BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Upaya membangun diversifikasi konsumsi pangan telah dicanangkan sekitar setengah abad oleh pemerintah Indonesia. Tujuannnya adalah untuk menganekaragamkan bahan pangan yang menjadi konsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi (Ariani dalam Fatty, 2012). Usaha penganekaragaman pangan dapat dilakukan dengan mencari bahan pangan baru atau dari bahan pangan yang sudah ada di lingkungan kemudian dikembangkan dengan tekhnologi pangan menjadi pangan yang beranekaragam dengan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat. Pemanfaatan hasil samping dari pengolahan suatu produk juga perlu dipertimbangkan dalam rangka pengembangan produk pangan yang lain. Contoh pemanfaatan hasil samping produk yang pernah dilakukan selama ini adalah ampas tahu diolah menjadi roti, kulit pisang dan kulit jeruk manis diolah menjadi selai roti. Dengan demikian, bahan pangan lokal yang banyak tersedia dan belum termanfaatkan secara optimal dapat berguna dalam mewujudkan ketahanan pangan. Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil (Bahtera, 2010). Salah satu kekayaan alam hayati di Indonesia yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah jahe merah. Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya dimanfaatkan sebagai produk jahe instan sebagai minuman penghangat. Pada proses pengolahan
1 Universitas Sumatera Utara
2
jahe instan akan didapatkan hasil samping berupa pati jahe yang belum termanfaatkan secara maksimal sebagai bahan pangan. Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin (Jacobs dan Delcour, 1998 dalam Herawati, 2010). Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Pati jahe merupakan hasil samping dari proses pengendapan air perasan jahe pada proses pembuatan serbuk jahe instan yang masih belum dimanfaatkan untuk bahan makanan. Pemanfaatan yang sudah dilakukan saat ini, antara lain sebagai campuran makanan untuk ternak ayam dan itik atau campuran obat untuk ternak sapi dan kambing. Selain itu, digunakan sebagai bahan untuk dioleskan pada bagian tubuh yang berfungsi meredakan rasa pegal linu. Jahe (Zingiber officinale rosc) merupakan salah satu rempah-rempah dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), sefamili dengan temu-temuan lainnya seperti temulawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga), dan lain-lain (Setiawan, 2015:17). Ada tiga jenis varian jahe di Indonesia, yaitu jahe gajah (Zingiber officinale var officinarum), jahe emprit (Zingiber officinale var amarum), dan jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) (Putri, 2014). Jahe memiliki kemampuan mempertahankan kualitas pangan yaitu sebagai anti-mikroba. Kandungan gingerone dan gingerol yang terdapat pada jahe berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escheria coli dan Bacillus subtilis (Pramitasari, 2010 dalam Andrestian & Hatimah, 2015). Berbagai manfaat
Universitas Sumatera Utara
3
jahe, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, analgesik, antiemetik, meningkatkan ketahanan tubuh, mengobati diare, dan juga memiliki sifat antioksidan yang aktivitasnya lebih tinggi daripada vitamin E (Kartasasmita, 2002 ; Ramadhan & Phaza, 2010 dalam Astuti, 2011). Jahe juga bermanfaat sebagai anti batuk (antitussive / expectorant), merangsang pengeluaran keringat, dan menghangatkan tubuh (Fathonah, 2011 dalam Andrestian & Hatimah 2015). Bagian jahe yang paling sering dimanfaatkan adalah rimpangnya, antara lain dimanfaatkan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Salah satu manfaat jahe dapat memberikan efek rasa hangat dalam perut, maka banyak masyarakat menggunakan jahe sebagai bahan minuman seperti bandrek, sekoteng dan sirup, dan banyak produsen yang membuat jahe menjadi produk serbuk jahe instan. Pembuatan serbuk jahe instan ini memanfaatkan air perasan jahe dan diolah hingga menjadi serbuk jahe. Dimana dalam pembuatan serbuk jahe instan ini akan didapat hasil samping produk berupa pati jahe. Dalam pembuatan serbuk jahe instan, air dan pati jahe harus dipisahkan karena jika tidak dipisah, pembuatan serbuk jahe akan lengket dan tidak berhasil menjadi serbuk. Pemisahannya dilakukan dengan cara mengendapkan air perasan jahe merah selama 1-2 jam sehingga pati jahe akan mengendap dibawahnya. Kemudian pati jahe dijemur hingga kering lalu dihaluskan hingga menjadi tepung. Hasil uji laboratorium dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan, dalam 100 g pati jahe merah memiliki protein 1,33%, karbohidrat 74,2%, lemak
Universitas Sumatera Utara
4
0,17%, kalsium 249 mg/Kg, besi 32,4 mg/Kg. Dapat dilihat dari hasil tersebut bahwa pati jahe merah memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi. Berdasarkan pengamatan peneliti, para produsen serbuk jahe instan sering membuang pati jahe merah. Pati jahe merah memiliki karakteristik seperti tepung kanji atau tapioka namun memiliki aroma yang khas dari jahe merah. Kedua tepung ini memiliki karakteristik yang hampir sama. Dengan demikian, pati dari jahe merah memungkinkan untuk diolah dan dimodifikasi menjadi makanan, contohnya makanan camilan. Pemanfaatan pati jahe ini menjadi makanan camilan diharapkan dapat dijadikan salah satu usaha untuk mengurangi penggunaan dari tepung terigu, pengganti tepung tapioka, dan dapat menambah nilai kandungan gizi, aroma maupun rasa yang khas dari produk yang dihasilkan. Dengan aroma dan rasa khas dari jahe, makanan camilan ini dapat menghilangkan rasa mual untuk ibu hamil maupun orang yang mabuk perjalanan. Smith, dkk (2004) dalam penelitiannya menyatakan konsumsi pati jahe dalam dosis 1 gram per hari selama 4 hari terbukti lebih baik dibanding plasebo dalam mengurangi dan mengatasi gejala mual dan muntah dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi (Smith, dkk, 2004 dalam Sya’ban, 2013). Oleh karena itu, makanan dari pati jahe merah ini dapat dijadikan camilan untuk ibu hamil maupun disaat perjalanan jauh untuk mengurangi mabuk perjalanan. Makanan camilan biasa disebut juga sebagai makanan ringan atau kudapan. Makanan camilan merupakan makanan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu atau memberi sedikit pasokan tenaga ke tubuh.
Universitas Sumatera Utara
5
Makanan camilan saat ini menjadi jenis makanan yang cukup penting yang disebabkan mulai dari tingginya kebutuhan masyarakat akan makanan ringan (kegemaran ngemil) dan keinginan masyarakat untuk menikmati rasa-rasa yang berbeda. Banyak jenis camilan yang sering dikonsumsi masyarakat, seperti kuekue kering contohnya kue bawang. Kue bawang adalah makanan ringan yang termasuk kedalam jenis keripik. Kue bawang atau keripik bawang merupakan makanan yang gurih dan renyah sehingga banyak masyarakat manjadikannya sebagai camilan. Kue bawang juga merupakan salah satu makanan ringan yang sering dijadikan makanan jamuan untuk tamu ketika hari raya atau lebaran. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Pati Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) sebagai Modifikasi Tepung Terigu dalam Pembuatan Kue Bawang dan Analisis Kandungan Gizinya serta Daya Terimanya oleh Masyarakat”. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan kue bawang dengan dua perlakuan. Pertama, menggunakan perbandingan pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20%, dan tepung terigu 50%. Kedua, menggunakan perbandingan pati jahe merah 50%, tepung tapioka 0%, dan tepung terigu 50%. Perbandingan tersebut sudah tepat menurut peneliti. Peneliti telah melakukan penelitian sebelumnya dimana penambahan pati jahe merah yang terlalu sedikit tidak berpengaruh apapun terhadap warna, aroma, tekstur, maupun rasa sedangkan penambahan pati jahe merah yang terlalu banyak menyebabkan rasa yang pahit dan tekstur yang dihasilkan kurang baik. Penggunaan tepung
Universitas Sumatera Utara
6
tapioka dengan komposisi yang berbeda pada sampel bertujuan untuk membandingankan kerenyahan dari produk yang dihasilkan. Peneliti menggunakan pati jahe merah dalam penelitian ini karena dari ketiga jenis jahe yang ada, jahe merah lebih banyak mempunyai kandungan pati dibandingkan jenis jahe lainnya (Hernani dan Hayani, 2001). Selain itu, pengusaha juga lebih sering membuat serbuk jahe merah instan dari pada serbuk jahe lainnya. Peneliti memilih kue bawang sebagai produk hasil olahannya karena kue bawang adalah makanan camilan yang secara umum digemari oleh masyarakat serta cara pembuatannya juga mudah. 1.2. Rumusan masalah Bagaimana kandungaan gizi dan daya terima masyarakat terhadap kue bawang yang dimodifikasi dengan pati jahe merah? 1.3. Tujuan Mengetahui kandungan gizi dan daya terima masyarakat terhadap kue bawang yang dimodifikasi dengan pati jahe merah. 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya: 1. Memberikan informasi bahwa pati dari endapan air jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan camilan salah satunya adalah kue bawang.
Universitas Sumatera Utara
7
2. Memberikan informasi mengenai cara pembuatan kue bawang dengan penambahan pati jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) kepada masyarakat. 3. Memberikan informasi bahwa dengan memanfaatkan pati jahe merah sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kue bawang dapat menambah rasa dan aroma terhadap produk yang dihasilkan, serta menambah kandungan gizi di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara