BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, setiap organisasi baik perusahaan manufaktur
atau jasa yang berorientasi laba ataupun nirlaba, dalam perkembangan bisnisnya dituntut untuk terus berkembang dan bertumbuh, serta tidak hanya sekadar hidup, tetapi juga harus berani bersaing secara bebas baik di dalam ataupun di luar lingkungannya. Rumah sakit merupakan organisasi nirlaba yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat dan lainnya. Rumah sakit baik milik pemerintah maupun milik swasta, sebagai organisasi atau lembaga institusi yang mengelola suatu multiusaha yang meliputi pelayanan medis, pelayanan administrasi umum dan keuangan, pelayanan laboratorium, farmasi dan alat kesehatan, pelayanan nutrisi dan gizi, dan lain sebagainya, harus mampu memenuhi tuntutan terhadap kondisi persaingan di era globalisasi tersebut. Salah satu upaya mendasar untuk memenuhinya adalah dengan melakukan pembenahan secara internal di dalam organisasinya dengan tepat sehingga dapat menjadi rumah sakit yang terus berkembang dengan tingkat kualitas yang tinggi, selaras dengan tuntutan perkembangan lingkungan eksternal organisasi. Saat ini masih banyak rumah sakit yang terjerumus dalam berbagai masalah yang dihadapi organisasi rumah sakit seperti dari faktor internal rumah sakit yaitu kurangnya komitmen SDM berupa egosektoral tenaga ahli, inkonsistensi sistem organisasi dan kepemimpinan, perbedaan persepsi mutu layanan, keterbatasan
1
dana, kemandirian organisasi, dan kurangnya semangat wirausaha serta budaya kerja. Hal tersebut diperberat oleh adanya dampak eksternal rumah sakit, terutama masih adanya pandangan stigma negatif di mata masyarakat tentang citra dan mutu rumah sakit di Indonesia. Selain itu, pada akhir-akhir ini juga ada kecenderungan meningkatnya kasus tuntutan masyarakat terhadap anggapan rendahnya mutu pelayanan rumah sakit hingga dugaan malpraktik. Bahkan, baik perorangan atau masyarakat yang dilayani oleh rumah sakit saat ini cenderung suka pilih-pilih (choosy) dan mulai gemar menuntut (Widajat, 2009). Indonesia saat ini merupakan negara berkembang yang sedang dihadapkan dengan masalah kualitas pelayanan kesehatan. Tingkat pelayanan kesehatan di Indonesia masih perlu ditingkatkan baik secara kualitas dan kuantitasnya. Pelayanan kesehatan di Indonesia sangat tergantung oleh kualitas dan kuantitas rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia harus dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat, dalam hal ini adalah jumlah rumah sakit harus seimbang dengan jumlah penduduk yang ada, dengan memberikan kualitas pelayanan yang prima, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia. Perkembangan pertumbuhan jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus di Indonesia tergolong rendah, baik rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit milik swasta. Pada tahun 2015, rumah sakit di Indonesia sebanyak 2.488 RS yang terbagi menjadi Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat. Rumah sakit publik di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, TNI/POLRI, kementerian lain serta swasta
2
non profit (organisasi keagamaan dan organisasi sosial). Jumlah rumah sakit publik di Indonesia sampai dengan tahun 2015 sebanyak 1.593 RS, yang terdiri dari 1.341 Rumah Sakit Umum (RSU) dan 252 Rumah Sakit Khusus (RSK). Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah sakit privat dikelola oleh BUMN dan swasta (perorangan, perusahaan dan swasta lainnya). Pada tahun 2015 terdapat 895 rumah sakit privat di Indonesia, yang terdiri dari 608 RSU dan 287 RSK. Jumlah rumah sakit publik maupun privat menunjukkan peningkatan pada kurun waktu 2013 sampai dengan 2014, dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2015 sesuai yang ditampilkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah RS di Indonesia Tahun 2013-2015 No 1
Kepemilikan Publik Kemkes dan Pemda TNI / Polri Kementerian Lain Swasta Non Profit Jumlah RS Publik 2 Privat BUMN Swasta Jumlah RS Privat Total RS
2013
2014
2015
676 159 3 1.562
687 169 7 1.599
713 167 8 1.593
67 599 666 2.228
67 740 807 2.406
62 833 895 2.488
Sumber : Kemenkes RI, 2016 Dengan demikian, untuk dapat mengaktualisasikan amanat UUD 1945 Republik Indonesia yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan fasilias pelayanan umum yang layak. Rumah sakit sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan juga harus ikut terlibat dalam hal tersebut, untuk dapat
3
menyediakan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang baik dalam memenuhi kebutuhan pasien. Banyak hal yang perlu dilakukan untuk dapat menyediakan layanan kesehatan dengan kualitas baik dan prima. Dalam mewujudkannya pemerintah dan manajemen rumah sakit menghadapi banyak kesulitan, seperti sumber daya manusia, sumber dana keuangan, dan sarana prasarana fasilitas kesehatan yang dapat mendukung proses pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan sedang memasuki lingkungan yang kompetitif dan terus berubah. Rumah sakit harus mengadopsi suatu strategi yang dapat memberi keuntungan kompetitif yang berkelanjutan sehingga dapat hidup dan tumbuh subur dalam persaingan secara global. Saat ini rumah sakit tidak hanya berfungsi untuk sekedar menampung atau melayani orang sakit, tetapi harus lebih memperhatikan aspek kepuasan bagi para pemakai jasanya yakni pasien atau pengunjung. Jika sebuah rumah sakit tidak mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien atau pengunjungnya maka rumah sakit tersebut akan ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kinerja atau pelayanan yang diberikan kepada pasien rumah sakit. Peningkatan pelayanan tersebut harus melibatkan semua pihak yang ada dalam rumah sakit tersebut. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan perlu dijelaskan secara mendalam dari berbagai pandangan pemangku kepentingan terkait, terutama dalam mendukung keberhasilan pelaksanaannya. Pelayanan kesehatan yang berkualitas akan memberikan nilai strategis untuk organisasi kesehatan Indonesia. Layanan kesehatan berkualitas yang dimiliki rumah sakit dapat digunakan untuk dapat bersaing dengan persaingan di pasar bebas saat ini. Layanan yang berkualitas tinggi yang disediakan oleh rumah sakit memiliki efek positif pada perawatan pasien,
4
sehingga mampu meningkatkan kepuasan nilai pelanggan yang merupakan sumber untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, organisasi kesehatan rumah sakit harus meningkatkan produktivitas dan inovasi mereka dalam rangka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien. Dalam upaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik terhadap pelanggan rumah sakit, manajemen rumah sakit terus berupaya melakukan perbaikan atas kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya. Pelayanan yang dilakukan lebih mengutamakan aspek sosial dengan mengedepankan pemberian pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat yaitu pelayanan kesehatan yang Paripurna (promotif, preventif kuratif dan rehabilitatif). Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat saat ini akan jasa pelayanan rumah sakit menjadi suatu tantangan bagi industri rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih berkualitas, cepat, dan efektif, yang tentunya diikuti dengan kebutuhan tenaga SDM yang lebih handal, serta peralatan dan teknologi kedokteran yang canggih. Terlebih lagi meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat saat ini juga telah merubah status sosial dan gaya hidup masyarakat, sehingga ikut meningkatkan kebutuhan akan layanan kesehatan yang memadai. Rumah sakit pada umumnya difungsikan untuk melayani dan menyediakan sarana kesehatan untuk masyarakat yang bersifat sosial, bukan untuk mencari keuntungan semata. Untuk menjalankan fungsinya diperlukan suatu sistem manajemen menyeluruh yang dimulai dari proses perencanaan strategik (Renstra), baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu renstra dapat disebut baik apabila perencanaan tersebut dapat dijalankan secara praktis ke dalam programprogram operasional yang berorientasi kepada economic-equity-quality. Artinya
5
rumah sakit dikelola secara efektif dan efisien, melayani segala lapisan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang berkualitas. Rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang paripurna, profesional dengan harga yang bersaing, sehingga strategi dan kinerja pelayanan rumah sakit tersebut berorientasi pada keinginan pelanggan tersebut. Maka dengan itu dibutuhkan suatu pengukuran kinerja yang diharapkan dapat menjawab tuntutan dan tantangan yang ada. Pada saat ini rumah sakit harus diselenggarakan secara efektif dan efisien seperti halnya perusahaan atau korporasi yang merupakan konsekuensi dari perkembangan dan pertumbuhan industri rumah sakit yang sangat pesat baik dari segi ekonomi, sosial maupun teknologi. Hal ini tercermin pula dalam pengakuan bahwa rumah sakit adalah institusi yang padat modal (capital intensive), padat teknologi (technology intensive), padat karya (labor intensive) dan padat ketrampilan (skill intensive). Dalam kenyataannya rumah sakit bukan lagi institusi sosial, tetapi institusi sosio ekonomi yang mandiri. Banyak rumah sakit yang tidak lagi dikelola oleh yayasan nirlaba, tetapi diselenggarakan oleh perseroan terbatas, perusahaan jawatan dan bentuk badan hukum lainnya yang tidak lepas dari aspek bisnis. Bahkan rumah sakit pemerintah pun dewasa ini sedang bertransformasi menjadi perusahaan jawatan yang merupakan suatu bentuk pengelolaan korporasi (Yohanes, 2007). Persaingan industri pelayanan kesehatan pada saat ini semakin meningkat dengan banyaknya rumah sakit baru yang bermunculan dengan sistem manajemen berstandar internasional dan juga dengan teknologi yang lebih canggih. Semakin meningkatnya jumlah rumah sakit dengan sistem manajemen dan kualitas pelayanan yang lebih baik, serta dengan kekuatan teknologi dan sumber daya
6
manusia yang baik. Hal ini bisa menjadi ancaman bagi rumah sakit yang sudah ada untuk bersaing secara bebas dan sehat, apabila rumah sakit tersebut tidak memiliki keunggulan internal yang kuat dan tidak dapat mengidentifikasi kelemahan internalnya. Perkembangan infrastruktur kesehatan di Provinsi D.I Yogyakarta sangat pesat dari tahun ke tahun terutama jumlah rumah sakit baru yang berdiri. Hal ini merupakan misi dari pembangunan kesehatan DIY untuk meningkatkan pelayanan yang berkualitas, merata, dan terjangkau dengan sasaran terwujudnya masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas secara adil dan merata di seluruh wilayah. Untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk, pemerintah telah berupaya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang disertai dengan distribusi tenaga kesehatan yang memadai, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Dalam mengatasi masalah kesehatan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan membangun atau memperbaiki fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan harus representatif, murah dan aksesnya mudah dijangkau sehingga masyarakat dapat menggunakannya dengan optimal. Derajat kesehatan penduduk DIY secara umum semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup penduduk pada saat lahir. Angka harapan hidup penduduk DIY menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat selama periode tiga tahun terakhir. Pada tahun 2013 tercatat sebesar 74,45 mengalami peningkatan menjadi 74,50 pada tahun 2014 dan 74,68 pada tahun 2015. Angka 74,68 ini memiliki arti rata-rata lama
7
usia/tahun yang akan dijalani oleh anak yang lahir pada tahun 2015 hingga akhir hayatnya (BPS DIY, 2015). Pada tahun 2015, Provinsi D.I Yogyakarta memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yaitu sebanyak 3.679.176 jiwa orang, sehingga layanan dasar masyarakat harus ditingkatkan oleh pemerintah maupun swasta. Dengan demikian akses layanan terhadap masyarakat harus menjadi perhatian baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan
maupun
infrastruktur
dasar
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Layanan pemerintah maupun swasta dibidang kesehatan harus dikembangkan dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat DIY. Provinsi D.I Yogyakarta tercatat memiliki jumlah rumah sakit sebanyak 74 unit yang terdiri dari 14 rumah sakit pemerintah dan 60 milik swasta, dengan total jumlah tempat tidur sebanyak 6.249 unit. Sedangkan untuk jumlah sumber daya manusia yang tersedia di Yogyakarta dari semua jenis profesi ahli dan non ahli tercatat memiliki jumlah tenaga kesehatan sebanyak 12.244 orang dan jumlah tenaga penunjang kesehatan sebanyak 6.457 orang (Kemenkes RI, 2016). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di provinsi Yogyakarta, maka tuntutan penyediaan rumah sakit maupun kapasitas tempat tidur, serta tenaga kesehatan yang menjadi sebuah keharusan untuk menjaga standar pelayanan kepada masyarakat. Tabel 1.2 Jumlah Rumah Sakit dan Kapasitas Tempat Tidur di DIY Th 2015 Rumah Sakit
Kabupaten / Kota
Kapasitas Tempat Tidur
Pemerintah Swasta Jumlah Pemerintah Swasta Jumlah
Kulonprogo
1
7
8
200
318
518
Bantul
3
11
14
521
550
1071
Gunungkidul
1
4
5
156
148
304
8
Sleman
7
20
27
1404
1058
2462
Yogyakarta
2
18
20
304
1590
1894
14
60
74
2585
3664
6249
DIY
Sumber : BPS Yogyakarta, 2015 Tabel 1.2 menunjukkan pertumbuhan jumlah sarana kesehatan di DIY dan juga perbandingan dengan rasio jumlah penduduk, yang menggambarkan bahwa tidak semua orang yang sakit mampu dilayani oleh rumah sakit akibat keterbatasan maupun penyebaran yang tidak merata. Hal ini terlihat dari sisi rasio kapasitas tempat tidur per 100.000 penduduk mencapai 172 tempat tidur atau satu tempat tidur rata-rata digunakan untuk melayani sebanyak 582 orang. Persebaran fasilitas kesehatan rumah sakit di DIY yang dapat dilihat pada tabel 1.1, masih belum merata dan masih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dengan jumlah masing-masing sebanyak 20 dan 27 unit. Sementara, di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul masih terbatas dengan jumlah masing-masing 8 dan 5 unit. Tidak semua orang sakit di Provinsi D.I Yogyakarta mampu dilayani oleh rumah sakit akibat keterbatasan jumlah fasilitas rumah sakit tersebut. Kinerja rumah sakit merupakan suatu dimensi utama dari mutu pelayanan rumah sakit, untuk menilai kinerja rumah sakit diperlukan indikator. Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2005 tentang indikator kinerja rumah sakit, terdapat 6 (enam) indikator yaitu BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over), NDR (Net Death Rate), dan GDR (Gross Death Rate). Untuk menilai tingkat keberhasilan atau memberikan gambaran mengenai keadaan pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat digunakan sejumlah indikator-indikator tersebut, namun yang paling sering
9
digunakan umumnya adalah Bed Occupancy Rate (BOR) dan Length of Stay (LOS). Bed Occupancy Rate (BOR) adalah persentase pemakaian tempat tidur rumah sakit pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan dari tempat tidur di suatu rumah sakit. Menurut standar Pemerintah, nilai BOR yang ideal adalah berada di kisaran 60%-85%. Sedangkan Length of Stay (LOS) adalah rata-rata lama rawatan seseorang pada rumah sakit. Indikator ini di samping memberikan gambaran tingkat efisiensi di rumah sakit, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, jika diterapkan pada diagnosis tertentu. Menurut standar Pemerintah, nilai LOS yang ideal adalah berkisar antara 6-9 hari. Meskipun demikian untuk nilai LOS di bawah 6 hari (4-5 hari) juga dapat dikatakan sudah cukup baik. Pengukuran kinerja strategik organisasi sektor publik dalam hal ini rumah sakit perlu dilakukan untuk melihat keberhasilan dari kinerja strategik yang telah dicapai dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya, sesuai dengan rencana yang telah dituangkan dalam perencanaan strategik (Renstra). Tingkat keberhasilan suatu organisasi sektor publik harus memperhatikan keseluruhan aktivitasnya. Pemerintah selaku pengelola sumber daya sektor publik, sering beranggapan bahwa ukuran keberhasilan dari organisasi tersebut dapat dilihat dari kemampuanya dalam menyerap anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi pemerintah ini hanya dilihat dari aspek masukan (input) serta keluaran (output) namun dampak (impact) dan manfaat dari suatu aktivitas atau kegiatan yang telah dilaksanakan bukan menjadi pertimbangan utama. Pencapaian strategi sebuah perusahaan atau organisasi pada dasarnya sangat ditentukan oleh pencapaian ukuran-ukuran (result measures) yang sesuai dan
10
sejalan dengan visi, misi, tujuan, dan strategi perusahaan secara keseluruhan, baik dalam jangka panjang, menengah maupun jangka pendek. Selain hal tersebut, penilaian kinerja perusahaan juga dapat dilihat dari keberhasilan perusahaan melakukan identifikasi dan melakukan langkah-langkah dalam usaha pencapaian visi, misi, dan strategi perusahaan dalam penyusunan perencanaan bisnis. Berbagai macam metode pengukuran kinerja strategik rumah sakit seringkali diterapkan, baik yang masih menggunakan metode tradisional maupun metode modern yang lebih komprehensif dan berbasis pada strategi organisasi tersebut. Namun, rumah sakit sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan kesehatan seringkali kesulitan dalam menemukan pendekatan yang tepat dalam mengukur kinerja strategiknya. Dalam menilai keberhasilan rumah sakit sering menghadapi kendala, antara lain belum adanya indikator kinerja organisasi yang formal dan secara komprehensif yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan organisasi pelayanan kesehatan. Disamping itu, penyusunan indikator kinerja sering menjadi titik lemah dan terlupakan oleh penyelenggara organisasi pelayanan kesehatan secara umum. Indikatornya banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keadaan ekonomi dan kebijakan pemerintah. Hal ini menyebabkan pengukuran kinerja organisasi pelayanan kesehatan belum atau tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dari organisasi tersebut. Seharusnya pada sistem menajemen saat ini, pengukuran kinerja harus bergeser dari action control menjadi pemicu timbulnya motivasi karyawan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi (Mulyadi, 2014). Menurut Thompson dan Strickland (2012), manajemen strategik adalah proses manajerial dalam membentuk visi strategik, menentukan tujuan, memilih
11
strategi, menerapkan dan melaksanakan strategi dan kemudian melakukan evaluasi kinerja dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian korektif terhadap visi, tujuan, strategik, dan pelaksanaannya. Sedangkan Anthony dan Govindarajan (2011), menjelaskan bahwa sistem pengukuran kinerja merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer dalam melakukan penilaian implementasi strategi perusahaan melalui alat ukur keuangan dan non-keuangan. Pengukuran kinerja tersebut dapat dianggap sebagai faktor kesuksesan saat ini dan pada saat yang akan datang. Sistem pengukuran kinerja yang sesuai merupakan salah satu kunci sukses perusahaan agar berkembang dimasa mendatang. Salah satu sistem manajemen strategik yang efektif adalah dengan menggunakan metode pendekatan balanced scorecard (Kaplan & Norton, 1996) sebagai strategic management system. Pada umumnya balanced scorecard banyak dilakukan oleh perusahaan manufaktur untuk mengukur kinerja sebuah organisasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Selain untuk mengukur kinerja perusahaan yang berorientasi pada keuntungan, metode balanced scorecard dapat juga digunakan pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan perusahaan nirlaba atau tidak berorientasi terhadap keuntungan seperti pada industri jasa layanan kesehatan yaitu rumah sakit. Penerapan balanced scorecard di perusahaan nirlaba ini tentunya berbeda dengan penerapan balanced scorecard di perusahaan manufaktur. Terdapat beberapa hal yang perlu disesuaikan agar dapat mengukur kinerja dengan baik dan benar. Metode balanced scorecard mendefinisikan misi, visi dan strategi perusahaan dalam bentuk pengukuran kinerja secara menyeluruh yang meliputi empat perspektif yaitu financial perspective, customer perspective, internal process
12
perpective, dan learning and growth perspective. Keempat perspektif tersebut dapat memberikan manfaat bagi rumah sakit, terutama didalam pengukuran kinerja strategik rumah sakit, baik dalam jangka pendek sebagai indikator bagi keseimbangan kegiatan operasional rumah sakit, maupun dalam jangka panjang yakni demi kelangsungan rumah sakit itu sendiri. Balanced scorecard memberi kerangka kerja serta bahasa untuk memgkomunikasikan visi, misi dan strategi; scorecard menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para karyawan tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan datang. Sehingga dapat terlihat bahwa balanced scorecard memiliki tiga keunggulan, antara lain yaitu: memotivasi karyawan untuk berpikir dan bertindak strategik dalam membawa perusahaan menuju ke masa depan, menghasilkan total business plan yang komprehensif serta koheren, dan menghasilkan sasaran-sasaran strategik yang terukur. Pengukuran kinerja dengan menggunakan konsep balanced scorecard, diperlukan ukuran-ukuran yang komprehensif dari keempat perspektif yang ada. Penerapan metode balanced scorecard dimulai dari akarnya, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran dalam organisasi yang nantinya memberikan kontribusi pada perspektif proses internal bisnis, pelanggan, dan keuangan. Berdasarkan konsep ini, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat dari diwujudkannya kinerja dari perspektif diluar perspektif keuangan tersebut. Sehingga, eksekutif dipacu untuk memperhatikan dan melaksanakan usaha-usaha yang merupakan pemacu sesungguhnya untuk mewujudkan kinerja keuangan. Untuk menghasilkan kinerja keuangan yang sesungguhnya, perusahaan harus mewujudkannya melalui konsumen atau pelanggan, yaitu perusahaan harus mampu
13
menghasilkan produk dan jasa yang menghasilkan value yang terbaik bagi pelanggan. Produk dan jasa ini harus dihasilkan dari proses yang produktif dan biaya yang efektif dan efisien. Proses seperti ini harus dijalankan oleh tenaga kerja yang produktif, berkomitmen dan berkembang. Proses yang seperti ini akan menghasilkan kinerja keuangan yang sesungguhnya. Universitas Gadjah Mada saat ini mempunyai rumah sakit akademik yang merupakan satu-satunya rumah sakit akademik yang didirikan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa UGM. Di samping itu, juga memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (RS UGM), dibangun dengan konsep yang berbeda dengan rumah sakit yang pernah ada sebelumnya. Konsep yang dibangun dalam mengembangkan dan merancang Rumah Sakit Pendidikan mengacu kepada kebijakan dan peraturan yang terkait pelayanan kesehatan dan pendidikan, tuntutan kompetensi tenaga dokter masa kini dan masa datang, tuntutan kualitas layanan kesehatan masa kini dan masa datang serta perkembangan RS Pendidikan di luar negeri. Melalui pengembangan berbasis riset dan inovasi teknologi kesehatan, RS UGM mempunyai fungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan dokter dan /atau dokter gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi. Rumah sakit UGM yang didirikan pada tanggal 2 Maret 2012 merupakan rumah sakit perguruan tinggi pertama di Indonesia yang menjadi Rumah Sakit Pendidikan kelas B yang telah terakreditasi Paripurna pada tanggal 30 Desember 2015 oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang memberikan pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu dengan mengutamakan aspek pendidikan berbasis
14
riset. RS UGM menjadi rumah sakit akademik pertama yang memperoleh akreditasi paripurna versi 2012 diantara 24 rumah sakit akademik di bawah naungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Dengan prestasi tersebut RS UGM telah membuktikan diri mampu memberikan layanan kepada masyarakat dengan menjalankan peran dan fungsi RS Universitas yang mengemban amanah Tridharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Akreditasi tersebut merupakan pengakuan terhadap RS UGM yang baru berumur 4 tahun ini, bahwa RS UGM sudah terstandar sebagai rumah sakit yang paripurna. Hal ini berdampak bagi proses pelayanan pasien yang dilakukan RS UGM menjadi terstandar dengan baik sesuai dengan SPO (Standar Prosedur Operasional) yang dibuat, selain itu juga berdampak bagi lingkungan eksternal, masyarakat dapat mengetahui kemampuan dan tingkat pelayanan RS UGM. Akreditasi ini mempengaruhi kepercayaan masyarakat juga pemegang saham yang bekerjasama dengan RS UGM. Setelah mendapatkan akreditasi ini, RS UGM harus mempertahankannya dengan cara terus menerus meningkatkan pelayanan, dengan membudayakan mutu dan keselamatan pasien dan lebih mengembangkan RS UGM sehingga masyarakat puas. Melalui motto “friendly and caring hospital”, RS UGM berkomitmen mewujudkan rumah sakit yang benar-benar nyaman, sejuk, penuh keramahan dalam pelayanan dan menghadirkan nuansa yang menunjang kesembuhan pasien sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan atau pasien. Dalam hal ini, kualitas sumber daya manusia yang bekerja telah dipastikan oleh manajemen rumah sakit bahwa seluruh SDM memiliki kompetensi dalam bidangnya masing-masing,
15
mampu bekerjasama antar profesi untuk mewujudkan inter-professional teamwork untuk memberikan pelayanan prima. Pelayanan prima merupakan sebuah tuntutan di dalam proses pelayanan publik. Rumah sakit merupakan salah satu sektor publik dibidang kesehatan yang mengemban fungsi untuk melaksanakan pelayanan publik yang berkualitas (GamaHospita, 2015). RS UGM terus melakukan pengembangan dalam bidang proses pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang mencakup layanan spesialis yang lengkap, layanan laboratorium, layanan klaster bedah terpadu, rehabilitas medis, fasilitas radiologi dan imaging, layanan kesehatan umum, layanan diagnostik dan layanan darurat. Pengembangan pelayanan di tahun 2016, yaitu dengan dibukanya unit stroke dan ICCU. Pada tahun 2016 juga, akan ada penambahan spesialis anak sehingga dapat membuka pelayanan NICU dan PICU yang selama ini masih menjadi satu dengan ICU. Serta gedung Parikesit dan Bima akan dibangun oleh DIKTI. Pembagunan kedua gedung tersebut akan mempermudah arah pengembangan pelayanan antara lain untuk pelayanan Anak Terpadu, Penyakit Dalam dan Maternal Perinatal. Rumah sakit UGM telah mencanangkan menjadi Rumah Sakit Ramah Difabel, sehingga perlu mengedepankan kasus-kasus ini (difabel). Dari Jamkesos sudah bertekad untuk membantu semaksimal mungkin dalam hal penyediaan sarana prasarana kesehatan bagi para penyandang disabilitas. Dalam upaya merespon perkembangan globalisasi dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang baik, RS UGM berusaha untuk selalu memberikan pelayanan terbaik, terjangkau serta profesional sehingga memuaskan para pemangku kepentingan (pemegang saham) dan rumah sakit sendiri. Pelayanan terpadu yang bermutu dan paripurna memerlukan pengelolaan dengan baik secara menyeluruh
16
agar jika ada permasalahan yang timbul dapat ditekan seminimal mungkin. Di usia yang terbilang muda RS UGM telah melakukan perkembangan yang cukup besar dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, antara lain dengan melakukan penambahan jumlah SDM, penambahan ruang rawat inap dan penambahan infrakstruktur bangunan untuk peningkatan fasilitas dan pelayanan, sehingga mampu meningkatkan kenyamanan bagi pengunjung. Selain itu, pengelolaan RS UGM harus dilakukan dengan cara bisnis yang sehat dan profesional. Untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi RS UGM sebagai rumah sakit pendidikan kesehatan perlu juga untuk ditingkatkan dan terus dipertahankan sehingga RS UGM dapat terus mencetak sumber daya manusia kesehatan yang unggul dan dapat diandalkan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Dalam menghadapi perubahan dan tantangan globalisasi dan perubahan dunia bisnis, diperlukan manajemen pengelolaan yang fleksibel dan responsif yang ditopang dengan perencanaan strategis yang terintegrasi antara setiap aspek dalam organisasi. Keberhasilan sebuah organsasi bergantung pada bagaimana strategi yang telah dicanangkan, dapat dijalankan dengan baik. Strategi dapat dijalankan dengan baik jika prinsip-prinsip kerja diterapkan dengan benar. Kaplan dan Norton (2001) mengamati, terdapat prinsip-prinsip dasar yang dijadikan sebagai strategi yang berfokus pada organisasi, yaitu: menerjemahkan strategi pada tindakan operasional, menyesuaikan organisasi dengan strategi yang diambil, menjadikan strategi sebagai pekerjaan tiap anggota perusahaan setiap harinya, dan menjadikan strategi sebagai sebuah proses terus menerus. RS UGM dalam mencapai keberhasilannya telah menetapkan rencana strategi bisnis yang mampu menerjemahkan visi, misi dan
17
tujuan rumah sakit. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan RS UGM harus melakukan pengukuran kinerja secara menyeluruh dan komprehensif. Salah satunya adalah dengan melakukan pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan metode balanced scorecard. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengukuran Kinerja Strategik Rumah Sakit UGM Dengan Menggunakan Pendekatan Balanced Scorecard”.
1.2
Rumusan Masalah Rumah sakit milik perguruan tinggi (PTN) menghadapi berbagai macam
tantangan dalam persaingan di industri rumah sakit. Hal ini terkait dengan manajemen pengelolaanya tidak seperti mengelola unit atau institusi pendidikan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam keberhasilan rumah sakit. Rumah sakit UGM yang merupakan rumah sakit kelas B telah mendapatkan akreditasi tertinggi (paripurna) oleh KARS, harus terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen. Rumah sakit UGM dihadapkan pada banyak tantangan yang cukup berat antara lain seperti aspek sumber daya manusia, fasilitas dan aspek pengelolaan rumah sakit. Dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk memenuhi hal-hal tersebut terutama untuk peralatan medis, dan training untuk para tenaga medis. Sebagai upaya memberikan bukti komitmen manajemen rumah sakit memberikan layanan Prima, RS UGM saat ini telah mendapatkan akreditasi B dari pemerintah melalui komite akreditasi rumah sakit (KARS). Rumah sakit yang telah terakreditasi, mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa semua hal yang ada di 18
dalamnya sudah sesuai dengan standar. Sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit, sudah sesuai standar. Prosedur yang dilakukan kepada pasien juga sudah sesuai dengan standar. Hal ini diartikan pula bahwa rumah sakit yang terakreditasi telah disahkan sebagai fasilitas kesehatan yang bermutu. Dalam pelaksanaan pelayanan Prima ini membutuhkan komitmen, dukungan, dan motivasi dari pemerintah, pimpinan, dan seluruh SDM yang ada di rumah sakit. Bagi tenaga kesehatan di rumah sakit, akreditasi berfungsi untuk menciptakan rasa aman bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Mereka akan merasa aman karena sarana dan prasarana yang tersedia di rumah sakit sudah memenuhi standar sehingga tidak akan membahayakan diri mereka. Selain itu, sarana dan prasarana yang sesuai standar juga sangat membantu mempermudah proses kerja mereka. Rumah sakit UGM ini dibangun secara bertahap sesuai dengan strategi pertumbuhan dalam pembangunan dan pengembangannya dengan dana APBN Kemenristekdikti. Rumah sakit UGM didesain dengan konsep mendasar pelayanan kesehatan terpadu dan terintegrasi dalam klaster-klaster dengan multiprofessional team work dan sistem pendidikan klinik “interprofessional and transprofessional”. Dengan tantangan yang dihadapi dan potensi yang ada, RS UGM membutuhan sistem manajemen strategik yang tepat dalam mengukur kinerja rumah sakit, serta komitmen dan dukungan kebijakan pimpinan secara berkesinambungan dalam mengelola rumah sakit ini untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat umum. Selain itu RS UGM yang merupakan bagian dari Universitas Gajdah Mada harus menghadapi banyak tantangan yang berat terkait dengan pengelolaan manajemen dan operasionalnya. Hal ini dapat berdampak baik dan buruk bagi RS
19
UGM, dimana RS UGM masih bergantung terhadap Universitas Gadjah Mada terkait dengan sumber daya manusia dan sumber pendanaanya. Dan dalam hal permasalahan strategik yang dihadapi manajemen RS UGM adalah terkait dengan koordinasi dan pertanggung jawaban terhadap pemegang saham kunci yaitu Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti RI), dengan berada dibawah dan tanggung jawab kepada Rektor Universitas Gadjah Mada. Sehingga proses pengelolaan manajemen RS UGM tidak dikelola secara mandiri oleh manajemen rumah sakit, tetapi masih harus berkoordinasi dengan Rektor UGM. Dengan kondisi seperti ini RS UGM mengalami beberapa masalah terkait sumber pendanaan yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan operasional pelayanan kesehatan dan pengembangan sarana prasarana rumah sakit. Sedangkan dalam aspek sumber daya manusia, RS UGM juga tidak dapat memutuskan dan merekrut sendiri pegawai yang diinginkan secara langsung, RS UGM hanya dapat mengajukan kebutuhan sumber daya manusia kepada Rektor UGM. Semakin bertumbuhnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan maka persaingan di dalam industri rumah sakit akan semakin ketat. Sehingga mengharuskan masing-masing manajemen rumah sakit memakai strategi bisnis yang berorientasi pada persaingan global dan memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dan prima bagi pasien atau pelanggan.. Oleh karena itu manajemen rumah sakit harus memiliki suatu strategi bisnis yang menjadi pedoman dalam menjalankan
proses
pelayanan
kesehatan
bagi
pasien,
sehingga
dapat
meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan kesehatan yang sudah ada.
20
Pengembangan RS UGM akan terus dilakukan, baik pengembangan sumber daya manusia (SDM), fasilitas sarana dan prasarana, teknologi dan alat penunjang kesehatan. Pertumbuhan jumlah pengunjung atau pasien RS UGM terus mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahunnya. Hal ini merupakan salah satu permasalahan yang timbul di RS UGM, mengingat RS UGM merupakan rumah sakit baru yang masih berkembang dalam hal fasilitas sarana dan prasarana, dan manajemen opersional. Selain itu dalam hal kepuasan pasien yang sudah cukup merasa puas, tetapi masih banyak keluhan yang dilayangkan oleh pasien kepada rumah sakit. Sehingga RS UGM harus meningkatkan pelayanan di segala aspek agar RS UGM menjadi rumah sakit idaman dan tujuan utama layanan kesehatan masyarakat (Dirut RS UGM, 2016). Oleh karena itu, RS UGM memerlukan suatu perencanaan strategi bisnis yang terintegrasi secara menyeluruh agar mampu bersaing di dalam industri rumah sakit. Perencanaan dan penerapan strategi bisnis yang dilakukan harus sejalan dengan indikator-indikator kinerja pelayanan kesehatan dan seluruh proses bisnis rumah sakit, hal ini bertujuan untuk mengutamakan peningkatan kualitas pelayanan bagi pengunjung dan pasien. Untuk mengetahui kinerja pelayanan kesehatan yang telah dilakukan manajemen rumah sakit, diperlukan suatu pengukuran kinerja yang berkaitan dengan penerapan strategi bisnis yang ditinjau berdasarkan indikatorindikator dalam empat perspektif balanced scorecard. RS UGM perlu merancang pengukuran kinerja strategik rumah sakit dengan menggunakan metode balanced scorecard dengan empat perspektif yang dapat mengukur kinerja strategik RS UGM secara menyeluruh dan komprehensif, sehingga upaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan manajemen rumah sakit
21
yakni meningkatkan kinerja strategik RS UGM kemungkinan belum tercapai sesuai dengan indikator dari empat perspektif yang ada di dalam pendekatan balanced scorecard. Dengan tujuan untuk menganalisis kinerja strategi bisnis rumah sakit dalam proses manajemen strategik, terutama untuk dapat mengeksekusi strategi bisnis RS UGM dengan tepat sehingga mampu meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian dan permasalahan yang dihadapi oleh
rumah sakit UGM maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kinerja strategik Rumah Sakit UGM saat ini yang diukur berdasarkan metode balanced scorecard? 2. Apakah strategi yang diterapkan oleh RS UGM saat ini masih efektif yang dilihat dari hasil pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard?
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi kinerja strategik Rumah Sakit UGM yang diukur berdasarkan keempat perspektif balanced scorecard. 2. Mengevaluasi keefektifan strategi yang diterapkan oleh RS UGM yang dilihat dari hasil pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard.
22
1.5
Manfaat Penelitian Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan strategis
bagi manajemen RS UGM mengenai alternatif penilaian kinerja strategik rumah sakit yang komprehensif dengan pendekatan balanced scorecard, sehingga mampu berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja strategik rumah sakit untuk mencapai visi, misi dan tujuan strategiknya, baik di dalam jangka pendek maupun jangka panjang rumah sakit. Selain itu penelitian ini tentunya juga dapat memberikan masukan terutama dalam pengambilan keputusan bagi manajemen RS UGM untuk mengalokasikan sumber daya yang ada seperti modal, waktu dan tenaga kerja yang ada dengan tepat, serta sebagai masukan untuk perbaikan serta penyempurnaan pengukuran kinerja strategi yang sudah ada.
1.6
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian dilakukan terhadap Rumah Sakit UGM yang bergerak dalam
industri rumah sakit di Yogyakarta. Pengukuran kinerja yang dilakukan terkait dengan pengukuran kinerja strategik RS UGM ditinjau berdasarkan empat perspektif balanced scorecard yaituk perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pada tahun 2014 – 2016.
23
1.7
Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini. Bab II Landasan Teori Bab ini memaparkan rangkuman hasil studi literatur terkait yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. Bab III Metodologi Penelitian dan Profil Rumah Sakit Pada bab ini menjelaskan mengenai metodologi yang dikembangkan dalam penelitian ini yang meliputi desain penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Dan bab ini membahas mengenai profil RS UGM yang meliputi sejarah, organisasi dan manajemen, visi, misi, dan tujuan perusahaan. Bab V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis data dari hasil penelitian yang dilakukan. Analisis perencanaan strategik ini berisi suatu rumusan penilaian dan pengukuran kinerja menggunakan balanced scorecard. Bab VI Kesimpulan dan Saran Pada bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan dan saransaran yang diajukan penulis berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
24