KATA PENGANTAR Pertamakali izinkanlah penulis mengucapkan puji syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT. karena atas izin-Nya penulisan disertasi ini dapat diselesaikan pada waktunya, meskipun ada kendala dalam beberapa hal, seperti bahasa Arab dan ilmu pengetahuan sejarah dan peradaban Islam, juga terbatasnya referensi yang dimiliki. Shalawat dan Salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah mengajarkan tentang prinsip-prinsip kedokteran Islam, yang terus dikembangkan oleh para ilmuwan dan dokter Muslim hingga sekarang ini. Berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan baik dari segi semangat, nasehat, pengarahan-pengarahan serta pinjaman bahan-bahan referensi, kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik. Ternyata, meskipun konsentrasi yang saya pilih ini berbeda dengan bidang medis yang saya tekuni selama ini, namun saya merasakan manfaatnya, setidaknya wawasan yang lebih luas dan ilmu yang bertambah, yang diharapkan pula dapat memberi kontribusi dalam Program Studi Pengkajian Islam di Sekolah Pascasarjana (SPs), khususnya pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., sebagai Direktur SPs UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan saya kesempatan untuk mengikuti pendidikan S3 yang sekaligus sebagai Pembimbing Disertasi ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tajuddin SpAnd. atas pengarahan dan bimbingannya dalam penulisan disertasi ini, khususnya tentang ilmu kedokteran Islam. Terimakasih pula saya sampaikan kepada Prof. Dr. Suwito, MA. yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mempersiapkan disertasi ini. Tak lupa pula saya mengucapkan terimakasih khusus kepada Dr. Fuad Jabali, MA. yang tidak bosanbosannya memberikan pengarahan pada penelitian disertasi ini.
iii
Terimakasih juga saya ucapkan pada keluarga Almarhum Prof. Dr. Badri Yatim, MA, karena selama beliau hidup, tidak pernah absen dalam memberikan bimbingan pada saya, khususnya ketika menjadi Pembimbing Disertasi ini. Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya saya sampaikanberturut-turut kepada Prof. dr. Anwar Jusuf, Sp.P. (K), Staf Pengajar Program Magister Ilmu Pendidikan Kedokteran FKUI, Prof. dr. Faisal Yunus, Ph.D., Sp.P.(K), staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan, serta dr. Dewi Lestari, MPH mantan Direktur RSPJ Jakarta, atas dukungan dan rekomendasinya kepada saya untuk mengikuti program studi di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ucapan terimakasih saya sampaikan pula kepada Direktur RS Mediros Jakarta, dr. Ibrahim Darmasaputra dan Direktur RS. Pertamina Jaya, drg. Bramantyo, Sp.Ortho atas dispensasi waktu yang diberikan kepada saya, selama mengikuti perkuliahan sampai dengan selesainya disertasi ini. Terimakasih pula saya sampaikan pada para dosen, karyawan TU dan Perpustakaan di Kampus I dan Kampus II (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa saya sampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. R. Mulyadhi Kartanegara, MA. dan CIPSI (Center for Islamic Phylosophy and Studies) yang telah meminjamkan buku literatur primer sebagai dasar penelitian disertasi ini, yaitu al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb karya Ibn Si>na> dan ‘Uyu>n alAnba>’ fi> T{abaqat al-At}ibba>’ karya Ibn ‘Us}aybi‘ah, juga pada semua kawan-kawan yang membantu dalam menyediakan referensi dan berdiskusi untuk penulisan disertasi ini, di antaranya Drs. Saidun Derani, MA., Ahmad Ali MD, SHI., MA., dan Dr. M. Yakub MA. Khusus dalam bidang bahasa Arab saya sangat berterimakasih kepada Drs. Firdaus Kasmy, MA., Novizal Wendry, S.Th.I, MA., dan Andi Amrullah, Lc. yang telah banyak membantu saya dalam menerjemahkan teks-teks Arab untuk keperluan disertasi ini. Terakhir kepada keluarga, anak-anak dan kakak-kakak serta adik saya, dr. Ance Adriani, MS (OK), MS (GK), Sp.OK, Sp.GK., saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya karena telah memberi kelonggaran dalam mengurus keluarga selama proses penyelesaian studi ini. iv
Tiada lain yang dapat saya sampaikan, semoga Allah SWT memberikan balasan/nilai pahala yang tinggi pada Ibu/Bapak/Saudara/i sekalian atas bantuannya yang telah diberikan kepada saya selama ini. Amin. Jakarta, 23 Mei 2010 Penulis, Penulis, Saharawati Mahmouddin
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Huruf Arab
ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ه
Huruf Latin
Keterangan
b t th j h} kh d dh r z s sh s} d} t} z} ‘ gh f q k l m n w h
tidak dilambangkan be te te dan ha je h dengan titik di bawah ka dan ha de de dan ha er zet es es dan ye es dengan titik di bawah de dengan titik di bawah te dengan titik di bawah zet dengan titik di bawah koma terbalik di atas hadap kanan ge dan ha ef ki ka el em en we ha vi
ء ي
’ y
apostrof ye
Penulisan Vokal Untuk vokal tunggal: ( ـــــَــــــfath}ah) : a ( ــــــِــــــkasrah) : i ــــــُــــــ (d}ammah) : u Untuk vokal rangkap (diftong): "ــَــ : ay (a dan y) &ــَـــ : aw (a dan w) Untuk vokal panjang (ma>d): 'َـ : a> (a dengan garis di atas) ْ"ِـ : i> (i dengan garis di atas) ْ&ُـ : u> (u dengan garis di atas)
vii
ABSTRAK Saharawati Mahmouddin: Mahmouddin: SISTEM KEDOKTERAN ISLAM: >na> ISLAM: Studi Konsep Kesehatan Mental Ibn Si> Sina> na Disertasi ini, menggunakan pendekatan content analysis, pengkajian kritis dan mendalam terhadap karya Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb, menyimpulkan bahwa konsep kesehatan mental Ibn Si>na> berpijak pada teori humor atau cairan tubuh, di mana keseimbangan humor itu berimplikasi pada kesehatan mental manusia. Terganggunya keseimbangan humor berdampak pada terganggunya kesehatan mental manusia. Oleh karena itu, Ibn Si>na> memberikan terapi psikosomatis untuk menyembuhkan orang yang terganggu kesehatan mentalnya. Terapi psikosomatis Ibn Si>na> didasarkan pada paradigma pendekatan holistik, yang memandang seorang manusia secara keseluruhan, sebagai makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani (psikologi). Dalam pendekatan holistik ini, keseimbangan unsur dan elemen tubuh menjadi satu prasyarat untuk penyembuhan penyakit. Di sinilah ditekankan terapi yang terfokus pada upaya menyeimbangkan kembali humor-humor yang terdapat dalam tubuh yang sedang mendominasi bagian yang lain. Terapi itu melalui sikap dan perbuatan yang mengarah pada kesehatan tubuh, seperti bersikap optimis, istirahat dan tidur yang ideal, dan mengkonsumsi makanan dan minuman secara baik dan teratur. Terapi psikosomatis Ibn Si>na> relevan dengan konsep kesehatan modern, di antaranya tentang teori/mazhab kesatuan wujud dan mazhab behaviorisme. Terapi psikosomatis Ibn Si>na> juga signifikan bagi perkembangan dan penemuan baru ilmu pengetahuan, termasuk peralatan modern polygraph dan psychological stress evaluator (PSE) untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit jiwa. Jadi, kedokteran Ibn Si>na> berperan besar bagi kedokteran Islam dan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya kedokteran modern. Kesimpulan ini memperkuat dan memperluas penelitian Seyyed Hossein Nasr yang menyatakan bahwa Ibn Si>na> adalah orang pertama yang kompeten di bidang klinis, serta ahi di bidang terapi ”ilmu medis psikosomatis” (psychosomatic medicine). Juga memperkuat hasil penelitian Zainal Abidin Ahmad yang menyatakan bahwa konsep kesehatan mental Ibn Si>na> semakin memperkaya ilmu pengetahuan modern melalui terapi psikosomatis atau pengobatan dalam bidang psikiatri maupun pemeriksaan denyut jantung yang telah digunakan dalam ilmu krimonologi dan cara memegang urat nadi di tangan, yang merupakan kontribusi orisinil Ibn Si>na>, yang saat ini menambah pengetahuan teknologi dan inovasi polygraph dan PSE. Kemunduran ilmu Kedokteran Islam dewasa ini disebabkan karena beberapa faktor, di antaranya marjinalisasi kedokteran Islam, di mana dipandang sebagai tidak ilmiah, dan oleh Ima>m al-Ghaza>li> ditempatkan sebagai ‘ilm nonshar’i>, dan bukan prioritas.
viii
ﺍﳌﻠﺨﺺ ﺳﺎﻫﺮﺍﻭﺍﰐ ﳏﻤﻮﺩﻳﻦ: ﻧﻈﺎﻡ ﺍﻟﻄﺐ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ :ﺩﺭﺍﺳﺔ ﳌﻔﻬﻮﻡ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻃﺮﻭﺣﺔ – ﰲ ﲝﻮﺛﻬﺎ ﺗﺴﻠﻚ ﻣﻨﻬﺞ )ﲢﻠﻴﻞ ﺍﶈﺘﻮﻯ( ﻭﺗﻘﻮﱘ ﻧﻘﺪﻱ ﻭﻋﻤﻴﻖ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ )ﺍﻟﻘﺎﻧﻮﻥ ﰲ ﺍﻟﻄﺐ( ﻻﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ― ﻭﲣﺮﺝ ﺑﻨﺘﻴﺠﺔ ﺑﺄﻥ ﻣﻔﻬﻮﻡ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﺗﻘﻮﻡ ﻋﻠﻰ ﻧﻈﺮﻳﺔ ﺍﻹﻓﺮﺍﺯﺍﺕ )(humor ﺃﻭ ﺳﻮﺍﺋﻞ ﺍﳉﺴﻢ ،ﺣﻴﺚ ﺇﻥ ﺗﻮﺍﺯﺎ ﻳﺆﺛﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﺍﻟﺒﺸﺮﻳﺔ .ﻭﺇﻥ ﺣﺪﻭﺙ ﺃﻱ ﺍﺧﺘﻼﻝ ﰲ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺘﻮﺍﺯﻥ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﱃ ﺍﺧﺘﻼﻝ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ .ﻭﻟﺬﻟﻚ ،ﻗﺪﻡ ﺍﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﻧﻈﺮﻳﺔ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﻨﻔﺴﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﺮﻳﺾ ﺟﺴﻤﻴﺎ ﺑﺴﺒﺐ ﺍﳌﺮﺽ ﺍﻟﻨﻔﺴﻲ )ﺍﻟﺴﺎﻳﻜﻮﺳﻮﻣﺎﺗﻴﺴﻢ( .ﻭﺫﻟﻚ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﻳﻘﻮﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﺸﺎﻣﻞ ،ﻭﻫﻲ ﺍﻟﱵ ﺗﻨﻈﺮ ﺇﱃ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺑﺄﻧﻪ ﺷﺨﺺ ﻣﺘﻜﺎﻣﻞ ، ﺣﻴﺚ ﻳﺘﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻨﺎﺻﺮ ﺍﳉﺴﻤﻴﺔ ﻭﺍﻟﺮﻭﺣﻴﺔ .ﻭﻛﺎﻥ ﲢﻘﻴﻖ ﺍﻟﺘﻮﺍﺯﻥ ﰲ ﻛﻼ ﺍﻟﻌﻨﺼﺮﻳﻦ ﰲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻬﺞ ﺍﳌﺘﻜﺎﻣﻞ ﺃﻣﺮﺍ ﺿﺮﻭﺭﻳﺎ ﻟﺸﻔﺎﺀ ﺍﻷﻣﺮﺍﺽ .ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺘﺮﻛﻴﺰ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺮﻛﺰ ﻋﻠﻰ ﺍﳉﻬﻮﺩ ﺍﳌﺒﺬﻭﻟﺔ ﻹﻋﺎﺩﺓ ﺍﻟﺘﻮﺍﺯﻥ ﰲ ﺗﻠﻚ ﺍﻷﺧﻼﻁ ﺍﳌﻮﺟﻮﺩﺓ ﰲ ﺟﺴﻢ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻭﺍﻟﱵ ﻳﺴﻴﻄﺮ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺧﺮ. ﻭﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﳌﺴﺘﺨﺪﻣﺔ ﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﺘﻮﺍﺯﻥ ﺍﻷﺧﻼﻃﻲ ﻫﻲ ﺗﻐﻴﲑ ﺍﻟﺴﻠﻮﻙ ﻭﺍﻷﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﱵ ﺗﺴﻬﻢ ﰲ ﺻﺤﺔ ﺍﳉﺴﻢ، ﻣﺜﻞ ﺍﻟﺘﻔﺎﺅﻝ ﻭﺍﻟﻨﻮﻡ ﻭﺍﻷﻛﻞ ﻭﺍﻟﺸﺮﺏ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﺘﻮﻯ ﻃﻴﺐ ﻭﻣﻨﻈﻢ .ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﻣﻮﺍﻓﻘﺎ ﲟﻔﻬﻮﻡ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﳊﺪﻳﺜﺔ ،ﻣﻨﻬﺎ ﻧﻈﺮﻳﺔ ﻭﺣﺪﺓ ﺍﻟﺸﻜﻠﻴﺔ ) ، (teori kesatuan wujudﻭﻧﻈﺮﻳﺔ ﺍﻟﺴﻠﻮﻛﻴﺔ ) .( mazhab behaviorismeﻭﺑﺎﻹﺿﺎﻓﺔ ﺇﱃ ﺫﻟﻚ ،ﻓﺎﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﻨﻔﺴﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺪﻣﻪ ﺍﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﻟﻪ ﺃﳘﻴﺔ ﻛﱪﻯ ﰲ ﺗﻄﻮﻳﺮ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﺍﻻﻛﺘﺸﺎﻓﺎﺕ ﺍﳉﺪﻳﺪﺓ ﻓﻴﻬﺎ ،ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺍﳌﻌﺪﺍﺕ ﺍﳊﺪﻳﺜﺔ ﺍﻟﱵ ﺗﺴﺘﺨﺪﻡ ﻟﺘﺸﺨﻴﺺ ﻭﻋﻼﺝ ﺍﳌﺮﺽ ﺍﻟﻨﻔﺴﻲ ،ﻣﺜﻞ ﺍﻷﻟﺔ ﺍﳌﺨﻔﻀﺔ ﻟﻀﻐﻮﻁ ﻧﻔﺴﻴﺔ (polygraph dan psychological ) .stress evaluator, PSEﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻧﻈﺮﻳﺔ ﻃﺒﻴﺔ ﻻﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﳍﺎ ﺩﻭﺭ ﺭﺋﻴﺴﻲ ﰲ ﺍﻟﻄﺐ ﻭﻣﺴﺎﳘﺎﺕ ﻛﺒﲑﺓ ﰲ ﺗﻘﺪﻡ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻄﺐ ﺍﳊﺪﻳﺚ. ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻨﺘﻴﺠﺔ ﺗﻌﻀﺪ ﺍﻟﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﱵ ﺃﺟﺮﺍﻫﺎ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺣﺴﲔ ﻧﺼﺮ ﺑﺄﻥ ﺍﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﻫﻮ ﺃﻭﻝ ﻣﻦ ﻟﻪ ﺧﱪﺓ ﻭﺃﻫﻠﻴﺔ ﰲ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻄﺐ ﻻﺳﻴﻤﺎ ﰲ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺴﻤﻰ ﺑـ"ﺍﻟﻄﺒﻴﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ" .ﻭﺃﻳﻀﺎ ﺗﺆﻛﺪ ﻧﺘﻴﺠﺔ ﺍﻟﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﱵ ﻗﺪﻣﻬﺎ ﺯﻳﻦ ﺍﻟﻌﺎﺑﺪﻳﻦ ﺃﲪﺪ ﺑﺄﻥ ﻣﻔﻬﻮﻡ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ﻳﺜﺮﻱ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﳊﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻼﺝ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ) ( psychiatri ﻭ ﺍﻟﻨﺒﻀﺎﺕ ﺍﻟﻘﻠﺒﻴﺔ ﺍﻟﱵ ﺗﺴﺘﺨﺪﻡ ﰲ ﻋﻠﻢ ﺍﳉﻨﺎﺋﻴﺔ ) ( ilmu kriminologiﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺍﻟﻌﻼﺟﺔ ﺑﺎﺳﺘﻤﺮﺍﺭ ﺍﻟﻴﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﳌﻨﻮﺍﻝ ،ﻭﻫﻲ ﻣﺴﺎﳘﺔ ﺍﻷﺻﻠﻴﺔ ﻻﺑﻦ ﺳﻴﻨﺎ ،ﺍﻟﱵ ﻗﺪ ﺗﺰﻳﺪ ﻋﻠﻰ ﺇﳚﺎﺩ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﻭﺍﻻﺑﺘﻜﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﺘﻜﻨﻮﻟﻮﺟﻴﺔ ،ﻣﺜﻞ ﺍﻷﻟﺔ ﺍﳌﺨﻔﻀﺔ ﻟﻠﻀﻐﻮﻁ ﺍﻟﻨﻔﺴﻴﺔ ). (polygraph dan PSE ﺍﻻﺧﺘﻼﻓﺔ ﰲ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﺍﻟﻄﺒﻴﺔ ﰲ ﺍﻟﻌﺎﱂ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﺍﻷﻥ ،ﳍﺎ ﺃﺳﺒﺎﺏ ،ﻣﺜﻞ ﻤﻴﺶ ﺍﻟﻄﺐ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻣﻦ ﺍﳉﺎﻧﺐ ﺍﻟﺪﺍﺧﻠﻲ ﺃﻭ ﺍﳋﺎﺭﺟﻲ .ﻣﺜﻞ ﺍﻟﺮﺃﻱ ﻋﻦ ﻋﺪﻡ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﰲ ﻧﻈﺎﻡ ﺍﻟﻄﺐ ،ﻭﻏﲑ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻋﻨﺪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﱄ.
ix
ABSTRACT Saharawati Mahmouddin: Mahmouddin: System of Islamic Medicine: >na'> s Concept of Mental Health. Medicine: A Study of Ibn Si> Sina> na Health. This dissertation, by content analysis approach, concludes that the Ibn Si>na>’s concept of mental health subscribes to the theory of humor or body fluids, where the balance of humor that has implications for human mental health. Disruption of the balance of humor affects impact to the disruption of human mental health. Therefore, Ibn Si>na> gives psychosomatic therapy to cure a person who is disturbed his or her mental health. Psychosomatic therapy of Ibn Si>na> is based on the paradigm of a holistic approach, which views a person as a whole, as being composed of elements of the physical and spiritual elements (psychology). In this holistic approach, balancing the spiritual elements and body elements is a prerequisite for healing diseases. The emphasis of therapy focuses on efforts to rebalance the humors found in the body. Therapy for balancing the humors is through attitudes and actions that lead to the health of the body, such as creative work, be optimistic, rest, sleep, eat, and drink properly and regularly. Psychosomatic therapy of Ibn Si>na> relevant to modern health concepts, among them about the theory/school of the unity of form, and the school of behaviorism. In addition, psychosomatic therapy of Ibn Si>na> has contributes to the development and new discoveries of science, including modern equipment used to diagnose and treat mental illness, such as polygraph and psychological stress evaluator (verifiers/assessors voltage inhabitants). Thus, medicine of Ibn Si>na> played a major role in Isla>m, in general medicine, and contributed to the advancement of science, and modern medicine. This conclusion strengthens and expands to research of Seyeed Hosein Nasr that stated Ibn Si>na> is the first person who has acument extensive clinical and explaint of various drugs and diseases, control of phylosophical principles of medical science, and expertise in ”psychosomatic medical science” (Psychosomatic medicine) treatment. It also strengthens the research of Zainal Abidin Ahmad, who claimed that the concept of mental health of Ibn Si>na> enriched modern science through psychosomatic therapy for psychiatric and heart rate disorder that is used in crimonology and counting of the pulsa rate, in the hand, which is an original contribution of Ibn Si>na>, and currently used in technological innovations, such polygraph and psychological stress evaluator (PSE, measuring/mental stress appraisal). Setbacks of Islamic Medical science in the Islamic world today, was caused by several factors, including the marginalization of Islamic medicine. That marginalization took place in the form of assumptions and the view depeloped by Ima>m al-Ghaza>li> that Islamic medicine system it is not shar’i science and it is not a priority. The Ibn Si>na> concept of mental health showed that many of his concept specially in mental health are still relevant in the modern era.
x
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………….……………………………iii ABSTRAK………………………………….................................viii DAFTAR ISI………………………................................................xi DAFTAR SINGKATAN………………………………………...xiv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………..1 B. Permasalahan………………………………….14 C. Tujuan Penelitian............................................. 15 D. Manfaat Penelitian........................................... 16 E. Tinjauan Pustaka...............................................16 F. Sumber dan Metode Penelitian……………….21 G. Sistematika Pembahasan...................................28
BAB II
BANGUNAN KEDOKTERAN PRA IBN SI< < A< SIN A. Bangunan Kedokteran Yunani.........................31 B. Bangunan Kedokteran Islam………………….45 1. Perkembangan Kedokteran Islam Pra Ibn Si>na>..............................................................45 a. Pengetahuan Medis Masa Pra Islam……...45 b. Sumber Pengetahuan Medis dan Para Dokter Arab Pra Ibn Si>na>…………………………..47
xi
2. Bangunan Kedokteran Islam: Pengertian, Klasifikasi, Fisiologi, Kerangka Filosofis, dan Paradigma.............................................55 3. Filosof Muslim yang Berpengaruh terhadap Filsafat Kedokteran Ibn Si>na…………......82 4. Lembaga Pendidikan Medis dan Rumah Sakit Pertama di Dunia Islam yang Berperan terhadap Intelektualitas Ibn Si>na………....94
BAB III
IBN SI < A< DALAM KONTEKS ZAMANNYA SIN A. Riwayat Hidup................................................113 B. Karya Intelektual.............................................117 C. Situasi Sosial dan Politik................................112 D. Kehidupan Beragama......................................125 E. Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan................128
BAB IV
BANGUNAN KEDOKTERAN IBN SI< SINA<
3. Ilmu Syaraf dan Psikologi……………….177 BAB V
KESEHATAN MENURUT IBN SI<
na…………....223 2. Terapi Psikosomatis Barat Modern……...237 C. Relevansi dan Signifikansi Konsep Kesehatan Mental Ibn Si>na> bagi Terapi Psikosomatis di Era Modern.............................................................240 1. Relevansi…………………………….…...240 2. Signifikansi…………………………….…256 D. Ilmu Kesehatan Pasca Ibn Si>na………….……266
BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan..................................................... 273 B. Implikasi..........................................................275
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….277 BIODATA PENULIS………………………………………..….289 PENULIS
xiii
DAFTAR SINGKATAN
a.l. COPD dsb. dst. Ed. H. HR. IAIN l. M. MUI NAD No. PSE QS. RI. s.a.w. SM. SPs. s.w.t. TBC Ttp. Tp. tt. UIN UU Vol. w. WHO
: antara lain : chronic obstructive pulmonary disease : dan sebagainya : dan seterusnya : editor : Hijriah : Hadis Riwayat : Institut Agama Islam Negeri : lahir : Masehi : Majelis Ulama Indonesia : Nangroe Aceh Darussalam : Nomor : psychological stress evaluator : Qur’a>n Surat : Republik Indonesia : S{allalla>hu ’alalihi wasallam : sebelum masehi : Sekolah Pascasarjana : Subh}an> ahu Wata’a>la> : Tuberculosis : Tanpa tempat penerbit : Tanpa Penerbit : tanpa tahun : Universitas Islam Negeri : Undang-undang : Volume : wafat : Wordl Health Organitation
xiv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... xiii ABSTRAK.. .......................................................................................................... vii DAFTAR ISI..................................................................................... ..................... xi DAFTAR SINGKATAN......................................................... ............................ xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 B. Permasalahan ..................................................................................... 14 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 15 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 16 E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 16 F. Sumber dan Metode Penelitian .......................................................... 21 G. Sistematika Pembahasan ................................................................... 28
BAB II BANGUNAN KEDOKTERAN PRA IBN SIna>..........................45 a. Pengetahuan Medis Masa Pra Islam..............................45 b. Sumber Pengetahuan Medis dan Para Dokter Arab Pra Ibn Si>na………………….…………………….…47 2. Bangunan Kedokteran Islam: Pengertian, Klasifikasi, Fisiologi,Kerangka Filosofis, dan Paradigma.................................55 3. Filosof Muslim yang Berpengaruh terhadap Filsafat Kedokteran Ibn Si>na........................................................82 4. Lembaga Pendidikan Medis dan Rumah Sakit Pertama di Dunia Islam yang Berperan terhadap Intelektualitas Ibn Si>na................94
xi
BAB III IBN SI
BAB IV BANGUNAN KEDOKTERAN IBN SI
BAB IV BANGUNAN KEDOKTERAN IBN SI
xii
BAB V
KESEHATAN MENURUT IBN SIna ........................................... 223 2. Terapi Psikosomatis Barat Modern .................................... 237 C. Relevansi dan Signifikansi Konsep Kesehatan Mental ................... 240 Ibn Si>na> bagi Terapi Psikosomatis di Era Modern 1. Relevansi............................................................................. 240 2. Signifikansi ......................................................................... 256 D. Ilmu Kesehatan Pasca Ibn Si>na ..................................................... 266
BAB VI
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 273 B. Implikasi............................................................................................ 275
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 277 BIODATA PENULIS ........................................................................................ 289
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dunia Islam pernah mencapai masa kejayaan atau keemasan (the Golden Age) pada masa Dawlah ‘Abba>siyyah.1 Kejayaan dunia Islam itu terjadi dalam berbagai bidang peradaban Islam,2 terutama 1
Periode Keemasan (the Golden Age) dimulai dari tahun 287-494 H./9001100 M. Periode atau Zaman Keemasan itu merupakan sebutan populer untuk zaman perkembangan ilmu sebagai kelanjutan dari zaman penerjemahan dan penulisan buku-buku kedokteran. Dinamakan Zaman Keemasan, karena pada masa itu kebudayaan Islam mencapai puncaknya di segala bidang ilmu ‘aqli> (ilmu rasional), termasuk ilmu kedokteran. Pencapaian puncak keemasan ini terlihat melalui lahirnya para ilmuwan yang dapat menciptakan ilmu dengan kemampuan sendiri, bahkan sering membantah dan membatalkan teori ilmu Yunani. M. EG. Browne, Arabian Medicine (Cambridge: the University Press, 1962), 5, dan Omar Amin Hoesin, Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 74. 2 Kata peradaban (Ingg.: civilization, Arab: h}ad}ar> ah) sering disinonimkan dengan ”kebudayaan” (Ingg.: culture; Arab: al-thaqa>fah). Namun kemudian dalam perkembangannya kedua istilah itu dibedakan. Ada beberapa pendapat tentang peradaban, di antaranya pendapat yang menyatakan bahwa peradaban yang berasal dari akar kata ”adab” adalah unsur atau bagian-bagian yang halus dari kebudayaan, seperti sopan santun, tata krama, budi pekerti, moralitas, kesadaran dan kesalehan individual, kesadaran dan kesalehan sosial, kesadaran dan kesalehan struktural. Pendapat lain menyatakan bahwa peradaban diartikan pula sebagai sosok bangunan kebudayaan yang sudah mencapai taraf kemajuan yang tinggi dan kompleks yang ditandai oleh seni arsitektur yang bergaya megah, tarap perkembangan ilmu pengetahuan (science) dan teknologi canggih (hight tehnology). Lihat Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), 122 dan 27, dan Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dira>sah Isla>miyyah II (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 1-2. Jika kata peradaban digabungkan dengan kata Islam, peradaban Islam, maka mempunyai pengertian tersendiri, yaitu kesopanan, akhlak, tata krama, dan juga sastra yang diatur sesuai syariat Islam. al-Hujwiri>, menegaskan bahwa peradaban Islam adalah suatu pelajaran dan pendidikan tentang kebijakan yang merupakan bagian dari ”sendi-sendi keimanan”. Lebih jauh disebutkan, bahwa peradaban Islam adalah keindahan dan kelayakan suatu urusan, baik urusan agama maupun 1
bidang ilmu medis atau kedokteran Islam.3 Kedokteran Islam menjadi salah satu peradaban Islam yang paling masyhur dan paling dikenal, karena ia merupakan satu dari cabang-cabang sains di mana kaum Muslimin paling unggul.4 Bukan hanya selama Abad Pertengahan (the Middle Ages), tahun 750-1350 M. saja dokterdokter Muslim, seperti Ibn Si>na> (370-428 H./980-1037 M.), dikaji dengan sungguh-sungguh di Barat, tetapi bahkan ketika masa renaissance (renaisans)5 dan abad XI H./XVII M. ajaran-ajaran dunia, yang sangat bergantung kepada ketinggian tingkat pendidikan. Ia mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Nilai-nilai ketaqwaan, seperti taat mengikuti sunnah Nabi Muhammad s.a.w. dan cinta kebajikan. Semua itu bersandar pada pendidikan moral. Manusia yang mengabaikan pendidikan moral ini tidak akan mampu mencapai derajat kesalehan, sebagaimana yang disabdakan Nabi s.a.w., ”Pendidikan moral (pendidikan tentang kebajikan) merupakan syarat utama bagi orang-orang yang dicintai Tuhan”. Sementara al-Ra>zi> menekankan peradaban Islam pada pengertian sejauhmana membina hubungan sosial, di mana sikap yang terbaik adalah menjaga kehormatan dari dan mengikuti Sunnah Nabi. Jadi, peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi berbagai aspek seperti ”moral, kesenian dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas”. Untuk saat ini, pengertian peradaban Islam (al-tamaddun al-isla>mi>) merupakan bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup dunia dan akhirat. Dikutip dari http://www.uii.ac.id/index2.php?option=comdocman &task=docview&gid=87&Itemid=507, pada 2 November 2010, dan Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 1012. 3 Ilmu Medis atau Kedokteran Islam adalah sistem kedokteran yang dikonseptualisasi dan dikembangkan oleh orang Islam dari berbagai ras, etnis dan iklim selama lebih dari satu milinium sejak kelahiran komunitas Islam yang pertama hingga sekarang. Kedokteran Islam didasarkan terutama pada prinsipprinsip yang diturunkan dari ajaran dasar agama Islam. Osman Bakar, Tawh}id> & Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, Penerjemah Yuliani Liputo (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), 115. 4 Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Isla>m (New York, Toronto, dan London: A Plume Book from New American Library, 1970), 184. 5 Dilihat dari definisinya, kata ”renaissance” berarti sebuah pembangunan atau kebangkitan kembali. Renaissance adalah nama dari gerakan intelektual dan budaya besar kebangkitan kembali minat yang besar terhadap budaya dan nilainilai klasik peradaban Yunani dan Romawi, tang terjadi abad XIV, XV, dan XVI, yakni masa transisi dari Abad Pertengahan ke zaman modern. Penetrasi antar budaya Yunani dan Latin yang terjadi sebagai akibat dari perluasan 2
mereka terus-menerus berpengaruh besar di kalangan medis Barat. Sebenarnyalah, baru pada abad XIX M., studi medis Islam dihapuskan seluruhnya dari kurikulum sekolah-sekolah medis di dunia Barat. Di Timur, meskipun dengan adanya pengembangan pendidikan medis Barat yang cepat, ilmu kedokteran Islam masih terus dipelajari dan dipraktekkan, dan bukan hanya memiliki kepentingan historis an sich.6 Aliran kedokteran ini, yang menjelma pada awal sejarah Islam, berarti besar bukan hanya karena nilai intrinsiknya, tetapi juga disebabkan karena ia selalu erat berkaitan dengan sains lain terutama filsafat.7 Orang bijak atau h}aki>m, yang sepanjang sejarah wilayah kekuasaan di Mediterania Timur setelah Perang Salib dapat dianggap sebagai kondisi dasar dari Renaisans, jika bukan sebagai penyebab langsungnya. Ini dimulai di Italia, dan periode pertamanya ditandai dengan kebangkitan pada pentingnya sastra dan cita-cita klasik. Itu merupakan perlawanan besar terhadap kemurnian intelektual dari semangat abad pertengahan, terutama terhadap skolastik, dan mendukung kebebasan intelektual. Tanda pertamanya adalah semangat untuk mencapai kekayaan budaya dan kemajuan yang besar di dunia non muslim, dengan ”menjamurnya” universitas. Renaisans juga berarti suatu penemuan dan eksplorasi benua baru, substitusi dari Copernican untuk sistem Ptolemeus astronomi, penurunan dari sistem feodal dan pertumbuhan perdagangan, serta penemuan atau penerapan inovasi yang penting seperti kertas, percetakan, perahu menggunakan kompas, dan mesiu. Ketika itu, bagi para ilmuwan dan pemikir merupakan masa kebangkitan atau kelahiran kembali. Mengenai renaisans lebih lanjut dalam http://www.iep.utm.edu/renaiss/ dan http://www.britannica.com/EBchecked/topic/497731/ Renaissance, diakses pada 2 November 2010. 6 Lihat Nasr, Science and Civilization, 184, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 116. 7 Filsafat, secara etimologi merupakan bentuk kata falsafat, yang semula berasal dari bahasa Yunani yaitu ”Philosphia”, terdiri dari 2 kata, yaitu: philos/philein yang berarti suka, cinta, mencintai, dan shophia yang berarti kebijaksanaan, hikmah, dan kepandaian ilmu. Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu filsafat. Dalam arti praktis filsafat mengandung arti alam berfikir/alam pikiran, sedangkan berfilsafah ialah berfikir secara mendalam atau radikal atau dengan sungguh–sungguh sampai keakarakarnya terhadap suatu kebenaran. Atau dengan kata lain berfilsafat mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu. Banyak definisi filsafat yang dikemukakan oleh para sarjana dan para filosof, sejak abad sebelum masehi, para filosof Yunani/Romawi, seperti Plato (427 – 348 SM), Aristoteles (382 – 322 SM), Cicero (106 – 043 SM), filosof abad pertengahan, seperti Descartes (1596 – 1650), dan Immanuel Kant (1724 – 3
Islam merupakan tokoh sentral dalam pengembangan dan penyebaran sains, biasanya adalah juga seorang dokter. Hubungan antara keduanya ini sungguh erat, sehingga orang bijak maupun dokter disebut h}aki>m; seperti Ibn Si>na> adalah seorang filosof dan sekaligus dokter yang juga bermata pencaharian dalam praktek seni medis.8 Ilmu kedokteran Islam itu menarik untuk dikaji, karena ia menjadi pilar utama Islam mencapai masa keemasan, dan menjadi pijakan renaisans Eropa. Di samping itu, karena ilmu kedokteran Islam dipandang sebagai ilmu yang lengkap, bersifat holistik, sintesis, dan ilmiah. Dikatakan holistik karena memuat prinsipprinsip metafisik dan kosmologis; menempatkan manusia sebagai totalitas, tempat badan dan jiwa berkaitan erat dan tempat keadaan kesehatan direalisasikan lewat harmoni dan ekuilibrium. Dengan ungkapan lain holistik karena mencakup kajian tentang kesehatan, penyakit, dan kematian.9 Kedokteran Islam juga bersifat sintesis, karena ia dibangun dari berbagai teori, metode dan praktek di luar Islam.10 Adapun dikatakan ilmiah, karena mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah diuji secara empiris, dan mempunyai kemampuan untuk menyerap doktrin-doktrin, metode-metode, dan teknik-teknik terbaik dari berbagai sistem medis tradisional yang mereka temui.11 1804), maupun pakar Indonesia, seperti Darji Darmodihardjo. Dari berbagai definisi filsafat yang dirumuskan mereka, dapat disimpulkan bahwa: 1) Filsafat adalah queen of knowledge (ibu/induk dari segala ilmu pengetahuan). 2). Ilmu pengetahuan. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan: pengetahuan yang mempunyai objek, metode dan sistematika tertentu. Pengetahuan adalah segala kebenaran yang diterima oleh manusia, baik yang telah teruji menjadi ilmu maupun yang belum teruji. Jadi ilmu pengetahuan mempelajari gejala alam sebagaimana adanya, ilmu pengetahuan bersifat netral/independen, yakni tidak mengharuskan atau melarang sesuatu. http://www.indonetasia.com/definisionline/index.php/definisi-filsafat/, dan http://www. britannica.com/EBchecked/topic/497731/Renaissance, diakses pada 2 November 2010. 8 Selain Ibn Si>na>, yang termasuk ke dalam kategori ini adalah Ibn al-Ru>shd. 9 Lihat Nasr, Science and Civilization, 228-229, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 139. 10 Nasr, Science and Civilization, 188. 11 Bakar, Tawh}id> & Sains, 116. 4
Kedokteran Islam menempatkan manusia sebagai seorang individu dan masyarakat, sehingga kesehatan bergantung pada keutuhan dan keterpaduan kolektivitas manusia, yang merupakan tugas dan tanggung jawab masyarakat terhadap salah seorang warganya yang sakit.12 Manusia sendiri adalah satu totalitas, terdiri dari badan dan jiwa yang berkaitan erat, yang dalam keadaan normal adalah sehat, direalisasikan lewat harmoni dan ekuilibrium, sehingga kedokteran Islam meliputi kesehatan fisik dan mental (physical and mental health), yang keduanya saling berkaitan.13 Dalam kedokteran Islam, kesehatan mental adalah sangat urgen, sehingga dibentuklah satu cabang tersendiri yang disebut ”terapi psikologi”14 atau yang dewasa ini dikenal dengan 12
Bakar, Tawh}id> & Sains, 125-126. Nasr, Science and Civilization, 228-229, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 116,125-126. 14 Psikologi (Yunani kuno: psyche = jiwa, dan logos = kata) adalah ilmu yang mempelajari pikiran, dan perilaku. Hal ini sebagian besar berkaitan dengan manusia, meskipun perilaku dan pemikiran dari hewan lainnya juga dipelajari, baik sebagai subjek di dalam dirinya sendiri, atau lebih kontroversial, sebagai cara untuk mendapatkan wawasan psikol ogi manusia dengan cara perbandingan (psikologi komparatif). Psikologi dilakukan baik secara ilmiah dan non-ilmiah. Mainstream psikologi sebagian besar didasarkan pada positivisme, dengan studi kuantitatif dan metode ilmiah untuk menguji dan membantah hipotesis, seringkali dalam konteks percobaan. Psikologi cenderung eklektik, menggambar pada pengetahuan ilmiah dari bidang lain untuk membantu menjelaskan dan memahami perilaku. Namun, tidak semua metode penelitian psikologis mengikuti metode ilmiah klasik. Penelitian kualitatif menggunakan teknik interpretasi dan bersifat deskriptif memungkinkan pengumpulan informasi klinis kaya, tak terjangkau oleh eksperimen klasik. Beberapa psikolog, khususnya penganut psikologi humanistik, dapat pergi sejauh mungkin untuk benar-benar menolak pendekatan ilmiah. Namun, psikologi mainstream memiliki bias terhadap metode ilmiah, yang tercermin dalam dominasi kognitivisme sebagai kerangka teori pedoman yang digunakan oleh kebanyakan psikolog untuk memahami pikiran dan perilaku sistem. Psikologi tidak selalu merujuk ke otak atau saraf dan dapat dibingkai murni dalam hal pengolahan teori fenomenologis atau informasi dari pikiran. Meskipun, pemahaman fungsi otak sudah dicantumkan dalam psikologi teori dan praktek, khususnya di bidang-bidang seperti kecerdasan buatan, neuropsikologi, dan neuroscience kognitif. Psikologi berbeda dari sosiologi, antropologi, ekonomi, dan ilmu politik. Sebagian psikologi lebih mempelajari tingkah laku individu (sendirian atau dalam kelompok) daripada perilaku kelompok atau agregat sendiri. Meskipun 13
5
”pengobatan psikosomatis” (psychosomatic medicine).15 Ibn Si>na>, dan dokter-dokter Muslim lainnya, mengetahui adanya nilai terapi dari musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang indah dalam menangani penyakit-penyakit yang disebabkan oleh ketidaksehatan psikologis atau ketidaksehatan mental.16 Dari uraian historis tersebut jelas sumbangan ilmu kedokteran Islam, terutama pada Zaman Keemasan. Namun, di luar wilayah Arabia, selama tujuh abad hanya sedikit sekali pemikiran tentang kedokteran, yakni tentang pengobatan dan prakteknya yang cukup bernilai, dan yang sedikit itu pun bersumber dari sumber-sumber Timur Tengah. Pengaruh para sarjana Muslim terhadap perkembangan ilmu kedokteran Barat telah diterima oleh para sejarawan modern sebagai kenyataan sejarah yang tak bisa diperselisihkan lagi dan hampir tidak memerlukan penjelasan. Yang menarik bagi mereka adalah mempelajari sejauhmana lingkup pengaruh tersebut dan dengan cara bagaimana ia terjadi. Menurut Muh}ammad Ka>mil H}usayn, keadaan ilmu kedokteran di dunia Arab dan dunia Latin pada masa itu harus diketahui secara tepat.17 Dalam penelitiannya, H}usayn menyatakan bahwa para sejarawan belum berhasil menempatkan ilmu kedokteran Abad Pertengahan itu pada perspektifnya yang benar. Sejarah ilmu kedokteran telah penyataan psikologis di zaman kuno muncul sebagai disiplin yang terpisah barubaru ini. Orang pertama yang menyebut dirinya sebagai ”psikolog” adalah Wilhelm Wundt, yang membuka laboratorium psikologi pertama pada tahun 1879 M. http://www.wordiq.com/definition/Psychology, diakses pada 1 November 2010. 15 Psikosomatik: berkaitan dengan pikiran dan tubuh manusia atau hubungan timbal balik antara pikiran-tubuh. Berasal dari kata Yunani psych(emacr) yang berarti organ pemikiran dan penilaian + somatikos yang berarti tubuh. http://www.medterms.com/script/main/art.asp? articlekey=25478, diakses pada 1 November 2010. 16 Lihat Nasr, Science and Civilization, 211, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 130131. 17 Muh}ammad Ka>mil H}usayn, ”Arab Medicine and Its Impacts on the European Renaissance”, dalam Arab Republic of Egypt National Commission for UNESCO, Islamic and Arab Contribution to the European Renaissance (Kairo: General Egyptian Book Organitation, 1977), 207. Tentang Ibn Si>na> dan karyanya tersebut juga dapat dilihat dalam Manfred Ullmann, Islamic Medicine (Udinburgh: Udinburgh University Press, 1997), 207. 6
ditulis secara konvensional, sama persis seperti cara penulisan sejarah politik dan sejarah pada umumnya.18 Sistem kedokteran Islam, setidaknya selama masa keemasan tersebut, telah memperlihatkan kekuatan sintesis yang fleksibel dan dinamis seperti yang tercermin dalam kemampuannya untuk mengadaptasi perubahan, dan juga karakter ilmiahnya melalui kemampuan untuk menyerap doktrin-doktrin, metodemetode, dan teknik-teknik terbaik dari berbagai sistem medis tradisional yang mereka temui. Sebagai contoh, ketika kedokteran Islam menyebar ke anak-benua Indo-Pakistan pada abad XIV (keempat belas), ia diperkaya oleh pertemuannya dengan kedokteran Ayuverdic (Ayuverdic medicine),19 dan sistem kedokteran India tradisional lainnya.20 18
Sejarah ilmu kedokteran dibagi menurut klasifikasi daerah; regional dan nasional. Menurut Husayn, pendekatan ini mungkin berguna, bahkan diperlukan bila kita ingin mempelajari interrelasi dan fakta-faktanya; tetapi pendekatan seperti ini tidak bisa memperlihatkan garis-garis besar perkembangan ilmu kedokteran dengan jelas. Padahal ini sangat penting jika kita hendak mengestimasi nilai fakta yang terpisah-pisah. Kritiknya, sejarawan cenderung menekuni hampir-hampir secara ekslusif satu aspek saja dari ilmu kedokteran, yaitu literatur kedokteran, mungkin sekali karena aspek ini paling mudah dijangkau oleh kajian-kajian historis. Namun dengan cara demikian, segi lain yang sangat penting menjadi terabaikan, seperti segi praktek kedokteran, organisasi pelayanan kesehatan, serta pendidikan kedokteran. Padahal aspek ini berkembang sangat maju di kalangan orang-orang Arab. H}usayn, ”Arab Medicine”, 207-208. 19 Ayuverda disebut juga Pengobatan Ayuverdic (Ayuverdic Medicine), artinya sebuah bunga pohon mandi emas (Cassia fistula), yang berdaun, akar, dan kulit. Ayuverda adalah sistem pengobatan tradisional India. Pengobatan Ayuverdic adalah contoh dari sistem yang terorganisir dengan baik dalam pelayanan kesehatan tradisional, baik preventif maupun kuratif, yang banyak dipraktekkan di sebagian Asia. Ayuverda memiliki tradisi yang panjang, karena berasal dari India mungkin selama 3.000 tahun yang lalu. Hari ini tetap disukai sebagai salah satu bentuk perawatan kesehatan di sebagian besar dunia Timur, terutama di India, di mana sebagian besar penduduknya menggunakan sistem ini secara eksklusif atau dikombinasikan dengan obat modern. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/46631/Ayurveda, diakses pada 31 Oktober 2010. 20 Bakar, Tawh}id> & Sains, 116-117. Pengobatan tradisional India meliputi sidda, ayuverda, yoga, naturopaty, unani, dan homeopathy. 7
Namun yang perlu dicatat adalah kenyataan bahwa selama seluruh periode ini yakni ketika proses pengayaan sistem kedokteran Islam tengah berlangsung, kerangka filosofis dasar dan fondasi kedokteran Islam secara praktis tidak berubah. Prinsipprinsip umum yang mendasari teori kedokteran Islam dipandang oleh dokter-dokter Muslim absah secara filosofis dan ilmiah serta dapat diterapkan sepanjang waktu. Sayangnya, menurut Osman Bakar, filsafat dan teori-teori kedokteran Islam telah banyak dilupakan atau sulit dimengerti oleh orang Muslim dewasa ini, kecuali di beberapa tempat seperti anak benua Indo-Pakistan di mana kedokteran Islam masih ditemukan sebagai sistem medis yang hidup.21 Pada kenyataannya, yang kita lihat saat ini adalah banyak aspek eksternal (fisik) dan organisasi sistem kedokteran Islam yang masih bertahan dengan menjadi bagian yang terpadu dengan sistem kedokteran modern, filsafat yang mendasari kedokteran Islam diremehkan dan ditolak oleh banyak ilmuwan, termasuk orang-orang Muslim, sebagai suatu hal yang tidak ilmiah.22 Pandangan sains yang reduksionis telah membawa mereka pada keyakinan bahwa hanya kedokteran modern saja yang merupakan kedokteran ilmiah. Akibatnya, mereka meninggalkan kedokteran Islam karena dipandang tidak relevan dengan kebutuhan medis dan kesehatan masyarakat modern.23 Padahal dari penelusuran sejarah perkembangan kedokteran di atas, tampak bahwa kedokteran Islam telah mencapai kemajuan di dunia Islam dan bahkan di dunia Barat. Tetapi saat ini, dalam kenyataan, Barat yang dahulunya mempelajari ilmu kedokteran Islam dari para dokter muslim, bahkan menjadikan karya-karya sebagai rujukan hingga abad XIX M. --yang kemudian digantikan dengan ilmu kedokteran dan karya Barat sendiri-- justru melampaui dunia Islam. 21
Bakar, Tawh}id> & Sains, 117. Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 117. Di sini Bakar tidak menjelaskan siapa yang dimaksud banyak ilmuwan, termasuk orang-orang Muslim yang menyatakan kedokteran Islam tidak ilmiah di atas. Mungkin yang dimaksud oleh Bakar dalam pernyataannya itu adalah kalangan ilmuwan, termasuk orang-orang Muslim yang sekular yang berlebihan dalam menyanjung filsafat Barat. 23 Bakar, Tawh}id> & Sains, 117. 22
8
Dewasa ini dalam bidang ilmu kedokteran, dunia Islam tertinggal jauh dari dunia Barat. Fakta sejarah itulah, dan kenyataan pandangan yang menyatakan bahwa kedokteran Islam tidak ilmiah di atas, menjadikan penulis merasa perlu melakukan penelitian ini untuk menunjukkan bahwa ilmu kedokteran Islam masih relevan diterapkan pada era modern dewasa ini. Mengkaji ilmu kedokteran Islam yang mencapai masa keemasan, tidak lepas dari peran Ibn Si>na>, sebagai seorang dokter sekaligus filosof besar. Dalam konteks ini filsafat telah berperan penting dalam bangunan kedokteran Ibn Si>na>. Hal ini tampak jelas dari definisi Ibn Si>na> tentang kedokteran, yang ditempatkannya sebagai suatu ilmu. Kedokteran menurut Ibn Si>na>, sebagaimana didefinisikannya dalam al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb, adalah ”ilmu yang membahas tentang keadaan-keadaan sehat dan sakit tubuh manusia dengan tujuan mendapatkan cara yang sesuai untuk menjaga atau mempertahankan kesehatan dan menghilangkan sakit”.24 24
Dalam sudut pandang filsafat kedokteran, Ibn Si>na> merumuskan bangunan kedokterannya ke dalam dua bagian, yaitu teoritis (naz{ari>) dan praktis (‘amali>). Yang pertama adalah suatu ilmu yang mengajarkan untuk memberikan manfaat bagi keyakinan saja, tanpa perlu memberikan penjelasan tentang tatacara prakteknya. Sedangkan yang kedua adalah bukan amal dengan perbuatan dan bukan menggerakkan anggota badan melainkan merupakan bagian dari ilmu kedokteran yang memberikan manfaat pengajaran sebagai suatu pendapat, yang pendapat tersebut berkaitan dengan penjelasan mengenai tatacara pelaksanaan ilmu itu. Lebih lanjut, keduanya merupakan sains (‘ilm). Yang pertama adalah ilmu tentang pokok-pokok kedokteran, dan yang kedua adalah ilmu tatacara menggunakan kedokteran itu. Dalam kedokteran praktis, terdapat dua cabang ilmu, yaitu ilmu kesehatan dan pengobatan. Terdapat penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kesehatan mental, yang disebabkan oleh faktor-faktor psikologis. Pengobatan yang dipakai terhadap penyakit ini adalah metode pengobatan yang disebut ”terapi psikologis” yang dikenal dewasa ini dengan nama ”pengobatan psikosomatis”. Dokter-dokter Muslim, seperti Ibn Si>na>, mengetahui nilai terapi dari musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang indah dalam menangani penyakit-penyakit yang disebabkan oleh tidaksehatnya psikologis atau tidaksehatnya mental. Lihat al-Shaykh al-Ra>’is Abu> ‘Ali> al-H{usayn ibn ‘Ali> ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb (Beirut: Da>r S{ad> ir, t.t.), Juz I, 3. Lihat juga Nancy G. Siraisi, Avicenna in Renaissance Italy: The Canon and Medical Teaching in Italian Universities After 1500 (Princeton: Princeton University Press, 1987), 24. 9
Menurut kedokteran, keadaan pikiran, ”sakit” mental bukanlah akibat dari penyakit fisik, tetapi lebih diakibatkan oleh tidak stabilnya dalam humor-humornya.25 Humor merupakan unsur atau satuan pembentuk tubuh terutama merupakan cairan tubuh primer yang dihasilkan dari makanan yang dicerna.26 Teori humor ini merupakan jantung kedokteran Ibn Si>na>, Hippocrates,27 Galen,28 kedokteran Cina (Traditional Chine Medicine, TCM)29 dan Ayuverdic, serta semua sistem tradisional lainnya.30 25
Lihat Hakim G. M. Chishti, The Traditional Healer’s Handbook: A Classic Guide to the Medicine of Avicenna (Vermont: Healing Arts Press, 1991), 41. 26 Bakar, Tawh}id> & Sains, 136. 27
Hippocrates, (l. 460 SM, di pulau Cos, Yunani, w. 375 di Larissa, Thessaly), adalah dokter Yunani kuno yang hidup pada periode Klasik Yunani dan secara tradisional dianggap sebagai bapak kedokteran. Sulit untuk menghilangkan fakta mengenai kehidupan Hippocrates 'dari kisah yang kemudian menceritakan tentang dirinya atau untuk menilai obatnya yang akurat dalam pengobatan. Ia mendapatkan penghormatan sebagai dokter yang ideal. Sekitar 60 tulisan tentang medis telah terselamatkan, meskipun sebagian besar tidak ditulisnya. Dia dihormati berkenaan dengan standar etika dalam praktek medis. http://www.britannica.com/EBchecked/ topic/266627/Hippocrates, diakses pada 31 Oktober 2010. 28 Galenos (Yunani), Galenus (Latin) lahir pada 129 SM., di Pergamum, Misia, Anatolia [sekarang Bergama, Turki], meninggal dunia pada tahun 216 SM.). Ia seorang dokter berkebangsaan Yunani, penulis, dan filsuf yang secara dominan berpengaruh terhadap teori dan praktek medis di Eropa dari Abad Pertengahan sampai pertengahan abad ke-17. Otoritas sepanjang hidupnya sama baiknya, di dunia Bizantium dan Muslim Timur Tengah. Lihat dalam http://www.britannica.com/EBchecked/topic/223895/Galen-of-Pergamum, dan http://www. britannica.com/EBchecked/topic/ 381192/Middle-East diakses pada 31 Oktober 2010. 29 Hingga kini kedokteran Cina atau yang disebut Traditional Chine Medicine (TCM) telah berlangsung selama 5.000 tahun, dan merupakan obat terbesar di dunia. Saat ini di bidang kedokteran, pencapaian terbesar dari manusia adalah Kedokteran Barat dan TCM (Tradisional Cina Medicine). TCM mengobati sekitar 70% dari semua penyakit manusia seperti peradangan kronis, sakit kronis, ketidakseimbangan fungsional, gangguan dari sistem kekebalan tubuh, infeksi virus, dasn masalah pikun, sering ditemui sindrom sub-status kesehatan, dan berbagai masalah kesehatan sulit dan kronis, dll. TCM didasarkan pada penggunaan tumbuhan, dan strategi yang komprehensif dan fleksibel, pengobatannya selalu membawa hasil terapi fantastis berdasarkan herbal, akupunktur, pengobatan dan pijat, sehingga semakin banyak orang di dunia 10
Di era modern dewasa ini, perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai dampak pada kehidupan masyarakat. Di antaranya adalah dampak negatif, di mana banyak orang yang terserang penyakit mental, seperti penyakit distress (stres dalam makna negatif), depresi, dan gangguan jiwa.31 Menurut paham kesehatan jiwa, seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-harinya, baik di rumah, sekolah, tempat kerja,
tertarik dalam TCM. Lihat dalam http://www.tcmtreatment.com/ diakses pada 31 Oktober 2010. 30 Ide tentang humor ini dicetuskan oleh Hippocrates, kemudian disuling kembali oleh Galen dan dikembangkan oleh Ibn Si>na>. Hipprocrates mengamati pengujian darah, bahwa porsi merah dari darah yang segar adalah humor (cairan) darah, sedangkan materi (benda) yang bercampur dengan darah adalah dahak/lendir (phlegm), buih yang berwarna kuning di bagian atas adalah empedu kuning, dan bagian yang berat yang mengendap adalah empedu hitam. Teori Hippocrates itu disuling kembali oleh Galen, dengan perluasan bahwa menurutnya semua penyakit adalah akibat dari distribusi yang tidak teratur atau tidak tepat dari keempat humor di atas. Ibn Si>na> menyetujui keempat komponen ini sebagai humor utama, namun ia menambahkan bahwa cairan-cairan dalam sel dan luar sel di dalam jaringan-jaringan itu adalah humor-humor sekunder.\ Dari sini dapat dikatakan bahwa teori kedokteran Ibn Si>na> seluruhnya tidak murni penemuannya, namun ada yang murni, dan ada yang merupakan pengembangan dari teori sebelumnya, seperti teori humor. Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 1, 26, dst. 31 Gejala stres, misalnya, dapat berupa gangguan perilaku maupun fisik, atau kedua-duanya. Dari hasil kajian literatur tentang stres, gejala-gejala stres dapat dikategorikan menjadi (1) gejala fisik, (2) gejala emosional, (3) gejala intelektual, dan (4) gejala interpersonal. Masing-masing gejala ini berimplikasi negatif. Menurut Munson, di antara gejala fisik adalah sakit kepala, flu, dan sulit tidur. Sedangkan menurut Green dan Shellenbeger, gejala stres adalah kurang konsentrasi, takut gagal dalam ujian, sulit membuat keputusan, menurunnya daya ingat, dan perubahan dalam pola tidur dan makan. Green dan Shellenberger, The Dynamic of Health and Wellness dikutip dalam Netty Hartaty, dkk., ”Laporan Penelitian: Stress di Kalangan Mahasiswa Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, dalam Mimbar: Jurnal Agama & Budaya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 22, No. 1 (2005), 103-104. 11
maupun lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami stres akan terganggu fungsi kehidupannya sehari-hari.32 Meskipun gangguan jiwa itu tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien.33 Dengan demikian, bidang kesehatan mental dianggap sebagai salah satu bidang yang paling menarik di antara bidangbidang psikologi, baik di kalangan para ahli ilmu kemanusiaan maupun di kalangan orang-orang awam. Sebabnya adalah untuk mencapai tingkat yang sesuai dalam kesehatan mental, sebagai kondisi yang dicita-citakan oleh semua orang. Tak ada seseorang pun yang sehat akalnya yang menginginkan kehidupan psikologi yang tidak sehat.34 Dalam pandangan Seyyed Hossein Nasr, Ibn Si>na> mempunyai pandangan klinis yang luas dan dianggap sebagai orang pertama yang menjelaskan berbagai obat dan penyakit, seperti meningitis, 35 yang dijelaskannya untuk pertama kali secara tepat.
32
Lihat Dadang Hawari, al-Qur’a>n; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1996), 2. 33 Lihat Hawari, al-Qur’a>n, 2. 34 Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1986), 3. 35 Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang (sumsum tulang belakang). Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai virus, bakteri, dan jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke dalam cairan otak. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri dapat mengakibatkan kondisi serius, di antaranya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh jamur sangat jarang, umumnya diderita orang yang mengalami gangguan immune (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. Adapun gejala khas dan umum penderita meningitis adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), 12
Tapi pada dasarnya ia termasyhur di satu pihak karena penetrasi dan pengertiannya tentang prinsip filosofis ilmu medis, dan di pihak lain karena keahliannya dalam hal penyembuhan psikologis penyakit-penyakit fisik atau yang sekarang disebut ”ilmu medis psikosomatis” (psychosomatic medicine).36 Dengan demikian, Ibn Si>na> mempunyai terapi medis tentang kesehatan mental (terapi psikosomatis). Ibn Si>na> dalam bangunan kedokterannya mempunyai konsep kesehatan mental dan terapi psikosomatis. Dalam kaitan dengan konsep kesehatan mental modern, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, konsep kesehatan mental Ibn Si>na> menarik untuk diteliti lebih jauh, mengenai relevansi dan kontribusinya dengan kedokteran modern, terutama terapi psikosomatis. Untuk itulah, penelitian ini berusaha menggali terapi psikosomatis Ibn Si>na> dengan menelusuri berbagai karyanya, khususnya al-Qa>nu>n fi> alT{ibb, yang berhubungan dengan kedokteran/ilmu kesehatan secara umum, dan kesehatan mental secara khusus. Penelitian ini akan mengkaji tentang sistem kedokteran Islam dan kontribusinya pada ilmu kedokteran modern, yang difokuskan pada studi konsep kesehatan mental Ibn Si>na>. Ilmu kedokteran modern yang dimaksud di sini adalah konsep atau sistem kedokteran yang dikembangkan oleh dunia Barat, yang telah berlangsung dari tahap sains eksperimental, sebagai kelanjutan dari kedokteran klasik, yang masih berada dalam tahap sistematisasi dan tahap empirisme. Jika diteliti, kedokteran modern tersebut mendapatkan pelajaran dari Ibn Si>na>.37
mual, muntah, sering tampak kebingungan, ada kesulitan untuk bangun dari tidur, bahkan sampai tak sadarkan diri. Pengobatan terhadap pasien yang diduga mengalami meningitis sebaiknya dilakukan pemeriksaan akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan terapi sesuai penyebabnya. Keterangan dalam http://www.medicinenet.com/encephalitis_and_meningitis/article.htm,, dan http://www.detikhealth.com/read/2009/07/28/115715/1172764/770/meningitis, dikases pada 30-31 Oktober 2010. 36 Nasr, Science and Civilization in Isla>m,, 211. 37 Sunanto, Sejarah Kebudayaan Islam, 49. 13
Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang berjudul Sistem Kedokteran Islam: Studi Konsep Kesehatan Mental Ibn Si>na> ini layak dan penting dilakukan. B. Permasalahan 1.. Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini, terdapat pelbagai permasalahan yang berkaitan dengan masalah kedokteran dan ilmu kesehatan. Terlebih lagi terkait dengan masalah kesehatan mental. Permasalahan kesehatan mental merupakan salah satu permasalahan mendasar dalam ilmu kesehatan. Terkait dengan hal ini Ibn Si>na> mempunyai konsep kesehatan dalam bangunan ilmu kedokteran/ ilmu kesehatan. Namun, apakah konsep kesehatan Ibn Si>na> itu masih relevan untuk konteks sekarang? Sejauhmanakah relevansinya untuk masa kini? Pertanyaan demikian manarik untuk dikaji lebih jauh. Lebih lanjut, dilihat dari paparan sejarah di atas, sejak abad XIX karya-karya dokter Muslim seperti Ibn Si>na> telah dihapuskan dalam kurikulum medis di lembaga-lembaga pendidikan Barat. Permasalahan muncul, mengapa hal itu terjadi, padahal kedokteran Islam, seperti dalam karya Ibn Si>na> telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan sains di Barat/Eropa selama beberapa abad lamanya hingga abad tersebut. Apa sebenarnya faktor yang menjadikan kedokteran Islam mengalami kemajuan pesat dan memberikan kontribusi yang begitu besar bagi kejayaan Islam dan peradaban dunia terutama pada Abad Pertengahan, sekitar abad IV-XI H./ VIIXIV M. 2.. Pembatasan Masalah Permasalahan kedokteran dalam penelitian ini, sebagaimana telah diidentifikasi tersebut, dibatasi pada sumbangan kedokteran Islam dari abad ke-4-11 H./7-17 M. 14
Lebih fokus lagi, masalah ini dibatasi pada bangunan ilmu kedokteran Ibn Si>na>, khususnya kesehatan mental dan sumbangannya pada terapi psikosomatis di era modern. Pilihan pada tokoh besar Ibn Si>na> ini, dilandasi alasan bahwa Ibn Si>na> merupakan salah seorang dokter besar yang representatif mewakili tokoh-tokoh dokter Muslim, karena integritas dan kredibilitasnya di bidang ilmu kedokteran, dan karya-karyanya di bidang ini sangat besar artinya bagi kemajuan peradaban dunia, sehingga ia dipelajari bukan saja di dunia Islam bahkan juga di dunia Barat. 3.. Perumusan Masalah Setelah dilakukan pembatasan masalah tersebut, masalah utama (main question) yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep dan kontribusi kedokteran Ibn Si>na> bagi kedokteran modern. Masalah utama ini dirinci sebagai berikut: a. Apa yang dimaksud dengan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, dan sejauhmana kontribusinya bagi terapi psikosomatis di era modern? b. Mengapa Ilmu Kedokteran Islam mengalami kemunduran, padahal sebelumnya pada Abad Pertengahan sangat besar kontribusinya bagi kemajuan dunia? C. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang objektif tentang kontribusi Islam pada ilmu kedokteran modern, terutama tentang konsep kesehatan mental Ibn Si>na>. Sedangkan secara khusus penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh penjelasan yang utuh, tentang kontribusi kedokteran Islam pada kedokteran modern, terutama kontribusi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> bagi terapi psikosomatis di era modern, yang mencakup:
15
1. Mengetahui dan menguraikan konsep Ibn Si>na> tentang kesehatan mental; serta kontribusinya bagi terapi psikosomatis di era modern; 2. Mengungkap secara objektif alasan mengapa Ilmu Kedokteran Islam saat ini mengalami kemunduran, padahal sebelumnya pada Abad Pertengahan Masehi sangat besar kontribusinya bagi kemajuan dunia; dan 3. Mengungkap secara lebih analitik mengenai teori yang berhubungan dengan kesehatan mental, khususnya menurut Ibn Si>na>. D. Manfaat Penelitian Secara umum, manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dihasilkannya sebuah kajian yang utuh tentang kedokteran Islam pada masa Abad Pertengahan. Secara khusus diperoleh tentang konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dan sumbangannya bagi terapi psikosomatis di era modern. Hasilnya dapat digunakan untuk memberikan terapi kesehatan mental bagi orang yang menderita gangguan jiwa, stres, depresi dan lain-lain. E. Tinjauan Pustaka Telah ada beberapa penelitian berkaitan dengan Ibn Si>na>, khususnya berkaitan dengan kedokteran, di antaranya karya-karya berikut: 1. Abuddin, Konsep Pendidikan Ibn Si>na> (Disertasi S3 di IAIN --sekarang UIN-- Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997). Disertasinya membahas Ibn Si>na> dan konsep pendidikannya,38 dan
38
Di antara kesimpulan dalam disertasi di atas adalah abhwa Ibn Si>na> mamandang manusia dengan segenap potensi jasmani dan rohaninya merupakan makhluk yang dapat dididik dan mendidik. Abuddin, ”Konsep Pendidikan Ibn Si>na>” (Disertasi S3 di IAIN --sekarang Universitas Islam Negeri-- Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997), 296. 16
tidak menyentuh aspek kedokteran dan kesehatan yang menjadi tema penelitian penulis. 2. Nancy G. Siraisi, Avicenna in Renaissance Italy: the Canon and Medical Teaching in Italian Universities After 1500 (Princeton: Princeton University Press, 1987). Siraisi menunjukkan bahwa karya Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, telah dipergunakan oleh universitas-universitas di Italia, khususnya setelah tahun 1500 sampai 1625 M. al-Qa>nu>n ini terdiri dari lima kitab, dibagi dalam tiga jilid/juz. Siraisi mengkaji peranan penting bagian pertama alQa>nu>n sebagai textbook tentang aspek filosofis dan fisiologi kedokteran.39 Bagian pertama (Buku I) al-Qa>nu>n40 memiliki peran yang signifikan dalam sejarah mengenai pemikiran filsafat dan fisiologi medis. Selama beberapa ratus tahun, bagian pertama buku itu telah memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa dan yang lain, disertai dengan koherensi dan survey yang baik tentang dasar-dasar serangkaian fisiologi Galen secara luas dalam konteks filsafat natural Aristotalian, disertai dengan penyampaian yang ringkas tentang beberapa konsep kunci pemikiran medis skolastik. Dalam kurikulum medis di universitas pada bagian pertama buku al-Qa>nu>n tersebut, khususnya bagian pada yang pertama, telah diadopsi sebagai buku daras tentang teori (textbook of theoria), cabang medis yang telah memperkenalkan kepada sesuatu yang baru dengan sifat dasar sains medis.41 Siraisi berpendapat bahwa pelajaran yang berdasarkan bagian pertama al-Qa>nu>n itu merupakan aspek besar dalam pengajaran karya Ibn Si>na> bagi kultur medis Renaisans, namun
39
Di samping juga membatasi pada analisis terhadap muatan medis tentang keilmuan dan filosofisnya terhadap enam karya komentar atas buku al-Qa>nu>n. Lihat Siraisi, Avicenna in Renaissance Italy, 10. 40 Dalam Buku I (al-Kita>b al-Awwal) dari al-Qa>nu>n ini memuat 3 (tiga) cabang pembahasan (fann). Cabang Pertama (al-Fann al-Awwal) mengurai tentang pengertian al-t}ibb, dan objeknya. Cabang Kedua (al-Fann al-Tha>ni>) mengurai tentang penyakit dan sebab-sebabnya dan al-a’ra>d} (efek penyakit yang muncul). Cabang Ketiga (al-fann al-tha>lith) mengurai tentang sebab atau faktor sehat, sakit, dan mati mendadak. 41 Siraisi, Avicenna in Renaissance Italy, 10. 17
secara umum, pelajaran itu masih jauh dari muatan sejarah Ibn Si>na> yang menyeluruh dalam Renaisans medis.42 Dengan demikian, buku Siraisi di atas menunjukkan fakta yang penting tentang kedudukan dan peran al-Qa>nu>n bagi perkembangan kedokteran dan sains di Eropa, khususnya di Italia, setelah tahun 1500-1652 M. Secara jelas, buku ini menunjukkan bahwa kedokteran Islam dan Ibn Si>na> telah memberikan kontribusi yang besar bagi dunia medis di Eropa, sehingga Eropa mencapai Renaisans. Sungguh pun demikian, buku ini tidak membahas dan mengurai konsep kedokteran Ibn Si>na> secara lengkap, apalagi tentang konsep kesehatan mental. 3. Hakim G. M. Chishti, The Traditional Healer’s Handbook: a Classic Guide to the Medicine of Avicenna (N.D. Rochester: Healing Arts Press, 1991). Buku ini sebagaimana dikemukakan penulisnya, tidak memberikan klaim bahwa sistem kedokteran Islam (T{ibb) lebih baik daripada sistem medis rumah sakit Barat.43 Namun, buku ini memberikan dorongan bahwa pendekatan T{ibb (the T{ibb approach) merupakan elemen yang hilang dari praktek medis di Barat saat ini. Sebab, ia (T{ibb) menyuguhkan seluruh pengetahuan tentang diet (makanan), penjagaan, dan respons-respons yang lembut, serta tanpa tindakan yang menyakitkan terhadap penyakit-penyakit yang sederhana, di mana para ahli penyakit fisik menyembuhkannya dengan menggunakan alat-alat yang terlalu berat.44 Buku ini juga memberikan beberapa informasi tentang semua penjelasan yang berkaitan dengan sisi teoritis T{ibb. Di dalamnya dibahas semua aspek tentang beragam fungsi alamiah, vital, dan fisik; faktorfaktor utama yang menyebabkan sehat dan sakit; pertimbangan dalam memilih ruang tempat tinggal atau lingkungan hidup yang tepat; metode-metode penyajian menu yang cocok dengan kadar metabolismenya; pengaruh-pengaruh iklim dan atmosfir terhadap kesehatan; resep-resep yang tepat untuk melakukan diet sepanjang garis-garis humoral.45 42
Siraisi, Avicenna in Renaissance Italy, 11. Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 7. 44 Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 7. 45 Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 6. 43
18
Dalam buku ini juga diinformasikan tentang aturan memilih ramuan tertentu. Juga sejumlah informasi tentang prinsip dasar tentang bahan ramuan campuran.46 Selain itu, menurutnya sistem kedokteran Islam, --seperti yang terdapat dalam buku al-Qa>nu>n, cocok diterapkan untuk di Barat dalam mengatasi masalah gaya hidup makan di masyarakat Barat.47 Secara jelas buku tersebut menunjukkan bahwa kedokteran Islam mempunyai pengaruh dan manfaat yang besar bagi kedokteran modern. Sungguhpun demikian, buku ini hanya membahas kedokteran Ibn Si>na> secara umum, dan tidak menguraikan secara rinci tentang konsep kesehatan mentalnya. 4. Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam. Dalam buku ini, ilmu kedokteran Islam dibahas tidak secara panjang lebar; pembahasannya terdapat di antara sejumlah tema mengenai sains dan peradaban yang lainnya. Meskipun demikian, ia memuat pembahasan sejarah kedokteran Islam, dan filosofinya secara baik, disertai dengan kutipan-kutipan kitab-kitab kedokteran, di antaranya al-Qa>nu>n Ibn Si>na>, sehingga membantu penelitian ini dalam mendapatkan pengetahuan sekilas mengenai kedokteran Islam. Lebih lanjut terdapat tesis Nasr yang membantu dalam menelusuri konsep kesehatan mental Ibn Si>na>. Menurutnya, Ibn Si>na> mempunyai pandangan klinis yang luas dan dianggap sebagai orang pertama yang menjelaskan berbagai obat dan penyakit, seperti meningitis, yang pertama kali dijelaskannya secara tepat. Meskipun, pada dasarnya ia termasyhur di satu pihak karena penetrasi dan pengertiannya tentang prinsip filosofis ilmu medis, dan di pihak lain karena keahliannya dalam hal penyembuhan psikologis penyakit-penyakit fisik atau yang sekarang disebut ”ilmu medis psikosomatis”. Namun, karena sifatnya menjadi pengantar dalam menelusuri konsep kesehatan Ibn Si>na>, bukunya tersebut tidak cukup untuk digunakan dalam mengurai konsep kesehatan mental Ibn Si>na>. Meskipun, dari karyanya itu diketahui pula bahwa ilmu medis psikosomatis dan
46 47
Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 6-7. Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 8. 19
psikologi sudah ada sebelum Ibn Si>na>, misalnya dilakukan oleh alRa>zi>48 5. Muh{ammad Ka>mil H{usayn,”Arab Medicine and Its Impacts on the European Renaissance”. Beberapa hal yang penting dicatat dari karya ini adalah beberapa pendapat H{usayn berikut. Pertama, perkembangan ilmu kedokteran dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap pengalaman empiris, tahap empirisme yang tersistematisasi, dan tahap sains eksperimental.49 Kedua, membantah anggapan tentang kurang orisinalitasnya dokter-dokter Arab. Menurutnya anggapan itu tidaklah benar, karena anggapan itu timbul ketika informasi tentang zaman keemasan ilmu kedokteran Arab hanya sedikit sekali yang tersedia.50 Ketiga, ilmu kedokteran Latin berhutang budi dalam segala hal kepada ilmu al-Ra>zi> merupakan seorang ahli ilmu medis psikosomatis dan psikologi. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa al-Ra>zi> menangani penyakit jiwa bersamaan dengan penyakit fisik, dan pernah sepenuhnya memisahkan kedua hal ini. al-Ra>zi> mengarang karya medis jiwa berjudul al-T{ibb al-Ru>ha} n> i>, yang berusaha menunjukkan cara mengatasi penyakit batin dan psikologis, yang merusak jiwa dan raga dan mengganggu seluruh keadaan kesehatan, yang ingin dijaga oleh dokter. Dalam bukunya itu, al-Ra>zi> sampai menyediakan 20 bab membahas beragam penyakit yang menyerang jiwa dan raga manusia. Lihat Nasr, Science and Civilization, 205-206, dan Lihat Muh{ammad ibn Zakariyya> alRa>zi>, The Spiritual Physick of Rhazes, penerjemah, Arthur J. Arberry, dan Litt. D., F.B.A. (London: John Murray, 1950). Buku ini juga telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berjudul Pengobatan Jiwa, penerjemah, M.S. Nasrullah dan Dedi Mohammad Hilman (Bandung: Mizan, 1995). 49 Tahap ini telah ada, bahkan dalam masyarakat yang sangat primitif, orang bergantung pada pengalamannya dalam usaha mengobati orang sakit. Tentu saja, mula-mula pengalaman itu bersifat pribadi dan individual, kemudian berkembang menjadi pengalaman umum. Tahap sistematisasi pengalaman empiris ini sangat sesuai dengan kejeniusan khusus orang-orang Yunani. Dalam hal ini, menurut H{usayn, kita harus memandang ilmu kedokteran Yunani, Arab, dan Latin sebagai satu tahap yang memperlihatkan muncul, bangkit dan runtuhnya empirisme sistematis. Dengan menyebutkan beberapa fakta, H{usayn menjelaskan bahwa metode eksperimen tidaklah muncul dari kualitas istimewa ahli-ahli Barat pada masa itu, walaupun kita mesti mengakui bahwa kualitas tersebut memang mempunyai pengaruh tertentu. Lahirnya metode eksperimen terjadi ketika ternyata jelas bahwa ilmu pengetahuan Yunani telah berkurang atau bahkan habis keefektifannya. H{usayn, ”Arab Medicine”, 224 dan seterusnya. 50 H{usayn, ”Arab Medicine”, 230. 48
20
kedokteran Arab, yang pada gilirannya juga berhutang budi besar kepada ilmu kedokteran Yunani, terutama dalam hal-hal prinsipprinsip umum. Rincian dan aspek-aspek praktis ilmu kedokteran Latin sebagian besar, bukan seluruhnya, adalah karya orang-orang Arab.51 Karena hanya merupakan artikel yang bagian buku, meskipun pembahasan cukup baik, namun terbatas, dan tentu saja tidak cukup luas pembahasannya, misalnya tidak menyebutkan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, yang menjadi fokus penelitian ini. Dengan demikian, sejumlah karya yang telah disebutkan di atas pada umumnya masih bersifat parsial, karena pembahasan masalah kedokteran Islam hanya merupakan bagian dari pembahasan tema-tema lainnya. Di antaranya memang ada yang membahas muatan kedokteran Ibn Si>na>,namun buku tersebut tidak memberikan penjelasan secara lengkap, khususnya tentang konsep kesehatan mental Ibn Si>na>. Oleh karena itu, diperlukan penelitian ini untuk membahas ilmu kedokteran Islam secara komprehensif, dengan analisis kritis dan mendalam, khususnya mengenai konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, dan sumbangannya bagi terapi psikosomatis di era modern dewasa ini. F. Sumber dan Metode Penelitian 1. Sumber Penelitian Untuk mengkaji permasalahan sistem kedokteran Islam dan kontribusinya bagi ilmu kedokteran modern, khususnya konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, digunakan sumber-sumber data library research, yakni sumber data yang dihasilkan melalui penelitian yang bertumpu pada literatur kepustakaan. Dalam library research ini ada dua kategori data yang dikumpulkan, yaitu data primer yang bersumber pada pelaku atau saksi sejarah sendiri dalam bentuk karya-karya tulis mereka, dan sumber data sekunder yang mendukung sumber data primer tersebut. 51
H{usayn, ”Arab Medicine”, 230. 21
Data-data primer dan sekunder yang akan disebutkan ini memberikan sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan kedokteran Islam dan sumbangannya pada peradaban dunia. Data tersebut menunjukkan secara jelas adanya sumbangan Ibn Si>na> terhadap kedokteran Abad Pertengahan, maupun relevansinya dengan kedokteran modern, misalnya konsep kesehatan mental bagi terapi psikosomatis. Adapun sumber data primer yang dimaksud dalam penulisan ini adalah karya-karya berikut: a. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb (Beirut: Da>r S{ad> ir, t.t.), berjumlah 3 Jilid. Buku ini menjadi sumber primer bagi penelitian ini, karena memuat bangunan ilmu kedokteran Ibn Si>na> dan materi-materinya, terutama konsep kesehatan mental dan terapi psikosomatis. Ketiga jilid al-Qa>nu>n memuat 5 (lima) Kitab (Buku). Jilid I al-Qa>nu>n memuat 3 Buku. Secara umum pada Jilid I dibahas tentang aspek teoritis/filosofis dan fisiologi kedokteran.52 Jilid II membahas tentang kedokteran praktis/tindakan bagi penjagaan kesehatan (al-juzz al-‘amali> al-h}af> iz} li al-s}ih}ha} h) dan tindakan praktis bagi kesehatan (wa al-‘amali> al-mufi>d li al-s}ih}ha} h). Dalam bagian ini dibahas 22 (duapuluh dua) cabang pembahasan (ithnayni wa ‘ishri>na fannan).53 Semuanya mengenai anggota tubuh manusia dan 52
Dalam Buku I (al-Kita>b al-Awwal) dari al-Qa>nu>n ini memuat 3 (tiga) cabang pembahasan (fann). Cabang Pertama (al-Fann al-Awwal) mengurai tentang pengertian al-t}ibb, dan objeknya yang mencakup enam pembahasan, yaitu: (1) mengenai pengertian Kedokteran (al-T}ibb), (2) mengenai Elemen (Arka>n), (3) mengenai Tabiat (Amzizah), (4) mengenai Humor (al-ta’li>m al-ra>bi’ fi> al-akhla>t)} , (5), mengenai anggota tubuh dan hakikatnya (Ma>hiyyat al-‘Ud}w wa Aqsa>mih), dan (6) mengenai potensi dan emosi (al-ta’li>m al-sa>dis fi> al-quwa> wa al-af’a>l). Kemudian Cabang Pembahasan Kedua (al-Fann al-Tha>ni>) mengurai tentang penyakit dan sebab-sebabnya dan al-a’ra>d} (efek yang ditimbulkan dari penyakit). Sedangkan cabang pembahasan ketiga (al-fann al-tha>lith) mengurai tentang sebab atau faktor sehat, sakit, dan mati mendadak. Bagian ini memuat lima pelajaran, (1) tarbiyah anak, (2) pengaturan anak yang sudah baligh, (3) pengaturan orang tua, antara lain meliputi makanan, minuman, dan olahraga, (4) pengaturan tubuh dari lemak, dan (5) mengenai perjalanan, situasi dan kondisi yang terjadi dan penting diperhatikan ketika melakukan perjalanan. 53 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 2. 22
penyakit-penyakitnya, mulai dari bagian kepala hingga ujung kaki.54 Jilid III memuat Kitab ke-4 dan ke-5 dari al-Qa>nu>n. Kitab ke-4 mengurai penyakit-penyakit yang tidak tertentu pada anggota tubuh, dan mengurai tentang berhias. Bagian ini membahas 7 (tujuh) cabang pembahasan. Pertama, tentang demam (al-h}uma>). Kedua, tentang igauan karena sakit (al-fann al-tha>ni> fi> taqaddumat al-ma’rifah wa ah}ka>m al-bah}ra>n). Ketiga, tentang bengkak dan jerawat (al-awra>m wa albuthu>r).55 Keempat, tentang persendian yang terpisah bukan karena terpecah/patah dan disambung. Kelima, tentang pembetulan tulang yang patah (al-jabr). Keenam, tentang
54
Secara lengkap keduapuluh dua cabang pembahasan tersebut sebagai berikut. Cabang pertama tentang sakit kepala dan otak (al-fann al-awwal min alkita>b al-tha>lith min al-Qa>nu>n fi> amra>d} al-ra’si wa al-dima>gh). Kedua, tentang sakit urat syaraf (al-fann al-tha>ni> fi> amra>d} al-‘as}ab). Ketiga, tentang penjabaran mata, keadaan dan penyakitnya (al-fann al-tha>lith fi> tashri>h} al-‘ayn wa ah}wa>liha> wa amra>di} ha>). Keempat, tentang keadaan telinga (al-fann al-ra>bi’ fi> ah}wa>l aludzun). Kelima, tentang kondisi hidung (al-fann al-kha>mis fi> ah}wa>l al-anf). Keenam, tentang keadaan mulut dan lidah (al-fann al-sa>dis fi> ah}wa>l al-famm wa al-lisa>n). Ketujuh, tentang gigi (al-fann al-sa>bi’ fi> ah}wa>l al-asna>n). Kedelapan, tentang gusi dan dua bibir (al-fann al-tha>min fi> ah}wa>l al-lithah wa al-shafatayn). Kesembilan, tentang tenggorokan (al-fann al-ta>si’ fi> ah}wa>l al-h}alq). Kesepuluh, tentang paru-paru dan dada (al-fann al-a>shir fi> ah}wa>l al-ri’ati wa al-s}adr). Kesebelas, tentang keadaan hati (al-fann al-h}adi> ‘ashar fi> ah}wa>l al-qalb). Keduabelas, tentang puting (al-fann al-tha>ni> ‘ashar fi> al-thadyi wa ah}wa>lih). Ketigabelas, tentang tenggorokan, perut dan penyakit-penyakitnya (al-fann altha>litha ‘ashar fi> al-mari>’ wa al-ma’iddah wa amra>di} hima>). Keempatbelas, tentang hati dan keadaan-keadaannya (fi> al-kabid wa ah}wa>liha>). Kelimabelas, tentang kandung empedu dan limpa (fi> ah}wa>l al-mira>rah wa al-t}ih}al> ). Keenambelas, tentang usus dan dubur (fi> ah}wa>l al-am’a>’ wa al-maq’adah). Ketujuhbelas, tentang penyakit-penyakit pantat/dubur (fi> ‘ilal al-maq’adah), kedelapanbelas, tentang keadaan buang pinggang (fi> ah}wa>l al-kulyah). Kesembilanbelas, tentang keadaan radang pada kandung kencing (fi> ah}wa>l almatha>nah wa al-bawl). Keduapuluh, tentang organ reproduksi laki-laki (fi> a’d}a’> al-tana>sul min al-dhukra>n du>na al-niswa>n). Keduapuluh satu, tentang organ reproduksi --perempuan (fi> a’d}a’> al-tana>sul). Keduapuluh dua, tentang penyakitpenyakit yang tampak dan penyakit pada ujung-ujung anggota tubuh (fi amra>d} z}ah> irah wa t}arfiyyat al-a’d}a’> ). 55 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid III, 113, dst. 23
racun (al-sumu>m).56Ketujuh, tentang berhias (al-fann al-sa>bi’ fi> al-zi>nah).57 Kemudian Kitab Kelima (Buku V) dalam alQa>nu>n membahas tentang obat-obatan yang diramu (al-Kita>b al-Kha>mis fi> al-Adwiyyah al-Murakkabah).58 b. Ibn Abi> ‘Us}ayba’ah, ‘Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t alAt{ibba>’, Nizar Rid{a,> Ed. (Beirut: Da>r Maktabah al-H{aya>h, 1965). Buku ini memuat 15 bab, diawali dengan uraian sejarah munculnya kedokteran (al-t}ibb), kemudian tentang biografi dokter-dokter baik muslim maupun non muslim, baik pra maupun pasca Ibn Si>na>. Generasi para dokter yang hidup semasa dengan Ja>li>nu>s (Galen) (bab ke-5), para dokter yang muncul di awal Islam (bab ke-7), dan para dokter yang berasal dari India (bab ke-12), serta para dokter yang masyhur di Mesir (bab ke-14), dan para dokter yang masyhur di daerah Sha>mm (bab ke-15), seperti Abu> Nas}r al-Fa>ra>bi>. c. William E. Gohlman, The Life of Ibn Si>na>: A Critical Edition and Annotated Translation (New York: State University of New York Press, 1974). Buku ini dijadikan sumber primer bagi penelitian ini karena berisi autobiografi Ibn Si>na>, dalam teks asli (Arab), dan terjemahan bahasa Inggris. Adapun sumber sekunder (secondary sources) adalah semua data atau literatur yang tidak berhubungan langsung dengan atau tidak membahas secara luas permasalahan penelitian ini, namun memperkuat, mendukung dan memperluas uraian dalam sumber data primer di atas. 2. Metode Penelitian
56
Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid III, 217 dst. Bagian ini memuat 4 (empat) bahasan, yaitu (1) tentang keadaan rambut (h. 263-276), (2) keadaan kulit dari segi warnanya (h. 276-278), (3) tentang yang timbul atau berpengaruh pada kulit, bukan pada warnanya (h. 287-299), dan (4), tentang keadaan yang berkaitan dengan badan dan ujung-ujung kuku (h. 299 dst.). Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid III, 263 dst. 58 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid III, 309 dst. 57
24
Ilmu kedokteran Islam bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan perkembangan pemikiran dan praktek penanganan masalah kesehatan dan obat-obatan yang terjadi pada masa lalu. Ilmu kedokteran di dunia Islam waktu itu mengalami kemajuan, dan tidak lepas dari jasa besar Ibn Si>na>. Untuk kepentingan penelusuran terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu kedokteran Ibn Si>na>, khususnya konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, metode sejarah (historical method)59 menjadi relevan, baik sejarah sosial intelektual (sejarah pemikiran) dokter terkemuka, maupun sejarah sosiopolitik yang melingkupi perkembangan praktek ilmu kedokteran tersebut, khususnya tentang Ibn Si>na>.60 Secara 59
Di sini, pendekatan sejarah berusaha untuk memaparkan kesejarahan mengenai sistem dan kontribusi kedokteran Islam pada kedokteran modern, khususnya studi konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, yang terdapat dalam berbagai sumber, sehingga kemudian dapat dikritisi dengan berbagai aspek dan konteks yang terkait, serta juga dapat diambil manfaat (nilai aksiologisnya) untuk masa kini dan mendatang. Misalnya untuk mendapatkan sumber kajian yang lebih objektif/relevan, mendapatkan pengetahuan sejarah/kesejarahan yang lebih tepat, sebagaimana yang dirumuskan oleh Ibn Khaldu>n (w. 808/1406).
Makna hakiki sejarah adalah melibatkan spekulasi dan upaya menemukan kebenaran (tah}qi>q), eksplanasi kritis tentang sebab dan genesis kebenaran sesuatu (hal/benda) dan kedalaman pengetahuan tentang ”bagaimana” dan ”mengapa” mengenai peristiwa-peristiwa sejarah, dan karenanya berakar kukuh dalam filsafat. (Bahkan sehingga) ia layak diperhitungkan sebagai salah satu cabang filsafat.
Dengan melakukan pembacaan sejarah secara kritis, kita dapat mengambil pelajaran untuk saat ini dan mendatang. Lihat Ibn Khaldu>n, The Muqaddimah: an Introduction to History, penerjemah, Franz Rosental (USA: Princeton University Press, 1989), 5, dan lihat Trygve R. Tholfsen dalam Historical Thinking, dikutip Nourouzzaman Shiddiqi, ”Sejarah: Pisau Bedah Ilmu Keislaman”, dalam Taufiq Abdullah dan M. Rusli Karim, Ed., Metodologi Penelitian Agama: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), 84-86, dan tentang pendekatan historiografi (historis, sejarah) lihat Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 1. 60 Pembahasan sejarah dalam penelitian ini termasuk dalam pembahasan sejarah ”center”. Hal ini didasarkan pada sudut pandang sejarah terhadap area sejarah, bahwa pembahasan sejarah Islam ada dua macam, yaitu sejarah yang berpandangan dari ”center”. Dalam arti sejarah Islam bukan merupakan sejarah totalitas, masih merupakan sejarah partikular. Sebab, seperti dikatakan Richard W. Bulliet, sebagaimana dikutip oleh Azyumardi Azra, sejarawan Indonesia, 25
khusus, pendekatan yang dipakai adalah medical history (sejarah kedokteran), yang dimaksudkan untuk mengurai sejarah kedokteran baik pada masa, pra maupun pasca Ibn Si>na>. Dengan demikian akan diperoleh uraian kedokteran Islam secara lebih detail dan utuh. Di samping metode sejarah, dalam memaparkan datadata penelitian ini, juga digunakan metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, yakni gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penulis menggunakan metode pendekatan deskriptif ini karena ia mampu memberikan informasi yang mendasar, luas, aktual dan fungsional bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau kehidupan sehari-hari.61 Selain itu, juga karena dapat digunakan untuk memberi penafsiran dan aksi terhadap keadaan (situasi) yang dihadapi pelaku sejarah, dan melakukan penilaian terhadap pelaku sejarah tersebut. Di samping pendekatan di atas, pendekatan teologis juga dipergunakan untuk menguraikan aspek keagamaan dalam teks-teks al-Qur’a>n dan h}adi>th, yang berkaitan dengan kesehatan. Dengan itu dapat diperoleh pemahaman bahwa ilmu kedokteran, khususnya konsep kesehatan mental Ibn Si>na> tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam teks-
sejarah Islam selama 14 abad tersebut adalah cerita tentang Nabi Muh}ammad dan penguasa-penguasa Muslim di kawasan Arab. Pandangan dari ”center” tersebut menggambarkan sejarah Islam sebagai pertumbuhan dari nukleus tunggal, yang kemudian menyebar dan menyatu dalam institusi yang diberi label ”kekhalifahan”. Kedua, selain pandangan dari ”center” itu, adalah pandangan dari ”periphery”, yakni yang mengkaji sejarah Islam yang ada di kawasan non Arab, dan menyangkut penyebaran Islam di wilayah ini, oleh para ulama. Meski kajian sejarah model ini sangat muda sekali dibandingkan dengan model kajian sejarah yang pertama (kajian model ”center”). Tentang klasifikasi sejarah di atas, dapat dilihat dalam Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 78-79. 61 Imam Suprayogo, dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 137. 26
teks keagamaan, sebagai salah satu manifestasi keberimanan atau keyakinan agama seorang Muslim.62 3. Penegasan Judul Penegasan judul penelitian ini menjadi penting agar tidak terjadi kerancuan, sehingga pembahasan dalam penelitian ini menjadi terfokus. Beberapa istilah yang digunakan dalam judul dimaksud penting untuk diberikan penjelasan sebagai berikut. Sistem, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,63 berarti 1) perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; 2) susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb.; 3) metode. Ketiga arti sistem di atas dapat diterapkan dalam konteks pengertian terhadap judul dimaksud. Kedokteran Islam adalah sebuah sistem (totalitas, teori dan metode) kedokteran yang dikonseptualisasi dan dikembangkan oleh orang Islam dari berbagai ras, etnis dan iklim selama lebih dari satu milinium sejak kelahiran komunitas Islam yang pertama hingga sekarang. Kedokteran Islam didasarkan terutama pada prinsip-prinsip yang diturunkan dari ajaran dasar agama Islam, sebagaimana yang dikandung dalam al-Qur’a>n dan H}adi>th. Dengan demikian Sistem Kedokteran Islam yang dimaksud di sini adalah sebuah sistem kedokteran yang bersifat utuh, memuat teori dan metode, merupakan konseptualisasi dan pengembangan orang Islam dari berbagai 62
Menurut Komaruddin Hidayat, secara psikologis, keyakinan agama seseorang sangat berpengaruh pada pola pikir, emosi, dan tindakan seseorang, baik secara pribadi maupun dalam kelompok. Bagaimana orang memandang dunia, dalam konteks ini Ibn Si>na> memandang kesehatan mental misalnya, mencari teman karib, memilih partai politik, dan sekilan pilihan penting lainnya dalam hidup, sangat dipengaruhi oleh keyakinan keagamannya. Lihat Komaruddin Hidayat, Menafsir Kehendak Tuhan (Jakarta: Teraju, 2004), 206. 63 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2, Cet. ke-9 (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 950. 27
ras, etnis dan iklim selama lebih dari satu milinium sejak kelahiran komunitas Islam yang pertama hingga sekarang. Atas dasar itulah, sistem Kedokteran Islam mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan sistem kedokteran yang lain, meskipun terdapat pula titik pesamaannya.64 Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.65 Dengan demikian, konsep Kesehatan Mental Ibn Si>na> yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ide Ibn Si>na yang telah diabstrakkan dari peristiwa konkret mengenai kesehatan mental sebagaimana yang telah ia tulis dalam karya utamanya yang berjudul al-Qa>nu>n fi> al-T}ibb G. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penyusunan tulusan ini akan dibagi menjadi 6 (enam) bab, yang terdiri dari sub-sub bab yang masingmasing mempunyai korelasi dan relevansi dengan sub bab lainnya sebagai suatu pembahasan yang utuh dan sistematis, yaitu sebagai berikut: BAB I: merupakan bab pendahuluan atau pengantar tulisan yang mutlak harus dipahami agar pembahasan dalam karya ini dapat dimengerti dengan tepat dan benar. Karena, pembahasan bab-bab berikutnya berangkat dari bab 1 ini. Bab ini meliputi: latar belakang masalah; pembatasan dan rumusan masalah; tujuan penelitian; tinjauan pustaka; metodologi penelitian; dan 64
Istilah Kedokteran Islam mulai mencuat kembali setelah Konferensi Internasional Kedokteran Islam pertama di Kuwait pada tahun 1981. Kedokteran Islam di zaman modern, bukan hanya t}ibb al-nabawi>, tetapi adalah kedokteran modern ”plus”. Dikatakan ”plus” maksudnya bahwa kedokteran Islam di zaman modern dewasa ini karena didasarkan pada landasan tawh}id> baik bagi para praktisinya maupun bagi para penderitanya. M \ uhammad Kamil Tadjudin, ”Isu Kontemporer Kedokteran Islam”, Pidato promovendus Muhammad Kamil Tadjudin pada penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Etika Kedokteran Islam, yang disampaikan di hadapan Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa, 5 Shafar 1426 H/15 Maret 2005. 65 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 518. 28
sistematika penulisan. Urutan tersebut dimaksudkan, karena latar belakang masalah merupakan dasar awal berpijak pembahasan tulisan ini, dan memuat argumentasi dipilih dan dibahasnya tema dimaksud. Tujuan penelitian menjadi orientasi bagi penulisan karya ini. Kajian pustaka diharapkan menjadi pengantar dan landasan bagi jawaban terhadap orientasi penelitian. Metodologi penelitian dimaksudkan dapat memberikan metode pendekatan yang dapat digunakan dalam penulisan ini. Terakhir tentang sistematika pembahasan dimaksudkan agar pembahasan dalam karya ini saling terkait secara utuh. BAB II: Dalam bab kedua ini penulis mencari dan menemukan grand theory atau grand concept tentang bangunan kedokteran pra-Ibn Si>na> yang memuat sub bahasan: bangunan kedokteran Yunani, dan bangunan kedokteran Islam. Dari pembahasan pada bab ini akan diperoleh keterangan yang lebih luas mengenai sistem kedokteran Islam. BAB III: pembahasan dalam bab ini khusus menampilkan tentang Ibn Si>na> dalam konteks zamannya, yang meliputi sub bahasan: riwayat hidup; karya intelektual; sosial politik; kehidupan beragama; dan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dengan pembahasan ini akan diperoleh otobiografi dan biografi Ibn Si>na> yang utuh, padat dan lengkap. BAB IV: dalam bab ini secara khusus dibahas tentang bangunan kedokteran Ibn Si>na>: ilmu dan kontribusi. Bagian ini meliputi sub bahasan: ilmu: teoritis, dan praktis; dan kontribusi: di dunia Islam, dan di dunia Barat. Dengan pembahasan bab ini akan diperoleh uraian yang jelas mengenai bangunan kedokteran Ibn Si>na> dan kontribusinya di dunia Islam dan dunia Barat. BAB V: Bab ini secara khusus membahas kesehatan menurut Ibn Si>na>. meliputi sub bahasan: konsep; terapi psikosomatis; relevansi dan signifikansi kesehatan mental Ibn Si>na> bagi terapi psikosomatis di era modern. Bab ini merupakan inti dari bab-bab sebelumnya, dan merupakan inti dari seluruh pembahasan dalam penelitian ini. BAB VI: yaitu penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan tulisan, merupakan inti atau garis besar dari uraianuraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dan implikasinya bagi 29
ilmu kedokteran modern, dunia akademik, maupun dunia lapangan praktis. Di samping itu, juga memuat saran-saran yang berkaitan dengan pembahasan yang dianggap signifikan serta bermanfaat bagi kemajuan dunia akademik maupun dunia kedokteran modern.
30
BAB II BANGUNAN KEDOKTERAN PRA IBN SINA@ @NA@ NA A. Bangunan Kedokteran Yunani Sebelum membahas perihal bangunan kedokteran pra Ibn Si>na> yang difokuskan pada bangunan kedokteran Yunani, dan bangunan kedokteran Islam, terlebih dahulu perlu dilihat tahapantahapan perkembangan kedokteran itu sendiri. Hal ini untuk melihat posisi bangunan kedokteran Yunani dan kedokteran Islam pra Ibn Si>na> dalam konteks ada atau tidak adanya jalinan atau hubungan antara masing-masing bangunan kedokteran tersebut. Sebagaimana diketahui, bahwa kedokteran (medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang penyakit dan cara-cara penyembuhannya.1 Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan terhadap penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia, penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.2 Sistem kedokteran dan praktek perawatan kesehatan telah berkembang dalam berbagai masyarakat manusia minimal sejak awal sejarah tercatatnya manusia. Sistem-sistem ini telah berkembang dalam berbagai cara dalam beragam budaya serta daerah yang berbeda. Perkembangan kedokteran itu melewati berbagai tahapan. Menurut Muh{ammad Ka>mil H{usayn, sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa perkembangan ilmu kedokteran dapat dibagi dalam tiga tahap.3
1
Ibn Khaldu>n, Muqaddimat Ibn Khaldu>n (Kairo: Da>r ibn Haitham, 2005), 416, dan al-Shaikh al-Ra’is Abu> ‘Ali> al-H}usayn Ibn ‘Ali> Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> alT}ibb (Beirut: Da>r al-S}ad> ir, t.t.), Juz I, 3. 2 Ibn Khaldu>n, Muqaddimat Ibn Khaldu>n, 416, dan Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> alT}ibb (Beirut: Da>r al-S}ad> ir, t.t.), Juz I, 3. 3 Muh{ammad Ka>mil H{usayn, ”Arab Medicine and Its Impacts on the European Renaissance”, dalam Arab Republic of Egypt National Commission for 31
Ketiga tahap tersebut adalah tahap pengalaman empirisme, tahap empirisme yang tersistematisasi, dan tahap sains eksperimental. Tahap pengalaman empiris itu telah ada, bahkan dalam masyarakat yang sangat primitif, orang bergantung pada pengalamannya dalam usaha mengobati orang sakit. Tentu saja, mula-mula pengalaman itu bersifat pribadi dan individual, kemudian berkembang menjadi pengalaman umum. Orang-orang tertentu melangkah lebih jauh dengan membawa pasien ke pasar, dan meminta pendapat kepada setiap orang yang pernah melihat penyakit yang dideritanya untuk mendapatkan nasehat. Pengalaman seperti ini tentulah jarang sekali dan tidak memadai. Kekurangan tersebut ditambal dengan magis, astrologi atau ilmu-ilmu ghaib yang lain. Sekalipun praktek-praktek seperti ini mungkin tampak tidak masuk akal bagi kita sekarang ini, namun tak diragukan lagi bahwa praktek tersebut bersumber pada pengalaman individual. Dengan majunya peradaban, pengalaman empiris dikumpulkan dan disusun. Prestasi tertinggi dari pengalaman empiris ini dicapai oleh orangorang Mesir Kuno. Menurut H}usayn, orang hanya perlu membaca lembaran yang ditemukan oleh Edwin Smith (Edwin Smith papyrus)4 untuk membuktikan betapa banyak informasi berharga yang dapat diperoleh dengan cara ini. Pengalaman empiris yang telah diorganisasikan itu, tidak mengherankan, ternyata dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang secara pasti telah maju jauh melampaui keprimitifan. Akan tetapi, teknik ilmu pengetahuan ini dengan wataknya sendiri, terbatas lingkupnya. Pengobatan jenis ini (pengobatan Mesir UNESCO, Islamic and Arab Contribution to the European Renaissance (Kairo: General Egyptian Book Organitation, 1977), 224 dan seterusnya. 4 Lembaran Edwin Smith (1600 SM.), adalah risalah medis Mesir kuno, diyakini merupakan salinan karya yang berasal dari abad 3000 SM. Risalah itu dimaksudkan sebagai buku pelajaran tentang operasi, dimulai dengan kasus klinis cedera kepala dan bekerja sistematis di tubuh, menjelaskan secara rinci mengenai pemeriksaan, diagnosis, perawatan, dan prognosis dalam setiap kasus. Ia mengungkapkan pengetahuan Mesir kuno dari hubungan pulsa ke jantung dan kerja dari lambung, usus, dan pembuluh darah yang lebih besar. Lembaran itu diperoleh di Luxor pada 1862 oleh seorang berkebangsaan Amerika, Edwin Smith. http://www.britannica. com/EBchecked/topic/179901/Edwin-Smithpapyrus diakses pada 5 November 2010. 32
Kuno)5 lebih bersifat keahlian daripada profesi, dan didapatkan melalui sistem magang, terutama di lingkungan keluarga. Pendidikan profesional secara besar-besaran tidak dapat dilakukan dalam situasi dan kondisi demikian. Dengan sendirinya kemajuan dalam ilmu kedokteran sulit diperoleh tanpa perubahan mendasar dalam metodologi pencapaian ilmu tersebut. Perubahan ini hanya mungkin terjadi karena sistem yang lama, karena ketidak memadai dan terdapat kontradiksi-kontradiksi internal di dalamnya. Adapun tahap empirisme yang tersistematisasi ini sangat sesuai dengan kejeniusan khusus yang dimiliki orang-orang Yunani. Mereka mengumpulkan sejumlah besar data dari pengalaman mereka sendiri dan juga pengalaman tetangga-tetangga mereka, terutama orang-orang Mesir Kuno, yang sangat dikagumi oleh sejarawan Herodotus.6 Data tersebut dipadukan dalam suatu sistem logis yang koheren. Para filosof ikut serta mencari kaidah-kaidah umum yang mengatur data-data tersebut. Sistem baru jadi tampak sempurna, dan kesempurnaan ini sendiri membuktikan kebenarannya. Sekarang kita bisa melihat bahwa data yang dijadikan sandaran sistem mereka sangat tidak memadai untuk membenarkan generalisasi-generalisasi mereka. Orang-orang Yunani itu tidak bisa melihat kelemahan sistem mereka. Mereka mempostulatkan adanya empat unsur, empat 5
Pengobatan Mesir kuno dapat dilihat dalam hal-hal berikut. Adanya kepercayaan terhadap dewa Sekhmet sebagai penyebab dan penyembuh kematian. Dalam hal ini pendeta memegang peranan yang penting dalam pengobatan. Pengobatan yang digunakan adalah pengobatan herbal. Selain itu pengobatan Mesir kuno juga ditulis pada kertas papyrus. Menggunakan kompres pada perdarahan. Keahlian di bidang obgyn. Adanya beberapa spesialis dalam bidang obstetrik yang menjadi contoh awal bagi kebidanan zaman modern. u{ sayn, ”Arab Medicine, 224 dst. 6 Herodotus lahir pada 484 SM, di Halicarnassus, Asia Kecil (sekarang Bodrum, Tur .) dan wafat pada tahun 430-420 SM. Ia adalah penulis Yunani pertama mengenai sejarah naratif yang dibuat di dunia kuno, sejarah perang Yunani-Persia. Karenanya ia diyakini lahir di Halicarnassus, sebuah kota Yunani di Asia Kecil Barat Daya yang kemudian menjadi kekuasaan Persia. Namun tanggal lahir dan kematiannya tidak diketahu secara pasti. Ia diduga berada di Athena dan bertemu Sophocles, kemudian dengan mendapatkan bantuan orang-orang Athena ia pergi ke Thurii, sebuah koloni baru di Italia Selatan. Keterangan dalam http://www.britannica.com/EBchecked/topic/263507/Herodotus, diakses pada 5 November 2010. 33
kekuatan penting, empat cairan dalam tubuh dan empat temperamen. Dengan argumentasi yang pintar mereka berhasil menyesuaikan seluruh pengalaman mereka dengan sistem teoritis yang mereka buat. Kemudian mereka membuat penjelasan yang mengada-ada untuk menunjukkan kepandaian mereka. Penjelasan-penjelasan yang memadai dipandang bukan hanya sebagai pertanda penggunaan logika secara semaksimal, melainkan juga sebagai pertanda penguasaan terhadap sistem tersebut. Dengan cara ini kekurangan-kekurangan tersebut ditutupi. Meskipun demikian, lanjut H}usayn, kita mesti mengakui bahwa secara keseluruhan sistematisasi mereka itu memang baik dan memuaskan. Mereka tidak mempunyai alasan yang memaksa mereka meragukan kebenaran teori-teori dan konsepsi-konsepsi yang mendasari sistem tersebut. Terhentinya perkembangan ilmu kedokteran Yunani sangat mungkin disebabkan oleh keruntuhan politis dunia Yunani Kuno. Ilmu tersebut lalu diambil alih sekolah Yunani di Iskandariah, dan terutama ia harus dihidupkan oleh seorang jenius, bernama Galen. Runtuhnya ilmu kedokteran Yunani secara total terjadi ketika Yunani berada di bawah kekuasaan (imperium) Byzantium. Imperium ini hanya sangat sedikit memberikan perhatian terhadap perkembangan ilmu dan pemikiran bebas, karena lebih banyak tertarik pada sengketa-sengketa keagamaan mengenai inkarnasi dan pada upaya yang keras untuk menindas bid’ah (imitasi) yang menjamur di berbagai wilayah kerajaan. Kristen Mesir tertarik terutama pada kehidupan kependetaan yang dilihat dari sudut intelektual. Para sejarawan tetap menjaga kehidupan ilmu kedokteran Yunani kuno, lebih tepatnya, membiarkannya tergantung-gantung. Mereka melarikan diri dari penindasan para kaisar yang fanatik dan hidup mengungsi di sebuah desa kecil di Persia Iran, bernama Jundishaphur atau Gondeshapur,7 suatu 7
Jundishapur atau Gondeshapur, dalam bahasa Arab Jundi> Sa>bu>r secara bahasa berarti kebun yang indah (beautiful garden) adalah sebuah kota di Khuziztan, Iran yang dibangun oleh penguasa Sasanid Shapur I (241-272 M.) pada masa pra Islam. Di Jundishapur inilah terdapat sekolah kedokteran Jundishapur, merupakan lembaga pendidikan kedokteran/medis pertama di dunia Islam . Lihat Browne, Arabian Medicine, h. 20, Ibrahim B. Syed, ”Islamic 34
tempat yang terkenal sebagai pusat studi kedokteran. Di tempat ini berdiri sekolah tinggi atau lembaga pendidikan medis/kedokteran pertama di dunia Islam. Ada alasan untuk menyakini bahwa pengetahuan dan praktek kedokteran mereka hanya merupakan bayangan semata dari kebesaran ilmu kedokteran Hippocrates (460-375 SM), 8 dan Galen.9 Muncul kesan bahwa terjemahan karya-karya Yunani dari bahasa Syria penuh dengan kesalahan-kesalahan. Sebaliknya, terjemahan-terjemahan yang dibuat langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab jauh lebih bermutu. Khalifah-khalifah Arab merasa terkesan dengan keterampilan dokter-dokter Syria yang didatangkan dari Jundisaphur. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa praktek mereka masih merupakan sesuatu yang benar-benar bagi orang-orang Arab. Selain itu, setidaknya sebagian, juga disebabkan karena keterampilan mereka sebagai dokter-dokter istana, suatu seni khusus yang mereka kuasa dengan baik. Jadi ilmu kedokteran Yunani-Arab-Latin merupakan satu tahapan, yaitu tahapan empirisme sistematis. Kedokteran Latin hidup hanya sebentar saja karena segera disusul oleh Renaisans dengan metode eksperimennya. Dalam hal ini, menurut H}usayn, kita harus memandang ilmu kedokteran Yunani, Arab, dan Latin sebagai satu tahap yang memperlihatkan muncul, bangkit dan runtuhnya empirisme sistematis. Medicine: 1000 Years Ahead of Its Time”, dalam JISHIM, 2002, Vol. 2, 3, dan Husain F. Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, dalam JISHIM, 2003, Vol. 2, 21. 8 Hippocrates, (l. 460 SM, di pulau Cos, Yunani, w. 375 SM, di Larissa, Thessaly), dokter Yunani kuno yang hidup pada periode Klasik Yunani dan secara tradisional dianggap sebagai bapak kedokteran. Sulit untuk menyingkirkan fakta mengenai kehidupan Hippocrates 'dari kisah yang kemudian menceritakan tentangnya atau untuk menilai obatnya yang akurat dalam bebrapa abad. Penghormatan untuknya sebagai dokter yang ideal. Sekitar 60 tulisan medis telah selamat, sebagian besar tidak ditulis sendiri. Dia telah dihormati untuk standar etika dalam praktek medis, http://www.britannica.com/EBchecked/topic/266627/Hippocrates, diakses pada 1 November 2010. 9 http://www.britannica.com/EBchecked/topic/223895/Galen-of-Pergamum. diakses pada 1 November 2010. 35
Adapun berkenaan dengan tahap sains eksperimental, berdasarkan beberapa fakta, H}usayn menjelaskan bahwa metode eksperimen tidak muncul dari kualitas istimewa ahli-ahli Barat pada masa itu, walaupun kita mesti mengakui bahwa kualitas tersebut memang mempunyai pengaruh tertentu. Lahirnya metode eksperimen terjadi ketika ternyata jelas ilmu pengetahuan Yunani telah berkurang atau bahkan habis efektifasnya. Jika dilihat dalam konteks tahapan-tahapan tersebut, kedokteran purba, yaitu kedokteran yang menggunakan tumbuhtumbuhan, hewan atau batu-batuan, untuk tindakan pengobatan (medis), dapat dimasukkan ke dalam tahap pertama. Kemudian kedokteran kuno (pra modern) dapat dikategorikan ke dalam tahap kedua, dan kedokteran modern masuk ke dalam tahap ketiga (tahap sains eksperimental). Pada awalnya, sebagian besar kebudayaan dalam masyarakat menggunakan tumbuh-tumbuhan herbal dan hewan untuk tindakan pengobatan. Ini sesuai dengan kepercayaan magis mereka yakni animisme, sihir, dan dewa-dewi. Masyarakat animisme percaya bahwa benda mati pun memiliki roh atau mempunyai hubungan dengan roh leluhur. Dalam konteks negeri Arab pra Islam, waktu itu sudah dikenal ilmu pengobatan. Tumbuh-tumbuhan dan batu-batuan menjadi bahan-bahan yang dipergunakan dalam pengobatan.10 Orang-orang Badui yang telah hidup menetap, memiliki suatu jenis ilmu medis yang pada umumnya didasarkan kepada pengalaman individual. Mereka mewarisinya dari shaykh-shaykh dan wanitawanita tua suku mereka. Terkadang sebagian di antaranya ada yang benar, namun tidak didasarkan kepada hukum alami dan tidak pula pada konformitas pengobatan. Kedokteran semacam ini banyak terdapat di kalangan orang-orang Arab.11 Pada waktu itu sudah terdapat seorang dokter ternama, bernama H}ar> is Ibn Kildah.12 Ia mempelajari ilmu pengobatan di Sekolah Dokter Tinggi Jundishaphur, Iran. Ketika hendak pulang ke 10
Hoesin Omar, Kultur Islam, 68. Ibn Khaldu>n, Muqaddimah Ibn Khaldu>n, 677. 12 Lihat Ibn Khaldu>n, Muqaddimat Ibn Khaldu>n, 417, dan Omar, Kultur Islam, 68. 11
36
negerinya, ia diundang oleh Raja Khusrow I, yang mengajukan beberapa permasalahan kepadanya tentang pelajaran yang dituntutnya. Selain H}ar> is ada pula seorang dokter Arab, bernama Nas}ir> Ibn ‘Alqama, yang menamatkan pendidikan dokternya di sekolah dokter tersebut.13 Dalam konteks perkembangan kedokteran ini, pembahasan mengenai bangunan kedokteran Barat pra Ibn Si>na> diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana perkembangan bangunan kedokteran Barat pra Ibn Si>na>, sehingga dapat diketahui pada bagian berikutnya, kontribusi kedokteran Ibn Si>na> pada kedokteran Barat modern. Kedokteran Yunani belum muncul di Italia hingga tahun 124 SM., dan secara luas berhubungan dengan Asclepiades, yang menjadi terkenal karena ketertarikannya dalam penyakit-penyakit mental. Galen (131-201) dipandang sebagai dokter Yunani terbesar setelah Hippocrates. Ini karena dia menjadi inisiator psikologi eksperimental, dan dikenal telah melakukan perjalanan luas. Ia menjadi pemimpin dokter di Roma pada tahun 164 M. dan dijuluki sebagai dokter ahli dan sebagai sarjana.14 Dia membangun sebuah sistem medis yang mendorongnya untuk memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan dan penjelasan dari semua fenomena. Komprehensifitas sistem ini, dan juga kemungkinan teleologi Galen, yang sangat terampil pada generasi-generasi yang telah menyebabkannya sukses. Kesimpulannya, ada sebuah tendensi bagi para dokter belakangan untuk mengabaikan penelitian orisinal dan malahan semata-mata bersandar pada otoritas Galen. Misalnya, tentang pemikiran Galen bahwa darah bergerak dari jantung kanan ke jantung kiri melalui pori-pori yang tampak dan tak bergerak dari sirkulasi paru; hal inilah yang kemudian banyak dijabarkan oleh Ibn al-Na>fis.15 13
Hoesin Omar, Kultur Islam, 68. Ead, ”Arabic (or Islamic) Influence...”, dalam www.levity.com/alchemy/islam19. html. 15 Ia berkebangsaan Damaskus, yang pada akhirnya menetap di Kairo hingga meninggal dunia pada 687 H./1288 M. Ibn al-Nafi>s adalah penemu sirkulasi kecil atau sirkulasi pulmonari, yang baru-baru ini dianggap ditemukan oleh Michael Servetus pada abad XVIII. Ia membuat studi kritis mengenai karya 14
37
Aliran Nestorian, merupakan satu aliran dalam agama Kristen (yang didirikan pada tahun 428 M. oleh Nestorius), Patriark Konstantinopel, adalah merupakan sebuah sekte bid’ah.16 Para Nestorian dianiaya lalu mereka pindah ke Syria, kota al-Ruha (Edessa), di mana mereka membangun sekolah medis. Namun penganiayaan menimpa mereka, dan Penjajah Bizantium mengeluarkan mereka pada tahun 489 M. sehingga mereka pindah ke Persia, di mana mereka disambut baik dan dihargai oleh penjajah, dan mereka tinggal di sana dan memasukkan kosakata barat hingga mereka mencapai JundiShapur. Kemudian JundiShapur ini menjadi pusat belajar Nestorian yang bergerak dari Syria ke JundiShapur di Persia, dan di sanalah mereka mendirikan rumah sakit yang besar. JundiShapur menjadi pusat kebudayaan yang paling menonjol pada masa Penguasa Persia Kisra Anushirwan, yang menjadikan kota ini menarik bagi orang India yang paling terkemuka, Yahudi, Syiria dan dokter-dokter Persia. Kisra mengirim para dokter ke India untuk mencari buku-buku medis untuk diterjemahkan dari bahasa Sanskrit ke Persia dan Syria, juga diterjemahkan buku-buku Yunani; dan Jundishapur dinilai sebagai perpustakaan saintifik yang besar.17 Galen dan Ibn Si>na>, yang diterbitkannya sebagai Ikhtis}ar> al-Qa>nu>n, yang menjadi karya kedokteran populer dan diterjemahkan ke dalam bahasa Persia. Ibn al-Nafis tidak hanya membuat ringkasan al-Qa>nu>n tetapi juga memberikan komentar padanya. M. Manfred Ullmann, Islamic Medicine (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1997), 48, 52, 64, 68-69. 16 Mengenai aliran Nestorian ini dipandang sebagai aliran sesat dapat dilihat dalam http://www.levity.com/alchemy/islam19.html. dan http://www.inchrist.net/artikel/teologi/sinyal _yang_salah, diakses pada 5 November 2010. 17 Pada tahun 640 M kaum Nestorian selesai menterjemahkan keempat Injil bagi Kaisar Daizhong. Mereka menyebarkan iman Kristen ke Turkistan, Mongolia, Cina dan Jepang. Aliran Nestorian banyak yang menjadi misionaris di negeri China pada zaman dinasti Tang (618-905 M). Mereka sebagaian besar adalah keturunan Yahudi yang tidak kembali ke Palestina sejak zaman pembuangan ke Asyur dan Babel. Konon tidak kurang dari 1,600 missionaris asal Syria berdatangan ke China, mereka mempersembahkan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru kepada Kaisar. Kani>sah atau gereja mereka ditemukan di sekitar Kaifeng, Xian. Menerima diterima oleh Kaisar dengan baik terlebih karena aktivitas sosialnya yang banyak mendirikan rumah sakit, biara dan sekolah. Keberadaan mereka diperingati dalam batu peringatan di kota 38
Deskripsi di atas hanya merupakan sketsa singkat tentang perkembangan masa-masa kuno dan bagaimana pengetahuan medis itu, ketika Islam muncul, berpindah ke daratan perbatasan Peninsula, yang dari sanalah kemudian orang-orang Arab mendapatkan pengetahuan medis. Bangunan kedokteran Barat pra Ibn Si>na> tersebut bertumpu pada teori humor (humorlalisme). Humorlalisme merupakan aliran kedokteran yang berpijak pada teori humor. Humor adalah unsurunsur atau satuan-satuan pembentuk tubuh, terutama merupakan cairan tubuh primer yang dihasilkan dari makanan yang dicerna.18 Teori humor ini merupakan jantung kedokteran Hippocrates, Galen, kedokteran Cina (Traditional Chine Medicine, TCM), Ayuverdic, serta semua sistem tradisional lainnya.19 Teori humor ini juga menjadi jantung kedokteran Ibn Si>na>.20 Ide tentang humor ini dicetuskan oleh Hippocrates, kemudian disuling kembali oleh Galen dan dikembangkan oleh Ibn Si>na>.21 Hippocrates mengamati pengujian terhadap darah, bahwa porsi merah dari darah yang segar merupakan humor (cairan) darah, sedangkan materi (benda) yang bercampur dengan darah adalah lendir (phlegm), buih yang berwarna kuning pada lapisan atas adalah empedu kuning, dan bagian yang berat yang mengendap adalah empedu hitam.22 Hippocrates, seorang Yunani terkemuka merupakan dokter pertama yang masyhur, dan memperoleh gelar sebagai bapak ilmu kedokteran, karena deskripsinya dan keahliannya tentang penyakit. Hippocrates telah berjasa menjadi dokter model, dan berbagai etika Changan tahun 781 M. Ketika Islam menguasai Bagdhad banyak kaum Nestorian yang beralih agama menjadi Islam terlebih hubungan Nestorian dengan kekeristenan Barat di Roma dan Byzantinia tidak selalu baik karena konflik doktrinal. Setelah kedatangan Islam sebagian besar kaum Kristen Nestorian dan Yahudi ini memeluk Islam. Banyak dari mereka yang menjadi penerjemah karya filsafat ke bahasa China. http://www.matakinindonesia.org/diskusi/interaksi_antara_muslim_dan_ru.htm, diakses pada 5 November 2010. 18 Bakar, Tawh}id> & Sains, 136. 19 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 1. 20 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 1. 21 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26. 22 Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26 dst. 39
yang dipraktekkannya direfleksikan dalam pernyataan yang disebut ”Sumpah Hippocrates” di mana para dokter menyatakan tentang permulaan karir medis mereka.23 Teori humoral itu secara langsung didasarkan pada observasi pertama terhadap fenomena alamiah. Para dokter aliran Hippocratik secara cermat meneliti perkembangan alamiah dari suatu penyakit yang terdapat pada pasien-pasien mereka dan menarik kesimpulan induktif dari observasi-observasi ini. Dalam faktanya, tiga dari penyakit-penyakit ringan yang paling umum adalah penyakit kuno. Para dokter Yunani harus memperhatikan -masalah-masalah pada dada (chest problems) seperti bronchitis (penyakit pernapasan)24 dan pneumonia25 dengan melihat 23
Ead, ”Arabic (or Islamic) Influence On the Historical Development of Medicine”, artikel dalam www.levity.com/alchemy/islam19.html. 24 Bronchitis (bronkhitis) atau Chest Cold adalah penyakit pernapasan di mana selaput lendir pada saluran-saluran bronchial (itis = radang) paru
meradang dan banyak lendir. Ketika selaput yang teriritasi membengkak dan tumbuh lebih tebal, ia menyempitkan atau menutup jalan-jalan udara yang kecil dalam paru, sehingga berakibat pada serangan-serangan batuk yang disertai oleh dahak yang kental dan sesak napas. Ada dua tipe dasar dari bronkhitis: akut (berlangsung kurang dari 6 minggu),, dan kronis (sering kambuh dalam waktu lebih dari dua tahun). Orang-orang yang terkena asma juga mengalami peradangan lapisan dari tabung-tabung bronchial yang disebut asthmatic bronchitis. Bronkhitis Akut itu lebih umum dan biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronkhitis akut dapat juga disebut chest cold. Tahapan-tahapan bronkhitis akut dapat menjadi lebih buruk akibat merokok atau terkena asap rokok. Tipe bronkhitis ini seringkali digambarkan lebih buruk daripada selesma yang biasa namun tidak seburuk pneumonia, yaitu suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Bronkhitis akut bertanggung jawab pada batuk kering dan produksi dahak yang terkadang disertai infeksi pernapasan bagian atas. Dalam banyak kasus infeksi berasal dari virus, namun terkadang berasal dari bakteri. Jika seseorang dalam kesehatan yang baik, maka selaput lendirnya akan kembali normal setelah ia sembuh dari infeksi awal paru, yang biasanya berlangsung beberapa hari. Bronkhitis Kronis adalah batuk yang bertahan selama dua sampai tiga bulan setiap tahun selama minimal dua tahun. Merokok menjadi penyebab yang paling umum dari bronkhitis kronis. Dengan kata lain, bronkhitis kronis adalah kekacauan jangka panjang yang serius yang sering memerlukan perawatan medis yang teratur. Jika seorang perokok yang terkena bronkhitis akut, maka ia lebih sulit sembuhnya. Jadi jelas rokok itu berbahaya bagi kesehatan, karena satu 40
isapan rokok saja cukup bisa menyebabkan kelumpuhan sementara pada struktur-struktur yang bentuknya seperti rambut halus dalam paru-paru, yang disebut cilia, yang fungsinya menyaring keluarnya puing-puing, iritan-iritan dan lendir yang berlebihan. Jika orang itu tetap saja merokok, kemungkinannya ia akan mengalami kerusakan yang cukup parah pada cilia ini, k\ arena fungsinya menjadi tidak benar lagi, sehingga meningkat menjadi bronkhitis kronis. Dalam kasus para perokok berat, selaputnya mengalami peradangan dan semua fungsi cilia akhirnya berhenti. Tersumbat dengan lendir, paru-paru kemudian menjadi mudah terserang infeksi virus dan bakteri, dalam beberapa waktu fungsi cilia itu berubah dan merusak terhadap saluran udara paru-paru secara permanen. Kondisi permanen ini disebut penyakit rintangan paru kronis atau COPD (chronic obstructive pulmonary disease). Seorang dokter dapat melakukan tes pernapasan, yang disebut spirometry, untuk melihat apakah pasiennya telah berkembang menjadi COPD. Adapun bronkhitis akut pada umumnya menimpa anak-anak maupun orang dewasa. Akibatnya sering terjadi kekacauan, meskipun dapat segera dirawat secara efektif tanpa bantuan medis. Namun, jika pasien mempunyai gejala-gejala yang berat/parah, dan batuk- batuk berdarah, maka ia harus mengunjungi dokter. Jika ia menderita penyakit bronkhitis kronis, maka berisiko berkembang menjadi kardiovaskular serta penyakit-penyakit dan infeksi-infeksi paru yang lebih serius, karenanya ia harus selalu pantau oleh dokter. Bronkhitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi-infeksi paru; sekitar 90% dari infeksi-infeksi ini berasal dari virus, 10%nya dari bakteri. Bronkhitis kronis mungkin disebabkan oleh satu dari beberapa faktor. Serangan-serangan yang berulang dari bronkhitis akut, yang melemahkan dan mengiritasi saluran-saluran udara bronkhial dalam beberapa waktu dapat berakibat pada bronkhitis kronis. Polusi industri juga menjadi faktor yang menyebabkan bronkhitis.. Bronkhitis kronis sering terjadi pada para pekerja tambang, pedagang biji padi, pembuat cetakan metal, dan lain-lain yang terus-menerus terkena debu. Namun penyebab utama bronkhitis adalah merokok sigaret yang berat dan berjangka panjang, yang mengakibatkan iritasi apda tabung-tabung bronkhial dan menyebabkan munculnya lendir yang berlebihan. Gejala-gejala bronchitis kronis juga semakin memburuk diakibatkan oleh konsentrasi yang tinggi dari sulfur dioxide dan polusi-polusi di atmosfir yang lainnya. Sumber dikutip dari
http://www.medicinenet.com/bronchitis/article.htm, http://www.totalkesehatananda.com/bronchitis1.html,
dan http://www.totalkesehatananda.com/ bronchitis2.html pada 2 Novemember 2010. 25 Pneumonia adalah suatu infeksi dari salah satu satu kedua paru-paru yang biasanya disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur. Sebelum ditemukannya antibiotika, 1/3 dari orang yang telah terinfeksi pneumonia meninggal dunia akibat infeksi. Saat ini, lebih dari 3 juta orang yang terserang pneumonia setiap tahun di Amerika. Lebih dari setengah jutanya diopname di sebuah rumah sakit 41
symptoms (gejala-gejala) seperti
batuk produktif (phlegm). Sedangkan pada penyakit malaria, sesuai dengan cairan yang mengendap (empedu kuning dan hitam), dan luka-luka traumatis, berdasarkan pendarahan yang diakibatkannya (darah)-- hampir secara konkret dari perihal inilah disimpulkan empat humor itu.26 Teori humor ini merupakan teori pertama yang berusaha untuk mengintegrasikan teori alam metafisik (a natural theory of metaphysics, teori perlawanan Anaximander dan teori elemenelemen fundamental Empedocles) melalui observasi empiris yang pertama kali langsung dilakukan terhadap penyakitnya. Ini merupakan suatu kemajuan yang sangat signifikan, karena secara esensial menandai sumber integrasi medis Barat dengan sains naturalistik Yunani awal, yang ketika itu berada pada masa pertumbuhannya.27 Mengenai asal-usul penyakit (the pathogenesis of disease) dipahami bukan hanya dalam pengertian sebab-sebab mistis dan tidak alamiah (mystical and inexplicable unnatural causes), seperti setan/iblis/jin, tuhan-tuhan, dan lain-lain, namun lebih sebagai suatu pengaruh antara proses-proses alamiah/kebiasaan yang untuk menjalani perawatan. Meskipun banyak dari meraka yang sembuh, namun sekitar 5%nya akan meninggal dunia akibat pneumonia. Pneumonia termasuk penyakit yang menempati peringkat keenam sebagai penyebab kematian di Amerika. Keterangan dari http://www.medicinenet.com/pneumonia/article.htm, diakses pada 1 November 2010. 26 Dikutip dalam www.britanica.com, diakses pada 2 November 2010. 27 Anaximander (kira-kira 610-510 SM) adalah, bersama-sama Thales, salah seorang filosof pertama-- dia melakukan observasi langsung terhadap realitas dan argumetasi logis untuk membangun konsep rasional tentang eksistensi. Teori Anaximander tentang naturalitas realitas terpusat pada ide tentang perlawaan (the idea of opposites) dengan eksistensi yang menampilkan (mewakili) sebuah tipe keseimbangan antara lawan-lawan yang saling berhadapan. Para pemikir belakangan mereformulasi kembali dan membuat esensi teori Anaximander tentang perlawanan sebagaimana yang terwujud dalam empat hal: panas, dingin, basah, dan kering. Sedangkan Empedocles (450 SM.), seperti halnya Anaximander, membangun sebuah pandangan ontologis tentang eksistensi yang didasarkan pada penelitian (observasi) fenomena alam dan argumen rasional. Bagi Empedocles, empat kekuatan yang berlawanan, panas, dingin, basah, dan kering bersifat terkait dengan empat elemen eksistensi: api, udara, air, dan tanah. Dikutip dalam www.britanica.com, diakses pada 2 November 2010. 42
terdapat dalam tubuh yang mengikuti ketentuan hukum yang sama sebagaimana pilihan fundamental dari semua eksistensi. Sebagai contoh, proses sakit, sebagaimana halnya semua proses-proses alamiah, dapat dan harus dipahami berdasarkan metode-metode observasi yang sama dan merupakan subjek bagi analisis rasional yang cermat, yang diterapkan pula pada semua fenomena alamiah.28 Singkatnya, takhayul mistis telah sukses ditempatkan kembali oleh teori naturalistik. Menurut Richard G. Parker, saat ini teori humor seringkali diabaikan karena keliru dalam uraian-uraiannya secara faktual. Sebaliknya ia benar, karena teori humoral pada abad-abad belakangan ini telah dibuktikan salah, kritik ini merujuk pada konteks sejarah yang menurunkan dan menunjukkan karakteristik esensial teori humor --berbeda dengan ilmu medis, yang menganggap penyebab alamiah penyakit-penyakit versus medis, pada dasarnya adalah bersifat mistis. Dalam merumuskan konteks yang tepat teori humor secara signifikan, penting dipahami tentang apa yang dihasilkannya, dan berhasil memisahkan medis Barat dari-- sesuatu yang pada pokoknya pendekatan mistis terhadap penyakit, yang ditandai dengan penyembahan pada tuhan, menangkis jin-jin yang jahat dan mimpi-mimpi yang sifatnya subjektif. Teori humor tentang penyakit, pada esensinya merupakan tanda permulaan patofisiologi rasional, misalnya ia memberikan perhatian terhadap apa yang tampak secara nyata dan apa yang sempurna --sumber-sumber dalam metodologi saintifik dalam medis Barat berhasil memisahkan medis dari mistisisme primitif yang telah mendahuluinya.29 Teori humoral Hippocratik tentang sakit masih menjadi sesuatu yang paling penting, dan menjadi konsep yang masih tidak dipahami dalam korpus Hippocratik. Saat ini ia merupakan teori yang menjadi pokok kajian kritis oleh beberapa sejarawan medis dan dokter. Dalam menghadirkan pentingnya sejarah, perlu ditekankan bahwa doktrin humor adalah waktu pertama di mana 28 29
Dikutip dalam www.britanica.com, diakses pada 2 November 2010. Dikutip dalam www.britanica.com, diakses pada 2 November 2010. 43
penelitian langsung dilakukan terhadap proses sakit dan metafisika alamiah yang diintegrasikan untuk merumuskan suatu konsep medis rasional dan naturalistik. Dalam karya Hippocrates, Kedokteran Kuno (ditulis pada sekitar tahun 400 SM.). keempat filosofis ini merupakan kekuatan yang berlawanan dengan elemen-elemen yang telah digantikan oleh keempat cairan yang terdapat dalam tubuh: dahak, darah, cairan empedu kuning dan empedu hitam. Sakit, pada esensinya, menjadi suatu keadaan di mana salah satu dari keempat cairan tubuh ini lebih kuat dari yang lain. Beberapa pemikir yang lebih dipengaruhi oleh Empedocles (yang minatnya meliputi bukan hanya filsafat, namun juga medis) tidak pernah memodifikasi formulasi asli tersebut, bahkan secara sederhana menyimpan orisinalitas ide filosofis tentang api, udara, air dan tanah sebagai komponen fundamental bagi tubuh dengan penyakit yang merupakan akibat dari satu komponen yang lebih dominan terhadap yang lainnya. Jadi, ada tiga hal yang penting dicatat dalam membangun konteks sejarah yang akurat, dan lebih tepat untuk memahami signifikansi teori humor Hippocrates. Teori Hippocrates tentang humor tersebut kemudian disuling kembali oleh Galen, dengan perluasan bahwa menurutnya semua penyakit adalah akibat dari distribusi yang tidak teratur atau tidak tepatnya keempat humor di atas. Ibn Si>na> menyetujui keempat komponen ini sebagai humor utama, namun ia menambahkan bahwa cairan-cairan di dalam sel dan luar sel dalam jaringan-jaringan itu adalah merupakan humor-humor sekunder.30
30
Lihat lebih lanjut dalam Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26 dst. Lihat ”Anaximander” The Internet Encyclopedia of Philosophy dalam www.utm.edu/ research/iep/a/anaximan.htm. ”Empedocles” The Internet Encyclopedia of Philosophy dalam www.utm.edu/research/iep/e/empedocl.htm, dan Jones, W.H.S. Hippocrates vol I. Loeb Classical Library (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1984). 44
B. Bangunan Kedokteran Islam Secara singkat dapat dikatakan bahwa bangunan kedokteran Islam pra Ibn Si>na> bertumpu pada metode perpaduan, yang diambil dari berbagai metode dan praktek di luar Islam. Kedokteran Islam menempatkan paradigma penjagaan kesehatan sebagai nilai yang utama dibandingkan mengobati (al-wiqa>yah khayr min al-‘ila>j). Untuk membahas bangunan kedokteran Islam pra Ibn Si>na>, perlu dibahas pengertian, klasifikasi ilmu kedokteran, paradigma, fisiologi, nilai religius, dan enam prinsip menjaga kesehatan. Dengan menguraikan bahasan tersebut akan dapat dilihat bangunan kedokteran Islam pada masa pra Ibn Si>na>, dan pengaruhnya terhadap bangunan kedokteran Ibn Si>na>. Sebelum menguraikan bangunan kedokteran Islam pra Ibn Si>na> tersebut, terlebih dahulu penting dikemukakan tentang perkembangan sejarah medis Islam pra Ibn Si>na> itu. 1.. Perkembangan Kedokteran Islam pra Ibn Sina> >na> na a. Pengetahuan Medis Masa Pra Islam Untuk mendapatkan gambaran kondisi pengetahuan medis Islam pra Ibn Si>na>, terlebih dahulu perlu diuraikan mengenai bagaimana keberadaan pengetahuan medis pra Islam. Pengetahuan medis dalam masa pra Islam telah diabaikan, mengalami perubahan, nomadis, berada di lingkungan gurun pasir, yang menjadi kediaman orang-orang Arab. Ini dapat dipahami mengapa di sekeliling lautan hanya terdapat satu-satunya tempat penyelesaian perkara di kota-kota seperti Makkah, Madi>nah dan T}a’> if. Kontak orang Arab dengan peradaban negeri-negeri lain dilakukan oleh perjalanan kafi>lah pedagang yang melakukan perjalanan satu arah dari Makkah menuju ke Syria di Utara dan ke Yaman di Selatan. Banyak praktisi-praktisi medis pada masa pra Islam, seperti Ibn H{uzaym, H}ar> ith Ibn Kalda al-Thaqafi>,31 Nadi>r 31
Ia mempelajari ilmu pengobatan di Sekolah Tinggi Dokter Jundishaphur. Ketika hendak pulang ke negerinya, ia diundang Raja Khusrore I, yang 45
Ibn H}ari>th, dan Nas}ir Ibn Alqamah, seorang dokter Arab yang menamatkan pendidikan dokternya di Sekolah Dokter Jundishapur, Iran.32 Satu-satunya obat-obatan yang diketahui orang Arab pada masa itu berasal dari daun-daunan dan dahan-dahan pepohonan, kacang polong, tulang binatang, rempah-rempah, dan kemenyan.33 Semakin luas, mereka ingin hidup sederhana, dan melakukan diet secukupnya, karena hal ini menurut mereka baik untuk menjaga dari terserang berbagai penyakit. Obat-obatan yang berasal dari daun-daunan itu sekarang dikenal dengan obat-obatan atau ramuan herbal (herbal remedy).34 Obat-obatan herbal saat ini menjadi salah satu obat-obatan alternatif yang populer dan banyak diminati dan digunakan dalam pengobatan.
mengajukan beberapa persoalan kepadanya tentang pelajaran yang dituntutnya. Hoesin Omar, Kultur Islam, 68. 32 Hoesin Omar, Kultur Islam, 68. 33 Orang-orang Baduwi yang telah hidup menetap memiliki suatu jenis pengobatan yang pada umumnya didasarkan kepada pengalaman seseorang. Mereka mewarisinya dari syaikh-syaikh dan wanita-wanita tua suku mereka. Terkadang sebagian di antaranya ada yang benar, namun tidak didasarkan kepada hukum alami dan tidak pula pada konformitas pengobatan menurut wataknya. Kedokteran semacam ini banyak terdapat di kalangan orang-orang Arab. Lihat Ead, ”Arabic (or Islamic) Influence On the Historical Development of Medicine”, artikel dalam www.levity.com/alchemy/islam19.html., dan Hoesin Omar, Kultur Islam, 68. 34 Ramuan herbal adalah sebuah obat untuk penyakit yang dibuat dari tanaman, merupakan obat tradisional yang terbesar di dunia. Kebanyakan orang menganggap obat herbal sebagai produk yang dijual secara luas di toko-toko sebagai "suplemen", seperti palmetto ekstrak atau goldenseal salep. Pembuatan obat tersebut dan resepnya, pada awalnya banyak berasal dari tanaman, termasuk aspirin dan digoksin. Tes laboratorium telah menunjukkan bahwa beberapa obat herbal memang efektif terhadap penyakit. Namun yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam menggunakan obat ini harus secermat obat resep, menghindari overdosis, interaksi dengan obat lain, dan penyalahgunaannya. http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey= 11464, diakses pada 1 November 2010. 46
b. Sumber Pengetahuan Medis dan >na> dan Para Dokter Arab Pra Ibn Si> Sina> na Untuk memahami masa di mana kedokteran Islam itu lahir, perlu diketahui peristiwa-peristiwa yang menonjol pada masa hadirnya Islam dan beberapa peristiwa yang telah mendahului era Islam. Arab yang merupakan daerah besar yang umumnya diliputi gurun pasir yang gersang serta dihuni oleh suku-suku Badui nomadik (berpindah-pindah).35 Jazirah Arab dikelilingi oleh beberapa negara yang mempunyai peradaban-peradaban besar seperti Mesir, Bizantium dan kekuasaan-kekuasaan Persia. Para ahli fisik (dokter) di antara orang-orang berkebangsaan Mesir Besar mempunyai spesialisasi yang nyata dalam: optalmologi (ophthalmology),36 ginekologi (gynaecology [British], gynecology [North American]),37 ilmu bedah, dan bidang penyakit interna (penyakit dalam). Terdapat juga sekolah-sekolah medis yang mempekerjakan para pendeta orang-orang Mesir Besar, dan pada dokter ahli yang berguna untuk mengkombinasikan medis dengan kependetaan. Pengetahuan medis saat tiu belum ditulis, dan
35
Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 20. Optalmologi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisiologi, anatomi, dan penyakit yang berhubungan dengan organ mata. Kata optalmologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ophthalmos yang berarti mata dan logos yang berarti ilmu, kata, atau pikiran. Secara harfiah optalmologi berarti juga ”ilmu mata”. Optalmologi dapat dipelajari oleh setiap orang terutama mereka yang bergerak di bidang kesehatan dan kedokteran seperti perawat, bidan, mahasiswa kedokteran, koas, residen, dokter, dokter spesialis, professor, dan lain sebagainya. http://www.wordiq.com/definition/ Ophthalmology, dan http://www.elhooda.com/2010/09/atlas-of-ophthalmology-medical-ebookcollections/, diakses pada 1 November 2010. 37 Ginekologi (secara harfiah berarti "ilmu mengenai wanita") adalah cabang ilmu kedokteran yang khusus mempelajari penyakit-penyakit sistem reproduksi wanita (rahim, vagina dan ovarium). Di masa modern ini, hampir semua ginekolog juga merupakan ahli obstetrik. Bapak ginekologi adalah J. Marion Sims. http://www.wordiq.com/definition/Gynaecology, http://www. thefreedictionary.com/gynaecology. Mengenai ginekologi lebih luas dapat dilihat dalam jurnal online, http://www.medical-library.org/j_obg.htm. diakses pada 1 November 2010. 36
47
ada beberapa bagiannya yang dianggap suci, tidak boleh ditampakkan, dan setiap generasi mewarisi pengetahuan suci ini.38 Mesir adalah pusat perkuliahan medis sejak tahun 271 SM. ketika Sekolah Alexandria dibangun. Di sini ada pemikiran Herophilus39 dan Erasistratus40 tentang pembedahan, dan investigasi fungsi-fungsi organ tubuh; mereka khususnya tertarik pada sistem syaraf yang mengagumkan, dan mereka mampu memisahkan penglihatan dari gangguan pergerakan. Selanjutnya, perkembangan Kedokteran Islam mengalami puncaknya pada masa awal para khalifah ‘Umayyah dan ‘Abba>siyyah. Pada masa ini pula dan di bawah patronase para khalifah para dokter besar baik Muslim maupun non-Muslim tumbuh subur dan maju pesat, menghimpun kekayaan pengetahuan
38
Hoesin Omar, Kultur Islam, 68. Herophilos, kadang-kadang dalam Bahas Latin ditulis Herophilus (335-280 SM), adalah seorang dokter Yunani. Ia lahir di Khalsedon di Asia Kecil (sekarang Kadiköy, Turki). Ia dikenal sebagai ahli anatomi pertama dalam sejarah. Bersama dengan Erasistratus ia dianggap sebagai pendiri sekolah kedokteran besar dari Alexandria. Dia juga orang pertama yang mendasarkan kesimpulannya pada diseksi dari tubuh manusia. Ia belajar otak, mengakui otak sebagai pusat dari sistem saraf dan situs intelijen. Ia juga memberi perhatian khusus pada sistem saraf, membedakan saraf dari pembuluh darah dan motor dari saraf sensorik. Studi anatominya yang lain meliputi mata, hati, pankreas dan saluran pencernaan serta organ ludah dan kelamin. Karya-karyanya hilang, tetapi banyak dikutip oleh Galen pada abad ke-2 Masehi. http://www.wordiq.com/definition/Herophilus, diakses pada 1 November 2010. 40 Erasistratus Chios (330-250 SM) adalah seorang anatomis Yunani. Dia bekerja sebagai dokter kerajaan di bawah Seleukus I Nicator dan mendirikan sebuah sekolah anatomi di Alexandria bersama dengan Herophilos. Dia berpendapat bahwa atom sebagai elemen tubuh esensial, dan sangat vital memerlukan udara eksternal (pneuma) yang beredar melalui arteri. Dia berpikir bahwa saraf memindahkan "roh gugup" dari otak, dari yang dipandang sebagai saraf sensorik dan motorik. Dia juga meyakini bahwa arteri moced sebuah "roh binatang" dari hati ke hati dengan udara yang disediakan oleh paru-paru. Ia terkenal mengobati Antiochos, putra Seleukus. Erasistratus mengatakan bahwa Antiochos jatuh cinta pada ibu tirinya, dan mengakibatkannya jatuh sakit, sehingga dibiarkankanlah mereka menikah. http://www.wordiq. com/definition/Erasistratus, diakses pada 1 November 2010. 39
48
medis dan mengolah menjadi sebuah sistem medis yang pada akhirnya dikenal sebagai Kedokteran Islam (Islamic Medicine).41 Perkembangan medis di dunia Islam yang mencapai masa keemasaannya terjadi pada zaman kekhalifahan ‘Abba>siyyah yang bernama Ha>run al-Rashi>d pada abad ke-9 H. Secara runtut perkembangan medis di dunia Islam ini dapat diuraikan mulai dari tersebarnya agama Islam. Islam menyebar dan kaum Muslim giat mengumpulkan semua manuskrip yang ditemukan dan buku-buku klasik; apa saja yang seringkali diperoleh hanya hasil rampasan yang mereka terima sebagai barang taklukan. Ketika fase penaklukan aktif telah lewat, orang-orang Arab mengerahkan kekuatannya pada beragam jenis pelajaran dengan hasrat yang besar, dan mereka menerjemahkan semua yang mereka peroleh dari manuskrip Yunani, Persia dan India. Orang-orang Kristen, Yahudi, dan Nestorian berperan besar dalam kerja ini. Dalam satu setengah abad kekuasaan Islam, Baghdad menjadi pusat kekuasaan penguasa ‘Abba>siyyah dan Kordoba di bawah kekuasaan ‘Umayyah, dan kekuasaan-kekuasaan ini menjadi pusat-pusat dunia untuk belajar khususnya ilmu medis. Di antara dokter ternama pada masa ‘Umayyah adalah Ibn Uthal (seorang Kristen yang menjadi dokter pertama khalifah ‘Umayyah) dan Abu> al-H}akam al-Di>masqi>.42 Penterjemahan ke dalam bahasa Arab dimulai pada masa kekuasaan Bani ‘Umayyah pada periode khali>fah Kha>lid bin Yazi>d. Khali>fah Kha>lid bin Yazi>d tertarik pada kimia, kemudian dia memakai jasa filosof Yunani yang tinggal di Mesir. Dia secara loyal memberikan hadiah kepada mereka, sehingga mereka pun menerjemahkan buku-buku kimia, tentang obat-obatan dan ilmu perbintangan karya orang Yunani dan orang Mesir.43 41
Husain F. Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, dalam
JISHIM, 2003, Vol. 2, 21, dan Azyumardi Azra, ”Kajian Kedokteran dan
Kesehatan: Perspektif Sejarah Peradaban Islam”. Makalah disampaikan pada Simposium ”Perspektif Islam dalam Membentuk Karakter Bangsa pada Era Milenium Kesehatan diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FIKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 6 Nopember 2010. 42 Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”. 43 Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”. 49
Pada zaman khali>fah Kha>lid bin Yazi>d ahli kimia yang terkenal adalah Ja>bir bin H}ayyan (Geber), dia lahir pada tahun 705 M. dan wafat pada umur 64 tahun. Dia menjadi ahli dalam ilmu kimia dan prosedur-prosedurnya, dan dialah orang yang pertama kali menemukan air raksa (mercury).44 Prestasi kedokteran yang lain selama masa kekuasaan bani ‘Umayyah adalah rumah sakit yang dibangun di Damaskus. Inilah rumah sakit pertama yang mempunyai peranan besar.45 Khali>fah ‘Umayyah berakhir selama 90 tahun, dan selama masa itu kekuasaannya telah meluas dari Cina di Timur hingga Spanyol di Barat. Penerjemahan karya-karya saintifik ke dalam bahasa Arab telah berlangsung, namun di bawah kekuasaan ‘Abba>siyyah, yang meruntuhkan ‘Umayyah, kerja penerjemahan itu berakselerasi besar. Faktor terpenting yang memfasilitasi (mendukung) kerja penerjemahan itu adalah fleksibilitas bahasa Arab, yang kaya terminologinya dan kapasitas (cakupan) ekspresi atau ungkapannya. Baghdad menjadi pusat dunia dalam semua seni dan sains. Ia merupakan ibukota Bani ‘Abba>siyyah yang dibangun oleh khali>fahnya yang pertama, yaitu al-Mans}ur> . Masa Ha>ru>n al-Rashi>d, abad ke-9, adalah masa keemasan (the Golden Age). Dia bekerjasama dengan banyak dokter ahli, yang mempelajari medis Persia, Yunani, dan India. Dialah khali>fah pertama yang memberi bantuan kepada rumah sakit umum di Baghdad. Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh para penggantinya. Hal ini menunjukkan bahwa khali>fah ‘Abba>siyyah meminta dokternya, ‘Isa> ibn Yu>su>f untuk mempersiapkan ujian kelayakan medis. Para dokter yang tidak lulus ujian dilarang melakukan praktik medis. Lebih dari 800 dokter laki-laki dinyatakan lulus, dan seratus lainnya tereliminasi dari profesi ini. Mereka yang lulus diberi sertifikat untuk berpraktek dalam profesi mereka.46
44
Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”. Ibrahim B. Syed, ”Islamic Medicine: 1000 Years Ahead of Its Time”, dalam JISHIM, 2002, Vol. 2, h. 5. 46 Muhammad Abdul Rahman Khan, A Brief Survey of Muslim Contribution to Science and Culture (?:?,?). 45
50
Khali>fah al-Mans{ur> mengundang Ju>rjis Ibn Bakhti Ya>shu> (Jirjis Bukhtyishu), dan Bukht-Yisyu>,47 seorang Kristen, dokter Syria dan kepala rumah sakit di Jundishapur, untuk bertemu dengannya di istana ‘Abba>siyyah.48 Pria ini adalah seorang anggota dari keluarga Bakhtish yang melahirkan banyak ahli dokter besar dalam beberapa generasi. Mereka bekerja pada pemerintahan ‘Abba>siyyah selama sekitar tiga abad, di mana mereka memperoleh kesejahteraan dan posisi besar yang seringkali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja sebagai khali>fah atau menteri.49 Beberapa di antaranya mejadi penerjemah teks-teks saintifik dan pengarang sejumlah buku medis.50 H}unayn ibn Ish}aq> , nama Kristennya Johanitus (809-873 M.), merupakan penerjemah terbesar dalam sejarah Arab. Ia mempunyai pengetahuan yang sangat tinggi tentang Syria, Yunani dan Arab. Di bawah Khalifah al-Ma’mu>n, yang memerintah 813833 M., ia ditugaskan untuk mempersiapkan penerjemahan, meskipun ia seorang Kristen, ini menjadi bukti bahwa di abwah kekhalifahan ‘Abba>siyyah toleransi beragama benar-benar dijamin. Ia dibantu beberapa asistennya banyak menerjemahkan saintifik Yunani dan manuskrif filsafat ke dalam bahasa Arab. Karya-karya terjemahan ini mencakup karya-karya Hippocrates dan Galen,
Separuh nama Persia dan separuhnya lagi nama Syiria, yang menurut EG. Browne, berarti ”Jesus hath delivered” atau, menurut Husain F. Nagamia, ”Jesus has saved”), seorang Kristen, dokter Syiria dan kepala rumah sakit di Jundishapur, EG. Browne, Arabian Medicine (Cambridge: the University Press, 1962), 23, dan Husain F. Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, dalam JISHIM, 2003, Vol. 2, 22. 48 Browne, Arabian Medicine, h. 23, dan Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 22. 49 Muwaffiq al-Di>n Abi> al-`Abba>s Ah{mad bin al-Qa>sim bin Khali>fah bin Yu>nus al-Sa’di> al-Khazraji> al-Ma’ru>f bi Ibn Abi> Usayi>bi’ah, ‘Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t al-At{ibba>’, Editor, Nizar Rid{a> (Beirut: Da>r Maktabah al-H{ayâh, 1965), h. 183-186. Tentang kesejahteraan Jurji>s terlihat dari gaji yang diterimanya. Mengenai jumlah gajinya lihat Rom Landau, The Arab Heritage of Western Civilization (New York: Arab Information Center, 1962), 51-52. 50 Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Isla>m, diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh Emile dan Jenny Marmorstein (London: Routledge & Kegal Paul, 1975), 6-7. 47
51
Dioscorides, Plato, Aristoteles, dan Kitab Perjanjian Lama.51 Praktis semua karya ilmu pengetahuan Yunani tersedia dalam bahasa Arab.52 Ada beberapa penerjemah lain yang menjadi penulis dan filosof besar. Tha>bit ibn Qurrah, yang menulis banyak buku mengenai beragam topik medis, juga filsafat dan astronomi; Qusta ibn Luqa>’, hidup semasa dengan al-Kindi>, yang menerjemahkan banyak buku ke dalam bahasa Arab. Demikian juga Mankah, seorang India, yang di antaranya menerjemahkan dari bahasa Sanskrit (Sansekerta) ke dalam bahasa Arab.53 Dengan penerjemahan itu para sarjana Arab telah menyelamatkan ilmu pengetahuan Yunani selama Zaman Pertengahan sampai dengan ketika orang-orang Eropa barat berminat kembali dalam kegiatan keilmuan dan mempergunakan khasanah intelektual para sarjana Arab tersebut.54 Para khali>fah ‘Abba>siyyah bukan hanya menaruh perhatian terhadap penerjemahan saja, tetapi juga memberikan perhatian yang besar pada kesehatan publik. Rumah sakit pertama dalam kekuasaan Islam dibangun di Baghdad pada abad ke-9 M. oleh pemerintahan Khali>fah al-Mans{ur> ; setelah itu banyak rumah sakit yang lain dibangun di dunia Islam. Rumah sakit pertama yang dibangun pada masa gubernur Mesir Ibn T{ul> u>n pada sekitar 873 M. Rumah sakit ini terkenal luas disainnya, memuat ruang-ruang farmasi, perpustakaan, ruang-ruang perkuliahan yang diperuntukkan bagi mahasiswa medis.55 Masa penerjemahan tersebut menjadi jalan bagi era komposisi (pemaduan) dan inovasi. Pada Abad Pertengahan akhir ke-9 dan ke-10 M. merupakan periode paling kreatif dalam sejarah sains dan pengajaran Muslim. Pada masa inilah lahir para dokter 51
Browne, Arabian Medicine, h. 24-26, Rosenthal, The Classical Heritage in Isla>m, 7-8, dan Hendry S. Lucas, Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan (Jogjakarta: Tiara Wacana, 1993), 68. 52 Lucas, Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan, 68. 53 Macksood Aftab, ”How Isla>m Influenced Science”, artikel diakses pada 11 September 2007 dari www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/science.html. 54 Lucas, Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan, 68-69. 55 Aftab, ”How Isla>m Influenced Science”, dalam www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/science.html. 52
terkemuka, di antaranya al-T{abari>, al-Ra>zi>, al-Ma>ju>si> dan Ibn Si>na>.56 Al-T{abari> seorang berkebangsaan T{abarista>n yang menjadi dokter untuk dua khalifah ‘Abba>siyyah. Dia menulis karya ensiklopedi tentang kedokteran, filsafat, zoologi, dan astronomi, dan sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Aristoteles dan Galen.57 Al-Ra>zi> dikenal di Eropa dengan nama Razes (865-923/925) lahir di Rayy,58 adalah seorang berkebangsaan Persia dan murid alT{abari>. Ia merupakan salah seorang dokter Muslim terbesar dan penulis yang amat prolifik.59 Ia lebih menonjol dikenal sebagai filosof daripada dokter (the physician philosopher).60 Ia menaruh perhatian besar dalam kimia dan dikatakan ia telah menyiapkan alkohol murni dari gula yang difermentasikan, dan telah menemukan sebuah skala (ukuran) untuk tindakan gerak khusus cairan-cairan. Namun, hasil terbesarnya terletak pada kemampuannya yang tinggi sebagai ahli klinik, dan penjelasannya tentang tanda-tanda berbagai penyakit klinik tidak dapat ditandingi. Dia mengkaji penyakit kebidanan, penyakit turunan, dan penyakit mata. Dia menulis sejumlah buku tentang farmasi, namun buku terbesarnya adalah al-H{aw > i> (yang Mencakup), merupakan ensiklopedi besar tentang medis setebal 24 jilid. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Sicilian Jewish, merupakan satu karya besar pada pemikiran orang Eropa dalam ilmu medis.61 Al-Maju>si>, nama lengkapnya ‘Ali> ibn al-‘Abba>s al-Maju>si> (w. sekitar 982/995 M.) juga berasal dari keluarga Zoroastrian Lucas, Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan, 68-69. Aftab, ”How Isla>m Influenced Science”, www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/ science. html. 58 Rayy adalah nama sebuah kota kuno di Teheran, dibangun oleh orang Arab pada masa Khalifah U ` mar tahun 639, merupakan tempat kelahiran Ha>ru>n alRasyi>. Ibn Abi> As{ib> a’ah, ‘Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t al-At{ibba>’, 414. 59 Aftab, ”How Isla>m Influenced Science”, www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/ science. html. 60 Husayn, ”Arab Medicine and Its Impacts on the European Ranaissance”, 220. 61 Tentang al-Ra>zi> dapat dilihat dalam Ibn Abi> As{ib> a’ah, ‘Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t al-At{ibba>’, 414-427. 56
57
53
Persia dari al-Ahwa>z. Menjadi dokter pada masa Buwaydi> raja ‘Ad{ud al-Dawlat al-Fana>’ di Khurasa>n.62 Karya medisnya bernama al-Ma>laki>, yang terkenal sebagai Liber Regius dalam terjemahan Latin. Secara luas buku ini digunakan sebagai rujukan pada Masa Pertengahan.63 Pusat kebudayaan besar yang lain dalam dunia Muslim adalah Kordova di Spanyol. Perpustakaannya diperkirakan lebih dari 600.000 buku.64 Di antara penulis terkenal masa itu adalah Abu> al-Qa>sim Khalla>f ibn al-‘Abba>s al-Zahra>wi> (Abulkasis), yang dilahirkan di al-Zahra> pada tahun 936 M. Al-Zahra>wi berprofesi sebagai dokter di Kordoba pada masa klali>fah ‘Abd al-Rah{ma>n III. Dia dipuji sebagai ahli bedah Arab terbesar, bahkan seringkali dikatakan sebagai ”ahli bedah farmasi”. Karyanya yang terkenal berjudul Kita>b al-Tas{ri>f.65 Semua pengetahuan tentang berbagai penyakit dan cara mengobatinya yang ditansfer dari kaum Muslim kepada orangorang Eropa merupakan bahan paling penting bagi Revolusi Sains (the Scientific Revolution). Kaum Muslim bukan hanya mewariskan karya-karya klasik Yunani, tetapi juga memperkenalkan teori-teori saintifik yang baru, yang tanpanya renaisans Eropa tidak akan berlangsung. Jadi, meskipun banyak kontribusi Islam yang tidak mendapatkan penghargaan, tetapi kontribusinya itu telah memainkan satu peran yang integral dalam perubahan Eropa.66 Dari uraian tentang kontribusi intelektual Muslim, dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak kontribusi yang disumbangkan oleh banyak ilmuan besar dalam sejarah budaya Muslim Arab pra Ibn Si>na>, terutama dalam perkembangan ilmu medis dan perubahan Eropa. Kemajuan di bidang medis kedokteran telah mengantarkan dunia Islam mencapai masa keemasannya. Di antaranya terjadi 62
Manfred Ullmann, Islamic Medicine (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1997), 44. 63 Ullmann, Islamic Medicine, 55. 64 Syed, ”Islamic Medicine”, 5. 65 Ullmann, Islamic Medicine, 44-45. 66 Aftab, ”How Islām Influenced Science” dalam www.ais.org/~bsb/Herald/ Previous/95/ science.html. 54
karena adanya dukungan penguasa yang memberikan perhatian besar terhadap pendidikan medis, rumah sakit, pelayanan medis, dan kesejahteraan para dokter dan tenaga medis yang lainnya. Berdasarkan uraian perkembangan kedokteran Islam pra Ibn Si>na> di atas, dapat dikenal bangunan kedokteran Islam itu. Berikut ini akan diuraikan bangunan kedokteran Islam yang mencakup uraian tentang pengertian, klasifikasi, fisiologi, kerangka filosofis, dan paradigma kedokteran Islam. 2..
Bangunan Kedokteran Islam: Islam: Pengertian, Pengertian, Fisiologi, Fisiologi, Kerangka Filosofis, Filosofis, dan Paradigma
a.
Pengertian
Klasifikasi, Klasifikasi,
Ilmu kedokteran itu adalah cabang dari ilmu fisika.67 Definisi kedokteran (al-t{ibb), misalnya dikemukakan oleh alRa>zi>,68 dan Ibn al-Rushd,69 dua tokoh dokter pra Ibn Si>na>. Al-Ra>zi> 67
Ibn Khaldu>n, The Muqaddimah: an Introduction to History, penerjemah Franz Rosental (USA: Princeton University Press, 1989), 386. 68 al-Ra>zi> nama lengkapnya adalah Abu> Bakr Muh}ammad Ibn Zakariyya alRa>zi>, dikenal dengan al-Ra>zi>, yang di Barat dikenal dengan nama Razes (864932 M, menurut Poeradisastra, 866-909/311 H.), adalah pakar kedokteran ternama yang muncul di kota Baghdad. Banyak prestasi al-Ra>zi> di bidang medis, baik berupa temuan maupun karya tulis. 69 Ibn al-Rushd, nama lengkapnya Abu> al-Wali>d Muh{ammad bin Ah{mad bin Muh{ammad, lahir di Kordoba pada 520 H./1126 M. dan wafat di Maroko pada 1198 M. Di Barat ia dikenal dengan nama Averoes. Dia adalah seorang dokter, ahli hukum, dan tokoh filsuf yang paling popular pada periode perkembangan filsafat Islam (700-1200). Di samping sebagai seorang yang paling otoritatif dalam fungsi sebagai komentator atas karya-karya filsuf Yunani Aristoteles, Ibn al-Rushd juga seorang filsuf muslim yang paling menonjol dalam usahanya mencari persesuaian antara filsafat dan syariat (al-ittis{al> bain al-h{ikmah wa alshari>’ah). Dia berasal dari lingkungan keluarga yang besar sekali perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan. Ayah dan kakeknya pernah menjadi kepala pengadilan di Andalusia. Ia sendiri pernah menduduki beberapa jabatan, antara lain sebagai qa>di} > (hakim) di Sivilla dan sebagai qa>di{ > al-qud{at> (hakim agung) di Kordoba. Di samping itu, ia juga sangat aktif dalam kegiatan politik dan sosial. Sejak kecil ia telah mempelajari al-Qur’a>n, lalu mempelajari ilmu-ilmu keislaman seperti tafsir, h}adi>th, fikih, dan sastra Arab. Kemudian ia mendalami ilmu matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat, dan ilmu kedokteran. Oleh 55
mendefiniskan kedokteran sebagai suatu keahlian yang mempelajari tentang tubuh manusia dari segi sakit dan sehat, serta hal-hal yang terkait dengannya. Dan hasilnya ialah memelihara kesehatan orang sehat, dan menolak penyakit pada orang yang sakit. Sedangkan Ibn al-Rushd mendefinisikan kedokteran dalam muqaddimah kitabnya al-Kulliyya>t mendefinisikan tindakan medis (kedokteran), sebagai: ”…Tindakan medis adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip yang benar, yang dimaksudkan untuk menjaga tubuh manusia atau untuk memerangi penyakit. Dan itu dilakukan sedapat mungkin satu persatu pada semua anggota badan. Tindakan semacam ini tidak dimaksudkan untuk membebaskan dari penyakit dan pasti bisa, melainkan hanya melaksanakan apa yang harus dilaksanakan sesuai kemampuan dan waktu yang tepat. Selanjutnya, hasil tindakan tersebut ditunggu, sama seperti
karena itu, wajar jika ia dikenal sebagai ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Kebesaran dan kejeniusan Ibn al-Rushd tampak pada karyakaryanya. Dalam berbagai karyanya ia selalu membagi pembahasannya ke dalam tiga bentuk, yaitu komentar, kritik, dan pendapat. Ia adalah seorang komentator sekaligus kritikus ulung. Ulasannya terhadap karya-karya filosof besar terdahulu banyak sekali, antara lain ulasannya terhadap karya-karya Aristoteles. Dalam ulasannya itu ia tidak semata-mata memberi komentar (anotasi) terhadap filsafat Aristoteles, tetapi juga menambahkan pandangan-pandangan filosofisnya sendiri, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh filosof semasa maupun sebelumnya. Kritik dan komentarnya itulah yang mengantarkannya menjadi terkenal di Eropa. Ulasan-ulasannya terhadap filsafat Aristoteles berpengaruh besar pada kalangan ilmuwan Eropa sehingga muncul di sana suatu aliran yang dinisbatkan kepada namanya, Avereroisme. Selain itu, ia juga banyak mengomentari karya-karya filsuf muslim pendahulunya, seperti al-Fa>ra>b> i>, Ibn Si>na>, Ibn Ba>jjah, dan al-Ghaza>li>. Komentar-komentarnya itu banyak diterjemahkan orang ke dalam bahasa Latin dan Ibrani. Ibn al-Rushd menulis banyak buku yang menumental, tidak kurang dari 50 judul buku dari berbagai disiplin ilmu: filsafat, kedokteran, politik, fikih, dan masalah-masalah agama. Sumber http://www.muslimphilosophy.com/ir/index.html, diakses pada 5 November 2010. 56
halnya keadaan dalam suatu pelayaran maupun memimpin pasukan....”70 Definisi Ibn al-Rushd tentang kedokteran di atas lebih cocok dengan ilm al-t}ibb, yang dalam sejarahnya, merupakan ilmu yang sudah eksis pada orang Arab dan tidak ditemukan pada orangorang praArab; ia diambil dari pengalaman orang-orang Ummiy (taja>rib al-Ummiyyi>n) atau orang-orang Badui, yang tidak dibangun atas ilmu-ilmu tabiat yang telah ditetapkan oleh para pendahulunya.71 Dalam konteks ini ‘ilm al-t}ibb hadir dalam syariat, namun dalam bentuknya yang global (‘ala> wajhin ja>mi’in sha>fin), dan hanya sedikit yang tampak; berupa ajaran atau prinsip-prinsip kesehatan. Prinsip-prinsip ini seperti difirmankan Allah SWT. tentang perintah makan dan minum dari yang baik-baik dan larangan berlebih-lebihan (misalnya dalam QS. al-Baqarah [2]: 572, al-Thu>r [52]: 19, al-Mursala>t [77]: 43, dan al-A’ra>f [7]: 31).72 Juga 70
Lihat ‘Abba>s Mah{mu>d al-Aqqa>d, Ibn al-Rushd: Sang Filsuf, Mistikus, Fakih, dan Dokter, penerjemah Khalifurrahman Fath (Jakarta: Qirtas, 2003), 186.
71
Lihat al-Sha>ti{ bi>, al-Muwa>faqa>t, 54-57. Bandingkan dengan Ibn Khaldu>n, Muqaddimah Ibn Khaldu>n, 677. 72
Berikut ayat-ayat dimaksud:
...ﺎﻛﹸﻢﻗﹾﻨﺯﺎ ﺭ ﻣﺎﺕﺒ ﻃﹶﻴﻦﺍ ﻣﻛﹸﻠﹸﻮ... Artinya:”…Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. al-Baqarah (2): 57).
.ﻥﹶﻠﹸﻮﻤﻌ ﺗﻢﺘﺎ ﻛﹸﻨﺌﹰﺎ ﺑﹺﻤﻨﹺﻴﺍ ﻫﻮﺑﺮﺍﺷﻛﹸﻠﹸﻮْﺍ ﻭ Artinya: ”(Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan". (QS. al-Thu>r [52]: 19, dan al-Mursala>t [77]: 43). Menurut Tafsi>r al-Qurthu>bi>, makanan dan minuman yang baik (thayyiba>t atau hani>an) tersebut adalah makanan dan minuman yang memenuhi dua kriteria plus, yaitu halal, lezat, dan bersih.
.ﻦﻴﺮﹺﻓﺴﺐ ﺍﻟﹾﻤ ﻳﺤ ﻻﹶﻧﻪﺍ ﺇﹺﺮﹺﻓﹸﻮﺴﻻﹶﺗﺍ ﻭﻮﺑﺮﺍﺷﺍ ﻭﻛﹸﻠﹸﻮﻭ... Artinya: ”…makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. al-A’raf [7]: 31). 57
h}adi>th tentang pengenalan beberapa obat-obatan, seperti madu, untuk sebagian penyakit, dan membatalkan obat yang dikategorikan terlarang,73 seperti berobat dengan khamr dan jampijampi yang memuat hal-hal yang tidak diperkenankan syara’.74 Prinsip-prinsip dan keterangan mengenai kesehatan yang terdapat dalam h}adi>th Nabi saw itulah yang kemudian disebut sebagai T}ibb al-Nabi>.75 Dengan demikian terdapat banyak ayat al-Quran yang membahas masalah medis yang sifatnya masih amat umum; juga banyak ucapan Rasul yang berkenaan dengan kesehatan, penyakit, higiene dan masalah lain yang berhubungan dengan bidang kedokteran. Inilah bagian dari ajaran Islam sebagai petunjuk bagi semua faset kehidupan manusia, menaruh perhatian yang besar kepada prinsip-prinsip umum kedokteran dan higiene (kebersihan). Terhadap penyakit seperti kusta, radang selaput dada (pleurisia) dan radang mata (ophtalmia); dianjurkan pengobatan seperti dibalut, dibakar dan memakai madu. Kumpulan ucapan tentang hal medis ini disusun secara sistematis oleh penulis Muslim kemudian, yang dikenal sebagai T}ibb al-Nabi> (kedokteran Rasul/Nabi). Bagian awal jilid ke-4 dari kumpulan h}adi>th Nabi Muh}ammad saw
73
Di antaranya h}adi>th berikut:
ﺍﻭﺍﻭﺪﻟﹶﺎ ﺗﺍ ﻭﻭﺍﻭﺪﺍﺀً ﻓﹶﺘﻭﺍﺀٍ ﺩﻜﹸ ﱢﻞ ﺩﻞﹶ ﻟﻌﺟﺍﺀَ ﻭﺪﻭ ﺍﻟﺍﺀَ ﻭﻝﹶ ﺍﻟﺪﺰ ﺃﹶﻧﺇﹺ ﱠﻥ ﺍﻟﻠﱠﻪ .ﺍﻡﺮﺑﹺﺤ ”Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat; dan menjadikan obat untuk setiap penyakit itu; karena itulah berobatlah, namun jangan berobat dengan sesuatu yang haram”. (HR. Abu> Da>wud dari Abu> Darda>’). H}adi>th ini memerintahkan kita untuk berobat, dan larangan berobat dengan sesuatu yang haram. Larangan ini, oleh h}adi>th yang lain diberi penjelasan jika masih ada obat lainnya yang halal. Lihat ‘Awn al-Ma’bu>d Sharh} Sunan Abi> Da>wud, dalam CD-Room, Mawsu>’at al-H{adi>th al-Shari>f, Shirkat al-Bara>mij alIsla>miyyah al-Dawliyyah, 1991, Edisi ke-2. 74 Lihat al-Sha>ti} bi>, al-Muwa>faqât, h. 54-57. 75 Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Isla>m (New York, Toronto, dan London: A Plume Book from New American Library, 1970), 192. 58
riwayat al-Bukha>ri>76 yang dikenal sebagai al-Ja>mi’ al-S{ah{ih> { (The Sound Collection),77 merupakan salah satu sumber yang paling bisa 76
Muh{ammad bin Isma’i>l al-Bukha>ri> lahir di Bukha>ra> Asia Tengah (13 Shawwa>l 194/21 Juli 810), menyusun koleksi kitab h}adi>th yang paling besar dalam Islam Sunni yang disebut sebagai al-Ja>mi’ al{-S{ah{ih> { (The Sound Collection). Ia mengatakan telah mempelajari h}adi>th (”the saying” of the Prophet Muhammad) pada umur 10 tahunan, telah dianugerahi ingatan yang tajam dan ketajaman intelektual. Pada umur 16 tahun, ia menunaikan ibadah haji dan berkunjung ke Makkah dan Madi>nah untuk belajar h}adi>th pada para guru di sana. Lalu ia pergi ke Mesir, dan menghabiskan hari-hari di umur 16 tahunan itu untuk berkeliling Asia mencari h}adi>th. Sekembalinya ke Bukha>ra>, ia mulai memeriksa secara keseluruhan 600.000 h}adi>th yang telah dikoleksinya. Ia katakan bahwa harus menggunakan standar yang kokoh dalam membatasi keterpercayaan (kredibilitas, dan integritas) yang dapat tahan uji pada h}adi>th yang diriwayatkannya hingga akhirnya ia hanya mengoleksi sekitar 7.397 saja dari ratusan ribu itu. Usaha yang sungguh-sungguh luar biasa itu dihasilkannya dalam Kitab S{ah{ih> { yang pada abad ke-10 hampir telah diterima dan diakui di penjuru dunia oleh kaum muslimin yang menghargai karya koleksi al-Bukha>ri> sebagai h}adi>th s}ahi>h} yang disandarkan pada Nabi yang secara khusus didasarkan pada analisis rangkaian sanad (chains of transmission). Selanjutnya kitab S{ah{îh> {nya menjadi kitab resmi kedua setelah al-Qur’a>n dalam hal pentingnya sebagai sumber moral dan resep-resep hukum. Edisi standar yang dipakai saat ini, menurut Asma Afsaruddin, telah dipersembahkan oleh ‘Ali> bin Muh{ammad al-Yani>ni> (w. 1302). Sejumlah besar komentarnya ditulis juga pada kitab Shahih ini, yang pada akhirnya secara khusus dan komplet menjadi terjemahan pada koleksinya ini dalam sejumlah banyak bahasa. Ia meningal dunia di kotanya Bukha>ra> (tepatnya di Khartana>k 30 Ramad{an> 256/31 Agustus 870) pada usia 60 tahun. Lihat Asma Afsaruddin, ”Bukhari-al”, entri dalam Encyclopedia of Islam and the Muslim World, V.1, A-L, ed. in Chief Rishard C. Martin (USATM: MacMillan Reference, 2004), 114, dan Abd. Aziz Dahlan, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), jilid I. 77 al-Ja>mi’ al-S{ah{ih> { (The Sound Collection) karya al-Bukha>ri> merupakan koleksi kitab h}adi>th yang terbesar dalam Islam Sunni. Dalam versi Ensiklopedi Hukum Islam tersebut disebutkan, bahwa h}adi>th yang termuat dalam S{ah{ih> { alBukha>ri> berjumlah 9.082, dan jika dihitung tanpa pemuatan ulangan, h}adi>thnya hanya berjumlah 2.602 buah. Al-Bukha>ri> termasuk dalam kelompok al-a’immah al-mujtahidi>n dalam bidang fiqh dan istinba>t{ hukum dari sunnah, dan atsar. Ia berkata, ”Aku tak mengetahui sesuatu yang diperlukan pun --jadi rujukan-kecuali ia telah ada dalam al-Kita>b dan al-sunnah.” Mengenai al-Ja>mi’ as{-S{ah{ih> { dan biografi penulisnya, al-Bukha>ri> lebih lanjut dapat dilihat dalam Muh{ammad Muh{ammad Abu> Zahu>, al-H{adi>ts wa al-Muh{addithu>n wa ‘Ina>yah al-Ummah alIsla>miyyah bi al-Sunnah au al-Nabawiyyah (T.Tp.: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, t.t.), 353-356, dan Dahlan, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam. 59
dipercaya, terdiri dari 2 buku; dalam 80 bab ini terkumpul ucapan tentang penyakit, pengobatan, orang sakit dan sebagainya. Di samping itu terdapat juga buku-buku medis lain yang bersifat religius, terutama karya medis yang dianggap berasal dari imam ke-6 Shi>’ah, yaitu Ja’far al-S{adi>q.78 H{adi>th-h}adi>th di atas, karena tergolong dalam semua ucapan Rasul merupakan pedoman bagi kehidupan Muslim yang taat, meskipun tidak memuat sistem kedokteran secara eksplisit, tetapi memegang peran penting dalam menentukan suasana umum lingkungan praktek kedokteran Islam. Petunjuk ini diikuti oleh setiap generasi Muslim berikutnya berabad-abad lamanya; juga menjuruskan banyak kebiasaan diet dan higiene Muslim. Kedokteran Nabi juga merupakan buku pertama yang dipelajari seorang mahasiswa kedokteran sebelum ia mulai tugasnya menguasai ikhtisar sains medis yang biasa. Jadi buku kedokteran Nabi ini selalu memegang peran penting dalam membentuk kerangka pemikiran calon dokter dalam usaha studi medis.79 Dengan demikian, kedokteran Nabi secara sederhana didefinisikan sebagai kumpulan ucapan Nabi tentang hal medis yang disusun secara sistematis oleh penulis Muslim kemudian. Ada juga suatu pemahaman yang mendefinisikan kedokteran Nabi (al-T}ibb al-Nabawi>) sebagai usaha-usaha medis (medical treatments), menyembuhkan berbagai penyakit, menjaga, dan mempromosikan kesehatan, serta aspek-aspek spiritual yang dianjurkan Nabi kepada para sahabatnya, sehingga yang tidak berasal dari Nabi, tidak dianggap sebagai kedokteran Nabi. 78
Nama lengkapnya adalah Imam Ja’far bin Muh}ammad bin ‘Ali> Zayn al‘An bin al- H{usayn bin ‘Ali> bin Abu> T{al> ib. Ia juga merupakan keturunan dari Abu> Bakar al-S{iddi>q, karena ibunya adalah Ummu Farwah binti al-Qasim bin Muh}ammad bin Abu> Bakar al-S{iddi>q. Nenek dari ibunya adalah Asma binti ‘Abdurrahma>n bin Abu> Bakar al-S{iddi>q. Semoga Allah meridhai mereka semua. Karena itu Ja’far al-S{iddi>q berkata, ”Aku dilahirkan oleh Abu Bakar dua kali.” (Shi’a>r A’lam al-Nubala>). Dia dilahirkan di Madinah tahun 80 H. dan wafat di Madinah tahun 148 H. dalam usia mendekati 68 tahun, Meninggalkan tujuh putra: Isma>’i>l, ‘Abdulla>h, Mu>sa> al- Kaz}im > , Ish}aq> , Muh}ammad, ‘Ali> dan Fa>ti} mah. http://www.syiah.net/2007/10/siapakah-al-imam-jafar-ash-shadiq.html, diakses pada 5 November 2010, dan Nasr, Science and Civilization, 192. 79 Nasr, Science and Civilization in Islam, 192-193. 60
Pemahaman dan sikap ini terjadi karena adanya pemahaman bahwa melaksanakan al-T}ibb al-Nabawi> menurut madhhab pemikiran (aliran kala>m), adalah bagian dari mengikuti sunnah Nabi s.a.w.,80 dan karena itulah mereka yang mengikuti metode-metode pengobatan yang lain, berarti (dianggap) tidak mengikuti sunnah Nabi dan mungkin juga ajaran Islam.
80
Secara terminologis Sunnah, di kalangan Ahli H{adi>th (Muh{addithi>n), tidak dibedakan dengan h}adi>th. Menurut mereka, Sunnah = H{adi>th (j. Ah}ad> i>th), yaitu hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan, maupun sifat-sifat berliau, dan sifat-sifat ini baik berupa sifat-sifat pisik, moral, maupun perilaku, dan hal itu baik sebelum beliau diangkat menjadi Nabi maupun sesudahnya. Sementara di kalangan Ahli Us}ul> alFiqh Sunnah dibedakan dengan H}adi>th. Menurut mereka, Sunnah adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan Nabi s.a.w. Sedangkan H{adi>th adalah perkataan, perbuatan, penetapan dan sifat-sifat Nabi s.a.w. Jadi sifat-sifat Nabi tidak dianggap oleh mereka sebagai Sunnah, melainkan sebagai H{adi>th. Berbeda dengan pakar H{adi>th yang menganggap sifat-sifat Nabi s.a.w juga sebagai Sunnah. Dengan demikian al-Sunnah atau al-H{adi>th menurut kalangan (ahli h}adi>th), dibagi kepada tiga bagian: al-qawliyyah, tradisi-tradisi yang merupakan statement-statemen dan ucapan Nabi; kedua al-fi’liyyah, yaitu tradisi-tradisi yang diturunkan dari perbuatan-perbuatan Nabi, dan ketiga, al-taqri>ri>yyah (tradisi-tradisi berupa persetujuan Nabi), berasal dari adanya pendiaman Nabi atau pengakuannya terhadap perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan pengetahuannya. Koleksi h}adi>th secara resmi dimulai dengan instruksi Khalifah ‘Umayyah, ‘Umar Ibn ‘Abd al-‘Azi>z (w. 101 H./720 M.), pertama kali pada masa Abu> Bakr ibn Muh{ammad ibn Amr ibn H{azm, al-Zuhri> dan lainnya untuk mengumpulkan h}adi>th Nabi s.a.w. al-Zuhri> adalah orang pertama yang merekam h}adi>th. Kemudian, pada abad ke-3 Hijrah, para ulama h}adi>th mencurahkan hidup dan energinya dalam sinaran h}adi>th untuk menguji para perawi dan menjaga otentisitas mereka dalam menyiapkan hadi-h}adi>th Nabi s.a.w. Dari pertengahan hingga akhir abad ke-3 H, terdapat beberapa koleksi h}adi>th. Koleksi-koleksi ini dikenal dengan koleksi sembilan kitab h}adi>th yang lengkap, yaitu yang dinisbatkan pada Imam al-Bukha>ri> (w. 256/ 870), Imam Muslim (w. 261/875), Abu> Da>wu>d (d. 275/888), al-Tirmi>dzi> (w. 279/892), al-Nasa>’i> (w. 303/915), Ibn Ma>jah (d. 273/886) dll. Lihat Ali Mustafa Yaqub, Kritik H}adi>th (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 32-33, dan M.M. A ` z}ami>, H{adi>th Nabawi> dan Sejarah Kodifikasinya, penerjemah Ali Mustafa Yaqub (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 13-26, dan M. Azami, Studies in Early H{adi>ts Literature (Indiana: American Trust Publications, 1978). Lihat juga M. Hamidullah, ”Early Compilation of H{adi>th” dikutip dalam http://www.e-imj.com/Vol3-No2/Vol3-No2-E1.htm 61
Tampak bahwa penafsiran tentang kedokteran Nabi di atas hampir tidak berpegang pada pemaknaan yang benar tentang konsep kesehatan dan kedokteran dalam tradisi Islam. Dalam sejarah tentang studi medis Islam, kita temukan secara signifikan dalam beberapa komentar (syarah) kitab S{ah{ih> { al-Bukha>ri> yang populer, Fath{ al-Ba>ri> Sharh{ S{ah{ih> { al-Bukha>ri> karya Ah{mad bin ‘Ali> Ibn H{ajr al-‘Asqala>ni> (w. 852/1449) dan ’Umdat al-Qa>ri Sharh{ S{ah{ih> { al-Bukha>ri> karya Abu> Muh{ammad Mah{mu>d Ah{mad al-‘Aini> (w. 855/1452), yang keduanya hidup pada masa ketika literatur medis tersebar luas bersama seluruh jenis disiplin-disiplin medis, dan membahas tentang pengertian medis. Ini mungkin saja terjadi akibat konsekuensi dari pembacaan terhadap literatur-literatur h}adi>th itu, dan mereka berpendapat bahwa kedokteran Nabi, sebagaimana halnya ilmu kedokteran yang lain sangatlah luas (umum), yakni, bukan hanya merujuk pada yang telah disabdakan dan dipaktekkan pada masa Nabi, namun mencakup dan berkembang, seperti halnya penelitian kedokteran manusia, aktifitas dan pemikiran pada semua waktu. Untuk memahami kedokteran itu, seseorang harus mengetahui secara jelas masalah dan penyebabnya suatu penyakit, dan harus berusaha memecahkannya dengan mengambil nasehat h}adi>th-h}adi>th Nabi s.a.w. dan menghubungkannya dengan kedokteran, baik berdasarkan buku-buku kedokteran kuno maupun kontemporer. Kemudian, kedokteran Nabi itu ada pada saat ketika sistem kedokteran diperkenalkan dan dipraktekkan secara luas oleh kaum Muslimin. Ibn H{ajr dan Ibn Ah{mad al-‘Ayni> sangat perhatian dalam memberikan cakupan terhadap kedokteran Nabi dalam pengertian yang umum, khususnya ketika mereka menemukan bahwa Imam alBukha>ri> lebih memilih dalam menamakan salah satu bagian dari kitabnya (j. kutub, m. Kita>b) sebaga kita>b al-t}ibb (buku kedokteran) daripada kita>b al-t}ibb al-nabawi> (buku kedokteran Nabi).81 Dengan memberikan pemaknaan ini, mereka 81
Kita>b al-T}ibb nya S{ah{ih> { al-Bukha>ri> (194-256 H./810-870 M.) terdapat dalam kitab yang ke-76, yang terdiri dari 58 bab dengan 104 h}adi>th. Judul setiap bab menampilkan gambaran dan muatan h}adi>th-h}adi>th yang membahas kedokteran dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Ini menunjukkan bahwa 62
mengklarifikasi kata al-t}ibb dalam perspektif linguistik dan medis. Ibn H{ajr, misalnya, berpendapat bahwa kata ”t}ibb” dalam bahasa Arab digunakan untuk menunjuk arti al-h{adzaq bi al-shai’ (pengetahuan sempurna tentang sesuatu dan skill atau keahlian mengerjakannya). Mereka yang memiliki kemampuan pengobatan dinamakan T{abi>b.82 Kata t}ibb juga mempunyai arti yang lain seperti merubah, memperbaiki (memulihkan), mengatur, memperbaiki, membenarkan, seperti halnya jasa (kebaikan hati, kindness), keahlian (expertise), kebijaksanaan (judiciousness), kemahiran/keterampilan (skillfulness), kepanjangan daya pikir (resourcefulness), kompetensi (competence), kedewasaan (maturity), kebiasaan (habit), praktek reguler, kecerdasan atau ketajaman pandangan (perspicacity), inteligensia (intelligence), pengalaman dalam soal-soal duniawi (sophistication), kebersihan (cleverness), efisiensi (efficiency), kemampuan bernegosiasi (ability to negotiate), penguasaan dengan skill-skill penyelesaian (penyempurnaan, mastering with consummate skills), kecakapan atau kecekatan (finesses), dan mempunyai aspirasi yang baik. Setelah menggunakan pemahaman ini, Ibn Ah{mad al-‘Ayni> menggarisbawahi bahwa medis (kedokteran) adalah pengetahuan tentang keadaaan tubuh manusia (Ah{wa>l Badan al-Insa>n) dari segi sehat dan terserang sakit; yang bertujuan untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebutuhan-kebutuhan yang sesuai untuk memulihkan keadaan sehat dari keadaan sakit (al-t}ibb huwa ‘ilm
yu’raf bihi ah}wal al-badan al-insa>n> min jihhat ma> yas}ih}hu} wa yazu>lu ‘anhu al-s}ih}ha} t li tah}fizu al-s}ih}ha} h h}as> i} luhu wa tastariddu
karya imam al-Bukha>ri> sangat luas pengetahuan kesehatan dan kedokteran sebagaimana yang dipraktekkan pada masa Nabi s.a.w. dan setelahnya. Jadi, kita memahami bahwa kedokteran Nabi itu bukan hanya otentisitasnya yang menjadikan koleksi partikular ini semakin diminati oleh sarjana-sarjana Muslim, tetapi juga peran vitalnya dalam pengembangan konsep kesehatan, kedokteran, perawatan dan penyembuhan penyakit yang relevan dengan masa ini. Lihat http://www.e-imj.com/Vol3-No2/Vol3-No2-E1.htm. 82 Ibn H{ajr, Fath} al-Ba>ri> Sharh} S{ah}ih> } al-Bukha>ri> (Beirut: Da>r al-Kutub al‘Ilmiyyah, 1989), Jilid 10, 165; dan al-‘Ayni>, Umdat al-Qa>ri Sharh} S{ah}ih> } alBukha>ri> (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Arabi>, t.t.), Jilid XXI, 229, dikutip dalam http://www.e-imj.com/Vol3-No2/Vol3-No2-E1.htm. 63
radza>’iluhu).83 Penekanan ini menunjukkan kepada kita bahwa
kedokteran bisa dibagi ke dalam tiga bagian utama: memelihara kesehatan (promotion of health), menjaga diri dari penyakit (prevention of illness), dan pemulihan penyakit (restoration of disease). Di antara hal yang sangat menarik perhatian berasal dari pembacaan definisi al-t}ibb oleh Ibn al-‘Ayni>, yaitu penekanannya pada ”kesehatan” melampui penekanan pada penyakit. Memelihara kesehatan harus ditempatkan sebagai objek utama kedokteran di mana seorang dokter harus lebih memberikan perhatian dan bukan terhadap ”penyakit”. Sepanjang peradaban Islam, tujuan utama sistem kedokteran Islam adalah untuk menjaga kesehatan daripada mengobati penyakit atau memulihkan sehat ketika terserang penyakit. Hal ini selaras dengan tujuan hukum Islam yang menyatakan bahwa memelihara kesehatan itu lebih baik daripada mengobati penyakit (al-wiqa>yah khairun min al-‘ila>j; that keeping health is better than the treatment of disease).84 Prinsip preventif ini menjadi paradigma kedokteran Islam. Penekanan besar yang diberikan pada pencegahan penyakit dalam sistem kedokteran Islam adalah konsekuensi langsung dari ajaran syariat Islam. Bagi orang Muslim, harus memelihara dan menghargai kesehatan diri, yang merupakan pemberian Tuhan, sebelum ditimpa penyakit. 85 Tanggapan demikian melibatkan semua aspek eksistensial, spiritual, psikologis, dan fisik seseorang. 83
al-‘Ayni>, ‘Umdat al-Qa>ri Sharh} S{ah}ih> } al-Bukha>ri>, dikutip dalam http://www.e-imj.com/Vol3-No2/Vol3-No2-E1.htm. 84 Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1989), Juz I, 89, Ahmad ‘Aly MD, dkk., Islam itu Sehat: Syari>’ah dan Ghi>rah Kesehatan (Jakarta: CePDeS, 2008), 99. 85
H{adi>th Nabi saw.:
....ﻚﻘﹶﻤﻞﹶ ﺳ ﻗﹶﺒﻚﺘﺤﺻﻭ...ﺲﹴﻤﻞﹶ ﺧﺎ ﻗﹶﺒﺴﻤ ﺧﻨﹺﻢﻏﹾﺘﺍ ”Periharalah/manfaatkanlah sebaik-baiknya lima perkara sebelum datangnya lima perkara yang lain: …dan kesehatanmu sebelum keadaan sakitmu (wa s}ih}ha} taka qabla saqamika).…”. (H}adi>th diriwayatkan oleh al-H{ak> im dan alBayhaqi> dari Ibn ‘Abba>s dengan isna>d h}asan, juga oleh Ah}mad, Abu> Nu’aym dan al-Bayhaqi> dari ‘Umar bin Maymu>n). Shaykh al-Nawawi> al-Banta>ni>, Nas}a’> ih} al64
Ajaran-ajaran Islam mengenai penyakit dalam segala dimensinya, khususnya spiritual, psikologis, medis, dan sosial telah memungkinkan masyarakat Muslim untuk menghasilkan ekologi manusia atau lingkungan sosio kultural yang sehat di mana yang sakit dan menderita dibantu oleh dengan berbagai bentuk bantuan psikologis dan ekonomis.86 Dengan ungkapan lain, tujuan nyata dari kedokteran adalah untuk memelihara kehidupan manusia dan untuk meningkatkan penjagaan diri dari penderitaan hidup.87 Ini tidak berarti bahwa terapi (pengobatan) kedokteran tidaklah penting. Menurut definisi T{ibbnya Ibn al-‘Ayni>, memulihkan kesehatan yang hilang adalah tujuan kedua dari kedokteran Islam. Pada dasarnya, dalam sistem tradisional Islam memperbaiki kesehatan pada sejumlah terapi (pengobatan) berbeda dengan pemulihan, khususnya penggunaan madu, cupping dan cauterization (pembakaran). Belakangan, obat-obatan, pengobatan psycho-spiritual, dan intervesi pembedahan telah diperkenalkan ketika banyak kaum Muslim belajar dari peradaban lain. Seperti halnya dalam kedokteran Yunani, kedokteran Islam memberikan perbedaan yang sangat jelas antara obat-obatan yang mufradah (simple) dan murakkabah (compound, campuran). Dalam hal ini, disarankan para dokter, jika mungkin, untuk mengabaikan ‘Iba>d, Sharh} ‘ala> al-Munabbiha>t ‘ala> al-Isti’da>d Liyaumi al-Ma’a>d (Semarang:
Toha Putera, t.t), 34-35. 86 Lihat Osman Bakar, Tawh}id> & Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, terj. Yuliani Liputo (Bandung: Pustakan Hidayah, 1995), 125-126. 87 Pembahasan ini menarik dikaitkan dengan perumpamaan yang dibuat Ibn Jazlah (d. 493/1100), bahwa ia menyamakan antara kekuatan atau sehat tubuh dengan bekal-bekal bagi musafir (turis). Orang tersebut harus menyiapkan bekalnya untuk perjalanan sesuai yang dibutuhkan, karena itulah bekal habis sebelum sampai tujuan dicapai, musafir itu akan mati. Bagaimanapun juga, jika bekal itu cukup memenuhi kebutuhan selama perjalanan, ia akan aman. Ini pararel dengan kesehatan manusia. Jika tubuh mempunyai kekuatan yang cukup, ia akan mampu menghadapi sakit, namun, kekuatan itu tidak cukup dan tubuh menjadi lemah sebelum akhir sakit (sakitnya sembuh), seseorang akan berada dalam bahaya dan menghadapi tantangan-tantangan bersamaan dengan pengobatan yang dilakukan dokter. Lihat Joseph Salvatore, Tabulated
Compendium in the Eleventh Century as Represented in the Works of Ibn Jazlah, 55, dikutip dalam http://www.e-imj.com/Vol3-No2/Vol3-No2-E1.htm. 65
pengobatan terhadap penyakit-penyakit dengan obat-obatan campuran jika obat-obatan ia berakibat pada lemahnya badan. Ini merupakan sebuah teori yang sangat atraktif yang secara aktual menyediakan perawatan yang berharga terhadap penyakit karena medis yang menggunakan pengobatan campuran lebih banyak mempunyai efek negatif. Contohnya orang-orang yang banyak makannya, secara sederhana menunjukkan timbulnya beberapa penyakit ringan, dan pengobatan mereka juga konsisten pada kedokteran yang sederhana. Bahkan untuk penduduk kota agar digunakan pengobatan dengan mencampur makanan-makanan yang dibutuhkan kedokteran dengan menggunakan berbagai obat yang dibuat dari berbagai bahan campuran.88 Berdasarkan uraian di atas, Kedokteran Nabi (al-T{ibb alNabawi>), pada konteks selanjutnya diperluas cakupannya sebagai Ilmu kedokteran Islam. Ilmu kedokteran Islam inilah merupakan ilmu yang lengkap, bersifat holistik, sintesis, dan ilmiah.89 88
Ibn al-Qayyim, al-T{ibb al-Nabawi> (Beirut: Mu’assasat al-Risa>lah, 1985), h. 146. Nurdeen Deuraseh, ”al-T{ibb al-Nabawi> (Medicine Of The Prophet),” artikel dalam http://www.e-imj.com/Vol3-No2/Vol3-No2-E1.htm. 89 Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, dikatakan holistik karena memuat prinsip-prinsip metafisik dan kosmologis yang mencakup kajian tentang kesehatan, penyakit, dan kematian. Kedokteran Islam menempatkan manusia sebagai seorang individu dan masyarakat. Sehingga kesehatan bergantung pada keutuhan dan keterpaduan kolektivitas manusia, di mana ada tugas dan tanggung jawab masyarakat terhadap salah seorang warganya yang sakit. Manusia sendiri adalah satu totalitas, terdiri dari badan dan jiwa yang berkaitan erat, dan tempat keadaan kesehatan yang direalisasikan lewat harmoni dan keseimbangan keduanya, sehingga kedokteran Islam meliputi kesehatan fisik dan mental. Keduanya saling berkaitan. Dalam kedokteran Islam, kesehatan mental sangat urgen. Sehingga dibentuklah satu cabang tersendiri yang disebut ”terapi psikologi” atau yang dewasa ini dikenal dengan ”pengobatan psikosomatis”. Dokter-dokter Muslim, seperti Ibn Si>na> mengetahui nilai terapi dari musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang indah dalam menangani penyakit-penyakit yang disebabkan oleh ketidaksehatan psikologis atau ketidaksehatan mental. Sedangkan kedokteran Islam bersifat sintesis (perpaduan), karena ia dibangun di samping dari al-Qur’a>n dan Sunnah sebagaimana yang dirumuskan dari t}ibb al-nabi> (h}adi>th-h}adi>th dan perbuatan Nabi terkait dengan menjaga kesehatan dan mengobati penyakit), juga dari berbagai teori, metode dan praktek di luar Islam. Ayat-ayat al-Qur’a>n dan h}adi>th-h}adi>th Nabi yang terkait dengan 66
Berdasarkan uraian di atas dalam pengertian yang sebenarnya, dipahami bahwa kedokteran Nabi saw (al-T{ibb alNabawi>), adalah sangat luas (umum). Ia tidak hanya mengutamakan apa yang dikatakan dan dilakukan dalam masa Nabi, namun juga menjangkau dan memuat semua lapangan penelitian kedokteran manusia, aktifitas dan pemikiran sepanjang waktu. Ini menunjukkan bahwa kedokteran Nabi, seperti halnya disiplin rasional yang lain, bukanlah bersifat statistik (baku), namun ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi dan lingkungan (kondisi), yang memerlukan pengalaman dan pengetahuan baru agar ia dapat berkembang. Singkatnya, kedokteran Nabi itu bukan hanya otentisitasnya yang menjadikan koleksi h}adi>th terkait dengan kedokteran yang semakin diminati oleh sarjana-sarjana Muslim, tetapi juga peranan vitalnya dalam pengembangan konsep kesehatan, kedokteran, perawatan dan penyembuhan penyakit yang relevan dengan masa kini. Menurut Ibn Khaldu>n prinsip-prinsip kedokteran yang terdapat dalam h}adi>th-h}adi>th s}ah}ih> ,} tidak boleh dinilai sebagai sesuatu yang disyariatkan. Tegasnya, tak ada satu dalil pun yang menunjukkan tentang syariat kedokteran itu. Lanjutnya, yang boleh (dikatakan) hanyalah apabila jenis medis semacam itu dipergunakan untuk memperoleh berkah Tuhan dan kebenaran ikatan keimanan, sehingga mempunyai manfaat yang besar. Bagaimanapun, itu bukan termasuk kedokteran humoral, tetapi kesehatan --sebagaimana telah disebutkan di muka, seperti perintah bersuci, menggunakan air bersih, memakan dan meminum yang baik-baik, halal dan bergizi, serta tidak berlebih-lebihan, tentang tidak berhubungan seksual ketika seorang isteri sedang haid, anjuran menutup wadah atau bejana tempat minum, tidak kencing di air yang tidak mengalir, dan sebagainya-- menjadi landasan dan kerangka penyusunan bagi sistem dan konsep kedokteran Islam. Adapun kedokteran Islam dikatakan ilmiah, karena mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah diuji secara empiris, dan kemampuannya untuk menyerap doktrin-doktrin, metode-metode, dan teknik-teknik terbaik dari berbagai sistem medis tradisional yang mereka temui. Dengan proses seperti itu, ilmu Kedokteran Islam mengalami perkembangan dan kemajuan pesat, baik di dunia Islam maupun di dunia Barat. ’Aly MD, dkk., Islam itu Sehat, 108. 67
akibat dari keimanan yang tulus, sebagaimana contoh pengobatan sakit perut dengan menggunakan madu.90 Pernyataan Ibn Khaldu>n ini kurang tepat, sebab kedokteran Islam juga terbangun dari prinsip-prinsip kedokteran/kesehatan sebagaimana yang terdapat dalam h}adi>th-h}adi>th Nabi s.a.w.91 b.
Klasifikasi Kedokteran Islam
Dalam bangunan Kedokteran Islam, terdapat klasifikasi ilmu ini ke dalam dua bagian besar: teoritis (naz}ari>) dan praktis (‘amali>). Ilmu kesehatan masuk dalam kedokteran praktis.92 Kedokteran teoritis meliputi lima cabang utama, yaitu: fisiologi; anatomi; patologi; etiologi; dan simptomatologi.93 Fisiologi adalah ‘ilm umu>r t}abi>’iyyah yang secara harfiah berarti ”sains tentang halhal alamiah” (tubuh manusia) dan berkaitan dengan fungsi semua struktur organ, dan bagian-bagian tubuh manusia sebagai organisme hidup. Fisiologi Muslim yang didasarkan pada teori humoral yang berbeda secara fundamental dalam berbagai hal dari fisiologi kedokteran modern. Anatomi atau ‘ilmu al-tashri>h} terutama berkaitan dengan struktur dan bagian-bagian tubuh manusia. Patologi dipahami dalam arti luas, ‘ilmu ah}wa>l al-badan berkaitan dengan keadaankeadaan tubuh. Patologi adalah kajian tentang keadaan dan manifestasi penyakit serta tentang perubahan-perubahan fungsi dan struktur tubuh manusia. c.
Fisiologi Kedokteran Islam
Fisiologi kedokteran Islam pra Ibn Si>na>, juga pada masa Ibn Si>na>, didasarkan pada teori humoral yang mensyaratkan adanya pengetahuan tentang empat elemen (unsur) dan empat keadaan. Keempat unsur itu adalah api, udara, air, dan tanah. Sedangkan keempat keadaan itu adalah dingin, panas, kering, dan basah. 90
Lihat Ibn Khaldu>n, al-Muqaddimat ibn Khaldu>n, 417. Lihat pengertian kedokteran Islam pada awal bab ini. 92 Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 121. 93 Bakar, Tawh}id> & Sains, 121-125. 91
68
Setiap unsur ini memiliki dua keadaan: api panas dan kering, udara panas dan basah, air dingin dan basah, dan tanah dingin dan kering. Teori humor ini merupakan jantung kedokteran Hippocrates, Galen, dan Ibn Si>na>, kedokteran Cina dan Ayuverdik, serta semua sistem tradisional lainnya.94 Yang mencetuskan ide tentang humor ini adalah Hippocrates, kemudian disuling kembali oleh Galen dan dikembangkan oleh Ibn Si>na>.95 Humor adalah unsur-unsur atau satuan-satuan pembentuk tubuh terutama merupakan cairan tubuh primer yang dihasilkan dari makanan yang dicerna. Ada empat humor yang terdapat dalam tubuh: darah, dahak, cairan empedu kuning dan cairan empedu hitam. Cairan-cairan ini, seperti gejala sesuatu di alam semesta, tersusun atas unsur-unsur dan keadaan-keadaan dalam berbagai campuran, perbandingan, dan kombinasi. Dalam tubuh manusia, cairan bersampur untuk menghasilkan bentuk atau temperamen humoral tertentu. Setiap orang memiliki temperamen yang khas, yang mewakili keadaan sehatnya. Jadi, dalam setiap individu, sehat berarti keselarasan cairan tubuh relatif terhadap keadaannya sendiri. Sakit berarti ada gangguan pada keselarasan itu. Untuk menjaga kesehatan, maka seorang dokter harus mengembalikan keadaan seimbang cairancairan tersebut. Dengan demikian, watak dan karakteristik pengobatan Islam sangat ditentukan oleh teori humor di atas. Kenyataan bahwa temperamen setiap orang adalah khas berarti bahwa dua orang yang menderita penyakit yang sama tidak bisa diberi cara pengobatan medis yang sama.96 Itu juga berarti bahwa mekanisme pertahanan tubuh atau kepekaan sistem kekebalan berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Hubungan antara keadaan tubuh dan dunia eksternal selanjutnya, berarti demi kesehatannya, maka manusia harus hidup secara harmonis dengan lingkungannya. Oleh karena itulah, kedokteran Islam memberikan perhatian serius pada pemahaman temperamen aktual setiap pasien, pada faktor94
Lihat Hakim G. M. Chishti, The Traditional Healer’s Handbook: A Classic Guide to the Medicine of Avicenna (Vermont: Healing Arts Press, 1991), 1. 95 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26. 96 Lihat misalnya, Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 9. 69
faktor yang menentukan keunikan temperamen setiap tubuh, serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, seperti enam keharusan (sittah d}aru>riyyah) yang akan dibahas berikut ini. d.
Paradigma Paradigma Kedokteran Islam
Bangunan kedokteran Islam pra Ibn Si>na> berpijak pada paradigma al-wiqa>yah khayrun min al-‘ila>j, bahwa menjaga kesehatan itu lebih baik daripada mengobati. Oleh karena itu, dalam sistem kedokteran Islam dirumuskan enam prinsip menjaga kesehatan. Dalam konsep kedokteran/ilmu kesehatan Islam, sebagaimana yang juga dipaparkan Ibn Si>na>, minimal diperlukan enam prasyarat utama untuk menjaga kesehatan (h}ifz} al-s}ih}ha} h; alwiqa>yah). Keenam prinsip ini biasanya disebut sebagai Sittah D{aru>riyyah (Enam Keharusan). Keenam prinsip kesehatan ini adalah: udara (hawâ’); makanan dan minuman (ma’ku>l wa mashru>b); gerak tubuh dan istirahat/diam (h}araka>t wa suku>n badani>); tidur dan jaga (naum wa yaqz}ah); gerak dan diam, psikis/emosi (h}araka>t wa suku>n nafsi>); ekskresi dan retensi (istifra>gh wa ih}tiba>s). 1)) Udara Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia saat ini adalah polusi atau tercemarnya udara. Udara yang baik dan bersih, bebas dari polusi adalah penting untuk kesehatan. Perihal ini telah diingatkan oleh para dokter Muslim sejak masa klasik lalu. Ibn Khaldu>n sudah mengingatkan bahwa pada masa itu udara di kotakota sudah tercemar oleh asap busuk dari sisa makanan. Padahal, udara inilah yang memberi energi kepada ruh (jiwa), dan yang menguatkan pengaruh panas alami terhadap pencernaan.97 Masalah pengaruh iklim dan tanah terhadap kesehatan individu termasuk ke dalam penjabaran pada dokter Muslim tentang prinsip udara yang sehat. 97
Ibn Khaldu>n, al-Muqaddimat Ibn Khaldu>n, 498. 70
2)) Makanan dan Minuman Pembahasan prinsip yang kedua ini melibatkan, antara lain, hal-hal berikut: (1) apa yang baik untuk dimakan dan diminum, dan makanan dan minuman apa yang diperlukan, (2) jumlah yang harus dimakan dan diminum, dan (3) waktu yang tepat untuk makan. 98 Saking pentingnya perihal makanan ini, sampai-sampai sejarawan besar Ibn Khaldu>n, dalam al-Muqaddimah, menguraikan cukup panjang. Dengan tegas ia mengatakan, bahwa ”Ketahuilah, sumber penyakit dari makanan!”, dengan menyitir h}adi>th yang dinilainya menjadi h}adi>th komprehensif tentang kedokteran, meskipun h}adi>th ini dinilai maud}u’> (palsu) oleh ulama-ulama h}adi>th,99 yaitu: ”Perut adalah rumah penyakit. Berdiet adalah obat paling baik. Sumber setiap penyakit adalah salah cerna”. Dokter-dokter Muslim, berpendapat bahwa kita hanya boleh mengkonsumsi makanan segar yang bebas dari bahan-bahan yang busuk dan membawa penyakit. Air minum haruslah bersih. Mengenai makanan dan minuman yang dilarang agama seperti daging babi dan minuman memabukkan, banyak risalah yang ditulis dokter-dokter Muslim, yang secara spesifik membahas atau membuat pembahasan medis atau pembenaran ilmiah untuk pelarangan itu. Sebagai contoh, al-Ra>zi> (w. 925 M.), menguraikan tentang mengenai mabuk dan efek-efek minuman beralkohol pada jiwa dan tubuh manusia: ”Mabuk kronis dan kecanduan adalah salah satu kecenderungan buruk yang membawa pelakunya kepada kehancuran, bencana dan semua jenis penyakit. Hal ini karena minum yang berlebihan dapat mengakibatkan pendarahan otak (apoplexy) dan tercekik (asphyxia), yaitu pemenuhan bagian dalam organ jantung yang menyebabkan kematian tiba-tiba, putusnya pembuluh darah arteri otak, dan jatuh bangun ke dalam celah; belum lagi berbagai demam, penggumpalan darah dan masuknya cairan empedu 98
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz I, 95 dst. Demikian komentar penterjemah al-Muqaddimah versi bahasa Indonesia, Ahmadie Thoha, terhadap h}adi>th tersebut. Lihat dalam Ibn Khaldu>n alMuqaddimah Ibn Khaldu>n, 495. 99
71
ke usus besar dan bagian-bagian penting lain, gila serta kelumpuhan syaraf. Di samping itu semua, mabuk membawa pada hilangnya pikiran…. Minum-minuman keras melemahkan jiwa rasional dan mematikan kekuatannya, sehingga jiwa sulit untuk mengkonsentrasikan pemikiran yang cermat dan pertimbangan yang dalam”.100 Risalah-risalah semacam ini memperlihatkan dengan begitu jelas kesatuan prinsip religius dan ilmiah yang mengatur kebiasaan makan orang Muslim. 3)) Istirahat dan gerak tubuh Kesehatan yang sempurna membutuhkan istirahat dan gerak tubuh (fisik), khususnya dalam bentuk latihan-latihan fisik (riya>da} h). Pengobatan jenis penyakit dan penderitaan fisik tertentu juga tergantung pada gerak atau diamnya tubuh. Latihan-latihan fisik atau olahraga yang bersandar pada perlawanan berat tubuh, dan yang menjadikannya mampu menghadapi tuntutan-tuntutan kehidupan sehari-hari tanpa beban, merupakan salah satu metode ideal, selain kebersihan dalam mengembangkan unsur-unsur kesehatan jasmani. Latihan-latin fisik itu pada prinsipnya bukan untuk memenangkan kejuaraan olahraga, sebab memenangkan kejuaraan olahraga bukanlah maqa>si} d al-Shari>’ah atau tujuan tertinggi dari melakukan olahraga. Tapi, sebagaimana dikatakan oleh Jala>l Muh}a} mmad al-Sha>fi’i>, tujuan utama adalah mencapai manusia yang mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan segala tuntutan-tuntutannya tanpa beban atau kesulitan, dan mencapai manusia dengan tingkat kesehatan jasmani dan kapabilitas fungsional yang tinggi. Dalam hubungan inilah, gerakan-gerakan dalam shalat memberikan nilai guna bagi penjagaan kesehatan.101 Hal ini bisa dipahami karena shalat pada dasarnya bukan hanya dikerjakan semata, namun juga didirikan. Karena itulah 100
Dikutip dalam Nasr, Science and Civilization, 206. Lihat lebih lanjut Jala>l Muh}a} mmad al-Sha>fi’i>, Terapi Shalat: Menyingkap Mu`jizat, Rahasia, dan Khasiat Gerakan dalam Shalat, penterjemah Syahrizal (Jakarta: Grafindo Majalah Ilmu, 2007). 101
72
dalam al-Qur’a>n maupun h}adi>th digunakan istilah iqa>mat al-s}ala>h}. Artinya shalat itu didirikan, yakni dikerjakan dengan khushu>’, sehingga berimplikasi praktis, yaitu mencegah timbulnya perbuatan keji dan mungkar. Gerakan-gerakan shalat itu mencerminkan bagaimana bersikap dan bertindak yang konsisten, dengan hati dan pikiran yang jernih. Dengan demikian gerakangerakan dalam shalat itu merupakan bentuk aktifitas yang mencakup kerja anggota tubuh, akal, dan hati. Gerakan-gerakan shalat atau aktifitas tersebut bisa sempurna bilamana orang yang melakukannya juga sehat. Oleh sebab itu, gerakan-gerakan shalat dapat mendorong dan menjaga kesehatan seseorang yang diperlukan bagi organ tubuh, otak/akal, dan hati. 4)) Tidur Tidur dipandang sebagai bentuk istirahat yang ideal, secara fisik maupun mental. Kurang tidur akan mengakibatkan hilangnya energi, lemahnya mental102 dan terganggunya perncernaan. Tentang bagaimana tidur yang baik secara medis dan agama (t}ibb wa shar‘) juga dijelaskan oleh Ibn Si>na>, misalnya mulai tidur dengan posisi tubuh bagian kanan, kemudian berganti pada bagian kiri.103 Penjelasan Ibn Si>na> ini relevan dengan kebutuhan manusia untuk menjaga tubuh agar tetap energik, tanpa harus menggunakan berbagai jenis ramuan atau suplemen tertentu.104 5)) Istirahat dan gerak emosi Pembahasan dokter Muslim terhadap prinsip ini terutama melibatkan pembahasan tentang keadaan-keadaan emosi seseorang yang membantu atau merusak kesehatannya. Kegembiraan harus ditumbuhkan karena hal itu membantu untuk menjaga kesehatan seseorang. Dukacita atau penderitaan, marah (qhad}ab), dan ketegangan emosi harus dihindarkan karena keadaan emosional ini dapat membangkitkan banyak penyakit. Sebagian penyakit yang 102
Lihat misalnya Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz II, 265. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz II, 171-172. 104 Penjelasan lebih lanjut tentang pentingnya tidur yang ideal atau cukup menurut Ibn Si>na> tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam bab IV. 103
73
disebutkan oleh dokter-dokter Muslim adalah tuberculosis (TBC),105 histeria, dan kerusakan mental yang dihasilkan dari rusaknya fungsi sistem neurofisiologis. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh faktor-faktor psikologis biasanya diobati secara psikologis. Metode pengobatan ini membentuk satu bagian dari cabang kedokteran Islam yang disebut ”terapi psikologis” yang dikenal dewasa ini dengan nama ”pengobatan psikosomatis”. Dokter-dokter Muslim pra Ibn Si>na>, seperti al-Ra>zi> mempunyai terapi psikosomatis dan psikologis.106 Berbagai penyakit-penyakit yang disebabkan oleh ketidaksehatan psikologis atau mental dapat diatasi melalui terapi memanfaatkan musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang indah.107 Dokter Muslim pra Ibn Si>na>, al-Ra>zi> misalnya menguraikan tentang penyakit jiwa dan cara pemulihannya. Menurut al-Ra>zi>, 105
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya menyerang paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus. Di Indonesia, TBC adalah penyebab penyakit ke-2 setelah penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Di tingkat dunia, Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TBC setelah Cina dan India. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai ”Hari TBC”, karena ketika pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya. Keterangan lebih luas mengenai TBC dapat dilihat dalam http://www.medicinenet.com/tuberculosis/article.htm, http://www.tanyadokteranda.com/artikel/ 2007/07/tbc-paru-penyebab-kematianke-2-di-indonesia, dan http://medicastore.com/tbc/penyakit _tbc.htm, diakses pada 1 November 2010. 106 Nasr, Science and Civilization, 205-206. 107 Lihat http://www.worldlingo.com/ma/enwiki/en/Islamic_psychological_thought#cite _ref-Aydin_41-1, diakses pada 8 Maret 2011. 74
kebiasaan meminum minuman keras dalam waktu yang lama akan mengakibatkan terganggunya pikiran dan terserang penyakit jiwa, karena minuman keras merupakan salah satu unsur nafsu yang serius dan gangguan pikiran yang terbesar. Minuman keras memperkuat nafsu dan koleris dan memperbesar pengaruhya, sehingga ia segera dan terus-menerus menuntut seorang peminum untuk menuruti keinginannya tanpa berpikir panjang lebar. Selain itu, minuman keras juga melemahkan jiwa rasional dan menyebabkan dayanya tak berguna, sehingga orang hampir tidak mampu melakukan pemikiran dan pertimbangan cermat dan terburu-buru dalam mengambil keputusan, bertindak ceroboh sebelum daya rasio yang mantap. Kemudian jiwa rasional dengan mudah dituntun oleh jiwa nafsu, sehingga hampir tidak mampu melawan dan menolaknya. Ini merupakan tanda penyimpangan dari rasionalitas dan penggolongan diri kepada kelompok binatang.108 6)) Ekskresi dan Retensi Pelaksanaan sistem ekskresi (pembuangan) yang normal dan wajar adalah penting bagi kesehatan yang baik. Pembahasan prinsip ini mencakup efek-efek hubungan seksual pada kesehatan. Ketidakteraturan eksresi produk-produk sisa dari tubuh, baik berlebihan, penyempitan atau penyumbatan, dapat membawa pada penyakit. Contoh-contoh cara eksresi produk sisa tubuh yang alamiah adalah diuresis, diaphoresis, muntah, buang air besar, eksresi melalui uterus dalam bentuk haid, dan keringat. Demikian juga pelaksanaan sistem retensi, yakni sistem penyimpanan sarisari makanan menjadi energi tubuh, amat penting bagi kesehatan. e. Kerangka Filosofis Kedokteran Islam Ilmu kedokteran Islam merupakan ilmu yang lengkap, bersifat holistik, sintesis, dan ilmiah. Dikatakan holistik karena memuat prinsip-prinsip metafisik dan kosmologis yang mencakup
108
Dikutip dalam Nasr, Science and Civilization, 206-207. 75
kajian tentang kesehatan, penyakit, dan kematian.109 Kedokteran Islam menempatkan manusia sebagai seorang individu dan masyarakat. Sehingga kesehatan bergantung pada keutuhan dan keterpaduan kolektivitas manusia, di mana ada tugas dan tanggung jawab masyarakat terhadap salah seorang warganya yang sakit.110 Manusia sendiri adalah satu totalitas, terdiri dari badan dan jiwa yang berkaitan erat, dan tempat keadaan kesehatan yang direalisasikan lewat harmoni dan keseimbangan keduanya, sehingga kedokteran Islam meliputi kesehatan fisik dan mental. Keduanya saling berkaitan. Dalam kedokteran Islam, kesehatan mental sangat urgen, sehingga dibentuklah satu cabang tersendiri yang disebut ”terapi psikologi” atau yang dewasa ini dikenal dengan ”pengobatan psikosomatis”. Dokter-dokter Muslim, seperti al-Ra>zi> mengetahui nilai terapi dari musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang indah dalam menangani penyakitpenyakit yang disebabkan oleh ketidaksehatan psikologis atau ketidaksehatan mental.111 Sedangkan kedokteran Islam bersifat sintesis (perpaduan), karena ia dibangun di samping dari al-Quran dan Sunnah sebagaimana yang dirumuskan dari t}ibb al-nabi> (h}adi>th-h}adi>th dan perbuatan Nabi terkait dengan menjaga kesehatan dan mengobati penyakit), juga dari berbagai teori, metode dan praktek di luar Islam.112 Ayat-ayat al-Qur’a>n dan h}adi>th-h}adi>th Nabi Muh}ammad saw yang terkait dengan kesehatan, seperti perintah bersuci, menggunakan air bersih, memakan dan meminum yang baik-baik, halal dan bergizi, tidak berhubungan seksual ketika seorang isteri sedang h}ayd,} anjuran menutup wadah atau bejana tempat minum, tidak kencing di air yang tidak mengalir, dan sebagainya menjadi
109
Lihat Nasr, Science and Civilization, 228-229, dan Bakar, Tawh}id> &
Sains, 139. 110
Nasr, Science and Civilization, 228-229, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 116,125-126. 111 Nasr, Science and Civilization, 228-229, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 116,125-126. 112 Nasr, Science and Civilization, 188. 76
landasan dan kerangka penyusunan bagi sistem dan konsep kedokteran Islam.113 Adapun kedokteran Islam dikatakan ilmiah, karena mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah diuji secara empiris, dan kemampuannya untuk menyerap doktrin-doktrin, metode-metode, dan teknik-teknik terbaik dari berbagai sistem medis tradisional yang mereka temui.114 Dengan proses seperti itu, ilmu kedokteran Islam mengalami perkembangan dan kemajuan pesat, baik di dunia Islam maupun di dunia Barat, seperti telah diuraikan di muka. f. Tujuan dan Nilai Religius Ilmu Kedokteran Islam Banyak ilmu dan seni praktis yang telah dikembangkan oleh orang Islam, namun tidak ada yang menempati posisi lebih mulia dan mendapatkan penghargaan tinggi kecuali kedokteran. Banyak di antara tokoh religius dan kedokteran Islam yang memandang seni dan praktek kedokteran sebagai ”perbuatan religius yang utama karena ia membantu laki-laki dan perempuan untuk membantu orang lain menjaga dan memulihkan kesehatan mereka. Inilah yang menjadi tujuan kedokteran Islam. Lebih lanjut tujuan utamanya adalah untuk mencapai kesejahteran umat manusia. Kesejahteraan umat manusia merupakan tujuan Islam sebagaimana yang terumuskan dalam maqa>si} d al-shari>’ah (tujuan-tujuan syariat/ajaran Islam), yang dirumuskan ke dalam al-kulliyyah alkhamsah (Panca Nilai Universal). Kelimanya adalah melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda, serta tercapainya hak-hak keadilan, dan kesejahteraan. Pernyataan Islam tentang kesejahteraan meliputi keselamatan, keutuhan, dan keterpaduan individu manusia dan kelompok, di mana kesehatan fisik jelas merupakan unsur penting dan tak dapat dipisahkan. Dalam konsep Islam kesehatan merupakan hak asasi manusia. Meskipun ia bukan merupakan tujuan utama, tetapi karena merupakan sarana untuk tercapainya tujuan utama di atas, maka memenuhi kesehatan merupakan hak asasi dan menjadi sebuah kewajiban yang bernilai 113 114
‘Aly MD, dkk., Islam itu Sehat, 109. Bakar, Tawh}id> & Sains, 116, dan ‘Aly MD, dkk., Islam itu Sehat, 116. 77
ibadah. Dalam konteks individu, menjadi kewajiban individu dan kewajiban negara sekaligus untuk memehuhi hak-hak kesehatan warga negaranya.115 Nilai religius tinggi yang dilekatkan pada kedokteran juga tercermin secara jelas dalam klasifikasi ilmu menurut orang Islam, yang didasarkan pada pertimbangan ethico-legal. Menurut kriteria ethico-legal syariah (fiqih/hukum Islam) konvensional, kedokteran termasuk kategori ilmu fard}u kifa>yah. Artinya, tidak diwajibkan pada setiap Muslim untuk mempelajari ilmu dalam kategori ini. Tetapi, wajib bagi umat Islam sebagai entitas kolektif untuk mempelajarinya. Prinsip yang ditekankan syariah mengatakan wajib ada sejumlah Muslim yang mempelajari kedokteran untuk memenuhi kebutuhan medis dan kesehatan umat. Jika prinsip ini dilaksanakan secara penuh oleh kaum Muslim, maka mereka akan terbebas dari permasalahan medis dan kesehatan yang akut seperti yang menimpa mereka dewasa ini. Dengan demikian, sesuai dengan penghargaan religius yang tinggi yang dianugerahkan oleh Islam pada profesi medis, maka wajarlah jika masyarakat Muslim meletakkan harapan besar pada dokter. Secara umum, dokter diharapkan menjadi ”seorang dengan karakter baik, yang menggabungkan ketajaman ilmiah dengan kualitas-kualitas moral, dan kekuatan intelektualnya tidak pernah terpisah dari keimanan religius yang dalam dan kepercayaan pada Tuhan. Berkat sistem kedokteran Islam tersebut para dokter Muslim, pada umumnya berhasil memenuhi harapan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, bangunan kedokteran Islam pra Ibn Si>na> dapat dilihat pada ciri-ciri umum kedokteran Islam (general features of islamic medicine) itu sendiri, antara lain berpijak pada doktrin tentang harmoni dan keseimbangan, dan doktrin kebersihan/bersuci. Doktrin Islam tentang harmoni dan keseimbangan (the Islamic doctrine of harmony and balance) menjadikan pandanganpandangan Hippocrates dan Galen tentang harmoni dan keseimbangan di antara humor-humor dan sifat-sifat alamiah diterima oleh kaum Muslim. Kata Arab turunan dari ”wathana” 115
‘Aly MD, dkk., Islam itu Sehat, 109-110. 78
dengan berbagai konotasi (pengertian maknanya), seperti keseimbangan (balancing, equilibrium), dan weighing (menimbang) muncul dalam al-Qur’a>n dalam 23 ayat. Integrasi yang begitu mudah terhadap medis Hippocratic (dan Galenic) dalam Medis Islam kontras dengan penolakan terhadap madzhab Yunani yang lain tentang pemikiran seperti the Epicurean atau the Sophist yang berlawanan dengan Islam dan doktrin-doktrinnya yang diungkapkan oleh Abraham (Ibra>hi>m a.s.) dan disampaikan melalui Nabi Mu>sa> a.s., Nabi ‘Isa> a.s., dan Nabi Muh}ammad s.a.w. Konsep Islam menyatakan bahwa Alam adalah makrokosmos dan Manusia adalah mikrokosmos. Materi utama (the ”materia prima”) keduanya terdiri dari empat elemen dasar yakni, api, udara, air, dan tanah. Keempat elemen ini mewakili konsep-konsep yang agak lebih abstrak dari apa yang kita pakai untuk menyatakan dalam kehidupan kita sehari-hari dan menjadikannya terpisah dalam bentuk yang kemurnian dan mutlak adalah hanyalah asumsi teoritis belaka. Juga ada empat unsur-unsur lainnya, yaitu dingin, panas, kering dan basah. Keempat cairan darah, dahak, empedu kuning dan empedu hitam tersusun dari elemen-elemen dan unsur-unsur yang masing-masing terkait dengan dua elemen dan dua unsur. Humor-humor membentuk tubuh seseorang dan cara di mana mereka bercampur bersama-sama yang membatasi (menentukan) temperamen individualnya. Proporsi-proporsi yang normal memberikan sebuah kesimbangan pada seseorang. Gangguan terhadap keseimbangan yang normal ini memberikan beragam keadaan atau –abnormalitas yang berlawanan dalam temperamen. Api yang lebih dominasi menimbulkan temperamen panas; dominasi air mengakibatkan dingin. Dominasi udara dan api memberikan temperamen yang hangat dan sebagainya. Itulah konsen dari profesi medis untuk mendiagnosis permulaan-permulaan dari yang normal, studi terhadap etiologi mereka (misalnya, makanan, minuman, cuaca/suhu, pekerjaan, dan lain-lain) dan metode-metode membuat kembali kepada keadaan normal dengan cara diet, obat atau sarana-sarana yang lain terkait dengan ciri-ciri yang berlawanan. Persoalan-persoalan yang menyinggung kesehatan dan kebersihan diliput dalam perintah-perintah Islam; dan tantangan al79
Qur’an untuk melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan pada manusia, menjadikan kedokteran bernilai ibadah. Hal yang mengagumkan karena seorang dokter, juga disebut sebagai seorang h}akim atau fisolof, yakni seorang yang bijaksana. Dokter bukan hanya mempunyai spesialisasi dalam bidang kedokteran saja, tetapi ia juga menguasai dalam beberapa aspek keilmuan, yang menjadikan filosof sebagai simbol kesatuan pengetahuan. Berdasarkan uraian-uraian di muka mengenai bangunan kedokteran pra Ibn Si>na>, yang meliputi bangunan kedokteran Barat dan bangunan Kedokteran Islam, tampak jelas titik temu (persamaan) dan titik perbedaannya. Titik perbedaan kedua macam bangunan kedokteran tersebut terletak pada paradigma terhadap tubuh dan jiwa. Kedokteran Barat berpijak pada paradigma parsial, memandang bahwa tubuh dan jiwa merupakan dua entitas yang terpisah. Sementara kedokteran Islam berpijak pada paradigma holistik, yang menyatakan bahwa tubuh dan jiwa merupakan entitas yang integral (menyatu). Di samping perbedaan di atas, juga terdapat perbedaan paradigma dalam hal pengobatan dan pencegahan penyakit. Bila kedokteran Barat berpijak pada paradigma pengobatan penyakit, sementara kedokteran Islam berpijak pada paradigma pencegahan penyakit (al-wiqa>yah). Dalam kedokteran Islam mencegah penyakit itu lebih baik daripada mengobatinya. Artinya, Islam lebih menekankan pencegahan penyakit terlebih dahulu daripada pengobatan penyakit. Sebaliknya kedokteran Barat lebih menitikberatkan pada upaya pengobatan terhadap penyakit dibandingkan pada pencegahannya. Meskipun terdapat perbedaan di antara kedua bangunan kedokteran tersebut dalam paradigma yang digunakan, namun terdapat persamaan dalam pijakan teorinya, yaitu sama-sama berpijak pada teori humor. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian di muka, bahwa humor adalah unsur-unsur atau satuan-satuan pembentuk tubuh, terutama merupakan cairan tubuh primer yang dihasilkan dari makanan yang dicerna.116 Teori humor ini merupakan jantung kedokteran Hippocrates, Galen, kedokteran Cina, Ayuverdic, serta
116
Bakar, Tawh}id> & Sains, 136. 80
semua sistem tradisional lainnya.117 Teori humor ini juga menjadi jantung kedokteran Ibn Si>na>.118 Pada mualanya, ide tentang humor ini dicetuskan oleh Hippocrates, kemudian disuling kembali oleh Galen dan selanjutnya dikembangkan oleh Ibn Si>na>.119 Hippocrates mengamati pengujian terhadap darah, bahwa porsi merah dari darah yang segar merupakan humor (cairan) darah, sedangkan materi (benda) yang bercampur dengan darah adalah lendir (phlegm), buih yang berwarna kuning di bagian atas adalah empedu kuning, dan bagian yang berat yang mengendap adalah empedu hitam.120 Uraian mengenai kedua macam bangunan kedokteran di atas (kedokteran Yunani dan kedokteran Islam) baik perbedaan dan persamaannya akan tampak lebih jelas dalam tabel berikut. No. No.
Bangunan Kedokteran
1 Kedokteran Yunani dan Barat
2 Kedokteran Islam
Titik Perbedaan
-
Paradigma parsial, yang memandang bahwa tubuh dan jiwa merupakan entita yang terpisah.
-
Pengobatan penyakit lebih didahulukan
-
Paradigma holistik, yang memandang bahwa tubuh dan jiwa merupakan entitas yang menyatu (integral)
117
Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 1. Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 1. 119 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26. 120 Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26 dst 118
81
Titik Persamaan an Persama Menggunakan teori humor
Menggunakan teori humor
-
Pencegahan penyakit lebih didahulukan daripada pengobatannya
Tabel 1: Bangunan Kedokteran Yunani, Barat dan Kedokteran Islam 3..
Filosof Muslim yang berpengaruh terhadap Filsafat Ibn Si> >na> Sina> na
Filsafat Islam dimulai dengan bahan-bahan Yunani, kemudian diolah dengan pokok-pokok pelajaran Islam. Atas dasar ini, sebagaimana dikatakan oleh Hoesin Umar,121 bahwa tidaklah tepat jika ada orang mengatakan bahwa filsafat Islam sebagai sambungan dari filsafat Yunani. Sebab jika sebagai kelanjutan filsafat Yunani mengapa tidak dari semula pada saat ilmu itu dimasukkan ke dunia Islam. Filsafat Islam baru tumbuh setengah abad setelahnya. Filsafat Islam berjalan dengan tenaganya sendiri. Filsafat Yunani adalah hasil revolusi pikiran, terhadap apa yang dinamakan dogmatic dicta. Akan tetapi, filsafat Islam dilahirkan bertujuan untuk memperkuat kedudukan paham Islam. Filsafat yang bersendikan akal menyebabkan segenap orang Islam yang berakal mengabdikan akalnya untuk memperkokoh paham Islam. Tegasnya agama tidaklah dilakukan untuk memperkuat kedudukan orang, akan tetapi untuk Keesaan Tuhan. Islam didirikan atas dasar al-Qur’an, dan H}adi>th Nabi. Selama terdapat perkembagan filsafat dalam Islam, filsafat tetap berjalan bahu-membahu dengan agama Islam. Pada abad-abad awal filsafat Islam ditandai dengan munculnya beberapa mazhab. Mazhab yang paling menonjol, yang sering diidentifikasi dengan filsafat Islam dalam sumber-sumber Barat, adalah mazhab mashsha>’u>n (Peripatetik).122 Filosof Muslim 121
Omar Amin Hoesin, Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, terjemahan (Jakarta: Bulan
Bintang, 1981), 29. 122 Istilah peripatetik merujuk pada kebiasaan Arsitoteles dalam mengajarkan filsafatnya kepada murid-muridnya. Peripatetik artinya ”ia yang berjalan 82
yang tergolong dalam mazhab ini adalah al-Kindi> (w. ± 866), alFa>ra>bi> (w. 950), dan Ibn Si>na> (w. 1037), Ibn al-Rushd (w. 1196), dan Na>si} r al-Di>n al-T{us> i> (w. 1274).123 Karena al-Kindi> dan alFa>ra>bi> lebih dahulu kehidupannya dibandingkan Ibn Si>na> maka menjadi wajar jika kemudian hari mazhab keduanya dalam arti pemikiran filsafat keduanya berpengaruh pada Ibn Si>na>. Ibn Si>na> lah yang kemudian menciptakan sintesis besar pemikiran mazhab Peripatetik, dalam karyanya Kitab al-Shifa>’ (Kitab Penyembuhan),124 yang mendominasi banyak dimensi dalam pemikiran Islam selama berabad-abad.125 Mazhab peripatetik tersebut di atas bukanlah sekadar Arsitotelian, seperti yang mungkin disiratkan oleh namanya, melainkan juga menandai sintesis antara prinsip-prinsip Islam, Arsitotelianisme, dan Neoplatonisme. Membicarakan Ibn Si>na>, sebagai seorang dokter sekalipun, tidak bisa dilepaskan dari keberadaannya sebagai seorang filosof. Dalam konteks inilah, dua tokoh dokter sekaligus filosof Muslim terkemuka sebelumnya, yaitu al-Kindi> (194-260 H./809-873 M.)126 dan al-Fa>ra>bi> (sekitar 257/870, w. 339/950;127 ada juga yang memutar atau berkeliling”. Mulyadi Kartanegara, Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 26. 123 Kartanegara, Gerbang Kearifan, 26-27. 124 Lihat Ibn Sīnā, al-Shifa>’, kata pengantar Ibrāhīm Madkūr, diedit oleh A ` bd al-H{ali>m Muntas}ir, dkk. (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah liShu’u>n al-Mut}ab> i’ alAmi>riyyah, al-Tsaqa>fah wa al-Irsha>d al-Qaumi> al-Mu’assasah al-Mis}riyyah al‘A<mmah li al-Ta’li>f wa al-Anba>’ wa al-Nashr al-Da>r al-Mis}riyyah li al-Ta’li>f wa al-Tarjamah, 1965). 125 Lihat John L. Ed. Esposito, ed., Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern (Bandung: Mizan, 2002), Jilid II, 72. 126 Nama lengkapnya adalah Abu> Yu>su>f Ya’qu>b Ibn Ish}aq> , terkenal dengan sebutan ”Filosof Arab” keturunan asli Arab. Menurut M. Saeed Sheikh, al-Kindi> hidup pada tahun 188-c.260/803-873. M. Saeed Sheikh, Islamic Philosophy (London: The Octagon Press, 1992), 42, Musyrifah Sunanto, Sejarah Kebudayaan Islam: Perkembangan Intelektual Muslim (Jakarta: Perkasa, 1991), 49. 127 Nama lengkapnya adalah Muh}ammad bin Muh}ammad Ibn Tarkha>n Ibn ‘Uzlagh Abu> Nas}r al-Fa>ra>bi>>. Sebutan al-Fa>ra>bi>> diambil dari nama kota Fa>ra>b tempat lahirnya. Sheikh, Isla>mic Philosophy, h. 57, Sunanto, Sejarah Kebudayaan Islam, 49. 83
menyebutkan tahun 350 H./961 M.), mempunyai peranan penting dalam filsafat Ibn Si>na>. Singkatnya, intelektualitas Ibn Si>na>, dalam bidang kedokteran dan filsafat, tidak lepas dari jasa para dokter/filosof terdahulu, khususnya al-Kindi> dan al-Fa>ra>bi>. Sebagai contoh, dalam bidang filsafat, teori emanasi ketuhanan yang dikemukakan Ibn Si>na> pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan pandangan al-Fa>ra>bi>, dan filosof lainnya dari kalangan ’Isma>’i>liyyah, bahwa wajib eksistensi/keberadaan/kemunculan dengan sendirinya (al-wa>jib al-wuju>d binafsih).128 Hal ini menunjukkan bahwa tokoh seperti al-Fa>ra>bi yang muncul sebelum Ibn Si>na> telah berpengaruh dalam pandangan filsafatnya. a.
Pemikiran Filsafat al al-Kindi> Kindi> dan Pengaruhnya terhadap Ibn Si> >na> Sina> na
Al-Kindi> (w. sekitar 260H/873M), seorang filosof besar Muslim berperan penting dalam perkembangan filsafat dan Islam. Menurutnya, filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Berdasarkan hal ini, ia disebut oleh para sejarawan Arab awal sebagai ”Filosof Arab” atau the father of Arabic philosophy (Bapak Filsafat Arab).129 Oleh al-Nadim, alKindi> dikelompokkan ke dalam kelompok filosof alami.130 Dialah pendiri mazhab Peripatetik tersebut sehingga disebut sebagai sang ”Filosof Arab”.131 Dalam Ensiklopedia disebutkan bahwa, dalam beberapa sumber Islam disebut bahwa filosof Persia, Abu> Ya’qu>b I@ra>nshahri> sebagai Muslim pertama yang menulis filsafat, namun tidak ada karyanya yang masih tersisa dewasa ini, kecuali beberapa bagian kecil saja. Sebaliknya, sejumlah karya al-Kindi> sampai kepada kita, beberapa karya hanya berbahasa Ibrani dan Latin karena memang dia dikenal dengan baik di Barat. Al-Kindi>, sebagaimana kebanyakan ahli Peripatetik awal, adalah filosof dan 128
45.
Lihat Mus}ta} f> a> Ga>lib, Ibn Si>na> (Beirut: Da>r wa Maktabah al-Hila>l, 1979),
129
Lihat Sheikh, Isla>mic Philosophy, h. 49, dan M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. (Bandung: Mizan, 1998), 14. 130 Dikutip dalam Syarif, Para Filosof Muslim, 15. 131
Lihat http://www.muslimphilosophy.com/kindi/index.html, dan Esposito, ed., Ensiklopedi Oxford, Jilid II, 72. 84
ilmuwan. Meskipun beberapa karyanya telah hilang, bagian-bagian yang ada hingga kini telah cukup menyingkapkan kepakarannya dalam kedua bidang tersebut. al-Kindi> adalah pemikir Muslim pertama yang menekuni masalah pengungkapan pemikiran Peripatetik dalam bahasa Arab. Dia menghadapi pula suatu masalah sentral filsafat dalam dunia monoteistik, yakni harmonisasi antara iman dan akal. Di antara karya filsafatnya, wacananya tentang akal, Fi> al-‘Aql (Akal), dan metafisika, Fi> alFalsafah al-‘U (Perihal Metafisika), sangat berpengaruh di dunia Muslim; Fi> al-‘Aql, dikenal sebagai De Intellectu dalam bahasa Latin, juga memiliki pengaruh yang luas di Eropa pada Abad Pertengahan.132 Pengetahuan tentang ilmu Yunani diperolehnya dari terjemahan-terjemahan buku-buku Yunani dalam bahasa Arab. Ia sangat rajin mempelajari ilmu, dan kemudian menyusunnya, untuk dilanjutkan oleh orang yang kemudian. Pada waktu wafatnya tahun 873 M. ia meninggalkan karangan sebanyak 263 buah, besar dan kecil. Sebagian besar buku-bukunya telah disalin kembali ke dalam bahasa Latin, oleh penyalin-penyalin Eropa di Abad Pertangahan. Al-Kindi> sangat dalam pengetahuannya tentang filsafat Aristoteles. Tentang teori sebab dan musabab, ia mengambil sebagian Neo-Platonis. Untuk menggambarkan filsafat al-Kindi> berikut 133 dideskripsikan ringkasannya: 1) Adanya Tuhan menyebabkan adanya alam. 2) Kegiatan Tuhan berlangsung antara langit dan bumi. 3) Jiwa bumi adalah daya gerak Tuhan. 4) Jiwa bumi telah menyebabkan terjadinya langit dan bintangbintang di cakrawala. 5) Jiwa manusia adalah pancaran jiwa bumi. 6) Karena itu, manusia bersifat dualistis: selama jiwa itu masih melekat oleh tubuh yang berupa materi, ia dipengaruhi oleh 132
Lihat http://www.muslimphilosophy.com/kindi/index.html, dan Esposito, ed., Ensiklopedi Oxford, Jilid II, 72. 133 Hoesin, Kultur Islam:, 30-31, dan http://www.worldlingo.com/ma/enwiki/en/Islamic psychological_thought#cite _ref-Aydin_41-1, diakses pada 8 Maret 2011. 85
langit dan bintang-bintang. Kalau di jiwa terlepas dari tubuhnya, ia kembali ke tempat asalnya, di mana ia mendapat kemerdekaan dan kebebasan. 7) Kemerdekaan kekal abadi hanya dapat dicapai dalam dunia akal-budi. 8) Orang yang hendak mencapai kemerdekaan dan kekekalan itu harus memperkembangkan kekuatan akalnya dengan jalan ilmu ketuhanan dan pengetahuan tentang alam semesta. Jiwa seseorang dinamakan al-Kindi> dengan nafs. Jiwa juga dipandang sebagai jawhar al-‘aql (akal sejati). Ia tidak berbentuk benda material dan tidak pula merasakan derita. Sumbernya berasal dari jiwa bumi yang menjelma ke dalam perasaan. Karena itu ia mempunyai dua sudut, yang satu condong kepada kebendaan. Inilah yang menyebabkan seseorang hendak mencari material. Pada sudut lain, condong kepada asalnya. Sudut kebendaan ini mempunyai kehendak untuk melahirkan sesuatu. Inilah yang menimbulkan susah dan senang, suka dan duka. Karena itu, jiwa adalah akal sejati, sebagian dalam tubuh dan sebagian lagi terletak di luar tubuh. Yang berada di luar menjadi alat akal yang menampakkan dirinya dengan perantaraan nafs. Ia bergerak dalam alam perasaan. Akal menurut al-Kindi> diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan:134 1) ‘Aql al-Hayu>lani>. Maksudnya ialah akal pemberian Tuhan. Dengan akal ini orang dapat mengetahui tentang jasmani, dengan mempergunakan otak, menentukan berbagai kejadian, baik dan buruk. Aristoteles menyebutkan ini sebaga common sense –akal biasa. 2) ‘Aql bi al-fi’l, yaitu akal aktif. Dengan akal ini orang memperoleh pengetahuan tentang sesuatu untuk dikerjakan. 3) ‘Aql al-fa’a>l, akal bekerja. Akal ini memimpin seseorang untuk melakukan sesuatu. Bagian akal yang ketiga ini menjadi satu dengan yang kedua, kalau ia bertindak atas sesuatu. Tubuh hanyalah bagian saja dari jiwa. Ia menjadi rusak setelah mati. Jiwa ini merupakan kesejatian manusia. Karena itu, ia 134
Sheikh, Isla>mic Philosophy, h. 48, dan Hoesin, Kultur Islam, 31. 86
tetap dalam kesejatiannya, tidak rusak dan tidak binasa kalau datangnya lebih dahulu. Namun, jiwa dapat menjadi kotor, ia masih bersih sebagai asalnya, kembali kepada sumber, tempat disebabkan oleh nafsu yang menghendaki dan mengejar materi. Dalam keadaan demikian, ia sulit kembali pada sumbernya, karena masih terikat dengan pengaruh langit dan bintang-bintang. Ia tetap tinggal dalam dunia wujud ini. Hal inilah yang menyebabkan ia merasa dukacita dan sedih. Jiwa juga dapat merasakan kesakitan, meskipun pada akhirnya ia mendapatkan kemerdekaan juga. Kemerdekaan ini baru diperolehnya jika ia telah melupakan pengalaman-pengalaman jasmani dan hawa nafsunya ketika masih terikat dengan tubuh. Pada suatu ketika jiwa ini diikat lagi dengan tubuh. Pada keadaan ini ia tidak dipengaruhi lagi dengan kesenangan dunia. Jiwa adalah abadi, tidak terikat dengan ruang dan waktu. Berbagai keterangan tentang jiwa itu tidaklah menjadi sebab tentang perdebatan tentang kesatuannya. Kegiatan jiwa hanya dapat dilihat pada waktu-waktu yang tertentu, karena tubuh yang mengikatnya tidak dapat menerima langsung semua pekerjaannya dalam suatu waktu. Adapun otak adalah sari dari ujud esensi dirinya sebagai manusia. Jika dia dapat melihat sarinya maka ia akan dapat juga melihat seluruh dirinya. Sungguhpun demikian, waktu dan ruang tidak menguasai jiwa akan tetapi ia melingkungi tubuh yang memegang jiwa itu. Segala benda di alam ini masing-masing terikat dengan suatu undang-undang alam (natural universal law), di mana segala benda berakhir dengan kehancuran atau kebinasaan. Selanjutnya, al-Kindi> tidak percaya pada ilmu kimia, karena menurut pikirannya kimia ialah suatu ilmu untuk mencari jalan betapa berubahnya suatu benda menjadi emas atau perak. Oleh karena itu, ia berkeyakinan bahwa ilmu Kimia ini tidak mungkin didapat. Di samping filsafat ia menumpahkan perhatiannya dan melakukan sejumlah penelitian personal dan meninggalkan dua ratus karya tentang filsafat, matematika, optik, medis, astronomi, politik, dan musik,135 etika, psikologi, dan beragam bidang,136 seperti ilmu bumi.137 135
A.M. Goichon, dan M.S. Khan, The Philosophy of Avicenna and Its Influence on Medieval Europe (Delhi: Motilal Banarsidass, 1969), 3-4, Syarif, Para Filosof Muslim, 13 87
Di antara pemikiran al-Kindi> adalah tentang keselarasan antara filsafat dan agama.138 al-Kindi> inilah filosof pertama dalam Islam, yang menyelaraskan antara agama dan filsafat (religion and philosophy) atau antara akal dan kenabian (reason and prophecy).139 Dia telah melicinkan jalan bagi para filosof sesudahnya, al-Fa>ra>bi>, Ibn Si>na>, dan Ibn al-Rushd. Adapun pengaruh filsafat al-Kindi> terhadap Ibn Si>na> secara jelas terlihat dalam tulisan al-Fa>ra>bi> dan karya Peripatetik Muslim setelahnya.140 Singkatnya, ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Pertama, mengikuti jalur ahli logika, dan memisahkan agama, dan yang kedua, memandang agama sebagai sebuah ilmu ilahiah, dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu ilahiah ini diketahui melalui jalur para nabi, tetapi melalui penafsiran filosofis, agama menjadi selaras dengan filsafat.141 Berdasarkan deskripsi di atas, tampak jelas, bahwa al-Kindi>, di kalangan kaum Muslim, merupakan orang pertama yang memberikan pengertian filsafat di dunia Islam. Ia telah membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia Islam, meskipun ia tidak sampai menciptakan sistem (madzhab) filsafat tertentu secara utuh, dan persoalan-persoalan yang dibicarakan masih belum dipecahkan secara memuaskan. Dengan demikian, peranan al-Kindi> terhadap Ibn Si>na> terlihat dalam pembukaan pintu filsafat Yunani tersebut. b.
Pemikiran Filsafat al>rabi> >bi> dan Pengaruhnya terhadap Ibn al-Fa> Fara> ra bi Si> Sina> >na na>
Faham filsafat al-Fa>ra>bi>>, berasal dari Khurastān Asia Tengah, tidaklah jauh perbedaannya dengan al-Kindi>. Menurut Hoesin, 142 perbedaannya hanyalah bahwa al-Fa>ra>bi>> cenderung 136
Peter Adamson, ”al-Kindî and the Reception of Greek Philosophy”, dalam The Cambridge Companion to Arabic Philosohy, eds. Peter Adamson dan Richard C. Taylor (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), 33. 137 Lihat Sheikh, Isla>mic Philosophy, 42. 138 Lihat Sheikh, Isla>mic Philosophy, h. 42, dan Para Filosof Muslim, 17. 139 Sheikh, Isla>mic Philosophy, 43. 140 Nasr, Science and Civilization in Islam, 44. 141 Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 20. 142 Hoesin, Kultur Islam:, 33. 88
kepada sufi, sedangkan al-Kindi> tidak. al-Fa>ra>bi>> menjadi besar di mata dunia, terutama di dunia Eropa bukan hanya karena filsafat, tetapi juga karena ilmu logika dan metafisika. Selain itu ia juga mempunyai aliran sendiri dalam ilmu filsafat politik, ia juga sebagai penyokong paham sufi. Banyak yang menganggap al-Fa>ra>bi>> sebagai pendiri sejati filsafat Paripatetik, dan dia, melampaui al-Kindi>, yang merumuskan bahasa filsafat Arab dan menulis hubungan antara bahasa Arab dan pengungkapan logika Aristoteles. Dia mengomentari Organon karya Aristoteles dan dianggap sebagai bapak logika formal di Dunia Islam. Dia pun berupaya melakukan sintesis filsafat politik Plato dan pemikiran politik Islam dalam adikaryanya, Kita>b Ara>’ Ahl al-Madi>nah al-Fad}il> ah (Buku Pendapat tentang Warga Negara Utama), dan dianggap sebagai pendiri filsafat politik Islam. al-Fa>ra>bi> juga menulis tentang keharmonisan antara pandangan Plato dan Aristoteles, serta berbagai masalah metafisika dan epistemologi.143 Dengan ungkapan lain, sejumlah karya al-Fa>ra>bi> menunjukkan sebuah kombinasi elemen-elemen Aristotalian dan Plotinian yang tidak selalu mendapat celaan logika.144 Selain itu, dia merupakan filosof Islam pertama yang melakukan sistematisasi skema emanasi (fayd}) sepuluh akal dari Yang Satu, hal yang membuat filsafat peripatetik dikenal.145 Golongan skolastik Eropa dalam abad pertengahan, berpendirian bahwa ilmu logika adalah suatu alat pengetahuan penolong untuk metafisika dan psikologi-ilmu jiwa. Pendapat ini sesuai dengan pendapat berbagai ahli filsafat Islam. Akan tetapi, al-Fa>ra>bi>> dengan tegas menyatakan bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat. Ia bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Keterangan alFa>ra>bi>> ini sekarang dibenarkan oleh para sarjana Barat. Menurut keterangan al-Fa>ra>bi>>, pokok-pokok pembahasan logika ialah untuk memeriksa dan membedakan antara yang benar
144
A.M. Goichon, dan M.S. Khan, The Philosophy of Avicenna and Its Influence on Medieval Europe (Delhi: Motilal Banarsidass, 1969), h. 4-5. 145
Lihat http://www.muslimphilosophy.com/farabi/index.html, dan Elposito, ed., Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern, 72. 89
dan yang palsu. Penyelidikan ini akan membawa kita pada suatu ilmu atau pendapat yang belum kita ketahui. Karena itu yang menjadi sasaran dalam pelajaran logika adalah memperbedakan antara yang tulen (asli) dan yang tak tulen (tak asli), baik dan jahat (buruk), yang pada akhirnya kita akan sampai pada kesempurnaan. Kesempurnaan ini dapat membersihkan jiwa, sehingga jiwa yang bersih akan dapat mencapai keberuntungan sempurna, dan keputusan sebenarnya. al-Fa>ra>bi>> menganjurkan agar setiap orang mempelajari logika, karena dengan ilmu ini orang dapat membedakan mana konsepsi yang salah dan mana putusan yang tidak benar. Untuk melanjutkan pelajaran ilmu metafisika, al-Fa>ra>bi> memakai dalil-dalil logika. Di antara soal-soal yang diperbincangkan dalam ilmu logika ini adalah tentang konsep, sifat, wujud (being) atau tak wujud, hal-hal yang tak berwujud, zat, dan benda lainnya.146 Secara ringkas pandangan atau pemikiran utama filsafat alFa>ra>bi> meliputi 5 (lima) pokok, yaitu ontologi, teologi metafisik, kosmologi, psikologi rasional, dan filsafat politik.147 Tentang teologi metafisik, misalnya, al-Fa>ra>bi>, di samping juga Ibn Si>na>, membangun framework utama dalam analisis filosofis tentang Tuhan (God) dan dunia yang berada pada suatu oposisi teologis. Titik star yang dijadikan pijakan al-Fa>ra>bi>, juga Ibn Si>na> adalah bahwa Tuhan adalah satu-satunya wujud yang tak dapat dipengaruhi (dikenai menjadi musabab) dalam alam ini.148 Al-Fa>ra>bi> percaya bahwa alam ini dijadikan Tuhan dengan suatu maksud. Maksud sesungguhnya hanyalah Tuhan saja yang tahu. Alam inipun mempunyai permulaan dan kesudahan (akhir). Tentang psikologi rasional (rational psychology). Menurut al-Fa>ra>bi> manusia terdiri dari dua prinsip (unsur): tubuh (body) dan jiwa (soul). Tubuh terdiri dari bagian-bagian, yang dibatasi oleh ruang dan waktu, sedangkan jiwa berada dia atas semua kualitas
146
Lihat Sheikh, Isla>mic Philosophy, 58 dst. Sheikh, Isla>mic Philosophy, 58. 148 Oliver Leaman, An Introduction to Classical Islamic Philosophy (Cambridge: Cambridge, 2002), 28. 147
90
tubuh. Tubuh adalah produk dari dunia (alam), sedangkan jiwa berasal dari daya yang terpisah dari dunia yang sangat gaib.149 Spiritualitas jiwa diungkapkan oleh fungsi-fungsi yang spesifik yang merupakan kecerdasan dan moral (intellection and volition). Fungsi manusia itu sesuai dengan alam manusia (alam wujud). Menurut keterangan M. Caarra de Vaux, sebagaimana dikutip oleh Hoesin, logika al-Fa>ra>bi> telah dapat mempengaruhi perjalanan logika sarjana-sarjana Latin. Selain itu, ia dengan teoriteorinya telah memberikan dasar yang kokoh untuk orang Islam guna mengolah filsafatnya. Namanya di Eropa sangat harum karena logikanya. Di antara karya al-Fa>ra>bi> adalah Fawz al-As}ghar (Keberuntungan Kecil), di dalamnya terdapat pembahasan fasalfasal seperti tentang ada dan yang mengadakan; jiwa; nabi; wahyu dan akal dapat membedakan antara nabi yang benar dan yang palsu. Salah satu karakteristik pendekatan filsafat al-Fa>ra>bi>, sebagaimana dikatakan Oliver Leaman, adalah bahwa ia memandang dirinya sendiri sebagai anggota mazhab yang berbeda dalam sebuah tradisi filsafat tertentu. Madzhab ini merupakan kelanjutan dari tradisi Alexandrian pada abad ke-5 dan ke-6.150 Dia lebih memilih atau mengutamakan garis yang tak rusak, yakni garis runtut dari guru-guru dan penafsir-panafsir dari Greek (Yunani), dan khususnya Aristotalian, teks-teks filsafat dengan kritis yang telah dikembangkan, persetujuan-persetujuan, dan argumentasiargumentasi. Bahkan, al-Fa>ra>bi> menekankan bahwa satu-satunya filsafat yang singkat (padat) dan asli adalah yang ditransmisikan dari generasi ke generasi.151 Al-Fa>ra>bi> sangat berperan besar dalam bidang filsafat, sebab ia dapat memecahkan satu sistem filsafat yang lengkap dan telah memainkan peranan penting dalam dunia Islam; seperti peranan yang dimiliki Platinus bagi dunia Barat. Oleh karena itu, ia mendapat gelar ”al-Mu’allim al-Tha>ni>” (Guru Kedua) sebagai 149
Sheikh, Isla>mic Philosophy, 64. Leaman, An Introduction to Classical Islamic Philosophy, 14. 151 Leaman, An Introduction to Classical Islamic Philosophy, 14.
150
91
kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar al-Mu’allim alAwwal (Guru Pertama).152 Gelar yang diberikan kepada al-Fa>ra>bi> dikarenakan dua hal berikut. Pertama, perhatiannya yang sangat besar terhadap logika, serta pemahaman dan komentarkomentarmua yang sangat baik atas kitab-kitab Aristoteles.153 Kedua, ia merupakan orang pertama di kalangan umat Islam yang mempunyai perhatian dalam pengklasifikasian ilmu (ih}sa} ’> al‘ulu>m).154 terutama Lebih lanjut, peran penting al-Fa>ra>bi> bagi Ibn Si>na> adalah ia menjadi gurunya, di samping juga Ibn al-Rushd dan para filosof Muslim sesudahnya. Peran ini sangat tampak bagi pemahaman Ibn Si>na> terhadap karya Aristoteles. Karya al-Fa>ra>bi> yang berjudul Aghra>’ Kita>b Ma> Ba’da al-T{abi>’ah (Intisari Buku Metafisika), membantu Ibn Si>na> memahami buku ”Metafisika” karya Aristoteles,155 setelah dipelajarinya lebih dari 40 kali.156 alFa>ra>bi>, juga Aristoteles, memberikan pengaruh pada Ibn Si>na d> alam hal bidang spesifikasi dan pembagian ilmu.157 Dengan demikian pemikiran al-Fa>ra>bi> telah diperluas dan 158 ditransformasikan oleh Ibn Si>na>. Pada beberapa tema al-Fa>ra>bi> telah memberikan sebuah rupa outline bagi teori-teori Ibn Si>na>.159 Di antaranya tentang kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan (inteligensi), teori kenabian, dan teori tentang tentang akal, dan tentang penafsiran atas al-Qur’a>n, dan klasifikasi sains.160 152
Sunanto, Sejarah Kebudayaan Islam, 51-52. Muh}ammad ‘Alî Abu> Rayya>n, Ta>ri>kh al-Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m (Iskandariyah: Da>r al-Ma’rifah al-Ja>mi’ah, 1980), 356. 154 Abu> Rayya>n, Ta>ri>kh al-Fikr al-Falsafi> fi> al-Isla>m, 356, dan Zainun Kamal, ”Kritik Ibn Taimiyah terhadap Logika Aristoteles” (Disertasi di Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1995), 79-80. 155 Lihat Parviz Morewedge, The Metaphysica of Avicenna (Ibn Sīnā) (London: Routledge & Kegan Paul Ltd., 1973), 160. 156 Sunanto, Sejarah Kebudayaan Islam, 52. 157 Morewedge, The Metaphysica of Avicenna (Ibn Sīnā), 149. 158 Leaman, An Introduction to Classical Islamic Philosophy, 15, dan 20. 159 Lihat Goichon, dan Khan, The Philosophy of Avicenna and Its Influence on Medieval Europe, h. 5, dan Sheikh, Islâmic Philosophy, 57. 160 Tentang klasifikasi sains menurut al-Fa>ra>bi> lihat Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 60-62, dan Franz Rosenthal, The Classical Heritage in 153
92
Filsafat al-Fa>ra>bi> itu merupakan kombinasi atau campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Shi>’ah Ima>miyyah. Hal itu, misalnya, dapat dilihat dalam soal mantik (logika) dan filsafat fisika, dalam hal ini ia mengikuti Aristoteles; sedangkan dalam soal etika dan politik ia mengikuti Plato; dan dalam soal metafisika ia mengikuti Plotinus. Di samping itu, menurut A. Hanafi, alFa>ra>bi> merupakan filosof sinkretisme (pemaduan) yang percaya pada kesatuan (ketunggalan) filsafat.161 Tentang pemikiran fisafatnya mengenai kesatuan filsafat, misalnya, bagi al-Fa>ra>bi> pada hakikatnya filsafat merupakan satu kesatuan, karena itulah para filosof besar harus menyetujui bahwa satu-satunya tujuan filsafat adalah mencari kebenaran. Kebenaran agama dan kebenaran filsafat secara nyata adalah satu, meskipun secara formal berbeda. Pendapatnya ini menunjukkan kemungkinan persesuaian antara filsafat dan ajaran Islam. Dalam konteks inilah, al-Fa>ra>bi> tidak diragukan lagi sebagai orang pertama yang telah membangun filsafat di atas dasar penyesuaian ini, di mana para filosof kemudian mengikuti langkah-langkahnya. Ibn Si>na> pada tahap tertentu telah memaparkan aspek-aspek Platonis al-Fa>ra>bi>; sedangkan Ibn al-Rushd sibuk menunjukkan persesuaian atara filsafat Aristoteles dan agama.162 Teori sepuluh inteligensi al-Fa>ra>bi> kemudian dipegang kuat, dirangkum dan dipaparkan oleh Ibn Si>na>, pada satu sisi, namun ditolak keras oleh al-Ghaza>li> (450-505 H./1058-1111 M.) 163, pada sisi yang lain.164Tentang teori tentang akal, yang diterima secara Isla>m, diterjemahkan dari bahasa German oleh Emile and Jenny Marmorstein (London: Routledge & Kegal Paul, , 1975), 54-55. 161 A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 118121. 162 Lihat Sheikh, Islamic Philosophy, 136-137, Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 64-65. 163 Nama lengkapnya adalah Abu> H{am > id Muh}ammad ibn Muh}ammad ibn Muh}ammad al-Ghaza>li>, lahir di Thus; 450 H./1058, dan meninggal dunia juga di Thus pada 14 Jumadil Akhir 505 H./1111 M., dalam usia 52–53 tahun). Ia merupakan seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang di dunia Barat Abad Pertengahan dikenal sebagai Algazel. 164 Tentang hal ini lihat Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 66-69. 93
umum pada Abad-abad Pertengangan, dipakai oleh Ibn Si>na>, bahkan dikuatkan dan diperjelas oleh Ibn al-Rushd, --yang meskipun berpegang teguh pada ajaran-ajaran Aristoteles, tetapi juga berada pada pengaruh teori itu. Ringkasnya teori al-Fa>ra>bi> tentang akal adalah teori yang paling berarti di antara semua teori yang dikembangkan oleh pemikir-pemikir Muslim, dan telah berpengaruh besar pada filsafat Kristen.165 Jika al-Fa>ra>bi> diberi gelar al-Mu’allim al-Tsa>ni>, karena prestasinya sebagai peletak fondasi kajian logika di dunia Islam, maka Ibn Si>na>, diberi gelar sebagai al-Shaikh al-Ra>’is (Syaikh Utama), karena prestasinya sebagai penulis yang luar biasa produktif telah berjasa besar dalam penyebarluasan kajian logika, sehingga pada masa Ibn Si>na> logika dan filsafat mencapai puncaknya yang tertinggi.166 Teori al-Fa>ra>bi> tentang kenabian167 berpengaruh jelas, tidak hanya pada Barat dan Timur, tetapi juga pada Abad Pertengahan dan sejarah modern. Bahkan Ibn Si>na> mengikuti sepenuhya teori ini, di mana pengupayaannya atas teori ini sama dengan alFa>ra>bi>.168Demikian juga tentang penafsiran atas al-Qur’a>n. Kecenderungan al-Fa>ra>bi> kepada spiritualisme dalam penafsiran atas al-Qur’a>n juga diambil dan digunakan secara luas oleh Ibn Si>na>.169 Dari deskripsi di atas jelas adanya pengaruh atau peranan al-Kindi> dan al-Fa>ra>bi t> erhadap Ibn Si>na>, khususnya dalam bidang logika dan filsafat. 4..
Lembaga Pendidikan Medis dan Rumah Sakit Pertama di Dunia Islam yang Berperan Terhadap Intelektualisme Ibn Si> Sina> >na na>
Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan (sains) dan peradaban di dunia Islam menyebabkan Islam mencapai zaman Renaisans, yaitu mulai tahun 900 sampai 1100 M., dan menyebabkan pengaruh yang luar biasa pada kemajuan peradaban 165
Tentang hal ini lihat Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 72-73. Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 294, dan Kamal, ”Kritik Ibn Taimiyah”, 87. 167 Tentang teori kenabian ini lihat Leaman, An Introduction, h. 86-87, dan Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 73-77. 168 Lihat Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 77. 169 Tentang hal ini lihat Syarif (ed.), Para Filosof Muslim, 78-79. 166
94
Barat. Baghdad menjadi ramai oleh para pendatang dari berbagai pelosok negeri termasuk Eropa untuk menimba ilmu dan peradaban. Fakta tersebut ditambah lagi oleh pengaruh peradaban Islam Spanyol dan Sisilia yang menjadi perantara langsung peradaban Islam dengan dunia Barat. Menurut W. Montgomery Watt, Gerbert of Aurrilac, hidup pada tahun 999-1003 M. adalah orang pertama yang mulai mempelajari sains Islam. Ia belajar logika, sastra, sains, dan matematika, kemudian astronomi di Cordova.170 Perkembangan sains dan peradaban tersebut terjadi karena perhatian yang tinggi terhadap lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan medis. Lembaga pendidikan inilah yang menjadikan sains dan peradaban Islam mengalami kemajuan bahkan mencapai masa keemasan (the golden age).171 Atas dasar inilah pembahasan tentang lembaga pendidikan yang pertama-tama muncul di dunia Islam menjadi penting. Seiring dengan semaraknya penerjemahan buku-buku sains dan filsafat Yunani, lembaga pendidikan mencapai kemajuan yang signifikan. Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, mulai mengajarkan ilmu pengetahuan umum, seperti filsafat, kedokteran, dan matematika. Dalam sejarah Islam awal terdapat beberapa lembaga pendidikan, di antaranya yang disebut Maktab/Kutta>b, H{alaqah, dan Masjid. Lembaga pendidikan yang bernama Maktab atau Kutta>b yang sebelumnya hanya mengajarkan pelajaran membaca
170
W. Montgomery Watt, The Influence of Islam on Medieval Europe (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), 56. 171 Zaman Keemasan (the Golden Age), menurut EG. Browne, berlangsung selama tahun 750-850 M, atau, menurut Omar Amin Hoesin, dimulai dari tahun 287-494 H./900-1100 M. Tampaknya periodisasi yang dibuat Hoesin lebih tepat, di mana ia membuat 4 (empat) periodisasi kedokteran Islam, yaitu zaman sebelum Islam, zaman penerjemahan, zaman keemasan, dan zaman kacau. Zaman keemasan itu merupakan sebutan populer untuk zaman perkembangan ilmu sebagai kelanjutan dari zaman penerjemahan dan penulisan buku-buku dan kedokteran (131-288 H./750-900 M.). EG. Browne, Arabian Medicine (Cambridge: the University Press, 1962), 5. 95
dan menulis, kemudian mengajarkan ilmu-ilmu agama, sejak abad ke-8 M., mulai mengajarkan sains.172 H{alaqah yang merupakan salah satu nama lembaga pendidikan, di dalamnya juga diajarkan sains. H{alaqah adalah model pendidikan di mana seorang guru duduk dikelilingi oleh murid-murid yang mendengar pelajaran guru. Menurut Hanun Asrohah, h}alaqah bukan lembaga pendidikan tingkat dasar melainkan lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college.173 Masjid, dalam sejarahnya, bukan hanya tempat shalat tetapi juga tempat untuk menuntut ilmu (t}alab al-‘ilm). Masjid, di samping madrasah, menjadi tempat pengajaran ilmu medis teoritis. Lembaga pendidikan masjid merupakan lembaga pendidikan terbesar di seluruh provinsi wilayah Islam. Tiap-tiap desa memiliki lebih dari satu masjid. Tetapi masjid-masjid yang menjadi pusat perhatian dan kebanggaan adalah masjid ja>mi’ yang ada di kotakota besar, seperti Baghdad, Damaskus, dan Kairo. Masjid alMans}ur> di Baghdad mempunyai tidak kurang dari 40 h}alaqah, sehingga ramai dikunjungi para penuntut ilmu. Masjid Umayah di Damaskus juga ramai dijadikan sebagai tempat halaqah, diskusi dan penerjemahan buku-buku. Masjid Al-Azhar di Kairo merupakan pusat kegiatan keilmuan setaraf universitas.174 Istilah madrasah sebagai lembaga pendidikan pada masa Abbasiyah belum dikenal. Lembaga ini baru berkembang pada masa Dinasti Saljuk menguasai Baghdad menggantikan Dinasti Buwayh. Namun, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa madrasah sudah muncul sebelumnya di Nisaphur. Menurut pendat ini, madrasah yang dikembangkan oleh Niz}am > al-Mulk di masa Dinasti Saljuk adalah madrasah yang dibangun secara besar172
Nasr, Science and Civilization,.65-69, Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,
Penerjemah Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 62-63, Didin Saefudin, Zaman Keemasan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah (Jakarta: Grasindo, 2002), 195. 173 Nakosteen, Kontribusi Islam, h. 60, Saefudin, Zaman Keemasan Islam, 195. 174 Saefudin, Zaman Keemasan Islam, 195, Nasr, Science and Civilization in Islam, 88. 96
besaran. Al-Ghaza>li> menjadi tokoh, dan guru besar, sekaligus pimpinan madrasah ini.175 Bagi para penuntut ilmu toko buku dan perpustakaan juga menjadi tempat yang ramai dikunjungi. Di Baghdad, menurut Stanton, ada 100 toko buku. Selain Baghdad, kota-kota Sharaz, Mosul, Basrah, Merv, Fez, Tunis, dan Basrah merupakan kota-kota yang mendukung berkembangnya toko-toko buku. Selain itu, observatorium dan rumah sakit menjadi tempat pusat kegiatan keilmuan. Di observatorium sering diadakan kajiankajian terhadap sains dan filsafat Yunani. Bayt al-H{ikmah (House of Wisdom) atau Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia Islam didirikan pada sekitar tahun 200 H./815 M. oleh khalifah alMa’mu>n bin Ha>ru>n al-Rashi>d (memerintah 813-832 M.) di Baghdad.176 Bayt al-H{ikmah ini terdiri dari perpustakaan, pusat penerjemahan, juga dilengkapi dengan observatorium bintang dan universitas (da>r al-‘ulu>m).177 Pada masa Khalifah al-Ma’mûn ia menjadikan al-Khawarizmi (nama lengkapnya, Muh}ammad ibn Mu>sa> al-Khawazrimi>, lahir di Khiva) sebagai researcher (peneliti), khususnya untuk penyusunan kalender. Sejumlah rumah sakit yang dibangun oleh penguasa juga menjadi lembaga transmisi ilmu kedokteran. Rumah sakit di samping menyediakan pelayanan kesehatan juga sebagai tempat belajar, khususnya ilmu kedokteran. Sampai tahun 1060 M., terdapat 60 lembaga pengobatan di Baghdad.178 Secara khusus, lembaga pendidikan medis adalah Sekolah Tinggi atau Akademi Jundishapur. Akademi ini merupakan lembaga medis pertama di dunia Islam pada masa keemasan Islam pada abad ke-9 M. Jundishapur atau Gondeshapur, dalam bahasa Arab Jundi> Sa>bu>r179 secara bahasa berarti kebun yang indah (beautiful garden)180 adalah sebuah kota di Khuziztan (dalam 175
Nasr, Science and Civilization, 71. Nasr, Science and Civilization, 69. 177 Nasr, Science and Civilization, 69, Saefudin, Zaman Keemasan Islam, 195. 178 Saefudin, Zaman Keemasan Islam, 195. 179 Browne, Arabian Medicine, h. 20. 180 Ibrahim B. Syed, ”Islamic Medicine: 1000 Years Ahead of Its Time”, dalam JISHIM, 2002, Vol. 2, 3. 176
97
sumber-sumber Muslim awal disebut Ahwaz), Iran yang dibangun pada tahun 260 M. oleh penguasa Sasanid Shapur I (241-272 M.) sebelum hadirnya Islam.181 Jundishapur ini mendapat pengaruh dari peradaban Mesopotamia. Nasir Ibn Alqama merupakan salah seorang dokter tamatan Jundishapur ini. Akademi Jundishapur ini berkembang pesat sebagai sebuah gudang sains yang besar, yang banyak dipengaruhi oleh sains Islam sampai awal abad ke-11 M. Salah satu alasan yang menjadikan para ahli sejarah dan pendidikan tertarik kepada Akademi ini karena ia tetap menjadi pusat sains Islam selama masa periode pemerintahan Umayah (661749 M.).182 Pada zaman pemerintahan Bani ‘Umayyah kemajuan ilmu pengobatan mulai berjalan. Namun, kemajuannya belum tampak menonjol. Kemajuan yang pesat baru terjadi pada zaman khalifahkhalifah ‘Abba>siyyah (750-1258 M).183 Pada masa inilah Akademi Jundishapur ini masih berjalan terus. Akademi ini pun masih dipelihara baik-baik oleh pemerintah Islam ketika seluruh kerajaan Iran jatuh ke bawah Islam. Di samping Jundishapur, ada pula pusat pelajaran ilmu kedokteran di Harran, yang terletak di daerah Syiria. Akademi Jundishapur itu sangat menarik perhatian orang, karena, Akademi ini mempunyai dasar-dasar pengetahuan kedokteran Yunani dan Iran. Melalui Akademi Jundishapur yang merupakan pusat ilmu pengetahuan di Persia184 inilah Timur utamanya memainkan suatu peran yang besar dalam pengajaran saintifik, di mana sains Yunani telah berhubungan secara harmonis
181
Mehmed Mahfuz Soylamez, ”The Jundishapur School: Its History, Structure, and Functions”, dalam The American Journal of Islamic Social Sciences 22: 2, 2, dan Husain F. Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, dalam JISHIM, 2003, Vol. 2, 21. 182
Menurut Muhammad Tohir, pemerintahan Dinasti ‘Umayyah berlangsung tahun 661 H./750-1258 M. Muhammad Tohir, Sejarah Islam dari Andalus Sampai Indus (Jakarta: Pustaka Jaya, 1981), 80. 183 Dinasti Abbasiyah berlangsung selama lima abad, yakni tahun 6617501258 M. Tohir, Sejarah Islam dari Andalus Sampai Indus, 97. 184 Pusat sains di Persia yang lain adalah seperti Salonika, Ctesiphon, dan Nisapur. 98
dengan sains Persia.185 Sedangkan Barat memainkan banyak sekali peran dalam filsafat dan juga dalam sains alam melalui karya-karya Aristoteles.186 Para mahagurunya pun terdiri dari orang-orang Persia (Iran), Syiria, dan Yunani (Greece). Demikian pula muridmuridnya.187 Menurut Omar Amin Hoesin, kemungkinan besar mahasiswa-mahasiswa dari India pun banyak yang menuntut pelajaran di Akademi atau Sekolah Tinggi tersebut.188 Untuk kepentingan pelajaran di sekolah tinggi ini, sejak abad ke-5 M. dimulailah proyek penerjemahan ilmu pengobatan bahasa Yunani ke bahasa Shiria dan Pahlavi. Kemudian pada abad ke-6, buku-buku karya Hippocrates dan Galen disalin ke dalam bahasa Shiria oleh Sergius. Terjemahan tersebut sangat menarik perhatian para khalifah ‘Abba>siyyah. Sejak itulah mereka kemudian menumpahkan minat untuk menyalin buku-buku semacam itu, dari bahasa Pahlavi, Shiria, dan Yunani, ke dalam bahasa Arab. Sebagai konsekuensi lanjutnya, perhatian mereka kemudian tertumpah pada kedua buah Perguruan Tinggi Kedokteran di Jundishapur dan Harran tersebut. Akademi Jundishapur itu menjadi sangat penting karena di tempat itulah, pada hari-hari berikutnya, dibentuk pikiran-pikiran intelek Islam. Dari sinilah banyak dokter Arab menamatkan pelajarannya, yang kemudian berjumpa dengan ajaran-ajaran Nabi Muh}ammad. Dalam konteks inilah, ilmu mereka mendapatkan persetujuan dari al-Quran, sehingga menyebabkan mereka mendapat tempat dalam lapangan kedokteran Islam. Akademi Jundishapur ini merupakan salah satu dan menjadi faktor terpenting bagi penyebaran kebudayaan klasik Yunani, Helenisme, dan Helenistik ke dalam penjuru dunia 185
A.M. Goichon, dan M.S. Khan, The Philosophy of Avicenna and Its Influence on Medieval Europe (Delhi: Motilal Banarsidass, 1969), 49. 186 Goichon, dan M.S. Khan, The Philosophy of Avicenna, 49. 187
Menurut Hussein Nakhai, sebagaimana dikutip oleh Soylamez, ada sekitar 5000 siswa yang berasal dari Persia, Roma, Yunani, Syiria, Arabia, dan India. Hal ini menjadikan Jundishapur sebagai pusat regional yang penting bagi sains medis. Soylamez, ”The Jundishapur School, h. 5 dan 11. 188 Hoesin, Kultur Islam, 68-69. 99
Muslim.189Akademi ini mengembangkan kurikulum studi yang disusun setelah Universitas Alexandria dan selama abad ke-6 disamakan dengan ilmu pengetahuan India, Grecian, Syria, Helenistik, Hebrew dan Zoroastrian. Akademi Jundishapur ini menggalakkan penerjemahan ilmu pengetahuan dan filsafat klasik Yunani ke dalam bahasa Pahlavi dan Syria hingga awal-awal abad Islam, pusat pendidikan dan sains kuno menyebarkannya kepada dunia Muslim dan Barat, sampai akhirnya tugas ini diambil alih oleh Baghdad di Islam Timur, Sisilia, dan Cordoba di Islam Barat.190 Jundishapur ini menjadi pusat belajar Nestorian yang bergerak dari Syiria ke Jundishapur di Persia, dan di sanalah mereka mendirikan rumah sakit yang besar. Jundishapur menjadi pusat kebudayaan yang paling menonjol pada masa Penguasa Persia Kisra Aushirwan, yang menjadikan kota ini menarik orang India yang paling terkemuka, Jahudi, Syiria dan dokter-dokter Persia. Kisra digunakan untuk mengirim para dokter ke India untuk mencari buku-buku medis untuk diterjemahkan dari bahasa Sanskrit ke Persia dan Syiria, juga buku-buku Yunani diterjemahkan; dan Jundishapur dinilai sebagai perpustakaan saintifik yang besar.191 189
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, penerjemah Joko S. Kahhar dan
Supriyanto Abdullah (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 18-20. 190 Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, 20. Cordova atau Cordoba adalah ibu kota kekaisaran Andalusia (Spanyol), di mana selama 781 tahun (711-1492 M) Islam berkuasa di Spanyol. Awalnya ditaklukkan oleh T{ari>q Ibn Ziya>d melalui selat Giblatar (Jabal T{ari>q) dengan panglima perangnya, Mu>sa> bin Nusayr. Kedatangan Islam di Spanyol merupakan titik penting bagi penyebaran Islam di Eropa. Karena itu, Spanyol dianggap sebagai gerbang pertama masuknya Islam di Eropa. Disarikan dari http://www.britannica.com/EBchecked/topic/ 137374/Cordoba, M. Najibur Rohman, ”Semangat (Islam) Cordova”, dalam http://www. belajarislam.com/wawasan/dunia-islam/824-membangun-konstruksipemahaman-sejarah-islam-andalusia-di-era-globalisasi, dan Asro Kamal Rokan, ”Cordova, Aduhai Mezquita...”, dalam http://www.antaranews.com/kolom/?i =1266069780, diakses pada 5 November 2010. 191 Ead, ”Arabic (or Islamic) Influence On the Historical Development of Medicine”, artikel dalam www.levity.com/alchemy/islam19.html. 100
Akademi Jundishapur sangat menarik perhatian para sejarawan baik dari Barat maupun para ahli pendidikan Islam karena dua hal.192 Pertama, menjadi tempat dilestarikannya kegiatan intelektual pada abad ke-6 bagi para cendekiawan besar dari Yunani dan Syiria yang bersama-sama dengan pemikiran Hindu, Yahudi, Persia, dan mungkin juga Cina, dalam meneruskan unsur-unsur penting sains (terutama kedokteran) dan filsafat dari kebudayaan klasik. Di luar asosiasi pemikiran skolastik ini muncul sinkronisme ilmiah yang dalam beberapa hal menyempurnakan kesimpulan-kesimpulan ilmiah-filsafat dari kebudayaan yang berbeda-beda. Pusat intelektual sains, mulanya ada di Edessa (alRu>ha>) dan Harra>n, yang kemudian pindah ke Nisibis, pada pertengahan pertama abad ke-6 dipusatkan di akademi Jundishapur ini, sehingga akademi ini menjadi institusi terbesar pendidikan tinggi di dunia. Kedua, Akademi Jundishapur ini tetap merupakan pusat sains Islam selama masa periode pemerintahan ‘Umayyah (661749). Pada intinya, sains yang baru, kebangkitan dalam penerjemahan, asimilasi, penyempurnaan dan penambahan kreatif terhadap sains yang telah ada, telah dirangsang dan dikembangkan melalui contoh dan kontribusi para cendekiawan dari Jundishapur tersebut. Rumah sakit (hospital) juga menjadi salah satu institusi atau lembaga pendidikan dan pengajaran kedokteran klinik (clenical medicine). Sedangkan aspek medis teoritis (the theoritical aspect of medicine) diajarkan atau dipelajari di masjid dan madrasah.193 Ide rumah sakit sebagai sebuah tempat institusional untuk merawat dan mengobati para pasien tidak terekam dalam masa purbakala. Waktu itu hanya terdapat pemondokan atau sanatoria dan tempat penginapan (travel lodges) yang digunakan untuk perawatan di mana orang yang sakit dirawat oleh para kyai yang mengurusi tempat itu. Umumnya terapi di pemondokan itu berpijak pada doa-doa dan ibadah pada Tuhan untuk pengobatan khususnya oleh Aescalapius. Pengobatan-pengobatan yang 192 193
Nakosteen, Kontribusi Islam, 27-30. Nasr, Science and Civilization in Islam, 89. 101
dilakukan disesuaikan dengan pemikiran yang mengarah pada hasil yang berasal dari intervensi-intervensi wahyu.194 Islam dalam zaman keemasan masyhur dengan rumah sakitrumah sakit (hospital), dan klinik-klinik. Bentuk hospital itu ditiru dari Persia oleh umat Islam. Karena itu rumah sakit itu dinamai dengan bi>ma>rista>n (j. bi>ma>rista>na>t) atau ma>rista>n. Kemudian rumah sakit ini ditiru oleh orang Barat dan dinamakan dengan hospital, searti dengan ma>rista>n. Hospital dalam bahasa Latin, berarti rumah sakit, mensa hospital.195 Kepedulian dunia Islam dalam mengembangkan bidang ilmu kedokteran lebih lanjut diikuti pula dengan kesungguhannya dalam membangun rumah sakit yang tersebar pada seluruh wilayah dunia Islam. Terdapat sejumlah rumah sakit yang terkenal dan penting di Baghdad, Damaskus, Rayy, Isfahan, Merv, Samarkand, Kairo, Jerussalem, Alexandria, Qairawan, Fez, Cordova, Valencia, , Shiraz, Seville dan Toledo. Kekuasaan bani ‘Umayyah mempunyai prestasi yang cemerlang dalam pengembangan kedokteran, antara lain dengan mendidikan rumah sakit yang dibangun di Damaskus. Inilah rumah sakit pertama yang mempunyai peranan besar. Ide rumah sakit sebagai sebuah tempat institusional untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk orang-orang yang sakit secara penuh tersebut dibangun pada tahun 88 H./707 M. oleh Khali>fah ‘Umayyah bernama Khali>fah al-Wali>d bin ‘Abd al-Ma>lik, dikenal dengan nama Khali>fah al-Wali>d I (86-96 H./705-715 M). Rumah sakit ini dibangun mirip model sumah sakit-sumah sakit periode pra-Islam, seperti rumah sakit di Jundishapur.196 Namun rumah sakit yang dibangun oleh Khali>fah al-Wali>d tersebut tidak lebih dari sebuah rumah sakit lepra (leprosoria) karena rumah sakit ini membolehkan pemisahan penyakit-penyakit kusta dari yang lainnya. Rumah sakit inipun masih sangat sederhana. Ketika itu hanya mengandalkan
194
Husain F. Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, dalam JISHIM, 2003, Vol. 2, 23. 195 Hoesin, Kultur Islam, 119. 196 Nasr, Science and Civilization in Islam, 89. 102
pada staf dokter-dokter honorer untuk mengobati orang yang sakit.197 Khali>fah ‘Umayyah berakhir selama 90 tahun, dan selama masa itu kekuasaannya telah meluas dari Cina di Timur hingga Spanyol di Barat. Penerjemahan karya-karya saintifik ke dalam bahasa Arab telah berlangsung, namun di bawah kekuasaan ‘Abba>siyyah, yang meruntuhkan ‘Umayyah, kerja penerjemahan itu berakselerasi besar. Faktor terpenting yang memfasilitasi (mendukung) kerja penerjemahan itu adalah fleksibilitas bahasa Arab, kekayaan terminologinya, dan kapasitas (cakupan) ekspresi atau ungkapannya. Kemudian, pada masa kekuasaan ‘Abba>siyyah di Baghdad rumah sakit pertama yang dibangun di kota ini didirikan atas perintah khalifah Ha>ru>n al-Rashi>d (170-193 H./786-809 M.) pada abad ke-9 M. Kemudian pada abad ke-10 M., didirikan pula lima buah rumah sakit di kota itu. Adapun mengenai klasifikasi dan bentuk bangunan rumah sakit itu beraneka ragam. Beberapa rumah sakit tersebut dibagi lagi menjadi rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, rumah sakit jantung dan penyakit menular, serta rumah sakit yang dapat berpindahpindah (keliling) yang melayani masyarakat di pedesaan, dinas militer, tentara dan sebagainya. Berbagai rumah sakit yang tersebar di seluruh dunia tersebut juga telah diorganisir dalam sebuah jaringan rumah sakit, sehingga antara satu dan lainnya dapat bersinergi. Di samping itu ada juga rumah sakit yang lebih spesial dan ekslusif yang tugasnya menangani penyakit yang tidak dapat ditangani oleh rumah sakit umum. Rumah Sakit ‘Ad}ud}i,> yang dibangun pada tahun 981 M. di Baghdad, misalnya, dibangun untuk menangani penyakit patah tulang, operasi bedah, dsb. Rumah Sakit ‘Ad}ud} ini dibangun di bawah kepemimpinan seorang dokter Islam besar bernama al-Ra>zi>. 198 Di rumah sakit ini ada 44 tenaga medis dan ahli bedah yang dapat menangani bedah dengan cermat pada seluruh pasien yang datang dengan standar biaya yang tinggi. 197 198
Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 23. Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 23. 103
Pusat dunia dalam semua seni dan sains ada di Baghdad, tempat khalifah ‘Abba>siyyah pertama, al-Mans}ur> , membangun ibu kota ini. Masa Ha>ru>n al-Rashi>d, abad ke-9, adalah masa keemasan. Dia menyerukan diriya bekerjasama dengan banyak ahli dokter, yang mempelajari medis Persia, Yunani, dan India. Dialah khalifah pertama yang memberi bantuan kepada rumah sakit umum di Baghdad. Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh para penggantinya. Hal ini menunjukkan bahwa Khalifah ‘Abba>siyyah meminta dokternya, ‘Isa> Ibn Yu>su>f untuk mempersiapkan ujian kelayakan medis. Para dokter yang tidak lulus ujian dilarang melakukan praktik medis. Sebanyak lebih dari 800 dokter laki-laki lulus, dan seratus lainnya tereliminasi dari profesi ini. Mereka yang lulus diberi sertifikat untuk berpraktek dalam profesi mereka.199 Khalifah al-Mans}ur> mengundang Jurjis Ibn Bakhti Yashu, dokter Syiria dan kepala rumah sakit di Jundishapur, untuk bertemu dengannya di istana ‘Abba>siyyah.200 Pria ini adalah seorang anggota dari keluarga Bakhtish yang melahirkan banyak ahli dokter besar dalam beberapa generasi. Mereka bekerja pada pemerintahan ‘Abba>siyyah selama sekitar tiga abad, di mana mereka mendapatkan kesejahteraan dan posisi besar yang seringkali lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja sebagai khalifah atau menteri. Beberapa di antaranya mejadi penerjemah teks-teks saintifik dan pengarang sejumlah buku tentang medis.201 H{unayn bin Ish}aq (Johanitus), mungkin penerjemah terbesar dalam sejarah Arab. Ia mempunyai pengetahuan yang sangat tinggi tentang Syria, Yunani, dan Arab, dan membuat banyak terjemahan dari saintifik Greek dan manuskrif filsafat ke dalam bahasa Arab. Karya-karya ini mencakup karya-karya Hippocrates dan Galen.
199
Muhammad Abdul Rahman Khan, A Brief Survey of Muslim Contribution to Science and Culture (?:?,?). 200 Khan, A Brief Survey of Muslim Contribution. 201 Browne, Arabian Medicine, 23-25, dan Nagamia, ”Islamic Medicine
History and Curent Practice”, 24. Tentang kesejahteraan Jurjis terlihat dari gaji yang diterimanya. Mengenai jumlah gajinya lihat Rom Landau, The Arab Heritage of Western Civilization (New York: Arab Information Center, 1962), 51-52. 104
Ada banyak penerjemah lain yang menjadi penulis dan filosof besar. Tsa>bit Ibn Qurrah, yang menulis banyak buku tentang keberagaman topik medis, begitu juga tentang filsafat dan astronomi; Qusta> Ibn Luqa>’, semasa dengan al-Kindi>, yang menerjemahkan banyak buku ke dalam bahasa Arab. Juga ada Mankah seorang India, yang di antaranya menerjemahkan dari bahasa Sanskrit (Sansekerta) ke bahasa Arab. Para Khalifah ‘Abba>siyyah bukan hanya memperhatikan penerjemahan saja, tetapi juga tertarik pada kesehatan publik. Rumah sakit pertama dalam kekuasaan Islam yang dibangun di Baghdad pada abad ke-9 oleh pemerintahan Khalifah Ha>ru>n alMans}ur> ; setelah itu banyak rumah sakit lain dibangun di dunia Islam. Rumah sakit pertama yang dibangun pada masa gubernur Mesir Ibn Tulun pada 872 M. Rumah sakit ini terkenal luas desainnya, memuat ruang-ruang farmasi, perpustakaan, ruangruang perkuliahan untuk mahasiswa medis.202 Dunia Islam juga mencatat lembaga medis yang disebut Bi>ma>rista>n (j. Bi>ma>rista>na>t) atau Ma>rista>n.203 Bi>ma>rista>n adalah lembaga-lembaga untuk mengobati para pasien yang ditempatkan dalam bangunan-bangunan terpisah atau semacam rawat inap. Bangunan-bangunan ini terdiri dari berbagai tipe: ada bangunan khusus bagi penderita sakit gila dan lepra. Selain itu juga ada rumah sakit-rumah sakit yang lokasi bangunannya di istana-istana
202
Macksood Aftab, ”How Islām Influenced Science”, artikel diakses pada 11 September 2007 dari www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/science.html. 203 Term atau istilah ”Bi>ma>rista>n” digunakan untuk menunjukkan rumah sakit-rumah sakit (the hospitals) sepanjang dunia Islam, berasal dari bahasa Persia Bi>ma>rista>n, terdiri dari dua suku kata: bimar yang berarti orang sakit (sick) dan stan yang berarti tempat (place). Jadi Bi>ma>rista>n menunjukkan arti ”a place for the sick” (tempat bagi orang sakit). Kata ini sekarang telah diganti di Mesir dengan kata Arab asli, yaitu Mustas}fa>, yang berarti ”a where health is sought”, sebuah tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit), sedangkan kata Ma>rista>n digunakan untuk pengertian rumah sakit jiwa (a mad-house). Browne, Arabian Medicine, 102. 105
dan sebagian lainnya dapat berpindah-pindah, yang disebut sebagai the traveling clinics (klinik keliling).204 Rumah sakit Islam pertama dan tertua dibangun oleh Ah}mad Ibn T{ul> u>n di Kairo pada sekitar akhir abad ke-8 M. (tahun 873 M).205 Sedangkan rumah sakit yang terpenting didirikan oleh Qala>’u>n sekitar tahun 1284 M. yang dikenal dengan nama alMa>rista>n al-Kabi>r al-Mans}ur> i> (the freat hospital of al-Mans}ur> ). Selain Bi>ma>rista>n tersebut, ada pula Bi>ma>rista>n yang terbesar dan terindah di Kairo, yang dibangun oleh Sultan S{ala>h} alDi>n al-Ayyu>bi> sebagai bentuk amal sadaqah, bukan motif-motif keduniawian. Untuk mewujudkan bangunan itu Sultan al-Ayyu>bi> menunjuk seorang pengawas terpelajar dengan tugas utamanya mengontrol gudang-gudang dan semua persediaan obat. Pelayanan di Bi>ma>rista>n ini dapat dikatakan baik, karena setiap pasien yang dirawat disediakan tempat tidur yang nyaman. Dalam pengawasan itu pengawas tersebut dibantu oleh beberapa asisten yang bertugas menjaga pasien siang malam, memberikan makanan yang cocok untuk penyakit pasien dan memberikan obat-obatan yang diperlukan. Pasien perempuan ditempatkan pada bagian ruangan yang terpisah dan dirawat dengan baik. Adapun bagian ketiga gedung disediakan khusus untuk pasien gila. Bagian ini memiliki halaman yang luas, jendela-jendela yang diberi jeruji besi. Pasien gila ini pun juga dirawat dengan baik.206 Di Kairo ada bim > a>rista>n yang lebih megah lagi, dan merupakan bimaristan terpenting, didirikan oleh Qala>’u>n al-Malik al-Mans}ur> sekitar tahun 1284 M. yang dikenal dengan nama alMa>rista>n al-Kabi>r al-Mans}ur> i> (the freat hospital of al-Mans}ur> ).207 Pengelolanya bisa berasal dari kalangan ulama atau amir Mamluk
204
Rosanna Gorini, ”Attention and Care to The Madness During the Islamic Middle Age in Syria: the Example of the Bimaristan al-Arghun, From Princely Palace to Bimaristan”, dalam JISHIM, 2002, Vol. 2, 40. 205 Browne, Arabian Medicine, 101-102, dan Gorini, ”Attention and Care to The Madness During the Islamic Middle Age in Syria”, 40. 206 Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 42. 207 Browne, Arabian Medicine, 101-102. 106
yang memiliki rasa peduli dan solidaritas yang tinggi untuk sesama manusia.208 Bi>ma>rista>n ini mampu menampung 8000 pasien, dan didesain dengan pendekatan yang sangat ilmiah. Bi>ma>rista>n ini dilengkapi pula dengan toko obat-obatan, masjid dan sekolah. Bi>ma>rista>n telah tampil semacam Teaching Hospital (Rumah Sakit Pendidikan) seperti yang ada di Universitas Kebangsaan Malaysia, rumah sakit di Sangapura dan lainnya. Setiap bagian tugas yang ada di Bi>ma>rista>n itu berada di bawah pengawasan tenaga ahli yang kompeten yang sengaja diangkat untuk mengkaji berbagai macam penyakit yang ditemukan.209 Selain itu, Bi>ma>rista>n yang melaksanakan fungsinya semacam teaching Hospital itu pun dilengkapi dengan ruang klinik dan ruang dosen yang saling berhubungan. Dengan demikian, Bi>ma>rista>n yang ada di Kairo itu telah tampil sebagai sebuah model rumah sakit yang tidak hanya memberikan pelayanan dalam bidang pelayanan medis kepada pasien-pasien, tetapi juga telah melaksanakan fungsi sosialnya dan aspek humanistik lainnya.210 Tidak hanya di Mesir, rumah sakit yang terkenal juga dapat dijumpai di Andalusia-Spanyol, tempat kelahiran Muh}ammad ibn Ma>lik, Ahli tata Bahasa Arab yang kitabnya Alfiyyat Ibn Ma>lik, sangat populer di dunia, terutama di Indonesia. Algesiras adalah nama salah satu rumah sakit di negeri ini, dibangun pada abad ke12 M. Sebagian dari rumah sakit ini telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang dimaksudkan untuk meningkatkan peradaban di Cordoba.211 Dalam pengawasannya seluruh unit 208
Al-Qalqasyandî dikutip dalam Amany Lubis, Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),163. 209 Sebagian dari ruangan Bi>ma>rista>n itu dilengkapi dengan taman yang
ditanami pohon-pohonan rindang sehingga terjadi pergantian keluar masuknya udara segar. Khusus mengenai dinding Bi>ma>rista>n itu dibuat dari lapisan yang kuat dan berwarna sejuk dan dilengkapi dengan dekorasi yang berwarna keemasan dan hijau, jendela-jendela terbuat dari kaca tebal sementara lainnya terbuat dari parmer yang anti pecah. 210 Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 42. 211 Cordoba adalah kota yang menyimpan sejarah kegemilangan peradaban Islam. Pada fase peradaban Cordoba dalam naungan Bani Umayyah inilah, selain peradaban Baghdad di bawah Dinasti ‘Abba>siyyah, Islam mencapai zaman 107
keemasan. Dua peradaban itu, Cordoba, dan Bagdad pernah menjadi pusat kekuatan di dua kutub Islam: Barat dan Timur. Sejumlah ilmuwan orientaslis pun, seperti Marshal Hodgson, Karen Armstrong dan Montgomery Watt, harus mengakui Islam Cordoba dan Bagdad sebagai catatan sejarah ”peradaban emas” (the golden civilization) Islam yang menjadi ”kiblat” peradaban lain, termasuk Barat, dalam progresivitas pemikiran, seni, keilmuan, teknologi, dan kebudayaan. Dalam sejarahnya, hadirnya Islam di Spanyol tidak terlalu banyak ”menumpahkan darah” seperti ”ekspansi” Islam ke wilayah-wilayah lain. Karena itu, hanya ada satu peperangan yang dialami pasukan Islam di bawah T{ari>q dari tahun 711 sampai 714 M, selama memasuki Andalusia (Spanyol), yaitu peperangan dengan pasukan Raja Roderick, raja Kristen yang memaksakan keyakinan Trinitas kepada kaum Nasrani Aria yang lebih meyakini Nabi Isa sebagai utusan Tuhan semata. Ini menjelaskan bahwa perkenalan Islam di Spanyol bukan dengan kekerasan, melainkan secara damai dan toleran. Karena itu, Watt (1992) kemudian mencoba meluruskan Islam yang tidak menakutkan, kejam, dan amanusiawi yang acapkali dipersepsikan oleh para orientalis. Watt juga menuliskan bahwa tidak adanya sekat pembatas antara ilmu pengetahuan, etika dan ajaran agama di Cordoba menjadikan Islam cepat meraih kejayaan Andalusia (Spanyol). Antara pengalamalan syari’at dan riset ilmiah dapat dibersamakan. Islam Cordoba merupakan Islam otentik sekaligus modern. Tidak ada ”saling kunci” antara keduanya. Di Cordoba, proses pencarian ilmu berbeda dengan di Barat. Pencarian ilmu di Cordova diterima dengan tangan terbuka. Khalifah ‘Abd al-Rah}ma>n al-Dakhi>l (756-788 M), dikenal sebagai Khalifah ‘Abd al-Rah}ma>n I, merupakan sosok khalifah pertama di Andalusia yang mau menerima tradisi keilmuan dengan baik. Pada masa kekhalifahannya ini, dibangun sebuah masjid Cordoba (755 M) yang masih megah hingga kini. Masjid ini disebut oleh orang Sepanyol dengan La Mezquita de Cordoba, yang berarti Masjid Agung Cardoba. Bangunan ini diakui oleh dunia sebagai bukti masa keemasan Cordoba di bawah kekhalifahan Islam. Namun kini, sebagaimana dikatakan Asro Kamal Rokan, yang pernah berkunjung ke masjid tersebut, nama sesungguhnya bangunan itu adalah The Cathedral of Cordoba. Masjid yang awalnya dibangun Khalifah Abdurrahman I pada tahun 784 M. kemudian diteruskan khalifah berikutnya, telah berubah fungsi menjadi katederal. Bangunan fisiknya masjid, namun tidak dapat lagi digunakan untuk shalat. Zaman keemasan berlanjut hingga kekhalifahan ‘Abd al-Rah}ma>n al-Nas}ir> atau ‘Abd al-Rah}ma>n III (912-961 M.). Meskipun menjadi khalifah di usia belia (23 tahun), namun ia mampu mengukir sejarah luar bisa. Dia merupakan khalifah yang mampu menjaga stabilitas negerinya dengan baik. Di masanya, di Cordoba dibangun sebuah universitas yang megah dengan perpustakaan yang di dalamnya terdapat ratusan ribu buku (Nasution: 1985). 108
dalam rumah sakit ini dikontrol oleh pemerintah dan berada di bawah pengawasan langsung dari Dewan Dokter, yang menjadi bagian dari bentuk pelayanan masyarakat yang tergolong modern ketika itu. Sebagaimana dikemukakan Ziauddin Ahmad, bahwa tidak hanya rumah sakit umum dan Teaching Hospital, sebagaimana telah disebutkan di atas, dunia Islam juga tercatat sebagai pelopor dalam membangun rumah sakit jiwa, yang dimenej dengan baik. Rumah sakit jiwa ini memiliki jaringan kerjasama dengan rumah sakit yang ada di Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol. Menurut catatan Neuburger, bahwa para pasien sakit jiwa yang Demikianlah Cordoba mampu menjadi pusat peradaban. Kondisi kota yang menakjubkan, rumah-rumah yang indah, kesejahteraan rakyatnya, perpustakaan dengan jumlah tidak sedikit, dan keteraturan dalam berbagai hal, termasuk kehidupan sosial multiagama (Islam, Kristen dan Yahudi) yang dapat berjalan beriringan. ”Kiblat peradaban” yang dipegang Cordoba menjadi pelajaran yang berharga bagi Barat saat itu, khususnya antara kurun waktu abad ke-8 sampai ke-13. Banyak di antara para ilmuwan Cordoba laiknya Ibn T{ufayl (1107-1185), Ibn Bayta>r (1190-1248), Ibn al-‘Arabi> (1164-1240), Ibn Ba>jjah (1082-1138), dan Ibn al-Rushd (1126-1198) yang menjadi guru bagi ”melek”nya pengetahuan Barat, sehingga dalam kurun waktu tersebut Barat banyak mengirimkan sarjana untuk belajar di Cordoba, meskipun pada akhirnya Cordoba sendiri ––setelah dua setengah abad––harus ”tenggelam” dihancurkan kekuatan Kristiani (Aragon dan Isabella dari Castile pada tahun 1492) yang kemudian mengubur kecemerlangan Islam di sana. Sejarah Cordoba merupakan saat di mana Islam mampu dipahami sebagai pendorong pengetahuan. Teknologi, asalkan itu maslahat, maka kewajiban bagi umat muslim untuk selalu mengejarnya. Proses itu pula yang telah menjadikan Cordoba gemilang selama berabad-abad di Spanyol. Karenanya, teladan itulah yang perlu diikuti umat Islam masa kini. Semangat Cordoba yang selalu ”haus” ilmu pengetahuan perlu menjadi jawaban atas kelemahan-kelemahan yang terjadi di dunia muslim saat ini. Harus dihilangkan asumsi muslim sebagai yang terbelakang, gagap teknologi, dan malas berpikir (rasional dan ilmiah), terlebih di Dunia Ketiga. Disarikan dari http://www.britannica.com/EBchecked/topic/ 137374/Cordoba, M. Najibur Rohman, ”Semangat (Islam) Cordoba”, dalam http://www. belajarislam.com/wawasan/dunia-islam/824-membangunkonstruksi-pemahaman-sejarah-islam-andalusia-di-era-globalisasi, dan Asro Kamal Rokan, ”Cordoba, Aduhai Mezquita...”, dalam http://www.antaranews.com/kolom/?i =1266069780, diakses pada 5 November 2010. 109
berobat di rumah sakit itu sangat merasa betah dan diperlakukan secara manusiawi oleh para ahli ilmu jiwa muslim daripada dengan pelayanan yang diberikan di rumah sakit jiwa yang ada di dunia Barat yang umumnya pasien-pasien itu diperlakukan tidak lebih baik dari para kriminal. Sayangnya rumah sakit jiwa pertama telah dibangun di Eropa oleh seorang ahli agama berkebangsaan Spanyol atas perintah Valencia pada tahun 1410 dengan mengambil model rumah sakit Kairo yang dibangun lebih dahulu oleh kaum Muslim.212 Informasi tersebut menunjukkan bahwa dunia Islam telah mengembangkan rumah sakit lengkap dengan tenaga medis dan dokternya yang tidak hanya berada dalam satu kota, melainkan pada seluruh kota di dunia Islam, dengan ciri dan karakteristiknya masing-masing. Sejarah menginformasikan bahwa dalam banyak hal kedokteran di Spanyol berbeda dengan kedokteran di Baghdad dan Ray. Dalam beberapa kasus prinsip-prinsip tersebut dipelajari sebagai satu bagian yang tak terpisahkan dari ilmu pengetahuan sejati yang merupakan tujuan akhir semua filsafat. Ibn al-Rusd tercatat sebagai pakar kedokteran di Spanyol, misalnya, mempelajari prinsip-prinsip tersebut dan menulis tentangnya, dengan tidak ada maksud untuk mempraktikkan pengobatan. Terlepas dari contoh ekstrim kedokteran spekulatif tersebut, para dokter di Spanyol mempunyai keunggulan dalam segi yang lebih praktis dari ilmu pengetahuan kedokteran. Mereka mengklaim Materia Medika dan pembedahan. Pembedahan diangkat pada derajat profesi melalui kejeniusan al-Sahrawi>, seorang dokter yang berbakat dalam pembedahan dan telah menemukan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk tujuan pembedahan tersebut.213 Penting digarisbawahi bahwa pada Masa Pertengahan Islam para dokter Muslim tidak hanya menjadi pelopor (forerunners) 212
Ziauddin Ahmad, Influence of Isla>m on World Civilization (Delhi: Adam Publisher & Distributor, 2001), 123. 213 Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran: Paradigma
Sehat dan Sakit dalam Islam, Sejarah Kedokteran Islam, Etika Kedokteran Islam dan Kewajiban Dokter Muslim terhadap Penderita dan Jenazah (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004), 261.
110
dalam banyak aspek aktivitas rumah sakit melainkan juga mendorong agar penyakit mental diberi pelayanan tertentu dan merealisasikan agar para dokter, dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, harus mengenali penyebab penyakitpenyakit si pasien.214 Meskipun ibukota ‘Abba>siyyah ada di Baghdad, sampai pada masa khalifah ‘Abba>siyyah kedua (al-Mans}ur> , 754-775 M.), Jundishapur tetap dipertahankan sebagai kota ilmu pengetahuan Islam. Perhatian khalifah begitu besar terhadap kemajuan Akademi ini. Sebagai salah satu strategi untuk memajukannya, Akademi Jundishapur itu digabungkan kepemimpinannya dengan Rumah Sakit Umum. George (orang Islam memanggilnya Jarjis), seorang Kristen, berasal dari keluarga Bukht-Yishu, ditetapkan oleh khalifah sebagai pimpinan kedua lembaga itu (Sekolah Tinggi dan Rumah Sakit Umum). George menjadi orang penting di sana. Bahkan, ketika khalifah sakit, George segera dipanggil datang ke istana Baghdad. Tradisi ini kemudian turun-temurun kepada familinya, sehingga mereka memegang peranan penting dalam hidup dan majunya Perguruan Tinggi Kedokteran Jundishapur.215 Melalui tradisi tersebut ilmu pengetahuan kedokteran Yunani-Persia-Hindu dibawa kepada Islam untuk memperoleh pengayaan dan perluasan oleh para cendekiawan Muslim, pada umumnya berkebangsaan Persia, seperti al-Ra>zi> dari Rayy, Ibn Si>na> (Avicenna) dari H{amadan, dan Hali ‘Abba>s, ahli sihir, sebelum disebarkan ke Eropa.216 Akan tetapi, pada perjalanan selanjutnya Akademi Jundishapur ini tidak lagi menjadi pusat intelektual yang terkemuka dan berpengaruh luas dalam Islam sejak tahun 880-an. Hal ini karena, menurut Nakosteen, digantikannya karya-karya ilmiah yang didominasi bahasa Syiria dan Pahlavi pada pertengahan awal abad tersebut oleh ilmu pengetahuan yang lebih 214
Nagamia, ”Islamic Medicine History and Curent Practice”, 42. Ibn Abi> Usaybi’ah, ‘Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t al-At}ibba>’, h. 183-186, Hoesin, Kultur Islam, 73. Tentang kesejahteraan Jurjis terlihat dari gaji yang diterimanya. Mengenai jumlah gajinya lihat Rom Landau, The Arab Heritage of Western Civilization (New York: Arab Information Center, 1962), 51-52. 216 Nakosteen, Kontribusi Islam, 30. 215
111
maju di Baghdad dan Samarra. Kemudian yang belakangan itu diperbarui lagi oleh ilmu pengetahuan pada masa kekhalifahan Umayah di Kordova, dan masyarakat negeri Spanyol dan Sisilia lainnya.217 Dari perjalanan sejarah Akademi Jundishapur di atas, tampak jelas bahwa mahasiswa kedokteran yang berminat pada ilmu-ilmu dari disiplin ilmunya dapat menemukan teori dan praktik kedokteran di rumah sakit Jundishapur. Sekolah atau akademi kedokteran merupakan matarantai yang menarik dan penting dalam menghubungkan inovasi dan pengembangan kedokteran GrecoHindu dan Perso-Islamic dan kontribusi sinkrotisme ini di Jundishapur terhadap pengembangan pendidikan kedokteran, baik di Islam Timur maupun di Barat. Uraian di atas jelas menunjukkan bahwa lembaga pendidikan medis dan rumah sakit pertama di dunia Islam telah memainkan peran yang sangat besar dalam pencapaian masa keemasan Islam, abad ke-9 sampai abad ke-11 M., di mana di antara periode inilah Ibn Si>na> hidup dan memberikan kontribusinya terutama di bidang kedokteran Islam.
217
Nakosteen, Kontribusi Islam, 30. 112
BAB III IBN SIN < A< DALAM KONTEKS ZAMANNYA A. Riwayat Hidup Ibn Si>na>, di Dunia Barat dikenal dengan nama Avicenna, bernama lengkap Abu> ‘Ali> al-H{usayn bin ‘Abdilla>h bin ‘Ali> bin Si>na>.1 Dia dikenal pula dengan sebutan al-Shaykh al-Ra>’is, sebutan yang diberikan oleh murid-muridnya.2 Dia juga diberi gelar sebagai Ami>r al-At}ibba>’ (Pemimpin Para Dokter). Keberadaannya sebagai dokter lebih menonjol daripada filosof (philosopherphysician).3 Dia pun merupakan sedikit dari pemikir Muslim Abad Pertengahan yang telah menulis autobiografi, yang kemudian dituntaskan oleh muridnya Abu> ’Ubayd al-Juzja>ni>. Autobiografi/biografi itu 4 kemudian disebarkan oleh sejumlah penulis biografi, seperti alBayhaqi> (w. 565 H./1170 M.), al-Qift}i> (w. 646 H./1248 M.), Ibn Abi> Us}aybi’ah (w. 669 H./1270 M.) dan Ibn Khallikan (w. 680 H./1282 M.). Ibn Si>na> dilahirkan pada tahun 370 H. (980 M). di rumah ibunya yang bernama Sitarah, di desa Afs}anah, sebuah kota kecil, sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia).5
1
Muwaffiq al-Di>n Abi> al-’Abba>s Ah}mad bin al-Qa>sim bin Khali>fah bin Yu>nus al-Sa’di> al-Khazraji> Ibn Abi> Us}aybi’ah, ’Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t alAt}ibba>’, Editor, Nizar Rid}a> (Beirut: Da>r Maktabah al-H{aya>h, 1965), 19. 2 Lihat http://www.muslimphilosophy.com/sina/, diakses pada 5 November 2010. 3 EG. Browne, Arabian Medicine (Cambridge: the University Press, 1962), 45, dan http:// www.muslimphilosophy.com/sina/, diakses pada 5 November 2010. 4 Autobiografi dan biografi Ibn Si>na> dalam bahasa Arab dan terjemahnya dalam bahasa Inggris dapat dilihat misalnya dalam William E. Gohlman, The Life of Ibn Si>na>: A Critical Edition and Annotated Translation (New York: State University of New York Press, 1974), 16-43, dan 44-113. 5 Lihat Muh}ammad Ka>zi} m al-T{arabi>, Ibn Si>na>: Bah}th wa Tah}qi>q (Najf: Mat}ba’at al-Zahra’, 1949), 9, Robert Wisnovsky, ”Avicenna and The Avivcennian Tradition”, dalam Peter Adamdon, dan Richard C. Taylor, ed., The Cambridge Companion to Arabic Philosophy (Cambridge: Cambidge University 113
Kehidupannya dikenal melalui sumber-sumber yang otoritatif. Terdapat sebuah autobiografi yang membahas tiga puluh tahun pertama kehidupannya, 6 dan selebihnya didokumentasikan oleh muridnya yang bernama al-Juzja>ni>, yang juga menjadi sekretaris dan sekaligus temannya. Ayahnya, bernama ‘Abdulla>h, seorang sarjana terhormat ‘Isma>ili>, 7 berasal dari Balkh, dan pindah ke Bukha>ra> pada masa pemerintahan Sultan Nu>h} ibn Mans}ur> (w. 387/997), sekarang wilayah Afghanistan (dan juga Persia). Pada saat kelahiran Ibn Si>na>, putranya itu, dia bekerja sebagai seorang pegawai di daerah yang disebut Khormitha>n, bagian dari Bukha>ra> (induk perkampungan, yang di dekatnya terdapat desa yang disebut Afsyanah asal ibu Ibn Si>na>). Dia menginginkan putranya mendapatkan pendidikan dengan baik di Bukha>ra>. 8 Kemudian ia pindah bersama keluarganya ke Bukha>ra> pada tahun 375 H. Meskipun secara tradisional pemikiran Ibn Si>na> dipengaruhi oleh sekte Isma>’ili>, namun ia seorang yang independen dengan memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa, yang menjadikannya dapat menyusul keilmuan para gurunya pada usia yang masih dini, yaitu 14 tahun.9 Ibn Si>na> dididik di bawah tanggung jawab seorang guru. Sejarah tidak banyak yang menyebutkan tentang guru-gurunya dalam berbagai bidang ilmu agama.10 Hanya ada seorang guru yang disebutkan dalam sejarah, yaitu Isma>’i>l al-Za>hid, yang mengajarkan kepadanya ilmu akhla>q, tas}aw > uf, dan fiqh. 11 Kepandaiannya segera membuatnya menjadi seorang yang Press, 2005), 94, dan http://www.muslimphilosophy.com/ sina/works/isautobio.htm. diakses pada 5 November 2010. 6 Lihat misalnya dalam William E. Gohlman, The Life of Ibn Si>na>: A Critical Edition and Annotated Translation (New York: State University of New York Press, 1974), 16-43, dan 44-113. 7 Ibn Abi> Us}aybi’ah, ’Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t al-At}ibba>’, 19. 8 Lihat al-T{arabi>, Ibn Si>na>: Bahth wa Tah}qi>q, h. 9. 9 Wisnovsky, ”Avicenna and The Avicennian Tradition”, 94-95. 10 Menurut Ibn Abi> Us}aybi’ah, Ibn Si>na> merupakan murid Abu> al-Faraj bin alT{ayyib. Dalam bidang kedokteran Ibn Si>na> belajar pada al-Na>’ili>. Ibn Abi>> Us}aybi’ah, ’Uyu>n al-Anba>’, 324. 11 Ibn Abi> As}ib> a’ah, ’Uyu>n al-Anba>’ , 437. 114
dikagumi di antara para tetangganya; dia mempunyai keistimewaan sikap intelektual dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya (child prodigy). Pada usia 10 tahun ia telah hafal alQur’a>n, dan pada masa 5 tahun ia telah menguasai ilmu Nah}wu (Ilmu Tata Bahasa Arab), serta menjadi pakar puisi Persia. Dari seorang pedagang sayur dia mempelajari aritmatika, dan mulai belajar ilmu yang lainnya dari seorang sarjana yang mempunyai mata pencarian merawat orang sakit dan mengajar anak muda. Setelah berhasil dalam pelajaran-pelajarannya secara baik, ia mempelajari ilmu-ilmu alam, metafisika, yang di dalamnya terdapat ”Metafisika”nya Aristoteles, dicatat dan telah dibacanya berulang kali, namun tetap saja mengalami kesulitan memahaminya, sehingga, untuk waktu satu setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filsafat, meskipun banyak menghadapi rintangan. Ketika menghadapi beberapa penyelidikan yang masih membingungkan, dia meninggalkan buku-bukunya, kemudian mengambil berwudhu, lalu pergi ke masjid, dan melakukan shalat sampai mendapat hidayah dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Pada larut malam dia melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya, terkadang pula meminum segelas susu kambing. Dalam keadaan tidurnya, masalah yang dihadapinya masih mengganjal hingga terbawa dalam mimpinya. Dari sinilah ia kemudian mengikuti apa yang dialami dalam mimpinya itu dan memberikan solusinya. Dia telah membaca Metaphysics Aristoteles tersebut sebanyak empat puluh kali, sampai kata-katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenalnya, sampai akhirnya pada suatu hari secara kebetulan ia menemukan keterangan yang mencerahkan dari uraian singkat alFa>ra>bi>, yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Sejak itulah ia tidak perlu lagi melakukan studi-studinya secara dangkal (sulit). Selanjutnya, pemahamannya semakin bertambah ketika berumur 18 tahun. Faktanya, menjelang akhir hayatnya, sebagaimana dijelaskan oleh murid terdekatnya, al-Jurja>ni>, ia telah menghasilkan berbagai ilmu, yang sebagian besar telah ditulisnya ketika umur tersebut. Kesenangannya yang paling mengagumkan dirinya adalah suatu penemuan, yang diperolehnya hanya dengan mendapatkan 115
hidayah Allah SWT, karenanya ia kemudian bersyukur dan bersedekah kepada orang miskin. Pada usia 16 tahun Ibn Si>na> mempelajari kedokteran, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi juga pelayanan atau pengobatan terhadap orang sakit. Melalui perhitungannya sendiri, ia pun menemukan metode-metode pengobatan yang baru. Pada usia 18 tahun anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang ahli fisika. Di samping itu ia juga mendapatkan pengalaman, ia mengatakan bahwa ”Kedokteran bukanlah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat-obat yang sesuai”. Kemasyhuran sang fisikawan muda ini kemudian menyebar dengan cepat, akibatnya dia kemudian menangani banyak pasien, meskipun tanpa meminta bayaran.12 Pekerjaan pertamanya menjadi dokter. Kecermelangannya dalam bidang kedokteran telah mendorong seorang Sultan (penguasa) memerlukannya untuk mengobati penyakit berbahaya yang dideritanya. Ia memperoleh kedudukan terhormat, dan mempunyai akses perpustakaan Istana raja Samanid, pendukung pendidikan dan ilmu.13 Tetapi, kekacauan-kekacauan politik yang terjadi di Asia Tengah, sebagai akibat semakin bertambah luasnya kekuasaan Mah}mu>d Ghaznawi>, menyebabkan kehidupan menjadi sulit dan kegoncangan di tanah airnya semakin bertambah. Ketika perpustakaan terbakar, tidak lama kemudian, ia pun dituduh oleh para musuhnya sebagai orang yang membakarnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan sumber pengetahuannya. Keadaan itulah yang memaksa Ibn Si>na> kemudian hijrah dari Bukha>ra> ke Jurja>niyyah, lalu meninggalkannya menuju Jurjan (Georgia). Sementara itu, Ibn Si>na> membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awalnya. Ketika Ibn Si>na> berusia 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. Dinasti Samanid menuju keruntuhannya pada bulan Desember tahun 1004. Ibn Si>na> menolak pemberian 12 13
al-T{arabi>, Ibn Si>na>: Ba}ht} h wa Tah}qi>q, 11. Wisnovsky, ”Avicenna and The Avicennian Tradition”, 96. 116
Mah}mu>d dari daerah Ghazni>, dan menuju ke arah Barat ke Urgench di Uzbekistan modern, di mana vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya gaji setiap bulan. Tetapi karena gajinya kecil, Ibn Si>na> mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat-bakatnya. Sekitar tahun 1052 Shams al-Ma’a>li> Qa>btis, seorang dermawan, penyair dan sarjana, yang padanya Ibn Si>na> berharap mendapatkan perlindungan, meninggal dunia dibunuh oleh pasukannya yang memberontak. Ibn Si>na> sendiri pada saat itu terkena penyakit yang sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibn Si>na> bertemu dengan seorang teman, yang membeli sebuah rumah di dekat rumahnya sendiri di mana Ibn Si>na> belajar logika dan astronomi. Beberapa dari buku panduan Ibn Si>na> ditulis untuk orang ini; dan permulaan dari buku Canon of Medicine juga dikerjakan sewaktu dia tinggal di Hyrcania. Ibn Si>na>, seperti dikatakan al-Jauzaja>ni>, meskipun dalam keadaan sakit, ia tetap sibuk menulis karya-karyanya. Ibn Si>na> wafat pada tahun 428/1037 dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Hamda>n.14 Banyak karya intelektual yang telah dihasilkannya. Ibn Si>na> dalam berbagai literatur dikenal sebagai seorang dokter, saintifik/ filosof (philosopher/scientist), dan negarawan/sarjana politik. B. Karya Intelektual Ibn Si>na> sangat banyak menghasilkan karya-karya intelektual. Sebagaimana dikemukakan oleh Fakhri bahwa menurut perhitungan Fater dari Dominican di Kairo, yang telah melakukan penyelidikan mendalam dan menghimpunnya dalam bukunya Essai de bibliographie Avicenna, jumlah karya Ibn Si>na> mencapai sebanyak 276 buah, dan buku tersebut telah diterjemahkan ke
14
Fakhri>, ”Mu’allif al-Kita>b”, 21. 117
dalam bahasa Arab oleh Liga Arab Bidang Kebudayaan pada tahun 1950 dengan nama Mu’allafa>t Ibn Si>na>.15 Karya Ibn Si>na> membahas beberapa pokok bahasan besar, meliputi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Menurut Anawati, sebagaimana dikutip Zainal Abidin Ahmad, 16 karya Ibn Si>na> meliputi 15 bidang ilmu: (1) filsafat umum (general philosophy); (2) logika; (3) sastera; (4) sya’ir; (5) ilmu-ilmu alam; (6) psikologi; (7) kedokteran; (8) kimia; (9) matematika; (10) metafisika; (11) tafsir al-Quran; (12) tasawuf; (13) akhlak, rumah tangga, politik, dan nubuwwah (kenabian); (14) surat-surat pribadi; dan (15) beraneka ragam topik/bahasan. Dari sejumlah bidang karya Ibn Si>na> tersebut yang terbanyak adalah karyanya yang terfokus pada bidang filosofi (filsafat) dan kedokteran. Karya-karya Ibn Si>na> dalam berbagai bidang tersebut dihasilkannya karena beberapa faktor atau kondisi tertentu, di antaranya karena desakan para muridnya, dalam perjalanan, dalam istana atau rumah kediamannya, dalam penjara dan tempat-tempat persembunyiannya, dan karena adanya sindiran.17 Karya-karya intelektual yang pertama kali ditulisnya antara lain: - al-Majmu>’ (the Compendium), merupakan buku pertama yang dia tulis, memuat himpunan berbagai ilmu pengetahuan: mulai dari ilmu filsafat, sampai ilmu psikologi dan metafisika. 18 Karya ini dikarang karena desakan para muridnya. - al-Birr wa al-Ithm (Good Work and Sin), terdiri dari dua jilid, tentang ilmu Etika (ilmu akhlak, untuk mengetahui perbuatanperbuatan kebajikan dan perbuatan-perbuatan dosa). - al-H{as> i} l wa al-Mah}su} l> (The Import and the Substance), terdiri dari 20 jilid, tentang ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu fiqh, ilmu tafsir, dan ilmu tasawuf.
15
Zainal Abidin Ahmad, Ibn Si>na> (Aviecenna): Sarjana dan Filosof Besar Dunia (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 115. 16 Ahmad, Ibn Si>na>, 118. 17 Ahmad, Ibn Si>na>, 89-94. 18 Ahmad, Ibn Si>na>, 113. 118
Di antara karya-karyanya yang paling terkenal adalah alQa>nu>n fi> al-T{ibb (The Canon of Medicine), yang dikenal juga sebagai sebagai al-Qa>nu>n, dan Kita>b al-Shifa>’ (The Book of Healing). Secara khusus, dalam konteks penelitian ini al-Qa>nu>n penting dideskripsikan lebih luas untuk mengarahkan pada pembahasan selanjutnya, di samping untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail tentang buku yang menumental ini. al-Qa>nu>n, seperti kitabnya yang lain, al-Shifa>’ dan Kita>b al-Naja>t, disempurnakan penulisannya pada masa pemerintahan Dinasti alBuwaihi>. 19 Buku al-Qa>nu>n yang terkenal itu dianggap sebagai ensiklopedia ilmu kedokteran dan ilmu bedah terlengkap pada zamannya. Selama kurun waktu abad ke-12 sampai abad ke-14 M, buku ini dijadikan referensi utama pada fakultas kedokteran di berbagai perguruan tinggi Eropa, pada abad ke-17. 20 Versi edisi bahasa Arab terbit di Roma pada tahun 1593, dan dalam bahasa Hebrew terbit di Naples pada tahun 1491. Sejak abad ke-15 M, buku ini telah dicetak ulang sebanyak 15 kali, bahkan beberapa bagian buku tersebut masih dicetak pada tahun 1930 di kota London. Sedemikian terkesannya orang-orang Eropa terhadap buku-buku dan prestasi Ibn Si>na> hingga Encyclopedia Britannica mengutip ucapan salah seorang orientalis Sir Thomas Clifford yang mengatakan, ”Orang-orang Eropa berpendapat bahwa karya-karya Ibn Si>na> dalam ilmu kedokteran telah menenggelamkan karyakarya lain seperti karya Hippocrates, bahkan karya Galinus sekali pun.” Buku al-Qa>nu>n ini merupakan karya ensiklopedia mencakup kombinasi sistem medis Yunani dan Arab, dengan tambahan pengalaman personal Ibn Si>na>. Buku ini membahas tentang kalasifikasi penyakit, penjabaran, dan penyebab-penyebabnya, dengan terapi (pengobatan), dan klasifikasi kedokteran secara sederhana dan secara luas; dengan hiegenitas, fungsi tubuh, dan berbagai topik lainnya. 21 Secara khusus, Ibn Si>na> menegaskan kenyataan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TBC paru) itu adalah 19
Fakhri>, ”Muallif al-Kita>b”, 19. Aftab, ”How Islām Influenced Science”, www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/ science. html, dan Ahmad, Ibn Si>na>, 116. 21 Ullmann, Islamic Medicine, 45-46 20
119
penyakit menular dan penyakit TBC paru itu menular melalui tanah dan air. Dia juga menjelaskan secara akurat simptom melitus diabetes dan beberapa komplikasinya. Dia sangat tertarik pada pengaruh pikiran terhadap tubuh, dan menulis satu karya besar terkait gangguan psikologi.22 al-Qa>nu>n mempunyai keunikan tersendiri, karena mempunyai perbedaan mendasar (basic difference) dengan karyakarya kedokteran modern. al-Qa>nu>nmemuat dua pokok bahasan: pertama, speculative medicine (al-t}ibb al-naz}ari>), memuat prinsipprinsip fundamental yang pasti (kosmologi, psikologi dan metafisika), dan kedua practical medicine (al-t}ibb al-‘amali>). Sedangkan buku-buku kedokteran modern (modern medicine) sama sekali tidak membicarakan persoalan pokok yang pertama (speculative medicine), tetapi hanya membicarakan persoalan yang kedua (practical medicine).23 Tentang practical medicine, al-Qa>nu>n menamakannya ”Application” yang mempelajari tiga persoalan, yaitu kesehatan (health); penyakit (disease), berupa tendensi, predisposisi, tahapan, dan penyakit yang jelas; dan cessation of life. Adapun buku-buku kedokteran modern menamakannya prinsip-prinsip teori medis (Principles of Medicine Theory), yang memuat tiga permasalaha, yaitu: aplikasi, etiologi dan diagnosis. Al-Qa>nu>n menamakan Actual Treatment of Diseases (Penyembuhan Nyata terhadap Penyakit) yang dilakukan dengan cara memberikan regimen, drugs, dan melakukan operative interference. Sedangkan buku-buku kedokteran modern menyebutnya sebagai practice of medicine, yang dilakukan melalui: kerja laboratorium; terapi, farmakologi, dan dietik; surgery, gynaecology dan obstetrics; state medicine: hygiene in all its branches (higienis dalam semua cabangnya); kedokteran psikologis: pengobatan penyakit jiwa/gila; kedokteran legal, dan lain-lain. Dari gambaran di atas terlihat adanya perbedaan-perbedaan dasar antara pengobatan zaman pertengahan yang dipelopori Ibn 22
Aftab, ”How Islām Influenced Science”, dalam www.ais.org/~bsb/Herald/ Previous/95/ science.html. 23 Lihat Ahmad, Ibn Si>na>, 128-129. 120
Si>na> dengan pengobatan zaman modern, yang pada umumnya dipengaruhi oleh kemajuan ilmu kedokteran dengan adanya penemuan-penemuan baru. Buku al-Qa>nu>n di atas telah diterjemahkan dan mengalami beberapa kali cetak ulang. Buku ini merupakan karya terbesar di bidang kedokteran selama delapan abad; dijadikan sebagai pegangan pokok oleh semua praktisi, baik di Barat maupun di Timur,24 selama masa Abad Pertengahan. Bahkan sampai sekarang, di beberapa daerah di mana kedokteran Barat belum dipakai secara luas, seperti di beberapa daerah tertentu di Pakistan, buku ini masih digunakan. Buku ini adalah salah satu dari buku-buku terbesar di dunia, setingkat dengan karya Aristoteles, Euclides, dan Ptolemeus. Qânûn Ibn Si>na> memiliki kualitas yang sifatnya jelas, yang tampaknya memberikan jawaban tuntas terhadap banyak persoalan, termasuk persoalan kesehatan mental. Al-Qa>nu>n bisa dijadikan buku daras, karena, selain memiliki kualitas-kualitas esensial bagi sebuah risalah umum, bersifat metodis, jelas dan otoritatif. Bahkan menurut Ka>mil H{ussain, barangkali dalam tajuktajuk tertentu memiliki kualitas yang terlalu baik.25 Bukunya tentang hewan telah diterjemahkan oleh Michael Scot. Buku Logika, Metafisika, fisika, dan De Caelo, adalah karyakarya yang memberikan pandangan sinoptis tentang doktrin Aristotalian.. buku logika dan metafisikanya telah dicetak lebih dari satu kali, edisi terakhir, antara lain, dicetak di Venice pada tahun 1493, 1495, dan 1546. beberapa esai singkatnya tentang medis, logika, dan lainnya, mengambil bentuk puitis (puisi tentang logika telah dipublikasikan oleh Schmoelders pada tahun 1836). Dua karya ensiklopedia Ibn Si>na>, yang berhubungan dengan filsafat, yang sering disebut, dan yang terbesar adalah al-Shifa>’ (Sanatio), hampir lengkap terdapat dalam manuskrip di Perpustakaan Bodleian (the Bodleian Library) dan lainnya; beberapa bagiannya tentang the De Anima terbit di Pavia (1490) sebagai the Liber Sextus Naturalium, dan tergolong sebagai filsafat Ibn Si>na> yang terpanjang, yang dikatakan oleh Shahrastani tampak 24 25
Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 16. H{usayn, Kedokteran Arab dan Pengaruhnya, 45-46. 121
utamanya sebagai sebuah analisis, dan mengalami banyak cetak ulang, berasal dari karya al-Syifâ’. Karya lain yang paling tipis dan populer adalah Kita>b al-Naja>t (Liberatio). Edisi latin dari karyakarya ini dikoreksi dan dimodifikasi sehingga tampak lebih menarik. Karya-karyanya dalam versi terjemahan Latin, telah banyak memberikan pengaruh terhadap para filosof Kristen, terutama Thomas Aquinas.26 Dia dianggap oleh banyak orang sebagai ”Bapak Kedokteran Modern”. George Sarton menyebut Ibn Si>na> ”ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu”.27 C. Situasi Sosial dan Politik Sebagaimana dijelaskan di atas, menurut para ahli sejarah, Ibn Si>na> hidup pada masa periode ketiga dari kekuasaan ‘Abba>siyyah di Baghdad, atau fase kedua dari kehidupan klasik. Masa ini ditandai antara lain oleh dinasti ‘Abba>siyyah yang dikuasai oleh dinasti Buwaihi yang beraliran Shi>’ah.28 Situasi sosial di sini meliputi struktur sosial, struktur ekonomi, dan struktur geografi. Situasi sosial yang tampak dalam struktur sosial pada masa Ibn Si>na> bersifat terbuka, bebas dan demokratis yang mendukung terjalinnya mobilitas sosial. Struktur ekonomi berkisar pada kegiatan mencari, memelihara dan memanfaatkan ekonomi atau harta benda. Dalam ketiga aspek kegiatan ini dikenal dua model kegiatan, yaitu kapitalistik (ra’sama>liyyah) dan komunistik/sosialistik (ijtima>’iyyah). Dalam model yang pertama, sikap kompetitif dan individual dalam pemilikan harta dijamin sepenuhnya secara liberal (bebas), tanpa batas, sehingga setiap orang boleh memiliki harta sebanyak-banyaknya. Demikian juga telah muncul tanda-tanda 26
http://www.muslimphilosophy.com/sina/ http://www.muslimphilosophy.com/sina/ 28 Ah}mad Sha>labi>, Mawsu>’ah al-Ta>ri>kh al-Isla>mi> wa al-H{ad}ar> ah al-Isla>miyyah (Kairo: Maktabat al-Wah}dah al-Mis}riyyah, 1969), Juz III, 422. 27
122
pemikiran Machiavellian, tentang pengembangan dan pemanfaatan harta, sebagai akibat tidak terjalinnya kemajuan yang dipadu dengan sistem moral yang kokoh. Gejala ini membawa kompetisi yang kurang sehat dalam memperoleh harta, kekayaan, kedudukan dan sebagainya. Pada intinya, orang yang kuat mengalahkan orang yang lemah, dan yang lemah akan semakin terjepit posisinya. Pada masa Ibn Si>na>, kondisi masyarakat demikian sudah mulai muncul. Singkatnya, perkembangan ekonomi pada masa Dinasti ‘Abba>siyyah berkembang pesat, seperti digambarkan oleh Maxi Rodinson, bahwa perkembangan ekonomi kesultanan Islam tampak sekali di bidang-bidang perdagangan. Para pedagang dari kesultanan Islam ini sejalan sekali dengan kriteria Max Weber tentang kegiatan ekonomi yang bersifat kapitalistik. 29 Pada masa Ibn Si>na> ini, keadaan ekonomi masyarakat cukup makmur, terlihat dari tersedianya berbagai kebutuhan hidup dan fasilitas yang diperlukannya. Dengan demikian, keadaan ekonomi yang baik ternyata berpengaruh pula terhadap Ibn Si>na> dalam mendukung obsesi atau cita-cita dan usaha yang dilakukannya. Sedangkan dilihat dari struktur geografis, Ibn Si>na> hidup di Persia, suatu daerah yang termasuk dalam klasifikasi daerah ketiga menurut Ibn Khaldu>n, 30 tempat yang mempunyai ciri-ciri yang sedang dan sederhana, beriklim kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, faktor geografis atau lingkungan tempat tinggal berpengaruh positif bagi pembentukan kepribadian Ibn Si>na>. Adapun situasi politik yang terkait dengan kehidupan Ibn Si>na> terutama peran intelektual dan politiknya adalah situasi politik hubungan segi tiga dinasti, yaitu Samaniyyah-Buwayhiyyah dan Ghaznawiyyah. Situasi politik ini ternyata lebih banyak membawa keuntungan bagi Ibn Si>na> daripada kerugian yang dialaminya. Di samping itu, perkembangan politik tersebut semakin membawa Ibn Si>na> meraih kematangan intelektual dan kepribadiannya. Dari ketiga dinasti yang mengitari kehidupan Ibn Si>na> tersebut, terlihat bahwa ia lebih tertarik bekerjasama dengan 29
Maxim Rodinson, Islam dan Kapitalisme, penerjemah Asep Hikmat (Bandung: Iqra’, 1982), 69. 30 Ibn Khaldu>n, Muqaddimah Ibn Khaldu>n, 55. 123
Dinasti Samani> dan Buwayhi> (keduanya beraliran Shi>’ah) daripada Dinasti Ghaznawi> (beraliran Sunni). Hal ini dapat dipahami karena, pada aliran Shi>’ah itu, ilmu pengetahuan dan filsafat mendapat perhatian yang tinggi, dan ini tentu saja sejalan dengan kecenderungan Ibn Si>na>. Kerjasamanya, misalnya dengan pemerintahan Buwaihi terlihat ketika Ibn Si>na> dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya di istana Fakhr al-Dawlah, di luar kota itu. Ketika pindah ke H{amada>n untuk menemui pengusa dari bagian dinasti Buwayhy, Shams al-Dawlah, ia memperoleh banyak kecukupan. Ia mempunyai saham yang besar bagi kesembuhan Shams al-Dawlah dari penyakit yang menimpanya. Lebih jelas lagi keuntungan yang diperoleh Ibn Si>na> dalam pemerintahan ini adalah kedudukannya sebagai menteri, yang jabatan ini dipikulnya bertahun-tahun, hingga wafatnya Sultan. Pada masa ini terjadi pergolakan politik yang menentangnya, sehingga ia menolak untuk menduduki jabatan menteri kembali, yang berakibat ia dipenjarakan, selama 4 bulan, di penjara ”Ferdajan”. Ketika H{amada>n terkepung oleh pihak oposisi, momentum emas diperoleh Ibn Si>na> untuk melepaskan dirinya, pada tahun 413 H/1022 M, keluar dari H{amada>n menuju ke kota Isfahan dengan cara melakukan penyamaran dengan berpakaian seorang sufi, sebagai seorang Darwish (fakir).31 Berbagai perubahan politik, yang sebenarnya diakibatkan oleh banyaknya kesulitan, disaksikan oleh Ibn Si>na> di akhir kehidupannya. Meskipun terjadi pergolakan politik, ia telah banyak memperoleh kebahagiaan, menikmati hari-hari ceria, dan sekaligus kesulitan. Hal itu karena ia tetap bisa bekerja seperti lazimya, sebagai seorang dokter bagi sejumlah keluarga Istana. Di samping itu, karena ia pun berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, bahkan dalam menghadapi beban berat yang dipikul negara dengan penuh tanggung jawab. Dalam keadaan demikian, ia bisa merenungi kehidupan akliyah (eksistensi pemikiran) secara mendalam, sebagaimana terlihat jelas dari nilai-nilai karya, dan beragam murid-muridnya. Singkatnya, meskipun dalam konteks 31
Ahmad, Ibn Si>na>, 87-88.
. 124
situasi politik di atas, secara keseluruhan, Ibn Si>na> termasuk orang yang mendapatkan kenikmatan kekuatan fisik yang prima. Di malam hari ia bisa menghadiri festival-festival yang menggembirakan. Aktivitas berikutnya dilanjutkan dengan menulis buku-bukunya, yang merupakan sebagian besar masalah-masalah falsafi dan ilmu-ilmu. Ia memiliki kemampuan luar biasa dalam mengkonsentrasikan pikirannya. Metode imla>’ (dikte) terkadang digunakannya dalam mentransfer buku-bukunya kepada salah seorang juru tulis, padahal ia sendiri telah berada di dekat kudanya untuk bersiap-siap melakukan perjalanan ke salah satu pertempuran yang dihadirinya bersama Sultan. Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa pada hakikatnya pergolakan politik yang terjadi di luar dirinya tidaklah berpengaruh terhadap karya akal (pemikiran)nya. Tokoh yang biasa bergelimang dalam dua kehidupan politik dan istana ini, sebagaimana dikatakan Nasr, 32 mampu meletakkan asas Madrasah Filsafat pada abad pertengahan, dan mampu menyatukan dasar-dasar Baqarathisme dan Jalinusisme di bidang Kedokteran, serta mampu mempengaruhi bentuk-bentuk Ilmu dan Kejuruan Islami, padahal tokoh lainnya, baik sebelum dan sesudahnya, belum sempat melakukannya. D. Kehidupan Beragama Kehidupan beragama yang dimaksud di sini adalah praktek keagamaan yang dijumpai dalam kenyataan empirik dan dapat dipandang sebagai kebudayaan batin manusia yang mengandung potensi psikologis dan berpengaruh terhadap jalan hidupnya. Dengan ungkapan lain, kehidupan beragama itu merupakan manifestasi ajaran agama dalam kenyataan historis, dan bukan agama dalam arti doktrin. Pembahasan tentang kehidupan beragama dalam konteks zaman Ibn Si>na> yang dikaitkan dengan agama dalam teks al-Quran dimaksudkan untuk melihat sejalan tidaknya praktek keagamaan pada masa Ibn Si>na> tersebut dengan
32
Sayed Hoesen Nasr, Tiga Pemikir Islam: Ibn Si>na>, Suhra>wardi>, Ibn ‘Arabi> (Bandung: Risalah, 1986), 18. 125
ajaran al-Quran. Hal itu dapat dilihat melalui indikatorindikatornya. Situasi kehidupan beragama pada zaman ‘Abba>siyyah pada umumnya telah menarik perhatian para sejarawan. Pada masa ini, terdapat beberapa keistimewaan di antaranya munculnya aliran tasawuf dan kaum sufi sebagai golongan keagamaan. Hidup zuhud sudah dikenal orang pada masa Rasulullah, seperti dilakukan oleh H{asan al-Basri>. Akan tetapi, pada masa daulat ‘Abba>siyyah muncul corak tasawuf yang lain, yaitu adanya golongan tasawuf yang cenderung kepada ajaran filsafat Yunani, ada yang mengambil ajaran Nasrani, dan ada pula yang mengambil ajaran Hinduisme.33 Aliran teologi Mu’tazilah juga muncul pada masa kepemimpinan Wa>si} l bin ’Ata>’ dan ‘Amr bin ‘Ubayd. Aliran ini antara lain melakukan aktifitas pengkajian filsafat dan dakwah Islam. Mu’tazilah melihat bahwa filsafat telah digunakan agamaagama sebagai senjata dirinya. Karenanya, filsafat yang sepadan juga digunakan Mu’tazilah untuk menghadapi serangan agamaagama tersebut. Argumen-argumen agama diperkuat oleh Mu’tazilah dengan bantuan filsafat, sepeti pemikiran mereka tentang keadilan Tuhan (al-‘adl), keharusan memberi pahala bagi orang yang berbuat baik dan menghukum orang-orang yang maksiat/durhaka. Ajaran Mu’tazilah kemudian dianut dan dipaksalan oleh para khalifah bani ’Abba>s, seperti al-Ma’mu>n dan al-Wathi>q kepada masyarakat luas, seperti paham tentang al-Quran sebagai makhluk.34 Corak dan kekuasaan khalifah tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh tradisi Imam di kalangan Shi>’ah, yang di samping mempunyai kekuatan di bidang duniawi, juga mempunyai kekuatan di bidang moral dan spiritual. Karenanya kekuatan imam begitu kuat di kalangan Shi>’ah.35 Pada perkembangan selanjutnya, situasi keagamaan pada masa ‘Abba>siyyah mengalami kemerosotan moral (akhlak) yang 33
Ah}mad Ami>n, Islam dari Masa Ke Masa (Yaum al-Isla>m), penerjemah Abu Laila dan Mohammad Tohir (Bandung: Rosda, 1987), 124. 34 Tentang situasi keagamaan zaman ‘Abba>siyyah lebih lanjut dilukiskan oleh Ameer Ali. Lihat Ahmad Amin, Islam dari Masa Ke Masa, 181. 35 Syeed Amir Ali, Api Islam, 181. 126
tampak dalam kehidupan sehari-hari. Agama diposisikan sebagai bahan kajian dan buah bibir semata. Di istana, para raja, amir, dan pengawalnya telah diwarnai kehidupan foya-foya, bermegahmegahan, kefasikan, dan tidak mau kerja keras dan gemar minumminuman yang memabukkan. Putera mahkota pun sudah banyak terperosok ke dalam kebiasaan buruk, bahkan dikisahkan ada seorang khalifah yang meninggal dunia dalam keadaan mabuk.36 Kerusakan dan lemahnya pengaruh agama ini juga telah menjalar ke tengah-tengah masyarakat pada umumnya. Pada masa itulah, agama bergeser posisinya kepada pemikiran falsafati dan perdebatan teologis tanpa memberi pengaruh positif kepada tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ketika situasi keagamaan semakin melemah itulah Ibn Si>na> lahir dan memilih jalan falsafati sebagai acuannya. Sementara al-Ghaza>li> menempuh jalan tasawuf, dan al-Baqi>la>ni> memilih jalan mutakallimîn. Ibn Si>na>, seperti halnya para filosof Muslim lainnya, berpendapat bahwa syariat dan falsafat tidaklah bertentangan. Ibn Si>na>, melalui pendapatnya itu, telah mengangkat para filosof kepada level dan derajat yang tinggi. Dalam hal ini tampak jelas bahwa kehidupan Ibn Si>na> sejak awal didedikasikan untuk mencari, membahas, dan menyusun aspek pemikirannya dalam bidang filsafat. Pendidikan juga diprogramkan olehnya untuk para calon filosof, di antaranya, untuk menentukan pengetahuan-pengetahuan yang harus dimiliki, waktu seseorang untuk memulai belajar filsafat serta tujuan dari pemikiran filsafat tersebut.37 Singkatnya, kehidupan beragama pada masa Ibn Si>na> ditandai antara lain oleh adanya pergeseran dari posisi agama sebagai way of life (pedoman hidup) yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari kepada posisi agama sebagai sebuah pengetahuan yang menjadi bahan diskusi dan perdebatan di kalangan umat Islam. Sungguhpun pengalaman agama itu ada, tetapi hanya ditujukan untuk memperkuat doktrin politik penguasa. Agama digunakan untuk menjustifikasi perilaku politik tertentu 36
Lihat Ibn Taba`’a, Ta>ri>kh al-Daulah al-Isla>miyyah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1370 H.), 237. 37 Ibn Taba`’a, Ta>ri>kh al-Dawlah al-Isla>miyyah, 238. 127
dari penguasa. Misalnya, nama tuhan terkadang digunakan untuk tujuan-tujuan politis tertentu, seperti perkataan z}illulla>h fi> al-ard} (bayang-bayang Tuhan di muka bumi) digunakan untuk memperkuat adanya jabatan khalifah sebagai perpanjangan tangan (kekuasaan) Tuhan yang tidak dapat diganggu gugat. Meskipun demikian, pengalaman agama tersebut masih ada aspek yang menonjol, yaitu dimensi-dimensi rasional dari ajaran agama memperoleh tempat pengembangan yang subur. Pada masa itu terdapat kondisi yang memberikan kebebasan berfikir untuk berpendapat dan berijtihad. Keadaan ini tidak lepas dari perwujudan perintah agama tentang keharusan manusia untuk berpikir. Situasi demikian berdampak positif bagi orang yang hendak mengembangkan pemikirannya, seperti terlihat pada Ibn Si>na>. E. Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Ibn Si>na> lahir pada periode yang ditandai oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada masa inilah, sebagaimana dikatakan Harun Nasution, ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang nonagama dan kebudayaan Islam, mengalami perkembangan dan mencapai puncak kemajuan.38 Ibn Si>na> hidup kira-kira dua puluh tahun di periode kemajuan ini. Pada masa Dinasti Ghaznawi> di Afghanistan dan Khurasa>n (sampai tahun 1040), ilmu pengetahuan dan kebudayaan mendapat perhatian yang besar dengan dibangunnya madrasah-madrasah yang berdampingan dengan masjid. Dari lembaga pendidikan inilah lahir para ilmuan termasyhur, antara lain, al-Utbi>, pakar geografi al-Bi>ru>ni>, dan ilmuan al-Firdawsi> (w. 1020-1021 atau 10251026). 39 Di masa ini pula Dinasti Ghaznawi berhasil mengumpulkan para ulama di kota Sijista>n untuk menyusun tafsi>r 38
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 11. 39 Ira Lapidus, A History of Islamic Societies, Second Ed (Cambridge: Cambridge University Press, 2002, 127 dst. 128
berdasarkan qira>’at dan bahasa yang baik serta hadis-hadis yang mutawa>tir.40 Meskipun Ibn Si>na> tidak terlibat dalam pemerintahan, Dinasti Ghaznawi> sangat menaruh hormat dan penghargaan yang tinggi kepadanya. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan sudah dilakukan oleh dinasti-dinasti kecil. Selanjutnya, pada masa Dinasti Buwai>hi> (320-450 H./932-1062 M), yang para pemukanya berpaham Shi>’ah, 41 perkembangan ilmu pengetahun dan kebudayaan tumbuh pesat. Dinasti ini mencurahkan perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengembangan ilmu dan kesusasteraan, bahkan di antara para wazir dinasti ini, seperti ’Ad}ud> al-Dawlah, ‘Izz al-Dawlah, Ta>j al-Dawlah, Ibn al-‘Ami>d dan Ibn al-‘Iba>d, mereka adalah pecinta ilmu dan sastera, terlibat langsung dalam kegiatan ini.42 Pada masa ini muncul para pemikir dan sasterawan besar, seperti al-Shaghani> (w. 990 M), al-Bi>ru>ni> (973-1050 M.), Ibn Miskawayh (w. 1030 M.),43 Abu> al-A’la> al-Ma’ari> (973-1057 M.), Abu> T{ayyib al-Mutanabbi> (915-965 M.), dan kelompok studi alIkhwa>n al-S{afa>.44 Sejalan dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan tersebut, bidang kebudayaan dan pembangun fisik juga dikembangkan oleh Dinasti ini. Hal ini tampak pada pembangunan kanal-kanal, masjid-masjid, rumah sakit-rumah sakit, dan sejumlah bangunan untuk keperluan publik lainnya.45 Uraian di atas menunjukkan dua hal, 46 pertama, bahwa zaman keemasan Islam tidak hanya terpusat pada Dinasti 40
Ah}mad Ami>n, Islam dari Masa Ke Masa, 278. Suwito, ”Konsep Pendidikan Akhlaq Menurut Ibn Miskawayh” (Disertasi di Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1995), 64. 42 Lihat dalam Philip K. Hitti, The History of Arabs, penerjemah (Jakarta: Serambi, 2008), h. 363-407, dan Umar Husain, Kultur Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 573-574. 43 Ibn Miskawayh lahir di Rayy dan wafat di Isfahan. Tahun kelahirannya diperkirakan 320 H./932 M, dan wafat tanggal 9 S{afar 421 H./16 Februari 1030 M. Suwito, ”Konsep Pendidikan Akhlaq Menurut Ibn Miskawayh”, 64. 44 Hitti, The History of Arabs, 363-407. 45 Sayed ‘Ami>r ‘Ali>, The Spirit of Isla>m (New Dhelhi: Idarah Adabiyah, 1978), 376. 46 Abudin, Konsep Pendidikan Ibn Si>na>, 130. 41
129
‘Abba>siyyah yang berpusat di Baghdad, tetapi juga tersebar pada beberapa dinasti kecil yang terdapat di beberapa wilayah yang luas. Setiap kota yang terletak dalam dinasti tersebut saling berlomba keunggulan dalam pembinaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kedua, pada umumnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan ini tumbuh dan berkembang di kota-kota besar. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pada zaman Ibn Si>na> masyarakat Muslim adalah masyarakat yang maju, ditandai oleh tingginya tingkat kemakmuran, penghargaan terhadap perbedaan pendapat, keterbukaan, demokratisasi, kecintaan pada ilmu pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya menuntut ilmu dalam pengertian yang luas. Tampak adanya hubungan yang erat antara situasi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dengan tumbuh kembangnya Ibn Si>na> menjadi seorang intelektual dan ilmuwan dunia. Dengan ungkapan lain, bahwa kebesaran Ibn Si>na> sebagai seorang pakar, terutama di bidang kedokteran, ternyata dipengaruhi oleh situasi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
130
BAB IV BANGUNAN KEDOKTERAN IBN SI@>NA:< ILMU DAN KONTRIBUSI A. Ilmu Ibn Si>na> sebagai seorang dokter dalam membangun kerangka kedokterannya tidak bisa dilepaskan dari keberadaannya sebagai seorang filosof. Bangunan kedokteran Ibn Si>na> dapat dilihat dari definisi kedokteran yang dibuatnya dalam al-Qa>nu>n fi> al-T}ibb, adalah:1
ﺃﻥ ﺍﻟﻄﺐ ﻋﻠﻢ ﻳﺘﻌﺮﻑ ﻣﻨﻪ ﺃﺣﻮﺍﻝ ﺑﺪﻥ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﻣﺎ ﻳﺼﺢ ﻭﻳﺰﻭﻝ .ﻋﻦ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﻟﻴﺤﻔﻆ ﺍﻟﺼﺤﺔ ﺣﺎﺻﻠﺔ ﻭﻳﺴﺘﺮﺩﻫﺎ ﺯﺍﺋﻠﺔ ”Sesungguhnya kedokteran itu adalah ilmu yang membahas tentang keadaan-keadaan sehat dan sakit tubuh manusia dengan tujuan mendapatkan cara yang sesuai untuk menjaga atau mempertahankan kesehatan dan menghilangkan sakit”. Berdasarkan definisi kedokteran yang dirumuskan oleh Ibn Si>na> di atas, dapat dilihat bangunan kedokterannya. Bahwa kedokteran adalah sebuah ilmu. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab al-‘ilm atau ‘ilm-un, bentuk jamaknya adalah al-‘ulu>m atau ‘ulu>mun. Menurut bahasa kata al-‘ilm merupakan bentuk mas}dar yang sinonim artinya dengan al-fahm (paham, mengerti), dan al-ma’rifah (pengetahuan, mengetahui).2 Juga digunakan untuk arti kepastian dalam pendapat (al-jazmu fi> al-ra’y)3 yang sesuai dengan realitas
1
al-Shaykh al-Ra’is Abu> ‘Ali> al-H}usayn Ibn ‘Ali> Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> al-
T}ibb (Beirut: Da>r al-S}ad> ir, t.t.), Juz I, 3.
Lihat Muh}ammad ‘Abd al-‘Az}im > al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m alQur’a>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004), 13. 3 al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n, 13. 2
131
(al-mut}ab> i’ li al-wa>qi’).
4
Kemudian ilmu dalam pengertian terminologi didefinisikan oleh beberapa madzhab. Menurut para filosof (al-h}ukama>’) ilmu adalah bentuknya sesuatu yang diperoleh atau telah menetap dalam akal.5 Sementara menurut Ahli Kalam (al-mutakallimu>n) ilmu adalah sifat yang dengannya menjadi nampak jelas bagi orang yang ditetapi sifat itu. Dengan ungkapan lain, sebagian di antara Ahli Kalam mengatakan bahwa ilmu adalah ”sifat yang mewajibkan bagi yang ditempati ilmu itu suatu pembedaan atau penyempurnaan pengetahuan yang dapat menjelaskan, yang tidak memuat kebalikannya”, meskipun pembedaan atau penyempurnaan itu melalui pancaindera, sebagaimana pendapat al-Ash’ari>. Sedangkan menurut al-ma>diyu>n (aliran materialism) ilmu dipandang tidak lain kecuali keyakinankeyakinan yang khusus yang hanya disandarkan kepada pancaindera saja.6 Adapun ilmu dalam pengertian syara’ pada umumnya adalah dipergunakan untuk pengetahuan mengenai Allah (ma’rifatulla>h) dan ayat-ayat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya terhadap hamba, dan makhluk-Nya. Dikatakan oleh Imam al-Ghaza>li>, sebagaimana dikutip oleh al-Zarqa>ni>, bahwa pengertian ilmu itu dipergunakan untuk arti ilmu pengetahuan tentang Allah Ta’ala, ayat-ayat, dan perbuatan-perbuatan-Nya pada hamba-hamba dan makhluk-Nya, kemudian dipergunakan artinya secara khusus sehingga menjadi populer adanya perdebatan-perdebatan di seputar masalah fiqh dan yang lainnya.7 4
Abu> al-H{asan ’Ali> bin Muh}ammad bin ’Ali> al-H{usayni> al-Jurja>ni al-H{anafi>>,
al-Ta’ri>fa>t (Kairo: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyyah, 2003), 157, al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n, 13. 5 al-Jurja>ni al-H{anafi>>, al-Ta’ri>fa>t, 157, al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n, 13. 6 al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n, 13. 7 al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n, 13, mengenai uraian tentang ilmu secara luas
dibahas oleh Abu> H}am > id Muh}ammad bin Muh}ammad bin Muh}ammad alGhaza>li>, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, (Surabaya: al-Hida>yah, t.t.), Juz I, 16-dst. Sementara dalam literatur umum, definisi ilmu misalnya, dikemukakan oleh Paul Freedman, sebagaimana dikutip oleh The Liang Gie, yaitu suatu bentuk aktivitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan pemahaman yang senantiasa lebih lengkap dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu 132
Dalam pengertian-pengertian di atas, ilmu yang dimaksud dalam pengertian Ibn Si>na> dalam membahas tentang kedokteran adalah ilmu pengetahuan yang tidak terbatas pada pengetahuan tentang Tuhan saja, tetapi juga alam semesta, yang dihasilkan secara mantap dalam rasio, tidak hanya bersifat teoritis saja, namun juga dapat bersifat praktis mengenai tata cara dan manfaatnya. Kedokteran, sebagai sebuah ilmu, diklasifikasikan menjadi teori8 dan praktek, dimaksudkan untuk membantah suatu pendapat yang menyatakan bahwa setiap sains yang benar harus seluruhnya bersifat teoritis berkaitan dengan aplikasi praktek filosofis. Kedokteran, menurut Ibn Si>na>, dibagi ke dalam teoritis (naz}ar> i>) dan praktis (‘amali>). 9 Berikut akan diuraikan kedua macam kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya pada dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri. Dikutip dalam Miska Muhamamd Amien, Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam (Yogyakarta: UII Press, 1983), 5. Ilmu berkembang sangat pesat dan bercabang-cabang, bahkan diperkirakan lebih dari 650 cabang yang kebanyakan belum dikenal oleh orang awam. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu itu berkembang dari dua cabang utama, yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences), dan filsafat moral yang kemudian berkembang menjadi rumpun ilmuilmu sosial (the social sciences). Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), 93-95. 8 Ilmu teoritis menurut Moritz Schilick, sebagaimana dikutip oleh Suriasumantri, terdiri dari sebuah sistem pernyataan. Sistem yang terdiri dari pernyataan-pernyataan agar terpadu secara utuh dan konsisten jelas membutuhkan konsep yang mempersatukan, yang disebut teori. Kegunaan praktis dari sebuah konsep yang bersifat teoritis baru dapat dikembangkan sekiranya konsep tersebut diterapkan pada masalah-masalah yang bersifat praktis. Dari pengertian ini dikenal adanya konsep dasar dan konsep terapan yang juga diwujudkan dalam bentuk ilmu dasar dan ilmu terapan serta penelitian dasar dan penelitian terapan. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, 151. 9 Pembagian kedokteran menjadi teoritis dan praktis di atas tidak lepas filsafat Ibn Si>na> yang diklasifikannya menjadi dua tipe, yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis adalah pengetahuan tentang hal-hal yang ada bukan karena pilihan dan tindakan kita, sedangkan filsafat praktis adalah pengetahuan tentang hal-hal yang ada berdasarkan pilihan dan tindakan kita. Oleh karena itu, yang pertama mencari pengetahuan tentang kebenaran; sedang yang kedua pengetahuan tentang kebaikan. Tujuan filsafat teoritis adalah menyempurnakan jiwa melalui pengetahuan semata-mata. Tujuan filsafat praktis 133
kedokteran ini. Uraian kedua jenis memperjelas bangunan kedokterannya.
kedokteran
ini akan
1.. Kedokteran Teoritis a.
Pengertian Kedokteran Teoritis, Teoritis, dan Penjelasan tentang Teori Humoral
Yang dimaksud dengan kedokteran naz}ari> (teoritis) adalah suatu ilmu yang memberikan manfaat bagi keyakinan saja, tanpa perlu memberikan penjelasan tentang tatacara prakteknya. Sedangkan yang dimaksud ‘amali> (praktis) tersebut adalah bukan amal dengan perbuatan, dan bukan pula menggerakkan anggota badan, melainkan merupakan bagian ilmu kedokteran yang memberikan manfaat pengajaran sebagai suatu pendapat, di mana pendapat tersebut berkaitan dengan penjelasan tatacara pelaksanaan ilmu itu.10 Lebih lanjut, keduanya merupakan sains (‘ilm). 11 Yang pertama adalah ilmu pokok-pokok kedokteran, dan yang kedua adalah ilmu tatacara menggunakan kedokteran itu.12 Berdasarkan kedokteran yang dirumuskan Ibn Si>na> di atas, filosofi dan teori kedokteran Islam mempunyai
adalah menyempurnakan jiwa melalui pengetahuan tentang apa yang seharusnya dilakukan sehingga jiwa bertindak sesuai dengan pengetahuan ini. Ibn Si>na>, alShifa>, al-Mant}iq, al-Madkhal, ed. G.C. Anawati, M. Khudhayri> dan A. F. Ahwa>ni> (Kairo: 1952), 12-14, juga Shams Inati, ”Ibn Si>na>”, dalam Ed. Seyyed Hoessein Nasr, dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam: Buku Pertama (History of Islamic Philosophy), penerjemah Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), 288. 10 Lihat Osman Bakar, Tawh}id> & Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, Penerjemah Yuliani Liputo (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), 121. 11 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 3, lihat juga Nancy G. Siraisi, Avicenna in
Renaissance Italy: The Canon and Medical Teaching in Italian Universities After
1500, (Princeton: Princeton University Press, 1987), 24. 12 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 3. 134
tugas pokok untuk pemulihan atau penjagaan keadaan keseimbangan yang disebut kesehatan (al-s}ih}ha} h). Dilihat dari sisi tujuan atau tugas pokok ilmu kedokteran sebagaimana yang dirumuskan oleh Ibn Si>na> tersebut, maka tampak jelas adanya kedekatan antara ilmu kedokteran, psikologi, dan agama, dalam hal semuanya ingin membantu dan melayani manusia agar hidup sehat dan bahagia. 13 Ilmu kedokteran mengkaji manusia dari segi struktur dan kinerja organ-organ tubuh serta jaringan sel agar bisa membantu meluruskan kembali jika terjadi kerusakan dan penyimpangan demi kesehatan manusia. Sedangkan ilmu psikologi memilih mental dan kejiwaannya yang dikaji, mengenai watak dan sifat dasar jiwa manusia, perkembangannya, maupun kelainan-kelainan yang terjadi dan cara menyembuhkannya. Bahkan ilmu psikologi juga mengkaji potensi-potensi yang terpendam pada diri manusia untuk dibantu agar tumbuh dan teraktualisasikan dalam kehidupan. Adapaun agama diwahyukan untuk membantu manusia mengenali dan mendorong mereka agar mimilih jalan kebaikan dan kebenaran demi kesejahteran, kebahagiaan dan keselamatan hidup. 14 Penulis setuju dengan pendapat Komaruddin Hidayat yang menyatakan bahwa adanya kedekatan antara ilmu kedokteran, psikologi dan agama tersebut semestinya harus saling membantu, mengisi dan bekerjasama dalam membahas problem dan agenda kehidupan manusia.15 13
Komaruddin Hidayat, Psikologi Beragama: Menjadikan Hidup Lebih Aman dan Santun (Jakarta: Hikmah, 2006), ix. 14 Hidayat, Psikologi Beragama, ix-x. 15 Banyak ajaran agama yang sulit dipahami, diterangkan dan dipraktekkan tanpa dukungan psikologi dan kedokteran. Sebagai contohnya, larangan agama mengonsumsi narkoba, ilmu kedokteran sangat berjasa menerangkan bahayanya sehingga ajaran agama lebih mudah diterima dan memiliki dukungan rasional atas larangannya. Demikian juga, mengapa Islam sangat menekankan penggunaan air baik dalam berwudhu maupun setelah melakukan hubungan badan suami-isteri, penelitian ilmiah membuktikan bahwa ternyata air menyegarkan dan menghidupkan kembali sel-sel yang layu agar kembali normal. Hidayat, Psikologi Beragama, x-xi. 135
Ilmu kedokteran Islam, dalam pandangan Ibn Si>na>, sejalan dengan patologi humor (cairan) Hippocrates. Teori humor ini merupakan jantung kedokteran Ibn Si>na>, Hippocrates, Galen, kedokteran Cina dan Ayuverdic, serta semua sistem tradisional lainnya.16 Ide tentang humor ini dicetuskan oleh Hippocrates, kemudian disuling kembali oleh Galen dan dikembangkan oleh Ibn Si>na>.17 Hippocrates mengamati pengujian darah, bahwa porsi merah dari darah yang segar adalah humor (cairan) darah, sedangkan materi yang bercampur dengan darah adalah lendir (phlegm), buih yang berwarna kuning di bagian atas adalah empedu kuning, dan bagian terberat yang mengendap adalah empedu hitam. Menurut Hippocrates, intinya cairan (humor) tubuh ada empat macam: darah (al-dam), lendir (al-bulgham), empedu kuning (al-s}afra>’) dan empedu hitam (al-sawda>’).18 Teori Hippocrates itu disuling kembali oleh Galen, dengan perluasan yang menegaskan bahwa menurutnya semua penyakit adalah akibat dari distribusi yang tidak teratur atau tidak tepat dari keempat humor di atas. Ibn Si>na> menyetujui keempat komponen ini sebagai humor utama, namun ia menambahkan bahwa cairan-cairan dalam sel dan dalam jaringan luar sel itu adalah humor-humor sekunder.19 Penjelasan lebih lanjut tentang humor tersebut sebagai berikut, bahwa keempat macam cairan ini bagi tubuh diumpamakan bagaikan empat elemen (arka>n) dalam dunia alam: api (al-na>r), udara (al-hawa>’), air (al-ma>’) dan tanah (al-ard}).20 Tidak mengherankan, bahwa Empedocles, yang dianggap sebagai sumber teori empat elemen ini juga dikenal sebagai seorang dokter. Seperti halnya elemen, setiap cairan mempunyai dua sifat; darah bersifat panas dan 16
Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 1. Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26. 18 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26 dst. 19 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz I, 9, dan Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, 26 dst. 20 Tentang keempat elemen (arka>n), lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz I, 5-6. 17
136
lembab, lendir mempunyai sifat dingin dan lembab, dan empedu kuning bersifat panas dan kering, lalu empedu hitam sifatnya dingin dan kering. Segala sesuatu, sebagaimana halnya dalam lapangan kejadian (penciptaan) dan kerusakan, terjadi dari komposisi keempat elemen ini. Dalam tubuh manusia terdapat susunan cairan yang terjadi dari komposisi empat cairan, yang menentukan kesehatan tubuh itu. Lagi pula, susunan khas atau temperamen pada tiap orang adalah unik; tidak seorang pun dapat diobati secara medis persis seperti yang diterapkan pada orang yang lain, karena reaksi seseorang terhadap stimulan eksternal yang sama, tidak identik dengan yang lain.21 Tubuh juga mempunyai daya untuk mempertahankan dan memperbaiki keseimbangan, yang menentukan kondisi sehatanya ---daya pertahanan diri ini secara tradisional disebut vis medicatrix nature. Peran ilmu kedokteran menjadi tidak lebih dari membantu daya ini agar berfungsi dengan baik dan menyingkirkan halangan yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, proses sehat kembali, dilakukan oleh tubuh sendiri dan fungsi obat hanya sebagai bantuan bagi daya alamiah ini, yang terdapat dalam tubuh dan yang menjadi kharatekristik hidup itu sendiri.22 Fisiologi yang muncul dari cairan ini disimpulkan oleh Ibn Si>na>, bahwa cairan tubuh atau Humor (al-Khalat}, j. al-Akhla>t)} ialah substansi fisik yang bersifat cair dan lembab dan merupakan bahan hasil transformasi (pencernaan) makanan kita (jism-un rut}ab-un siyal-un yastah}ilu ilaihi al-ghida>’ awwalan).23 Cairan yang sehat (khalat}-un mah}mu>d) atau baik, berasal dari bagian makanan yang dapat ditransformasikan menjadi substansi tubuh, baik sendiri atau kombinasi dengan benda yang lain. Ia menggantikan kerugian yang diderita substansi tubuh. Sedangkan cairan buruk (khalat}-un 21
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz I, 9. Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (New York, Toronto, dan London: A Plume Book from New American Library, 1970), 225. 23 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 13, dan Bakar, Tawh}id> & Sains, 136. 22
137
radi>’) dibuang secara wajar merupakan residu makanan,
atau ampas.24 Sebagian cairan tubuh adalah primer (aula>), sebagian lagi sekunder (tha>niyyah). Cairan tubuh yang primer empat macam: cairan merah darah (al-damm), cairan berupa serum (al-bulgham), cairan empedu kuning (al-s}afra>’), dan cairan hitam empedu (al-sawda>’). Cairan tubuh sekunder ada dua macam, pertama, yang tidak dibuang (ghayr-u fud}ul> ), seperti yang terletak pada lubang-lubang saluran terkecil yang berada dekat jaringan, dan yang menembus jaringanjaringan itu serta bertransformasi menjadi makanan, cairan khusus yang agak mengental, cairan yang terletak pada jaringan sejak lahir; kedua, cairan yang dibuang (fud}ul> ). Keempat cairan primer tersebut diuraikan oleh Ibn Si>na> sebagai berikut. Pertama, cairan merah darah (aldamm, terutama dalam darah) bersifat panas dan lembab ada 2 (dua) macam: pertama, yang normal (t}abi>’i>), biasanya merah, tidak bau, dan amat manis rasanya; kedua, ghayr-u t}abi>’i> (abnormal), ada dua macam pula, di antaranya suatu cairan yang terkadang berubah dari tabiat yang baik, bukan karena sesuatu yang mencampurinya, tetapi karena tabiat atau komposisi yang buruk di hati, misalnya dingin.25 Kedua, cairan serum (al-bulgham) bersifat dingin dan lembab, terdapat dalam keadaan normal (t}abi>’i>) atau abnormal (ghayr-u t}abi>’i>). Cairan serum normal (albulgham-u al-t}abi>’i>) dapat bertransformasi menjadi darah, karena panas bawaan yang sebenarnya adalah darah yang tidak sempurna (alladzi> yasluhu an yasi>ra fi> waqt ma> da>ma>n ghair-u da>m-in ta>mmi al-nad}j). Ia sebangsa cairan manis, tidak terlalu dingin dibandingkan dengan tubuh. Ia tidak mempunyai tempat kedudukan atau wadah khusus dalam tubuh, dan seperti halnya darah, ia mempunyai persamaan manfaat bagi semua jaringan, yang menerimanya bersama dengan darah. Fungsinya ada dua macam: fungsi esensial 24 25
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 13. Lihat lebih lanjut Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 13. 138
(al-d}aru>rah), dan fungsi tambahan (manfa’ah). Fungsi yang esensial (h}aj> at al-d}aru>rah) ada dua: (1) berada dekat
jaringan, untuk berjaga-jaga kalau-kalau persediaan makanan biasa, yakni darah sehat tetapi bagi jaringan tidak mencukupi, dan (2) untuk menguji mutu cairan merah darah sebelum ia sampai ke jaringan dan memberi makan yang sifatnya lembek. Fungsi tambahan ialah membasahi persendian (al-mafa>si} l) dan semua jaringan dan organ yang bertalian dengan gerakan (al-a’d}a’> al-kathi>rah al-h}arakah).26 Adapun yang ketiga, cairan serum abnormal (albulgham al-ghair al-t}abi’i>) ada 5 (lima) macam.27 (1) yang asin, lebih hangat, kering dan ringan dibandingkan cairan serum yang lain, jadi asin karena kombinasi bahan tanah teroksidasi yang kering dan pahit rasanya dengan kelembaban normal cairan. (2) yang diencerkan (alma>’iyyah), hambar atau agak asin karena campuran empedu yang teroksidasi, kering dan pahit; cairan hangat hasilnya disebut cairan serum empedu. (3) yang pahit, disebabkan tercampurnya humor hitam empedu atau karena pendinginan yang berlebihan. (4) yang asam, terdapat dua macam, yang satu asam karena berfermentasi dan menjadi asam, sedangkan yang lainnya asam karena bercampur cairan hitam empedu yang getir. (5) yang serupa kaca, padat dan licin, asalnya seperti air berubah menyerupai kaca setelah kondensasi dan bertambah dingin. Keempat, cairan seperti empedu bersifat panas dan kering, dalam bentuk normal merupakan buih darah, merah menyala, jernih dan pedas. Terbentuk dalam hati, ia beredar dalam darah atau mengalir ke dalam kandung empedu. Adapun yang mengalir ke peredaran darah bermanfaat untuk dua tujuan: ia memungkinkan darah memberi makan ke jaringan atau organ yang membutuhkan sejumlah tertentu cairan empedu yang tercampur (misalnya organ paru); dan otomatis ia mengencerkan darah, memungkinkan 26 27
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 14. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 14 dst. 139
darah menjelajahi saluran-saluran tubuh yang sangat kecil. Bagian yang mengalir ke kandung empedu juga berfungsi dua macam: yaitu pertama fungsi membuang bahan (selsel) tubuh yang rusak dan memberi makan dinding kandung empedu; dan kedua, fungsi ganda, yaitu membersihkan sisa makanan dan cairan serum yang melekat dari dinding usus dan menstimulasi otot-otot usus dan anal untuk membuang kotoran. Selain cairan empedu jernih yang terdapat di hati dan darah masih ada 7 (tujuh) macam yang abnormal; empat macam yang pertama karena tercampur bahan asing.28 Pertama, empedu kuning jeruk dalam hati, karena tercampur dengan cairan serum encer, kurang panas kerimbang empedu normal. Kedua, empedu kuning telur, warna kuning telur, dalam hati karena tercampur cairan serum beku, kurang kuning dan panas. Ketiga, empedu teroksidasi merah kuning tua, cairan gelap kabur dalam hati dan darah, disebabkan bercampur cairan hitam empedu dan agak rusak. Keempat, empedu teroksidasi, dalam kandung empedu, disebabkan oksidasi spontan yang menghasilkan cairan encer ditambah abu yang tidak memisah; lebih merusak dari yang terdahulu. Sedangkan tiga empedu abnormal lainnya, terjadi karena perubahan intern substansi, yaitu Kelima, empedu hepatis di hati, disebabkan oksidasi bagian darah yang encer, sehingga bagian yang lebih kental memisahkan diri sebagai cairan hitam empedu; yang setengah toksis., disebabkan oksidasi internal. Adapun yang Keenam, empedu gastrik hijau bawang prai dalam lambung, disebabkan oksidasi intens empedu kuning telur dan kehilangan semua kelembabannya; amat panas dan sangat toksis dari yang terakhir, dan Ketujuh, empedu lumat atau hijau terusi dalam lambung, disebabkan oksidasi intens empedu kuning telur, dan kehilangan semua kelembabannya; amat panas dan sangat toksis. 28
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 15-16. 140
Yang ketujuh tersebut mungkin diturunkan dari yang keenam, karena peningkatan oksidasi disebabkan pengeringan total, yang mungkin dapat menjelaskan warnanya yang agak keputih-putihan. Karena kita tahu bahwa jika suatu benda dipanaskan, ia mula-mula akan menjadi hitam dan pemanasan lebih lanjut membuatnya putih, warna putih itu menjadi nyata bila tingkat kelembaban kurang dari 50 persen. Kayu, misalnya, mulamula hitam arang dan akhirnya menjadi abu putih. Cairan hitam empedu, sifatnya dingin dan kering, dalam bentuknya yang normal adalah faex atau endapan darah baik, bahan mati yang rasanya manis dan pahit. Setelah diproduksi di hati, cairan ini membagi dua, sebagian masuk ke dalam darah dan yang lain ke dalam limpa. Bagian pertama, turut berperan memberi makan bagian badan yang membutuhkan sedikit cairan hitam empedu, seperti tulang; dan lebih lanjut memberikan kepada darah suatu stamina, kekuatan, kepekaan dan kepadatan. Bagian yang kedua, yang mengalir ke limpa dan tidak lagi diperlukan oleh darah, terutama bermanfaat untuk membersihkan tubuh dari benda mati. Limpa ialah satu organ yang turut diberi makan oleh darah. Manfaat kedua; dengan mengalir ke mulut perut secara gerakan pemerahan susu, cairan ini menggiatkan, mengetatkan dan menebalkan perut, dan rasanya yang pahit merangsang perut, menstimulasi (timbulnya) rasa lapar.29 Serupa itu pula, bagian cairan empedu yang mengalir ke kandung empedu tidak dibutuhkan darah dan apa yang keluar dari kandung empedu tidak diperlukan lagi oleh organ tersebut. Seperti halnya cairan empedu mengalir ke usus membangkitkan gerak peristaltik dan membantu menarik makanan dari perut, begitu pula cairan hitam empedu setelah meninggalkan limpa membangkitkan selera makan dan menyebabkan masuknya makanan ke perut.
29
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 16-17. 141
Air tidaklah dihitung sebagai cairan tubuh, karena bukan termasuk makanan. Makanan yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang bisa berpadu dengan tubuh manusia; dan substansi semacam ini selalu kompleks, tidak pernah sederhana. Cairan normal tubuh, dalam anggapan Galen hanyalah darah saja, yang lainnya hanyalah sebagai kotoran saja (fud}ul> ). 30 Tetapi, jika cairan darah merupakan satusatunya pemberi makan berbagai organ, tentu saja itu disebabkan karena organ-organ tersebut mempunyai tabiat dan sifat yang sama. Sebenarnya tulang tidaklah lebih keras daripada daging jika tidak karena keringnya cairan hitam empedu yang terdapat dalam darah, tidak pula otak akan lebih lunak jika tidak disebabkan adanya humor serum lembut di darah yang memberinya makan. Ibn Si>na>membuat kesimpulan bahwa dalam darah terdapat cairan lain selain cairan darah. Selain itu, jika darah mengalir ke dalam pembuluh, terlihat ia mengerut dan berbagai komponennya tampak memisahkan diri; buih (empedu), faex keruh (hitam empedu), bagian mengandung albuin (serum), dan bagian berair seperti yang dikeluarkan dalam urine.31 Kekuatan fisik dalam perkiraan sebagian orang disebabkan karena kelimpahan darah, dan kelemahannya karena kekurangan darah. Akan tetapi, menurut Ibn Si>na>, tidaklah demikian. Menurutnya, yang benar adalah bahwa keadaan tubuh menentukan bermanfaat atau tidaknya makanan bagi tubuh.32 Berdasarkan fisiologi tersebut, sifat unik temperamen setiap individu menunjukkan bahwa tiap mikrokosmos merupakan satu sistem sendiri, dan tidak identik dengan mikrokosmos yang lain mana pun. Tetapi, pengulangan humor dasar yang sama pada setiap susunan memberikan fakta (kenyataan) bahwa tiap mikrokosmos 30
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 17. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 17. 32 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 17. 31
142
merupakan kesamaan morfologis dengan mikrokosmos yang lain. Lebih lanjut, terdapat analogi antara tubuh manusia dan susunan kosmis seperti kenyataan adanya kesesuaian antara cairan tubuh dan elemen alam. Dalam filsafat alam alkhemi-Hermetik, yang selalu erat kaitannya dengan kedokteran Islam, seperti yang dibangun Ibn Si>na>, terdapat doktrin dasar tentang kesesuaian antara semua susunan benda nyata yang beragam; hierarki yang jelas, benda-benda langit, susunan angka, bagian tubuh, huruf dalam abjad yang merupakan ”elemen” Kitab Suci dan seterusnya. Tujuh tulang leher dan dua belas tulang punggung berkesesuaian dengan tujuh planet dan dua belas tanda Zodiak, begitu pula tujuh hari dalam sepekan dan jumlah bulan dalam setahun; dan jumlah seluruh piggiran tulang punggung, yang dianggap 28 (dua puluh delapan) buah dengan huruf abjad Arab dan tempat kedudukan bulan. Sebab itu, simbolik numerik dan astrologis terkait dengan ilmu kedokteran, meskipun keterkaitan eratnya hubungan ini tidaklah sama untuk semua periode sejarah Islam, ataupun di kalangan semua tokoh medis. Akan tetapi yang jelas, kesesuaian (harmonitas) dan ”simpati” (dalam makna asli kata ”sympathia”) antara berbagai susunan benda kosmik merupakan latar belakang filosofis ilmu kedokteran Islam, seperti tampak dalam bangunan kedokteran Ibn Si>na>.33 Sebagaimana kita lihat, bahwa rusaknya keseimbangan empat cairan adalah penyebab penyakit; yang perbaikannya menjadi tugas dokter. Ibn Si>na> menerapkan empat penyebab menurut Aristoteles dalam kasus penyakit, yaitu penyebab yang bersifat jasmani (al-asba>b alma>diyyah, material cause), penyebab yang langsung (alasba>b al-fa>’iliyyah, efficien cause), penyebab formal (alasba>b al-s}ur> iyyah, formal cause), dan penyebab final (alasba>b al-tama>miyyah, final or the purpose cause). Keempat penyebab tersebut diuraikan sebagai berikut.34 33 34
Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 223-224. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 4. 143
Pertama, penyebab yang bersifat jasmani (al-asba>b al-ma>diyyah), ialah tubuh fisik yang menjadi pokok masalah kesehatan dan penyakit (al-asya>’ al-maud}u’> ah al-llati> fi>ha> tataqawwam al-s}ih}ha} h wa al-marad}), sebab ini mungkin
dekat, seperti organ-organ tubuh dengan energi-energi vitalnya (ru>h)} , dan mungkin juga jauh, seperti cairan-cairan tubuh (al-akhla>t)} , dan mungkin lebih jauh lagi, yaitu elemen-elemen (al-arka>n), yang merupakan basis baik struktur (al-tarki>b) maupun perubahan (atau dinamika, alistih}al> ah). Faktor-faktor yang demikian merupakan dasar (bagi kesehatan dan penyakit) ini, bisa berubah dan terpadu secara mendalam, sehingga dari satu diversitas awal, muncullah satu kesatuan holistik dengan struktur yang spesifik (atau pola kuantitatif organisasi) dan temperamen yang bersifat spesifik (pola kualitatif). Kedua, penyebab yang langsung (al-asba>b alfa>’iliyyah), yaitu penyebab yang bisa mencegah atau membuat perubahan pada tubuh manusia (al-asba>b almughi>rah aw al-h}af> iz}ah lih}ala>t-i badan al-insa>n). Yang termasuk dalam penyebab ini adalah makanan, air, dan minuman, dan yang berhubungan dengannya, cuaca dan faktor lain yang berhubungan, pengekangan (ih}tiba>s), pelepasan (istifra>gh), kebiasaan, negara/daerah, tempat tinggal, istirahat dan aktifitas fisik maupun mental, tidur dan jaga, perubahan usia, jenis kelamin, pekerjaaan, kebiasaan (al-‘a>da>t), akhirnya hal-hal yang mengancam atau mengadakan kontak dengan tabiat tubuh. Ketiga, penyebab formal (al-asba>b al-s}ur> iyyah), ialah temperamen (atau pola susunan secara keseluruhan) dan kecakapan yang timbul darinya dan struktur (pola kuantitatif). Keempat, penyebab final atau tujuan (al-asba>b altama>miyyah), ialah fungsi-fungsi yang hanya dapat dipahami dengan pengetahuan mengenai kecakapan (sistem biologis) dan energi vital, yang pada pokoknya merupakan dasar dalam hal ini.
144
Selanjutnya, berdasarkan uraian tentang penyebab penyakit tersebut, Ibn Si>na> menjelaskan kandungan sistem medis Islam. Menurutnya, setelah perkara penyebab tersebut selesai dibahas, pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedokteran berhubungan dengan Elemen (al-Arka>n, unit keadaan tubuh sebagai keseluruhan), Organ (anatomi), kemampuan (sistem biologis), seperti fungsi organis, vital dan kekuatan tubuh dan beragam fungsi (fisiologis) yang berhubungan dengan itu. Pembahasan ini juga mencakup pembahasan tentang kesehatan dan penyakit dan keadaankeadaan pada tubuh serta penyebab perangsangnya, seperti makanan dan minuman, udara, air, tempat tinggal, pelepasan dan pengekangan, pekerjaaan, kebiasaan, aktivitas fisik dan mental (al-h}araka>t al-badaniyyah wa alnafsa>niyyah), usia, jenis kelamin dan berbagai pengaruh eksternal. Jadi kedokteran itu berhubungan dengan pembahasan tentang pilihan diet yang cocok, udara, istirahat, obat dan prosedur operatif guna perawatan kesehatan (h}ifz} al-s}ih}ha} h) dan penanganan penyakit (‘ila>j al-marad}).35 Tubuh manusia dengan semua organ dan elemennya yang berbeda, dan sistem fisik, syaraf dan vital disatukan oleh gaya vital atau semangat (spirit) yang hampir menyerupai energi dasar metabolik dalam kedokteran umum. Ketiga sistem tubuh ini masing-masing mempunyai fungsi tersendiri, yang berbeda dan pada saat yang bersamaan saling dihubungkan oleh semangat vital --meski tidak boleh dikacaukan pengertiannya dengan jiwa (ru>h)} .36 Adapun sistem fisik tersebut ada dua macam. Yang pertama terdapat pada hati, berkepentingan dengan pemeliharaan individu dan karenanya bertanggung jawab atas fungsi pemberian makan dan pertumbuhan. Yang kedua bertempat di testis dan ovarium, berkaitan dengan pemeliharaan ras yang bertanggung jawab atas fungsi 35 36
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 4-5. Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 225. 145
seksual, pembentukan cairan germinal dan pembuatan serta perkembangan ovum lebih lanjut. Sistem syaraf terdiri dari kemampuan pengamatan dan kemauan gerakan. Kemampuan kognitif berfungsi eksternal, seperti penginderaan dan berfungsi internal, seperti persepsi internal. Sistem syaraf yang melaksanakan fungsinya itu berpusat pada otak. Dengan ungkapan lain otak adalah pusat sistem syarat tersebut.37 Adapun sistem vital menentukan dan mempersiapkan dengan baik daya vital bagi fungsi sensor dan motor otak. Selain itu, ia juga berfungsi membawa daya vital ke organ dan jaringan agar hidup dan kuat. Sistem ini berpusat di jantung dan berfungsi dengan bantuan jantung.38 Menurut Ibn Si>na> dan para dokter lainnya, meskipun daya vital mulanya tersusun dan berdiferensiasi dalam sistem vital, munculnya sistem ini tidaklah menyebabkan diferensiasi sistem-sistem yang lain. Yang lain ini tidak berdiferensiasi sampai daya vital mendapatkan persendian yang diperlukan untuk susunan khusus mereka sendiri.39 Elemen dan organ, sistem biologis dan fungsinya -semuanya membantu untuk menjamin keseimbangan (ekuilibrium) keempat cairan; keadaan ekuilibrium ini ditentukan oleh sifat khas setiap tubuh manusia. Meskipun demikian, ada pola dan dasar umum bagi variasi temperamen, yang mencakup faktor-faktor seperti ras, udara, cuaca, usia, jenis kelamin, dan seterusnya. Sebagai contoh, orang India dan orang Slavia atau pria umur 60 tahun dan wanita umur 20 tahun akan mempunyai temperamen yang sangat berbeda, sementara bangsa India atau Slavia sebagai kelompok ras, atau orang-orang yang berusia 60 tahun sebagai kelompok umur akan memiliki temperamen yang serupa, meskipun tidaklah identik.40
Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 53. Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 225. 39 Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 225-226. 40 Nasr, Science and Civilization in Isla>m, 228.
37 38
146
Dengan demikian, watak dan karakteristik pengobatan Islam menurut Ibn Si>na> sangat ditentukan oleh teori humor tersebut. Kenyataan bahwa temperamen setiap orang adalah khas, berarti bahwa dua orang yang menderita penyakit yang sama tidak dapat diberi cara pengobatan medis yang sama. Itu juga berarti bahwa mekanisme pertahan tubuh atau kepekaan sistem kekebalan berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Dalam hubungan antara keadaan tubuh dan dunia eksternal selanjutnya demi kesehatan manusia harus hidup secara harmonis dengan lingkungannya. Oleh karena itu, kedokteran Islam sebagaimana yang dirumuskan Ibn Si>na> memberikan perhatian serius pada pemahaman temperamen aktual setiap pasien, faktor-faktor yang menentukan keunikan temperamen, serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, seperti enam keharusan (sittah d}aru>riyyah), yang akan diuraikan pada bagian kedokteran praktis. b. Cabang Kedokteran Teoritis
Kedokteran teoritis, bagian pertama dari bangunan
kedokteran Ibn Si>na>, meliputi 5 (lima) cabang utama, yaitu: fisiologi; anatomi; patologi; etiologi; dan simptomatologi.41 Fisiologi adalah ‘ilm umu>r t}abi>’iyyah yang secara harfiah berarti ”sains tentang hal-hal alamiah” (tubuh manusia); dan ini berkaitan dengan fungsi semua struktur, organ, dan bagian-bagian tubuh manusia sebagai organisme hidup. Fisiologi Muslim didasarkan pada teori humoral yang berbeda secara fundamental dalam berbagai hal dari fisiologi kedokteran modern. Anatomi atau ‘ilmu al-tashri>h} terutama berkaitan dengan struktur tubuh manusia dan bagian-bagiannya. Patologi dipahami dalam arti luas, ‘ilmu ah}wa>l al-badan berkaitan dengan keadaan-keadaan tubuh. Patologi adalah 41
Lihat. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 121-125. 147
kajian tentang keadaan dan manifestasi penyakit dan tentang perubahan-perubahan fungsi dan struktur tubuh manusia. Etiologi (‘ilmu al-asba>b) secara khusus berkaitan dengan kajian tentang sebab-sebab penyakit atau keadaankeadaan abnormal tubuh. Oleh karena itu sangat erat kaitannya dengan patofisiologi. Adapun simptomatologi atau ‘ilmu bi al-dala>’il berkaitan dengan gejala-gejala penyakit. Dokter Muslim bersandar sangat kuat pada gejalagejala eksternal seperti denyut nadi (nabd}) dan kulit. Kemampuan mereka mendiagnosis suatu penyakit melalui gejala-gejala ini, khususnya denyut nadi, sangat luar biasa. Ibn Si>na> menyebut aspek denyut nadi yang biasanya sangat diperhatikan oleh dokter-dokter Muslim selama mendiagnosis penyakit, yakni: (1) kuantitas; (2) kekuatan; (3) lama gerakan; (4) kondisi dinding pembuluh; (5) volume; (6) lama periode diam; (7) debaran pulsa; (8) kesamaan dan ketidaksamaan; (9) keseimbangan pulsa; dan (10) irama.42 Ibn Si>na>, sepertihalnya para dokter Muslim lainnya, sangat menyadari pentingnya sistem pencernaan dalam kekacauan internal. Oleh karena itu ia melakukan pemeriksaan fisik pada urin dan tinja dalam menentukan diagnosis kasus-kasus seperti penyakit urinogenital, penyakit darah, kekacauan metabolik dan penyakit liver. 2.. Kedokteran Praktis a. Pengertian Kedokteran Praktis Sebagaimana dikemukakan di atas, yang dimaksudkan kedokteran praktis (‘amal) adalah ilmu kedokteran yang memberikan manfaat pengajaran sebagai suatu pendapat, yang pendapat tersebut berkaitan dengan 42
Penjelasan lebih lanjut tentang kelima cabang ilmu kedokteran teoritis di atas lihat dalam Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 122-125. 148
penjelasan tatacara pelaksanaan ilmu itu.43 Baik kedokteran praktis maupun kedokteran teoritis sama-sama merupakan sains (‘ilm). 44 Masing-masing mempunyai karakteristik: kedokteran teoritis merupakan ilmu pokok-pokok kedokteran, sedangkan kedokteran praktis merupakan ilmu tatacara menggunakan kedokteran itu.45 b. Cabang Kedokteran Praktis Mengenai kedokeran praktis ini dibahas oleh Ibn Si>na> dalam al-Qa>nu>n pada Jilid II. Kedokteran praktis mencakup dua cabang ilmu, yaitu ilmu kesehatan (‘ilm als}ih}ha} h) dan ilmu pengobatan (‘ilm al-‘ila>j). 46 Ilmu kesehatan berarti penjagaan kesehatan (h}ifz} al-s}ih}ha} h). 47 Dari sudut pandang praktis, ilmu kesehatan dipahami dalam pengertian yang komprehensif, yaitu meliputi ilmu kesehatan pribadi (personal health) dan kesehatan masyarakat (public health) dan merupakan wilayah perhatian kedokteran preventif. Ilmu kesehatan ini merupakan cabang kedokteran Islam yang paling penting karena bidang ilmu kedokteran inilah yang lebih concern terhadap pencegahan penyakit (al-wiqa>yah) daripada pengobatannya (al-‘ila>j).48 Inilah kaidah bahwa al-wiqa>yah khairun min al-‘ila>j, pencegahan penyakit itu lebih baik daripada pengobatannya. 49 Ini merupakan paradigma 43 44
Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 121. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 3, lihat juga Nancy G. Siraisi, Avicenna in
Renaissance Italy: The Canon and Medical Teaching in Italian Universities After
1500, (Princeton: Princeton University Press, 1987), 24. 45 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 3. 46 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 125. 47 Beberapa penjagaan kesehatan anggota tubuh, yang diuraikan oleh Ibn Si>na> dalam al-Qa>nu>n, misalnya menjaga kesehatan telinga (h}ifz} s}ih}ha} t al-udhun, alQa>nu>n, II: 149), menjaga kesehatan gigi (h}ifz} s}ih}ha} t al-asna>n, al-Qa>nu>n, II: 184), dan menjaga kesehatan mata (h}ifz} s}ih}ha} t al-‘ayn) dan faktor-faktor yang mengganggu kesehatan mata. 48 Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 125. 49 Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu: al-Sha>mil li al-
Adillah al-Shar’iyyah wa al-A’ al-Madhhabiyyah wa Ahammi al-Naz}ariyya>t 149
kedokteran Ibn Si>na>, khususnya, dan kedokteran Islam pada umumnya. Penekanan besar yang diberikan pada pencegahan penyakit dalam sistem kedokteran Islam adalah konsekuensi langsung dari ajaran Shari>’ah Islam. Bagi seorang Muslim haruslah memelihara dan menghargai kesehatan diri, yang merupakan pemberian Tuhan, sebelum ditimpa penyakit. Tanggapan demikian melibatkan semua aspek eksistensial, spiritual, psikologis, dan fisik seseorang. Ajaran-ajaran Islam mengenai penyakit dalam segala dimensinya, khususnya spiritual, psikologis, medis, dan sosial telah memungkinkan masyarakat Muslim untuk menghasilkan ekologi manusia atau lingkungan sosio kultural yang sehat di mana yang sakit dan yang menderita, dibantu dengan berbagai bentuk bantuan secara psikologis dan ekonomis.50 Sebagaimana paradigma kedokteran Islam pra Ibn Si>na>, kedokteran Ibn Si>na> juga berpijak pada paradigma al-wiqa>yah khayr min al-‘ila>j, bahwa menjaga kesehatan itu lebih baik daripada mengobati. Oleh karena itu, dalam sistem kedokteran Islam dirumuskan enam prinsip menjaga kesehatan. Dalam ilmu kesehatan ini, kata Ibn Si>na>, minimal diperlukan enam prasyarat utama untuk menjaga kesehatan (h}ifz} al-s}ih}ha} h; al-wiqa>yah). Keenam prinsip ini biasanya disebut sebagai Sittah D{aru>riyyah (Enam Keharusan). Keenam prinsip kesehatan ini adalah: udara (hawa>’); makanan dan minuman (ma’kul wa mashru>b); gerak tubuh dan istirahat/diam (h}arakat wa suku>n badani>); tidur dan jaga (naum wa yaqz}ah); gerak dan diam psikis/emosi (h}araka>t wa suku>n nafsi>); ekskresi dan retensi (istifra>gh wa ih}tiba>s). Berikut diuraikan keenam prinsip kesehatan di atas.
al-Fiqhiyyah wa Tah}qîq al-Ah}ad> i>th al-Nabawiyyah wa Takhri>jiha> Mulh}iqan Fahrasah Alfaba>’iyyah Sha>milah li al-Maud}u’> a>t wa al-Masa>’il al-Fiqhiyyah, Edisi ke-4 (Suriah: Da>r al-Fikr, 1989), Juz I, 89. 50 Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 125-126. 150
1)) Udara Polusi atau tercemarnya udara merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi dunia saat ini. Udara yang baik dan bersih, bebas dari polusi sangat penting untuk kesehatan. Perihal pentingnya udara yang sehat ini telah diingatkan Ibn Si>na>, juga para dokter muslim sebelumnya. Ibn Si>na>, menuliskan dalam al-Qa>nu>nnya di pasal ke-5 tentang udara yang sehat (al-Hawa>’ al-Jayyid). 51 Ibn Khaldu>n sudah mengingatkan bahwa pada masa itu udara di kota-kota sudah tercemar oleh asap busuk dari sisa makanan. Padahal, udara inilah yang memberi energi kepada ruh (jiwa), dan yang menguatkan pengaruh panas alami terhadap pencernaan.52 Masalah pengaruh iklim dan tanah terhadap kesehatan individu termasuk ke dalam penjabaran Muslim tentang prinsip udara yang sehat. Menurut Ibn Si>na>, perubahan lingkungan dapat membantu untuk menyembuhkan berbagai penyakit pasien. Untuk menjamin bahwa udara yang baik dan bersih tersedia bagi seluruh kota, Ibn Si>na> sangat merekomendasikan agar kota memiliki banyak taman dan desain arsitektural bangunan-bangunan kota dibuat harmonis secara ekologis dengan kondisi iklimnya.53 Pandangan Ibn Si>na> di atas ini sangat relevan dengan hasil penemuan seorang peneliti belakangan ini, yang menyatakan bahwa asap kendaraan dapat memicu penyakit mental. Sebuah situs kesehatan (www.detikhealth. com) menuliskan bahwa tingkat polusi yang tinggi saat ini perlu diwaspadai. Tidak hanya memicu penyakit fisik, tetapi polusi yang berasal dari asap kendaraan juga bisa memicu penyakit mental, yaitu sifat agresif dan gelisah. Tidak heran jika saat ini banyak orang mengalami stres, mungkin karena terlalu banyak menghirup asap kendaraan.54 51
Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 125 dst. ’Abd al-Rah}ma>n Ibn Khaldu>n, Muqaddimat Ibn Khaldu>n (Kairo: Da>r Ibn alHaitham, 2005), 498. 53 Dikutip Bakar, Tawh}id> & Sains, 128-129. 54 Dalam http://www.detikhealth.com/read/2009/11/25/163004/1248761/766/ 52
151
Asap mobil ditengarai sebagai asap yang paling berbahaya dan menimbulkan penyakit kronis pada manusia. Kandungan berbagai jenis bahan kimia dalam asap dapat merusak sel-sel otak dan memicu atau menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit, terutama penyakit kanker.55 Sebagaimana diketahui, bahwa dalam dunia kedokteran biasanya belum ditemukan faktor penyebab yang pasti pada penyakit kanker, karena penyebab kanker dapat merupakan gabungan dari sekumpulan faktor, genetik dan lingkungan. Namun ada beberapa faktor yang diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker. Faktor-faktor tersebut adalah faktor genetika, lingkungan, makanan, visus, infeksi, perilaku yang tidak sehat, seperti merokok, hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, juga faktor kejiwaan, dan radikal bebas.56 menghirup-asap-kendaraan-picu-penyakit-mental, diakses pada 30 Oktober 2010. 55 Kanker adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak teratur. Kanker bisa terjadi dari berbagai jaringan dalam berbagai organ. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan bisa menyebar (metastasis) ke seluruh tubuh. Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang dapat berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. http://www.cancerhelps.com/whatiscancer.htm, diakses pada 10 November 2010. 56 Penjelasan mengenai faktor-faktor yang diduga penyebab kanker tersebut sebagai berikut. Pertama, faktor keturunan. Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi terserang kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga lainnya. Kanker payudara merupakan jenis kanker yang cenderung diturunkan dalam keluarga, di samping kanker indung telur, kanker kulit dan kanker usus besar. Sebagai contoh, risiko wanita terkena kanker 152
meningkat 1,5 s/d 3 kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita kanker payudara. Kedua, faktor lingkungan. Di antaranya merokok sigaret, meningkatkan resiko terjadinya kanker paru, mulut, laring (pita suara), dan kandung kemih. Sinar Ultraviolet dari matahari, dan radiasi ionisasi (yang merupakan karsinogenik) digunakan dalam sinar rontgen dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom yang bisa menjangkau jarak yang sangat jauh. Contoh, orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II, berisiko tinggi menderita kanker sel darah, seperti Leukemia. Ketiga, faktor makanan yang mengandung bahan kimia. Makanan juga dapat menjadi faktor risiko penyebab kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan. Mengenai hal ini akan disebutkan dalam bagian prinsip kesehatan yang kedua, yaitu makanan dan minuman. Keempat, virus. Virus yang dapat dan dicurigai menyebabkan kanker antara lain: 1) Virus Papilloma menyebabkan kutil alat kelamin (genitalis) agaknya merupakan salah satu penyebab kanker leher rahim pada wanita. 2) Virus Sitomegalo menyebabkan Sarkoma Kaposi (kanker sistem pembuluh darah yang ditandai oleh lesi kulit berwarna merah) 3) Virus Hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati. 4) Virus Epstein-Bar (di Afrika) menyebabkan Limfoma Burkitt, sedangkan di China virus ini menyebabkan kanker hidung dan tenggorokan. Ini terjadi karena faktor lingkungan dan genetik. 5) Virus Retro pada manusia misalnya virus HIV menyebabkan limfoma dan kanker darah lainnya. Kelima, infeksi. 1) Parasit Schistosoma (bilharzia) dapat menyebabkan kanker kandung kemih karena terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih. Namun penyebab iritasi menahun lainnya tidak menyebabkan kanker. 2) Infeksi oleh Clonorchis yang menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu. 3) Helicobacter Pylori adalah suatu bakteri yang mungkin merupakan penyebab kanker lambung, dan diduga bakteri ini menyebabkan cedera dan peradangan lambung kronis sehingga terjadi peningkatan kecepatan siklus sel. Keenam, faktor perilaku. Perilaku yang dimaksud adalah merokok dan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan daging yang diawetkan, juga peminum minuman beralkohol. Selain itu juga perilaku seksual, yaitu melakukan hubungan intim di usia dini dan sering berganti ganti pasangan. Ketujuh, gangguan keseimbangan hormonal. Hormon estrogen berfungsi merangsang pertumbuhan sel yang cenderung mendorong terjadinya kanker, sedangkan progesteron melindungi terjadinya pertumbuhan sel yang berlebihan. Ada kecenderungan bahwa kelebihan hormon estrogen dan kekurangan progesteron menyebabkan meningkatnya risiko kanker payudara, kanker leher rahim, kanker rahim dan kanker prostat dan buah zakar pada pria. Kedelapan, faktor kejiwaan, emosional. Stres yang berat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan seluler tubuh. Keadaan tegang yang terus menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker. Kesembilan, radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu atom, gugus atom, atau molekul yang mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan dilingkaran 153
Asap kendaraan dapat menyebabkan penyakit kanker tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Amal Kinawy, seorang peneliti dari Cairo University, seperti dikutip dari Telegraph, bahwa ”Tiap harinya, jutaan orang terkena dan menghirup asap hasil pembakaran bensin (gasolin). Mulai dari saat mengisi bensin hingga terkena asap kendaraan di jalanan". Dari hasil penelitiaannya terhadap tikus percobaan yang diberi paparan asap beracun dari bensin ditemukan adanya perilaku agresif dan gelisah pada tikus tersebut. Tikus-tikus yang menghirup asap tersebut berubah menjadi sangat agresif, saling mencakar dan bertarung satu sama lain. Dalam studinya, peneliti mencobakan tiga jenis asap pada tikus percobaan, yaitu asap yang berasal dari bensin, bukan bensin dan asap bersih (tidak mengandung apa-apa). Hasilnya adalah bahwa tikus yang menghirup asap berbahan kimia dari bensin cenderung bersikap menyerang dan agresif dibanding tikus yang menghirup asap bersih. Setelah dianalisis, otak tikus yang menghirup bahan kimia dari bensin ternyata mengalami kerusakan sel. Beberapa studi sebelumnya juga mengaitkan antara asap kendaraan dengan risiko keguguran, penyakit pikun, dan alergi. Sementara itu, di Inggris asap kendaraan yang beracun sudah dilarang sejak tahun 2000 karena ketakutan akan efeknya yang buruk bagi kesehatan, terutama anakluarnya. Sumber-sumber radikal bebas yaitu: a). Radikal bebas terbentuk sebagai produk sampingan dari proses metabolisme. b) Radikal bebas masuk ke dalam tubuh dalam bentuk racun kimiawi dari makanan , minuman, udara yang terpolusi, dan sinar ultraviolet dari matahari. c) Radikal bebas diproduksi secara berlebihan pada waktu kita makan berlebihan (berdampak pada proses metabolisme) atau bila kita dalam keadaan stres berlebihan, baik stres secara fisik, psikologis,maupun biologis. http://www.cancerhelps.com/whataretherisk.htm, http://medicastore. com/, dan dalam ttp://www.indonesiaindonesia.com/f/11259-penyebab-resiko-terjadinyakanker/ diakses pada 10 November 2010.
154
anak. Studi ini dimuat dalam Journal BMC Physiology dan sebagai bahan peringatan agar sebisa mungkin menghindari asap kendaraan yang banyak ditemui setiap hari.57 Dengan demikian pandangan Ibn Si>na> tentang udara yang baik penting untuk diterapkan terutama di perkotaan. Sebagaimana telah maklum, Jakarta sebagai ibukota Negara Indonesia kondisinya sangat memperihatinkan. Polusi udara, dan pencemaran lingkungan, di samping banjir, terjadi di hampir semua wilayah ini. Hal ini akibat tata ruang yang tidak proporsional. Idealnya, bagi Jakarta lahan atau ruang hijau memerlukan 30 % dari luas wilayahnya. Namun saat ini lahan atau ruang hijau hanya sekitar 11 %, masih jauh dari kondisi yang ideal. 2)) Makanan dan Minuman Pembahasan prinsip yang kedua ini melibatkan, antara lain, hal-hal berikut: (1) apa yang baik untuk dimakan dan diminum, dan makanan dan minuman apa yang diperlukan, (2) jumlah yang harus dimakan dan diminum, dan (3) waktu yang tepat untuk makan. 58 Begitu pentingnya perihal makanan ini, menjadikan sejarawan besar Ibn Khaldu>n, dalam al-Muqaddimah, menguraikannya cukup panjang. Dengan tegas ia mengatakan, bahwa ”Ketahuilah, sumber penyakit dari makanan!”, dengan menyitir hadis yang dinilainya menjadi hadis komprehensif tentang kedokteran, meskipun hadis ini dinilai maud}u’> (palsu) oleh ulama-ulama h}adi>th, 59 yaitu (”Perut adalah rumah penyakit. Berdiet adalah obat paling baik. Sumber setiap penyakit adalah salah cerna”). Ibn Si>na>, berpendapat bahwa kita hanya boleh mengkonsumsi makanan segar yang bebas dari bahan-bahan http://www.detikhealth.com. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 95 dst. 59 Demikian komentar penerjemah al-Muqaddimah Ibn Khaldu>n versi bahasa Indonesia, Ahmadie Thoha, terhadap hadis tersebut. Lihat dalam Ibn Khaldu>n alMuqaddimah, 495. 57
58
155
yang busuk dan membawa penyakit. Air minum harus bersih. Ibn Si>na>, misalnya, mengetahui nilai medis air alami yang diperoleh dari jenis-jenis sumur tertentu karena kandungan mineralnya. Sebaliknya, air yang tercemar diketahui sebagai pembawa penyakit. Menurut Hakim Abdul Razak, Ibn Si>na> adalah orang pertama yang mengetahui hal ini. Para dokter Muslim selanjutnya mengetahui bahwa apa yang baik dimakan dan diminum adalah relatif bagi setiap individu, karena setiap orang memiliki humoral yang khas. Mengenai makanan dan minuman yang dilarang agama seperti daging babi dan minuman memabukkan, banyak risalah yang ditulis dokter-dokter Muslim, yang secara spesifik membahas atau membuat pembahasan medis atau pembenaran ilmiah untuk pelarangan itu.60 Risalah-risalah semacam ini memperlihatkan dengan begitu jelas kesatuan prinsip religius dan ilmiah yang mengatur kebiasaan makan orang Muslim. Prinsip religius dan ilmiah tersebut, tidak hanya mengenai jenis makanan dan minuman, namun juga cara makan dan minum, serta waktu mengonsumsinya. Makanan yang tidak sehat, seperti makanan yang mengandung bahan kimia, merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan penyakit kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan. Contoh jenis makanan yang dapat menyebabkan kanker adalah: 1) makanan yang diasap dan diasamkan (dalam bentuk acar) meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung; 2) minuman yang mengandung alkohol menyebabkan berisiko lebih tinggi terhadap kanker kerongkongan; 3) zat pewarna makanan; 4) logam berat seperti merkuri yang sering terdapat pada makanan laut
60
Sebagai contoh, al-Ra>zi> (w. 925 M.) menulis hal berikut mengenai mabuk dan efek-efek minuman beralkohol pada jiwa dan tubuh manusia. Lihat Nasr, Science and Civilization, 206. 156
yang tercemar seperti: kerang, ikan, dsb.; dan 5) berbagai makanan (manis, tepung) yang diproses secara berlebihan.61 3)) Istirahat dan gerak tubuh Kesehatan yang sempurna membutuhkan istirahat dan gerak tubuh (fisik), khususnya dalam bentuk latihanlatihan fisik (riyad}ah). Pengobatan jenis penyakit dan penderitaan fisik tertentu juga tergantung pada gerak atau diamnya tubuh. Sebagai contoh, Ibn Si>na> berpendapat bahwa radang dan fraktur membutuhkan istirahat penuh untuk mendapat pengobatan yang sewajarnya sementara kelumpuhan membutuhkan jenis gerak tertentu. Nilai medis latihan-latihan fisik sangat ditekankan.62 Latihan-latihan fisik atau olahraga yang bersandar pada perlawanan berat tubuh, dan yang menjadikannya mampu menghadapi tuntutan-tuntutan kehidupan seharihari tanpa beban, merupakan salah satu metode ideal, selain kebersihan untuk mengembangkan unsur-unsur kesehatan jasmani. Latihan-latin fisik itu pada prinsipnya bukan untuk memenangkan kejuaraan olahraga. Sebab memenangkan kejuaraan olahraga bukanlah maqa>si} d alShari>’ah atau tujuan tertinggi dari melakukan olahraga. Tetapi, sependapat dengan Jala>l Muh}ammad al-Sha>fi’i>, 63 sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya, bahwa tujuan tertinggi dari olahraga adalah mencapai manusia yang mampu menjalani kehidupannya sehari-hari dengan segala tuntutan-tuntutannya tanpa beban atau kesulitan, dan mencapai manusia dengan tingkat kesehatan jasmani dan kapabilitas fungsional yang tinggi. Dalam 61
http://www.cancerhelps.com/whatcausescancer.htm, dan http://www.cancerhelps.com/ whataretherisk.htm,, diakses pada 10 November 2010. 62 Lihat misalnya Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 158 dst. 63 Lihat Jala>l Muh}ammad al-Sha>fi’i>, Terapi Shalat: Menyingkap Mu’jizat, Rahasia, dan Khasiat Gerakan dalam Shalat, penterjemah Syahrizal (Jakarta: Grafindo Majalah Ilmu, 2007). 157
hubungan inilah, gerakan-gerakan dalam shalat memberikan nilai guna bagi penjagaan kesehatan.64 Pentingnya latihan fisik, yang dikemukakan oleh Ibn Si>na>, termasuk pula manfaat gerakan shalat, ternyata didukung oleh pakar ilmu kedokteran tradisional dewasa ini. Misalnya, hasil penelitian mendalam yang dilakukan oleh pakar ilmu pengobatan tradisional, Prof. H. Hembing Wijayakusuma, dan telah dibukukan dengan judul ”Hikmah Shalat untuk Pengobatan dan Kesehatan”. Menurut Hembing, setiap gerakan-gerakan shalat mempunyai arti khusus bagi kesehatan dan punya pengaruh pada bagianbagian tubuh seperti kaki, ruas tulang punggung, otak, lambung, rongga dada, pangkal paha, leher, dan lain-lain. Bahkan, duduk tasha>hud diyakini bisa menyembuhkan penyakit tanpa operasi.65 Berikut ini beberapa manfaat gerakan shalat bagi kesehatan: (a) Takbiratul Ihram (takbi>rat al-ih}ram). Berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah. Gerakan ini bermanfaat untuk melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini 64
Sekilas, gerakan-gerakan dalam shalat tampak merupakan gerakan tanpa makna. Namun jika dikaji lebih dalam, ternyata gerakan tersebut memiliki arti filosofis, sekaligus manfaat bagi kesehatan. Umat Islam diwajibkan melakukan ibadah shalat lima kali sehari. Bagi sebagian orang, kewajiban ini terasa memberatkan, namun di balik itu semua, shalat ternyata menyehatkan. Gerakan shalat paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Bahkan dari sisi medis, shalat adalah obat dari berbagai jenis penyakit. 65 Keterangan diperoleh dari tulisan berjudul ”Faedah Gerakan Shalat Bagi Kesehatan” dalam http://www.neraca.co.id/2010/09/06/faedah-gerakan-shalatbagi-kesehatan/, diakses pada 9 November 2010. 158
(b)
(c)
(d)
(e)
menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas. Berdiri tegak dalam shalat. Gerakan-gerakan shalat bila dilakukan dengan benar, selain menjadi latihan yang menyehatkan juga mampu mencegah dan meyembuhkan berbagai macam penyakit. Hembing menemukan bahwa berdiri tegak pada waktu shalat membuat seluruh saraf menjadi satu titik pusat pada otak, jantung, paru-paru, pinggang, dan tulang pungggung lurus dan bekerja secara normal, kedua kaki yang tegak lurus pada posisi akupuntur, sangat bermanfaat bagi kesehatan seluruh tubuh. Rukuk (ruku>’). Ruku’ yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tidak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang. Gerakan ini bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi serta fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi untuk merelaksasikan otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah sarana latihan bagi kemih sehingga gangguan prostat dapat dicegah. I’tida>l. Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah mengangkat kedua tangan setinggi telinga. I’tida>l merupakan variasi dari postur setelah ruku’ dan sebelum sujud. Gerakan ini bermanfaat sebagai latihan yang baik bagi organ-organ pencernaan. Pada saat i’tida>l dilakukan, organ-organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Tentu memberi efek melancarkan pencernaan. Sujud (suju>d). Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai. Posisi sujud berguna untuk memompa getah bening ke bagian leher dan ketiak. Posis jantung di atas otak 159
menyebabkan daerah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya lakukan sujud dengan t}uma’ni>nah atau tidak tergesa-gesa, agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Posisi seperti ini menghindarkan seseorang dari gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk dan sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan. Sujud adalah latihan kekuatan otot, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, bagian tubuh yang menjadi kebanggaan wanita. Payudara tidak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya. Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan oksigen. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yang memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang t}uma’ni>nah dan kontinu dapat memicu peningkatan kecerdasan seseorang. (f) Duduk antara dua sujud. Duduk setelah sujud terdiri dari dua macam yaitu iftira>sh (tahiyat awal) dan tawarru’ (tahiyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki. pada saat iftira>sh, tubuh bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan saraf nervus Ischiadius. Posisi ini mampu menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarru’ sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (uretra), kelenjar kelamin pria (prostate) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan dengan benar, posisi seperti ini mampu mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftira>sh dan tawarru’ menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian rileks kembali. Gerak dan 160
tekanan harmonis inilah yang menjaga kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita. (g) Duduk tasha>hud. Duduk tasha>hud akhir atau tawarruk adalah salah satu anugerah Allah yang patut kita syukuri, karena sikap itu merupakan penyembuhan penyakit tanpa obat dan tanpa operasi. Posisi duduk dengan mengangkat kaki kanan dan menghadap jari-jari ke arah kiblat ini, secara otomatis memijat pusat-pusat daerah otak, ruas tulang punggung teratas, mata, otototot bahu, dan banyak lagi terdapat pada ujung kaki. Untuk laki-laki sikap duduk ini luar biasa manfaatnya, terutama untuk kesehatan dan kekuatan organ seks. (h) Salam (sala>m). Gerakan memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal. Salam bermanfaat untuk merelaksasikan otot sekitar leher dan kepala, dan menyempurnakan aliran darah di kepala sehingga mencegah sakit kepala serta menjaga kekencangan kulit wajah. Bahkan, menurut penelitian Hembing dengan gerakan salam yang baik, tubuh akan terasa lebih segar, sendi-sendi dan otot akan terasa lebih kendur, dan otak juga mempu kembali berfikir dengan terang. 4)) Tidur Menurut Ibn Si>na>, tidur dipandang sebagai bentuk istirahat yang ideal, baik secara fisik maupun mental. Kurang tidur akan mengakibatkan hilangnya energi, lemahnya mental66 dan terganggunya pencernaan. Tentang bagaimana tidur yang baik secara medis dan agama (t}ibb wa shar’) juga dijelaskan oleh Ibn Si>na>, misalnya mulai tidur dengan posisi tubuh bagian kanan, kemudian berganti pada bagian kiri.67 Penjelasan Ibn Si>na> tersebut cocok dengan penjelasan para dokter kontemporer, yang menyatakan pentingnya tidur yang ideal atau cukup. Bahwa tidur yang 66 67
Lihat misalnya Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 265. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 171-172. 161
ideal relevan untuk diterapkan dalam kehidupan modern. Tidur sering dimaknai secara tidak tepat, sebagai pekerjaan sia-sia. Tidur juga kerap dianggap hanya menghabiskan umur dengan percuma. Selanjutnya, berkembang anggapan, semakin sedikit kita tidur dalam sehari semalam, maka semakin baik. Semakin kita banyak terjaga untuk melakukan aktifitas di dunia yang semakin sibuk ini, semakin bagus. Sebagiannya disandarkan pada alasan produktifitas. Apakah kita tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh saat kita tidur? Saat tidur, tubuh kita tidaklah berhenti bekerja. Bahkan sebaliknya, terus beraktifitas dengan intensitas yang hampir sama saat kita terjaga. Yang membedakan hanyalah jenis aktifitasnya. Tubuh saat tidur, akan berusaha mengoreksi ketidakseimbangan kimiawi tubuh, mempersiapkan berapa kadar gula darah yang tepat untuk hari berikutnya, memelihara fungsi memori, dan banyak hal lain lagi, bahkan sebagiannya belum dapat diungkap oleh para ahli. Selain itu, tidur yang cukup akan bermanfaat, antara lain: memelihara suasana hati (mood), daya ingat, dan konsentrasi tetap dalam keadaan normal; memelihara dan memperbaiki sistim kekebalan tubuh dan sistem saraf; dan juga memperbaiki sel-sel otak yang mengalami kekurangan energi atau ketidakseimbangan kimiawi setelah beraktifitas seharian. Sebaliknya, kurang tidur dapat menyebabkan kantuk di siang hari, kurang bersemangat, kurang konsentrasi, mudah tersinggung, dan produktifitas rendah. Selanjutnya, keadaan ini dapat mempengaruhi kemampuan interaksi sosial dan pengambilan keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Eve Van Cauter dari University of Chicago mengemukakan, bahwa seorang pria muda diminta untuk tidur hanya empat jam sehari selama enam hari berturut-turut. Kemudian darahnya diperiksa. Ternyata hasilnya mirip dengan darah penderita diabetes. Kemampuannya untuk memproses gula darah 162
berkurang hingga 30 persen dan respon hormon insulinnya sangat menurun. Selain itu, hormon stres (kortisol), yang dapat menyebabkan hipertensi dan gangguan daya ingat, juga meningkat.68 Adapun mengenai waktu yang diperlukan untuk tidur yang ideal adalah bervariasi bagi setiap individu. Biasanya tergantung pada umur, genetik, jenis aktifitas di siang hari, dan kualitas tidur itu sendiri. Parameter sederhana untuk mengukur cukup tidaknya tidur antara lain dengan mengajukan pertanyaan, ”Apakah saya hari ini merasa segar dan dapat berkonsentrasi dengan baik, atau apakah saya merasa pusing dan kelelahan?” Walaupun bervariasi, pada umumnya tidur yang cukup berkisar: 16 jam sehari bagi bayi di bawah 6 bulan; 10–14 jam sehari bagi anak usia 6 bulan–3 tahun; 10–12 jam sehari untuk anak usia 3–6 tahun; 10 jam sehari untuk anak usia 6–9 tahun; 9 jam sehari untuk anak usia 9–12 tahun dan usia remaja; dan 7–8 jam untuk orang dewasa. Menurut dokter Andreas Prasadja, RPSGT, 69 pola hidup orang zaman sekarang adalah aktif nonstop tanpa memperhatikan tidur. Padahal, tidurlah yang menopang kemampuan dan produktivitas seseorang dan mengembalikan vitalitas tubuh serta energi yang hilang. Saat tidur, sel–sel tubuh yang rusak diperbaiki. Daya tahan tubuh juga bekerja secara optimal hanya pada saat tidur. Kemampuan kognitif, mental dan emosional dijaga pada saat tidur. Adapun mengenai tanda–tanda tubuh sudah kelelahan dan butuh tidur, cara yang paling mudah dideteksi adalah ketika seseorang mengantuk. Wanita biasanya lebih 68
Meredith Stoll, ”Sleep: It Does a Lot More than you Think” dalam http://serendip. brynmawr.edu/exchange/node/2078, Melinda Smith, dan Robert Segal, “How Much Sleep Do You Need?: Sleep Cycles & Stages, Lack of Sleep, and Getting the Hours You Need”, dalam http://www.helpguide.org/life/sleeping.htm, diakses pada 1 November 2010. 69 Kutipan dalam http://www.warta.com/kesehatan/pentingnya-tidur, diakses pada 1 November 2010. 163
tahan kantuk daripada pria, sehingga gejala yang muncul bisa berupa cepat lelah, sakit kepala, sulit berkonsentrasi serta mudah terbawa emosi tanpa tahu penyebabnya. Akibatnya produktivitas kerja pun menurun. Karena itu untuk mencukupi kebutuhan tidur adalah dengan ‘membayar hutang’ tidur di akhir pekan. Tidak ada takaran khusus atau seberapa banyak orang perlu tidur. Kalau seseorang mengalami dorongan untuk tidur, penting diingat–ingat, apakah kebutuhan tidur itu memang sudah terpenuhi ataukah belum? Jika belum, wajar saja jika seseorang masih mengantuk. Tentu saja jika pada saat ia bangun, tubuhnya akan terasa segar bugar. Ini berarti tidurnya penuh dengan kualitas. Jika pola makan seseorang sangat tidak teratur, bahkan sering lupa jam makan, maka makanan dengan gizi tinggi harus dijadikan pilihan utama menu makannya. Meskipun jika di akhir pekan seseorang membayar hutang dengan tidur agak lebih banyak dari yang biasanya, hendaknya agar ia jangan lupa untuk dibarengi dengan makan yang teratur pada jam–jam tertentu. Dengan demikian, jelas bahwa penjelasan Ibn Si>na> tersebut sangat relevan konteks kehidupan modern dewasa ini. Dengan tidur yang cukup, maka kebutuhan manusia untuk menjaga tubuhnya agar tetap energik menjadi terpenuhi, meskipun tidak harus menggunakan berbagai jenis ramuan atau suplemen tertentu, dan makan yang banyak. 5)) Istirahat dan gerak emosi Prinsip ini dibahas oleh Ibn Si>na>, dan para dokter Muslim lainnya, terutama terkait dengan keadaan-keadaan emosi seseorang yang membantu atau merusak kesehatannya. Kegembiraan harus ditumbuhkan karena hal itu membantu untuk menjaga kesehatan seseorang. Dukacita atau penderitaan, marah (qhad}ab), dan tegangan emosi biasanya harus dihindarkan karena keadaan-keadaan emosional ini dapat membangkitkan banyak penyakit. 164
Sebagian penyakit yang disebutkan oleh Ibn Si>na, juga dokter-dokter Muslim, adalah tuberkulosis, histeria, dan kerusakan mental yang dihasilkan dari rusaknya fungsi sistem neurofisiologis (sifat-sifat fisiologis syaraf). Ilmu yang mempelajari tentang sistem neurofisiologis disebut Neurofisiologi, yang merupakan bagian dari bidang neurologi yang mempelajari sifat-sifat fisiologis saraf. Neurofisiologi merupakan bagian dari disiplin ilmu neurologi yang mempunyai lapangan begitu luas. Diagnosisnya dapat dilakukan dengan bantuan mempelajari fisiologi/faal dari saraf. Dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran, manfaat neurofisiologi ini dapat dipergunakan dalam memonitoring suatu tindakan pembedahan, sehingga dapat memperkecil risiko tindakan.70 70
Menurut ilmu kedokteran modern, pemeriksaan neurofisiologi yang dapat dikerjakan antara lain: ENMG (Elektroneuromiografi) –sering disebut dengan EMG saja, EEG (Elektroensefalografi), EP (Evoked Potensial-termasuk SSEP/BAEP/VEP/MEP). Pada umumnya yang lazim dikerjakan di klinik seharihari adalah: EMG, EEG, dan Evoked Potential (EP), tergantung dari keperluan untuk menunjang diagnosa. Belakangan ini, dari neurofisiologi klinik tersebut, dikembangkanlah alat yang dinamakan Intraoperatif Neurofisiologi Monitoring. Manfaatnya adalah untuk membantu dokter-dokter bedah (baik ahli bedah syaraf, bedah tulang ataupun THT) yang sedang melakukan tindakan operasi agar dapat meminimalisir risiko operasi terhadap fungsi syaraf. EMG (Elektroneuromiografi) merupakan suatu pemeriksaan yang non-invasif dan dipergunakan untuk memeriksa keadaan saraf perifer dan otot. Ia juga merupakan pelengkap dari pemeriksaan klinis neurologis maupun pemeriksaan penunjang lain (mis. MRI), sehingga dari hasil-hasil pemeriksaan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan. Jangkauan pemeriksaan EMG adalah sesuai dengan gangguan Lower Motor Neuron (LMN) yang meliputi cornu anterior, radiks, pleksus, saraf prefier, paut saraf otot dan otot. EMG klinik mempelajari: amplitudo potensial, waktu/durasi potensial, fase potensial, dan recruitment (jumlah potensial yang dapat diaktifkan). Sedangkan Neurografi mempelajari: kecepatan hantar saraf (baik motorik maupun sensorik) , F Wave, H Refleks. Adapun Somato Senric Evoked Potental (SSEP) adalah pemeriksaan yang dipergunakan untuk melihat atau mempelajari lesi-lesi yang letaknya lebih proksimal, sepanjang jaras somato-sensorik (dengan kata lain yang tidak terjangkau dengan EMG–jadi dapat yang bersifat Upper Neuron/UMN).\ Sedangkan Intraoperatif Neurofisiologik Monitoring adalah suatu tindakan yang dikerjakan akan menempuh resiko. Lapangan intraoperatif 165
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh faktorfaktor psikologis biasanya diobati secara psikologis. Metode pengobatan ini membentuk satu bagian dari cabang kedokteran Islam yang disebut ”terapi psikologis” yang dikenal dewasa ini dengan nama ”pengobatan psikosomatis”. Ibn Si>na>, dan dokter-dokter Muslim merupakan satu bagian yang penuh dengan resiko dan pembedahan itu sendiri dapat menimbulkan berbagai resiko pada sistem persyarafan dan anggota gerak. Pembiusan (anaesthesia) diaplikasikan untuk mencapai penekanan/supresi pada fungsi motorik dan sensorik pasien selama proses pembedahan, namun supresi tersebut tidak mampu memberikan informasi klinis dini/memberi peringatan dini kepada operator jika terjadi bahaya yang mengancam, yang tepat pada waktunya. \ Tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring sebagai metode alternatif dari monitoring adalah untuk menjaga keselamatan fungsi syaraf dari seorang pasien yang pada saat sedang dalam keadaan terbius total. Intraoperatif Neurofisiologik Monitoring merupakan bagian dari neurofisiologi yang tergolong berusia masih sangat muda. Alat ini baru dipergunakan sejak tahun 1994 di Amerika Serikat. Idealnya prosedur monitoring ini tidak menambah resiko dari pembedahan, akan tetapi sebaliknya dapat menunjukan manfaat yang positif dalam mengurangi insiden yang dapat membahayakan sistem persyarafan. Dengan kata lain, tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring yaitu untuk mendeteksi pada saat yang tepat setiap terjadi kemunduran fungsi pada sistem persarafan yang dapat terjadi selama operasi berlangsung, sehingga dapat segera diektahui oleh operator untuk segera dilakukan modifikasi tindakan pembedahan agar fungsi sistem persyarafan itu dapat tetap terpelihara. Alat intraoperatif neurofisiologik monitoring adalah hasil teknologi kedokteran dan komputer yang demikian canggih. Alat tersebut dapat mengawasi setiap fungsi syaraf dalam berbagai tindakan pembedahan, bahkan manfaatnya sangat luas. Jenis-Jenis Teknik Neurofisiologik Monitoring: EEG (Somato Sensoric Evoked Potential), BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potential), MEP (Motor Evoked Potential), dan NAP (Nerve Action Potential). Dengan tersedianya bermacam-macam jenis pemeriksaan neurofisiologik yang ada, maka dokter dapat memilih/melakukan setting yang diperlukan untuk memonitoring suatu jenis tindakan pembedahan/invasi yang akan dilakukan. Sendjaja Muljadi, ”Neurofisiologi Sebagai Alat Bantu Diagnostik Dan Intraoperatif Monitoring Di Kamar Operasi”, dalam http://www.medistra.com/ index.php?option=com_content &view=article&id=111., diakses pada 2 November 2010, dan http://staff.ui.ac.id/internal/131470023/material/PSIKOLOGIFISIOLOGI. pdf, diakses pada 10 November 2010. 166
sebelumnya, seperti al-Ra>zi>, mempunyai terapi 71 psikosomatis dan psikologis. Berbagai penyakit-penyakit yang disebabkan oleh ketidaksehatan psikologis atau mental dapat diatasi melalui terapi memanfaatkan musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang indah. Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya, bahwa dokter Muslim pra Ibn Si>na>, al-Ra>zi> misalnya, menguraikan tentang penyakit jiwa dan cara pemulihannya. Menurut al-Ra>zi>, kebiasaan meminum minuman keras yang kronis mengakibatkan terganggunya pikiran dan terserang penyakit jiwa. Hal itu, karena minuman keras merupakan salah satu unsur nafsu yang serius dan gangguan pikiran yang terbesar. Minuman keras memperkuat jiwa bernafsu dan koleris dan diperbesar pengaruhya, sehingga ia segera dan terus-menerus menuntut seorang peminum untuk menuruti keinginannya tanpa berpikir panjang lebar. Selain itu, minuman keras juga melemahkan jiwa rasional dan menyebabkan tak berguna dayanya, sehingga orang hampir tidak mampu melakukan pemikiran dan pertimbangan cermat dan terburu-buru dalam mengambil keputusan, bertindak ceroboh sebelum timbulnya daya rasio yang mantap. Kemudian jiwa rasional dengan mudah dituntun oleh jiwa nafsu, sehingga hampir tidak mampu melawan dan menolaknya. Ini merupakan tanda penyimpangan dari rasionalitas dan penggolongan diri kepada kelompok binatang.72 Hal di atas selaras dengan ajaran Islam bahwa derajat manusia itu mulia, namun bisa jatuh martabat, kehormatan dan kemuliaannya menjadi rendah dan hina dina, bahkan lebih rendah dan keji dibandingkan binatang. Oleh karena itu manusia diperintahkan agar menjaga akal sehat, sehingga segala yang merusak akal sehat, seperti minum-minuman yang memabukkan, itu dilarang.
71 72
Nasr, Science and Civilization, 205-206. Dikutip dalam Nasr, Science and Civilization, 206-207. 167
6)) Ekskresi dan Retensi Pelaksanaan sistem ekskresi (al-istifra>gh) yang normal dan wajar adalah penting bagi kesehatan yang baik. Pembahasan prinsip ini mencakup efek-efek hubungan seksual pada kesehatan. Menurut Ibn Si>na>, dalam berhubungan seksual, seseorang harus menghindari berhubungan badan setelah makan, yakni dalam proses pencernaan makanan, dan setelah pembuangan sisa makanan karena muntah (al-qai’), pusing (al-isha>l), dan berak (buang air besar, al-haid{ah).73 Ketidakteraturan eksresi produk-produk sisa dari tubuh, baik berlebihan, penyempitan atau penyumbatan, dapat membawa pada penyakit. Contoh-contoh cara eksresi produk sisa tubuh yang alamiah adalah diuresis, diaphoresis, muntah, buang air besar, eksresi melalui uterus dalam bentuk haid, serta melalui keringat. Demikian juga pelaksanaan sistem retensi (ih}tiba>s), yakni sistem penyimpanan sari-sari makanan menjadi energi tubuh, amat penting bagi kesehatan. Adapun ’ilmu al-‘ila>j berarti ilmu pengobatan atau prosedur penyembuhan. Prosedur pengobatan atau penyembuhan penyakit tergantung pada faktor-faktor penyebab (al-asba>b) seperti ras, cuaca, usia, jenis kelamin dan seterusnya. Pada pengobatan dalam hubungannya dengan faktor-faktor inilah, digunakanlah makanan dan obat-obatan yang diklasifikasikan berdasarkan kualitas, panas, dingin, dan seterusnya, dan berdasarkan potensinya. 74 Misalnya, seorang yang bertemperamen kolerik bisanya memerlukan makanan dan obat yang dominan dingin dan basah sifatnya untuk mengimbangi panas dan keringnya empedu kuning. Akan tetapi pada orang yang bertemperamen flegmatik makanan dan obat yang sama pada orang yang bertemperamen kolerik, justeru akan berdampak efek samping yang berlawanan. 73 74
Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 535-536. Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 5. 168
Berdasarkan keadaan ini, ilmu farmakologi (ilmu mengenai obat-obatan) 75 mengikuti teori kedokteran yang membagi semua obat menurut kualitasnya. Seluruh kebiasaan diet negara-negara Islam ditetapkan berdasarkan teori ini, sehingga dalam hidangan yang normal berbagai kualitas dan sifat berimbang secara baik.76 Ilmu pengobatan ini terbagi atas empat cabang utama: terapi resimental (‘ila>j bi al-tadbi>r); dietoterapi (‘ila>j 75
Farmakologi berarti studi tentang obat-obatan, sumber-sumber, dan sifatsifatnya. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari reaksi tubuh terhadap obatobatan. Dengan kata lain, farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan tentang obat dengan segala aspeknya (sifat kimiawi, fisika, fisiologi, hingga ”nasib” obat dalam tubuh). Pengetahuan khusus tentang interaksi obat dengan tubuh manusia disebut Farmakologi Klinis. Ini muncul sebagai area utama dalam pengobatan Amerika, yang sebagian besar disebabkan oleh upaya John Jacob Abel (1857-1938) yang menekankan pentingnya kimia dalam kedokteran, melakukan penelitian pada kelenjar endokrin, pertama kali diisolasi epinefrin (adrenalin), insulin mengkristal (1926). Dia menjadi profesor farmakologi pertama di Amerika Serikat. Sebenarnya Farmakologi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:a). Farmakologi, yaitu pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman, mineral dan hewan beserta zat aktifnya. b) Biofarmasi, yaitu bidang yang mempelajari pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya (khasiat). c) Farmakokinetika, yaitu bidang khusus untuk meneliti “perjalanan” obat dalam tubuh. d) Farmakodinamika, yaitu ilmu yang mempelajari cara serta mekanisme kerja baik reaksi fisiologis maupun efek terapeutis dari suatu zat/senyawa yang terkandung dalam suatu obat. e) Toksikologi, yaitu pengetahuan tentang efek racun dari suatu obat terhadap obat. “Sola dosis facit venenum”, hanya dosis membuat racun-Paracelsus. f) Farmakoterapi, yaitu ilmu yang memperlajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit beserta gejalanya. Pada dasarnya, obat-obatan yang digunakan dalam terapi terbagi menjadi tiga golongan besar, yakni: 1) Obat Diagnostis, yaitu obat yang digunakan untuk membantu dalam mendiagnosa suatu gejala atau penyakit seperti natriumiopanoat yang digunakan untuk memeriksa saluran empedu. 2) Obat Farmakodinamis, yaitu obat yang digunakan untuk mempengaruhi kecepatan proses fisiologis atau fungsi biokimia seperti hormon, hipnotika, diuretika dll. 3) Obat Kemoterapeutis, yaitu obat yang digunakan untuk melawan kuman atau parasit yang ada dalam tubuh seperti neoplasma. http://www.medterms.com/script/main/art.asp? articlekey=4859, dan http://farmasi.dikti.net/farmakologi-secara-umum/, diakses pada 2 November 2010. 76 Nasr, Science and Civilization, 228. 169
bi al-ghidha>’); farmakoterapi (‘ila>j bi al-dawa>’); dan pembedahan (‘ila>j bi al-yad). 77 Terapi resimental meliputi berbagai teknik khusus dan cara-cara fisik, serta prosesproses yang pada umumnya sederhana. Mencakup pemotongan vena atau phlebotomy, cupping, pengeluaran keringat, diuresis, mandi uap, pijat, latihan, pemakaian obat pencahar, muntah dan bahkan penggunaan lintah. Dietorerapi Islam (terapi pengaturan makan menurut ilmu medis Islam) bertujuan untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu dengan mengatur kebiasaan makan pasien. Dalam pandangan Ibn Si>na>, termasuk juga dokter-dokter Muslim yang lainnya, efek diet pada umumnya lebih hebat daripada obat-obatan. Farmakoterapi adalah pengobatan penyakit dengan obat-obatan. Ilmu yang membicarakannya disebut farmakologi. Dalam Islam, prinsip farmakologi dan farmakoterapi sangat erat kaitannya dengan teori humoral kedokteran. Penggunaan obat tertentu diatur oleh tiga faktor utama: keadaan obat, keadaan penyakit, dan temperamen pasien. Prinsip utama adalah bahwa obat yang akan digunakan harus memiliki sifat yang berlawanan dengan penyakit yang dihadapi. Dalam kedokteran Islam tentang pembedahan pada prinsipnya biasanya tidak disetujui kecuali jika dipandang mutlak perlu. Pembedahan terbatas pada berbagai bentuk pembakaran (cauterization), operasi caesar, operasi mata, bedah mulut dan dentistry.78 Bangunan kedokteran Ibn Si>na> di atas tampak lebih jelas dalam skema berikut (Skema Bangunan Kedokteran Ibn Si>na>).
77
Lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 131. Penjelasan lebih lanjut tentang keempat cabang utama ilmu pengobatan tersebut dalam Bakar, Tawh}id> & Sains, 132-135. 78
170
171
B. Kontribusi 1.. Kontribusi di di Dunia Islam Konsep-konsep Ibn Si>na>,79 mengenai sifat wabah penyakit, kemudian dibawa lebih lanjut oleh Ibn al-Kha>ti} b (1313-1374)80 dari Granada, dan Ibn al-Bayt}ar (w. 1248) 81 dari Andalusia, seorang ahli botani dan farmokologi muslim terbesar, yang banyak mewariskan buku-buku medis Abad Pertengahan yang paling terkenal tentang Botani. Buku-buku medis tersebut seperti Kita>b al-Ja>mi’ li Mufrada>t al-Adwiyyah wa al-Aghdhiyyah (Buku Lengkap tentang Obat-obatan Sederhana dan Buku yang Memadai tentang Obat-obatan Sederhana). Dia menuliskan di dalamnya sebanyak 1.400 macam obat-obatan. 82 Dengan ungkapan lain, di dunia Islam kontribusi Ibn Si>na>, khususnya dalam bidang kedokteran, membuka jalan kedokteran secara luas dan membangunnya dengan lebih sistematis. Kontribusi kedokteran Ibn Si>na> di dunia Islam lebih lanjut terlihat dalam usahanya dalam memandang manusia secara keseluruhan, sebagai entitas tunggal, di mana raga dan jiwa bersatu, dan mencari hubungan manusia dengan lingkungan kosmis total di mana ia hidup. Dengan kata lain, semangat pemersatu Islam inilah yang menjadikan kedokteran Ibn Si>na> berkembang luas. Meskipun pada mulanya kedokteran Ibn Si>na>, termasuk kedokteran Islam secara keseluruhan, berasal dari warisan kedokteran kuno Grika (Yunani), Persia dan India, sepertihalnya sains pra-Islam yang lain, menjadi diislamkan dan masuk secara mendalam pada struktur umum peradaban Islam. Sampai saat ini teori dan ide Ibn Si>na> mendominasi kebiasaan diet sehari-hari kaum Muslimin; teori dan ide ini masih merupakan kerangka untuk 79
Termasuk juga konsepnya al-Ra>zi>. Nama lengkapnya Lisa>n al-Di>n ibn al-Khat}ib> . Ia menulis Kita>b ’Amal Man T{abba, tentang patologi umum, dan Kita>b al-Wush}ul> tentang higiene, Ullmann, Islamic M \ edicine , 92-93. 81 Nama lengkapnya adalah Diya>’ al-Di>n ‘Abd Alla>h ibn Ah}mad ibn alBayt}ar lahir di Malaga Andalusia dan meninggal di Damaskus pada tahun 646 H./1248 M. Ullmann, Islamic M \ edicine , 48-49. 82 Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, 260. 80
172
menyatukan pandangan manusia sebagai satu totalitas, tempat badan dan jiwa berkaitan erat, dan tempat keadaan direalisasikan melalui harmoni dan ekuilibrium. Karena semua ide ini sangat akrab dengan pandangan Ibn Si>na> tentang benda, ide tersebut menyebabkan ilmu kedokterannya merupakan satu satu di antara sains yang paling tersebar dan paling bertahan lama dalam pangkuan peradaban Islam sepanjang sejarah. Kontribusi Ibn Si>na> tidak bisa dipisahkan dari zaman keemasan Islam (the Golden Age) yang berlangsung, menurut Omar Amin Hoesin, dari tahun 287-494 H./900-1100 M.83 Zaman keemasan itu merupakan sebutan populer untuk zaman perkembangan ilmu sebagai kelanjutan dari zaman penerjemahan dan penulisan bukubuku kedokteran (131-288 H./750-900 M.).84 zaman keeamasan itu terjadi pada masa Dinasti ‘Abba>siyyah. Perkembangan yang paling monumental dari pencapaian Dinasti ‘Abba>siyyah ini adalah kemajuan yang luar biasa di bidang pemikiran-pemikiran rasional,85 83
Hoesin membagi 4 (empat) periodisasi kedokteran Islam, yaitu zaman sebelum Islam, zaman penerjemahan, zaman keemasan dan zaman kacau. Omar Amin Hoesin, Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, terj. (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 74. Sementara menurut Browne, zaman keemasan itu berlangsung selama tahun 750850 M. EG. Browne, Arabian Medicine (Cambridge: the University Press, 1962), 5. 84 Hoesin, Kultur Islam, 74. 85 Menurut Azyumardi Azra kemajuan besar di bidang pemikiran rasional tersebut sulit dipungkiri telah mendapat pengaruh atau peran yang besar dari bangsa Persia. Secara intelektual Persia memang lebih dahulu bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran ilmiah karena antara lain Persia merupakan salah satu tempat persemaian warisan intelektual Yunani di samping Alexandria dan Syiria. Selain Persia, bangsa lain pun telah berkontribusi bagi pencerahan pemikiran Islam tersebut. Dengan demikian, kemajuan yang dicapai Dinasti Abbasiyah menambah panjang pencapaian kemajuan Islam dari masa Nabi SAW, Khila>fah Rasyi>dah, dan Bani Umayyah, yakni di bidang politik, militer, ekonomi, sains dan peradaban. Kemajuan Islam pada masa Nabi dapat disebut sebagai kemajuan di bidang agama dan politik; pada masa Khila>fah Rasyi>dah sebagai kemajuan politik dan militer; pada masa Bani Umayyah sebagai kemajuan politik, ekonomi dan militer. Azyumardi Azra, ”Kata Pengantar Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA.”, dalam Didin Saefudin, Zaman Keemasan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah (Jakarta: Grasindo, 2002), viii-xiii. 173
termasuk di bidang kedokteran. Ibn Si>na> sangat berjasa besar dalam pencapaian zaman keemasaan kedokteran ini. Pada masa keemasan, orang-orang Kristen dan Sabean, yang tadinya menjadi guru orang Islam dalam ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lain, kemudian berganti menjadi murid orang Islam. Para pengarang Eropa mengatakan, ilmu pengetahuan orang Kristen berpindah ke pihak Islam.86 Beberapa faktor yang mendukung kedokteran Islam dalam mencapai masa keemasan antara lain: Pertama, penerjemahan buku-buku kedokteran. Penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab sangat digiatkan pada masa khali>fah kedua Bani ‘Abba>siyyah, yaitu al-Mans}ur> (754-775 M.). Pusat penting penerjemahan ini adalah Jundisyapur di Iran; meskipun kota Baghdad telah menjadi besar, tetap dipertahankan menjadi kota ilmu pengetahuan Islam.87 Kedua, lahirnya tokoh-tokoh kedokteran Muslim dengan penulisan-penulisan karya-karya medis. Para dokter Muslim besar muncul di zaman ini, dengan karya-karya medisnya, seperti alRa>zi>, ‘Ali> ‘Abba>s, dan Ibn Si>na>. Berbagai buku tentang ilmu kedokteran karya dokter Muslim tersebut tersebar luas, yang kemudian seiring dengan perkembangannya, buku-buku tersebut disalin ke dalam bahasa Latin. Ketiga, dukungan khali>fah. Perhatian para khali>fah, dan umat Islam, terhadap ilmu kedokteran sangatlah besar. Khali>fah Ha>ru>n al-Rashi>d (abad ke IX M.) membuka fakultas khusus tentang ilmu kedokteran di berbagai perguruan tinggi di kota Baghdad,
86
Hoesin, Kultur Islam, 74. Zaman penerjemahan ini berlangsung pada tahun 131-288 H./750-900 M. Abad kesembilan ini dianggap sebagai abad kegiatan penerjemahan ilmu asing dalam Islam. Kebanyakan penerjemahnya adalah orang Nestoria, Kristen dan juga Muslim. Para penerjemah non Muslim itu tidak pandai bahasa Arab, tetapi mereka pandai bahasa Syiria. Karena itulah, kebanyakan buku-buku sains itu pertama kali diterjemahkan lebih dahulu ke dalam bahasa Syiria, baru kemudian para ahli bahasa Arab meneruskan penerjemahannya ke dalam bahasa Arab. Meskipun pekerjaan ini termasuk lambat, namun hasilnya sangat memuaskan. Lihat Hoesin, Kultur Islam, 71-74. 87
174
dilengkapi dengan rumah sakit. Selain itu, para khali>fah juga membuka poliklinik harian dan poliklinik keliling.88 Keempat, pembangunan universitas. Pada masa ini banyak dibangun universitas yang mengajarkan tentang ilmu kedokteran. Kelima, berdirinya rumah sakit berikut polikliniknya serta poliklinik keliling. Pada masa ini banyak didirikan rumah sakit, poliklinik harian dan poliklinik keliling. Tugas para dokter bukan saja membuka pelayanan umum bagi masyarakat, tetapi juga diperuntukkan bagi orang sakit yang berada di lembaga permasyarakatan. Prosedur rutin yang dilakukan oleh kaum Muslim yaitu sistem pemeriksaan secara periodik yang sangat ketat yang diperuntukkan bagi para pegawai khusus yang mempunyai beban tugas tertentu dan juga yang memerlukan kriteria kesehatan. Pada saat yang sama, di Eropa terdapat kepercayaan bahwa mandi itu dapat mengakibatkan penyakit tertentu, dan penggunaan sabun sebagai alat pembersih sangat berbahaya.89 Pada tahun 1160 di Baghdad telah berdiri lebih dari 60 buah rumah sakit. Para dokter dan ahli farmasi harus diuji terlebih dahulu sebelum diizinkan berpraktik, dan praktik mereka diawasi dengan cermat.90 Kontribusi Ibn Si>na> tampak hingga sekarang, terutama dalam bidang kedokteran. Di antaranya tentang eksperimennya yang besar dan pengajarannya tentang beragam keadaan yang dapat diatasi dengan pengobatan yang baik.91 2..
Kontribusi di di Dunia Barat
Ibn Si>na> telah memberikan kontribusi yang besar bagi dunia Barat. Mengenai hal ini, Hamed A. Ead (Guru Besar Ilmu Kimia Universitas Kairo) memberikan penilaian yang menarik untuk 88
http://www:syabab.com/dok.hti. Lihat Http://www:syabab.com/dok.hti 90 S.I, Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu & Peradaban Modern, cet. ke-2, (Jakarta: P3M, 1986), 40. 91 al-Ibshi>hi>, Da>’irat al-Ma’a>rif al-Isla>iyyah, penerjemah Muh}ammad Tha>bit al-Fandi> (?: ?, 1933), Jilid I, 207-208. 89
175
dicermati, bahwa Barat tidak memberikan penghargaan yang adil terhadap pengaruh orang Muslim terhadap perkembangan sejarah medis (kedokteran). 92 Lanjut Hamed, para penulis Barat telah memberikan sedikit penghargaan pada saintifis Islam dan kontribusi intelektualnya pada lapangan ini. Namun secara fakta adalah bahwa kaum Muslim mencintai sains dan pemikiran pada saat ketika tidak ada peradaban lain yang melakukannya. Pada suatu masa, belajar dipandang (dinilai) sebagai klenik (bid’ah), dan Gereja Kristen Timur menganiaya semua ahli sains (saintis). Mereka melarikan diri dari penganiayaan dan tidak mendapatkan tempat perlindungan bahkan dari kekuasaan Islam, di mana pada mereka dan dari merekalah diterima warisan sains pada masa itu. Sebaliknya mereka mendapatkan pemujaan, pujian dan penghormatan oleh kaum Muslim, yang berusaha keras memberikan jaminan kepada mereka atmosfer yang menyenangkan untuk bekerja dan membangun pengajaran. Itulah permulaan revolusi kultur universal yang mencerahkan dunia kuno, mewarisi sains dari prestasi intelektual orang-orang Muslim dan di mana pada akhirnya Barat mengembangkannya.93 Kontribusi besar Ibn Si>na> pada dunia Barat terutama tampak dalam karya terbesarnya yang berjudul al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb (the Canon of Medicine). Buku ini merupakan karya ensiklopedia yang berjumlah 3 jilid, dan mencakup kombinasi sistem medis Yunani dan Arab, dengan tambahan pengalaman personal Ibn Si>na>. Buku ini membahas tentang penyakit mengenai klasifikasi, penjabaran, dan penyebab-penyebabnya, dengan memberikan terapi dan klasifikasi kedokteran secara sederhana dan secara luas; dengan higiene, fungsi-fungsi bagian-bagian tubuh, dan berbagai topik lainnya. Ibn Si>na> lah dokter yang telah menemukan karakterkarakter penyakit menular melalui air. Secara khusus, Ibn Si>na> menegaskan kenyataan bahwa penyakit tuberkulosis paru (TBC paru) itu adalah penyakit menular dan menurutnya penyakit TBC paru menular melalui tanah dan air. Dia juga menjelaskan secara 92
Mengenai perkembangan sejarah medis telah diuraikan pada bab II. Hamed A. Ead, ”Arabic (or Islamic) Influence On the Historical Development of Medicine”, artikel diakses pada tanggal 11 September 2007 dari www.levity.com/alchemy/ islam19.html. 93
176
akurat simptom diabetes melitus dan beberapa komplikasinya. Dia sangat tertarik pada pengaruh pikiran terhadap tubuh, dan menulis satu karya besar terkait gangguan psikologi. al-Qa>nu>n diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diterbitkan pada banyak masa. Buku tersebut sangat berpengaruh pada Eropa selama Abad Pertengahan, dan menjadi buku referensi standar pada universitasuniversitas terkemuka hingga abad ke-17 M. Semua pengetahuan tentang berbagai penyakit dan cara mengobatinya yang ditansfer dari para sarjana Muslim kepada orang-orang Eropa merupakan bahan paling penting bagi Revolusi Sains (the Scientific Revolution). Kaum Muslim bukan hanya meninggalkan karya-karya klasik Yunani, tetapi juga memperkenalkan teori-teori saintifik baru, yang tanpanya Renaisans Eropa tidak akan berlangsung. Jadi, meskipun banyak kontribusi Islam yang tidak dihargai, tetapi kontribusinya itu telah memainkan satu peran yang integral dalam perubahan Eropa.94 Secara khusus, kontribusi Ibn Si>na> terhadap Eropa/Barat pada Abad Pertengahan dalam bidang filsafat sangat jelas. Tidak ada satu karya pun dari para pemikir Eropa Abad Pertengahan yang tidak mempelajari hubungannya dengan filsafat Ibn Si>na>. Studi itu sangat luas dan dalam, yang jelas bahwa Ibn Si>na> bukan hanya sebagai sumber yang darinya para pemikir Eropa Abad Pertengahan tersebut mengambil manfaat secara bebas, bahkan pada persoalanpersoalan pemikiran mereka. Ibn Si>na> merupakan salah seorang yang langka, pemikir yang mempunyai otoritas tinggi yang menjadi rujukan Barat setelah St. Augustine, dan Aristoteles. Selain itu, perhatian saintifik Ibn Si>na> menjadi rujukan orangorang Inggris, Perancis, Italia dan Jerman.95 3..
Ilmu Sy Syaraf dan Psikologi
Secara khusus, Ibn Si>na> telah berkontribusi dalam bidang neurosciences (ilmu saraf) dan psychology (psikologi). Dalam 94
”How Isla>m Influenced Science” dalam Aftab, www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/ science.html. 95 Tentang kontribusi Ibn Si>na> dalam bidang filsafat ini lihat lebih lanjut dalam A.M. Goichon, dan M.S. Khan, The Philosophy of Avicenna and Its Influence on Medieval Europe (Delhi: Motilal Banarsidass, 1969), 73-105. 177
psikologi Islam dan ilmu saraf, Ibn Si>na> dalam al-Qa>nu>n mencatat hubungan yang erat antara emosi dan kondisi fisik. Menurutnya, musik memiliki efek fisik dan psikologis tertentu pada pasien.96 Ilmu syaraf dan psikologi ini memuat beberapa macam cabang, yaitu clinical psychology and psychotherapy (psikologi klinis dan psikoterapi), 97 neurology, neuropharmacology dan neuropathology, neuropsychiatry dan neuropsychology, 98 psychoanalysis, psychophysiology dan psychosomatic medicine, dan sleep medicine.99 Dalam psikologi klinis dan psikoterapi, Ibn Si>na> sering menggunakan metode psikologis untuk mengobati pasienpasiennya. Di antaranya metode psikoterapi yang diterapkan pada pasien misalnya dengan cara mempengaruhi dan memotivasi agar makan dan minum secara teratur terhadap seorang pasien yang tidak mau makan dan minum karena terserang penyakit syaraf. Dalam buku Fi> ’Ilm al-Nafs, terdapat kisah, 100 tentang seorang keluarga Ami>r Shamsu Ma’a>li> yang terserang penyakit gangguan ”syaraf”. Ia tidak mau makan, karena merasa dirinya seekor sapi. Jika pun ia mau makan dan minum, ia pun memamah seperti sapi, bahkan seringkali ia tidak mau makan dan minum sama sekali. Satu-satunya permintaannya yang selalu dikatakan kepada dokter yang mengobatinya adalah agar ia disembelih dan dagingnya dijadikan santapan yang lezat untuk semua manusia. Banyak dokter yang telah mengobatinya, namun tetap saja penyakit itu tidak sembuh. Kemudian Ibn Si>na>, dokter muda ketika itu, menyaksikan penyakitnya, dan kemudian melakukan langkahlangkah persiapan, menyiapkan tali untuk mengikat dan parang untuk menyembelih, sambil berdialog dengan si pasien. Dialog tersebut menyatakan bahwa sang dokter berjanji akan 96
Lihat http://www.worldlingo.com/ma/enwiki/en/Islamic_psychological_thought#cite _ref-Aydin_41-1, diakses pada 8 Maret 2011. 97 Amber Haque (2004), ”Psychology from Islamic Perspective: Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists”, Journal of Religion and Health 43 (4): 357-377. 98 Lihat http://www.worldlingo.com. 99 Lihat http://www.worldlingo.com. 100 Dikutip dalam Ahmad, Ibn Si>na> (Avicenna), 209-211. 178
menyembelih si pasien dengan syarat si pasien harus berbadan gemuk terlebih dahulu. Si pasien pun bersedia mengikuti permintaan sang dokter tersebut untuk makan dan minum agar gemuk. Memang pada mulanya si pasien makan dan minum teratur agar menjadi gemuk sehingga bisa menjadi sapi yang akan disembelih, tetapi kemudian setelah makan dan minum secara teratur selama beberapa minggu, kesehatannya mulai berangsur kembali, dan cara berpikirnya menjadi normal. Setelah ia cukup sehat, dan pikirannya sudah mulai tenang kembali, terjadi lagi percakapan pendek antara sang dokter dan pasien tersebut. Langkah yang dilakukan Ibn Si>na> sama persis ketika ia mulai mengobati pertama kali, yakni menyiapkan tali untuk mengikat dan parang untuk menyembelih. Namun dalam dialog terebut si pasien sudah tidak mau disembelih, karena sudah merasa cerdas dan mempunyai akal sehat. Kisah pengobatan tersebut sangat mengagumkan dan tidak diduga sama sekali oleh Ami>r tersebut dan para dokter lainnya. Langkah-langkah atau cara-cara pengobatan demikian itu merupakan penyelidikan ”ilmu jiwa”, yang kemudian hari dikenal dengan psikosomatis.101 Psikoterapi Ibn Si>na> antara lain juga dilakukan dengan cara merasakan debaran jantung pasien. Cara ini, misalnya, dilakukan terhadap pemuda yang jiwanya terganggu karena sakit rindu (disorder of love), dengan merasakan debaran jantungnya. Secara fisik, penyakit ini ditandai dengan keadaan seperti seorang pengantin yang miskin (poor grooming), mata cekung dan kering, kedipan mata yang berulang-ulang, tertawa terbahak-bahak yang sebentar-bentar disertai dengan tangisan.102 Di samping itu, terjadi perubahan-perubahan detak jantung (cardiopulmonary changes), misalnya napas yang cepat dan terhenti, berkeringat, dan denyut nadi (pulse) yang tak teratur. Pengaruh yang tidak tepat dan perburukan/pelemahan yang menidurkan merupakan hal yang wajar 101
Haque (2004), ”Psychology from Islamic Perspective”, Journal of Religion and Health 43 (4): 357-377, dan Ahmad, Ibn Si>na> (Avicenna), 211. 102 Mohammad Ali M. Shoja, dan R. Shane Tubbs, The Disorder of Love in the Canon of Avicenna (A.D. 980-1037), dalam www.ajp.psychiatryonline.org., Am J Psychiatry 164: 2, February 2007, 228-229. 179
atau sering kali timbul. Penyakit ini mungkin juga menampakkan depresi, mania, dan penyakit-penyakit langsung (conduct disorders), yang membutuhkan perawatan-perawatan khusus.103 Terapi Ibn Si>na> terhadap pasien yang sakit rindu tersebut adalah mempertemukan dan menyarankan agar menikahi perempuan yang dicintainya tersebut. Si pemuda itu pun kemudian sembuh dan menikah. Cara mendengarkan debaran jantung pasien dengan alat pendengaran Ibn Si>na> yang terkenal tersebut juga digunakan untuk mengetahui berbagai macam penyakit si pasien. Selain itu, juga dengan cara memegang urat nadi pada tangan pasien, sebagaimana diceritakan oleh Abdul Rajak Nauval. Cara mengetahui debaran jantung itu telah digunakan dalam ilmu krimonologi untuk menanyakan suatu kejahatan kriminal dan mengetahui reaksi seseorang yang tertuduh melalui debaran jantungnya.104 Terapi yang dilakukan para dokter terhadap pasien sakit jiwa adalah dengan menggunakan serangkaian prosedur yang fantastis yang berasal dari praktek zaman kuno, yaitu menutupi kepala pasien dengan semacam rumput-rumputan untuk dibersihkan dan sampai berdarah. Selain itu pernah pula digunakan berbagai bentuk terapi mengenai jiwa yang didasarkan atas mistik dari abad ke-17 M. Kontribusi Ibn Si>na> juga ditemui dalam bidang neurologi dan neuropatologi. Kontribusinya dalam neurologi dan neuropatologi termasuk mendiagnosis kelumpuhan syaraf wajah, perbedaannya antara kelumpuhan otak dan hiperemi, dan yang paling penting penemuan penyakit meningitis. Ia mendiagnosis meningitis sebagai penyakit yang disebabkan oleh otak itu sendiri dan dibedakan dari penyakit otak menular. Ibn Si>na> juga mampu mendiagnosis dan menjelaskan jenis meningitis yang disebabkan oleh infeksi di bagian lain dari tubuh.105 103
Shoja, dan Tubbs, The Disorder of Love, 228. Ahmad, Ibn Si>na> (Aviecenna), 212-215, dan 304-305. 105 Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang (sumsum tulang belakang). Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai virus, bakteri, dan jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke 104
180
Kontribusi berikutnya di bidang neuropsychiatry dan neuropsikologi. al-Qa>nu>n adalah teks perintis dalam Neuropsychiatry dan neuropsikologi. Ini menjadi buku pertama yang menggambarkan kondisi neuropsikiatri dari halusinasi, insomnia, mania, mimpi buruk, melankoli, demensia, epilepsi, kelumpuhan, vertigo, stroke, dan tremor. Tiga bab dari al-Qa>nu>n membahas neuropsychiatry. Ibn Si>na> juga berkontribusi dalam mendeteksi penyakit gila (junu>n). Gila didefinisikan sebagai suatu kondisi mental di mana realitas digantikan oleh fantasi, dan menemukan bahwa kelainan tersebut adalah gangguan yang berlokasi di bagian tengah otak. Hal ini juga menggambarkan sebuah kondisi menyerupai skizofrenia yang disebut sebagai mufrit} junu>n (gila berat), yang jelas-jelas dibedakan dari bentuk-bentuk kegilaan yang lainnya seperti mania, rabies, dan psikosis manic depressive. Ibn Si>na> mengamati bahwa pasien yang menderita skizofrenia menunjukkan kegilaan seperti perilaku agitasi parah, dan gangguan tidur, tidak dapat memberikan jawaban yang tepat pada pertanyaan, dan dalam beberapa kasus tidak mampu berbicara. Menurut Ibn Si>na> pasien sakit gila tersebut harus dikendalikan, untuk menghindari bahaya yang dalam cairan otak. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri dapat mengakibatkan kondisi serius, di antaranya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh jamur sangat jarang, umumnya diderita orang yang mengalami gangguan immune (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. Adapun gejala khas dan umum penderita meningitis adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak kebingungan, ada kesulitan untuk bangun dari tidur, bahkan sampai tak sadarkan diri. Pengobatan terhadap pasien yang diduga mengalami meningitis sebaiknya dilakukan pemeriksaan akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan terapi sesuai penyebabnya. Keterangan dalam http://www.medicinenet.com/encephalitis_and_meningitis/article.htm,, dan http://www.detikhealth.com/read/2009/07/28/115715/1172764/770/meningitis, dikases pada 30-31 Oktober 2010. 181
ditimbulkannya, baik pada diri mereka sendiri maupun orang lain.106 Ibn Si>na> dalam al-Qa>nu>n juga menguraikan tentang mania dan rabies. Mania digambarkan sebagai kegilaan binatang yang ditandai dengan onset yang cepat dan remisi, dengan agitasi dan iritabilitas. Sedangkan rabies digambarkan sebagai jenis mania. Kontribusi Ibn Si>na> selanjutnya di bidang psikoanalisis. Ibn Si>na membahas teori temperamen yang mencakup ”aspek emosional, kapasitas mental, sikap moral, kesadaran diri, gerakan dan mimpi.” Atas kontribusinya itu Ibn Si>na> dapat dianggap sebagai ”pelopor psikoanalisis abad kedua puluh.” Ibn Si>na> berkontribusi dalam bidang ilmu psikofisiologi dan pengobatan psikosomatik. al-Qa>nu>n adalah teks awal dalam pengobatan psikofisiologi dan psikosomatik, dan yang pertama mengakui ”psikologi fisiologis” dalam pengobatan penyakit yang melibatkan emosi, dan mengembangkan sistem yang mengasosiasikan perubahan denyut nadi dengan perasaan batin, yang dilihat sebagai antisipasi uji asosiasi, yang dikaitkan oleh Carl Jung. Ibn Si>na> juga mengidentifikasi sakit cinta (‘ishq). Ia menjelaskan melankoli (depresi) sebagai jenis gangguan mood di mana orang tersebut dapat menjadi curiga dan mengembangkan beberapa jenis fobia. Menurut Ibn Si>na> kemarahan menandakan transisi dari melankoli ke mania, dan kelembaban di dalam kepala dapat menimbulkan gangguan mood. Menurutnya, hal ini terjadi ketika terjadi perubahan napas yang cepat yang menyebabkan uap air meningkat di dalam otak, tetapi jika kelembaban ini melampaui batas-batasnya, otak akan kehilangan kontrol atas rasionalitas dan menyebabkan gangguan mental. Ia juga menggambarkan gejala dan pengobatan untuk mimpi buruk, epilepsi, dan memori yang lemah. Ibn Si>na> juga berkontribusi dalam bidang Sleep Medicine. Masalah mengompol dalam perspektif awal dibahas oleh Ibn Si>na> dalam al-Qa>nu>n. menurutnya: ”Kencing di tempat tidur (mengompol) seringkali terjadi dalam tidur yang begitu pulas: ketika urin mulai mengalir, di mana seorang anak sedang tidur, urin secara keluar sebelum dia terbangun. Ketika anak-anak 106
Lihat http://www.worldlingo.com. 182
menjadi lebih kuat, tidur mereka lebih ringan dan mereka berhenti buang air kecil ketika tidurnya”107 Uraian di atas secara jelas menunjukkan kontribusi Ibn Si>na>, khususnya dalam bidang ilmu kedokteran. Kontribusi Ibn Si>na> tersebut mencakup dunia Islam, Eropa dan Barat. Di dunia Islam, ia membuka jalan kedokteran yang lebar dan membangunnya secara lebih sistematis. Di dunia Eropa, ia membuka jalan bagi Renaissans Eropa. Dan di dunia Barat ia telah menjadi pioner dalam bidang Neurosciences (ilmu syaraf) dan psikologi. Tabel berikut mempertegas hal di atas. No. No.
Kontr >na> Kontribusi Ibn Si> Sina> na
Uraian
1. Kontribusi di Dunia Islam
-
2. Kontribusi di Dunia Eropa
-
3. Kontribusi di Dunia Barat
-
Membuka jalan kedokteran yang lebar dan membangunnya secara lebih sistematis. Membuka jalan bagi Renaisans Eropa Sumber referensi Barat Eropa dari Abad Pertengahan hingga abad XVII M. Menjadi penemu ilmu syaraf dan psikologi.
Tabel 2 Kontribusi >na> di Bidang Kedokteran Kontribusi Ibn Si> Sina> na Kontribusi besar Ibn Si>na> di bidang kedokteran di atas menjadi salah satu faktor utama kedokteran Islam mencapai zaman keemasan. Akan tetapi kemudian lambat laun kedokteran Islam mengalami masa kemunduran hingga dewasa ini. Kemunduran kedokteran Islam, jika ditelusuri dari sejarah perkembangan dan kemajuannya, maka kemungkinan terjadi karena disebabkan beberapa faktor, di antaranya adanya marjinalisasi kedokteran Islam. Marjinalisasi kedokteran Islam ini dapat berupa aspek 107
Lihat http://www.worldlingo.com. 183
internal pada satu sisi dan aspek eksternal pada sisi lainnya, yaitu adanya anggapan sistem kedokteran Islam tidak ilmiah, adanya klasifikasi yang tidak tepat tentang ilmu shar’i> (‘ilm al-shar’i>) dan non shar’i> (ghayr al-shar’i>) yang berimplikasi pada kurangnya perhatian pada bidang ilmu non syar’i, serta adanya penghapusan kedokteran Islam dalam kurikulum di lembaga pendidikan Barat. Berikut akan diuraikan mengenai faktor-faktor penyebab kemunduran kedokteran Islam. 1)) Anggapan Kedokteran Islam tidak tidak Ilmiah Dalam konteks penyebab kemunduran kedokteran Islam di dunia Islam, penting ditegaskan di sini adanya kenyataan bahwa selama periode kejayaan kedokteran Islam, ketika proses pengayaan sistem kedokteran Islam tengah berlangsung, kerangka filosofis dasar dan fondasi kedokteran Islam secara praktis tidak berubah. Prinsip-prinsip umum yang mendasari teori-teori kedokteran Islam dipandang oleh dokter-dokter Muslim absah secara filosofis dan ilmiah serta dapat diterapkan sepanjang waktu. Akan tetapi, menurut Osman Bakar, filsafat dan teori-teori kedokteran Islam telah banyak dilupakan atau sulit dimengerti oleh orang Muslim dewasa ini kecuali di beberapa tempat seperti anak benua Indo-Pakistan di mana kedokteran Islam masih ada sebagai sistem medis yang hidup.108 Pada kenyataannya, yang kita lihat dewasa ini adalah sementara banyak aspek eksternal (fisik) dan organisasional sistem kedokteran Islam masih bertahan dengan menjadi bagian yang terpadu dengan sistem kedokteran modern, filsafat yang mendasari kedokteran Islam diremehkan, ditolak dan dianggap sebagai tidak ilmiah oleh banyak ilmuwan, termasuk orang-orang Muslim. Implikasinya, pandangan sains yang reduksionis telah membawa mereka pada keyakinan bahwa hanya kedokteran modern saja yang merupakan kedokteran ilmiah. Dikatakan kedokteran modern sebagai kedokteran ilmiah tersebut karena menurut mereka didasarkan pada filsafat kedokterannya yang ilmiah. Sementara 108
Bakar, Tawh}id> dan Sains, 117. 184
kedokteran Islam dianggap tidak ilmiah karena didasarkan pada filsafat kedokterannya yang dianggap tidak ilmiah. Implikasi dari pandangan yang menyatakan kedokteran Islam tidak ilmiah di atas, mendorong mereka untuk meninggalkan kedokteran Islam, karena dipandang tidak relevan dengan kebutuhan medis dan kesehatan masyarakat modern.109 Dalam filsafat ilmu, disebutkan bahwa tolak ukur sesuatu sebagai ilmiah atau tidak ilmiah adalah persesuaiannya sesuatu teori atau pengetahuan dengan fakta ilmiah, yang merupakan sekumpulan pengetahuan empiris, teoritis, dan praktis tentang alam semesta. Di mana teori atau pengetahuan itu diperoleh dengan penelitian yang berdasarkan metode ilmiah dengan mengutamakan pengamatan, penjelasan, dan prediksi yang akan terjadi melalui eksperimen. Dengan demikian, jika suatu teori atau pengetahuan sesuai dengan fakta ilmiah tersebut maka dikategorikan sebagai ilmiah; sebaliknya jika tidak sesuai maka dikategorikan sebagai tidak ilmiah. Sesuatu yang dikatakan sebagai ilmu dalam arti pengetahuan ilmiah adalah ilmu yang dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta. Dalam hal ini Einstein mengatakan, ”apapun juga teori yang menjembatani keduanya”. Teori yang dimaksudkan di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan, sungguhpun menyakinkan, tetap harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.110 Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan 109
Bakar, Tawh}id> dan Sains, 117. Jujun S. Sumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar Harapan, 2007), 123-124. 110
185
secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dengan yang tidak. Oleh karena itu, menurut Jujun S. Suriasumantri, secara sederhana semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yakni (1) harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan; dan (2) harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara empiris. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.111 Anggapan bahwa kedokteran Islam tidak ilmiah di atas, diakibatkan karena adanya anggapan tentang kurangnya orisinalitas pada dokter-dokter Arab. Anggapan ini dibantah oleh Ka>mil H{usayn. Menurutnya anggapan itu tidaklah benar, karena anggapan itu timbul ketika informasi tentang zaman keemasan ilmu kedokteran Arab hanya sedikit sekali yang tersedia. 112 Lebih lanjut, kata H{usayn, harus ada penilaian secara proporsional, bahwa ilmu kedokteran Latin berhutang budi dalam segala hal kepada ilmu kedokteran Arab, yang pada gilirannya juga berhutang budi besar kepada ilmu kedokteran Yunani, terutama dalam hal-hal prinsip-prinsip umum. Rincirinci dan aspek-aspek praktis ilmu kedokteran Latin sebagian besar, bukan seluruhnya, adalah karya orang-orang Arab.113 2)) Kedokteran Islam sebagai Ilmu NonNon-Syar’ Syar’i Bentuk marjinalisasi kedokteran Islam, dapat juga dikarenakan faktor internal dari sisi sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan pada abad-abad pertengahan akhir bila dipersandingkan dengan al-Qur’a>n. Menurut sikap ini, ilmu yang tinggi dan iman bersifat disfungsional satu terhadap 111
Sumantri, Filsafat Ilmu, 124. H{usayn, Arabic Medicine, 245. 113 H{usayn, Arabic Medicine, 245. 112
186
yang lain dan peningkatan yang satu berarti kemunduran bagi yang lain. Dengan demikian, ilmu pengetahuan tampak sebagai betul-betul sekular, seperti pada dasarnya semua pengetahuan positif yang ”modern”, --sungguh, bahkan ilmu-ilmu ”agama” yang modern adalah sekular, atau jika tidak dipandang demikian, ia dapat dipandang sebagai secara positif merugikan iman.114 Terkadang suatu perbedaan sengaja dibuat antara ilmuilmu ”agama” dan ilmu-ilmu ”umum”, tentu saja, yang pertama harus diperoleh dengan pengorbanan terhadap yang kedua. Terkadang pula pembedaan dibuat antara ilmu-ilmu yang dianggap lebih ”urgent” Dalam konteks pembedaan atau klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan ini kedudukan kedokteran dalam sistem ilmuilmu keislaman, ditempatkan sebagai ilmu ghayru shar’iyyah (non-syar’i). Pembedaan atau klasifikasi ilmu pengetahuan tersebut di atas, misalnya dibuat oleh al-Ghaza>li> seperti terbaca dalam masterpiece-nya Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n. Klasifikasi ilmu menurutnya ada dua macam: shar’iyyah dan ghairu shar’iyyah. Dalam kategori ghairu shar’iyyah ini, ilmu kedokteran dimasukkan pada bagian ilmu mah}mu>d (yang terpuji). Yang dimaksud ilmu yang terpuji adalah segala ilmu yang terkait dengan kemaslahatan urusan dunia (ma> tartabitu bihi mas}al> ih}u umu>r al-dunya). Ilmu mah}mu>d ini ada dua macam, yaitu yang bersifat fard}u kifa>yah, dan yang bersifat fad}il> ah la> fard}iyyah (keutamaan bukan wajib). Ilmu kedokteran secara umum merupakan fard}u kifa>yah, karena ia bersifat primer untuk kebutuhan eksistensi tubuh manusia (idh huwa d}aru>riyy-un fi h}aj> ati baqa>’i al-abda>n), termasuk dalam kategori ini adalah ilmu perbekaman, karena ditegaskan oleh al-Ghaza>li> berikut.
”jika suatu negara tidak ada tukang bekam (pembekam), maka mereka akan segera mengalami kerusakan, dan kerusakan menimpa mereka, sebab mengabaikan
114
Fazlur Rahman, Isla>m and Modernity, dalam Charles Kurzman, Liberal Isla>m: A Sourcebook (Oxford: Oxford University Press, 1998), 302 dst. 187
perbekaman, padahal Dzat yang telah menurunkan penyakit itu telah menurunkan juga obatnya, menunjukkan kepada penggunaannya, dan menyiapkan berbagai usaha untuk mencapainya. Oleh karena itulah, maka tidak boleh menyongsong kehancuran sebab mengabaikan ilmu tersebut”. Sedangkan penguasaan ilmu kedokteran secara mendalam, maka masuk dalam kategori fad}il> ah. Adapun dua kategori lainnya dalam klasifikasi ilmu ghayru shar’iyyah (non syar’i) adalah madhmu>m (tercela), seperti ilmu sihir; dan muba>h} (boleh), seperti ilmu sastra dan sejarah (historis).115 Berkenaan dengan fard}u kifa>yah di atas, sebenarnya juga terbagi dalam dua tingkatan. Yaitu, pertama fard}u kifa>yah yang dilaksanakan oleh sebagian orang, dan barangkali dalam kategori ini banyak orang yang terlibat. Kedua, fard}u kifa>yah lain yang tidak dilaksanakan orang dalam jumlah yang cukup, bahkan tidak seorang pun. Dalam konteks inilah Yu>suf alQara>da} w > i> menuliskan dalam bukunya Fi> Fiqh al-Awlawiyya>t (Fiqh Prioritas)116 dan al-Siya>sah al-Shar’iyyah fî D{aw’i Nus}us> } al-Shari>’ah wa Maqa>si} diha> (Politik Hukum Islam: Perspektif Nas}-Nas} dan Tujuan Shari>’ah), 117 sebuah kisah nyata pada zaman al-Ghaza>li>. Dikisahkan bahwa pada masanya, alGhaza>li> pernah mencela para ulama yang sangat giat menekuni ilmu fiqih, dan menganggapnya sebagai fard}u kifa>yah, sementara mereka ketinggalan dalam bidang fard}u kifa>yah lainnya, seperti ilmu kedokteran. Dalam suatu kawasan dapat ditemukan lima puluh ahli fiqih dan hanya seorang dokter, itupun yang nonmuslim, padahal kawasan tersebut sangat membutuhkan orang yang menguasai ilmu kedokteran. Sementara di sisi lain terdapat hukum-hukum shar’i> yang terkait dengan ilmu kedokteran yang harus dijalankan oleh 115
Abu> H{am > id Muh}ammad bin Muh}ammad bin Muh}ammad al-Ghaza>li>, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, (Surabaya: al-Hidayah, t.t.), Juz I, 17. 116 Yu>suf al-Qara>da} w > i>, Fi> Fiqh al-Awlawiyya>t wa Dirasah fi> D{aw’i al-Qur’a>n wa al-Sunnah (Kairo: Maktabah Wahbah, t.t.), 120-121. 117 al-Qara>da} w > i>, al-Siya>sah al-Syar’iyyah fî D{aw’i Nus}us> } al-Shari>’ah wa Maqa>si} diha>, 14. 188
orang Muslim. Dalam kasus demikian, maka fard}u kifa>yah yang sama sekali belum digarap itu lebih utama membutuhkan penanganan daripada fard}u kifa>yah yang telah ditangani oleh sebagian orang, sekalipun hal ini belum bisa memenuhi kebutuhan yang ada. Demikian pula fard}u kifa>yah yang telah ditangani oleh sejumlah orang --tetapi belum cukup-- lebih utama daripada fard}u kifa>yah lain yang ditangani oleh sejumlah orang yang cukup, dan bahkan lebih dari cukup. Meskipun, kedudukan ilmu kedokteran cukup penting, karena dimasukkan ke dalam ilmu mah}mu>d dan termasuk fard}u kifa>yah, tetapi karena tergolong dalam klasifikasi ghayru shar’iyyah, kedudukan ilmu kedokteran menjadi kurang penting. Akibatnya, ilmu kedokteran ini kurang mendapatkan perhatian dari umat Islam, sebab dianggap kurang penting, bukan setara dengan ilmu shar’i> lain, yang kedudukannya lebih penting bagi umat Islam. Akibat marginalisasi tersebut seperti dapat dilihat dari dunia pesantren. Kedokteran Islam bahkan tidak diajarkan sama sekali. Kalaupun ada ini hanya merupakan bagian kecil saja dari kurikulum di pesantren. Umumnya kedokteran atau ilmu kesehatan hanya menjadi subbahasan dalam kitab fiqh, khususnya pada bab atau kitab t}aha>rah (bersuci), dan itu pun tidak diuraikan secara detail dan komprehensif. Untuk itulah, klasifikasi ilmu menjadi shar’i> dan ghayru shar’i> di atas, jika tidak dipahami dan ditempatkan secara proporsional akan meminggirkan kedudukan ilmu kedokteran, karena dianggap bukan tergolong ilmu shar’i>. Padahal bukanlah demikian. Klasifikasi ini hanya sekadar upaya alGhaza>li> memetakan ilmu dalam ranah epistemologis. Artinya, klasifikasi dengan istilah tersebut dapat diformulasikan kembali. Reformulasi ini dapat berimplikasi pada upaya untuk mengangkat derajat ilmu kedokteran dalam posisi yang tinggi. Reformulasi misalnya dengan klasifikasi ilmu secara garis besar menjadi: ilmu yang terpuji (‘ulu>m mah}mu>dah) dan ilmu yang tercela (‘ulu>m madhmu>mah). Berdasarkan klasifikasi ini ilmu kedokteran dapat naik pada tingkat fard}u ‘ayn.
189
Berpijak pada pemikiran di atas, kedokteran dan ilmu kesehatan Islam perlu dibangkitkan kembali di dunia Islam. Oleh karena itulah, diperlukan pemahaman yang luas mengenai kedokteran Islam mulai dari pengertian, sejarahnya, fisiologi ilmu kedokteran Islam, dan enam prinsip menjaga kesehatan, serta kerangka filosofi, tujuan dan nilai religius kedokteran Islam. Dalam konteks inilah penelitian ini menjadi penting. 3)) Kedokteran Islam Dihapuskan di Kurikulum Barat Marjinalisasi kedokteran Islam mengakibatkan dunia Islam mengalami kemunduran di bidang kedokteran, dapat diakibatkan karena faktor eksternal. Sebagaimana telah diuraikan di bagian muka, dalam kenyataan sejarah di atas, kedokteran Islam, telah mencapai masa keemasan (the golden age) di dunia Islam, bahkan di dunia Barat. Tetapi saat ini, kedokteran Islam yang terwariskan dalam khazanah Intelektual Muslim, yang dipelajari selama berabad-abad dalam kurikulum kedokteran di Barat, kemudian dihapuskan pada abad ke-19-an M., digantikan dengan ilmu kedokteran dan karya-karya Barat sendiri. 118 Saat ini, kedokteran Barat, yang diakui berhutang pada kedokteran Islam, justru melampaui kedokteran Islam. Kedokteran Islam, di dunia Islam saat ini, tertinggal jauh dari kedokteran Barat. Hal ini juga tidak lepas dari aspek politis, di mana dunia Barat berorientasi mendominasi dunia Islam, dalam segala bidang kehidupan.
118
Lihat Nasr, Science and Civilization, 184, dan Bakar, Tawh}id & Sains,
116. 190
BAB V KESEHATAN MENURUT IBN SI< < A< SIN A. Konsep Uraian mengenai konsep kesehatan menurut Ibn Si>na> akan dikelompokkan dalam sub uraian tentang konsep kesehatan secara umum, dan konsep kesehatan mental secara khusus. Konsep kesehatan menurut Ibn Si>na> tersebut akan dikaitkan secara singkat dengan konsep kesehatan menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan konsep kesehatan menurut Konstitusi World Health Organization (WHO) pada tahun 1946. Berikut uraian mengenai konsep kesehatan menurut Ibn Si>na>. 1.. Konsep Kesehatan Secara Umum Dalam karyanya al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb (Ensiklopedi Kedokteran), kesehatan didefinisikan oleh Ibn Si>na> sebagai berikut:
.ﺔﹲﻤﻴﻠﺎ ﺳﻉﹺ ﻟﹶﻬﻮﺿ ﺍﹾﳌﹶﻮﻦﺎﻝﹸ ﻣﺎ ﺍﹾﻟﹶﺎﻓﹾﻌﻬﻨ ﻋﺭﺪﺼﺎﻟﹶﺔﹲ ﺗ ﺣﻠﹶﻜﹶﺔﹲ ﺃﹶﻭﺔﹸ ﻣﺤﺍﹶﻟﺼ ”Sehat/kesehatan adalah suatu karakter atau keadaan yang memungkinkan aktivitas (manusia –pen.) dapat tercapai secara normal”.1 Definisi kesehatan menurut Ibn Si>na> di atas menekankan pada satu sifat atau karakter yang menjadikan aktivitas berjalan normal. Definisi ini bersifat umum, karena menggunakan redaksi ”s}ih}ha} h}” (kesehatan) saja, tanpa disertai rincian atau jenisnya. Karena sifatnya yang umum ini, dapat dikatakan kata s}ih}ha} h dalam definisi di atas mencakup semua jenis kesehatan, baik kesehatan jasmani, kesehatan mental, maupun kesehatan sosial. 1
al-Shaykh al-Ra’is Abu> ‘Ali> al-H{usayn ibn ‘Ali> ibn Si>na>, al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb (Beirut: Da>r S{ad> ir, t.t.), Jilid I, 3-4. 191
Definisi tentang sehat menurut Ibn Si>na> di atas mendapatkan pengaruh dari Ja>li>nu>s (Galen). Galen membagi kondisi tubuh manusia menjadi tiga macam: sehat, sakit, dan tidak sehat dan tidak pula sakit (laysat bi s}ih}ha} h wa la> marad}).2 Sehat menurut Galen adalah kondisi (keadaan) yang dengannya tubuh manusia berada dalam tabiatnya dan susunannya, di mana muncul darinya perbuatan-perbuatan yang semuanya normal, sempurna (s}ah}ih> a} h sali>mah). Sedangkan sakit (al-marad}) adalah suatu keadaan yang terdapat pada jasmani manusia yang berlawanan dengan kondisi-kondisi tersebut di atas. Jadi ketika suatu organ tubuh tidak dapat melaksanakan aktivitasnya secara sempurna, berarti organ tersebut dalam kondisi tidak sehat atau sakit. Sakit ini disebabkan adanya gangguan keseimbangan humor pada tubuh manusia. Dan teori humor ini menjadi dasar fisiologi kedokteran Islam, yang akan diuraikan pada bagian selanjutnya. Adapun keadaan yang dikategorikan sebagai tidak sehat dan tidak sakit di atas adakalanya karena tidak adanya kesehatan pada ujungnya, dan tiadanya sakit pada ujungnya pula, seperti badan orang yang sangat tua, dan anak-anak; atau karena berkumpulnya dua keadaan tersebut pada satu waktu, baik dalam dua anggota badan, maupun satu anggota badan, namun dalam kedua jenisnya saling berjauhan seperti sehat tabiatnya namun sakit susunannya.....3 Dalam hubungannya dengan kesehatan, terdapat dua macam kekuatan atau potensi jiwa (al-quwwah al-nafsa>niyyah), yaitu potensi penemu (quwwah mudrikah), dan potensi penggerak (quwwah muh}rikah). Potensi penemu tersebut bagaikan jenis bagi dua potensi, yaitu potensi penemu dalam yang zahir, dan potensi penemu dalam yang batin.4 Yang pertama yaitu pancaindera (alh}issiyyah), sedangkan yang kedua yaitu potensi hewani.5 Kedua potensi di atas akan tampak keadaannya sebagai sehat ataupun tidak dapat diketahui melalui ilmu kedokteran. 2
Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 74. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 74. 4 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 71. 5 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 71. 3
192
Dalam kedokteran, menurut Ibn Si>na>, ada tiga hal yang penting dipahami, yaitu sabab, marad}, dan ’arad}. Sabab, yaitu sesuatu yang menjadi permulaan yang menjadikan adanya sesuatu keadaan dari keadaan-keadaan badan manusia atau menetapkan keadaan itu. Marad} (sakit) adalah keadaan yang tidak normal (ghairu t}abi>’iyyah) pada tubuh manusia yang mengakibatkan rasa sakit secara langsung. Hal itu bisa saja berupa campuran (komposisi) yang tidak normal (maza>j ghayr t}abi>’i>), dan terkadang pula susunan yang tidak normal (tarki>b ghayr t}abi>’i>).6 Adapun yang dimaksud ’arad} adalah suatu efek yang mengiringi sakit (penyakit) tersebut dan keadaannya tidak normal, seperti bintik-bintik merah di pipi karena sakit paru-paru. Contoh ketiganya sebagai berikut: pembusukan sebagai sabab, demam sebagai marad} (sakit), dan bersin-bersin serta kepala pusing sebagai ’arad} (efek).7 Contoh lainnya adalah: penuhnya buih di kelopak mata (Jawa: bele’en) sebagai sabab, tertutupnya mata sebagai marad}, dan tidak bisa melihat sebagai ’arad}.8 Dalam konteks kesehatan, Ibn Si>na> lebih menyukai tindakan preventif (menjaga kesehatan), daripada kuratif (mengobati penyakit). Di samping itu ia juga selalu menguatkan aspek spiritual dan fisik pasien secara simultan dalam pengobatannya. Definisi kesehatan Ibn Si>na> yang telah diuraikan di atas tampak sederhana, misalnya bila dibandingkan dengan definisi kesehatan misalnya yang dibuat oleh MUI. 9 MUI dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983, merumuskan kesehatan sebagai ”ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib 6
Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 74. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 73. 8 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 73. 9 MUI adalah wadah atau majelis yang mewadahi atau menghimpun ulama, zu'ama>’, dan cendikiawan Muslim di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. MUI berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. Lebih lanjut mengenai sejarah berdirinya MUI, dan perannya lihat dalam http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=49&Ite mid=53diakses pada 1 November 2010. 7
193
disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta mengembangkannya”.10 Definisi kesehatan yang dirumuskan MUI di atas bersifat terperinci dan menyeluruh, karena bukan hanya sekadar kesehatan jasmani dan rohani individual, namun juga mencakup kesehatan sosial. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa manusia bukanlah makhluk individu semata, namun ia adalah makhluk sosial, merupakan kesatuan dan totalitas yang membentuk suatu umat manusia. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa redaksi definisi kesehatan Ibn Si>na> yang masih bersifat umum tersebut kemudian mendapatkan penjelasan lebih detail dalam definisi yang dirumuskan oleh MUI. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara keduanya, tetapi merupakan hubungan yang bersifat saling melengkapi, yang pertama bersifat umum (general), sedangkan yang kedua bersifat terperinci. Definisi kesehatan demikian selaras dengan definisi kesehatan menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,11 yang menyatakan bahwa ”Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.12 Demikian juga definisi tersebut selaras dengan definisi kesehatan yang dibuat oleh Konstitusi WHO pada tahun 1946, ”health is a
state of complete physical, mental, and social well-being, and not merely the absence of disease or infirmity”, bahwa kesehatan
adalah keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, secara penuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kecacatan.13 Definisi kesehatan dalam UU Kesehatan, maupun yang dirumuskan oleh WHO di atas mengintegrasikan kesehatan jiwa/mental di mana terdapat penekanan pada keadaan yang 10
Dikutip dalam M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’a>n: Tafsi>r Maud}u’> i> atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), 182. 11
UU Kesehatan ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2009 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. UU ini terdiri dari 205 Pasal. UU ini menggantikan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 12 Pasal 1 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 13 http://www.who.int/about/definition/en/print.html, diakses pada 5 November 2010. 194
memungkinkan seseorang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 2.. Konsep Kesehatan Mental a. Pengertian Ibn Si>na>, dalam karyanya al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb, tidak memberikan definisi kesehatan mental secara spesifik, karena secara implisit sudah dicakup dalam definisi kesehatan secara global. Definisi kesehatan mental (mental health) dapat dilihat dalam ilmu kesehatan yang merupakan bagian dari ilmu kedokteran Islam (’ilm al-t}ibb). Dalam konteks modern, istilah kesehatan mental dalam bahasa Arab disebut al-s}ih}ha} h al-nafsiyyah. Ilmu jiwa kontemporer (‘ilm al-nafs al-mu’a>si} r) mendefinisikan kesehatan mental (al-s}ih}ha} h al-nafsiyyah) adalah keadaan yang relatif stabil, di mana dalam keadaan ini seseorang selaras kejiwaannya (baik keperibadian, emosi, maupun sosial), yakni baik dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya, dan ia merasakan kebahagiaan pada dirinya dan bersama orang lain, serta ia mampu mewujudkan dirinya dan meningkatkan kemampuannya semaksimal mungkin, serta mampu pula menghadapi berbagai keperluan hidup, kepribadiannya pun tegak, dan perilakunya normal, di mana ia dapat hidup secara damai dan tenteram.14 Definisi kesehatan mental di atas cukup jelas dan komprehensif. Jelas dalam arti tidak diungkapkan dengan istilah dan penjelasan yang rancu, dan ambigu. Dikatakan komprehensif (ja>mi’ ma>ni’) karena mencakup keadaan yang muncul dari suatu keadaan yang stabil: kemampuan diri dalam berinteraksi dengan sesama dan lingkungannya; meningkatnya kualitas dirinya; dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan keadaan demikian itulah, perasaan hidup damai dan tenteram dapat dicapai. 14
‘Abd al-Maji>d Sayyid Ah}mad Mans}ur> , dkk., al-Sulu>k al-Insa>ni> Bayna alTafsi>r al-Isla>mi> wa Usus ‘Ilm al-Nafs al-Mu’a>si} r (Kairo: Maktabah al-Anjilu> alMis}riyyah, 2002), 313. 195
Teori kesehatan mental berbeda dengan kontruksi teori psikopatologi. Teori kesehatan mental beranjak dari asumsi manusia sehat, sadar, dan tanggung jawab atas perbuatannya, dan objek kajiannya difokuskan pada sosok manusia yang tidak dikondisikan dalam suatu laboratorium. Sedangkan teori psikopatologi beranjak dari asumsi manusia sakit, lumpuh, dan kerdil, serta objek kajiannya difokuskan pada sebuah laboratorium. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika teori kepribadian dewasa ini hanya memiliki teori manusia sakit dan tidak memiliki teori manusia sehat. Berdasarkan kerangka ini maka dimensi kesehatan mental harus disendirikan sebagai bagian dari dimensi teori kepribadian. 15 Atas dasar ini pula, kesehatan mental merupakan salah satu bagian dari ruang lingkup psikologi kepribadian Islam.16 Sedangkan penyakit mental (al-marad} al-nafsi>) adalah suatu ungkapan tentang kegoncangan yang bersifat pada kepribadian seseorang, yang tampak dalam bentuk keinginan-keinginan kejiwaan dan tubuh yang menyimpang, berdampak terhadap perilaku seseorang, sehingga ia menolak persesuaian kejiwaannya,
15
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: RajaGravindo Persada, 2006), 41. 16 Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, 42. Dalam konteks hubungan antara ilmu psikologi dan agama dapat dijelaskan bahwa psikologi itu bukanlah ilmu agama, sebab ia tidak membahas benar-salahnya sebuah agama, juga tidak membahas tentang Tuhan. Sebagaimana diketahui bahwa yang dikaji dalam psikologi adalah gejala-gejala mental, pikiran dan perilaku manusia, baik dalam konteks individu maupun kelompok. Meskipun demikian, psikologi sangat dekat dan berjasa untuk menjelaskan dan meratakan jalan bagi penanaman nilai-nilai agama, sebab jiwa manusia --ibarat tanah-- sebelum ditaburi benih agama, terlebih dahulu sebaiknya dikondisikan dan digemburkan. Psikologi membimbing manusia untuk menapaki jalan mendaki untuk menjemput kebenaran agama, sedangkan agama turun dari langit untuk menemui jiwa manusia dengan pemandu psikologi. Dengan kata lain, agama menawarkan nilainilai spiritual-fundamental, sementara psikologi memberikan penjelasan dan petunjuk jalan yang bersifat instrumental. Komaruddin Hidayat, Psikologi Beragama: Menjadikan Hidup Lebih Aman dan Santun (Jakarta: Hikmah, 2006), xii. 196
dan menjalani kehidupan yang seimbang (sepadan) dalam masyarakat di mana dia hidup.17 Dalam ilmu jiwa modern, ilmu yang mempelajari kesehatan mental disebut juga dengan mental hygiene. Mental hygiene didefinisikan dalam Encyclopedia Britannica, sebagai the science
of maintaining mental health and preventing the development of psychosis, neurosis, or other mental disorders, yaitu ilmu yang
memuat kesehatan mental dan menjaganya terhadap tumbuhnya psikosis, dan neurosis serta gangguan-gangguan (penyakitpenyakit) mental lainnya.18 Dalam definsi lain yang lebih lengkap, mental hygiene ialah ilmu pengetahuan yang menekuni masalah kesehatan mental atau kesehatan jiwa manusia, khususnya bertujuan untuk mencegah timbulnya gangguan-gangguan mental dan gangguan emosi, serta bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan jiwa rakyat pada umumnya.19 Ilmu kesehatan mental ini erat hubungannya dengan tekanan batin, konflik pribadi dan kompleks-kompleks terdesak yang terdapat pada diri manusia. Tekanan batin dan konflik pribadi 17
Mans}ur> , dkk., al-Sulu>k al-Insa>ni>, 314. Dalam istilah Barat, penyakit mental disebut dengan mental disorder atau mental illness. Penyakit mental diklasifikasikan secara luas menjadi psychoses dan neuroses. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/375345/mental-disorder, diakses pada 5 November 2010. 18 http://www.britannica.com/EBchecked/topic/375371/mental-hygiene, diakses pada 5 November 2010, lihat juga diakses http://www.ehow.com/how_4575219_promote-mental-hygiene.html, pada 8 Maret 2011. 19 Secara bahasa hygiene (dari Hugiene) berasal dari nama dewi kesehatan Yunani, dan hygiene berarti ilmu tentang kesehatan. Sedang kata mental (dari kata Latin mens, mentis) berarti Geist atau jiwa, nyawa, sukma, dan roh semangat. Mental hygiene sering disebut juga sebagai psycho-hygiene. Psyche (dari kata Yunani Psuche) berarti napas, asas-kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, semangat. Namun ada yang membedakan pengertian kedua istilah tersebut. Mental hygiene menitikberatkan pada kehidupan kerohanian. Sedangkan psycho-hygiene menonjolkan manusia sebagai totalitas psiko-fisis atau psiko-somatis. Kartini Kartono menggunakan kedua istilah tersebut dalam pengertian yang sama, yaitu sebagai ilmu kesehatan jiwa yang memasalahkan kehidupan kerohanian yang sehat, dengan memandang peribadi manusia sebagai satu totalitas psiko-fisis yang kompleks. Kartini Kartono, Mental Hygiene (Kesehatan Mental) (Bandung: Alumni, 1980), 1, dan 27. 197
itu sering sangat mengganggu ketenangan hidup seseorang dan kerap kali menjadi pusat-pengganggu (storings centrum).20 Dengan demikian, mental hygiene mempunyai obyek sentral, yaitu bagaimana memecahkan segenap permasalahan batin manusia yang ditimbulkan oleh aneka problem hidup, serta berusaha mendapatkan ketenangan jiwa; dalam pengertian tidak terganggu oleh beragam ketegangan dan konflik-konflik terbuka serta konflik batin.21 Berdasarkan uraian di atas, ada suatu usaha untuk mendapatkan keseimbangan jiwa dan bentuk keperibadian yang terintegrasi dengan baik, serta mampu memecahkan segala kesulitan hidup dengan kepercayaan diri yang disertai keberanian, karena keperibadian yang terintegrasi dengan baik dapat memulihkan bermacam ketegangan dan konflik batin dengan mudah, spontan dan otomatis, dan mengatur urutan pemecahannya menurut prioritas dan hirarkinya. Penyakit mental sebagaimana penyakit jasmani juga mempunyai tanda-tanda. Jika pada penyakit jasmaniah dengan tanda misalnya berupa rasa-nyeri, pusing-pusing, sesak napas dan sakit di lambung, maka penyakit mental ditandai dengan fenomena ketakutan, pahit-hati, hambar-hati, apatis, cemburu, iri-hati, dengki, kemarahan-kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang kronis, dan lain-lain. Dengan demikian, sakit mental itu merupakan bentuk gangguan pada ketenangan batin dan ketenteraman hati.22 Manusia yang sehat jasmaninya ditandai dengan ciri-ciri antara lain: cukup memiliki energi, mempunyai stamina (dayatahan), memiliki kekuatan untuk bekerja, dan badan senantiasa merasa nyaman dan sehat. Sedang orang yang memiliki mental yang sehat ditandai dengan sifat-sifat khas antara lain: mempunyai kemampuan-kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup, ada koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-
20
Kartono, Mental Hygiene, 27. Kartono, Mental Hygiene, 27. 22 Kartono, Mental Hygiene, 1. 21
198
usahanya, memiliki regularitas dan integrasi keperibadian, dan selalu tenang batinnya.23 Jadi, kesehatan mental itu tidak hanya memanifestasikan diri dengan penampakan tanpa adanya gangguan batin saja, akan tetapi posisi peribadinya juga harmonis dan baik, selaras dengan yang terdapat di dalam dirinya sendiri, dan baik-harmonis pula dengan lingkungannya. Dengan demikian, orang yang sehat mentalnya itu secara mudah dapat beradaptasi (menyesuaikan diri), selalu aktif berpartisipasi, dapat menerapkan diri dengan lancar pada setiap perubahan sosial; selalu melaksanakan realisasi-diri, dan senantiasa dapat menikmati kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Dalam konteks itulah mental hygiene atau ilmu kesehatan mental merupakan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan jiwa manusia, serta sebab-sebab yang menimbulkan adanya gangguan jiwa, dan berusaha meredusir atau sedapat mungkin menghilangkan gangguan-gangguan tersebut. 24 Dengan ungkapan lain mental hygiene atau ilmu kesehatan mental adalah suatu ilmu yang digunakan untuk tujuan agar memiliki dan membina jiwa yang sehat, berusaha mencegah timbulnya kepatahan jiwa (mental breakdown), mencegah berkembangnya bermacam-macam penyakit mental dan mencari sebab musabab timbulnya penyakit tersebut, serta mengusahakan penyembuhan sejak dalam stadium permulaan. Jadi, mental hygiene di samping melakukan kegiatankegiatan preventif untuk mencegah timbulnya penyakit mental, juga berusaha menyehatkan kembali orang-orang yang sedang terganggu mental dan emosinya.25 Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pengertian kesehatan mental, yang dikemukakan oleh Ibn Si>na> secara global, dan dikemukakan oleh ilmu jiwa Islam kontemporer secara spesifik, selaras dengan pengertian kesehatan dalam ilmu kesehatan modern, yang disebut mental hygiene.
23
Kartono, Mental Hygiene, 1-2. Kartono, Mental Hygiene, 27. 25 Kartono, Mental Hygiene, 2. 24
199
b. Hakikat Kesehatan Mental Pendekatan Islam terhadap penyakit mental dapat ditemukan dalam 2 (dua) sumber utama, 26 yaitu: pertama, teks kitab suci al-Qur’a>n. Kata yang paling umum digunakan untuk menunjuk orang sakit gila, yaitu sakit pikiran atau psikotik yang dalam al-Qur’an disebut majnu>n/jinnah.27 Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak lima kali untuk menggambarkan cara bagaimana para Nabi memperhatikannya. Kedua, konviksi atau keyakinan umum dalam level yang populer, kata yang sama yang berhubungan dengan kesehatan mental digunakan oleh orang awam untuk menggambarkan kegilaan (kondisi gila) yang dirasakan oleh seluruh Nabi ketika mereka berupaya untuk membimbing masyarakatnya kepada pencerahan. Hal itu seringkali digunakan untuk pengertian seorang ahli magis atau seorang shaykh (guru). Dalam satu pengertian terdapat beberapa hal yang mirip berkaitan dengan pengertian yang positif tentang penyakit gila yang menyanjung konsep anti psikiatri terhadap sakit gila yang mengalami kemajuan pada pertengahan tahun 60-an. Kata majnu>n berakar dari kata jinn (al-jinn, dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, yang maknanya tumpang tindih atau berbeda, dan dapat diartikan untuk perlindungan, tabir, perisai, surga, embrio, dan sakit gila).28 Keyakinan atau anggapan yang masih beredar 26
Ahmed Okasha, Mental Health in The Middle East: An Egyptian Perspective (Clinical Psychology Review, Vol 19 No. 8, 1999), 920. 27 Lihat QS. al-Takwi>r (81): 22; al-Qalam (68): 2, dan 6 (dengan redaksi almaktu>n: berarti yang gila), dan 51; al-Qamar (54): 9; al-T{ur> (52): 29; alDha>riyya>t (51): 52, 39; al-Dukha>n (44): 14; al-S{affa>t (37): 6; Saba>’ (34): 8, 46 (dengan lafal jinnah); al-Shu’ara> (26): 27; al-Mu’minu>n (23): 70, 25 (dengan lafal jinnah); al-al-H{ijr (115): 6; dan al-A’ra>f (7): 84 (dengan lafal jinnah). 28 al-jinn berasal dari kata janna shai’un yajunnuhu yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang tersembunyi. Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Muqbil bin Ha>di> rahimahullahu mengatakan: ”Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’. Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta'ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke 200
hingga saat ini adalah bahwa konsep Islam tentang sakit gila adalah seorang yang dimasuki (dirasuki) jin, tiidak dikacaukan oleh konsep Abad Pertengahan. Dalam Islam arti jin pada intinya bukanlah spirit setan/iblis atau spirit jahat. Tetapi ia merupakan spirit supernatural yang lebih rendah daripada malaikat, dan rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ”Tidak ada kesempatan menginap”. Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah, maka setan berkata: ”Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam.” Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Id}ah> u} al-Dila>lah, 19 dan 23). Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor. (Nas}ih> a} t li Ahl al-Sunnah Min al-Jinn). Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah s.aw. berkata kepada Abu> Hurairah r.a.
ﻲ ﻃﹶﺮﺎ ﻓﻠﹸﻬﻤﺎﺭﹴ ﺃﹶﺣﺠ ﺑﹺﺄﹶﺣﻪﺘﻴ ﹶﻓﺄﹶﺗ.ﺛﹶﺔﻭﻻﹶ ﺑﹺﺮﻈﹾﻢﹴ ﻭﻨﹺﻲ ﺑﹺﻌﺄﹾﺗﻻﹶ ﺗﺎ ﻭ ﺑﹺﻬﺾﻔﻨﺘﺍ ﺃﹶﺳﺎﺭﺠﻨﹺﻲ ﺃﹶﺣﻐﺍﺑ ﻑ ﻈﹾﻢﹺﺎﻝﹸ ﺍﻟﹾﻌﺎ ﺑ ﻣ: ﻓﹶﻘﹸﻠﹾﺖﺖﻴﺸﻍﹶ ﻣﻰ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﻓﹶﺮﺘ ﺣﻓﹾﺖﺮﺼﻢ ﺍﻧ ﺛﹸﺒﹺﻪﻨﺎ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺟﻬﺘﻌﺿﻰ ﻭﺘﺑﹺﻲ ﺣﺛﹶﻮ ﺍﺩﻧﹺﻲ ﺍﻟﺰﺄﹶﻟﹸﻮ ﻓﹶﺴ ﺍﻟﹾﺠﹺﻦﻢﻧﹺﻌ ﻭﻦﺒﹺﻴﻴﺼﻦ ﻧ ﺟﹺﻓﹾﺪﺎﻧﹺﻲ ﻭ ﺃﹶﺗﻪﺇﹺﻧ ﻭﺎﻡﹺ ﺍﻟﹾﺠﹺﻦ ﻃﹶﻌﻦﺎ ﻣﻤ ﻫ:؟ ﻗﹶﺎﻝﹶﺛﹶﺔﻭﺍﻟﺮﻭ .ﺎﺎﻣﺎ ﻃﹶﻌﻬﻠﹶﻴﻭﺍ ﻋﺪﺟ ﺇﹺﻻﱠ ﻭﺛﹶﺔﻭﻻﹶ ﺑﹺﺮﻈﹾﻢﹴ ﻭﻭﺍ ﺑﹺﻌﺮﻳﻤ ﺃﹶﻥﹾ ﻻﹶﻢ ﺍﷲَ ﻟﹶﻬﺕﻮﻋﻓﹶﺪ ”Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: ”Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.” Aku bertanya: ”Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?” Beliau menjawab: ”Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nas}ibi>n, dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.” (HR. al-Bukha>ri> No. 3860 dari Abu> Hurayrah r.a., dalam riwayat Muslim disebutkan: ”Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”) Abu Hamzah Yusuf, ”Perbedaan Antara Jin, Setan dan Iblis” artikel dalam http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=349, diakses pada 30 Oktober 2010. 201
mempunyai kekuatan untuk meramal bentuk-bentuk manusia dan hewan dalam hal baik atau buruk. Beberapa jin ada yang beriman, mendengar bacaan al-Qur’andan membantu untuk terciptanya keadilan manusia. Namun Islam tidak menyediakan konsep yang jelas tentang manusia bahkan juga tentang dunia spiritual yang lebih luas. Seringkali, kata jin dan manusia disebutkan secara bersamaan dalam al-Qur’an, sebanyak 18 kali, 29 di antaranya adalah QS. al-Na>s. 30 Hal ini telah mempengaruhi konsep dan menejemen tentang sakit gila, meskipun orang yang terkena sakit jiwa mungkin dipandang sebagai sesuatu yang kerasukan jin, karena posisi ini dapat dilakukan oleh spirit baru dan buruk. Konsekuensinya, tidak ada tempat untuk memberikan suatu kepastian konsep (teori) yang berlaku secara umum atau memberikan ketentuan atau konsep yang tidak tepat waktunya, selain konsep tentang penyakit jiwa sebagai seorang yang dimasuki jin. Selain konsep di atas, terdapat konsep kedua, yang lebih positif, yang menyatakan bahwa penyakit gila itu digunakan untuk menunjuk pada seorang dalam menghadapi tantangan untuk 29
Ayat-ayat dimaksud adalah: QS. 6: 112, 128, 130; 7: 38; 17: 88; 27: 17; 41: 25, 29; 46: 18; 51: 56; 55: 33, 39, 56, 74; 72: 5, 6; 114: 6. Lihat Jalaluddin Rakhmat, ”Konsep-Konsep Antropologis” dalam Budhy Munawar-Rachman, ed. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995), 7576. 30 QS. al-Na>s, ayat 1-6:
ﺎﺱﹺﻨﺍﺱﹺ ﺍﻟﹾﺨﻮﺳ ﺍﻟﹾﻮﺮﻦ ﺷ{ ﻣ۳} ﺎﺱﹺ ﺍﻟﻨ{ ﺇﹺﻟﹶﻪ۲} ﺎﺱﹺ ﺍﻟﻨﻚﻠ{ ﻣ١} ﺎﺱﹺﺏ ﺍﻟﻨ ﻮﺫﹸ ﺑﹺﺮﻗﹸﻞﹾ ﺃﹶﻋ {٦} ﺎﺱﹺﺍﻟﻨ ﻭﻨﺔ ﺍﻟﹾﺠﹺﻦ{ ﻣ٥} ﺎﺱﹺﻭﺭﹺ ﺍﻟﻨﺪ ﰲﹺ ﺻﻮﹺﺱﺳﻳﻮ ﻱ{ ﺍﻟﱠﺬ٤} Terjemah: (1) Katakanlah: ”Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. (2) Raja manusia. (3) Sembahan manusia. (4) Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, (5) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (6) dari (golongan) jin dan manusia.” Surat al-Na>s ini terdiri atas 6 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat al-Falaq. Nama al-Na>s diambil dari al-Na>s yang berulang kali disebut dalam surat ini yang artinya manusia. Surat ini mengandung isi yang pokok, yaitu perintah kepada manusia agar berlindung kepada Allah dari segala macam kejahatan yang datang ke dalam jiwa manusia dari jin dan manusia. 202
melakukan temuan baru yang asli/original, kreatif, atau usahausaha untuk menemukan berbagai alternatif model terhadap kehidupan yang statis dan stagnan. Demikian juga ditemukan dalam beragam sikap yang mengarah pada sikap-sikap mistik yang jelas seperti sufisme, di mana ekspansi dan kesadaran diri dipandang sebagai sesuatu yang rasional untuk menyatakan beberapa orang sufi sebagai seorang yang sakit gila. Beberapa otobiografi para sufi mengungkapkan kesesuaian gejala psikotik dengan beberapa penderitaan mental ketika menempuh jalan-jalan kecil untuk keselamatan diri. Selain dua konsep tentang penyakit mental di atas, terdapat konsep yang ketiga yang menyatakan bahwa penyakit mental adalah suatu keadaan sebagai konsekuensi dari ketidak harmonisan atau keadaan sempitnya kesadaran diri yang rentan pada orang yang tidak beriman. Hal ini berkaitan dengan perubahan struktur dasar (al-fit}rah) 31 dan gangguan eksistensi harmonitas oleh 31
Fit}rah artinya kesucian, kebaikan, dan kebenaran. Manusia itu sendiri menurut fitrah atau ”kejadian asalnya” yang suci, memang dengan sendirinya cenderung kepada kesucian (hani>f). Sesungguhnya dorongan, keinginan, dan kecenderungan kepada kebaikan, kesucian, dan kebenaran yang ada pada manusia sebetulnya merupakan sifat yang secara instrinsik ada pada diri manusia karena sifat kemanusiaannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Ru>m [30] ayat 30:
ﻳﻦ ﺍﻟﺪﻚﻠﹾﻖﹺ ﺍﷲِ ﺫﹶﻟﺨﻳﻞﹶ ﻟﺪﺒﺎ ﻻﹶﺗﻬﻠﹶﻴ ﻋﺎﺱ ﺍﻟﻨﻲ ﻓﹶﻄﹶﺮ ﺍﷲِ ﺍﻟﱠﺘﺕﻄﹾﺮﻨﹺﻴﻔﹰﺎ ﻓﻳﻦﹺ ﺣﻠﺪ ﻟﻚﻬﺟ ﻭﻢﻓﹶﺄﹶﻗ .ﻮﻥﹶﻠﹶﻤﻳﻌﺎﺱﹺ ﻻﹶ ﺍﻟﻨ ﺃﹶﻛﹾﺜﹶﺮﻦﻟﹶﻜ ﻭﻴﻢﺍﻟﹾﻘﹶ ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) Allah yang telah menciptakan manusia menurut itu. Tidak ada perubahan pada Allah (maksudnya ciptaan Allah).. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tawh}id. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Menurut Nurcholish Madjid, kecenderungan manusia kepada kesucian yang sifatnya rohani itu kemudian menyatakan dirinya keluar dalam bentuk budi. Maka manusia itu pada dasarnya atau secara prinsipil, adalah makhluk berbudi. Maksudnya apabila ia bertakwa, atau mengapresiasi ketuhanan, itu berarti sejalan dengan kemanusiaan atau fitrah seseorang, ia juga berarti memperkuat 203
egoisme, sikap sulit menerima perubahan atau alinasi yang secara umum ditampilkan oleh hilangnya wawasan yang integratif.32\ Perubahan atau alinasi tersebut merupakan sisi lain dari sisi kecenderungan manusia kepada fitrahnya. Di samping kecenderungan kepada fitrahnya, manusia juga punya kecenderungan untuk berbuat tidak baik, akibat hilangnya wawasan yang integratif. Hal ini sebagaimana disinyalir dalam alQur’an surat al-Shamm ayat 7-10.33 Karena adanya kecenderungan-kecenderungan yang baik, dan yang tidak baik itulah yang kemudian menjadikan tingkat keimanan manusia berbeda-beda. Ditunjukkan oleh Kitab Suci alQur’an bahwa ada ada 3 (tiga) respons atau sikap umat Islam terhadap al-Qur’an yang menunjukkan tingkat keimanan mereka. kemanusiaan atau fitrah itu dengan mempertajam rasa kecenderungannya kepada kesucian. Dalam hal ini fungsi agama dan keagamaan (termasuk pendidikan) adalah sebagai penyempurna budi luhur manusia yang, secara instrinsik, ada padanya. Nurcholish Madjid, ”The Necessity of Renewing Islamic Thought and Reinvigorating Religious Understanding”, dalam Charlez Kurzman, Liberal Islam: A Sourcebook (Oxford: Oxford University Press, 1998), 291, juga Nurcholish Madjid, ”Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Penyegaran Kembali Pemahaman Keagamaan”, dalam Charlez Kurzman, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global, Penerjemah Bahrul Ulum dan Heri Junaidi (Jakarta: Paramadina, 2003), h. 497-498. 32 Okasha, ”Mental Health in The Middle East”, 290. 33 Ayat dimaksud sebagai berikut:
ﻗﹶﺪ{ ﻭ٩} ﺎﻛﱠﺎﻫﻦ ﺯ ﻣ ﺃﹶﻓﹾﻠﹶﺢ{ ﻗﹶﺪ٨} ﺎﺍﻫﻘﹾﻮﺗﺎ ﻭﻫﻮﺭﺎ ﻓﹸﺠﻬﻤ{ ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻬ٧} ﺎﺍﻫﻮﺎﺳﻣﻔﹾﺲﹴ ﻭﻧﻭ {١٠} ﺎﺎﻫﺳﻦ ﺩ ﻣﺎﺏﺧ ”dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. al-Sham [91]: 7-10) al-Qurt}ub> i> dalam Kitab Tafsirnya memberikan penjelasan terhadap ayat di atas, bahwa yang dimaksud mengilhamkan itu adalah memberitahukan kepada jiwa jalan kefasikan, yakni jalan kejelakan, dan jalan ketakwaan berupa jalan kebaikan. Kemudian beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dengan melakukan ketaatan, dan merugilah orang yang mengotorinya dengan kemaksiatan. Abu> ‘Abdilla>h Muh}ammad bin Ah}mad bin Abu> Bakr al-Ans}ar> i> alQurt}ub> i>, Tafsi>r al-Qurt}ub> i>, dalam http://quran.alislam.com/Page.aspx?pageid=221&BookID=14&Page=1. 204
Pertama, orang beriman yang masih zalim kepada dirinya sendiri dengan banyak berbuat dosa; kedua, orang beriman yang sedang atau menengah dalam berbuat kebaikan; dan ketiga, orang beriman
yang cepat dan bergegas menuju kepada berbagai kebaikan.34 Atas dasar itulah, menurut Komaruddin Hidayat, para s}ufi> atau mistikus muslim berpandangan bahwa kualitas dan kemanusiaan yang paling primordial adalah bahwa ia merupakan makhluk spiritual puncak ciptaan Tuhan dan oleh karenanya watak dasar manusia adalah bersifat baik. Ia senantiasa merindukan kedamaian, kebahagiaan, hubungan cinta kasih, dan selalu ingin berdampingan dengan yang Mahakasih. Karena sifat-sifat di atas merupakan sifat dasar manusia, maka hanya dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas manusia akan merasakan kebahagiaan.35 Di dunia Islam, konsep sakit mental tersebut berlaku pada tahap tertentu yang percaya atau bergantung pada dominasi pembangunan fisik ataupun kemerosotan perilaku umat dalam menjalankan ajaran Islam. Misalnya selama masa kemunduran Islam (tahun 1000-1250, dan 1700-1800 M) konsep-konsep negatif tentang gila yaitu orang yang dirasuki oleh dominasi spirit jahat; sebaliknya konsep tentang gila yang dominan selama periode34
Demikian ini sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Fa>t}ir/35: 32.
ﻢﻬﻨﻣ ﻭﺪﺼﻘﹾﺘﻢ ﻣﻬﻨﻣ ﻭﻔﹾﺴِﻪﻨ ﻟﻢ ﻇﹶﺎﻟﻢﻬﻨﺎ ﻓﹶﻤﻧﺎﺩﺒ ﻋﻦﺎ ﻣﻨﻄﹶﻔﹶﻴ ﺍﺻﻳﻦ ﺍﻟﱠﺬﺎﺏﺘﺎ ﺍﻟﹾﻜﺛﹾﻨﺭﻢ ﺃﹶﻭ ﺛﹸ . ﻞﹸ ﺍﻟﹾﻜﹶﺒﹺﲑﺍﻟﹾﻔﹶﻀﻮ ﻫﻚ ﺍﷲِ ﺫﹶﻟ ﺑﹺﺈﹺﺫﹾﻥﺍﺕﺮﻴ ﺑﹺﺎﻟﹾﺨﺎﺑﹺﻖﺳ ”Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya; dan orang-orang yang pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya. Sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. 35 Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian: Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme, Edisi Revisi (Jakarta: Hikmah, 2006), 40. 205
periode pencerahan dan masa-masa kreatif (711-1000 M.) adalah bahwa gila itu adalah disharmonitas atau ketidakstabilan kondisi manusia dan seterusnya. Islam juga mengidentifikasi kesatuan tubuh dan jiwa. Jiwa ( dalam arti al-nafs, psyche) disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 185 kali 36 sebagai rujukan besar tentang eksistensi (totalitas) manusia. 37 Kata nafs digunakan al-Qur’an untuk menyebut manusia sebagai totalitas, baik manusia sebagai makhluk hidup di dunia (misalnya QS. al-Ma>’idah [5]: 32)38 maupun manusia yang
36
Di antaranya dalam ayat-ayat berikut:
.ﻨﻔﹾﺲﹺ ﺑﹺﺎﻟﻔﹾﺲﺂﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﻨﻴﻬ ﻓﻬﹺﻢﻠﹶﻴﺎ ﻋﻨﺒﻛﹶﺘﻭ ”Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (al-Tawrat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa....” (QS. al-Ma>’idah [5]: 45)
ﺎﻬﻠﹶﻴﻰ ﻋﻲ ﻗﹶﻀ ﺍﻟﱠﺘﺴِﻚﻤﺎ ﻓﹶﻴﻬﺎﻣﻨﻲ ﻣ ﻓﺖﻤ ﺗﻲ ﻟﹶﻢﺍﻟﱠﺘﺎ ﻭﻬﺗﻮ ﻣﲔ ﺣﻓﱠﻰ ﺍﹾﻷَﻧﻔﹸﺲﻮﻳﺘ ُﺍﷲ .ﻭﻥﹶﻔﹶﻜﱠﺮﻳﺘ ﻡﹴ ﻟﱢﻘﹶﻮﺎﺕ ﻷَﻳﻚﻲ ﺫﹶﻟﻰ ﺇﹺﻥﱠ ﻓﻤﺴﻞﹴ ﻣﻯ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺃﹶﺟﺮﻞﹸ ﺍﹾﻷُﺧﺳﻳﺮ ﻭﺕﻮﺍﻟﹾﻤ ”Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. al-Zumar [39]: 42)
.ﺔﹸﻨﺌﻄﹾﻤ ﺍﻟﹾﻤﻨﻔﹾﺲﺎ ﺍﻟﻬﻳﺘﺎﺃﹶﻳ ”Hai jiwa yang tenang.” (QS. al-Fajr [89]: 27)
ﻦ ﻣﺎﺏ ﺧﻗﹶﺪ ﻭ.ﺎﻛﱠﺎﻫﻦ ﺯ ﻣ ﺃﹶﻓﹾﻠﹶﺢ ﻗﹶﺪ.ﺎﺍﻫﻘﹾﻮﺗﺎ ﻭﻫﻮﺭﺎ ﻓﹸﺠﻬﻤ ﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻬ.ﺎﺍﻫﻮﺎﺳﻣﻔﹾﺲﹴ ﻭﻧﻭ .ﺎﺎﻫﺳﺩ ”...dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. al-Sham [91] ayat 7-10) 37 38
Okasha, ”Mental Health in The Middle East”, 290. Ayat dimaksud: 206
hidup di alam akhirat (QS. Ya>si>n [36]: 54).39 Makna nafs juga beragam, adakalanya berarti tubuh (wadah), sisi dalam manusia sebagai penggerak tingkah laku, 40 pengaruh, dan/atau hubungan (yakni totalitas kesatuan psikosomatik).41
ﹺﻲ ﺍﹾﻷَﺭ ﻓﺎﺩ ﻓﹶﺴﻔﹾﺲﹴ ﺃﹶﻭﺮﹺ ﻧﻴﺎ ﺑﹺﻐﻔﹾﺴﻞﹶ ﻧ ﻗﹶﺘﻦ ﻣﻧﻪﺍﺀِﻳﻞﹶ ﺃﹶﺮﻨﹺﻰ ﺇﹺﺳﻠﹶﻰ ﺑﺎ ﻋﻨﺒ ﻛﹶﺘﻚﻞﹺ ﺫﹶﻟ ﺃﹶﺟﻦﻣ ﺽ ﺎﻠﹸﻨﺳ ﺭﻢﻬﺂﺀَﺗ ﺟﻟﹶﻘﹶﺪﺎ ﻭﻴﻌﻤ ﺟﺎﺱﺎ ﺍﻟﻨﻴﺎ ﺃﹶﺣﻤﺎ ﻓﹶﻜﹶﺄﹶﻧﺎﻫﻴ ﺃﹶﺣﻦﻣﺎ ﻭﻴﻌﻤ ﺟﺎﺱﻞﹶ ﺍﻟﻨﺎ ﻗﹶﺘﻤﻓﹶﻜﹶﺄﹶﻧ .ﺮﹺﻓﹸﻮﻥﹶﺴﺽﹺ ﻟﹶﻤﻲ ﺍﹾﻷَﺭ ﻓﻚ ﺫﹶﻟﺪﻌﻢ ﺑﻬﻨﺍ ﻣﲑﻢ ﺇﹺﻥﱠ ﻛﹶﺜ ﺛﹸﺎﺕﻨﻴﺑﹺﺎﻟﹾﺒ Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Isra>’il, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[*], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya[**]. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[***] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. [*]. Yakni: membunuh orang bukan karena qis}a>s}. [**]. Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. [***]. Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata. 39
Ayat dimaksud:
.ﻠﹸﻮﻥﹶﻤﻌ ﺗﻢﺎﻛﹸﻨﺘﻥﹶ ﺇﹺﻻﱠ ﻣﻭﺰﺠﻻﹶﺗﺌﹰﺎ ﻭﻴ ﺷﻔﹾﺲ ﻧﻈﹾﻠﹶﻢ ﻻﹶﺗﻡﻮﻓﹶﺎﻟﹾﻴ Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. 40 Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam al-Qur’an(Jakarta: Paramadina, 2000), 53. 41 Kata nafs (j. anfus) yang berarti tubuh, misalnya kata anfusihim (yang berarti jiwa mereka) dalam QS. al-H}ujura>t ayat 15:
ﻲ ﻓﺃﹶﻧﻔﹸﺴِﻬﹺﻢ ﻭﻬﹺﻢﺍﻟﻮﻭﺍ ﺑﹺﺄﹶﻣﺪﺎﻫﺟﻮﺍ ﻭﺎﺑﺗﻳﺮ ﻢ ﻟﹶﻢ ﺛﹸﻪﻮﻟﺳﺭﻮﺍ ﺑﹺﺎﷲِ ﻭﻨ ﺀَﺍﻣﻳﻦﻮﻥﹶ ﺍﻟﱠﺬﻨﻣﺆﺎ ﺍﻟﹾﻤﻤﺇﹺﻧ {١٥ :ﻗﹸﻮﻥﹶ }ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳊﺠﺮﺍﺕﺎﺩ ﺍﻟﺼﻢ ﻫﻚﻻﹶﺋﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﷲِ ﺃﹸﻭﺳ ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu207
Dari penggunaan term nafs untuk menyebut manusia yang hidup di alam dunia maupun di alam akhirat menunjukkan pemahaman mengenai totalitas manusia: bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu jiwa dan raga. Tanpa jiwa --dengan fungsi-fungsinya-- manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasad, jiwa tidak dapat menjalankan fungsifungsinya.42 Berdasarkan QS. al-Ra’d (13): 11 43 kata nafs mengisyaratkan arti nafs sebagai wadah, dan sebagai penggerak tingkah laku. Tuhan tidaklah mengubah keadaaan suatu kaum sampai mereka mengubah isi dari nafs mereka sendiri. Jadi nafs dapat dioptimalkan fungsinya untuk menggerakkan tingkah laku manusia melakukan perubahan-perubahan. Sebagai wadah, nafs dapat menampung hal-hal yang baik maupun yang buruk (seperti QS. al-Shamm [91]: 8,44 dan QS. al-Na>zi’a>t [79]: 40),45 jika dijaga dari dorongan syahwat atau hawa nafsu, dan disucikan (seperti dalam QS. al-Shamm [91]: 9), 46 maka nafs dapat meningkat kualitasnya. Akan tetapi jika ia dikotori dengan perbuatan maksiat ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” 42 Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 46-47. 43 Ayat dimaksud:
....ﺎﺑﹺﺄﹶﻧﻔﹸﺴِﻬﹺﻢﻭﺍ ﻣﻴﺮﻳﻐ ﻰﺘﻡﹴ ﺣﺎﺑﹺﻘﹶﻮ ﻣﻴﺮﻳﻐﺇﹺﻥﱠ ﺍﷲَ ﻻﹶ... ”…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….” 44 Ayat dimaksud:
.ﺎﺍﻫﻘﹾﻮﺗﺎ ﻭﻫﻮﺭﺎ ﻓﹸﺠﻬﻤﻓﹶﺄﹶﻟﹾﻬ ”maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” 45
Ayat dimaksud:
.ﻯﻮﻦﹺ ﺍﻟﹾﻬ ﻋﻨﻔﹾﺲﻰ ﺍﻟﻬﻧ ﻭﻪﺑ ﺭﻘﹶﺎﻡ ﻣﺎﻑ ﺧﻦﺎ ﻣﺃﹶﻣﻭ ”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,” 46 Ayat dimaksud:
.ﺎﻛﱠﺎﻫﻦ ﺯ ﻣ ﺃﹶﻓﹾﻠﹶﺢﻗﹶﺪ ”sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,” 208
dan menjauhi kebaikan (seperti disebut dalam QS. al-Shamm [91]: 10),47 maka nafs menjadi rendah kualitasnya. Selanjutnya kualitas nafs ini berpengaruh terhadap perbuatan. Jika kualitas nafs itu baik, maka kecenderungannya pada menggerakkan perbuatan baik, sebaliknya jika kualitasnya rendah, maka nafs cenderung mudah menggerakkan perbuatan buruk. Sungguh pun demikian, dalam menggerakkan tingkah laku-tingkah laku dengan segala prosesnya, nafs tidaklah bekerja secara langsung, karena nafs bukanlah alat. Oleh karena itu, nafs bekerja melalui jaringan sistem yang bersifat rohani.48 Pembahasan tentang nafs dan sistem jaringannya yang bersifat rohani dibahas pula secara luas dan detail dalam ilmu tas}aw > wuf. 49 Misalnya dibahas oleh al-Ghaza>li> dalam karyanya 47
Ayat dimaksud:
.ﺎﺎﻫﺳﻦ ﺩ ﻣﺎﺏ ﺧﻗﹶﺪﻭ ”dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” 48 Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 53. 49 Menurut Harun Nasution, tas}awwuf atau sufisme ialah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisisme dalam Islam. Tidak ada definisi
tas}awwuf yang tunggal. Definisi tas}awwuf dalam arti t}ari>q al-tas}awwuf (jalan tas}awwuf), menurut Ah}mad Ami>n, adalah ”Melulu (al-‘uqu>f) dalam beribadah, dan memutuskan diri (al-inqit}aq> ) untuk menuju pada Allah, serta berpaling (i‘ra>d)} dari kemewahan duniawi dan perhiasannya maupun zuhu>d darinya (memalingkan diri dari menikmati keduniawian, materi), baik harta benda maupun pangkat, sebagaimana yang dilakukan oleh jumhu>r --‘ulama>’, serta menyendiri (infira>d) dari berinteraksi dengan makhluk dalam kesunyian untuk beribadah.” Tujuan utama tas}awwuf adalah membantu seseorang agar dapat memelihara dan meningkatkan kesucian jiwanya sehingga merasakan damai baik ketika hidup maupun kembali kepada asal muasalnya. Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Yogyakarta: UI Press, 1986), Jilid II: 71, Ah}mad Ami>n, Z{uhr al-Isla>m, Cet. ke-3 (Kairo: Maktabat al-Nahd}ah alMis}riyyah, 1964), Juz IV: 151, dan Komaruddin Hidayat ”Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri”, dalam Budy Munawar-Rachman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995), 190-191. Mengenai asal-usul term tas}awwuf dapat dilihat dalam Hamzah Ya’qub, Tas}awwuf dan Taqarrub Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin (Bandung: Pustaka Madya, 1997), 9-12. Dalam sejarahnya ada dua aliran tas}aw > uf yang berkembang dalam masyarakat muslim, yaitu tas}aw > uf sunni> dan tas}aw > uf falsafi.> Tas}aw > uf sunni> ialah tas}aw > uf yang berpegang pada prinsip-prinsip ‘aqi>dah dan shari‘ah, yang dalam 209
yang terkenal Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n.50 Dalam sistem nafs ini terdapat subsistem yang bekerja sebagai alat yang memungkinkan manusia dapat berpikir, memahami dan merasa, yaitu qalb (hati),51 bas}ir> ah olah ruhaninya menekankan peningkatan akhla>q. Mereka tidak meninggalkan
‘aqi>dah dan shari>‘ah, dan tidak pula mengeluarkan kata-kata aneh. Shirk (syirik), khurafa>t dan bid‘ah selalu dijauhi. Para tokoh sufi aliran tas}aw > uf sunni> yang terkenal di antaranya H{ar> is al-Muh}as> ibi> (w. 243 H.) dengan konsep almuh}as> abah-nya, Sirri> al-Saqat}i>, al-Junayd dan al-Ghaza>li> (w. 1111 H.), dan ‘Abd al-Qa>dir al-Ji>la>ni> (470-561 H.) yang bermadhab H{anbali>. al-Ghaza>li> dan al-Ji>la>ni> merupakan dua tokoh sufi sunni> yang telah berkontribusi besar dalam memadukan antara tas}aw > uf> dengan shari>’ah, seperti tampak dalam karyanya masing-masing, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, dan al-Ghunyah li T{al> ib T{ari>q al-H{aqq fi> al> uf falsafi> Akhla>q wa al-Tas}awwuf wa al-Ab al-Isla>miyyah. Sedangkan tas}aw > uf yang menggunakan pendekatan filosofis dalam olah ruhaninya. ialah tas}aw Para pendiri tas}aw > uf ini sering dinilai sebagai zindi>q dan ilh}ad> karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip shari‘ah. Para tokoh sufi aliran ini antara lain, 1) Z{unnun al-Mis}ri> dengan konsep al-ma‘rifah-nya (bahwa pengetahuan tentang Tuhan ada tiga macam: pengetahuan wam dengan perantaraan dua kalimat shaha>dah, pengetahuan ‘ulama>’ dengan menggunakan alat logika dan akal, dan pengetahuan sufi, dengan menggunakan hati sanubari (‘a>rif) atau ‘ma‘rifah; 2) Abu> Yazi>d al-Bis}ta} m > i> dengan konsep al-fana>’ dan al-baqa>’nya; 3) H{usayn bin Mans}ur> al-H{alla>j ( w. 922 M.) dengan konsep h}ulu>l-nya (yaitu Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya), dan 4) Muh}yi al-Di>n Ibn ‘Arabi> (l. 638 H./1165 M.) dengan teori Wih}dat al-Wuju>d-nya (Kesatuan wujud dengan Tuhan). Sekilas tentang tas}awuf, kedua aliran dan para tokohnya, serta beberapa muatannya dan konteks kehidupan dewasa ini dapat dilihat dalam M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 149-183. 50 al-Ghaza>li>, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n pada Kita>b Sharh} ‘Aja’>ib al-Qalb, Juz III, 2 dst. 51 Dalam bahasa Indonesia, qalb (kalbu) digunakan untuk menyebut hati, baik dalam arti fisik (liver) maupun secara maknawi, tetapi dalam bahasa Arab, term qalb digunakan untuk menyebut banyak hal, seperti jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, bagian tengah, dan untuk menyebut sesuatu yang murni, bukan untuk menyebut organ tubuh yang disebut hati, sementara untuk hati digunakan term al-ka>bid. Lihat Ahmad Warson Munawwar, alMunawwar: Qa>mu>s ‘Arabi> Indu>ni>si> (Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984), 1232, dan 1271, dan Ibn Manz}ur> , Lisa>n al-‘Arab, 3713-3715, dan 38063807. Secara lughawi>, qalb artinya bolak-balik, dan ini menjadi karakteristik dari qalb itu sendiri, yaitu memiliki sifat inkonsisten, bolak-balik, sehingga pengertian qalb juga merujuk pada karakter ini. Ungkapan populer tentang qalb ”sammaytu al-qalba qalb-an litaqallubihi” , yang artinya kalbu disebut qalb karena sifatnya yang tidak konsisten. Ibn Manz}ur> , Lisa>n al-‘Arab, 3714. 210
(hati nurani), 52 ru>h} (roh) 53 dan ’aql (akal). 54 Dalam sistem nafs keempat subsistem tersebut, yakni ‘aql, qalb, ru>h} dan bas}ir> ah dapat
Gagasan qalb dalam al-Qur’andapat dibagi menjadi tiga. Pertama, fungsi dan potensinya. Fungsi utama qalb adalah sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai. Potensi qalb dalam hal inu sama dengan akal. Kedua, kandungannya. Kandungan qalb adalah: penyakit, perasaan takut, getaran, kedamaian, keberanian, cinta dan kasih sayang, kebaikan, iman, kedengkian, kufur, kesesatan, penyesalan, panas hati, keraguan, kemunafikan, dan kesombongan. Sesuai dengan karakternya yang bolak-balik dan inkonsisten, kadar kandungan hati dapat berubah-ubah, seringkali didominasi oleh satu atau dua hal, dan di lain waktu didominasi oleh satu atau dua hal yang lain. Pada satu saat ia pun dapat dipenuhi oleh berbagai hal yang tidak dominan atau bahkan kosong. Hati manusia dapat berpindah dari satu titik ke titik ekstrem lainnya. Ketiga, sifat dan keadaan qalb. Karakter qalb adalah tidak konsisten, karenanya ia dapat terkena konflik batin. Kualitas, tipe dan kondisi qalb dapat digambarkan oleh satu keadaan psikologis yang dilahirkan dari adanya interaksi yang terjadi antara pemenuhan fungsi memahami realita dan nilai-nilai (positif) dengan tarikan potensi negatif yang berasal dari kandungan hatinya. Proses interaksi psikologis itu mengantar hati pada kondisi dan kualitas hati yang berbeda-beda, antara lain keras dan kasar hati, hati yang terguncang, hati yang sesak, hati yang sangat takut, hati yang tetap tenang, hati yang bertaubat, hati yang takwa, dsb. Menurut al-Ghaza>li> kata al-qalb digunakan untuk dua arti: 1) sepotong organ sanubari (al-lah}m al-s}anu>bari)> yang terletak di dada sisi kiri, merupakan organ khusus, di mana di dalamnya ada ruang terbuka yang berisi darah hitam dan menjadi sumber roh; 2) kelembutan rabba>ni> yang bersifat rohani (lat}if> at-un rabba>niyyat-un ru>ha} n> iyyah), merupakan hakikat kemanusian dan itulah manusia potensial yang dikenai khit}ab> (perintah melaksanakan sesuatu ketaatan), maupun disiksa atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Senada dengan al-Ghaza>li>, Rashi>d Rid}a>, sebagaimana dikutip oleh Mubarak, juga membagi qalb itu menjadi dua macam, yaitu sepotong organ tubuh yang menjadi pusat peredaran darah (qalb al-badan), dan qalb merupakan subsistem nafs (qalb al-nafs) yang menjadi pusat perasaan. Bagian pertama memiliki pengaruh yang besar terhadap kesehatan badan dan bagian kedua memiliki pengaruh terhadap kesehatan jiwa. Tentang qalb lebih lanjut lihat alGhaza>li>, Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n, Juz III, 3, dan Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 109-118. 52 Kata bas}ir> ah jika dihubungkan dengan manusia, maka ia mempunyai empat arti, yaitu ketajaman hati (quwwat al-qalb al-mudrikah), kecerdasan, kemantapan dalam agama, dan keyakinan hati dalam hal agama dan realita. Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 118-126. 53 Ru>h} (roh) dalam bahasa Arab digunakan untuk menyebut jiwa, nyawa, nafas, wahyu, perintah dan rahmat. Jika kata rohani dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut lawan dari dimensi jasmani, maka dalam bahasa Arab kata 211
diilustrasikan sebagai berikut. Manusia memiliki dimensi rohani yang terdiri dari nafs, ‘aql, qalb, ru>h} dan bas}ir> ah. Nafs diibaratkan sebagai ruangan yang sangat luas dalam alam rohani manusia. Dari dalam nafs itulah manusia digerakkan untuk menangkap fenomena yang dijumpai, menganalisisnya dan mengambil keputusan. Kerja nafs dilakukan melalui jaringan qalb, ‘aql dan bas}ir> ah, tetapi semuanya baru berfungsi ketika roh berada dalam jasad dan fungsi kejiwaan telah sempurna. Qalb merupakan bagian dalam nafs yang bekerja memahami, mengolah, menampung realitas sekelilingnya dan meutuskan sesuatu. Sesuai dengan potensinya itu qalb menjadi kekuatan yang sangat dinamis, tetapi ia bersifat temperamental, fluktuatif, emosional dan pasang surut. Untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, qalb bekerja dengan jaringan akal, tetapi kondisi qalb dan akal seringkali tidak optimal sehingga masih dimungkinkan terkontaminasi oleh pengaruh syahwat, atau dorongan kepada hal-hal yang bersifat negatif, dan dalam keadaan demikian, ‘aql dan qalb dapat melakukan helah atau rekayasa mental, yakni memandang sesuatu yang salah, dengan alasanalasan (ma’a>dhi>r) yang dibuatnya, seakan-akan yang salah itu menjadi wajar. Dalam hal inilah, bas}ir> ah bekerja mengoreksi penyimpangan yang dilakukan qalb dan ‘aql. Dengan demikian, ru>ha} n> iyyu>n-ru>ha} n> i> digunakan untuk arti semua jenis makhluk halus yang tidak berjasad, seperti malaikat dan jin. Ibn Manz}ur> , Lisa>n al-‘Arab, 1763-1771. Dalam perspektif sistem nafs, roh menjadi faktor penting bagi aktivitas nafs manusia ketika hidup di bumi ini, sebab tanpa roh, manusia sebagai totalitas tidak lagi dapat berpikir dan merasa. Tentang roh lebih lanjut lihat Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 127-131. 54 al-‘aql (akal) mengandung arti mengikat atau menahan, dan secara umum dipahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan (alquwwah al-muhayyi’ah liqubu>l al-‘ilm). Dalam al-Qur’anterdapat 49 kali penyebutan kata al-‘aql, yang mengandung pengertian mengerti, memahami dan berpikir. Dalam konteks ini, menurut Malinda Jo Levin sebagaimana dikutip dalam Mubarok, psikologi membahas anatomi otak sebagai alat berpikir dengan sangat rinci, lengkap dengan pembagian kerjanya. Otak kiri misalnya bekerja untuk hal-hal yang bersifat logis, seperti berbicara, bahasa, hitungan matematik, menulis dan ilmu pengetahuan, sementara otak kanan bekerja untuk hal-hal yang bersifat emosi, seperti seni, apresiasi, intuisi dan fantasi. Lebih detail tentang al‘aql lihat Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 118-126. 212
dalam konteks kesehatan, dapat dikatakan bahwa kondisi qalb dan ‘aql yang tingkat kesehatannya optimum itulah yang disebut bas}ir> ah atau hati nurani.55 Dengan demikian, pembahasan tentang kesehatan mental berhubungan pula dengan pembahasan tentang nafs, qalb. Hal ini secara jelas, misalnya dapat dilihat dari penggunaan term nafs dan qalb oleh Ibn Si>na>, sebagaimana tercantum dalam kitabnya alQa>nu>n fi> al-T{ibb.56 Dalam konteks inilah Ibn Si>na> mempunyai peranan penting dalam melakukan diagnosis dan penyembuhan yang efektif terhadap penyakit-penyakit, termasuk penyakit mental. Hal ini sebagaimana tampak dalam al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb, karya sains monumental, yang memuat klasifikasi yang terbaik tentang penyakit-penyakit dan terapinya. Menurut Ibn Si>na>, pada hakikatnya keadaan-keadaan pikiran, ”sakit” mental bukanlah akibat dari penyakit-penyakit fisik, tetapi lebih diakibatkan oleh tidak stabilnya atau disharmonitas kondisi manusia dalam humor-humornya.57 Tidak stabilnya atau disharmonitas kondisi panas atau dingin seseorang menurut tabiat normal, menyebabkan ia dapat terserang sakit mental. Dalam kondisi seperti ini hati menjadi lemah. Ketidakstabilan atau disharmonitas kondisi panas atau dingin tersebut bisa dipengaruhi oleh, misalnya, keadaan sedih atau putus asa. Tentang hal ini dapat kita lihat dalam al-Qa>nu>n, pada
Fas}l-un fi> Wuju>hi al-Istidla>li ’ala> Ah}wa>l al-Qalbi wa Hiya Thama>niyatu Awju>h-in (Pasal tentang Arah-arah yang
menunjukkan terhadap keadaan-keadaan hati, yaitu ada delapan) dalam Juz II sebagai berikut:58 ”Kekuatan tubuh itu menunjukkan pada kekuatannya tubuh, sebaliknya lemahnya tubuh jika bukan karena sebab penyakit pusing dan kepanasan/kelaparan berarti lemahnya tubuh, dan lemahnya tubuh itu menunjukkan pada tabiat 55
Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern, 133-134. Misalnya lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 263-265. 57 Lihat Chishti, The Traditional Healer’s Handbook, h. 4; dan lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n , Jilid II, 263-265. 58 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 263-264. 56
213
atau komposisi elemen/unsur buruk padanya, dan kuatnya tubuh menunjukkan keseimbangan kompisisi tabiatnya, yakni adanya unsur panas yang bersifat instrinsik dan ruh (jiwa) hewani itu keduanya banyak pada tubuh tidak berupa kobaran panas, tetapi sebagai dua sinar yang jernih”. Adapun tabiat dari panas (dalam hati) itu ditunjukkan oleh kobaran yang sangat panas, dan jiwa yang cemas, serta seringkali mengakibatkan rasa sakit dalam jiwa (gangguan jiwa). Adapun terhadap kebimbangan-kebimbangan maka yang cenderung kepada kesiapan, optimis dan penuh harap itu menunjukkan (keadaan) hati yang kuat dan stabil yang dengannya seseorang dapat merasakan keseimbangan antara keadaan panas dan dinginnya hati.” Sedangkan kebimbangan yang cenderung kepada sesuatu yang mengusik dan menyakitkan hati, maka ini menunjukkan kepada keadaan hati yang panas; sedangkan (kebimbangan) yang cenderung ke arah perasaan takut dan keperihatinan, maka ini menunjukkan keadaan hati yang dingin dan kering. Keadaan-keadaan yang terasa di hati seperti kobaran panas, dan rasa berdebar-debar, sesungguhnya di antaranya itu ada yang menunjukkan hati yang menyendiri pada tabiatnya seperti kobaran panas tersebut; dan sebagian lagi tidak menunjukkan hal itu kecuali dengan adanya gejala seperti rasa berdebar-debar. Sesungguhnya rasa berdebar-debar itu mengiringi seluruh penjuru hati yang lemah dan tabiat yang buruk, sehingga rasa berdebar-debar itu tidak menunjukkan suatu keadaan khusus; dan adakalanya rasa berdebar-debar itu banyak disebabkan oleh perasaan hati yang kuat, sehingga rasa berdebar-debar itu pun muncul dari kebimbangan, uap (panas), dan sejenisnya yang sampai ke dalam hati”. Kondisi hati di atas tidak lepas dari pengaruh-pengaruh yang menyebabkannya menjadi stabil atau sebaliknya, kacau (disharmonitas). Beberapa sebab atau faktor yang berpengaruh terhadap hati di antaranya adalah sesuatu yang khusus pada hati saja, dan diantaranya berupa sesuatu yang bersekutu pada hati dan selainnya, seperti sebab-sebab yang berpotensi pada 214
komposisi cairan (humor) dan sebab-sebab yang berpotensi pada pelepasan diri, dan segala yang menyerupai sebab-sebab itu. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hati itu terpengaruh oleh sebabsebab yang muncul dari sisi jiwa dan sebab-sebab yang muncul dari sisi emosi kejiwaan. Oleh karena itulah, Ibn Si>na> mengatakan:59 ”Adapun jiwa ketika dalam keadaan sesak, panas,
atau dingin sekali, satu pertanda hati akan terserang sakit”.
Sedangkan emosi kejiwaan berpengaruh terhadap hati, sehingga ketika di antara emosi-emosi itu sangat kuat bahkan terlalu berpengaruh pada keteraturan keadaan tabiat suhu panas yang mengarah pada bagian dalam atau mendorongnya keluar, maka hati akan sampai merasa gelap bahkan akan rusak. Potensi marah dapat berpengaruh terhadap hati, hati sedikit demi sedikit menjadi rusak. Kurang tidur, melatih diri tidak makan dan minum atau puasa (riya>da} h) akan mengakibatkan hilangnya energi, dan perlahan-lahan lemahnya mental.60 Hal di atas menunjukkan bahwa agar hati manusia menjadi kuat dan stabil, maka ia dianjurkan agar bersikap optimis dan penuh harap (al-’amal wa h}usn al-raja>’). Alasannya, karena sikap ini dapat mendorong hati menjadi kuat, kondisi panas dan dinginnya menjadi stabil; sebaliknya sedih dan putus asa justru akan menjadikan hati tidak kuat dan tidak stabil (disharmonis).61 Dengan demikian, agar hati manusia terjaga atau terobati dari penyakit mental, maka terapi psikosomatis yang diberikan Ibn Si>na> adalah, misalnya, dengan bersikap optimis dan penuh harap. Bersikap optimis ini selaras dengan larangan al-Qur’anterhadap sikap pesimis (QS. Yu>su>f[12]: 87).62 Selain itu, juga dengan konsep pentingnya tidur. Menurut Ibn Si>na>, tidur dipandang sebagai bentuk istirahat yang ideal,
59
Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 265. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 265. 61 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid II, 263-265. 62 Ayat tersebut artinya: ”…Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. Yu>suf[12]: 87). 60
215
baik secara fisik maupun mental. Kurang tidur akan mengakibatkan hilangnya energi, dan lemahnya mental.63 Pengertian Ibn Si>na> tentang kesehatan mental tersebut dapat kita telusuri lebih jauh melalui kerangka filsafatnya, yaitu mengenai teori tentang hubungan jiwa-raga (soul-body, nafsjasad). Dari argumen Ibn Si>na> dapat dipahami bahwa atribut mental dan fisik merupakan genre (bidang/bagian) yang secara kualitatif berbeda.64 Konsep Ibn Si>na> terkait dengan mental juga ditempatkan dalam konteks dua pengaruh pikiran terhadap tubuh, yaitu pengaruh emosi (infi’a>l) dan kemauan (ira>dah). Ibn Si>na> menjelaskan pengertian emosi seperti marah, gembira atau senang, terkejut, dan susah atau perihatin. Keadaan emosi tersebut diungkapkan oleh Ibn Si>na> dengan istilah gerakangerakan ruh (h}araka>t al-ru>h)} atau gerakan-gerakan psikologis (h}araka>t al-nafsa>niyyah) keluar atau gerakan ke dalam, adakalanya sekali gerakan atau adakanya bertahap/sedikit demi sedikit. 65 Konsep Ibn Si>na> tersebut dengan karakteristiknya yang membedakan antara berbagai keadaan emosi itu menguatkan hakikat penting tentang emosi yang dijelaskan oleh ilmu jiwa kontemporer; bahwa keadaan emosional tersebut pada hakikatnya adalah efek dari pengaruh dan perubahan yang terjadi dalam suatu keadaan yang bersifat psikologis atau kejiwaan, berupa maksud untuk mengambil tempat pada keadaan tidak adanya keseimbangan. Menurut Ibn Si>na> keadaan emosi mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dan dikelompokkan sebagai berikut.66 a. emosi marah (infi’a>l al-ghad}ab):67 cirinya yaitu adanya gerakan keluar (al-h}arakah ila> al-kha>rij) sekali saja, yakni disertai dengan perbuatan yang dapat berakibat perlawanan dan penolakan
63
Lihat misalnya di Jilid II, 265. Dikutip dalam Syarif, Para Filosof Muslim, 114. 65 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 94. 66 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 94-95, dan 134-135. 67 Tentang persoalan marah lebih lanjut juga dapat dilihat dalam Albi>z Nas}ri> Na>dir, al-Nafs al-Bashariyyah ‘inda Ibn Si>na> (Beirut: Da>r al-Mashriq, 1998), 9798. 64
216
terhadap jiwa dengan disertai adanya perbuatan dan gerakangerakan yang beragam. b. emosi kekhawatiran dan ketakutan (infi’a>l al-faza>’ wa alkhawf): ditandai dengan gerakan kedalam, sekali gerakan, dan diiringi dengan terhentinya perbuatan menahan diri dan memusatkan diri ke arah seputar zat atau eksistensi tubuh. c. emosi kesenangan dan kegembiraan (infi’a>l al-ladhdhah wa alfarah}): serupa dengan marah, cirinya gerakan keluar secara beruntutan, dari segi adanya pengaruh perbuatan dan condong pada perbuatan dan sesuatu yang berupa kesenangan agar semakin bertambah dan terus menetap, dalam bentuk yang bertahap. d. emosi sedih (infi’a>l al-h}uzn): sama dengan kekhawatiran, cirinya gerakan kedalam, dari segi terhentinya perbuatan dan condong untuk kelangsungan perbuatan itu. Emosi tersebut mengambil bentuk secara bertahap pula. Kesedihan (al-h}uzn), menurut Ibn Si>na> adalah suatu rasa sakit yang bersifat kejiwaan yang timbul sebab tidak tercapainya apa-apa yang dicintainya atau hilangnya sesuatu yang dibutuhkan atau dicari.68 Selain keempat emosi itu terkadang badan merasakan emosi kejiwaan lainnya, seperti gambaran psikologis yang berpengaruh terhadap persoalan watak/tabiat –manusia.69 Dalam ilmu jiwa kontemporer sebagian realitas wujud ketika ditimpa oleh ketakutan maka ia terhenti tidak melakukan gerakan, seperti keadaan asal bagi sebagian wujud itu mempunyai bentuk yang bersifat pembawaan (alami) untuk menyesuaikan diri dengan sesuatu yang dihadapinya dan menolak yang tidak disukainya, serta menjaga diri dari keadaan yang mungkin terjadi yang tidak disukai oleh emosi tersebut. Ibn Si>na> telah menulis dalam kitabnya al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb dengan judul (fasal ke-14) tentang sesuatu yang memastikan gerakan-gerakan jiwa atau psikologis (fi> Mu>jiba>t al-H{araka>t al-Nafsaniyyah). Ringkasnya menurut Ibn Si>na>, emosi seperti marah, senang, takut dan sedih adalah keadaan gerakan-gerakan ruh keluar atau kedalam, 68
Ibn Si>na dalam http://www.muslimphilosophy.com/sina/works/hzn.pdf, diakses pada 2 November 2010. 69 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 95. 217
terkadang sekali atau bertahap, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada kondisi psikologis. 70 Persoalan emosi tersebut menjadi bagian penting dalam kehidupan psikologis dalam perilaku manusia dan terkait erat dengan berbagai kekuatan yang mendorong atau memotivasi perbuatan manusia, karena sesungguhnya motivasi perilaku manusia itu mengandung aspek emosional.71 Berdasarkan pengalaman medisnya, Ibn Si>na> mengatakan bahwa sebenarnya secara fisik orang-orang yang sakit, hanya dengan kekuatan kemauannyalah, ia dapat menjadi sembuh dan, begitu pula, orang-orang sehat dapat menjadi benar-benar sakit jika terpengaruh oleh pikirannya bahwa ia sakit. Sesungguhnya emosi yang kuat, seperti rasa takut, dapat benar-benar merusak dan menyebabkan kematian, dengan mempengaruhi fungsi-fungsi vegetatif: ”Ini terjadi bila suatu penilaian bersemayam di dalam jiwa; penilaian, sebagai suatu kepercayaan murni, tidak mempengaruhi tubuh, tetapi berpengaruh bila kepercayaan ini diikuti rasa gembira atau rasa sedih”. Gembira dan sedih juga merupakan keadaan-keadaan mental, lanjut Ibn Si>na>, tetapi keduanya mempengaruhi fungsi-fungsi vegetatif. Dalam hal ini ia mengatakan: ”Kami tidak menganggapnya sebagai hal mustahil bahwa sesuatu dapat terjadi pada jiwa, sepanjang sesuatu itu terjelma, dan kemudian diikuti oleh keadaan-keadaan tertentu pada tubuh itu sendiri. Imajinasi, selama diketahui, bukanlah merupakan suatu pengaruh fisik, tetapi bisa terjadi, misalnya mengembang….Sesungguhnya, bila suatu gagasan tertanam kuat dalam imajinasi, maka gagasan tersebut mengharuskan adanya perubahan temperamen”.72 Keterangan tersebut persis sama dengan gagasan-gagasan kesehatan yang ada pada benak dokter yang menghasilkan
70
Mans}ur> , dkk., al-Sulu>k al-Insa>ni>, 214. Mans}ur> , dkk., al-Sulu>k al-Insa>ni>, 214. 72 Dikutip dalam Syarif, Para Filosof Muslim, 118. 71
218
penyembuhan melalui sarana, tetapi jiwa melakukan hal itu tanpa sarana apa pun. Sebenarnya jika jiwa cukup kuat, jiwa dapat menyembuhkan dan menyakitkan badan lain tanpa sarana apa pun. Di sini Ibn Si>na> menunjukkan bukti dari fenomena hipnotis dan sugesti (al-wahm al-‘a>mil).73 Menurut Mus}ta} fa> Gha>lib, teori jiwa Ibn Si>na> pada dasarnya banyak diilhami oleh konsep jiwa Aristoteles, meskipun Ibn Si>na> mempunyai teori dan pandangan yang bertentangan dengan Arsitoteles. Hal ini disebabkan oleh faktor iman dan akidah Islam yang diyakininya.74 Keberadaan jiwa menurut Ibn Si>na> laksana jawhar ru>ha} n> iyyah (eksistensi ruh) yang terdapat pada zatnya sendiri, seperti asal kekuatan (potensi) pasif, aktif, misalnya mengatur temperamen/sifat/watak, memerintahkan anggota tubuh manusia. Menurutnya, jasad/tubuh membutuhkan jiwa, sebaliknya jiwa tidak membutuhkan tubuh.75 Lebih lanjut, tubuh tidak dapat dipahami (didefinisikan) kecuali bila dihubungkan dengan jiwa, sedangkan jiwa sebaliknya: jiwa dapat dipahami tanpa dihubungkan dengan tubuh. Dengan ungkapan lain, tubuh tidak mungkin ada kecuali dengan adanya jiwa, karena ia merupakan sumber hidup dan gerak tubuh, sedangkan jiwa hidup secara terpisah dari tubuh, menuju ke alam yang tinggi, hidup dengan bahagia. Jadi, menurut Ibn Si>na>, jiwa adalah jawhar ru>ha} n> iyyah qa>’im bi dha>tih (eksistensi ruh yang berdiri sendiri).76 Jiwa menguasai tubuh dan ma’qu>la>t (akal/pikiran). Karena jiwa menguasai badan, maka ada persamaan antara jiwa dengan quwwah h}ayawa>niyyah (potensi hewani) 77 yang cenderung 73
Syarif, Para Filosof Muslim, 118. Dikutip dalam Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 50. 75 Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 50. 76 Lihat Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 50, dan Na>dir, al-Nafs al-Bashariyyah ‘inda Ibn Si>na>, 16, juga Ibn Si>na>, Ahwa>’ al-Nafs, ditah}qi>q oleh Ah}mad Fu>’ad alAhwa>ni> (Kairo: Da>r Ih}ya>' al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1952), 258. 77 Jiwa (ruh, potensi) tumbuh-tumbuhan, mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek melahirkan, 74
219
menjadikan manusia dalam kondisi tertentu. Dengan jiwa itu manusia menjadi cepat berbuat dan memberi respons, seperti rasa gelisah, malu, tertawa, menangis, dan lain-lain. Jiwa menggunakan potensi hewani dalam memutuskan untuk membuat menajemen perkara alami dan perkara yang sangat dibuat, serta mengarahkan tubuh untuk melakukannya. Tindakan ini kemudian menghasilkan opini-opini yang terkenal, seperti berdusta itu jelek, dan berbuat zalim itu keji. Sedangkan hal kedua yang menopang keberadaan jiwa adalah akal pasif, yang menunjukkan independensi jiwa dari tubuh.78 Sedangkan akal (al-’aql) dalam pandangan Ibn Si>na> terdiri dari dua aspek: aspek yang melibatkan antara manusia, hewan, dan tumbuhan. Definisi jiwa dari aspek ini adalah kesempurnaan tubuh natural yang secara otomatis (mekanik) hidup dengan potensi (kama>l li jism t}abi>’i> ’a>li> dhi> h}aya>t bi al-quwwah), yang melibatkan antara manusia dan malaikat. Definisi jiwa dalam aspek ini adalah substansi rohaniah yang menyempurnakan tubuh serta menggerakkannya atas kemauan sendiri dengan potensi rasio intelejensi dalam jiwa manusiawi (jauharun ru>ha} n> iyyatun takmulu
al-jisma wa tuh}arrikuhu bi al-ikhtiya>ri ’an mabda’i nut}qi>n ’aqli>n bi al-quwwati fî al-nafsi al-insa>niyyah). Jiwa dari aspek ini disebut juga dengan al-nafsu al-kulliyyatu al-malakiyyah/al-’aqlu al-kulli, ’aql al-kulli>.
Ibn Si>na> meyakini bahwa bentuk tubuh dapat tampil dalam bentuk khusus dan menjalankan tugas tertentu. Seperti halnya pedang adalah besi tajam untuk memotong. Dalam konteks ini besi adalah tubuh/benda mati, tajam adalah sifat yang melekat pada alat pemotong tersebut yang merupakan gambaran roh tubuh, atau disebut jiwa (nafs). Menurutnya, jiwa adalah kesempurnaan awal (utama), karena dengannya spesies (jins) menjadi sempurna, sehingga menjadi manusia yang nyata. Jiwa (ruh) merupakan kesempurnaan awal (utama), dalam pengertian bahwa ia adalah prinsip pertama yang dengannya suatu spesies (jins) menjadi tumbuh dan makan. http://pesantren.or.id. 42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/ eksistensiruh. single?seemore =y 78 Lihat Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 51. 220
manusia yang bereksistensi secara nyata. Artinya, jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi tubuh. Sebab, tubuh sendiri merupakan prasyarat bagi definisi jiwa, karena ia bisa dinamakan jiwa jika aktual di dalam tubuh dengan satu perilaku dari berbagai perilaku dengan mediasi alat-alat tertentu yang ada di dalamnya, yaitu berbagai anggota tubuh yang melaksanakan berbagai fungsi psikologis. Jiwa dalam arti ru>h} (roh) diklasifikasikan oleh Ibn Si>na> menjadi 3 bagian, yang masing-masing bagian saling mengikuti, yaitu:79 a. Jiwa (roh) nabati, mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Jiwa ini merupakan kesempurnaan utama bagi fisik yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik dari aspek reproduksi, pertumbuhan dan makan. Makanan merupakan suatu fisik yang menyerupai sifat fisik yang dikatakan sebagai makanannya. b. Jiwa (roh) hewani, mencakup semua daya yang ada pada manusia dan hewan. Roh ini didefinisikan sebagai sebuah kesempurnaan utama bagi fisik alami yang bersifat mekanistik dari aspek persepsi terhadap partikular-partikular, dan bergerak atas kehendak sendiri. c. Jiwa (roh) insani, mencakup daya-daya khusus pada manusia. Jiwa ini melaksanakan fungsi yang dinisbatkan pada akal. Jiwa ini didefinisikan sebagai kesempurnaan utama bagi fisik alami yang bersifat mekanistik, dimana pada satu sisi ia melakukan berbagai perilaku eksistensial berdasarkan ikhtiar pikiran dan kesimpulan ide, serta pada sisi lain ia mempersepsikan semua persoalan yang bersifat universal. Masing-masing ketiga jiwa di atas memiliki fakultasfakultas. Jiwa nabati memiliki tiga fakultas, yaitu daya makan (alquwwah algha>dhiyyah), daya tumbuh (al-quwwah al-munmmiyah), dan daya reproduksi (al-quwwah al-muwallidah).80 Sedangkan jiwa hewani memiliki dua fakultas, yaitu penggerak (al-quwwah al79
Ibn Si>na>, Psikologi Ibn Si>na>, terjemahan dari Ah}wa>l al-Nafs: Risa>lah fi> alNafs wa Baqa>’iha> wa Ma’a>diha>, penyunting Irwan Kurniawan (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), 63. 80 Ibn Si>na>, Psikologi Ibn Si>na>, 63-64. 221
muh}arrikah) dan daya persepsi (al-quwwah al-mudrikah).81 Adapun jiwa rasional insani terbagi menjadi dua, yaitu fakultas praktis dan fakultas teoritis. Masing-masing dari kedua fakultas ini disebut akal dalam pengertian homonim.82 Oleh karena itulah, manusia tidaklah dinamakan manusia dengan hanya keempat unsur saja: api, air, udara, dan tanah, tetapi manusia adalah yang memikirkannya kemudian menjadi berbentuk. Jadi, jiwa belum ada sebelum adanya badan, setiap kali tercipta badan dan hidup, maka terbentuklah jiwa untuknya, lalu badan yang baru itu memiliki jiwa tersebut. Jiwa tidak mungkin berasal dari materi seperti tubuh, karena ia berlawanan dengan tubuh. Untuk itu, jiwa berhubungan dengan pancaran/emanasi dalam istilah akal.83 Berdasakan teori jiwa tersebut, jika keempat usur di atas bercampur secara seimbang, maka komposisi ini akan menghasilkan badan dan dipersiapkan menerima jiwa. Setiap kali kadar komposisi ini bertambah sempurna atau seimbang, maka tubuh yang dihasilkan menjadi semakin lebih baik, sehingga jiwa menjadi semakin halus/lembut pula. Perumpamaan tubuh sehat dan yang dihasilkan dari komposisi yang kurang seimbang, seperti pohon, besi, dan air laut, yang menerima jiwa yang subur disebut fisik/t}abi>’ah. Berdasarkan analogi ini jiwa nabati lebih lembut dibandingkan dengan jiwa benda keras. Jiwa hewan ternak lebih lembut dibandingkan dengan jiwa nabati. Sedangkan tubuh manusia lebih seimbang/sempurna dibandingkan dengan tubuh binatang ternak, tumbuhan, dan benda keras lainnya, karena tubuh manusia menerima jiwa yang terlembut dari semua jiwa. Koneksitas jiwa dengan tubuh ini dipersiapkan dalam setiap tubuh agar jiwa yang dipersiapkan itu dapat menyeimbangkan tubuh.84 Jiwa menurut Ibn Si>na> mempunyai tiga fungsi, yaitu (1) fungsi yang secara bersamaan juga terdapat pada hewan dan tidak terdapat pada tumbuhan, seperti merasa, berimajinasi, dan berkeinginan (al-ira>dah). (2) Fungsi yang secara bersamaan 81
Ibn Si>na>, Psikologi Ibn Si>na>, 64-67. Ibn Si>na>, Psikologi Ibn Si>na>, 67-72. 83 Lihat Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 51-52. 84 Lihat Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 52-53. 82
222
terdapat pada hewan dan tumbuhan, seperti makan, tumbuh, dan berkembang biak. (3) Fungsi yang secara khusus hanya ada pada manusia, yaitu intelegensia (akal). Dengan demikian ketika fungsi jiwa ini berjalan, berarti secara otomatis ada keseimbangan humor dalam tubuh manusia, yang menjadikan dirinya sehat, tidak terganggu pikirannya.85 B. Terapi Psikosomatis Dalam bagian ini akan diuraikan konsep terapi psikosomatis Ibn Si>na>, serta konsep terapi psikosomatis Barat modern. Dua bahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui konsep terapi baik menurut Ibn Si>na> dan menurut kedokteran Barat modern. Dengan demikian, pada pembahasan berikutnya konsep kesehatan mental Ibn Si>na> akan tampak signifikansi dan relevansinya bagi terapi psikosomatis modern. 1.. Terapi Psikosomatis Ibn Si> >na> Sina> na Ibn Si>na>, sebagaimana pendapat Hossein Nasr, mempunyai pandangan klinis yang luas dan dianggap sebagai orang pertama yang menjelaskan berbagai obat dan penyakit, seperti meningitis, yang pertama kali dijelaskannya secara tepat. Tetapi pada dasarnya ia terkenal di satu pihak karena penetrasi dan pengertiannya tentang prinsip filosofis ilmu kedokteran, dan di pihak lain karena keahliannya dalam hal penyembuhan psikologis terhadap penyakit fisik atau yang sekarang disebut ”ilmu medis psikosomatis” (psychosomatic medicine). 86 Dengan demikian, Ibn Si>na>
Lihat Mus}ta} f> a> Gha>lib, Ibn Si>na>, 52-53. Nasr, Science and Civilization, 211. Term psychosomatic medicine misalnya dipergunakan oleh Reinhart Schüppel, Jürgen Gatter dan Vladimir Hrabal, Teaching Psychosomatic Medicine: Predictors of Students’ Attitudes Toward a Compulsory Course (Jurnal of Psychosomatic Research, Vol. 42, No. 5, 481-484, 1997, A. N. Singh, Recent Advences in the Psychopharmacology of Psychosomatic Medicine (Elsevier, International Congress Series 1287, 2006) 206-212, Takahisa Ushiroyama, Clinical Efficacy of Psychotherapy Inclusive of 85 86
223
mempunyai terapi medis tentang kesehatan mental (terapi psikosomatis). Istilah psychosomatic diambil dari bahasa Yunani psyche dan soma. Psyche pada masa dahulu digunakan untuk arti jiwa (soul) atau pikiran (mind), dan belakangan digunakan untuk arti perilaku (behavior). Adapun kata soma berarti organ fisik, tubuh.87 Jadi istilah psychosomatic menunjukkan hubungan antara proses psikologi atau perilaku pada satu sisi dan struktur organ atau tubuh pada sisi yang lain. 88 Sebagai istilah teknis, psychosomatic sekarang ini digunakan untuk dua pengertian. Pertama, terkadang mengindikasikan keseluruhan, organisasi, atau integrasi suatu organisme. Pada esensinya, bentuk kata tunggal itu mencakup ide bahwa psikologi dan biologi tidaklah terpisah, bahkan menjadi satu unit. Kedua, istilah itu menunjukkan bahwa sungguhpun suatu organisme menyatu, akan tetapi aspek-aspek psikologi dan somatik dapat dipisahkan, dapat dipelajari secara terpisah dan independen, dan dapat dipandang menurut pengertian hubungan antara kedua aspek tersebut. Kedua penggunaan psikosomatik itu telah diterima pada saat sekarang; bagaimanapun, fokus atensinya adalah pada bagian yang kedua.89 Pertimbangan yang sistematis dan analisis cermat adalah penting untuk progres atau kemajuan penelitian. Bahkan lebih khusus, menurut perspektif yang kedua, istilah psikosomatik berarti pengaruh proses psikologis terhadap proses-proses biologis. Pengaruh proses biologis terhadap proses-proses psikologis, yaitu terhadap perilaku, mungkin lebih dekat disebut somatopsychis.90 Dengan demikian, psikosomatis atau somatisasi adalah gangguan psikis yang tampil dalam bentuk gejala-gejala fisik. Dengan kata lain, psikosomatis adalah penyakit fisik yang Buddhist Psychology in Female Psychosomatic Medicine (Elsevier, International Congress Series 1287, 2006) 334-339. 87 Sheldon J. Lachman, Psychosomatic Disorders: A Behavioristic Interpretation Approaches to Behavior Pathology Series (Kanada: Jhon Wiley & Sons, Inc., 1972), 2. 88 Lachman, Psychosomatic Disorder, 2-3. 89 Lachman, Psychosomatic Disorder, 3. 90 Lachman, Psychosomatic Disorder, 3. 224
disebabkan oleh program pikiran negatif dan/atau masalah emosi seperti stres, depresi, kecewa, kecemasan, rasa berdosa, dan emosi negatif lainnya.91 Penyakit psikosomatik diketahui melalui kriteriakriterianya. Menurut Sheldon J. Lachman, dari Wayne State University, ada tiga keriteria suatu penyakit dikatakan sebagai penyakit psikosomatik.92 a. Penyakit ini bukanlah pelengkap pada faktor-faktor fisik secara langsung sebagaimana pukulan mekanik, luka kena pisau, organisme kuman, toksin eksogenus (exogenous toxin), atau faktor lain. b. Penyakit ini merupakan fungsi perilaku internal --sebuah fungsi dari perilaku yang oleh organ hanya dikontrol secara minim, atau pada akhirnya untuk bagian terbesar yang secara normal tidak dikontrol secara langsung. Setiap perilaku ini berhubungan dengan keadaan-keadaan rangsangan emosional. c. Secara emosional penyakit tersebut memberikan perubahanperubahan ”otonomik” yang kuat. Perubahan itu adalah perubahan dari sebuah magnitude (gerakan tarik-menarik) yang cukup sehingga menimbulkan gejala/simptom. Tidak pelak lagi, pembangunan instrumen, prosedurprosedur, dan unit-unit dari ukuran yang banyak memperoleh identifikasi yang tepat terhadap variabel-variabel suatu kemungkinan peristiwa yang akan terjadi, di masa mendatang, akan mendapatkan diagnosis yang lebih baik.93 Ciri-ciri psikosomatis ditandai dengan adanya keluhan dengan gejala fisik yang beragam, antara lain seperti apa yang dirasakan, mulai dari pegal-pegal, nyeri di bagian tubuh tertentu, mual, muntah, kembung atau perut terasa tidak enak, sendawa, serta sekujur tubuh terasa tidak nyaman. Tidak jarang, ada yang merasa kulitnya seperti gatal, kesemutan, mati rasa, pedih seperti terbakar, dan sebagainya. Rasa sakit di kepala, migrain, nyeri di 91
http://www.hipnoterapi.asia/psikosomatis.htm, dan http://health.detik.com/read/2010/ 05/ 15/141532/1357538/770/gangguanpsikosomatis, diakses pada 14 Juli 2010. 92 Lachman, Psychosomatic Disorder, 182. 93 Lachman, Psychosomatic Disorders, 182. 225
bagian dada, punggung dan tulang belakang, linu pada persendian, bahkan sampai rasa nyeri saat berhubungan seks juga bisa saja disebabkan oleh masalah emosi. Keluhan semacam itu bisa berlangsung lama dan berulangulang serta berganti-ganti atau berpindah-pindah tempat, dan memang bisa dirasa sangat mengganggu sehingga wajar jika seseorang berulang kali memeriksakan diri ke dokter. Orang yang mengalami psikosomatis mungkin akan sulit membedakan apakah penyakit yang dideritanya itu psikosomatis atau disebabkan gangguan organis biasa, apalagi jika masalah emosi/pikiran penyebab sakit itu tidak disadari. Cara paling mudah dan akurat untuk mengetahui apakah suatu penyakit adalah psikosomatis atau sakit biasa adalah dengan hipnotis. Pikiran bawah sadar tahu apa yang terjadi pada seseorang yang sedang dihipnotis. Hypnotherapist bisa bertanya langsung ke pikiran bawah sadar seseorang yang sedang dihipnotis.94 Terapi psikosomatis tersebut mempunyai tujuan utama. Tujuan utama psikoterapi terhadap penyakit psikosomatik sebagai berikut:95 a. Membantu seseorang menyadari peranan emosi-emosi dalam pembangunan (pengembangan) dan pengendapan penyakitpenyakit secara umum dan pengendapan penyakit-penyakitnya secara khusus. b. Membantu seseorang mengidentifikasi secara khusus --atau sebisa mungkin-- terhadap situasi-situasi emosi yang sedang berkembang dan konflik-konflik yang bekerja untuknya. c. Untuk membantu pasien dalam melakukan kontrol terhadap kegiatan-kegiatan terlihat jelas, yang berhubungan dengan gerakan emosional. Tujuan ini meliputi tidak hanya melatih seseorang untuk menerima situasi-situasi emosional, namun juga melatih dirinya untuk mengabaikan setiap situasi dan, jika mereka dihadapi, untuk membuat deal (keputusan) yang konstruktif. Hal ini juga berhubungan dengan perilaku-perilaku yang tampak jelas untuk mengurangi atau menghamburkan 94 95
Sumber: http://www.hipnoterapi.asia/psikosomatis.htm. Lachman, Psychosomatic Disorders, 177-178. 226
sumber-sumber energi dan produk-produk psikologis yang lainnya yang diturunkan oleh penggiatan kembali yang bersifak emosional, dan menghubungkan perilaku kepada kegiatankegiatan yang konstruktif dan menjauhkan dari respons-respons yang destruktif. d. Secara luas, memberikan modifikasi dalam ayunan, durasi, dan frekuensi dari deviasi-deviasi (penyimpangan-penyimpangan) dari reaksi-reaksi otonomis yang muncul dari nilai-nilai patogenik untuk level-level yang normal dan optimal. e. Membantu seseorang untuk sedapat mungkin menerima sesuatu yang mungkin, dan melakukan kontrol langsung terhadap reaksireaksi otonom yang ada padanya. Menurut Ibn Si>na>, konsep sempurnanya pengobatan berpijak pada tiga cara, yaitu pengaturan menu dan pengaturan waktu makan (al-tadbi>r wa al-taghdiyyah), penggunaan obat (isti’ma>l al-adwiyyah), dan pengobatan dengan tangan (isti’ma>lu a’ma>l al-yad).96 Terapi dengan obat-obatan, misalnya, melalui tiga macam prinsip. Pertama, prinsip memilih model (tipe) obat: panas, dingin, basah atau kering. Kedua, prinsip memilih ukuran obat; ukuran besar kecilnya, dan standar tingkat panas, dingin, dan sebagainya. Ketiga, prinsip tertib waktu menggunakan obat.97 Secara umum, prinsip memilih model obat, petunjuknya tergantung pada jenis penyakit yang diderita pasien. Jika telah diketahui model (tipe) penyakitnya, maka harus dipilih penggunaan obat yang berlawanan dengan tipe penyakitnya; sebab penyakit itu diobati dengan cara yang sebaliknya (berlawanan), dan kesehatan itu dipelihara dengan berbagai bentuknya.98 Uraian Ibn Si>na> tentang penyakit jiwa sangatlah mendalam. Ia membagi kondisi-kondisi mental (jiwa) ke dalam jenis gangguan-gangguan pikiran yang elementer, dan yang betul-betul
96
Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 187. Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 188. 98 Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Jilid I, 188. 97
227
sakit jiwa. Begitu juga berbagai penyakit menyebabkan tidak normalnya bagian-bagian otak.99 Terapi psikosomatis dilakukan oleh Ibn Si>na>, misalnya dengan cara mempengaruhi dan memotivasi agar makan dan minum secara teratur terhadap seorang pasien yang tidak mau makan dan minum karena terserang penyakit syaraf. Dalam buku Fi> ’Ilm al-Nafs, terdapat kisah, 100 tentang seorang keluarga Ami>r Shamsu Ma’a>li> yang terserang penyakit gangguan ”syaraf”. Ia tidak mau makan, karena merasa dirinya seekor sapi. Jika pun ia mau makan dan minum, ia pun memamah seperti sapi, bahkan seringkali ia tidak mau makan dan minum sama sekali. Satusatunya permintaannya yang selalu dikatakan kepada dokter yang mengobatinya adalah agar ia disembelih dan dagingnya dijadikan santapan yang lezat untuk semua manusia. Banyak dokter yang telah mengobatinya, namun tetap saja penyakit itu tidak sembuh. Kemudian Ibn Si>na>, dokter muda ketika itu, menyaksikan penyakitnya, dan kemudian melakukan langkah-langkah persiapan, menyiapkan tali untuk mengikat dan parang untuk menyembelih, sambil berdialog dengan si pasien. Dialog tersebut menyatakan bahwa sang dokter berjanji akan menyembelih si pasien dengan syarat si pasien harus berbadan gemuk terlebih dahulu. Si pasien pun bersedia mengikuti permintaan sang dokter tersebut untuk makan dan minum agar gemuk. Memang pada mulanya si pasien makan dan minum teratur agar menjadi gemuk sehingga bisa menjadi sapi yang akan disembelih, tetapi kemudian setelah makan dan minum secara teratur selama beberapa minggu, kesehatannya mulai berangsur kembali. Setelah ia cukup sehat, dan pikirannya sudah mulai tenang kembali, terjadi lagi percakapan pendek antara sang dokter dan pasien tersebut. Langkah yang dilakukan Ibn Si>na> sama persis ketika ia mulai mengobati pertama kali, yakni menyiapkan tali untuk mengikat dan parang untuk menyembelih. Namun dalam dialog terebut si pasien sudah tidak mau disembelih, karena sudah merasa cerdas dan mempunyai akal sehat. 99
Zainal Abidin Ahmad, Ibn Si>na> (Aviecenna): Sarjana dan Filosof Besar Dunia (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 209. 100 Dikutip dalam Ahmad, Ibn Si>na> (Avicenna), 209-211. 228
Kisah pengobatan tersebut sangat mengagumkan dan tidak diduga sama sekali oleh Ami>r tersebut dan para dokter lainnya. Langkah-langkah atau cara-cara pengobatan demikian itu merupakan penyelidikan ”ilmu jiwa”, yang kemudian hari dikenal dengan psikosomatis.101 Terapi psikosomatis Ibn Si>na> antara lain juga dilakukan dengan cara merasakan debaran jantung pasien. Cara ini, misalnya, dilakukan terhadap pemuda yang jiwanya terganggu karena sakit rindu (disorder of love), dengan merasakan debaran jantungnya. Secara fisik, penyakit ini ditandai dengan keadaan seperti seorang pengantin yang miskin (poor grooming), mata cekung dan kering, kedipan mata yang berulang-ulang, tertawa terbahak-bahak yang sebentar-bentar disertai dengan tangisan.102 Di samping itu, terjadi perubahan-perubahan detak jantung (cardiopulmonary changes), misalnya napas yang cepat dan terhenti, keringat, dan denyut nadi (pulse) yang tak teratur. Pengaruh yang tidak tepat dan pemburukan/pelemahan yang menidurkan merupakan hal yang wajar atau sering kali timbul. Penyakit ini mungkin juga menampakkan depresi, mania, dan penyakit-penyakit langsung (conduct disorders), yang membutuhkan perawatan-perawatan khusus.103 Terapi Ibn Si>na> terhadap pasien yang sakit rindu tersebut adalah mempertemukan dan menyarankan agar menikahi perempuan yang dicintainya tersebut. Si pemuda itu pun kemudian sembuh dan menikah. Cara mendengarkan debaran jantung pasien dengan alat pendengaran Ibn Si>na> yang terkenal tersebut juga digunakan untuk mengetahui segala macam penyakit si pasien. Selain itu, dengan cara memegang urat nadi di tangan pasien, sebagaimana diceritakan oleh Abdul Rajak Nauval. Cara mengetahui debaran jantung itu telah digunakan dalam ilmu krimonologi untuk menanyakan suatu kejahatan kriminal dan
101
Ahmad, Ibn Si>na> (Avicenna), 211. Mohammad Ali M. Shoja, dan R. Shane Tubbs, The Disorder of Love in the Canon of Avicenna (A.D. 980-1037), dalam www.ajp.psychiatryonline.org., Am J Psychiatry 164: 2, February 2007, 228-229. 103 Shoja, dan Tubbs, The Disorder of Love, 228. 102
229
mengetahui reaksi seseorang yang tertuduh melalui debaran jantungnya.104 Terapi yang dilakukan para dokter terhadap pasien sakit jiwa adalah dengan menggunakan serangkaian prosedur yang fantastis yang berasal dari praktek zaman kuno, yaitu menutupi kepala pasien dengan semacam rumput-rumputan untuk dibersihkan dan sampai berdarah. Selain itu pernah pula digunakan berbagai bentuk terapi mengenai jiwa yang didasarkan atas mistik dari abad ke-17 M. Ilmu psikiatri cara modern dimulai oleh Emil Kraepelin (1856-1926) dengan pembagian tentang penyakit mental 105 kemudian diikuti oleh Jean-Martin Charcot, (1825- 1893) 106 tentang hipnotisme, yaitu ilmu tentang hipnotis atau tindakan yang menyebabkan hipnotis. Hipnotis artinya membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis. Hipnosis adalah keadaan seperti tidur karena sugesti, yang pada taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak
104
Ahmad, Ibn Si>na> (Aviecenna), 212-215, dan 304-305. Emil Kraepelin adalah seorang pelopor dalam pengembangan psikiatri sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri. Ia yakin bahwa semua penyakit mental memiliki penyebab organik, dan ia merupakan ilmuwan pertama yang menekankan patologi otak pada penyakit mental. Kraepelin, sebagai seorang psikiater klinis dan eksperimental terkenal, mengembangkan sistem klasifikasi yang modern mengenai penyakit mental kepada kita. Setelah menganalisis ribuan studi kasus, ia memperkenalkan dan mendefinisikan istilah "dementia praecox" (skizofrenia), "manic-depressive psikosis," dan "paranoia." Sebagai pendiri Psychopharmacology, kerja eksperimental Kraepelin terfokus pada pengaruh minuman keras pada sistem saraf pusat, pada sifat tidur, dan pada efek kelelahan pada tubuh. Sumber: http://findarticles.com/p/articles/mi_g2699/is_0005/ai2699000 523/, diakses pada 29 Oktober 2010. 106 Jean-Martin Charcot (lahir pada 29 November 29 1825 di Paris, Perancis, dan meninggal dunia pada 16 Agustus 1893 di Morvan. Ia adalah pendiri (bersama-sama Guillaume Duchenne) neurologi modern dan merupakan dokter medis dan klinik terbesar yang berkebangsaan Perancis. Sumber: http://www.britannica.com/EBchecked/topic/106349/Jean-Martin-Charcot diakses pada 29 Oktober 2010. 105
230
sadar sama sekali. 107 Dalam perkembangannya, hipnotis di kalangan masyarakat Barat dikembangkan dalam berbagai metode. Di antara sekian banyak metode tersebut, terdapat sejumlah metode yang cukup baik untuk dipelajari. Satu di antara metodemetode tersebut adalah Metode Lloyd Turkey. Metode ini sering dipakai untuk penyembuhan sehingga istilah ”subyek” dapat dipertukarkan dengan ”pasien”.108 107
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 354. 108 Metode Lloyd Turkey dapat dijelaskan dengan deksripsi, yaitu suatu metode yang diterapkan untuk menyembuhkan pasien, dengan menggunakan langkah-langkah penyembuhan khusus, sebagai berikut. Langkah 1: Subyek (pasien) berbaring di atas dipan. Langkah 2: Sang hipnotis berdiri atau duduk di sampingnya . Langkah 3: Jari telunjuk dan tengah Anda acungkan pada jarak 30 sentimeter dari mata subyek, sedemikian rupa, sehingga pandangannya mengarah ke atas, atau mata membelalak. Langkah 4: Sang hipnotis memerintahkan pada subyek, supaya terus menerus memandang dua jari itu, dan diperintahkan supaya pikirannya dikosongkan dari segala gagasan, atau angan-angan. Langkah 5: Setelah subyek memandang terus-menerus jari-jari penghipnotis selama 30 detik, roman mukanya mengalami perubahan sedikit. Pandangannya sayu, dan menjauh…. Langkah 6: Pupil matanya membesar dan mengecil berturut-turut beberapa kali, kelopak matanya bergerak keras-keras. Tanda-tanda ini menunjukkan perkembangan keadaan jiwa yang menyongsong keadaan hipnosa. Langkah 7: Tidur hipnosa pada umumnya bisa dipercepat dengan memberi sugesti-sugesti lisan, misalnya: ”Kelopak Saudara menjadi berat; makin lama makin berat; jari-jari saya nampak mengacaukan Saudara (ini dikatakan, ketika pupil matanya tampak berturut-turut mengecil membesar); dan lengan kaki Saudara lambat laun akan hilang rasa; beberapa menit lagi Saudara akan tidur nyenyak; tidurlah sekarang”. Jika kelopak mata tak segera dipejamkan secara serta merta, penghipnotis bisa menutupnya perlahan-lahan dengan cara mengusapnya. Ada gunanya juga untuk meletakkan tangan di atas dahinya, dengan perlahan-lahan tapi kuat. Biasanya satu sampai tiga menit cukup untuk mendatangkan keadaan hipnosa. Langkah 8: Sebelum membangunkan subyek, dengan perlahanlahan Anda mengusap perut subyek bagian atas, dan mensugestikan rasa hangat di bagian tubuh itu, rasa nyaman dan senang, dan keadaan bangun dan enak. Tanggapan terhadap sugesti ”hangat” pada. bagian badan tersebut adalah percobaan yang 231
Kemudian ilmu ini semakin berkembang pesat oleh kedua muridnya, Piere Janet (1859-1899) 109 dan Sigmun Freud (18561939).110 Saham besar Freud ialah demonstrasinya tentang proses bagus untuk menguji daya hidup dan reaksinya yang bertalian dengan kesehatan subyek. Langkah 9: Setelah beberapa menit, penghipnotis memberitahukan subyek, bahwa ia telah beristirahat cukup lama, dan sekarang is bisa membuka matanya, bangkit dan bangun sendiri. (Pada umumnya subyek segera mematuhi dan menyatakan bahwa ia merasa segar-bugar). Langkah berikutnya: Langkah 1: Subyek memasuki keadaan hipnosa lebih cepat, dan taraf hipnosa bisa diperdalam. Langkah 2: Berikan sugesti-sugesti (saran-saran) untuk penyembuhan. Langkah 3: Jika dianggap perlu, taraf hipnosa bisa diuji. Pada umumnya ini dilakukan dengan: a) Mengangkat lengan di atas kepala, dan mengatakan pada subyek supaya membiarkan lengan dalam keadaan seperti itu. b) Jika telah mencapai taraf-katalepsi, maka lengan itu kaku-kejang, dan akan tetap terangkat untuk waktu yang tak ditentukan, sesuai dengan keadaan otot subyek. c) Jika lengan cenderung jatuh menggelantung ke bawah, bisa diperintahkan untuk menggerakkan berputar, dan subyek di miinta supaya meneruskan gerak ini. d) Jika tercapai taraf ketiga, subyek akan meneruskan gerak putar dengan lengannya itu, sehingga ada permintaan untuk menghentikannya. Langkah 4: Sekarang diuji keadaan somnambulnya: a. Tanyakanlah kepada subyek, dan silahkan ia menjawab. b.Silahkan orang lain berbicara dengan dia, dan jika pertanyaan orang ini tidak dijawabnya, ini menunjukkan bahwa subyek hanya ada hubungan dengan juru hipnotis saja. Percobaan-percobaan lainnya dilakukan, misalnya menggelitik lubang hidungnya untuk membuktikan bahwa ia berada dalam keadaan hilang rasa atau anesthesia, dan membuktikan bahwa keadaan somnambuInya sangat dalam. c. Berikan sugesti-sugesti anuhipnotua (ost-hipnotis ); d. Halusinasi negatif dan delusi dari pascaindera bisa disugestikan (misalnya, pada subyek diberitahu, bahwa bila ia bangun ia tak melihat Tn. A. dalam kamar, tak mendengarkan apa yang dikatakan, dan tak merasa apabila. is merabanya).
http://www.klinikhipnotis.com/ frm11/hipnosis/trd650/metode_hipnotisme/main.html, diakses pada 30 Oktober 2010.
109
Seorang berkebangsaan Perancis, ahli di bidang psikologi, filsafat, dan psikiatri, Pierre Marie Félix Janet (30 Februari 1859 – 24 Februari 1947), merupakan murid Jean-Martin Charcot, yang menjadi pionir mengenai studi tentang penyakit dissosiatif (dissociative disorders) yang menjadi dasar psikologi analitis. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Pierre_Janet, diakses pada 29 Oktober 2010. 110 Sigmund Freud (lahir di Freiberg, Moravia, Austria–Hungary, sekarang Republik Ceko, 6 Mei 1856 –meninggal di London, Inggris, Britania Raya, 23 232
”tak sadar”, dan metode-metode yang membawanya kepada kesadaran, menjadi hal penting dari percobaan-percobaan hidup awal, asal usul sakit emosi dan sakit person. Inilah gambaran tentang sepintas ilmu psikiatri. Setidaknya, cara-cara pengobatan Arab sampai abad ke-17 masih dipakai di daerah-daerah yang pernah berada di bawah pengaruh mereka. Pengobatan terhadap orang sakit mental berbeda dengan pengobatan terhadap penyakitpenyakit jasmani. Ibn Si>na> berjasa terhadap ilmu psikiatri tidaklah diragukan lagi, meskipun demikian tidak cukup alasan mengatakannya sebagai pembentuk ilmu ini, sebagaimana gelar yang diberikan kepadanya sebagai pembentuk ilmu psikologi (the
fuder of psychology).111
Kontribusi Ibn Si>na> tersebut tidak disangsikan lagi karena pengalaman pengobatannya dalam buku al-Qa>nu>n dan buku-buku psikologi lainnya yang banyak menyinggung persoalan dalam bidang ilmu psikiatri ini. Ilmu psikiatri banyak digunakan oleh Ibn Si>na> dalam mengobati orang yang terserang penyakit mental maupun sakit gila dengan pengobatan yang dilakukannya terhadap pemuda yang diserang penyakit rindu, disertai keahlian dalam ilmu psikologinya serta cara pengobatan aneh yang pernah dilakukannya. Hal ini menunjukkan Ibn Si>na> berperan sangat penting dalam bidang ilmu psikiatri. Ilmu psikiatri ialah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan studi dan pengobatan penyakit mental termasuk sakit jiwa dan sakit saraf. Sebagai cabang dari ilmu kedokteran ia pun dibagi kepada asal usul, dinamika, symptom, dan pengobatan terhadap penyakit kepribadian (personaliti) dari September 1939 pada umur 83 tahun) adalah seorang psikiater Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Sigmund_Freud, diakses pada 29 Oktober 2010. 111 Ahmad, Ibn Si>na>, 279. 233
semacam kekerasan yang mengganggu kehidupan sebjektif pribadi atau diri sendiri atau hubungan-hubungan sosialnya. Di samping berhubungan dengan diagnosa dan pengobatan penyakit mental, ilmu ini juga menyinggung tentang personaliti yang tidak sehat, psikopatologi dan prinsip-prinsip dari tingkah laku yang tidak normal. Ilmu psikiatri, seperti halnya ilmu kedokteran juga dihubungkan kepada Hippocrates dari Yunani, kemudian berkembang di tangan Celsus pada awal abad Masehi dan Galen pada abad ke-2 M. serta Psidonius pada abad ke-4 M. Kemudian para sarjana Muslim termasuk Ibn Si>na> memberikan sumbangan yang tidak sedikit terhadap ilmu ini pada Abad Pertengahan.112 Mengenai pengaruh kejiwaan yang berpengaruh besar pada kesehatan manusia, sebagaimana diceritakan oleh ‘Abd al-Razza>q Nawfal, telah diperoleh oleh Ibn Si>na>. Menurut Nawfal, Ibn Si>na> adalah dokter pertama yang menyatakan bahwa kegoncangan kejiwaan dapat mempengaruhi kantong nasi (stomach yang mengakibatkan sakit perut, stomach) karena dua sebab yang berlainan: sebab kejiwaan yang mengakibatkan kegoncangan dalam usus, dan sebab sakitnya sesuatu anggota tubuh. Kedua sebab itu bisa mengakibatkan penyakit ”ulcer”, menderita nanah pada usus. Pendapat Ibn Si>na> ini dianggap sebagai pendapat yang paling baru yang diketahui oleh ilmu kedokteran modern sekarang.113 Terapi psikosomatis Ibn Si>na> juga tampak dalam pernyataannya bahwa agar hati manusia menjadi kuat dan stabil, maka ia dianjurkan agar bersikap kreatif dan optimis (al-‘amal wa h}usn al-raja>’). Sebab sikap ini dapat mendorong hati menjadi kuat, kondisi panas dan dinginnya menjadi stabil; sebaliknya sedih dan putus asa justru akan menjadikan hati tidak kuat dan tidak stabil.114 Dengan demikian, agar hati manusia terjaga atau terobati dari penyakit mental, maka terapi psikosomatis yang diberikan Ibn Si>na> adalah dengan bersikap kreatif dan optimis. Bersikap optimis ini selaras dengan larangan al-Qur’anterhadap sikap pesimis (QS. Yu>suf [12]: 87).115 112
Ahmad, Ibn Si>na>, 275-277. Ahmad, Ibn Si>na>, 275-277. 114 Lihat Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n , Juz II, 263-265. 115 Ayat dimaksud: 113
234
Terapi sikap kreatif dan optimis yang ditegaskan Ibn Si>na> ini merupakan salah satu dari pokok-pokok akhlak yang mulia (akhla>q mah}mu>dah) yang perlu diperhatikan oleh para pencari hikmat. Hal di atas sejalan dengan pendapat Ibn Miskawayh (lahir sekitar tahun 320H/932 M, dan wafat 421 H./1030 M.), seorang tokoh etika/akhlak yang sepenuhnya hidup semasa dengan Ibn Si>na> pada masa pemerintahan dinasti Buwayhi> (320-450 H./932-1062 M.) mengenai pokok-pokok akhlak yang harus mendapat perhatian. Pokok-pokok akhlak tersebut, disebutkan oleh Ibn Miskawayh dalam karyanya Tahdhi>b al-Akhla>q, ada 15 (lima belas),116 yaitu 1) lebih suka yang hak dari pada yang batil dalam berakidah, lebih suka kebenaran dari pada kebohongan dalam berbicara, dan lebih suka yang baik dari pada yang buruk dalam bertindak; 2) selalu berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan diri; 3) berpegang teguh pada syariat; 4) menepati janji; 5) sangat hati-hati dalam memberikan kepercayaan kepada orang lain; 6) senang terhadap keindahan; 7) tidak mudah mengungkapkan sesuatu sebelum dipikir yang mendalam; 8) mampu menjaga kestabilan jiwa dalam mengatasi sesuatu; 9) berani karena benar; 10) mengisi sisa umurnya dengan hanya berbuat hal-hal yang penting; 11) untuk melaksanakan yang seharusnya, ia tidak takut mati dan miskin; 12) tidak menanggapi perkataan orang jahat dan dengki; 13) selalu menjaga kondisi yang baik dalam semua keadaan: kaya, fakir, terhormat, atau pun terhina; 14) ingat sakit ketika sehat, sedih ketika senang, dan tulus ketika marah; 15) kuat keinginan dan optimis dengan kepercayaan yang teguh kepada Allah swt.
.ﻭﻥﹶﺮ ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓﻡﺡﹺ ﺍﷲِ ﺇﹺﻻﱠ ﺍﻟﹾﻘﹸﻮﺭﻭ ﻦ ﻣﺌﹶﺲﻴ ﻻﹶﻳﻧﻪﺡﹺ ﺍﷲِ ﺇﹺﺭﻭ ﻦﻮﺍ ﻣﺌﹶﺴﻴﻻﹶﺗﻭ Terjemah: ”…Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. Yu>suf[12]: 87). 116 Dikutip dalam Suwito, Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibn Miskawayh (Disertasi S3 di Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1995), 174-175. 235
Menurut Suwito, pendapat Ibn Miskawayh tentang akhlak 117 yang sebenarnya ditemukan oleh ‘Abd al-Rah}ma>n Badawi>. Terhadap pernyataan Ibn Miskawayh tentang perubahan akhlak yang dinilai final, dalam penelitiannya ia berkesimpulan, bahwa akhlak menurut Ibn Miskawayh merupakan urusan manusia sendiri. Artinya baik buruk, terpuji atau tercelanya akhlak seseorang tergantung kepada orang itu sendiri. Dari sisi lain, dapat juga dikatakan bahwa Ibn Miskawayh tidak mengakui adanya pengaruh keturunan dalam akhlak manusia. Dengan kata lain, akhlak seseorang menerima perubahan karena ia merupakan masalah yang diusahakan. Hanya saja ia juga mengakui --seperti halnya Aristoteles-- bahwa kecepatan perubahan itu tidak sama pada setiap orang; ada yang perubahannya cepat dan ada pula yang lambat.118 Dalam konteks pendidikan akhlak, beberapa pokok akhlak tersebut memberikan pemahaman bahwa guru hendaknya menginginkan anak didiknya menjadi manusia yang sehat jasmani dan ruhaninya, percaya diri, aktif, dinamis dan optimis serta selektif terhadap lingkungannya. Akan tetapi kandungan dari butirbutir nasehat itu juga dapat dipahami sebagai arahan untuk menjadi manusia yang bersifat dan atau bersikap tengah dalam berakhlak. Sebagaimana doktrin ”jalan tengah” dalam akhlak yang mampu memperoleh al-sa’a>da>t (kebahagiaan-kebahagiaan). Walaupun tidak setinggi guru ideal, terhadap guru yang demikian,
117
Akhlak sendiri menurut Ibnu Miskawayh sebagaimana yang cenderung dipahami oleh sejumlah tokoh ada dua macam, yaitu: ada yang t}abi’i> (alami dibawa sejak lahir) dan ada yang dihasilkan melalui latihan dan kebiasaan. Tetapi pendapat mereka tidak dapat dipegangi sebagai pendapat Ibnu Miskawayh yang sebenarnya. Ah}mad ‘Abd al-H{amid al-Sha>’ir lebih cenderung memahami bahwa menurut Ibnu Miskawayh, akhlak itu bukan t}abi’i> melainkan diusahakan. Kesimpulan ini diambil dari penolakan Ibnu Miskawayh bahwa akhlak itu t}abi’i> yang tak dapat diubah. Suwito, Konsep Pendidikan Akhlak, 175. 118 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Misakawayh: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Belukar, 2003), 134. 236
murid tetap diwajibkan memberi penghormatan/cinta kasih yang lebih tinggi dibanding terhadap orang tuanya sendiri.119 Adapun metode yang dipergunakan untuk mencapai akhlak yang mulia tersebut, ada empat macam yang dimajukan Ibn Miskawayh. 120 Pertama, adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk senantiasa berlatih dan menahan diri (al-‘a>dah wa al-jiha>d). Kedua, menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya. Ketiga, introspeksi/mawas diri (muh}as> abat al-nafs). Keempat, metode oposisi. Dalam hal ini setidaknya ada dua langkah yang perlu dilakukan terhadap penyakit jiwa/mental, seperti halnya penyakit jasmani, yaitu mengetahui jenis penyakit dan sebabnya, dan mengobati penyakit itu dengan menghadirkan lawan-lawannya. Selain konsep Ibn Si>na> tentang terapi bersikap kreatif dan optimis untuk menjaga kesehatan mental, juga ditekankan pentingnya tidur yang ideal. Menurut Ibn Si>na>, tidur dipandang sebagai bentuk istirahat yang ideal, baik secara fisik maupun mental. Kurang tidur akan mengakibatkan hilangnya energi, dan lemahnya mental.121 Dengan demikian seorang yang terserang sakit mental, hendaknya memerlukan waktu istirahat dan tidur yang cukup, serta menghirup udara yang sehat. 2..
Terapi Somatik Barat Modern
Term pengobatan psikosomatis (psychosomatic medicine) disebut juga terapi somatik (somatic therapies). Dalam dunia 119
Walaupun cinta kasih orang tua terhadap anak dan cinta anak terhadap orang tua seperti digambarkan Ibn Miskawayh di atas tampak berbeda, tetapi pada dasarnya sama. Menurutnya, keduanya saling memandang sebagai diri yang satu (huwa huwa). Hanya saja Ibn Miskawayh menyatakan bahwa, kesadaran semacam ini baru timbul pada anak setelah akal anak mulai mampu memandang segala persoalan secara baik. Karena itu, menurutnya, Tuhan hanya memberi wasiat kepada anak, bukan kepada orang tua. Suwito, Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibn Miskawayh, 175-177. 120 Uraian lebih rinci mengenai keempat metode yang dimajukan Ibn Miskawayh lihat dalam Suwito, Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibn Miskawayh, 189-196. 121 Lihat misalnya Ibn Si>na>, al-Qa>nu>n, Juz II, 265. 237
modern, pengobatan psikosomatis (psychosomatic medicine) atau disebut terapi somatik (somatic therapies) dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu. Terapi somatik (somatic therapies) adalah metode-metode pengobatan yang melibatkan obat bius atau aplikasi aliran listrik atau pembedahan. Pengobatan ini bertujuan untuk merubah perilaku yang sakit dengan mengubah tubuh pasien dengan menggunakan beberapa cara berikut.122 Teknik pengobatan menggunakan aliran listrik atau obat bius untuk menciptakan ketidaksadaran sementara pada pasien yang paling populer adalah shock treatments (terapi kejut). Shock treatments ini terinspirasi melalui observasi yang gagal. Pada tahun 1928 seorang dokter mengatakan bahwa dia telah membuat catatan bahwa pasien yang tunduk pada suatu kejutan atau ledakan, seperti penderita epilepsi, jarang mengalami sakit jiwa. Dia mengambil kesimpulan bahwa kejutan-kejutan atau ledakan-ledakan itu dapat dipertanggung jawabkan, dan jika kejutan atau ledakan itu diciptakan pada pasien sakit jiwa, maka bermanfaat baginya. Eksperimen-ekperimen pertama yang dilakukan sang dokter itu menunjukkan adanya manfaat dalam setiap kali observasi yang dilakukannya. Pada tahun 1960-an seorang dokter yang lain mengobati seorang pasien diabetes yang secara kebetulan seorang psikotik. Ia memberikan banyak insulin kepada pasien, yang menimbulkan kejutan-kejutan atau ledakan-ledakan dan menngakibatkannya menjadi tidak sadar (pingsan). Ketika pasien itu telah sadar kembali, tiba-tiba secara mengejutkan ia telah terbebas dari perilaku psikotik. Berbagai usaha pengobatan yang dilakukan dengan cara tersebut juga membawa hasil. Keberhasilan ini menimbulkan gairah besar untuk melakukan pengobatan terapi kejut tersebut, dan diperkenalkan beberapa cara yang menciptakan kejutan-kejutan atau ledakanledakan yang lain. Metode untuk membuat kejutan atau ledakan dengan terapi kejut aliran listrik telah ditemukan sebagai bentuk pengobatan yang sangat efektif dan sangat manusiawi. 122
Albert A. Branca, Psychology the Science of Behavior (Boston: Allyn and Bacon, 1964), 521. 238
Akan tetapi, pengaruh shock therapy (terapi kejut) itu tidak bertahan lama. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pasien yang ditangani dengan terapi kejut itu, kecuali bila diobati juga dengan cara yang lain, biasanya kembali sakit jiwa. Terapi kejut dengan aliran listrik itu paling efektif dipergunakan terhadap pasien yang mengalami sakit jiwa, meskipun manfaatnya hanya sebentar saja. Saat ini terdapat metode lain yang digunakan, namun membawa efek samping berupa merusak jaringan otot otak, yaitu psychosurgery. Psychosurgery adalah sebuah pengobatan dratis yang biasanya disiapkan penggunaannya pada pasien yang didiagnosis sebagai seorang yang putus asa. Meskipun beberapa pengobatan ini yang dilakukan secara dramatis telah memberikan pengaruh dan manfaat, namun metode ini juga sering mengalami kegagalan. Selain itu terdapat metode chemotherapy, yaitu metode pembedahan yang nyata yang akhir-akhir ini telah dikembangkan dan sanggup menekan beberapa fungsi yang otonom. Akibat yang ditimbulkan oleh pengobatan metode ini adalah si pasien yang mengalami kehilangan perasaan dirinya dapat merasakan ketenangan dan relaksasi, meskipun tanpa membuatnya tertidur. Pembedahan ini, khususnya reserpine dan chlorpromazine, yang ditemukan berguna dalam pengobatan terhadap pasien yang mengalami kecemasan dan kehilangan jati dirinya. Terdapat keraguan apakah pengobatan cara bius ini dengan sendirinya mempunyai efek yang kuratif atau bersifat menyembuhkan. Hal ini, dengan prosedur-prosedur terapi yang lainnya dapat digunakan untuk mengurangi tensi atau tegangan dan kegelisahan pasien serta meningkatkan daya kemampuan partisipasinya. Tidak ada satu pun orang yang benar-benar mengetahui bagaimana shock terapi itu, psychosurgery, dan kemoterapi, dapat berjalan secara sukses. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa banyak teori untuk menjelaskan kemanjuran metode tersebut. Sekarang ini berbagai rumah sakit dan laboratorium di seluruh dunia dengan tidak tergesa-gesa dan secara objektif berusaha untuk
239
memberikan apresiasi terhadap setiap teknik terapi itu. Demikian ini, karena terapi somatik hanya bisa dilakukan oleh para dokter.123 Berdasarkan uraian di atas, pengobatan atau terapi penyakit jiwa atau gangguan psikosomatis ada dua macam, yaitu pengobatan fisik dan mental. Pengobatan fisik disesuaikan dengan penyakit yang diderita. Sedangkan perawatan mental dapat dilakukan dengan hipnoterapi, obat-obatan, atau dengan bantuan psikolog.124 C. Relevansi dan Signifikansi Konsep Kesehatan Mental Ibn Si> >na> Sina> na bagi Terapi Psikosomatis di Era Modern Dalam bagian ini akan dibahas mengenai relevansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> serta signifikansinya bagi terapi psikosomatis di era modern. Pembahasan relevansi tersebut untuk menunjukkan apakah konsep kesehatan mental Ibn Si>na> masih relevan dengan terapi psikosomatis yang dipraktekkan di era modern ini. Demikian juga pembahasan tentang signifikansi kesehatan mental Ibn Si>na> menjadi penting untuk menunjukkan mengenai ada tidaknya manfaat konsep kesehatan mental Ibn Si>na> bagi terapi psikosomatis di era modern. 1..
Relevansi
Harus dicatat bahwa kedokteran Ibn Si>na> secara fundamental berbeda dengan kedokteran di Barat sekarang. 125 Tanpa mengabaikan observasi eksperimental yang cermat, kedokteran Ibn Si>na> menempatkan seorang individu sebagai sebuah keseluruhan, sebuah pendekatan yang saat ini disebut sebagai pendekatan ”holistik”. Ibn Si>na> tidak memandang individu sebagai 123
Branca, Psychology the Science of Behavior , 523. Keterangan demikian, dapat juga dillihat dalam http://health.detik.com/read/ 2010/ 05/15/141532/1357538/770/gangguan124
psikosomatis 125 Avicenna and The Ethics of Science and Technology Today (Perancis: UNESCO, 2004), 22 dst. 240
entitas yang terpisah, atau sebagai sebuah mesin yang lengkap. Anatomi dan fisiologi yang dibangun Ibn Si>na> secara hebat telah diperdebatkan dalam masa Renaisans, di mana sains anatomi Ibn Si>na> ditolak Leonardo, dan salinan al-Qa>nu>n Ibn Si>na> dibakar oleh Paracelsus. Hal ini karena Ibn Si>na> berpandangan bahwa semua manusia adalah sebagai keseluruhan, dia tidak membuat pembedaan yang jelas antara akal/jiwa dan badan, sebagaimana yang seringkali dibuat saat ini. Sebagai contoh dikatakan, bahwa Ibn Si>na> sangat menaruh perhatian terhadap kehidupan kejiwaan pasiennya. Dalam beberapa kasus, ia melakukan perawatan (terapi) mental yang cukup. Jadi, Ibn Si>na> memperhatikan seorang remaja dari penyakit misterius pertama-tama dengan menebaknya bahwa ia mempunyai cinta yang suci (dalam), dan kemudian secara sederhana Ibn Si>na> menyarankan kepadanya agar ia mencari pasangan dan menikah dengan kekasih tercintanya. Kisah yang sama juga dikatakan Galen, seorang dokter Yunani, namun dalam banyak kasus, hal itu menggambarkan spirit holistisitas praktek kedokteran Ibn Si>na>. Apa yang kita anggap saat ini sebagai penyakit-penyakit psikosomatik (psychosomatic disorders) menurutnya hanyalah sebuah penyakit seperti halnya penyakit yang lainnya. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa istilah psychosomatic tersebut diambil dari bahasa Yunani psyche dan soma. Psyche pada masa dahulu digunakan untuk arti jiwa (soul) atau pikiran (mind), dan belakangan digunakan untuk arti perilaku (behavior). Adapun kata soma berarti organisme fisik, tubuh. 126 Jadi istilah psychosomatic menunjukkan hubungan-hubungan antara proses-proses psikologi atau perilaku pada satu sisi dan struktur organ atau tubuh pada sisi yang lain. 127 Sebagai istilah teknis, psychosomatic sekarang ini digunakan untuk dua pengertian. Pertama, terkadang mengindikasikan keseluruhan, organisasi, atau integrasi suatu organisme. Pada esensinya, bentuk kata tunggal itu mencakup ide bahwa psikologi dan biologi tidaklak terpisah, bahkan menjadi satu unit. Kedua, istilah itu 126 127
Lachman, Psychosomatic Disorder, 2. Lachman, Psychosomatic Disorder, 2-3. 241
menunjukkan bahwa sungguhpun suatu organisme adalah menyatu, akan tetapi aspek-aspek psikologi dan somatik dapat dipisahkan, dapat dipelajari secara terpisah dan independen, dan dapat dipandang menurut pengertian hubungan-hubungan di antara kedua aspek tersebut. Kedua penggunaan psikosomatik itu telah diterima pada saat ini; sungguhpun demikian, fokus atensinya adalah pada bagian yang kedua.128 Pertimbangan yang sistematis dan analisis yang hati-hati (cermat) adalah penting untuk progresifitas atau kemajuan penelitian. Bahkan lebih khusus, menurut perspektif yang kedua, istilah psikosomatik berarti pengaruh proses-proses psikologis terhadap proses-proses biologis. Pengaruh proses-proses biologis terhadap proses-proses pasikologis, yaitu, terhadap perilaku, mungkin lebih tepat disebut somatopsychis.129 Dalam karya medisnya, Ibn Si>na> memandang cinta sebagai keadaan penyakit (patologis) seperti halnya kesedihan atau kepiluan (melankolis) dan epilepsi (ayan), yang dijelaskan dan dianalisis dengan pengetahuan batin (ilmu dalam), yang sekarang ini memang dibenarkan oleh standar-standar medis modern.130 Relevansi kedokteran Ibn Si>na>, terutama terapi psikosomatisnya, juga bisa dilihat dengan mengungkapkan pendekatan yang digunakan. Bahwa pendekatan parsial terhadap manusia yang digunakan sekarang ini masih terus-menerus dikritik dalam dunia medis terkini. Padahal, ketika, selama masa Renaisans, ilmu medis telah direvolusi dengan pendekatanpendekatan baru tentang anatomi dan fisiologi, teori baru tentang sirkulasi darah, dan temuan tentang pentingnya sistem syaraf, kemudian tubuh mulai dilihat sebagai sesuatu bagian yang dibuat sebagai bagian-bagian yang terpisah. Sains (kedokteran, misalnya) dalam inti pandangan yang lebih umum, menolak pandangan Aristotalian dan pandangan ketidakkekalan (kerusakan) alam dalam sebuah pandangan tentang kausalitas yang lebih mekanistik. Descarteslah yang menerapkan pendekatan ini. Dia membuat pembedaan antara materi dan pikiran, dan pemisahan mutlak antara 128 129 130
Lachman, Psychosomatic Disorder, 3. Lachman, Psychosomatic Disorder, 3.
Avicenna and The Ethics of Science and Technology Today. 242
akal dan tubuh, serta tubuh melaksanakan tugas mekanismenya sendiri. Dalam pandangan Descartes, misalnya, binatang-binatang sama dengan robot-robot. Akal secara penuh tunduk pada hukumhukum yang berbeda, ia independen dari tubuh, dan interaksi keduanya mengambil tempat melalui kelenjar pineal. Pandangan seperti ini jelas sangat jauh dari tiadanya perbedaan antara akal dan tubuh dalam kedokteran Ibn Si>na>. Dalam konsepsi kedokteran modern, kedokteran cenderung dipandang sebagai sebuah sains atau teknik sebuah seni (filsafat). Karena itulah penyakit diobati dengan cara mengobati terhadap mekanisme kerja penyakit daripada dengan cara memberinya arti, sebagai sebuah praktek dalam kedokteran kuno. Dengan menggunakan ungkapan yang lebih dikenal, kedokteran modern --dengan terfokus pada mekanisme penyakit-- secara alami cenderung pada usaha mengobati penyakit daripada perawatan individual. Bagaimanapun juga mengobati seseorang secara keseluruhan tidak boleh dibatasi pada pendekatan holistik Ibn Si>na> dalam kedokteran. Sikap ini merupakan manifestasi yang merasuk kehidupan dalamnya: melewati lingkungannya dalam politikpolitik (kesatuan teori dan praktis, sains dan politik), melewati kualitasnya sebagai seorang sarjana dunia (kesatuan dari bagianbagian pengetahuan yang berbeda); dan melalui relasinya dengan alam (kesatuan manusia dengan lingkungannya). Contoh dari kehidupan dan kerja Ibn Si>na> menarik kita untuk merefleksikan etika-etika dalam sains dan teknologi, dan khususnya pada bioetik. Sebaliknya kedokteran kontemporer memandang etika secara terpisah, karena ia merupakan urusan komplementer. Hal ini jelas berbeda; karena dalam pendekatan holistik Ibn Si>na>, etika merupakan bagian yang integral dengan kedokteran. Ibn Si>na> tidak melakukan pemisahan antara etika dan kedokteran, dan lebih umum lagi antara etika dan sains, yang utama adalah tujuan etika sains; yakni integrasi etika dengan praktek saintifik.131 Kontribusi Ibn Si>na> semakin memperkaya ilmu pengetahuan modern melalui terapi psikosomatis atau pengobatan untuk ”psychiatri” maupun melalui kerja jantung yang telah 131
Avicenna and The Ethics of Science and Technology Today. 243
digunakan dalam ilmu krimonologi maupun cara memegang urat nadi di tangan. Semua cara tersebut merupakan kontribusi orisinil Ibn Si>na> yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ringkasnya ilmu kedokteran Ibn Si>na> yang semata-mata untuk pengobatan tersebut saat ini menambah pengetahuan teknologi dengan berbagai penemuan baru yang memperluas lapangan penggunaannya pada berbagai kebutuhan manusia. Sebagai contoh, berbagai alat penting di dunia moden saat ini adalah polygraph dan psychological stress evaluator (pengukur/penilai tegangan jiwa).132 Polygraph ialah alat yang berfungsi untuk mencatat reaksi-reaksi emosi seseorang yang berbohong. Dari alat ini dapat diketahui perubahan-perubahan kecil pada denyut jantung, tekanan darah dan keluarnya keringat, yang dapat menunjukkan bohong tidaknya seseorang. Sedangkan psychological stress evaluator (disingkat PSE) ialah alat yang fungsinya untuk mencatat frekuensi-frekuensi suara manusia yang bisa didengar, dan modulasi-modulasi frekuensi-frekuensi yang tidak bisa didengar. Ketika orang menjawab jujur, maka frekuensi-frekuensi yang tidak terdengar akan tercatat dengan jelas. Akan tetapi ketika jawaban dalam keadaan tegang karena seseorang berdusta, maka frekuensifrekuensi ini sama sekali tidak tercatat (tidak tampak). Alat ini ditemukan oleh Allan D. Bell, yang mendasarkan pendapatnya pada prinsip adanya hubungan timbal balik antara tegangan jiwa dengan perubahan-perubahan jasmaniah. 133 Untuk menunjukkan adanya pertautan konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan konsep/teori kesehatan mental modern, secara singkat dapat dikemukakan di sini, tentang empat teori yang berkaitan dengan kesehatan mental, yaitu teori psikoanalisa, teori behaviorisme, teori eksistensialisme, dan teori kemanusiaan (humanistic). Dua yang pertama mewakili teori-teori tradisional dalam psikologi, sedang dua yang lain mewakili aliran baru dalam psikologi. 134 Masing-masing teori tersebut menjadi madhhab tersendiri. 132
Ahmad, Ibn Si>na>, 215-216. Ahmad, Ibn Si>na>, 216. 134 Lihat Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 34. 133
244
Teori psikoanalisa adalah sebuah teori tentang kepribadian manusia, berdiri atas asumsi-asumsi yang diterima oleh para penganutnya, yaitu asumsi-asumsi kepastian psikologi (psychological determination); kekuatan psikologi (psychological forces); ketetapan dan keseimbangan (constancy dan equilibration); dan kelezatan (pleasure).135 Madhhab psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund 136 Freud berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang hidup 135
Lihat Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 11-18. Freud adalah seorang berkebangsaan Austria, lahir 6 Mei 1856 di Pribor, lalu bersama keluarganya pindah ke Wina dan terus tinggal di kota itu. Ia berasal dari keluarga miskin, ayahnya adalah pedagang bahan wol yang tidak terlalu sukses. Sejak kecil Freud sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Ia belajar kedokteran dan memilih spesialisasi di bidang neurologi. Dalam prakteknya sebagai ahli syaraf inilah Freud banyak mengembangkan ide dan teorinya mengenai teknik terapi psikoanalisa. Freud adalah seorang yang produktif. Meskipun ia dianggap sosok yang kontroversial dan banyak tokoh yang berseberangan dengan dirinya, Freud tetap diakui sebagai salah seorang intelektual besar. Pengaruhnya bertahan hingga saat ini, dan tidak hanya pada bidang psikologi, bahkan meluas ke bidang-bidang lain. Karyanya, Studies in Histeria (1875) menandai berdirinya aliran psikoanalisa, berisi ide-ide dan diskusi tentang teknik terapi yang dilakukan oleh Freud. Ada dua orang yang berpengaruh besar bagi pemikiran Freud, yaitu Breuer, seorang psikiater terkenal di Wina dan Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis. Bersama-sama dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, Studies in Histeria. Dari Charcot ia banyak belajar mengenai teknik hipnosis dalam menangani pasien histeria karena Charcot mengembangkan teknik hipnose. Kelak Freud meninggalkan teknik hipnose ini karena sulit diterapkan dan mengembangkan teknik menggali ketidaksadaran lewat kesadaran, seperti free association. Dengan mengembangkan teknik ini Freud lebih percaya bahwa hal-hal diketidaksadaran bukan dilupakan (seperti teori Charcot), tetapi direpres (ditekan ke dalam ketidaksadaran agar tidak muncul). Pada dekade awal abad 20, psikoanalisa semakin populer dan tulisan-tulisan Freud semakin berpengaruh. Ia juga memiliki banyak pengikut/murid yang terkenal, antara lain Adler dan Jung. Mulai terbentuk forum-forum diskusi rutin antar ahli psikoanalisa dimana mereka dapat mendiskusikan konsep-konsep psikoanalisa. Pada tahun 1909, Freud diundang oleh G. Stanley Hall untuk berpidato di Clark Uni, salah satu uni besar di AS, dan dengan demikian Freud juga sudah diakui di AS. Pada tahun 1910 International Psychoanalysis Association terbentuk dan Jung menjadi ketua pertamanya. Para kolega Freud 136
245
atas bekerjanya dorongan-dorongan (id) dan ia sangat ditentukan oleh masa lalunya. Id adalah komponen yang alami pada kepribadian manusia, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.137 Sementara Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Dari Ego inilah berkembang super Ego (hati nurani) saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral.138 Super Ego (hati nurani) terbentuk karena adanya interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. 139 Dari sinilah super Ego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, super Ego menghukum Ego dengan menimbulkan rasa salah.
memprotes hal ini dan membela Freud untuk menjadi ketuanya. Hubungan Jung dan Freud akhirnya terganggu. Freud meninggalkan Austria pada saat Hitler semakin berkuasa dan posisinya sebagai intelektual Yahudi memberinya berbagai kesulitan. Melalui usaha Ernest Jones, seorang Inggris dan dubes Inggris di Austria, pada tahun 1938 Freud keluar dari Austria dan berimigrasi ke Inggris hingga akhir hayatnya di 1939. Mengenai pemikiran dan teori. Freud membagi mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud mengembangkan konsep struktur mind di atas dengan mengembangkan; mind apparatus, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego. Hanna Panggabeaan, ”Psikoanalisis”, dikutip dalam http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1& id=35, diakses pada 5 November 2010. 137 http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?option=com_content&do_p df=1&id=35 138 http://rumahbelajarpsikologi.com/index2.php?option=com_content&do_p df=1&id=35 139 Djamaludin Ancok, dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), 77. 246
Menurut para penganut psikoanalisa, dengan mendasarkan pada pandangan Sigmund Freud terhadap manusia, bahwa kesehatan mental yang wajar terletak pada kesanggupan Super Ego (hati nurani) untuk membuat sintesis antara berbagai alat-alat diri dan tuntutan masyarakat, atau untuk sampai kepada penyelesaian pertarungan yang timbul antara alat-alat diri yang telah diuraikan oleh Freud, atau pertarungan yang timbul antara alat-alat ini dan tuntutan-tuntutan realitas. Tetapi mereka berpendapat bahwa manusia hanya sanggup mencapai sebagian saja kesehatan mentalnya, ”sebab manusia tidak sanggup mencapai kebahagiaan dan kemajuan sekaligus”.140 Para penganut psikoanalisa berpendapat bahwa usaha Ego dalam hal ini sudah pasti gagal berhadapan dengan kekuatan si Ego dengan segala naluri yang dipunyainya. Kadang-kadang si Ego menggunakan berbagai cara membela diri atau defence mechanism. Cara membela diri ini adalah percobaan-percobaan yang tidak disadari yang dikerjakan oleh si Ego untuk merusak realitas dan menutupi dirinya, mudah-mudahan dengan itu dia dapat istirahat, dan semoga dengan itu pula ia terhindar dari perasaan pedih seperti merasakan kegagalan, penghinaan, dan perasaan lain yang menyakitkan.141 Penyakit jiwa atau gangguan jiwa dalam teori psikoanalisa, seperti pandangan Freud, terjadi karena tidak dapat didamaikannya tuntutan Id (dorongan instinktif yang sifatnya seksual) dengan tuntutan Super Ego (tuntutan norma sosial).142 Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi justru perbuatan itu akan mendapat celaan dari masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa.143
140
E. Fromm, The Crisis of Psychoanalysis (London: Plican Book, 1973), 66. Lihat Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 19. 142 Djamaludin Ancok, ”Agama dan Psikoterapi” dalam Kelompok Studi Mahasiswa Psikologi Surakarta, Melihat S. Freud dari Jendela Lain (Jakarta: Studia Press, 1996), 48. 143 Ancok, ”Agama dan Psikoterapi” dalam Kelompok Studi Mahasiswa Psikologi Surakarta, Melihat S. Freud dari Jendela Lain, 48-49. 141
247
Adapun teori behaviorisme adalah teori tentang tingkah laku manusia,144 yang menurut para penganutnya didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu bahwa psikologi adalah sains tingkah laku, sedang tingkah laku itu adalah semua aktivitas yang dibuat oleh seseorang yang dapat disaksikan; asumsi bahwa tingkah laku manusia dapat dikembalikan kepada proses-proses fisio-kimia, dan tingkah laku manusia itu dapat ditafsirkan berdasar perubahanperubahan fisiologi dan neurologi yang berlaku, yang menyebabkan psikologi lebih dekat kepada sains biologis; asumsi kepastian psikologis, yang bermakna ketentuan berlakunya reaksi jika seseorang menghadapi berbagai rangsangan; dan asumsi bahwa faktor-faktor lingkungan adalah faktor utama yang bekerja untuk membentuk kepribadian seseorang. Teori behaviorisme ini dianggap sebagai reaksi terhadap teori psikoanalisa.145 Oleh karena 144
Teori dan definisi behaviorisme sangat menarik. Ada yang mendefinisikan behaviorisme sebagai teori belajar dan percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil dari pengkondisian. Pengkondisian terjadi setelah seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut behaviorisme, ada dua tipe utama pengondisian, yaitu: a) pengondisian klasik (classical condition): Teknik ini pertama kali ditunjukkan oleh ahli fisiologi Rusia, Ivan Pavlov. Pengkondisian klasik digunakan dalam pelatihan perilaku di mana stimulus alami digabungkan dengan tanggapan. Kemudian, sebuah stimulus netral sebelumnya digabungkan dengan rangsangan alami. Akhirnya orang menanggapi rangsangan netral bahkan ketika rangsangan alami tidak hadir. b) Pengkondisian instrumental (operant conditioning): pengkondisian ini kadang-kadang disebut sebagai pengkondisian instrumental. Ini adalah metode belajar di mana orang tersebut diajarkan memberikan imbalan dan mendapatkan hukuman untuk perilaku tertentu. Melalui pengkondisian ini, seseorang belajar untuk membuat keterkaitan antara perilaku tertentu dan konsekuensi yang dihasilkannya. Behaviorisme telah mempengaruhi banyak pemikir terkenal di zaman kita. Di antaranya, Ivan Pavlov, dan John B. Watson, dan BF Skinner. Ivan Pavlov adalah seorang ahli ilmu faal Rusia yang menemukan pengkondisian klasik setelah melakukan percobaan dengan anjing. John B. Watson, seorang ilmuwan Amerika, yang menciptakan istilah behaviorisme dan dia percaya bahwa psikologi adalah ilmu tentang perilaku yang dapat diamati. BF Skinner merupakan pemikir dunia yang terkenal tentang masalah perilaku. Dialah yang meletakkan teori pengkondisian instrumental.
http://www.scumdoctor.com/psychology/behaviorism/ Theory-And-DefinitionOf-Behaviorism.html, diakses pada 5 November 2010. 145 Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 20-23. 248
itulah, behaviorisme, juga disebut sebagai psikologi perilaku dan teori belajar tradisional, sehingga dapat dibuat menjadi sebuah ilmu dan perilaku orang-orang yang diamati dalam cara yang lebih objektif. Behaviorisme berkonsentrasi pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam perilaku dan behavioris diamati menggunakan prinsip-prinsip behaviorisme untuk mempromosikan perilaku yang diinginkan dan mencegah perilaku yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki. Tujuan dari behaviorisme adalah untuk mengobati masalah mental yang terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Penerapan teori behaviorisme dapat mengatasi berbagai masalah, seperti gangguan obsesif kompulsif, hyperactivity disorder, phobia, depresi, gangguan mental tertentu dan bahkan mengompol.146 Menurut teori behaviorisme, kesehatan mental yang wajar adalah kesanggupan seseorang memperoleh kebiasaan yang sesuai dan dinamik yang dapat menolongnya berinteraksi dengan orangorang lain, dan menghadapi suasana-suasana yang diperlukan untuk mengambil keputusan. 147 Yang dimaksudkan dengan kebiasaan yang sesuai adalah sesuai dengan alam sekitar di mana seseorang itu hidup, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang diterima oleh anggota masyarakat dan dianggap baik untuk diajarkan kepada anakanaknya. Jika seseorang telah memperoleh kebiasaan yang sesuai dengan budaya masyarakat dan menolongnya untuk hidup dengan dinamis, aktif dan berhasil dengan orang lain, maka berarti ia memiliki kesehatan mental yang wajar. Jika ia gagal memperoleh kebiasaan-kebiasaan ini, atau ia memperoleh kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang disetujui oleh masyarakat maka kesehatan mentalnya adalah buruk, atau goncang emosinya. Jadi, kriteria yang digunakan di sini untuk menentukan kesehatan mental seseorang adalah kriteria sosial. Menurut Langgulung, ini tidaklah aneh pada suatu teori yang menempatkan lingkungan pada tingkat yang paling tinggi dan menganggapnya sebagai faktor terpenting yang membentuk kepribadian.148 146
Lihat dalam http://www.scumdoctor.com/psychology/behaviorism/What-IsThe-Purpose-Of-Behaviorism.html, diakses pada 5 November 2010. 147 Lihat Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 24. 148 Lihat Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, h. 25. 249
Menurut madhhab eksistensialisme, kesehatan mental adalah agar manusia dapat menikmati wujudnya. Manusia menikmati wujudnya berarti ia mengetahui arti wujud ini, menyadari potensi-potensinya, dan bahwa ia bebas untuk mencapai apa yang ia kehendaki dengan cara yang dipilihnya. Begitu juga ia menyadari segi-segi kelemahannya serta dapat menerimanya, ia menyadari sifat-sifat hidup ini yang mengandung wujud pertentangan-pertentangan. Wujud itu merupakan salah satu ciriciri kehidupan ini, ia berhasil mencapai susunan nilai-nilai tertentu yang akan menjadi bingkai kehidupan, dan akhirnya ia kembali dari pengasingannya, kepada ketenteramannya. Menurut madhhab eksistensialisme ini, manusia tidak sanggup mencapai itu kecuali jika ia menghadapi dirinya dengan jujur dan amanah atau berdiri telanjang di depan cermin tanpa pakaian kepalsuan atau sarung dosa.149 Madhhab kemanusiaan (madhhab Humanistik) dalam psikologi Barat muncul sebagai reaksi terhadap dua madhhab terdahulu dalam psikologi, yaitu psikoanalisa dan behaviorisme yang terlalu bersifat determenistik dan mekanistik, meskipun pandangan tentang determenisme dan mekanisme itu berbeda, yang satu berasal dari dalam, sedang yang lain dari luar. Kedua teori tersebut (psikoanalisa dan behaviorisme) tidak memberi tempat bagi kebebasan manusia sama sekali. Bagi madhhab psikoanalisa, tingkah laku manusia ditentukan oleh naluri asal yang disebut eros dan tenatos, atau naluri seks dan naluri merusak. Sedangkan menurut madhhab behaviorisme tingkah laku manusia itu ditentukan oleh rangsangan yang menimbulkan respons tertentu pada organisme. Dengan ungkapan lain, tingkahlakunya tidaklah disebebabkan oleh sesuatu dalam dirinya, tetapi dari luar.150 Sebaliknya, berbeda dengan kedua madhhab di atas, kebebasan manusia dalam madhhab kemanusiaan dijadikan sebagai ciri utama, yang tanpa itu manusia bukan lagi manusia.151 Dengan demikian, madhhab kemanusiaan ini menolak asumsi yang dibawa oleh psikoanalisa dan behaviorisme, 149
Lihat Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 30-31. Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 230. 151 Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 230. 150
250
sebagaimana ia juga menolak banyak istilah yang digunakan oleh kedua madhhab ini. Juga menolak asumsi yang khusus mengenai kepastian psikologis, penyimpangan kekuatan dan tafsiran terhadap tingkah laku manusia. Manusia dalam salah satu teori madhhab kemanusiaan digambarkan sebagai suatu alat atau perkakas yang terdiri dari unit-unit, persis sama dengan perkakas listrik. Jika salah satu bagiannya dirangsang maka pasti ia akan mengerjakan tingkahlaku tertentu. Jadi tingkah laku dapat diramalkan jika kita mengetahui unsur-unsur yang membentuk perkakas ini dan perangsangperangsang yang dihadapinya (kepastian psikologis dan reductionisme menurut behaviorisme).152 Dengan demikian, madhhab kemanusiaan (madhhab humanistik) yang dipelopori oleh Abraham H. Maslow dan Carl Ransom Rogers sangat menghargai keunikan pribadi, penghayatan subyektif, kebebasan, tanggung jawab, dan terutama kemampuan mengaktualisasi diri pada setiap individu.153 Penekanan pada kebebasan manusia yang dijadikan sebagai ciri utama oleh madhhab kemanusiaan ternyata mempunyai persamaan dengan madhhab kemauan wujud. Madhhab kemauan wujud ini, pada mulanya diciptakan oleh seorang berkebangsaan Mesir, yang ahli dan mahir pada dua kebudayaan Islam dan Barat.154 Madhhab kemauan wujud ini juga menekankan kebebasan manusia dalam rangka perwujudan diri atau perwujudan potensipotensi yang terdapat pada dirinya, yang menurut penciptanya, tiada lain daripada perwujudan sifat-sifat utama yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk yang lain, yaitu kebebasan manusia, kesanggupannya mengadakan abstraksi, kesanggupan mencipta, kesanggupan berpegang teguh pada nilai-nilai dan mencapai ketinggian, dan kesanggupan memberi. Sifat-sifat inilah 152
Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 32-33. Ancok, dan Surosi, Psikologi Islami, 68-69. 154 Ia telah melakukan pengkajian terhadap kebudayaan Islam dan mengadakan pengkajian khusus dalam bidang kesehatan mental di Universitas ‘Ayn Shams, serta meraih ijazah Ph.D dalam bidang yang sama dari Universitas Corolado. Jabatan terakhir yang dipegangnya adalah sebagai Dekan Fakultas Pendidikan Universitas ’` Ayn Shams, Kairo. 153
251
yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk yang lain dan pelaksanaannya dimotivasi oleh kemauan wujud yang ada pada diri manusia. Menurut madhhab kemauan wujud ini, kesehatan mental yang wajar pada manusia adalah jika manusia dapat melaksanakan sifat-sifat ini pada diri dan masyarakatnya. Sebaliknya, penyakit mental bisa muncul bila sifat-sifat ini tidak dapat diwujudkan.155 Jadi pada intinya teori kemauan wujud memandang pribadi secara menyeluruh dan berpadu, memperhatikan seseorang dengan segala aspeknya sebagai suatu unit yang berpadu, aktif, dinamik, dan berinteraksi dengan unit-unit lain dalam membentuk masyarakat manusia. Teori ini tidak menerima pemecahan manusia kepada bentuk-bentuk yang tidak ada alasan untuk mengadakannya dan tidak ada bukti-bukti yang mengajak kita mengandaikan wujudnya. 156 Dalam pendekatan teori ini aspek-aspek intelektual manusia mendapat penekanan, yang tidak dijumpai pada sebagian besar teori-teori sebelumnya.157 Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa perbedaanperbedaan madhhab ini dalam pandangannya tentang kesehatan mental bersumber pada perbedaan pandangan tentang watak-watak (nature) manusia. Madhhab yang satu menekankan pentingnya kebebasan manusia, sedang yang lain tidak memberikan tempat sama sekali. Selain itu masih terdapat perbedaan lagi dalam madhhab yang memandang pentingnya kebebasan manusia mengenai perwujudannya pada diri dan masyarakat, di samping tentang penafsirannya mengenai kejadian manusia itu sendiri. Meskipun teori kemauan wujud itu mendakwa bahwa pandangannya tentang pribadi manusia itu diwarnai oleh kebudayaan Islam, namun pemikir Islam pada masa lampau itu tidak menegaskan yang mana di antaranya berpengaruh terhadap pandangan personalitinya. Dalam hubungannya dengan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, tampak jelas ada relevansinya dengan teori atau konsep keempat madhhab kesehatan mental modern yang telah diuraikan di atas. Relevansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan 155
Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 230. Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 198. 157 Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, 230. 156
252
madhhab Psikoanalisa terletak pada pandangan madhhab ini yang menyatakan bahwa sakit mental adalah akibat dari faktor internal, berupa Ego (hati nurani). Relevansinya tersebut tampak dalam konsep kesehatan mental Ibn Si>na> yang menyatakan bahwa sakit mental akibat terjadinya disharmonitas humoral yang terdapat dalam tubuh manusia. Disharmonitas humoral tersebut menimbulkan hati goncang, seperti putus asa, yang dapat dimaksukkan kedalam faktor internal menurut madhhab psikoanalisa. Sedangkan relevansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan madhhab Behaviorisme terletak pada pandangan madhhab ini yang menyatakan bahwa sakit mental diakibatkan oleh faktor eksternal, yaitu pandangan sosial masyarakat. Relevansinya tersebut tampak dalam konsep kesehatan mental Ibn Si>na> yang menyatakan bahwa sakit mental akibat disharmonitas humoral, yang dalam konteks ini bisa muncul akibat pengaruh luar berupa pandangan masyarakat. Sementara relevansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan madhhab Humanisme terletak pada pandangan madhhab ini yang menyatakan bahwa sakit mental terjadi akibat seseorang terkekang kebebasan dirinya dalam kehidupan ini. Adapun relevansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan madhhab Kemauan Wujud terletak dalam pandangan madhhab ini yang menyatakan bahwa kesehatan mental yang wajar pada manusia adalah jika manusia dapat melaksanakan sifat-sifat utama pada diri dan masyarakatnya. Sakit mental bisa muncul bila sifat-sifat utama ini tidak dapat diwujudkan. Dalam konteks konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, disharmonitas humoral dapat pula terjadi ketika seseorang tidak berperilaku dengan sifat-sifat utama, seperti optimisme dan penuh harap (raja>’). Demikian ini karena madhhab kemauan wujud mendasarkan paradigmanya pada pandangan holistik, di mana seseorang dipandang sebagai satu kesatuan dengan manusia yang lainnya. Dari uraian-uraian terdahulu telah jelas bahwa konsep kesehatan mental Ibn Si>na> didasarkan pada paradigma holistik. Dengan demikian, konsep kesehatan mental Ibn Si>na> jelas relevan dengan teori atau konsep madhhab kemauan wujud tersebut.
253
Relevansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan konsep kesehatan mental modern di atas, semakin tampak jelas dalam tabel berikut.
No. No.
Madhhab Kesehatan Mental Modern
Dilihat dari Segi Paradigma dan Teori Kesehatan dan Sakit Mental
1.
Psikoanalisa
Penekanan pada aspek internal, yaitu Ego (hati nurani). Sakit mental akibat faktor internal
2.
Behaviorisme
Penekanan pada aspek eksternal, pandangan masyarakat. Sakit mental akibat faktor eksternal: sosial masyarakat. Seseorang tidak sanggup memperoleh kebiasaan yang sesuai dan dinamik, sehingga ia dapat berinteraksi dengan 254
Dilihat dari Segi Relevansinya dengan Konsep Kesehatan Mental Ibn Si> >na> Sina> na Ada relevansinya dengan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, yang menyata-kan bahwa sakit mental akibat disharmonitas humoral yang terdapat dalam tubuh manusia. Disharmonitas humoral termasuk dalam faktor internal menurut psikoanalisa. Ada relevansinya dengan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, yang menyatakan bahwa sakit mental akibat disharmonitas humoral. Dalam hal ini ketidak mampuan diri dalam melakukan kebiasaan yang dapat membantu
3.
Humanisme
4.
Kemauan Wujud
orang lain, dan menghadapi suasanasuasana yang diperlukan untuk mengambil keputusan. Ketidak mampuan seseorang memperoleh kebiasaan yang sesuai dengan budaya masyarakat dan menolongnya untuk hidup dengan dinamis, aktif dan berhasil dengan orang lain, maka berarti ia memiliki kesehatan mental yang tidak wajar. Penekanan pada kebebasan diri dalam kehidupan. Sakit mental akibat terkekang kebebasan dirinya.
Penekanan pada kebebasan beraktualisasi diri terhadap diri dan masyarakatnya. 255
berinteaksi secara dinamis, berarti terjadi disharmonitas humoral.
Ada relevansinya dengan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, yang menyatakan bahwa sakit mental akibat disharmonitas humoral. Dalam hal ini terkekangnya kekebasan diri bisa menimbulkan disharmonitas humoral. Selaras dengan Konsep Ibn Si>na>. Ada kontribusi konsep kesehatan mental Ibn Si>na>
Suatu pandangan terhadap madhhab holistik, di mana kemauan wujud. seseorang dipandang sebagai satu kesatuan dengan manusia yang lainnya. Kesehatan mental yang wajar pada manusia adalah jika manusia dapat melaksanakan sifatsifat utama pada diri dan masyarakatnya. Sakit mental bisa muncul bila sifatsifat utama ini tidak dapat diwujudkan. Tabel 3: Aspek-aspek Perbedaan Madhhab Kesehatan Mental Modern dan Relevansinya dengan Konsep Kesehatan Mental Ibn Si>na> 2..
Signifikansi
Keberadaan konsep kesehatan mental Ibn Si>na> telah jelas kontribusinya sebagaimana tampak dalam paparan tentang relevansinya dengan konsep kesehatan modern yang telah diuraikan terdahulu. Pada bagian ini, keberadaan konsep kesehatan mental Ibn Si>na> akan semakin jelas signifikansi dan kontribusinya bagi pengobatan penyakit mental dan pengembangan ilmu kedokteran modern. Signifikansi konsep kesehatan mental Ibn Si>na> tersebut akan tampak jelas ketika dihubungkan dengan fakta mengenai gangguan mental yang terjadi di tanah air, maupun di luar negeri. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan oleh Sri Idaiani, dkk. dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia yang terdiri dari 438 256
kabupaten/kota, prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun sebesar 11,6%. Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam survei tersebut158 diambil kesimpulan bahwa gejala terbanyak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, meskipun yang berperan terhadap gangguan mental emosional adalah gejala depresi, antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Karakteristik yang paling kuat pengaruhnya terhadap gangguan mental emosional adalah usia lanjut.159
158
Penilaian kesehatan jiwa dilakukan dengan metode wawancara oleh petugas pewawancara dengan menggunakan kuesioner self repoting questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Bila menjawab minimal 6 jawaban ”ya”, maka responden diidentifikasi mengalami gangguan mental emosional. Program statistik yang digunakan adalah SPSS versi 15.0 dengan metode complex samples. 159 Sri Idaiani, dkk., ”Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia” dalam Maj. Kedokt. Indon, Volume 59, Nomor: 10 Oktober 2009, 473-479. 257
Secara lebih rinci, gangguan mental emosional yang banyak dialami penduduk, antara lain sakit kepala (46,3%), mudah lelah (28%), sulit tidur (21,6%), rasa tidak enak di perut (17,5%) dan tidak nafsu makan (16,6%). Gejala-gejala di atas tidak banyak berbeda dengan gejala terbanyak yang dialami responden di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) secara umum berdasarkan Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) tahun 2006, yaitu sakit kepala (51,2%), mudah lelah (37%), sulit tidur (26%), merasa tidak enak di perut (25,6%) dan tidak nafsu makan (22,1 %). Pada penduduk yang menjadi korban pada peristiwa bencana alam tsunami akhir tahun 2004, gejala yang banyak dialami penduduk, antara lain sakit kepala (50,4%), mudah lelah (36,1%), sulit tidur (26,5%), merasa tidak enak di perut (24,6 %) dan merasa cemas atau khawatir (21,7%).
258
Menurut survei rumah tangga yang lainnya terhadap populasi di 11 kota di Indonesia menyebutkan bahwa point prevelance dari gangguan mental pada populasi dewasa adalah 185 per 1000 orang. Angka ini menandakan bahwa gangguan mental menjadi masalah kesehatan publik. Menurut Bahar, sebuah angka prevalensi dapat dikatakan signifikan bila sudah mencapai di atas 100 per 1000. Point prevalence dari sakit mental pada pasien yang mencari pengobatan di wilayah konflik juga meningkat. Misalnya, point prevalence di 20 Puskesmas di 10 kabupaten yang terletak di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) pada tahun 2002 mencapai 51,10%.160
160
Sumber dari http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/591009473479.pdf, dan http://healthc.blogspot.com/2010/11/mental-health-policy-mengapapenting.html, diakses pada 30 Januari 2011. 259
Sementara penelitian yang dilakukan pada beberapa negara lain, khususnya pada penduduk yang berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah ditemukan bahwa gejala terbanyak yang dialami penduduk adalah perasaan cemas, tegang, khawatir (55,0%). Gejala berikutnya adalah sakit kepala (54,0%), serta merasa tidak bahagia (44,5%). Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa gejala yang sedikit dilaporkan adalah pikiran untuk mengakhiri hidup (14,0%) dan gemetar saat berjabatan tangan (16,05).161
Gejala yang banyak memberikan kontribusi terhadap gangguan mental emosional, antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. 161
Idaiani, dkk., ”Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia”, 479. 260
Sungguhpun gelaja terbanyak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, tetapi gejala tersebut tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap gangguan mental emosional. Terlihat bahwa semakin banyak gejala maupun penurunan energy, maka semakin tinggi kecenderungan mengalami gangguan mental emosional. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa stres adalah kumulasi berbagai gejala.162 Sementara sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa pada setiap tahunnya 1 dari 4 warga Inggris yang berumur dewasa memiliki masalah kesehatan mental yang harus diagnosis, dan satu dari enam yang mengalami diagnosis itu terjadi pada setiap saat. (Kantor Nasional Statistik Laporan Morbiditas Jiwa (2001). Meskipun gangguan mental menyebar luas, namun kasuskasus serius hanya terkonsentrasi pada proporsi yang relatif kecil pada orang yang mengalami masalah kesehatan mental lebih dari satu kali (ini dikenal sebagai co-morbiditas). (Jurnal Psikiatri Inggris, 2005). Disebutkan pula bahwa kegelisahan yang bercampur dengan depresi adalah penyakit mental yang paling umum di Inggris, hampir 9 persennya menimpa orang yang memenuhi kriteria untuk didiagnosis. (Kantor Nasional Statistik Laporan Morbiditas Jiwa (2001). Laporan Kantor Statistik Nasional, pada 2001 juga menunjukkan bahwa antara 8-12 % jumlah penduduk dalam setiap tahunnya pernah mengalami depresi. Data lainnya menunjukkan bahwa sekitar setengah penduduk Inggris yang terkena masalah kesehatan mental pengaruhnya tidak meluas setelah 18 bulan, namun pada warga miskin, penduduk yang sakit dan lama menganggur, ternyata sering terkena dampaknya, dibandingkan keseluruhan jumlah penduduk. Kemudian data menyebutkan mengenai perbandingkan antara perempuan dan laki-laki dalam hal kesehatan mental. Perempuan lebih sering terserang masalah kesehatan mental daripada laki-laki (29% berbanding 17 %). Ini diakibatkan, karena perempuan mudah terkena simptom dari masalah-masalah kesehatan mental yang umum. (Better Or Worse: A Longitudinal
162
Idaiani, dkk., ”Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia”, 479. 261
Study Of The Mental Health Of Adults In Great Britain, National Statistics (2003)) Depresi pada umumnya menimpa perempuan daripada lakilaki. 1 dari 4 perempuan sering menjalani perawatan depresi, dibandingkan 1 dari 10 laki-laki. Alasannya tidaklah jelas, namun mungkin itu berkaitan dengan faktor biologis dan sosial. Itu juga menunjukkan bahwa depresi pada laki-laki bisa dikendalikan, karena mereka siap dengan kepribadian umumnya yang berkaitkan dengan symptom yang berbeda. (Institut Negeri untuk Klinik Ekselen, 2003). Perempuan duakali lebih sering terserang dibandingkan lakilaki. Penduduk yang menderita fobia atau OCD, sekitar 60 %nya adalah perempuan. Laki-laki dibandingkan perempuan mungkin lebih sering menggunakan alkohol atau masalah minuman keras. Ada 67 % penduduk Inggris yang mengonsumsi alkohol dalam tingkat gawat, dan 80 % yang mengalami ketergantungan terhadap alkohol adalah perempuan. Secara umum, tingkat masalah kesehatan mental mungkin tinggi pada kelompok-kelompok etnis minoritas, dibandingkan penduduk berkulit putih, namun mereka hampir tidak ada yang mengalami masalah kesehatan mental yang terdeteksi melalui dokter umum. Satu dari empat orang menganggur memiliki masalah kesehatan mental umum. (Kantor Nasional Statistik Laporan Morbiditas Jiwa (2001).163 Dalam sebuah penelitian, ditunjukkan adanya hubungan antara gangguan depresi ibu dengan gangguan mental pada anaknya yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia. Pada 68 anak dari 68 ibu tersebut dilakukan pemeriksaan klinis psikiatrik berpedoman pada kriteria diagnostik dari Diagnostic of
Mental Health and Developmental Disorders of Infancy and Early Childhood (DC: 0-3) untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan mental. Hasilnya bahwa anak dari ibu yang menderita gangguan depresi 3,6 kali kemungkinannya untuk menderita gangguan mental dibandingkan dengan anak dari ibu yang tidak menderita gangguan depresi. Anak yang berusia >18-47 bulan; 0,06 163
http://www.chances4volunteering.org/toolkit/mental-health/ diakses pada
tanggal 11 Mei 2011. 262
kali kemungkinannya untuk menderita gangguan mental dibandingkan dengan anak yang berusia 12-18 bulan. Anak yang lama sakit Talasemia >12 bulan; 0,14 kali kemungkinannya untuk menderita gangguan mental dibandingkan dengan anak yang lama sakitnya <12 bulan. Dalam penelitian itu disimpulkan bahwa gangguan depresi ibu merupakan faktor kontribusi bermakna terhadap timbulnya gangguan mental pada anak yang berusia 12-47 bulan dan menderita Talasemia. Makin besar usia anak dan makin lama sakit Talasemia merupakan faktor protektif. Penyakit Talasemia Mayor merupakan salah satu penyakit herediter yang diturunkan menurut Hukum Mendel. Penyakit ini merupakan penyakit genetik yang paling sering ditemukan di dunia. Tidak kurang dari 250 juta penduduk dunia merupakan pembawa sifat Talasemia, dan setiap tahun dilahirkan 300.000 bayi dengan Talasemia.Terapi kausal untuk Talasemia belum ditemukan, sehingga pasien hanya mendapat terapi simtomatis. Terapi simtomatis untuk Talasemia terdiri dari transfusi darah periodik dan terapi khelasi untuk membuang kelebihan zat besi (Fe) dari tubuh pasien.164 Dalam konteks untuk pengobatan gangguan mental tersebut, konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dengan terapi psikosomatisnya menjadi signifikan. Sebagaimana telah jelas dalam uraian-uraian pada bagian terdahulu, bahwa Ibn Si>na> dalam bangunan kedokterannya mempunyai konsep kesehatan mental dan terapi psikosomatis. Konsep kesehatan mental Ibn Si>na> tersebut mempunyai kontribusi yang signifikan bagi kedokteran modern, terutama terapi psikosomatis. Dalam konteks ini, yang dimaksud kedokteran modern adalah konsep atau sistem kedokteran yang dikembangkan oleh dunia Barat, yang telah berlangsung dari tahapan sains eksperimental dan menghasilkan konsep evidencebased medicine=EBM dan evidence-based practice=EBP, yaitu 164
Peony Suprianto, dkk. ”Hubungan antara Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anaknya yang Berusia 12-47 Bulan dan Menderita Talasemia”, Cermin Dunia Kedokteran No. 156, 2007, dalam http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/156_06HubGangguan DepresiAnaknya.pdf/156_06HubGangguanDepresiAnaknya.html, diakses pada 3 Maret 2011. 263
konsep tentang penerapan ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan berdasarkan bukti (KBB). 165 Kedokteran modern dilihat dari sejarahnya merupakan kelanjutan dari kedokteran klasik yang mulanya melalui tahap-tahap sistematisasi dan tahap empirisme.166 Dari uraian singkat di atas, tampak bahwa kedokteran modern tersebut sesuai dengan pendapat dari Ibn Si>na>.167 Lebih lanjut, signifikansi konsep kesehatan Ibn Si>na> tampak jelas terutama bagi terapi psikosomatis modern, yaitu memperkaya ilmu pengetahuan modern melalui terapi psikosomatis atau pengobatan untuk ”psychiatri”168 maupun cara kerja jantung yang 165
KBB merupakan integrasi bukti hasil penelitian terbaik dengan kompetensi klinik dan tata nilai pasien. Menurut MK. Tajdudin, contoh KBB yang dapat diajukan adalah penggunaan katup jantung buatan. Dewasa ini telah dikenal katup jantung buatan untuk transplantasi yang berasal dari bahan sintetik dan dari katup babi, selain katup yang berasal dari kadaver manusia. Katup dari kadaver manusia sulit diperoleh. Menurut penelitian katup yang berasal dari babi adalah yang terbaik. Namun penggunaan bahan yang berasal dari katup babi tidak dapat diterima oleh orang Islam yang menjadi pasien muslim atau mungkin juga yang menjadi dokter bedah jantung. Penggunaan katup dari bahan sintetik merupakan alternatif terbaik berdasarkan KBB. M.K. Tadjudin, ”Penelitian dalam Kedokteran Islam”, dalam Tim Penyusun, Draf Buku Dokter Muslim: Kedokteran Islam: Sejarah, Hukum dan Etika (Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), 177, http://www.bmj.com/content/312/ 7023/71.extract., dan www.ikatanapotekerindonesia.net/.../1595-peran-evidence-based-practice-.html diakses pada 16 Maret 2010, 166 Tentang pengertian ini lihat Bakar, Tawh}id> & Sains, 139-141, dan tentang tahapan ilmu kedokteran lihat dalam H{ussain, ”Arab Medicine”, 224 dan seterusnya. 167 Sunanto, Sejarah Kebudayaan Islam, 49. 168 Istilah psikiatri ini pertama kali digunakan oleh ahli anatomi Jerman Johann Christian Reil (1759-1813; Campbell, 2004). Currian dan Guttman (1949). Psikiatri didefinisikan sebagai cabang kedokteran yang mempunyai lapangan yang khusus, yaitu studi, pencegahan dan perawatan dari semua jenis dan derajat kesehatan akibat sakit mental” (Slater dan Roth, 2006). ”Kesehatan mental yang sakit adalah istilah samar dan merongrong pentingnya perubahan perilaku pada manusia, yang mungkin tidak selalu memenuhi syarat untuk disebut ”sakit-kesehatannya”. Slater dan Roth menggambarkan psikiatri sebagai "cabang kedokteran di mana fenomena psikologis yang penting sebagai penyebab, tanda dan gejala, atau sebagai agen kuratif" (Slater dan Roth, 2006). Definisi ini hanya memperhitungkan fenomena psikologis, yang mundur ketika dipertimbangkan dalam terang kemajuan konseptual dalam psikiatri dibuat 264
telah digunakan dalam ilmu krimonologi maupun cara memegang urat nadi di tangan. Semua cara tersebut merupakan kontribusi orisinil Ibn Si>na> yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ringkasnya sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa ilmu kedokteran Ibn Si>na> yang semata-mata untuk pengobatan tersebut saat ini menambah pengetahuan teknologi dengan berbagai penemuan baru yang memperluas lapangan penggunaannya pada berbagai kebutuhan manusia. Sebagai contoh, berbagai alat penting di dunia moden saat ini adalah polygraph dan psychological stress evaluator (pengukur/penilai tegangan jiwa).169 Polygraph ialah alat yang berfungsi untuk mencatat reaksi-reaksi emosi seseorang yang berbohong. Dari alat ini dapat diketahui perubahan-perubahan kecil pada denyut jantung, tekanan darah dan keluarnya keringat, yang dapat menunjukkan bohong tidaknya seseorang. Sedangkan psychological stress evaluator (disingkat PSE) ialah alat yang fungsinya untuk mencatat frekuensi-frekuensi suara manusia yang bisa didengar, dan modulasi-modulasi frekuensi-frekuensi yang tidak bisa didengar. 170 Ketika orang menjawab jujur, maka frekuensi-frekuensi yang tidak terdengar akan tercatat dengan jelas. Akan tetapi ketika jawaban dalam keadaan tegang karena seseorang berdusta, maka frekuensifrekuensi ini sama sekali tidak tercatat (tidak tampak). Alat ini ditemukan oleh Allan D. Bell, yang mendasarkan pendapatnya pada prinsip adanya hubungan timbal balik antara tegangan jiwa dengan perubahan-perubahan jasmaniah.171 Berdasarkan uraian-uraian dalam bab ini, konsep kesehatan Ibn Si>na> tampak jelas kontribusinya bagi ilmu kedokteran di dunia modern. Kontribusi konsep kesehatan Ibn Si>na> tersebut semakin tampak jelas terutama mengenai terapi psikosomatisnya, antara dalam
beberapa
dekade
terakhir.
http://www.msmonographs.org/article.asp?issn=0973-1229;year=2006;volume= 4;issue=1;spage=166;epage=183;aulast=Trivedi, diakses pada 16 Maret 2010. 169 Ahmad, Ibn Si>na>, 215-216. 170 Uraian lebih luas mengenai PSE dapat dilihat dalam http://www3. interscience.wiley. com/journal/119602620/abstract?CRETRY=1&SRETRY=0, diakses pada 14 Juli 2010. 171 Ahmad, Ibn Si>na>, 216. 265
lain seperti melalui denyut jantung, terapi rindu, bersikap kreatif dan optimis (al-‘amal wa h}usn al-raja>’). Dengan demikian, terapi psikosomatis Ibn Si>na> semakin memperjelas relevansi dan signifikansinya terhadap terapi psikosomatis di era modern dewasa ini. D. Ilmu Kesehatan Pasca Ibn Si> >na> Sina> na Ilmu kedokteran, termasuk di dalamnya ilmu kesehatan, yang berdasarkan karya-karya Ibn Si>na>, al-Ra>zi> dan tokoh-tokoh kuno, terus berkembang di berbagai daerah Mesir dan Syiria, Maghribi dan Andalusia, Persia dan negeri-negeri Islam lainnya di Timur.172 Di Mesir, di mana penyakit mata telah lama merata sejak dulu, optalmologi sangat berkembang dan istimewa, bahkan membekas di Barat. Hal ini tampak dalam kosakata Arab, semisal retina dan cataract. Bahkan pada masa pra-Islam pun, ahli optalmologi Mesir telah terkenal, seperti Antyllos dan Demosthenes Philalethes. Studi dalam cabang ini semakin intensif pada masa Islam. Naskah penting pertama mengenai mata ialah Buku Catatan Seorang Okulis oleh ’Ali> ibn ’Isa> (Jesu Haly) dari Baghdad. Buku ini ditulis pada akhir abad IV H./X M. dan segera disusul Buku Kasus Pilihan Penyembuhan Mata oleh Canamusali, dokter pribadi al-H{ak> im, penguasa Mesir. Karya-karya bidang itu masih dipergunakan di Barat sebagai referensi dalam bidangnya sampai dioptrika Kepler diterbitkan. Naskah-naskah itu juga masih terus digunakan untuk konsultasi sampai abad XVIII, ketika studi cabang kedokteran ini bangkit kembali di Perancis. Istana al-H{ak> im juga dipergunakan sebagai ajang aktivitas Ibn al-H{aytham, ahli optik terbesar Muslim, yang banyak mengkaji struktur dan penyakit mata, khususnya sejauh berkaitan dengan masalah penglihatan.173
172 173
Nasr, Science and Civilization, 212. Nasr, Science and Civilization, 212-213. 266
Mesir juga menjadi pusat aktivitas banyak dokter termasyhur lainnya, seperti ’Ali> ibn Ridwa>n, 174 Bangsa Latin menyebutnya ”Haly Rodoam” (w. 1068 M.) pada abad V H./XI M. Ia menulis komentar tentang karya Galen.175 Dalam hal ini terjadi perdebatan tajam dengan Ibn But}la>n, pengarang Kita>b Taqwi>m al-S{ih}ha} h (Latin: Tacuinum Sanitatis, Almanak Kesehatan), 176 yang berasal dari Baghdad dan menetap di Kairo. Rumah sakit dan perpustakaan Kairo menjadi daya tarik bagi para dokter baik dari dalam maupun luar Mesir. Misalnya dua abad kemudian pasca Ibn Si>na>, yaitu abad XII, Ibn al-Nafi>s, berkebangsaan Damaskus, akhirnya menetap di Kairo hingga meninggal dunia pada 687 H./1288 M.177 Ibn al-Nafi>s adalah penemu sirkulasi kecil atau sirkulasi pulmoner, yang baru-baru ini dianggap ditemukan oleh Michael Servetus pada abad XVIII. Ia membuat studi kritis mengenai karya Galen dan Ibn Si>na>, yang diterbitkannya sebagai Ikhtis}ar> al-Qa>nu>n, yang menjadi karya kedokteran populer dan diterjemahkan ke dalam bahasa Persia.178 Kemudian, muncul para dokter, di antaranya al-Akfa>ni> pada abad XVIII H./XIV M. dan S{adaqah ibn Ibra>hi>m al-Shadhili>, yang merupakan pengarang naskah penting terakhir dalam bidang optalmologi yang munculnya dari Mesir. Juga penting disebut ’Da>’u>d al-Ant}aki>, meninggal di Kairo pada tahun 1008 H./1599 M. dengan karya orisinilnya Perbendaharaan, menjadi indikasi kuat bahwa sains dan ilmu kedoketran Islam selama abad XVI. Padahal pada waktu itu arus sains di Eropa mulai bergerak ke arah baru, menjauhi arus utama yang telah dilaluinya selama beberapa abad.179
174
‘Ali> Ibn Rid}wa>n di samping seorang dokter, ia juga seorang astrologi. Manfred Ullmann, Islamic Medicine (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1997), 111. 175 Ullmann, Islamic Medicine, 23. 176 Mengenai Ibn But}la>n, lihat dalam Ullmann, Islamic Medicine, 99. 177 Ullmann, Islamic Medicine, 48, 52, 64, 68-69. 178 Ibn al-Nafis tidak hanya membuat ringkasan al-Qa>nu>n tetapi juga memberikan komentar padanya. Tentang komentar Ibn al-Nafi>s lihat dalam Ullmann, Islamic Medicine, 68-69. 179 Nasr, Science and Civilization, 214. 267
Perkembangan ilmu kedokteran Islam pasca Ibn Si>na> juga muncul di Spanyol. Di Spanyol, keluarga Ibn Z}uhr atau Avenzoar telah berjasa besar dalam pengembangan ilmu medis. Selama dua generasi lahir beberapa dokter termasyhur, bahkan seorang dokter wanita, yang memperoleh nama karena keahliannya dalam seni pengobatan. Abu> Marwa>n ‘Abd al-Ma>lik, seorang anggota paling ternama dari keluarga tersebut, telah melahirkan banyak karya, yang terpenting berjudul Buku tentang Diet. Berkat karya tulisnya tersebut di Andalusia dia dipandang sebagai dokter terbesar setelah al-Ra>zi> dalam aspek klinis ilmu medis. Di antara para dokter Andalusia terdapat beberapa filosof medis terkenal. Di antaranya adalah Ibn T}ufayl, Ibn al-Rushd, dan Maimonides. Ibn al-Rushd dalam bidang medis mengarang beberapa karya medis termasuk sebuah ensiklopedia medis berjudul Buku Hal Umum tentang kedokteran, serta komentar terhadap karya medis Ibn Si>na>. Sedangkan Maimonides menulis 10 (sepuluh) karya medis dalam bahasa Arab, yang paling terkenal adalah Buku Aforisma mengenai Umur Medis, yang diterjemahkan juga ke dalam bahasa Ibrani. Selain itu, terdapat pula para dokter dan saintis Spanyol yang berkontribusi besar dalam pengkajian tumbuh-tumbuhan dan khasiat medisnya. Di antaranya adalah al-Ghafiqi> dengan karyanya berjudul Buku tentang Obat-obatan Sederhana, yang merupakan paparan terbaik mengenai tumbuh-tumbuhan. Kemudian karya alGhafiqi> tersebut setelah seabad lamanya kemudian diselesaikan oleh Ibn al-Bayt}ar,180 seorang ahli botani dan farmakologi muslim terbesar, yang banyak mewariskan buku-buku medis, seperti Kita>b al-Ja>mi’ li Mufrada>t al-Adwiyyah wa al-Aghdhiyyah (Buku Lengkap tentang Obat-obatan Sederhana dan Buku yang Memadai tentang Obat-obatan Sederhana). Karya tersebut memuat secara alfabetis semua yang diketahui oleh para ahli farmakologi dan 300 (tiga ratus) obat yang sebelumnya tidak diterangkan, dan dibahasnya secara rinci. Karya tersebut merupakan karya terpenting dalam sains Islam di bidang 180
Nama lengkapnya adalah Diya>’ al-Di>n ‘Abd Alla>h ibn Ah}mad ibn alBayt}ar Lahir di Malaga Andalusia dan meninggal di Damaskus pada tahun 646 H./1248 M. Ullmann, Islamic M \ edicine , 48-49. 268
sejarah kealaman, di mana di Timur menjadi sumber bagi lahirnya banyak karya setelahnya tentang bidang ini. Namun di Barat, karyanya tersebut sedikit pengaruhnya, karena kemunculannya pada masa pasca terjadinya sebagian besar penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan ketika hampir berakhirnya kontak intelektual antara Kristen dan Islam, yang telah terbina sepanjang abad V H./XI M dan abad VI H./XII M. Menurut Nasr, sejauh berkaitan dengan sains Islam, Ibn Bayt}ar adalah tokoh penting terakhir dari deretan panjang ahli botani dan farmakologi besar Spanyol.181 Adapun di Persia, aktivitas medis kuno banyak bermunculan. Kemasyhuran Ibn Si>na> kemudian diiringi satu generasi oleh Isma>’i>l Sharaf al-Di>n al-Jurja>ni>, yang menulis Khazanah yang Dipersembahkan kepada Raja Khawarazm, sebuah ensiklopedi medis terpenting dalam bahasa Persia.182 Kemudian ilmu medis terus berkembang, di tangan pengikut Ibn Si>na>, Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>, seorang ahli teologi abad VI H./XII M, yang juga seorang dokter. Ia mengomentari dan menjelaskan kesukaran al-Qa>nu>n. Ia pun memulai satu karya medis yang besar, berjudul Ilmu Medis Agung, meskipun tidak pernah diselesaikan.183 Kemudian pada abad VII H./XIII M. penulisan beberapa karya medis yang penting masih berlangsung, meskipun terjadi kekacauan kehidupan politik, akibat invansi bangsa Mongol ke Persia, Di antaranya dilakukan oleh Qut}b al-Di>n al-Shi>ra>zi>, membuat komentar tentang al-Qa>nu>n. Kemudian jejaknya tersebut pada abad VIII H./XIV M. diikuti oleh Rashi>d al-Di>n Fad}lulla>h, wazir terpelajar dinasti Ilkhania, yang menulis ensiklopedi medis, di samping juga sejarah paling otoritatif mengenai periode Mongol.184 Pada abad tersebut juga ditandai oleh perhatian yang baru dalam bidang kedokteran hewan. Terdapat beberapa naskah tentang kuda, di antaranya dianggap bersumber dari Aristoteles, 181
Nasr, Science and Civilization, 216. Nasr, Science and Civilization, 216. 183 Nasr, Science and Civilization, 216-217. 184 Nasr, Science and Civilization, 217. 182
269
beberapa di antaranya diterjemahkan dari bahasa Sanskerta. Pada masa itu pula, para dokter dan juga ahli teologi memberikan perhatian intensif mengenai anatomi, sehingga muncullah ilustrasi pertama mengenai teks anatomi. Anatomi berilustrasi pertama pada abad ini dikarang oleh Muh}ammad ibn Ah}mad Ilya>s, berjudul Anatomi dengan Ilustrasi. Pada masa ini Anatomi karya al-Mans}ur> juga banyak dibaca, di mana di dalamnya dibahas ide-ide tentang embrio, dengan menggabungkan antara konsepsi Grika dan India dengan konsepsi al-Qur’a>n. Zaman dinasti S}afawi> yang bercirikan renaisans seni dan filosofi Persia juga merupakan masa kehidupan kembali ilmu kedokteran Islam secara mendalam. Pada periode ini terdapat seorang dokter terbesar bernama Muh}ammad H{usayni> Nu>rbakhshi> (w. 913 H./1507 M.), menulis karya besar kedokteran berjudul Intisari Pengalaman, bukti keahlian klinis penulisnya. Dia pula yang pertama kali mengindentifikasi dan menyembuhkan berbagai penyakit umum, di antaranya ”demam alergi” dan batuk rejan. Zaman ini juga ditandai dengan munculnya para ahli farmakologi yang cakap, dan karenanya Elgood menyebutnya sebagai ”Zaman Keemasan” farmakologi Islam. Satu karya terkenal di bidang ini adalah Kedokteran Sha>fi’i>, yang ditulis pada tahun 963 H./1556 M. Inilah yang kemudian menjadi fondasi Pharmacopoeia Persica oleh Fr. Angelus, merupakan studi Eropa pertama tentang kedokteran Persia. Pada masa ini pula, meskipun ditulis pada seabad kemudian, buku Persembahan Dua Mu’mi>n yang menunjukkan pasang naiknya pengaruh India pada masa itu, yang juga masih banyak dibaca di Timur.185 Penyebaran ilmu kedokteran Islam di India melalui karyakarya orang Persia yang datang dan bermukim di sana terjadi pula pada abad X H./XVI M. Pada tahun 1037 H./1629 M., ‘Ayn alMulk dari Shira>z mengarang Kamus Obat-obatan yang dipersembahkan kepada Syah Jahan. Penulisan karya Kedokteran Dara Shukuh, yang merupakan ensiklopedi kedokteran besar terakhir dalam Islam, diduga juga melibatkan dirinya.
185
Nasr, Science and Civilization, 217-218. 270
Ilmu kedokteran Islam terus berkembang di India sepanjang abad XII H./XVIII M., waktu dikarangnya beberapa karya kedokteran, seperti Skala Kedokteran oleh Muh}ammad Akbar Shah Arza>ni> dari Shira>z, seorang dokter berkebangsaan Persia. Sebagaimana dikatakan Nasr, cukup menarik perhatian kita bahwa invansi India oleh Nadir Shah pada abad itu, ilmu kedokteran Islam memperoleh sugesti baru di negara tersebut, sementara di Persia sendiri justeru mulai melemah seiring dengan bangkitnya ilmu kedokteran Eropa. Kemudian pada masa sekarang ini, khususnya di jazirah Indo-Pakistani, ilmu kedokteran Islam terus berkembang sebagai aliran kedokteran yang masih survive bersaing dengan Ayurveda dan juga ilmu kedokteran modern Eropa. Ilmu kedokteran Islam itu, yang dalam gerakannya seperti NeoHippocratisme, mulai menunjukkan perhatiannya pada filosofis kedokteran, yang pernah ditinggalkan selama beberapa abad yang lalu.186 Uraian di atas menunjukkan secara jelas bahwa ilmu kesehatan Islam pasca Ibn Si>na> sebagai bagian dari sistem ilmu kedokteran Islam terus berkembang hingga masa sekarang.
186
Nasr, Science and Civilization, 218-219. 271
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab terdahulu dapat diambil kesimpulan besar bahwa konsep kesehatan mental Ibn Si>na> berpijak pada teori humor atau cairan tubuh, di mana keseimbangan dalam humor tersebut berimplikasi pada kesehatan mental manusia. Terganggunya keseimbangan humor berdampak pada terganggunya kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, Ibn Si>na> memberikan terapi psikosomatis untuk menyembuhkan seseorang yang terganggu kesehatan mentalnya. Terapi psikosomatis Ibn Si>na> didasarkan pada paradigma pendekatan holistik yang memandang seorang manusia secara keseluruhan, yakni suatu makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan unsur rohani (psikologi). Dalam pendekatan holistik ini, keseimbangan unsur dan elemen tubuh menjadi satu prasyarat untuk penyembuhan kesehatan yang sedang terganggu. Di sini ditekankan terapi yang terfokus pada upaya menyeimbangkan kembali humorhumor yang terdapat dalam tubuh yang sedang mendominasi bagian yang lainnya. Cara-cara dalam menyeimbangkan humor tersebut melalui sikap dan perbuatan yang mengarah pada kesehatan tubuh, seperti bersikap optimis, istirahat dan tidur yang ideal, termasuk juga dengan mengkonsumsi makanan dan minuman secara teratur. Terapi psikosomatis Ibn Si>na> relevan dengan konsep kesehatan modern, di antaranya tetang teori/mazhab kesatuan wujud, dan mazhab behaviorisme. Di samping itu terapi psikosomatis Ibn Si>na> mempunyai signifikansi bagi pengembangan dan penemuan baru ilmu pengetahuan, termasuk peralatan modern yang digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit jiwa. Dengan demikian, kedokteran Ibn Si>na> berperan besar pada kedokteran Islam secara umum dan mempunyai kontribusi besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya kedokteran modern.
273
Kesimpulan ini mendukung/memperkuat dan memperluas penelitian Seyyed Hossein Nasr yang menyatakan bahwa Ibn Si>na> adalah seorang yang termasyhur bukan hanya karena pandangan klinis yang luas dan dianggap sebagai orang pertama yang menjelaskan berbagai obat dan penyakit, seperti meningitis, yang dijelaskannya untuk pertama kali secara tepat. Akan tetapi, pada dasarnya ia terkenal di satu pihak karena penetrasi dan pengertiannya tentang prinsip filosofis ilmu kedokteran, dan di pihak lain karena keahliannya dalam hal penyembuhan psikologis penyakit fisik atau yang sekarang disebut ”ilmu medis psikosomatis” (psychosomatic medicine). Di samping juga memperkuat hasil penelitian Zainal Abidin Ahmad yang menyatakan bahwa konsep kesehatan mental Ibn Si>na> semakin memperkaya ilmu pengetahuan modern melalui terapi psikosomatis atau pengobatan untuk psychiatri maupun cara jantung yang telah digunakan dalam ilmu krimonologi maupun cara memegang urat nadi di tangan. Semua cara tersebut merupakan kontribusi orisinil Ibn Si>na> yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ringkasnya, penemuan Ibn Si>na> yang semata-mata untuk pengobatan tersebut saat ini menambah pengetahuan teknologi dengan berbagai penemuan baru yang memperluas lapangan penggunaannya pada berbagai kebutuhan manusia. Berbagai alat penting di dunia modern saat ini seperti polygraph dan psychological stress evaluator --PSE (pengukur/penilai tegangan jiwa). Ilmu Kedokteran Islam mengalami kemunduran di dunia Islam, padahal sebelumnya pada Abad Pertengahan Masehi sangat besar kontribusinya bagi kemajuan dunia, disebabkan karena beberapa faktor, antara lain adanya marjinalisasi kedokteran Islam. Marjinalisasi kedokteran Islam ini dapat berupa aspek internal pada satu sisi dan aspek eksternal pada sisi lainnya. Marjinalisasi kedokteran Islam itu terjadi dalam bentuk anggapan dan pandangan yang menyatakan bahwa sistem kedokteran Islam tidak ilmiah, adanya klasifikasi yang tidak tepat tentang ilmu shar‘i dan non shar‘i yang berimplikasi pada kurangnya perhatian pada bidang ilmu non-shar‘i serta adanya penghapusan kedokteran Islam dalam kurikulum di lembaga pendidikan Barat.
274
Sehubungan dengan itu agar kedokteran Islam dapat berkembang dan mengalami kemajuan kembali maka revitalisasi kedokteran Islam mutlak diperlukan. Dengan revitalisasi kedokteran ini, maka marjinalisasi itu dengan sendirinya akan dapat terkikis dan semakin pudar. B. Implikasi Implikasi dari konsep kesehatan mental Ibn Si>na> penting bagi terapi psikosomatis di era modern ini terutama untuk mengobati berbagai penyakit mental dan gangguan jiwa yang seringkali hinggap pada masyarakat yang dilanda berbagai krisis multi dimensi, terutama ekonomi, dan krisis akhlak, di tengahtengah arus globalisasi dan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini. Pengembangan konsep kesehatan mental Ibn Si>na>, dalam rangka merevitalisasi dan membangkitkan kembali sistem kedokteran Islam, penting dilakukan terutama pada fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan serta fakultas psikologi, khususnya yang berada dalam lingkup Universitas Islam Negeri. Di samping itu juga perlu disebarluaskan pada masyarakat umum agar dapat memanfaatkan konsep kesehatan mental Ibn Si>na> dan cara terapinya.
275
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Kari>m. Abdurrahman, M. Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqh. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Adamson, Peter, dan Taylor, Richard C. Eds. The Cambridge Companion to Arabic Philosohy. Cambridge: Cambridge University Press, 2005. Ahmad, Zainal Abidin. Ibn Si>na> (Aviecenna): Sarjana dan Filosof Besar Dunia. Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Ahmad, Ziauddin. Influence of Isla>m on World Civilization. Delhi: Adam Publisher & Distributor, 2001. Ali, Syed Amir. Api Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978. ‘Aly MD, Achmad, dkk. Islam itu Sehat: Shari>’ah dan Ghairah Kesehatan. Jakarta: CePDeS, 2008. Ami>n, Ah}mad. Z{uhr al-Isla>m. Cet. ke-3. Kairo: Maktabat alNahd}ah al-Mis}riyyah, 1964. Amien, Miska Muhamamd. Epistemologi Islam: Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam. Yogyakarta: UII Press, 1983. Ancok, Djamaludin, dan Surosi, Fuat Nashori. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994. Ansari, Zafar Afaq, ed. Al-Qur’ân Bicara tentang Jiwa. Penerjemah Abdullah Ali. Bandung: Arasy, 2003. al-Aqqa>d, ‘Abba>s Mah}mu>d. Ibn al-Rushd: Sang Filsuf, Mistikus, Fakih, dan Dokter. Penerjemah Khalifurrahman Fath. Jakarta: Qirtas, 2003. Arnold, Sir Thomas dan Guillame, Alfred, ed. The Legacy of Isla>m. Oxford: The Clarendon Press, 1931. Azra, Azyumardi. ”Kajian Kedokteran dan Kesehatan: Perspektif Sejarah Peradaban Islam”. Makalah disampaikan pada Simposium ”Perspektif Islam dalam Membentuk Karakter Bangsa pada Era Milenium Kesehatan diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FIKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 6 Nopember 2010.
275
--------. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII & XVIII: Akar pembaruan Islam Indonesia. Edisi Revisi, Cet. II. Jakarta: Prenada Media, 2005. --------. Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. --------.”Kata Pengantar Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA.”, dalam Didin Saefudin, Zaman Keemasan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah. Jakarta: Grasindo,
2002. Bakar, Osman. Tauhid & Sains: Esai-Esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam. Penerjemah, Yuliani Liputo. Bandung: Pustaka Hidayah, 1995. Bek. Muh}ammad al-Khud}ar> i>. Muh}ad> a} ra>t al-Ta>ri>kh al-Umam alIsla>miyyah. Kairo: al-Maktabah al-Kubra>, 1970. Browne, EG. Arabian Medicine. Cambridge: the University Press, 1962. Butt, Nasim. Sains & Masyarakat Islam. Penerjemah, Masdar Hilmy. Bandung: Pustaka Hidayah, 1996. Chishti, Hakim G. M. The Traditional Healer’s Handbook: a Classic Guide to the Medicine of Avicenna. Rochester: Healing Arts Press, 1991. Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern. Jilid 2. Bandung: Mizan, 2002. Fakhri. Majid. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya, 1986. Ga>lib, Mus}ta} fa>. Ibn Si>na>. Beirut: Da>r wa Maktabah al-Hila>l, 1979. Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat: Buku Pertama, Pengantar Kepada Dunia Filsafat. Edisi ke-6. Jakarta: Bulan Bintang, 1996. al-Ghaza>li>. Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n. Surabaya: al-Hidayah, t.t. 4 Jilid. Goichon, A.M. dan M.S. Khan. The Philosophy of Avicenna and Its Influence on Medieval Europe. Delhi: Motilal Banarsidass, 1969. Gohlman, William E. The Life of Ibn Si>na>: A Critical Edition and Annotated Translation. New York: State University of New York Press, 1974. Green dan Shellenberger, The Dynamic of Health and Wellness. Orlando: H.R. & Winston, Inc., 1991. 276
Hadi, Saiful. 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah. Jakarta: Intimedia, t.t. H{anafi>, A. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1976. H{anafi>, Hasan. Islamologi 2: Dari Rasionalisme ke Empirisme. Penerjemah Miftah Faqih. Yogyakarta: LKiS, 2004. --------. Oksidentalisme: Sikap Kita terhadap Tradisi Barat. Penerjemah M. Najib Buchori. Jakarta: Paramadina, 2000. al-Hasjmi. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Hawari, Dadang. al-Qur’a>n; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1996. Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian: Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme. Edisi Revisi. Bandung: Hikmah, 2006. --------. Psikologi Beragama: Menjadikan Hidup Lebih Aman dan Santun. Jakarta: Hikmah, 2006. --------. Menafsir Kehendak Tuhan. Jakarta: Teraju, 2004. --------. ”Manusia dan Proses Penyempurnaan Diri”, dalam Rachman, Budhy Munawar-. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995. Hitti, Philip K. History of the Arabs. Penerjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi, 2008. Hoesin, Omar Amin. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan
Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, terj., cet. ke-3. Jakarta: Bulan Bintang, 1981. Hourani, Albert. Islam dalam Pandangan Eropa. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998. H{ussain, Muh}ammad Ka>mil. ”Arab Medicine and Its Impacts on the European Ranaissance. Article on Arab Republic of Egypt National Commission for UNESCO, ”Islamic and Arab Contribution to The Europeran Renaissance. Cairo: General Egyptian Book Organization, 1977. Ibn Abi> Asaybi‘ah, Muwaffiq al-Di>n Abi> al-‘Abba>s Ah}mad bin alQa>sim bin Khali>fah bin Yu>nus al-Sa‘di> al-Khazraji>. ’Uyu>n al-Anba>’ fi> T{abaqa>t al-At}ibba>’. Editor, Nizar Rid}a.> Beirut: Da>r Maktabah al-H{aya>h, 1965.
277
Ibn Khaldu>n, ‘Abd al-Rah}ma>n. Muqaddimat Ibn Khaldu>n. Kairo: Da>r Ibn al-Haitham, 2005. Ibn Si>na>, al-Shaikh al-Ra’i>s Abu> ‘Ali> al-H{usayn ibn ‘Ali>. al-Qa>nu>n fi> al-T{ibb. Beirut: Da>r S{ad> ir, t.t. --------. Kita>b al-Naja>h fi> al-H{ikmah al-Mant}iq> iyyah wa alT{abi>’iyyah wa al-Ila>hiyyah. Beirut: Da>r al-Afa>q al-Jadi>dah, 1985. --------. al-Shifa>’. Qum: Manshu>ra>t Maktabah Ayatulla>h al-‘Uz}ma> al-Mar’ashi> al-Najafi>, 1985. --------. al-Shifa>’, kata pengantar Ibrāhīm Madkūr, diedit oleh ’Abd al-H{alīm Muntas}ir, dkk. Kairo: al-Hai’ah al-’Āmmah liShu’ūn al-Mut}ābi’ al-Amīriyyah, al-Thaqāfah wa al-Irshād al-Qawmī al-Mu’assasah al-Mis}riyyah al-’Āmmah li alTa’līf wa al-Anbā’ wa al-Nashr al-Dār al-Mis}riyyah li alTa’līf wa al-Tarjamah, 1965. --------. Psikologi Ibn Si>na>. Terjemahan dari Ah}wa>l al-Nafs: Risa>lah fi> al-Nafs wa Baqa>’iha> wa Ma’a>diha.> Penyunting Irwan Kurniawan. Bandung: Pustaka Hidayah, 2009. Jones, W.H.S. Hippocrates vol I. Loeb Classical Library. Cambridge, MA: Harvard University Press, 1984. al-Jurja>ni>, Abu> al-H{asan ‘Ali> bin Muh}ammad bin ‘Ali> al-H{usayni>. al-Ta’ri>fa>t. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003. Kartanegara, Mulyadi. Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Lentera Hati, 2006. Kartono, Kartini. Mental Hygiene (Kesehatan Mental). Bandung: Penerbit Alumni, 1980. Khan, Muhammad Abdul Rahman. A Brief Survey of Muslim Contribution to Science and Culture (?:?,?). Kurzman, Charles. Liberal Isla>m: A Sourcebook. Oxford: Oxford University Press, 1998. Lachman, Sheldon J. Psychosomatic Disorders: A Behavioristic Interpretation. New York: John Wiley & Sons. Inc., 1972. Landau, Rom. The Arab Heritage of Western Civilization. New York: Arab Information Center, 1962. Langgulung, Hasan. Teori-teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1986.
278
Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press, 2002. Lewis, Bernard. Muslim Menemukan Eropa. Penerjemah Ahmad Niamullah Mukhlish. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1988. Leaman, Oliver. An Introduction to Classical Islamic Philosophy. Cambridge: Cambridge, 2002. Lubis, Amany.Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2005. Lucas, Henry S. Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan. Penerjemah Sugihardjo Sumobroto dan Budiawan. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993. Madjid, Nurcholish, et.al. Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995. Madjid, Nurcholish. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Mans}ur> , ’Abd al-Maji>d Sayyid Ah}mad, dkk. Al-Sulu>k al-Insa>ni> Baina al-Tafsi>r al-Isla>mi> wa Asas ‘Ilm al-Nafs al-Mu’a>si} r. Kairo: Maktabah al-Anjilu> al-Mis}riyyah, 2002. al-Mara>ghi>, Tafsi>r al-Mara>ghi. Terj. Semarang: Toha Putera. 30 Jilid. Mubarok, Ahmad. Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam al-Qur’a>n. Jakarta: Paramadina, 2000. Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004. Mujib, Abdul. Kepribadian dalam Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2006. Munawwar, Ahmad Warson. al-Munawwar: Qa>mu>s ‘Arabi> Indu>ni>si>. Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984. Munson, E. Stress among Graduate Social Work Students: an Empirical Study, dalam Journal of Education for Social Work, 1984. Nadwi>, Abu> al-H{asan ‘Ali>. Islam Membangun Peradaban Dunia. Terj. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988. Naja>ti>, Muh}ammad ‘Uthma>n. Al-Qur’a>n wa ‘Ilm al-Nafs. Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1997. Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam. Penerjemah Joko
279
S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah. Surabaya: Risalah Gusti, 1996. Morewedge, Parviz. The Metaphysica of Avicenna (Ibn Si>na>). London: Routledge & Kegan Paul Ltd., 1973. Nasr, Seyyed Hossein. Science and Civilization in Islam. New York, Toronto, dan London: A Plume Book from New American Library, 1970. Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1973. --------. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Yogyakarta: UI Press, 1986. --------. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press, 1992. --------. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Editor Saiful Muzani. Bandung: Mizan, 1998. Nata, Abudin. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran:
Paradigma Sehat dan Sakit dalam Islam, Sejarah Kedokteran Islam, Etika Kedokteran Islam dan Kewajiban Dokter Muslim terhadap Penderita dan Jenazah. Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2004. Notosusanto, Nugroho. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Inti Idayu Press, 1984. Poeradisastra, S.I. Sumbangan Islam kepada Ilmu & Peradaban Modern. Jakarta: P3M, 1986. al-Qara>da} w > i>, Yu>suf. Fi> Fiqh al-Awlawiyya>t wa Dirasah fi> D{aw’i alQur’a>n wa al-Sunnah. Kairo: Maktabah Wahbah, t.t. --------. al-Siya>sah al-Shar`’iyyah fi> D{a’wi Nus}us> } al-Shari>’ah wa Maqa>si} diha>. Kairo: Maktabah Wahbah, 1998. Rahman, F. Prophecy in Islâm: Philosophy and Orthodoxy. London: George Allen & Unwin Ltd., 1958. Rahman, Fazlur. Isla>m & Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago & London: The University of Chicago Press, 1984. --------. Isla>m and Modenity. Dalam Charles Kurzman, Liberal Isla>m: A Sourcebook. Oxford: Oxford University Press, 1998.
280
al-Ra>zi>, Muh}ammad ibn Zakariyya>. The Spiritual Physic of Rhazes. Penerjemah Arthur J. Arberry, dan Litt. D., F.B.A. London: John Murrary, 1950. Rosenthal, Franz. The Classical Heritage in Islâm. Translated from the German by Emile and Jenny Marmorstein. London: Routledge & Kegal Paul, 1975. Safi, Louay. The Foundation of Knowledge: a Comparative Study in Islamic and Western Methods of Inquiry. T.tp.: International Islamic University Malaysia Press, 1996. Saefudin, Didin. Zaman Keemasan Islam: Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah. Jakarta: Grasindo, 2002. Schacht, Joseph dan Bosworth, C.E., ed. The Legacy of Islam. Second Edition. Oxford: Oxford University Press, 1979. Sheikh, M. Saeed. Isla>mic Philosophy. London: The Octagon Press, 1992. Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Quran: Tafsir Maud}u’> i> atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996. al-S{aw > i>, al-‘Alla>mah. H{as> hiyyah al-‘Alla>mah al-S{aw > i> ‘ala> Tafsi>r al-Jala>lain. Editor S{idqi> Muh}ammad Jami>l. Beirut: Da>r alFikr, 1993. 4 Jilid. Siraisi, Nancy G. Avicenna in Renaissance Italy: the Canon and Medical Teaching in Italian Universities After 1500. Princeton: Princeton University Press, 1987. Sumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan, 2007. Sunanto, Musyrifah. Sejarah Kebudayaan Islam: Perkembangan Intelektual Muslim. Jakarta: Perkasa, 1991. Suwito. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih: Kajian atas
Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar, 2003. al-Sharafa, Isma>’i>l. Ensiklopedia Filsafat. Penerjemah Shofiyullah Mukhlas, Jakarta: Khalifa, 2005. Syarif, M.M. Para Filosof Muslim. Terj. Bandung: Mizan, 1998. al-Sha>ti} bi>, Abu> Ish}aq> Ibra>him bin Mu>sa> al-Lakhami> al-Gharnati> alMa>liki>. al-Muwa>faqa>t fi> Us}ul> al-Shari>’ah. Editor ‘Abdulla>h Darra>z. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, 2 Jilid.
281
Tadjudin, M.K. ”Penelitian dalam Kedokteran Islam”, dalam Tim Penyusun, Draf Buku Dokter Muslim: Kedokteran Islam: Sejarah, Hukum dan Etika. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Tajab, dkk. Dimensi-Dimensi Studi Islam. Surabaya: Abditama, 1994. Tohir, Muhammad. Sejarah Islam dari Andalus Sampai Indus. Jakarta: Pustaka Jaya, 1981. Turner, Howard R. Sains Islam yang Mengagumkan: Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan. Penerjemah. Zulfahmi Andri. Bandung: Nuansa, 2004. Ullmann, Manfred. Islamic Medicine. Udinburgh: Udinburgh University Press, 1997. Vahab. A.A. Pengantar Psikologi Islam. Penerjemah Karsidi Diningrat. Bandung: Pustaka, 2004. Watt, W. Wontgomenery. Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa atas Eropa Abad Pertengahan. Penerjemah Hendro Prasetyo. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995. Ya’qub, Hamzah. Tas}awuf dan Taqarrub Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin. Bandung: Pustaka Madya, 1997. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dira>sah Isla>miyyah II. Jakarta. Rajawali Press, 2002. al-Zarqa>ni>, Muh}ammad ‘Abd al-‘Az}im > . Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004. al-Zuha}yli>, Wahbah. al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuhu: al-Sha>mil li
al-Adillah al-Shar’iyyah wa al-A’ al-Madhhabiyyah wa Ahammi al-Naz}ariyya>t al-Fiqhiyyah wa Tah}qi>q al-Ah}ad> i>th al-Nabawiyyah wa Takhri>jiha> Mulh}iqan Fahrasah Alfaba>’iyyah Sha>milah li al-Maud}u’> a>t wa al-Masa>’il alFiqhiyyah. Edisi ke-4. Suriah: Da>r al-Fikr, 1989. 2 Jilid.
282
Disertasi, Disertasi, dan Jurnal Jurnal Bachour, Hanna T. ”The Contributions of the Arab Physichian in Detarmatologi”. JISHIM, 2002, 2, p. 43-45. Gorini, Rosanna. ”Attention and Care to The Madness During the Islamic Middle Age in Syria: the Example of the Bimaristan al-Arghun, From Princely Palace to Bimaristan”, dalam JISHIM, 2002, Vol. 2. Hartaty, Netty, dkk. Laporan Penelitian: Stress di Kalangan
Mahasiswa Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam Mimbar: Jurnal Agama & Budaya, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 22, No. 1, 2005. Zainun. ”Kritik Ibn Taimiyah terhadap Logika Aristoteles”. Disertasi S3 di Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1995. Nagamia, Husain F. ”Islamic Medicine History and Curent Practice”. Artikel dalam JISHIM, 2003. Abuddin, ”Konsep Pendidikan Ibn Si>na>”. Disertasi S3 di Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997. Prioreschi, Plinio. ”Al-Kindî: A Precusor of the Scientific Revolution”. JISHIM, 2, 2002. Suwito. ”Konsep Pendidikan Akhlaq Menurut Ibn Miskawaih”. Disertasi S3 di Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1995. Syed, Ibrahim B. ”Islamic Medicine: 1000 Years Ahead of Its Time”. Artikel dalam JISHIM, 2002, Vol. 2. Tschanz, David W. ”A. Short History of Islamic Pharmacy”. JISHIM, 2003, Vol. 1. --------. ”Ibnu Si>na>: The Prince of Physician”, JISHIM, 2003, Vol. 1. Kamal,
283
Internet, Internet, Surat Kabar, Kabar, dll. dll. Aftab, Macksood. ”How Islâm Influenced Science”. Artikel diakses pada 11 September 2007 dari www.ais.org/~bsb/Herald/Previous/95/ science.html. Ead, ”Arabic (or Islamic) Influence On the Historical Development of Medicine”. Artikel dalam www.levity.com/alchemy/islam19.html. http://www.hipnoterapi.asia/psikosomatis.htm, diakses pada 14 Juli 2010. http://health.detik.com/read/2010/05/15/141532/1357538/770/gang guan-psikosomatis, diakses pada 14 Juli 2010. http://www3. interscience.wiley. com/journal/119602620/abstract?CRETRY=1& SRETRY=0, dan en. wikipedia.org/wiki/Voice_stress_ analysis, diakses pada 14 Juli 2010. http://www3.interscience.wiley.com/journal/119602620/abstract?C RETRY=1&SRETRY=0, diakses pada 14 Juli 2010. http://health.detik.com/read/2010/05/15/141532/1357538/770/gang guan-psikosomatis, diakses pada 14 Juli 2010. http://www.muslimphilosophy.com/sina/, diakses pada 5 November 2010. http://www.muslimphilosophy.com/sina/works/is-autobio.htm. diakses pada 5 November 2010. http://www.uii.ac.id/index2.php?option=comdocman&task=docvie w&gid=87& Itemid=507, pada 2 November 2010. http://www.indonetasia.com/definisionline/index.php/definisifilsafat/diakses pada 5 November 2010. http://www.medterms.com/script/main/art.asp? articlekey=25478, diakses pada 1 November 2010. http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=4859, diakses pada 2 November 2010. http://farmasi.dikti.net/farmakologi-secara-umum/, diakses pada 2 November 2010. http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=49&Itemid=53diakses pada 1 November 2010.
284
http://www.who.int/about/definition/en/print.html, diakses pada 5 November 2010. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/375345/mentaldisorder, diakses pada 5 November 2010. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/375371/mentalhygiene, diakses pada 5 November 2010. http://www.taghrib.ir/indonesia/index.php?option=com_content&v iew=article&id=59:ilmu-dan-islam&catid=44:1388-06-2107-31-34&Itemid=66, diakses pada 2 November 2010. http://www.detikhealth.com/read/2009/11/25/163004/1248761/766 /menghirup-asap-kendaraan-picu-penyakit-mental, diakses pada 30 Oktober 2010. http://www.warta.com/kesehatan/pentingnya-tidur, diakses pada 1 November 2010. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/46631/Ayurveda, diakses pada 31 Oktober 2010. http://www.muslimphilosophy.com/sina/works/hzn.pdf, diakses pada 2 Novem-ber 2010. http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgibin/content.cgi/ artikel/eksistensiruh. single?seemore =y http://www.klinikhipnotis.com/frm11/hipnosis/trd650/metode_hip notisme/main.html, diakses pada 30 Oktober 2010. http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Sigmund_Freud, diakses pada 29 Oktober 2010. http://www.bmj.com/content/312/ 7023/71.extract., diakses pada 16 Maret 2010. www.ikatanapotekerindonesia.net/.../1595-peran-evidence-basedpractice-.html - diakses pada 16 Maret 2010. Muljadi, Sendjaja. ”Neurofisiologi Sebagai Alat Bantu Diagnostik dan Intraoperatif Monitoring di Kamar Operasi”, dalam http://www.medistra.com/index.php?option=com_content &view=article&id=111., diakses pada 2 November 2010. al-Qurt}ub> i>, Tafsi>r al-Qurt}ub> i>, dalam http://quran.al-islam.com/ Page.aspx? pageid=221&BookID=14&Page=1 Ruslan, Heri. ”Dokter Perempuan di Era Turki Utsmani”, dalam Republika, 24 Juli 2009.
285
Shehata, Mostafa. ”The Father of Islamic Medicine: An International Questionnaire.” JISHIM, 2002, 2. Shoja, Mohammadali M., dan Tubbs, R. Shane. ”The Disorder Of Love In The Canon Of Avicenna (A.D. 980–1037)”. Artikel dalam ajp.psychiatryonline.org. Smith, Melinda dan Segal, Robert. “How Much Sleep Do You
Need?: Sleep Cycles & Stages, Lack of Sleep, and Getting the Hours You Need”, dalam
http://www.helpguide.org/life/sleeping.htm, diakses pada 1 November 2010. Stoll, Meredith.”Sleep: It Does a Lot More than you Think” dalam http://serendip. brynmawr.edu/exchange/node/2078, diakses pada 1 November 2010. Tadjudin, Muhammad Kamil. ”Isu Kontemporer Kedokteran Islam”. Pidato Promovendus Muhammad Kamil Tadjudin pada penerimaan Gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Etika Kedokteran Islam, yang disampaikan di hadapan Sidang SenatTerbuka Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa, 5 Shafar 1426 H/15 Maret 2005. Yusuf, Abu Hamzah. ”Perbedaan Antara Jin, Setan dan Iblis” artikel dalam http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_on line=349,diakses pada 30 Oktober 2010.
286
BIODATA PENULIS 1.. 2.. 3..
Nama Tempat & Tanggal Lahir Pekerjaan
: Dr. dr. Saharawati Mahmouddin, Sp.P., FCCP. : Medan, 23 Januari 1949\\ : Dokter Spesialis Paru RS Pertamina Jaya dan RS Mediros Jakarta : H.D. Aziz (alm.) : Hj. Nurpisah Idroes (alm.) : Prof. Dr. Mahmouddin Sudin (alm.)
4.. 5.. 6..
Ayah Ibu Suami
7..
AnakAnak-anak
: Rouhl Intiqad, SS. Dieny Fithri, SH. Noer El Haq, SE. Nour El Falah, SH.
8..
Alamat
9..
E-mail
: Jl. Jaksa Pisangan Lama II No. 10 Rt. 012/03 Kel. Pisangan Timur, Kec. Pulaugadung Jaktim : [email protected]
10.. Pendidikan
: SMA APPI Jakarta (1965); S1 Dokter FKUI Jakarta (1975); S2 Dokter Spesialis Paru FKUI Jakarta (1991); S3 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (angkatan 2005).
11.. Hobi
: Memasak; Menjahit; Membaca; Menulis.
12.. Pengalaman Kerja: Kerja: a. 1980-1986 b. 1986-1991 c. 1994-sekarang d. 1996-sekarang e. 2008-sekarang
: Dokter umum dan Kepala Bagian Gizi RS Koja Jakarta Utara; : Pendidikan spesialis paru di RSU Persahabatan Jakarta Timur; : Dokter di RS Mediros Jakarta : RS Pertamina Jakarta : Dosen tidak tetap pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 291
13.. Seminar Seminar//Workshop Workshop: shop Pembicara dalam Seminar/Workshop Seminar/Workshop di luar negeri.
14.. Organisasi - Dalam Negeri
-
Luar Negeri
di
dalam
negeri
dan
: IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) Seksi Kesejahteraan PDPI Wilayah DKI Ketua PMA (Pendidikan Mubaligh al-Azhar) Angkatan XXVI tahun 2005-2009 Ketua LDA (Lembaga Dakwah al-Ikhlas) PMA tahun 2010 sd. Sekarang : ACCP (American College of Chest Physician) ERS (Eropean Respirology Society) APSR (Asian Pacific Society of Resfirology)
292
peserta