perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL BERPIKIR INDUKTIF DAN MODEL PENCAPAIAN KONSEP DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Kasus Pembelajaran Kingdom Protista Siswa Kelas X Semester I di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama Pendidikan Biologi
Disusun Oleh: ERNA NOOR SAVITRI NIM : S.831008018
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL BERPIKIR INDUKTIF DAN MODEL PENCAPAIAN KONSEP DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Kasus Pembelajaran Kingdom Protista Siswa Kelas X Semester I di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)
Disusun Oleh : ERNA NOOR SAVITRI S831008018
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing Jabatan
Pembimbing 1
Nama
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.
Tanda Tangan
Tanggal
………………
…………
………………
…………
NIP. 19520116 198003 1 001
Pembimbing 2
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si. NIP 19670430 199203 1 002
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Dr. M. Masykuri, M.Si. commit to user NIP. 19681124 199403 1 001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL BERPIKIR INDUKTIF DAN MODEL PENCAPAIAN KONSEP DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
(Studi Kasus Pembelajaran Kingdom Protista Siswa Kelas X Semester I di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012) Disusun Oleh : ERNA NOOR SAVITRI S831008018 Telah Disetujui dan Disahkan Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
: Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP. 19681124 199403 1 001
.......................
Feb 2012
Sekretaris
: Dr. Sarwanto, M.Si. NIP. 19690901 199403 1 002
.......................
Feb 2012
: Prof.Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP. 19520116 198003 1 001
.......................
Feb 2012
: Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si. NIP. 19670430 199203 1 002
.......................
Feb 2012
Anggota I
Anggota II
Mengetahui
Surakarta, 22 Februari 2012
Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS. Dr. M. Masykuri, M.Si. commit to user NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19681124 199403 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya : Nama
: Erna Noor Savitri
NIM
: S831008018
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Sains dengan Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Studi Kasus Pembelajaran Kingdom Protista Siswa Kelas X Semester I di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia diberi sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh tersebut.
Surakarta,
Februari 2012
Yang membuat pernyataan
Erna Noor Savitri
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Sains dengan Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”. Naskah penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai derajat magister Program Studi Pendidikan Sains Universitas Negeri Surakarta. Penyusunan naskah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini, penghargaan dan terimakasih yang mendalam penulis haturkan kepada : 1.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS, selaku Direktur Program Pascasarjana UNS Surakarta yang telah memberikan bantuan berupa sarana, fasilitas demi kelancaran dalam menempuh pendidikan Program Pascasarjana.
2. Dr. M. Masykuri, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains yang telah memberikan ijin penelitian dan sebagai Dosen Penguji I. 3. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan nasihat, bimbingan dan koreksi sehingga naskah ini dapat tersaji. 4.
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan semangat, bimbingan dan koreksi dengan penuh kesabaran.
5. Dr. Sarwanto, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan commit to user masukan yang berharga bagi penulis.
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Segenap dosen PPs UNS Surakarta yang telah memberikan pendalaman ilmu sebagai bekal dalam penyusunan penelitian ini bagi penulis. 7. Bapak Tri Ismu Husnan Purwono, SH, selaku kepala SMA Muhammadiyah I Yogyakarta yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta. 8. Ibu Dwi Lestariningsih, S.Pd selaku guru kelas yang senantiasa membantu dan membimbing dalam penelitian. 9. Orang tua terkasih yang telah memberikan semangat, kasih sayang, dan doa. 10. Segenap Civitas Akdemika PPs UNS dan rekan-rekan mahasiswa pendidikan sains atas bantuan dan kerja samanya hingga penelitian ini selesai. Penulis menyadari, penulisan naskah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca. Terimakasih. Surakarta, Februari 2012
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Berusaha selalu bersyukur untuk setiap nafas yang dihembuskan… Untuk setiap waktu yang dilewati… Untuk setiap detik yang diperjuangkan… Alhamdulillah…. Ya Allah… terimakasih untuk selalu memberiku yang terbaik… Terimakasih untuk selalu ada dalam setiap langkahku… Dan sampai akhirnya.. kupersembahkan karya kecilku untuk :
Ibu Rukmiati (Almh) dan Bapak Zainuddin yang selalu menjadi yang terbaik dan menjadikanku berusaha melakukan yang terbaik ….. Mas Sigit Ari Prabowo yang selalu menjadi semangat dan senyumku…. serta semua orang yang selalu mendampingi dan membantuku dalam segala hal… Terimakasih telah membawaku singgah di kehidupan kalian….
Semoga karya ini bisa menjadi batu loncatan untukku melompat lebih tinggi……
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...................................................................... ....
i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................... ....
ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................... ....
iii
PERNYATAAN ........................................................................
....
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................... …
v
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................ …
vii
DAFTAR ISI................................................................................
viii
....
DAFTAR TABEL............................................................................. ....
x
DAFTAR GAMBAR......................................................................... ....
xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................... ....
xiv
ABSTRAK.....................................................................................
....
xv
ABSTRACT.....................................................................................
....
xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Identifikasi Masalah .....................................................................
6
C. Pembatasan Masalah ....................................................................
7
D. Perumusan Masalah .....................................................................
8
E. Tujuan Penelitian ..........................................................................
9
F. Manfaat Penelitian ........................................................................
10
BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A.Kajian Teori ...................................................................................
11
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Sains........................
11
2. Teori Belajar .........................................................................
14
3. Pendekatan Keterampilan Proses Sains ..............................
20
4. Model Berpikir Induktif. ......................................................
24
5. Model Pencapaian Konsep ..................................................
27
6. Aktivitas Belajar ...................................................................
33
7. Kemampuan Berpikir Kritis................................................. commit to user 8. Prestasi Belajar .....................................................................
35
9. Materi Protista................................................................. ....
43
viii
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian yang Relevan...............................................................
49
C. Kerangka Berpikir ........................................................................
51
D. Hipotesis .......................................................................................
55
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................
56
B. Populasi dan Sampel ....................................................................
57
C. Metode Penelitian.........................................................................
58
D. Rancangan dan Variabel Penelitian ............................................
58
E. Teknik Pengumpulan Data...........................................................
62
F. Instrumen Penelitian .....................................................................
63
G. Uji Coba Instrumen Penelitian ....................................................
66
H. Teknik Analisis Data …………………………………………
72
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ..............................................................................
78
B. Uji Prasyarat Analisis ..................................................................
92
C. Uji Hipotesis .................................................................................
93
D. Pembahasan ..................................................................................
97
E. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian .....................................
108
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................
110
B. Implikasi .......................................................................................
112
C. Saran..............................................................................................
113
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... ........
114
LAMPIRAN................................................................................... .........
117
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK ERNA NOOR SAVITRI, 2012, “Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Sains dengan Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” (Studi Kasus Pembelajaran Kingdom Protista Siswa Kelas X Semester I di SMU Muhammadiyah I Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012). TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd., Pembimbing II: Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si. Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa yang menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep, pengaruh aktivitas belajar, pengaruh berpikir kritis, dan interaksinya terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian menggunakan metode eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012, sejumlah 10 kelas. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling sebanyak 2 kelas yaitu kelas XE sebagai kelas eksperimen model berpikir induktif dan XF sebagai kelas eksperimen model pencapaian konsep. Data aktivitas belajar dan berpikir kritis dikumpulkan melalui angket. Data prestasi kognitif dikumpulkan dengan menggunakan tes prestasi. Data afektif dan psikomotor dikumpulkan dengan teknik observasi. Uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas menggunakan metode Levene-test. Analisis data menggunakan anava dengan desain faktorial 2x2x2. Kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: (1) tidak ada pengaruh model pembelajaran yaitu model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik; (2) prestasi kognitif, afektif dan psikomotor untuk siswa aktivitas belajar tinggi lebih baik dari pada siswa aktivitas belajar rendah; (3) prestasi kognitif, afektif dan psikomotor untuk siswa berpikir kritis tinggi lebih baik dari pada siswa berpikir kritis rendah; (4) ada interaksi antara model dengan aktivitas belajar siswa yang berpengaruh terhadap prestasi. Siswa dengan aktivitas rendah memperoleh prestasi lebih baik menggunakan model berpikir induktif, sedangkan siswa dengan aktivitas tinggi memperoleh prestasi lebih baik menggunakan model pencapaian konsep; (5) tidak ada interaksi antara model dengan berpikir kritis siswa; (6) tidak ada interaksi antara aktivitas belajar dengan berpikir kritis siswa yang berpengaruh terhadap prestasi; (7) tidak ada interaksi antara model dengan aktivitas belajar dan berpikir kritis siswa yang berpengaruh terhadap prestasi. Kata kunci : Pendekatan Keterampilan Proses Sains, Model Berpikir Induktif, Model Pencapaian Konsep, Aktivitas Belajar, Berpikir Kritis, Prestasi dan Protista commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
ERNA NOOR SAVITRI, 2012, “Biology Learning Using Science Process Skills Approach with Inductive Thinking and Concept Attainment Models overviewed from Student’s Activity and Student’s Critical Thinking” (A Case Study of Learning Biology on Protist Kingdom for Xth Grade Students 1st Semester Senior High School Muhammadiyah I Yogyakarta in Academic Year 2011/2012)". Advisor I: Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. Advisor II: Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si. Science Education Program, Post-graduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta. The aims of this research were to determine the effect of cognitive, affective, and psychomotor learning achievment using Science Process Skills Approach with Inductive Thinking and Concept Attainment Models, student’s activitiy, student’s critical thinking and their interaction toward student’s achievement. This research used experimental method. The population of this research was all of the Xth grade students, Senior High School Muhammadiyah I Yogyakarta in academic year 2011/2012, consisting of ten classes. Samples was taken using cluster random sampling technique, consisting of two classes, XE was treated using Inductive Thinking Model and XF using Concept Attainment Model. The data was collected by questionnaire method for activity and critical thinking, test method for cognitive learning achievement, and observation techniques for affective and psychomotor. Normality test using KolmogorovSmirnov-test, homogenitas test using Levene-test. The data was analyzed using anova with 2x2x2 factorial design. The results showed: (1) there was no effect of Inductive Thinking and Concept Attainment Models toward students achievement; (2) the students who had high activity were better in achievement of cognitive, affective and psychomotor than students with low activity; (3) the students who had high critical thinking were better in achievement of cognitive, affective and psychomotor than students with low critical thinking; (4) there was an interaction between the learning models with the student’s activity toward student achievement. The students who have low activity are better in Inductive Thinking Model and students with high activity are better in Concept Attainment Model; (5) there was no interaction between the learning models with student’s critical thinking; (6) there was no interaction between student’s activity and critical thinking toward student achievement; (7) there was no interaction between the learning models, student’s activity and critical thinking toward student achievements.
Keywords: Science Process Skills Approach, Inductive Thinking Model, Concept Attainment Model, Activity, Critical Thinking, Learning Achievement and Protist commit to user
xvi
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam visi pembangunan nasional, dalam hal ini cerdas berarti mandiri, berdaya saing tinggi, sejahtera, adil, dan makmur. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Arus globalisasi telah melanda pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sesuatu yang penting sebagai prasyarat mengantisipasi perubahan agar suatu bangsa tidak tertinggal dengan bangsa lain.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi
sangat diwarnai oleh perlombaan untuk mencapai puncak ilmu pengetahuan. Menurut Hatten dan Resenthal dalam Subandowo (2009), penguasan bidang ilmu dan
teknologi dalam kadar
yang memadai
masyarakat dapat meningkatkan kemampuan
sangat diperlukan agar
kreativitas, pengembangan, dan
penerapan iptek (ilmu pengetahuan dan to teknologi) sebagai tuntutan yang mutlak commit user
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam kehidupan global. Era globalisasi membutuhkan manusia yang aktif, responsif terhadap perubahan dan mampu berpikir kritis, sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan. Sains dianggap menduduki posisi penting dalam pembangunan karakter masyarakat dan bangsa karena kemajuan pengetahuannya yang sangat pesat, keampuhan prosesnya yang dapat ditransfer pada bidang lain, serta muatan nilai dan sikap di dalamnya. Berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang sains telah banyak dilakukan. Pembelajaran sains tidak lain merupakan proses konstruksi pengetahuan (sains) melalui aktivitas berpikir anak. Dalam
keadaan
ini,
anak
diberi
kesempatan
untuk
mengembangkan
pengetahuannya secara mandiri melalui proses komunikasi yang menghubungkan pengetahuan awal yang dimiliki dengan pengetahuan yang akan/harus mereka temukan (Hendrawati, 2009). Proses pembelajaran tersebut hendaknya harus mencakup tiga aspek yang harus diperoleh oleh siswa, yaitu keterampilan berpikir kognitif (minds on), keterampilan psikomotorik (hands on), dan keterampilan sosial (hearts on). Penerapan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains secara riil mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar sains siswa, terutama dalam hal penguasaan keterampilan proses sains (Oloruntegbe, 2010). Proses pembelajaran ini memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang beragam dan relatif lebih bermakna. Permasalahan pendidikan yang terjadi memperlihatkan berbagai kendala yang menghambat tercapainya tujuan pendidikan seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Hasil studi PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2003 menunjukkan bahwa pada literasi Sains dan Matematika peserta didik khususnya pada usia 15 tahun, Indonesia berada di ranking ke 38 dari 40 negara peserta. Pada tahun 2006, literasi sains berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara, sedangkan hasil studi TIMSS tahun 2007, memperlihatkan literasi Sains berada di urutan ke 35 dari 49 negara dengan pencapaian skor 433, dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500 (Tjalla, 2010). Hasil tersebut dapat digunakan sebagai informasi yang berkesinambungan tentang prestasi belajar siswa pendidikan dasar Indonesia di lingkup Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia dalam bidang Matematika, Sains, dan Membaca masih jauh berada dalam level rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Hasil pengamatan pembelajaran biologi di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, ditemukan bahwa prestasi belajar siswa dapat dikatakan kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata ulangan harian mata pelajaran Biologi kelas X masih di bawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) (tabel 1.1). Tabel 1.1. Nilai Ulangan Harian Biologi kelas X SMA Muh. I Yogyakarta No Kelas KKM Nilai Ulangan 1 XA 70 63,0 2 XB 70 56,8 3 XC 70 57,3 4 XD 70 61,1 5 XE 70 54,1 6 XF 70 55,2 7 XG 70 67,6 Hal ini dapat disebabkan karena pembelajaran biologi belum mengarah pada pencapaian pengetahuan secara konstruktivis dan kurang melibatkan kemampuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
berpikir kritis sesuai karakteristik materi Biologi. Pelaksanaan Pembelajaran Sains (Biologi) yang terjadi masih dalam batasan penghafalan konsep, belum melibatkan keaktifan siswa menyebabkan siswa belum memperoleh pengalaman belajar yang beragam dan relatif lebih bermakna melalui Keterampilan Proses Sains, sehingga mengakibatkan adanya kebosanan pada siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran diharapkan akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik. Suatu model pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran biologi belum tentu sesuai untuk setiap kompetensi dasar. Guru sebaiknya inovatif dalam memilih model pembelajaran yang tepat dengan materi pembelajaran yang disajikan, agar terjadi proses pembelajaran yang komunikatif antara guru dan siswa. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan, fasilitas, karakteristik siswa, guru, dan materi pelajaran. Berdasarkan kasus tersebut, untuk mengatasi agar siswa mampu berperan aktif pembelajaran maka perlu adanya inovasi dalam menggunakan beberapa pendekatan dan model pembelajaran. Model pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan model yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi suatu proses pembelajaran. Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep merupakan model-model yang mengembangkan kemampuan memproses informasi (berpikir). Model pemrosesan informasi menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkungannya dan memberikan kepada siswa sejumlah konsep dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif (Sagala, 2010). Dengan menggunakan kedua model tersebut, diharapkan prestasi siswa dapat meningkat dan siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga konsep pengetahuan yang
dicapai
tidak
hanya
berupa
penguasaan
konsep,
tapi
mampu
mengembangkan konsep tersebut untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa yaitu faktor intrinsik siswa sebagai subjek didik, diantaranya kemampuan berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa. Faktor internal merupakan faktor pendorong yang penting pada setiap siswa karena dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pengetahuan. Aktivitas belajar dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, sedangkan kemampuan berpikir kritis dapat mendukung siswa dalam pencapaian konsep materi yang harus diterima. Berdasarkan uraian tersebut, untuk mendukung keberhasilan proses pembelajaran Biologi serta sebagai solusi terhadap pemecahan masalah pembelajaran yang terjadi di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta maka dilaksanakan penelitian dengan judul “Pembelajaran Biologi Menggunakan Keterampilan Proses Sains dengan Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Ditinjau dari Aktivitas Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Berdasarkan
Identifikasi Masalah
latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran sains (IPA) di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta masih bersifat teacher-centered. 2. Guru masih menggunakan pembelajaran tekstual, belum mengarah pada pencapaian pengetahuan secara konstruktivis. 3. Guru kurang kreatif memilih pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai karakteristik materi Biologi. 4. Pelaksanaan
Pembelajaran
Sains
(Biologi) masih
dalam
batasan
penghafalan konsep, belum melibatkan keaktifan siswa sehingga siswa belum memperoleh pengalaman belajar yang beragam dan relatif lebih bermakna melalui Keterampilan Proses Sains. 5. Adanya kebosanan pada siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar, hal ini dimungkinkan karena model pembelajaran yang kurang efektif. 6. Terdapat faktor internal siswa yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya kemampuan berpikir kritis dan aktivitas belajar, akan tetapi hal tersebut belum diperhatikan dalam proses pembelajaran. 7. Prestasi nilai ujian tengah semester Biologi siswa kurang maksimal, ditandai dengan nilai rata-rata ujian tengah semester yang belum mencapai KKM.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembatasan Masalah
Mengingat materi biologi yang cukup luas serta keterbatasan peneliti di dalam penelitian, serta agar lebih terfokusnya penelitian ini maka perlu adanya pembatasan masalah yaitu: 1. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pendekatan keterampilan proses sains. 2. Model Pembelajaran yang akan digunakan adalah model berpikir induktif dan model pencapaian konsep. 3.
Sebagai faktor internal siswa yang mempengaruhi pembelajaran siswa dibatasi pada aktivitas belajar siswa dan kemampuan berpikir kritis. Keduanya
diperoleh
melalui
penilaian
angket
sebelum
proses
pembelajaran berlangsung. Selanjutnya penilaian aktivitas dikelompokkan dalam aktivitas belajar tinggi dan rendah, sedangkan kemampuan berpikir kritis dikelompokkan dalam kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah. 4.
Prestasi belajar siswa adalah kemampuan siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
5. Materi biologi yang akan diteliti adalah Kompetensi Dasar 2.3 yaitu menyajikan ciri-ciri umum filum dalam Kingdom Protista dan peranannya dalam kehidupan pada kelas X di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang dikemukakan, rumusan masalah yang ditetapkan adalah: 1. Apakah ada pengaruh pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa? 2. Apakah ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa? 3. Apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa? 5. Apakah ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 6. Apakah ada interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 7. Apakah ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir commitsiswa? to user kritis terhadap prestasi belajar
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa. 2. Pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa. 3. Pengaruh pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 4. Interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa. 5. Interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 6. Interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 7. Interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah : 1.
Manfaat teoritis a. Mengetahui alternatif pendekatan, model, dan media pembelajaran yang tepat dalam upaya menggali kemampuan yang telah dimiliki siswa dan meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada pembelajaran Biologi. b. Mengetahui pengaruh aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran biologi terhadap prestasi belajar siswa. c. Mengetahui pengaruh kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran biologi terhadap prestasi belajar siswa. d. Memberikan
gambaran
yang
lebih
jelas
tentang
pengaruh
penggunaan pendekatan, model dan media pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa. 2.
Manfaat Praktis a. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para guru dan sekolah dalam mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran pada Kurikulum KTSP. b. Memberikan alternatif pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa dalam proses belajar dengan memperhatikan faktor internal siswa. c. Mengajak
dan
mendorong
kepada
para
guru
mengembangkan model pembelajaran secara optimal. commit to user
untuk
dapat
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Sains a. Belajar Sains Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah: (1) kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) afektif yaitu kemampuan mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan
pola
hidup;
(3)
psikomotorik
yaitu
kemampuan
yang
mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, kegiatan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas (Sagala, 2010). Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Suatu program pengajaran seharusnya memungkinkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
terciptanya suatu lingkungan yang memberi peluang untuk berlangsungnya proses belajar yang efektif. Menurut Gagne (1970), belajar adalah perubahan yang terjadi secara terus menerus di dalam kehidupan manusia dan bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan. Belajar terjadi apabila stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi seseorang sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu ke waktu. Gagne berkeyakinan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal (stimulus dari lingkungan dalam acara belajar), kondisi internal (keadaan internal dan proses kognitif siswa) dan hasil belajar (informasi verbal, keterampilan intelek, ketrampilan motorik, sikap dan siasat kognitif). Dalam belajar sains, siswa tidak hanya belajar produk tetapi juga harus belajar aspek proses, sikap dan teknologi agar siswa dapat benar-benar memahami sains secara utuh (Rustaman et al., 2011). Oleh karena itu, dalam menyiapkan pengalaman belajar bagi siswanya, guru tidak hanya menekankan produk tetapi juga pada aspek proses, sikap dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran Sains Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan pengalaman meliputi perubahan kemampuan berpikir, bertindak, dan perasaan. Proses belajar melibatkan berbagai aktivitas baik fisik, mental maupun perasaan yang juga melibatkan berbagai komponen yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi proses dan hasil belajar. Pembelajaran juga bisa diartikan sebagai commit to user sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan yang
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
telah ditetapkan (Sudjana, 2008). Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses atau cara menjadikan peserta didik belajar. Pembelajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan terdiri dari beberapa komponen. Masing-masing komponen tersebut tidak terpisah, tetapi harus berjalan secara teratur saling bergantung dan berkesinambungan. Menurut Cain dan Evans dalam Rustaman et al. (2011), pembelajaran sains mengandung empat hal, yaitu konten (produk), proses (metode), sikap, dan teknologi. Sains sebagai konten (produk) berarti bahwa dalam sains terdapat fakta, hukum, prinsip, dan teori yang sudah diterima kebenarannya. Sains sebagai proses atau metode berarti bahwa sains merupakan suatu metode untuk mendapatkan pengetahuan. Sains merupakan sikap, artinya dalam sains terkandung sikap seperti tekun, terbuka, jujur, dan objektif. Sains sebagai teknologi mengandung pengertian bahwa sains mempunyai keterkaitan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, seorang guru IPA (sains) seharusnya terbiasa memberikan peluang seluas-luasnya agar siswa dapat belajar lebih bermakna dengan memberi respon yang mengaktifkan siswa secara positif dan edukatif. Seiring dengan pendekatan yang seharusnya dilakukan, maka penilaian tentang kemajuan belajar siswa seharusnya dilakukan selama proses pembelajaran. Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional dengan memfokuskan tidak hanya pada penguasaan substansi mata pelajaran. Pendekatan dan metode pembelajaran yang dilakukan harus mengacu commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada konsep konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa dengan proses inquiry and discovery learning. Pembelajaran sains yang baik hendaknya menciptakan suasana belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Proses pembelajaran akan berlangsung seperti yang diharapkan jika peran para guru dalam berinteraksi dengan siswanya selalu memberikan motivasi, dan memfasilitasinya tanpa mendominasi, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif, membantu, dan mengarahkan siswa untuk mengembangkan bakat dan minat mereka melalui proses pembelajaran yang terencana. Dari berbagai macam pendapat ahli, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan. Pendapat para ahli tersebut selanjutnya memunculkan berbagai teori belajar.
2. Teori belajar Teori belajar merupakan teori yang dapat menjadi dasar pemikiran dari pendekatan atau model pembelajaran. Teori belajar cukup banyak namun di dalam penelitian ini hanya akan membahas beberapa teori belajar yang erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi diantaranya: Teori Belajar Konstruktivisme, Teori Belajar Bruner, Teori Belajar Piaget, dan Teori Belajar Ausubel.
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Teori Belajar Konstruktivisme Menurut teori belajar konstruktivisme, belajar adalah lebih dari sekedar mengingat, tetapi belajar dapat memperoleh suatu kecakapan baru yang akan dipahami dan digunakan untuk melakukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam hidupnya, bahkan dimungkinkan untuk bisa menemukan (discovery) sesuatu untuk dirinya sendiri. Guru bukan lagi orang yang mampu memberikan pengetahuan
kepada siswa, sebab siswa yang harus mengkonstruksikan
pengetahuan dalam memorinya sendiri. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi proses daripada segi perolehan pengetahuan. Oleh sebab itu, pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya. Pembelajaran
sains
menuntut
siswa
untuk
terlibat
aktif
dalam
pembelajaran sehingga siswa memiliki keterampilan proses sains. Dengan demikian, pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains (Science Process Skills Approach) dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep diharapkan pemahaman terhadap materi biologi tentang Kingdom Protista akan lebih baik, karena siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memungkinkan adanya pembangunan konsep pada diri siswa pada saat pelaksanaan pengamatan dan diskusi. Guru berperan membantu agar proses pengkonstruksian belajar oleh siswa berjalan lancar dan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
b. Teori Belajar Bruner Menurut Bruner dalam teorinya “free discovery learning”, mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan pemahaman melalui contoh yang dijumpai dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa pembelajaran hendaknya tidak dilakukan hanya satu arah, melainkan untuk selalu melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa bukan hanya melihat, dan mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru, akan tetapi diharapkan dapat menemukan sendiri suatu konsep atau teori dari materi yang dipelajari. Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enactive yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik seperti sentuhan, penglihatan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic yaitu seseorang memahami objek atau dunianya melalui gambar dan visualisasi verbal. Artinya, dalam memahami dunia sekitar anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic yaitu seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Agar kondisi ini bisa terwujud maka kehadiran suatu pendekatan dan model pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan sehingga siswa akan lebih commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mudah menyerap materi pelajaran. Materi Kingdom Protista merupakan bagian dari ilmu biologi yang cukup penting dan mendasar mengingat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari cukup banyak dan merupakan dasar bagi pemahaman materi biologi selanjutnya. Pendekatan Keterampilan Proses Sains dengan menggunakan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep diharapkan penanaman konsep akan dapat lebih mudah untuk diterima siswa karena kedua bentuk model tersebut memberikan adanya kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dan berpikir kritis dalam belajar baik pada saat pengamatan maupun pada saat melaksanakan diskusi antar teman melalui pertanyaan atau pendapat.
c. Teori Belajar Piaget Teori belajar yang lain yang erat kaitannya dengan usia seorang anak yaitu teori belajar Piaget. Menurut Piaget semua individu melalui empat tingkat perkembangan kognitif yaitu: (1) tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun), pada periode ini anak dalam tahap penggunaan indra penglihatannya (sensori) dan dengan tindakan-tindakan (motor); (2) tahap preoperasional (umur 2-7 tahun), pada tahap ini ada dua yaitu tahap preoperasional (2-4 tahun) anak menggunakan bahasa dalam konsepnya, tahap preoperasional (usia 4-7 tahun) anak mampu menerima kesan yang agak abstrak; (3) tahap operasional kongkrit (8-11 tahun), tahap ini merupakan permulaan anak mulai berpikir secara rasional, tetapi masih memiliki masalah dalam berpikir abstrak belum dapat berurusan dengan materimateri abstrak; (4) tahap operasional formal (umur 11 tahun keatas), pada tahap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
ini siswa mulai dapat berpikir abstrak dan logis seperti dapat berpikir ilmiah, menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis. Dari teori perkembangan belajar Piaget tersebut kemampuan anak dalam menghadapi suatu masalah yang bersifat abstrak sudah mulai berkembang pada usia 11 sampai dengan 18 tahun, untuk itu pembelajaran pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep sudah dapat diterapkan karena anak sudah mampu berpikir ilmiah, menarik kesimpulan dan berdiskusi dengan baik.
d. Teori Belajar Ausubel Menurut Ausubel dalam Dahar (1989) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi yang disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang dianjurkan. Dimensi kedua berkaitan dengan cara siswa mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimiliki, ini berarti belajar bermakna, akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran yang disampaikan pada siswa diharapkan bukan hanya sekedar penyampaian pesan dan memberikan siswa suatu contoh seperti yang telah disebutkan oleh guru, tetapi commitdapat to user pesan yang diterima siswa diharapkan menumbuhkan segala kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
yang ada pada siswa sampai siswa dapat memberikan contoh berupa aplikasi dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan konsep yang ada. Pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep akan menumbuhkan adanya kemampuan berpikir kritis siswa yang lebih dalam dan pembangunan konsep pada diri siswa akan terjadi yaitu melalui pemberian soal latihan serta pemberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Selaras dengan teori belajar Ausubel, maka pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep akan menerima berbagai penjelasan atas konsep-konsep mengenai materi Kingdom Protista. Berbagai macam teori belajar tersebut akan diaplikasikan melalui proses pembelajaran. Guru akan menerapkan berbagai macam pembelajaran yang sesuai dengan asas pendidikan maupun teori belajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Menurut Corey dalam (Sagala, 2010), konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu, setidaknya adalah pencapaian tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen atau unsur, yaitu peserta didik, pendidik atau guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan, media pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dan evaluasi kemajuan belajar siswa menggunakan tes yang standar. Semua komponen tersebut saling berinteraksi dalam proses pembelajaran yang berakhir pada tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan suatu sistem yang integral, dalam suatu sistem pembelajaran atau sistem instruksional sekolah. Meskipun setiap guru mempunyai kemampuan profesional yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya, tetapi tidak didukung pelayanan institusional yang memadai, kegiatan pembelajaran juga tidak akan maksimal.
3. Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pengetahuan merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman maupun lingkungannya dan bukan hanya kumpulan fakta dari suatu kenyataan
yang
sedang
dipelajari.
Pengetahuan
adalah
sebagai
suatu
pembentukkan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahaman akan objek dan lingkungan akan meningkat dan lebih rinci (Budiningsih, 2005). Pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu pendekatan yang terdapat dalam paham konstruktivis, sehingga dalam hal ini siswa diajak untuk ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih bermakna. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Sulaiman et al. (2009), keterampilan proses sains dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Keterampilan
proses
sains
memungkinkan
siswa
untuk
memperhatikan materi pembelajaran yang harus mereka dapatkan. Von Galserverd dalam Budiningsih (2005), terdapat beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu: (1) kemampuan mengingat
dan
mengungkapkan
kembali
pengalaman;
(2)
kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan; (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada lainnya. Hakikat dari ilmu sains adalah proses penemuan, adapun output dari proses tersebut adalah: (1) Proses: menginginkan para peserta didik mendapatkan kemampuan
mengamati,
mengumpulkan
data,
mengolah
data,
menginterpretasikan data, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan sebagainya; (2) Produk: menghasilkan produk berupa konsep, dalil, hukum, teori, dan prinsip; (3) Sikap: menghasilkan sikap terbuka, objektif, berorientasi pada kenyataan, bertanggungjawab, bekerja sama, dan sebagainya (Djumadi dan Suwarto, 2010). Pembelajaran sains sebaiknya lebih menekankan pada proses dan keaktifan siswa selama pembelajaran untuk membangun pengetahuan melalui serangkaian kegiatan agar pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Dalam pembelajaran sains, siswa berperan seolah sebagai ilmuan dan menggunakan metode
ilmiah untuk mencari jawaban terhadap suatu
permasalahan yang sedang dipelajari. Peran siswa sebagai pembelajaran
sains
ilmuan
mengandung arti bahwa dalam pembelajaran commit to user
dalam sains
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan pendekatan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu keterampilan dasar (Basic Skills) dan keterampilan terintegrasi (Integrated Skills). Menurut Djumadi dan Suwarto (2010), pada prinsipnya keterampilan dasar
dan
keterampilan
merumuskan
terintegrasi memiliki kesamaan
dalam
hal
permasalahan, mengumpulkan data, dan mengajukan solusi
pemecahan masalah. Deskripsi mengenai komponen-komponen keterampilan proses sains tersebut dapat dilihat pada tabel. 2.1 berikut : Tabel 2.1. Komponen Keterampilan Proses Sains KETERAMPILAN PROSES 1. Keterampilan Dasar (Basic Skills) a. Mengamati (observing) b. Mengklasifikasi (classifying)
DEFINISI
Menggunakan indera untuk mengamati dan mencatat objek dan kejadian, serta karakteristiknya Mengelompokkan objek, kejadian berdasarkan persamaan dan perbedaannya. Hasil klasifikasi atau pengelompokkan dapat dibuat dalam bentuk daftar, tabel, dan grafik.
c.
Mengukur
Membandingkan kuantitas yang belum diketahui
(measuring)
dengan standar (satuan panjang, waktu, suhu)
d. Menyimpulkan
e.
Membuat kesimpulan berdasar data hasil
(inferring)
pengamatan
Meramalkan
Meramalkan sesuatu yang belum dibuktikan
(predicting)
(bukan menebak) dengan keyakinan bahwa yang akan terjadi didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman, pengamatan, serta kesimpulan. yang yang telah diperoleh (dapat dinyatakan dalam commit to user tulisan dan atau lisan)
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1. Komponen Keterampilan Proses Sains (lanjutan) f.
Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan hasil secara lisan (presentasi)
(communicating)
maupun tertulis (dalam bentuk laporan, grafik, tabel, gambar, dan lain-lain).
2. Keterampilan Terintegrasi (Integrated Skills) a. Membuat Model Mengkonstruksi model untuk mengklarifikasi (Making Models)
gagasan.
b. Mendefinisikan secara Membuat definisi tentang apa yang dilakukan dan
c.
operasional
diamati.
Mengumpulkan data
Mengumpulkan dan mencatat informasi dari hasil
(Collecting Data)
pengamatan dan pengukuran dengan cara sistematis.
d. Menginterpretasi data (Interpreting Data)
Mengorganisasi, menganalisis, dan mensistesis data dengan menggunakan tabel, grafik, dan diagram sehingga terlihat pola yang dapat digunakan dalam mengkonstruksi kesimpulan, prediksi atau hipotesis.
e.
Mengidentifikasi dan
Kemungkinan banyak variabel yang mempengaruhi
mengkontrol variabel
hasil penyelidikan, untuk itu perlu dimanipulasi
( Identifying and
variabel yang mempengaruhi sedangkan variabel
Controlling
lainnya dibuat konstan.
Variables) f.
Merumuskan
Membuat dugaan berdasarkan bukti yang dapat
hipotesis
diuji melalui percobaan.
(Formulating Hypotheses) g. Melakukan percobaan (Experimenting)
Merancang sendiri percobaan dan melakukannya sesuai prosedur untuk memperoleh data yang terpercaya, sebagai bahan untuk menguji hipotesis. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam usaha meningkatkan pembelajaran sains, dikembangkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari Piaget, diantaranya model berpikir induktif dan model pencapaian konsep. Masingmasing model tersebut memiliki kekhasan
tersendiri, tetapi semuanya
mengembangkan kemampuan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional. Kekhasan model akan tampak pada tahapan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Tytler dalam Rustaman et al. (2011), menyatakan bahwa setiap model memiliki fase-fase dengan istilah yang berbeda, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menggali gagasan siswa, mengadakan klarifikasi dan perluasan terhadap gagasan tersebut, kemudian merefleksikannya secara eksplisit. Pada saat proses belajar berlangsung, siswa harus terlibat secara langsung dalam kegiatan nyata. Kerangka konseptual sains terdiri atas konsep-konsep sains dengan hubungan yang bermakna antara konsep yang dipelajari dengan konsep yang telah ada. Karena itu pembentukan konseptual sains haruslah melalui hubungan kebermaknaan antar konsep yang telah dipelajari.
4. Model Berpikir Induktif Model pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Model dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan to user aktivitas pembelajaran (Sagala, pengajaran bagi para guru dalamcommit melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
2010). Model pembelajaran dapat digunakan untuk mengatasi berbagai problematika dalam pembelajaran. Hal ini karena model pembelajaran dianggap mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik. Menurut Joyce dan Weil (1996), terdapat empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar, yakni model pemrosesan informasi, model personal, model interaksi, dan model tingkah laku. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian yaitu model berpikir induktif dan model pencapaian konsep termasuk dalam model pemrosesan informasi. Model pemrosesan informasi menjelaskan bagaimana individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbolsimbol verbal dan non verbal. Model ini memberikan kepada pelajar sejumlah konsep, pengujian hipotesis, dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Model berpikir induktif memiliki esesensi yakni melakukan pengumpulan dan penyaringan informasi tanpa henti, pembangunan gagasan, khususnya kategori-kategori yang menyediakan kontrol konseptual atas daerah-daerah informasi, penciptaan hipotesis untuk dieksplorasi dalam upaya memahami hubungan-hubungan yang lebih baik atau menyediakan solusi untuk berbagai masalah, dan perubahan pengetahuan menjadi ketrampilan yang memiliki aplikasi praktis (Tanenbaum et al., 2008). Tahap-tahap model induktif tersebut, meliputi: (1) mengidentifikasi dan menghitung data yang relevan dengan topik atau commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masalah; (2) mengelompokkan objek-objek ini menjadi katagori yang anggotanya memiliki sifat umum; (3) menafsirkan data dan mengembangkan label untuk kategori tadi sehingga data tersebut bisa dimanipulasi secara simbolis; (4) mengubah kategori-kategori menjadi keterampilan atau hipotesis-hipotesis. Guru terus menggerakkan model tersebut dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan untuk membimbing siswa dari tahap kegiatan satu ke tahap kegiatan selanjutnya pada saat yang tepat. Contoh, pengelompokkan data akan terlalu dini jika data belum diidentifikasi dan dikalkulasi. Akan tetapi, menunda terlalu lama sebelum berpindah ke tahap selanjutnya juga akan menghilangkan kesempatan belajar dan dapat mengurangi minat kognitif siswa. Untuk melatih siswa agar merespon model tersebut, guru harus memulai dengan membimbing siswa melalui aktivitasaktivitas yang didasarkan pada seperangkat data yang telah disajikan untuk mereka, dan guru dapat melatih siswa untuk membuat dan mengolah seperangkat data tersebut. Penerapan
model
berpikir
induktif
melibatkan
pengolahan
dan
pengumpulan data secara terpisah dan pengolahan kembali untuk mencari gagasan-gagasan. Dalam hal ini, pengumpulan data muncul terlebih dahulu, tetapi data baru dapat ditambah dan dibuang saat penelitian (pengumpulan data oleh siswa). Seperangkat data dikembangkan dari ranah yang substansif yang ditujukan untuk kegiatan-kegiatan akademik. Pada model ini, pembelajaran dilakukan berdasarkan langkah yang telah ditentukan secara berurutan untuk membangun sebuah pengetahuan (Joyce et al., 2009). Penerapan utama model berpikir induktif adalah mengembangkan kapasitas berpikir dan menuntut siswa untuk mencerna commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
dan memproses informasi. Model ini menginduksi siswa untuk berpikir produktif dan kreatif, seperti penggunaan informasi secara konvergen untuk memecahkan masalah. Model berpikir induktif dirancang untuk melatih siswa membuat konsep dan sekaligus untuk mengajarkan konsep-konsep dan cara penerapannya (generalisasi) pada mereka. Model ini mengajar minat siswa pada logika, bahasa, dan arti kata, serta sifat pengetahuan.
5. Model Pencapaian Konsep Model pencapaian konsep dikonstruksikan oleh J.S.Bruner, J.Goodnow dan George Austine pada tahun 1967 (Joyce et al. 2009). Model ini merupakan proses berpikir yang terjadi pada diri seseorang. Model ini didasarkan pada kemampuan untuk membedakan dan mengkategorisasikan pengetahuan yang di dapat dalam kelompok. Pencapaian konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepatdari berbagai katagori. Pencapaian konsep merupakan proses yang mengharuskan siswa menentukan dasar siswa dalam membangun katagori serta menggambarkan sifat-sifat dari suatu katagori yang sudah dibentuk dengan cara membandingkan contoh-contoh yang berisi karakteristik (ciri) konsep dengan contoh yang tidak berisi karakteristik (noncharacteristic). Guru menyajikan contoh positif dan negatif. Contoh positif memiliki ciri umum sedangkan contoh negatif tidak berisi ciri. Guru meminta siswa membuat catatan tentang contoh yang berisi ciri dan bukan ciri, kemudian disajikan contohcommit tosatu user gagasan yang dianggap dapat contoh lain sehingga siswa memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
mempertahankan pengamatannya. Proses tersebut memastikan bahwa siswa akan dapat menjabarkan suatu konsep tertentu dan dapat membedakan sifat yang sesuai dan tidak sesuai. Dasar pemikiran model pencapaian konsep berasal dari kajian Brunner tentang cara seseorang untuk mencapai konsep. pada pencapaian konsep, terdapat istilah contoh (examplar) dan sifat (attribute). Contoh merupakan bagian kecil dari koleksi data atau perangkat data. Katagori ini merupakan bagian kecil atau koleksi dari contoh-contoh yang memiliki satu atau lebih karakteristik yang berseberangan satu sama lain. dengan membandingkan contoh positif (karakter) dan negatif (non karakter) maka siswa dapat mempelajari konsep atau katagori itu sendiri. Sifat (attribute) merupakan ciri khas dari suatu contoh. Siswa dapat menguatkan satu karakteristik umum untuk menggambarkan konsep tertentu dan dapat menjelaskan lebih jelas berdasarkan sifat-sifat yang mendasarinya. Untuk mengajarkan suatu konsep, guru harus mendefinisikan dengan jelas sifat dan nilai yang terkandung di dalamnya. Selain itu juga harus menyertakan contoh-contoh negatif untuk memudahkan dalam mengesampingkan objek-objek lain yang memiliki sifat yang sama dengan contoh-contoh tersebut. Konsepkonsep yang didefinisikan oleh adanya satu atau lebih sifat sebagai konsep konjungtif (conjunctive concepts), artinya contoh-contoh dihubungkan oleh satu atau lebih karakteristik atau sifat. Sedangkan konsep disjungtif (disjunctive concepts) didefinisikan oleh adanya beberapa sifat dan ketiadaan sifat lain. Dalam metode ini, guru harus membantu siswa agar lebih efisien dalam mencapai konsep. Selain itu, guru juga harus memperhatikan proses pembelajaran yang sekiranya dapat membangun tingkat emosional, mental, sosial, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
intelektual siswa (Singh, 2011). Keuntungan menggunakan model pencapaian konsep, yaitu: Pertama, guru dapat membangun latihan-latihan penemuan konsep, sehingga guru dapat mengamati cara berpikir siswa. Kedua, siswa tidak hanya mampu mendeskripsikan cara perolehan konsep, tetapi juga mampu lebih efisien mengubah strategi belajar yang sesuai. Ketiga, Guru dapat memodifikasi informasi dan mempengaruhi cara siswa dalam memproses informasi. Model ini menuntut guru untuk memahami strategi siswa dalam pencapaian konsep. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengamati dan memperoleh informasi tentang strategi yang digunakan siswa untuk mencapai konsep, yakni guru dapat meminta siswa menceritakan pemikirannya setelah pencapaian konsep. Selain itu, guru juga dapat meminta siswa untuk menuliskan hipotesis (dugaan sementara) atas pengamatan yang mereka dapatkan dalam proses pembelajaran. Menurut Tennyson dan Cochiarella dalam Joyce, et al (2009), siswa sebenarnya mampu mengembangkan pengetahuan prosedural (pencapaian konsep) dengan latihan secara intens. Selain itu, semakin banyak pengetahuan prosedural yang dimiliki oleh siswa, maka siswa akan semakin efektif mencapai dan menerapkan pengetahuan konseptual. Langkah awal yang dilakukan oleh guru, yakni menyajikan seperangkat contoh-contoh yang berpasangan, sehingga siswa dapat membandingkan contoh positif dan negatif dari kedua contoh tersebut. Sebagai contoh pada saat siswa mempelajari Protista mirip tumbuhan, siswa disajikan contoh Rhodophyta, Phaeophyta, Chlorophyta, Chrysophyta yang merupakan contoh Protista mirip commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
tumbuhan (contoh positif) serta Rhizopoda, Ciliata, Flagellata, dan Sporozoa yang merupakan contoh Protista mirip hewan (contoh negatif). Selanjutnya siswa diajak untuk membandingkan contoh positif dan contoh negatif tersebut berdasarkan sifat (attribute) merupakan ciri khas dari suatu contoh. Siswa dapat menguatkan satu karakteristik umum untuk menggambarkan konsep Protista mirip tumbuhan dan dapat menjelaskan lebih jelas berdasarkan sifat-sifat yang mendasarinya. Setelah itu guru meminta siswa untuk menyampaikan hipotesis dari pengamatan yang telah dilakukan. Pada akhirnya, siswa akan diminta untuk menamai konsep dan definisi konsep menurut sifatnya yang paling esensial. Selama proses pembelajaran dengan model pencapaian konsep, guru harus bersikap simpatik pada hipotesis yang dibuat oleh siswa (menekankan bahwa hipotesis itu merupakan hipotesis alamiah) dan harus menciptakan dialog yang di dalamnya siswa dapat menguji hipotesis mereka dengan hipotesis temannya yang lain. Siswa yang bekerja secara holistik, secara seksama akan menghasilkan hipotesis ganda dan secara bertahap akan menghilangkan hipotesis yang tidak dapat dipertahankan. Siswa yang memilih satu atau dua hipotesis dalam awal pengamatan perlu mereview contoh secara terus menerus dan meninjau ulang atau merevisi gagasan agar mencapai konsep sifat yang menjadi tujuan. Dalam tahap berikutnya, guru harus mengalihkan perhatian siswa pada analisis terhadap konsep-konsep dan strategi berpikir mereka. Model pencapaian konsep merupakan perangkat evaluasi unggul saat guru ingin mengetahui sejauh mana siswa mampu menguasai gagasan-gagasan penting yang diajarkan. Model ini dengan cepat akan memberikan laporan tentang kedalaman pemahaman siswa commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekaligus memperkuat pengetahuan mereka sebelumnya. Perbedaan sintaks model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dapat dilihar pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Perbedaan Sintaks Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep (Joyce et al., 2009) MODEL BERPIKIR INDUKTIF MODEL PENCAPAIAN KONSEP (Hilda Taba) (Brunner) Tahap Pertama : Pembentukkan Konsep Tahap Pertama : Penyajian Data dan Identifikasi Konsep a. Mengkalkulasi dan membuat daftar - Guru membagikan contoh preparat yang a. Menyajikan contoh-contoh yang mewakili kelompok Protista mirip hewan telah dilabeli - Guru memberikan preparat (sudah dan tumbuhan untuk diamati (sudah dilabel) dilabel konsep) masing-masing - Siswa mengamati ciri khusus yang contoh Protista menyerupai hewan dimiliki tiap spesies dan tumbuhan untuk tiap kelompok b.Mengelompokkan - Siswa menuliskan hasil pengamatan ciri khusus protista di papan tulis (tabel tabulasi) c. Membuat Label dan Kategori Siswa memberikan kategori (pengelompokkan) untuk contoh protista yang memiliki ciri sama (sifat umum)
b. Membandingkan sifat (ciri) dalam
contoh positif dan negatif (karakteristik dan non karakteristik) - Siswa mengajukan hasil tafsiran (dibantu dengan tabel pada LKS)
Menjelaskan sebuah definisi menurut sifat dan ciri yang paling esensial - Siswa mengajukan hipotesis - Siswa menguji hipotesis dengan pengamatan (observasi) - Siswa menyampaikan definisi (Konsep) berdasarkan hasil observasi Tahap Kedua : Interpretasi data Tahap kedua : Pengujian Pencapaian d.Mengidentifikasi hubungan-hubungan Konsep yang penting d. Mengidentifikasi contoh tambahan - Siswa mengelompokkan data yang yang tidak dilabeli diperoleh berdasarkan label (kategori) - Guru memberikan contoh spesies mengenai perbedaan dan persamaan antar lain (belum dilabel konsep) untuk commit to user spesies dapat diidentifikasi oleh siswa c.
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.2. Perbedaan Sintaks Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep (Joyce et al., 2009) (lanjutan) e. Mengeksplorasi hubungan-hubungan Siswa melakukan presentasi hasil pengamatan untuk selanjutnya dapat berdiskusi dengan kelompok lain f. Membuat dugaan atau kesimpulan
e.
- Siswa dapat merangkum secara umum masing-masing ciri protista mirip hewan dan tumbuhan serta dapat membedakan keduanya
Tahap Ketiga : Penerapan prinsip g. Memprediksi konsekuensi, menjelaskan fenomena - Siswa mempresentasikan peran Protista dalam kehidupan
Menguji hipotesis, menamai konsep dan menyatakan kembali definisi menurut sifat dan ciri yang paling esensial - Siswa memberi nama konsep berdasarkan contoh (dikaitkan dengan konsep yang ditemukan) - Siswa diminta mencari contoh lain
Tahap Ketiga : Analisis Strategi Berpikir f. Mendeskripsikan pemikiran - Siswa melakukan penegasan terhadap konsep yang diperoleh (berdasarkan pertemuan 1 dan 2) - Siswa menambahkan penjelasan peran Protista dalam kehidupan
h. Menjelaskan dan mendukung prediksi dan hipotesis - Siswa berdiskusi tentang peran peran Protista - Siswa menjelaskan masing-masing ciri protista mirip hewan dan tumbuhan serta dapat membedakan keduanya i. Menguji kebenaran (verifikasi) prediksi - Siswa merangkum peran Protista dalam kehidupan dan melakukan verifikasi (penegasan) konsep melalui eksperimen
commit to user
g. Mendiskusikan peran sifat-sifat dan
hipotesis - Siswa berdiskusi tentang peran hipotesis (dugaan sementara) : menyatakan penolakan atau penerimaan hipotesis berdasar pengamatan yang telah dilakukan - Siswa menarik kesimpulan (hipotesis ditolak/diterima) h. Mendiskusikan jenis dan ragam
hipotesis - Siswa mendiskusikan konsep yang telah diperoleh dan melakukan pembuktian konsep
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan. Keaktifan belajar menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut. Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, keinginannya. Guru hendaknya mampu membina rasa keberanian, keingintahuan siswa, untuk itu siswa hendaknya merasa aman, nyaman, dan kondusif dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran siswa aktif adalah sebagai fasilitator dan pembimbing siswa yang memberi berbagai kemudahan siswa dalam belajar serta mampu mendorong siswa untuk belajar seoptimal mungkin. Macam keaktifan belajar yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah antara
lain:
(1)
Visual
Activities
(membaca,
memperhatikan
gambar,
memperhatikan demonstrasi orang lain); (2) Oral Activities (mengatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi interupsi); (3) Listening Activities (mendengarkan uraian, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
percakapan, diskusi, pidato); (4) Writing Activities (menulis : ceritera, karangan, laporan, tes, angket, menyalin); (5) Drawing Activities (membuat : grafik, peta, diagram); (6) Motor Activities (melakukan percobaan, membuat konstruksi model, mereparasi); (7) Mental Activities (menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan); (8) Emotional Activities (menaruh minat, merasa bosan, berani, gembira, gugup, senang) Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Gagne dan Briggs dalam Yamin (2007) faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: (a) memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; (b) menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa); (c) mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa; (d) memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari); (e) memberi petunjuk kepada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
siswa cara mempelajarinya; (f) memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran; (g) memberi umpan balik (feed back); (h) melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur; (i) menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
7. Kemampuan Berpikir Kritis Pemikiran kritis mengacu pada penggunaan keterampilan teori atau strategi untuk meningkatkan kemungkinan suatu hasil yang diinginkan. Pemikir kritis menggunakan ketrampilan ini tanpa ada pengaruh dan pada umumnya dengan tujuan sadar. Seseorang yang berpikir dengan kritis, dapat mengevaluasi hasil pemikiran suatu proses, baik berupa suatu keputusan ataupun seberapa baik suatu masalah dapat dipecahkan (Halpern, 1999). Pemikiran kritis memiliki tujuan, alasan, dan arah pencapaian. Berpikir kritis melibatkan pemecahan masalah, penarikan kesimpulan, hipotesis, dan membuat keputusan. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa berpikir kritis yang meliputi analisa argumentasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan atau proses kognitif merupakan ketrampilan yang bisa diidentifikasi dan dapat dipelajari sehingga siswa dapat menjadi pemikir yang lebih baik. Oleh karena itu, guru seharusnya membuat siswa mampu mengembangkan pemikiran kritis siswa dengan memberikan jalan atau proses berpikir yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, siswa dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu prinsip atau konsep yang telah dibangun dan dapat mengenali suatu commitmeskipun to user dalam topik yang berbeda. permasalahan yang memiliki kemiripan
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berpikir kritis merupakan suatu proses di mana seseorang mencoba untuk menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan mudah secara rasional, guna menambah informasi. Menurut Inch et al. (2006), berpikir kritis adalah sebuah penyelidikan yang bertujuan untuk mengetahui situasi, kejadian, pertanyaan, atau masalah guna membuat hipotesis atau kesimpulan sementara mengenai hal-hal yang diteliti dengan menggabungkan seluruh informasi informasi yang telah diperoleh sehingga dapat diterima kebenarannya. Siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja dengan penjelasan guru, tetapi berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran. Menurut Costa (1985), terdapat lima kelompok indikator kemampuan berpikir kritis yang terbagi dalam 12 sub indikator. Penjelasan mengenai indikator tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.3. Tabel 2.3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan Berpikir Kritis
1. Memberikan Penjelasan
Sub Kemampuan (Indikator)
a. Memfokuskan pertanyaan
Sederhana (Elementary
b. Menganalisis argumen
Clarification)
c. Bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan/ tantangan
2. Membangun keterampilan dasar (basic support), 3. Menyimpulkan (inference)
d. Mempertimbangkan kredibilitas sumber e. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi f. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi g. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis (lanjutan) h. Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan 4. Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification) 5. Strategi dan taktik (strategy and tactics)
i. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi j. Mengidentifikasi asumsi k. Memutuskan suatu tindakan l. Berinteraksi dengan orang lain Sumber : Costa (1985)
Menurut Paul dan Elder dalam Inch et al. (2006), seseorang berargumen dan berpikir karena ingin memenuhi kebutuhannya. Dalam melakukan tindakan, siswa harus menentukan topik yang akan dipresentasikan di dalam kelas. Merumuskan masalah sangat berpengaruh terhadap pemikiran kritis. Secara umum, pertanyaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang harus diselesaikan. Bepikir kritis mengandung informasi yaitu menjawab pertanyaan dan mengubah arah pembicaraan untuk mendapatkan informasi yang sesuai. Informasi tersebut dapat dalam bentuk data statistik, laporan dari saksi mata, pengamatan individu, atau dari sumber lain yang dapat membantu seseorang dalam
menjawab pertanyaan. Informasi merupakan substansi dari hasil
pemikiran. Fungsi lain dari berpikir kritis adalah pencapaian konsep. Konsep merupakan teori, definisi, aturan, dan hukum yang melandasi dasar pemikiran dan tindakan. Konsep merupakan fondasi dari pemikiran manusia. Dalam berpikir kritis, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Hal ini karena adanya perbedaan latarbelakang individu, pemikiran, pengalaman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
dan tingkah laku. Saat melakukan proses berpikir, maka akan terjadi penggabungan informasi dan gagasan baru ke dalam satu sudut pandang, konsep dan asumsi yang dimiliki. Dari kombinasi pertanyaan, pengujian, penelitian, dan pemahaman, dapat ditarik kesimpulan. Dengan tindakan yang didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki siswa, penelitian, dan pembicaraan yang dilakukan, siswa akan dapat menafsirkan data dan menyimpulkan informasi yang diperoleh. Proses menafsirkan dan menyimpulkan merupakan cara menyajikan data dan pertimbangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Siswa harus mampu menentukan pengaruh dari tindakan yang dilakukan dan mengetahui konsekuensi yang mungkin terjadi.
8. Prestasi belajar Prestasi merupakan capaian seseorang karena telah melakukan suatu usaha. Prestasi belajar menurut Sudjana (2008) adalah “beragam kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya’’. Jadi prestasi belajar merupakan capaian yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa, dilakukan proses evaluasi atau penilaian. Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan siswa dalam belajar. Dari penilaian dapat diketahui perkembangan prestasi belajar siswa. Menurut Bloom dalam Arikunto (1990) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Prestasi merupakan commit user pada saat atau periode tertentu. kecakapan atau hasil kongkrit yang dapattodicapai
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proes pembelajaran. Hasil terbaik yang dapat dicapai dalam proses belajar mengajar dan sebagai hasil akhir dari pembelajaran ditandai adanya kemampuan yang dimiliki siswa, pada proses belajar siswa dapat menunjukan akan keberhasilan atau kegagalan untuk itu diperlukan adanya evaluasi. Tujuan umum dari evaluasi adalah: (1) mengumpulkan data data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan; (2) memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat; (3) menilai metode yang digunakan. Adapun hasil evaluasi merupakan umpan balik bagi guru, sampai sejauh mana tingkat pemahaman siswa selama proses belajar mengajar, sebagai contohnya adalah dalam bentuk pelaporan nilai akhir semester melalui raport. Sehingga manfaat dari evaluasi dapat bermanfaat pada guru mupun bagi siswa. Pengertian prestasi belajar adalah hasil pengukuran serta penilaian hasil usaha belajar dalam setiap perbuatan siswa untuk mencapai tujuan yang selalu diikuti dengan pengukuran dan penilaian. Demikian halnya dengan hasil belajar biologi yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu pada definisi hasil belajar menurut Benyamin Bloom, yang uraiannya adalah sebagai berikut : a) Ranah kognitif (Cognitive Domain) Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kemampuan intelektual. Penguasaan kognitif dapat diukur melalui tes, baik tes tulis maupun tes lisan, portofolio (kumpulan tugas). Dalam ranah kognitif terdapat enam jejang commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses berpikir dari jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, yaitu: (1) tingkat pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat informasi atau materi pelajaran yang telah diterima sebelumnya. Kemampuan ini biasanya dapat diukur dengan menggunakan kata-kata operasional seperti: mendefinisikan, menyebutkan, mengidentifikasi, dan mengenali;
(2) tingkat pemahaman
(comprehensive), yaitu menggunakan menafsirkan atau memberikan informasi berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Kemampuan ini pada
umumnya
dapat
diukur menggunakan kata-kata operasional seperti:
membedakan, menduga, menemukan, membuat contoh, menggeneralisasi; (3) tingkat aplikasi (application) yaitu kemampuan menentukan menafsirkan atau menggunakan informasi atau materi pelajaran sebelumnya ke dalam situasi baru yang konkret dalam rangka menetukan jawaban tunggal yang benar dari suatu masalah. Biasanya berkaitan dengan kemampuan menghitung, memanipulasi, meramalkan, mengapresiasikan, dan menghubungkan; (analysis)
yaitu
kemampuan
yang
(4)
berkaitan dengan
tingkat
analisis
menguraikan
atau
menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih rinci sehingga susnannya dapat dimengerti. Kemampuan ini dapat berupa
mengidentifikasi
menggeneralisasi berdasarkan
motif, sebab, alasan, menarik kesimpulan atau suatu patokan
tertentu;
(5)
tingkat sintesis
(Synthesis) yaitu proses yang memadukan bagian-bagian secara logis. Pada umumnya berkaitan dengan mengkategorikan, mengkombinasikan, membuat desain, merevisi, mengorganisasikan; (6) tingkat evaluasi (evaluation) atau tingkat mencipta (creating) yaitu kemampuan menggunakan pengetahuannya untuk commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kreteria tertentu. Pada umumnya menggunakan kata-kata operasional menganalisis, mendesain, merencanakan, mengorganisasikan. b) Ranah afektif (Afective Domain) Ranah afektif berkenaan dengan sikap, minat, nilai, dan konsep diri. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghormati guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial dalam masyarakat. Ada beberapa tingkatan dalam
ranah
afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi
Krathwohl (Departemen Pendidikan Nasional, 2003) ada lima yaitu : 1) receiving, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu stimulus, 2) responding, partisipasi aktif peserta didik, 3) valuing, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen, 4) organisasi, pada peringkat ini terjadi konseptualisasi nilai, 5) characterization, peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku. Penerimaan (Receiving) menunjuk pada kesediaan siswa untuk mengikuti fenomena atau stimulus tertentu, seperti kegiatan di dalam kelas, membaca buku teks, dan lain-lain. Dari aspek pembelajaran, penerimaan dapat dilihat dalam memperoleh, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Tanggapan (Responding) menunjukkan pada partisipasi aktif dari siswa. Pada level ini siswa tidak hanya hadir dan memperhatikan, tetapi juga memberikan reaksi. Hasil belajar pada level ini menekankan pada kesiapan dalam memberikan respons seperti membaca materi yang ditugaskan, mengerjakan tugas, dan lain-lain. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penghargaan (Valuing) berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku. Level ini bergerak dari penerimaan yang paling rendah pada suatu nilai seperti keinginan meningkatkan keterampilan kelompok sampai pada level komitmen yang lebih kompleks seperti merasa bertanggung jawab terhadap efektivitas fungsi kelompok. Penilaian itu didasari pada internalisasi seperangkat nilai-nilai tertentu. Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan perilaku siswa yang konsisten dan stabil dalam membuat nilai. Pengorganisasian
(Organizing) berarti menggabungkan
nilai yang
berbeda-beda, menyelesaikan konflik di antara nilai-nilai tersebut, serta membangun sistem nilai yang konsisten secara internal. Oleh karena itu, penekanannya
berada
pada
membandingkan,
menghubungkan,
dan
mensintesiskan nilai-nilai itu. Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan konseptualisasi nilai seperti mengenal tanggung jawab setiap individu untuk meningkatkan hubungan kemanusiaan atau pengorganisasian sistem nilai. Karakterisasi (Characterizing by a Value or Value Complex) memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya hidupnya. Oleh karena itu, perilakunya bersifat konsisten dan dapat diprediksi. Hasil belajar pada level ini meliputi rentang aktivitas yang banyak, tetapi yang pokok dapat terlihat pada perilaku yang sudah menjadi tipikal atau karakternya.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Ranah psikomotor (Psychomotoric Domain) Hasil
belajar
pada
ranah
psikomotor
tampak
dalam
bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Menurut Taksonomi Bloom pada domain psikomotor memiliki tujuh tingkatan dari yang sederhana ke
yang
penggunaan
kompleks
yaitu:
(1)
persepsi (perception), berkaitan dengan
indera dalam melakukan kegiatan; (2) kesiapan
(set),
yaitu
berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik maupun emosional; (3) respon terbimbing (guide respons), yaitu mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; (4) mekanisme (mechanism) yaitu berkaitan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari; (5) kemahiran (complex overt respons) yaitu berkaitan dengan gerakan motorik yang terampil; (6) adaptasi (adaptation) yaitu berkaitan dengan ketrampilan yang sudah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu
memodifikasi
pola gerakannya;
(7)
keaslian
(origination), yaitu
berkaitan dengan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.
9. Materi Protista Protista merupakan kelompok hewan yang memiliki ciri yakni eukariotik (memiliki membran inti), uniseluler atau multiseluler dan dapat bersifat autotrof ataupun heterotrof. Protista meliputi 3 kelompok, yaitu protista yang menyerupai jamur (Oomycota dan Myxomycota), protista menyerupai hewan (Ciliata, Rhizopoda, Flagellata dan sporozoa), dan protista menyerupai tumbuhan commit to user (ganggang keemasan, ganggang merah, ganggang coklat, dan ganggang hijau).
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Protista Menyerupai Jamur Anggota protista yang menyerupai jamur adalah jamur air dan jamur lendir. Jamur air (Oomycota) merupakan kunci utama pengurai saproba pada habitat perairan. Kebanyakan spesies jamur air hidup bebas dan mendapatkan nutrisi dari sisa tumbuhan di kolam, danau, dan aliran air. Beberapa jamur air hidup pada jaringan yang mati pada tumbuhan. Beberapa jamur air juga parasit pada organisme akuatik, misalnya Saprolegnia. Saprolegnia hidup menempel pada ikan dan berbentuk seperti lapisan selaput. Beberapa patogen pada buah anggur berupa jamur putih (Plasmopora viticola), busuk layu pada kentang dan tomat (Phytophthora infestans).
Gambar 2.1. Phytophthora infestans pada tomat
Gambar 2.2. Dictyostelium discoideum
Jamur lendir (Myxomycota) menghasilkan sel-sel yang hidup bebas pada sebagian siklus hidupnya. Sel-sel yang hidup bebas ini disebut amoeboid karena berbentuk seperti Amoeba. Jamur lendir merupakan predator fagosit yang dapat menelan bakteri, hama, spora, dan berbagai komponen organik. Contoh jamur lendir adalah Dictyostelium discoideum.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Protista Menyerupai Hewan Protista menyerupai hewan dikenal dengan nama Protozoa. Ukuran tubuh protozoa sekitar 10 – 200 mikron (µm). Sel protozoa umumnya terdiri dari membran sel, sitoplasma, vakuola makanan, vakuola berdenyut, dan inti sel. Protozoa hidup secara heterotrof dengan memangsa bakteri, protista lain, sampah organisme. Protozoa hidup soliter atau berkoloni pada habitat yang beragam. Beberapa jenis protozoa ada yang hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dengan cara simbiosis. Protozoa melakukan reproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner. Pembelahan diawali dengan pembelahan inti yang diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Sebagian protozoa aktif melakukan reproduksi seksual dengan penyatuan sel generatif (gamet) atau dengan penyatuan inti sel vegetatif yang disebut konjugasi. Protozoa berbeda dengan bakteri, perbedaan keduanya antara lain dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2.4. Perbedaan Protozoa dan Bakteri No
Pembeda
Bakteri
Protozoa
1
Pelindung tubuh
Dinding sel tebal
Selaput plasma tipis
2
Bahan pelindung
Selulosa dan agak kaku
Lipoprotein yg lentur
3
Bentuk Tubuh
Tetap
Mudah berubah
4
Gerak
Kurang banyak bergerak
Umumnya banyak bergerak
Berdasarkan alat geraknya, Protozoa dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu Rhizopoda, Cilliata, Flagellata, dan Sporozoa. Perbedaan keempat kelompok Protozoa tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.5. Klasifikasi Protozoa Berdasarkan Alat Gerak No
Ciri
Rhizopoda
Cilliata
Flagellata
Sporozoa
1
Alat Gerak
Kaki semu (pseudopodia)
Rambut getar
Bulu cambuk
Tidak punya
2
Habitat
Air laut, air tawar, parasit di tubuh hewan
Air tawar dan tempat yang lembab
Air laut, air tawar, parasit di hewan/manusia
Hidup sebagai parasit pada sel darah manusia/hewan
3
Cara Hidup
Soliter
Soliter/ berkoloni
Soliter/ berkoloni
Soliter/ berkoloni
4
Reproduksi
Membelah diri
Membelah diri, Konjugasi
Membelah diri
Sporozoit, Gametosit
5
Contoh Protozoa
Amoeba proteus, Enthamoeba ginggivalis, Enthamoeba disentriae, Foraminifera
Paramecium caudatum, Didinium, Vorticella, Balantidium coli
Euglena viridis, Trypanasoma vaginalis, Trypanasoma gambiense
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax
Contoh protozoa dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.3. Amoeba (Rhizopoda)
Gambar 2.4. Trypanosoma (Flagellata)
commit to user Gambar 2.5. Paramecium (Ciliata)
Gambar 2.6. Plasmodium (Sporozoa)
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Protista Menyerupai Tumbuhan Protista menyerupai tumbuhan sering disebut sebagai alga (ganggang). Ganggang terdiri dari ganggang uniseluler (bersel satu) dan multiseluler (bersel banyak). Ganggang hidup soliter ataupun berkoloni. Ganggang memiliki struktur tubuh sederhana (talus) sehingga tidak dapat dibedakan antara akar, batang, dan daun. Berdasarkan pigmen yang dikandungnya, ganggang (alga) dapat dibedakan menjadi
ganggang
api
(Pyrrophyta/Dinoflagellata),
ganggang
merah
(Rhodophyta), ganggang coklat (Phaeophyta), ganggang emas (Chrysophyta), dan ganggang hijau (Chlorophyta). Chrysophyta merupakan ganggang yang memiliki pigmen dominan karoten berupa xantofil (keemasan). Ganggang ini ada yang uniseluler soliter dan ada yang multiseluler berkoloni. Sebagian besar hidup di air tawar, meskipun terdapat pula di laut. Reproduksi Chrysophyta dengan membelah diri (uniseluler) dan dengan spora (multiseluler). Contoh ganggang emas yaitu Gymnodinium dan Synura.
Gambar 2.7. Gymnodinium
Gambar 2.8. Synura
Pyrrophyta/Dinoflagellata disebut dengan ganggang api karena beberapa spesies mampu berpendar (fluoresence) sehingga tampak bercahaya di malam commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hari. Selain itu, Pyrrophyta/Dinoflagellata dapat menyebabkan warna merah kecoklatan di air laut bila dalam jumlah yang banyak (6-8 juta/liter). Beberapa spesies dikenal sebagai produsen fitoplankton laut (Noctiluca scintillans). Pyrrophyta/Dinoflagellata bersifat uniseluler dan bereproduksi dengan membelah diri. Chlorophyta disebut juga dengan ganggang hijau. Chlorophyta ada yang uniseluler dan multiseluler. Chlorophyta hidup di air tawar terutama air kolam, genangan air, namun ada juga yang hidup di air laut dangkal. Reproduksi aseksual Chlorophyta dengan membelah diri, spora, fragmentasi, sedangkan reproduksi seksual dengan oogami, anisogami dan isogami.
Gambar 2.9. Spirogyra
Gambar 2.10. Chlorella
Phaeophyta (ganggang coklat) memiliki pigmen dominan karoten yaitu fukosantin. Sebagian besar Phaeophyta multiseluler dan hidup di air laut, sekitar pantai atau daerah pasang surut. Reproduksi aseksual Phaeophyta dengan fragmentasi, zoospora sedangkan reproduksi seksual dengan oogami, anisogami dan isogami. Berikut ini adalah contoh Phaeophyta :
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.12. Macrocystis Gambar 2.11. Sargassum Rhodophyta disebut juga dengan ganggang merah karena pigmen dominan fikobilin jenis fikoeritrin. Sebagian besar Rhodophyta adalah multiseluler dan hidup di laut dalam. Reproduksi aseksual Rhodophyta dengan spora dan seksual dengan oogami, anisogami dan isogami
Gambar 2.13. Corallina
Gambar 2.14. Gracillaria
Manfaat Ganggang bagi Manusia : Manfaat ganggang diantaranya adalah sumber makanan yang bergizi (Chorella), sumber makanan berupa sayur (Ulva, Caulerpa, Enteromorpha), bahan pembuatan agar-agar (Eucheuma, Gelidium), bahan peledak, campuran semen, bahan penggosok, bahan isolasi, pembuatan saringan (Diatome), pupuk pertanian dan makanan ternak di pesisir pantai karena mengandung K (Laminaria lavaniea), obat penyakit gondok (Laminaria digitalis), bahan pengental pada es krim atau bahan pelekat pada plastik, kosmetik, dan tekstil (Macrocystis dan Laminaria). B. Penelitian yang Relevan
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian sebelumnya yang relevan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Kalani (2008) menunjukkan bahwa Concept Attainment sangat berguna dalam membangkitkan interaksi antara guru dan siswa. Selain itu, model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang memproses informasi dan membuat siswa mengenal konsep dan fakta melalui pengalaman belajar siswa. Akan tetapi pada penelitian tersebut model pembelajaran belum dibandingkan dengan model lain dan hanya dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil akhir prestasi siswa yang didapatkan menggunakan model pembelajaran ini lebih baik dibandingkan dengan model konvensional. Siswa menjadi mampu untuk melakukan pencapaian konsep, merancang suatu eksperimen (percobaan), dan bekerja sama dalam kelompok. Penelitian yang dilakukan Rustaman dan Ratnawulan (2010) menunjukkan bahwa
penelitian
tersebut
memiliki
persamaan
menggunakkan
model
pembelajaran induktif, akan tetapi penelitian tersebut menggunakan mahasiswa sebagai
subjek
penelitian,
sedangkan
pada
penelitian
yang
dilakukan
menggunakkan siswa kelas X SMA. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perkuliahan menggunakkan pembelajaran induktif telah meningkatkan jumlah lulusan matakuliah evaluasi pembelajaran. Selama tiga semester terakhir angka kelulusan mahasiswa mencapai 100 persen. Melalui hasil observasi kinerja dalam kelas juga ditemukan para mahasiswa sangat antusias mengikuti perkuliahan. Wawancara secara non formal dengan beberapa mahasiswa menemukan bahwa pembelajaran dengan model perkuliahan
induktif
telah meningkatkan
pemahaman mahasiswa tentang materi perkuliahan pada konteks sekolah. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian yang dilakukan Santoso (2008) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan berpikir kritis siswa terhadap prestasi belajar. Siswa yang memiliki berpikir kritis tinggi memberikan rataan prestasi belajar lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki berpikir kritis rendah. Persamaan pada penelitian ini adalah menggunakan kemampuan berpikir kritis siswa sebagai faktor internal yang diamati, sedangkan perbedaannya pada penelitian tersebut membandingkan antara hubungan kemampuan berpikir kritis terhadap metode pembelajaran. Penelitian yang berkaitan dengan aktivitas siswa, dilakukan oleh Rochman (2009) yang menyimpulkan bahwa siswa dengan aktivitas belajar rendah, prestasi belajarnya meningkat dengan menggunakan Pembelajaran Biologi Tipe Group Investigation dan Tipe Think-Pair-Share. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor internal yaitu aktivitas belajar dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Persamaan yang ada dalam penelitian ini adalah sama-sama mengamati aktivitas belajar siswa dalam mempengaruhi prestasi belajar, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan mengambil siswa SMA sebagai sampel. C. Kerangka Berpikir Agar penelitian ini lebih terarah, maka diperlukan suatu kerangka berpikir yang jelas. Kerangka pemikiran yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Penggunaan pendekatan keterampilan proses sains merupakan variasi pendekatan yang dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat memudahkan peserta didik dalam menguasai materi pembelajaran sehingga prestasi belajar akan meningkat. Model berpikir induktif melibatkan pengolahan dan pengumpulan data secara terpisah dan pengolahan kembali untuk mencari gagasan-gagasan, sedangkan model pencapaian konsep mengajarkan pencapaian konsep oleh siswa dan membuat siswa lebih mengerti mengenai karakteristik atau ciri suatu konsep yang dipelajari. Dengan demikian, kedua model tersebut diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Model pencapaian konsep akan dinilai lebih baik dalam membangun kerangka berpikir siswa dibandingkan dengan model berpikir induktif. 2. Pengaruh aktivitas belajar Faktor internal dalam diri peserta didik yang dapat mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah aktivitas belajar siswa. Peserta didik dengan aktivitas belajar yang tinggi diduga akan mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan aktivitas belajar rendah. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi akan lebih aktif dalam pembelajaran sehingga informasi yang akan diperoleh cenderung lebih banyak dipahami dan menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa aktivitas dengan aktivitas belajar rendah. 3. Pengaruh berpikir kritis Berpikir kritis juga merupakan faktor internal siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi akan memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
kemampuan untuk dapat mengevaluasi hasil pemikiran suatu proses, baik berupa suatu keputusan ataupun seberapa baik suatu masalah dapat dipecahkan sehingga dapat melakukan pemecahan masalah, penarikan kesimpulan, hipotesis, dan membuat keputusan. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi akan menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah 4. Interaksi penggunaan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar Penggunaan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep mendorong siswa ikut terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga penggunaan model tersebut akan berpengaruh terhadap siswa dengan kemampuan aktivitas belajar yang berbeda. Pada pembelajaran model pencapaian konsep, siswa dengan aktivitas tinggi akan menghasilkan prestasi yang lebih baik sedangkan untuk siswa dengan aktivitas rendah akan lebih baik menggunakan model berpikir induktif dalam meningkatkan prestasi belajar. 5. Interaksi penggunaan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan berpikir kritis Dalam pembelajaran digunakan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep. Kedua model pembelajaran menekankan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan ini dapat berbeda pada tiap siswa. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi akan mampu menemukan konsep sendiri berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dialami sehingga siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi akan lebih baik prestasinya menggunakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
model pencapaian konsep, sedangkan untuk siswa dengan aktivitas rendah akan lebih baik menggunakan model berpikir induktif.
6. Interaksi antara aktivitas belajar dengan berpikir kritis siswa Pada proses pembelajaran dibutuhkan aktivitas yang tinggi untuk dapat menemukan konsep berdasarkan contoh yang ada di lingkungan pembelajaran. Selain itu dalam menemukan konsep juga dibutuhkan kemampuan berpikir kritis. Dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis yang baik diharapkan siswa dapat mencapai konsep pembelajaran yang diinginkan. Berpedoman pada hal tersebut, diharapkan ada interaksi antara aktivitas belajar dengan berpikir kritis siswa sehingga memungkinkan terjadi peningkatan prestasi belajar. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi dan kemampuan berpikir kritis tinggi akan menghasilkan prestasi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan siswa aktivitas rendah dan kemampuan berpikir kritis rendah 7. Interaksi antara model berpikir induktif, model pencapaian konsep, aktivitas belajar, dan berpikir kritis siswa Model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memberikan variasi pembelajaran, sehingga peserta didik dengan tingkat aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis yang beragam, diharapkan terlibat aktif dan termotivasi dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, maka diduga terdapat interaksi penggunaan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa terhadap prestasi belajar. Siswa dengan commit aktivitastobelajar user tinggi dan kemampuan berpikir
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kritis tinggi akan lebih baik menggunakan model pencapaian konsep, sedangkan siswa dengan aktivitas belajar rendah dan kemampuan berpikir kritis rendah akan lebih baik menggunakan model berpikir induktif. D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir pada penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1.
Ada pengaruh pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa
2.
Ada pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.
3.
Ada pengaruh pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
4.
Ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa
5.
Ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa
6.
Ada interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa
7.
Ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 (gasal) tahun pelajaran 2011/2012, bulan September 2011 sampai Februari 2012 dengan rencana jadwal sebagai berikut : Tabel 3.1. Rencana Jadwal Penelitian Bulan Kegiatan April
Mei
√
√
Juni
Juli Agust Sept
Okt
Nov Des
Jan
Feb
√
√
Pengajuan Proposal Penelitian Permohonan
√
√
√
√
ijin Penyusunan dan Uji
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Instrumen Pengambilan Data Analisis Data Penyusunan
√
√
√
√
Laporan
commit to user
√
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah swasta di Yogyakarta yang memiliki akreditasi yang baik, sehingga hasil penelitian yang diperoleh juga dapat digunakan untuk meningkatkan serta diterapkan pada sekolah yang lain.
B. Populasi dan Sampel “ Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 1990) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, yang terdiri dari 10 kelas, dengan jumlah siswa 350 siswa. “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti” (Arikunto, 1990). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling, yaitu sampel yang diambil berdasarkan kelompok (kelas). Dengan teknik tersebut, diambil dua kelas secara acak dengan menggunakan undian dari semua kelas X di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta. Dua kelas tersebut dengan jumlah 71 siswa kemudian dibagi menjadi satu kelas eksperimen pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan satu kelas eksperimen pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model pencapaian konsep. Dasar pertimbangan pemilihan sampel dengan cara seperti ini adalah karena kedua kelompok sampel tersebut sudah sepadan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata UTS yang mendekati sama.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Metode Penelitian Metode penelitian adalah strategi yang diambil dalam pengambilan atau pengumpulan dan analisis data yang diperlukan untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok eksperimen, yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kedua kelompok diasumsikan sama dalam segala segi yang relevan dan hanya berbeda dalam pemberian perlakuan. Kelompok eksperimen I diberi perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan kelompok eksperimen II diberi perlakuan pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model pencapaian konsep. Hasil kedua kelompok tersebut dikaji dan dilihat pengaruhnya terhadap prestasi belajar biologi, apabila ditinjau dari aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa untuk masing-masing perlakuan.
D. Rancangan dan Variabel Penelitian 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial (2x2x2) dengan perlakuan sebagai berikut : Variabel bebas
: model berpikir induktif dan model pencapaian konsep
Variabel moderator
: aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis
Variabel terikat
: prestasi belajar siswa
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rancangan tersebut digambarkan seperti tabel di bawah ini : Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Pendekatan Keterampilan Proses Sains (A)
Aktivitas
Kritis
Belajar
Rendah (C1)
Rendah
Kritis
(B1)
Tinggi
Model Berpikir Induktif
Model Pencapaian
(A1)
Konsep (A2)
A1B1C1
A2B1C1
A1B1C2
A2B1C2
A1B2C1
A2B2C1
A1B2C2
A2B2C2
(C2) Aktivitas
Kritis
Belajar
Rendah (C1)
Tinggi (B2)
Kritis Tinggi (C2)
Keterangan : A1 = Pembelajaran biologi menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Sains dengan Model Berpikir Induktif A2 = Pembelajaran biologi menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Sains dengan Model Pencapaian Konsep B1 = Aktivitas Belajar Rendah B2 = Aktivitas Belajar Tinggi C1 = Kemampuan Berpikir Kritis Rendah C2 = Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Variabel Penelitian Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu : a. Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep 1) Definisi Operasional Pembelajaran biologi menggunakan keterampilan proses sains merupakan pendekatan yang melibatkan peran aktif siswa dan membimbing siswa untuk memperoleh pengetahuan dan nilai-nilai dengan cara menemukan sendiri (inkuiri). Dalam pembelajaran ini dibantu dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep yang disertai dengan lembar kerja siswa. 2) Indikator : pengisian lembar kerja siswa 3) Skala Pengukuran : Nominal 4) Simbol : A
b. Variabel Moderator Variabel moderator pada penelitian ini adalah aktivitas belajar yang dibatasi aktivitas belajar tinggi dan aktivitas belajar rendah, serta kemampuan berpikir kritis siswa yang dibatasi kemampuan berpikir kritis tinggi dan kemampuan berpikir kritis rendah.
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Definisi Operasional Keaktifan belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan. Keaktifan belajar menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas. Keaktifan belajar akan terjadi pada diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus dengan isi memori, sehingga perilaku siswa berubah dari waktu sebelum dan sesudah adanya situasi stimulus tersebut. Kemampuan berpikir kritis adalah adalah sebuah penyelidikan yang bertujuan untuk mengetahui situasi, kejadian, pertanyaan, atau masalah guna membuat hipothesis atau kesimpulan sementara mengenai hal-hal yang diteliti dengan menggabungkan seluruh informasi informasi yang telah diperoleh sehingga dapat diterima kebenarannya. Siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya
begitu
mempertimbangkan
saja
dengan
penalarannya
penjelasan dan
mencari
guru,
tetapi
informasi
berusaha lain
untuk
memperoleh kebenaran. 2) Indikator Nilai atau skor hasil angket aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 3) Skala Pengukuran : interval 4) Simbol : B untuk aktivitas belajar, C untuk kemampuan berpikir kritis commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi (hasil) belajar biologi untuk materi ciri-ciri umum filum dalam kingdom Protista, dan perannya bagi kehidupan. 1) Definisi Operasional Prestasi belajar biologi adalah nilai hasil tes setelah dan pada saat proses pembelajaran biologi pada kompetensi dasar menyajikan ciri-ciri umum filum dalam kingdom Protista, dan perannya bagi kehidupan. 2) Indikator pencapaian Nilai belajar biologi pada ranah kognitif dan psikomotorik pada kompetensi dasar menyajikan ciri-ciri umum filum dalam kingdom Protista, dan perannya bagi kehidupan. 3) Skala Pengukuran Skala pengukuran untu prestasi belajar biologi berupa skala interval. 4) Simbol : AiBjCk dengan i = j = k = 1, 2, 3
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua cara yaitu dengan tes dan non tes. Tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih/ ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh testi (orang yang dites) dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek (perilaku) tertentu. Pada penelitian ini menggunakan beberapa bentuk tes, yaitu tes tertulis atau tes prestasi belajar biologi ranah kognitif, tes unjuk kerja commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(performance test) dalam bentuk praktik/perbuatan di laboratorium atau tes prestasi belajar biologi ranah psikomotor pada kompetensi dasar menyajikan ciriciri umum filum dalam kingdom Protista, dan perannya bagi kehidupan. Teknik non tes dengan menggunakan angket dilakukan sebelum proses belajar biologi kompetensi dasar menyajikan ciri-ciri umum filum dalam kingdom Protista, dan perannya bagi kehidupan. Angket yang dilakukan sebelum proses belajar bertujuan untuk mengukur aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa yang merupakan faktor
internal siswa dalam menerima proses
pembelajaran. Selain itu dilakukan penilaian menggunakan lembar observasi untuk mengamati aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa ketika melakukan kegiatan pembelajaran. Selain itu juga digunakan lembar observasi yang digunakan sebagai pengukuran prestasi belajar biologi ranah afektif dan psikomotor untuk mendukung data dalam melengkapi hasil penelitian.
F. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran Instrumen
untuk mendukung
pelaksanaan
penelitian
ini meliputi
Silabus, (SKL) Standar kelulusan, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan LKS (Lembar kerja Siswa). Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar. RPP memuat segala commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuatu yang berkaitan langsung dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya mencapai penguasaan kompetensi dasar.
2. Instrumen Pengambilan Data a. Angket Aktivitas belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Angket
aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa,
berbentuk tes tertulis
yang dilaksanakan
sebelum
pembelajaran
menggunakan Keterampilan Proses Sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dilaksanakan.
Lembar angket
aktivitas belajar
disusun dalam bentuk objective tes, yang terdiri atas daftar pernyataan yang meliputi berbagai sikap dan aktivitas belajar yang biasa dilakukan siswa dengan lima pilihan a, b, c, d dan e. Format pilihan lembar jawab yang disediakan terdiri atas lima pilihan yang memuat alternatif pilihan jawab a. Selalu, b. Sering
kali, c. kadang-kadang, d. Jarang, e. Tidak pernah.
Sedangkan angket kemampuan berpikir kritis menggunakan bentuk objective tes dengan alternatif pilihan jawaban a. tidak pernah, b. jarang, c. sering, d. selalu. Angket aktivitas belajar dan kemampuan berpikir siswa berfungsi untuk mengetahui aktivitas keseharian dan kemampuan berpikir kritis yang terdapat dalam diri siswa sebagai faktor internal yang mempengaruhi dalam proses pembelajaran.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Instrumen Tes Prestasi Belajar Ranah Psikomotor Instrumen ini merupakan alat pengumpulan data untuk mengetahui nilai prestasi belajar ranah psikomotor siswa. Data prestasi belajar psikomotorik dikumpulkan observasi diisi oleh
melalui
ranah
observasi (pengamatan). Lembar
observer (pengamat) yang mengamati kegiatan
psikomotorik siswa ketika pembelajaran berlangsung. Lembar observasi disusun dalam bentuk checklist yang terdiri atas daftar pertanyaan yang meliputi
kemampuan psikomotorik siswa dalam melakukan pembelajaran.
Format isian yang disediakan terdiri dari empat kolom yang memuat alternatif kegiatan yang dilakukan siswa. c. Instrumen Tes Prestasi Belajar Ranah Kognitif Tes prestasi belajar ranah kognitif dilakukan dalam bentuk tes tertulis pilihan ganda yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran untuk kompetensi dasar menyajikan ciri-ciri umum filum dalam kingdom Protista, dan perannya bagi kehidupan. Item pilihan ganda berjumlah 5 buah dengan simbol pilihan a, b, c, d, dan e. Setiap item hanya memiliki satu pilihan jawaban yang benar. Jika siswa menjawab dengan benar mendapatkan skor 1 (satu) dan jika salah mendapatkan skor 0 (nol). d. Instrumen Tes Prestasi Belajar Ranah Afektif Nilai prestasi belajar ranah afektif siswa diperoleh melalui lembar observasi. Lembar observasi diisi oleh observer (pengamat) yang mengamati sikap siswa ketika pembelajaran berlangsung. Lembar observasi tersebut commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disusun dalam bentuk checklist, yang terdiri atas daftar pernyataan yang meliputi sikap siswa pada saat melakukan kegiatan pembelajaran.
G. Uji Coba Instrumen Uji coba instrumen perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan seperangkat instrumen yang telah disusun. Pengujian
terhadap aspek
kelayakannya dilakukan sebagai berikut : 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen memiliki validitas tinggi jika benar-benar mengukur suatu aspek yang semestinya harus diukur. Untuk mengetahui validitas
tes
pada penelitian
ini dilakukan dengan
teknik pengukuran
validitas isi (content validity) dan validitas konstruksi (construct validity). a. Validitas Isi Validitas isi adalah sebuah validitas intsrumen yang menunjukkan bahwa isi dari instrumen yang disusun dibuat berdasarkan literatur yang ada dan mewakili setiap aspek yang akan diukur. Untuk mendapatkan validitas isi, maka sebelum menyusun instrumen tes terlebih dahulu dibuat kisi-kisi dan dikonsultasikan kepada orang yang ahli. Orang yang ahli dalam hal ini adalah dosen pembimbing yang terdiri dari dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II.
commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Validitas Konstruksi Validitas konstruksi adalah validitas
sebuah
instrumen yang
menunjukkan bahwa bentuk instrumen yang dipilih telah sesuai dengan apa yang akan diukur. Untuk mendapatkan validitas konstruksi, dapat dilakukan dengan mengkonsultasikannya kepada dosen pembimbing setiap langkah penyusunan instrumen serta malukuan uji coba instrumen (tryout) instrumen tersebut sebelum digunakan sebagai alat ukur. Uji validitas instrumen tes prestasi belajar ranah kognitif adalah uji butir soal (item) dengan menggunakan persamaan korelasi product moment (rxy) dari Karl Pearson, dengan persamaan rumus sebagai berikut:
䗨
n∑x
n ∑ xy ∑x
∑x∑y n∑y
dimana, rxy = Korelasi product moment Pearson
∑y
n = jumlah sampel x = skor tiap item soal y = skor total Σxy = jumlah (x)(y) Butir soal dikatakan valid jika rxy ≥ r tabel pada taraf signifikansi 5%. Soal kognitif diujikan sebanyak 50 soal untuk dilakukan pengujian. Setelah dilakukan uji validitas item tes prestasi belajar ranah kognitif, maka butir soal yang tidak valid tidak digunakan sebagai instrumen tes. Hasil uji validitas instrumen penilaian kognitif dalam tabel 3.2. Hasil uji validitas instrumen penilaian kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 15, 16, 17. commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.3 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penilaian Kognitif, Aktivitas dan Berpikir Kritis Instrumen
Jumlah Soal
Kognitif Aktivitas Berpikir Kritis
50 50 32
Kriteria Valid
Tidak Valid
32 27 32
18 23 0
Berdasarkan hasil uji instrumen, dari 50 soal didapatkan soal valid sebanyak 34 soal, akan tetapi dalam penelitian hanya diambil 25 soal valid untuk digunakan sedangkan sisa soal yang lain tidak digunakan. Hal ini terkait dengan waktu tes yang disediakan dan sejumlah soal tersebut dinilai sudah mewakili indikator yang akan diukur dan mampu untuk mengukur tingkat kognitif siswa.
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas (r11) suatu instrumen adalah
pengujian instrumen yang
disusun dapat dipercaya sebagai alat pengambilan data. Instrumen dikatakan reliabel jika memiliki tingkat keajegan dalam mengukur aspek yang diukur. Nilai keajegan ini dimaksudkan bahwa apabila instrumen tersebut diberikan pada subyek yang berbeda akan memberikan hasil yang relatif sama. Uji reliabilitas menggunakan format K – R 20, seperti pada persamaan berikut : r11=
∑
dimana, p = proporsi siswa yang menjawab item dengan benar q = proporsi siswa yang menjawab item dengan salah ∑pq = jumlah hasil kali antar p dan q commit to user n = banyak item
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S = standar deviasi tes Kriteria reliabilitas dengan batasan : ≤ r11 ≤ 0,20 = sangat rendah
0
0,20 ≤ r11 ≤ 0,39 = rendah 0,39 ≤ r11 ≤ 0,59 = cukup 0,59 ≤ r11 ≤ 0,79 = tinggi 0,79 ≤ r11 ≤ 1,00 = sangat tinggi
Untuk uji reliabilitas angket, dimana jawaban bisa lebih dari satu digunakan koefisien alpha dengan persamaan sebagai berikut : r11=
1
∑
Dimana r11 = reliabilitas tes k = jumlah soal 2 = ﰈjumlah varian dari skor soal ﰈ21 = jumlah varian dari skor total
Hasil uji reliabilitas instrumen penilaian kognitif terangkum dalam tabel
3.3 dan terperinci pada lampiran 15, 16 dan 17. Tabel 3.4 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian Kognitif, Aktivitas dan Berpikir Kritis Instrumen Kognitif Aktivitas Berpikir Kritis
Jumlah Soal 50 50 32
Reliabilitas
Kriteria Reliabilitas
0,73 0,52 0,91
Tinggi Cukup Sangat Tinggi
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua soal yang diujikan reliabel sebagai instrumen penelitian, artinya apabila instrumen tersebut diberikan pada subyek yang berbeda akan memberikan hasil yang relatif sama. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Uji Taraf Kesukaran Butir Soal Taraf
kesukaran (P) item soal dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
dimana, B = banyaknya siswa yang menjawab benar JS = jumlah seluruh siswa Taraf kesukaran diklasifikasikan ke dalam kriteria : 1) soal dengan P = (0,10 sampai dengan 0,30) adalah soal sukar 2) soal dengan P = (0,31 sampai dengan 0,70) adalah soal sedang 3) soal dengan P = (0,71 sampai dengan 1,00) adalah soal mudah 4) soal dianggap baik jika memiliki taraf kesukaran sedang (0,31 ≤ P ≤ 0,70) Hasil uji taraf kesukaran soal instrumen penilaian kognitif terangkum dalam tabel 3.5, secara rinci dapat dilihat pada lampiran 15. Tabel 3.5 Rangkuman Taraf Kesukaran Instrumen Penilaian Kognitif Jumlah Soal
50
Taraf Kesukaran Soal Sukar
Sedang
Mudah
17
23
10
Berdasarkan uji taraf kesukaran, dapat disimpulkan bahwa 17 soal memiliki kriteria tinggi, 23 soal memiliki kriteria sedang, dan 10 soal memiliki kriteria mudah. Apabila hasil ini dihubungkan dengan hasil pengujian instrumen lain, maka diputuskan untuk mengambil 25 soal dengan kriteria 5 soal dengan kriteria sukar, 15 soal dengan kriteria sedang dan 5 soal dengan kriteria mudah. commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Uji Daya Pembeda Butir Soal Daya pembeda (D) soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah (kurang pandai). Untuk menghitung daya beda soal pada penelitian ini digunakan persamaan berikut :
keterangan : JA = banyaknya peserta kelompok atas (27% dari jumlah sampel) JB = banyaknya peserta kelompok bawah (27% dari jumlah sampel) BA = banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB =banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar Daya pembeda (D) diklasifikasikan ke dalam kriteria : minus (-) sampai 0,00 = tidak punya DP (sangat jelek) 0,001 – 0,19 = jelek 0,2 – 0,4 = baik ≥ 0,4 = sangat baik Hasil uji daya beda instrumen penilaian kognitif terangkum dalam tabel 3.6, secara rinci dapat dilihat pada lampiran 15. Tabel 3.6 Rangkuman Uji Daya Beda Instrumen Penilaian Kognitif
Jumlah
Daya Pembeda Soal
Soal
Sangat Baik
Baik
Jelek
Sangat jelek
50
9
27
9
5
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil uji daya beda dapat dilihat bahwa kriteria sangat baik dan baik dapat digunakan sebagai instrumen penelitian, sehingga dari 36 soal tersebut akan dipilih dengan pertimbangan dari uji instrumen yang lain.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Analisis data dilakukan untuk mengetahui kebenaran hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian ini digunakan teknik anava dua jalan dengan frekuensi isi sel tidak sama. Untuk dapat menggunakan analisis anava maka sebelumnya harus dilakukan uji prasyarat analisis. a.
Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan untuk menyelidiki apakah data dalam
penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan software SPSS versi 16. Prosedur pengujiannya sebagai berikut: 1). Menetapkan Hipotesis H0
: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1
: sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
2). Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05. 3). Keputusan uji H0 diterima jika sig > α (distribusi normal) b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan Levene’s commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
test dengan bantuan software SPSS versi 16. Prosedur pengujiannya sebagai berikut: 1). Menetapkan Hipotesis H0
: sampel berasal dari populasi berdistribusi homogen
H1
: sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak homogen
2). Menetapkan taraf signifikansi (α) Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0,05. 3). Keputusan Uji H0 diterima jika sig > α (homogen)
2. Pengujian Hipotesis a.
Uji Anava Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima. Untuk menguji hipotesis digunakan analisis variansi tiga jalan dengan variasi 2x2x2 dan sel tidak sama. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menguji signifikansi dan interaksi efek dua variabel bebas, dua variabel
moderator
terhadap
variabel
terikat.
Penghitungan
anava
menggunakan software SPSS versi 16. Langkah-langkahnya adalah : 1) Menentukan Hipotesis a) Pengaruh pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa. commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H0,A : Tidak ada pengaruh antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa H1,A
:
Ada
pengaruh antara pembelajaran
biologi
menggunakan
pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa b) Pengaruh aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa H0,B : Tidak ada pengaruh antara aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa H1,B : Ada pengaruh antara aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa c) Pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa H0,C : Tidak ada pengaruh antara kemampuan berpikir kritis siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa H1,C : Ada pengaruh antara kemampuan berpikir kritis siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa d) Interaksi antara pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H0,AB : Tidak ada pengaruh pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa H1,AB : Ada pengaruh pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa e) Interaksi antara pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan kemampuan berpikir terhadap prestasi belajar siswa H0,AC : Tidak ada pengaruh interaksi antara pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa H1,AC : Ada pengaruh interaksi antara pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa f)
Interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa H0,BC : Tidak ada pengaruh interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa H1,BC : Ada pengaruh interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g) Interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. H0,ABC : Tidak ada pengaruh interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. H1,ABC
: Ada pengaruh
interaksi
antara
pembelajaran biologi
menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 2) Taraf signifikansi 5% (α = 0,05) 3) Statistik Uji : menggunakan GLM-Univarians dengan langkah-langkah : Analyze, General Linear Model, dan Univariate Tabel 3.7 Rumus Anava Sumber Variasi Diantara kriteria kelompok, A Diantara kriteria kelompok, B
Jumlah Kuadrat (SS)
SSA = ∑
1
1 SSB = ∑
1
2
2
2
2
commit to user
Derajat Kebebasan (df)
Kuadrat rata-rata
K-1
MSA =
J-1
MSB =
Rasio F F= 1
F= 1
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.7 Rumus Anava (lanjutan) Interaksi 1 SSI = ∑ 1 ∑ 1 ∑ 1 2 (diantara 2 faktor A dan B), I Kesalahan sampling, SSE = SST – SSA – SSB – SSI E Total, T
SST = ∑
1∑
1
∑
1
2
2
(J-1)(K-1)
MSI = 1
JK (n-1)
F=
1
MSE =
N-1
1
4) Keputusan Uji Ketentuan pengambilan kesimpulan, H0 ditolak jika p value < α dan diterima jika p value > α. Pengambilan kesimpulan H1 kebalikan dari H0.
b. Uji Lanjut Anava Uji lanjut anava merupakan tindak lanjut dari analisis variansi jika hasil variansi menunjukkan H0 ditolak. Hal ini bertujuan melakukan pengecekkan terhadap rerata setiap pasangan kolom, baris, dan pasangan sel sehingga diketahui bagian pada bagian mana terdapat rerata yang berbeda. Dalam penelitian ini digunakan uji Uji Scheffe dengan bantuan software SPSS versi 16 dengan langkah-langkah : Analyze, General Linear Model, dan Univariate.
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi skor aktivitas belajar , skor berpikir kritis dan nilai prestasi belajar yang mencakup nilai kognitif, afektif dan psikomotorik pada materi pembelajaran Protista. Data diperoleh dengan melibatkan dua kelas eksperimen yaitu kelas XE dan XF SMA Muhammadiyah I Yogyakarta. Subjek yang diteliti sebanyak 71 siswa, 37 siswa kelas XE sebagai kelas eksperimen model berpikir induktif dan 34 siswa kelas XF sebagai kelas eksperimen model pencapaian konsep. 1. Data Skor Aktivitas Belajar Siswa Skor aktivitas belajar siswa diperoleh dari angket aktivitas belajar yang dikelompokkan dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Pengelompokkan kategori ini berdasarkan pada skor rata-rata kedua kelas. Siswa yang memiliki skor sama dengan skor rata-rata atau di atasnya dikelompokkan dalam kategori aktivitas belajar tinggi sedangkan siswa dengan skor di bawah rata-rata dimasukkan dalam kategori aktivitas belajar rendah. Dengan menggunakan kriteria tersebut, berdasarkan data induk penelitian maka didapatkan data sebagai berikut : Tabel 4.1. Jumlah Siswa dengan Aktivitas Belajar Tinggi dan Rendah Aktivitas Belajar rendah tinggi jumlah
XE (Berpikir Induktif) Frekuensi Prosentase 14 37,8% 23 62,2% 37 100% commit to user
XF (Pencapaian Konsep) Frekuensi Prosentase 15 44,1% 19 55,9% 34 100%
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelas model berpikir induktif maupun model pencapaian konsep lebih banyak siswa dengan kategori aktivitas belajar tinggi (62,2% dan 55,9%) dibandingkan dengan siswa kategori aktivitas belajar rendah (37,8% dan 44,1%) (tabel 4.1). Hal ini berarti kedua kelas diharapkan dapat memperoleh hasil prestasi yang baik pula pada saat diterapkan kedua model pembelajaran, dikarenakan kedua model tersebut cenderung untuk menuntut siswa lebih aktif dalam pembelajaran di kelas.
2. Data Skor Berpikir Kritis Siswa Skor berpikir kritis siswa diperoleh dari angket berpikir kritis yang dikelompokkan dalam dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Pengelompokkan kategori ini berdasarkan pada skor rata-rata kedua kelas. Siswa yang memiliki skor sama dengan skor rata-rata atau di atasnya dikelompokkan dalam kategori berpikir kritis tinggi sedangkan siswa dengan skor di bawah rata-rata dimasukkan dalam kategori berpikir kritis rendah. Dengan menggunakan kriteria tersebut, berdasarkan data induk penelitian maka didapatkan data sebagai berikut : Tabel 4.2. Jumlah Siswa dengan Berpikir Kritis Tinggi dan Rendah Berpikir Kritis rendah tinggi jumlah
XE (Berpikir Induktif) Frekuensi Prosentase 17 46% 20 54% 37 100%
XF (Pencapaian Konsep) Frekuensi Prosentase 14 41,2% 20 58,8% 34 100%
Kelas model berpikir induktif maupun model pencapaian konsep lebih banyak siswa dengan kategori berpikir kritis tinggi (54% dan 58,8%) dibandingkan dengan siswa kategori berpikir kritis rendah (46% dan 41,2%) (tabel commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.2). Hal ini berarti kedua kelas diharapkan dapat memperoleh hasil prestasi yang baik pula pada saat diterapkan kedua model pembelajaran, dikarenakan kedua model tersebut cenderung mengasah kemampuan berpikir kritis siswa pada saat pembelajaran di kelas.
3. Data Prestasi Belajar Dalam penelitian ini data prestasi belajar meliputi data kognitif, afektif dan psikomotorik. Data kognitif diperoleh dengan menggunakan tes tertulis pada akhir pembelajaran sedangkan data afektif dan psikomotorik diperoleh dengan pengamatan (observasi) pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
a. Data Prestasi Kognitif Kelas Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Secara umum deskripsi data prestasi kognitif dan distribusi frekuensi prestasi kognitif disajikan dalam tabel 4.3 dan 4.4 berikut: Tabel 4.3. Deskripsi Data Prestasi Kognitif Model Pembelajaran Model Berpikir
Model Pencapaian
Induktif
Konsep
79,70
77,85
Minimum
67
67
Maksimum
96
90
7,02
7,32
Mean
Standar Deviasi
Nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi pada kelas model berpikir induktif (79,70) dibandingkan kelas model pencapaian konsep (77,85) (tabel 4.3). commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelas Berpikir Induktif dan Pencapaian Konsep Berpikir Induktif Frekuensi
Nilai Tengah
67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 91 - 96
5 9 14 6 3
69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum 5 14 28 34 37
Pencapaian Konsep Frek. Relatif
Frekuensi
Nilai Tengah
13,51% 24,32% 37,84% 16,22% 8,11%
8 9 9 8 0
69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum
Frek. Relatif
8 17 26 34 34
23,53% 26,47% 26,47% 23,53% 0,00%
Frekuensi
Nilai interval
Nilai Interval
Frekuensi
Gambar 4.1. Histogram Prestasi Kognitif Siswa: Model Berpikir Induktif
Nilai Interval
Gambar 4.2. Histogram Prestasi Kognitif Siswa: Model Pencapaian Konsep Pembelajaran model pencapaian konsep menghasilkan data prestasi yang hampir sama untuk tiap interval nilai, berbeda dengan model berpikir induktif yang memiliki data prestasi paling tinggi pada interval nilai 79 -84 (tabel 4.4, commit to user gambar 4.1 dan 4.2).
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Data Prestasi Kognitif Kelompok Aktivitas Belajar Rendah dan Tinggi Berdasarkan uji stasistik yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelompok Aktivitas Belajar Rendah dan Tinggi Aktivitas Belajar Rendah Aktivitas Belajar Tinggi Frek
67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 91 - 96
11 10 5 3 1
Nilai Tengah 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum 11 21 26 29 30
Frek. Relatif 36,67% 33,33% 16,67% 10,00% 3,33%
Frek 2 8 18 11 2
Nilai Tengah 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum 2 10 28 39 41
Frek. Relatif 4,88% 19,51% 43,90% 26,83% 4,88%
Frekuensi
Nilai interval
Nilai Interval
Frekuensi
Gambar 4.3. Histogram Prestasi Kognitif Siswa: Aktivitas Kategori Rendah
Nilai Interval
Gambar 4.4. Histogram Prestasi Kognitif Siswa: Aktivitas Kategori Tinggi Siswa dengan kategori aktivitas belajar rendah memiliki prestasi belajar paling banyak pada interval nilai 67-72, sedangkan siswa kategori aktivitas belajar tinggi memiliki prestasi belajar paling banyak pada interval nilai 79-84 (tabel 4.5, gambar 4.3 dan 4.4).
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Data Prestasi Kognitif Kelompok Berpikir Kritis Rendah dan Tinggi Berdasarkan uji stasistik yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelompok Berpikir Kritis Rendah dan Tinggi Berpikir Kritis Rendah Frek
67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 91 - 96
8 10 9 3 1
Nilai Tengah 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum 8 18 27 30 31
Berpikir Kritis Tinggi
Frek. Relatif 25,81% 32,26% 29,03% 9,68% 3,23%
Frek 5 8 14 11 2
Nilai Tengah 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum 5 13 27 38 40
Frek. Relatif 12,50% 20,00% 35,00% 27,50% 5,00%
Frekuensi
Nilai interval
Nilai Interval
Frekuensi
Gambar 4.5. Histogram Prestasi Kognitif: Berpikir Kritis Kategori Rendah
Nilai interval
Gambar 4.6. Histogram Prestasi Kognitif: Berpikir Kritis Kategori Tinggi Siswa dengan kategori berpikir kritis rendah memiliki prestasi belajar paling banyak pada interval nilai 73-78, sedangkan siswa kategori aktivitas belajar tinggi memiliki prestasi belajar paling banyak pada interval nilai 79-84 (tabel 4.6, commit to user gambar 4.5 dan 4.6).
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Data Prestasi Afektif Kelas Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Secara umum deskripsi data prestasi afektif dan distribusi frekuensi prestasi afektif disajikan dalam tabel 4.7 dan 4.8 berikut: Tabel 4.7. Deskripsi Data Prestasi Afektif Model Pembelajaran Model Berpikir Model Pencapaian Induktif Konsep Mean Minimum Maksimum Standar Deviasi
84,70
82,85
72 97
72 95
6,71
7,32
Nilai rata-rata prestasi afektif lebih tinggi pada kelas model berpikir induktif (84,70) dibandingkan kelas model pencapaian konsep (82,85) (tabel 4.7). Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Model Berpikir Induktif Model Pencapaian Konsep Frek
72 - 77 78 - 83 84 - 89 90 - 95 96 - 101
5 9 14 6 3
Nilai Tengah 74,5 80,5 86,5 92,5 98,5
Frek. Kum 5 14 28 34 37
Frek. Relatif 14,71% 26,47% 41,18% 17,65% 8,11%
Frek 8 9 9 8 0
Nilai Tengah 74,5 80,5 86,5 92,5 98,5
Frek. Kum 8 17 26 34 34
Frekuensi
Nilai interval
nilai interval
commit to user Gambar 4.7. Histogram Prestasi Afektif Siswa: Model Berpikir Induktif
Frek. Relatif 23,53% 26,47% 26,47% 23,53% 0,00%
87 digilib.uns.ac.id
Frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id
nilai interval
Gambar 4.8. Histogram Prestasi Afektif Siswa: Model Pencapaian Konsep Pembelajaran model pencapaian konsep menghasilkan data prestasi afektif yang hampir
sama untuk tiap interval nilai, berbeda dengan model berpikir
induktif yang memiliki data prestasi paling tinggi pada interval nilai 84 -89 (tabel 4.8, gambar 4.7 dan 4.8) e. Data Prestasi Afektif Kelompok Aktivitas Belajar Rendah dan Tinggi Berdasarkan uji stasistik yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelompok Aktivitas Belajar Rendah dan Tinggi Aktivitas Belajar Rendah
Nilai interval
Frek
72 - 77 78 - 83 84 - 89 90 - 95 96 - 101
11 10 5 3 1
Nilai Tengah 74,5 80,5 86,5 92,5 98,5
Frek. Kum 11 21 26 29 30
Frek. Relatif 37,93% 34,48% 17,24% 10,34% 3,33%
commit to user
Aktivitas Belajar Tinggi Frek 2 8 18 11 2
Nilai Tengah 74,5 80,5 86,5 92,5 98,5
Frek. Kum 2 10 28 39 41
Frek. Relatif 5,13% 20,51% 46,15% 28,21% 4,88%
88 digilib.uns.ac.id
Frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id
nilai interval
Frekuensi
Gambar 4.9. Histogram Prestasi Afektif Siswa: Aktivitas Kategori Rendah
nilai interval
Gambar 4.10. Histogram Prestasi Afektif Siswa: Aktivitas Kategori Tinggi Siswa dengan kategori aktivitas belajar rendah memiliki prestasi belajar afektif paling banyak pada interval nilai 72-77, sedangkan siswa kategori aktivitas belajar tinggi memiliki prestasi belajar paling banyak pada interval nilai 84-89 (tabel 4.9, gambar 4.9 dan 4.10).
f. Data Prestasi Afektif Kelompok Berpikir Kritis Rendah dan Tinggi Berdasarkan uji stasistik yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelompok Berpikir Kritis Rendah dan Tinggi Berpikir Kritis Rendah Berpikir Kritis Tinggi Nilai interval
Frek
67 - 72 73 - 78 79 - 84 85 - 90 91 - 96
8 10 9 3 1
Nilai Tengah 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Frek. Frek Kum Relatif 8 25,81% 5 18 32,26% 8 27 29,03% 14 30 9,68% 11 commit to user 31 3,23% 2
Nilai Tengah 69,5 75,5 81,5 87,5 93,5
Frek. Kum 5 13 27 38 40
Frek. Relatif 12,50% 20,00% 35,00% 27,50% 5,00%
89 digilib.uns.ac.id
Frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id
nilai interval
Frekuensi
Gambar 4.11. Histogram Prestasi Afektif: Berpikir Kritis Kategori Rendah
nilai interval
Gambar 4.12. Histogram Prestasi Afektif: Berpikir Kritis Kategori Tinggi Siswa dengan kategori berpikir kritis rendah memiliki prestasi belajar afektif paling banyak pada interval nilai 78-83, sedangkan siswa kategori aktivitas belajar tinggi memiliki prestasi belajar afektif paling banyak pada interval nilai 84-89 (tabel 4.10, gambar 4.11 dan 4.12).
g. Data Prestasi Psikomotorik Kelas Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Secara umum deskripsi data prestasi psikomotorik dan distribusi frekuensi prestasi psikomotorik disajikan dalam tabel 4.11 dan 4.12 berikut:
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.11. Deskripsi Data Prestasi Psikomotorik Model Pembelajaran Model Berpikir Induktif
Model Pencapaian Konsep
82,08
79,56
Minimum
69
69
Maksimum
98
92
7,14
7,43
Mean
Standar Deviasi
Tabel 4.12. Deskripsi Statistik Prestasi Psikomotorik Kelas Model Berpikir Induktif dan Model Pencapaian Konsep Model Berpikir Induktif Model Pencapaian Konsep Frek
68 - 73 74 - 79 80 - 85 86 - 91
5 5 16 6
Nilai Tengah 70,5 76,5 82,5 88,5
Frek. Kum 5 10 26 32
Frek. Relatif 15,63% 15,63% 50,00% 18,75%
Frek 3 11 11 6
Nilai Tengah 70,5 76,5 82,5 88,5
Frek. Kum 3 14 25 31
Frekuensi
Nilai interval
Nilai Interval
Frekuensi
Gambar 4.13. Histogram Prestasi Psikomotorik: Model Berpikir Induktif
Nilai Interval
commit to user Gambar 4.14. Histogram Prestasi Psikomotorik: Model Pencapaian Konsep
Frek. Relatif 9,68% 35,48% 35,48% 19,35%
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembelajaran model pencapaian konsep menghasilkan data prestasi psikomotorik yang hampir sama untuk tiap interval nilai, berbeda dengan model berpikir induktif yang memiliki data prestasi paling tinggi pada interval nilai 80 85 (tabel 4.11, gambar 4.13 dan 4.14). h. Data Prestasi Psikomotorik Kelompok Aktivitas Belajar Rendah dan Tinggi Berdasarkan uji stasistik yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Prestasi Psikomotorik Kelompok Aktivitas Belajar Rendah dan Tinggi Aktivitas Belajar Rendah
Nilai interval
Frek
Nilai
Frek.
Frek.
Tengah
Kum
Relatif
Aktivitas Belajar Tinggi Frek
Nilai
Frek.
Frek.
Tengah
Kum
Relatif
7
70,5
7
21,21%
1
70,5
1
3,33%
74 - 79
11
76,5
18
33,33%
5
76,5
6
16,67%
80 - 85
12
82,5
30
36,36%
15
82,5
21
50,00%
86 - 91
3
88,5
33
9,09%
9
88,5
30
30,00%
Frekuensi
68 - 73
Nilai Interval
Gambar 4.15. Histogram Prestasi Psikomotorik: Aktivitas Kategori Rendah commit to user
92 digilib.uns.ac.id
Frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai interval
Gambar 4.16. Histogram Prestasi Psikomotorik: Aktivitas Kategori Tinggi Siswa dengan kategori aktivitas belajar rendah memiliki prestasi belajar psikomotorik paling banyak pada interval nilai 80-85, sedangkan siswa kategori aktivitas belajar tinggi memiliki prestasi belajar paling banyak pada interval nilai 80-85 (tabel 4.13, gambar 4.15 dan 4.16). i. Data Prestasi Psikomotorik Kelompok Berpikir Kritis Rendah dan Tinggi Berdasarkan uji stasistik yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Prestasi Psikomotorik Kelompok Berpikir Kritis Rendah dan Tinggi Berpikir Kritis Rendah
Nilai interval
Frek
Nilai
Frek.
Frek.
Tengah
Kum
Relatif
Berpikir Kritis Tinggi Frek
Nilai
Frek.
Frek.
Tengah
Kum
Relatif
68 - 73
7
70,5
7
25,00%
1
70,5
1
2,86%
74 - 79
10
76,5
17
35,71%
6
76,5
7
17,14%
80 - 85
8
82,5
25
28,57%
19
82,5
26
54,29%
86 - 91
3
88,5
28
10,71%
9
88,5
35
25,71%
commit to user
93 digilib.uns.ac.id
Frekuensi
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai Interval
Frekuensi
Gambar 4.17. Histogram Prestasi Psikomotorik: Berpikir Kritis Kategori Rendah
Nilai interval
Gambar 4.18. Histogram Prestasi Psikomotorik: Berpikir Kritis Kategori Tinggi
Siswa dengan kategori berpikir kritis rendah memiliki prestasi belajar psikomotorik paling banyak pada interval nilai 74-79, sedangkan siswa kategori aktivitas belajar tinggi memiliki prestasi belajar afektif paling banyak pada interval nilai 80-85 (tabel 4.14, gambar 4.17 dan 4.18).
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Uji Prasyarat Analisis
Statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis Variansi (Anava) tiga jalan dengan sel yang tidak sama. Persyaratan yang harus dipenuhi yaitu data prestasi belajar terdistribusi normal dan populasi homogen. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji kenormalan sebaran data yang akan dianalisis. Untuk menguji normalitas data digunakan metode Lilliefors dari Kolmogorov-Smirnov yang dihitung dengan bantuan software SPSS versi 16 dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Tabel 4.15. Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Prestasi Belajar NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Variabel (Kolmogorov Smirnov) Model Berpikir Induktif (A1) Model Pencapaian Konsep (A2) Aktivitas Rendah (B1) Aktivitas Tinggi (B2) Berpikir kritis rendah (C1) Berpikir kritis tinggi (C2) A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2
F
p-v
1,295 0,751 0,824 1,124 0,904 0,826 0,616 0,640 0,992 0,772 0,851 0,669 0,671 0,850
0,070 0,625 0,506 0,160 0,387 0,503 0,842 0,807 0,279 0,591 0,464 0,762 0,759 0,465
Keputusan Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima
Kesimpulan Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal Data normal
Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa data penelitian normal yang ditandai dengan p-value > 0,05.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Uji Homogenitas Untuk mengetahui apakah data penelitian berasal dari populasi yang homogen digunakan uji homogenitas dari Lavene’s Test antara data prestasi belajar dengan model, aktivitas belajar, dan berpikir kritis siswa yang dihitung dengan bantuan software SPSS versi 16 dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Tabel 4.16. Hasil Uji Homogenitas Sebaran Data Prestasi Belajar No
Faktor
F
P-v
Jenis Test
1
Model
1,132
0,291 Levene's Test
Keputusan Ho Ho diterima
Kesimpulan
2
aktivitas
0,562
0,456 Levene's Test
Ho diterima
Homogen
3
Berpikir kritis
0,007
0,934
Levene's Test
Ho diterima
Homogen
4
Setiap Sel
1,314
0,259
Levene's Test
Ho diterima
Homogen
Homogen
Berdasarkan tabel 4.16 dapat disimpulkan bahwa data prestasi belajar biologi berasal dari kelompok yang homogen (variansi sama) sehingga dapat dikatakan data penelitian berasal dari populasi yang homogen.
C. Uji Hipotesis 1. Uji Anava Pada data penelitian dilakukan pengujian hipotesis menggunakan teknik Analisis Varians (ANAVA) tiga jalan desain faktorial 2x2x2 dengan bantuan software SPSS versi 16. Rangkuman hasil uji hipotesis (nilai anava) disajikan pada tabel 4.17.
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.17. Nilai ANAVA p-value No. 1.
2.
3.
4.
5.
Yang diUji Model
aktivitas
Berpikir kritis
Model * aktivitas
Model * Berpikir kritis
6.
aktivitas * Berpikir kritis
7.
Model * aktivitas * Berpikir kritis
F hitung
pvalue
1.838
0.180
10.427
0.002
4.482
0.038
4.804
0.032
0.036
0.849
0.522
0.472
0.773
0.383
Hipotesis
Hasil Uji
H0A diterima
tidak ada perbedaan (tidak berpengaruh)
H0B ditolak
ada perbedaan (berpengaruh)
H0c ditolak
ada perbedaan (berpengaruh)
H0AB ditolak
ada interaksi (berpengaruh)
H0AC diterima
tidak ada interaksi (tidak berpengaruh)
H0BC diterima
tidak ada interaksi (tidak berpengaruh)
H0ABC diterima
tidak ada interaksi (tidak berpengaruh)
Berdasarkan hasil Tests of Between-Subjects Effects di atas jika p-value > 0,05 maka hipotesis nol diterima, sedangkan jika p-value < 0,05 maka hipotesis nol ditolak . Kesimpulan dari tabel 4. 13 sebagai berikut : a. Hipotesis 1 (HoA) : diperoleh nilai F hitung= 1,838 dengan probabilitas pvalue=0,180. Oleh karena p-value > 0,05; maka Ho diterima, berarti tidak ada perbedaan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar. b. Hipotesis 2 (HoB): diperoleh nilai F hitung= 10,427 dengan probabilitas pvalue = 0,002. Oleh karena p-value < 0,05; maka Ho ditolak, berarti ada commit to userterhadap prestasi belajar. perbedaan antara aktivitas tinggi dan rendah
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
c. Hipotesis 3 (HoC): diperoleh nilai F hitung= 4,482 dengan p-value= 0,038. Oleh karena p-value < 0,05; maka Ho ditolak, berarti ada perbedaan antara berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. d. Hipotesis 4 (HoAB) : diperoleh nilai F hitung = 4,804 dengan p-value = 0,032. Oleh karena p-value < 0,05; maka Ho ditolak, berarti ada interaksi antara model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dan aktivitas memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar. e. Hipotesis 5 (HoAC): diperoleh nilai F hitung = 0,036 dengan p-value = 0,849. Oleh karena p-value > 0,05; maka Ho diterima, berarti interaksi antara metode model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dan berpikir kritis tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar. f. Hipotesis 6 (HoBC) : diperoleh nilai F hitung = 0,522 dengan p-value = 0,427. Oleh karena p-value > 0,05; maka Ho diterima, berarti interaksi antara aktivitas dan berpikir kritis tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar. g. Hipotesis 7 (HoABC) : diperoleh nilai F hitung = 0,773 dengan p-value = 0,383 Oleh karena p-value > 0,05; maka Ho diterima, berarti interaksi antara model berpikir induktif dan model pencapaian konsep, aktivitas dan berpikir kritis tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap prestasi belajar.
2. Uji Lanjut Anava Hasil variansi yang menunjukkan H0 ditolak (ada interaksi) selanjutnya dilakukan Uji Scheffe dengan bantuan software SPSS versi 16. Dalam penelitian commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini, dilakukan uji lanjut Anava pada hipotesis keempat (H0AB) yang menunjukkan bahwa ada interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan aktivitas siswa. Hipotesis H0AB adalah interaksi model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar (tinggi dan rendah) terhadap prestasi belajar kognitif. Adapun hasil uji lanjut tersaji dalam tabel 4.19. Tabel 4.18. Interaksi Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar 95% Confidence Interval model
aktivitas
Pencapaian Konsep
Rendah
72.861
1.647
69.570
76.152
Tinggi
81.393
1.628
78.140
84.646
Rendah
78.444
1.647
75.154
81.735
Tinggi
80.077
1.355
77.370
82.784
Berpikir Induktif
Mean
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Profil efek dari interaksi dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.19. Grafik Interaksi Model Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Pada gambar 4.19 diketahui bahwa siswa yang mempunyai aktivitas
commitlebih to user rendah memperoleh prestasi kognitif baik menggunakan model berpikir
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
induktif, sedangkan siswa yang mempunyai aktivitas tinggi lebih baik menggunakan model pencapaian konsep. Tidak adanya interaksi yang ditandai tidak adanya perpotongan garis pada grafik di atas.
D. Pembahasan
1. Hipotesis Pertama Model pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pendidikan. Penggunaan model yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi suatu proses pembelajaran. Model berpikir induktif dan model pencapaian konsep merupakan model-model yang mengembangkan kemampuan memproses informasi (berpikir). Menurut Joyce, et.al (2009), model pemrosesan informasi menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang
dari
lingkungannya
dengan
cara
mengorganisasikan
data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini memberikan kepada siswa sejumlah konsep dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Salah satu kajian dalam penelitian ini adalah mengkaji ada tidaknya perbedaan prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan siswa yang diberi pembelajaran dengan model pencapaian konsep. Berdasarkan rangkuman analisis varians pada tabel 4.17 menghasilkan pvalue = 0.180 lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0A commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diterima dan H1A ditolak, artinya tidak ada pengaruh signifikan pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep. Nilai rata-rata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan pembelajaran model berpikir induktif berturut-turut sebesar 79,70; 84,70; 82,08. Sedangkan pada pembelajaran model pencapaian konsep nilai rata-rata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik berturut-turut 77,85; 82,85; 79,56. Hal ini menunjukkan kedua model dapat dikatakan seimbang atau memberikan pengaruh yang sama terhadap hasil prestasi belajar siswa. Model berpikir induktif dan model pencapaian konsep merupakan dua bentuk model pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses. Kedua model mengajak siswa untuk ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih bermakna. Dengan data prestasi
tersebut
berarti
bahwa
kedua
model
sama-sama
baik
untuk
mengkonstruksi pengetahuan siswa dalam hal mengingat dan mengambil keputusan akan pengetahuan yang harus diterima siswa. Selain itu, pada saat proses pembelajaran berlangsung kedua kelas yang diambil memiliki rata-rata pengetahuan awal yang sama dan menunjukkan respon yang sama bagus terhadap kedua model pembelajaran tersebut.
2. Hipotesis Kedua Rangkuman analisis varians menghasilkan p-value untuk aktivitas belajar tinggi dan rendah sebesar 0.002 (tabel 4.17). Angka tersebut menunjukkan p-value lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0B ditolak dan H1B commitbelajar to usertinggi dan rendah terhadap prestasi diterima, artinya ada pengaruh aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
belajar siswa pada materi Protista. Dari uji lanjut Anava disimpulkan bahwa aktivitas belajar kategori tinggi lebih baik pengaruhnya terhadap prestasi belajar dibandingkan aktivitas belajar rendah. Nilai rata-rata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan aktivitas belajar tinggi berturut-turut sebesar 81,29; 86,29; 83,15. Sedangkan pada siswa aktivitas belajar rendah, nilai rata-rata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik berturut-turut 75,43; 80,43; 77,77. Aktivitas belajar adalah suatu kegiatan individu yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu karena adanya interaksi antar sesama individu dan dengan lingkungan. Selama proses belajar siswa dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan dan mencerna pelajaran yang diberikan guru, disamping itu sangat dimungkinkan para siswa memberikan balikan berupa pertanyaan, gagasan pikiran, perasaan, keinginannya. Siswa yang memiliki keaktivan belajar tinggi akan cenderung lebih mudah untuk ikut serta aktif dalam pembelajaran, sehingga lebih mudah pula dalam menerima pengetahuan baru. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kemampuan kognitif dan psikomotorik yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah. Selain itu, aktivitas belajar dapat menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstan dan berbekas sehingga hal ini dapat terlihat pula pada hasil prestasi afektif yang menunjukkan bahwa siswa dengan aktivitas belajar tinggi memiliki nilai afektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan aktivitas rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh aktivitas tinggi dan rendah terhadap prestasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
belajar siswa pada materi Protista. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan aktivitas belajar rendah. 3. Hipotesis Ketiga Rangkuman analisis varians menghasilkan p-value untuk berpikir kritis tinggi dan rendah sebesar 0.038 (tabel 4.17). Angka tersebut menunjukkan p-value lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0C ditolak dan H1C diterima, artinya ada pengaruh berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Dari uji lanjut Anava disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis kategori tinggi lebih baik pengaruhnya terhadap prestasi belajar dibandingkan siswa dengan kemampuan berpikir kritis rendah. Pemikiran kritis mengacu pada penggunaan keterampilan teori atau strategi untuk meningkatkan kemungkinan suatu hasil yang diinginkan. Seseorang yang berpikir dengan kritis, dapat mengevaluasi hasil pemikiran suatu proses, baik berupa suatu keputusan ataupun seberapa baik suatu masalah dapat dipecahkan (Halpern, 1999). Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa berpikir kritis yang meliputi analisa argumentasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan atau proses kognitif merupakan ketrampilan yang bisa diidentifikasi dan dapat dipelajari sehingga siswa dapat menjadi pemikir yang lebih baik. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi akan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu prinsip atau konsep yang telah dibangun dan dapat mengenali suatu permasalahan yang memiliki kemiripan meskipun dalam topik yang berbeda. commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu mereka juga akan mampu membuat hipotesis atau kesimpulan sementara mengenai hal-hal yang diteliti dengan menggabungkan seluruh informasi informasi yang telah diperoleh sehingga dapat diterima kebenarannya. Siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja dengan penjelasan guru, tetapi berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran. Dengan demikian mereka akan mampu membentuk suatu konsep nyata melalui pengalaman belajar yang diperoleh. Hal ini dapat terlihat dari hasil prestasi belajar yang melibatkan kemampuan berpikir kritis. Nilai rata-rata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik pada kelompok berpikir kritis tinggi berturut-turut sebesar 81,05; 86,05; 83,41. Sedangkan pada kelompok berpikir kritis rendah, nilai rata-rata prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik berturut-turut 76,09; 81,09; 77,78. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa berpikir kritis rendah.
4. Hipotesis Keempat Rangkuman
analisis
varians
menghasilkan
p-value untuk model
pembelajaran dengan aktivitas sebesar 0.032 (tabel 4.17). Angka tersebut menunjukkan p-value lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0AB ditolak dan H1AB diterima, artinya ada interaksi antara model pembelajaran model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan commit to user aktivitas belajar kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
materi Protista. Dari uji lanjut Anava dapat terlihat bahwa siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah memperoleh prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik pada kelas model berpikir induktif lebih besar dibandingkan pada kelas model pencapaian konsep. Sedangkan, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi memperoleh prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik pada kelas model pencapaian konsep lebih besar dibandingkan pada kelas model berpikir induktif. Hal ini dapat terlihat berdasarkan nilai rata-rata prestasi belajar yang diperoleh. Untuk prestasi belajar kognitif, siswa dengan aktivitas belajar rendah pada kelas model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memiliki nilai rata-rata berturut-turut 78,44 dan 72,86. Sedangkan siswa dengan aktivitas belajar tinggi pada kelas model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memiliki nilai rata-rata berturut-turut 80,08 dan 81,39. Untuk prestasi belajar afektif, siswa dengan aktivitas belajar rendah pada kelas model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memiliki nilai ratarata berturut-turut 83,44 dan 77,86. Sedangkan siswa dengan aktivitas belajar tinggi pada kelas model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memiliki nilai rata-rata berturut-turut 85,08 dan 86,39. Untuk prestasi belajar psikomotorik, siswa dengan aktivitas belajar rendah pada kelas model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memiliki nilai rata-rata berturut-turut 81,28 dan 74,86. Sedangkan siswa dengan aktivitas belajar tinggi pada kelas model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memiliki nilai rata-rata berturut-turut 82,23 dan 82,39. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
Hasil prestasi belajar untuk siswa dengan aktivitas belajar rendah menunjukkan hasil yang lebih baik menggunakan model berpikir induktif dikarenakan pada model pembelajaran tersebut pada awal pembelajaran telah disajikan contoh-contoh terlebih dahulu sehingga siswa akan lebih mudah memahami meskipun memiliki kemampuan aktivitas belajar yang rendah. Namun tidak demikian pada model pencapaian konsep, pada model ini siswa dituntut untuk menjabarkan suatu konsep tertentu (sifat-sifat yang sudah ditentukan) dan harus dapat membedakan sifat-sifat ini dengan sifat lain yang tidak sesuai dengan definisi tersebut sehingga penggunaan model ini akan memberikan hasil yang baik pada siswa dengan aktivitas belajar tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini disimpulkan bahwa ada interaksi antara model pembelajaran model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah memperoleh prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik lebih baik pada kelas model berpikir induktif, sedangkan siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi memperoleh prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotorik lebih baik pada kelas model pencapaian konsep 5. Hipotesis Kelima Rangkuman analisis varians menghasilkan p-value untuk model pembelajaran dengan berpikir kritis sebesar 0.849 (tabel 4.17). Angka tersebut menunjukkan p-value lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0AC diterima dan H1AC ditolak, artinya tidak ada interaksi antara model commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan berpikir kritis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Hal ini berhubungan dengan hipotesis pertama dan ketiga yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara dua model pembelajaran terhadap prestasi belajar, serta hipotesis ketiga yang mengatakan bahwa ada pengaruh perbedaan prestasi pada kategori berpikir kritis tinggi dan rendah. Artinya model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan. Dengan demikian apapun model pembelajarannya baik berpikir induktif maupun model pencapaian konsep siswa dengan kategori berpikir kritis tinggi akan memperoleh prestasi lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kategori berpikir kritis rendah. Apabila dikaji lebih lanjut berdasarkan literatur yang ada, seharusnya siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi akan memiliki prestasi yang lebih baik menggunakan model pencapaian konsep dibandingkan dengan model berpikir induktif. Hal ini dikarenakan salah satu hal yang dicapai dalam berpikir kritis adalah pencapaian konsep. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi tentunya akan lebih mudah dalam penggabungan informasi dan gagasan baru ke dalam satu sudut pandang, konsep dan asumsi yang dimiliki. Siswa akan dapat menafsirkan data dan menyimpulkan informasi yang diperoleh. Akan tetapi, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara
model pembelajaran berpikir induktif dan model pencapaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
konsep dengan berpikir kritis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Tidak adanya interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat disebabkan karena selama ini siswa terbiasa dengan pembelajaran yang berpusat pada guru. Padahal, model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, baik secara teoritis maupun praktis dapat menjadi sarana untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui kegiatan pembelajaran. Pada saat penelitian berlangsung, siswa tampak belum terbiasa belajar secara mandiri dan belum sepenuhnya aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dimungkingkan karena siswa masih beradaptasi dengan model pembelajaran yang baru mereka kenal, hanya sebagian kecil siswa yang berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang mereka miliki. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembelajaran guru harus mulai mengenalkan model pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan berpikir kritis, karena kemampuan tersebut merupakan salah satu faktor internal siswa yang penting dalam pemrosesan informasi pengetahuan yang akan mereka dapatkan.
6. Hipotesis Keenam Hipotesis keenam menguji tentang interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Rangkuman analisis varians menghasilkan pvalue untuk aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 0,472 (tabel 4.17). Angka tersebut menunjukkan p-value lebih besar dari taraf commit to userditerima dan H signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0BC 1BC ditolak, artinya
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
tidak ada interaksi antara aktivitas belajar kategori tinggi dan rendah dengan berpikir kritis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Apabila dilihat berdasarkan hipotesis kedua dan ketiga, aktivitas belajar siswa sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Siswa dengan aktivitas belajar tinggi menunjukkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan aktivitas belajar yang rendah. Sedangkan pada hipotesis ketiga, kemampuan berpikir kritis siswa juga menentukan prestasi belajar siswa. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Akan tetapi, di dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan antara aktivitas belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar. Pengaruh yang diberikan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar merupakan data yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan oleh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar merupakan data yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan aktivitas belajar. Dua variabel yang diteliti tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan keduanya tidak memberikan pengaruh bersama terhadap prestasi belajar. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh karakter yang berbeda pada masingmasing siswa. Masing-masing siswa memiliki karakter, tidak selamanya siswa dengan aktivitas tinggi selalu memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi. Terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
pula siswa dengan aktivitas rendah tetapi memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi. Oleh karena adanya variasi tersebut, maka dapat terlihat bahwa tidak ada interaksi antara aktivitas belajar dengan kemampuan berpikir kritis siswa terhadap prestasi. 7. Hipotesis Ketujuh Hipotesis ketujuh digunakan untuk melihat interaksi antara model pembelajaran, aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar. Rangkuman analisis varians menghasilkan p-value untuk ketiganya sebesar 0,383 (tabel 4.17). Angka tersebut menunjukkan p-value lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian H0ABC diterima dan H1ABC ditolak, artinya tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep, aktivitas belajar tinggi dan rendah, kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista. Meskipun antara model pembelajaran dengan aktivitas dan berpikir kritis terhadap prestasi belajar tidak memberikan interaksi yang signifikan, akan tetapi pada hipotesis 2 dan 3 menunjukkan bahwa baik untuk aktivitas maupun berpikir kritis tinggi memiliki pengaruh dan menghasilkan prestasi belajar belajar yang lebih baik, meskipun keduanya tidak memberikan pengaruh yang bersamaan. Artinya baik aktivitas maupun kemampuan berpikir kritis merupakan data yang berdiri sendiri dan menghasilkan hasil yang sama terhadap model pembelajaran. Hal ini ditunjukkan tidak adanya interaksi yang signifikan untuk kedua model pembelajaran (hipotesis 1). Dengan demikian apapun model pembelajaran yang commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan, baik model berpikir induktif maupun model pencapaian konsep, dan apapun aktivitas belajarnya baik tinggi maupun rendah, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi akan menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Dan apapun model pembelajaran yang digunakan, baik model berpikir induktif maupun model pencapaian konsep dan apapun kemampuan berpikir kritisnya baik tinggi maupun rendah, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi akan menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah. Dalam penelitian ini kedua model pembelajaran yaitu baik model berpikir induktif dan model pencapaian konsep memberikan prestasi yang seimbang (tidak ada perbedaan yang signifikan). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep, aktivitas belajar tinggi dan rendah, kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista.
E. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian Penelitian telah diupayakan semaksimal mungkin dengan harapan hasilnya dapat mengungkap kondisi yang sesungguhnya, namun masih terdapat beberapa hal yang dapat dianggap sebagai kelemahan dan keterbatasan penelitian yang mempengaruhi hasil penelitian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Sampel penelitian ini terbatas pada siswa kelas X SMA Muhammadiyah I to userHal ini dapat diasumsikan bahwa Yogyakarta tahun pelajarancommit 2011/2012.
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karakteristik siswa serta kondisi sekolah, kesiapan guru dalam mengajar serta faktor pendukung lainnya memiliki ciri khas tersendiri, sehingga besar kemungkinan apabila penelitian dilakukan pada subyek yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda. Jadi hasil penelitian ini hanya berlaku untuk siswa kelas X SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajarn 2011/2012. 2.
Waktu penelitian yang berlangsung relatif singkat, yaitu selama 6 jam pelajaran dalam satu pokok bahasan, sehingga ada kemungkinan perlakuan belum tampak jelas. Penambahan jumlah jam pelajaran materi pokok Protista tidak bisa peneliti lakukan, hal tersebut berkaitan dengan pembagian alokasi waktu tiap kompetensi dasar.
3.
Pembelajaran menggunakan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep baru pertama kali diterapkan dalam pembelajaran biologi materi pokok Protista oleh guru sebagai peneliti pada siswa kelas X maupun siswa kelas X SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, sehingga proses belajar mengajar yang terjadi kurang berjalan maksimal.
4.
Instrumen penelitian untuk pengambilan data yang berupa angket aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis, tes prestasi ranah kognitif dan lembar
observasi
untuk psikomotorik
merupakan
instrumen
yang
dikembangkan oleh peneliti sendiri dengan persetujuan pembimbing dan baru diujicobakan satu kali di SMA Muhammadiyah III Yogyakarta.
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan maka dari keseluruhan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Model pembelajaran merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Prestasi belajar ranah kognitif dan afektif serta psikomotorik siswa yang diberi pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep secara umum memberikan hasil yang seimbang dalam arti keduanya sama-sama memberikan pengaruh hasil belajar yang cenderung hampir sama (tidak berbeda jauh). Dengan demikian tidak ada pengaruh pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.
2.
Aktivitas belajar berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar biologi. Prestasi belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah. Dengan demikian ada pengaruh aktivitas belajar tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Kemampuan berpikir kritis berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar biologi. Prestasi belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Dengan demikian ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.
4.
Ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan aktivitas belajar terhadap prestasi belajar siswa. Siswa dengan aktivitas belajar rendah menunjukkan prestasi lebih baik dengan menggunakan model berpikir induktif, sedangkan siswa dengan aktivitas
belajar
tinggi
menunjukkan
prestasi
lebih
baik
dengan
menggunakan model pencapaian konsep pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012. 5.
Tidak ada interaksi antara pembelajaran biologi menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dengan model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012. commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6.
Tidak ada interaksi antara aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.
7.
Aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis tidak memberikan pengaruh bersama pada model berpikir induktif dan model pencapaian konsep terhadap prestasi belajar, sehingga dapat tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa pada materi Protista kelas X semester gasal SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.
B. Implikasi 1. Teoritis Implikasi teoritis dari penelitian adalah memperluas pengetahuan faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar biologi materi pokok Protista yang berkaitan dengan model pembelajaran (berpikir induktif dan pencapaian konsep). 2. Praktis Implikasi praktis yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan penelitian ini antara lain: a. Model berpikir induktif dan model pencapaian konsep dapat digunakan dalam proses pembelajaran biologi materi pokok Protista di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta karena dapat melibatkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran sehingga dapat membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman belajar yang diperoleh. commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar biologi pada materi pokok Protista, sehingga dalam pembelajaran diharapkan untuk terus meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. c. Pada materi pokok Protista kelas X di SMU Muhammadiyah I Yogyakarta siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi lebih baik menggunakan model pencapaian konsep, sedangkan kelas yang memiliki aktivitas belajar rendah lebih baik menggunakan model berpikir induktif.
C. Saran 1. Kepada Guru a. Dalam pembelajaran model berpikir induktif dan model pencapaian konsep hendaknya pembagian kelompok dilakukan secara heterogen. b. Menciptakan suasana pembelajaran yang menumbuhkan aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis, serta melibatkan siswa untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran sehingga dihasilkan prestasi belajar maksimal 2. Kepada Peneliti a. Perlu dilakukan penelitiantentang model pembelajaran yang berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar, sehingga dapat menambah pengetahuan guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar. b. Instrumen yang digunakan untuk angket maupun tes kognitif sebaiknya dilakukan minimal dua kali pengujian untuk menghindari data yang tidak valid. commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1990. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta Canadas, Maria C.,Encarnacion Castro, Enrique Castro. 2009. Using a Model to Describe Student’s Inductive Reasoning in Problem Solving. Electronic Journal of Research in Educational Psychology 7 (1): pp. 261-278 Costa, A. 1989. Developing Mind a Resource Book for Teaching Thinking. Virginia : ASDC Publication Dahar, RW.1989. Teori – teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif . Djumadi dan Suwarto. 2010. Pedagogi Khusus Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam. Surakarta: Badan Penerbit FKIP-UMS Halpern, D.F. 1999. Teaching for Critical Thinking: Helping College Students Develop the Skills and Dispositions of a Critical Thinker. San Francisco: Jossey-Bass Publishers Haryono, 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains –Jurnal Pendidikan Dasar 7 (1) : hal 1- 13 Hendrawati, S. 2009. Keterampilan Proses Sains Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sains Tingkat Sekolah Dasar. Jakarta: Pelangi Hati Inch, E.S., Warnick, B. and Endres, D. 2006. Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. New Jersey : Pearson Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Models of Thinking 8th ed. New Jersey : Pearson Education , Inc, Publishing as Allyn & Bacon, One Lake Street Kalani, A. 2009. A Study of The Effectiveness of Concept Attainment Model Over Conventional Teaching Method for Teaching Science in Relation to Acievement and Retention. International Research Journal 2 (5) : pp 436-437 Martin, M.O., Mullis, Ina V., dan Chrostowski, Steven J. 2008. TIMSS user Hill, MA: Boston College. 2007:International sciencecommit report.to Chestnut
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
Oloruntegbe K.O. 2010. Approaches To The Assessment Of Science Process Skills : A Reconceptualist View And Option, Malaysia. J of College Teaching & Learning, 7 (6): 11-18 Rochman, F. 2009. Pembelajaran Biologi Tipe Group Investigation dan Tipe Think-Pair-Share ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa SMP. Surakarta: UNS Digital Library Rustaman, A dan Ratnawulan, A. 2010. Model Perkuliahan Induktif Pada Matakuliah Evaluasi Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kemampuan Calon Guru Dalam Memahami Konsep-Konsep Penilaian. Bandung : FPMIPA-UPI Rustaman, N., S. Dirdjosoemarto., Yusnani Ahmad., Soeroso A.Y., Diana. R., Mimin. N.K., Ruchji Subekti. 2011. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : FPMIPA UPI Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. Penerbit Alfabeta Santoso, H. 2008. Pengaruh penggunaan laboratorium riil dan laboratorium virtuil pada pembelajaran Fisika ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. Surakarta: UNS Digital Library Singh, P.K. 2011. Effectiveness of Concept Attainment Model on Mental Process and Science Ability. J. Recent Research in Science and Technology 3(6): pp. 22-24 Subandowo, M. 2009. Peningkatan Produktivitas Guru Dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Pada Era Global- Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I (2) : hal 109 - 122 Sudjana, N. 2008. Penilaian Hasil Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya Sugiyanto. 2008. Concept Attainment Models dalam Pembelajaran Evaluasi Pembelajaran. Telabang: Jurnal Kependidikan 1 (2): hal 26-44 Sulaiman, T., Hasan , A., Baki, R. 2009. Readiness of Year 1 Students to Learn Science Process Skills in English : A Malaysian Experience. International J. of Instruction, 2 (1): 17-26 Tenenbaum, J.B., Kemp C, Thomas, L.G. 2008. Theory-Based Bayesian Models of Inductive Learning and Reasoning. TRENDS in Cognitive Sciences 1 (1) : 1-10 commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tjalla, A. 2010. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-hasil Studi Internasional. Jakarta: FIP Universitas Negeri Jakarta Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Yamin, M. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta : Gaung Persada Press
commit to user