BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping pemenuhan kebutuhan negara, perdagangan antar negara juga menjadi kegiatan dalam memperluas pangsa pasar hasil industri dalam negeri suatu negara guna memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya melibatkan antar dua negara saja namun bertambah menjadi lebih dari dua negara sehinga terbentuk suatu perdagangan internasional. Berawal dari tahun 1948 di Jenewa, Swiss. Sejumlah 23 negara telah bersepakat membentuk perjanjian umum tentang tarif-tarif dan perdagangan yang disebut dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Kesepakatan GATT yang mulai berlaku 1 Januari 1948 ini tertuang dalam 3 (tiga) prinsip utama, yaitu:
prinsip resiprositas, yaitu perlakuan yang diberikan suatu negara kepada negara lain sebagai mitra dagangnya harus juga diberikan juga oleh mitra dagang negara tersebut.
prinsip most favored nation, yaitu negara anggota GATT tidak boleh memberikan keistimewaan yang menguntungkan hanya pada satu atau sekelompok negara tertentu. 1
2
prinsip transparansi, yaitu perlakuan dan kebijakan yang dilakukan suatu negara harus transparan agar diketahui oleh negara lain.3 Sejalan dengan perkembangannya, anggota GATT semakin bertambah
dan telah bersepakat untuk membentuk World Trade Organization (WTO) yang terbuka untuk diratifikasi dan diharapkan efektif mulai berlaku sejak 1 Januari 1995.4 Hal kongkrit yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tepatnya pada tahun 1994 dengan meratifikasi Agreement On Establishing the World Trade Organization (WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.5 Dengan
ratifikasi
tersebut,
maka telah
disepakati
dan negara-negara
anggota WTO, dalam menghormati putusan yang hal ini juga Indonesia, harus menyesuaikan peraturan nasionalnya dengan ketentuan - ketentuan yang ada dalam persetujuan-persetujuan WTO. Indonesia secara geografis terletak berkedudukan di Asia Tenggara dan merupakan salah satu pelopor pendiri Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Salah satu tujuan dari pembentukan ASEAN adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di
3
Wikipedia, “GATT”, http://id.wikipedia.org/wiki/GATT”, diakses pada tanggal 15 Oktober 2014
4
Ibid.
5
Dirdjosisworo, 2004, Kaidah-Kaidah Hukum Perdagangan Internasional (Perdagangan Multilateral) Versi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation)=WTO, CV. Utomo, Bandung, hlm, 20
3
kawasan Asia Tenggara6. Pembentukan ASEAN tentu cukup membantu bagi negara anggota-anggotanya dalam perdagangan internasional yang semakin pesat sehingga mendorong tumbuhnya perdagangan bebas yang bagi beberapa kalangan menganggapnya sebagai bentuk penjajahan model baru. Pada prinsipnya, perdagangan bebas menginginkan tidak adanya hambatan dalam kegiatan perdagangan internasional baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif. Strategi yang tepat tentu diperlukan oleh suatu negara dalam menghadapi perdagangan bebas. Perjanjian internasional dalam perdagangan menjadi salah satu alat dalam strategi menghadapi perdagangan bebas. Adapun salah satu upaya mendorong pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas adalah dengan perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Perjanjian internasional dalam perdagangan menjadi salah satu alat dalam strategi menghadapi perdagangan bebas. Adapun salah satu upaya mendorong pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN dalam menghadai perdagangan bebas adalah dengan perjanjian ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Ratifikasi Framework Agreement ACFTA oleh Pemerintah Indonesia dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004.7
6
Ditjen Kerjasama ASEAN Kemenlu, 2011, Kenali ASEAN Kita, Ditjen Kerjasama ASEAN Kemenlu, Jakarta, hlm. 9.
7
Direktorat Kerjasama Regional Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, “Asean-China Free Trade Agreement”, http://ditjenkpi.kemendag.go.id/ Umum/ Regional/Win/ASEAN%20-%20China%20FTA.pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014
4
Negara-negara anggota ASEAN maupun China memiliki sistim pemerintahan dan sistim hukum yang berbeda. Hal ini tentu berpengaruh dalam pelaksanaan perjanjian ACFTA di masing-masing negara, antara lain prosedur dalam melakukan ratifikasi perjanjian ACFTA dan harmonisasi perjanjian internasional dengan peraturan nasional negara anggota perjanjian ACFTA. Hal ini seringkali menimbulkan permasalahan karena terdapat kemungkinan timbulnya pertentangan materi perjanjian internasional dengan peraturan nasional suatu negara. Disamping permasalahan harmonisasi perjanjian internasional dengan peraturan nasional, seringkali permasalahan timbul dalam pelaksanaan perjanjian internasional itu sendiri. Dari sisi subyek hukum, tentu pihak yang menjadi subyek hukum perjanjian ACFTAadalah negara anggota perjanjian ACFTA, namun perdagangan internasional secara praktik dilakukan oleh sektor swasta yang melakukan kegiatan usaha pada suatu negara sehingga timbulnya permasalahan tentu berdampak bagi sektor swasta. Melihat dari sisi dampak perjanjian ACFTA seharusnya sektor swasta dapat memetik keuntungan atas pelaksanaan perjanjian tersebut atau justru sebaliknya, sektor swasta menderita kerugian atas pelaksanaan perjanjian internasional tersebut. Dengan demikian kemungkinan timbul sengketa antara sektor swasta dengan negara anggota perjanjian ACFTA cukup besar mengingat para pihak yang menyepakati Perjanjian FTA adalah pemerintah masing-masing negara anggota, sedangkan pelaku perdagangan internasional adalah sektor swasta dan
5
perjanjian ACFTA merupakan perjanjian internasional yang mengatur terkait perdagangan internasional. Berdasarkan hal di atas, maka penulis berkeinginan untuk membahas keberlakuan perjanjian ACFTA bagi perusahaan Indonesia serta upaya perusahaan
Indonesia
dalam
mempertahankan
keterlibatannya
dalam
perjanjian ACFTA. 2.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah : a. Bagaimana keberlakuan perjanjian ACFTA bagi perusahaan Indonesia? b. Bagaimana perusahaan Indonesia mempertahankan keterlibatannya dalam perjanjian ACFTA secara hukum?
3.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis lebih dalam lagi mengenai persoalan yang diungkapkan dalam permasalahan tersebut di atas yaitu: a.
Untuk
mengkaji
dan
menganalisis
keberlakuan
perjanjian
ACFTA bagi perusahaan Indonesia. b.
Untuk mengkaji dan menganalisis keterlibatan perusahaan Indonesia dalam perjanjian ACFTA.
4.
MANFAAT PENELITIAN a.
Bersifat Teoritis bahwa dari hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan dikembangkan secara akademik
6
oleh para akademisi khususnya bagi yang ingin mengkaji disiplin ilmu hukum khususnya di bidang hukum bisnis. b.
Bersifat Praktis bahwa dari hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi para pihak yang berkepentingan yaitu pihak pemerintah sebagai acuan dalam impelementasi yuridis perjanjian ACFTA di Indonesia dan keterlibatan perusahaan Indonesia dalam perjanjian ACFTA secara hukum.
5.
KEASLIAN PENELITIAN Penulis menyadari bahwa telah banyak akademisi atau para pakar hukum yang telah mengkaji masalah perjanjian
ACFTA, namun Penulis
mencoba mempertahankan keaslian penulisan ini dengan penulis sebelumnya dengan mengkaji perjanjian ACFTA dari segi keberlakuan perjanjian ACFTA bagi perusahaan Indonesia dengan mempertimbangkan aspek sistem peraturan nasional di Indonesia, hukum internasional, serta hukum perjanjian internasional serta mencoba menganalisis keterlibatan perusahaan Indonesia pada perjanjian ACFTA dari sisi kedudukan hukum dan kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan ketika timbul sengketa dalam pelaksanaan perjanjian ACFTA.