1
TERPELESET MENULIS MENCARI EKSISTENSI DIRI Prakata : Surochiem As, S.Sos, SH, M.Si. (Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM )
Pengantar : Teguh Hidayatul Rachmad, S.I.Kom., M.Si., M.A Alumni Prodi komunikasi UTM Penerima Program Beasiswa Unggulan Pascasarjana Dikti tahun 2011
Afiyah., Ainul Hurriyah., Anharudin Hafidz., Dedy Onto Laksono., Eka., M. Firmansyah R., Kamalia Mazita D.R., Muhammad Faisal Amir., Marina Tika Raya Oktavia Sibuea., Maya Adinar., Nurul., Okky Perdana Putra., A. Azis Wijaya Putra., Quryatul., Rahelmi Zulkarnain Akbar., Rendi Limantara., Rio Kurniawan., Riska Putri Trisna., Moch. Rizky Dharmawan., Silmia Nurilhutami., 2
Sanksi Pelanggaran
Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing – masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
TERPELESET MENULIS MENCARI EKSISTENSI DIRI Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura Prakata : Surochiem As, S.Sos, SH, M.Si. (Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM ) Pengantar : Teguh Hidayatul Rachmad, S.I.Kom., M.Si., M.A Alumni Prodi komunikasi UTM Penerima Program Beasiswa Unggulan Pascasarjana Dikti tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang – undang Dilarang memperbanyak isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya, dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura
3
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................... 4 Prakata Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM .............................................. 6 Pengantar ......................................................................................... 15 Sajadah Hitam, Tempat Inspirasi Menulis ........................................ 21 Artikel Populerku .............................................................................. 32 Cerita Akhir Sekolah ......................................................................... 40 Aku Terjerat Dunia Menulis .............................................................. 51 Tulisan Pertamaku ............................................................................ 59 Apa Itu Menulis ? .............................................................................. 68 My Diary ........................................................................................... 74 Membuka Jendela Dunia .................................................................. 84 Diary Versus Artikel .......................................................................... 93 Pena Terasing ................................................................................. 100 Menulis Adalah Hidupku ................................................................ 107 Kontribusi Cendekiawan Muda ...................................................... 114 Arti Penting Tulisan ........................................................................ 120 Fenomena Plagiasi Bagi Sebuah Karya Tulisan ............................... 128 Kiai, Santri dan Dunia Politik .......................................................... 139 Ketika Menulis Menjadi Sebuah Tuntutan ..................................... 144 Rekam Jejak Pengalamanku di Dalam Karya .................................. 149 Artikelku, Kepribadianku ................................................................ 159 4
Curahan Hati ................................................................................... 165 Kisahku Dan Kitty ............................................................................ 169 Menulis dengan Tidur ..................................................................... 177
5
Prakata Kaprodi Ilmu Komunikasi UTM “Saatnya Berkarya, Eksis Melalui Buku” Sejak saya di’paksa’ dan kemudian menerima untuk menjalankan amanah sebagai Kaprodi Ilmu Komunikasi (Oktober, 2013), ada beberapa hal yang terus mengelayut dalam benak saya. Mau dimulai dari mana membangun ikomUTM? Seberapa serius masalah yang harus dihadapi Prodi Ikom? Modal apa yang sudah dimiliki? Masih adakah semangat dan keyakinan menjadi lebih baik itu? …. Deretan pertanyaan itu tentu saja awalnya menjadi beban secara pribadi. Saya masih ingat bahwa medan tugas awal ini -- seloroh Pak Muhtar W Oetomo adalah baju ‘kekecilan’, tetapi saya anggap adalah medan pengabdian yang lumayan -- menantang dan menjadi pertaruhan bagi ‘reputasi’ saya, sebagaimana harapan awal rekan-rekan dosen ikom pada saat memberi mandat itu. Waktu sungguh terbatas dan tugas harus segera dikerjakan. Langkah awal saya adalah mengidentifikasi beragam masalah dan bisa menemukan road-map atas masalah yang dihadapi ikom-UTM. Deteksi masalah itu saya lakukan 6
melalui grup facebook warta prodi komunikasi dan … hasilnya sungguh diluar dugaan … ikomers (begitu kami menyebut warga ikom utm) berani untuk menyuarakan isi hatinya yang lama terpendam. Mereka berani sharing berbagai persoalan mulai dari pelayanan akademik, kuliah, administrasi, fasilitas, hingga urusan akreditasi prodi. Intinya, tumplek blek masalah di ikom, yang mereka sendiri tidak tahu mengapa demikian dan harus seperti apa dipecahkan. Alumni juga tidak ketinggalan, mereka penuh harap agar akreditasi ikom bisa berubah menjadi lebih baik agar bisa memudahkan mereka meraih karier dan profesi lebih baik. Saya masih ingat betul pada saat Bu Netty menujukkan surat isi hati dari salah satu alumni yang terpaksa gagal mendaftar lowongan di kementrian Jakarta gara-gara status akreditasi, Kaprodi pertama ini sempat menitikkan air mata dan berujar “Ayo pak, kasihan mereka, mari kita perjuangkan
harapan
mereka,
akreditasi
ini
harus
diprioritaskan”.
Sungguh, tidak sekadar masalah yang disuarakan melalui grup media social ikom, tetapi juga prestasi, semangat, 7
dan banyak harapan. Ya, harapan menjadi lebih baik. Tidak sedikit diantara ikomers yang dengan spontan memberi komentar mengenai apa yang bisa mereka bantu. Saya masih bisa menangkap bahwa ikomers tidak rela prodi ini menjadi biasa-biasa saja. Mereka butuh perubahan dan juga kebanggaan. Mereka bahkan ‘rela’ untuk berpartisipasi menjadikan prodi ini menjadi tidak biasa dan menjadi hebat. Tentu saja, menjawab semua persoalan itu tidak bisa dijawab dengan cara instant dan harus cermat agar tidak kehabisan energi ditengah jalan, saya percaya sebagian itu. Namun, saya juga berkeyakinan bahwa perlu percepatan untuk menunjukkan bukti agar kepercayaan itu kembali pulih. Saya berkeyakinan diatas semua masalah yang terekam melalui jaring aspirasi itu persoalan status akreditasi dan meyakinkan kembali ikomers bahwa kita bisa lebih baik adalah prioritas. Jadi, garapan pertama adalah bagaimana mengubah mindset ikomers menjadi tidak biasa dan tidak biasa biasa saja. Dengan menjadi tidak biasa maka ikomers akan bisa unjuk karya dan berkompetisi di level yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, harus ada terobosan kegiatan dan program out of 8
the box. Perlu diperbanyak cara membangkitkan kreativitas dan inovasi ikomers. Ya terobosan baru… menciptakan iklim kompetisi internal alamiah dengan menghadirkan komunitas berorientasi karya dan prestasi yang tidak biasa … saatnya mendorong kreativitas dan inovasi ikomers unjuk karya dan prestasi. Selanjutnya tinggal menentukan aksi tindak lanjut. Masalah sudah dideteksi, skala prioritas sudah dikantongi … sekarang tinggal pilihan aksi … mau langsung gas pol atau perseneleng normal normal saja. Orang lain boleh saja mencibir dan memberi tanggapan atas pilihan ‘nekat’ kami. Namun, kami telah berketetapan hati, kerja keras ini butuh percepatan. Ya, pilihan itu adalah yang tidak bisa, segera setel gas polllll agar ikom segera berubah … Ikom Bisa …. Ikom Eksis Dalam
rangka
menggelorakan
semangat
untuk
menumbuhkan harapan dan keyakinan itu branding ikom diluncurkan. Salam ikom Cie cie digemakan dan tradisikan dalam berbagai forum … Kreatif inovatif eksis …. Menjadi nilai utama yang harus ada dibenak para ikomers sebagai bentuk transformasi visi misi ikom. Bendera restorasi ikom telah mulai 9
dikibarkan, selanjutnya adalah memberi akses, fasilitasi, dan membangkitkan partisipasi ikomers. Saya tiada henti berdiskusi dengan rekan rekan mahasiswa himakom untuk terus menumbuhkan harapan dan keyakinan bahwa ikom bisa hebat … ikomers harus berubah … perubahan itu harus dilakukan tidak langsung oleh banyak orang, tetapi oleh kelompok kecil yang tiada henti berkeyakinan maju meraih secercah cerah. Saya mempercayai betul bahwa diantara sedikit orang yang tulus dan penuh keyakinan akan membawa perubahan bagi banyak orang jika sudah nampak hasilnya. Ikomers harus menjadi pelopor dan menjadi bagian dari yang masih sedikit itu dan berubah mindset menjadi tangguh, tidak mudah menyerah, tidak gampang menuntut, tidak pasrah, dan itu modal yang kemudian membangkitkan semangat CIE CIE (creative, innovative, exist). Mahasiswa harus memulai berbuat sesuatu untuk kepentingan strategis itu … Pilihan membuat karya buku bagi saya adalah hadiah terindah menandai era kebangkitan ikom. Awalnya saya juga harap harap cemas. Apa yang bisa mereka hadirkan, mau menulis apa, bahkan diantara mereka juga terus 10
mencoba mendapatkan penguatan apa bisa ya, apa bisa ya begitu mereka terus bertanya pada awalnya. Tidak kehabisan akal, sudahlah … Saya tantang mereka untuk menulis apa saja … asal bisa menumbuhkan kepercayaan diri ikomers …. Alhamdulillah kendati agak molor waktunya, tetapi akhirnya karya itu hadir juga … Saya tidak terlampau berekspektasi bahwa karya mahasiswa ini akan menjadi rujukan. Bagi saya yang berpenting meraka telah berproses, urusan hasil akhir toh nanti dengan sendirinya akan mengiringi dan tiba masanya. Ya dari segi isi mungkin masih jauh dari layak, tetapi bukan itu semata yang saya nilai. Bagi saya, semangat dan keyakinan untuk eksis dengan karya buku itu yang mahal. Ikomers-Mahasiswa ikom lho bisa berkarya, ini buktinya mereka tidak omong doang. Mereka bisa menunjukkan jati dirinya. Mereka kini mulai bisa eksis dan percaya diri …dan itu semua adalah modal yang pernah hilang dari mahasiswa ikom. Saya juga memiliki keyakinan bahwa keterbatasan yang ada bukanlah alasan untuk tidak berkarya. Justru ditengah keterbatasan itu saya melihat lahirnya ikomers yang bermental 11
pejuang. Ikomers yang memiliki karakter kuat dan tangguh yang menjadi pembeda dengan yang lain. Bukankah banyak ahli juga telah menulis bahwa lahirnya kreativitas dan inovasi tidak ditentukan semata oleh kelengkapan fasilitas, tetapi lebih banyak
didorong
oleh
kebutuhan
untuk
berprestasi.
Pengalaman mahasiswa juga membuktikan bahwa kreasi itu sering muncul pada saat deadline dan karena kepepet. Nah, kreativitas dan inovasi sungguh lagi-lagi bukan karena sempurna dan lengkapnya fasilitas, tetapi lebih banyak berkaitan dengan mindset, daya dorong untuk survive dan eksis. Kreativitas dan inovasi, mengutip Hernowo (2004) adalah wujud kuasa illahi yang akan campur tangan kepada mahluqnya yang mau berusaha dan berikhtiar termasuk melebihi kapasitas apa yang dipunyai. Kreativitas adalah adalah anugerah Allah yang tidak boleh disia-siakan dan harus dieksplorasi apapun kondisinya untuk melahirkan karya. Atas alasan itu saya menyambut baik usaha mahasiswa Ikom untuk berani berekpresi, berani berproses melalui karya pertama ini. Sungguh saya menghargai dan merasa bangga. Ini baru karya awal semoga bisa menjadi pematik bagi lahirnya 12
karya karya baru ikom selanjutnya. Saya percaya jika ikomers mulai menggunakan persneleng dan gas poll maka setelah ini akan muncul buku buku lain karya mahasiswa ikom yang hebat dan penuh inspirasi Kini karya pertama itu sudah hadir dihadapan pembaca, silahkan diberikan tanggapan dan jika anda masih belum puas, jawablah dengan karya susulan. Mari kita gelorkan terus slogan ‘ini karyaku mana karyamu’ agar iklim kompetisi di ikom dapat tercipta dan perubahan itu segera bisa menjadi kenyataan ..amin. Semoga buku ini bisa menjadi tanda awal bahwa mahasiswa ikom UTM ada (eksis) …mahasiswa ikom masih memiliki harapan dan keyakinan …. Ikom UTM bisa lebih baik . Sekali lagi saya menyampaikan terima kasih atas usaha awal ini, lanjutkan dan teruslah berkarya dan jangan berhenti Cie Cie …
Salam Cie Cie Selalu ada Secercah Harapan dan Keyakinan untuk Menjadi lebih baik
13
Kampus Telang Pertengahan Februari Sore Hari Pasca Letusan Kelud
Kaprodi Ilmu Komunikasi-UTM Surochiem As, S.Sos, SH, M.Si.
14
Pengantar POINT OF VIEW FOR UNDER PRESSURE Melihat dan membaca judul buku ini membuat teringat akan filsuf terkenal asal Perancis Rene Descartes yang terkenal dengan kata-katanya “cogito ergo sum” (aku berfikir maka aku ada). Manusia dikatakan bermakna dan berguna di sekitar masyarakat bila dia dapat berfikir. Itulah makna dibalik katakata Descartes. Buku ini pun dibuat pertama kali dengan tujuan bahwa mahasiswa dapat exist bagi masyarakat. Perwujudan exist yang creative dan inovative salah satunya adalah membuat hasil karya yang terpublikasikan di media, yaitu karya tulis ataupun artikel pribadi. Semangat untuk creative, innovative dan exist bagi mahasiswa sesuai dengan visi dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura yang baisa dikenal dengan CIE (Creative, Inovative, and Exist). membuat hasil karya tulis dengan membiasakan diri kita untuk menulis apa pun merupakan bentuk nyata dari eksistensi mahasiswa di dunia pendidikan. 15
Menulis adalah aktivitas memindahkan pengalaman kedalam simbol-simbol verbal. Pengalaman apa pun juga, pengalaman empirik, pengalaman membaca, pengalaman imajinatif, maupun pengalaman orang lain (Redi Panju, 2008: 09). Buku ini pun menceritakan berbagai pengalaman mahasiswa ilmu komunikasi UTM, seperti; pengalaman pertama kali menulis, kiat-kiat menulis dan pegalaman pribadi tentang cinta, persahabatan dan cita-cita. Banyak mahasiswa untuk memulai menulis berawal dari under pressure. Faktor under pressure yang dimiliki oleh para penulis dalam buku ini bermacam-macam, mulai dari tugas sekolah, bentuk emosi, dan psikologi komunikasi. Sebagian besar masyarakat tidak menyukai cara kerja under pressure dikarenakan tidak memanusiakan manusia atau melanggar human right. Pola kerja under pressure adalah membatasi manusia untuk tidak bebas dalam melakukan aktivitas yang diinginkannya, karena harus fokus untuk mengerjakan tugas ataupun kerjaan yang harus diselesaikan tepat waktu. Beberapa kritikan pola kerja under pressure yang ada di atas telah membuat beberapa orang menjauh bahkan tidak 16
mau dengan sistem kerja yang seperti itu, namun berbeda dengan
mahasiswa
ilmu
komunikasi
UTM.
Mereka
mengerjakan artikel pribadinya sebagai bentuk perwujudan tugas kuliah dengan sistem under pressure yang harus dikumpulkan tepat waktu. Seorang psikolog terkenal bernama Sheldon Kopp dalam buku Failing Forward yang ditulis oleh John C Maxwell mengatakan,”semua pertempuran yang penting terjadinya di dalam diri sendiri”. Orang mengadakan pertempuran
paling
berat
melawan
kelemahan
serta
kegagalannya sendiri. Mahasiswa ilmu komunikasi UTM pertama kali mengalami pertempuran dengan dirinya sendiri untuk memulai proses menulis artikel pribadinya. Setiap mahasiswa berusaha untuk melawan rasa malas dan ketidakmampuannya dalam menulis agar dapat berkarya dalam ranah intelektual. Hasil akhir yang sangat signifikan adalah mahasiswa dapat menumbuhkan bakat, minat dan keinginan menulis yang sudah lama ditinggalkan. Dampak yang sangat mencolok dari penentangan sistem under pressure adalah potensi-potensi yang ada di dalam mahasiswa tidak ter-expose keluar, sehingga 17
bakat yang terpendam hanya berada di dalam diri mahasiswa tanpa bisa diwujudkan dalam sebuah karya tulis yang terdokumentasikan. Dibalik pola kerja under pressure yang tidak disukai oleh masyarakat, ternyata menyimpan kelebihan yang cukup significant untuk menumbuhkan potensi yang terpendam di dalam diri seseorang. Judul buku “terpeleset menulis, mencari eksistensi diri” yang berkorelasi dengan faktor under pressure dengan disimbolisasikan oleh teks “terpeleset” yang kemudian menghasilkan eksistensi diri sebagai perwujudan mahasiswa ada di tengah-tengah masyarakat. Keanekaragaman pengalaman dan budaya mahasiswa ilmu komunikasi UTM tentang konsep menulis dituangkan dalam buku ini. Pemilihan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti seperti catatan harian membuat semua lapisan masyarakat yang membacanya dapat menikmati buku ini, sehingga menimbulkan motivasi untuk membuat karya-karya tulis lainnya. Seperti salah satu artikel di dalam buku ini yang dibuat oleh Anharudin Hafidz dengan judul Cerita Akhir Sekolah (Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita) yang menceritakan bagaimana 18
kisah seorang sahabat mulai dari tingkat sekolah sampai ke perguruan tinggi yang saling berjuang untuk menantang dunia hingga ke negeri orang. diantara perjalanan menantang dunia, para sahabat itu mengalami berbagai pengalaman cinta dan permasalahan hidup di dalamnya. Pemaknaan atas tulisan Anharudin Hafidz adalah cita-cita, keinginan dan cinta tidak hanya bisa dicapai oleh seseorang hanya dengan bermalas-malasan saja. Namun, harus disertai dengan usaha yang maksimal tanpa mengenal lelah agar dapat tercapai cita-cita dan keinginannya. Cinta dari persahabatan menambah kekuatan dari semangat yang mulai menurun. Karya tulis yang mempunyai emosional untuk selalu menumbuhkan semangat agar terus menggapai cita-cita, berawal dari under pressure karena tugas kuliah yang diberikan oleh dosen. Hasil yang didapat dari sistem under pressure yang diberikan oleh dosen adalah eksistensi buku “Terpeleset Menulis, Mencari Eksistensi Diri” yang pertama kali di ranah akademisi Ilmu Komunikasi UTM. Hasil karya tulis mahasiswa lainnya yang merupakan bagian dari isi buku ini sangat layak di apresiasi, karena mereka telah mampu memulai menulis dan menceritakan kembali pengalaman-pengalaman saat di rumah, sekolah maupun di 19
lingkungan masyarakat mengenai arti hidup. Beberapa kisah mahasiswa juga ada yang bersifat secret, namun merelakannya untuk tetap dipublikasikan agar para pembaca dapat mengambil inti sari yang ada di dalam tulisan tersebut yang kemudian dirubah menjadi saran untuk menjalani hidup dengan berkarya dan terus berkarya. Buku ini juga merupakan kritik atas ketidak berdayaan kaum akademisi untuk melawan rasa malas dalam menulis dan berkarya. Berkarya dalam tulisan mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
menginformasikan,
membujuk,
mendidik,
dan
menghibur (Elina, Zulkarnaini, dan Sumarno, 2009: 6). Semua tujuan menulis sudah ada di dalam buku ini. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Trunojo Madura melalu artikel populernya mencoba untuk menginformasikan pengalamanpengalamannya, membujuk pembaca buku ini agar dapat menentukan sikap, mendidik para pembaca dengan membuka wawasan dan pengetahuan setelah membaca buku ini, dan mempunyai tujuan untuk menghibur para pembaca yang sedang tidak bersemangat untuk menulis ataupun beraktivitas.
20
Sajadah Hitam, Tempat Inspirasi Menulis Oleh : Afiyah
Aku menundukkan kepalaku di atas sajadah hitam yang selalu menemaniku saat berkomunikasi dengan Allah SWT, dzat maha sempurna dan pencipta . Sewaktu aku memohon kepadaNya, sempat teringat dalam memori ingatanku akan peristiwa pedih yang telah menimpaku. Tanpa disengaja aku mulai menangis dan mengadu pada-Nya. Aku menangis pada Allah SWT, kuluapkan segalanya di hadapan ilahi Rabbi. Tidak lama aku bangkit dari tempat shalatku, kemudian dengan penuh semangat aku mengambil sebuah buku kosong dan segera aku wujudkan inspirasi tangisanku melalui artikel. Semuanya akan aku tulis pada buku yang berisi lembaran-lembaran putih ini. Sembari kumenangis, aku mulai menulis dengan tangan bergemetaran. Tak tahu kata pertama apa yang ingin kutulis. Sajadah hitam yang selalu menemaniku saat berdoa kepada Allah SWT, menjadi inspirasi aku menemukan kata yang mengwali
artikel
pertamaku. 21
Bismillahirrahmanirrahim,
Akhirnya kata itulah yang mengawali artikelku. Sebelumnya aku tak pernah menulis dengan kata yang sungguh luar biasa maknanya ini. Sedikit aku ulas makna bismillahirrahmanirrahim atau biasa diucapkan basmalah ini. Maknanya adalah dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Arti dari kata ini bukan hanya sekedar menyebut nama Allah SWT tapi kita langsung bernaung dan memohon bantuan pada-Nya. Sungguh, Maha Besar Allah SWT. dengan segala Maha Sempurnanya. Tidak berapa lama, aku langsung menulis tentang kepedihan yang kualami hari ini. “Musuh dalam selimut”. Kalimat inilah yang membuatku menangis dihadapan Allah SWT. aku mulai menulis dengan sambil menangis. Aku tak pernah menyangka, teman sekaligus sudah kuanggap seperti adikku sendiri, begitu tega menusukku dari belakang. Aku dibuatnya menangis, menangis dan terus menangis di atas buku ini. Aku mempunyai kekasih yang sangat aku sayangi, begitu juga dengan kekasihku. Aku juga punya teman yang sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Aku dengan temanku selalu berdua kemanapun kami pergi. 22
Kekasihku memutuskan hubungan cintanya denganku karena dia tidak mau keluargaku hancur dan citra dirinya jelek karena berhubungan denganku, karena salah satu anggota keluargaku pernah berkelahi atau Carok dengan orang lain. Anggota keluargaku akhirnya mendekam di penjara. Karena itu, dia memilih PHK (Putus Hubungan Kekasih) denganku. Kejadian ini sebenarnya tidak bisa aku abaikan begitu saja. Karena sudah jelas, aku begitu sangat mencintai kekasihku. Aku begitu tulus menyayangi dia, walaupun bisa dikatakan dia hanya lulusan Sekolah Dasar. Tapi itu tidak membuatku malu atau gengsi tentang perasaanku ke dia. Putus! Aku terima bila memang alasannya cukup rasional dan masuk akal. Namun, ternyata, yang kudapatkan bukan hanya itu. Ternyata dia diam-diam berhubungan dengan sahabat, sekaligus sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Aku membaca sebuah pesan singkat di Handphone temanku yang banyak sekali berisi kata-kata sayang dari pacarku. Seketika itu juga hatiku hancur, sakit bercampur benci kepada keduanya. Mungkin itu alasan yang ke dua dan terkuat mengapa kekasihku memilih putus denganku. 23
Seketika itu juga aku bergegas ke kamar mandi, mengambil wudlu, sambil menangis di dalam kamar mandi. Aku menangis dan menangis. Hatiku begitu sakit saat membaca pesan singkat tadi di handphone temanku. Dalam hati aku mengatakan bahwa dia adalah musuh dalam selimut. Pantas saja kekasihku tak pernah membalas pesan singkat dariku. Setelah dari kamar mandi, aku bergegas mengambil mukenah dan sajadah hitam ku kemudian shalat. Dalam shalat aku menangis dan mengadu pada Allah SWT dan bertanya padaNya, apa sebenarnya salahku?. Tapi aku mencoba untuk tegar kembali. Aku menuliskan betapa temanku telah menjadi musuh dalam selimut. begitu juga dengan kekasihku, kekasih yang menjadi dambaan hatiku dan kuingin kelak dia menjadi suamiku, ternyata dia membuatku begini. Menusukku dari belakang. Membuat hatiku rasanya hancur berkeping-keping, kalau memang dia adalah jodohku, aku yakin nanti dia akan bersatu lagi. Dalam do’aku, aku ingin dialah kelak yang menjadi pendamping hidupku. Aku ingin di dalam buku yang kutuliskan namaku dan namanya tidak hilang dan tidak rapuh dimakan 24
zaman. Aku ingin jika nanti dia tahu melalui artikel ini, dia sadar kalau aku begitu menyanyanginya. Lembaran demi lembaran aku tuliskan tentang kepedihaku pada dia. Dia yang telah menjadi musuh dalam selimut. Sungguh aku tak dapat berkata apa-apa padanya. Aku hanya bisa diam dan menuliskan perbuatan yang kurang baik di dalam buku tulis. Air mataku yang tadinya mengalir dengan deras dan rasanya tak ingin berhenti, sekarang begitu terasa lega karena aku dapat meluapkan segala kesedihan hati di atas buku ini. Aku sedikit tidak terbebani karena sudah kuungkapkan semuanya. Aku berterima kasih kepada buku ini, karena dengan aku menulis dapat membuat kesedihanku sedikit berkurang. Menulis memang bukan kegemaran pribadiku. Sejak kecil aku tidak pernah menuliskan apapun itu. Jangankan menulis hal yang berat, hal yang kecil seperti catatan harian/ diary saja aku tidak pernah menulis. Aku lebih suka menghitung, jalan-jalan, dan membaca saja. Tetapi karena masalah yang kualami begitu kuat dan mendalam serta
25
menyakitkan, akhirnya aku tuangkan dalam bentuk artikel. Aku ingin menuangkan peristiwa sakit ini melalui buku ini. Menulis catatan harian untuk pertama kalinya bisa dikatakan sangat susah karena aku tidak tahu kata apa yang harus aku tuliskan untuk pertama kalinya. Sungguh heran, walaupun artikel yang aku tuangkan nanti merupakan peristiwa pedih yang kualami sendiri tapi ternyata tidak semudah yang aku
bayangkan.
Menulis,
sangat
sulit
bagiku
untuk
mengawalinya. Namun, tidak apa akan terus aku coba dan lakukan. Kalau berbicara tentang ini, teringat dalam benakku tentang inspirasi yang disampaikan oleh motivator perempuan nomor satu se-asia yang juga pengusaha jasa keuangan dengan penghasilan 1 juta dollar pertamanya di usia 26 tahun, Merry Riana. Dia mengatakan,”lakukanlah yang kamu cintai dan cintailah yang kamu lakukan”. Sungguh sangat menginspirasi aku untuk artikel pertama. Aku ingin menuliskan dan mengenangkan kisah asmaraku yang begitu menyakitkan di atas buku ini. Aku ingin menumpahkan setiap kesedihan, kepedihan, kesakitan, dan 26
kemuakanku di atas artikel ini, hingga nantinya aku merasa lega dan terasa ringan beban hidup yang kualami. Aku juga ingin menulis agar otakku tidak tumpul, agar aku dapat menuliskan peristiwa-peristiwa lain yang mungkin lebih dahsyat dari ini. semoga sewaktu artikelku mulai lancar nanti, aku dapat membuat cerpen bahkan dapat membuat novel yang nantinya bisa dipublikasikan di media. Jika aku memikirkan bagaimana awalnya aku menulis dan memikirkan segala peraturan-peraturan dalam menulis seperti kohesif dan koherensi, sedikit canggung dan merasa tidak ttahu harus bagaimana. Tapi aku menulis yang pertama ini untuk di konsumsi sendiri. Memang benar apa yang dikatakan oleh guru dan dosenku, apabila kita mau menulis, maka kita harus banyak-banyak membaca. Dari banyak membaca, maka kita akan merasa nyaman dan lancar dalam menulis. Teringat juga dengan bacaan yang pernah aku temui, Gus Luthfi. Seorang penulis dengan judul buku “Langkah Demi Langkah Meraih Sukses”, yang mengatakan pada kita untuk 27
selalu membaca setiap hari minimal 15 menit, bacaan apa saja wajib kita konsumsi disertai dengan artikel. Dengan menulis otak kita akan bekerja. Penyesalanku adalah mengapa aku tak menghiraukan nasihatnya. Mengapa aku hanya mengingatnya. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman untuk menulis walau yang kutulis masih berupa catatan harian. Aku yakin dengan terus menulis, aku bisa merasakan keindahan mendalam dan manfaat besar dari kegiatan yang satu ini. Dengan menulis, aku mulai merasakan keindahan dan hikmah dibalik kepedihan yang aku alami. Dan dari artikel ini, pikiranku mulai terbuka kalau aku tak boleh terus begini. Aku tak boleh terus terkungkung dan merasakan sakit dan sakit yang begitu mendalam karena asmara. Aku harus katakan pada diriku sendiri kalau aku bisa jalani hidup sendiri walau tanpa seorang kekasih di sampingku. Teringat juga dalam benakku, kalau mati satu pasti akan tumbuh seribu. Maksudnya, meskipun aku putus dengan dia, aku yakin masih ada insaninsan lain yang mempunyai hati yang lebih tulus dan menerima aku apa adanya serta tak ada musuh dalam selimut lagi. 28
Nikmat juga rasanya kalau aku terus menyelam dalam artikel di atas kepedihan ini. Dan terbersit juga di benakku, kalau kekasih sejati itu hanyalah Allah SWT. Dia tidak akan pernah meninggalkanku selama aku mendekatkan diri padaNya. Aku bersyukur juga dengan menulis, aku merasa lega dan seperti tak ada beban pedih yang dialami. Aku bersyukur padaNya yang telah menegarkan hatiku untuk menjalani hidup ini bahkan memecahkannya lewat artikel, tanpa harus berteriak melalui lisan kalau dia telah merebut kekasihku. Dengan menulis yang aku awali dari asmara yang kualami, aku yakin dapat terus menulis di diary-ku dan nantinya dapat mengantarkanku untuk menjadi penulis terkenal. Amien. Sempat juga terbayang dalam benakku tentang tokoh penulis seperti Hernowo. Walau aku tidak kenal dengan beliau tapi aku menyukainya. Menulis baginya seperti makan nasi. Memang, aku tidak begitu tahu betul tentang karyakaryanya tetapi namanya yang masih sangat asing di telingaku, membuatku merasa kagum dengannya. Mungkin nanti, aku dapat mengetahui artikel beliau, kemudian mengamati, 29
meniru, dan memodifikasi artikelnya dan nanti artikelku berada di samping beliau. Sungguh, senang hatiku bila artikelku nanti sejajar dengan artikelnya. Aku dengan kesendirianku saat ini, hanya bisa berserah diri pada Allah SWT dan tetap terus menyebut nama-Nya dalam hatiku. Dialah kekasih sejatiku. Peristiwa pedih yang kualami ini merupakan langkah awal bagiku untuk berpetualang di dunia tulis-menulis walau saat ini masih berantakan dan hanya didokumentasikan untuk diriku sendiri. Menulis itu bagiku seperti menyelam di dunia tinta. “Membaca dapat memperkaya diri dengan kata-kata; sementara itu, menulis dapat diibaratkan sebagai kegiatan mengeluarkan “diri” dengan bantuan kata-kata. Jika kita ingin menulis tetapi enggan membaca, kegiatan menulis yang kita jalani akan menjadi kegiatan yang berat dan kadang-kadang menyiksa”, itulah kutipan dari artikel Hernowo Hasyim yang begitu mengispirasi diriku untuk terus menulis. Aku ingin menulis dalam keadaan apapun dan di manapun. Sebab, bila aku tak menuliskannya baik dalam catatan harianku maupun di 30
media yang lain, maka sudah pasti aku akan kehilangan sejarah hidupku. Terbersit juga dalam benakku akan sebuah ucapan yang disampaikan oleh Ali Bin Thalib, yakni Ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Ilmu di sini bagiku adalah sumber bacaan, bisa dari buku, koran, majalah, atau bahkan pengalamanku seharihari. Bila kita tidak menuliskan apa yang pernah kita baca, maka hal itu akan menjadi hal yang mudah hilang. Membaca tanpa menulis mungkin mudah dilakukan oleh setiap orang, tetapi membaca kemudian menuliskannya yang sesuai dengan Bahasa kita mungkin itu yang agak sulit dilakukan. Tetapi selama kita mau terus belajar, maka membaca dan menulis akan mudah kita lakukan. Aku percaya itu.
31
Artikel Populerku Oleh : AINUL HURRIYAH
Artikel bukan sesuatu hal yang baru dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari saya dalam perkuliahan atau kehidupan sehari-hari. Banyak tugas dari kampus yang mengharuskan kita mencari sebuah artikel tentang mata kuliah yang bersangkutan. Namun dalam hal membuat artikel sendiri, merupakan sesuatu hal yang baru dan mungkin tidak pernah saya duga dan bayangkan hingga sejauh ini. Terniat di benak saya, apa yang akan saya tulis untuk membuat sebuah artikel. Banyak referensi dan bantuan-bantuan untuk mempermudah saya menulis sebuah artikel, baik referensi dari sebuah buku atau dari internet. Itupun masih membuat saya kebingungan hingga melamun sendiri, untuk menulis artikel. Bahkan terkadang saya malas-malasan untuk menulis dan melanjutkan
32
tugas artikel tersebut, dikarenakan tidak ada ide yang dapat saya tuangkan dalam artikel. Artikel yang saya tulis, biasanya bersifat personal. Tidak terfokus pada suatu bagian, baik pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dikarenakan kemampuan yang minim dalam hal menulis artikel. Setiap menulis artikel, saya memiliki banyak hambatan. Mulai dari malas, tidak berkonsentrasi, adanya tugas-tugas yang harus lebih didahulukan. Artikel tersebut sepertinya selesai dengan jangka waktu yang cukup lama, karena situasi dan kondisi yang kurang mendukung, yang membuat artikel tersebut sulit untuk rampung dan dapat dikumpulkan. Artikel yang dibuat pun tidak dapat dikatakan layak atau bagus, tanpa adanya penilaian dari yang membaca. Judul-judul yang biasa saya gunakan untuk artikel saya, biasanya tentang bahasa sehari-hari kita sebagai anak muda, salah satunya mengenai komunikasi jarak jauh, yang banyak dilakukan oleh anak muda baru-baru ini. Kurangnya inspirasi atau masukan untuk membuat artikel merupakan hambatan tersendiri dalam penyelesaiannya. Baik hambatan seperti kurang adanya semangat, bad mood, sampai tidak adanya 33
bahasan yang baik untuk dibentuk menjadi sebuah artikel. Suka duka banyak saya alami dalam menulis sebuah artikel, suka yang saya temui adalah dapat menghibur diri sendiri disaat mengalami suatu masalah. Saya meluapkan segalanya, apa yang ada di pikiran dan benak, saya tuangkan dalam artikel tersebut, sehingga dengan menulis tersebut beban pikiran yang ada, sedikit berkurang bahkan dapat menemukan solusi yang bagus dalam masalah yang ada. Sedangkan dukanya adalah benar-benar tidak bisa mengontrol emosi dan kemauan yang ada, artikel yang sedang saya kerjakan terkadang dirobek atau dicorat-coret, sehingga saya harus mengulanginya lagi. Membuat yang sama persis bahkan kalau bisa lebih bagus dari yang sudah saya hancurkan. Terkadang saya pun menyesali tindakan yang sudah saya lakukan tersebut. Akibat adanya masalah yang sangat besar, sehingga saya tidak bisa mengontrol emosi, tindakan, hingga sikap saya sendiri dan meluapkan segalanya kepada artikel yang sedang saya kerjakan dan dalam proses finishing. Dongkol, marah, emosi saya rasakan dan tuangkan dalam artikel yang sedang saya tulis. Bahkan saat sedang 34
berselisih paham dengan pacar yang membuat semakin malas atau bahkan tidak sedikitpun menyentuh laptop untuk melanjutkan artikel yang sedang saya kerjakan tersebut. Namun disaat lagi semangat untuk menulis artikel tersebut hingga tidak sadar sudah larut malam, bahkan juga tidak sadar belum makan dikarenakan asyiknya menyelesaikan artikel. Keinginan menulis itu timbul sejak saya masih duduk di bangku SMP. Semuanya mengalir sejak kurangnya atau bahkan tidak adanya aktifitas yang saya lakukan, karena saat itu masih duduk di bangku SMP tepatnya kelas 1. Disaat senggang saya mulai menulis, menuangkan segala hal yang ada di otak dan pikiran. Bila inspirasi atau ide itu tidak ada, saya keluar rumah cari makan atau sekedar beli camilan untuk menemukan ide tau gagasan untuk menyelesaikan artikel. Saya lebih senang dan lebih nyaman menulis artikel di dalam kamar, dengan situasi yang sepi dan tenang tanpa gangguan sedikitpun, karena bila ada gangguan sedikit saja, konsentrasi akan terganggu dan biasanya akan enggan melanjutkannya, bahkan cenderung emosi dengan orang yang membuat gangguan itu. Tantangan tersendiri dalam menulis artikel adalah bila tidak dapat 35
menyelesaikan artikel ini sesuai waktu yang telah saya targetkan. Saya sendiri merasa telah gagal menulis, karena seharusnya saya dapat bersikap profesional dalam artikel ini. Bahkan faktor yang membuat artikel atau artikel saya tidak dapat rampung sesuai jadwalnya, seperti kesibukan disaat duduk di kelas 3 SMP dan tengah sibuk dengan persiapan ujian akhir, maka artikel tersebut akan terbengkalai bahkan tidak diperiksa sedikitpun. Terkadang saya rindu ingin menulis, menuangkan segala ide-ide saya, namun situasi yang ada belum memungkinkan, ada hal yang lebih penting untuk didahulukan yaitu Ujian Akhir. Saya harus berkonsentrasi penuh terhadap ujian yang akan saya hadapi. Lulus SMP, saya melanjutkan pendidikan ke bangku SMA, dan nasib artikel saya masih belum diketahui. Namun semenjak masuk SMA, saya mulai melanjutkan lagi hobby saya dalam menulis dan membaca. Saya mulai mencari referensireferensi yang lebih baru untuk menambah ide artikel. Semenjak masuk SMA, saya memiliki semangat baru untuk menulis kembali, meskipun saya sendiri kurang yakin dengan artikel yang akan saya tulis kali ini, seperti nasib-nasib artikel 36
saya sebelumnya. Inspirasi-inspirasi dalam artikel, saya dapatkan dari sahabat-sahabat, teman dekat serta keluarga yang memberikan support. Dengan tujuan agar nantinya hobby tersebut dapat berkembang dan bermanfaat untuk diri saya. Namun kepercayaan diri tersebut masih sulit saya tumbuhkan pada diri sendiri. Terkadang bila saya tidak menemukan ide dalam artikel, saya mencoba mencari bantuan atau referensi dari internet, yang digunakan hanya sebagai panduan sekilas. Tidak hanya menulis artikel, saya juga terkadang menulis cerpen yang saya tulis sendiri. Saya ambil dari kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari saya. Perjalanan hidup bahkan asmara saya sendiri, saya tulis dalam cerpen tersebut. Alhamdulillah hasil artikel saya yang kali ini berbentuk cerpen terpilih dan dapat diterbitkan di Mading kelas, yang saya sendiri kurang yakin akan hasil saya. Semenjak hari itu, kepercayaan diri saya tumbuh. Setiap ada libur sekolah, saya mulai membuat artikel yang lebih baru lagi dengan judul-judul yang lebih trend di zamannya. Karena hanya saat liburan sekolah waktu yang tepat untuk menulis dengan baik dan intensitas yang sering karena tidak adanya gangguan seperti rutinitas sekolah, tugas, 37
dan bimbingan belajar. Terkadang saya memulai artikel saya ditempat Hang-out dengan fasilitas Free Wi-fi dengan tujuan dapat lebih mudah mengakses untuk menambah referensi dalam artikel saya. Setelah dibaca-baca, saya terkadang merasa artikel tersebut kurang terasa gregetannya, kurang menarik, itu semua terjadi terkadang karena kekesalan saya terhadap kekasih dan hal tersebut saya lampiaskan terhadap artikel saya, sehingga artikel saya yang amburadul. Komunikasi jarak jauh banyak terjadi kepada hubungan yang biasanya memiliki jarak yang jauh (long distance relationship). Hal tersebut sangat sulit dilakukan antara yang cowok atau cewek. Banyak hal yang menjadi kendala, mulai dari biaya, jaringan, dan kesibukan. Masih banyak juga yang mengatakan jika hubungan tersebut tidak akan berumur panjang dikarenakan intensitas pertemuan yang akan sulit dilakukan, serta komunikasi yang dilakukan kurang lancar. Saya mendapatkan referensi ini dari pengalaman saya dan teman-teman yang mengalami. Tidak berhenti sampai disitu, saya terus menulis dan menulis. Melanjutkan hobby saya yang semakin saya cintai ini. Meskipun terkadang rasa malas itu menghinggapi saya, 38
begitupun rasa bosan, jenuh hingga dongkol tidak ada hentinya saya rasakan. Hingga akhirnya saya pun lulus SMA dan nasib artikel saya pun tidak diketahui ujungnya. Tapi sebagian artikel saya dapat terselesaikan dengan baik, meskipun artikel saya tidak dapat dimuat dan diterbitkan. Bila tidak ada kesibukan, terkadang saya mengoreksi kembali artikel-artikel saya tersebut. Agar hasilnya dapat lebih baik dari sebelumnya. Saat ini saya cenderung lebih sering menulis cerita-cerita pribadi saya sendiri pada sebuah catatan atau diary untuk meluapkan segalanya.
39
Cerita Akhir Sekolah (Persahabatan, Cinta, dan Cita-Cita) oleh : Anharudin Hafidz
Tiap dari kita pasti memiliki teman dekat atau sahabat, dimana waktu kita banyak dihabiskan bersama. Biasanya ditiap episode kehidupan ada sahabat yang datang dan pergi. Namun yang namanya sahabat biasanya memiliki jangka waktu hubungan yang lebih lama, lebih awet dari jenis hubungan lain seperti
teman
biasa
ataupun
pacar.
Bicara
tentang
persahabatan yang masih awet, saya memiliki beberapa orang sahabat sejak duduk di bangku sekolah, saat masih memakai seragam putih abu-abu. Mereka itu, Alvan, Bagus, dan Dito, dimana kami kemana-mana selalu bersama, sampai ke kamar mandi pun bersama. Menjalani waktu remaja yang buat kami begitu indah. Persahabatan, cinta, dan cita-cita. Ketiga tema itu lah yang
mewarnai
hari-hari
kami,
yang
ketika
mulai
membicarakan tema tersebut seakan waktu menjadi berlalu 40
begitu cepat. Tentang persahabatan, Bagus dan Dito sudah saya kenal sejak jaman kami masih memakai seragam putih biru tua, di SMPN 2 Jember, namun saat itu belum dekat. Saya lebih dulu dekat dengan Bagus, seorang pemuda berkacamata, dengan kulih putih bersih dan mata sipit-nya yang sering kali membuat orang mengira bahwa dia adalah seorang chinese. Ditambah kemahirannya dalam bermain basket membuat cukup banyak yang ngefans dengannya. Pertama kali memasuki dunia putih abu-abu, di SMAN 1 Jember, secara tidak sengaja kami berada di kelas yang sama, X.1. Duduklah kami sebangku selama setahun. Kemudian saat naik ke kelas sebelas, saat mulai penjurusan, saya memilih jurusan IPA, Bagus juga. Akhirnya kami kembali sekelas. Karena sudah cocok dan belum terlalu mengenal teman yang lainnya, kami duduk sebangku lagi. Apalagi kami sudah menjadi satu tim yang sangat solid ketika ada ulangan di sekolah, bekerja sama dengan sangat rapi dengan modus yang tidak diketahui oleh guru manapun. Dari kelas sebelas ini, cerita masa SMA kami pun mulai berwarna. Kami menamakan diri kami Djabley, kependekan dari Djajaran Anak Ipa Lima Euy, sebuah nama yang disepakati 41
oleh 36 siswa di kelas. Sempat sedikit dipertanyakan oleh wali kelas kami karena namanya nyerempet ke satu kata yang berkonotasi kurang baik, namun setelah diberi penjelasan dan sedikit merayu, akhirnya disetujui dan disahkan langsung oleh wali kelas kami tercinta, Bu Anita. Di kelas ini, saya mulai mengenal Alvan, sosok pemuda tegap yang bila pertama kali orang melihat, pasti bisa merasakan jiwa kepemimpinannya. Aktif di Paskibra, dan dia dipercaya menjadi ketua kelas kami. Orangnya lurus dan tidak neko-neko, agak sedikit kaku, namun setia sekali terhadap wanita yang dicintainya. Alvan sendiri dekat dengan Dito, pemuda polos dan baik hati, yang bangga dengan motor Jupiter MX merahnya, dan menjadi fans berat pembalap moto GP yang lekat dengan nomor 46, Valentino Rossi. Ketika kami ditakdirkan sekelas bersama, tidak dengan begitu saja kami menjadi dekat. Bahkan boleh dibilang kedekatan itu baru tercipta ketika kelas tiga. Awalnya kami masih memiliki kesibukan sendiri-sendiri, Alvan di Paskibra, Bagus di basket, sedangkan saya dan Dito punya kesibukan sendiri walaupun kurang suka ikut ekskul ataupun organisasi. 42
Akhirnya kami menjadi dekat dan sering menghabiskan waktu bersama. Jika kami punya rencana untuk pergi jalan-jalan ke suatu tempat, rumah Bagus selalu menjadi tempat kami bertemu. Jika kami pulang sekolah dan sedang tidak ada pekerjaan rumah atau besoknya hari libur, kami biasanya berkumpul di kosan Alvan. Yang menjadi menarik dari kosan Alvan karea memiliki atap yang bisa dinaiki. Tempat kami menggalau melihat bintang di langit malam, atau iseng mengganggu kosan siswi perempuan di sebelah rumah. Bahkan pernah kami ditegur ibu kos Alvan terkait hal ini. Tidak cukup itu, kami juga memiliki sebuah tempat rahasia yang jarang sekali dikunjungi orang, seolah tempat itu hanya milik kami. Namanya Gumuk Kerang, yang dari tempat itu kami bisa melihat kerlap-kerlip lampu kota Jember. Bila diingat-ingat, entah sejak kapan kami memutuskan untuk menjadi empat orang sahabat, tapi jika dilihat lagi kebelakang, saya pikir ada sebuah momen yang menjadikan kami begitu akrab. Momen itu, adalah tentang cinta. Selalu ketika kami membicarakan mengenai hal ini, cinta, bahasannya seakan tiada habisnya. Dari empat orang, sebenarnya masing-masing 43
dari kami memiliki seseorang yang kami sukai secara diamdiam. Namun hanya dua orang yang berani menyatakannya. Lainnya beralasan tidak dibolehkan oleh orang tua, hingga tidak diperjuangkan, walaupun disitu sebenarnya ada unsur tidak berani mengungkapkan. Saya masih ingat sekali, salah seorang dari kami sampai membuat kode di plat nomor motornya, yang membentuk sebuah tanggal, tanggal spesial mengenai dia dan orang yang dia sukai. Momen yang menjadikan kami akrab, malah ketika dua diantara kami yang berpacaran, akhirnya harus mengakhiri hubungannya, karena sesuatu hal. Nah, tanpa kami sadari momen itulah yang akhirnya mempersatukan kami, membuat kami menjadi semakin akrab, bertambah dekat, dan mulai mengerti mengenai arti sahabat. Tidak lama setelah momen itu, kami sudah kembali move on, saat itu sudah memasuki semester kedua di kelas dua belas, dan kami bertekad untuk membayar waktu kami yang sempat hilang karena kesibukan masing-masing, dengan membuat sisa waktu kami di bangku SMA menjadi lebih indah dan berwarna. 44
Kemudian kami sedikit melakukan provokasi pada tema-teman Djabley yang waktu itu memiliki interest sendirisendiri bersama gengnya, bersama kelompoknya, untuk kembali bersatu padu. Karena kami percaya bahwa masa SMA tidak harus melulu belajar saja, karena saat itu suasana di kelas terlalu study oriented, tapi ada saat-saatnya kami tersenyum dan tertawa, bersama menghabiskan waktu, melepas penat di hati. Saat itu ada perlombaan antar kelas, yang menjadi momen bagi kami untuk unjuk gigi diantara kelas lainnya. Untuk perlombaan yang cukup bergengsi, yaitu sepak bola, kami harus rela menjadi juara empat, karena memang secara kemampuan fisik kami kalah dibanding kelas lain. Lomba lainnya adalah lomba kebersihan kelas, dimana kami mengeluarkan segala kreativitas untuk membuat kelas kami menjadi bersih dan indah. Usaha kami terbayar dengan diraihnya peringkat kedua. Puncak prestasi kami adalah saat pertandingan sepak bola daster, saat itu kelas kami termasuk yang tidak diunggulkan, karena saat sepak bola dilapangan rumput juga tidak cukup bersaing. Pertandingan yang dilaksanakan di lapangan basket sekolah itu diikuti oleh seluruh kelas dari kelas satu sampai 45
kelas tiga, setiap tim terdiri dari tiga orang yang menggunakan daster dan ditonton oleh seluruh warga sekolah. Saya ikut dalam tim itu, bersama Dito dan Luqman. Teman kelas lainnya menjadi suporter. Ketika harus menggunakan daster, saya meminjam daster mama saya yang berwarna pink. Dan ketika pertandingan berlangsung, terdengar teriakan riuh, saya tidak begitu memperhatikan karena fokus pada pertandingan. Namun samar-samar saya mendengar,“Mas Afdilla cantik pake daster
pink”.
Setelah
beberapa
kali
memenangkan
pertandingan, bangganya saya, berhasil mencetak dua gol penentu kemenangan, yang ahirnya kami keluar sebagai juara pertama, kelas kami menang. Saat itu termasuk hari paling bahagia yang dimiliki kelas kami, Djabley. Dan sebagai tambahan, saya juga tidak menyangka bahwa saya secantik itu saat memakai daster. Suatu waktu kami menonton sebuah film bersama, Catatan Akhir Sekolah, yang mengisahkan seorang yang membuat film dokumenter mengenai kegiatan di sekolahnya. Film itu sangat menginspirasi kami, kebetulan saat malam lepas pisah kami diminta menampilkan profil masing-masing kelas, 46
dan kami menjadikan film itu sebagai acuan untuk membuat profil kelas dalam bentuk video. Tema yang kami angkat adalah tentang persahabatan, cinta dan cita-cita. Finally, dengan beberapa kegilaan yang kami lakukan, kami berhasil membuat sisa waktu kami di bangku putih abu-abu menjadi lebih indah. Mission completed! Tiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Usai lulus dari SMA masing-masing dari kami sudah punya rencana sendiri mengenai masa depan kami, melanjutkan studi di bangku universitas. Tentang cita-cita, Dito memiliki mimpi untuk menjadi seorang ahli mesin, dia melanjutkan studinya di teknik mesin Universitas Brawijaya, di kota apel, Malang. Bagus, mengikuti keinginan orang tuanya untuk melihat anaknya menjadi seorang dokter. Dia melanjutkan studi di fakultas kedokteran Universitas Jember. Alvan yang awalnya ingin bergabung di angkatan udara Republik Indonesia, akhirnya melanjutkan studi di fakultas ekonomi Universitas Jember. Sedangkan saya sendiri, melanjutkan studi di manajemen bisnis Institut Manajemen Telkom, di kota kembang, Bandung. Kami pernah membuat janji, untuk bertemu kembali suatu saat 47
nanti, dengan kesuksesan masing-masing. Saat itu kami berharap, semoga ada takdirnya. Together we fly .. Bandung, Februari 2013 Hari ini langit Dago begitu dingin. Angin pun cukup kencang menambah dinginnya udara sampai rasanya merasuk ke setiap sendi tubuh ini. Sembari terduduk santai di kantor, memandang laporan rekap order katering yang sebentar lagi selesai, juga pada setumpuk kertas berisi jadwal penyusunan proposal
thesis.
Semalam
ada
pesan
singkat
masuk
ke handphone saya, “Ini aku uda duduk di dalam pesawat, di tengah. Ya Allah, aku pengen dua tahun lagi yang duduk di samping kanan kiriku adalah bapak, ibuku, guna naik haji bersama.” Sebuah pesan singkat dari Alvan. Ceritanya dia sedang dalam perjalanan untuk mewujudkan salah satu mimpinya, pergi melihat luasnya dunia. Beberapa waktu lalu papernya
diterima
dan
dia
diundang
untuk
mempresentasikannnya, di salah satu negara di benua biru, Italia. Saya tahu betul, betapa bahagianya dia sekarang.
48
Beberapa waktu lalu juga ada sebuah kabar dari Dito, “Alhamdulillah bro.. matur nuwun semangat semeru nya dan doanya. Aku lolos sampe tahap akhir. PTPN XI” Saat turun dari Semeru
awal
Januari
lalu,
memang
saya
sempat
merepotkannya dengan menumpang menginap di kosan dia di daerah Pisang Dalam, dekat kampus UB. Paginya saya sempat menemani dia lari pagi di Malang, ceritanya saat itu dia sedang fokus untuk memaksimalkan persiapan tes kesehatan di PTPN XI. Saya senang sekali saat mendengar kabar bahwa akhirnya dia diterima,“sebentar lagi jadi punya teman pak sinder nih”, canda saya padanya. Sedangkan Bagus, sekarang dia sedang menyelesaikan koas dokternya di Jember sampai akhir taun 2013 ini. Dia nanti akan jadi seorang dokter favorit yang digandrungi, karena baik, putih dan ganteng. Akhirnya, semoga kami bisa menepati janji semasa sekolah dulu, untuk bertemu kembali dengan kesuksesan masing masing.
49
50
Aku Terjerat Dunia Menulis oleh : Dedy Onto Laksono
Mungkin banyak (termasuk aku) yang ingin memulai karier sebagai penulis, kadang tidak sadar tentang dunia yang mereka masuki. Terjun menjadi penulis tanpa perhitungan akan menjadikan menulis menjadi pekerjaan yang menjemukan seperti pekerjaan kantor lainnya. Menulis menurutku, adalah bidang pekerjaan yang fokus dalam dunia informasi, literatur sistematis, atau suatu karya ilmiah tertentu. Namun, perlu dipahami bahwa menulis akan berjalan dengan baik dan terasa cukup mudah apabila kita terus berlatih serta memahami banyak pengetahuan, aturan atau tips tentang menulis. Seperti dalam pemahaman ku, dasar untuk memulai menulis adalah memahami segala aspek yang berkaitan, seperti; apa saja jenis tulisan yang ada di media, bagaimana bahasa dalam menulis, bagaimana mencari sumber informasi atau referensi untuk memperkaya pengetahuan dan kata-kata, seperti yang ada di bawah ini : 51
Tajuk. Sering juga disebut induk karangan (berasal dari bahasa Belanda hoofd artikel), editorial atau leadaer (istilah dari bahasa ini banyak digunakan di Negara yang pernah dipengaruhi Inggris, misalnya : the economist sedangkan istilah editorial umumnya dipakai oleh penerbitan Amerika). Seperti halnya berita dan kolom, tajuk seringkali dijadikan acuan kewibawaan sebuah media. Sedangkan, bentuk-bentuk tajuk dapat berupa sekedar memberikan informasi, menjelaskan atau memberikan intrepretasi mengenai sebuah kejadian, argumentasi, sifatnya analitis, mendorong aksi, bersifat jihad, persuasif, memuji ataupun menghibur. Kolom, sebagai forum diskusi mempunyai tempat terpandang dalam pers Indonesia. Ia ikut membentuk aliran utama pemikiran intelektual yang tengah berkembang dalam masyarakat. Kolom hanya menyoroti fakta dan datanya yang telah dimuat berita. Sebuah kolom mungkin hanya memberikan sebuah pandangan atau penilaian, penekanan pada segi tertentu dan melihat kecenderungannya. Kolom juga biasanya bercorak komis, komedis, anekdotis, atau humoris, bahkan sarkatis atau bias satiris. Sehingga tulisan ini lebih otonom. 52
Pojok. Berisi komentar singkat mengenai topik yang sedang hangat. Komentar bias humor, namun punya sindiran tajam. Opini, tulisan berupa opini berisi gagasan, ulasan, dan kritik terhadap sebuah permasalahan yang ditulis dalam bahasa ilmiah popular. Tulisan ini juga menyediakan solusi. Memilah perbedaan antara fakta dan opini melahirkan jurnalisme evaluative (berperan mengevaluasi birokrasi, para pejabat pemerintah dan realitas sosial yang lain) serta jurnalisme partisan
(memperjuangkan
kebenaran
versi
media
bersangkutan). Berita, Secara sederhana, berita mengandung unsur 5W+1H (What, Why, When, Where, Who, dan How). Berita mengandung muatan nilai dan kepentingan dari pengasuh (manajemen, wartawan, karyawan), pendukung (pembaca, pemasang iklan), sehingga setiap kelompok penerbitan punya visi dan misi tertentu, meski dikemas dengan label independent.
Fungsi
memepringatkan,
penebritaan
menginstruksikan
bukanlah maupun
untuk membuat
tercengang pembacanya. Berita harus bermanfaat tidak hanya memberitahu saja. Agar bermanfaat berita diusahakan sebagai 53
pengetahuan umum dan alat kontrol sosial. Kemudian, beberapa patokan yang aku pahami tentang menulis diantaranya: Gunakan
kalimata-kalimat
pendek
dan
mudah
dimengerti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa diperlukan untuk komunikasi. Kita perlu ingat agar apa yang disampaikan kepada khalayak betul-betul dapat dimengerti orang. Kalau tidak demikian, maka tidak dapat disebut orang itu sebagai komunikatif. Kita harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata teknik ilmiah, dia harus menjelaskan terlebih dahulu apakah arti kata-kata tersebut. Kita harus menjauhi kata-kata bahasa asing. Misalnya, aku lebih yakin memakai kata “partisipasi” ketimbang “keikutsertaan”. Gunakan bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya, Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbedabeda, dengan minat perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda pula. Maka prinsip yang dipegang ialah; Gunakan 54
bahasa tanpa kalimat majemuk, yang terdiri dari kata pokok atau subjek (S), kata sebutan atau predikat (P), dan kata tujuan atau objek (O). Misalnya, kalimat “Si Amat (S) pergi ke pasar (P) membeli sebuah pena”. Kalimat tersebut sudah lengkap berdiri sendiri. Karena kadang kita akan terpengaruh oleh bahasa Belanda atau Bahasa Inggris, yaitu menulisnya dengan kalimat yang panjang, berbentuk “compound sentence”, kalimat majemuk dengan induknya dan anaknya yang dihubungkan dengan kata sambung. Seperti, “Si Amat pergi ke pasar beli sebuah pena yang mana merupakan pemborosan tenaga oleh karena telah dikatakan kepadanya bahwa pena itu dapat juga dibeli di took seberang rumahnya sehingga segala sesuatu lebih mudah jadinya”. Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelitbelit dan bertele-tele. Sebaiknya, kita menjauhkan diri dari kesukaan
memakai
kalimat
majemuk
karena
bias
mengakibatkan tulisan menjadi “woolly” alias tidak terang. Gunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif, membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah persyaratan yang dituntut dari seorang penulis. Berita demikian 55
lebih menarik dibaca. Aku mencoba membandingkan kalimat yang berbunyi “Si Amat dipukul babak belur oleh si Polan” dengan kalimat yang berbunyi, “Si Polan memukul si Amat babak belur”. Tidaklah terasa kalimat yang kedua jauh lebih hidup bergaya? Kecuali tentunya jika fokus hendak dijuruskan pada si Amat yang membuat kalimat pertama dapat dipertanggungjawabkan, maka umummnya cara menulis dengan kalimat kedua, yaitu dalam bentuk aktif lebih disukai dalam dunia jurnalistik. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat. Gunakan bahasa padat dan kuat, kita mungkin masih seringkali terhanyut menulis dengan mengulangi makna yang sama
dalam
berbagai
kata.
Bahasa
jurnalistik
tidak
menghajatkan hal demikian karena kata-kata yang digunakan harus efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik harus hemat dengan katakata. Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif, Kembali kepada pengarang Ernest Hemingway, mengemukakan sebuah 56
prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat berikut, “Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan olahraga”. Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan “tidak menghendaki”). Akan tetapi, dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis, “Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga”, kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan “menolak” positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan “tidak menghendaki”. Ulasan di atas memberitahu kita tentang bagaimana dasar-dasar kita memulai tulisan. Banyak sekali mengenai dasar menulis yang perlu kita pahami. Perhatian terhadap makna kalimat ataupun kata akan sangat diperhatikan oleh penulis hebat untuk menghasilkan tulisan yang sungguh menarik pembaca. Tidak diragukan lagi, kata memegang perananan penting dalam berbahasa, sehingga kita pun mempunyai kedudukan dalam berbagai macam aspek kehidupan kita. kita dapat memahami manusia dengan kata-kata. kita dapat berbicara kepada mereka dengan kata-kata. Kata-kata memang mempunyai daya pukau untuk mengekspresikan diri, baik 57
dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Semakin banyak kosakata kita, semakin banyak ide yang bisa kita utarakan. Tidak mengherankan jika ada pertalian erat antara kosakata dan kemampuan menulis. Dunia tulisan yang menggairahkan dibangun oleh kata-kata yang bercita rasa.
58
Tulisan Pertamaku oleh : Eka Pertama kali aku menulis saat aku masih berada di sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Dulu di TK guruku mengajari menulis huruf alphabet, mulai dari huruf kecil hingga huruf kapital. Selain itu guru-guru di sekolah TK ku itu sering kali menyuruhku untuk menuliskan nama dari masing-masing muridnya. Mulai dari nama panggilan sampai nama lengkap kami, baik itu di papan tulis maupun di kertas yang sudah disediakan oleh guru kami. Jadi, setiap pulang sekolah aku selalu ingin mencoba apa yang telah guruku ajarkan di sekolah. Tidak hanya itu, saya selalu mencoba menulis dan mengeja nama panggilanku begitupun nama panjangku. Setelah lancar dan bisa menghafal huruf alphabet dari A sampai Z, aku terkadang meminta orang tua ku untuk memberikan soal atau meminta petunjuk apa yang akan aku pelajari selanjutnya. Misalnya dengan menuliskan nama orang tuaku dan nama teman-temanku. Pernah sekali ibuku menyuruh ku untuk menuliskan sebuah kalimat dengan mencontohnya dari buku, majalah kesukaan ku yaitu majalah bobo. 59
Dulu memang aku belum bisa membaca, hanya saja aku lebih sering dan senang sekali jika aku melihat gambar-gambar yang ada di majalah bobo. Dari kebiasaanku melihat gambargambar di majalah tersebut, maka orang tua ku mempunyai ide untuk memberikan tugas kepadaku untuk mengikuti tulisantulisan yang ada di majalah itu, seperti halnya puisi yang ada di halaman depan majalah bobo. Setelah terus berlatih dan sering mendapat
dukungan
dari
orang tua
ku
yang terus
mendampingi. Hingga saat aku masuk di bangku Sekoah Dasar (SD), aku tidak merasa canggung dan takut lagi, jika ada guru yang menyuruhku menulis di papan tulis di depan kelas. Akan tetapi ketika aku melihat tulisan teman sekelasku yang terlihat rapi dan bagus diantara teman kelasku yang lain, maka di rumah aku bertekat untuk lebih rajin lagi menulis dan melatih tanganku untuk terbiasa menulis sehingga tulisanku dapat perlahan-lahan lebih rapi dan bagus dari pada awalnya. Tiba saatnya ada tugas untuk merangkum sebuah wacana di buku pedoman anak SD kelas 1, lalu aku pun berusaha untuk bisa menulis dengan rapi dan bagus. Beberapa kali setelah aku mencoba menulis memang masih belum sepenuhnya rapi dan 60
bagus tetapi setidaknya aku sudah bisa melihat sedikit perubahan pada kerapian tulisanku. Kemudian saat kelas lima SD, guruku memberikan tugas untuk membuat puisi, sedikit bingung memang saat aku membuatnya dirumah. Selain orang tua ku tidak begitu pandai membuat puisi, juga sibuk dengan pekerjaan mereka masingmasing. Sampai akhirnya aku teringat akan pertama kali menirukan tulisan yang ada di majalah bobo, tulisan yang sering kali aku tirukan yaitu puisi yang ada di halaman depan majalah bobo. Dari situlah aku akhirnya mulai membuat tulisan puisi yang memang tidak seberapa bagus seperti buatan para seniman. Sangat sulit mendapatkan ide dan inspirasi untuk membuat sebuah puisi pada awalnya, namun dari mencoba dan
terus
mencoba
akhirnya
akupun
terbiasa
dan
menjadikanku bisa membuat puisi maupun tulisan-tulisan yang lain. Sehingga saat aku mengumpulkan tugas puisi yang menjadi pekerjaan rumah ku, guruku sempat memujiku dan memberitahuku bahwa aku punya bakat untuk menjadi sastrawan di kelasku. Meskipun puisiku belum begitu 61
sempurna, namun guruku setidaknya sudah memuji hasil karyaku. Tiba
saatnya
libur
sekolah
dan
aku
sering
memanfaatkannya untuk lebih sering membaca dan menulis apa yang telah kubaca. Usai libur sekolah berlalu guruku memberikan tugas yang sangat menarik bagiku yaitu menuliskan pengalaman saat aku berlibur. Saat pelajaran bahasa Indonesia berlangsung di kelas aku dan teman-teman langsung menuliskan apa saja pengalaman yang telah kita dapat saat kita libur panjang kemarin. Pengalaman temanteman ku bermacam-macam ketika mereka membacakan tulisan pengalaman liburan mereka. Ternyata tidak hanya pengalaman yang menyenangkan saja yang teman-temanku tuliskan dalam cerita mereka, ada juga pengalaman lucu sampai pengalaman yang menyedihkan. Pernah suatu waktu sekolah ku mengadakan lomba menulis, dari menulis puisi sampai menulis tulisan arab. Kemudian guruku memilihku untuk mewakili kelas dengan mengikuti lomba menulis arab, awalnya aku ragu namun guruku telah memberikan kepercayaan kepadaku memenangkan lomba tersebut. Setelah aku 62
menuruti dan mengikuti perlombaan tersebut aku tidak menyangka bahwa aku akhirnya bisa memenangkan lomba menuis dengan juara pertama di sekolahku. Aku tidak menyangkanya mungkin dari kebiasaanku menulis dan menirukan tulisan-tulisan yang ada dibuku sehingga aku juga bisa dan mampu menirukan tulisan arab yang sedang dilombakan tersebut. Sejak saat itu guruku sering memberi kepercayaan padaku untuk menuliskan rapot adik-adik kelasku di SD. Guru SD ku terus memberikan motivasi dengan menyuruh kami untuk lebih sering membaca buku cerita atau majalah yang ada cerita pendeknya. Tujuannya adalah agar kami murid-muridnya bisa memahami apa itu alur cerita dan pilihan kata yang terdapat di dalam cerita. Kemudian setelah aku beranjak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), guruku memberikan tugas untuk membuat cerita pendek dan aku lebih sering mendapat tugas merangkum. Aku senang dan menikmati tugas merangkum yang telah diberikan oleh guruku, karena aku sudah terlatih untuk menulis ataupun merangkum dari buku pedoman yang diberikan oleh sekolah. Pernah suatu saat aku 63
diberi tugas untuk membuat cerita pendek oleh guruku, tema cerita tersebut bebas boleh dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Jujur saja pada awal menuliskan cerita aku bingung karena aku sudah terbiasa dengan menirukan tulisan-tulisan yang ada di buku cerita namun aku belum memahami apa itu jalannya cerita yang mereka buat. Sehingga tulisanku saat itu masih acak-acakan, maka dari itu aku lebih sering membaca dan melihat lagi cerita-cerita pendek yang sudah ada di buku pedoman dari sekolahku. Dari usahaku membaca dan terus mencari untuk mengetahui, maka aku pun lambat laun memahami dan mengerti bagaimana cara membuat cerita pendek. Serta kita juga membutuhkan imajinasi yang tinggi dan ide-ide kreatif sehingga cerita yang nantinya kita buat bisa hidup tentunya lebih menarik. Cerita yang bagus itu dari awal hingga akhir, ceritanya mengalir baik dengan kita menggunakan alur mundur maupun campuran. Jika ceritanya tidak nyambung maka cerita itu tidak akan menarik. Guru bahasa indonesiaku juga sering kali mengingatkan bahwa pilihan kata yang akan kita gunakan dalam membuat cerita juga harus sesuai dengan cerita apa yang akan kita buat. Setelah 64
lulus dari SMP, kemudian aku masuk ke sebuah SMK yang tergolong favorit di kota itu dan pada saat itulah kemampuan menulisku bertambah sejak kelas 1 hingga kelas 2 SMK. Karena, pada saat itu aku mengikuti sebuah lomba karya tulis ilmiah yang diadakan oleh sekolah untuk menyambut HUT RI. Pada saat mulai membuat karya tulis ilmiah, aku sangat bersemangat dan berharap bahwa tulisanku ini mendapatkan juara dalam perlombaan tersebut. Setelah karyaku selesai aku buat, aku memberikannya kepada seorang guru yang pada saat itu menjadi juri dalam perlombaan tersebut. Setelah kuberikan, guru tersebut mengatakan padaku bahwa pengumuman pemenang lomba akan di beritahukan keesokan harinya. Aku menantinya dengan harap-harap cemas dan muncul banyak pertanyaan dalam benakku apakah karyaku tersebut masuk juara atau tidak. Keesokan harinya aku sudah sangat tidak sabar dengan hasil pengumuman juara lomba karya tulis ilmiah yang aku ikuti, berharap dapat menduduki juara pertama ataupun juara kedua. Namun, setelah pengumuman dibacakan aku sama sekali tidak mendengar namaku disebut mulai dari juara harapan hingga juara utama. Pada saat itu aku merasa sangat 65
kecewa dan sangat berkecil hati atas apa yang terjadi. Akan tetapi, tiba-tiba ada seorang guru yang menghampiriku dan mengatakan bahwa kalah menang adalah hal yang sudah biasa dalam perlombaan. Namun yang terpanting adalah aku sudah berani menuangkan pendapatku dalam sebuah tulisan apalagi sebuah karya ilmiah yang jarang pada saat itu diminati oleh banyak siswa SMK, dan pada saat itulah semangatku kembali dan menjadi termotivasi agar tetap meneruskan kegiatan menulisku. Namun seiring berjalannya waktu, aku perlahanlahan menjadi jarang menulis apalagi setelah aku lulus dari SMK entah karena kegiatanku yang terlalu padat atau kerena pergaulanku dengan teman-teman baru sehingga terlalu asyik sehingga aku tinggalkan kegiatan menulisku. Hingga kini, aku sudah tidak pernah menulis apalagi mencurahkan segala perasaanku lewat tulisan yang biasanya aku lakukan. Sempat terpikir bahwa ingin sekali kembali melakukan hal dulu yang aku tinggal namun sekarang aku menjadi kaku kekita ingin menulis kembali.
66
67
Apa Itu Menulis ? oleh : M Firmansyah R Setiap orang yang hidup pasti pernah menulis dan belajar menulis karena dipaksa. Tidak mungkin waktu kanakkanak ada yang tiba-tiba berkeinginan menulis novel bahkan membuat blog, semuanya pasti perintah “guru” taman kanakkanaknya. Bagi saya pribadi menulis itu merupakan hal yang abstrak, kenapa? Menulis itu ibarat “mengupil”, ada hasrat keinginan terpendam tapi segan untuk melakukannya, namun, seakan-akan mendapat passion setelah berkutat didalamnya. Itulah menulis. Berbicara tentang menulis, menurut pandangan saya ada perbedaan antara belajar menulis sekedar coretan (yang seperti diajarkan oleh taman kanak-kanak), dengan belajar menulis yang membutuhkan inspirasi dan passion. Terkait dengan pernyataan yang terakhir tadi saya pernah pelajari ketika masih di SMA, dan tentu saja itu juga saya menulis karena tugas bukan karena ingin jadi penulis novel, bahkan blog. Waktu itu pun menulis masih bisa dikatakan “menulis” bukan mengetik, karena memang pada waktu itu menulis memang menggunakan pulpen dan bukan mengetik 68
memakai laptop atau komputer. Jadi singkat saja, ketika itu saya menulis kata demi kata dan waktu berganti waktu hingga sadar bahwa menulis empat jam hanya menghasilkan selembar kertas cerita. Dari situ saya menyimpulkan bahwa menulis itu susah dan tidak penting. Sudah Sembilan tahun berlalu, pemikiran tentang tidak pentingnya menulis, dan membosankannya membaca artikel mulai berubah. Pintu hati saya mulai terbuka terhadap kegiatan menulis. Tapi sebentar, mulai interest sama menulis bukan berarti saya langsung ikut audisi penulis naskah film (kalau ada), atau langsung menulis untuk ngebuat tiga buku sekaligus. Yang saya maksud dengan terbuka dan mulai menyukai menulis dimulai dulu dari saya menyukai membaca novel, biografi, dan artikel. Terutama biografi tokoh dunia, saya tertarik dengan buku yang berbau masa lalu dan sedikit misteri yang belum terpecahkan (bukan horror). Yang saya sukai adalah biografi mengenai Hitler dan yahudi, karena sampai sekarang efekefeknya masih terasa. Membaca buku seperti itu saya jalani semasa saya masih SMA. Selain membaca buku itu bermanfaat, saya juga beranggapan cowok baca buku sambil ditemani 69
segelas kopi itu keren. Namanya juga SMA status kelabilannya masih dipertanyakan. Beranjak menua, keinginan menulis pun mencuat. Menulis sebuah artikel maupun sekedar cerpen di blog menjadi keinginan yang terpendam. Maklum, akhir-akhir ini banyak bermunculan bloger yang terkenal dengan tulisannya, sebut saja Raditya Dika yang populer dengan “kambing jantan”nya, sampai-sampai dibuat buku hingga menembus kancah perfilman indonesia. Dari situ mulai sering membaca buku novel semi humor yang ringan, saya juga mulai “memaksa” diri untuk membaca artikel yang berbau politik dan agak berat. Itu juga saya lakukan karena sudah menjadi agent of change atau bahasa mainstreamnya mahasiswa. Tidak lucu mahasiswa hanya plongah-plongoh kalau ada yang nanyain soal politik. Namun keinginan saya masih tetap pada tempatnya, yaitu menulis di sebuah blog. Manusia tetaplah manusia, keinginan sudah diubunubun namun actionnya nol. Dari keinginan menjadi bloger lama-lama mulai terlupakan, dari segi teknis sampai non teknis 70
menghalangi, dari gaptek sampai dinding malas yang tebal membuat tak satupun tulisan dan blog tercipta. Belum lagi rasa takut salah dan ditertawakan bila salah dalam penulisan maupun model penggarapannya. Akhirya saya pun hanya mampu menulis status di sosial media seperti; twitter. Menulis status panjang lebar sampai kolom status penuh itu kegiatan yang sangat menghibur. Menulis kata-kata indah yang bermakna dan menginspirasi agar dapat dilihat para penghuni timeline twitter. Lebih-lebih ada yang nge-retwett, senengnya nggak ketulungan. Dari setiap pemikiran tentang menulis dan keinginan itu, saya seakan mendapat batu untuk berloncat. Dari ranah Madura tempat saya mengabdi sebagai mahasiswa di kampus negeri yang tengah merangkak menjadi kampus yang patut diperhitungkan, Universitas Trunojoyo Madura. Segelintir masukan para dosen yang bertugas memberi rangsangan kepada keinginan saya yang mati suri. Teori-teori dan pemahaman yang di berikan pada saat kuliah membuat keinginan untuk mulai mengayuh muncul. Terlebih ucapan salah satu dosen yang juga menjabat sebagai kaprodi. Beliau 71
berkata “menulis itu seperti belajar bersepeda, jangan memikirkan tentang teori bagaimana mengayuh sepeda, atau bagaimana menjaga keseimbangan, tapi injak pedal sepeda dan kayuh!!”. Apa yang dikatakan beliau sesuai dengan apa yang saya pikirkan selama ini, sehingga menjadi penerang bagi tulisanku. Pemikiran dari masa ke masa telah berbeda, bagi saya sekarang menulis itu unidentified, tak tahu kapan hasrat itu muncul dan tak tahu kapan otak kita akan sadar untuk melakukannya. Saya yakin kalian juga merasakan hal yang sama, bingung memikirkan tentang teori, tentang ketakutan bila menulis, dan ragu. Sampai saya menulis ini saya masih memikirkan tentang abstraknya menulis, sulitnya memutuskan dan memulai untuk menulis. Namun, setelah mencoba untuk menulis dan mendapatkan passion didalamnya yakinlah dreams come true. Di tangan yang tepat, pena bisa lebih tajam daripada sebuah pedang (kutipan film white house down ; 2012). Waktu terbuang sia-sia selama kalian takut untuk melakukan, bayangkan bila waktu yang sia-sia tersebut kalian pergunakan untuk action, pastinya masa sekarang akan 72
berbeda dengan apa yang terjadi pada anda sekarang. Mungkin selanjutnya saya akan memulai untuk mengayuh, blogger Indonesia masih cukup ruang untuk diisi satu orang lagi.
73
My Diary oleh : Kamalia Mazita D.R
Aku pertama kali menulis ketika duduk di bangku SMP, waktu itu aku meminta ibuku membelikanku sebuah buku catatan kecil yang biasa disebut diary dan aku beri nama “Snoopy”. Sejak itu aku mulai menulis. Aku menulis diary ketika mau tidur, dan aku simpan di bawah bantal agar tidak ada orang lain yang mengambilnya, aku menulis semua hal yang aku lihat, semua hal yang aku dengar, dan semua hal yang aku rasakan. Seperti tentang saat aku senang bermain dengan temanku, saat aku kesal karena bertengkar dengan temanku. Kegiatan itu terus berlangsung sampai aku SMA, namun yang aku tulis tidaklah sama dengan yang aku tulis waktu SMP. Semenjak SMA aku menulis mulai tentang keseharianku bersama temanteman, cerita tentang perasaanku, rasa kekagumanku terhadap sosok anak laki-laki yang berubah menjadi perasaan suka, karena aku baru mengenal cinta waktu SMA. Suatu hari pacarku memberiku kata-kata romantis lalu aku menulisnya di diary 74
“ Kadang orang yang kita cintai adalah orang yang paling menyakiti kita, dan kadang pula teman yang main bersama kita adalah cinta yang kita tidak sadari, apabila kita mencintai seseorang jangan lepaskan dia, jangan percaya bahwa melepaskan selalu berarti kita benar-benar mencintai melainkan berjuanglah demi cinta kita, itulah cinta sejati, cinta yang agung adalah ketika kita menitihkan air mata dan masih perduli terhadapnya, masih menunggu dengan setia ketika dia tidak memperdulikan kita. Ketika dia mencintai orang lain dan kita masih tersenyum sembari berkata kuturut bahagia untukmu, akan tiba saatnya dimana kita harus berhenti mencintai seseorang bukan karena orang itu berhenti mencintai kita
melainkan
karena kita
menyadari bahwa orang itu akan lebih berbahagia apabila kita melepasnya, cinta karena terpaksa bagai pasir dalam genggaman semakin di tekan akan semakin sulit dipertahankan” Selain itu, dia juga mengirimkanku puisi, dan aku tulis di snoopyku sebagai berikut : 75
“ Ku terpaku menatap langit biru Ku goreskan imaji dalam angan Selintas wajah gadis pujaan Tersenyum manis tersipu malu Jalan tak selalu maju Karna hidup takkan jemu Hanya cinta setia pada satu jiwa Membawa ini jadi selamanya Biarlah rasa biarlah cinta Memelukmu dan meyelimutimu Satu cinta satu jiwa Aku dabn kamu saling menyatu” Ini merupakn puisi pertama yang aku dapatkan selama hidup, dan selalu aku baca setiap hari, meskipun sudah tidak ada hubungan dengan orang yang membuat puisi tersebut. Karena aku sedikit bangga menjadi objek dalam membuat puisi meskipun itu hanya sebuah puisi gombal dari cinta monyet waktu dulu. Aku termasuk tipikal orang yang pendiam, tidak suka bercerita kepada teman lebih leluasa bercerita dalam diary, 76
karena menurutku bercerita kepada orang lain tidak akan menyelesaikan masalah, tidak leluasa dalam bercerita yang ada hanya pendapat. Karena kebanyakan pendapat hanya akan menambah masalah. Hal itulah yang membuatku hanya menuangkan masalah yang saya hadapi dalam tulisan. Suatu hari ketika aku sudah tidak tahan dengan keadaan keluarga yang tidak harmonis karena masalah saudaraku yang tesangkut kasus narkoba, yang sedang di kejar-kejar polisi, aku bercerita tentang masalah yang aku rasakan pada saat itu dengan teman, tapi yang ada mereka hanya membuka aib keluargaku kepada teman yang lain. Sejak saat itu aku merasakan kecewa dan tidak mudah percaya kepada orang lain. Awalnya aku pikir menulis itu sangat membosankan karena tidak ada yang mendengarkan aku bercerita hanya tertuang dalam sebuah abjad yang tidak bisa menjawab serta memberi tanggapan dengan apa yang aku ceritakan, tetapi sejak kejadian itu aku lebih suka menulis dari pada harus bercerita kepada orang lain. Sejak saat itu pula aku mulai mengoleksi binder untuk menuliskan semua masalah yang aku rasakan saat itu.
77
Karena kesukaanku dalam menulis dan seringnya aku menulis sampai-sampai di sekolah ketika pelajaran menulis aku mendapatkan
nilai
tertinggi
dan
aku
juga
pernah
memenangkan lomba karya tulis ilmiah antar SMA, dan aku mulai merasakan hikmah yang aku dapatkan dari kegemaranku dalam menulis. Mungkin karena terlalu seringnya saya menulis tulisan tanganku mirip dengan ketikan dalam microsoft word. Bukan satu atau dua orang yang berpendapat seperti itu. Meskipun tulisanku bagus, tapi aku tidak pernah sombong. Kejadian yang membuat aku bangga ketika sebagian teman-teman kelasku mengcopy semua catatanku dengan alasan karena tulisanku bagus dan lebih enak dibaca apalagi buat belajar. Padahal hal itu justru membuat teman-teman malas untuk menulis, tapi aku tidak bisa menolak semua itu karena bermanfaat bagi mereka agar lebih giat belajar. Mungkin dengan hal itu aku bisa lebih bermanfaat bagi orang lain. Meskipun aku gemar menulis tapi kadang untuk melihat bulpen dan buku rasa malas itu tetap ada bahkan kadang malas sampai-sampai untuk menulis pun aku enggan karena sangat malasnya untuk menulis hari itu. Tapi aku sadar malas itu tidak 78
untuk dibiarkan, tetapi menulis sudah menjadi hobiku sejak waktu itu. Namun dengan seiring berjalannya waktu dan seiring berkembangnya tekhnologi aku memulai menulis dengan menggunakan handphone atau laptop, dan memang rasanya sungguh sangat berbeda. Lebih asyik menulis di buku memang, memakai pensil. Karena kegiatan menulis sudah aku tinggalkan, jadi sekarang tulisanku menjadi jelek, dan aku mulai malas menulis dengan menggunakan tangan. Aku sempat berpikir bahwa menulis atau curhat kepada diary adalah hal yang kekanak-kanakan, namun pikiranku itu salah. Justru menulis adalah “seni”. Ketika menulis di buku itu beda di bandingkan menulis di alat elektronik, karena dengan menulis di buku pikiranku mengalir, tetapi tidak jika menulis di alat elektronik. Ketika aku kuliah, aku melihat teman-temanku sudah tidak ada yang menulis di diary lagi. Hal itulah yang membuatku bertambah untuk malas menulis, sekarang sudah jamannya internet, facebook, twitter. Akupun beralih menulis cerita di facebook, mulai dari cerita pendek yang aku karang dan kisah kehidupanku. Aku tidak malu bila semua orang di dunia maya 79
bisa melihat dan membaca tulisanku, karena bagiku menulis adalah hal yang tidak bisa aku hindari. Anak-anak remaja dan orang tua semua tersihir oleh media sosial. Ungkapan perasaan langsung saja di tulis di status, tidak perlu di tulis di buku harian. Trend menulis di diary pun perlahan-lahan menghilang dan digantikan oleh budaya blog dan media sosial Ternyata menulis buku harian banyak manfaatnya. Selain melatih kita untuk menulis lebih baik dan tentunya juga dapat menghilangkan masalah yang ada dikepala. Buku diary adalah tempat menyimpan memori seperti halnya sebuah blog, tetapi buku diary lebih privasi. Semua memori kita dapat tersimpan dengan baik, dan kemudian hari kita dapat mengambil hikmah dari apa yeng telah kita lalui, dan dengan menulis buku diary kita bisa belajar dari masa lalu agar tidak salah untuk yang kedua kalinya. Mengekpresikan rasa marah, harapan, ketakutan kecemburuan dalam bentuk tulisan juga dapat mencegah dan mengubur emosi dalam-dalam. Buku harian juga adalah tempat yang bisa aku datangi kapanpun dan dimanapun tanpa harus merasa tidak enak karena buku tidak mempunyai perasaan. Buku harian juga teman yang selalu ada 80
di smpingku tanpa harus sibuk dengan urusannya, bahkan dia tidak sibuk dengan pacar barunya karena dia hanya benda mati yang tidak memerlukan itu semua. Buku harian juga dapat menyimpan rahasiaku tanpa bocor sedikitpun kecuali buku itu dibaca oleh orang lain. Meskipun aku sering menulis dalam buku harian bukan berarti aku kurang update dalam jejaring sosial. Seiring dengan berjalannya waktu aku sering memposting cerita dalam social network atau facebook tapi semua tulisanku dalam facebook hanya sebuah cerita pendek atau pengalaman yang biasa tidak terlalu privasi. Biasanya kalau memposting cerita dalam facebook aku menandai ke teman-teman agar mereka bisa membaca hasil karyaku dan memberikan komentarnya agar aku bisa memperbaiki. Jika itu kurang baik atau masih ada sesuatu yang kurang, komentar dari para pembaca itu sangat diperlukan agar aku bisa merevisi tulisan yang di-posting dan juga membuat aku tidak mudah puas dengan apa yang aku buat. Selain cerpen aku juga sering memposting kata-kata motivator yang biasa aku dapat dari pengalaman pribadi tapi
81
kadang jika ada kata-kata motivator di twitter yang bagus aku copas dalam homepage di facebook. Sampai sekarang Diaryku tetap ada, aku simpan, sewaktu-waktu aku tertawa sendiri ketika membacanya. Karena menurutku waktu jaman SMP-SMA aku sangat alay, menurut orang-orang alay itu adalah proses menuju kedewasaan, dan ternyata itu benar. Diary merupakan curahan hatiku tentang suatu masalah dan kejadian yang dialami pada hari itu. Catatan harian ini merupakan ungkapan yang jujur tentang suatu keadaan bersifat pribadi dan tidak boleh orang lain membacanya. Sifat rahasia dari diary itu aku simpan dengan hati-hati bahkan aku kunci rapat-rapat. Diary terasa sangan personal, karena kadang juga mengandung banyak rahasia pribadi yang tidak boleh orang lain tahu. Diary erat kaitannya dngan orang jadul seperti saya. “Buat aku diary tidak akan tergantikan oleh media sosial atau blog, ada hal-hal yang biar menjadi rahasia pribadi tidak boleh diketahui orang lain. meskipun aku tidak lagi menulis diary. Namun tulisan untuk konsumsi sendiripun kadang saya lakukan tentu 82
saja tidak menggunakan buku melainkan menggunakan laptop biarlah diary menjadi cerita usang yang indah untuk dikenal.”
83
Membuka Jendela Dunia oleh : Muhammad Faisal Amir
“As a general rule the most successful man in life is the man who has the best information”. / “Aturan utama untuk menjadi orang yang paling sukses dalam kehidupan adalah orang yang kaya akan sebuah informasi dan pengetahuan”. Benjamin Disraeli (1804 - 1881). Saya terpaku dengan kata-kata filusuf dari bapak Benjamin Disraeli diatas bahwasannya, kiat untuk menjadi orang yang sukses di dunia adalah kita harus memperkaya diri kita dengan informasi dan pengetahuan yang luas atau dengan kata lain “Orang yang menguasai Informasi akan menguasai Dunia” (New York Times). Saya memang setuju akan hal tersebut. Setiap hari kita secara langsung atau tidak langsung memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan yang masuk lewat panca indra kita, baik melalui media elektronik, media cetak, perbincangan antar teman, ataupun melihat dan mengamati sebuah peristiwa. Hal-hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa kita selalu diperkaya akan informasi. 84
Saya sangat menyukai cerita history, baik sejarah negara Indonesia, maupun sejarah dunia. (Fir’aun, Adolf Hitler, Mussolini, Soekarno, Alexander Graham Bell, Francis Drake, Oda Nobunaga, Mahatma Gandhi, Albert Einstein, dsb.) adalah tokoh-tokoh sejarah yang hebat serta mampu mempengaruhi dan merubah pandangan dunia. Setiap negara, provinsi, kota, maupun kecamatan mempunyai cerita bersejarah tersendiri. Bahkan, setiap orang mempunyai biografi dan cerita tersendiri, sama halnya dengan menulis. Dalam hal menulis, baik menulis karya ilmiah ataupun karangan bebas semua orang dapat menulis. Karena di dalam benak diri tiap individu, mereka memiliki cerita tersendiri. Guru, Petani, Dokter, Pejabat, Pengusaha, Ibu rumah tangga, Buruh, dsb dapat menulis. Tidak ada batasan stratifikasi sosial dalam hal menulis selama tulisan tersebut mendidik, memberikan informasi dan pengetahuan yang dapat berguna bagi orang lain. Saya ingin sekali melihat dunia, menjelajahi dunia, dan mempelajari sejarah yang terkait di setiap negara yang ada di dunia. Tak heran, sebuah buku memiliki julukan “buku adalah cakrawala dunia”. Dengan membaca sebuah buku, kita seolah85
olah membaca informasi yang ada di dunia ini. Apabila di dunia ini sudah tidak ada lagi orang yang berminat di bidang tulismenulis. Lalu, siapa yang akan menceritakan sejarah yang mampu merubah dunia kepada generasi muda kita?. Mereka sepatutnya berhak mengetahui cerita bersejarah dibalik dunia ini. Semua orang berhak menulis, sehingga dunia ini selalu dipenuhi oleh ilmu pengetahuan, cerita, dan sejarah tanpa henti. Selanjutnya, kita dapat melihat cakrawala dunia menurut pandangan orang yang berbeda-beda. Di negara maju, contohnya Negara Jepang. N.E.E.T yang merupakan kepanjangan dari Not in Education, Employment, nor Training (Tidak sedang dalam menjalani Pendidikan, Pekerjaan, maupun Pelatihan) dengan kata lain Pengangguran. Adalah aib bagi negara mereka. Para pengangguran disana diperlakukan dengan tidak menyenangkan. Seperti; tidak dihormati, menjadi bahan perbincangan dan dijauhi serta dibenci oleh masyarakat sekitar atau lebih tepatnya “sampah masyarakat / negara”. Mereka beranggapan bahwa N.E.E.T adalah orang yang malas, dan tidak mau berusaha. Sedangkan, “Label” negara mereka adalah Negara yang Maju. Tak heran, 86
istilah atau julukan N.E.E.T sangat melekat bagi para Pengangguran
disana.
“Mengapa
mereka
menjadi
pengangguran? Mengapa mereka tidak memiliki pendidikan atau pekerjaan?”. Banyak sekali pertanyaan dan jawaban yang terlontar, Apakah hal tersebut masalah pribadi, keluarga ataupun masalah ekonomi. Hal yang kemudian terjadi kepada para pengangguran disana akhirnya memberikan saya sebuah ide. Kenapa para pengangguran disana tidak membuat dan menulis sebuah buku saja?. Jika seseorang pengangguran disana memiliki hobi di bidang teknologi, maka ia bisa menulis “Tips & Trik merawat Komputer”, atau “Menjaga Printer Agar Tidak Rusak”. Jika ada yang memiliki hobi berkebun, maka ia bisa menulis “Merawat Sunflower”, atau “Menanam Tomat Segar”. Sesuai hobi dan kesukaan mereka masing-masing. Dengan demikian, mereka memiliki pekerjaan sebagai penulis buku daripada harus dijauhi masyarakat sekitar. Menurut saya, menulis adalah sebuah kegiatan tulis yang dimana seseorang mencurahkan isi pikirannya ke dalam sebuah tulisan. Sama halnya dengan pencipta lagu. Mereka, mencurahkan isi hatinya melalui nada dan lirik yang 87
diciptakannya. Sama juga dengan halnya seorang seniman. Mereka mencurahkan isi hatinya melalui lukisan dan aksi teatrikal. Bingung? Ragu? Bimbang? dengan apa yang kita tulis?, sebenarnya sifat-sifat tersebut tidak ada, melainkan rekonstruksi pesan dari pikiran atau otak kita sendiri. Di dunia ini terdapat dua energy, yaitu; energi positif dan negatif. Bisa dibilang dalam sebuah kompas yaitu arah utara dan selatan yang sangat berlawanan. Tinggal bagaimana kita mengarahkan diri masing-masing? menuju utara atau menuju selatan? energi positif atau negatif?. Dalam contoh sehari-hari, mungkin ada orang yang semasa hidupnya merasa sering gagal. Seperti selalu gagal dalam mencari sebuah pekerjaan atau istilah N.E.E.T tadi. Bisa jadi, orang-orang seperti mereka dikelilingi oleh energi negatif atau keputusasaan. Mereka bertanya-tanya dalam benak angan dan pikiran mereka, “Kenapa saya selalu gagal? kenapa saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan? Apa yang harus saya lakukan demi mendapatkan sebuah pekerjaan?” dan berbagai pertanyaan lain yang terlontar dalam isi pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan tak terjawab tersebut menjadi pukulan bagi mereka dan 88
bersarang di otak sebagai energi negatif yang kemudian merasakan trauma dan “Keputus-asaan” yang mendalam, sehingga menjadi pengangguran. Banyaknya energi negatif yang masuk kedalam otak pun masih dapat dirubah dengan energi positif selama kita mempunyai sikap optimis, dan kita wajib mempunyai sikap itu. Orang-orang yang memiliki sikap optimis merasa bahwa mereka selalu bisa dalam segala hal dan selalu memandang masa depan tanpa menoleh kebelakang serta melihat kegagalan masa lalu. Dalam kamus mereka tidak ada kata “tidak bisa” melainkan “saya harus bisa!”. Meskipun mereka sering gagal, namun tidak mudah menyerah. Pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di otaknya bisa dijawab di lain hari ketika mereka sudah menjadi seseorang yang sukses. Saya terkesan dengan cerita Pak Herman, guru semasa saya sekolah di SMK. Beliau, menceritakan tentang kisah Bapak Honda yang memiliki perusahaan Bermotor merk Honda. Dahulu, awal bapak Honda sebelum sukses memiliki perusahaan motor yang besar. Bapak Honda kesusahan akan 89
mengenalkan atau mempresentasikan produknya kepada perusahaan-perusahaan terkenal. Bapak Honda sering ditolak oleh perusahaan, produk motor asli buatan negaranya sendiri pun ditolak mentah-mentah oleh perusahaan-perusahaan yang ternama. Namun, bapak Honda tidak pernah menyerah. Sudah beribu-ribu kali bapak Honda mengetuk pintu perusahaan, dan sudah beribu-ribu kali dia ditolak demi mensukseskan produknya. Setelah sekian lama dia mengetuk pintu demi pintu perusahaan. Akhirnya, terdapat sebuah perusahaan yang mampu menerima dan mewujudkan impiannya. Mimpinya pun terkabul, Perusahaan Motor Merk Honda kini sukses besar. Tak hanya, di negaranya Jepang. Namun juga di seluruh dunia termasuk di Negara Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang merasa pernah menolak Produk Bapak Honda pun merasa menyesal. Tetapi, apa boleh buat. “nasi sudah menjadi bubur” mereka tidak pernah menyangka bahwa produk bapak Honda akan sukses besar serta segalanya berada diluar perhitungan mereka. Cerita ini menanamkan kesan di dalam benak pikiran kita, bahwa kita semua harus memiliki sikap optimis. Sebanyak apapun keputus-asaan yang menggerogoti otak kita, selama 90
kita optimis, kita masih mempunyai sebuah harapan untuk bisa melakukan apa yang ingin kita lakukan. “Apa sih manfaatnya menulis ? Apa sih untungnya menulis bagi kita ?”. Banyak sekali manfaat serta untungnya dalam hal menulis. Untungnya tidak hanya dirasakan sang penulis, namun pembacanya pun juga mendapatkan ilmu yang diceritakan oleh sang penulis. Jadi, sang penulis disini menjadi “storyteller (pendongeng)” sebuah cerita di dalam karya-karya tulisnya. “Ilmu tidaklah hanya untuk dipendam sendiri, namun juga wajib dibagikan kepada orang lain”. Setiap orang punya alasan tersendiri di bidang tulismenulis. Ada yang menulis karena hobi atau cinta, ada yang menulis karena memang pekerjaannya sebagai penulis buku, ada yang menulis karena sebagai curhatan hati. Semua orang bebas dan berhak untuk menulis, tanpa memandang kelas sosial. Umur, pekerjaan, usia, ataupun jenis kelamin semuanya memiliki hak yang sama untuk menulis. Selama isinya dapat bermanfaat kepada orang lain, kenapa tidak ?. Dengan demikian, dunia ini tidak akan pernah kehilangan “warnanya”. 91
Sehingga, kita dapat memandang sebuah“cerita dan cakrawala dunia” yang begitu luas.
92
Diary Versus Artikel oleh : Marina Tika Raya Oktavia Sibuea
Dimulai dari kebisaaan dan kegemaran saya, merekam dalam ingatan tentang kejadian apa saja yang sepanjang hari telah saya lewati dan menuangkannya melalui tulisan yang sejak kecil saya buat seperti Diary. Saya merasa, dengan menuangkan segala pengalaman, baik itu pengalaman pahit maupun sukacita, membuat merasa lebih lega dan bisa melepaskan segala kepenatan pikiran. Menulis juga membantu ingatan saya menjadi lebih kuat, karena kebisaaan mengamati tiap kejadian sekecil apapun di sekitar lingkungan. Dari sinilah kebisaaan menulis saya mulai terasah. Kebisaaan menulis Diary semakin saya tinggalkan seiring beranjak dewasa. Saya beralih menyukai Novel, bacaan yang mampu membangkitkan imajinasi mengenai keadaan atau kejadian yang dibaca. Hal ini semakin saya dalami, dengan mencoba menulis novel karya sendiri,s ebagai novel pertama. Sungguh menantang untuk menulis karya sendiri. Tantangan 93
yang berbeda jika di bandingkan dengan saat menulis diary. Novel adalah suatu karya yang nantinya juga dapat di baca orang banyak dan khalayak. Sedangkan dahulu saya menulis diary, seperti “rahasia kecil” dari pengalaman hidup. Semakin hari saya menerima banyak pengetahuan dan pengalaman. Suatu hari dari hasil pembelajaran (saya lupa tepatnya kapan) kami mendapatkan tugas untuk menulis artikel. Pertama, saya merasa bingung, artikel itu apa?. Seperti apa artikel ini?. Ternyata saat guru menjelaskan artikel saya menerima pengertian sangat berbeda dengan pengalaman menulis yang saya pelajari selama ini. Dalam menulis artikel saya temukan berbagai aturan, tata, dan etika penulisan, yang sebelumnya sangat berbeda dengan tulisan-tulisan yang sudah dibuat. Jika dalam penulisan diary, saya terbiasa terbuka, maka dalam artikel harus tahu aturan tentang ruang publik. Jika kejadian itu kontra dengan kepribadian saya (sedang marah dengan seseorang), maka bisa saja dengan seenaknya menuliskan kata-kata kasar yang sebenarnya tidak patut di ucapkan, karena tulisan ini hanya di ketahui saya sendiri. Berbeda dengan artikel, baik tulisan itu akan di cantumkan di 94
majalah maupun di Koran tentunya akan menjadi tidak sopan dan tidak masuk akal. Jika tata penulisan di diary kita samakan dengan penulisan dalam artikel. Maka melalui mata kuliah Teknik Mencari dan Menulis Berita (TMMB) dan Penulisan Artikel Populer (PAP), saya semakin mengerti tata penulisan dan itu semakin memperkaya \dalam karya tulis. Hal ini juga menunjukkan bahwa tiap model tulisan yang kita tulis tidak dapat di sama ratakan karena semua memiliki aturan dan dibutuhkan penulisan sesuai konteks. Konteks di sini menurut saya menjadi sangat penting dalam menulis berita, artikel maupun jenis karya tulis lain. Bayangkan saja bagaimana jika artikel di Harian Tempo kita terapkan sama dengan penulisan artikel di majalah Gadis, tentu hal ini akan sangat bertolak belakang, dan mungkin bahkan maksud yang disampaikan penulis tidak sampai kepada konsumen karena gaya penulisan yang terlalu kaku. Karena itu sasaran konsumen yang kita tuju sangat menentukan gaya bahasa yang akan kita tuliskan, sehingga mampu di baca dan diterima oleh publik. I.
Pengetahuan
Konteks
Penjudulan 95
Perihal
Topik,Tema,
dan
Struktur dasar organisasi tulis menulis, dalam konteks penulisan ini merujuk pada cara kita menentukn topik, tema dan judul tulisan (Catatan: struktur adalah cara menyusun atau membangun sesuatu-WW). Topik atau pokok masalah adalah pokok pembicaraan. Topik tersedia secara melimpah di sekitar kita, seperti persoalan sosial-budaya, teknik, keuangan, dan musik. Menentukan topik, berarti kita harus memilih hal atau gagasan apa yang akan di utamakan dan menjadi bahasan pokok dalam artikel kita. Itulah sebabnya dalam memilih topik perlu dipertimbangkan beberapa hal yang benar-benar menguntungkan dari sudut penulis. Perhatikanlah hal-hal berikut ini (lihat: Brook,1979; Sabarti,1988; Wahyu, 2003; E.Zainal 2003).
Topik tersebut bermanfaat dan layak di bahas. Bermanfaat, berarti bahasan tentang topik itu akan memberikan sumbangan pada ilmu atau profesi kita. Layak di bahas, berarti topik itu memang memerlukan pembahasan yang sesuai dengan bidang yang kita tekuni. Topik-topik 96
yang tidak bermanfaat dan tidak layak untuk di bahas, sebagai contoh,”kecenderungan kawincerai para selebritas kita”. ”Aktivitas sehari-hari para istri kepala daerah”, atau “jumlah sepatu dan jenis pakaian dalam yang di koleksi artis dangdut kita”.
Topik tersebut harus topik yang paling menarik menurut kita. Topik yang menarik perhatian kita otomatis akan meningkatkan kegairahan kita dalam mengembangkan tulisan. Bayangkan bagaimana kegairahan kita tatkala menulis topik “Penggusuran pedagang kaki lima tanpa upaya relokasi”. Mencari topik yang menarik, dapat pula kita lakukan dengan memperhatikan headline surat kabar atau berita-berita terkini yang di sajikan surat kabar: masalah aktual apa yang sedang di angkat surat kabar itu;
Topik tersebut cukup kita kenal dengan baik (berada di sekitar kita). Berada di sekitar kita 97
berarti di sekitar pengalaman atau pengetahuan kita. Hindarilah topik yang jauh dari diri kita, karena
akan
menyulitkan
kita
dalam
mengarangnya (terutama dalam hal data dan informasi). Agar dapat menulis dengan baik, kita perlu memiliki pengetahuan yang baik mengenai topik itu. Untuk menulis tentang “Bahaya obatobatan bagi remaja”, sebelumnya kita mesti memahami seluk-beluk obat-obatan tersebut. Akan tetapi, pemahaman itu bukan berarti harus bersifat empirik.
Topik jangan selalu baru. Baru, sekalipun relatif, mengakibatkan bahan pendukung (data dan informasi) sulit di cari. Artinya, data dan fakta objektif tidak kita miliki. Kita jadinya akan berkutat di seputar subjektivitas belaka, anganangan dan bahkan impian. Dengan demikian, topik kita hendaknya memiliki sumber acuan yang akan memberikan informasi mengenai pokok
masalah 98
yang
akan
kita
tulis.
Bayangkanlah,
bagaimana
kita
akan
mengembangkan topik “Perjalanan rahasia George
W.Bush
ke
Irak
dalam
rangka
memperingati hari thanksgiving”, sementara perjalanan baru berlangsung dua hari lalu?
99
Pena Terasing oleh : Maya Adinar
Keterasingan membuat saya merasa terbelenggu oleh kehidupan. Kadang terasa tidak adil ketika hidup saya yang stabil dan nyaman dirombak oleh takdir yang mengharuskan saya menjalani kehidupan – kehidupan baru yang asing. Namun setidaknya saya dapat memulai dan memberanikan diri untuk melanjutkan kemahiran goresan pena sehingga kini dapat membantu dan menunjang kehidupan serta untuk masa depan cerah. Saya awali goresan pena dengan pengalaman terasing dari kehidupan yang tidak pernah terduga. Barito Selatan, tepatnya daerah Buntok Kalimantan Tengah. Sebuah kota kecil diujung kabupaten menjadi saksi jatuhnya tinta pertama yang termuat di majalah “MAMETA” (Majalah Menengah Pertama). Sebuah majalah bulanan sederhana yang di peruntukkan untuk siswa – siswi menengah pertama di daerah itu. Mutasi
ayah
yang
membuat
keluarga
kami
meninggalkan hiruk pikuk masyarakat berkebudayaan Jawa 100
Timur dengan aksen khas kota Gresik dan berpindah ke tempat sepi dan berbalik seratus delapan puluh derajat. Meninggalkan semua kehidupan rutin, Kerabat, kampung halaman, dan pondok tercinta merupakan sesuatu yang berat. Terlebih lagi kondisi saya yang masih dalam tataran Sekolah Menengah Pertama, kelas dua semester ke dua membuat situasi dan kesanggupan dalam beradaptasi jauh berkurang. Pertama menginjakkan kaki di bumi ber-rawa itu, tersurat perbedaan yang signifikan dalam bermasyarakat dan berkebudayaannya. Mulai dari agama, tiga agama mayoritas yang tersorot adalah Islam, Nasrani dan Kahayanan. Penduduk asli kota Buntok mayoritas beragama Nasrani, masyarakat pendatang baik berasal dari Jawa maupun dari kabupaten lainnya mayoritas beragama Islam. Sedangkan masyarakat dari pedesaan adalah beragama Kahayanan. Rumah dan bangunan serta jembatan yang semuanya berdiri diatas rawa – rawa membuat keadaan semakin khas. Gerakan dan derik antar kayu yang bergerak ketika terinjak menjadi bagian dari alunan tiap detik waktu yang terlewat. Ketika ada suara babi yang riuh di pekarangan tetangga, maka 101
akan jadi pertanda bahwa sebentar lagi si empunya akan menyelenggarakan pesta. Banyak kenangan tentang proses belajar mengajar yang telah mengakar dari tahun ke tahun. Seluruh kota adalah sebagian besar berawa membuat hujan menjadi kendala sekaligus anugrah bagi seluruh siswa – siswi. Ketika sungai barito meluap dan rawa penuh air, sekolahan beserta akses menuju ruang belajar banjir. Terlebih lagi ketika hujan badai dan petir melanda, tak kenal siang maupun malam. Tidak ada hiburan, Water boom, Mall, pusat perbelanjaan Modern, maupun obyek wisata. Hanya ada sungai yang terbentang luas menjadi salah satu tempat hiburan masyarakat. Sungai Barito akan menjadi pantai pasir putih ketika air sungai surut. Sebaliknya, akan menjadi kolam raksasa yang sanggup menenggelamkan orang dewasa ketika air pasang. Pasar yang terbagi menjadi dua area, yakni area basah, berdiri diatas sungai ketika mulai pasang, berisikan sayur mayur dengan harga dua kali lipat serta ikan, ayam, bebek maupun udang sungai yang seukuran paha orang dewasa. Di tengah kota terdapat pasar modern yang berisi dagangan kering. 102
Keadaan yang asing membuat saya tertertekan. Terlebih lagi ketika pertama pindah saya sekeluarga dihadapkan oleh musim ulat bulu. Ditiap jengkal serambi rumah, mobil, maupun jendela terdapat ratusan bahkan ribuan ulat bulu yang menyebar merata. Hal ini membuat saya semakit stress. Seorang guru matematika yang melihat potensi saya membimbing dalam menulis. Beliau mengharuskan saya menulis kegiatan dan kejadian yang telah terlewat dalam sebuah buku. Perlahan tapi pasti, kebudayaan asing, kehidupan asing, situasi asing, gambaran kehidupan asing, mlai dari yang biasa sampai ter-ekstrem saya tuliskan. Bermula dari nilai matematika saya yang turun sangat drastis jika dibandingkan bulan awal masuk ke sekolahan baru itu. Guru matematika itu secara privat menawarkan saya untuk les matematika. Namun, sampai tiga bulan selanjutnya, masih belum ada perkembangan yang signifikan. Akhirnya beliau mengharuskan saya menulis minimal tiga ratus kata dalam buku diary, tentang semua yang saya rasakan. Lambat laun saya merasa menemukan cara mengusir keterasingan terhadap 103
lingkungan baru tempat hidup saya. Puluhan buku diary masih tersimpan rapi dalam lemari kamar saya. Hinga suatu ketika, guru matematika memberikan sebuah majalah kepada saya, beliau berpesan agar mulai menulis untuk menunjukkan diri saya yang sebenarnya. Dengan keadaan saya yang menggunakan jilbab ditengah 900 siswa SMPN 1 Dusun Selatan/ Buntok, namun tetap survive apa adanya itu, beliau ingin murid–murid didiknya yang mempunyai keinginan untuk berjilbab dapat berani melakukannya. Awalnya saya tidak tertarik dengan dunia tulis – menulis. Yang ada dipikiran saya, akan sangat banyak aturan dalam penyampaian perasaan serta maksud yang ada diotak saya. Akan banyak editing–editing yang merusak kata demi kata yang ingin saya pergunakan. Banyak hal yang akan terbuang karena tidak layak muat dalam majalah itu, dan saya takut merasa kecewa. Sampai ketika terjadi banjir bandang dilingkungan itu. Membuat inspirasi saya dalam menulis hilang sewaktu banjir bandang menelan rumah guru matematika itu dan akhirnya meninggalkan kami. Keinginan terakhirnya adalah ketika saya 104
dengan memakai jilbab menjadi sebuah cerita mengalahkan ratusan cemooh orang – orang disekitar saya dan keteguhan menjadi satu – satunya siswi berjilbab di kompleks pelajar termuat di majalah khusus tingkatan SMP. Keinginan guru matematika itu saya wujudkan dalam bentuk puisi dan termuat di majalah seperti yang diinginkannya. Kini, saya melanjutkan perjuangan dalam menuntut ilmu sesuai dengan objek yang saya minati, yakni Program Studi Ilmu Komunikasi di luar pulau Jawa kembali. Cara–cara adaptasi dengan menggunakan “Pena Terasing” yang telah diajarkan almarhumah guru matematika yang sangat membantu saya dalam berbagai hal. Sering tugas luar kota yang mengharuskan saya luwes dengan kebudayaan dan keterbatasan kota – kota tersebut membuat tulisan makin beraneka ragam. Banyak makna kehidupan yang dapat menggantikan guru matematika mendampingi saya dalam menggoreskan pena dimasa kini serta masa mendatang. Ketika saya mulai menekuni bidang fotografi sebagai hobi sekaligus mengasah kemampuan dan kemahiran 105
mengambil gambar, saya selalu mencari makna–makna kehidupan yang terselip di tiap foto yang diambil. Semakin banyak foto terkumpul, semakin banyak pula imaji yang tercipta. Mengungkapkan realita yang sebenarnya adalah suatu kebanggaan
tersendiri
bagi
saya.
Sederet
kisah
dan
pengungkapan realita versi saya selalu menuai kritik dan koreksi dari pihak – pihak disekitar. Hal ini membuat saya lebih senang terus berkarya dan mencurahkan segala yang dirasa, dilihat serta dijalani kedalam folder pribadi yang hanya orangorang tertentu saja yang bisa membacanya. Kini, menulis adalah salah satu kewajiban agar jiwa dan hati saya terasa tenang.
106
Menulis Adalah Hidupku oleh : Nurul Saat kecil, aku melihat salah seorang keluargaku sedang asik menulis. Dialah ayahku, beliau terlihat begitu sangat berkonsentrasi dan berhati-hati. Aku tidak mengerti, apa yang sebenarnya sedang ayahku tulis. Sehingga membuat kening ayahku mengkerut. Bertambah tahun bertambah pula usiaku. Saat itu usiaku adalah lima tahun, dan tiba saatnya aku bersekolah. Aku begitu sangat antusias saat aku tahu bahwa aku akan bersekolah di Taman kanak-kanak. Saat itu aku melihat banyak sekali macam macam permainan didalam sekolahku. Itukah yang dinamakan dengan sekolah? mengapa aku begitu sangat antusias untuk bersekolah?. Ternyata aku sangat ingin bersekolah, karena aku melihat begitu asyiknya bila melihat orang-orang disekitarku menulis sehingga membuatku sangat ingin sekali mengetahui cara menulis. Hal itu timbul karena rasa penasaranku ketika aku melihat orangorang disekitarku, seperti; ayahku yang waktu itu sangat serius sekali dan terlihat asik sekali menuliskan sesuatu. Bel berbunyi, tanda jam kelas dimulai. Aku tidak tahu apakah yang akan 107
kulakukan, teman-temanku dan guruku. Guruku mengambil sepotong kapur lalu menggoreskannya keatas papan. Tulisan itu sangatlah indah dimataku, tulisan itu menggambar eloknya lambaian tangan guruku. Itu kah sebuah tulisan? “Rasa penasaranku bertambah”. Aku terus memandangi tulisan itu, meski tidak ku mengerti baca dan artinya. Itu membuatku benar-benar semakin ingin belajar menulis. Waktu pun belum berjalan, guruku mengajariku satu per satu abjad dan angka. Menulis tidak semudah yang aku kira, satu per satu aku diajarkan menulis huruf, a, b, c, d, hingga z. Sulit bagiku untuk menirukan tulisan huruf “a” yang guruku sedang contohkan padaku. Walaupun sulit aku terus berusaha, “kamu pasti bisa nak!” itulah kata ibuku. Aku terus bersemangat dan terus berusaha. Hari-haripun mulai berlalu, aku masih saja berada diatas kesulitanku. Suatu ketika, akhirnya akupun dapat menulliskan huruf-huruf dan abjad-abjad itu dengan baik walaupun tidak sebagus tulisan guru TK ku. Kini aku telah memasuki sekolah dasar. Didalamnya tidak ada lagi mainan. Jangankan bermacam-macam, satu macampun tidak ada. Tidak ada lagi nyanyian-nyanyian serta 108
permainan. Semuanya berubah. Suasana, tempat, teman, juga gurunya. Hari pertama aku sekolah dasar. Aku berangkat dengan langkah kaki yang semangat sambil bernyanyi disetiap langkahku. Setibanya disekolah aku berkenalan dengan temanteman baruku. Semakin hari aku semakin terbiasa dengan lingkungan sekolahku. Aku juga semakin senang untuk bersekolah. Hingga suatu hari tepatnya saat aku duduk di kelas dua Sekolah Dasar. Saat itu aku lelah selesai melalui hari liburan kenaikan kelas. Hari kedua adalah hari dimana ada pelajaran bahasa Indonesia. Guru sastraku memulai pengajarannya dengan bercerita saat mempergunakan waktu liburannya. Setelah selesai bercerita, kemudian guruku menyuruh saya dan teman-teman untuk menuliskan kisah liburan yang dilakukan. Sontak aku kaget ditambah bingung. Aku bertanya pada diriku sendiri apa yang harus aku lakukan. Aku bingung harus memulai cerita ini dari mana. Aku terus berpikir dan tidak tahu bagaimana cara mengawalinya. Dengan keteguhan hati yang besar aku terus mengerjakannya. Bel tanda pelajaran berakhirpun berbunyi, tetapi aku belum juga menuntaskan pekerjaanku. Setibanya dirumah, aku bercerita pada kakakku 109
mengenai tugas dari guru sastraku. Tentu saja ia ingin membantu dan akhirnya tugaskupun terselesaikan. Hari menjelang pagi itulah saatnya aku pergi kesekolah. Guru sastraku menyuruh aku dan teman-temanku untuk membacakan cerita yang sudah kami tulis didepan kelas. Aku membacanya dengan penuh keseriusan dan guruku berkata, “liburan yang menyenangkan”. Membuat suatu karangan ataupun membuat suatu tulisan tidaklah semudah yang aku kira. Kegiatan semacam itu terus ada disetiap pelajaran disekolahku. Sekolah Dasar, sekolah Menengah Pertama, kegiatan itu selalu ada. Aku selalu mengalami kesulitan yang sama yaitu tidak tahu cara mengawali sebuah cerita dan cara mengarang alur yang akan aku ceritakan. “oh Tuhan, ternyata menulis itu sangat sulit, aku tidak berbakat untuk menulis.” Keputus asaanku semakin kuat. Hari-hari bersekolahku terus berlalu. Tetapi aku terus menjalaninya dengan penuh semangat. Kini aku telah beranjak remaja. Aku beropini bahwa berhitung lebih menyenangkan dan lebih mengasikkan, 110
daripada harus menulis ataupun mengarang. Opiniku tentang hal itu adalah menulis sangat membosankan memberiku titik kejenuhan
dalam
belajar
dan
benar-benar
tidak
menyenangkan. Kesulitan akan hal itu selalu ada saat pelajaran Bahasa Indonesia, memulai materinya dengan pengalaman atau bercerita. Aku tidak suka sekali menulis. Saat harus menulis sesuatu, aku merasakan hal bagaikan jatuh dari atas pohon dan aku ingin teriakkan kata “menulis itu menakutkan”. Namun, suatu ketika aku mengenal suatu materi yaitu puisi. Guruku menggambarkan suatu puisi padaku tentang cara menuliskannya, cara membuatnya dan cara membacanya. Pembuatan puisi bagiku adalah sesuatu yang sangat mudah untuk dimengerti. Tidak perlu bingung untuk mengawalinya karena semuanya sudah tertata rapi dalam ingatan. Puisi pertama yang aku buat adalah suatu puisi yang menjelaskan bahwa aku kini tidak takut untuk menulis. Puisi itulah yang mengawali aku suka menulis seperti halnya orang lain. Satu per satu waktu terus kujalani. Menulis bukanlah suatu kendala lagi bagiku. 111
Hari pertama masuk sekolah, kini aku telah berada di Sekolah Menengah Atas. Menulis bukanlah hal yang menjadi kendala lagi. Menulis memang bukanlah hobi untukku. Namun menulis akan tetap ada dalam setiap perjalanan hidupku. Tugas-tugas
sekolahku
mulai
menumpuk.
Mulai
dari
matematika, IPA, IPS, Bahasa Asing. Semua itu tidak membuatku enggan untuk belajar menulis. Hasil tulisanku memang jauh sekali dari kata sempurna, sebab itu aku terus berusaha. Dari semua yang selalu aku kerjakan menulis selalu membantu aku, saat aku menulis aku dapat merasakan ketenangan hati. Tidak aku buat dalam bentuk diari, tidak juga dalam bentuk puisi maupun cerpen. Namun aku selalu mengemas ceritaku dalam bentuk tulisan yang aku tulis dalam secarik kertas yang kemudian aku terbangkan impiannya agar Tuhan dapat membaca isi hatiku. Menulis juga aku gunakan untuk mencatat waktu luangku. Namun aku gunakan di sosial media yang ada, sebagai tempatku mengarang. Dengan maksud agar siapa saja yang membaca tulisanku dapat memahami, mengerti, dan dapat merasakannya juga. Serta
112
dapat menjadi gambaran ataupun tujuan yang sama bersama impian yang berbeda. Kini
menulis
adalah
suatu
kebiasaan
yang
berdampingan dalam jalan hidupku. Bukan cita-cita bukan juga suatu hobi namun merupakan kebiasaanku. Jika dulu aku pernah berkata menulis itu membosankan, menjenuhkan, bahkan menakutkan, sekarang aku akan katakan dan beritahukan pada semuanya bahwa menulislah berkaryalah dengan goresan bolpoin yang ada ditanganmu. Apakah kita bisa lari dari yang namanya menulis?. Jawabannya tentu tidak, disetiap kehidupan kita mengandung berbagai macam cerita dan kegiatan dan saat itulah sebuah tulisan pasti ada mendampingi hidup kita. Percayalah menulis tidak akan merugikan dirimu sedikitpun, namun akan memberikan ketenangan hati dan jiwa. Ketenangan yang tak dapat kamu temukan. Jadi, ayo menulislah mulai dari sekarang bersamaku dan jangan pernah ada kata “menyerah” dan “menyesal”.
113
Kontribusi Cendekiawan Muda oleh : Okky Perdana Putra
Istilah cendikiawan yang sudah umum dan sering kita dengar, yang dilihat sebagai suatu hal yang sangat bagus dalam asumsi kita. Cendikiawan atau orang yang mempunyai jiwa intelektual yang luas dengan pemikiran-pemikiran ilmiah yang menjadi keinginan dan sesuatu hal yang menggebu-gebu serta diidam-idamkan. Banyak terdapat jiwa-jiwa berintelektual tinggi di zaman yang modern seperti sekarang ini, tapi masih sedikit sekali cendikiawan berintelek tinggi yang benar-benar berguna bagi masyarakat, yang benar-benar berkontribusi nyata kepada masyarakat. Apa gunannya memiliki intelektual tinggi tetapi tidak dapat disalurkan dengan baik kepada masyarakat. Bahkan ada yang tidak tersalurkan sama sekali atau hanya untuk kepentingan diri sendiri. Begitu miris-nya dan egoisnya jiwa-jiwa ini. Banyak para intelek yang sombong dan bangga terhadap dirinya sendiri atas ilmu yang mereka miliki. Mereka merasa
dengan
hasil
besar 114
membawa
kemakmuran,
kemakmuran apa?. Untuk dirinya sendiri, bukannya kemajuan yang didapat, tetapi kemerosotan moral yang terjadi. Makanya masih banyak disana sini kesenjangan yang terjadi. Hal ini menunjukan masih sedikitnya kepekaan sosial dan juga menunjukan pentingnya kontribusi terhadap masyarakat yang secara otomatis memajukan bangsa dan negara tercinta ini. Kontribusi sendiri tidak terbatas dengan hal-hal ini-itu, tetapi memikirkan sesuatu hal yang baru, produktif dan dapat dinikmati serta berguna bagi masyarakat adalah suatu hal yang kontribusi, apapun itu! Besar ataupun kecil, dan sederhana maupun megah. Jadi tedapat banyak sekali peluang yang bisa dilakukan untuk berkontribusi kepada masyarakat, walaupun bukan seorang cendikiawan sekalipun. Bentuk-bentuk kontribusi sendiri yang abstrak karena setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk menjadi sesuatu yang berguna bagi orang lain. Kontribusi tidak harus mengadakan suatu kegiatan, tetapi dengan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat pun adalah kontribusi. Jadi dengan kontribusi, menentukan pandangan dan peran kita dalam masyarakat. Walaupun seorang itu tidak berintelektual 115
luas, tetapi ia berpartisipasi dan berkontribusi ke dalam masyarakat, akan lebih dipandang baik oleh masyarakat daripada seorang yang berintelektual luas tetapi hanya berdiam diri, tidak menggunakan jiwa dan kelebihannya kepada masyarakat. Pemuda-pemudi adalah salah satu harapan bangsa, disaat itulah semangat masih menggebu-gebu, waktu masih lapang, pikiran masih jernih, dan banyak hal yang bisa dilakukan di masa ini. Orang yang berkecukupan saja ilmunya bisa menjadi sosok yang besar karena langkah awalnya dengan berani berkontribusi. Sekarang banyak cendikiawan yang berintelektual luas, hanya saja mereka tidak ada keberanian untuk terjun ke masyarakat. Banyak cendikiawan yang berintelek luas juga memiliki keberanian tetapi dia egois, mementingkan diri sendiri. Bahkan ada yang rela membodohi orang lain ataupun masyarakat hanya untuk kepentingan dan keinginan dirinya sendiri. Itulah kebanyakan jiwa intelektual Indonesia. Penyalahgunaan ilmu sekarang ini banyak sekali terjadi. Intelektual yang seharusnya memajukan bangsa dan negara Indonesia, tetapi banyak intelek yang menggunakannya 116
untuk kepentingan dirinya sendiri. Korupsi, jual beli hukum, dan sebagainya sangat sering kita dengar di negara ini, sampai panas telinga ini mendengar isu-isu yang tidak kunjung tuntas penyelesaiannya. Hukum sudah tidak tegak lagi. Moral sudah tak berarti lagi. Semua itu hanya karena egoisme kepentingan diri sendiri. Disinilah masyarakat berharap besar kepada munculnya sosok cendikiawan muda yang intelektual, prestasi, dan kontribusi, yang diimbangi dengan spiritual. Maka dari itu, jiwa-jiwa intelektual perlu digugah kembali. Menjadikan cendikiawan dengan intelektual yang dimilikinya dapat tersalurkan dan teraplikasikan dengan baik kepada masyarakat. Karena masyarakat tidak bisa menunggu, tetapi hadirlah para cendikiawan muda yang berpengaruh tanpa egoisme, yang intelektual, prestasi, kontribusi, spiritual, yang benar-benar berguna bagi masyarakat. Dengan jiwa-jiwa seperti inilah yang akan membawa kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara. Para cendikiawan muda, kalau bukan kita siapa lagi. Cendikiawan muda yang berakhlak mulia adalah harapan utama masyarakat Indonesia, yang memajukan dan patut menjadi contoh bagi masyarakat dan generasi-generasi 117
penerus. Jiwa yang membawa kepada perubahan juga menjadi salah satu harapan masyarakat dan bangsa ini untuk menjadi yang lebih baik dan produktif. Orang berpengaruh sangat dibutuhkan sekarang ini untuk mengelola dan memajukan masyarakat, karena sumber daya manusia di Indonesia belum mencukupi untuk mengolah kekayaan sumber daya alam yang ada. Maka dari itu masyarakat membutuhkan sosok pembimbing untuk menuntunnya menuju hal-hal yang lebih baik dan produktif. Salah satu sosok pembimbing yang menjadi orang berpengaruh adalah para cendikiawan yang berani berkontribusi secara nyata kepada masyarakat. Salah satu modal untuk merangkul hati masyarakat adalah dengan akhlak mulia yang harus dimiliki oleh para cendikiawan, yang menjadi landasan kepercayaan masyarakat akan para cendikiawan. Dengan kepercayaan, cendikiawan akan mudah mengelola masyarakat untuk melangkah lebih maju dari sebelumnya. Untuk menjadi sosok seorang yang berakhlak mulia adalah dimulai dari diri sendiri. Karena ia harus konsekuen antara keyakinan, pembicaraan, dan perbuatannya. ia harus mampu memimpin dirinya sendiri, selalu introspeksi 118
diri, hingga benar-benar mampu menunjukan bahwa dirinya pribadi yang baik, disukai dan dipercaya masyarakat. Sehingga ia siap untuk memimpin orang lain. Masyarakat akan mempunyai respect positif terhadap orang-orang yang seperti ini. Dengan para cendikiawan yang berkontributif secara nyata diharapkan mengangkat derajat Sumber Daya Manusia (SDM), mampu membimbing dan memajukan masyarakat. Tidak peduli seberapa besar hasil dan pengaruh cendikiawan terhadap kemajuan masyarakat yang dikelolanya, tetapi melalui proses yang mereka hadapi, dan keberanian mereka berkontribusi sudah menjadi hal yang sangat besar untuk mewujudkan kejayaan masyarakat Indonesia.
119
Arti Penting Tulisan oleh : A. Azis Wijaya Putra
Menulis adalah sesuatu yang sederhana dan biasa dilakukan hampir semua orang di dunia. Menulis surat, menulis nota, menulis cerpen, bahkan yang hanya sekedar mencoret. Namun tidak semua orang bisa menulis dengan pemaknaanpemaknaan agar bisa dinikmati oleh yang membaca tulisan tersebut. Menulis dengan pemaknaan-pemaknaan tertentu memang bukanlah hal yang mudah. Perlu konsentrasi dan feeling yang tajam untuk menghasilkan tulisan yang benarbenar bagus. Tidak hanya pada penulisan cerpen, poin-poin di atas juga wajib ada pada setiap penulisan suatu karya tulis. Tidak semua orang memiliki konsentrasi dan feeling yang sama dalam kegiatan menulis. Itulah yang menyebabkan adanya sudut pandang yang berbeda antara penulis satu dengan penulis yang lainnya. Namun bukannya sudut pandang itu menjadikan satu tulisan menjadi tidak bagus, justru adanya sudut pandang yang berbeda-beda itulah yang menjadikan dunia menulis tidak stagnan dan selalu menarik. 120
Orang tua saya keduanya berkecimpung di dunia pendidikan menengah sejak mereka belum mengenal satu sama lain. Ayah seorang guru honorer sebuah Sekolah Menengah Pertama swasta, dan ibu sebagai staf tata usaha di sekolah yang sama. Mungkin jika dibayangkan sekilas, dunia mereka tidak jauh dari dunia menulis. Menulis ujian, data siswa, rapot, atau bahkan ijazah para siswanya. Tapi kegiatan menulis hanya sebatas itu, dan itupun karena kewajiban mereka dalam pekerjaan. Semenjak kecil saya tidak mempunyai bakat untuk menceritakan sesuatu kepada orang banyak, baik lisan, maupun tulisan. Saya hanya senang bercerita secara lisan kepada ibu saya, atau nenek. Karena itu, saya tidak terbiasa untuk menuliskan sesuatu yang berarti. Jangankan untuk menulis suatu penggambaran, pada saat pertama belajar menggoreskan pensil di secarik kertas pada saat duduk di Taman Kanak-kanak, saya adalah salah satu anak yang paling akhir untuk menyelesaikan tugas menulis dari guru. Tidak hanya saat itu, hal serupa seringkali terjadi hingga tahun terakhir di Taman Kanak-kanak.
121
Hingga SD, pada tahun pertama, dapat dikatakan saya adalah anak yang mempunyai kelebihan verbal di kelas, namun mempunyai kekurangan pada pengolahan pena. Kelebihan disini dalam arti selalu banyak bicara sendiri dengan teman dibanding memperhatikan guru. Oleh sebab itu, di tahun-tahun pertama memakai seragam putih merah, prestasi saya tidak terlihat oleh kedua orang tua. Setelah tahun ketiga, ibu lebih banyak waktu dirumah, dan dari situlah kemampuan saya dalam mengolah pena mengalami perkembangan. Kesukaan akan tulisan mulai muncul, karena pekerjaan-pekerjaan rumah yang diberikan guru. Tetapi dibanding saya harus menghitung serta menghafal perkalian dan pembagian, lebih baik saya menulis untuk mata pelajaran yang lain. Kebiasaan-kebiasaan itu terus berkembang hingga tahun terakhir saya berseragam putih biru. Lebih suka menuliskan sepuluh sampai dua puluh huruf, daripada menuliskan satu sampai sepuluh angka pada selembar kertas yang ada di depan saya. Kebiasaan itu membuat saya sedikit demi sedikit mulai bercerita kesana kemari di lembaran kertas usang sisa pembuatan soal untuk anak didik ayah. Apalagi 122
ketika pertama kali ayah membelikan perangkat digital berpentium 1 di tahun terakhir Sekolah Dasar. Semuanya seolah ingin dituangkan pada sebuah tampilan lembar Microsoft Word ’98. Entah itu tentang cinta monyet pribadi, tentang cerita seram karangan orang kampung, atau bahkan hanya sekedar membuat susunan-susunan beberapa kata yang tidak memiliki maksud dan tujuan yang jelas dengan bentuk variasi-variasi bentuk dan warna huruf yang lebay. Semua itu menurut saya sebuah awal ketertarikan pada produk pena dari pada produk bibir. Pertama kali melakukan kegiatan menulis dengan pemaknaan-pemaknaan tertentu, karena ada tugas untuk menulis satu artikel pada waktu sekolah di tingkat pertama di bangku SMP. Bisa dikatakan semua itu berjalan dengan keterpaksaan karena jika tidak mengerjakan tugas, maka tidak akan mendapatkan nilai. Untuk pertama kali menulis, yang bisa dikatakan benar-benar menulis, tulisan saya bisa dikatakan semrawut dan tidak ada fokus pada suatu obyek. Pada saat itu saya sedikit tidak peduli, yang penting sudah mengerjakan sesuai dengan ketentuan fisik tulisan yang diberikan oleh guru. 123
Pada saat berseragam putih biru itulah saya mulai terbiasa untuk menulis artikel, cerpen maupun dialog-dialog drama, dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Sering menulis karena tugas juga banyak, walaupun kualitasnya masih belum bisa dikatakan tulisan bagus. Namun menurut wali kelas, dibandingkan dengan tulisan pada waktu pertama kali menulis, itu sangat jauh sekali perkembangan positifnya. Waktu itu siswa SMP di kota saya seakan diberikan fasilitas menulis dengan adanya majalah-majalah remaja maupun anak-anak yang mau menampung karya tulis siswasiswi tersebut. Dari trend itu pula saya mulai tertarik dengan menulis
artikel-artikel
ringan,
walaupun
jumlah
yang
diterbitkan majalah tidak sebanyak jumlah jari tangan kanan. Tetapi menurut saya, disitulah letak motivasi, walaupun jika misalnya seorang sastrawan bahasa Indonesia mengoreksi tulisan yang saya buat, mungkin tidak akan terima dengan bahasa-bahasa yang digunakan karena sangat amburadul-nya tulisan itu. Pada waktu saya duduk di bangku sekolah menengah kejuruan, saya kurang sering menulis, karena ada hal lain yang 124
menurut saya menarik. Saya sekolah di jurusan yang mendukung kesukaan pada dunia digital. Dari sekolah kejuruan tersebut, saya jadi lebih tertarik dengan hal-hal yang berbau teknis komputer dan pekerjaan yang berhubungan dengan lapangan dan aplikasi secara langsung. Saya hanya menulis ketika benar-benar senggang dan itupun tidak sebanyak pada waktu berada di bangku Sekolah Menengah Pertama. Hingga waktu kuliah kualitas tulisan saya tidak banyak berubah. Tetap seperti itu, dan tanpa tahu lagi apa yang kurang dari tulisan saya. Hanya jika ada tugas menulis, saya menulis saja, dan sekali lagi tidak ada koreksi tentang tulisan. Namun lama-kelamaan, karena tugas menulis di bangku perkuliahan tidak seperti pada bangku Sekolah Menengah Kejuruan, saya terbiasa untuk menulis lagi. Apalagi pada konsentrasi ilmu yang saya ambil, terdapat beberapa mata kuliah yang orientasinya memang untuk menulis seperti Teknik Membaca dan Menulis Berita, Produksi Media Cetak, Produksi Media Radio, Public Speaking, serta yang saat ini saya jalani yaitu Penulisan Artikel Populer. Hernowo, seorang sastrawan dan penulis terkenal mengutip suatu pertanyaan dari khalifah 125
Islam, Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan bahwa ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Dengan menuliskan sesuatu, kita akan mengingat apa yang kita tulis, apakah itu sebuah ilmu yang sudah ada, ataupun sebuah ilmu bagi diri kita sendiri yang dapat memotivasi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Dari situ saya mengambil poin penting tentang menulis. Tulisan yang bagus bukan karena kita mempelajari teori-teori yang ada tentang menulis, tetapi bagaimana kita berlatih menulis, dengan melatih konsentrasi kita pada apa yang akan kita tulis dan melatih ketajaman feeling kita dalam menulis. Menulis bukan soal bagaimana kita menyusun sebuah kata hingga secara tata bahasa benar dan bernilai sastra, tetapi bagaimana luasnya pikiran dan hati kita dapat tertuang dalam secarik benda tipis berwarna putih dengan tinta hitam yang membuatnya menjadi sangat jelas. Apa yang kita pikirkan tidak hanya tertuang setetes, atau dua tetes, tapi sebanyakbanyaknya, sebebas-bebasnya, apa saja yang ada dalam pikiran dan hati kita. Dengan begitu sebuah tulisan akan memiliki nilai secara
sendirinya,
tanpa
seseorang
126
memaksa
untuk
memasukkan hasil goresan penanya pada kotak nilai sastra yang amat luas penjabarannya.
127
Fenomena Plagiasi Bagi Sebuah Karya Tulisan oleh : Quryatul Plagiasi, satu kata yang cukup menggemparkan pikiran dan perasaanku. Sungguh, aku begitu takut dengan kata-kata ini untuk mulai menulis. Plagiasi, satu kata yang kata dosenku adalah tindakan kriminal dalam menulis membuatku seakan tak ingin menulis. Aku merasa sedikit bingung untuk menulis, baik menulis di media cetak maupun on line. Nanti aku akan di penjara oleh pihak-pihak yang mengatur tulisan orang kalau ketahuan mem-plagiasi. Cukup antik bagiku bila harus memplagiasi tulisan orang karena dikatakan tidak kreatif. Namun, jauh dalam benakku; jika aku memplagiasi tulisan orang, mungkin aku menjadi orang malas dan pada akhirnya menjadi bodoh. Sungguh aku tak ingin menjadi seperti itu. Plagiasi, plagiasi lagi. Di benakku saat ini dipenuhi dengan kata yang satu ini. Gara-gara kata ini juga membuatku cukup anti untuk mulai menulis. Sebenarnya aku ingin menulis di sebuah buku dengan sampul yang berwarna biru. Ingin kutuangkan kata demi kata di 128
buku yang bersampul biru tentang pengalaman dan kejadiankejadian yang akan kutemui nanti. Berbicara tentang sampul biru memang telihat biasa saja, namun bagiku ini cukup unik. Sederhana memang mengapa aku nanti menulis pengalamanku di buku yang bersampul biru, jawabannya adalah karena aku sangat suka dengan warna ini. Kata orang warna ini menunjukkan warna angan-angan yang tinggi. Pemaknaan terhadap
makna
mengartikannya.
tergantung Yang pernah
dari aku
kita
sendiri
tahu, warna
yang biru
menunjukkan kalau kita bercita-cita tinggi. Kembali lagi ke plagiasi. dosen yang mengampu suatu mata kuliah memintaku dan teman-teman yang lain untuk menulis. Menulis tentang pengalaman pertamaku menulis. Dalam beberapa menit, memori ingatanku tentang masa lalu mulai kuingat. Masa di mana aku mulai pertama menulis. Ketika itu aku sedang menyendiri dan kesepian di dalam kamar tempat aku tinggal. Aku tinggal di rumah dosen. Tempat aku tinggal sementara karena sedang kuliah di Kampus yang paling megah di wilayah Madura, Universitas Trunojoyo Madura. Waktu itu, aku tidak punya Handphone (HP), tidak ada hiburan dan aktivitas apapun 129
yang kulakukan selain tidur. Karena bosan tidur, akhirnya aku coba-coba menulis sejarah hidupku mulai dari kecil sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). “Ternyata sangat sulit”, gumamku dalam hati. Mungkin ini karena aku tak pernah menulis walau hanya sekedar catatan harian. Selang beberapa menit, aku mulai mengambil dan membaca sebuah buku dengan judul Emotional and Spiritual Quation yang ditulis Ary Ginanjar. Sungguh, bagiku, bahasa dan kosa kata yang digunakan senada dengan suara hati manusia. Sangat menyentuh dan begitu sederhana sehingga mudah dipahami dan sangat membangun. Kata-katanya begitu indah. Kira-kira tiga puluh menit kemudian, aku tutup buku itu dan aku mulai mencatat ulang apa yang aku baca tadi dengan menggunakan bahasaku sendiri. Walau masih agak sulit karena aku sudah jarang mencatat namun tetap aku paksakan. Aku yakin aku bisa lancar menulis jika aku berlatih untuk menulis minimal lima menit setiap harinya. Aku dengan lancarnya mencatat ulang apa yang aku baca dari buku Ary Ginanjar. Aku yang mencatat dengan bahasaku sendiri membuatku ingin menulis sesuatu hal lain yang menjadi langkah awalku untuk 130
menulis, yakni mulai dari sederhana saja dulu; apa yang kulakukan hari itu. Aku mulai menuliskan aktivitas-aktivitasku saat itu. Mulai dari bangun tidur ketika ayam belum berkokok sampai aku bosan dengan aktivitas tidurku. Aku menuliskan aktivitasaktivitas seperti sholat tahajjud saat bangun tidur pada dini hari, shalat witir, mengaji, membaca buku karya Ary Ginanjar karena buku unik yang aku punya saat itu adalah buku ini, kemudian tidur lima belas menit, lalu kudengar suara adzan shubuh berkumandang, kemudian bergegas ke masjid, mengaji lagi, membereskan tempat tidur dan melakukan aktivitas di dapur dan halaman, mandi, shalat dhuha, mengaji, sampai tak ada aktivitas apa-apa lagi selain tidur karena waktu itu kuliah sedang libur. Setelah menulis tentang aktivitas-aktivitas harianku lalu aku menulis sedikit demi sedikit peristiwaperistiwa unik yang kualami. Setelah aku menulis cukup banyak tentang peristiwa-peristiwa yang kualami lalu aku tutup bukuku. Aku sedikit lega karena dengan menulis kisah-kisah hidupku yang kecil nantinya dapat menjadi catatan yang bisa kubaca di waktu senggang. Membaca ulang setiap kisah 131
hidupku, dapat menjadikanku senang karena aku dapat melalui berbagai peristiwa, peristiwa sulit sekalipun. Kembali memori ingatanku pada kata plagiasi. Aku sedikit enggan untuk menulis bila teringat dengan kata yang satu ini. Walaupun aku menulis sesuatu hal yang kurang menarik, hal yang kecil, dan tidak terlalu berguna tapi setidaknya aku tidak memplagiasi tulisan orang lain. Dalam tulis-menulis aku memang tak begitu mahir, tetapi aku yakin dengan hanya menulis dari sesuatu hal kecil seperti; menulis kegiatan harian yang tentunya tidak memplagiasi tulisan orang lain, aku yakin dapat menghindarkan diriku dari kata enggan untuk menulis karena takut dengan kata plagiasi. Mendengar kata plagiasi, rasanya aku tak ingin memulai untuk menulis yang berat-berat atau yang berkaitan dengan teori yang cukup berat. Aku sedikit takut untuk memulainya. Menulis sedikit demi sedikit akan aku tuangkan dalam buku harianku baik itu hanya berupa pengalaman atau tulisan-tulisan yang teori dan konsepnya ringan dalam kehidupan sehari-hari sampai yang tak berteori sekalipun akan kutulis. Plagiasi, aku harap tak akan menemuinya. Walaupun aku harus melihat tulisan orang lain, 132
akan aku tuliskan kalau tulisan itu merupakan kutipan dari tulisan orang lain. Aku tak ingin melihat dan meniru bila suatu tulisan orang lain itu berada di luar potensiku. Sedikit rumit memang bagiku bila aku mengawali sebuah peristiwa yang ingin kutulis apalagi kalau dibenakku sudah teracuni kata plagiasi. Plagiasi yang mengartikan kalau kita Copas (copy paste) tulisan orang membuatku merasa seperti terjepit di pintu emas. Mengapa di pintu emas? Tulisan yang akan kutulis nanti merupakan hal yang bagus, tetapi sayang sudah ada yang menulis. Kalau sudah ada yang menulis, kalau ditulis ulang, plagiasi namanya. Plagiasi memang bukan merupakan karakter tulisanku. Aku menulis tentang apa yang aku tahu. Aku menulis apa yang ada di benakku. Tulisan apapun itu. Terlebih bila tulisan itu tulisan ringan. Bila tulisan itu berhubungan dengan teori apalagi sulit aku mengerti, maka aku tak lupa mencatat ulang dengan mengatakan kalau itu tulisan kutipan. Pikiranku buntu pada tulisan apa yang akan aku tulis. Aku mulai terus menggali potensiku akan pengetahuan-pengetahuan yang aku punya. Aku menulis dari sesuatu hal yang tak berbobot sampai puisi. 133
Bila berkata tentang puisi, bisa dikatakan aku bisa merangkai puisi dan pernah menjuarai lomba menulis puisi. Teringat lagi dalam benakku tentang pengalaman pertamaku menulis. Saat aku sedih dan merasa kesepian. Aku mulai menulis dari pengalaman sehari-hariku sampai aku menulis tentang kepelikan dan kepahitan hidup yang kualami. Terkadang aku menangis dalam tulisanku. Aku merasa tidak kuat jalani hidup, tetapi aku serahkan semuanya kepada Allah SWT. Aku yakin dengan pertolongan dan kasih sayang-Nya aku dapat melewati masa-masa sulit dan kelak memenangkannya. Aku menulis dari hal yang kecil dalam hidupku sampai peristiwa-peristiwa yang mungkin tidak dialami oleh gadis seusiaku. Aku tetap tegar jalani hidup ini. Selama aku yakin Allah SWT akan memberikanku jalan terindahnya kelak, aku tak akan mencoba mengeluh. Aku yakin dengan tulisan-tulisan yang aku dokumentasikan untuk diriku sendiri, aku akan tersenyum bangga bila kelak aku telah keluar dari kepelikan ini. Aku yakin pula, dengan tulisan-tulisan ini dapat menginspirasi diriku sendiri dan kelak bisa menginspirasi orang-orang yang mungkin akan mengalami apa yang aku alami sekarang. Buntu, saat 134
pikiranku mulai aku kembalikan pada kata plagiasi, aku tak dapat menemukan kata-kata yang dapat aku tuangkan. Mungkin, memang karena aku bukan tipikal orang yang memplagiasi tulisan orang, maka pikiranku tak kan melayang jauh menerAwang tinggi tentang plagiasi. Lalu, aku coba memulai mengingat lagi dan menulis dari awal tentang mengapa aku menulis pada kali pertama. Saat itu aku sendiri berada di dalam kamar, tak melakukan kegiatan apapun selain tidur. Maka dengan iseng-iseng, aku membaca buku, mencatat, dan mulai menulis hal-hal yang lain. Sekarang aku sudah mulai mengingat kembali saat kali pertama aku menulis. Aku menulis tentang kesedihan diriku saat berulang tahun. Saat itu, usiaku genap 19 tahun. Aku tak punya handphone dan tak punya apa-apa. Sangat pelik diriku saat itu. Aku menangis sendirian di dalam kamar, tanpa ditemani oleh siapapun. Tak ada yang mengucapkan ulang tahun padaku. Cukup sedih memang, tetapi apa mau di kata, waktu itu aku memang tidak punya apa-apa. Karena yang kupunya hanyalah buku dan pulpen, akhirnya aku menulis hari ulang tahunku ini yang berbeda 180 derajat dari tahun sebelumnya. Tahun 135
sebelumnya,
aku
bersama
teman-teman
SMA-ku
dan
kekasihku, merayakan ulang tahunku di sekolah. Sungguh indah waktu itu. Tetapi sekarang tidak lagi. Aku menulis waktu itu karena tidak mendapat kado spesial dari orang yang aku sayang, tetapi aku tetap bersyukur karena
Allah
SWT
yang
selalu
menyayangiku
tetap
memberikanku hati yang tegar, kuat, dan tetap jalani hidup ini. Aku bersyukur pada-Nya atas kenikmatan hidup yang telah diberikan. Aku bersyukur dengan hidup yang kualami dulu dan sekarang. Aku bersyukur karena mungkin tak akan kutemui lagi kelak.
Dengan
hidup
yang
kualami
sekarang
dapat
menjadikanku pribadi yang memperjuangkan hidup yang sulit. Saat diriku menulis tentang hari ultahku yang tak meriah, aku merasa dan berpikir itu sudah kado terindah dari Allah SWT untukku karena aku dapat menuliskannya. Dengan menulis, jiwaku yang tegar, semakin terasah ketegaranku. Pikiran dan perasaanku tidak sunyi waktu aku menuliskan hari ultah yang tak meriah. Aku bersyukur yang banyak pada Allah SWT karena dengan tulisan ditulis dapat menghibur jiwaku yang kelam, sedih, merana, dan galau. Teringat pula pada buku motivasi 136
yang ditulis oleh Ary Ginanjar, bahwa selama kita yakin dan percaya akan pertolongan Allah SWT, maka hidup ini akan terasa damai dan tenang walaupun hidup dalam keadaan susah. Tetapi kita harus tetap berpikir dan bercita-cita besar serta berusaha sekuat mungkin untuk meraihnya. Aku bersyukur dengan aku menulis, jiwaku tidak terasa hampa. Apalagi dengan menulis, aku berkomunikasi dengan diriku sendiri dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Tuhan Pencipta alam. Aku bersyukur pula dengan membaca buku motivasi Ary Ginanjar dapat menjadikan tegar dan kuat jalani hidup yang berliku ini. Aku mau setiap momen dan peristiwa yang menimpaku dapat kutuliskan. Tulisanku adalah sejarah hidupku dalam mengarungi hidup yang seperti lautan ini. Kita tidak akan sampai pada tujuan kalau tidak ada petunjuk dari Allah SWT. Dengan aku menuliskan setiap kisah dan perjuangan hidup yang aku tempuh dapat menjadi sejarah hidupku dan semoga kelak dapat aku baca kembali dan dapat kuceritakan pada orang-orang di sekitarku saat aku sukses nanti. Menulis bagiku adalah modal awal dalam mengawali, memperjuangkan, dan memenangkan hidup yang penuh 137
warna. Menulis bagiku ibarat mengikat kuda yang liar. Pada saat kita membaca sesuatu, tentunya otak kita menyerap puluhan bahkan ribuan informasi setiap harinya. Bila kita membaca suatu sumber bacaan, kita akan mudah lupa apabila tidak disertai dengan menulis. Setelah membaca lalu menuliskannya, maka informasi yang kita dapat bisa kita lontarkan kembali dalam sebuah tulisan.
138
Kiai, Santri dan Dunia Politik oleh : Rahelmi Zulkarnain Akbar
Manusia modern di zaman sekarang telah banyak perubahan dalam mengamati suatu partai politik yang akan mereka pilih. Beda pada zaman dahulu , dimana para masyarakat memilih partai politik dikarenakan dibawah kepemimpinan seorang muslim yang taat beragama. Namun di era reformasi ini pandangan tersebut telah terkikis. Hal tersebut dapat dikatakan religius muslim di Indonesia tidak berdampak besar terhadap politik kepartaian. Masyarakat lebih memandang nasionalisme yang dimiliki oleh suatu partai politik daripada partai yang dianggap taat agama namun tidak membawa perubahan atas negeri ini. Pesantren yang terpolitisasi membuat posisi ulama menjadikan terdelegitimasi di mata umat muslim. Pesan kultural dan kebangsaan yang coba dibangun oleh ulama’ melalui pesantren semakin terkooptasi oleh berbagai kepentingan politik praktis.Ulama terseret pada pusaran konflik tersebut sehingga memudarkan kharismatiknya sebagai filter sosial kemasyarakatan. Konflik antarulama 139
tersebut tidaklah dilakukan oleh satu atau dua aktor ulama, namun melainkan terjadi secara berjejaring antar pesantren. Hal ini dikarenakan hubungan yang terjadi antara kiai dan santri dibangun dalam pola patron klien dan bersifat irasional. Kesetiaan dibangun atas dasar ikatan emosional, psikologis dan kadangkala imbas hutang budi yang bersifat ekonomis dari santri pada kiai. Maka, ketika santri tersebut menjadi kiai dan mendirikan pesantren di tempat tinggalnya. Secara tidak langsung santri yang telah menjadi kiai tersebut menjaga hubungan baik dengan kiai gurunya termasuk dalam berpolitik. Kemudian, manakala kiai sepuh terseret dalam arus konflik politis, maka kiai juniornya terpanggil untuk membela sang guru dalam konflik politis tersebut. Istilah politik berasal dari bahasa Belanda politek dan bahasa Inggris politics yang masing-masing bersumber dari bahasa yunani yaitu politika atau yang berhubungan dengan negara dan polites atau disebut dengan warga negara. Politik juga merupakan suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam
masyarakat
yang
berwujud
proses
pembuatan keputusan khususnya dalam suatu negara. Santri 140
merupakan sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan agama disebuah pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan sekolah pendidikan yang prestasi ajarannya lebih banyak menuju kepada ajaran-ajaran agama islam. Santri juga diidentikkan dengan kata sasantri yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya pelajaran agama atau juga cantrik yang artinya berdiam diri bersama guru dalam sebuah asrama demi memperdalam ilmu agama dalam beberapa waktu lamanya. Pada zaman reformasi ini telah banyak para politikus dari berbagai kalangan maupun status. Tidak jarang para DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) kita tidak lebih pintar daripada seorang rakyat biasa. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk beragama islam terbesar didunia. Namun, Indonesia masih sangat kurang dengan keadaan para petinggi negara yang tidak memiliki kepribadian dalam berbagai aspek. Didalam politik di Indonesia sangat marak dengan adanya para kiai, tokoh ulama dan pesantren yang sering menjadi sasaran dalam membangun basis dukungan politik. Dalam perspektif pemerintah, kiai cukup memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi tindakan sosial dan politik dalam 141
masyarakat. Sebagai contoh adanya pemilihan politik di Madura para kiai sangat berperan penting dalam pemilihannya. Oleh sebab itu legitimasi keagamaan tersebut digunakan untuk melegalkan segala tindakan para elit politik dalam mencapai tujuan mereka. Banyak pula asumsi negatif masyarakat kepada kiai yang terjun dalam dunia politik. Mereka beranggapan bahwa parpol yang berada dalam naungan lingkup kiai hanya menginginkan suara daripada kualitas diri. Namun, tak jarang juga masyarakat yang hanya mengikuti permainan para elit politik tersebut. Fenomena seperti diatas merupakan budaya yang tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Moralitas para pejabat tak pernah kita perhatikan. Tak banyak pula para pejabat–pejabat kita yang kehilangan akhlak dan moralnya sebagai teladan bagi masyarakat. Dengan adanya femonema seperti diatas setidaknya budaya tersebut dapat dirubah menjadi budaya yang bisa menjadi tauladan. Para santri maupun kiai tidak hanya eksis dengan legitimasi yang mereka miliki. Namun, mereka juga dapat membawa perubahan terhadap peradaban yang mulai terkikis oleh adanya kebebasan globalisasi saat ini. 142
143
Ketika Menulis Menjadi Sebuah Tuntutan oleh : Rendi Limantara
Pada awalnya menulis memang sudah menjadi tuntutan bagi setiap orang. Baik itu menulis untuk kepentingan belajar, kepentingan tugas atau mungkin menulis sebagai wadah untuk menuangkan curahan dan imajinasi. Namun, pada jaman sekarang khususnya para pelajar, mayoritas mereka menulis bukan karena ingin menciptakan sebuah karya, akan tetapi menulis bagi mereka adalah sebuah tuntutan dimana mereka harus menulis karena adanya tugas dari guru atau paksaan orang tua. Seperti saya contohnya, bagi saya menulis merupakan tuntutan yang harus saya penuhi dan jalani. Saya menulispun kalau tidak karena adanya tugas sekolah tidak akan menulis. Saya juga memiliki pengalaman dimana saat saya masih Sekolah Dasar. Guru saya menyuruh muridnya untuk membuat cerita minimal setengah halaman. Jikalau tidak membuat atau masih belum mencapai setengah halaman maka tidak boleh pulang. 144
Saya awalnya membenci mata pekajaran Bahasa Indonesia karena pasti tugasnya kalau tidak membuat puisi, pantun, cerita dan saya tidak menyukai mata pelajaran itu. Saya membuat cerita pada kelas tersebut dan kebingungan sejenak, diam termenung sampai ada teman yang sudah selesai duluan langsung gugup sampai berkeringat karena takut tidak bisa pulang. Sampai teman sebangku sudah sampai setengah halaman, saya juga masih belum menulis apa-apa. Frustasi dulu sampai-sampai mau menangis karena takut tidak bisa pulang. Saya memiliki ide untuk membuat cerita bebas yaitu menulis cerita serial kartun “Doraemon”yang kemaren pagi saya lihat. Saya terpaksa menulis daripada saya tidak pulang. Pada saat saya kumpulkan guru saya bertanya “loh, kenapa kok ceritanya tentang doraemon? Masa tidak ada cerita lagi?” lalu saya menjawab “Saya bingung bu mau kasih cerita apa. Daripada saya tidak pulang, saya tulis aja cerita Doraemon bu” lalu guru saya hanya bisa tertawa dan akhirnya saya bisa pulang. Saya juga ada pengalaman menulis yang lain, yaitu pada saat kelas satu SMP mendapatkan tugas dari mata pelajaran Bahasa Indonesia membuat karangan cerita dengan tema “ 145
rumah ”, begitu mendapatkan tugas yang luar biasa susahnya. Saya jadi malas sekali untuk mengerjakannya. Saya mencoba bertanya pada kakak bagaimana membuat karangan cerita yang bagus dengan tema ‘rumah’, maksud saya bertanya pada kakak
seperti
itu
dengan
harapan
agar
dia
yang
mengerjakannya. Dia yang berpikir tentang isi cerita tadi dan saya hanya mendengarkan serta menuliskannya saja. Namun, harapan itu sirna ketika kakak mengerti tujuan awal mengapa saya menanyakan tentang karangan cerita yang agak berbelitbelit. Meminta bantuan pada kakak gagal, kemudian mencoba untuk bertanya pada mama tentang membuat karangan cerita yang bagus. Akan tetapi sebelum saya bertanya dan membahas tentang karangan cerita, mama saya langsung berkata, “ini buku cerpen, kamu baca dan coba kamu buat cerita kamu, kali saja bisa dapat inspirasi dari situ, mama mengerti apa maksud kamu mau tanya ke mama”, lalu saya hanya bisa terdiam sejenak dan berkata “iya ma, makasih”. Akhirnya saya bacabaca dan tetap tidak mendapatkan ispirasi padahal tugas karangan ini harus di kumpulkan besok. Pada akhirnya saya frustasi dan membaca buku tentang humor. Dari membaca 146
buku humor tadi saya terhibur dan dapat mengurangi rasa frustasi dari tugas mengarang. Malahan dari buku humor itu saya mendapat inspirasi dan mencoba merangkai karangan. Dari kata hingga menjadi sebuah kalimat, berkali-kali menghapus tulisan, berkali-kali termenung untuk melanjutkan karangan saat daya imajinasi berkurang. Pada akhirnya tugas mengarangpun telah selesai saya rampungkan. Sekalipun banyak kalimat-kalimat yang bisa dikatakan tidak sesuai standart EYD (Ejaan yang Disempurnakan). Keesokan harinya tugas ini dikumpulkan dan dibacakan di depan kelas, dengan percaya diri saya membacakan karya karangan cerita saya. Pada awalnya saya membaca karangan itu tertawa-tertawa sendiri dan teman-teman tidak ada yang tertawa, tetapi saya tetap percaya diri sekalipun tidak ada yang tertawa, padahal saya rasa cerita yang dibuat adalah cerita humor. Akan tetapi kepercayaan diri saya berakhir dengan baik, akhirnya ada yang tertawa sekalipun tidak lebih dari lima orang. Bagi saya paling tidak ada yang tertawa, jadi ceritanya bisa di sebut cerita humor. Pengalaman-pengalaman tersebut saya jadi bisa memiliki memory tersendiri dari pengalaman itu. 147
Jikalau saya mendapat tugas menulis lagi di kelas saya jadi tertawa sendiri saat mengingat kenangan itu. Dulu saya bisa dikatakan susah sekali bila di suruh menulis dan sampai-sampai orang tua saya marah akibat malasnya saya. Sealin itu juga dari pengalaman-pengalaman yang ada, baik itu pengalaman yang buruk atau bagus yang anda alami pengalaman itu bisa dijadikan motivasi jika kita lagi malas atau sedang tidak ada imajinasi untuk menulis. Menulis bukan merupakan hal sulit untuk di lakukan pada jaman sekarang, bahkan sering kali sekarang menulis pada kalangan anak-anak yang masih kecil, remaja dan dewasa bahkan yang sudah tua menulis adalah sebuah hobi bagi mereka. Menulis salain bisa meyalurkan imajinasi menulis juga bisa menyalurkan sebuah emosi, saat sedih, saat bahagia atau saat marah.
148
Rekam Jejak Pengalamanku di Dalam Karya oleh : Rio Kurniawan
Pepatah terdahulu berkata ‘’ membaca adalah jendela dunia’’. Logika pikirnya ketika ada jendela pastilah disitu terdapat pintu. Membaca dan menulis adalah hal yang tidak bisa terpisahkan seperti dua sisi pada uang koin emas. Dengan membaca kita bisa membuka jendela dunia, namun dengan menulis kita akan membuka pintu dunia. Dengan kata lain kita membaca akan melihat sesuatu yang baru, dan ketika menulis kita akan memiliki sesuatu yang baru. Bermula dari seorang bocah yang masih duduk dibangku sekolah dasar. Memiliki citacita yang tinggi merupakan bekal untuknya menempuh dunia nyata ini. Anak lelaki yang akrab disapa ‘’Awang’’ selalu terlihat senang ketika pelajaran bahasa dan sejarah disekolahnya. Dari dua pelajaran ini dia dapat membaca, menulis, dan mengetahui sejarah dunia luar. Awang banyak memiliki teman yang sangat dekat secara emosional dengannya. Saat waktunya longgar, Awang selalu menulis sesuatu yang terkadang hanya sekedar iseng. Kesukaanya untuk menulis telah muncul sejak dini, 149
sampai pada suatu saat dia diminta oleh salah satu guru untuk mengikuti lomba ‘’menulis cerpen’’ tingkat Sekolah Dasar. Tetapi berhubung dia masih belum menguasai ilmu seutuhnya dalam menulis, dia tidak ingin mencoba dan memutuskan ingin berlatih terlebih dahulu dengan cara menulis dibuku hariannya. Dengan metode seperti itu, dia berharap akan berkembang dan sambil meminta petunjuk kepada guru dan orangtua terutama ayah, yang selalu ingin anaknya mendapatkan ranking satu dikelas. Beranjak pada kelas lima, suatu ketika sang ayah bertanya kepada Awang,’’ mas, kamu bercita-cita ingin menjadi apa? Dia menjawab,, aku ingin menjadi pilot yah’’. Lalu sang ayah memberi nasehat kepadanya. ‘’Kamu ingin menjadi pilot, tapi sering sekali menulis. Jika ingin menjadi pilot harus suka berhitung dan pintar pelajaran matematika. Setelah mendapat sedikit nasehat itu, Awang mulai berusaha menyukai matematika. Meski pada realita yang ada selama enam tahun dibangku sekolah dasar, bocah yang bernama lengkap Rio Kurniawan ini tidak pernah suka pada pelajaran matematika dan dia hanya mampu memberikan prestasi ranking dua 150
sebanyak enam kali kepada ayahnya. Harapan sang ayah pun pupus dan hilang. Masa pendidikan Seklah Dasar akhirnya usai. Sebelum masuk Sekolah Menengah Pertama, Awang mulai mengenal musik yang dikenalkan oleh sang ayah. Lalu Awang mulai tertarik dengan salah satu nada pada setiap lagu yang ayahnya berikan. Nada itu berasal dari alat musik bernama ‘’drum’’. Sang ayahpun langsung memberikan pendidikan non formal kepada Awang. Berupa kursus musik yang ada dikota Surabaya. Berawal dari lembaga ternama inilah dia mulai belajar apa itu musik dan bagaimana berprestasi dengan musik. Pada saat musik telah mendarah daging di dalam dirinya. Dia lambat laun sudah mulai menghilangkan kebiasaan menulisnya, karena pada saat SMP, dia lebih sering mengisi waktunya dengan berkumpul bersama teman – temannya dan belatih. Terlebih ketika Awang mulai memiliki sebuah grup band pertamanya. Dia setiap minggunya ada agenda untuk berlatih bersama grup bandnya yang baru berdiri dari SMP 1 Kamal ‘’ Peoples Pie’’. Nama ini dipilih karena kelima anak SMP 1 Kamal berasal dari komplek perumahan yang sama yaitu ‘’perumnas 151
kamal’’. Awang dan anggotanya sangat berkomitmen dalam hal ini, demi nama baik sekolah dan prestasi yang akan diperoleh. Dengan dibimbing oleh salah satu guru kesenian, mereka sedikit demi sedikit telah kompak dan berhasil membuat sebuah lagu untuk awal dari band ini. Tiga tahun masa SMP hampir tidak pernah digunakan oleh Awang untuk menulis, bisa dibilang masa–masa ini adalah sangat sulit untuknya. Tetapi dia tidak pernah lupa belajar demi akademiknya disekolah dan lebih sering membaca. Karena terbatasnya waktu dan kesempatan untuk menulis. Tiga tahunpun telah usai, memasuki masa SMA. Band yang dia bangun dari SMP, akhirnya kandas ketika pasca lulus dari SMP. Kelima anggota peoples pie berpisah karena mereka harus melanjutkan pendidikan SMA yang berbeda kota. Awang dan kedua temannya berada di SMA2 Bangkalan, dan kedua temannya lagi berada di kota Surabaya. Awal sekolahnya di Smada Bangkalan, Awang memiliki banyak teman baru dan sangat unik. Pada masa SMA Awang mulai merasakan cinta kepada lawan jenisnya. Dia menjalani hubungan dengan seorang gadis manis asal kota Surabaya yang umurnya selisih dua tahun dari Awang. Tiga 152
belas bulan mereka berpasangan dan harus berpisah karena faktor yang tidak seharusnya terjadi. Mulai dari pengalaman yang sempat membuat Awang sedih ini, memutuskan untuk kembali bermain musik. Saat itu juga dia mencoba membuat grup dengan dua orang personel baru dari sekolahnya. Band kali ini sangat berbeda karena didasari oleh organisasi internal sekolah yakni ‘’Sanggar Seni Smada’’. Band yang disebut Smada Big Band sering mengikuti perlombaan dalam skala regional maupun nasional. Dengan prestasi yang cukup membanggakan. Setalah dua tahun sekolah di Smada Bangkalan. Awang akhirnya merindukan bakat yang ada dalam dirinya yaitu menulis, tidak berpikir lama dia langsung menuliskan perjalanan kisahnya dengan gadis manis kota pahlawan itu. Untuk mengawali kebiasaan menulisnnya yang sudah lama dia tinggalkan karena kecintaannya kepada musik. Pada saat itu sangat terasa aneh baginya, menulis kisah cinta yang sangat berarti itu. Sedikit demi sedikit susunan huruf menjadi kata dan barisan kalimat menjadi beberapa paragraph 153
memenuhi lembaran putihnya. Akhirnya selesailah tulisan Awang, dengan judul ‘’agama jalan yang terakhir’’ yang berisikan kisah manis dan pahit masa dia menjalin hubungan romantis dengan wanita berasal dari kota Surabaya. Ada beberapa nilai sosial didalamnya tentang bagaimana kita menjalankan cinta terhadap seseorang dengan penuh rasa sabar, serta niat dan etikat dalam hal segala kebaikan. Tidak lupa menyertakan nilai – nilai Islam didalam hubungan yang akan kita jalani. Setelah Awang kehilanagn rasa senangnya dari menulis, kini dia mendapatkan kembali rasa itu. Tetapi tetap saja selama tiga tahun di SMA, dia hanya menyempatkan diri untuk menulis. Karena dia harus fokus pada band yang dia bangun dan impian untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi ternama Jakarta, yang berkonsentrasi dalam bidang seni musik. Tempat itu adalah Institut Kesenian Jakarta. Takdir berkata lain, setelah dia lulus SMA dengan nilai yang memuaskan. Dia tidak mendapatkan restu oleh orangtuanya untuk melanjutkan sekolah ke ibukota Jakarta. Alhasil dengan berjalannya waktu Rio Kurniawan memutuskan untuk kuliah di Universitas Trunojoyo Madura. Dia memilih ilmu 154
komunikasi sebagai jalan untuk menggapai impian – impian besarnya. Dia memiliki impian untuk menjadi musisi ternama nanti, namun rasanya
impian itu seakan hilang terbawa
gelombang ombak pantai. Ketika orang tuanya melarang dia untuk pergi ke Jakarta. Tetapi Awang tidak putus asa sampai disini, dia percaya bahwa esok kelak akan menjadi terkenal meskipun bukan dari musik. Namun dari maha karyanya yang lain dengan berlandaskan ilmu komunikasi. Pada masa perkuliahan, dia mulai belajar dengan serius. Awang sudah sedikit vakum dengan dunia musik, band pada saat SMA sudah terpisah. Karena anggota personel melanjutkan kuliah di beberapa kota berbeda. Namun sesekali Awang tetap eksis didalam kampus untuk acara internal, karena dia juga masuk dalam anggota UKMF Viper–C. Saat masa perkuliahan berjalan sekitar satu tahun, tepatnya ketika Awang masih berada di semester tiga. Saat itulah dia sangat merasakan perlunya keahlian menulis, ketika itu banyak beberapa mata kuliah yang menuntut para mahasiswa untuk ‘’menulis’’. Seperti saat ujian mata kuliah TMMB dan produksi media
cetak.
Prakteknya
ketika 155
mahasiswa
diajarkan
bagaimana menjadi seorang wartawan atau jurnalis. Memiliki tugas membuat berita, dengan mengacu pada unsur 5W 1H. Apa yang terjadi, kapan kejadiannya, dimana itu terjadi, siapa yang ada dalam kejadian itu, mengapa kejadian itu terjadi, bagaimana kejadian itu. Demikianlah rumus menulis berita yang dia dapatkan ketika teori didalam kelas. Namun, ketika langsung terjun dilapangan, pada saat ujian praktek di kota gudeg Jogjakarta, teori yang dapat diaplikasikan hanya mencapai beberapa persen saja. Banyak faktor lain yang mempengaruhi ketika menulis berita, seperti; latarbelakang wartawan dan media yang menjadi dasar dari sudut pandang sebuah berita diberikan untuk publik. Selanjutnya ketika satu tahun berlalu, saat semester lima Awang mempelajari konsep dasar dari sebuah penelitian. Yang langsung dibimbing oleh salah satu dosen dalam matakuliah MPS (Metode Penelitian Sosial). Pada saat itu Awang mempelajarinya dengan serius. Agar kemampuan menulisnya menjadi terus berkembang. Banyak pengetahuan baru yang didapat dari dosen pengampu matakuliah tersebut, terkait dengan sebuah penelitian. Beberapa bulan ketika semester enam, Awang mendapat 156
pembelajaran yang lebih berharga lagi. Yakni ketika dia harus pergi KKN dan mengabdikan dirinya untuk masyarakat selama kurang lebih satu bulan di desa yang dingin dan hijau berada pada dataran tinggi pulau Madura. Saat itulah Awang, mengaplikasikan ilmu yang dia dapat untuk ‘’menulis’’. Alhasil saat KKN, dia mampu menulis sedikit kisah cerita dengan judul ‘’26 hari dikaki bukit hijau’’. Kisah ini melukiskan tentang enam belas mahasiswa yang awalnya tidak saling mengenal, memiliki kepentingan berbeda, dan saling bersaing. Namun akhirnya mereka menjadi suatu keluarga kecil nan bahagia, yang tidak akan pernah mereka lupakan sampai akhir nanti. Semua kenangan yang telah terjadi diantara mereka, akan memiliki cerita yang berbeda. Namun saat ini, Rio telah mendapatkan pengalaman berharga dalam menulis. Rio menganggap menulis bagaikan menyiram tanaman. Selama persediaan airnya terus terpenuhi maka jangan khawatir untuk menyiram diberbagai lahan yang sangat luas. Dari hal inilah Rio sangat merasakan pentingnya membaca. Ketika kita menulis dengan berdasarkan pada pengalaman, pasti akan terasa mudah dan senang untuk 157
menulis. Seperti karya yang telah sebelumnya Rio buat dengan judul “agama jalan terakhir, sepuluh tangkai cinta putih, menunggu dibalik keraton kuno, dan terakhir tulisan tentang menulis ini”. Lalu akan datang lagi satu karya berjudul cintamu dimalam natal. Semua karya tulis ini dibuat hanya sekedar ‘’uji coba’’. Namun dari hal yang dirasa tidak penting, disitulah adanya tahapan untuk mencapai impian. Bagaimana saat pertama kali menulis, jenuh dan bosan, hingga menjadi senang. Seakan menyiram tanaman pada lahan yang sangat luas. Terlebih saat ini dia sedang menghadapi proposal skipsi yang harus diseleseikannya pada akhir tahun 2013. Segala bentuk revisi dari dosen akan menjadi stimulus yang sangat berharga dan harus dapat menjadi yang lebih baik lagi.
158
Artikelku, Kepribadianku oleh : Riska Putri Trisna
Pengalaman pertama saya menulis artikel awalnya memang sangat sulit karena masih pemula dan dan tidak terbiasa dengan menulis artikel. Kesulitannya mulai dari bingung, kehabisan kata-kata karena minimnya pengetahuan. Saya menyadari hal ini karena kurangnya membaca. Dari pengalaman dalam mempelajari tentang menulis artikel, pertama kali saya mencoba menulis artikel rasanya sangat sulit. Namun saya tidak menyerah dan berusaha menyajikan sebuah artikel di blog saya ini, paling tidak satu artikel setiap minggunya. Dalam menulis artikel itu pun saya kebingungan sampai harus googling dulu untuk menemukan bahan yang akan saya buat menjadi sebuah artikel. Apabila sudah kehabisan ide dan bosan, maka yang saya lakukan sebagai jeda dalam melanjutkan menulis yaitu mematikan laptop sambil melakukan aktivitas yang lain seperti mendengarkan musik
159
atau menonton televisi untuk membangkitkan semangat kembali. Tulisan dilanjutkan apabila mood sudah mulai baik. Di masa dewasa sejak ada jejaring sosial, salah satunya adalah Facebook, saya memilih untuk menulis beberapa kontemplasi pribadi di Facebook, bukan di blog. Meskipun saya memiliki beberapa jejaring sosial, namun pengalaman membuktikan bahwa saya tidak pernah bisa aktif menulis aktif di jejaring sosial, terutama di blog. Mungkin karena saya tidak tahu bagaimana caranya mempromosikan sebuah blog agar banyak yang mau membacanya, maka saya merasa tulisan saya di blog tidak pernah terapresiasi oleh siapapun, sedangkan di Facebook teman-teman saya adalah audience-nya. Satu lagi beda blog dengan Facebook adalah adanya section Photo Album di Facebook. Saya gemar memfoto dan difoto serta memamerkannya seperti teman-teman yang lain, sehingga tiap kali saya upload sebuah album, saya selalu ingin melengkapi album tersebut dengan penjelasan aktivitas yang terkait saat itu. Tadinya berbentuk komentar atau liputan, lama-lama saya cenderung membuatnya dalam bentuk cerita. Tujuannya adalah untuk memperpendek penjelasan saya dan 160
sekaligus menuangkan perasaan yang saya alami di dalamnya. Dengan menggunakan bahasa alay jatuhnya jadi lebih dramatis, dan saya ternyata menikmatinya. Mungkin disitulah awalnya saya mulai suka menulis. Dalam pengalaman saya, karena status saya sebagai siswa, salah satu cara untuk menghindar dari sifat pemalas adalah dengan mengambil waktu luang untuk mencorat-coret kertas putih di saat bosan waktu belajar malam. Beruntung saya adalah seorang siswa dengan tugas sekolah yang tidak cukup padat. Karena saya tidak mengikuti dan tidak aktif dalam organisasi maupun ekstra kurikuler, sehingga mempunyai waktu luang yang panjang yang saya ambil sedikit demi sedikit waktu untuk kebutuhan menulis ini. Disamping itu, profesi saya saat itu sebagai siswa SMA seringkali mengharuskan fokus untuk belajar menghadapi ujian nasional. Saya selalu menyempatkan diri diantara waktu luang saya di luar jam belajar untuk menulis, sejak dari pulang bimbingan belajar sambil ngumpul bersama teman di kafe yang ada wifinya, alasannya agar mudah koneksi jaringan internet sebagi mempermudah mencari bahan dalam menulis. Sampai di 161
kamar begadang hingga tengah malam. Tidak ada kiat khusus dalam menyikapi masalah ini. Yang pasti usahakan selalu fokus dalam belajar pelajaran di sekolah dan jadwal les tidak berantakan, serta proses menulis berjalan lancar. Setiap kali saya sudah ada ide untuk menulis, saya menulis di note agar tidak lupa pada waktu menulis dalam waktu luang, meskipun ide yang saya dapatkan tidak berada di rumah. Saya pergi di pagi hari di jam yang sama karena harus tetap masuk kesekolah. Namun sesampainya di sekolah, saya tidak melanjutkan proses tulis menulis, akan tetapi saya ke perpustakaan sekolah. Saya selalu berada disana setiap hari selama mencari bahan dan menambah wawasan. Sejak pagi sampai sore untuk menulis, kemudian dijemput oleh ayah untuk pulang di waktu seperti biasa. Bagi saya, suasana di perpustakaan sangat kondusif dalam proses pencarian ide atau bahan untuk menulis. Tempat yang ternyaman menurut saya saat itu adalah perpustakaan di sekolah, karena
lokasinya tidak sempit,
kalaupun banyak yang datang dari siswa. Suasana tetap terjaga dan terkendali sehingga tidak terkesan sesak, dan tidak 162
ada suara berisik yang mengganggu konsentrasi saya, menenangkan pikiran dan menumbuhkan semangat untuk menulis. Dari pengalaman saya di bidang menulis yang sangat minim ini, menurut saya modal yang perlu dimiliki penulis adalah ketrampilan menulis dan kemampuan memperhatikan. Ketrampilan menulis bisa diperoleh dari seringnya menulis. Practice makes better! Silahkan kalau ingin mengambil kursus menulis atau tidak, tapi yang pasti sering-seringlah menulis. Saya sendiri belum pernah kursus menulis, tapi saya tidak menyerah pada sulitnya membuat karya tulis meskipun berawal dari iseng-iseng. Kemampuan memperhatikan tidak ada kursusnya. Disini menurut saya sangat penting bagi penulis untuk mengasah sensitivitas hati dan pikiran. Caranya adalah dengan menangkap “makna” pada setiap kejadian dalam kehidupan. Sebuah karya akan dianggap “dalam” dan tidak “dangkal” adalah pada saat karya itu menyentuh satu sisi di kehidupan. Sebagai latihan, cobalah mencermati lirik lagu yang mendapat penghargaan atau mencari sisi kemanusiaan dari sebuah film action, komedi, animasi dan drama yang masuk nominasi Oscar. 163
Kalau sudah bisa menangkap esensinya, mulailah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menjadi pendengar yang baik bagi teman-teman, mencari sisisisi kemanusiaan dari berita-berita di televisi dan koran, atau mencermati pengalaman hidup kita sendiri atas suatu nilai hidup yang saat ini kita tahu. Mungkin dari situ kita akan menemukan bagaimana diri kita menjadi lebih mengerti atau lebih bijaksana dalam memandang sesuatu. Setelah sekian lama belajar dan berusaha menulis artikel saya mulai mengerti kiat kiat dalam membuat sebuah artikel, dan saya mulai berpikir ternyata hal yang sepele di sekitar kita bisa di jadikan bahan untuk menulis sebuah artikel yang bermanfaat.
164
Curahan Hati oleh : Moch. Rizky Dharmawan
Ketika beranjak dewasa rasa akan menulis karya tulis mulai terbentuk dengan sedikit paksaan dan tuntutan akan tugas. Kulakukan tugas itu sendiri dengan berat hati. Meskipun aku tahu itu bukan keinginan dalam hati dan tidak mengubah pendirian aku suka akan hal dalam menulis. Itu terbukti dari komentar pedas yang aku dapat, "le awakmu iso ora gawe cerito tulis? Kebacut le hasil tulisanmu elek tenan iki (kamu bisa tidak membuat cerita tulis? Keterlaluan kamu hasilnya jelek beneran ini)". Memang mengecewakan kalau mendengar komentar seperti itu. Itulah sedikit catatan aku dan mungkin bisa jadi pengalaman pertama saat menulis karya tulis. Menulis bagi aku bukan cerminan dari diri aku. Memang menyedihkan melihat seperti itu di saat aku harus melihat ke arah belakang. Aku adalah Moch. Rizky Dharmawan, bisa dipanggil Dhar, itu panggilan dari seseorang cewek yang lama aku kenal. Aku anak pertama dari pasangan suami istri; Tuan Besar Yitno 165
dan Nyonya besar Nurhayati Boru Capah. Aku lahir dari dua bersaudara, adik ku bernama Rizka Damayanti biasanya dipanggil Yanti. Sekarang masih berumur dua puluh satu tahun. Ayahku bekerja sebagai karyawan pabrik swasta dan ibuku bekerja sebagai guru. Mungkin aku sangat beruntung memiliki keluarga seperti mereka, karena mereka sangat sabar mendidik aku sampai sekarang ini. Meskipun terkadang aku selalu membuatnya jengkel karena ulah nakalku. Namun untuk saat ini aku berkeinginan untuk merubah semua tingkah lakuku. Aku ingin
membahagiakannya
seperti
mereka
yang
sudah
membahagiakan ku. “Bagi aku Sesuatu yang bisa melindungi kita dari gelap, hujan, dan menawarkan kenyamanan” Raditya Dika. Berbicara soal curhat (curahan hati), aku sendiri bukan tipe orang yang dengan mudah curhat sama orang lain. Banyak yang bilang kalau aku termasuk orang yang tertutup dan itu memang benar adanya. Tetapi ada juga yang berani-beraninya bilang kalau aku itu kurang gaul, gaptek (gagap teknologi) atau apalah aku juga tidak tahu kata mereka, dan itu ada benernya juga. Aku lebih nyaman nongkrong di tempat sepi atau tidak 166
terlalu ramai. Kalaupun aku punya masalah, aku sendiri biasanya cerita sama pada diriku sendiri. Memang itu yang sering aku lakukan pada keseharianku. Mungkin dari kalian yang membaca tulisanku ini merasakan hal yang sama kan. Semuanya berjalan dengan sendirinya dan tidak ada hal dari luar yang mempengaruhi kita. Tapi bukan berarti aku tidak punya sahabat yang bisa aku percaya untuk menjadi tempat curhat aku. Pasti ada, tapi masalahnya aku masih suka memilah mana yang pantas aku ceritakan buat sahabat. Memang aku masih merasakan kalau emotional attachment (keterikatan emosi) dengan orang lain cenderung kurang dibandingkan dengan orang-orang normal pada umumnya. Mungkin aku lebih cenderung cool, tetapi itu memang style (gaya) keseharianku dan boleh dikatakan lebih baik diam kalau tidak ada yang diomongin. Menurut aku seperti itu, bisa dibilang sebagai personality type (tipe kepribadian) dan bukan sebagai personality disorder (Gangguan kepribadian). Misalnya kalau saat ada acara kumpul-kumpul bersama teman dan sahabat cuma berbicara seperlunya kalau dirasa perlu bicara. Apalagi soal berbicara diri sendiri ditulisanku ini, tidak semudah 167
apa yang kalian saat menulis cerpen di buku tulis. Menurutku, butuh kepercayaan diri yang tinggi dan mungkin suasananya seketika berubah sewaktu kita nyaman untuk menulis. Itu yang coba aku cari-cari ketika menulis.
168
Kisahku Dan Kitty oleh : Silmia Nurilhutami Saat aku duduk dibangku SMP, aku tinggal dirumah yang bersebelahan dengan rumah saudara-saudara dari ayahku. Waktu itu aku senang sekali bermain dengan tanteku yang saat itu masih duduk dibangku SMA. Tanteku suka sekali menulis dibuku yang menurutku buku itu lucu dan sangat menarik, ada gemboknya pula. “te, itu buku apa sih?” tanya aku, Jawab tante “oh ini namanya buku diary”. Keesokan harinya aku rela tidak membeli snack waktu disekolah, uangnya aku tabung untuk membeli buku diary seperti punya tante. Selama semingu itulah yang aku lakukan disekolah. Setelah aku rasa uangku cukup untuk membeli buku diary, aku pergi ke toko buku menggunakan sepeda miniku. Sesampai disana aku melihat buku diary seperti punya tante tapi harganya sangat mahal. Aku memilih buku diary kecil dan sederhana yang harganya sesuai dengan isi dompetku. Menulis buku diary adalah suatu pengalaman yang aneh bagiku, karena aku belum pernah menulis secara kreatif 169
sebelumnya. Namun, hal itu tidak menurunkan semangatku untuk menulis, yang terpenting adalah aku perlu mengeluarkan uneg-uneg yang membebani otakku kedalam diary ini. Setiap kali aku tertekan, di rumah bosan tanpa kegiatan. Aku lebih memilih untuk diam dan merenung, meluapkan isi hatiku kedalam tulisan, karena aku merasa lebih aman menulis pada diary dari pada harus bercerita kepada seseorang yang tidak menjamin kerahasiaannya dan aku takkan membiarkan seorangpun membaca isi diaryku. Alasan pertama yang mendorongku untuk menulis diary adalah karena aku tak memiliki seorang teman yang bisa diajak untuk bertukar pendapat dan dapat dipercaya atau biasa disebut sahabat sejati. Aku ingin diary ini menjadi sahabatku, oleh sebab itu aku memanggilnya dengan nama “kitty”. Awal masuk SMP tulisan pada diary ku sangat menyedihkan. Pada saat itu aku banyak dimusuhi oleh kakak kelasku, pastinya yang tidak suka denganku yaitu perempuan karena kekasih mereka banyak yang memberikan perhatian kepadaku. Aku sering di datangi dikelasku dan dimaki-maki, sampai sampai ban sepedaku di tusuk menggunakan paku. 170
Setiap hari seperti itu dan terkadang keranjang sepedaku sering dirusak. Aku tidak tahan bersekolah dengan situasi yang setiap harinya membuat aku down. Aku ingin sekali pindah sekolah saat itu, tapi aku tidak tega untuk menyusahkan orang tuaku. Aku mencoba bersabar dan berdo’a, hanya dengan menulis aku bisa meluapkan rasa kesal, jengkel dan amarahku. Menginjak kelas tiga SMP, aku mulai jarang membuka kitty, mulai malas menulis karena tidak ada cerita yang membuatku bersemangat untuk ditulis. Aku mulai lega karena tidak ada lagi kakak kelas yang memusuhiku. Prestasi ku mulai meningkat karena tidak ada lagi yang membuat beban fikiranku. Aku fokus belajar, UAS sudah mendekati dan Kitty pun mulai terabaikan. Aku lulus SMP dengan nilai yang cukup bagus, tapi aku tidak berminat untuk masuk ke SMA Negeri. Aku langsung daftar di SMA Swasta favorit di kotaku. Suasana yang berbeda dari waktu SMP, masamasa SMA adalah masa yang indah menurutku. Ternyata benar persepsi banyak orang tentang kehidupan masa SMA. Begitu banyak kebahagiaan yang aku dapatkan. Kitty pun aku buka kembali dan mulai menulis lagi kisah kehidupanku yang penuh warna. Disitulah aku mulai mengenal 171
“CINTA”, yang tak lain adalah kakak kelasku sendiri. Kebetulan kita satu ruangan tapi dia kelas pagi dan aku kelas sore. Dia mengetahuiku saat aku menunggu kelas pagi usai, dari situlah dia mengaggumiku dan sering mengirim surat untuku yang diletakan dikolom mejaku. Suatu saat dia meninggalkan buku puisinya dikolom mejaku dan disitu ada nama dan nomor Handphone nya, entah itu sengaja atau tidak. Aku membawa buku itu pulang karena aku sangat menyukai puisi, sesampai dirumah
aku membaca puisi-puisinya. Indah sekali tulisan
puisinya, dan aku ingin tahu seperti apa orang-nya. Aku memberanikan diri untuk menelponnya, dan itulah awal kedekatan kita. Hari berganti hari kita semakin dekat dan aku semakin salah tingkah karena aku tidak pernah merasakan yang seperti ini. Setiap
hari dia mengantarkanku pulang dan selalu
memberikan bunga mawar merah kepadaku. Bunga itu aku letakkan di vas bunga kamarku, setelah mengering aku taruh di dalam kitty dan di vas bunga aku ganti dengan mawar yang masih segar. Bunga itu masih aku simpan sampai sekarang, kering dan warnanya coklat kehitaman. Kitty pun selalu aku 172
tulis dengan cerita yang sangat membahagiakan. Mungkin kalau kitty manusia dia bisa merasakan kegembiraan yang aku rasakan. Puisi-puisi dari bukunya ada yang sebagian aku pindahkan ke kitty. Aku menulis prinsipku pada kitty, yaitu : Cinta mengajarkan kita untuk hidup berdua.. Bukan untuk mendua. Cinta mengajarkan kita secara utuh.. Bukan untuk selingkuh. Cinta mengajarkan kita untuk saling berbagi.. Bukan untuk saling menyakiti. Kedekatan kita mulai menjauh sehari sebelum hari ulang tahunku, entah mengapa dia seperti itu. Bukan kado atau kejutan yang aku harapkan tetapi kedatanganya hadir di acara bertambahnya usiaku. Aku pasrah jika dia menjauh dariku, dan aku pun menulis kata mutiara pada kitty yang aku kutip dari google, yaitu : “Ada saatnya seseorang berhenti mengharapkan apa yang dia inginkan, bukan karena dia telah mendapatkan yang lain,, tapi karena dia sadar, orang yang dia inginkan tidak mengharapkannya!” Aku bersyukur mempunyai kitty walaupun hanya sekedar buku diary tapi sangat bermakna buat aku. Aku sangat berhati-hati 173
menaruh kitty karena aku mempunyai dua adik yang sangat aktif. Aku tidak takut buku itu dibaca oleh adikku karena pada saat itu adikku masih belum
lancar membaca, yang aku
takutkan kitty akan dicoret-coret dan dirobek-robek olehnya. Aku mulai malas menulis semenjak membuat akun facebook, semua yang aku rasakan, alami, aku update di facebook. Namun, aku tidak seleluasa menulis pada kitty karena aku takut statusku menyinggung perasaan orang lain. Komentar-komentar distatusku banyak yang menyimpang, aku sangat kesal melihatnya, aku putuskan untuk menutup akun facebook tersebut dan kembali bercerita pada sahabatku “kitty”. Kitty lah yang mengerti aku tanpa mengeluh. Siapapun yang ingin jadi penulis ia bukan hanya harus menguasai teori tekhnik menulis yang baik. Lebih dari itu, ia mesti mampu mengusir segala pikiran negatif yang menghambat energinya untuk menulis. Menulis tentang trauma, menuliskan hal-hal yang sangat pribadi akan membantu melepaskan beban dan keresahan yang ada di hati. Menulis hal pribadi membantu menggali sisi paling intim dan emosional seseorang. Semakin dalam akan semakin membantu menjernihkan pikiran dan 174
bahkan menyelesaikan masalah. Karena itu menulis catatan pribadi menjadi sangat penting dilakukan bagi siapa saja. Terutama bagi mereka yang sering berada pada situasi bertekanan tinggi. Tidak usah terlalu memikirkan tata bahasa, ejaan, atau struktur kalimat. Tulis saja se-alami mungkin. Ini akan sangat membantu meringankan beban yang dialami. Akibatnya pikiran akan lebih sehat. Badanpun ikut sehat. Maka yakinilah sedalamdalamnya bahwa menulis menyehatkan dan buktikanlah. Menurut saya menulis buku diary itu bebas mengekspesikan diri melalui tulisan tanpa ada rasa takut disalahkan dan dikecam orang lain. Melegakan hati, membuat pikiran fresh jika mendapatkan sebuah masalah. Menulis juga melatih otak kanan untuk bekerja.
175
176
Menulis dengan Tidur oleh : Tubagus Satria Wibisana Pukul 01.00 WIB dini hari, mata masih terbuka bukanlah hal yang langka bagiku. Malam ini terdengar suara hujan dengan riuhnya. Beberapa jam yang lalu aku tertidur. Tertidurku adalah berfikirku akan sebuah persembahan terutama untuk orang tuaku. Tertidurku biasa saya sebut sebagai lamunanku. Aku seorang mahasiswa yang mempunyai banyak inpirasi dalam otakku. Imajinasiku tergolong tinggi. Aku suka menggambar. Tapi malam ini, media gambar ku sulap jadi media menulis. Sebenarnya cukup buat aku tertawa, bukan jiwaku mengutarakan unek-unek otak dengan menulis. Kamar tidur itu persinggahan paling hangat terutama menghangatkan otak di tengah dingin hujan bagiku. Awal mula tertidurku berasal dari umur. Usiaku bertambah setelah melewati jam 00.00 tadi, tengah malam ini bukan hanya pergantian hari saja, namun termasuk sejarah. Bertambahnya usiaku membuat pikiran terkocak melesat mengikuti detik-detik jam yang terdengar bersahutan dengan hujan. Memejamkan mata seolah bermimpi. Bukan tak ada niat untuk masuk ke dalam 177
dunia fana, Tampak alur-alur perjalanan yang aku inginkan dan tak ku inginkan. Menitih tujuan yang benar-benar ku tuju sebagai hasil akhir. Mendadak nadi terasa berdenyut kencang, mengernyitkan alis mata dan seolah baru terbangun, kutumpahkan pemikiranku dalam coretan. Bukan sekedar sandi-sandi atau coretan bentuk gambar, tapi susunan kata yang menyerupai daftar menu makanan dengan harga murah dan mahal. Bias-bias lamunanku memperlihatkan fatamorgana di dinding kamar dengan pesona keindahannya. ku mulai tulisannku dengan menceritakan kembabli aktvitas rutinku. Menunjukkan Pukul 06.00, bangun dari tidur yang benar-benar tidur. Kesiangan, matahari sudah secerah anggapan mimpiku. Bergegas ku sapa ayah dan ibu, di rumah sederhana hidup dengan sedikit anggota keluarga membuat aktivitasku tidak jauh dari pengaruh kedua orang tua. Jadwal kuliah jelas terpasang di dinding tepat di bawah jam dinding. Tertidurku yang bias semalam menimbulkan semangat baru, kuputuskan berangkat menuju kampus lebih awal dari jadwal kuliah saja. 178
Pukul 10.00 WIB, tidak biasanya sedikit istimewalah pandanganku hari ini. Berhenti di depan kampus, duduk di warung kecil ditemani secangkir kopi. Menikmati setapak demi setapak yang terlihat mata, tampak dengan anggunnya gedunggedung yang berjajar kokoh dalam satu gerbang universitas tempatku melukis masa depan. Cita-cita masa kecil kembali terlintas, lagi-lagi aku tertidur (baca: melamun). Ku ambil perlengkapan menulis seperti seorang jurnalis. Mencoba terbiasa untuk menumpahkan pemikiran dalam kertas. Seorang pilot, tertawa geli melihat saat ini aku tidak berada dalam sekolah penerbangan sesuai cita-citaku. Entah alasan apa aku mengingkan menjadi seorang pilot. Kuanggap saja hanya imajinasi masa kecil untuk melegakan hati. Pemikiran itu standart tinggi untuk masa depan yang cerah, namun nyata nya di usia ku kepala dua aku seorang mahasiswa biasa dengan mimpi yang baru. Nada BBM meramaikan handphone, memang sedikit ku abaikan. Tak lama terdengar suara nyaring menyebut namaku dari seberang jalan. Tersontak aku merespon cepat panggilan seorang yang sebaya denganku. Kelas, ruang belajar yang 179
selama ini masih menjadi tempat pusat ilmu. Aku menyukai suasana kelas dengan warna-warni kelakuan teman-temanku. Ku anggap pendukung meraih kesuksesan yang bagaikan pemandu sorak di lingkup kompetisi. Jam kuliah berakhir, tidak terdengar bel berbunyi selayaknya Sekolah Dasar. Kantin, tujuan kedua saat berada dikampus, maklum manusiawi setelah kegiatan ion tubuh berkurang. Hiruk pikuk melepas penat tampak dari wajah-wajah kerumunan mahasiswa. Hari ini masih peringatan hari bertambahnya usiaku. Tak sedikit ucapan yang ku terima, hingga acara makan-makan mendadak pun terjadi sebut saja traktiran. Berbaik hati membagi rezeki apa salahnya, pikirku. Tak ada sesuatu yang lebih indah daripada berbagi. Menjelang sore, sesampai di rumah menyempatkan diri untuk beristirahat. Tidur merupakan salah satu cara melupakan rutinitas sejenak. Suara ibu bagai alarm pribadi yang selalu membangunkan ku. Membasuh diri dan duduk di ruang kesayangan keluarga. Hampir setiap hari cerita bersama keluarga menjadi agenda yang tak terlewatkan. Gelak tawa ayah dan ibu sudah menjadi matahari yang menuntut aku 180
secara tidak langsung untuk memintaku hidup sukses. Mungkin itu salah satu tujuan terbesarku, melihat kedua oaring tua bangga. Pukul 20.00 WIB, tugas-tugas kuliah menanti di kamar tidurku. Berfikir positif, lelah penat pasti ada dihantui tugas yang berjibun tapi ini jalan menuju mimpi yang baru. Tugas kuliah selesai, ku ulangi tertidurku dengan bermimpi. Kali ini aku berniat memikirkan rencana susunan atau semacam jadwal apalah untuk mengatur waktu berusaha lebih cepat meraih kesuksesan. Tersadar, aku menulis lagi, inilah yang ku sebut “tertidur dengan menulis” melayangkan pikiran berisi mimpi sama hal nya lamunanku dan menuangkannya dalam tulisan. Aku mulai terbiasa, iya aku sengaja melatih jari-jari menuangkan pemikiran. Bukan bermaksud membelokkan hobi ku yang pada dasarnya menuangkan dalam gambar, secara realita saat ini aku berada dalam lingkup yang memang seharusnya aku beradaptasi dengan jurusan yang ku ambil dalam perkuliahan “Ilmu Komunikasi”. Berkuliah di jurusan ilmu komunikasi memberi tantangan baru untuk belajar “menulis”. Dalam belajar menulis, aku mempelajari dari pendapat-pendapat para ahli. Menulis 181
dapat dijadikan kegiatan untuk mengungkapkan perasaan seperti pendapat menurut D.H. Lawrence ,” Saya suka menulis waktu saya merasa kesal; itu seperti bersin yang melegakan.” Lalu dengan menulis dapat memudahkan untuk membantu dalam memahami suatu hal menurut C. Day Lewis, “Kita tidak menulis untuk dipahami; tetapi untuk memahami.” Susunansusunan huruf yang kita tulis memiliki arti yang luar biasa semacam kata-kata mutiara, “Kadang-kadang, kata yang paling sederhana adalah yang paling indah. Ada beberapa tips menulis yang aku petik dalam pengalaman
menulis.
Pertama,
menciptakan
ide
dan
menemukan inti dari cerita, lebih mudah berisi pengalaman diri sendiri atau lingkungan terdekat, jika jauh dari pengalaman pribadi maka penulis lebih banyak mempunyai tugas. Kedua, tentukan judul yang bersifat menarik, mudah dan membuat orang penasaran karena pandangan pertama pembaca adalah ada pada judul kemudian turun kesinopsis. Ketiga, kembangkan inti cerita menjadi storyline, buat cerita menjadi senyata mungkin, jangan hanya menyebut adegan cerita tapi gambarkan juga suasananya sehingga pembaca dapat masuk ke 182
dalam cerita. Lalu buat paragraf yang memfokuskan pada inti cerita sesuai alur yang ditentukan. Dalam menulis, penulis harus dapat mendalami cerita kalau perlu mendatangi lokasi atau pemeran yang menjadi sumber ide untuk lebih mudah mencurahkan ke dalam tulisan.
183