Pengaruh Evaluasi-Diri Terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris
Oleh Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni E-mail:
[email protected] ABSTRAK Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, diperlukan upaya-upaya pemberdayaan dan kinerja yang tinggi dalam kaitan dengan proses pembelajaran untuk semua bidang kajian, termasuk pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia (English as a Foreign Language/EFL). Salahsatu upaya tersebut adalah penggunaan teknik-teknik asesmen yang dapat memfasilitasi proses dan hasil belajar secara optimal. Hasil dari dua buah penelitian tentang penggunaan teknik evaluasi-diri sebagai salahsatu teknik asesmen otentik menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam mengoptimalkan proses dan hasil belajar menulis Bahasa Inggris. Kedua penelitian adalah sebuah eksperimen untuk menjawab permasalahan penelitian, “Apakah Asesmen Portofolio (dimana Evaluasi-Diri adalah intinya) berpengaruh terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris Mahasiswa Undiksha, Singaraja?”; dan sebuah upaya peningkatan kualitas pembelajaran (Research for the Improvement of Instruction/RII) untuk menjawab permasalahan, “Apakah Optimalisasi Pemanfaatan Teknik Evaluasi-Diri dapat Meningkatkan Kualitas Perkuliahan Mata Kuliah Writing II pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja?” Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teknik Evaluasi-Diri dalam pembelajaran: (1) mampu meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris dimana hasilnya lebih baik dibandingkan dengan teknik penilaian konvensional, (2) diperlukan pelatihan dan pembimbingan terlebih dahulu sebelum pebelajar dapat melakukannya sendiri, dan (3) mampu secara bertahap menjadikan pebelajar sebagai autonomous learners sehingga efisiensi waktu maupun kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil-hasil di atas, sangat perlu dilakukan sosialisasi teknik Evaluasi-Diri sebagai salahsatu teknik asesmen otentik kepada pengajar dan guru, termasuk cara-cara melakukannya baik untuk para pemula maupun untuk mereka yang telah bisa menggunakan teknik Evaluasi-Diri secara efektif dalam proses belajarnya. Kata-kata kunci: asesmen otentik, teknik evaluasi diri, pembelajaran menulis, Bahasa Inggris
Judul :
Pengaruh Evaluasi-Diri Terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris
Oleh Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni E-mail:
[email protected]
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA, BALI 2008
Daftar Isi Abstrak …………………………………………………………………………………… 1 Judul ……………………………………………………………………………………… 2 Daftar Isi …………………………………………………………………………………. 3 Daftar Tabel ……………………………………………………………………………… 4 1. Pendahuluan ……………………………………………………………………… 5 2. Kajian Teori …………………………………………………………………… … 7 3. Hasil dan Pembahasan …………………………………………………………… 10 4. Pembahasan ……………………………………………………………………… 26 5. Simpulan dan Saran ……………………………………………………………….29 Daftar Rujukan …………………………………………………………………………… 32 Lampiran ………………………………………………………………………………….38
Daftar Tabel Tabel 1. Deskripsi Data penelitian I ……………………………………………………. 13 Tabel 2. Hasil Perhitungan Data dengan ANOVA Dua Jalan ………………………….. 15 Tabel 3. Matriks Pengumpulan Data Penelitian II ……………………………………… 18 Tabel 4. Tahapan Kegiatan Menulis ……………………………………………………. 20 Tabel 5. Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis ………………………………………. 22
1. Pendahuluan Secara umum, pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia masih perlu terus ditingkatkan kualitas dan efektivitasnya, mengingat di satu sisi kemampuan rata-rata berbahasa Inggris kita belum memadai sedangkan di sisi lain, Bahasa Inggris adalah bahasa pergaulan dunia dan bahasa ilmu pengetahuan, sehingga sudah selayaknya kita dapat berbahasa Inggris dengan lebih baik. Kemampuan menulis Bahasa Inggris adalah salahsatu kemampuan berbahasa yang dianggap paling kompleks karena melibatkan berbagai kemampuan kognitif dan linguistik. Karena paling kompleks, belajar menulis juga dianggap paling sulit. Pengalaman mengajar Mata Kuliah Writing pada Jurusan Bahasa Inggris di IKIP Negeri Singaraja menunjukkan bahwa mahasiswa seringkali gagal dalam mata kuliah tersebut, dan bahkan harus mengulang beberapa kali. Begitu pula di pihak dosen, sering ditemukan keluhan sulitnya mengajar keterampilan menulis, terutama dilihat dari kemampuan mahasiswa dan waktu yang diperlukan sangat banyak. Secara konvensional, pembelajaran menulis tersebut dilakukan dengan pendekatan proses dimana mahasiswa mengembangkan karangan secara bertahap mulai dari penggalian ide hingga merevisi karangan. Proses itu sendiri tidak terlalu jelas tahapannya, namun secara umum meliputi kegiatan penggalian ide, penyusunan draf, dan perbaikan/revisi. Pengamatan perhadap pembelajaran menulis tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pemantauan yang pasti terhadap proses menulis, dalam arti, proses yang dilakukan dengan susah payah tersebut hanya diakui melalui penilaian terhadap produknya, yaitu draf terakhir atau hasil karangan. Padahal, optimalisasi proses belajar sangat penting untuk (1) mendapat hasil yang diinginkan, (2) membentuk mahasiswa sebagai the owner of learning, (3) menjadikan mahasiswa risk takers, (4) dengan demikian menjadikan mereka autonomous learners. Dengan demikian, pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang bermakna, yaitu yang benar-benar membangun life skills. Dengan alasan itu, sangat penting dilakukan pemantauan proses belajar secara terprogram. Tujuan penulisan makalah ini adalah mendeskripsikan hasil dua buah penelitian tentang pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi, dan mengajukan usulan kebijakan terkait dengan hasil-hasil penelitian tersebut. Kedua penelitian mengambil topik yang sama, yaitu penggunaan teknik asesmen Evaluasi-Diri dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis Bahasa Inggris mahasiswa pada Jurusan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Singaraja Bali. Peneliti memilih topik penelitian ini untuk diseminarkan dalam forum karena, pertama, Evaluasi-Diri adalah salahsatu teknik dalam asesmen otentik, suatu
pendekatan asesmen yang dipandang lebih cocok dalam rangka mencapai kebermaknaan belajar. Kedua, Evaluasi-Diri merupakan asesmen otentik yang relatif jarang digunakan karena sifatnya yang lebih berorientasi asesmen proses, sedangkan secara umum orang masih berfikir bahwa asesmen dilakukan dalam rangka mengukur produk atau hasil belajar saja, ketiga, belum banyak hasil penelitian tentang penggunaan asesmen otentik dalam pembelajaran, khususnya EvaluasiDiri, dan keempat, hasil-hasil penelitian ini dapat mendukung kebijakan terkait dengan pentingnya asesmen proses disamping asesmen produk, dalam rangka membangun kompetensi dan mencapai kebermaknaan belajar. Penelitian pertama adalah sebuah eksperimen untuk menjawab permasalahan penelitian, “Apakah Asesmen Portofolio (dimana Evaluasi-Diri adalah intinya) berpengaruh terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris Mahasiswa Undiksha, Singaraja?” (Marhaeni, 2005). Penelitian kedua adalah sebuah upaya peningkatan kualitas pembelajaran (Research for the Improvement of Instruction/RII) untuk menjawab permasalahan, “Apakah Optimalisasi Pemanfaatan Teknik Evaluasi-Diri dapat Meningkatkan Kualitas Perkuliahan Mata Kuliah Writing II pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja?” (Marhaeni, dkk. 2005) 2. Kajian Teori 2.1 Kebermaknaan Belajar Definisi pada kamus mengatakan bahwa kebermaknaan berarti kualitas sesuatu yang memiliki nilai dan signifikansi yang tinggi (Bachman dan Palmer, 1996). Komisi pendidikan untuk abad ke-21 yang dibentuk oleh UNESCO (Delors, 1996) melaporkan, bahwa agar pendidikan dapat secara relevan membantu untuk hidup pada era globablisasi, harus bertumpu pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Belakangan muncul yang kelima, yaitu learning to live sustainable, yaitu belajar untuk menjamin kelangsungan hidup manusai dan alam lingkungannya. Jadi, pendidikan yang bermakna
adalah
pendidikan
yang
membelajarkan
pebelajar
untuk
memahami
dan
mengaplikasikan konsep-konsep pengetahuan dan menjadikannya sesuatu yang berguna bagi dirinya dan lingkungannya. Dengan demikian, pengetahuan dalam belajar yang bermakna harus bersifat dinamis, dalam arti, pengetahuan dipelajari untuk digunakan mengatasi persoalanpersoalan masyarakat sesuatu dengan tuntutan era globalisasi ini. Dalam proses tersebut,
pengetahuan juga berkembang seiring dengan interaksi internal-eksternal dari pebelajar tersebut. Jika hal ini terwujud, maka tidak akan ada lagi kekhawatiran Mochtar Buchori (2001) yang mengatakan bahwa pendidikan jangan sampai tidak memiliki makna bagi pebelajar, sebab jika itu terjadi, pendidikan hanya akan menjadi beban hidup. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, utamanya dalam pembelajaran bahasa asing/kedua, Bachman dan Palmer (1996) mengatakan bahwa kebermaknaan tugas-tugas pembelajaran bahasa (meaningfulness of language learning tasks) dicirikan oleh pelibatan lima unsur, yaitu pengetahuan tentang topik tugas, kemampuan bahasa, pelibatan atribut personal seperti tingkat minat, skemata afektif yaitu interseksi antara tingkat kesulitan tugas dan kemampuan yang dimiliki, dan strategi pemecahan masalah. Untuk optimalisasi pelibatan kelima unsur tersebut, diperlukan suatu evaluasi diri. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya. 2.2 Evaluasi Diri Evaluasi diri adalah pelibatan pebelajar dalam menentukan standara dan/atau criteria untuk menilai karyanya sendiri, sehingga dapat menentukan sejauhmana karyanya tersebut telah mencapai standar atau kriteri yang ditetapkan (Boud 1991 dalam Brew 1999). Definisi ini menunjukkan dua elemen yang ada pada setiap proses asesmen, yaitu penentuan standar terkait dengan criteria tertentu, dan penilaian terhadap karya berdasarkan standard an criteria tersebut. Brew lebih lanjut mengatakan, bahwa kemampuan untuk secara kritis menilai karya sendiri dapat menjadi salahsatu tujuan di pendidikan tinggi. Hal ini dapat dipahami mengingat di perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang tinggi dan kesadaran tentang eksistensi dirinya. Jadi, evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri pebelajar dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, pebelajar lebih bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya. Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan tujuan yang
lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’ Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction
dapat terpadu untuk
membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction dalam model di atas. Model tersebut digambarkan dalam bagan berikut.
(1) Goals
(2) Effort (3) Achievement
(4) Self-judgment (5) Self-reaction (6) Self-confidence
Kedua penulis meyakini bahwa evaluasi diri dapat meningkatkan hasil belajar, karena kegiatan evaluasi diri: a) dapat memusatkan perhatian pebelajar pada tujuan pembelajaran, b) memberikan informasi pada guru mengenai hal-hal yang masih kurang atau belum tercapai dalam pembelajaran, c) dapat lebih meningkatkan perhatian pebelajar pada asesmen, dan d) meningkatkan motivasi pebelajar. Dalam khasanah asesmen otentik, evaluasi diri dapat dilakukan secara tersendiri, dapat pula menjadi salahsatu elemen utama asesmen portofolio. Asesmen portofolio sebagai suatu asesmen
yang bersifat berkelanjutan baik pada proses maupun hasil belajar. Melalui evaluasi diri, guru dapat memantau perkembangan kemampuan pebelajar seiring dengan berkembangnya kemampuan metakognisinya akibat dari latihan evaluasi diri. Karena itu, evaluasi diri disebut sebagai kunci asesmen portofolio (O’Malley & Valdez Pierce, 1996). 2.3 Menulis Bahasa Inggris Kegiatan menulis, khususnya menulis Bahasa Inggris, adalah suatu proses kognitif dan kreatif yang terjadi secara berulang-ulang tetapi tidak linier. Proses menulis adalah suatu kegiatan kognitif. Sebagai suatu proses kognitif, menulis adalah suatu alat yang digunakan untuk menuangkan buah pikiran. Secara kognitif, di dalam pikiran terdapat suatu skema yang mengandung potensi makna. Potensi ini berkembang karena adanya stimulus dari luar dan akan terjadi suatu transaksi antara potensi itu dengan pengaruh luar tersebut. Jadi untuk berkembang dengaan optimal, diperlukan faktor mediasi (Confrey, 1995), yaitu suatu intervensi lingkungan yang membangkitkan potensi yang ada dan menjadikannya suatu kemampuan. Menulis juga suatu proses kreatif. Kreativitas dikaitkan dengan fungsi dasar manusia, yaitu berpikir, merasa, menginderakan, dan intuisi (Semiawan, 1997). Kreativitas merupakan ekspresi tertinggi dari sintesa atas semua fungsi dasar manusia tersebut. Kreativitas dalam proses menulis tercermin dari topik yang dipilih, cara mengembangkan alur (plot) tulisan, serta pemilihan kosakata dan pola-pola kalimat yang menunjukkan gaya (style) seorang penulis. Hasil transaksi tersebut merupakan sesuatu yang baru dan unik. Karena peran unsur kreativitas ini, setiap karya tulis tidak pernah ada yang persis sama satu sama lain. Keunikan suatu karya tulis mencerminkan kreativitas penulisnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tulisan adalah refleksi dari pikiran kreatif, dan karena ia merupakan hasil transaksi maka ia sekaligus juga mengembangkan pikiran (menambah skema yang telah ada sebelumnya). Secara umum, ramuan kognitif dan kreatif di atas dalam proses menulis dapat dilihat pada tiga tahap utama proses menulis, yaitu pramenulis, menulis, dan merevisi. Berdasarkan kajian teori di atas, kemampuan menulis merupakan suatu kemampuan yang dihasilkan dari suatu proses menulis yang melibatkan faktor kognitif dan kreativitas dimana potensi yang dimiliki dan pengaruh faktor lingkungan bertransaksi untuk membentuk kemampuan menulis yang mencakup lima dimensi kemampuan yaitu kemampuan menemukan ide (isi) tulisan, susunan/organisasi ide, struktur kalimat, kosakata dan gaya (style), dan mekanik.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian I dengan judul: Pengaruh Asesmen Portofolio dan Motivasi Berprestasi terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) pengaruh asesmen portofolio terhadap kemampuan menulis Bahasa Inggris mahasiswa, dan (2) peran motivasi mahasiswa untuk berprestasi dalam menentukan pengaruh asesmen portofolio terhadap kemampuan tersebut. Berdasarkan pada landasan teori di atas, kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris antara mahasiswa yang mengikuti perkuliahan menulis dengan asesmen portofolio dengan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan menulis dengan asesmen konvensional. Alasannya, karena dalam asesmen portofolio, dilakukan pemberian umpan balik secara kontinyu melalui evaluasi diri; dari mana mahasiswa mendapat kesempatan untuk mengetahui kelebihan, kemajuan, dan sekaligus pula kelemahan mereka. Karena kemajuan (progress) merupakan salah satu tujuan asesmen portofolio, maka mahasiswa dapat melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan hasil refleksinya. Dalam melakukan refleksi maupun perbaikan-perbaikan tersebut, tentunya telah terjadi suatu proses belajar pula. Dalam asesmen konvensional, kesempatan seperti ini tidak terjadi. Motivasi berprestasi sebagai digunakan sebagai variabel moderator karena asesmen portofolio adalah asesmen yang menuntut mahasiswa untuk belajar bertanggungjawab terhadap karyanya sendiri dan berusaha mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Sifat orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi ingin mencapai keunggulan. Mereka yang memiliki motivasi tinggi menyukai situasi belajar yang kompetitif dan menantang dimana mereka dapat memperoleh masukan secara langsung untuk mencapai target yang ditetapkannya. Bagi mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menganggap imbalan (reward) yang diperoleh bukan sebagai insentif, tetapi merupakan ukuran sejauhmana mereka telah mencapai taraf keunggulannya. Asesmen portofolio merupakan asesmen otentik yang memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan minatnya. Pembelajaran dengan pendekatan asesmen portofolio bersifat sangat individualized sehingga mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dapat menentukan sendiri arah dan target belajarnya, tanpa tergantung pada orang lain, seperti menunggu teman. Asesmen portofolio juga memberi kesempatan mahasiswa melakukan refleksi diri dari evaluasi diri maupun umpan balik
yang diterimanya, suatu hal yang sangat cocok dengan karakteristik mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Kesempatan-kesempatan seperti tersebut di atas memberi ruang yang sangat luas pada mahasiswa tersebut memacu prestasinya untuk unggul. Kesempatan tersebut kurang dapat diperoleh dalam asesmen konvensional. Jadi, tingkat motivasi berprestasi terkait dengan ciri-ciri asesmen portofolio sehingga diduga dapat membedakan kemampuan menulis mahasiswa dengan tingkat motivasi berprestasi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja (sekarang Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Bali). Penelitian dilakukan selama satu semester, yaitu pada bulan September 2004 hingga bulan Januari 2005. Populasi penelitian adalah 112 mahasiswa yang memprogram mata kuliah Writing II pada semester ganjil 2004/2005. Setelah dilakukan pengklasifikasian dalam tingkat motivasi berprestasi, dilakukan sampel acak sederhana untuk menentukan individu dan penempatannya dalam kelompok. Terdapat 76 mahasiswa yang digunakan sebagai sampel. Rancangan penelitian menggunakan desain eksperimen posttest-only control group design, dengan rancangan faktorial 2x2, dimana asesmen portofolio dibandingkan dengan asesmen konvensional dan
motivasi berprestasi merupakan variabel moderator yang
diklasifikasi menjadi tinggi dan rendah. Pelaksanaan penelitian diuraikan sebagai berikut. Pendekatan pembelajaran menulis pada kedua kelompok penelitian (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) menggunakan pendekatan proses dengan tiga tahapan inti, yaitu pramenulis, menulis, dan merevisi. Terdapat empat jenis karangan yang harus ditulis oleh mahasiswa, yaitu deskriptif, naratif, perbandingan, dan sebab akibat. Setiap jenis karangan dua buah, yaitu karangan wajib, yaitu satu dengan tema yang ditetapkan bersama untuk semua mahasiswa, dan satu karangan dengan tema pilihan sendiri. Dengan demikian, setiap mahasiswa menulis sebanyak delapan topik selama penelitian. Perbedaan perlakukan terjadi pada pendekatan asesmen yang digunakan. Kelompok eksperimen diberikan asesmen portofolio, yang meliputi tiga elemen pokoknya, yaitu adanya karya (evidence), evaluasi diri, dan kriteria penilaian yang jelas dan terbuka (Moya dan O’Malley, 1996). Kegiatan asesmen portofolio meliputi evaluasi diri yang dilakukan pada setiap tahapan menulis, konferensi mahasiswa-dosen, mahasiswa-mahasiswa, pemilihan karya terbaik, dan refleksi. Untuk kelompok kontrol, pendekatan asesmen konvensional meliputi penilaian terhadap hasil dari setiap tahapan menulis.
Untuk mengumpulkan data, dikembangkan instrumen kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris yang terdiri dari dua bagian, yaitu tes kinerja menulis dan rubrik penilaian analitik. Terdapat lima komponen kemampuan menulis dalam rubrik, yaitu kualitas isi, ogranisasi ide, tatabahasa, kosakata, dan mekanik. Ujicoba terhadap instrumen dilakukan secara teoretik dan empirik. Perhitungan besaran korelasi antar penilai (interrater) menggunakan rubrik tersebut menggunakan Anava Hoyt, dengan hasil koefisien korelasi sangat tinggi. Untuk mengukur tingkat motivasi berprestasi mahasiswa digunakan sebuah kuesioner skala Likert yang terdiri dari 42 butir pernyataan yang dikembangkan dari lima dimensi motivasi berprestasi dalam belajar Bahasa Inggris, yaitu orientasi pada keberhasilan, antisipasa kegagalan, inovasi, tanggungjawab terhadap tugas, dan kelekatan terhadap masyarakat penutur asli Bahasa Inggris. Analisis hasil ujicoba menggunakan koefisien alpha yang menghasilkan koefisien keandalan sangat baik. Hasil penelitian disajikan berikut ini. Tabel 1. Deskripsi data Asesmen Motivasi Berprestasi Tinggi (B1) Rendah (B2)
Σ
Portofolio (A1) n = 19 x = 37,60 SD = 3,23 n = 19 x = 27,26 SD = 4,69 n = 38 x = 32,43 SD = 6,57
Konvensional (A2) n = 19 x = 29,61 SD = 4,02 n = 19 x = 30,28 SD = 3,36 n = 38 x = 29,95 SD = 4,55
Σ n = 38 x = 33,61 SD = 4,30 n = 38 x = 28,77 SD = 3,96
Keterangan: A1B1: Kelompok mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dalam belajar Bahasa Inggris dan mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen portofolio. A2B1: Kelompok mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dalam belajar Bahasa Inggris dan mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen konvensional. A1B2: Kelompok mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dalam belajar Bahasa Inggris dan mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen portofolio. A2B2: Kelompok mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah dalam belajar Bahasa Inggris dan mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen konvensional.
Setelah dilakukan ujiprasyarat uji hipotesis yaitu uji normalitas dan homogenitas, dimana data dinyatakan normal dan homogen, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan rumus analisis variansi dua jalan (Two-way Anova). Hasil perhitungan disajikan sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Perhitungan dengan ANAVA Dua Jalan SUMBER VARIASI (SV) Pendekatan Asesmen (A) Motivasi berprestasi dalam Bel. Inggris (B)
JUMLAH KUADRAT (JK) 117,08
db 1
Rata-rata Kuadrat (RJK) 117,08
443,88
1
574,81
Jumlah
Fh
Ft 0.05
0.01
7,82**
3,96
6,96
443,88
29,68**
3,96
6,96
1
574,81
38,43**
3,96
6,96
1076,79
72
14,96
-
-
-
2212,55
75
-
-
-
-
B.
Interaksi (AB) Kekeliruan Dalam Sel (D) Total
Keterangan : db = derajat kebebasan Fh = F hitung Ft = F tabel ** = Uji F signifikan pada taraf signifikansi 0,01 Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diuraikan temuan penelitian sebagai berikut. Nilai hitung dengan ANOVA terhadap data lebih besar daripada harga dalam tabel. Ini berarti bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen portofolio dengan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen konvensional. Perbandingan rerata menunjukkan bahwa kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen portofolio lebih tinggi daripada kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen konvensional.
Selanjutnya, Uji Tukey pada kelompok mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dalam belajar Bahasa Inggris, menunjukkan bahwa nilai hitung Tukey (Q hitung) lebih besar daripada Q tabel. Ini berarti bahwa bagi mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dalam belajar Bahasa Inggris, terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen portofolio dengan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen konvensional, dimana kemampuan mahasiswa lebih baik untuk yang mengalami perlakuan asesmen portofolio. Sebaliknya, pada kelompok mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah dalam belajar Bahasa Inggris, ditemukan nilai hitung Tukey (Q hitung) lebih besar daripada nilai Q tabel. Ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen konvensional dengan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris mahasiswa yang mengikuti perkuliahan dengan pendekatan asesmen portofolio, dimana kemampuan mahasiswa lebih baik untuk yang mengalami perlakuan asesmen konvensional. Dengan uji ANAVA, hasil ini dibuktikan menunjukkan adanya interaksi secara signifikan, antara penggunaan pendekatan asesmen dengan motivasi berprestasi dalam pembelajaran menulis Bahasa Inggris, dimana kemampuan yang lebih tinggi terjadi pada mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan penerapan asesmen portofolio. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa asesmen portofolio lebih efektif dalam menentukan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris. Efektivitas ini sejalan dengan hasil penelitian Gipayana (1998; 191-201) yang menemukan bahwa penggunaan asesmen portofolio dalam pembelajaran menulis di sekolah dasar bersama-sama dengan pendekatan bertahap ternyata lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan menulis. Demikian pula hasil penelitian Marhaeni dan Darti (2004: 67) menunjukkan bahwa penggunaan asesmen portofolio dan buku cerita telah mampu meningkatkan kemampuan literasi siswa SD, dan membangkitkan afeksi mereka terhadap kegiatan membaca dan menulis. Lebih lanjut, pembahasan terhadap hasil di atas adalah bahwa, pada pembentukan kemampuan menulis dalam bahasa Inggris yang melibatkan proses kognitif dan kreatif yang kompleks, pendekatan asesmen yang bersifat komprehensif seperti asesmen portofolio dapat berfungsi sebagai alat penilaian dan umpan balik sekaligus, dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis dalam proses yang dilalui.
Selanjutnya, keterlibatan faktor motivasi berprestasi dalam belajar Bahasa Inggris menunjukkan bahwa motivasi berprestasi ternyata berperan dalam pengembangan kemampuan menulis dalam Bahasa Inggris. Untuk mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, mereka yang mengikuti perkuliahan dengan asesmen portofolio mencapai kemampuan yang lebih tinggi. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki motivasi berprestasi rendah, mereka yang mengikuti perkuliahan dengan asesmen konvensional mencapai kemampuan yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tuckman dan Sexton (dalam Tuckman, 1999: 6) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara kemampuan siswa menilai kemampuannya sendiri dalam menyelesaikan suatu tugas dengan baik (self-efficacy), dengan produktivitas akademiknya. Demikian pula mengenai hubungan motivasi berprestasi dengan nilai modern, penelitian Dantes (1989: 193) menyimpulkan bahwa semakin tinggi motivasi berprestasi seseorang, semakin tinggi pula kesiapan untuk menerima konsep-konsep berpikir, bersikap, maupun berperilaku yang berdimensi baru. Selanjutnya Tuckman mengatakan bahwa untuk mereka yang memiliki motivasi untuk berprestasi, kegiatan self-monitoring dan self-correcting dapat meningkatkan performansi. Karena itu, asesmen portofolio sesuai dengan mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Sebaliknya dengan menggunakan asesmen konvensional, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kurang mendapat kesempatan untuk memperoleh umpan balik yang sangat diperlukan. Atkinson dalam Jung (1978: 14) mengatakan bahwa tipe individu dengan motif untuk sukses rendah cenderung untuk menghindari hal-hal baru yang mengandung tantangan disebabkan oleh adanya ketakutan akan gagal. Maka dapat dipahami kenapa mereka yang memiliki motivasi berprestasi rendah kemampuannya lebih tinggi bila diberikan asesmen konvensional dibandingkan dengan mereka yang mendapat asesmen portofolio, karena asesmen portofolio adalah hal baru yang digunakan dalam pembelajaran menulis dan mereka merasa kurang nyaman untuk itu. Hasil-hasil di atas memberikan suatu fenomena yang menarik dalam kaitannya dengan motivasi berprestasi tinggi dan penggunaan asesmen portofolio. Meskipun tidak dinyatakan dalam suatu hipotesis secara eksplisit mengenai perbandingan antara mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan yang rendah, dengan melihat ciri-ciri asesmen portofolio, tampak bahwa asesmen portofolio juga bermanfaat untuk meningkatkan motivasi berprestasi.
Laporan dari Kelly Elementary School di San Diego menyebutkan bahwa evaluasi diri dapat meningkatkan semangat siswa untuk belajar lebih keras. Sejalan dengan itu pula adalah laporan hasil penelitian Dantes (1989: 198) bahwa aktivitas-aktivitas yang kreatif banyak gunanya bagi peningkatan motivasi berprestasi. Hal ini berarti bahwa, bila asesmen portofolio dapat mengoptimalkan kemampuan menulis Bahasa Inggris bagi mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi; bagi mereka yang memiliki motivasi berprestasi rendah asesmen portofolio sesungguhnya dapat meningkatkan motivasi berprestasi mereka, mengingat ciri-ciri asesmen portofolio yang bersifat berkelanjutan dan memperbaiki proses pembelajaran. Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: (1)
asesmen portofolio yang digunakan dalam perkuliahan menulis dalam Bahasa
Inggris untuk mahasiswa yang mengambil Mata Kuliah Writing II pada semester genap 2004/2005 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja, berdampak lebih baik pada kemampuan menulis mahasiswa dibandingkan dengan asesmen konvensional, (2) motivasi berprestasi dalam belajar Bahasa Inggris berperan dalam menentukan pengaruh penggunaan pendekatan asesmen pada kemampuan mahasiswa yang belajar menulis dalam Bahasa Inggris. 3.2 Hasil Penelitian II dengan judul: Optimalisasi Pemanfaatan Teknik Evaluasi-Diri dalam Meningkatkan Kualitas Perkuliahan Mata Kuliah Writing II pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja. Penelitian ini adalah sebuah riset peningkatan kualitas pembelajaran (Research for the Improvement of Instruction/RII) yang bertujuan untuk: (1) mengoptimalkan kemampuan mahasiswa dalam menulis esai pendek dalam Bahasa Inggris pada Mata Kuliah Writing II, (2) mengefektifkan pembelajaran menulis pada Mata Kuliah Writing II melalui optimalisasi kegiatan evaluasi diri sebagai salahsatu unsur utama asesmen portofolio. Dan (3) menghasilkan suatu model pembelajaran menulis dalam Bahasa Inggris, khususnya esai pendek, yang berbasis asesmen portofolio dimana kegiatan evaluasi diri dilakukan secara optimal. Penelitian ini dilakukan pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja. Pemantauan awal terhadap masalah pembelajaran Writing II telah dilakukan pada semester ganjil 2004/2005; selanjutnya penelitian dilakukan pada semester ganjil 2005/2006 (September – Nopember 2005). Subjek penelitian berjumlah 27 orang mahasiswa.
Penelitian ini menggunakan prosedur Penelitian Tindakan Kelas, yaitu dalam siklus yang terdiri dari empat fase, yaitu merencanakan, melaksanakan tindakan, memantau, dan merefleksi. Pada fase perencanaan, dilakukan diskusi tim peneliti dan penyiapan instrumen tindakan berupa: (i) Persiapan Pembelajaran, yaitu pengembangan Satuan Acara Pembelajaran dan Skenario Pembelajaran, dan pembuatan/pengadaan media, dan (ii) Pembuatan/pengadaan instrumen pemantauan seperti ceklis evaluasi diri, lembar observasi, tugas kinerja menulis, dan rubrik penilaian kemampuan menulis. Pada fase pelaksanaan tindakan, dilakukan kegiatan pembelajaran dalam bentuk tatap muka, tugas terstruktur, dan tugas mandiri. Penelitian dilakukan dalam 12 kali tatap muka dimana empat genre menulis, yaitu deskriptif, naratif, perbandingan, dan sebab-akibat dilatihkan. Selama 12 kali pertemuan, kegiatan perkuliahan meliputi tiga tahap menulis yaitu penggalian ide-ide karangan, menulis karangan, dan merevisi karangan. Pada setiap tahapan menulis, dilakukan kegiatan evaluasi diri yang dilanjutkan dengan variasi antara peer evaluation dan lecturer-student conferences. Fase pemantauan dilakukan dalam rangka mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengetahui kinerja siklus. Pemantauan dilakukan baik selama PBM berlangsung, maupun pasca PBM/pasca satu siklus. Pemantauan selama PBM antara lain pemantauan kinerja PBM, pelaksanaan kegiatan evaluasi diri, dan pengembangan folder portofolio. Pemantauan pasca PBM adalah penilaian folder portofolio, analisis lembar evaluasi diri, dan penilaian kemampuan menulis melalui rubrik penilaian. Fase refleksi adalah peninjauan terhadap kinerja siklus, kekuatan, dan kelemahan yang masih ada. Sebelum dilakukan refleksi yang berupa diskusi intensif tim peneliti, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan. Hasil analisis data adalah temuan siklus. Temuan inilah yang digunakan sebagai bahan melakukan refleksi. Hasil refleksi berupa rekomendasi apakah permasalahan telah dapat ditanggulangi atau diperlukan siklus lanjutan. Berikut ini disajikan matriks pengumpulan data dan analisis data dari penelitian yang dilakukan. Tabel 3. Matriks Penelitian NO
DATA
1.
Kemampuan menulis esai
INSTRUMEN Rubrik penilaian
JENIS produk
TEKNIK PENGUMPULAN Penulisan esei pendek
TEKNIK ANALISIS Penilaian interrater, tingkat
pendek 2.
Efektivitas kegiatan evaluasi diri
Ceklis
Produk
Studi dokumen (lembar evaluasi diri mahasiswa)
3.
Kualitas portofolio
Ceklis
Produk
Studi dokumen (folder portofolio)
4.
Kinerja PBM
Lembar observasi
Proses
Pencatatan anekdot
5.
Folder Portofolio
Ceklis
Produk
Study dokumen
folder
kemampuan menulis ditentukan dengan PAP Pengelompokan berdasarkan beberapa komponen penilaian efektivitas evaluasi diri, penentuan rating 0 – 4 Analisis berdasarkan kriteria sebuah folder portofolio yang baik Analisis berdasarkan beberapa komponen yang diobservasi, dilakukan analisis deskripsi kualitatif Deskripsi kualitatif
Kriteria keberhasilan penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: (1)
Kemampuan mahasiswa dalam menulis esai pendek, yaitu mencapai skor minimal 70 yang ekuivalen dengan nilai B (Buku Pedoman Studi IKIP Negeri Singaraja, 2003).
(2)
Efektivitas kegiatan evaluasi diri, yaitu perolehan rating minimal 3 (dari rentangan 0 – 4) untuk setiap komponen efektivitas.
(3)
Kualitas PBM, yaitu masuk kategori baik (80 persen performansi favourable).
(4)
Kelengkapan folder portofolio, yaitu semua mahasiswa memiliki folder portofolio dengan komponen yang lengkap. Hasil penelitian yang berlangsung sebanyak dua siklus ditampilkan berikut ini
a. Diagnostik awal Diagnostik awal yang dilakukan sebelum pelaksanaan siklus I menunjukkan bahwa mahasiswa mengaku tidak mampu menulis dengan baik, tidak bisa menilai mana tulisan yang disebut bagus dan mana yang kurang bagus. Mahasiswa juga memiliki keinginan untuk menulis secara mandiri di luar kelas, tetapi mereka tidak tahu bagaimana caranya karena tidak ada
pedoman yang jelas. Namun mereka mengeluhkan waktu menulis di kelas tidak cukup untuk menyelesaikan tugas-tugas dari dosen. Dari hasil tersebut, maka hal-hal yang perlu ditingkatkan adalah keberanian dan kepercayaan diri mahasiswa bahwa mereka bisa menulis. Sesuai dengan hasil diagnostik awal, peningkatan efektivitas kegiatan menulis memerlukan kegiatan menulis dimana mahasiswa dapat bekerja secara mandiri berdasarkan pedoman tentang apa yang dituntut dari mahasiswa sebagai hasil dari proses belajar menulis yang dilaluinya.
b. Siklus I
Dalam pelaksanaan tindakan dan pemantauan digunakan: (i) Lembar Evaluasi Diri meliputi lima aspek kemampuan menulis, yaitu Isi, Organisasi, Kosakata/Gaya, Struktur Kalimat, dan Mekanika. Lembar Evaluasi Diri untuk setiap aspek dapat dikembangkan berdasarkan keterampilan menulis yang relevan. Ada kemungkinan bahwa satu aspek dikembangkan dalam beberapa lembar evaluasi diri dengan pertimbangan untuk membantu mahasiswa yang agak kurang dapat menggunakan ceklis yang lebih mudah. Kemudian secara bertahap mereka akan menggunakan ceklis yang lebih kompleks (contoh ceklis pada lampiran 1). Penilaian efektivitas evaluasi diri didasarkan pada sejauh mana mahasiswa menggunakan ceklis tersebut untuk merevisi tulisannya. Hal tersebut terlihat dari tanda cek yang ada pada setiap deskriptor pada setiap ceklis. Penilaian dikategorikan berdasarkan presentase tanda cek yang ada; (ii) Skenario Perkuliahan Penulis, dmana sintaks proses menulis terdiri dari tahap pramenulis, menulis, dan merevisi, yang dijabarkan dalam kegiatan sebagai berikut. Tabel 4. Tahapan Kegiatan Menulis NO. 1.
TAHAP Pramenulis
2.
Menulis
3.
merevisi
KEGIATAN a. Pemodelan: dosen memberikan contohcontoh tulisan dari genre yang hendaknya ditulis. b. Mahasiswa menunjukan contoh-contoh sendiri dan mendiskusikannya c. Penentuan topik tulisan d. Pembuatan outline (bila perlu) a. Mengembangkan topik/outline menjadi sebuah tulisan a. Merevisi tulisan
KETERANGAN Klasikal, kelompok Kelompok
Individu Individu. Menggunakan referensi dan handouts yang
ditunjuk atau disediakan oleh dosen, konferensi, evaluasi oleh teman, evaluasi diri, refleksi.
(iii). Tugas Menulis (writing task) dan Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis. Sebagai suatu asesmen kinerja, tugas menulis yang diberikan berupa petunjuk untuk menulis suatu genre. Tulisan mahasiswa tersebut dinilai dengan sebuah rubrik analitik. Rubrik ini terdiri dari lima aspek, yaitu Isi, Organisasi, Kosakata/Gaya, Struktur Kalimat, dan Mekanika. Untuk setiap aspek dikembangkan indikatornya, selanjutnya dibuatkan deskriptor pada mana setiap deskriptor menunjukan jenjang kemampuan menulis untuk aspek tersebut. Jenjang kemampuan untuk setiap aspek terdiri dari empat jenjang, yaitu merentang dari 1 hingga 4. Setiap aspek memiliki bobot yang berbeda mengingat peran setiap aspek dalam membentuk kemampuan menulis memang berbeda. Untuk aspek isi dan organisasi masing-masing bobotnya adalah 3, kosakata/gaya dan struktur kalimat masing-masing bobotnya 2, dan mekanika bobotnya 1, sehingga skor meretnag dari 11 hingga 44; seperti terlihat pada rubrik berikut. Tabel 5. Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis NO.
Komponen
1.
Isi Karangan
2. 3.
Organisasi Ide Penggunaan Kosakata Penggunaan Tatabahasa
4. 5.
Bobot skor (1 – 5) 3 2 2 2
Penggunaan 1 Mekanika (ejaan dan tandabaca)
Hasil dan Pembahasan Siklus I
Indikator Relevansi topik dengan substansi tugas, pengembangan thesis statement, wawasan tentang topik Susunan ide-ide, pengungkapan ide-ide Kompleksitas dan efektivitas kalimat, akurasi penggunaan tatabahasa Keluasan kosakata, ketepatan penggunaan kata dan idiom, ketepatan bentuk-bentuk kata Kepatuhan pada konvensi/aturan-aturan penulisan, ketepatan penggunaan tandatanda baca dan huruf besar, kebenaran ejaan
Hasil analisis terhadap: (i) efektivitas evaluasi diri menunjukkan bahwa semua mahasiswa menggunakan ceklis. Secara umum, rata-rata efektivitasnya adalah 2,778, dimana ini berarti termasuk dalam kategori mendekati baik. Bila dilihat secara lebih rinci, 9 orang mahasiswa (33,33%) menggunakan ceklis hanya hingga 40% saja dari semua deskriptor yang ada dalam ceklis; 15 orang mahasiswa (55,55%) menggunakan hingga 60%; dan 3 orang mahasiswa (11,11%) menggunakan hingga 80%; (ii) kemampuan menulis esai naratif menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan sebesar 30,368 yang masuk dalam kategori Baik. Secara rinci dapat dilihat bahwa 4 mahasiswa (14,81%) memperoleh nilai Sangat Baik, 23 mahasiswa (85,19%) memperoleh nilai Baik; (iii) kelengkapan isi folder partofolio menunjukkan bahwa 23 mahasiswa (85,185%) memiliki folder yang lengkap, sedangkan 3 orang mahasiswa (14,815%) kurang lengkap. Setelah dianalisis lebih jauh, tidak lengkapnya folder disebabkan oleh tidak adanya cover letter, salah satu komponen folder portofolio; (iv) catatan dosen – yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara informal – menunjukkan bahwa semua mahasiswa sudah menggunakan ceklis evaluasi diri. Tetapi, ada kecenderungan ceklis belum dimanfaatkan secara optimal karena mahasiswa ragu dan merasa tidak mampu menggunakannya. Hasil di atas menunjukkan bahwa secara umum, kemampuan mahasiswa sudah baik. Hal ini berarti bahwa kegiatan evaluasi diri telah mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa hingga mencapai kategori baik. Dapat pula dilihat bahwa mahasiswa telah menggunakan ceklis evaluasi diri dalam proses menulisnya. Namun demikian, terlihat bahwa penggunaan ceklis belumlah optimal. Sementara itu, bila dilihat dari permasalahan yang hendak ditanggulangi, terlihat bahwa dari segi kemampuan menulis memang sudah baik, tetapi belum terlihat adanya cerminan sikapsikap positif yang muncul sebagai akibat pengguanaan ceklis evaluasi diri. Sikap-sikap yang diharapkan adalah ownership, yaitu sikap yang mencerminkan bahwa kegiatan menulis itu adalah untuk peningkatan diri mahasiswa, bukan semata-mata tugas kuliah; dan risk-taking, yaitu sikap berani mengambil resiko. Ini tercermin dari keinginan mencoba walaupun dengan hanya sedikit bimbingan. Dapat dikatakan demikian karena, ternyata hasil pemantauan menunjukkan bahwa mahasiswa masih ragu-ragu dalam menggunakan ceklis, mereka takut salahdan belum menyadari betul manfaat dari ceklis tersebut. Analisis lebih jauh terhadap fenomena ini adalah , bahwa ada factor budaya yang menyebabkan sulitnya mahasiswa mempunyai rasa percaya diri dan menjadi independen. Pendidikan kita secara umum justru telah
memasung kreativitas dengan adanya praktek pembelajaran yang sangat teacher-centered, dimana guru ditempatkan dalam posisi yang sangat strategis yaitu sumber ilmu pengetahuan bagi muridnya. Tetapi, secara tidak disadari hal tersebut telah membuat ketergantungan yang sangat tinggi pada guru. Walhasil, tanpa guru murid tidak melakukan apa-apa. Hasil refleksi di atas mengarah pada perencanaan siklus II. Hal-hal yang perlu diperbaiki adalah, mengoptimalkan penggunaan ceklis evaluasi diri untuk mencapai tiga hal utama yaitu (1) kemampuan menulis yang optimal, (2) rasa kepemilikan terhadap kegiatan menulis, dan (3) keberanian mengambil resiko untuk menumbuhkan independensi belajar. c. Siklus II Berdasarkan hasil pada siklus I, dilakukan siklus II dengan mengoptimalkan pemanfaatan ceklis evaluasi diri pada tahap merevisi tulisan. Optimalisasi tersebut berupa penambahan ceklis sesuai dengan kebutuhan, diadakan waktu khusus untuk melakukan evaluasi diri disamping secara individual di luar kelas, dan optimalisasi peer evaluation dan student-teacher conferences. Hasil dan Pembahasan Siklus II Hasil Analisis terhadap: (i) Efektivitas Kegiatan Evaluasi Diri menunjukkan bahwa semua mahasiswa menggunakan ceklis. Secara umum, rata-rata efektivitasnya adalah 4,407, meningkat dari efektivitas sebelumnya pada siklus I yaitu sebesar 2,778. Hasil ini menunjukkan bahwa efektivitas penggunaan ceklis sudah mencapai kategori sangat baik. Bila dilihat secara lebih rinci, 16 orang mahasiswa (59,259%) menggunakan ceklis hingga 80% dari semua deskriptor yang ada dalam ceklis; dan 11 orang mahasiswa (40,741%) menggunakannya hingga 100%. Dengan demikian, ini berarti mahasiswa sudah menggunakan ceklis evaluasi secara optimal, terlihat dari besarnya prosentase penggunaan deskriptor pada ceklis untuk membantu mahasiswa dalam melakukan revisi terhadap tulisannya; (ii) kemampuan menulis esai deskriptif menunjukkan bahwa rerata kemampuan menulis mahasiswa adalah sebesar 35,704 yang masuk dalam kategori Sangat Baik. Secara rinci dapat dilihat bahwa 18 mahasiswa (66,66%) memperoleh nilai Sangat Baik, dan 9 mahasiswa (33,33%) memperoleh nilai Baik; (iii) kelengkapan folder portofolio menunjukkan bahwa semua folder telah lengkap dan tersusun dengan baik. Susunannya adalah (mulai dari atas) : cover letter, entri Bestwork), draf, dan ceklis evaluasi diri; (iv) catatan dosen yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara
informal menunjukkan bahwa semua mahasiswa sudah menggunakan veklis evaluasi diri. Pengamatan dosen juga menunjukkan bahwa mahasiswa semakin lancar menggunakan ceklis dan aktif mengklarifikasi temuan mereka pada tulisan masing-masing. Sekali waktu dalam kegiatan kelompok, terjadi diskusi yang panjang tentang salah satu aspek tulisan. Sering terjadi dosen perlu memberikan penjelasan ketika dalam diskusi tidak terjadi solusi yang tepat. Hasil-hasil di atas menunjukkan bahwa secara umum, kemampuan menulis mahasiswa pada akhir siklus II sudah sangat baik. Hal ini berarti bahwa kegiatan evaluasi diri telah mampu mengoptimalkan kemampuan menulis mahasiswa. Bila dilihat dari sisi kegiatan evaluasi diri itu sendiri, dapat dikatakan bahwa telah terjadi optimalisasi penggunaan ceklis terlihat dari tingginya prosentase penggunaan deskriptor dalam ceklis, dibandingkan dengan banyaknya deskriptor yang disediakan. Hal ini berarti bahwa ceklis telah dimanfaatkan secara sangat optimal oleh mahasiswa dalam proses merevisi tulisannya. Tingginya penggunaan ceklis evaluasi diri oleh mahasiswa dan tingginya kemampuan mahasiswa dalam menulis seperti tercermin dalam hasil analisis pada siklus II merupakan indikasi adanya sikap kepemilikan (ownership) terhadap proses belajar menulisnya. Mahasiswa tekun melakukan perbaikan-perbaikan terhadap tulisannya untuk mencapai hasil terbaik yang memuaskan hatinya. Tingginya kegiatan mandiri dengan bantuan ceklis mencerminkan bahwa kegiatan menulis itu adalah untuk peningkatan diri mahasiswa, bukan semata-mata tugas kuliah. Tingginya penggunaan ceklis juga menunjukkan sikap risk-taking, yaitu sikap berani mengambil resiko. Peningkatan yang sangat tinggi dari penggunaan ceklis di siklus I ke siklus II mengindikasikan bahwa mahasiswa telah berani menggunakan ceklis meskipun kemungkinan mereka harus menggunakan beberapa deskriptor beberapa kali dalam satu tulisan. Secara pelan-pelan (jika kegiatan evaluasi diri terus dilakukan ) pengaruh tradisi teachercentered akan bergeser pada student-centered, yang dicirikan antara lain oleh mahasiswa yang mempunyai rasa percaya diri sehingga berani mengambil resiko, dan menjadi independen dalam proses belajar menulis. Hasil refleksi di atas menunjukkan bahwa hingga akhir siklus II, telah dihasilkan peningkatan yang sangat signifikan dari siklus I ke siklus II, dengan hasil yang sangat baik. Dapat pula ditetapkan bahwa tujuan penelitian telah tercapai. Dengan demikian, penelitian ini diselesaikan pada akhir siklus II.
Simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian di atas adalah : 1. Bahwa masalah yang dihadapi mahasiswa adalah sulitnya menulis esai pendek dalam Bahasa Inggris yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : (i) kemampuan menulis yang kurang, (ii) kurangnya waktu di kelas untuk menulis, (iii) untuk dapat menulis dengan baik, mahasiswa perlu bekerja diluar jam kuliah, untuk itu diperlukan pedoman belajar menulis. 2. Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan ceklis evaluasi diri sebagai pedoman belajar menulis, kemampuan mahasiswa dalam menulis telah mencapai katagori sangat baik pada akhir siklus II. 3. Penggunaan ceklis evaluasi diri telah mencapai tingkat sangat baik. Hal ini berarti bahwa telah terjadi optimalisasi penggunaan ceklis oleh mahasiswa dalam upaya mencapai hasil tulisan yang optimal. 4. Tingginya penggunaan ceklis evaluasi diri juga menjadi indikasi tumbuhnya sikap ownership dan risk-taking, dimana hal ini sangat membantu mahasiswa dalam bekerja secara mandiri. 5. Kemandirian mahasiswa dalam menulis didukung oleh pedoman belajar yang memadai yaitu ceklis evaluasi diri untuk semua komponen kemampuan menulis yang ternyata telah dimanfaatkan secara optimal. 6. Model pembelajaran menulis yang dikembangkan dalam penelitian ini dan telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan menulis adalah model pembelajaran menulis proses dengan tiga tahapan menulis yaitu pramenulis, menulis, dan merevisi yang berbasis asesmen portofolio dimana dilakukan optimalisasi kegiatan evaluasi diri. Optimalisasi kegiatan evaluasi diri dalam penelitian ini adalah penggunaan secara optimal ceklis evaluasi diri dalam tahap merevisi. Berdasarkan hasil penelitian, agar terjadi optimalisasi tersebut, perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : a. Pengenalan pembelajaran berbasis portofolio, dimana evaluasi diri adalah kunci keberhasilan asesmen tersebut. b. Pelatihan bersama dalam menggunakan ceklis evaluasi diri c. Dorongan yang tinggi tentang pentingnya ownership dan risk-taking dalam upaya mencapai kemandirian belajar
d. Optimalisasi penggunaan ceklis evaluasi diri melalui kegiatan evaluasi diri yang berkelanjutan. 3.3 Pembahasan Di atas telah dipaparkan mengenai dua buah penelitian dimana pengaruh evaluasi diri telah dibuktikan terhadap peningkatan efektivitas pembelajaran menulis Bahasa Inggris. Berdasarkan kajian teoretik dan empirik terhadap peran evaluasi diri tersebut, berikut ini dilakukan pembahasan terhadap peran evaluasi diri dalam proses pembelajaran, dan implementasinya termasuk factor-faktor pendukung dan potensi kendala yang mungkin dihadapi bilamana evaluasi diri digunakan dalam penilaian pendidikan. a. Pentingnya Evaluasi Diri dalam Pembelajaran Kajian tentang evaluasi diri sebagai suatu hal penting dalam proses pembelajaran dan penilaian belakangan ini telah banyak dilakukan, meskipun dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep evaluasi diri sebagai suatu alat penilaian otentik belum berkembang seperti jenis asesmen otentik yang lain seperti asesmen kinerja. Asesmen portofolio sudah banyak dibicarakan dan sudah mulai diimplementasikan dalam penilaian, namun dari beberapa pengamatan, asesmen portofolio lebih dimaknai sebagai penilaian terhadap sekumpulan produk atau hasil belajar; padahal, salahsatu esensi dari asesmen portofolio adalah pemantauan terhadap proses belajar. Untuk memantau proses, dilakukan penilaian baik oleh guru maupun siswa. Untuk mengoptimalkan peran siswa dalam proses penilaian, dilakukan evaluasi diri, yaitu evaluasi siswa terhadap apa yang telah dilakukannya, bagaimana dia melakukannya, apa kelebihannya, apa kekurangannya. Selanjutnya, hasil evaluasi diri menjadi bahan balikan sebagai refleksi atas kinerjanya, dan bagaimana kinerja tersebut dapat ditingkatkan. Perubahan paradigma pembelajaran dari berorientasi produk belajar menuju pada optimalisasi proses belajar untuk menjamin kualitas produk, telah melahirkan orientasi baru dalam penilaian hasil belajar, yaitu peran proses dan produk belajar secara bersama-sama dalam menentukan kualitas hasil belajar. Untuk itu, proses harus dipantau secara baik. Evaluasi diri sesuai sebagai salahsatu teknik penilaian proses karena melalui evaluasi diri pebelajar dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam melakukan tugas, sewaktu-waktu selama proses penyelesaian tugas. Dengan melakukan itu, pebelajar mendapat balikan untuk selanjutnya bisa
melakukan perbaikan terhadap karyanya. Ini berbeda jika pebelajar tidak melakukan evaluasi diri. Dia hanya melakukan tugasnya, menyelesaikannya, dan tidak mendapat balikan untuk menjamin kualitas karyanya. Andaipun mendapat balikan seperti nilai yang diberikan oleh penilai (guru atau dosen), tapi seringkali balikan itu terlalu terlambat hingga tidak dirasakan perlu dilakukan perbaikan. Berdasarkan pengalaman melakukan kedua penelitian di atas, evaluasi diri yang dilakukan secara berkesinambungan dalam proses penyelesaian tugas dapat berdampak pada: (1) peningkatan hasil belajar, karena ada kesempatan untuk selalu memperbaiki karya setiap saat setelah evaluasi diri dilakukan; (2) memberi rasa kepemilikan (ownership) karena pebelajar itu sendiri yang melihat dan menilai kelebihan dan kekurangan karyanya, dan dia sendiri pula yang melakukan perbaikan atas karyanya. Dengan cara demikian, akan terjalin ’kedekatan psikologis’ antara pebelajar dengan karyanya dimana dia akan memandang bahwa tugas tersebut bukan sekadar untuk memenuhi tugas dari orang lain, tetapi juga menjadi bagian dari dirinya; (3) menjadikan pebelajar menjadi seorang risk taker, yang siap mencoba dan melakukan sesuatu meskipun dia belum tahu betul bagaimana caranya. Dia berani mencoba karena tahu bahwa dia akan selalu memiliki kesempatan memperbaiki diri, (4) tiga hal di atas, dapat melahirkan pebelajar mandiri (autonomous learners). Pentingnya evaluasi diri dalam sistem pendidikan kita juga didukung oleh kebijakan kurikulum, yaitu penerapan KTSP tiap satuan pendidikan. KTSP berorientasi pada pembentukan kompetensi dan untuk itu pembelajaran harus berpusat pada pebelajar. Brew (1999) menekankan bahwa kemampuan untuk secara kritis mengases karya sendiri merupakan salahsatu tujuan di pendidikan tinggi, meskipun mungkin evaluasi diri tidak dilakukan secara sistematis. b. Potensi Kendala Di atas telah dibahas, baik secara teoretik maupun empirik, bahwa evaluasi diri merupakan kegiatan yang dapat mendukung proses dan hasil belajar. Namun, dari hasil penelitian kedua dapat dilihat bahwa penggunaan evaluasi diri tidaklah instant-effective, dalam arti, evaluasi diri ternyata memerlukan waktu penyesuaian yang cukup lama. Berbagai kendala implementasi evaluasi diri dapat diklasifikasikan kedalam tiga isu, yaitu kendala yang bersifat kultur, psikologis, dan pedagogik.
Dari segi kultur, pendidikan kita masih kental dengan orientasi top-down, termasuk dalam interaksi siswa-guru di dalam kelas. Siswa masih sangat tergantung pada gurunya sebagai manajer kelas. Segala sesuatunya diputuskan oleh guru dan siswa merasa tidak memiliki hak untuk ‘mengintervensi wewenang’ guru tersebut. Dari segi psikologis, siswa merasa tidak mampu dan tidak siap melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri. Mereka menganggap bahwa penilaian terhadap karyanya harus benar, sedangkan mereka merasa masih perlu banyak belajar. Rasa takut salah dalam melakukan evaluasi diri menyebabkan siswa justru menjadi cemas ketika diminta untuk mengevaluasi diri. Di sisi lain, jika kegiatan evaluasi diri dimaknai dan dilakukan secara salah – dalam arti, bahwa evaluasi diri digunakan sebagai penilaian produk dimana siswa diberi ‘mandat’ untuk sepenuhnya menilai kinerjanya, maka dapat terjadi hal yang sebaliknya – siswa dengan antusias menulis nilainya sendiri, yang tentunya dibuat besar-besar. Kedua kendala di atas dapat menyebabkan masalah pedagogik yang penting untuk dicermati. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa faktor budaya dan faktor psikologis menyebabkan kesulitan bagi guru untuk menerapkan teknik evaluasi diri dalam pembelajaran. Tidak siapnya siswa untuk melakukan evaluasi diri menjadi beban berat bagi guru, karena menjadi sulit untuk ‘mengajar’ siswa melakukan evaluasi diri.
4. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan uraian hasil dua penelitian tentang evaluasi diri dalam pembelajaran Bahasa Inggris di atas, dan pembahasan atas hasil-hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa: 1. Evaluasi diri sebagai salahsatu jenis asesmen otentik terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya perkuliahan menulis. 2. Dengan penerapan teknik evaluasi diri secara optimal dalam pembelajaran menulis, dapat ditingkatkan hasil belajar menulis siswa, efisiensi waktu pembelajaran di kelas karena siswa dapat bekerja di luar kelas dengan pedoman ceklis evaluasi diri, dan dapat mendidik siswa untuk merasakan ownership atas kinerja dan karyanya, dan belajar mengambil resiko atas belajarnya
(risk-taking) melalui kegiatan pembelajaran mandiri berbantuan ceklis evaluasi diri. Semua ini dapat melahirkan autonomous learners, yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses pembelajaran. 3. Dalam implementasinya pada pembelajaran, kegiatan evaluasi diri ternyata tidak instant-effective. Hal ini disebabkan oleh paling tidak tiga hal. Pertama, faktor budaya pendidikan kita yang hingga kini masih bersifat top-down, dimana siswa sangat tergantung pada gurunya. Orientasi tradisional ini lebih lagi terlihat pada kegiatan penilaian dimana siswa merasa tidak berhak menilai dirinya. Bagi mereka, satu-satunya agen penilai adalah guru. Kedua, faktor psikologis, dimana siswa merasa tidak mampu melakukan penilaian dan jika hal tersebut ditugaskan padanya akan menimbulkan rasa cemas. Ketiga, dari kedua faktor di atas, menimbulkan masalah pengelolaan pembelajaran (pedagogik), yaitu kesulitan dalam mengajar siswa melakukan evaluasi diri karena mereka dihalangi oleh dua faktor di atas. 4. Mengingat pentingnya evaluasi diri dalam pembelajaran, dan besarnya tantangan dalam memulai mengimplementasikannya, diperlukan suatu mekanisme bertahap dalam fase-fase. 4.2 Saran Berdasarkan paparan kedua hasil penelitian, pembahasan yang dilakukan terhadap hasilhasil itu, dan simpulan dari keseluruhan kajian ini, maka saran yang berupa rekomendasi kebijakan implementasi teknik evaluasi diri dalam pembelajaran dan asesmen pendidikan diberikan pada dua sisi, yaitu rekomendasi dalam konteks kebijakan, dan rekomendasi strategi implementasinya dalam kegiatan pembelajaran dan asesmen. Dalam konteks kebijakan, perlu dilakukan optimalisasi penggunaan asesmen otentik dengan prioritas pada teknik evaluasi diri, dalam arti, guru diwajibkan menggunakan teknik evaluasi diri di samping teknik-teknik asesmen otentik yang lain dalam program pembelajaran yang dikelolanya. Untuk itu langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: (1) sosialisasi dan pelatihan pelaksanaan evaluasi diri untuk mendukung pendekatan keterampilan proses dalam berbagai model pembelajaran, (2) pelaksanaan pelatihan yang sebaiknya dilakukan di gugusgugus (sejenis lesson study) yang dibentuk untuk itu dengan mempertimbangkan klasifikasi sekolah dan areal, (3) demi lancar dan kontinunya pelaksanaan pelatihan tersebut di setiap gugus, perlu dibentuk calon-calon pelatih untuk itu (TOT). Hal ini dapat dilakukan kerjasama antara
Universitas-LPMP dengan memanfaatkan guru-guru berpengalaman, (4) dirancang dan dilakukan sekolah
program monitoring secara rutin dan berkelanjutan kemasing-masing gugus dan secara proporsional, (5) ciptakan ajang diskusi laporan pelaksanaan pembelajaran
berbasis evaluasi diri secara berkala dan berjenjang. Semua hal di atas dapat dilakukan dengan kordinasi antara Dinas Pendidikan (Kabupaten/Kota-LPMP-Cabang Dinas dimasing-masing Kecamatan dan gugus sebagai ujung tombak) Dalam konteks implementasi dalam kegiatan pembelajaran dan asesmen di kelas, disarankan agar teknik evaluasi diri diimplementasikan dalam tiga fase sebagai berikut: (i) fase penanaman konsep pentingnya evaluasi diri dalam belajar sehingga mengubah persepsi siswa bahwa penilaian hanya dilakukan terhadap produk belajar, sebaliknya, siswa perlu meyakini bahwa dengan keterbukaan menerima kelebihan dan kekurangan sendiri adalah suatu hal yang sangat baik bagi pertumbuhannya; (ii) fase pelatihan dimana siswa dilatih untuk bisa melakukan evaluasi diri secara efektif. Rolheiser dan Ross (2005) menyarankan empat langkah yang perlu dilakukan guru dalam melatih siswa melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua pebelajar tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya. Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Pengajar mengajak pebelajar bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya. Untuk langkah kedua, siswa dilatih menggunakan ceklis evaluasi diri. Pertama-tama dilakukan dengan pemodelan, yaitu guru memberi contoh bagaimana cara melengkapi ceklis, selanjutnya, dilakukan oleh siswa sendiri secara berkelompok, dan akhirnya siswa secara mandiri berlatih menggunakan ceklis, dengan berbagai variasi bentuknya. Untuk langkah ketiga, pemberian umpan balik dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan; dan dapat
dilakukan oleh guru maupun siswa. Umpan balik dari guru dapat dilakukan dengan studentteacher conference, yaitu pertemuan guru dengan siswa untuk membicarakan hasil evaluasi diri, dan menentukan arah kerja berikutnya. Umpan balik sesama siswa dapat dilakukan dalam bentuk peer evaluation, dimana siswa saling memberi masukan pada temannya. Untuk langkah keempat, dapat dilakukan baik secara individual, yang dilakukan saat konferensi, juga dapat secara klasikal untuk menentukan tugas dan kriteria selanjutnya. (iii) fase implementasi, yaitu penggunaan teknik evaluasi diri dalam proses pembelajaran secara sistematik. Dalam fase pelatihan dan implementasi digunakan berbagai macam instrumen evaluasi diri seperti daftar cek, dan jurnal. Daftar Pustaka Bachman, L. F. & Palmer, A. (1996). Language Testing in Practice. Oxford: Oxford University Press. Brew, A. (1999). ‘Toward Autonomous Assessment: using Self Assessment and Peer Assessment’. dalam Brown, S. dan Glesner, A. Assessment Matters in Higher Education. . Open University Press. Buchori, M. (2000). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Confrey, Jere. (1995). ‘A Theory of Intellectual Development’. Journal For the Learning of Mathematics. Vol. 15,1 (Februari). 38-47. Dantes, N. (1997). Motivasi Berprestasi dan Harapan Terhadap Sains dan Teknologi Di Kalangan Siswa Kelas I SMU Negeri 2 Singaraja. The Research Center of IKIP Negeri Singaraja. (unpublished research report). Delors, J. (1996). Learning: The Treasure Within. France: UNESCO Publishing. Gipayana, M. (1998). ‘Keefektifan Pendekatan Bertahap dan Penilaian Portofolio dalam Mengembangkan Keterampilan Menulis Siswa Sekolah Dasar’. Jurnal Ilmu Pendidikan. Year 25 No. 2 (July). 191-201. Jung, J. (1978). Understanding Human Motivation. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Marhaeni, A.A.I.N. dan Darti, N.W. (2004). Optimalisasi Pembelajaran Literasi pada Kelas IV SD Lab. IKIP Negeri Singaraja Melalui Pembelajaran berbasis Buku Bacaan dan Asesmen Portofolio. Singaraja: The Research Center of Ganesha University of Education (unpublished research report).
Marhaeni, A.A.I.N. (2005). Pengaruh Asesmen Portofolio dan Motivasi Berprestasi terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha (laporan penelitian) Marhaeni, A.A.I.N., Ramendra, D. P. dan Suwastini, N. K. A. (2005). Optimalisasi Kegiatan Evaluasi Diri dalam Pembelajaran Berbasis Portofolio untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis dalam Bahasa Inggris. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha (laporan penelitian) Moya, S.S. & O’Malley, J.M. (1994). ;A Portfolio Model for ESL;. The Journal of Educational Issues of Language Minorities. Vol. 13 (Spring). 13-36. O’Malley, J.M. & Valdez Pierce, L. (1996). Authentic Assessment for English Language Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company. Rolheiser, C. & Ross, J. A. (2005) Student Self-Evaluation: What Research Says and What Practice Shows. Internet download. Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. (1996). Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Semiawan, C. (1997). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Grasindo. Tuckman, B.W. (1999). ‘A Tripartite Model of Motivation for Achievement: Attitude/Drive/Strategy’ makalah disampaikan dalam symposium Motivational Factors Affecting Student Achievement – Current Perspectives. Boston: Annual Meeting of the APA.
Lampiran 1 : Beberapa contoh ceklis evaluasi diri yang digunakan dalam perkuliahan Writing II untuk mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris REVISING CHECKLIST (CONTENTS AND DEVELOPMENT) “How can I best present my ideas to my readers?” DATE
:
TITLE OF PIECE : GENRE (circle)
: DESCRIPTIVE/NARRATIVE/EXPOSITORY/ARGUMENT
AUTHOR
:
READERS
: 1.
(signed)
2.
Instruction: Put a check mark on the left column of each descriptor NO.
CHECK
DESCRIPTORS
1.
Topic relevant to assignment
2.
Topic specific enough (not too narrow not too broad)
3.
Thesis statement represent your focus
4.
Controlling ideas specify your focus
5.
Main ideas make sense
6.
Equal support to controlling ideas
7.
Contents of support match the topic
8.
Supporting information enough (quantity)
9.
Contents of introductory paragraph appropriate
10.
Contents of concluding paragraph appropriate
11.
All ideas in a paragraph about the main idea (unified)
12.
All paragraphs about the same topic (unified)
13.
Ideas developed logically
14.
Method of development appropriate
15.
Smooth movement of ideas (coherence)
STYLE CHECKER
DATE
:
TITLE OF PIECE
:
GENRE
:
AUTHOR
:
READERS
:
(signed)
1. 2.
Instruction: Put a check mark on the left column of each descriptor. NO.
CHECK
DESCRIPTORS
1.
Length of sentences vary
2.
Use a variety of structural features
3.
Use of appropriate word choices
4.
Use of synonym, antonym to avoid repetition
5.
Use of specific, concrete language to facilitate meaningful reading
6.
Effective expressions, not using unnecessary words.
7.
Effective sentences, not putting the same things in several simple sentences
8.
Choice of structural features matches register
Circle words and expressions you need to change. Have your dictionary available when doing this. Sometimes a word better expresses an idea; but sometimes a phrase or a sentence fits more. “What is the most appropriate language feature for an idea?” is the question leading this process.
VOCABULARY/STYLE CHECKER DATE
:
TITLE OF PIECE
:
GENRE
:
AUTHOR
:
READERS
:
(signed)
1. 2.
Instruction: Put a check mark on YES or NO column of each descriptor. NO.
DESCRIPTORS
1.
Using dictionary
2.
Learning from readings
3.
Using appropriate words based on context/register
4.
Using standard English, no slangs
5.
Using synonym to avoid monotony
6.
Using antonym to avoid monotony
7.
Varying nouns, adjectives, adverbs like glory – glorious –
YES
NO
gloriously 8.
Balancing long and short words
9.
Varying single words with phrases like glory – glorious event
10.
Using appropriate idioms
Vocabulary choice is an important aspect of a quality piece of writing. You must read your piece several times to make sure that the words, phrases, and idioms you are using are socially acceptable and stylistic. Here, it is important to develop the sense of how the native speakers use English in their writing. One good suggestion to develop the sense is by reading a lot of pieces written by the native speakers.
EDITING CHECKLIST (MECHANICS) DATE
:
TITLE
:
GENRE
:
AUTHOR
:
READERS
:
(signed)
1. 2.
Instruction: Put a check mark on the left column of each descriptor. NO.
CHECK
DESCRIPTORS
1.
Read to yourself
2.
Name on paper
3.
Date on paper
4.
Pages numbered
5.
Clear spaces between words
6.
Margins ( 2 cm surround)
7.
Punctuation: periods, commas, semicolons, question marks, etc.
8.
Names capitalized
9.
Capitals at the beginning of sentences
10.
Paragraph indented
11.
Spelling checker
Use a different color of pen to check each problem; this will help you a lot when you make the corrections. Describe in a paragraph why you make such problems. Are some of them repetitive? Why does it happen?
GRAMMAR CHECKER DATE
:
TITLE OF PIECE : GENRE
:
AUTHOR
:
READERS
:
(signed)
1. 2.
Instruction: Put a check mark on the left column of each descriptor. NO.
CHECK
DESCRIPTOR
1.
Subject – verb agreement
2.
Choice of tense appropriate
3.
Passive-active construction
4.
Report construction
5.
Word order
6.
Use of pronouns
7.
Use of prepositions
8.
Use of articles
9.
Parallel structures
10.
Positions of S, P, O, C
11.
Sentences complete, not fragmented. Grammar checking generally takes time, so be patient and thought. A sentence might
contain more than one problem. To help you edit the problems, use different pen color or different marker for different kinds of problems. When editing, work at one kind of problems at a time; this will prevent you from going back and forth with several grammar checkers. Consult the handouts as well as other grammar books. Meet the lecturer if you need help.
Biodata:
Dr. Anak Agung Istri Ngurah Marhaeni, M. A. menyelesaikan studi pada S1 Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNUD (1989), S2 Pendidikan Dasar dengan konsentrasi Pembelajaran Bahasa (Language Arts) dari Ohio State University, Columbus USA (1996), dan S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (2005). Menjadi dosen sejak tahun 1990, mengajar pada Program S1 Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Dasar, dan Program Pascasarjana Undiksha, Singaraja Bali. Alamat:
Gedung
Program
Pascasarjana
Universitas
Pendidikan
Ganesha
(Undiksha), Kampus Tengah Jalan Udayana Singaraja Bali. Kode Pos 81116. Telepon: Kantor: 0362 – 32558, 21541, Rumah 0362 – 7000162, Hp. 0817567427 E-mail :
[email protected]