2
A1B2C1
A2B2C1
A1B2C2
A2B2C2
era nga n: A1B
Kelompok siswa dengan model pembelajaran
Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi kognitif. A1B1C2 :
Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi kognitif
A1B2C1:
Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi kognitif.
A1B2C2:
Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi kognitif.
A2B1C1:
Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi kognitif.
A2B1C2:
Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi kognitif lxxxix
A2B2C1:
Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi kognitif.
A2B2C2: Kelompok
siswa
dengan
model
pembelajaran
STAD,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi kognitif. Tabel 3.9. Tata letak data penelitian prestasi afektif
K – AUL B TINGGI B1
RENDAH B2
1C1:
AKTIVITAS C TINGGI C1 RENDAH C2 TINGGI C1 RENDAH C2
JIGSAW A1
STAD A2 Ket
A1B1C1
A2B1C1
A1B1C2
A2B1C2
A1B2C1
A2B2C1
A1B2C2
A2B2C2
era nga n: A1B
Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif. A1B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, K- AUL tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif A1B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, K- AUL rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif. A1B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, K- AUL rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif. A2B1C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif. xc
A2B1C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif A2B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi afektif. A2B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran STAD, K- AUL rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi afektif. Tabel 3.10. Tata letak data penelitian prestasi psikomotor
K – AUL B TINGGI B1
RENDAH B2
AKTIVITAS C TINGGI C1 RENDAH C2 TINGGI C1 RENDAH C2
A1B1C2:
JIGSAW A1
STAD A2
Kete rang
A1B1C1
A2B1C1
A1B1C2
A2B1C2
A1B2C1
A2B2C1
A1B2C2
A2B2C2
an: A1B 1C1:
Kelompok siswa dengan model pembelajaran
Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi psikomotor A1B2C1: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi psikomotor. A1B2C2: Kelompok siswa dengan model pembelajaran Jigsaw, kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi psikomotor.
xci
Kelompok siswa dengan model pe
A2B1C1: Kelompok
siswa
dengan
model
pembelajaran
STAD,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi psikomotor. A2B1C2: Kelompok
siswa
dengan
model
pembelajaran
STAD,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi psikomotor A2B2C1: Kelompok
siswa
dengan
model
pembelajaran
STAD,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar tinggi terhadap prestasi psikomotor. A2B2C2: Kelompok
siswa
dengan
model
pembelajaran
STAD,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik rendah dan aktivitas belajar rendah terhadap prestasi psikomotor. Pengujian hipotesis prestasi kognitif dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis a)
Hipotesis nol (H0) (1) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (2) H02: Tidak ada pengaruh kemampuan menngunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (3) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (4) H012: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis xcii
(5) H013: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (6) H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (7) H0123:Tidak
ada
interaksi
antara
model
pembelajaran,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis b) Hipotesis alternatif (H1) (1) H11: Ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (2) H12: Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (3) H13: Ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (4) H112: Ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (5) H113: Ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (6) H123: Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (7) H1123: Ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis xciii
2) Menetapkan statistik uji Z=
(Y
- Y2 ) - Do s (Y1 - Y2 ) 1
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Variansi (Anava) dengan General Linear Model (GLM), yang perhitungannya dilakukan dengan program minitab 15. 3) Menentukan taraf signifikansi α Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 4) Menentapkan keputusan uji Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika pvalue < 0,05 b.
Uji Lanjut Anava Jika dalam pengujian hipotesis, hipotesis nol (H0) ditolak yang bararti hipotesis
alternatif (H1) diterima, maka perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel bebas terahadap variabel terikat yang diteliti. Uji lanjut dilakukan dengan Analysis of Mean (ANOM) pada minitab 15. Pengujian hipotesis prestasi afektif dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis a)
Hipotesis nol (H0) (1) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis xciv
(2) H02: Tidak ada pengaruh lemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis (3) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis b) Hipotesis alternatif (H1) (1) H11: Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis (2) H12:Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis (3) H13: Ada beda pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis 2) Menetapkan statistik uji Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode Kruskal-Wallis, uji nonparametrik yang mendasarkan pada median data yang perhitungannya dilakukan dengan program minitab 15. 3) Menentukan taraf signifikansi α Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 4) Menentapkan keputusan uji Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika pvalue < 0,05 Pengujian hipotesis prestasi psikomotor dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis xcv
a)
Hipotesis nol (H0) (1) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis (2) H02: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis (3) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis
b) Hipotesis alternatif (H1) (1) H11: Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis (2) H12: Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis (3) H13: Ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis. 2) Menetapkan statistik uji Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode Kruskal-Wallis, uji nonparametrik yang mendasarkan pada median data yang perhitungannya dilakukan dengan program minitab 15. 3) Menentukan taraf signifikansi α Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05. 4) Menentapkan keputusan uji
xcvi
Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesa nol, jika pvalue < 0,05
xcvii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari Kemampuan alat ukur listrik siswa, Aktivitas belajar, dan nilai prestasi belajar Fisika pada materi pokok Listrik dinamis. Data diperoleh dari kelas X7 dan X10 sebagai kelas experimen I yang menggunakan model STAD, serta X11 dan X12 sebagai kelas experimen II yang menggunakan model JIGSAW. 1.
Prestasi Belajar Fisika Prestasi
merupakan
penguasaan
pengetahuan
atau
keterampilan
yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan seseorang dikatakan belajar jika menunjukkan terjadinya perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku ini sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Bila seseorang telah menunjukkan perubahan perilaku dalam suasana yang serupa pada dua waktu yang berbeda, orang tersebut dikatakan telah belajar. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut sikap (afektif). Perubahan yang diperoleh setelah proses belajar Fisika dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, maupun sikap yang berhubungan dengan pelajaran Fisika. Dalam penelitian ini prestasi belajar Fisika xcviii
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Adapun soal tes prestasi dan hasil belajar Fisika siswa secara lengkap tersaji pada lampiran 18 dan 19. Untuk memudahkan dalam pembacaan data hasil belajar Fisika, ringkasan dari lampiran tersebut disajikan pada tabel 4.1 berikut,
Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Fisika Variable Kognitif
Model JIGSAW STAD
Total Count 78 78
Mean 82,449 84,167
StDev 7,191 5,778
Minimum 63,000 71,000
Median 83,000 84,000
Maximum 99,000 98,000
Afektif
JIGSAW STAD
78 78
78,01 74,744
9,31 3,273
55,00 67,000
77,50 74,500
95,00 83,000
Psikomotor
JIGSAW STAD
78 78
84,769 82,231
6,300 3,993
70,000 73,000
85,000 82,500
98,000 91,000
Sedangkan distribusi frekuensi nilai prestasi belajar Fisika siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD dan JIGSAW disajikan pada tabel 4.2 hingga 4.7 berikut,
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Pada Kelas yang menggunakan Model STAD
Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
71 – 74
3
72,5
3
3,85%
75 – 78
11
76,5
14
14,10%
79 – 82
17
80,5
31
21,79%
83 – 86
21
84,5
52
26,92%
87 – 90
12
88,5
64
15,38%
xcix
91 – 94
12
92,5
76
15,38%
95 – 98
2
96,5
78
2,56%
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif pada kelas yang menggunakan Model JIGSAW Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
59 – 64
1
61,5
1
1,28%
65 – 70
5
67,5
6
6,41%
71 – 76
6
73,5
12
7,69%
77 – 82
22
79,5
34
28,21%
83 – 88
26
85,5
60
33,33%
89 – 94
14
91,5
74
17,95%
95 – 100
4
97,5
78
5,13%
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif Pada Kelas yang menggunakan Model STAD Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
65 – 67
1
66
1
1,28%
68 – 70
7
69
8
8,97%
71 – 73
17
72
25
21,79%
74 – 76
31
75
56
39,74%
77 – 79
16
78
72
20,51%
80 – 82
5
81
77
6,41%
83 – 85
1
84
78
1,28%
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Afektif pada kelas yang menggunakan Model JIGSAW Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
55 – 60
4
57,5
4
5,13%
61 – 66
5
63,5
9
6,41%
67 – 72
7
69,5
16
8,97%
73 – 78
23
75,5
39
29,49%
c
79 – 84
19
81,5
58
24,36%
85 – 90
15
87,5
73
19,23%
91 – 96
5
93,5
78
6,41%
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor Pada Kelas yang menggunakan Model STAD Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
72 – 74
2
73
2
2,56%
75 – 77
5
76
7
6,41%
78 – 80
24
79
31
30,77%
81 – 83
15
82
46
19,23%
84 – 86
22
85
68
28,21%
87 – 89
8
88
76
10,26%
90 – 92
2
91
78
2,56%
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Psikomotor pada kelas yang menggunakan Model JIGSAW Nilai Frek. Nilai Tengah Frek. Kum Frek.Persen 66 – 70 71 – 75 76 – 80 81 – 85 86 – 90 91 – 95 96 – 100
1 5 13 20 26 9 4
68 73 78 83 88 93 98
1 6 19 39 65 74 78
1,28% 6,41% 16,67% 25,64% 33,33% 11,54% 5,13%
Adapun bentuk histogram dari masing-masing tabel tersebut adalah sebagai berikut,
ci
a.
b. Gambar 4.1 Histogram Prestasi Kognitif, a. Model STAD, b. Model Jigsaw
cii
a.
b.
Gambar 4.2 Histogram Prestasi Afektif, a. Model STAD, b. Model Jigsaw
ciii
a.
b. Gambar 4.3 Histogram Prestasi Psikomotor, a. Model STAD, b. Model Jigsaw
2.
Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik Siswa
civ
Dalam penelitian ini data kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa diperoleh dari nilai pada materi alat ukur listrik siswa. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah. Penggolongan kemampuan menggunakan alat ukur listrik berdasarkan data nilai alat ukur listrik siswa. Siswa dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi jika skor kemampuan menggunakan alat ukur listriknya lebih besar atau sama dengan rerata dan dikatakan rendah jika skor kemampuan menggunakan alat ukur listrik lebih rendah dari rerata. Deskripsi data kemampuan menggunakan alat ukur listrik dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut,
Tabel 4.8 Deskripsi Data Kemampuan alat ukur listrik Siswa Model = JIGSAW K-AUL rendah tinggi
Total Count 50 28
K-AUL rendah tinggi
Total Count 28 50
Mean 77,540 84,107
StDev 3,085 1,988
Minimum 70,000 82,000
Median 78,000 84,000
Maximum 81,000 90,000
Median 77,500 86,000
Maximum 81,000 95,000
Model = STAD
3.
Mean 77,393 86,880
StDev 3,131 3,595
Minimum 70,000 82,000
Data Aktivitas Belajar Siswa Setiap peserta didik mempunyai pola aktivitas belajar yang berbeda. aktivitas
belajar adalah kegiatan fisik dan mental yang diwujudkan dalam bekerjasama, menciptakan kerja dan proses berfikir yang simultan pada kegiatan belajar mengajar. Aktivitas belajar siswa dapat dapat diamati guru ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kegiatan fisik siswa yang dapat diamati antara lain: 1) Mendengarkan cv
dengan penuh perhatian; 2) Berada dalam tugas; 3) Mengambil giliran dan berbagi tugas; 4) Mendorong partisipasi; serta 5) Berdiskusi dan bertanya. Tingkat aktivitas belajar diukur menggunakan perangkat observasi. Adapun skor hasil observasi tersebut dari masing-masing kelompok disajikan pada tabel 4.9 berikut, Tabel 4.9 Deskripsi Data Aktivitas Belajar Siswa Model = JIGSAW K-Aktiv rendah tinggi
Total Count 28 50
K-Aktiv rendah tinggi
Total Count 39 39
Mean 65,46 84,160
StDev 7,97 6,205
Minimum 48,00 76,000
Median 68,00 84,000
Maximum 75,00 100,000
Model = STAD Mean 60,03 86,03
StDev 12,28 7,41
Minimum 32,00 76,00
Median 64,00 84,00
Maximum 74,00 100,00
Distribusi frekuensi skor hasil tes aktivitas belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD dan JIGSAW disajikan pada tabel 4.10 dan 4.11 di bawah. Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas yang menggunakan Model STAD Nilai
Frek. Nilai Tengah
Frek. Kum Frek.Persen
31 – 40
4
35,5
4
5,13%
41 – 50
4
45,5
8
5,13%
51 – 60
9
55,5
17
11,54%
61 – 70
12
65,5
29
15,38%
71 – 80
22
75,5
51
28,21%
81 – 90
19
85,5
70
24,36%
91 – 100
8
95,5
78
10,26%
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar pada Kelas yang menggunakan Model JIGSAW Nilai
Frek. Nilai Tengah cvi
Frek. Kum Frek.Persen
45 – 52
2
48,5
2
2,56%
53 – 60
4
56,5
6
5,13%
61 – 68
9
64,5
15
11,54%
69 – 76
22
72,5
37
28,21%
77 – 84
20
80,5
57
25,64%
85 – 92
16
88,5
73
20,51%
93 – 100
5
96,5
78
6,41%
Untuk memperjelas distribusi skor di atas, berikut adalah histogram aktivitas belajar yang disajikan pada gambar 4.4 dan 4.5,
Gambar 4.4 Histogram skor Aktivitas Belajar siswa pada kelas yang menggunakan Model STAD
cvii
Gambar 4.5 Histogram skor Aktivitas Belajar siswa pada kelas yang menggunakan Model JIGSAW B. Pengujian Prasyarat Analisis 1.
Uji Normalitas Uji normalitas merupakan salah satu uji statistik yang digunakan untuk
mengetahui sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan dengan bantuan software Minitab 15 series. Komputasi selengkapnya terdapat pada lampiran 20 dan ringkasan hasilnya disajikan pada tabel 4.12 berikut,
cviii
Gambar 4.6 Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif- STAD Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi (α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi kognitif – STAD tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan bahwa data terdistribusi normal.
cix
Gambar 4.7 Uji Normalitas Data Prestasi Kognitif- Jigsaw Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi (α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi kognitif – Jigsaw tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan bahwa data terdistribusi normal
Gambar 4.8 Uji Normalitas Data Prestasi Afektif- STAD Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi (α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi afektif – STAD tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan bahwa data terdistribusi normal.
cx
Gambar 4.9 Uji Normalitas Data Prestasi Afektif- Jigsaw Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi (α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi afektif – Jigsaw tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan bahwa data terdistribusi normal
Gambar 4.10 Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotorf- STAD Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi (α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi psikomotorf – cxi
STAD tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan bahwa data terdistribusi normal
Gambar 4.11 Uji Normalitas Data Prestasi Psikomotor - Jigsaw Pada uji normalitas Ryan Joiner memiliki p value > 0,1 karena taraf signifikasi (α ) yang digunakan adalah 0,05 maka p value > α jadi H0 ( data prestasi psikomotorf – Jigsaw tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal tidak ditolak). Dapat diartikan bahwa data terdistribusi normal. Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Distribusi No. Data Model p-value Ryan-Joiner Data 1 Prestasi Kognitif STAD >0,100 0,995 Normal 2 Prestasi Kognitif JIGSAW >0,100 0,998 Normal 3 Prestasi Afektif STAD >0,100 0,997 Normal 4 Prestasi Afektif JIGSAW >0,100 0,993 Normal 5 Prestasi Psikomotor STAD >0,100 0,993 Normal 6 Prestasi Psikomotor JIGSAW >0,100 0,996 Normal 7 Kemampuan Alat Ukur Listrik STAD >0,100 0,997 Normal 8 Kemampuan Alat Ukur Listrik JIGSAW >0,100 0,997 Normal 9 Aktivitas Belajar STAD 0,099 0,994 Normal 10 Aktivitas Belajar JIGSAW >0,100 0,987 Normal
cxii
Dari hasil Uji Normalitas data prestasi, kemampuan menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar di atas, yang diuji dengan kriteria Ryan-Joiner (RJ) didapatkan bahwa p-value > 0,05 untuk Uji Normalitas yang dilakukan. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat diambil keputusan data prestasi, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar berdistribusi normal. Kriteria uji normalitas adalah “tolak hipotesis null (data tidak menyalahi kriteria berdistribusi normal) jika p-value < alpha 5%”.
2.
Uji Homogenitas Tujuan dari uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari populasi yang berditribusi dari variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas yang peneliti gunakan adalah metode uji F. Adapun sebagai pendukung keputusan dilakukan juga uji Levene. Variabel terikat untuk uji ini adalah prestasi kognitif, Afektif dan psikomotor. Sedangkan sebagai faktornya adalah model pembelajaran (STAD dan JIGSAW), kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar siswa. Hasil uji homogenitas disajikan dalam tabel 4.13 dan hasil analisis selengkapnya disajikan pada lampiran hasil analisa data. Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
No.
Respon
Faktor
1 2
Prestasi Kognitif Prestasi Kognitif Prestasi Kognitif
4
Prestasi Afektif
Model K-AUL KAktiv Model
5 6
Prestasi Afektif Prestasi Afektif
K-AUL K-
3
p-value F Levene’s Test Test 0,057 0,203 0,830 0,989
Keputusan Homogen Homogen
0,179
0,372
Homogen
0,000
0,000
0,299 0,000
0,642 0,001
Tidak Homogen Homogen Tidak
cxiii
7 8 9
Prestasi Psikomotor Prestasi Psikomotor Prestasi Psikomotor
Aktiv Model K-AUL KAktiv
0,000
0,000
Homogen Tidak Homogen
0,620
0,515
Homogen
0,463
0,225
Homogen
Dari tabel 4.13 di atas terlihat bahwa tidak semua nilai
sehingga
tidak semua Ho yang diajukan (data prestasi tidak menyalahi kriteria homogenitas) tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa homogenitas data prestasi berdasarakan faktor Model, kategori kemampuan alat ukur listrik dan tingkat Aktivitas belajar siswa tidak terpenuhi pada komponen prestasi Afektif untuk semua faktor dan pada prestasi psikomotor pada komponen model, sehingga uji selanjutnya, yaitu uji Anova hanya dapat dilakukan untuk data prestasi kognitif saja. Adapun data prestasi afektif dan psikomotor untuk selanjutnya diuji dengan metode Kruskal-Wallis, alternatif nonparametrik untuk Anava. C. Pengujian Hipotesis Dalam berbagai kasus, diperlukan pengujian signifikansi perbedaan tidak hanya antara dua mean sampling, tetapi juga antara tiga, empat atau lebih. Alternatif pengujian yang disertakan Minitab 15 untuk kasus seperti yang diperkirakan di atas adalah prosedur uji hipotesis Analysis of Variance, ANOVA dan Analisis KruskalWallis
1.
Analisis Variansi Prestasi Kognitif Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan Anova tiga jalan sebab,
faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas sejumlah tiga faktor, yaitu cxiv
model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar siswa. Adapun rangkuman hasil analisis variansi tiga jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat dicermati pada tabel 4.14 sedangkan hasil lengkapnya tercantum pada lampiran hasil analisa data. Tabel 4.14 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Kognitif Analysis of Variance for Kognitif, using Adjusted SS for Tests Source Model K-AUL K-Aktiv Model*K-AUL Model*K-Aktiv K-AUL*K-Aktiv Model*K-AUL*K-Aktiv Error Total S = 6,10870
DF 1 1 1 1 1 1 1 148 155
Seq SS 115,10 307,73 81,20 407,41 20,06 125,25 87,68 5522,80 6667,23
R-Sq = 17,17%
Adj SS 21,30 398,74 17,86 527,48 0,02 140,46 87,68 5522,80
Adj MS 21,30 398,74 17,86 527,48 0,02 140,46 87,68 37,32
F 0,57 10,69 0,48 14,14 0,00 3,76 2,35
P 0,451 0,001 0,490 0,000 0,984 0,054 0,127
R-Sq(adj) = 13,25%
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan Hipotesis penelitian sebagai berikut: (8) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis, tidak ditolak sebab p-value model = 0,451 > 0,050. (9) H02: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis ditolak sebab p-value kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,001 < 0,050. (10) H03: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap kognitif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value aktivitas belajar siswa = 0,490 > 0,050. (11) H012: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik
terhadap prestasi kognitif pada materi listrik
cxv
dinamis ditolak sebab p-value interaksi model dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik = 0,000 < 0,050. (12) H013: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value interaksi model dan aktivitas belajar = 0,984 > 0,050. (13) H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar = 0,054 > 0,050. (14) H0123: Tidak ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value interaksi antara model, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar = 0,127 > 0,050. Dari beberapa hipotesis diatas ada hasil yang nilai probabilitasnya lebih kecil daripada alpha (p-value < α), maka langkah statistik lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan menggunakan alat ukur listrik mana yang memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar Fisika, serta bagaimana bentuk interaksi model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik.
2.
Uji Lanjut Analisis Variansi Tiga Jalan Uji lanjut anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui
karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini uji komparasi ganda dilakukan pada hipotesis H02.
cxvi
Hasil Anova yang perlu diuji lebih lanjut adalah hasil pada H12, yaitu: “ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis”. Adapun hasil uji lanjut untuk mengetahui kemampuan menggunakan alat ukur listrik mana yang memiliki pengaruh paling signifikan tersaji dalam tabel 4.15 tentang rangkuman anova satu jalan berikut,
Tabel 4.15 Rangkuman Anova Satu Jalan Prestasi Kognitif vs K-AUL Source K-AUL
DF 1
SS 394,3
MS 394,3
F 9,68
P 0,002
Error 154 6273,0 40,7 Total 155 6667,2 S = 6,382 R-Sq = 5,91% R-Sq(adj) = 5,30%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level rendah tinggi
N 78 78
Mean 81,718 84,897
StDev 6,692 6,057
--------+---------+---------+---------+(--------*--------) (--------*--------) --------+---------+---------+---------+81,6 83,2 84,8 86,4Pooled StDev
= 6,382
cxvii
Gambar 4.12 Grafik Uji ANOM Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Listrik terhadap Prestasi Kognitif Tingkat kemampuan alat ukur listrik memberikan efek berbeda terhadap pencapaian prestasi belajar Fisika, dimana siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi mendapatkan rerata prestasi yang signifikan lebih tinggi, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah mendapatkan prestasi yang relatif lebih rendah. 3.
Analisis Kruskal-Wallis Berdasarkan pada hasil perhitungan sebelumnya, diketahui bahwa data afektif
dan psikomotor berdistribusi normal namun tidak memenuhi syarat homogenitas saat diuji dengan faktor model. Oleh sebab itu, kedua ranah tersebut sebagai aternatif pengujiannya dilakukan dengan metode Kruskal-Wallis, uji nonparametrik yang mendasarkan pada median data. Bukan mean seperti pada uji Anava dan uji parametrik lainnya. Berikut adalah hasil uji Kruskal-Wallis untuk ranah Afektif (tabel 4.16, 4.17 dan 4.18) dan ranah Psikomotor (tabel 4.19, 4.20 dan 4.21) dengan faktor penguji model, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan tingkat aktivitas belajar siswa. Tabel 4.16 Rangkuman Afektif versus Model Kruskal-Wallis Test on Afektif Model JIGSAW STAD Overall H = 12,94 H = 13,16
N 78 78 156
Median 77,50 74,50
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 91,5 65,5 78,5
P = 0,000 P = 0,000
Z 3,60 -3,60
(adjusted for ties)
Tabel 4.17 Rangkuman Afektif versus K-AUL cxviii
Kruskal-Wallis Test on Afektif K-AUL rendah tinggi Overall H = 2,82 H = 2,86
N 78 78 156
Median 75,00 76,00
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 72,4 84,6 78,5
P = 0,093 P = 0,091
Z -1,68 1,68
(adjusted for ties)
Tabel 4.18 Rangkuman Afektif versus K-Aktiv Kruskal-Wallis Test on Afektif K-Aktiv rendah tinggi Overall H = 1,54 H = 1,57
N 67 89 156
Median 75,00 75,00
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 73,3 82,4 78,5
P = 0,214 P = 0,210
Z -1,24 1,24
(adjusted for ties)
Tabel 4.19 Rangkuman Psikomotor versus Model Kruskal-Wallis Test on Psikomotor Model JIGSAW STAD Overall H = 8,29 H = 8,34
N 78 78 156
Median 85,00 82,50
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 88,9 68,1 78,5
P = 0,004 P = 0,004
Z 2,88 -2,88
(adjusted for ties)
Tabel 4.20 Rangkuman Psikomotor versus K-AUL Kruskal-Wallis Test on Psikomotor K-AUL rendah tinggi Overall H = 1,25 H = 1,25
N 78 78 156
Median 83,00 83,00
DF = 1 DF = 1
Ave Rank 82,5 74,5 78,5
P = 0,264 P = 0,263
Z 1,12 -1,12
(adjusted for ties)
Tabel 4.21 Rangkuman Psikomotor versus K-Aktiv Kruskal-Wallis Test on Psikomotor K-Aktiv
N
Median
Ave Rank
cxix
Z
rendah tinggi Overall H = 2,54 H = 2,56
67 89 156
85,00 83,00
DF = 1 DF = 1
85,1 73,5 78,5
P = 0,111 P = 0,110
1,59 -1,59
(adjusted for ties)
Dari hasil uji Kruskal-Wallis pada tabel 4.16 hingga tabel 4.21 diperoleh hasil untuk ranah afektif : (4) H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis, ditolak sebab p-value = 0,000 < 0,050. (5) H01: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,093 > 0,050. (6) H01: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,214 > 0,050.
Dan hasil untuk ranah psikomotor: a.
H01: Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis, ditolak sebab p-value = 0,004 < 0,050.
b.
H01: Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,264 > 0,050.
c.
H01: Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis tidak ditolak sebab p-value = 0,111 > 0,050.
cxx
D. Pembahasan Hasil Analisis Data Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar listrik dinamis, apakah ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar listrik dinamis, apakah ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar listrik dinamis, apakah ada interaksi antara model dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa, apakah ada interaksi antara model dan aktivitas belajar siswa, apakah ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar siswa, dan apakah ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model STAD untuk kelas eksperimen I dan model Jigsaw untuk kelas eksperimen II. Pengukuran kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa dilakukan sebelum pembelajaran listrik dinamis berlangsung, yaitu dengan melihat data nilai pada bab alat ukur listrik siswa, sedangkan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dilakukan dengan observasi aktivitas belajar yang berlangsung selama proses pembelajaran sebelum materi listrik dinamis. Setelah pembelajaran selesai dilakukan tes kemampuan kognitif untuk mengukur prestasi belajar listrik dinamis siswa. Sedangkan prestasi afektif dan psikomotor diambil selama proses pembelajaran berlangsung pada materi listrik dinamis dengan alat cheklist. 1.
Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Kognitif
a. Hipotesis Pertama cxxi
Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama diperoleh p-value model pembelajaran = 0,451 > 0,050 maka Ho (tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar) tidak ditolak, ini berarti bahwa antara model STAD dan Jigsaw tidak memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar listrik dinamis siswa. Kedua model pembelajaran ini sama kuat pengaruhnya terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi belajar Fisika yang menunjukkan lebih tinggi daripada kriteria ketuntasan minimal (KKM: 70) yang dipatok, siswa yang dibelajarkan dengan model STAD dan Jigsaw masing-masing rerata prestasi kognitifnya 84,167 dan 82,449. Dengan demikian kedua model pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika khususnya pada materi listrik dinamis. Tabel 4.22 Rangking Metode Pembelajaran Kooperatif Method Coop v Comp n Method Coop v Ind n LT 0,85 25 LT 1,04 57 AC 0,57 19 AC 0,91 11 STAD 0,51 15 GI 0,62 1 TGT 0,48 9 TGT 0,58 5 GI 0,37 2 TAI 0,33 8 Jigsaw 0,29 9 STAD 0,29 14 TAI 0,25 7 CIRC 0,18 1 CIRC 0,18 7 Jigsaw 0,13 5 Sumber: David W et.all. 2000. Cooperative Learning Methods: A Meta Analysis
STAD dan Jigsaw yang merupakan model dari pembelajaran kooperatif yang digunakan. Menurut Armstrong, Scott, Palmer dan Jesse (1998), yang meneliti STAD pada tataran effect on student achievement and attitude, menemukan bahwa hasil dari kedua kelompok terpisah yang sama-sama dibelajarkan dengan STAD prestasinya tidak menunjukkan pengaruh
yang signifikan. Sedangkan menurut hasil meta-analisis
metode pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh David W dan kawan-kawannya cxxii
dalam penelitian Cooperative Learning Methods: A Meta Analysis menemukan bahwa STAD selalu lebih baik rangkingnya dari pada Jigsaw, baik dalam hal rasio antara sifat kooperatif dengan kompetisi (STAD = 0,51; Jigsaw = 0,29) dan pada rasio antara sifat kooperatif dengan individu (STAD = 0,29; Jigsaw = 0,13). Untuk peringkat model kooperatif yang lain perhatikan tabel 4.22 di atas. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran dengan model STAD akan lebih baik hasil kooperatifnya daripada model Jigsaw. Hanya saja perlu dipahami bahwa yang dimaksudkan pada tabel di atas adalah tujuan utama pembelajaran kooperatif, yaitu menghendaki terjadinya kolaborasi (kooperatif) antar siswa meningkat dan mampu meredam gap atau jurang pemisah yang sedari awal memang menjadi permasalahan utamanya. Tabel tersebut tidak membicarakan masalah capaian prestasinya. Jadi, berdasarkan pada hasil kedua penelitian di atas, apa yang ditemukan pada penelitian ini tidak bertentangan, yaitu: hasil kedua kelas yang dibelajarkan dengan model STAD dan Jigsaw tidak signifikan perbedaan rerata prestasinya, meskipun siswa yang dibelajarkan dengan model STAD mendapatkan rerata prestasi yang relatif sedikit lebih baik hasilnya. Perhatikan kencerderungan arah pengaruh kedua model pada gambar berikut,
cxxiii
Gambar 4.13 Grafik Uji ANOM Model terhadap Prestasi Belajar Fisika
b. Hipotesis Kedua Uji Hasil analisis data
menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan
menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar listrik dinamis, p-value kemampuan menggunakan alat ukur listrik
siswa = 0,001 < 0,050. Uji lanjut
menunjukkan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur listrik memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis, p-value kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,002 < 0,050. Hasil tersebut menandakan adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif listrik dinamis. Jika diperhatikan lagi pada hasil rerata kedua kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh informasi bahwa rerata siswa yang kemampuan menggunakan alat ukur listriknya tinggi dan rendah masing-masing 84,897 dan 81,718. Hal itu berarti bahwa guru dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran, karena faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik dalam penelitian ini ternyata berpengaruh signifikan terhadap prestasi kognitif siswa. Kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa memberikan efek dengan arah berbeda terhadap pencapaian prestasi kognitif listrik dinamis, dimana siswa yang memiliki tingkat K – AUL rendah mendapatkan rerata prestasi kognitif yang relatif lebih rendah, sedangkan siswa yang memiliki tingkat K – AUL tinggi mendapatkan prestasi kognitif yang relatif lebih tinggi. Dalam hal ini kategori K – AUL memberikan arah pengaruh positif terhadap prestasi kognitif, yaitu pengaruhnya positif untuk kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi. Siswa dengan K - AUL cxxiv
tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah-masalah listrik dinamis dibanding siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah. untuk lebih jelasnya, perhatikanlah gambar hasil uji lanjut mean berikut,
Gambar 4.14 Grafik Uji ANOM Kemampuan alat ukur listrik terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis c. Hipotesis Ketiga Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif (p-value Aktivitas belajar siswa = 0,490 > 0,050) dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi kognitif materi listrik dinamis. Uji lanjut menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (p-value aktivitas belajar siswa = 0,204 > 0,050). Hal ini terjadi karena kemampuan aktivitas belajar sifatnya personal sehingga tidak bisa mengarah pada pola berinteraksi seperti yang diharapkan pada pendekatan kooperatif, khususnya dalam pembelajaran materi listrik dinamis. cxxv
Tingkat aktivitas belajar siswa memberikan efek tidak berbeda terhadap pencapaian prestasi kognitif, dimana siswa yang memiliki tingkat aktivitas belajar tinggi dan rendah mendapatkan rerata prestasi yang hampir sama, yaitu 83,888 dan 82,537.
Gambar 4.15 Grafik Uji ANOM Kategori aktivitas belajar terhadap Prestasi Belajar Fisika Meskipun tingkat aktivitas belajar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi, masih dapat diperoleh informasi bahwa arah pengaruhnya positif untuk aktivitas belajar tinggi dan negatif untuk aktivitas belajar rendah, sehingga masih sesuai dengan teori.
d. Hipotesis Keempat Hasil analisis data dari uji hipotesis sebelumnya menunjukkan bahwa ada pengaruh K - AUL terhadap prestasi kognitif listrik dinamis, namun tidak demikian dengan model.
Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa ada interaksi antara model
dengan K – AUL terhadap prestasi kognitif listrik dinamis (p-value interaksi model dan K – AUL = 0,000 < 0,050). Hasil uji lanjut semakin memperkuat keputusan cxxvi
adanya interaksi antara model pembelajaran dngan K – AUL . Dimana, hasil uji interaksi untuk model dengan K – AUL terlihat pada gambar berikut,
Gambar 4.16 Grafik interaksi model dengan kemampuan alat ukur listrik Hal ini terjadi karena penggunaan model STAD dan Jigsaw sebagai perangsang untuk proses belajar model STAD telah diprediksikan oleh David W dan kawankawannya bahwa hasil kelompok yang dibelajarkan dengan STAD akan berbeda signifikan hasilnya dengan yang dibelajarkan menggunakan model Jigsaw pada ranah kooperatifnya. Demikian juga dengan kemampuan alat ukur listrik siswa, yang menunjukkan arah tren pengaruh yang positif, berdasarkan hasil uji pada hipotesis kedua ditemukan bahwa signifikan pengaruhnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan model pembelajaran merangsang siswa pada tataran kemampuan alat ukur listrik individual siswa, sehingga menghasilkan interaksi kedua faktor. Untuk lebih jelas lagi dalam memaknai keselarasan model pembelajaran dengan kemampuan alat ukur listrik perhatikan gambar 4.12 di atas. Dengan jelas gambar memperlihatkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model STAD lebih baik hasilnya daripada Jigsaw pada umumnya, dan siswa dengan kemampuan alat ukur listrik tinggi lebih baik cxxvii
hasilnya jika dibelajarkan dengan model Jigsaw, sebaliknya siswa dengan kemampuan alat ukur listrik rendah sangat cocok dengan model STAD. Artinya, ada kesebalikan antara model dengan kemampuan alat ukur siswa.
e. Hipotesis Kelima Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi listrik dinamis dan tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Sehingga hasil uji statistik interaksi faktor tersebut memperlihatkan bahwa tidak terjadi interaksi pengaruh antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (pvalue interaksi model dan aktivitas belajar = 0,984 > 0,050). Hal ini menandakan bahwa penggunaan model STAD dan Jigsaw sebagai perangsang untuk proses belajar model STAD tidak berbeda signifikan hasilnya. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan model pembelajaran yang digunakan selaras dengan efek aktivitas belajar siswa, dalam hal ini model STAD cnderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi demikian juga halnya dengan aktivitas belajar tinggi, sehingga tidak menghasilkan interaksi kedua faktor. Untuk lebih jelas lagi dalam memaknai interaksi model pembelajaran dengan aktivitas belajar siswa perhatikan gambar berikut ini,
cxxviii
Gambar
4.17 Grafik interaksi Model dan Aktivitas belajar terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis
f. Hipotesis Keenam Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara K - AUL dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis (p-value interaksi antara K – AUL dan aktivitas belajar = 0,054 > 0,050). Hasil ini merupakan konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu secara parsial K - AUL berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar dan aktivitas belajar yang tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Secara parsial aktivitas belajar dan K – AUL memberikan pengaruh yang memiliki tren positif terhadap pencapaian prestasi. Interaksi tidak terjadi pada ranah K – AUL tinggi dengan aktivitas belajar. Hanya saja, dari grafik interkasi nampak bahwa ada kecenderungan interaksi dan menurut statistik memang demikian, hampir terjadi interaksi. Kecenderungan tersebut terlihat pada level cxxix
aktivitas belajar tinggi baik pada siswa dengan K - AUL tinggi maupun rendah. Untuk mengetahui pola interaksi kedua faktor tersebut perhatikan gambar berikut,
Gambar
4.18 Grafik interaksi Kemamp. mengg. alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis
g. Hipotesis Ketujuh Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur listrik, dan aktivitas belajar (p-value interaksi antara model, kemampuan alat menggunakan ukur listrik dan aktivitas belajar = 0,127 > 0,050). Seperti yang telah dijabarkan di atas, meskipun secara mandiri faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa berpengaruh signifikan terhadap perolehan prestasi kognitif siswa, ternyata tidak mampu memberikan pengaruh signifikan dalam hal interaksi dengan faktor lainnya, model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa.
cxxx
Interaction Plot for Kognitif Data Means rendah
tinggi
Model JIGSAW STAD
85,0 Model
82,5 80,0
85,0 K-A UL
K-AUL rendah tinggi
82,5 80,0
K-Aktiv rendah tinggi
85,0 K-A ktiv
82,5 80,0 JIGSA W
STAD
rendah
tinggi
Gambar 4.19 Grafik interaksi faktor Model pembelajaran, Kemamp. mengg. alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap Prestasi Kognitif listrik dinamis Main Effects Plot for Kognitif Data Means Mode l
85
K-A UL
84 83
Mean
82 JIGSA W
ST A D
re ndah
t inggi
K-A kt iv
85 84 83 82 re ndah
t inggi
Gambar 4.20 Grafik efek mean faktor Model pembelajaran, Kemamp. mengg. alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap Prestasi kognitif listrik dinamis cxxxi
Berdasarkan gambar 4.16 diperoleh informasi bahwa baik model pembelajaran (STAD – Jigsaw), kemampuan alat ukur listrik (tinggi – rendah) dan aktivitas belajar siswa (tinggi – rendah) sama-sama memiliki tren positif.
2. Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Afektif Pengujian hasil penelitian untuk data prestasi afektif tidak bisa menggunakan uji anava sebagaimana halnya pada komponen prestasi kognitif.
Perbedaan keduanya
tidak akan mempengaruhi hasil penelitian, dalam artian sama saja. Hanya prosedur pengujiannya saja yang berbeda, pada uji anava penarikan keputusan didasarkan pada mean (rerata) kedua pihak yang dibandingkan. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis (nonparametrik) lebih membandingkan pada mediannya. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk data prestasi afektif yang dibandingkan menurut model pembelajarannya diperoleh hasil bahwa kedua kelas berbeda mediannya terbukti dengan nilai p statistiknya sebesar 0,000. Kelas yang dibelajarkan dengan model Jigsaw 77,50 sedangkan yang dibelajarkan dengan model STAD 74,50. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan dengan model Jigsaw sebagai pilihan utamanya. Pada hasil pengujian untuk Prestasi Afektif dengan faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh hasil p = 0,093. Masing-masing memiliki median 75,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan 76,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi. Hal ini berarti kemampuan menggunakan alat ukur listrik tidak memberikan efek berbeda terhadap prestasi afektif siswa.
cxxxii
Pada faktor aktivitas belajar siswa, yang kadang kita mengiranya sebagai ranah afektif siswa, ternyata diperoleh hasil analisis dengan p sebesar 0,214 dan besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan rendah 75,00 dan 75,00. Tepat sama median keduanya. Hal ini berarti faktor aktivitas belajar benarbenar tidak memberikan efek perbedaan sama sekali terhadap prestasi Afektif.
3. Pembahasan Hasil analisa Data Prestasi Psikomotor Seperti halnya pada ranah afektif, pengujian hasil penelitian untuk data prestasi psikomotor tidak bisa menggunakan uji anava melainkan uji Kruskal wallis. Perbedaan keduanya tidak membedakan hasil penelitian, dalam artian sama saja. Hanya prosedur pengujian prasyaratnya saja yang berbeda, pada uji anava penarikan keputusan didasarkan pada mean (rerata) kedua pihak yang dibandingkan dengan persyaratan memnuhi kriteria kenormalan dan homogenitas. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis (nonparametrik) lebih membandingkan pada mediannya dan tanpa persyaratan kenormalan dan homogenitas data. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk data prestasi psikomotor yang dibandingkan menurut model pembelajarannya diperoleh hasil bahwa kedua kelas berbeda mediannya terbukti dengan nilai p statistiknya sebesar 0,004. Median kelas yang dibelajarkan dengan model Jigsaw 85,00 sedangkan yang dibelajarkan dengan model STAD 82,50. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh model Jigsaw dan STAD, dengan model Jigsaw sebagai pilihan utamanya. Hal ini disebabkan pada kelompok model pembelajaran Jigsaw siswa ahli masing-masing bertanggung jawab untuk menjelaskan ulang pada kelompok asal. Sedangkan pada model STAD cxxxiii
penekanannya lebih pada proses belajar bersama (kelompok), tidak ada tanggung jawab untuk menjelaskan pada kelompoknya sendiri karena memang proses dialami bersamasama. Pada hasil pengujian untuk Prestasi psikomotor dengan faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik diperoleh hasil p = 0,264. Masing-masing memiliki median 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi. Hal ini berarti kemampuan menggunakan alat ukur listrik tidak memberikan efek berbeda terhadap prestasi afektif siswa, bahkan pengaruh keduanya tepat sama. Pada faktor aktivitas belajar siswa, ternyata diperoleh hasil analisis dengan p sebesar 0,111 dan besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan rendah 83,00 dan 85,00. Hampir sama median keduanya. Hal ini berarti faktor aktivitas belajar tidak memberikan efek perbedaan sama sekali terhadap prestasi psikomotor. Secara umum penelitian ini dapat mengambil dua hal penting sebagai berikut: a). Penggunaan model pembelajaran STAD dan Jigsaw berpengaruh signifikan terhadap pencapaian prestasi kognitif siswa, bahkan untuk ranah Afektif dan Psikomotor, model Jigsaw diketahui lebih efektif pengaruhnya terhadap siswa daripada model STAD. b). Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik memberikan sumbangan besar terhadap pemahaman siswa akan konsep Fisika pada materi listrik dinamis terutama pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi dan aktivitas belajar tinggi
cxxxiv
yang dibelajarkan dengan model STAD. Hal ini disebabkan karena STAD menarik dan berkesan bagi siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi.
E. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini, meskipun sudah direncanakan dan melalui proses evaluasi sebelum dilaksanakan, tidak terlepas juga dari keterbatasannya. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1) Pada saat peneliti mengambil keputusan bahwa SMA Negeri 3 Surakarta sebagai tempat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrument, kepastian apakah SMA Negeri 3 Surakarta dengan SMA Negeri 1 Surakarta benar-benar ekivalen sehingga hasilnya dapat diterapkan di SMA Negeri 1 Surakarta, belum ada penelitian sebelumnya. Pertimbangan peneliti pada status dua sekolah tersebut sama negeri, ada tiga program regular, rsbi dan akselerasi. Hal ini tidak menutup kemungkinan mempengaruhi hasil kesimpulan; 2) Pada penelitian ini, tingkat kemampuan menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar hanya mengkategorikan tinggi dan rendah saja, peneliti tidak melibatkan kategori sedang. Hal ini barangkali mempengaruhi hasil kesimpulan; 3) Pada penelitian ini hanya sebagian faktor saja yang diteliti yaitu strategi pembelajaran sebagai faktor ekstern dan kemampuan menggunakan alat ukur listrik serta aktivitas belajar sebagai faktor intern. Hal ini dapat mempengaruhi kesimpulan; 4). Strategi pembelajaran yang dipilih pada penelitian ini selain memiliki kelebihan tentu juga memiliki kelemahan. Hal ini dapat mempengaruhi hasil kesimpulan.
cxxxv
cxxxvi
Jurnal International,
th. 2000
cxxxvii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan untuk ranah kognitif sebagai berikut: 1.
Kedua model pengaruhnya sama kuat terhadap prestasi kognitif materi listrik dinamis. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata nilai prestasi kognitif yang lebih tinggi daripada kriteria ketuntasan minimal (KKM: 70). Siswa yang dibelajarkan dengan model STAD dan Jigsaw rerata prestasi kognitifnya 84,167 dan 82,449. Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan dengan sel tak sama diperoleh p-value model pembelajaran = 0,451 > 0,050. Kedua model pembelajaran ini sama-sama dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika khususnya pada materi listrik dinamis. Jadi dapat disimpulkan : Tidak ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis.
2.
Uji lanjut menunjukkan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur listrik memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis, p-value kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa = 0,002 < 0,050. Hasil tersebut menandakan adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif listrik dinamis sebab rerata prestasi kognitif pada siswa yang kemampuan menggunakan alat ukur listriknya tinggi dan rendah masing-masing 84,897 dan 81,718. Sehingga dapat disimpulkan : cxxxviii
Ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis. 3.
Uji lanjut menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa tidak memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis (pvalue aktivitas belajar siswa = 0,204 > 0,050). Hal ini terjadi karena kemampuan aktivitas belajar sifatnya personal sehingga tidak bisa mengarah pada pola berinteraksi seperti yang diharapkan pada pendekatan kooperatif, khususnya dalam pembelajaran materi listrik dinamis. Maka disimpulkan : Tidak ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis.
4.
Hasil uji interaksi menunjukkan p-value = 0,000 < 0,050. Hasil uji lanjut semakin memperkuat keputusan adanya interaksi antara model pembelajaran dngan kemampuan menggunakan alat ukur listrik. Siswa yang dibelajarkan dengan model STAD lebih baik hasilnya daripada Jigsaw pada umumnya, dan siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi lebih baik hasilnya jika dibelajarkan dengan model Jigsaw, sebaliknya siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah sangat cocok dengan model STAD. Artinya, ada kesebalikan antara model dengan kemampuan menggunakan alat ukur siswa. Sehingga dapat diambil kesimpulan : Ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis.
5.
Hasil uji interaksi menunjukkan p value = 0,984 > 0,050. Penggunaan model STAD dan Jigsaw sebagai perangsang untuk proses belajar, model STAD tidak cxxxix
berbeda signifikan hasilnya. Kenyataan tersebut terjadi dikarenakan model pembelajaran yang digunakan selaras dengan efek aktivitas belajar siswa, dalam hal ini model STAD cenderung memberikan pengaruh prestasi lebih tinggi demikian juga halnya dengan aktivitas belajar tinggi, sehingga tidak menghasilkan interaksi kedua faktor. Maka disimpulkan : Tidak ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis. 6.
Hasil uji interaksi menunjukkan p value = 0,054 > 0,050. Hasil ini merupakan konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu secara parsial kemampuan menggunakan alat ukur listrik berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar dan aktivitas belajar yang tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar listrik dinamis. Hasil pada grafik interaksi menunjukkan bahwa ada kecenderungan interaksi pada level aktivitas belajar tinggi baik pada siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi maupun rendah. Kesimpulannya : Tidak ada interaksi pengaruh antara kemampuan menggunakan alat ukur listrik dengan aktivitas belajar terhadap prestasi kognitif pada materi listrik dinamis.
7.
Hasil uji interaksi menunjukkan p value = 0,127 > 0,050. Meskipun secara mandiri faktor kemampuan menggunakan alat ukur listrik siswa berpengaruh signifikan terhadap perolehan prestasi kognitif siswa, ternyata tidak mampu memberikan pengaruh signifikan dalam hal interaksi dengan faktor lainnya, model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa. diperoleh informasi bahwa baik model pembelajaran (STAD – Jigsaw), kemampuan menggunakan alat ukur listrik (tinggi – rendah) dan aktivitas belajar siswa (tinggi – rendah) sama-sama memiliki kecenderungan positif. Sehingga dapat disimpulkan : cxl
Tidak
ada
interaksi
pengaruh
antara
model
pembelajaran,
kemampuan
menggunakan alat ukur listrik dan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar Fisika pada materi listrik dinamis. Sedangkan kesimpulan utuk ranah Afektif adalah: 1.
Kelas yang dibelajarkan dengan model Jigsaw prestasi afektifnya 77,50 sedangkan yang dibelajarkan dengan model STAD 74,50. Hal ini berarti model Jigsaw sebagai pilihan utamanya. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis p-value = 0,000 < 0,050. Maka dapat disimpulkan : Ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis.
2.
Masing-masing memiliki median 75,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan 76,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan alat ukur listrik tinggi. Dari uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value = 0,093 > 0,050. Dapat disimpulkan : Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis.
3.
Besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan rendah 75,00 dan 75,00. Tepat sama median keduanya. Hal ini berarti faktor aktivitas belajar benar-benar tidak memberikan efek perbedaan sama sekali terhadap prestasi afektif. Pada uji Kruskal-Wallis p-value = 0,214 > 0,050. Sehingga dapat disimpulkan : Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi afektif pada materi listrik dinamis.
Dan, hasil untuk ranah psikomotor: cxli
1.
Median kelas yang dibelajarkan dengan model Jigsaw 85,00 sedangkan yang dibelajarkan dengan model STAD 82,50. Hal ini berarti model Jigsaw sebagai pilihan utamanya. Pada uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value = 0,004 < 0,050. Dapat disimpulkan : Ada pengaruh penggunaan model STAD dan Jigsaw terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis.
2.
Masing-masing memiliki median 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik rendah dan 83,00 untuk kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur listrik tinggi. Hal ini berarti kemampuan menggunakan alat ukur listrik tidak memberikan efek berbeda terhadap prestasi afektif siswa, bahkan pengaruh keduanya tepat sama. Pada uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value = 0,264 > 0,050. Dapat disimpulkan : Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur listrik terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis.
3.
Besar median masing-masing untuk kelompok siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan rendah 83,00 dan 85,00. Hampir sama median keduanya. Hal ini berarti faktor aktivitas belajar tidak memberikan efek perbedaan terhadap capaian prestasi psikomotor. Sedangkan pada uji Kruskal-Wallis diperoleh p-value = 0,111 > 0,050. Sehingga dapat disimpulkan : Tidak ada pengaruh aktivitas belajar siswa terhadap prestasi psikomotor pada materi listrik dinamis. B. Implikasi
1.
Implikasi Teoritis
cxlii
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang model STAD dan Jigsaw yang dapat digunakan dalam pembelajaran Fisika pada materi pokok listrik Dinamis. Sekalipun model pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa untuk memahami konsep pembelajaran Fisika pada materi tersebut, model STAD lebih mampu merangsang siswa untuk mendapatkan prestasi maksimal daripada model Jigsaw pada ranah kognitif dan afektif. Sedangkan model Jigsaw bagus untuk meningkatkan prestasi siswa pada ranah Psikomotor.
2.
Implikasi Praktis Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah siswa yang dibelajarkan dengan
model STAD dan Jigsaw ternyata mendapatkan prestasi belajar Fisika yang memenuhi harapan pada ranah prestasi kognitif dan afektif, dengan model STAD sebagai pilihan utamanya. Model STAD menjadikan konsep yang dibelajarkan menjadi mudah diterima sebab kondisi pada pembelajaran model tersebut mampu merangsang siswa untuk mendapatkan prestasi kognitif dan afektif lebih maksimal daripada model Jigsaw. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan prestasi kognitif dan afektif khusus pada materi listrik dinamis sebaiknya diberikan melalui model STAD. Sedangkan untuk prestasi psikomotor diperoleh hasil maksimal pada siswa yang dibelajarkan dengan model Jigsaw, sebab pada kelompok model pembelajaran Jigsaw siswa ahli masingmasing bertanggung jawab untuk menjelaskan ulang pada kelompok asal. Sedangkan pada model STAD penekanannya lebih pada proses belajar bersama (kelompok), tidak ada tanggung jawab untuk menjelaskan pada kelompoknya sendiri karena memang proses dialami bersama-sama.
cxliii
C. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1.
Saran untuk Guru Untuk mengajarkan konsep-konsep Fisika diperlukan model pembelajaran yang
mampu membantu siswa pada kondisi senang, rileks dan mudah untuk menerima dan memahami materi. Ranah Kognitif, afektif dan psikomotor adalah tiga hal berbeda yang meskipun seringkali tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Namun, pada kenyataannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk masing-masing ranah tidak bisa diperoleh dari satu metode yang sama. Hal ini telah terbukti dari hasil penelitian ini, prestasi ranah kognitif dan afektif dapat dimaksimalkan dengan model STAD sedangkan prestasi ranah psikomotor melalui model Jigsaw.
2.
Saran untuk para peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian
sejenis, pada materi listrik dinamis. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi, kemampuan menggunakan alat ukur listrik membutuhkan latihan-latihan dan bimbingan guru. Hal tersebut dapat dilaksanakan pada saat istirahat atau jam tambahan sore (jam 14.15 – sampai jam 15.00 WIB)/pagi (jam ke nol (jam 06.15 – sampai jam 06.50 WIB). Peningkatan aktivitas belajar supaya diciptakan situasi KBM yang menyenangkan, siswa suka berdiskusi, berani bertanya, kritis dan memiliki sikap tanggung jawab. Perlu melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang model yang tepat digunakan dalam proses pengajaran di kelas sesuai dengan karakter materi dan aspek (ranah) yang akan digali dari siswa yang dibelajarkan. Tidak semua siswa cxliv
menerima dengan baik efek setiap model pembelajaran karena setiap anak memiliki keunikan belajarnya sendiri. Penelitian mengenai penerapan metode dan model lain yang dapat mempermudah siswa dalam memecahkan permasalahan dalam belajar Fisika terutama yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran masih perlu dilakukan. Dengan demikian dapat diharapkan dapat memaksimalkan prestasi belajar siswa baik ranah kognitif, ranah psikomotor, dan ranah afektif.
cxlv
DAFTAR PUSTAKA Abdul Djamil Husin. l988. Kamus Fisika Bergambar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Aminah Ayob, Ng Khar Thoe.l998. Some Constructivists Approches Theory and Practice. Malaysia: Ministry of Education and Culture, The Republic of Indonesia in Cordination With SEMEO RECSAM. Anita Lie. 2002. Cooperative. Jakarta: Grasindo.
Arends, R I. 2008. 2008. Learning to Teach. (Edisi Ketujuh terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar. Ari Damari. 2008. Panduan Lengkap Eksperimen Fisika SMA. Jakarta: Penerbit Wahyu Media. Budiyono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Brophy,J.E. 1997. Motivating Student to Learn. Toronto: Mc Grow Hill. Depdikbud. 1995. Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Kurikulum SMU. Jakarta : Depdikbud. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Pelajaran Fisika. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Depdiknas. 2004. Model-model Pengajaran Dalam Pelajaran Dikmenum Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA.
Sains. Bandung:
Douglas Giancoli, C. 2001. Physics Fifth Edition. (Edisi Kelima terjemahan oleh Yuhilza Hanum). Jakarta: Penerbit Erlangga. Dwi Sabdo Budi Prasetya, Muhammad Farchani Rosyid, Rachmad Resmiyanto, Romy Hanang Setya Budhi. 2008. Platinum Kajian Konsep Fisika 1. Surakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Johnson,D.W., Johnson, R.T., dan Stanne, M.B. 2000. Cooperative Learning Methods A Meta Analysis. University of Minnesota. Johson & Johnson. 2001. Cooperative Learning and Culturally Plural Classroom. www.clrc.com. 14 Oktober 2009. cxlvi
Marthen Kanginan. l996. Fisika SMU Jilid 2A. Jakarta: Penerbit Erlangga. Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar di Sekolah. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Muhammad Hikam, Pamulih B.Prasetyo, Djonaedi Saleh. 2005. Eksperimen Fisika Dasar Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Prenada Media. Nana Sudjana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ong Eng Tek. l998. Structural Approach to Cooperative Learning. Malaysia: Ministry of Education and Culture The Republic of Indonesia in Coordination With SEMEO RECSAM. Paul A.Tipler. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik. (Edisi Ketiga terjemahan oleh Bambang Soegijono). Jakarta: Penerbit Erlangga. Ratna Wilis Dahar. l989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Singgih Gunarso. l98l. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Slavin,R.E. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. (Terjemahan oleh Narulita Yusron). Bandung: Penerbit Nusa Media. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. ________________. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. ________________. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Supiyanto.2007. Fisika Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Penerbit PHißETA Suyatno, Heny Subandiyah. Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Syaiful Sagala. 2007. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta. Toeti Soekamto, Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar Dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan Dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. cxlvii
Yohanes Surya. 1999. Fisika Itu Mudah. Tangerang: Penerbit Bina Sumber Daya MIPA.
cxlviii