perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN MELALUI SBL (SIMULATION BASED LABORATORY) DAN VBL (VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN BERFIKIR KREATIF (Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas XI Semester di SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama Pendidikan Fisika
Oleh: FAHRIZAL EKO SETIONO NIM S 831102019
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN MELALUI SBL (SIMULATION BASED LABORATORY) DAN VBL (VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN BERFIKIR KREATIF (Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas XI Semester I di SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 TESIS Oleh: FAHRIZAL EKO SETIONO (S831102019)
Komisi Pembimbing Pembimbing I :
Pembimbing II :
Nama Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si. NIP19690901 199403 1 002
Dra. Suparmi,MA., Ph.D. NIP 19520915 197603 1 001
Tanda Tangan
Tanggal
.......................
...............
.......................
................
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal .................2013
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana,
Dr. M. Masykuri, commit to userM.Si. NIP19681124 199403 1 001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN MELALUI SBL (SIMULATION BASED LABORATORY) DAN VBL (VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN BERFIKIR KREATIF (Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas XI Semester di SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013) TESIS Oleh: FAHRIZAL EKO SETIONO (S831102019) Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP19681124 199403 1 001
.......................
...............
Sekretaris
Drs. Cari, M.A., Ph.D. NIP 196103061985031002
.......................
................
Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si. NIP 19690901 199403 1 002
........................
...............
Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. NIP 19520915 197603 1 001
.........................
................
Anggota Penguji
Telah dipertahankan di dipan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal .................2013 Direktur Program Pascasarjana,
Ketua Program Studi Pendidikan Sains,
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. M. Masykuri, M.Si. commit to user NIP 19610717 198601 1 001 NIP 19681124 199403 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis
yang
berjudul:
PEMBELAJARAN
“PROBLEM FISIKA
BASED
LEARNING
MENGGUNAKAN
DALAM METODE
EKSPERIMEN MELALUI SBL (SIMULATION BASED LABORATORY) DAN
VBL
(VIDEO
BASED
LABORATORY)
DITINJAU
DARI
KEMAMPUAN ANALISIS DAN BERFIKIR KREATIF” iniadalah karya penelitian saya sendiri dan bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdaapt plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima
sanksi
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
(Permendiknas No. 17 Tahun 2010) 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapakan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan,
commit to user
iv
Fahrizal Eko Setiono S831102019
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
1.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. ArRa’du:11).
2.
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan (Hadist).
3.
Man Jadda Wa Jadda.
4.
Orang yang sukses akan berbuat untuk memulai sedangkan orang gagal berfikir untuk memulai (Penulis).
5.
Sukses diraih dengan ketulusan doa dan kesungguhan ikhtiar (Penulis).
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta 2. Adikku tersayang (Anisa F.I dan Arina Z.H ) 3. Ika Candra S, terima kasih atas dukungannya selama ini 4. Teman seperjuangan 5. Almamater
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Dr. H. Sarwanto, M.Si., selaku Sekretaris Program Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus selaku pembimbing I, terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini.
4.
Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D., selaku pembimbing II terimakasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini.
5.
Sukarmin, M.Si, Ph.D., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kerjasamanya.
6.
Dwi Teguh R, S.Si, M.Si., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu, kesempatan, dan kerjasamanya. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Segenap guru dan karyawan SMA N 3 Surakarta, teruntuk Ibu Agustini, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
8.
Siswa kelas XI SMA N3 Surakarta, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Didit Karyadi yang telah memabantu penulis sebagai observer dalam kegiatan penelitian.
9.
Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
10. Adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator. 11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika UNS.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangan. Namun demikian besar harapan penulis semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin.
Surakarta,
Penulis
commit to user
viii
2013
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Fahrizal Eko Setiono. S831102019.2013. Problem Based Learning Dalam Pembelajaran Fisika Menggunakan Metode Eksperimen Melalui Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL) Ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif (Studi pada Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas XI Semester I SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013). TESIS. Pembimbing I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta Fisika sebagai salah satu cabang ilmu sains mempunyai karakteristik yaitu produk, proses, dan sikap. Namun dalam pelaksanaannnya masih banyak pembelajaran Fisika yang belum menggunakan pendekatan dan metode yang yang melibatkan karakteristik tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui SBL dan VBL, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dan dilaksanakan di SMA N 3 Surakarta. Populasisemua siswa kelas XITahun Ajaran 2012/ 2013 terdiri dari 7 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Sampel sebanyak 2 kelas, kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen I mendapatkan perlakuan pembelajaran melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen II melalui metode eksperimen menggunakan VBL. Pengambilan data melalui teknik tes untuk prestasi kognitif ,kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif, angket dan observasi untuk prestasi afektif. Teknik analisis data menggunakan anava tiga jalan dan Kruskall Wallis. Hasil penelitian menunjukkan: (1) tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (2) tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (3) tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (4)tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (5) tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (6) tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (7) tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa
Keywords: problem based learning, VBL, SBL, kemampuan analisis, commit to user kemampuan berfikir kreatif
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Fahrizal Eko Setiono. S831102019.2013. Problem Based Learning in Physics Learning by Using Experiment Methods ThroughSimulation Based Laboratory (SBL) and Video Based Laboratory (VBL) Over Viewed From Analytical Skill and Creative Thinking Skill ( Study of Physics Learning on Simple Harmonic Motion Topic Grade XI Semester I SMA N 3 Surakarta Academic Year 2012/2013). A THESIS. Consultant I: Dr. Sarwanto, M.Si, II: Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Science Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University. Physics as a branch of science has characteristics product, process, and attitude. But many physics learning not use the approach and methods that involve that characteristics. The objectives of the research was to know the impact and interaction among problem based learning approach using experiment methods through SBL and VBL, analytical skill, and creative thinking skill toward students’ achievement. The research usedquasi experimental method and it was conducted at SMA N 3 Surakarta. The population was all of students class XI in the academic year of 2012/ 2013 consisting of 7 classes. The sample was taken using cluster random sampling consisted 2 classes. XI IPA 1 as first experiment class get treatment using experiment method through SBL and XI IPA 7 as second experiment class using experiment method through VBL. Data collecting using test for cognitive achievement, analytical skill, creative thingking skill, questionnaire and observation sheet for affective achievement. The data was analyzed using three ways anava and Kruskall Wallis. The result showed that: (1) there was no impact of problem based learning using experiment method through VBL and SBL toward students’ achievement; (2) there was no impact of high and low of analytical skill toward students’ achievement; (3) there was no impact of high and low of creative thinking skill toward students achievement; (4) there was no interaction between problem based learning treatment usingexperiment method and analytical skill toward students’ achievement; (5) there was no interaction between problem based learning treatment usingexperiment method and creative thinking skill toward students’ achievement; (6) there was no interaction between analytical skill and creative thinking skill toward students’ achievement; (7) there was no interaction problem based learning treatment using experiment methods through SBL and VBL, analytical skill, and creative thinking skill toward students’ achievement. .
Keywords: problem based learning, VBL, SBL, analytical skill, creative thinking skill commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
LEMBARPENGESAHAN ......................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................
iv
MOTTO…………………………………………………………………….
v
PERSEMBAHAN………………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
ABSTRAK....................................................................................................
ix
ABSTRACT....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xx
BAB I PENDAHULUAN………………..……………………………....
1
A. Latar Belakang Masalah…………...……………………….....
1
B. Identifikasi Masalah………….…………...…………………...
13
C. Pembatasan Masalah ……….…………………...………….....
14
D. Perumusan Masalah……………………………………..........
15
E. Tujuan Penelitian ……………………………………...……...
16
F. Manfaat Penelitian……………………………………..……...
17
BABII TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. commit to user
xi
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Kajian Teori……………………………………………...….
19
1. Hakikat Belajar ...…………...…………………………..
19
2. Hakikat Mengajar….........................................................
30
3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah..................
31
4. Metode Pembelajaran Eksperimen .................................
35
5. Media Pembelajaran ..…………..………..……………..
38
6. SBL (Simulation Based Laboratory) ….……………….
40
7. VBL ( Video Based Laboratory) ….……………………
41
8. Kemampuan Analisis ....…………………………….....
43
9. Kemampuan Berfikir Kreatif ………………………..
46
10. Hakikat Fisika …….………………………………….
48
11. Prestasi Belajar Fisika......................................................
50
12. Elastisitas dan Gerak Harmonik Sederhana …………..
57
B. Penelitian yang Relevan .........................................................
73
C. Kerangka Berpikir………..……………………………….....
78
D. Pengajuan Hipotesis…………………………......................
89
BAB III METODE PENELITIAN………….…………………………....
90
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………....
90
1. Tempat Penelitian ………………………………………
90
2. Waktu Penelitian ………………………………………..
90
B. Jenis Penelitian …………………………………………..
91
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..........…………..
93
1. Populasi.......………………………………...................... commit to user
93
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Teknik Pengambilan Sampel............................................
93
3. Sampel ………………………………………………….
93
D. Variabel Penelitian..................................................................
94
1.
Varibel Bebas…...……………………………................
94
2.
Variabel Moderator……………………………………..
94
3.
Variabel Terikat…………………………………………
95
E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
96
1. Teknik Tes……………………………………………….
96
2. Teknik Angket…………………………………………...
96
3. Teknik Observasi…………………………………………
97
F. Instrumen Penelitian ……………………………………......
97
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian......................................
97
2. Instumen Pengambilan Data.............................................
98
G. Teknik Analisis Data ………………………………..............
105
1. Uji Prasyarat Analisis.........................................................
105
2. Pengujuan Hipotesis .........................................................
107
3. Uji Lanjut………………………………………………
110
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….……………....
111
A. Deskripsi Data……………………………………………….
111
1. Data Kemampuan Analisis Siswa………………………...
111
2. Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa………………
112
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa……………………..
113
4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa……………………… commit to user
118
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pengujian Prasyarat Analisis………………………………...
123
1. Uji Normalitas……………………………………………
123
2. Uji Homogentitas…………………………………………
124
C. Pengujian Hipotesis………………………………………….
125
1. Uji Anava…………………………………………………
125
D. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………...
127
1. Hipotesis Pertama………………………………………...
131
2. Hipotesis Kedua…………………………………………..
135
3. Hipotesis Ketiga…………………………………………..
137
4. Hipotesis Keempat………………………………………
140
5. Hipotesis Kelima…………………………………………
142
6. Hipotesis Keenam………………………………………...
144
7. Hipotesis Ketujuh………………………………………...
146
E. Keterbatasan Penelitian…………………………………… BAB VSIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………………....
148 151
A. Simpulan……………………………………………………..
151
B. Implikasi……………………………………………………..
152
C. Saran…………………………………………………….…...
154
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
156
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................
160
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel No
Hal Halaman
Tabel 2.1.
Kejadian Eksternal Berpengaruh Terhadap Proses Internal
27
Tabel 2.2.
Sintaks Problem Based Learning………………………..
33
Tabel 2.3.
Komponen Kemampuan Analisis Siswa …………………..
45
Tabel 2.4.
Komponen Berfikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah …..
47
Tabel 2.5.
Modulus Young Beberapa Bahan……………………….…
59
Tabel 3.1.
Jadwal Kegiatan Penelitian……………………………...…
91
Tabel 3.2.
Desain Faktorial……………………………………………
92
Tabel 3.3.
Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif…………
101
Tabel 3.4.
Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis ...
102
Tabel 3.5.
Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa……………
104
Tabel 4.1
Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa…….………
112
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa………
112
Tabel 4.3.
Deskripsi Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa………
113
Tabel 4.4.
Distribusi Frekuensi Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa …
113
Tabel 4.5.
Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa
114
Tabel 4.6.(a)
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran ……………………………………..
Tabel 4.6.(b)
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analisis ……………………………………..
Tabel 4.6.(c)
115
115
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Berfikir Kreatif ……………………………. commit to user
xv
116
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6.(d)
digilib.uns.ac.id
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis ………….
Tabel 4.6.(e)
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif ….
Tabel 4.6.(f)
116
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analasis dan Kemampuan Berfikir Kreatif …
Tabel 4.6.(g)
116
117
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif ………………………………
117
Tabel 4.7.
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa ...
119
Tabel 4.8.(a)
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran ………………………………………………
Tabel 4.8.(b)
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Analisis ……………………………………..
Tabel 4.8.(c)
121
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif ….
Tabel 4.8.(g)
121
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif …………
Tabel 4.8.(f)
120
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis …………………
Tabel 4.8.(e)
120
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Berfikir Kreatif ……………………………..
Tabel 4.8.(d)
120
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode commit to user
xvi
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif …………………………………………….
122
Tabel 4.9.
Rangkuman Uji Normalitas ……………………………….
123
Tabel 4.10.
Rangkuman Uji Homogenitas . ……………………………
124
Tabel 4.11(a)
Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Kognitif
125
Tabel 4.11(b)
Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Afektif
1216
DAFTAR GAMBAR Halaman Hal
Gambar No
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1.
Tegangan Kawat yang Ditarik Gaya ……………………
57
Gambar 2.2.
Pertambahan Panjang Pegas Karena Gaya yang Berbeda
59
Gambar2.3.
Susunan Pegas Seri ……………………………………..
60
Gambar2.4.
Susunan Pegas Paralel ………………………………….
61
Gambar2.5.
Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Sistem Massa ….
62
Gambar2.6.
Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Ayunan Sederhana ………………………………………………
Gambar2.7.
Grafik Simpangan – Waktu Pada Gerak Harmonis Sederhana ……………………………………………….
Gambar2.8.
70
Grafik Kedudukan Gerak Harmonik Sederhana Pada Saat Ep dan Ek Bernilai Maksimum dan Minimum …..
Gambar 4.1
69
Proyeksi Percepatan Sentripetal Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar Beraturan Pada Sumbu y …………….
Gambar2.11.
67
Proyeksi Kecepatan Linear Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar Beraturan pada Sumbu y ……………………
Gambar2.10.
66
Proyeksi Posisi Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar Beraturan pada Sumbu y ……………………………….
Gambar2.9.
63
73
(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen …………
114
(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II …….... Gambar 4.2
115
(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelas Eksperimen I ……………..…. commit to user
xviii
119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II ………..
commit to user
xix
119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran No.
Halaman
Lampiran 1.
Silabus Satuan Pelajaran...............................................
160
Lampiran 2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.............................
163
Lampiran 3.
Lembar Kerja Siswa....................................................
181
Lampiran 4.
Kisi-Kisi penulisan Soal Uji CobaInstrumen Tes Kognitif........................................................................
205
Lampiran 5.
Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif..................
208
Lampiran 6.
Lembar Jawab Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif.........................................................................
Lampiran 7.
219
Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif.........................................................................
220
Lampiran 8.
Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif...
221
Lampiran 9.
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Kognitif...................
225
Lampiran 10.
Instrumen Kemampuan Kognitif..................................
228
Lampiran 11.
Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Kognitif.........
236
Lampiran 12.
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Kognitif........
237
Lampiran 13.
Kisi-Kisi Angket Uji Coba Kemampuan Afektif.........
238
Lampiran 14.
Instrumen Angket Uji Coba Kemampuan Afektif........
242
Lampiran 15.
Pedoman Penskoran Instrumen Angket Uji Coba Kemampuan Afektif......................................................
247
Lampiran 16.
Analisis Angket Uji Coba Kemampuan Afektif..........
248
Lampiran 17.
Kisi-Kisi Angket Kemampuan commit to user Afektif........................
250
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 18.
Instrumen Angket Kemampuan Afektif........ ...............
254
Lampiran 19.
Penskoran Angket Kemampuan Afektif.. ...................
258
Lampiran 20.
Pedoman Observasi Afektif (Aktivitas)Siswa……....
259
Lampiran 21.
Lembar Observasi Penilaian Afektif (Aktivitas) Siswa
261
Lampiran 22.
Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis...
262
Lampiran 23
Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis..................
263
Lampiran 24.
Lembar Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis............
270
Lampiran 25.
Kunci Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis...............
271
Lampiran 26.
Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis.....
272
Lampiran 27.
Kisi-KisiInstrumen Kemampuan Analisis...................
273
Lampiran 28.
Instrumen Kemampuan Analisis..................................
274
Lampiran 29.
Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Analisis..........
280
Lampiran 30.
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Analisis........
281
Lampiran 31.
Kisi Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif ..............
282
Lampiran 32.
Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif .....................
283
Lampiran 33.
Pedoman Penskoran Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif ........................................................................
Lampiran 34.
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif ........................................................................
Lampiran 35.
288
289
Lembar Jawaban Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif ........................................................................
292
Lampiran 36.
Data Induk Penelitian .................................................
293
Lampiran 37.
Uji Normalitas............................................................... commit to user
295
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 38.
Uji Homogenitas...........................................................
Lampiran 39.
Uji Hipotesis.................................................................. 297
Lampiran 40.
Lembar Perijinan...........................................................
commit to user
xxii
296
298
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat karena dampak globalisasi. Untuk menghadapi dampak globalisasi tersebut, tentu saja diperlukan persiapan-persiapan yang cukup matang di semua aspek, termasuk aspek pendidikan. Kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan karena masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. Berdasarkan hasil survey TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 bidang science, Indonesia menduduki peringkat 35 dari 48 negara dengan nilai 427, padahal skor rata-rata internasional adalah 500 (Patrick Gonzales, 2007). Hasil survey tersebut tentu saja menjadi salah satu indikator mengenai kondisi dan kualitas pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius untuk ditingkatkan. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 telah merumuskan fungsi pendidikan nasional. Fungsi tersebut adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun dalam implementasinya, fungsi tersebut belum dapat terlaksana secara maksimal. Orientasi pendidikan saat ini masih dalam tahap pengembangan pengetahuan, aspek yang lain seperti mendidik siswa untuk menjadi insan yang cakap, kreatif, dan mandiri belum dilaksanakan commit to user dengan sepenuhnya. 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka sektor pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Charles E. Silberman dalam Syaiful Sagala (2009: 5) menyatakan “Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan seluruh aspek dan kepribadian manusia, baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor”. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (UUSPN No. 20 Tahun 2003). Salah satu unsur yang paling fundamental untuk meningkatkan dan mewujudkan tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas pembelajaran atau proses belajar mengajar di kelas. Proses belajar mengajar tersebut meliputi setiap mata pelajaran salah satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk bagian dari ilmu Sains. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang lain. Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu: pengetahuan, proses, dan sikap ilmiah. Pengetahuan dalam Fisika berupa produk (hasil) seperti konsep, prinsip, hukum, dan teori. Proses dalam Fisika berkaitan dengan keterampilan untuk mendapat pengetahuan tersebut. Sikap ilmiah merupakan sikap yang melandasi seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Sebenarnya ketiga hal tersebut commit toBloom. user Pengetahuan merujuk kepada mencakup tiga domain dalam taksonomi domain kognitif. Proses merujuk pada domain psikomotorik. Sikap ilmiah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 menunjukkan domain afektif. Oleh karena itu, proses belajar mengajar Fisika di sekolah juga menyesuaikan dengan karakteristik tersebut. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi merumuskan bahwa, ”Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup”. Berdasarkan hal tersebut maka pelaksanaan pembelajaran Fisika seharusnya dilakukan dengan pendekatan dan metode yang sesuai dengan karakteristik Fisika dan standar isi yang telah ditetapkan. Salah satu institusi pendidikan yang berperan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan adalah sekolah. SMA N 3 Surakarta merupakan salah satu sekolah favorit yang terdapat di kota Surakarta yang menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan” (BSNP, 2006: 3). KTSP merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan khususnya bagi guru dan kepala sekolah. Guru memegang peranan penting dalam menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Fasilitas yang dimiliki SMA N 3 Surakarta tergolong cukup lengkap untuk menunjang proses pembelajaran Fisika. Selain itu, input siswa yang dimiliki oleh SMA N 3 termasuk baik. Sehingga pada dasarnya siswa di SMA N 3 dapat diberi perlakuan
pembelajaran
yang
melatih
mereka
untuk
mengembangkan
keterampilan berfikir tingkat tinggi (high order thinking) yang sesuai dengan commit to user hakikat Sains yang di dalamnya termasuk Fisika. Namun yang terjadi di lapangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 adalah pembelajaran yang berlangsung didominasi dengan pembelajaran yang konvensional yang lebih berpusat pada guru. Peran guru dalam proses pembelajaran sangat penting. Guru harus mampu mendesain suatu pembelajaran yang kreatif dan inovatif dengan berbagai model dan pendekatan yang ada untuk mendapatkan output pembelajaran yang maksimal, termasuk salah satunya adalah output pembelajaran Fisika. Namun menurut Handy Susanto (2006) kenyataan yang terjadi di lapangan menurut masih banyak guru yang menggunakan pola mengajar yang tradisional yaitu hanya mengajar menggunakan metode ceramah dan bersifat satu arah (guru bicara, siswa mendengar). Kenyataan lain diungkapkan Ashiq Hussain (2011), kebanyakan guru mengajar di kelas dengan cara yang sama dan situasi pembelajaran ini sudah berlangsung sejak lama. Siswa hanya dijelaskan melalui ceramah dan jarang memfasilitasi siswa dengan percobaan untuk melatih proses berpikir siswa (I Kade Suardana, 2007). Hal ini berarti proses pembelajaran di dalam kelas yang terjadi hanya mengarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi serta dituntut
untuk
memahami
informasi
yang
diingatnya
itu
untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu berakibat tidak baik pada pembentukan karakter siswa sebagai subjek dari pembelajaran. Siswa seolah-olah seperti robot yang bertugas untuk mengingat dan mencatat apa yang guru lakukan di kelas. Jika pembelajaran seperti ini berlangsung maka secara otomatis kreativitas dan segala potensi yang ada di siswa kurang tergali dengan maksimal sehingga output pembelajarannya pun menjadi tidak maksimal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Saat ini, banyak dijumpai orang yang memiliki sikap mudah putus asa dan tidak terampil dalam memecahkan atau menghadapi suatu masalah, dan ini bisa menimbulkan tindakan-tindakan bodoh seperti bunuh diri dan tindakantindakan kriminal lainnya yang sering ditayangkan pada media. Contoh yang lebih nyata adalah fenomena yang terjadi pada siswa akhir-akhir ini yaitu tawuran antar pelajar. Hal tersebut dimungkinkan karena siswa tidak dilatih atau diberikan pengetahuan sejak dini untuk memecahkan atau menghadapi suatu masalah. Karena hal tersebut, maka diperlukan suatu pembelajaran yang melatih seseorang sejak dini untuk terampil memecahkan suatu masalah sehingga kelak di kemudian hari akan terbentuk sikap yang lebih terampil dalam menghadapi suatu permasalahan. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang dapat digunakan melatih untuk siswa dalam memecahkan suatu masalah adalah Problem Based Learning. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa yang bersangkutan. Prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi secara umum dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain: intelegensi, minat, bakat, motivasi, kesehatan jasmani, kesehatan rohani, kemampuan analisis siswa, kemampuan berfikir kreatif siswa, logika berfikir siswa, gaya belajar siswa dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain: pendekatan pembelajaran, metode mengajar, media, bahan pelajaran sarana dan prasarana, dan lain-lain. Tetapi faktor internal dan eksternal tersebut di lapangan belum dilihat secara commit to user serius sebagai komponen penunjang keberhasilan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 Sebagaimana dijelaskan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran
adalah
pendekatan
yang
digunakan.
Dalam
pembelajaran, terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan antara lain pendekatan konsep, pendekatan kontruktivistik, pendekatan kooperatif atau Cooperative Learning, pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL), pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) dan sebagainya. Mengacu pada karakteristik dan dan standar isi untuk mata pelajaran Fisika maka Problem Based Learning merupakan salah satu pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran Fisika. Wina Sanjaya (2009: 214) secara singkat menjelaskan bahwa problem based learning merupakan “rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses pemecahan masalah yang dihadapi secara ilmiah”. Dalam problem based learning pembelajaran dilakukan dengan menyajikan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Masalah yang disajikan adalah masalah yang kontekstual atau masalah-masalah yang biasa dialami atau dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam problem based learning, siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari dari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di commit to user lingkungannya. Jadi, pendekatan problem based learning merupakan salah satu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 pendekatan yang sangat baik digunakan dalam pembelajaran karena akan melatih kemampuan dan keterampilan siswa dalam berfikir kreatif untuk menganalisis dan memecahkan suatu masalah. Pendekatan problem based learning ini sesuai untuk mata pelajaran Fisika, tetapi implementasi pendekatan ini jarang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan karena problem based learning memerlukan keterampilan guru untuk menyajikan masalah yang bersifat kontekstual untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan dalam mempelajari suatu materi. Masalah yang terjadi adalah sulitnya untuk mencari masalah yang bersifat kontekstual yang dapat mengarahkan pembelajaran Fisika pada suatu materi tertentu. Masalah lain pelaksanaan problem based learning dalam Fisika adalah menuntut kemampuan siswa untuk berfikir tingkat tinggi yaitu kemampuan berfikir untuk memecahkan masalah. Untuk dapat mencapai kemampuan berfikir tersebut, guru harus mendesain pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan proses pemecahan dengan baik sehingga pembelajaran akan benar-benar bermakna bagi siswa. Selain pendekatan dalam proses belajar mengajar, metode mengajar juga perlu dipertimbangkan keefektifannya sehingga dapat memberikan proses dan hasil yang baik dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dan dapat dikembangkan dalam proses belajar mengajar Fisika antara lain adalah metode eksperimen. Syaiful Sagala (2009: 220) menyatakan bahwa, ”metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan commit to user sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari”. Hal ini berarti dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 metode eksperimen siswa diberi kesempatan untuk mengalami dan melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, fenomena, atau suatu konsep. Metode eksperimen ini sesuai untuk diaplikasikan dalam pembelajaran Fisika. Metode eksperimen ini jarang digunakan dalam proses pembelajaran karena diperlukan persiapan-persiapan yang cukup matang untuk mendesain dan menyajikan suatu fenomena Fisika dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan guru jarang mengaplikasikan metode eksperimen dalam pembelajaran. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah media pembelajaran. Robert Heinich (2005: 11) menyatakan tentang media yaitu, ”media is means of communication and source of information”. Jadi media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sumber informasi dan komunikasi. Dalam pembelajaran media memegang peranan yang sangat penting dan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas keberhasilan pembelajaran. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, saat ini banyak terdapat media yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah media komputer. Media komputer ini dapat dapat digunakan sebagai salah satu media yang inovatif dan interaktif dalam pembelajaran Fisika. Melalui media komputer dapat ditampilkan konsep-konsep Fisika baik berupa animasi simulasi, video, dan sebagainya yang dapat mempermudah siswa untuk menemukan dan mengkonstruk konsep dalam belajar. Penggunaan media komputer dalam pelaksanaannya belum dapat dimaksimalkan di kelas, meskipun saat ini hampir commit to user semua institusi pendidikan termasuk sekolah memiliki fasilitas komputer yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 cukup baik. Komputer sebagai alat bantu pembelajaran hanya menjadi media pengganti papan tulis, belum dimaksimalkan fungsinya untuk membangun konsep siswa khususnya dalam pembelajaran Fisika. Penggunaan media pembelajaran harus disesuaikan dengan pendekatan metode yang digunakan. Media pembelajaran Fisika berbasis komputer yang sesuai dengan problem based learning dan metode eksperimen yaitu Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). Simulation Based Laboratory (SBL) merupakan simulasi laboratorium yang berisi percobaan Fisika yang dapat dikontrol variabel-variabelnya. Dalam SBL digunakan salah satu software simulasi Fisika yaitu PhET (Physics Education Technology). Melalui SBL dengan bantuan PhET ini siswa dapat melakukan interaksi melalui gambar dan kontrol-kontrol intuitif yang di dalamnya memuat klik dan seret (click and drag), saklar geser dan tombol-tombol interaktif lainnya. Dengan animasi yang disajikan para siswa dapat menyelidiki sebab dan akibat pada fenomena yang disajikan. Selain itu untuk eksplorasi kuantitatif seperti eksperimen di laboratorium nyata, simulasi-simulasi PhET memiliki instrumen-instrumen pengukuran seperti penggaris, stopwatch, voltmeter, termometer,dan sebagainya. Finkelstein, dkk. (2004) telah melakukan pengujian efek simulasi komputer sebagai pengganti laboratorium nyata dalam pembelajaran Fisika di kelas dan memperoleh hasil siswa yang diajar melalui simulasi mendapatkan hasil belajar yang luar biasa dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan laboratorium nyata. Virtual Based Laboratory (VBL) merupakan laboratorium berbasis video commit to user dengan gejala Fisika secara nyata didokumentasikan melalui video kemudian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 dengan menggunakan bantuan komputer gejala tersebut dapat dianalisis untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel fisisnya. VBL mampu menyajikan gejala fisika nyata dan berbagai bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan) secara simultan, yang dapat dilakukan secara interaktif. VBL merupakan alat yang mampu memadukan aspek teoritik dan eksperimental dalam pembelajaran Fisika. Dengan demikian, peserta didik dapat memperolah dan mengkonstruksi pengetahuannya melalui keterpaduan kegiatan kajian teoritik dan eksperimen. Penggunaan metode eksperimen melalui media SBL dan VBL dalam pembelajaran Fisika sangat membantu siswa belajar dalam menemukan konsep. Tetapi penggunaan media ini sangat jarang digunakan di kelas. Guru cenderung memilih media konvensional dalam melakukan proses pembelajaran. Melihat kenyataan ini, berarti pembelajaran belum dijalankan sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak menyukai Fisika dan menjadikan Fisika sebagai mata pelajaran yang susah untuk dipelajari (Muhamad Naim, 2009). Siswa menganggap bahwa pelajaran Fisika menjadi pelajaran yang tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan dibenci sehingga nilai Fisika untuk sebagaian besar siswa masih rendah. Sebagaimana diuraikan di atas bahwa salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Kemampuan analisis maupun kemampuan berfikir kreatif dalam taksonomi Bloom merupakan salah satu kemampuan berfikir tingkat tinggi (High Order Thinking). Kemampuan analisis merupakan keterampilan untuk commit to user merinci suatu konsep yang bersifat umum (general) menjadi komponen-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 komponen yang bersifat khusus. Selain kemampuan analisis, dalam pembelajaran perlu diperhatikan juga kemampuan berfikir kreatif siswa. Menurut Evans (1991) berfikir kreatif merupakan suatu aktivitas mental untuk membuat suatu hubungan (conection) yang terus menerus sehingga ditemukan kombinasi yang benar. Kombinasi dari suatu hubungan tersebut digunakan oleh seseorang untuk membuat suatu ide yang baru. Berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), maka kedua faktor ini perlu diperhatikan sebagai faktor penunjang siswa untuk memecahkan masalah yang merupakan tujuan dari pembelajaran berbasis masalah. Kemampuan analisis dan berfikir kreatif siswa ini perlu diperhatikan dalam pembelajaran, tetapi sebagian besar guru masih belum menyadari dan memperhatikan secara serius faktor ini sebagai salah satu penentu keberhasilan proses pembelajaran. Kemampuan analisis dan berfikir kreatif merupakan salah satu dari kemampuan siswa yang perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran Sains termasuk Fisika. Pada jenjang SMA khususnya kelas XI smester I terdapat berbagai macam materi pokok antara lain: kinematika dengan analisis vektor, gerak parabola, gravitasi newton, dan gerak harmonis sederhana. Masing-masing materi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga dalam pembelajaran semestinya menggunakan pendekatan, metode, serta media pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing materi. Namun pelaksanaannya, materi tersebut dibelajarkan dengan metode yang sama yaitu metode konvensional berupa ceramah yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa salah satu materi yang diajarkan di jenjang sekolah menengah atas khususnya untuk kelas XI semester I adalah gerak harmonis sederhana. Gerak harmonis sederhana (GHS) merupakan materi Fisika yang bersifat konkrit dan dapat diamati secara langsung fenomenanya. Gerak harmonis sederhana merupakan salah satu materi yang penting dalam Fisika, sehingga siswa diharapkan dapat menguasai konsep materi ini dengan benar. Materi GHS didalamnya mencakup elastisitas, gerak harmonis pada sistem bandul matematis, dan gerak harmonis pada sistem massa pegas, dan energi pada gerak harmonis. Karena karaktersitik materi yang bersifat konkrit maka pembelajaran yang seharusnya dilakukan adalah pembelajaran yang siswa dapat mengamati secara langsung peristiwa atau gejala yang terjadi. Sehingga metode eksperimen dengan SBL dan VBL cocok untuk diterapkan dalam membelajarkan materi GHS ini. Pemilihan
materi
gerak
harmonis
yang
dapat
diamati
dan
dieksperimenkan diharapkan sejalan dengan bentuk pengetahuan menurut teori belajar Piaget. Gerak harmonis merupakan materi yang dapat diperoleh melalui pengamatan secara fisik yang dapat dilakukan dengan eksperimen (physical knowledge) yang dilakukan secara berkelompok atau mandiri. Dalam pelaksanaan eksperimen tersebut dipeerlukan kemampuan kerjasama antarsiswa maupun siswa dengan guru (social knowledge). Dalam merancang suatu eksperimen, diperlukan keterampilan berfikir kreatif siswa untuk mendesain variabel dan percobaan agar diperoleh kesimpulan yang benar. Selain itu, dalam konten materi di dalamnya terdapat suatu persamaan matematis yang berbentuk kemampuan matematis commit to user (logico-mathematical
knowledge).
Hal
ini
dapat
melatih
siswa
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 menggunakan kemampuan analisisnya untuk menunjukkan hubungan antara persamaan matematis dengan kondisi fisis dalam percobaan.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Hasil survey TIMSS tahun 2007 menunjukkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia yang relatif rendah dibanding negara lain perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan. 2. Orientasi tujuan pembelajaran yang terjadi masih dalam pengembangan aspek pengetahuan, aspek lain seperti mendidik manusia menjadi insan kreatif belum dilaksanakan. Hal ini tidak sesuai sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3. Dalam proses pembelajaran Fisika, pendekatan dan metode inovatif seperti problem based learning dan eksperimen masih jarang digunakan oleh guru. Pendekatan
serta
metode
konvensional
masih
mendominasi
proses
pembelajaran Fisika saat ini. 4. Kecenderungan manusia yang mudah putus asa dan tidak terampil dalam menyelesaikan masalah sehingga diperlukan pembelajaran yang melatih sejak dini untuk terampil dalam memecahkan masalah. 5. Pemilihan pendekatan, metode pembelajaran dan media belum disesuaikan dengan karakteristik materi maupun karakteristik siswa. Tidak semua pendekatan dan metode pembelajaran dapat digunakan untuk membelajarkan commit to user Fisika. Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Fisika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 antara lain pendekatan: keterampilan proses, inquiry terbimbing, inquiry, Problem Based Learning (PBL), dan Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain metode: eksperimen, demonstrasi, diskusi. 6. Media pembelajaran inovatif seperti simulasi komputer, video, animasi, power point, dan komik belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran Fisika. Guru lebih banyak menggunakan media konvensional dalam proses pembelajaran. 7. Belum diperhatikannya faktor eksternal dan internal siswa yang menjadi faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan selanjutnya akan menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Faktor tersebut antara lain: gaya belajar, motivasi belajar, logika berfikir, kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif, media pembelajaran, suasana kelas, dan fasilitas. 8. Mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan tidak menarik oleh sebagian besar siswa di sekolah. 9. Materi pelajaran kelas XI SMA semester I meliputi: kinematika dengan analisis vektor, gerak parabola, gravitasi newton, dan gerak harmonis sederhana belum diajarkan sesuai dengan karakterisitik materi. 10. Prestasi belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, serta psikomotor masih tergolong rendah di sekolah. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas, maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 1. Pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika ialah problem based learning (PBL) 2. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika ialah metode eksperimen. 3. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika adalah Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). 4. Kemampuan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut. Kemampuan analisis ini dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah. 5. Kemampuan berfikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menghasilkan banyak kemungkinan jawaban dan cara dalam memecahkan suatu masalah. Kemampuan berfikir kreatif ini dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah. 6. Indikator efektifitas belajar adalah prestasi belajar siswa yang mencakup aspek kognitif dan efektif. 7. Materi Fisika yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah gerak harmonis. D. Perumusan Masalah Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi perlakuan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL)? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 2. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan rendah? 3. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi dan rendah? 4. Adakah interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa? 5. Adakah interaksi antara penggunaan problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa? 6. Adakah interaksi antara kemampuan analisis dengan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa? 7. Adakah interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perbedaan prestasi belajar siswa antara problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). 2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan rendah? 3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi dan rendah?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 4. Interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa? 5. Interaksi antara penggunaan problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa? 6. Interaksi antara kemampuan analisis dengan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa? 7. Interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa?
F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada dunia pendidikan. Manfaat yang dapat diharapkan adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Menambah penelitian mengenai penerapan Problem Based Learning dan metode eksperimen dalam pembelajaran Fisika. b. Menambah
penelitian
mengenai
kemampuan
analisis
siswa
dan
kemampuan berfikir kreatif siswa sebagai faktor pendukung keberhasilan pembelajaran Fisika. c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan bagi guru untuk menerapkan Problem Based commit to user Learning dan metode eksperimen dalam pembelajaran Fisika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 b. Memberikan informasi bagi guru pentingnya kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa sebagai faktor pendukung keberhasilan pembelajaran Fisika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan salah satu komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi baik yang bersifat eksplisit maupun implisit. Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar, sehingga proses belajar merupakan proses yang abstrak. Menurut W. S. Winkel (1991: 36) “belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap”. Jadi, menurut pendapat ini bahwa aktivitas belajar tergolong aktivitas mental bukan fisik yang menghasilkan perubahan melalui interaksi dengan lingkungan. Sedikit berbeda dengan pendapat di atas, Arthur T. Jersild dalam Syaiful Sagala (2009: 12) menyatakan bahwa belajar adalah, “modification of behaviour through experience and training”. Jadi, belajar merupakan aktivitas yang berdampak pada perubahan tingkah laku karena pengalaman atau latihan-latihan, sehingga proses belajar juga merupakan aktivitas fisik, bukan semata-mata aktivitas psikis atau mental. Sejalan dengan dengan pendapat tersebut, Cronbach sebagaimana dikutip oleh Sardiman A. M. (2004: 20) menyatakan bahwa, ”Learning is shown by a change in behaviour as a result of experience”. Jadi dapat dikatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari commit to user suatu pengalaman. 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 Merangkum dari pendapat Syaiful Sagala (2009: 12) bahwa belajar merupakan kegiatan individu baik kegiatan psikis maupun fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral untuk memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Jadi, belajar merupakan kegiatan individu yang terpadu (mental dan fisik) untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan. Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses aktivitas mental dan fisik yang terpadu yang dialami seseorang melalui interaksi aktif dengan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan
yang
menghasilkan
perubahan-perubahan
dalam
pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Belajar dalam penelitian ini dikhususkan pada belajar Fisika. Fisika memiliki karakteristik yang khas yang terdiri dari tiga aspek yaitu produk Fisika, proses Fisika, dan sikap Fisika. Teori belajar yang diuraikan di atas relevan dengan karakteristik belajar Fisika. Produk Fisika mengarah pada hasil yang diperoleh setelah belajar Fisika yang berupa pengetahuan atau pemahaman. Proses Fisika mengarah pada aktivitas baik mental maupun fisik dalam belajar Fisika, dan sikap Fisika mengarah pada perubahan tingkah laku yang berupa nilai-nilai sikap (attitude). b. Teori-Teori Belajar Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Di sini penulis mengggunakan teori belajar Piaget, Vygotsky, Bruner, dan Gagne. Pemilihan teori-teori belajar tersebut didasarkan pada kesesuaian dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 pendekatan metode mengajar yang digunakan penulis pada penelitian. Penjelasan untuk masing-masing teori belajar adalah sebagai berikut. 1) Teori Belajar Menurut Piaget Menurut Jean Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual. Masing-masing tingkat perkembangan tersebut dijelaskan oleh Ratna Wilis Dahar dalam bukunya Teori-Teori Belajar (1989: 152-155). Berikut ini diuraikan beberapa hal penting yang menjadi inti dari masing-masing tingkat perkembangan tersebut. Menurut Piaget tahap pertama perkembangan intelektual individu adalah tingkat sensori-motor (pada usia 0-2 tahun). Pada tahap ini anak mengenal lingkungannya dengan menggunakan kemampuan panca inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motorik). Tahapan selanjutnya adalah tingkat praoperasional (pada usia 2-7 tahun). Pada tahap ini disebut pra-operasional karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti menambah atau mengurangi. Pada usia 2-4 tahun, anak mengalami sub-tingkat pra-logis. Anak pada tingkat ini memiliki penalaran transduktif, yaitu anak melihat hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pada usia 4 -7 tahun anak mengalami tingkat berpikir intuitif. Ciri yang lain pada anak pada tingkat pra-operasional adalah tidak dapat berpikir reversibel dan bersifat egosentris. Tingkatan ketiga menurut Piaget adalah tingkat operasional konkret (pada usia 711 tahun). Pada tingkat ini anak mulai berpikir rasional. Dalam memecahkan masalah yang konkret anak dapat mengambil keputusan secara logis. Namun demikian anak pada tahap ini belum mampu untuk berpikir dengan materi yang commit to user abstrak. Tingkat yang terakhir adalah tingkat operasi formal (pada usia 11 tahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 ke atas). Pada tahap ini, anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah memiliki kemampuan berpikir abstrak. Teori belajar Piaget tentang perkembangan intelektual sesuai untuk penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada siswa tingkat SMA yang menurut Piaget berada pada tingkat Operasional Formal. Pada tingkat ini siswa telah memiliki kemampuan berfikir abstrak salah satunya adalah kemampuan untuk menganalisis suatu permasalahan maupun kemampuan berfikir kreatif. Implementasi teori ini dalam penelitian adalah dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mampu berfikir dalam menganalisis dan memecahkan suatu masalah sesuai dengan hakikat dari problem based learning. Selain itu siswa juga dilatih untuk berfikir kreatif untuk menemukan berbagai alternatif jawaban suatu permasalahan yang disajikan. Kemampuan berfikir kreatif dan menganalisis suatu masalah ini merupakan salah satu bentuk dari berfikir tingkat tinggi (High Order Thinking) yang diperlukan dalam pembelajaran Sains termasuk di dalamnya adalah Fisika. 2) Teori Belajar Menurut Vygotsky Menurut pandangan Lev Vygotsky perkembangan intelektual pada individu
terjadi
ketika
individu
menghadapi
pengalaman
baru
yang
membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman tentang sesuatu, individu akan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan baru yang mereka temukan dan akan dikontruksi makna yang baru. Ide Vygotsky ini hampir sama dengan ide Piget, commit to user hanya
saja
Vygotsky
menekankan
pentingnya
interaksi
sosial
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 perkembangan intelektual seseorang, sedangkan menurut Piaget perkembangan intelektual seseorang terlepas dari konteks sosialnya. Menurut Vygotsky, individu memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Dalam Richard I. Arends (2008: 47) dijelaskan kedua tingkat perkembangan tersebut sebagai berikut. “Tingkat perkembangan aktual menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dapat dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak di antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial disebut sebagai zone of proximal development.” Teori belajar Vygotsky sesuai untuk diaplikasikan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini
pembelajaran dimulai
dengan memberikan
suatu
permasalahan kepada siswa. Masalah ini merupakan pengalaman yang baru dan membingungkan bagi siswa. Melalui masalah ini siswa akan di ajak untuk mencari penyelesaiannya baik secara mandiri maupun dengan bekerja sama dengan siswa lain. Penyelesaian permasalahan secara mandiri ini menempatkan siswa pada tingkat perkembangan aktualnya sedangkan penyelesaian masalah dengan bekerja sama menempatkan siswa pada tingkat perkembangan potensialnya. 3) Teori Belajar Menurut Bruner commit to user Teori belajar Jerome Bruner dikenal dengan teori belajar penemuan atau discovery learning.
Bruner menekankan pentingnya model pengajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi (personal discovery). Teori ini mengisyaratkan bahwa tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengarah pada penciptaan (invention) dan penemuan (discovery) pengetahuan. Dalam melaksanakan belajar penemuan atau discovery learning ini Bruner menekankan penalaran induktif dan proses penyelidikan yang merupakan karakteristik dari metode ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan akan lebih bermakna bagi siswa karena belajar penemuan memiliki kelebihan-kelebihan. Sebagaimana diterangkan oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 103) bahwa belajar penemuan memiliki beberapa kelebihan yaitu: “Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya, Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.” Teori Bruner sering digunakan untuk melaksanakan pembelajaran Fisika karena sesuai dengan karakterisitik Fisika. Teori belajar Bruner ini selain dapat digunakan untuk menilai kemampuan kognitif juga memungkinkan untuk melakukan penilaian afektif maupun psikomotor. Dicle dari University Turki yaitu Nail Ozek melakukan penelitian yang berjudul Use of J. Bruner’s learning theory in a physical experimental activity. Hasil penelitiannya yang dimuat dalam commit to user salah satu jurnal internasional (Nail Ozek, 2005: 19) menyatakan bahwa saat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 terjadi pembelajaran dengan menggunakan teori belajar Bruner ”.. the participants cognitive, sensorial and psychomotor skills were investigated”. Teori belajar Bruner sesuai untuk dilaksanakan dalam penelitian ini. Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak serta merta memberikan sebuah konsep Fisika yang utuh kepada siswa. Namun, siswa diberi kebebasan untuk menemukan konsep berdasarkan masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran. Proses penemuan jawaban atas permasalahan yang diberikan membutuhkan kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa untuk menemukan berbagai alternatif jawanan yang mungkin. 4) Teori Belajar Menurut Gagne Teori belajar Robert M. Gagne dikenal sebagai teori belajar pemrosesan informasi. Gagne mengemukakan bahwa dalam tindakan belajar (learning act) ada delapan fase yang dilalui oleh siswa. Fase-fase itu merupakan kejadiankejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Setiap fase juga mengisyaratkan adanya suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa (proses internal). Kedelapan fase tersebut dijelaskan oleh Ratna Wilis Dahar dalam bukunya Teori-Teori Belajar (1989: 141-143). Berikut ini diuraikan beberapa hal penting yang menjadi inti dari masing-masing fase tersebut. Fase pertama menurut Gagne adalah fase motivasi. Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan adanya harapan. Misalnya, siswa dapat mengharapkan
bahwa
dengan
belajar
sungguh-sungguh
mereka
akan
mendapatkan nilai yang baik. Selanjutnya fase yang kedua adalah fase pengenalan (aprehending). Dalam fase ini siswa memperhatikan aspek-aspek yang penting commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, guru dapat pula membantu memusatkan perhatian siswa tersebut terhadap informasi yang relevan. Setelah siswa melewati fase pengenalan, maka tahapan yang ketiga adalah fase perolehan (acquisition). Dalam fase ini informasi relevan yang telah diperhatikan siswa tidak langsung disimpan dalam memori melainkan dikaitkan dengan informasi yang telah ada dalam memorinya agar menjadi bermakna bagi dirinya. Dengan demikian, siswa dapat membentuk gambaran-gambaran tentang informasi tersebut. Informasi yang menurut siswa sebagi informasi yang baru harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Hal ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (reherseal) atau praktek (practice). Fase ini menurut Gagne disebut sebagai fase retensi (retention). Jika informasi sudah tersimpan dalam long term memory siswa, maka tahapan selanjutnya adalah fase pemanggilan (Recall). Fase ini menunjukkan bagian penting dalam belajar yakni upaya memperoleh hubungan dengan informasi yang telah dipelajari dengan memanggil informasi tersebut dari memori jangka panjang. Materi yang terstruktur dengan baik akan lebih mudah dipanggil dari pada materi yang disajikan tidak teratur. Tahapan berikutnya menurut Gagne adalah fase generalisasi. Generalisasi atau transfer informasi merupakan upaya menerapkan suatu informasi ke dalam situasi-situasi baru. Hal ini merupakan fase kritis dalam belajar. Setelah memperoleh informasi dan sudah tersimpan dengan baik di memori siswa maka siswa harus menunjukkan kemampuan yang mereka peroleh setelah belajar melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah belajar tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 alat termometer siswa mampu menunjukkan cara pengukuran suhu suatu benda dengan benar. Fase ini disebut sebagai fase penampilan. Fase terakhir adalah umpan balik. Siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilannya sehingga mereka mengetahui sudah benar atau belum pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement (penguatan) kepada mereka untuk penampilan yang berhasil. Menurut Gagne dalam proses belajar dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal. Kondisi eksternal akan berpengaruh terhadap kondisi internal. Hal ini sesuai dengan analisis dari Ella Yulaelawati (2004: 79) yang menjelaskan hubungan antara kondisi internal dan eksternal yang disajikan dalam Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Kejadian Eksternal Berpengaruh Terhadap Proses Internal Proses Internal Kejadian Eksternal Perhatian Perubahan stimulus yang membangunkan perhatian Pemilihan persepsi Meningkatkan dan membedakan sifat-sifat objek Pengkodean Semantik Intsruksi verbal, gambar, dan diagram menunjukkan skema pengkodean Perolehan Informasi Isyarat , organ yang membantu ingatan dan pengelolaan Pengelolaan Respon Instruksi verbal tentang tujuan akan menjelaskan pebelajar tentang kinerja kelas Proses Pengawasan Instruktur membangun susunan yang dapat mengaktifkan dan menentukan strategi, misalnya memperagakan suatu keterampilan Harapan Menjelaskan pebelajar tentang tujuan untuk memenuhi berbagai harapan khusus
Tabel 2.1 menjelaskan hubungan antara proses internal pada seseorang yang berpengaruh terhadap kejian eksternal. Jika kedua kondisi belajar, yaitu kondisi internal dan ekternal ini direncanakan dan diorganisasi dengan baik, maka akan terjadi proses pembelajaran yang baik commit to dan userbermakna bagi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 Teori belajar Gagne sesuai untuk diaplikasikan dalam penelitian ini. Dalam penelitian, proses pembelajaran dimulai dengan pemberian motivasi pada siswa untuk mengajak siswa pada materi yang akan dipelajari dan diakhiri dengan adanya feedback atau umpan balik setelah pembelajaran dilakukan. Hal ini sesuai dengan fase belajar menurut Gagne. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Belajar merupakan aktivitas kompleks yang terjadi pada seseorang, sehingga banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Sardiman A. M. (2004: 39) dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor intern (berasal dari dalam diri siswa) dan faktor ekstern (berasal dari luar diri siswa). Faktor intern menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis merupakan faktor yang berkaitan dengan kondisi jasmaniah siswa. Menurut Slameto (2003: 54), faktor fisiologis terdiri dari faktor kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis merupakan faktor yang berkaitan dengan kondisi psikis dari siswa. Banyak klasifikasi yang dilakukan oleh para ahli berkaitan dengan faktor psikologis dalam belajar. Slameto (2003: 55) menyebutkan bahwa faktor psikologis yang mempengaruhi belajar antara lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Selain itu faktor lain yang termasuk dalam faktor intern adalah kemampuan analisis siswa serta kemampuan berfikir kreatif siswa siswa. Faktor ekstern yang mempengaruhi belajar berkaitan dengan faktorfaktor yang berasal dari luar diri siswa. Menurut Slameto (2003: 60), faktor commit to user ekstern yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa dapat berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar antara lain kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Dari uraian di atas, dapat simpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sedangkan faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa. d. Tujuan Belajar Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting. Semua komponen dalam sistem pembelajaran harus didasarkan pada tujuan belajar. Tujuan belajar adalah hasil belajar yang akan dicapai siswa setelah siswa mengalami atau melewati proses belajar. Tujuan belajar bermacam-macam dan bervariasi, tetapi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tujuan belajar yang secara eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional atau instructional effect dan tujuan belajar yang merupakan hasil sampingan atau nurturant effect. Instructional effect biasanya berbentuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 pengetahuan dan keterampilan sedangkan nurturant effect biasanya berbentuk sikap. Berkaitan dengan tujuan belajar, Sardiman A. M. (2001: 28-29) tujuan belajar secara umum adalah (1) Untuk mendapatkan pengetahuan, tujuan ini ditandai
dengan
kemampuan
berpikir.
Tujuan
inilah
yang
memiliki
kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar, (2) Penanaman konsep dan keterampilan (3) Pembentukan sikap hal ini berati pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai atau transfer of values. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah mendapat pengetahuan, keterampilan, dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai. 2. Hakikat Mengajar Mengajar merupakan usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu dan membimbing siswa agar siswa belajar. Syaiful Sagala (2009: 9) menyatakan bahwa, ”Mengajar pada hakikatnya merupakan suatu proses mengatur, mengorganisasi, lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar”. Jadi menurut pengertian ini, mengajar lebih menekankan pentingnya mengorganisasi lingkungan agar dapat mendorong siswa untuk belajar. Sedangkan menurut William H. Burton sebagaimana dikutip oleh Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin (1989: 26) menyatakan bahwa "Mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Pengertian ini menitikberatkan mengajar pada pemberian stimulus dan dorongan kepada siswa commit to user agar siswa belajar. Lain halnya dengan pendapat Richard I. Arends (2008: 112)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 yang menyatakan bahwa ” ... mengajar adalah proses mengupayakan pertumbuhan yang lebih tinggi pada diri siswa”. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa mengajar merupakan segala upaya untuk membuat siswa mengalami pertumbuhan yang diperolehnya melalui proses belajar. Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan upaya untuk menciptakan kondisi belajar yang sebaikbaiknya dengan cara mengatur dan mengorganisasi lingkungan belajar serta memberikan stimulus kepada siswa sehingga akan menumbuhkan dorongan pada siswa untuk belajar. Kondisi yang baik dapat tercipta jika guru dapat mengatur, mengorganisasi, dan memanfaatkan lingkungan dengan sebaik-baiknya. 3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Pendekatan pembelajaran adalah salah satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh atau cara yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Dalam
dunia
pendidikan,
banyak
sekali
dikenal
pendekatan
pembelajaran. Tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Teacher Centered Learning (TCL) dan Student Centered Learning (SCL). Saat ini pendekatan pembelajaran yang sedang berkembang adalah SCL. Dalam SCL lebih lanjut dikenal berbagai macam pendekatan antara lain pendekatan keterampilan proses,
pendekatan
kontekstual,
pendekatan
kontruktivisme,
pendekatan
kooperatif, pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan sebagainya. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah problem commit to user based learning atau pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 a. Pendekatan Problem Based Learning Pendekatan problem based learning atau pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu contoh dari pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam kegiatan pembelajaran siswa merupakan subjek pembelajaran dan menduduki posisi yang amat penting. Problem based learning menurut Richard I. Arends (2008: 41) adalah ”pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”. Dalam pembelajaran siswa diberi permasalahan terlebih dahulu di awal pembelajaran selanjutnya masalah tersebut diinvestigasi dan dianalisis untuk dicari penyelesaian atau solusinya. Masalah yang disajikan adalah masalah yang biasa siswa lihat atau siwa alami dalam kehidupan seharihari (kontekstual). Jadi, peran guru dalam pembelajaran adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Problem based learning bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan melatih belajar tentang menyelidiki permasalahanpermasalahan penting yang kontekstual serta melatih siswa untuk menjadi individu yang mandiri. Hal ini sesuai dengan rumusan problem based learning menurut Depdiknas yaitu ”Problem based learning membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 Sebagaimana pendekatan pembelajaran yang lain, problem based learning juga mempunyai tahapan atau sintaks dalam pelaksanaannya. Sintaks untuk problem based learning menurut Richard I. Arends (2008: 57) terdiri dari lima fase. Pada Tabel 2.2 disajikan sintaks pelaksanaan problem based learning. Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning Fase Perilaku Guru Fase 1 : Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan Memberikan orientasi tentang berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi permasalahan kepada siswa siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2 : Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan Mengorganisasi siswa untuk meneliti mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Fase 3 : Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi Membantu investigasi mandiri dan yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari kelompok penjelasan dan solusi. Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan
Tabel 2.2 menjelaskan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk setiap fase yang terdapat dalam problem based learning. Problem based learning merupakan pendekatan pembelajaran yang cukup baik dan efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Tetapi, Problem based learning juga mempunyai beberapa keterbatasan. Wina Sanjaya (2009: 221) menguraikan keterbatasan dari problem based learning yaitu: (1) siswa merasa enggan untuk mencoba jika siswa tidak mempunyai minat dan kepercayaan diri untuk memecahkan masalah yang sulit; (2) keberhasilan problem based learning memerlukan waktu yang cukup lama untuk persiapan; (3) tanpa pemamahan pemecahan masalah yang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang commit to user mereka sedang pelajari.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 Pada intinya problem based learning merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran. Kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari pemecahan masalah tersebut oleh siswa. Problem based learning tidak dirancang untuk membantu guru untuk menyampaikan informasi dalam jumlah yang besar kepada siswa. Problem based learning benar-benar dirancang untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya untuk mempelajari peran orang dewasa melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan sehingga siswa akan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom. b. Komponen-komponen problem based learning Para ahli pengembang problem based learning seperti Gordon, et al., merumuskan komponen-komponen yang terdapat dalam problem based learning. Komponen tersebut sebagaimana dikutip oleh Richard I. Arends (2008: 42) adalah: (1) pertanyaan atau perangsang masalah; (2) fokus interdisipliner; (3) investigasi autentik; (4) produksi artefak dan exhibit; dan (5) kolaborasi. Dari lima komponen problem based learning tersebut, dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran siswa benar-benar dilibatkan secara aktif. Melalui pembelajaran siswa akan dilatih untuk berfikir dalam memecahkan suatu permasalahan baik secara individu maupun kelompok. Keterampilan berfikir memecahkan masalah ini merupakan salah satu keterampilan berfikir tingkat tinggi yang melibatkan self regulated dalam proses berfikir sehingga akan menjadikan siswa sebagai individu yang mandiri dan pembelajaran yang mereka commit to user peroleh akan benar-benar bermakna bagi mereka.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 4. Metode Pembelajaran Eksperimen Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam proses belajar mengajar selain tujuan, bahan, dan penilaian. Dalam interaksi belajar-mengajar siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan melalui bahan pengajaran yang dipelajari oleh siswa dan disampaikan oleh guru dengan metode tertentu. Berkaitan dengan metode pembelajaran Tardif dalam Muhibbin Syah (2008: 201) mendefinisikan metode pembelajaran sebagai ”cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa”. Sejalan dengan pendapat di atas, Wina Sanjaya (2009: 147) menyatakan bahwa metode pembelajaran “...merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.” Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan segala cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan suasana belajar yang mendukung sehingga akan tercapai tujuan belajar secara efektif dan efisien. Metode yang digunakan dalam pembelajaran bermacam-macam dan bervariasi jenisnya. Dalam penelitian ini dipilih metode pembelajaran eksperimen karena metode eksperimen sesuai dengan karakteristik pembelajaran Fisika. Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang sesuai untuk dikembangkan dan diterapkan dalam Fisika. Menurut Roestiyah (2001: 80) metode eksperimen adalah “suatu cara mengajar, di mana siswa commit to user melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru”. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Stephan Forster (2009: 111) yang menyatakan bahwa dalam metode eksperimen ”student is involved in finding out the answer to a given scientific problem and thus actually it is a type of discovery method”. Dalam pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen, siswa diberi pengalaman untuk mengalami sendiri tentang suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan tentang suatu objek keadaan. Pembelajaran dengan metode eksperimen mempunyai langkah-langkah atau sintaks. Menurut Stephan Forster (2009: 111), sintaks dalam metode eksperimen adalah (1) mengidentifikasi masalah; (2) mengajukan hipotesis yang akan di uji; (3) merencanakan eksperimen untuk menguji hipotesis yang diajukan; (3) mengumpulkan data lalu melakukan observasi dan interpretasi data; (5) menyimpulkan untuk menerima, menolak, atau memodifikasi hipotesis yang diajukan. Langkah-langkah yang digunakan dalam metode eksperimen sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya merupakan langkah yang diterapkan dalam metode ilmiah. Hal ini yang menjadikan metode eksperimen sesuai dengan karakteristik Fisika, karena penemuan konsep Fisika pada dasarnya adalah melalui metode ilmiah (scientific process) sebagaimana terdapat dalam metode eksperimen. Metode eksperimen mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain. Menurut Sudirman, Tabrani Rusyan, commit to user Zainal Arifin, dan Toto Fathoni (1987: 163) keunggulan metode eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 adalah metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku. Selanjutnya dengan metode eksperimen dapat dikembangkan sikap untuk mengadakan studi eksploratoris (menjelajahi) tentang sains dan teknologi; suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan. Dengan metode eksperimen akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya, yang diharapkan dapat membawa manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Keuntungan lain adalah hasil-hasil percobaan yang berharga yang ditemukan dari metode ini dapat memanfaatkan alam yang kaya ini untuk kemakmuran manusia. Selanjutnya metode eksperimen didukung oleh asas–asas didaktik modern, antara lain: siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian, siswa terhindar jauh dari verbalisme, memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis, mengembangkan sikap berpikir ilmiah, dan hasil belajar akan terjadi dalam bentuk retersi (tahan lama ingat) dan internalisasi (menyatu dengan jiwa raga siswa). Selain mempunyai kelebihan sebagaimana diuraikan di atas, metode eksperimen juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Stephan Forster (2009: 112) kelemahan metode eksperimen adalah: (1) memerlukan waktu yang lama; (2) tidak dapat menjadi metode yang baku dalam pembelajaran; (3) karena kurangnya pemaparan dari metode eksperimen, sebagian besar guru gagal mengimplementasikan dengan sukses; (4) metode eksperimen hanya sesuai untuk siswa yang cerdas dan kreatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Metode eksperimen dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan secara murni sesuai dengan rumusan yang sudah dijelaskan di atas. Hal ini dikarenakan keadaan di kelas dan materi pembelajaran tidak dapat sepenuhnya sesuai diberikan ke siswa dengan metode eksperimen. Oleh karena itu, pelaksanaan metode eksperimen ini perlu dimodifikasi untuk lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Modifikasi pelaksanaan metode eksperimen juga merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir kelemahan metode ini. Salah satu modifikasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan media komputer sebagai sarana atau alat eksperimen melalui simulasi maupun video sebagaimana
yang dilakukan
dalam
penelitian
ini.
Selain
itu, dalam
pelaksanaannya guru berfungsi sebagai pemandu dan fasilitator untuk membantu siswa dalam melaksanakan eksperimen. 5. Media Pembelajaran Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Menurut AECT (Association for Educational Communication and Technology) dalam Sri Anitah (2008: 1) mendefinisikan media merupakan “segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi”. Pendapat lain mengenai definisi media yang dikemukakan oleh Gerlach dan Ely dalam Sri Anitah (2008: 2) yaitu “media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau visual”. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 media merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan informasi lisan atau visual yang berbentuk alat mekanik, gambar, maupun alat elektronik. Dalam pembelajaran, penggunaan media merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Media yang digunakan dalam pembelajaran disebut sebagai media pembelajaran, sehingga media pembelajaran dapat didefinisikan sebagai media yang digunakan sebagai alat bantu guru dalam pembelajaran serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Menurut Sri Anitah (2007: 1), media pembelajaran dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu (1) media visual yang terdiri dari: (a) media visual yang tidak diproyeksikan dan (b) media visual yang diproyeksikan; (2) media audio; serta (3) media audiovisual. Kemajuan teknologi dewasa ini membawa dampak pada penggunaan media pembelajaran. Penggunaan teknologi dalam media pembelajaran salah satunya adalah dengan komputer yang semakin berkembang dan canggih. Menurut Widha Sunarno (2008: 15-16) dalam Paedagogia Jurnal Penelitian Pendidikan disebutkan bahwa komputer sebagai media pembelajaran (CAI) mempunyai beberapa keuntungan, seperti uraian berikut ini: “(a) media berbasis komputer dapat membantu siswa dan guru dalam pembelajaran. Hal ini karena komputer itu bersifat “sabar, cermat, dan mempunyai ingatan yang baik”; (b) CAI memiliki kemampuan yang dapat dimanfaatkan segera, seperti melakukan perhitungan atau mereproduksi grafik, memberikan gambaran secara ilustrasi dan memberikan bermacam – macam informasi; (c) CAI cukup fleksibel dalam pembelajaran, karena dapat diatur menurut keinginan pengguna; (d) CAI dan guru dalam commit pembelajaran to userdapat saling melengkapi jika guru atau murid belum dapat menjawab; (e) Selain itu komputer dapat memberikan nilai hasil pembelajaran dengan segera.”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dilihat bahwa media komputer sebagai media pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu dari pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran, khususnya Fisika adalah Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). 6. SBL (Simulation Based Laboratory) Simulation Based Laboratory merupakan simulasi laboratorium yang dijalankan melalui komputer dimana siswa dapt mengontrol variabel-variabel percobaan untuk mengetahui hubungan antar variabel melalui fenomena fisis yang disimulasikan. Dalam SBL digunakan salah satu software simulasi Fisika yaitu PhET (Physics Education Technology). PhET merupakan salah satu softwere pendidikan yang berisi simulasi suatu gejala atau fenomena fisis yang sesuai dengan perkembangan teknologi pembelajaran. PhET dikembangkan oleh Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at Boulder) dalam rangka menyediakan simulasi pengajaran dan pembelajaran Fisika berbasis laboratorium maya (virtual laboratory) yang memudahkan guru dan siswa jika digunakan untuk pembelajaran di ruang kelas. Simulasi PhET sangat mudah untuk digunakan. Simulasi ini ditulis dalam Java dan Flash dan dapat dijalankan dengan menggunakan web browser baku selama plug-in Flash dan Java sudah terpasang. Dengan kata lain, simulasisimulasi PhET merupakan simulasi yang ramah pengguna. Melalui SBL dengan bantuan PhET ini siswa dapat melakukan interaksi melalui gambar dan kontrol-kontrol interaktif yang di dalamnya memuat klik dan commit to user seret (click and drag), saklar geser dan tombol-tombol interaktif lainnya. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 animasi yang disajikan para siswa dapat menyelidiki sebab dan akibat pada fenomena yang disajikan. Selain itu untuk eksplorasi kuantitatif seperti eksperimen di laboratorium nyata, simulasi-simulasi PhET memiliki instrumeninstrumen pengukuran seperti penggaris, stop watch, voltmeter, termometer,dan sebagainya. Finkelstein, dkk. (2004) telah melakukan pengujian efek simulasi komputer sebagai pengganti laboratorium nyata dalam pembelajaran Fisika di kelas dan memperoleh hasil siswa yang diajar melalui simulasi mendapatkan hasil belajar yang luar biasa dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan laboratorium nyata. Penerapan SBL membuat gejala sains (Fisika) melalui simulasi dengan komputer yang bertumpu pada model matematis. Kekuatan utama dalam SBL adalah kemampuannya untuk membuat variasi parameter-parameter eksperimen untuk memunculkan respons yang berbeda dari besaran-besaran Fisika yang diamati. SBL dapat diterapkan untuk mempelajari konsep mengenai gerak harmonis sederhana dalam Fisika karena gerak harmonis sederhana mempunyai karakteristik konkrit sehingga dapat disimulasikan dengan mudah. Melalui SBL, maka siswa akan dapat memahami konsep dan hubungan dari parameterparameter fisis dalam gerak harmonis sederhana secara jelas dan lebih bermakna. 7. VBL (Video Based Laboratory) Video based laboratory (VBL) merupakan salah satu media dalam pembelajaran sains dengan menggunakan komputer. Video based laboratory dapat menjadi salah satu media yang efektif serta inovatif untuk membuat suasana pembelajaran sains menjadi aktif. Virtual Based Laboratory (VBL) merupakan commit to user laboratorium berbasis video dimana gejala Fisika secara nyata didokumentasikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 melalui video kemudian dengan menggunakan bantuan komputer gejala tersebut dapat dianalalisis untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel fisisnya. Video based laboratory dapat menganalisis dan membuat grafik serta interpretasi gejala Fisika yang berupa gejala gerak atau kinematika. Video based laboratory mempunyai keunggulan untuk diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Menurut Patterson, N. D dan Norwood, K. S. (2004) dalam salah satu jurnalnya menyebutkan bahwa salah satu kelebihan dalam VBL adalah MERs (Multiple External Representations). Dalam jurnal tersebut MERs yang dimaksud adalah: (1)the motion event itself, as it is presented in digital video format; (2) a numerical table of coordinates for position, velocity and acceleration; (3 graphs about several kinematics quantities. The MERs used in VBL are dynamically linked together, meaning that any change in one of them will be automatically and in real-time reflected upon the rest. Selain itu, Bosco, J. (1984) menyebutkan kelebihan lain dari VBL yaitu “Video Based Labs is their potential for studying real world, everyday scenes that are accurate and reliable representations of the world in which we live”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa VBL mampu menyajikan gejala fisika nyata dan berbagai bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan) secara simultan, yang dapat dilakukan secara
interaktif serta VBL mampu
memadukan aspek teoritik dan eksperimental dalam pembelajaran Fisika. Penggunaan VBL dalam pembelajaran Fisika dapat membantu siswa dan meminimalisir kebingungan siswa dalam membedakan dan menginterpretasikan grafik sebagaimana dikemukakan oleh Brungardth dan Zollman (1995) yaitu “real commit to user time analysis may result in increased student motivation, discussion, and less
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 confusion between velocity versus time and acceleration versus time graph than delay time student”. Selain itu melalui VBL siswa dapat lebih fokus dalam menganalisis data hasil percobaan yang diperoleh melalui fenomena nyata dalam kehidupan atau eksperimen yang sebenarnya. Dengan VBL siswa dapat mengumpulkan data kuantitatif dari suatu peristiwa yang kompleks. Video based learning dapat diterapkan dalam pembelajaran materi gerak harmonis sederhana karena pada dasarnya materi gerak harmonis termasuk dalam cakupan kinematika sehingga dalam analisisnya dapat melalui media VBL. Melalui VBL siswa akan dapat menemukan dan merumuskan konsep hubungan variabel yang terdapat dalam gerak harmonis sederhana seperti simpangan, kecepatan, percepatan. 8. Kemampuan Analisis Kemampuan analisis erat kaitannya dengan aktivitas berfikir seseorang. Liliasari (2001: 34) mengemukakan, berpikir merupakan inti pengaturan tindakan seseorang, sehingga semakin baik keterampilan berpikir seseorang, maka semakin baik kemampuannya dalam menyusun strategi dan taktik untuk berhasil. Kemampuan analisis merupakan salah satu bagian dari keterampilan berfikir seperti yang dirumuskan oleh Bloom. Tingkat keterampilan berfikir analisis merupakan keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking skill. Kemampuan analisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut commit to user ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Menurut (Harjasujana,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 1987: 44), pertanyaan analisis menghendaki agar pembaca mengidentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan. Sehingga harus di buat pertanyaan sedemikian rupa yang dapat menggiring siswa untuk menyimpulkan penyelesaian dari suatu permasalahan yang dikemukakan. Peter A. Facione (2011: 4) menyatakan bahwa keterampilan berpikir analisis yang merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis sangat disarankan untuk dikembangkan dalam memahamkan konsep-konsep. Menurut Peter A Facione, analisis adalah mengidentifikasi maksud dan hubungan diantara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi dan bentuk lainnya yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keputusan, pengalaman, alasan, informasi dan opini. Wenglinsky dalam James Allen (2004: 16-17) menegaskan bahwa pembelajaran dengan mengutamakan kemampuan analisis mampu mendukung tercapainya prestasi belajar yang lebih tinggi. Pendapat ini sejalan dengan hakikat sains termasuk Fisika yang di dalamnya menghendaki keterampilan berfikir analisis untuk menemukan maupun menjelaskan berbagai konsep. University of Wisconsin Colleges (2007) mengeluarkan standar assessmen untuk kemampuan analisis (analytical skill) yang mencakup tujuh komponen yang disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 menyajikan komponen yang terdapat dalam kemampuan analisis dan indikator yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengukuran tiap-tiap komponen tersebut. Kemampuan analisis memiliki peran penting terhadap tercapainya tujuan belajar. Selama ini, kemampuan analisis siswa belum diperhatikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan commit to user belajar siswa. Berkaitan dengan problem based learning dan eksperimen sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 pendekatan dan metode yang digunkan dalam penelitian ini, maka kemampuan analisis ini merupakan faktor yang diperlukan oleh siswa untuk memecahkan masalah yang disajikan dalam pembelajaran. Dalam metode eksperimen siswa diharuskan untuk dapat menganalisis informasi, data dan fakta yang diperoleh melalui eksperimen untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Tabel 2.3. Komponen Kemampuan Analisis Siswa Komponen Menginterpretasikan informasi dan ide-ide
Menganalisis dan mengevaluasi pendapat Mengkonstruks pendapat untuk mendukung kesimpulan
Memilih metodologi
Mengintegrasi pengetahuan dan pengalaman untuk dapat menyelesaikan masalah Menyusun dan mendukung hipotesis Mengumpulkan dan menilai informasi dari media cetak,elektronik, dan observasi
Indikator Kompetensi Menginterpretasi informasi dan gagasan (bukti, pernyataan, grafik dan persamaan) secara memadai Menginterpretasi informasi dan gagasan secara akurat Menarik kesimpulan Mengidentifikasi kesalahan secara akurat Mendeteksi adanya penyimpangan Kesimpulan dari pendapat yang diberikan dapat diterima dengan jelas meskipun mungkin terdapat beberapa ambiguitas Sebagian besar pendapat mendukung kesimpulan tetapi ada beberapa bahan yang Pendapat didukung dengan beberapa bukti yang kuat untuk pengambilan kesimpulan Pendapat yang diberikan setuju dengan adanya kompleksitas terhadap suatu permasalahan Pendapat yang diberikan menerima adanya pendapat lawan yang potensial lalu menawarkan beberapa respon yang positif Siswa menunjukkan pemahaman tentang konsep dari berbagai metodologi untuk memecahkan masalah Penerapan metode yang dipilih benar dan didokumentasikan Solusi: Solusi yang diusulkan membahas aspek kunci dari masalah Memberikan pemikiran mengenai strategi yang akan diimplikasikan Hipotesis menunjukkan pemahaman konsep yang benar Hipotesis dapat diuji Dapat mengartikulasikan reliabilitas seluruh atau sebagian sumber
Berdasarkan uraian diatascommit yang todimaksud kemampuan analisis adalah user keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Komponen kemampuan analisis yang dimaksud adalah mengintepretasi data, menjelaskan hubungan sebab akibat, mendiagnosis ada dan tidaknya keterkaitan antara pernyataan sebab dan akibat, menyimpulkan informasi
yang berupa data, tabel, dan gambar, serta
mengklasifikasikan serangkaian informasi ke dalam bagian-bagian yang terpisah. Kata kerja operasional kemampuan analisis yang akan digunakan sebagai instrumen untuk membedakan siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan rendah adalah menganalisis, memecahkan, mendeteksi, mendiagnosis, menyeleksi, memerinci, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan, menguji, menyimpulkan, menemukan, menelaah, mengaitkan, dan memilih. 9. Kemampuan Berfikir Kreatif Kemampuan berfikir kreatif merupakan salah satu ketrampilan berfikir yang berkaitan dengan keterampilan berfikir menurut Bloom yang telah direvisi oleh Anderson yaitu to create atau mencipta. Mencipta mengandung arti memunculkan sesuatu ide, gagasan, produk, maupun pendapat yang baru berdasarkan ide-ide yang sudah dialami atau diketahui. Evans (1991) mendefinisikan bahwa berfikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan (connection) yang terus menerus (kontinu) sehingga ditemukan suatu kombinasi yang benar. Pendapat lain dikemukakan oleh Pehkonen (1997 : 65) yang mendefinisikan bahwa berfikir kreatif sebagai suatu kombinasi antara berfikir logis dan berfikir divergen yang didasarkan pada intuisi tapi masih dalam kesadaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berfikir kreatif merupakan proses berfikir untuk membuat hubungan ide atau konsep yang sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 diketahui dan memunculkan ide atau konsep baru sebagai hasil dari kombinasi ide-ide yang telah dimiliki. Berfikir kreatif merupakan salah satu keterampilan yang diperlukan dalam pembelajaran Fisika. Berfikir kreatif secara jangka panjang dapat memunculkan kemampuan berfikir reflektif dan menemukan keaslian (originality). Kemampuan berfikir kreatif dapat dikembangkan dengan cara belajar Sains termasuk di dalamnya belajar Fisika sebagai suatu pemecahan masalah atau pembelajaran Fisika berbasis masalah atau problem based learning. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Feldhusen dan Treffinger (1980) yang menyatakan bahwa “..technique for developing creativity is the inquiry-discovery or problem solving approach...”. Pendapat ini dikuatkan oleh hasil penelitian Halizah Awang dan Ishak Ramly (2008) yang menyatakan bahwa “problem based learning approach could rise up the creative thinking skills of students compared to conventional learning approach”. Jadi jelas terdapat hubungan antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem based learning dengan kemampuan berfikir kreatif siswa. Berfikir kreatif memiliki tiga komponen utama yaitu : kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). Ketiga komponen ini berkaitan dengan pemecahan masalah. Silver (1997: 76) menjelaskan komponen berfikir kreatif dalam pemecahan masalah disajikan dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4. Komponen Berfikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah Pemecahan Masalah Komponen Berfikir Kreatif Siswa menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam solusi dan Kefasihan (Fluency) jawaban Siswa menyelesaian (menyatakan) dalam satu cara kemudian dalam Fleksibilitas (Flexibility) cara lain to user Siswa mendiskusikan berbagai metode commit penyelesaian Siswa memeriksa jawaban dengan berbagai metode penyelesaian Kebaruan (Novelty) dan kemudian membuat metode yang baru dan berbeda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 Tabel 2.4 menjelaskan indikaor dari masing-masing komponen berfikir kreatif dan perilaku siswa yang dapat diamati. Ketika seseorang menerapkan berpikir
kreatif
dalam
suatu
pemecahan
masalah,
pemikiran
divergen
menghasilkan banyak ide yang berguna dalam menyelesaikan masalah. Dalam berpikir kreatif dua bagian otak akan sangat diperlukan. Keseimbangan antara logika dan kreativitas sangat penting seperti yang dikemukakan oleh Pehkonen sebagaimana di jelaskan di atas. Jika salah satu menempatkan deduksi logis terlalu banyak, maka kreativitas akan terabaikan. Dengan demikian untuk memunculkan kreativitas diperlukan kebebasan berpikir tidak di bawah kontrol dan tekanan. Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan berfikir kreatif ini perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran Fisika. Dalam problem based learning, berfikir kreatif diperlukan siswa untuk mencari berbagai alternatif jawaban atau cara penyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam proses pembelajaran. 10. Hakikat Fisika Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu sains atau ilmu pengetahuan alam. Oleh karena itu, aspek Fisika tidak jauh berbeda dengan ilmu pengetahuan alam atau sains. Berkaitan dengan aspek sains, Alfred T. Collete & Eugene L. Chiappeta dalam Zuhdan K. Prasetyo (2008: 2) mengemukakan bahwa: “sains dapat dipandang dari tiga aspek sebagai upaya memahami alam, yaitu: science as away of thinking, science as away of investigating, and science as a body of knowledge”. Menurut Brockhaus yang dikutip oleh Herbert Druxes, Gernot Born, dan commit to user Fritz Siemsen (1986: 3) berpendapat “Fisika adalah pelajaran tentang kejadian di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara matematis, dan berdasarkan peraturan-peraturan umum”. Selanjutnya, Gerthsen yang dikutip oleh Herbert Druxes et al (1986: 3) menyatakan bahwa “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataankenyataan persyaratan utama untuk pemecahan masalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut”. Hal ini berarti bahwa Fisika merupakan teori yang mempelajari gejala-gejala alam, kemudian hasilnya dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan sehingga dapat berguna untuk memecahkan masalah yang ada di alam. Dari kedua definisi Fisika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam dan disajikan dalam bentuk yang sederhana yang diperoleh dari hasil penelitian, percobaan, pengukuran serta penyajian secara matematis berdasarkan peraturan-peraturan umum sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan. Dalam Fisika diuraikan dan di analisa struktur dan peristiwa di alam sehingga akan ditemukan aturan-aturan atau hukum alam yang dapat menerangkan gejala-gejala alam. Aturan-aturan dan hukum-hukum Fisika atau produk Fisika yang dapat berupa fakta, konsep, teori diperoleh dengan metode ilmiah. Metode ilmiah ini merupakan hal yang penting untuk
memahami
gejala
alam.
Sebagaimana
diuraikan
oleh
Fishbane,
Gasiorowich, dan Thornton (1996: 3) ”The scientific method has led to accelerated progress in our understanding of the physical word”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 Untuk melakukan metode ilmiah diperlukan keterampilan-keterampilan tertentu seperti mengamati, menafsirkan, menerapkan, merencanakan percobaan, dan mengkomunikasikan. Sikap yang melandasi proses tersebut adalah sikap ilmiah yang meliputi jujur, tekun, terampil, rasa ingin tahu yang tinggi dan sebagainya. 11. Prestasi Belajar Fisika Siswa Prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran Fisika. Prestasi belajar diperoleh dengan cara melakukan evaluasi. Cronbach dan Stufflebeam sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Syafrudin Abdul Jabar (2009: 5) mengemukakan arti dari evaluasi sebagai “ … upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan”. Hasil belajar yang diperoleh siswa sebagaimana yang dirumuskan oleh Bloom meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. a. Ranah Kognitif Bloom
seperti
dikutip
oleh
Kelvin
Seifert
(2008:
150-152)
mengklasifikasikan ranah kognitif dalam taksonominya yang terkenal sebagai taksonomi Bloom. Tingkatan pertama dari taksonomi Bloom adalah pengetahuan, merupakan kemampuan untuk mengingat atau mengenali fakta dan gagasan berdasarkan pemahaman.
permintaan. Pemahaman
Tingkatan merupakan
kemampuan
kognitif
kemampuan
untuk
kedua
adalah
menggunakan
pengetahuan yang sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 Tingkatan kemampuan kognitif yang ketiga menurut Bloom adalah aplikasi. Kemampuan aplikasi merupakan kemampuan menggunakan gagasangagasan atau prinsip-prinsip umum dalam situasi-situasi tertentu. Setelah tingkat aplikasi selanjutnya adalah tingkatan analisa, yaitu kemampuan untuk mengelompokkan sebuah gagasan atau wacana dan mengevaluasi masing-masing kelompok tersebut. Selanjutnya tingkatan kelima adalah kemampuan sintesa, yaitu kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa elemen ke dalam sebuah struktur yang lebih besar atau menyeluruh. Kemampuan kognitif yang terakhir atau keenam menurut Bloom adalah evaluasi, yaitu kemampuan untuk menilai seberapa baik gagasan-gagasan dan materi-materi pengetahuan dalam memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang berupa ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. Urutan kemampuan tersebut menunjukkan tingkatan berfikir siswa yang semakin kompleks. Taksonomi ini dikembangkan oleh Bloom pada tahun 50-an. Pada tahun 2001, sekelompok siswa Bloom yaitu Anderson dan rekannya merevisi taksonomi Bloom. Revisi yang dilakukan Anderson adalah menggabungkan domain analisa dan sintesa menjadi domain analisa saja dan menambah domain mencipta setelah domain evaluasi. Dalam Richard, I. Arends (2008: 117) disebutkan taksonomi Bloom yang telah direvisi adalah mengingat ,memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta. Kemampuan menganalisis, mengevaluasi, serta mencipta merupakan commit to user kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Keterampilan ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 diperlukan oleh siswa, dan salah satu pengembangannya adalah melalui pembelajaran sains termasuk Fisika. Implementasi konkritnya adalah kemampuan analisis dan mencipta dapat dikembangkan melalui pembelajaran Fisika berbasis masalah (problem based learning). Keterampilan mencipta berkaitan erat dengan kemampuan berfikir kreatif yang merupakan salah satu variabel yang di tinjau dalam penelitian ini. b. Ranah Afektif Krathwohl seperti dikutip oleh Kelvin Seifert (2008: 152-154) mengklasifikasikan ranah afektif menjadi lima tingkatan yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. 1) Receiving Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif. 2) Tingkat Responding Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau commit to user kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya. 3) Valuing Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi. 4)
Organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup. 5) Tingkat Characterization Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial. Sedangkan Herliani (2009), menyatakan ada lima aspek afektif hasil klasifikasi Tuckman, Anderson, dan Gable, yaitu: sikap, minat, konsep diri, nilai, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 dan moral. Berikut ini merupakan penjelasan yang dirangkum dari Mardapi (2008). 1) Sikap Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Komponen sikap dibentuk dari tiga komponen yang saling menunjang dalam pembentukan sikap individu, yaitu: (a) komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap; (b) komponen afektif yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (menyangkut perasaan yang dimiliki terhada sesuatu); (c) komponen konatif yang menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Herliani, 2009). 2) Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 3) Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik serta untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. 4) Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. 5) Moral Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang berupa ranah afektif berkaitan erat dengan sikap-sikap yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 dimiliki siswa. Oleh karena itu diperlukan juga pengamatan dan penilaian terhadap ranah afektif untuk mengetahui prestasi belajar siswa. c. Ranah Psikomotor Simpson seperti dikutip oleh W.S. Winkel (1996: 245 ) membagi ranah psikomotor menjadi tujuh kemampuan. Kemampuan psikomotor yang pertama adalah persepsi, yaitu kemampuan untuk menyadari akan datangnya rangsangan yang ada di sekitarnya. Kemampuan kedua adalah kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Selanjutnya adalah gerakan terbimbing, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai contoh yang diberikan. Kemampuan psikomotorik yang keempat adalah gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak dengan lancar. Lalu kemampuan psikomotorik selanjutnya adalah gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar, tepat, dan efisien. Kemampuan psikomotorik yang terakhir
menurut Simpson adalah
penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Penyesuaian pola gerakan mencakup kemampuan untuk mengadakan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau menunjukkan suatu taraf keterampilan yang mencapai kemahiran. Sedangkan kreativitas mencakup kemampuan untuk melahirkan pola gerak-gerik atas dasar prakarsa atau inisiatif sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi commit to user belajar siswa yang berupa ranah psikomotor berkaitan erat dengan keterampilan-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 keterampilan siswa yang lebih spesifik pada suatu gerakan atau aktivitas-aktivitas tertentu. Oleh karena itu diperlukan juga pengamatan dan penilaian terhadap ranah psikomotor untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Hasil-hasil belajar di atas relevan dengan tujuan belajar yang sudah diuaraikan sebelumnya. Ranah kognitif berkaitan dengan tujuan belajar untuk memperoleh pengetahuan, ranah afektif berkaitan dengan tujuan belajar untuk memperoleh penanaman sikap mental atau nilai-nilai dan ranah psikomotor berkaitan dengan tujuan belajar untuk memperoleh keterampilan. Dalam penelitian ini, ranah yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan prestasi belajar siswa adalah ranah kognitif dan efektif siswa. Ranah psikomotor tidak dijadikan sebagai salah satu aspek dalam prestasi belajar siswa karena pengamatan terhadap ranah psikomotor sulit dilakukan jika digunakan metode eksperimen dengan VBL dan SBL. 12. Elastisitas dan Gerak Harmonik Sederhana a. Elastisitas Elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda tersebut dihilangkan. Benda-benda yang memiliki elastisitas disebut benda elastis sedangkan benda-benda yang tidak mempunyai elastisitas disebut benda tidak elastis atau benda plastis. 1) Tegangan (Stress) Tegangan merupakan hasil bagi antara gaya (F) yang bekerja pada suatu benda dibagi dengan luas penampang tempat gaya itu bekerja. Jika merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 tegangan dan F merupakan gaya dan A adalah luas penampang, maka secara matematis, tegangan dituliskan sebagai:
F A
…………………………………………………….... (2.1)
Gambar 2.1 Tegangan Kawat yang Ditarik Gaya
Gambar 2.1 adalah penampang kawat yang mempunyai panjang awal L dan luas penampang A ditarik oleh gaya sebesar F sehingga terjadi pertambahan panjang sebesar ∆L. 2) Regangan (Strain) Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang suatu benda setelah diberi gaya, dengan panjang benda tersebut sebelum diberi gaya. Berdasarkan gambar 2.1, jika e merupakan regangan, l merupakan pertambahan panjang, dan A merupakan panjang mula-mula maka secara matematis regangan dituliskan sebagai :
e
l l
…………………………….. ………………….…….. (2.2)
3) Modulus Young Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan dan regangan yang dialami benda. Secara matematis modulus Young dituliskan sebagai:
E
e
F .l A.l
…………………………………………..….. (2.3) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 Modulus young memiliki nilai yang berbeda antara jenis bahan yang satu dengan bahan yang lain. Nilai modulus Young untuk beberapa bahan disajikan pada Tabel 2.5 di bawah ini. Tabel 2.5. Modulus Young Beberapa Bahan Bahan Padat Baja Besi Kuningan Alumunium Marmer Granit Beton Batubara Nilon Kayu
Modulus Elastisitas (E) (N/m2) 200 x 109 100 x 109 100 x 109 70 x 109 50 x 109 45 x 109 20 x 109 14 x 109 5 x 109 10 x 109
Berdasarkan tabel 2.5 dapat dilihat bahwa semakin keras suatu bahan maka modulus Young dari bahan tersebut semakin besar. 4) Hukum Hooke Hukum Hooke menyatakan bahwa jika gaya tarik tidak melampaui batas elastis pegas, pertambahan panjang pegas berbanding lurus dengan gaya tariknya. Jika F adalah gaya yang diberikan pada pegas, k adalah konstanta pegas, ∆x merupakan pertambahan panjang pegas. Secara matematis dituliskan sebagai : F k.x ……………………………………………………….…. (2.4)
commitPanjang to userPegas Karena Gaya yang Gambar 2.2. Pertambahan Berbeda
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 Gambar 2.2 menunjukkan pegas yang di beri beban dengan massa yang berbeda. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar beban yang diberikan kepada pegas, maka pertambahan panjang pegas semakin besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertambahan panjang pegas sebanding dengan gaya yang diberikan pada pegas tersebut. 5) Susunan Pegas a) Susunan Seri Jika dua buah pegas atau lebih disusun seri, maka akan mempunyai prinsip sebagai berikut: (1) Gaya tarik pada pegas pengganti seri adalah sama dengan gaya tarik yang dialami oleh maing-masing pegas. F1 = F2 = …. = Fn = Fs (2) Pertambahan panjang pegas pengganti seri adalah sama dengan jumlah pertambahan panjang masing-masing pegas. xs x1 x2 ... xn
Dari dua prinsip di atas dan juga hukum Hooke maka dapat ditentukan besarnya konstanta pegas pengganti pegas yang disusun seri, yaitu: 1 1 1 1 ... ……………...……………….……….. (2.5) k s k1 k 2 kn
Untuk n buah pegas yang identik yang disusun seri dengan tetapan tiap pegasnya k, maka konstanta pegas penggantinya adalah:
ks
k …………………………………………………..…….. (2.6) n
commit to pertambahan user Gambar 2.3 menunjukkan bahwa panjang total dari pegas yang disusun seri adalah jumlah dari pertambahan panjang dari masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 pegas. Sedangkan gaya yang bekerja pada masing-masing pegas untuk pegas yang disusun seri adalah sama.
Gambar 2.3. Susunan Pegas Seri
b) Susunan Paralel Jika dua buah pegas atau lebih disusun paralel, maka akan mempunyai prinsip sebagai berikut: (1) Gaya tarik pada pegas pengganti paralel adalah sama dengan jumlah gaya tarik pada maing-masing pegas. Fp = F1 + F2 + …. + Fn (2) Pertambahan panjang pegas pengganti paralel adalah sama dengan pertambahan panjang yang dialami masing-masing pegas. x p x1 x2 ... xn
Dari dua prinsip di atas dan juga hukum Hooke maka dapat ditentukan besarnya konstanta pegas pengganti pegas yang disusun paralel, yaitu: k p k1 k2 ... kn …………………..…………… (2.7)
Untuk n buah pegas yang identik yang disusun paralel dengan tetapan tiap pegasnya k , maka konstanta pegas penggantinya adalah: k p nk ……………………………………….……… (2.8)
commit to user
Gambar 2.4. Susunan Pegas Paralel
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 Gambar 2.4 menunjukkan bahwa pertambahan panjang total dari pegas yang disusun paralel adalah sama dengan pertambahan panjang dari masingmasing pegas. Sedangkan gaya yang bekerja pada masing-masing pegas untuk pegas yang disusun paralel adalah jumlah gaya yang bekerja pada masing-masing pegas. b. Gerak Harmonis Sederhana Gerak harmonik sederhana didefinisikan sebagai gerak yang selalu dipengaruhi oleh gaya yang besarnya berbanding lurus dengan jarak dari suatu titik dan arahnya selalu menuju titik tersebut. Titik yang dimaksud adalah titik kesetimbangan dan gaya yang dimaksud adalah gaya pemulih. Contoh cerak harmonis sederhana yang biasa dijumpai adalah gerak harmonis sederhana pada pegas dan gerak harmonik sederhana pada ayunan sederhana (bandul matematis). 1) Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas Gerak harmonis sederhana yang terjadi pada pegas mempunyai gaya pemulih
yang
besarnya
sebanding
dengan
jarak
benda
dari
titik
kesetimbangannya. Secara matematis dirumuskan sebagai : F = - k x …………………………………….……………………… (2.9) Tanda negatif pada persamaan (2.9) menunjukkan bahwa arah gaya F selalu berlawanan dengan arah simpangan x.
commit to user Gambar 2.5. Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Sistem Massa Pegas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 Gambar 2.5 menunjukkan gaya pemulih yang bekerja pada pegas yang diberi simpangan sejauh x. Dari gambar dapat dilihat bahwa arah dari gaya pemulih selalu berlawanan dengan arah simpangan yang diberikan, sehingga faya pemulih di beri tanda negatif. 2) Gerak Harmonis Sederhana pada Ayunan Sederhana Sebuah ayunan sederhana atau bandul sederhana terdiri atas sebuah beban bermassa m yang digantung di ujung tali ringan (massanya dapat diabaikan) yang panjangnya l. Jika beban ditarik ke satu sisi dan dilepaskan, maka beban berayun melalui titik keseimbangan menuju ke sisi yang lain. Jika amplitudo ayunan kecil, maka bandul melakukan getaran harmonik. Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana secara matematis dirumuskan sebagai: F = mg sin ……………..……………….……………………… (10) Seperti halnya pada pegas, tanda negatif pada persamaan (10) menunjukkan bahwa arah gaya F selalu berlawanan dengan arah simpangan x.
-
Gambar 2.6. Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Ayunan Sederhana
Gambar 2.6 adalah gambar gaya pemulih pada ayunan sederhana. commit to user Sebagaimana gaya pemulih pada pegas, arah gaya pemulih pada ayunan sederhana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 juga berlawanan dengan arah simpangan yang diberikan sehingga diberi tanda negative yaitu -mgsinƟ. Gaya tersebut berasal dari komponen gaya berat yang dimiliki oleh beban ke arah horizontal. 3) Periode dan Frekuensi pada Pegas Periode adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran atau osilasi penuh. Secara matematis periode dituliskan dengan:
t ………………………………………………….……….… (2.11) n
T
Frekuensi adalah jumlah getaran yang dilakukan tiap satuan waktu. T periode getaran, f
merupakan frekuensi getaran, n merupakan jumlah getaran, t
merupakan waktu getaran.Secara matematis frekuensi dituliskan dengan:
f
n t
……………………………………………………….…… (2.12)
Besarnya periode getaran pada pegas dapat diperoleh sebagai berikut: Besarnya gaya pemulih pegas menurut hukum Hooke adalah : F = - k x dan menurut Hukum II Newton F = m ax dengan ax = 2 x , sehingga:
F m 2 x , jika disubstitusikan ke persamaan F kx , maka: kx m 2 x di mana 2 Karena
2 2 , maka T T
T 2
k atau m
k m
k , sehingga diperoleh m
m ……………………………………..………….……… (2.13) k
Persamaan 2.13 merupakan persamaan periode untuk getaran harmonis commit to user pada pegas. Karena frekuensi getaran (f) = 1/T, maka persamaan frekuensi untuk getaran harmonis pada pegas dapat dituliskan:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
f
1 2
m ……………………………..............………….……(2.14) k
Dari persamaan 2.13 dan 2.14 dapat disimpulkan bahwa periode dan frekuensi pada getaran pegas hanya dipengaruhi oleh konstanta pegas dan massa beban yang diberikan pada pegas tersebut. 4) Periode dan Frekuensi pada Ayunan Sederhana Periode dan frekuensi getaran pada bandul sederhana sama seperti pada pegas. Persamaan periode dan frekuensi dapat diperoleh dengan menggunakan hukum II Newton dan gaya pemulih. Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana adalah F = -mg sin . Untuk sudut kecil ( dalam satuan radian), maka sin sin = . Oleh karena itu persamaannya dapat ditulis: x F = mg , dan menurut Hukum II Newton F = m ax dengan l
ax = 2 x , sehingga, x F m 2 x , jika disubstitusikan ke persamaan F = mg , maka: l
x mg m 2 x di mana 2f atau 2 4 2 f 2 l
g 4 2 f 2 sehingga diperoleh: l
f
1 2
g ……………………………………….……………(2.15) l
Persamaan 2.15 merupakan persamaan frekuensi untuk ayunan sederhana. 1 maka persamaan periode untuk ayunan f commit to user
Karena periode getaran (T) = sederhana dapat dituliskan:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 T 2
l ……………………………………….……………(2.16) g
Dari persamaan 2.15 dan 2.16 dapat disimpulkan bahwa periode dan frekuensi pada ayunan sederhana hanya dipengaruhi oleh panjang tali dan percepatan gravitasi. 5) Simpangan Gerak Harmonis Sederhana Apabila kita mengamati grafik simpangan terhadap waktu (Grafik y-t) dari gerak harmonis sederhana maka kita akan mengetahui bahwa persamaan gerak harmonis sederhana merupakan fungsi sinusoida dengan frekuensi dan amplitudo tetap sebagaimana ditunjukkan paga gambar 2.7.
Gambar 2.7. Grafik Simpangan – Waktu Pada Gerak Harmonis Sederhana
Secara matematis, persamaan simpangan untuk grafik y – t sinusoidal seperti gambar di atas dapat dinyatakan dengan persamaan :
y A sin t ………………………………………………. (2.17) Karena
2 2f , maka: T
y A sin
2 t A sin 2ft ……………………………….(2.18) T
Persamaan simpangan pada gerak harmonis yang ditunjukkan oleh gambar 2.18 menunjukkan bahwacommit simpangan to usergerak harmonis merupakan fungsi waktu dan secara matematis merupakan fungsi sinusoidal.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 Persamaan simpangan gerak harmonik sederhana juga dapat ditentukan dengan metode gerak melingkar beraturan. Suatu gerak harmonis dapat digambarkan sebagai suatu titik yang bergerak melingkar dengan jari-jari R, sebagaimana gambar berikut:
Gambar 2.8. Proyeksi Posisi Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar Beraturan pada Sumbu y
Sesuai dengan Gambar 2.8., simpangan y adalah proyeksi suatu titik pada lingkaran terhadap garis vertikal (sumbu y). Jadi simpangan gerak harmonis adalah hasil proyeksi dari posisi suatu benda yang bergerak melingkar beraturan pada garis vertikal. Menurut gambar di atas, simpangan y adalah:
y R sin karena t dan y R sin
2 , maka: T
2 t , dalam hal ini R tidak lain adalah amplitudo (A) sehingga T
persamaan simpangannya menjadi:
y A sin
2 t ………………………………………..………. (2.19) T
Apabila pada saat t = 0 benda mempunyai sudut fase simpangan gerak harmonis sederhana menjadi :
y A sin y A sin(t 0 )
commit to user
, maka persamaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
y A sin(
2 t 0 ) ………………………………………..………. (2.20) T
6) Kecepatan Gerak Harmonik Sederhana Kecepatan
gerak
harmonis
sederhana
ditentukan
dengan
cara
menurunkan fungsi posisi yang ditunjukkan oleh persamaan simpangan y terhadap waktu t , sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
vy
dy d A sin[t 0 ] A cos[t 0 ] ………………… (2.21) dt dt
Nilai maksimum dari cos(t 0 ) =1, sehingga nilai maksimum dari vy = A . Jadi dapat disimpulkan bahwa kecepatan maksimum gerak harmonik sederhana adalah: vm = A ………………………….………………………. (2.22) Sehingga persamaan kecepatan gerak harmonik sederhana dapat dinytakan sebagai: v y vm cos(t 0 ) …….........................………………. (2.23)
Persamaan kecepatan gerak harmonis sederhana juga dapat ditentukan dengan menggunakan metode gerak melingkar beraturan. Pada gerak melingkar beraturan, telah diketahui bahwa kecepatan linear benda yang bergerak melingkar adalah hasil kali antara kecepatan angular dengan jari-jari, secara matematis dituliskan sebagai: v R
………………………………………....…….(2.24)
Seperti pada persamaan simpangan gerak harmonik sederhana, kecepatan gerak harmonik sederhana juga merupakan proyeksi kecepatan linear gerak commit to user melingkar beraturan terhadap sumbu y. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
v
vy
Gambar 2.9 Proyeksi Kecepatan Linear Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar Beraturan pada Sumbu y
Sesuai dengan Gambar 2.9., kecepatan gerak harmonis adalah adalah proyeksi kecepatan suatu titik yang bergerak melingkar terhadap garis vertikal (sumbu y). Dari gambar di atas, dapat diperoleh persamaan : v y v cos v cos t v y R cos dengan R = A
v y A cos ….…..……………………………..……. (2.25) Dari persamaan di atas, dapat disusun persamaan sebagai berikut: v y A 2 cos 2 t v y A 2 (1 sin 2 t ) v y A2 y 2
…….…………………..…..……. (2.26)
Persamaan 2.25 dan 2.26 menunjukkan bahwa kecepatan suatu benda yang bergerak harmonis merupakan fungsi waktu dan posisi (simpangan). 7) Percepatan Gerak Harmonis Sederhana Percepatan
gerak
harmonis
sederhana
ditentukan
dengan
cara
menurunkan fungsi kecepatan (vy) terhadap waktu t, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 ay
dv y dt
d A cost 0 2 A sint 0 .........(2.27) dt
Karena A sint 0 = y, maka persamaan 23 dapat dituliskan sebagai:
a y 2 y ……....…………………………………….…. (2.28) Karena nilai maksimum dari sint 0 = 1, maka nilai maksimum dari percepatan gerak harmonis sederhana adalah: am 2 A ……………………………………….………. (2.29)
Sehingga persamaan percepatan gerak harmonis dapat dituliskan dalam bentuk percepatan maksimum, yaitu: a y am sint 0 ……....………………………….…… (2.30)
Seperti pada persamaan simpangan dan kecepatan gerak harmonik sederhana, percepatan gerak harmonik sederhana juga merupakan proyeksi percepatan sentripetal gerak melingkar beraturan terhadap sumbu y seperti pada gambar 2.10. a
ay
Gambar 2.10. Proyeksi Percepatan Sentripetal Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar Beraturan Pada Sumbu y
Percepatan sentripetal dalam gerak melingkar dirumuskan sebagai: a
v2 2 R …..…………..………………….……….. (2.31) R
to user percepatan sentripetal terhadap Dari Gambar 2.10. dapat dilihat commit bahwa proyeksi sumbu y adalah :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
a y a cos 2 R cos , dengan R = A, maka: a y 2 A cos …..……...………………………..……. (2.32) Persamaan 2.32 menunjukkan bahwa percepatan suatu benda yang bergerak harmonis merupakan fungsi waktu dan posisi (simpangan). 8) Fase Gerak Harmonik Sederhana Sudut fase gerak harmonis sederhana dinyatakan dengan persamaan:
t 0 karena
2 , maka: T
2 t t 0 2 0 T T 2
2 …..……....…………………………..…… …… (2.33) dimana adalah fase. Jadi, fase dapat dinyatakan sebagai :
t 0 ..……...………………………..…… …….. (2.34) T 2
Sedangkan beda fase (
) pada saat t = t1 dan t = t2 adalah :
t t t t t …..………..…..(2.35) 2 0 1 0 2 1 T T T 2 T 2 Kedudukan dua benda yang bergerak harmonik sederhana dikatakan sefase jika beda fasenya :
0,1,2,3,... atau n ….................………………(2.36) Sedangkan dua benda yang bergerak harmonis sederhana dikatakan berbeda fase jika beda fasenya :
1 1 1 1 ,1 ,2 ,... atau n ….………………..…(2.37) 2 2 2 2
dengan n = 0,1,2,3,4,….
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 9) Energi Gerak Harmonis Sederhana Benda yang bergetar harmonis sederhana memiliki energi potensial dan energi kinetik. Energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak harmonis karena simpangannya disebut energi potensial. Energi potensial benda yang bergerak harmonis sederhana pada pegas adalah:
Ep
1 2 ky dengan y A sin t dan k m 2 , maka: 2
Ep
1 2 2 kA sin t 2
Ep
1 m 2 A2 sin 2 t ……………….......………………(2.38) 2
Sedangkan energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak harmonis karena kecepatannya disebut energi kinetik. Energi kinetik dari suatu benda yang bergerak harmonis sederhana sederhana pada pegas adalah:
Ek
1 2 mv dengan v A cos t k m 2 dan maka: 2
Ek
1 m 2 A2 cos 2 t …..……...….………..…………………(2.39) 2
Sehingga energi mekanik yang dimiliki oleh benda yeng bergerak harmonis sederhana adalah :
E M E p Ek EM
1 1 m 2 A2 sin 2 t m 2 A2 cos 2 t = 2 2
1 1 m 2 A2 kA2 …..………..……………….……(2.40) 2 2
Persamaan 2.40 menunjukkan bahwa energi mekanik benda yang bergetar commit to user harmonis hanya dipengaruhi oleh besaran yang besarnya tetap yaitu k dan A sehingga nilai dari energi mekanik getaran harmonis juga bernilai tetap.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 Berdasarkan persamaan energi mekanik EM
1 2 kA ternyata energi 2
mekanik suatu benda yang bergetar harmonik tidak tergantung waktu dan tempat. Jadi, energi mekanik sebuah benda yang bergetar harmonik dimanapun besarnya sama. Hal ini memenuhi hukum kekekalan energi mekanik. Untuk lebih jelas, perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 2.11.
Grafik Kedudukan Gerak Harmonik Sederhana Pada Saat Ep dan Ek Bernilai Maksimum dan Minimum
Gambar 2.11 menunjukkan energi dari tiap-tiap posisi benda yang bergetar harmonis. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa energi mekanik dari benda yang begetar harmonis untuk setiap posisi adalah tetap. B. Penelitian yang Relevan 1. Sudaryono (2007) tentang pembelajaran Fisika berbasis masalah dengan metode demonstrasi dan diskusi yang ditinjau dari kemampuan awal siswa. Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
”
...siswa
yang mendapat
pembelajaran Fisika berbasis masalah dengan metode diskusi memperoleh prestasi belajar Fisika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran Fisika dengan metode demonstrasi”. Persamaan penelitian commit to user tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah variabel problem based learning. Sedangkan perbedaannya adalah pada metode pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 yang digunakan yaitu penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Dalam penelitian tersebut hasil yang diperoleh menyebutkan bahwa metode diskusi dengan problem based learning akan dapat meningkatkan prestasi belajar Fisika siswa. Padahal dengan memperhatikan hakikat Fisika, metode pembelajaran
yang
seharusnya
dapat
meningkatkan
prestasi
adalah
demonstrasi. Sehingga berdasarkan hal tersebut penelitian ini dimaksudkan untuk memverifikasi hasil tersebut dengan menggunakan metode yang lain yaitu eksperimen, dan media pembelajaran yang inovatif. Dengan perbaikan hal ini diharapkan metode yang sesuai dengan karakteristik Fisika akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Penelitian yang dilakukan N. D. Finkelstein et.al (2005) mengenai simulation based laboratory dalam pembelajaran Fisika. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa “ ... students who used computer simulations in lieu of real equipment performed better on conceptual questions...”. Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian tersebut adalah penggunakan metode dan media yaitu eksperimen menggunakan SBL. Hasil penelitian yang menarik adalah penggunaan SBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian tersebut tidak memperhatikan faktor penunjang lain yang mungkin mempengaruhi hasil belajar dan pemahaman konsep siswa seperti kemampuan menganalisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Maka berkenaan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini kedua faktor tersebut dijadikan sebagai variabel yang diduga mempengaruhi pemahaman konsep dan commit to user hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran menggunakan SBL. Selain itu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 penelitian ini juga menambahkan pembanding bagi SBL yaitu VBL untuk diketahui keefektifan dari kedua metode tersebut dalam pembelajaran Fisika. 3. Penelitian oleh Halizah Awang dan Ishak Ramli (2008) mengenai problem based learning untuk meningkatkan keterampilan berfikir kreatif. Hasil penelitiannya adalah “…PBL as an instructional model that could encourage the creative thinking skills during the learning process”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan problem based learning dapat mendorong kemampuan berfikir kreatif selama proses pembelajaran. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel keterampilan berfikir kreatif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variable keterampilan berfikir kreatif dalam penelitian tersebut dijadikan sebagai variable terikat, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan digunakan sebagai variable moderator. Dalam penelitian ini keterampilan berfikir kreatif yang ditinjau adalah keterampilan berfikir kreatif dalam Fisika, lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Halizah Awang dan Ishak Ramli yang meninjau keterampilan berfikir kreatif secara umum. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Louis Trudel dan Abdeljalil Métioui (2012) mengenai efek penggunaan Video Based Laboratory (VBL) terhadap pemahaman siswa sekolah menengah pada gerak dengan kecepatan tetap. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan media dalam pembelajaran berupa software untuk menganalisis video percobaan real. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan VBL dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi commit to user gerak dengan kecepatan tetap. Dalam penelitian tersebut, digunakan software
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 yang diprogram khusus hanya untuk kasus gerak dengan kecepatan konstan, jadi analisisnya terbatas hanya pada kasus-kasus Fisika yang berkaitan dengan gerakan dengan kecepatan kosntan. Selain itu, software tersebut juga susah diakses karena dibuat untuk kasus yang khusus. Dalam penelitian ini digunakan software Logger Pro yang dapat menganalisis video percobaan gerak baik dengan kecepatan tetap maupun kecepatan yang berubah terhadap waktu. Akses software ini juga mudah didapatkan secara gratis di internet sehingga dapat memudahkan guru maupun siswa dalam mempelajari maupun menggunakan software ini. 5. Nail Ozek (2005) melakukan penelitian mengenai penggunaan teori belajar Bruner pada percobaan Fisika. Dalam penelitian ini di dapatkan hasil bahwa dengan menerapkan teori belajar Bruner maka aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dapat terinvestigasi semua. Dalam penelitian yang akan dilakukan digunakan problems based learning dan metode eksperimen. Sintaks dari PBL dan metode eksperimen sesuai dengan teori belajar Bruner yaitu dalam pembelajaran tidak serta merta memberikan sebuah konsep Fisika yang utuh kepada siswa. Namun siswa diberi kebebasan untuk menemukan konsep berdasarkan masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran. Penemuan konsep yang dilakukan siswa ini dilakukan secara mandiri atau kerja sama dengan siswa lain. Dengan mengacu pada hasil penelitian oleh Nail Ozek diharapkan prestasi belajar yang yang akan diamati dalam penelitian yaitu aspek kognitif dan afektif dapat teramati dan terukur dengan baik. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli ES (2005) mengenai peningkatan commit to user kemampuan berfikir kreatif melalui pemecahan masalah. Persamaan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel kemampuan berfikir kreatif. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kemampuan berfikir kreatif akan dapat meningkatkan keterampilan untuk memecahkan masalah. Penelitian tersebut hanya meninjau kemampuan berfikir kreatif sebagai faktor yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pemecahan masalah. Terdapat berbagai keterampilan yang menunjang siswa untuk terampil dalam memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran salah satunya adalah kemampuan analisis siswa. Oleh karena itu penelitian ini akan ditinjau kemampuan analisis siswa yang tidak diperhatikan sebagi faktor penentu keberhasilan belajar siswa yang dalam penelitian tersebut tidak diperhatikan. 7. Nicolaus
(2008)
melakukan
penelitian
tentang
pembelajaran
Fisika
menggunakan animasi dan modul ditinjau dari kreativitas siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. Dalam penelitian tersebut, kreativitas yang dimaksud adalah kreativitas verbal. Dalam penelitian yang akan dilakukan, kreativitas yang akan ditinjau adalah kreativitas siswa dalam memecahkan persoalan Fisika, karena topik penelitian adalah Fisika. Sehingga diharapkan siswa yang dengan kemampuan kreatif tinggi akan dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan kreatif rendah. 8. Dyonisus (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh problem based learning dengan metode diskusi dan demonstrasi ditinjau dari konsep diri siswa commit to user terhadap prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 penggunaan problem based learning dengan metode demonstrasi lebih efektif daripada dengan metode diskusi. Kelebihan penelitian ini adalah berhasil memverifikasi bahwa metode yang sesuai untuk Fisika yaitu metode demonstrasi terbukti lebih efektif digunakan sebagai metode dalam pembelajaran Fisika. Tetapi tinjauan variabel moderator yang dipilih dalam penelitian tersebut yaitu konsep diri tidak didapatkan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dimungkinkan karena konsep diri tidak terlalu berkaitan erat dengan pendekatan yang digunakan yaitu problem based learning. Dalam penelitian yang akan dilakukan, digunakan metode pembelajaran eksperimen yang juga sesuai dengan hakikat Fisika. Selain itu variable moderator yang akan digunakan juga dipilih kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Pemilihan variable moderator ini disesuaikan
dengan
karakteristik
pendekatan
pembelajaran
maupun
karakteristik Fisika sendiri sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan pengaruh yang signifikan antara variabel moderator dengan variabel terikat dalam penelitian yaitu prestasi belajar Fisika. Kemampuan analisis maupun kemampuan berfikir kreatif diperlukan oleh siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. C. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa
prestasi
belajar siswa
dipengaruhi oleh
pendekatan
pembelajaran, kemampuan analisis siswa, gaya belajar siswa, dan media pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 1.
Pengaruh Problem Based Learning Menggunakan Metode Eksperimen Melalui SBL (Simulation Based Laboratory) dan VBL (Video Based Laboratory) Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Surakarta. Fasilitas yang dimiliki SMA N 3 Surakarta tergolong cukup lengkap untuk menunjang proses pembelajaran Fisika. Selain itu, input siswa yang dimiliki oleh SMA N 3 termasuk baik. Sehingga pada dasarnya siswa di SMA N 3 dapat di beri perlakuan pembelajaran yang melatih mereka untuk mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi (high order thinking) yang sesuai dengan hakikat Sains yang di dalamnya termasuk Fisika. Namun yang terjadi di lapangan adalah pembelajaran yang berlangsung didominasi dengan pembelajaran yang konvensional yang lebih berpusat pada guru. Dalam penelitian ini materi Fisika yang digunakan adalah gerak harmonis sederhana. Materi gerak harmonis sederhana diajarkan pada kelas XI semester 1. Materi gerak harmonis sederhana merupakan materi yang memiliki karakteristik yang konkrit dan dapat diamati secara langsung gejalanya. Oleh sebab itu, maka dalam membelajarkan materi GHS perlu digunakan pembelajaran melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan pengamatan terhadap gejala gerak harmonis sederhana. Namun, besaranbesaran dalam gerak harmonis sulit untuk diukur secara langsung oleh siswa, sehingga diperlukan bantuan media pembelajaran yang memudahkan siswa salah satunya adalah media komputer. Salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan pengamatan adalah commit to user problem based learning menggunakan metode eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 Problem based learning menggunakan metode eksperimen memiliki keunggulan yaitu siswa dilatih untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya melalui percobaan, kemudian dianalisis dan dicari dari solusi dari permasalahan yang ada. Selain itu, problem based learning menggunakan metode eksperimen juga melatih siswa untuk belajar dan berfikir secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya. Metode
eksperimen
yang
dilakukan
dalam
penelitian
ini
menggunakan media komputer yaitu dengan Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). Simulation Based Laboratory (SBL) merupakan simulasi laboratorium yang berisi percobaan Fisika yang dapat dikontrol variabel-variabelnya. Dengan animasi yang disajikan para siswa dapat menyelidiki sebab dan akibat pada fenomena yang terjadi. SBL mempunyai keunggulan yaitu siswa dapat melakukan percobaan dan menemukan konsep melalui simulasi di komputer tanpa harus melalukan percobaan yang sebenarnya di laboratorium nyata. Sedangkan Video Based Laboratory (VBL) merupakan laboratorium berbasis video dimana gejala Fisika secara nyata didokumentasikan melalui video kemudian dengan menggunakan bantuan komputer gejala tersebut dapat dianalalisis untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel fisisnya. VBL memiliki keunggulan yaitu VBL mampu menyajikan gejala Fisika nyata dan berbagai bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan) secara commit to user simultan, yang dapat dilakukan secara
interaktif serta VBL mampu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 memadukan aspek teoritik dan eksperimental dalam pembelajaran Fisika yang dapat membantu siswa untuk menemukan dan memahami konsep lebih baik. Teori belajar yang mendasari pemilihan metode pembelajaran tersebut antara lain adalah teori belajar menurut Bruner yaitu belajar penemuan. Belajar penemuan ini sesuai dengan karakteristik dari problem based learning dan metode eksperimen. Melalui problem based learning menggunakan metode eksperimen siswa akan dilatih untuk melakukan penemuan terhadap jawaban suatu permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran melalui proses percobaan baik menggunakan SBL maupun VBL. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa metode eksperimen dengan menggunakan SBL dan VBL masing-masing mempunyai keunggulan maka diduga ada pengaruh antara problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar siswa. Tetapi
pembelajaran
dengan
eksperimen
menggunakan
VBL
dapat
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap prestasi belajar siswa. 2.
Pengaruh Kemampuan Analisis Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kemampuan analisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kemampuan analisis merupakan salah satu kemampuan berfikir yang dirumuskan oleh Bloom dan juga sebagai salah satu keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking skill (HOTS). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 Pada dasarnya siswa dikelas memiliki karaktristik yang unik yaitu berbeda antara siswa yang satu dan siswa yang lain. Termasuk dalam hal ini, siswa di kelas mempunyai kemampuan analisis yang berbeda-beda. Siswa dengan kemampuan analisis tinggi akan cenderung terampil untuk merinci atau mengurai suatu struktur ke dalam komponen komponen. Siswa yang mempunyai kemampuan analisis tinggi cenderung akan aktif dalam proses pemecahan masalah yang disajikan dalam pembelajaran, memiliki perhatian yang tinggi untuk menemukan sesuatu, memiliki keingintahuan yang besar terhadap fenomena yang dipelajari. Dengan kemampuan analisis yang tinggi, tentu akan berdampak terhadap prestasi belajar siswa. Sebaliknya jika kemampuan analisis siswa rendah, maka akan mengakibatkan prestasi belajar siswa juga akan biasa-biasa saja karena keinginan siswa untuk berhasil kurang optimal dan akan menganggap belajar bukanlah hal penting atau cenderung mengabaikan yang seharusnya bisa dilakukan sehingga siswa ini akan memiliki prestasi belajar yang sangat kurang.
Dengan
demikian,
kemampuan
analisis
siswa
juga
turut
mempengaruhi prestasi belajar Fisika. Siswa yang mampu menganalisis dengan baik tentu akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Oleh karena itu, diduga terdapat pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 3.
Pengaruh Kemampuan Berfikir Kreatif Kategori Tinggi Dan Rendah Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kemampuan berfikir kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menghasilkan banyak kemungkinan jawaban dan cara dalam memecahkan suatu masalah. Pembelajaran menggunakan problem based learning menekankan adanya pemecahan suatu permasalahan dalam pembelajaran. Setiap siswa di kelas mempunyai cara dan jalan yang berbeda-beda untuk memecahkan sebuah permasalahan yang disajikan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk berfikir kreatif. Seperti halnya kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif ini juga merupakan keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking skill (HOTS). Siswa dengan keterampilan berfikir yang tinggi akan dapat menemukan berbagai ide atau gagasan dalam menemukan jawaban atas suatu permasalahan
yang
diberikan
dalam
pembelajaran.
Hal
ini
dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu masalah yang akhirnya menuntun siswa pada suatu jawaban dan kesimpulan yang benar. Siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi tentunya akan dapat memperoleh prestasi belajar yang baik. Di sisi lain, siswa yang memepunyai keterampilan berfikir kreatif yang rendah tidak dapat memunculkan berbagai alternatif jawaban terhadap suatu permasalahan. Akibatnya ide atau gagasan siswa terbatas pada satu jawaban saja atas suatu permasalahan. Hal ini kurang sesuai dengan prinsip dari problem based learning yang menghendaki adanya berbagai alternatif commit to user jawaban untuk sebuah permasalahan. Siswa dengan kemampuan berfikir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 kreatif rendah akan sulit untuk menemukan suatu jawaban dan kesimpulan dari suatu masalah yang dapat mengakibatkan prestasi belajar yang rendah. Berdasarkan hal tersebut maka diduga terdapat pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. 4.
Interaksi Antara Problem Based Learning Menggunakan Metode Eksperimen Dengan Kemampuan Analisis Terhadap Prestasi Belajar Siswa Penjelasan di atas menyebutkan bahwa penggunaan problem based learning melalui metode eksperimen dengan SBL dan VBL diduga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Demikian pula dengan pengelompokan kategori kemampuan analisis siswa kategori tinggi dan rendah. Metode eksperimen menggunakan SBL siswa dituntut untuk mendesain suatu percobaan dengan menggunakan simulasi komputer dengan berbagai variabel yang disediakan dalam simulasi tersebut. Jadi dalam pembelajaran ini kemampuan analisis siswa kurang dilibatkan secara dominan. Hal ini mengakibatkan siswa dengan kemampuan analisis yang tinggi akan menerima pembelajaran ini kurang maksimal, karena kemampuan dominannya kurang dilibatkan secara aktif. Sedangkan siswa dengan kemampuan analisis rendah akan mudah menerima pembelajaran ini karena kemampuan analisis kurang begitu dilibatkan sehingga siswa dengan kemampuan analisis rendah akan dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 Metode eksperimen menggunakan VBL siswa dituntut untuk melakukan berbagai interpretasi dari suatu gejala Fisika yang sudah didokumentasikan melalui video dengan menggunaakan media computer. Siswa harus dapat menjelaskan gejala Fisika nyata dan berbagai bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan matematis). Hal ini tentunya memerlukan kemampuan analisis yang tinggi. Sehingga siswa dengan
dengan
kemampuan
analisis
tinggi
akan
dapat
mengikuti
pembelajaran ini dengan baik dan siswa kemampuan analisis tinggi akan dapat memeperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan analisis rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka diduga terdapat interaksi antara pembelajaran dengan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui SBL dan VBL dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa. 5.
Interaksi Antara Problem Based Learning Menggunakan Metode Eksperimen Dengan Kemampuan Berfikir Kreatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pembelajaran menggunakan problem based learning menekankan adanya pemecahan suatu masalah melalui berbagai pilihan atau alternatif jawaban yang mungkin. Jawaban suatu permasalahan tersebut dalam pembelajaran dicari melalui percobaan atau eksperimen dengan menggunakan bantuan media komputer yaitu SBL dan VBL. Metode eksperimen menggunakan SBL siswa dituntut untuk mendesain suatu percobaan dengan menggunakan simulasi komputer dengan commit to user berbagai variabel yang disediakan dalam simulasi tersebut. Dalam SBL siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 melakukan prosedur percobaan mulai dari memilih variabel dan mendesain suatu prosedur eksperimen dengan simulasi. Hal ini tentunya memerlukan kemampuan berfikir kreatif siswa. Siswa dengan kemampuan berfikir kreatif yang tinggi akan dapat dengan mudah menjalankan prosedur percobaan dengan berbagai variasi sehingga dapat memperoleh alternatif jawaban dan kesimpulan yang mungkin. Berfikir kreatif tersebut akan menuntun siswa menemukan suatu ide atau gagasan jawaban yang benar, dari berbagai alternatif yang tersedia. Sehingga dalam pembelajaran ini siswa dengan kemampuan berfikir tinggi akan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki kemampuan berfikir kreatif rendah. Metode eksperimen menggunakan VBL mensyaratkan siswa untuk menginterpretasi suatu gejala Fisika yang sudah tersedia yaitu video dengan berbagai bentuk representasinya. Siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi kurang dapat mengikuti pembelajaran ini dengan baik, karena kemampuan kreatifnya kurang terpakai. Hal ini mengakibatkan pada rendahnya hasil belajar yang diperoleh. Sebaliknya siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah akan merasa cocok dengan pembelajaran ini, karena berfikir kreatif kurang begitu terpakai. Sehingga siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tingi. Berdasarkan uraian tersebut, maka diduga terdapat pengaruh antara pembelajaran dengan problem based learning menggunakan commit to user
metode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 eksperimen melalui SBL dan VBL dengan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa. 6.
Interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kritis terhadap prestasi belajar siswa Pembelajaran problem based learning menekankan pada pemecahan masalah yang diberikan pada awal pembelajaran. Dalam memecahkan masalah, ada berbagai cara berfikir yang dapat dipakai antara lain adalah kemampuan berfikir analisis dan berfikir kreatif. Siswa yang memiliki kemampuan analisis yang tinggi tetapi memiliki kemampuan
berfikir
kreatif
rendah
cenderung
akan
menggunakan
kemampuan analisisnya dalam memecahkan persoalan atau permasalahan. Siswa akan dapat menguraikan masalah yang diberikan, ke dalam suatu struktur-struktur yang lebih terperinci sehingga akan mudah dicari penyelesaian atau solusi dari permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi namun kemampuan berfikir kreatif rendah akan dapat memperoleh hasil belajar yang baik jika dalam pembelajaran keterampilan untuk berfikir analisis diperhatikan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran. Sebaliknya siswa dengan kemampuan analisis rendah tetapi memiliki kemampuan berfikir kreatif tinggi akan menggunakan keterampilan berfikir kreatifnya untuk memecahkan masalah yang diberikan dalam pembelajaran. Siswa akan dapat mencari berbagai ide atau alternatif jawaban untuk menjawab permasalahan yang disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan commit to user berfikir kreatif tinggi namun kemampuan analisinya rendah akan dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 memperoleh hasil belajar yang baik jika dalam pembelajaran keterampilan untuk berfikir kreatif diperhatikan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga terdapat interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa. 7.
Interaksi
antara
problem
based
learning
menggunakan
metode
eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kritis terhadap prestasi belajar siswa Berdasarkan uraian di atas dijelaskan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif rendah jika diberi perlakuan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan kemampuan analisis rendah dan kemampuan berfikir kreatif tinggi yang diberikan pembelajaran menggunakan SBL. Sehingga dengan kata lain siswa dengan kemampuan analisis tinggi lebih cocok diberi perlakuan pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan VBL. Sebaliknya siswa yang mempunyai kemampuan analisis rendah tetapi kemampuan berfikir kreatifnya tinggi maka akan sesuai jika diberi perlakuan pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan VBL. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat adanya hubungan antara variabel problem based learning, metode eksperimen, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif. Sehingga diduga terjadi interaksi antara problem based learning melalui metode eksperimen dengan kemampuan commit to user analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89 D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan prestasi belajar siswa antara problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). 2. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah. 3. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah. 4. Ada tidaknya interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa. 5. Ada interaksi antara penggunaan problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa 6. Ada interaksi antara kemampuan analisis siswa dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. 7. Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Surakarta yang beralamat di Jalan Prof. W.Z. Yohanes 58 Surakarta. Tempat melakukan uji coba instrumen tes kognitif Fisika dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta yang beralamat di Jalan Monginsidi 40 Surakarta. Sedangkan tempat melakukan uji coba instrumen kemampuan afektif, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif di laksanakan di SMA N 3 Surakarta dengan menggunakan kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2012/ 2013, yang secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, meliputi: pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing, pembuatan proposal, survei ke sekolah yang digunakan untuk penelitian, permohonan ijin penelitian, dan penyusunan instrumen penelitian. b. Tahap penelitian, meliputi: semua kegiatan yang berlangsung di lapangan, uji coba instrumen, dan pelaksanaan pengambilan data. c. Tahap penyelesaian, meliputi: analisis data dan penyusunan laporan penelitian serta penggandaan. Tahap penelitian ini akancommit dilaksanakan to user pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2013 dapat dilihat dalam Tabel 3.1 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
1
2
3 4
Tahap Persiapan a. Pengajuan Judul b. Penyusunan Proposal c. Seminar Proposal d. Pengurusan Ijin e. Pembuatan Instrumen Pelaksanaan a. Uji Coba Instrumen b. Pelaksanaan Penelitian Tahap Analisis Data Pembuatan Laporan a. Final Laporan b. Konsultasi dan Revisi c. Ujian Komprehensif d. Ujian Tesis
Januari
Desember
Nopember
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Pebruari
Januari
Desember
November
Oktober
Bulan September
Agustus
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian No Kegiatan
v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v
B. Jenis Penelitian Berdasarkan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kelompok eksperimen I yaitu kelas XI IPA 7 diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan menggunakan media video based laboratory. Kelompok eksperimen II yaitu kelas XI IPA 1 diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan menggunakan media simulation based laboratory. Sebelum proses belajar mengajar dimulai diberikan tes kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif. Dari data hasil tes kemampuan analisis dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Begitu juga dengan hasil commit to user kemampuan berfikir kreatif dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Pada saat
proses pembelajaran dilakukan penilaian afektif melalui lembar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 observasi sedangkan penilaian prestasi belajar untuk ranah kognitif dan afektif dengan angket diberikan setelah siswa mendapatkan perlakuan. Dalam penelitian digunakan desain faktorial 2 x 2 x 2. Adapun desain faktorial dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Desain Faktorial Problem Based Learning Menggunakan Metode Eksperimen (A) Video Based Laboratory Simulation Based Laboratory (A1) (A2) Kognitif Afektif Kognitif Afektif
Kemampuan Analisis Tinggi (B1)
Kemampuan Analisis Rendah (B2)
Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi (C1) Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah (C 2) Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi (C1) Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah (C 2)
A1B1C1
A1B1C1
A2B1C1
A2B1C1
A1B1C 2
A1B1C 2
A2B1C 2
A2B1C 2
A1B2C1
A1B2C1
A2B2C 1
A2B2C 1
A1B2 C 2
A1B2 C 2
A2B2C 2
A2B2C 2
Pada tabel 3.2 kolom A1B1C1 mempunyai arti, dalam penelitian ini akan dilihat interaksi antara kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif tinggi diberi perlakuan perlakuan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Video Based Laboratory terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Kolom A2B1C1 mempunyai arti, dalam penelitian ini akan dilihat interaksi antara kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif tinggi diberi perlakuan commit to user perlakuan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2012/2013. 2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik cluster random sampling, satu kelas sebagai kelompok eksperimen I yang diberi pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan menggunakan media video based laboratory dan satu kelas yang lain sebagai kelompok eksperimen II diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan penggunaan problem based learning melalui metode eksperimen dengan menggunakan media simulation based laboratory. 3. Sampel Dari populasi diambil 2 kelas sebagai subyek penelitian secara acak. Dari dua kelas tersebut dipilih juga secara acak kelas yang menjadi kelas eksperimen pertama dan kelas yang menjadi kelas eksperimen kedua. Sampel yang terpilih adalah kelas XI IPA 7 sebagai kelompok eksperimen II yang diberikan pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan menggunakan media video based laboratory dan kelas XI IPA 1 sebagai kelompok eksperimen II yang diberi pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan menggunakan media simulation based laboratory commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94 D. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang digunakan yaitu variabel bebas, variabel moderator, dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas yaitu pendekatan problem based learning dan metode pembelajaran eksperimen melalui SBL (Simulation Based Laboratory) dan VBL (Video Based Laboratory). Variabel moderator yang digunakan adalah kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Variabel terikat yang digunakan adalah prestasi belajar (kognitif, afektif). 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian yaitu problem based learning melalui metode eksperimen melalui SBL (Simulation Based Laboratory) dan VBL (Video Based Laboratory). a. Problem Based Learning Melalui Metode Eksperimen Definisi operasional dari Problem based learning dengan metode eksperimen merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui masalah yang disajikan pada awal pembelajaran melalui eksperimen. Skala pengukuran menggunkan skala nominal dengan dua kategori, yaitu : problem based learning dengan metode eksperimen melalui Video Based Laboratory (VBL) dan problem based learning dengan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL). 2.
Variabel Moderator
Variabel Moderator dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 a. Kemampuan Analisis Definisi operasional dari kemampuan analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut. Kemampuan analisis yang dimaksud dalam peneltitian ini adalah kemampuan analisis dalam pembelajaran Fisika. Skala pengukuran skala ordinal dengan dua kategori, yaitu kemampuan analisis tinggi dan kemampuan analisis rendah. b. Kemampuan Berfikir Kreatif Definisi
Operasional
dari
kemampuan
berfikir
kreatif
adalah
kemampuan siswa dalam menghasilkan banyak kemungkinan jawaban dan cara dalam memecahkan suatu masalah. Skala pengukuran skala ordinal dengan dua kategori, yaitu kemampuan berfikir kreatif tinggi dan kemampuan berfikir kreatif rendah. 3. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian adalah prestasi belajar Fisika siswa. Definisi operasional dari prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil nilai atau angka yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran Fisika sebagai hasil yang telah dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif dan afektif. Skala pengukuran untuk komponen kognitif dan afektif masing-masing adalah interval. Indikator komponen kognitif adalah hasil tes mata pelajaran Fisika pada pokok bahasan Elastisitas dan Gerak Harmonik Sederhana dan komponen afektif adalah hasil angket afektif dan observasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 E. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian disusun relevan dengan variabel penelitian dan metode pengumpulan data. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data prestasi belajar kognitif, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif berupa tes. Sedangkan untuk mengukur prestasi afektif siswa menggunakan angket dan observasi. 1. Teknik Tes Tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui respon peserta didik terhadap sejumlah pertanyaan. Bentuk tes yang diberikan adalah tes objektif dalam bentuk pilihan ganda dan tes uraian.
Tes berbentuk objektif digunakan untuk mengukur
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi pokok bahasan Elastisitas dan Gerak Harmonis Sederhana setelah diberikan perlakuan dan juga kemampuan analisis siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan. Tes berbentuk uraian digunakan untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan. 2. Teknik Angket Menurut Riduwan (2009: 71), ”Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Angket yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prestasi afektif. Angket yang digunakan didasarkan pada skala Likert. Untuk menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot dengan nilai kuantitatif empat tingkatan. Nilai maksimum 4 dan minimal 1 commit to user (Sukardi, 2008: 147)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 3. Teknik Observasi Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2009:76). Teknik ini dipilih apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam (kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan penggunaan responden kecil. Instrumen observasi sering digunakan sebagai alat pelengkap instrumen lain, termasuk kuesioner dan wawancara. Instrumen informasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi atau tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami (Sukardi, 2008: 79). Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh observer yang ikut serta selama proses pembelajaran. Untuk memaksimalkan hasil observasi, digunakan alat bantu yang sesuai dengan kondisi lapangan, antara lain menggunakan buku catatan, cek list, kamera, dan lain-lain. Teknik observasi ini digunakan untuk mengambil data prestasi afektif siswa untuk menguatkan data yang diperoleh melalui angket. F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian terbagi menjadi dua yaitu : 1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian Instrumen pelaksanaan penelitian dalam penelitian ini berupa Silabus (Lampiran 2), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lampiran 3), Lembar Kerja Siswa (Lampiran 4), dan Lembar Observasi Afektif (Lampiran 22). Instrumen pelaksanaan penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan divalidasi dengan cara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh validator ahli yang kompeten dalam bidang yang bersangkutan. 2. Instrumen Pengambilan Data Instrumen pengambilan data pada penelitian ini berupa instrumen tes kemampuan kognitif Fisika (Lampiran 10), instrumen kemampuan analisis (Lampiran 28) dan instrumen kemampuan berfikir kreatif (Lampiran 37) dan angket kemampuan afektif (Lampiran 18). Sebelum digunakan, instrumen tes kognitif Fisika, kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif, dan angket kemampuan afektif dikonsultasikan dengan pembimbing dan validator ahli dan selanjutnya diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen kognitif Fisika bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun telah memenuhi kriteria yang meliputi: tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas maupun reliabilitas atau tidak. Untuk instrumen angket meliputi: uji validitas dan reliabilitas. a. Uji Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Uji instrumen tes terdiri atas uji taraf kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas tes. a. Taraf Kesukaran Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai taraf kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Jika P merupakan indeks kesukaran, B menyatakan bnyaknya siswa yang menjawab soal betul dan JS menyatakan jumlah seluruh siswa perserta tes, maka dapat ditentukan persamaan untuk mencari taraf kesukaran dari tiap-tiap item commit to user soal, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 P
B JS
(3.1)
Menurut ketentuan, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: a) soal sukar jika: 0,00 P 0,30; b) soal sedang jika: 0,30 P 0,70; soal mudah jika: 0,70 P 1,00 (Arikunto, 2008). b. Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Apabila J menyatakan jumlah peserta tes, JA menyatakan banyaknya peserta kelompok atas, JB menyatakan banyaknya peserta kelompok bawah, BA merupakan banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar benar, BB adalah banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, PA merupakan proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar, PB merupakan proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar, maka untuk menghitung daya pembeda setiap soal, dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
D
B A BB PA PB JA JB
(3.2)
Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagi berikut: a) soal jelek, jika 0,00 D 0,20; b) soal cukup, jika 0,20 D 0,40; c) soal baik, jika 0,40 D 0,70; d) soal baik sekali, jika 0,70 D 1,00 (Arikunto, 2008). Dalam penelitian ini, kriteria soal dengan daya pembeda cukup, baik, dan baik sekali akan digunakan dalam penelitian, sedangkan soal dengan daya pembeda jelek didrop.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 c. Validitas Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan ganda dengan skor dikotomi, yaitu nol dan satu adalah dengan menggunakan teknik korelasi point Biserial. Jika
pbi
adalah koefisien korelasi biserial, Mp
adalah rerata skor dari subyek yang menjawab benar, Mt adalah rerata skor total, St adalah standar deviasi dari skor total, p adalah proporsi siswa yang menjawab benar, q adalah proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p), maka persamaan point Biserial dapat dituliskan dalam persamaan: r pbis
Mp Mt St
p q
(3.3)
Soal dikatakan valid, jika pbi tabel , sedangkan dikatakan tidak valid jika pbi tabel (Arikunto, 2008). Dalam penelitaian ini, kriteria soal kriteria soal valid digunakan dalam penelitian, sedangkan soal yang tidak valid didrop d. Reliabilitas Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang tidak sama pada waktu yang sama. Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20. Jika r1 adalah reliabilitas tes secara keseluruhan, p adalah proporsi subyek yang menjawab item dengan benar, q adalah proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p), Σpq adalah commitjumlah to userhasil perkalian antara p dan q, N
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 adalah banyaknya item, dan S adalah standar deviasi dari tes, maka persamaan KR 20 dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 2 n S pq r11 = 2 n 1 S
(3.4)
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen reliabel. Kriteria nilai reliabilitas, yaitu: a) 0,8 r11 1: sangat tinggi; b) 0,6 r11 0,8: tinggi; c) 0,4 r11 0,6: cukup; d) 0,2
r11 0,4: rendah; b) 0,0 r11 0,2 : sangat rendah (Arikunto, 2008). Hasil
analisis instrumen uji coba tes kemampuan kognitif selengkapnya disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Variabel Jumlah No item Jumlah uji coba 45 1 s.d 45 Valid 32 1,3,4,5,6,8,9,12,14,15,16,17,18,19,21,22,25,26, 28,29,31,32,33,34,35,37,38,39,40,41,45 Invalid 14 2,7,10,11,13,20,23,24,27,30,36,42,43,44 Reliabilitas 0,94 Sangat tinggi Daya Pembeda Baik Sekali Daya pembeda baik 7 3,17,18, 33,38,40,45 Daya pembeda cukup 24 1,4,5,6,8,9,12,14,15,16,19,21,22,25,26,28,29,31 ,32,34,35,37,39,41 Daya pembeda jelek 14 2,7,10,11,13,20,23,24,27,30,36,42,43,44 Soal layak diambil 31 1,3,4,5,6,8,9,12,14,15,16,17,18,19,21,22,25,26, 28,29,31,32,33,34,35,37,38,39,40,41,45 Soal didrop 14 2,7,10,11,13,20,23,24,27,30,36,42,43,44
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa tryout instrumen soal kognitif mendapatkan hasil 32 soal diambil dari 45 soal yang diuji cobakan berdasarkan kriteria yang ditunjukkan pada tabel 3.3. Analisis perhitungan uji coba instrumen kemampuan kognitif Fisika selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 8. Adapun hasil analisiscommit instrumen to useruji coba kemampuan analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 3.4.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102 Tabel 3.4 Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis Variabel Jumlah No item Jumlah uji coba 25 1 s.d 25 Valid 21 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,18,19,21,22, 23,24,25 Invalid Reliabilitas Soal yang dipakai Soal yang didrop
4 0,70 21 4
9,16,17,20
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa tryout instrumen soal analisis mendapatkan hasil 21 soal diambil dari 25 soal yang diuji cobakan berdasarkan kriteria yang ditunjukkan pada tabel 3.3. Analisis perhitungan ujicoba instrumen tes kemampuan analisis selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 26. b. Uji Instrumen Tes Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Tes kemampuan berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk uraian. Karena bentuk tes uraian, maka dalam melakukan validasi instrumen dilakukan dengan teknik expert judgement. Dalam hal ini instrumen dikonsultasikan kepada pembimbing dan kepada validator ahli. Selain itu, untuk mengetahui keterbacaan maksud atau tujuan soal, instrumen diujicobakan kepada beberapa siswa. Dari hasil ujicoba tersebut sebagian besar siswa mampu mengetahui maksud soal sehingga dapat dikatakan bahwa maksud soal dapat dibaca dengan jelas oleh siswa. c. Uji Instrumen Angket Kemampuan Afektif Siswa Angket kemampuan afektif siswa siswa berbentuk pilihan ganda. Jadi responden akan memilih jawaban yang ditentukan bila pernyataan yang disediakan sesuai dengan yang dialami responden. to user Sistem penskoran yang commit digunakan tergantung pada skala pengukuran yang digunakan. (Mardapi, 2008). Untuk skala Likert, skor tertinggi tiap butir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 adalah 4 dan yang terendah adalah 1. Prosedur pemberian skor instrumen angket kemampuan afektif yaitu: 1) Untuk item positif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu: A = 4, B = 3, C = 2, D = 1 2) Untuk item negatif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu: A = 1, B = 2, C = 3, D= 4 Uji instrumen angket terdiri atas uji validitas dan reliabilitas. a) Uji Validitas Angket Uji validitas angket menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar. Jika rxy adalah koefisien korelasi antara x dan y, x adalah skor dari item yang diuji, y adalah skor total, dan N adalah jumlah seluruh subyek, maka persamaan korelasi product moment bisa dituliskan dalam persamaan: rx , y
N xy x y
N x
2
x N y y 2
2
2
(3.5)
(Arikunto, 2008: 72) Harga rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan. Setiap korelasi mengandung tiga makna, yaitu: a) ada tidaknya korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat di belakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka di belakang koma, maka dapat dianggap bahwa tidak ada korelasi antara variabel X dan Y. Karena kalau ada, angkanya terlalu kecil, maka diabaikan; b) arah korelasi, yaitu jika menunjukkan kesejajaran antara nilai variabel X dan nilai variabel Y. Jika tanda di depan indeks commit to user (+), maka arah korelasinya positif, sedangkan kalau (-), maka arah korelasinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 negatif; c) besarnya korelasi, yaitu besarnya angka yang menunjukkan kuat dan tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang diukur korelasinya (Arikunto, 2006). Dalam instrumen angket yang digunakaan instrumen yang arah korelasinya negatif akan didrop dari instrumen yang akan digunakan dalam pengambilan data. b) Uji Reliabilitas Angket Uji reliabilitas angket menggunakan persamaan Alpha. Jika r11 adalah reliabilitas yang dicari, n adalah banyaknya item/ butir soal, i2 adalah jumlah varians skor tiap-tiap item, dan t2 adalah varians total, maka persamaa Alpha dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut : 2 n i r11 1 2 t n 1
Keputusan ujinya adalah r11 rtabel
(3.6)
maka item soal dikatakan reliabel dan
r11 rtabel maka item soal dikatakan tidak reliabel (Arikunto, 2008). Hasil ujicoba instrumen angket kemampuan afektif siswa selengkapnya disajikan pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa Variabel Jumlah Jumlah item uji coba 50 Valid
Invalid Reliabilitas Item yang dipakai
44 6 0,734 44
Item yang didrop
6
No item 1 s.d 50
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15,16,17,18,19, 20,21,23,24,25,26,27,28,29,30,32,33,34,35,36, 37,38,40,42,43,44,45,46,47,48,50 14,22,31,39,41,49 Tinggi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15,16,17,18,19, 20,21,23,24,25,26,27,28,29,30,32,33,34,35,36, 37,38,40,42,43,44,45,46,47,48,50 14,22,31,39,41,49
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa reliabilitas item adalah 0,734 yang berarti memiliki daya reliabilitas tinggi. Dari 50 item yang digunakan untuk uji coba terdapat 6 item yang didrop yaitu item nomor 14, 22, 31, 39, 41, dan 49. Uji validitas dan reliabilitas uji coba instrumen angket kemampuan afektif siswa selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 16. G. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Dalam penelitian ini digunakan program SPSS versi 18 untuk uji prasyarat analisis. Uji prasyarat ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji KolmogorovSmirnov dengan Lilliefors. Adapun prosedur ujinya seperti diungkapkan Uyanto (2009: 54) adalah sebagai berikut: Bila diketahui nilai dari data x1, x2, …, xn, lalu diurutkan nilai data tersebut dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk membentuk tatanan statistik x(1), x(2), …, x(n). kemudian dihitung Z(k) =
xk x ; s simpangan baku sampel. Maka s
rumus uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov) adalah nilai mutlak maksimum antar Fn(z) dan (z ) sebagai berikut:
D * sup F n ( z ) ( z ) , z
di
mana
Fn(z)
adalah
fungsi
(3.7) distribusi
empiris,
yaitu
untuk setiap Fn (z) = jumlah dari z ( k ) z / n , commit to userz sedangkan (z ) adalah fungsi distribusi kumulatif normal baku.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 Adapun prosedur uji dengan menggunakan program SPSS versi 18 adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan Hipotesis Ho
: data berasal dari populasi yang terdistribusi normal
H1
: data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
2) Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%. 3). Keputusan uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 b.Uji Homogenitas Uji homogenitas dengan menggunakan Uji Levene untuk kesamaan ragam (Levene’s test) digunakan untuk menguji sampel sebanyak k memiliki variansi yang sama. Prosedur pengujiannya sebagai berikut : 1) Menetapkan Hipotesis Hipotesis : H0 : 12 22 .... k2 (sampel homogen) H1 : 12 22 32 42 (paling sedikit terdapat dua nilai variansi yang berbeda atau sampel tidak homogen) Bila diketahui suatu variabel Y dengan besar sampel N yang dibagi menjadi commit to user subgroup k, dengan Ni merupakan besar sampel dari subgroup ke-i, maka uji Levene didefinisikan sebagai:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
N k N I Z I Z
2
k
W
i 1 Ni
(3.8)
k 1 N I Z Ij Z i k
2
i 1 j 1
Zij dapat memiliki salah satu dari tiga definisi berikut: a) Z ij Yij Yi di mana Yi = mean dari subgroup ke-i b) Z ij Yij Yˆi di mana Yˆi = median dari subgroup ke-i c) Z ij Yij Yi ' di mana Yi ' = 10% trimmed mean dari subgroup ke-i dari
Levene
dalam
Z ij Yij Yi di mana Z i
Uyanto
(2009:162)
digunakan
dalam
adalah mean group ke-i dan Z
bentuk:
adalah mean
keseluruhan data. H0 = 12 22 .... k2 ditolak bila W F , k 1, N k
.
2). Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%. 3) Keputusan Uji Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05 Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05 2. Pengujian Hipotesis a.
Uji Anava Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui hipotesis yang telah
diajukan diterima atau ditolak menggunakan analisis variansi (anava) tiga jalan commit to user dengan taraf signifikansi 5%. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari variabel
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 bebas berupa pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi, dan variabel moderator berupa kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa. Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek variabel bebas terhadap satu bariabel terikat dan interaksi variabel moderator, variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka statistik uji yang digunakan adalah General Linier Model (GLM). Namun, jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka statistik nonparametrik yang terdapat dalam program SPSS versi 18, yaitu Kruskal Wallis. Adapun perumusannya berdasarkan Uyanto (2009:337) adalah: k R2 12 j H n(n 1) j 1 n j
3(n 1)
(3.9)
derajat kebebasan = (k-1) ; n = n1+n2+…+nk ; nj besar sampel ke-j; Rj jumlah peringkat sampel ke-j. uji Kruskal-Wallis berguna untuk membandingkan ksampel yang independen yang berasal dari populasi yang berbeda dengan skala ordinal atau skala interval tetapi tidak terdistribusi normal. Bentuk hipotesis uji Kuskal Wallis adalah sebagai berikut: H0 : 1 2 3 .... k H1: tidak semua median i , i 1..., k sama besar. Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0 ditolak ketika P-value (Sig.) < 0,05 dan H1 akan diterima dengan tingkat signifikansi (α) yang digunakan 0,05.
1) H0
Uji terhadap hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: commit to user : Tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based Laboratory terhadap prestasi belajar Fisika siswa. H1
: Ada
pengaruh
problem
based
learning
menggunakan
metode
eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based Laboratory terhadap prestasi belajar Fisika siswa. 2) H0
: Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1
: Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa
3) H0
: Tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
H1
: Ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
4) H0
: Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
H1
: Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
5) H0
: Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
H1
: Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode commit to user eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 belajar Fisika siswa. 6) H0
: Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1
: Ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
7) H0
: Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa
H1
: Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa
b. Uji Lanjut Anava Jika dari anava diperoleh keputusan H0 ditolak berarti ada perbedaan pengaruh faktor-faktor dari variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Oleh karena itu, perlu diadakan uji lanjut anava untuk mengetahui manakah diantara
perbedaan
pengaruh
tersebut
yang
signifikan.
Penelitian
menggunakan uji lanjut anava dengan uji komparasi ganda metode Scheffe’.
commit to user
ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Pelaksanakan penelitian dilakukan di SMA N 3 Surakarta dengan jumlah sampel dua kelas yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen I, dan kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen II. Kelas XI 1 terdiri dari 29 siswa dan XI IPA 7 berjumlah 29 siswa. Sehingga jumlah keseluruhan adalah 58 siswa. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat. Sebagai variabel bebas adalah penggunaan problem based learning melalui metode eksperimen dengan VBL dan SBL serta kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif Fisika pada pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana dan kemampuan afektif siswa. Dari penelitian diperoleh data kemampuan analisis; data kemampuan afektif dan kemampuan berfikir kreatif siswa; dan data kemampuan kognitif melalui nilai ulangan siswa pada pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana yang digunakan untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. 1. Data Kemampuan Analisis Siswa Kemampuan analisis siswa diperoleh dari pemberian tes analisis Fisika. Kemampuan analisis siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan analisis tinggi apabila commit to user skor kemampuan analisis lebih dari atau sama dengan skor rata-rata gabungan 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki kemampuan analisis rendah apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan. Deskripsi data kemampuan analisis Fisika siswa disajikan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa Skor tertinggi
Skor Terendah
Ratarata
SD
Rata- rata gabungan
Eksperimen I
73
29
47,89
10,53
Eksperimen II
67
14
48,86
10,05
48,38
Tabel 4.1. menunjukkan nilai rata-rata kelas eksprimen II lebih baik dari kelas eksperimen I, sedangkan nilai standar deviasi untuk kedua kelas eksperimen menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Nilai rata-rata gabungan yang ditunjukkan dalam tabel 4.1 merupakan jumlah nilai dari kelas eksperimen I dan II dibagi dengan jumlah siswa dari kedua kelas tersebut. Distribusi frekuensi kemampuan analisis siswa pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa Kelompok Eksperimen I
Kelompok Eksperimen II
Frekuensi
Frekuensi
No
Kategori
Mutlak
Relatif (%)
Mutlak
Relatif (%)
1
Tinggi
15
51,72
15
51,72
2
Rendah
14
48,27
14
48,27
Jumlah
29
100
29
100
Pada tabel 4.2. terlihat bahwa frekuensi utlak maupun relatif untuk jumlah siswa dengan kemampuan analisis tinggi lebih besar dari siswa dengan kemampuan analisis rendah untuk kedua kelas eksperimen. 2. Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Kemampuan berfikir kreatif siswa diperoleh dari pemberian tes commit to user kemampuan berfikir kreatif. Kemampuan berfikir kreatif siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113 kemampuan berfikir kreatif tinggi apabila skor yang diperoleh lebih dari atau sama dengan skor rata-rata gabungan antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki kemampuan berfikir kreatif rendah apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan. Deskripsi data kemampuan berfikir kreatif siswa disajikan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. Deskripsi Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Skor tertinggi
Skor Terendah
Ratarata
SD
Eksperimen I
78
25
50,09
10
Eksperimen II
70
30
46,46
9,44
Ratarata gabungan 48,28
Tabel 4.3. menunjukkan nilai rata-rata kemampuan berfikir kreatif kelas eksprimen I lebih baik dari kelas eksperimen II, dan nilai standar deviasi untuk kedua kelas eksperimen menunjukkan perbedaan cukup signifikan. Distribusi frekuensi kemampuan berfikir kreatif siswa pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Kelompok Eksperimen I
Kelompok Eksperimen II
Frekuensi
Frekuensi
No
Kategori
Mutlak
Relatif (%)
Mutlak
Relatif (%)
1
Tinggi
15
51,72
12
41,38
2
Rendah
14
48,28
17
58,62
Jumlah
29
100
29
100
Pada tabel 4.4. terlihat bahwa frekuensi utlak maupun relatif untuk jumlah siswa dengan kemampuan kreatif tinggi lebih besar dari siswa dengan kemampuan analisis rendah untuk kedua kelas eksperimen. 3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa Data prestasi belajar kognitif Fisika diperoleh setelah siswa mendapat commit to user perlakuan, untuk kelas eksperimen I menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan VBL, sedangkan kelas eksperimen II
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114 menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan SBL. Nilai prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes prestasi belajar kognitif pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana. Distribusi frekuensi dan gambaran yang jelas mengenai prestasi belajar kognitif siswa kelas eksperimen I dan eksperimen II disajikan pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.1(a) dan Gambar 4.1(b). Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II No
Frekuensi Kelas Interval
Nilai Tengah
Mutlak
Relatif (%)
1
44-50
47
4
2
51-57
54
3
58-64
4
Frekuensi Kelas Interval
Nilai Tengah
Mutlak
Relatif (%)
13,79
50-55
52,5
2
6,89
7
24,14
56-61
58,5
5
17,24
61
2
6,89
62-67
64,5
6
20,69
65-71
68
6
20,69
68-73
70,5
3
10,34
5
72-78
75
9
31,03
74-79
76,5
8
27,59
6
79-85
82
1
3,45
80-85
82,5
5
17,24
29
100
29
100
Jumlah
Gambar 4.1.(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen I
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
Gambar 4.1.(b). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II
Dari tabel 4.5., gambar 4.1.(a), dan 4.1(b) dapat dilihat bahwa jumlah frekuensi mutlak dan relatif terbesar untuk kedua kelas adalah pada interval 72-78 dengan nilai tengah 75 untuk kelas eksperimen I dan interval 74-79 dengan nilai tengah 76,5 untuk kelas eksperimen II. Data prestasi belajar kognitif untuk masing-masing variabel bebas secara berturut-turut disajikan dalam Tabel 4.6 (a), Tabel 4.6 (b) Tabel 4.6 (c) Tabel 4.6 (d) Tabel 4.6 (e) Tabel 4.6 (f). Tabel 4.6. (a) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran Prestasi Belajar Kognitif Media Pembelajaran Mean SD N VBL 63,72 10,82 29 Dimensi 1 SBL 68,66 9,60 29 Total 66,19 10,44 58
Berdasarkan tabel 4.6.(a) dapat dilihat bahwa rerata prestasi belajar kognitif kelas yang belajar dengan media SBL menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelas yang belajar dengan media VBL. Tabel 4.6. (b) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analisis Kemampuan Analisis SD N commit to Mean user Kemampuan Analisis Tinggi 65,77 10,06 30 Kemampuan Analisis Rendah 66,64 10,99 28 Total 66,19 10,44 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 Tabel 4.6.(b) menunjukkan bahwa rerata nilai prestasi kognitif siswa dengan kemampuan analisis rendah lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa dengan kemampuan analisis tinggi. Tabel 4.6. (c) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Berfikir Kreatif Kemampuan Berfikir Kreatif Mean SD N Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi 67,67 9,61 27 Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah 64,90 11,10 31 Total 66,19 10,44 58
Tabel 4.6.(c) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah. Tabel 4.6. (d) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan MetodePembelajaran dan Kemampuan Analisis Prestasi Belajar Kognitif VBL SBL N = 15 N = 15 Kemampuan Analisis Tinggi Mean = 62,73 Mean = 68,80 SD = 10,63 SD = 8,77 N = 14 N = 14 Kemampuan Analisis Rendah Mean = 64,79 Mean = 68,50 SD = 11,32 SD = 10,75
Tabel 4.6.(d) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan analisis tinggi maupun rendah yang belajar dengan menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa yang belajar menggunakan media VBL. Tabel 4.6. (e) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif Prestasi Belajar Kognitif VBL SBL N = 15 N = 12 Kemampuan Berfikir Mean = 67,60 Mean = 67,75 Kreatif Tinggi SD = 9,81 SD = 9,78 N = 14 N = 17 Kemampuan Berfikir Mean = 59,57 Mean = 69,29 Kreatif Rendah SD = 10,63 SD = 9,72
commit to user Tabel 4.6.(e) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi maupun rendah yang belajar dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117 menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa yang belajar menggunakan media VBL. Tabel 4.6. (f) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Kemampuan Analasis dan Kemampuan Berfikir Kreatif Prestasi Belajar Kognitif Kemampuan Kemampuan Berfikir Berfikir Kreatif Kreatif Rendah Tinggi N = 15 N = 15 Kemampuan Analisis Mean = 66,73 Mean = 64,80 Tinggi SD = 10,43 SD = 9,94 N = 12 N = 16 Kemampuan Analisis Mean = 68,83 Mean = 66,19 Rendah SD = 8,78 SD = 10,44
Tabel 4.6.(f) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan analisis dan berfikir kreatif kategori tinggi menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa yang memiliki kemampuan analisis dan berfikir kreatif kategori rendah. Tabel 4.6. (g) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif PBL Dengan Metode Eksperimen VBL SBL Kemampuan N 8 7 Berfikir Mean 63,75 70,14 Kreatif Tinggi Kemampuan SD 10,96 9,39 Analisis Tinggi Kemampuan N 7 8 Berfikir Mean 61,57 67,63 Kreatif Rendah SD 10,97 8,65
Kemampuan Analisis Rendah
Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi
N Mean
7 72,00
5 64,40
SD
6,48
10,33
Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah
N Mean
7 57,57
9 70,78
SD
10,68
10,87
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118 Tabel 4.6.(g) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah yang belajar dengan menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai prestasi kognitif siswa yang belajar dengan media VBL. Nilai rerata kognitif siswa dengan kemampuan analisis rendah dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi yang belajar dengan menggunakan media VBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai prestasi kognitif siswa yang belajar dengan media SBL. Sedangkan untuk siswa dengan kemampuan analisis rendah dan kemampuan berfikir kreatif kategori rendah menunjukkan hasil belajar kognitif yang lebih baik jika menggunakan media SBL. 4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa Selain penilaian kognitif, dilakukan juga penilaian dalam ranah afektif untuk memberikan informasi tentang sikap siswa. Penilaian afektif diperoleh dari angket yang diisi oleh siswa dalam pembelajaran dalam pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana. Angket afektif diberikan untuk mengukur sikap siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Instrumen yang digunakan terdiri dari 44 item. Instrumen yang telah diisi dicari skor keseluruhannya, sehinga tiap siswa memiliki skor tertentu Selain itu penilaian afektif juga diperoleh dari lembar observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran. Nilai afektif siswa diperoleh dari akumulasi nilai angket dan observasi. Secara umum deskripsi data prestasi belajar afektif disajikan pada Tabel 4.7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II No
Frekuensi Kelas Interval
Nilai Tengah
Mutlak
Relatif (%)
1
127-141
134
5
2
142-156
149
3
157-171
4
Frekuensi Kelas Interval
Nilai Tengah
Mutlak
Relatif (%)
17,24
137-153
145
5
17,24
7
24,14
154-170
162
14
48,22
164
7
24,14
171-187
179
8
27,59
172-186
179
1
3,45
188-204
196
1
3,45
5
187-201
194
8
27,59
205-221
213
0
0
6
202-216
209
1
3,45
222-238
230
1
3,45
29
100
29
100
Jumlah
Gambar 4.2. (a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Siswa Kelas Eksperimen I
Gambar 4.2. (b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II
Dari tabel 4.7., gambar commit 4.2.(a), todan 4.2(b) dapat dilihat bahwa jumlah user frekuensi mutlak dan relatif terbesar untuk kedua kelas adalah pada interval 187-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 201 dengan nilai tengah 194 untuk kelas eksperimen I dan interval 154-170 dengan nilai tengah 162 untuk kelas eksperimen II. Data prestasi belajar afektif untuk masing-variabel bebas secara berturutturut dapat disajikan dalam Tabel 4.8 (a), 4.8 (b), 4.8 (c), 4.8 (d), 4.8 (e), 4.8 (f), 4.8 (g), sebagai berikut: Tabel 4.8.(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran Media Pembelajaran Mean SD N VBL 166,86 24,60 29 Dimensi 1 SBL 165,93 18,36 29 Total 166,40 21,52 58
Berdasarkan tabel 4.8.(a) dapat dilihat bahwa rerata prestasi belajar afektif kelas yang belajar dengan media VBL menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelas yang belajar dengan media VBL. Tabel 4.8.(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Analisis Kemampuan Analisis Mean SD Kemampuan Analisis Tinggi 164,47 21,37 Kemampuan Analisis Rendah 168,46 21,88 Total 166,40 21,52
N 30 28 58
Tabel 4.8.(b) menunjukkan bahwa rerata nilai prestasi afektif siswa dengan kemampuan analisis rendah lebih baik daripada rerata nilai afektif siswa dengan kemampuan analisis tinggi. Tabel 4.8.(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Berfikir Kreatif Kemampuan Berfikir Mean SD N Kreatif Kemampuan Berfikir 169,11 23,92 27 Kreatif Tinggi Kemampuan Berfikir 164,03 19,28 31 Kreatif Rendah Total 166,40 21,52 58
Tabel 4.8.(c) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa commit to user dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi lebih baik daripada rerata prestasi afektif siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121 Tabel 4.8.(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis Prestasi Belajar Afekif VBL SBL N = 15 N = 15 Kemampuan Mean = 156,80 Mean = 172,13 Analisis Tinggi SD = 18,82 SD = 21,59 N = 14 N = 14 Kemampuan Mean = 177,64 Mean = 159,29 Analisis Rendah SD = 26,09 SD = 11,49
Tabel 4.8.(d) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa dengan kemampuan analisis tinggi yang belajar dengan menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa yang belajar menggunakan media VBL. Siswa dengan kemampuan analisis rendah menunjukkan hasil prestasi afektif yang lebih baik jika belajar dengan menggunakan media VBL. Tabel 4.8.(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif Prestasi Belajar Afekif VBL SBL Kemampuan N = 15 N = 12 Berfikir Kreatif Mean = 169,40 Mean = 168,75 Tinggi SD = 25,28 SD = 23,22 Kemampuan N = 14 N = 17 Berfikir Kreatif Mean = 164,14 Mean = 163,94 Rendah SD = 24,50 SD = 14,46
Tabel 4.8.(e) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi maupun rendah yang belajar dengan menggunakan media VBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai afektif siswa yang belajar menggunakan media SBL. Tabel 4.8.(f) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif Prestasi Belajar Afekif Kemampuan Berfikir Kemampuan Berfikir Kreatif Kreatif Tinggi Rendah N = 15 N = 15 Kemampuan Mean =161,80 Mean = 167,13 Analisis Tinggi SD commit =23,53 to user SD = 19,39 N = 12 N = 16 Kemampuan Mean = 178,25 Mean = 161,13 Analisis Rendah SD = 21,96 SD = 19,33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122 Tabel 4.8.(f) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan berfikir kreatif kategori rendah menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai afektif siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan berfikir kreatif kategori tinggi. Sedangkan siswa rerata prestasi afektif siswa dengan kemampuan analisis rendah
dan berfikir
kreatif kategori tinggi menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai afektif siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah dan berfikir kreatif kategori rendah. Tabel 4.8.(g) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif PBL Dengan Metode Eksperimen
Kemampuan Analisis Tinggi
Kemampuan Analisis Rendah
VBL
SBL
Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi
N Mean
8 151,63
7 173,43
SD
12,39
24,67
Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah
N Mean
7 162,71
8 171,00
SD
23,89
15,05
Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi
N Mean
7 189,71
5 162,20
SD
20,22
12,68
Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah
N Mean
7 165,57
9 157,67
SD
26,94
11,22
Tabel 4.8.(g) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah yang belajar dengan menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai prestasi kognitif siswa yang belajar dengan media VBL. Sedangkan nilai rerata afektif siswa dengan kemampuan analisis rendah dan commit to user kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah yang belajar dengan menggunakan media VBL menunjukkan hasil lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 B. Pengujian Prasyarat Analisis 1.
Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji prasarat sebelum uji anava 3 jalan dilakukan. Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS versi 18. Data yang akan diuji adalah data prestasi belajar siswa sebagai dependent list kemudian metode pembelajaran, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif dijadiakan sebagai factor list. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai probabilitas atau p value (sig.) > 0,05 maka data tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas atau p value (sig.) < 0,05 maka data tersebut berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal, hasil analisis uji normalitas data disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Rangkuman Uji Normalitas Variabel Tinjauan Terikat Sig. Media Pembelajaran VBL 0,14 SBL 0,01 Kemampuan Analisis Kemampuan Analisis 0,20* Tinggi Kemampuan Kemampuan Analisis 0,10 Kognitif Rendah Kemampuan Berfikir Kreatif Kemampuan Berfikir 0,20* Kreatif Tinggi Kemampuan Berfikir 0,20* Kreatif Rendah Media Pembelajaran VBL 0,01 SBL 0,13 Kemampuan Analisis Kemampuan Kemampuan Analisis Afektif commit to0,07 user Tinggi Kemampuan Analisis 0,10 Rendah Kemampuan Berfikir
Keputusan Uji
Ho diterima Ho diterima
Normal Normal
Ho diterima
Normal
Ho diterima
Normal
Ho diterima
Normal
Ho diterima
Normal
Ho diterima Ho diterima
Normal Normal
Ho diterima
Normal
Ho diterima
Normal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 Tabel 4.9.(lanjutan) Rangkuman Uji Normalitas Kreatif Kemampuan Berfikir 0,04 Kreatif Tinggi Kemampuan Berfikir 0,02 Kreatif Rendah
Ho ditolak
Tidak Normal
Ho ditolak
Tidak Normal
Berdasarkan hasil analisis uji normalitas data (selengkapnya terdapat pada Lampiran 37) menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (persamaan 3.7.) melalui program SPSS versi 18 pada Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan, nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dari tabel 4.9. dapat diketahui bahwa distribusi data yang tidak normal terdapat pada data kemampuan berfikir kreatif siswa. 2.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui homogen tidaknya data dalam penelitian. Uji homogenitas data yang digunakan adalah Levene Statistic yang melalui program SPSS versi 18. Hasil analisis uji homogenitas disajikan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Rangkuman Uji Homogenitas Variabel Terikat
Kemampuan Kognitif
Keputusan Uji Tinjauan Media Equal variances assumed Kemampuan Analisis Equal variances assumed Kemampuan Berfikir Kreatif Equal variances assumed Media Equal variances assumed
Kemampuan Afektif
Kemampuan Analisis commit to Equal variances assumed Kemampuan Berfikir Kreatif Equal variances assumed
Sig. 0,40
Ho diterima
Homogen
0,44
Ho diterima
Homogen
0,17
Ho diterima
Homogen
0,02
Ho ditolak
Tidak Homogen
user 0,53
Ho diterima
Homogen
0,51
Ho diterima
Homogen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas data dengan uji Levene dengan persamaan 3.8. (selengkapnya terdapat pada Lampiran 38) diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data mempunyai variansi yang homogen, sedangkan jika nilai sig < 0,05 disimpulkan bahwa data mempunyai variansi yang tidak homogen. Dari tabel 4.10. dapat diketahui bahwa data yang tidak homogen terdapat pada kelompok data prestasi afektif siswa berdasarkan media SBL dan VBL. C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Anava Dalam menyelesaikan analisis digunakan uji univariate melalui program SPSS versi 18. Hasil analisis disajikan pada Lampiran 39 sedangkan rangkuman analisisnya disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. (a). Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Kognitif Prestasi Belajar Kognitif No Variabel Sig. Keuptusan Uji 1. Metode 0,09 Ho diterima 2.
Kemampuan Analsis
0,88 Ho diterima
3.
Kemampuan Berfikir Kreatif Interaksi Media * Kemampuan Analisis Interaksi Media * Kemampuan Berfikir Kreatif Interaksi Kemampuan Analisis * Kemampuan Berfikir Kreatif Interaksi Media * Kemampuan Analisis * Kemampuan Berfikir Kreatif
0,23 Ho diterima
4. 5. 6. 7.
0,52 Ho diterima 0,06 Ho diterima 0,75 Ho diterima 0,05 Ho diterima
Tabel 4.11.(a) merupakan hasil uji anava 3 jalan untuk data prestasi kognitif. Pengujian ini dilakukan karena data prestasi kognitif terdistribusi normal, sehingga dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji commit to user parametrik yaitu dengan uji anava 3 jalan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126 Tabel 4.11b. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Afektif
Grouping Variable Kruskal Wallis Test
Media Pembelajaran
Kemampuan Analisis
Kemampuan Berfikir Kreatif Interaksi Media Kemampuan Analisis Interaksi Media Kemampuan Berfikir Kreatif Interaksi Kemampuan Analisis Kemampuan Berfikir Kreatif Interaksi Media Kemampuan Analisis Kemampuan Berfikir Kreatif
Test Statisticsa,b Kemampuan Afektif Chi-square 0,05 df 1 Asymp. 0,82 Sig. Chi-square 0,48 df 1 Asymp. 0,49 Sig. Chi-square 0,41 df 1 Asymp. 0,52 Sig. Chi-square 9,19 df 3 Asymp. 0,03 Sig. Chi-square 0,62 df 3 Asymp. 0,89 Sig. Chi-square 4,77 df 3
Keputusan Uji
Ho diterima
Ho diterima
Ho diterima
Ho ditolak
Ho diterima
Ho diterima
Asymp. Sig.
0,19
Chi-square df
13,82 7
Asymp. Sig.
0,05
Ho diterima
Tabel 4.11.(b) merupakan hasil uji Kruskal Wallis jalan untuk data prestasi afektif. Pengujian ini dilakukan karena data prestasi afektif tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji hipotesis nonparametrik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis. Hipotesis dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Hipotesis nol menyatakan tidak ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu variabel dengan variabel yang lain. kemudian hipotesis to user ataupun interaksi antara suatu alternatif menyatakan sebaliknya,commit ada pengaruh variabel terhadap variabel yang lain. Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127 ditolak dan H1 diterima jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 serta H1 akan ditolak dan H0 diterima jika signifikansi (Sig.) > 0,05. Berdasarkan Tabel 4.11. dan kriteria pengujian hipotesis pada uraian di atas, maka pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa H0
: Tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1 : Ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa Berdasarkan Tabel 4.13., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,09 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh penggunaan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,82 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa. 2.
Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa H1 : Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika commit siswa to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128 Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,88 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,49 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa 3.
Ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. H1 : Ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,23 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh tingkat kreativitas kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,52 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. 4.
Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
commit to user
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129 eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,52 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,03 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada interaksi antara penggunaan metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika. 5.
Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,06 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,89 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130 metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika. 6.
Ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika H0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa H1 : Ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,75 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,19 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa. 7.
Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131 Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig = 0,05 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,05 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika. D. Pembahasan Hasil Penelitian 1.
Hipotesis Pertama
Dalam penelitian ini materi Fisika yang digunakan adalah Gerak Harmonis Sederhana (GHS). Pemilihan materi ini didasarkan pada karakteristik materi yang dapat dipelajari dan diamati secara langsung oleh siswa. Selain itu materi GHS merupakan materi pokok dan penting dalam Fisika karena konsepnya banyak menjadi dasar untuk materi yang lainnya. Materi GHS dalam pembelajaran ini diberikan menggunakan problem based learning dengan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory dan Video Based Laboratory. Penggunaan problem based learning dengan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL) memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep gerak harmonis melalui percobaan dengan simulasi untuk menjawab masalah yang diajukan dalam pembelajaran. Keunggulan media SBL ini adalah dalam pembelajaran ini siwa dapat melakukan prosedur percobaan mulai dari memilih bahan-bahan yang diperlukan sampai dengan menganalisis commit to user dan menginterpretasi grafik dan data hasil percobaan melalui simulasi. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132 menggunakan simulasi maka desain percobaan dapat dibuat ideal dengan mengontrol faktor-faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi hasil percobaan. Simulasi percobaan GHS dilakukan dengan menggunakan program PhET (Physics Education Technology). Penggunaan problem based learning dengan metode eksperimen melalui Video Based Laboratory (VBL) memberi kesempatan siswa untuk menganalisis video hasil percobaan real melalui software untuk kemudian dicari hubungan antar variabel-variabel fisisnya. Pembelajaran ini membantu siswa untuk menjawab masalah yang diajukan guru dalam pembelajaran melalui analisis data real dan interpretasi grafik melalui analisis video percobaan. Analisis data video percobaan dilakukan dengan menggunakan software Logger pro. Melalui software ini siswa dapat mengetahui hubungan antar variabel-variabel dalam percobaan secara langsung, dalam hal ini siswa menemukan sendiri tanpa harus melalui penurunan rumus yang biasanya dilakukan oleh guru. Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan problem based learning dengan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL) terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif siswa. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab hasil ini, salah satu faktor yang dominan adalah alokasi waktu. Faktor keterbatasan waktu ini merupakan salah satu kelemahan dari metode eksperimen. Menurut Stephan Forster (2009: 112) salah satu keterbatasan dari metode eksperimen adalah memerlukan waktu yang lama. Penelitian ini dirancang untuk 4 kali pertemuan. Penelitian berjalan commit to user sebagaimana yang diinginkan yaitu 4 kali pertemuan tetapi dalam pelaksanannya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133 2 kali pertemuan waktu yang dialokasikan tidak sesuai dengan RPP dikarenakan adanya kegiatan sekolah. Dalam RPP direncanakan setiap pertemuan berlangsung selama 2 x 45 menit, tetapi dalam 2 pertemuan pembelajaran hanya berlangsung 2 x 30 menit. Hal ini tentu saja menyebabkan kegiatan yang sudah dirancang dalam RPP tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat mempengaruhi hasil pembelajaran siswa. Faktor lain yang menjadi penyebab tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap prestasi belajar pada penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu problem based learning. Menurut Wina Sanjaya (2009), problem based learning mempunya kelemahan yaitu manakala siswa tidak mempunyai minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa enggan untuk mencoba. Hal ini terlihat dalam pembelajaran. Saat pertemuan pertama, siswa merasa antusias memberikan opini untuk menjawab pertanyaan di awal pembelajaran yang diberikan oleh guru, karena masalah yang diberikan relatif menarik dan mudah. Siswa juga sangat serius mengikuti tahapan yang sudah disusun di LKS. Namun fenomena yang terlihat berbeda saat pertemuan berikutnya, hanya sebagian kecil siswa yang berusaha menjawab pertanyaan di awal pembelajaran dan kegiatan pembelajaran juga berlangsung kurang efektif karena beberapa siswa tidak menggunakan komputer untuk melakukan percobaan tetapi ada beberapa kelompok yang menggunakannya untuk aktivitas yang lain. Ini disebabkan karena pertanyaan dan materi yang dipelajari semakin kompleks dan rumit dibandingkan dengan pertemuan yang pertama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134 Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh N. D. Finkelstein et.al (2005) mengenai simulation based laboratory dalam pembelajaran Fisika. Hasil penelitian yang menarik dari N. D. Finkelstein adalah penggunaan SBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Jika pemahaman konsep siswa meningkat seharusnya prestasi belajar siwa juga meningkat. Tetapi hal tersebut tidak terlihat pada hasil penelitian ini. Perbedaan hasil ini dikarenakan karena subjek penelitian yang menjadi sampel. N. D. Finkelstein menggunakan sampel mahasiswa perguruan tinggi sedangkan pada penelitian ini sampelnya adalah siswa sekolah menengah. Hal ini tentu menjadi penyebab yang dominan, karena kematangan berfikir antara mahasiswa perguruan tinggi dan siswa sekolah menengah tentu berbeda. Dalam percobaan menggunakan SBL, kemampuan analisis dan berfikir tingkat tinggi yang lain sangat dibutuhkan. Secara usia siswa perguruan tinggi lebih matang dalam menggunakan kemampuan berfikir tingkat tingginya dibandingkan siswa sekolah menengah. Jadi penggunaaan SBL akan mudah diikuti oleh mahasiswa perguruan tinggi sehingga memperoleh hasil belajar maksimal yang ditunjukkan dengan pemahaman konsep yang meningkat. Untuk siswa sekolah menengah, penerapan SBL juga baik untuk dilakukan, tetapi perlu waktu yang cukup lama untuk membiasakan siswa. Penggunaan SBL juga dilakukan pada materi-materi Fisika yang lain, sehingga siswa tidak merasa asing dengan SBL. Jika hal ini dilakukan, maka akan diperoleh hasil yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh N. D. Finkelstein. Hasil penelitian lain yang tidak sejalan dengan penelitian ini adalah commit to user penelitian oleh Louis Trudel dan Abdeljalil Métioui (2012) mengenai efek
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135 penggunaan Video Based Laboratory (VBL) terhadap pemahaman siswa sekolah menengah pada gerak dengan kecepatan tetap. Hasil yang diperoleh adalah penggunaan VBL dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi gerak dengan kecepatan tetap. Perbedaan ini karena tingkat kesulitan materi yang dipakai dalam penelitian. Materi gerak dengan kecepatan konstan tentu lebih mudah dibandingkan dengan materi dalam penelitian ini yaitu Gerak Harmonis. Karena materi yang lebih mudah maka kemungkinan siswa untuk menangkap dan menemukan konsep juga menjadi mudah sehingga dapat memunculkan peningkatan pemahaman siswa. Meskipun tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan tetapi ada hal lain yang didapatkan siswa yaitu siswa bisa memanfaatkan media yang ada yaitu komputer sebagai salah satu media untuk melakukan percobaan Fisika. Siswa dapat melakukan percobaan secara mandiri sehingga siswa dapat melakukan penemuan sebuah konsep secara langsung, sehingga dapat lebih bermakna hasil belajarnya. Hal ini sesuai dengan teori belajar Bruner yang menyatakan bahwa siswa yang belajar secara langsung, dalam hal ini siswa menemukan konsep sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih bermakna. Siswa akan mudah memahami dan mengingat konsep yang dipelajari karena siswa mengalami dan menemukan secara langsung melalui kegiatan eksperimen. 2.
Hipotesis Kedua
Kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kemampuan analisis merupakan salah satu bagian dari keterampilan commit to user berfikir seperti yang dirumuskan oleh Bloom. Tingkat keterampilan berfikir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136 analisis merupakan keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking skill. Kemampuan analisis diperlukan dalam proses pembelajaran khususnya problem based learning karena siswa dituntut untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Dalam proses pencarian jawaban ini tentu saja diperlukan kemampuan untuk menguaraikan segala ide maupun gagasan, dalam hal ini kemampuan tersebut merupakan salah satu unsur dari kemampuan analisis. Oleh karena itu diperkirakan kemampuan analisis siswa akan mempengaruhi prestasi belajar siswa, seperti yang diungkapkan oleh Wenglinsky (2004) yang menegaskan bahwa pembelajaran yang mengutamakan kemampuan analisis mampu mendukung tercapainya prestasi belajar yang lebih tinggi. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda dengan pendapat tersebut. Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif dan afektif. Data kemampuan analisis siswa diperoleh dengan menggunakan tes analisis. Hasil tes menunjukkan bahwa untuk kedua kelas eksperimen diperoleh rerata skor kemampuan analisis siswa yang rendah. Padahal, patokan penentuan tinggi dan rendah menggunakan skor rerata. Jika skor rerata total rendah, maka akan sulit dibedakan antara kategori tinggi dan rendah. Kesulitan pengkategorian ini menjadi tinggi dan rendah dari rerata yang rendah tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Selain itu faktor yang mempengaruhi ditolaknya hipotesis ini adalah distribusi soal dengan tingkatan analisis pada soal kognitif yang diberikan siswa. Berdasarkan kisi-kisi pada soal kognitif, soal yang commit to user mempunyai tingkatan analisis adalah 16 soal yaitu 45,16% dari keseluruhan soal.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137 Hal ini menyebabkan kemamuan analisis siswa tidak dapat terukur dengan baik pada soal kognitif sehingga diperoleh rerata yang relatif rendah untuk kedua kelas eksperimen. Faktor lain yang mempengaruhi hasil ini adalah kebiasaan siswa mengerjakan soal di sekolah. Dengan melihat soal-soal tes maupun ulangan di sekolah, kecenderungan soal Fisika yang digunakan adalah soal aplikasi persamaan matematis saja. Soal cenderung mengarahkan siswa untuk menghafal rumus, lalu menerapkan rumus tersebut dalam mengerjakan soal. Hal ini juga terlihat dari hasil survey TIMSS
yang cenderung rendah, yaitu Indonesia
menduduki peringkat 35 dari 48 negara dengan nilai 427, padahal skor rata-rata internasional adalah 500 (Patrick Gonzales, 2007). Soal-soal yang digunakan oleh TIMSS sebagian besar adalah soal-soal dengan tingkat analisis. Hasil yang rendah menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di Indonesia tidak dilatih untuk memecahkan suatu persoalan yang bersifat analisis. Dalam penelitian ini sudah diantisipasi dengan memberikan pembelajaran dengan pendekatan dan metode yang sama tetapi untuk materi berbeda, tetapi karena keterbatasan waktu dalam proses tersebut siswa belum dikenalkan tipe-tipe soal yang pemecahannya memerlukan kemampuan analisis. 3.
Hipotesis Ketiga
Kemampuan berfikir kreatif merupakan proses berfikir untuk membuat hubungan ide atau konsep yang sudah diketahui dan memunculkan ide atau konsep baru sebagai hasil dari kombinasi ide-ide yang telah dimiliki. Dalam penelitian ini sebenarnya desain pembelajaran sudah dibuat sedemikian rupa commit to user sehingga siswa dapan menggunakan keterampilan berfikir kreatifnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138 menyelesaikan suatu permasalahan sehingga diharapkan akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Tetapi ternyata hasil statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa. Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan berfikir kreatif merupakan kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Kemampuan berfikir kreatif erat kaitannya dengan kemampuan untuk mencari sebuah solusi baru dari suatu permasalahan yang disajikan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat menggunakan kemampuan ini dengan baik. Kemampuan berfikir kreatif memerlukan kombinasi antara berfikir logis dan berfikir divergen yang didasarkan pada intuisi tapi masih dalam kesadaran (Pehkonen, 1997). Hal ini sangat sulit ditemui pada siswa yang menjadi subjek penelitian. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh. Nicolaus (2008) tentang pembelajaran Fisika menggunakan animasi dan modul ditinjau dari kreativitas siswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. Dalam penelitian tesebut kreativitas mengacu pada kreativitas verbal siswa. Berbeda dengan penelitian ini yang mengacu pada kemampuan berfikir kreatif siswa khususnya dalam bidang Fisika. Tes kreativitas verbal yang digunakan mensyaratkan siswa mengetahui sebanyak mungkin kosakata, karena dalam tes tersebut siswa diharuskan menulis kata-kata yang sudah diketahui awalan ataupun petunjuk lainnya. Dalam tes tersebut siswa tidak diharuskan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139 memahami konsep Fisika karena tidak dibutuhkan untuk mengerjakan tes tersebut. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan, tes berfikir kreatif mengacu pada berfikir kreatif dalam Fisika. Sehingga tes ini memungkinkan siswa menemukan kesulitan, karena siswa diharuskan menguasai konsep Fisika untuk memecahkan masalah yang diberikan dalam tes. Siswa tidak cukup hanya menguasai kosakata yang banyak, tetapi juga pemahaman konsep Fisika secara benar. Oleh karena itu hasil tes berfikir kreatif dalam penelitian ini menunjukkan skor yang kurang baik untuk sebagian besar sampel. Faktor inilah yang menyebabkan ditolaknya hipotesis yang diajukan. Pembelajaran yang terjadi di kelas, selama ini tidak memfasilitasi siwa untuk mengembangkan keterampilan berfikir kreatifnya. Yang terjadi, siswa cenderung menggunakan kemampuan berfikir kognitif pada tingkatan menghafal dan menerapkan saja, belum sampai pada tingkatan mencipta. Sehingga saat siswa dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan kemampuan berfikir kreatifnya, siswa merasa kesulitan untuk mengatasinya. Hal ini terlihat dari rerata hasil tes kreatif dari kedua kelas yang relatif rendah. Sama halnya dengan kemampuan analisis, karena rerata skor kedua kelas yang relatif rendah maka akan sulit dibedakan antara kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Halizah Awang dan Ishak Ramly (2008) yang menyatakan bahwa PBL dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan berfikir kreatif. Kemampuan berfikir kreatif yang meningkat dalam penelitian tersebut dikarenakan karena pengukuran terhadap commit to user kemampuan berfikir kreatif dilakukan setelah perlakuan, dalam hal ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140 kemampuan berfikir kreatif sebagai variabel terikat. Jadi selama proses pembelajaran dengan PBL kemampuan kreatif siswa dilatihkan sehingga pada saat penilaian siswa mengalami peningkatan dalam menggunakan kemampuan berfikir kreatifnya. Sedangkan kemampuan kreatif yang ditinjau dalam penelitian ini adalah sebagai variabel moderator yang diukur sebelum siswa mendapat perlakuan. Sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan kemampuan berfikir kreatifnya, akibatnya diperoleh hasil yang kurang maksimal sebagaimana diuraikan di atas. 4.
Hipotesis Keempat
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara kemampuan analisis dengan problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kemampuan analisis. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL. Artinya, kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi, jika diberikan perlakuan menggunakan metode eksperimen melalui SBL dan VBL akan memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah, perlakuan dengan eksperimen menggunakan SBL dan VBL juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar. commit to user Demikian juga pada kelompok siswa dengan metode eksperimen menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141 SBL, antara kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada kelompok siswa dengan metode eksperimen menggunakan VBL. Dua variabel bebas tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan SBL dan VBL dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan karena pendekatan dan metode pembelajaran kedua kelas eksperimen yang digunakan sama, yang membedakan hanya media yang digunakan. Kelas eksperimen pertama menggunakan media Simulation Based Laboratory (SBL) dan kelas eksperimen kedua menggunakan media Video Based Laboratory (VBL). Hal ini mengindikasikan bahwa siswa yang memiliki kategori kemampuan analisis sama, jika diberi perlakuan dengan menggunakan media pembelajaran yang berbeda yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang cukup besar. Faktor lain yang menjadi penyebab tidak adanya interaksi ini adalah kemampuan analisis bukan satu-satunya sebagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor psikologis siswa seperti perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Beberapa faktor ini tidak terkontrol dengan baik dalam penelitian. Sebagai contoh adalah faktor minat dan bakat yang dimungkinkan memberikan pengaruh yang cukup
besar dalam
pencapaian prestasi belajar siswa. Tidak semua siswa di kelas yang dijadikan sebagai sampel penelitian mempunyai minat yang besar serta bakat dalam commit to user mempelajari Fisika. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Naim (2009)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142 yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa tidak menyukai Fisika dan menjadikan Fisika sebagai pelajaran yang susah untuk dipelajari. Hal inilah yang dimungkinkan sebagai penyebab ditolaknya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. 5.
Hipotesis Kelima
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara kemampuan berfikir kreatif dengan problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kemampuan berfikir kreatif siswa. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL. Artinya, kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi, jika diberikan perlakuan dengan problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL akan memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah. Demikian juga pada problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL, antara kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada problem based learning melalui metode eksperimen commit to user menggunakan VBL. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143 yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Media pembelajaran SBL dan VBL pada
dasarnya sama-sama
memerlukan kemampuan berfikir kreatif dari siswa, meskipun untuk media SBL lebih dominan. Dengan melihat hasil kemampuan berfikir kreatif kedua kelas yang hampir sama yaitu relatif rendah maka dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan untuk mengikuti pembelajaran dengan kedua media ini. Sehingga salah satu faktor dalam penelitian ini yang masih dimungkinkan memberikan
pengaruh
terhadap
prestasi
belajar
siswa
adalah
metode
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Wina Sanjaya (2009) bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang ditempuh dalam pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Metode pembelajaran yang digunakan untuk kedua kelas eksperimen adalah metode yang sama, yaitu metode eksperimen. Sintaks yang digunakan sama, sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran antara kedua kelas sama. Hal inilah yang menjadi penyebab tidak adanya interaksi antara problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Sama halnya dengan hipotesis sebelumnya, faktor lain yang menjadi penyebab ditolaknya hipotesis ini adalah kemampuan berfikir kreatif bukan satusatunya faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor lain seperti perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan yang mempengaruhi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144 prestasi belajar (Slameto, 2003) tidak bisa dikontrol dengan baik karena keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian. 6.
Hipotesis Keenam
Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif merupakan pengaruh yang independen dan tidak berhubungan dengan kemampuan berfikir kreatif. Dua variabel yang diteliti ini tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif maupun afektif. Kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi dengan kemampuan analisis yang berbeda memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah dengan kemampuan analisis yang berbeda juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar. Demikian juga pada kelompok kemampuan analisis tinggi dengan kelompok siswa kemampuan berfikir kreatif tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada siswa dengan kelompok kemampuan analisis rendah. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan analisis siswa dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa baik pada ranah kognitif maupun afektif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145 Dengan melihat karakteristik dari kemampuan berfikir analisis dan kemampuan berfikir kreatif maka dapat ditemukan adanya kesamaan dari keduanya. Kemampuan analisis sebagaimana dikemukakan oleh Peter A. Facione (2011) merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global identifikasi langkah-langkah logis melalui proses berfikir sehinggak mengarah pada suatu kesimpulan (Harjasujana, 1987). Kemampuan berfikir kreatif merupakan proses berfikir untuk membuat hubungan ide atau konsep yang sudah diketahui dan memunculkan ide atau konsep baru sebagai hasil dari kombinasi ide-ide yang telah dimiliki (Evans, 1991). Sedangkan Pehkonen (1997) menyatakan bahwa berfikir kreatif merupakan kombinasi antara berfikir logis dan berfikir divergen yang didasarkan pada suatu intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa sesorang yang menggunakan kemampuan berfikir kreatifnya tentu saja secara otomotis juga menggunakan kemampuan berfikir analisisnya. Berfikir kreatif memerlukan tahapan berfikir logis untuk membuat kombinasi ide-ide yang telah dimiliki. Tahapan ini sebenarnya adalah berfikir analisis, setelah itu baru tahapan berfikir divergen untuk mendapatkan suatu konsep atau ide yang baru. Hal ini berarti ada intersection antara keduanya. Faktor inilah yang menjadi penyebab tidak adanya interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146 7.
Hipotesis Ketujuh
Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Tidak terdapatnya interaksi antara metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL, kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif dapat dijelaskan karena pada metode eksperimen dengan SBL siswa memiliki rata-rata yang lebih baik daripada melalui metode dengan VBL, siswa dengan kemampuan analisis tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan kemampuan analisis rendah, siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah. Kemampuan berfikir analisis dan kemampuan berfikir kreatif merupakan kemampuan yang menunjang dan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Welingsky (2004) yang menyatakan bahwa kemampuan analisis dapat mendukung tercapainya prestasi belajar yang lebih tinggi dan pendapat dari Nicolaus (2008) bahwa siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang baik. Tetapi sebagaimana dijelaskan di atas bahwa data kemampuan analisis maupun kemampuan berfikir menunjukkan hasil yang kurang maksimal yaitu untuk kedua kelas mendapatkan skor yang relatif rendah. Hal ini menyebabkan sulitnya membedakan siswa dengan kategori kemampuan analisis dan kreatif yang tinggi dengan siswa dengan kategori kemampuan analisis dan kreatif yang rendah. Hal ini yang menyebabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147 tidak terjadinya interaksi antara kedua variabel ini, sebagimana hasil uji statistik yang diperoleh. Faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah pendekatan, metode dan media yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan PBL dan metode ekseprimen serta media yang digunakan adalah Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). Pendekatan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama untuk kedua kelas eksperimen, hanya media pembelajaran yang berbeda yaitu kelas eksperimen I mengunakan SBL dan kelas eksperimen II menggunakan VBL. Media SBL maupun VBL keduanya memerlukan kemampuan berfikir analisis dan kemampuan kreatif meskipun presentasinya berbeda. Simulation Based Laboratory (SBL) lebih dominan memerlukan kemampuan berfikir kreatif siswa dibanding kemampuan analisisnya sedangkan Video Based Laboratory (VBL) lebih dominan memerlukan kemampuan berfikir analisis siswa dibanding kemampuan berfikir kreatifnya. Karena untuk kedua kelas eksperimen didapatkan hasil kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif yang relatif rendah maka akan sulit dilihat interaksinya dengan media pembelajaran yang digunakan yaitu SBL dan VBL. Faktor ini yang dimungkinkan sebagai penyebab tidak terjadinya interaksi antara variabel ini, sebagimana hasil uji statistik yang diperoleh. Uraian di atas dapat menjelaskan ditolaknya hipotests penelitian ini yaitu tidak adanya pengaruh yang signifikan antara problem based learning melalui commit to user metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL, kemampuan analisis, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148 kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Selain faktor-faktor yang diuraikan di atas, faktor intern siswa sebagaimana diungkapkan oleh Slameto (2003) seperti minat, bakat, motivasi juga mempengaruhi prestasi belajar siswa, tetapi tidak dapat dikontrol dengan baik dalam penelitian ini karena keterbatasan penelitian. E. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan telah diusahakan semaksimal mungkin dengan berusaha
mengendalikan
variabel-variabel
yang
diperkirakan
dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Namun demikian dalam penelitian ini hasil yang diperoleh tidak semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena beberapa keterbatasan selama pelaksanaan penelitian, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan di sekolah membatasi alokasi waktu penelitian, silabus, dan RPP yang digunakan. Waktu pelaksanaan penelitian hanya empat kali pertemuan untuk proses pembelajaran dan jam pelajaran yang ada menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Penambahan jam pelajaran tidak dapat dilakukan karena terkait dengan kebijaksanaan sekolah tempat melakukan penelitian. 2. Data prestasi belajar kognitif yang diperoleh disusun menggunakan bentuk pilihan ganda yang mempunyai kelemahan yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menebak jawaban bila mengalami kesulitan. 3. Adanya faktor eksternal dan internal siswa yang mempengaruhi hasil belajar yang mungkin mempengaruhi siswa pada saat proses pembelajaran yang tidak dapat diamati dan dikontrol oleh guru. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149 4. Pada pelaksanaan proses pembelajaran terdapat siswa yang menggunakan komputer bukan sebagai media untuk melakukan kegiatan eksperimen, tetapi digunakan untuk aktivitas yang lain yang tidak terdapat dalam rencana pembelajaran. 5. Pada uji tingkat kesukaran tes prestasi kognitif kriteria soal belum terdistribusi dengan baik karena masih ada beberapa soal mudah dan sukar yang digunakan serta jumlah soal yang mudah dan soal sukar yang digunakan tidak seimbang. 6. Kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif yang dimiliki siswa secara umum rendah, sedangkan pengkategorian yang digunakan menggunakan rerata sehingga tidak dapat memperlihatkan secara jelas siswa yang memiliki kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah. Oleh karena itu, tidak bisa dilihat pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Sosialisasi dan observasi untuk kemampuan analisis dan berfikir kreatif siswa juga perlu dilakukan agar siswa dapat menggunakan kedua keterampilan ini dengan baik. 7. Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data berupa angket afektif siswa, tes kemampuan analisis siswa, tes prestasi belajar kognitif siswa, baru diujicobakan satu kali sehingga masih memerlukan uji coba dan analisa yang lebih banyak agar benar-benar standar. 8. Penggunaan media komputer sebagai alat untuk melakukan eksperimen Fisika masih dianggap baru bagi siswa, sehingga banyak siswa yang kurang mengikuti kegiatan dengan baik selama proses pembelajaran. 9. Sampel penelitian ini terbatas pada siswa kelas XI SMA N 3 Surakarta. Karena commit to user hasil penelitian dimungkinkan dipengaruhi oleh karakteristik dari sampel,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150 maka hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan untuk jenis sampel yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan kajian teori, hasil analisis, serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based Laboratory terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Meskipun tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan tetapi ada hal lain yang didapatkan siswa yaitu siswa bisa memanfaatkan media yang ada yaitu komputer sebagai salah satu media untuk melakukan percobaan Fisika 2. Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Hal ini dikarenakan karena rerata skor kemampuan analisis dari kedua kelas eksperimen relatif rendah sehingga sulit dibedakan antara siswa dengan kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah. 3. Tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Hal ini dikarenakan karena rerata skor kemampuan berfikir kreatif dari kedua kelas eksperimen relatif rendah sehingga sulit dibedakan antara siswa dengan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah. 4. Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode commit to user eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika 151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152 siswa. Hal ini disebabkan karena pendekatan dan metode pembelajaran kedua kelas eksperimen yang digunakan sama, yang membedakan hanya media yang digunakan. 5. Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Hal tersebut karena pendekatan dan metode pembelajaran kedua kelas eksperimen yang digunakan sama, yang membedakan hanya media yang digunakan. 6. Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Hal ini disebabkan karena adanya kesamaan karakteristik antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. 7. Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen dengan SBL dan VBL, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis a. Menambah penelitian mengenai penerapan problem based learning melalui metode eksperimen denag Simulation Based Laboratory dan Video Based Laboratory. b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa sebagai faktor pendukung pencapaian hasil belajar commit to user Fisika.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153 c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis. 2. Implikasi Praktis a. Pembelajaran dengan menggunakan SBL dalam penelitian ini memperoleh hasil rerata prestasi yang lebih baik dari pembelajaran dengan menggunakan VBL. Dalam menerapkan SBL guru memerlukan persiapan yang baik agar siswa menjadi terbiasa dengan metode ini. Keterampilan berfikir analisis dan kreatif juga perlu dilatihkan secara terus menerus, sehingga siswa akan dapat mengikuti pembelajaran dengan media SBL dengan baik sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal. b. Kemampuan berfikir analisis dan kreatif dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang kurang baik. Hal ini terlihat dari rerata hasil test dari kedua kelas yang cenderung rendah.
Kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif merupakan faktor yang menunjang tercapainya prestasi belajar yang baik, sehingga perlu dilakukan pelatihan kepada siswa secara kontinu dengan cara memberikan soal yang mengharuskan siswa menggunakan kemampuan tersebut. Soal yang disusun harus didominasi soal dengan tingkatan kesulitan C4 sampai C6. Hal ini agar siswa menjadi terampil dalam menggunakan kemampuan berfikir analisis dan kreatif sehingga akan dapat memperoleh hasil belajar yang baik. c. Metode eksperimen merupakan metode yang baik untuk pembelajaran Fisika. Dalam penelitian yang telah dilakukan, aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan metode tersebut tergolong cukup baik. Namun, dalam penelitian ini penggunaan metode tersebut menemukan kendala yaitu waktu commit to user pelaksanaan yang cenderung lama. Sehingga guru dalam menerapkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154 metode ini perlu mendesain eksperimen dengan cermat agar dapat sinkron dengan waktu yang disediakan oleh sekolah untuk pembelajaran Fisika. C. Saran 1.
Kepada Pendidik a. Dalam menggunalan problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL siswa sebaiknya dibiasakan dahulu agar menjadi terbiasa. Hal ini dimaksudkan agar dalam pembelajaran suasana dikelas menjadi lebih kondusif dan aktif sehingga akan memperoleh hasil belajar yang maksimal. b. Kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam pembelajaran Fisika. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membiasakan siswa untuk memecahkan
masalah
kemampuan
analisis
yang dan
sifatnya
terbuka
kemampuan
dan
berfikir
memerlukan
kreatif
untuk
memecahkannya. c. Prestasi belajar siswa sebaiknya tidak hanya diperhatikan dalam aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga diperhatikan pada aspek psikomotorik. 2.
Kepada Peneliti a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk peneitian sejenis dengan materi ajar yang lain. b. Peneliti dapat mengembangkan penelitian serupa dengan mengukur prestasi belajar aspek psikomotorik, sehingga mengetahui perbedaan commit to user prestasi psikomotorik siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
155 problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based Laboratory. c. Perlu
dilakukan
penelitian
tentang
faktor
internal
lain
yang
dimungkinkan mempengaruhi prestasi belajar siswa. d. Perlu dilakukan penelitian dengan memperhatikan karakteristik siswa dan materi ajar. e. Sebaiknya dalam menentukan pengkategorian variabel moderator dilihat terlebih dahulu skor yang diperoleh siswa, sehingga diharapkan dapat menampilkan perbedaan yang signifikan.
commit to user