PENDAHULUAN Industri
kreatif
memberikan gambaran tentang situasi
bisnis
yang
persaingannya sangat kejam. Kelas kreatif di dalam industri ini tidak pernah berpuas diri dan selalu mencari jalan untuk berinovasi kalau ingin terus bertumbuh. Kunci suksesnya antara lain kepiawaian dalam membaca peluang, kecepatan menghadirkan produk dalam merebut peluang, kecermatan dalam memperhitungkan tingkat risiko berikut dengan rencana cadangan, kemampuan berkolaborasi dengan pihak lain, dan siasat yang jitu dalam menghadapi persaingan. Tidak heran bahwa industri kreatif mempunyai ciri-ciri antara lain siklus hidup produknya yang semakin pendek dan tidak dapat diprediksi dengan akurat, variasi produk yang semakin banyak, bersifat musiman atau menurut peristiwa tertentu, produk yang mudah dibajak atau ditiru, dan tingkat persaingan yang ketat. Telah banyak pekerja kreatif yang mengalami kecemasan dan berujung fatal. Di Jepang misalnya, seorang mangaka terkenal dari NHK, Inumaru Rin bunuh diri dan meninggalkan sebuah catatan bertuliskan "I can't work" (japan-zone.com). Seorang karyawan perusahaan periklanan internasional di Beijing meninggal dunia karena diduga kelelahan, selama satu bulan terakhir dia tak pernah meninggalkan kantor sebelum pukul 23.00 setiap hari (internasional.kompas.com). Sebuah kejadian yang tragis pernah terjadi di Indonesia pada 15 Desember 2013, berita kematian seorang gadis muda berprofesi sebagai copywriter di agency, Y&R (Young & Rubicam) Asia karena 30 jam tidak tidur (liputan6.com). Wawancara Kompasiana.com dengan seorang pekerja kreatif memaparkan, ia menilai kebiasaan pulang larut malam untuk menyelesaikan tugasnya adalah hal yang lumrah. Menurutnya, copywriter merupakan pekerjaan yang tidak kenal waktu dan bila dalam tekanan bisa menyebabkan stres berat. Bagi copywriter pulang jam 8 atau 9 malam merupakan keistimewaan,
sedangkan pulang jam 10 atau 11 malam adalah hal biasa. Namun baginya, bekerja di industri kreatif sangat menantang dan menyenangkan.
Gambar 1. Model Teori Flow Csikszentmihalyi Sumber: Buku Creativity, Flow and the Psychology of Discovery and Invention.
Teori Flow menjelaskan mengapa orang-orang yang terlibat dalam proses kreatif di industri kreatif bisa membuat manusia tetap bertahan untuk terus berada di dalamnya walaupun terdapat banyak sekali ancaman dan hambatan di dalamnya. Csikszentmihalyi (1996) menjelaskan Flow dalam teori tersebut disebut sebagai operasi pada proses mental dimana seseorang tenggelam dalam suatu aktivitas yang fokus, penuh keterlibatan, dan kenikmatan pada proses aktivitas tersebut. Kemampuan yang seimbang dan tantangan pada otak meningkat, maka terbentuklah atensi. Hal tersebut membuat motivasi seseorang untuk tetap bekerja terus meningkat. Flow dalam sebuah proses kreatif mendorong sesorang untuk merasakan kenikmatan berkarya dan menuntun seseorang untuk tetap bekerja. Ketika kemampuan seseorang berada di level rendah sedangkan ia dihadapkan dengan tantangan yang sangat tinggi, maka orang
tersebut akan mengalami kecemasan (anxiety dalam skema tersebut). Ketika seorang pekerja kreatif tidak siap dengan tuntutan kualitas hasil kerja yang lebih tinggi dari kemampuannya, maka resiko terjadinya kecemasan meningkat dan dapat berdampak fatal. Orang tersebut dapat lupa waktu, orang-orang diseseklilingnya, distraksi lingkungan dan bahkan kebutuhan dasarnya seperti makan dan minum. Sebaliknya jika kemampuannya berada di level paling tinggi dan dihadapkan dengan tantangan yang paling tinggi, ketika itulah orang tersebut masuk dalam situasi flow, dimana orang tersebut akan terbawa suasana untuk fokus dalam aktivitas tersebut. Pelaku industri kreatif mendapat tantangan untuk menjaga kepercayaan konsumen dan terus meningkatkan kualitas produk-produknya. Setiap jenis Industri kreatif perlahan menjadi bagian dari kebutuhan pokok masyarakat modern. Tuntutan pasar yang meningkat dari waktu ke waktu harus sejalan dengan meningkatnya kemampuan orang-orang yang berada dalam proses kreatif untuk dapat banyak berkreasi supaya konsumen tidak bosan dan loyal kepadanya. Ketika kemampuannya tidak sesuai dengan tantangan yang ada maka kecemasan akan muncul dan menyebabkan tidak maksimalnya hasil karya yang dibuat. Hasil wawancara dengan salah seorang pemahat kerajinan kayu yang berada di jalan Parangtritis, saat menerima pesanan dari pelanggan yang tingkat kesulitan memahatnya tinggi ataupun dituntut untuk mengerjakan pesanan dengan cepat, ia mudah merasa khawatir dan takut apabila hasil pekerjaannya nanti tidak sesuai harapan pelanggan ataupun tidak selesai tepat waktu, dan untuk memenuhi target terkadang ia harus bekerja lembur atau diluar jam kerja. Tuntutan untuk berperforma tinggi dapat membentuk persepsi terhadap beban kerja, sehingga memberikan dampak berupa perasaan tegang dan cemas yang tinggi saat melakukan kesalahan kerja (Kirmeyer dan Dougherty, 1988). Demikian juga dengan orang-orang yang bekerja di sektor industri
kreatif, ketika dituntut untuk tetap menghasilkan karya-karya yang berkualitas, dapat meningkatkan resiko munculnya kecemasan. Seorang manajer sebuah perusahaan video dan fotografi di ringroad utara mengungkapkan, walaupun telah lama bekerja di bidang industri kreatif, namun karyawan tempatnya bekerja masih sering terlihat bekerja dengan panik, ceroboh dan tergesa-gesa. Spielberger (dalam Purboningsih, 2004) menjelaskan kecemasan dapat dijelaskan melalui dua hal, state anxiety dan trait anxiety. State Anxiety adalah gejala kecemasan yang sementara dan timbul ketika diahadapkan pada stimulus berupa situasi yang dirasakan mengancam, berlangsung sementara dan ditandai dengan perasaan subyektif akan tekanan-tekanan tertentu, kegugupan dan aktifnya susunan syaraf pusat. Trait Anxiety adalah kecemasan yang menetap pada diri seseorang dan merupakan pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kecemasan ini sudah terintegrasi dalam kepribadian sehingga seseorang yang memiliki kecemasan ini lebih mudah cemas bila menghadapi suatu situasi. Kecemasan yang dialami oleh orangorang yang berada dalam proses kreatif di Industri kreatif berdasarkan kasus-kasus dan pemaparan yang ada sebagian besar termasuk State Anxiety. Hal tersebut karena kecemasannya berlangsung sementara dan terjadi ketika dihadapkan pada stimulus yang mengancam keberlangsungan dan kredibilitas hasil karyanya. Yerkes dan Dodson (dalam Cox, 2003) mengemukakan bahwa performa individu akan buruk ketika merasakan tingkat kecemasan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Individu akan mempunyai performa yang optimal ketika memiliki tingkat kecemasan yang moderat (sedang). Simamora (2004) mengatakan bahwa sumber daya manusia adalah aset organisasi yang paling penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh perusahaan. Di sisi lain dinamika dunia kerja menunjukkan bahwa karyawan tidak pernah terlepas
dari beban kerja. Beban kerja sangat relevan bila dikaitkan dengan kecerdasan emosi karena dalam melaksanakan tugasnya karyawan menghadapi bermacam-macam masalah dan seringkali mengalami konflik, perselisihan, kecemasan, dan tekanan karena ketidakmampuan menumbuhkan motivasi, mengendalikan dorongan hati, bertenggang rasa dengan orang lain dan menanggapi perasaan orang lain dan menanggapi perasaan orang lain dengan tepat. Keterampilan-keterampilan tersebut terdapat dalam kecerdasan emosi yang seringkali diabaikan dalam kehidupan profesional di tempat kerja, terutama kecemasan yang gejalanya dapat berdampak langsung dengan hasil karya atau produksi karyawan di bidang industri kreatif. Burns (1988) menyatakan bahwa suasana hati bukan diakibatkan oleh peristiwa sebenarnya, tetapi oleh persepsi individu itu sendiri. Demikian pula dalam kasus ini, dapat dikatakan bahwa kecemasan seorang karyawan yang menghadapi tuntutan untuk terus berperforma tinggi, berhubungan dengan persepsi karyawan itu tentang beban kerjanya di industri kreatif. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri menurut data yang dihimpun oleh Jogja Digital Valley sendiri pada tahun 2014 mempunyai 156 perusahaan yang masuk kategori industri kreatif digital Yogyakarta. Keberadaan Yogyakarta sebagai kota yang memiliki sumber daya manusia melimpah dimanfaatkan juga oleh perusahaan yang berbasis di luar kota. 136 perusahaan menyatakan memiliki kantor pusat di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 11 lainnya kantor cabang, dan 18 lainnya kantor produksi. Sebanyak 49,34% kantor perusahaan yang berada di Yogyakarta status kantornya yang mereka tempati masih menyewa. Potensi industri kreatif digital yang tidak mengenal batas teritorial karena basis digitalnya menunjukkan orientasi pasar yang luar biasa. Sebanyak 34,21% (59 perusahaan) menyatakan berorientasi pasar internasional, 59,87% (119 perusahaan) berorientasi nasional, sementara hanya 5,92%
yang berorientasi lokal. Ekonomi kreatif menempati posisi keempat dari 10 sektor ekonomi dalam kategori jumlah tenaga kerja pada 2012. Jogja Digital Valley dibangun PT Telekomunikasi Indonesia terus mengembangkan industri kreatif berbasis teknologi informasi dan komunikasi di Tanah Air dan hanya ada di 3 kota yaitu Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta dimana ketiga kota tersebut merupakan pusat industri kreatif di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri dipilih sebagai lokasi pengambilan data karena telah lama disematkan label sebagai pusat seni dan kebudayaan yang erat kaitannya dengan industri kreatif, adanya Pasar Seni Gabusan serta berbagai perusahaan besar seperti Creatia, Kjati Comic studio, AbankIrenk, Kajeng Handicraft selain itu di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri memiliki banyak pusat studi yang erat hubungannya dengan industri kreatif seperti Institut Seni Indonesia (ISI), Multimedia Training Center (MMTC), Akademi Komunikasi Radya Binatama (AKRB), STMIK AMIKOM, dan PUSKAT. Hasil penelitian yang berkaitan dengan beban kerja dan kecemasan telah banyak dilakukan untuk karyawan di berbagai bidang. Hasil penelitian Ferguson (2012) beban Kerja dan Kondisi Kerja membuat statistik yang substantif berkontribusi signifikan ke tingkat kecemasan guru. Kirmeyer dan Dougherty (1988) berpendapat bahwa beban kerja yang dirasakan operator pengiriman terkait secara positif dengan tekanan-kecemasan dan Brotheridge (2001) menyimpulkan bahwa kelelahan emosional, jenis stres, secara signifikan berhubungan dengan beban kerja dalam studi karyawan pemerintah Kanada. Penelitian Guastello (2013) menemukan beban kerja kognitif berpengaruh pada kecemasan, ketelitian, etika kerja, kecerdasan emosional, dan tingkat frustrasi. Berbeda lagi dengan pendapat yang dikemukakan oleh George & Zhou (2002), mereka menemukan bahwa kondisi emosi yang negatif akan menimbulkan kreatifitas sementara mood yang positif akan menghambatnya.
Beberapa penelitian di atas menunjukkan dekatnya hubungan antara bentukbentuk emosi yang negatif terutama kecemasan dengan performa individu dalam proses kreatif yang dipengaruhi persepsi terhadap beban kerja. Hasil penelitian yang berbedabeda berhubungan dengan kecemasan dan beban kerja pada pekerja tentu saja menjadi hal yang menarik untuk dibahas dan digali lebih lanjut. Bidang industri kreatif mempunyai target pasar dan tuntutan kerja yang berbeda dengan sektor lainnya. Meneliti persepsi terhadap beban kerja berhubungan dengan kecemasan dari sudut pandang karyawan dirasa perlu untuk digali lebih dalam. Industri kreatif merupakan bidang dimana dalam keseluruhan prosesnya baik proses produksi, pemasaran, dan pertanggungjawaban terhadap karya membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan ide. Sehingga muncul sebuah pertanyaan apakah ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan persepsi terhadap beban kerja pada karyawan terutama pada bidang industri kreatif.