1
BAB I PENDAHULUAN
Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling utama, sehingga pemenuhannya menjadi hak asasi setiap anggota masyarakat Indonesia. Secara umum, pemenuhan kebutuhan akan pangan merupakan hak asasi yang bersifat universal, dan bukan merupakan monopoli bangsa Indonesia. Secara tradisionil, beras merupakan bahan pangan utama dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok akan pangan masyarakat Indonesia, termasuk pemenuhan kebutuhan karbohidrat. Kebutuhan akan beras sebagai bahan pangan pokok terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, namun pada saat bersamaan, luas lahan sawah semakin mengalami penurunan akibat terjadinya alih fungsi lahan menjadi perumahan tempat tinggal dan dalam rangka menunjang kegiatan komersial/industri. Dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok dan sumber karbohidrat yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, dirasakan perlu mencari bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat alternatif. Sehubungan dengan hal tersebut, tepung gandum/terigu merupakan salah satu pilihan utama sebagai subsitusi atau pengganti beras, dan selama ini telah menempati posisi yang cukup strategis dalam menunjang upaya diversifikasi pangan di wilayah NKRI. Komoditas tepung gandum/terigu merupakan komoditas utama yang semakin bersifat strategis dari tahun ke tahun di Indonesia, dan selama ini Industri Dalam Negeri telah berhasil berperan penting dalam rangka penyediaan pasokan dalam jumlah yang aman dan bermutu secara berkelanjutan, pada tingkat harga yang wajar/terjangkau, dan tentunya diharapkan dimasa mendatang Industri Dalam Negeri tetap dapat menjalankan fungsi tersebut. Dalam kenyataannya, Industri Dalam Negeri telah melakukan investasi dalam jumlah yang sangat besar, terutama untuk keperluan mengelola fluktuasi harga domestik tepung gandum dari tahun ke tahun, dan oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa Industri Dalam Negeri memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesinambungan produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia. Sejak tahun 1970, Industri Tepung gandum/terigu Nasional mulai bermunculan yang diawali dengan didirikannya 5 (lima) sentra penggilingan bijih gandum (flour mills) yang
2
memproduksi tepung gandum/terigu. Sejarah membuktikan bahwa, sedari awal kelahirannya, industri tepung gandum/terigu nasional tidak hanya merupakan urusan sektor swasta semata, tetapi juga melibatkan peran serta dan dukungan dari Pemerintah Indonesia. Sektor industri tepung gandum/terigu pada gilirannya mampu menjangkau kebutuhan konsumsi nasional secara berkelanjutan, dan sekaligus membuka peluang bisnis bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk berinvestasi di sektor ini, sebagai konsekuensi dari iklim usaha yang baik di sektor industri tepung gandum/terigu. Hingga saat ini, Industri tepung gandum/terigu terus menerus mengalami perkembangan yang ditandai dengan semakin banyaknya produsen tepung gandum/terigu di Indonesia. Industri tepung gandum/terigu di tahun 2015 berjumlah 29 flour mills, yang terpusat di Pulau Jawa sebanyak 25 flour mills dan luar Pulau Jawa 4 Flour Mills dengan total kapasitas giling gandum sebesar ± 10,3 juta MT/thn1. Dengan kapasitas produksi tersebut, pada dasarnya, industri
tepung
gandum/terigu
di
Indonesia
mampu
menyediakan
pasokan
tepung
gandum/terigu yang cukup dalam rangka pemenuhan konsumsi nasional yang semakin meningkat, dengan kualitas tepung gandum/terigu yang bervariasi serta pada tingkat harga wajar yang terjangkau oleh konsumen dalam negeri. Bahkan dalam tahun-tahun terakhir, industri tepung gandum/terigu nasional sudah mampu melakukan eksportasi ke beberapa negara di kawasan Asia. Industri tepung gandum/terigu nasional berhasil meletakan dasar bagi hubungan yang saling melengkapi antara produsen tepung gandum/terigu dan konsumen tepung gandum/terigu dalam negeri, dan pada gilirannya mampu menciptakan hubungan yang harmonis secara berkelanjutan dan berkesinambungan satu sama lain. Namun demikian, kondisi yang telah berjalan harmonis antara produsen tepung gandum/terigu dengan konsumen dalam negeri tersebut seringkali terganggu karena adanya praktek perdagangan curang (unfair trade) dari negara-negara importir yang mendatangkan produk impor tepung gandum/terigu ke Indonesia, terutama dalam era pasar bebas dibawah kerangka World Trade Organization / WTO. Kenyataan tersebut diatas pada hakikatnya justru bertentangan visi, misi dan tujuan dibentuknya (World Trade Organization), yaitu mengatur perdagangan internasional secara menguntungkan bagi seluruh anggotanya dan mencegah praktik perdagangan yang tidak adil (unfair trade) di pasar. Oleh karena itu, Indonesia, sebagai negara anggota WTO wajib menyikapi dan menindaklanjuti praktik perdagangan yang tidak adil (unfair trade) tersebut, 1
Overview Industri Tepung gandum/terigu Nasional Indonesia, APTINDO, Jakarta 11 Juli 2014
3
karena sangat berpotensi merugikan perdagangan internasional, termasuk kepentingan Industri Dalam Negeri. Adanya potensi yang ditimbulkan sebagai akibat perdagangan internasional terhadap kepentingan industry dalam negeri negara-negara anggota WTO, telah mendorong dirumuskan dan disediakan nya sarana/instrumen pemulihan kerugian (trade remedies) yang dapat timbul dari kegiatan perdagangan internasional yang semakin terbuka dan global, baik yang dilakukan berdasarkan praktek curang maupun tidak. Dalam kerangka pemikiran tersebut diatas, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) telah berinisiatif untuk mengajukan permohonan kepada pemerintah bagi pemberlakuan Tindakan Antidumping terhadap importasi tepung gandum/terigu yang berasal dari beberapa negara anggota WTO tertentu, karena hal tersebut diperbolehkan berdasarkan kerangka hukum multilateral WTO dan mengingat kerugian yang telah dan dapat ditimbulkan dari praktek perdagangan curang dimaksud.
4
BAB II INDUSTRI NASIONAL TEPUNG GANDUM/TERIGU A. Nomenklatur & Klasifikasi Tepung gandum/terigu adalah tepung atau bubuk halus yang dihasilkan dari proses penggilingan bijih gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti serta bahan makanan lainnya. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti "gandum". Tepung gandum/terigu merupakan produk/barang yang tercantum dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) dengan Nomor Harmonized System (HS) 1101.00.10 dengan uraian barang “Tepung Gandum” (Wheat Flour), dan saat ini mencakup 2 (dua) pos tarif sebagai berikut: 1. HS. Code 1101.00.10.10 untuk tepung gandum yang telah difortifikasi (fortified); dan 2. HS. Code 1101.00.10.90, untuk tepung gandum lain-lain (other) Klasifikasi Jenis tepung gandum/terigu yang telah di fortifikasi, adalah tepung gandum/terigu yang telah ditambahkan dengan berbagai mineral dan vitamin tertentu yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia, dan lazimnya diperuntukkan bagi konsumsi manusia. Jenis tepung gandum/terigu ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: • Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung gandum/terigu yang mengandung kadar
protein tinggi, antara 11%-13%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat roti, mie, pasta, dan donat. • Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung gandum/terigu yang
mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, untuk digunakan sebagai bahan pembuat kue cake. • Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, untuk
digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit, roti goreng, atau kulit gorengan ataupun keripik.
5
Jenis tepung gandum/terigu lainnya, antara lain yang mencakup tepung gandum/terigu yang tidak di fortifikasi, dan lazimnya diperuntukkan sebagai pakan ternak. Mengingat kesulitan teknis bagi orang awam dalam membedakan tepung gandum/terigu yang telah di fortifikasi maupun yang tidak di fortifikasi, sehingga sangat mudah diselundupkan, maka dalam pembahasan Buku Putih ini selanjutnya, pengertian tepung gandum/terigu mencakup keduanya.
B. Industri Tepung Gandum/Terigu Nasional 1. Latar Belakang a. Tahapan Kelahiran dan Rezim Tata Niaga Sebelum industri tepung gandum/terigu nasional terbentuk/dilahirkan, Indonesia telah melakukan importasi tepung gandum/terigu secara langsung guna memenuhi kebutuhan domestik bagi pembuatan roti, pasta dan mi. Selama periode 1968/1969 sampai dengan 1972/1973, total importasi tepung gandum/terigu mencapai 3,3 juta ton, atau mewakili ekuivalen dengan 61% pangsa pasar domestik.
Secara historis, industri tepung gandum/terigu di Indonesia diawali dan ditandai dengan didirikannya Bogasari Flour Mills pada tahun 1971 dengan peresmian pabrik yang pertama di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, pada tanggal 10 Juli 1972, pabrik yang kedua di Tanjung Perak, Surabaya telah dioperasikan. Dalam perjalanannya, pembangunan industri tepung gandum/terigu nasional memperoleh dukungan dan menerima manfaat dari hasil campur tangan Pemerintah Indonesia, terutama berupa kolaborasi antara Pemerintah Indonesia c.q BULOGdengan pihak swasta dibidang produksi dan perdagangan tepung gandum/terigu di Indonesia.
Kolaborasi antara pemerintah swasta tersebut diselenggarakan berdasarkan persamaan visi dan misi serta tujuan bagi terciptanya sebuah industri tepung gandum/terigu
nasional
yang
bermanfaat
secara
proporsional
bagi
berbagai
kepentingan yang ada serta mampu menyediakan pasokan tepung gandum/terigu secara memadai dan berkelanjutan pada tingkat harga yang wajar-terjangkau, bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional. Visi, misi dan tujuan pembentukan/kelahiran
6
industri dalam negeri tersebut, hingga kini masih menjadi platoform dan koridor dari industri
dalam
penyelenggaraan
negeri
di
Indonesia
dan
merupakan
kegiatan
produksi,
peredaraan,
best
dan
practices
perdagangan
dalam tepung
gandum/terigu di Indonesia. Sekalipun terdapat perbedaan fundamental dalam situasi dan kondisi yang melingkupinya.
Pada periode ini, dapat dikatakan bahwa industri nasional tepung gandum/terigu diselenggarakan
berdasarkan
kerangka
tata
niaga
tertentu
yang
ditetapkan,
diberlakukan, dan diselenggarakan oleh pemerintah, dimana selain terdapat pengaturan tentang importasi tepung gandum/terigu (siapa dan berapa banyak) yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, maka terdapat pula pengaturan dalam rangka pengendalian harga jual konsumen, volume pasokan, dan rantai distribusi, serta pelaksanaan operasi pasar secara kasuistis. Sejak tahun 1972, semua hal tersebut diatas dilaksanakan oleh BULOG, sekalipun BULOG bukan merupakan produsen tepung gandum/terigu. Secara umum2, intervensi BULOG melalui tata niaga tepung gandum/terigu selama era Orde Baru dilakukan dalam rangka : 1. Menjamin
ketersedian
dan
kelancaran
mata
rantai
distribusi
tepung
gandum/terigu sehingga tepung gandum/terigu dapat diperoleh dengan mudah dan harga yang terjangkau, mengingat bijih gandum sebagai bahan baku pembuatan tepung gandum/terigu tidak dapat diproduksi di Indonesia, karena perbedaan iklim dan cuaca dengan negara yang dapat memproduksi bijih gandum; dan 2. Menekan tingginya importasi tepung gandum/terigu yang senantiasa menggerus devisa yang sudah sangat minim, dimana pada tahun 1970an Indonesia merupakan negara pengimpor beras terbesar ketiga di dunia, baik melalui
2
Sebagian materi yang berkaitan dengan Badan Urusan Logistik (BULOG) diambil, diolah, dan dirumuskan kembali berdasarkan disertasi Muhammad Findi Alexandi, Negara dan Pengusaha pada Era Reformasi di Indonesia Ekonomi Politik Kebijakan Persaingan Usaha Pada Industri Tepung gandum/terigu Nasional (periode 1999-2008), Disertasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.
7
pencanangan program diversifikasi pangan terhadap masyarakat umum3 maupun mendorong pendirian pabrik-pabrik pengolahan bijih gandum menjadi tepungdi dalam negeri. b. Tahapan Paska Rejim Tata Niaga Perubahan fundamental terjadi pada sektor tata niaga pangan pokok tertentu yang sebelumnya dilaksanakan oleh BULOG, yang diawali dengan penerbitan Keppres RI No. 45 Tahun 1997, dan memuat pengaturan kembali tentang tugas pokok dan fungsi BULOG, sehingga hanya mengelola tata niaga komoditi beras dan gula pasir. Selanjutnya, berdasarkan Keppres RI No. 19 tahun 1998, BULOG hanya melaksanakan tata niaga bagi komoditi beras saja. Sejak saat itu, industri nasional tepung gandum/terigu sepenuhnya diselenggarkan oleh sektor swasta, dan dalam keadaan yang normal dan wajar, kebutuhan konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu sebagian dipenuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia, tanpa intervensi pemerintah seperti sebelumnya.
Dengan dihapuskannya tata niaga bagi tepung gandum/terigu di Indonesia, persaingan usaha yang berlangsung antara sesama produsen tepung gandum/terigu nasional dan antara produsen tepung gandum/terigu nasional dengan produsen tepung gandum/terigu, termasuk persaingan antara produk domestik vs. produk impor, menjadi semakin menantang dan ketat. Namun demikian, perlu disyukuri bahwa kolaborasi yang pernah terjalin antara pemerintah dan sektor swasta selama periode Orde Baru, setidaknya telah cukup memberikan pembelajaran, pengetahuan dan modalitas yang diperlukan bagi tumbuhnya dan berkembangnya industri nasional tepung gandum/terigu yang kompetitif, bermutu dan berkelanjutan sebagaimana yang berlangsung selama ini. Pada situasi dan kondisi tertentu, dapat saja kolaborasi antara pemerintah dan swasta yang masih berlangsung hingga saat ini, dilembagakan.
3
Program diversifikasi pangan bertujuan untuk perubahan pola konsumsi beras kepada konsumsi non beras, seperti tepung gandum/terigu. Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan pola perubahan konsumsi dari beras menjadi tepung gandum/terigu adalah:
a. Tepung
gandum/terigu harganya relatif lebih murah dibandingkan beras, dan kecenderungan masyarakat kelas menengah di Indonesia sudah lama mengkonsumsi bahan olahan tepung gandum/terigu seperti roti sebagai sumber pangan selain nasi;
b. Meskipun gandum tidak dapat tumbuh di iklim seperti di Indonesia, banyak negara-negara yang akan menjadi sumber pasokan impor Indonesia, seperti Australia, India, Kanada, etc, sehingga kekhawatiran tentang kelangkaan bijih gandum bagi industry nasional tepung gandum/terigu tidak besar.
8
Pertanyaan yang sering dilontarkan: Apakah industri nasional tepung gandum/terigu mampu bertahan atau justru bahkan berkembang dalam era pasar bebas? Apa persyaratannya agar industri nasional dapat bertahan dan berkembang dalam era pasar bebas?
2. Profil Pertumbuhan dan Tantangan Kedepan Dari yang sebelumnya hanya berjumlah sebanyak 2 (dua) produsen tepung gandum/terigu untuk memasok kebutuhan tepung gandum/terigu nasional, yaitu Bogasari Flour Mills yang beroperasi di Jakarta dan Surabaya, dan PT. Berdikari Sari Utama Mills yang berlokasi di Makasar, maka kebutuhan konsumsi nasional pada tahun 2015 akan dipenuhi oleh 29 Flour Mills, dengan perincian sebanyak 25 Flour Mills berada di Pulau Jawa, dan sisanya 4 Flour Mills berada diluar Pulau Jawa, Total kapasitas giling gandum sebesar ke 29 Flour Mills tersebut ± 10,3 juta MT/thn.4 Tabel 1 PERTUMBUHAN INDUSTRI TERIGU NASIONAL (PRE & PASCA DEREGULASI)
Subject
Pre Deregulasi (Era BULOG)
Pasca Deregulasi Total
1970-1998
1998-2008
2008-2013
2014-2015
Total
5
5+6 = 11
23+6
= 29
Lokasi
Jakarta (1) Surabaya (1) Makasar (1) Semarang (1) Cilacap (1)
Gresik (1) Tangerang (1) Sidoarjo (3) Medan (1)
11+12 = 23 Cilegon (3) Tangerang (1) Medan (2) Bekasi (3) Gresik (1) Sidoarjo (1) Mojokerto (1)
Tangerang (1) Cilegon (2) Gresik (2) Jakarta (2)
Jawa: 25 Luar Jawa: 4 (Terpusat di Pulau Jawa)
Sumber: Overview Terigu Nasional Industri Tepung gandum/terigu Nasional, APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung gandum/terigu Indonesia), Jakarta, 11 Juli 2014
Selain untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional, pertumbuhan industri nasional tepung gandum/terigu tersebut diatas membawa pula dampak positif yang bersifat ganda bagi penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup, dan penghasilan negara. Dalam kenyataannya, kesemuanya itu terselenggarakan 4 Diambil dari Overview Industri Tepung gandum/terigu Nasional, APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung gandum/terigu Indonesia), Jakarta, 11 Juli 2014, yang disampaikan oleh Bapak Fransiscus Welirang
9
dalam situasi dan kondisi yang berlangsung secara harmonis, proporsional dan berkelanjutan diantara berbagai kepentingan yang ada, baik produsen, pedagang dan konsumen serta pemerintah. Pendek kata, sebenarnya seluruh kebutuhan konsumsi nasional dapat terpenuhi oleh produksi tepung gandum/terigu nasional, dan oleh industry nasional tepung gandum/terigu. Grafik 1 PERTUMBUHAN INDUSTRI TEPUNG TERIGU NASIONAL
Tantangan utama yang dihadapi oleh, dan sekaligus merupakan kesempatan emas bagi, industri nasional tepung gandum/terigu adalah berlangsungnya era perdagangan bebas yang dimulai sejak tahun 1995, pada saat pembentukan WTO. Industri dan produk nasional harus bersaing dengan produk impor pada pasar domestik Indonesia, dan produksi dalam negeri diperdagangkan di negara tujuan ekspor dan mendatangkan devisa. Sementara konsumsi nasional terus meningkat dari tahun ke tahun, yang telah diantisipasi dengan peningkatan kapasitas giling gandum, maka pada saat ini industri nasional dapat mengekspor produksinya ke pasar tujuan ekspor dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas yang tersedia sehingga tidak ada yang terbuang.
10
3. Sentra-Sentra Produksi Pada tahun 2015, ke 29 Flour Mills tersebut diatas yang juga merupakan sentra-sentra produksi, distribusi dan pasokan tepung gandum/terigu di berbagai wilayah dalam kerangka nusantara, adalah sebagaimana yang tergambar dalam Peta Lokasi 1 dibawah. Sayangnya, masih terpusat di Pulau Jawa. Dibandingkan dengan situasi dan kondisi selama masih berlangsung tata niaga bagi tepung gandum/terigu yang diselenggarakan oleh BULOG, sebagaimana digambarkan dalam Peta Lokasi 2 dibawah, maka pertumbuhan sentra-sentra produksi tepung gandum/terigu di Indonesia berlangsung cukup menggembirakan terutama selama periode 1998 – 2015. Peta Lokasi 1 Per Tahun 2014
11
Peta Lokasi 2 Periode Tahun 1970 - 1998
4. Konsumsi Nasional dan Eksportasi a. Selama kurun waktu 4 tahun (2010 s/d 2013), volume konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu terus mengalami peningkatan (Grafik 2). Peningkatan produksi dan konsumsi tepung gandum/terigu, pada gilirannya akan meningkatkan volume pengadaan bijih gandum sebagai bahan baku utama (Tabel 2). Sekalipun bijih gandum harus senantiasa di impor, namun industri nasional tepung gandum/terigu telah mampu beroperasi secara efisien dan menguntungkan, serta memiliki beberapa akses pada bahan baku sehingga mampu bersaing di pasar tujuan ekspor secara berkelanjutan.
12
Tabel 2 KONSUMSI NASIONAL
2010
2011
2012
2013
URAIAN 000 Ton Total Impor G
%
000 Ton
%
000 Ton
%
000 Ton
%
776
19
680
14
480
10
205
4
Produksi Dalam Negeri
3.316
81
4.062
86
4.562
90
5.078
96
f Nasional Konsumsi
4.091
100
4.742
100
5.041
100
5.283
100
r a i
Ekuivalen Penggunaan Gandumk
5.114
5.928
6.302
6.604
Grafik 2 PERTUMBUHAN KONSUMSI TEPUNG GANDUM NASIONAL (‘000 Ton)
Kesadaran masyarakat akan gandum sebagai sumber makanan pangan alternatif pengganti beras pun semakin besar, hal itu dapat kita lihat dengan semakin meningkatnya volume konsumsi tepung terigu per kapita penduduk Indonesia yang berusia diantara 5 – 64 tahun, dimana sebagian besar dari konsumsi nasional yang ada dipenuhi oleh industri nasional dan sebagian sisanya berasal dari importasi (Grafik 2). Berdasarkan Tabel 3, pada tahun 2013 setiap orang sekurang kurang dapat
13
menghabiskan tepung gandum 25,5 kg setiap tahunnya atau sebanyak 69,8 gram setiap harinya, atau dengan definisi lain bahwa dalam 1 hari setiap orang dapat menghabiskan setidaknya 87,2 gram bijih gandum. Pada grafik 2 mengindikasikan tren pertumbuhan konsumsi per kapita yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 3 KONSUMSI TEPUNG GANDUM PER KAPITA PENDUDUK INDONESIA
Uraian
Satuan
2010
2011
2012
2013
Konsumsi Tepung Terigu Ekuivalen Bijih Gandum Jumlah Penduduk (Usia 5 - 64 Thn)
('000 Ton) ('000 Ton) ('000)
4.091 5.114 200.308
4.742 5.928 202.733
5.041 6.302 205.131
5.283 6.604 207.501
Konsumsi Tepung Terigu Ekuivalen Konsumsi Bijih Gandum
(Kg/Tahun Per Kapita) (Kg/Tahun Per Kapita)
20,4 25,5
23,4 29,2
24,6 30,7
25,5 31,8
G Konsumsi Tepung Terigu (Gram/Hari Per Kapita) Ekuivalen Konsumsi Bijih Gandum (Gram/Hari Per Kapita) r
56,0 69,9
64,1 80,1
67,3 84,2
69,8 87,2
a Grafik 3 PERTUMBUHAN KONSUMSI TEPUNG GANDUM PER KAPITA PENDUDUK INDONESIA (Gram / Hari)
14
b. Importasi Sekalipun kapasitas giling gandum industri nasional lebih dari memadai, namun dalam jumlah tertentu dan dalam situasi-kondisi tertentu, kebutuhan konsumsi nasional hanya dapat atau akan lebih baik apabila di penuhi melalui importasi tepung gandum/terigu ke wilayah Indonesia. Pasar dan konsumen dalam negeri cenderung bersifat sangat elastis, terutama dalam kaitannya dengan harga dan ketersediaan pasokan, dan selama praktek perdagangan terkait berlangsung secara free, transparan dan fair, industri nasional siap bersaing secara sehat. Dengan banyaknya negara – negara produsen tepung gandum/terigu sejenis dari luar negeri yang masuk ke Indonesia diantaranya antara lain Turki, India, Srilanka, Ukraina dan lainnya, telah memberikan dimensi tersendiri dalam persaingan produk domestik dan produk impor. Tiga negara diantaranya, yakni Turki, Srilanka, dan India merupakan negara dengan pengekspor tepung gandum terbesar dengan total impor mencapai 86% dari total impor yang terjadi selama tahun 2013, sebagaimana tergambar dalam tabel berikut. Tabel 4 IMPORTASI TEPUNG GANDUM INDONESIA
Turki Sri Lanka India Negara Lain
2010 Ton 000 USD 454.768 137.312 166.919 66.201 0 153.847 57.740
2011 Ton 000 USD 387.406 139.879 207.790 105.720 600 198 84.330 35.961
2012 Ton 000 USD 230.998 80.107 175.313 80.357 8.136 3.219 65.236 25.151
2013 Ton 000 USD 59.733 19.478 56.848 26.414 59.823 23.655 29.043 12.527
Total Impor
775.534
680.125
479.682
205.447
Negara
Rata - Rata CIF (USD/Ton)
336,9
261.253
414,3
281.758
188.833
393,7
Grafik 4 DOMINASI IMPORTASI TEPUNG GANDUM INDONESIA TAHUN 2013
399,5
82.074
15
c. Eksportasi Tingginya tingkat persaingan usaha atas produk – produk berbasis gandum yang terjadi saat ini di pasar lokal, telah memacu para produsen dan industri lokal untuk lebih kreatif dalam menciptakan produk – produk yang lebih diminati masyarakat. Besarnya nilai investasi yang dikeluarkan tersebut dalam menciptakan produk – produk bermutu telah memberikan hasil yang baik, terbukti dengan semakin meningkatnya nilai ekspor selama kurun waktu 4 tahun terakhir (2010 s/d 2013), sebagaimana terungkap dalam Tabel 5 dan Grafik 4. Tabel 5 NILAI EKSPOR TEPUNG GANDUM, PRODUK TURUNAN BERBASIS TEPUNG GANDUM, &BY PRODUCT TEPUNG GANDUM INDONESIA
NILAI EKSPOR ('000 USD, FOB) TAHUN
2010 2011 2012 2013
TEPUNG GANDUM 18.703 18.296 26.297 37.063
PRODUK TURUNAN BERBASIS TEPUNG BY PRODUCT GANDUM 329.159 416.077 441.871 564.646
71.660 71.043 88.055 105.762
TOTAL
419.522 505.416 556.223 707.471
GROWTH 20% 10% 27%
Grafik 5 PERTUMBUHAN NILAI EKSPOR TEPUNG GANDUM, PRODUK TURUNAN BERBASIS TEPUNG GANDUM, &BY PRODUK TEPUNG GANDUM INDONESIA (‘000 USD)
16
d. Profil Konsumen Berdasarkan umpan balik yang diperoleh dari lapangan, pengguna tepung gandum di Indonesia terbagi dalam 3 kelompok bentuk usaha, yakni : 60% penggunanya adalah UKM, 32% adalah Industri Besar Modern, dan 8% sisanya adalah Industri Rumah Tangga.
Tabel 6 PROFIL PENGGUNA TEPUNG GANDUM NASIONAL
e. Peranan Industri Tepung Terigu Nasional Tepung gandum/terigu merupakan bahan baku utama industri makanan, dengan terpenuhinya kebutuhan/pasokan maka akan berbanding lurus dengan berkembangnya industri-industri makanan berbasis tepung gandum/terigu dalam negeri. Semakin besarnya permintaan masyarakat akan makanan berbasis tepung terigu, maka akan memberikan tantangan baru industri dalam negeri untuk menambah kapasitas produksinya dan berdampak semakin besarnya penyerapan tenaga kerja yang diperlukan.
17
Hal ini merupakan suatu dampak positif akan pentingnya industri tepung gandum/terigu nasional terhadap permasalahan dalam negeri, khususnya dalam hal memperluas lapangan pekerjaan.
5. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) a. APTINDO dibentuk pada bulan Maret 2000 berdasarkan prakarsa para produsen tepung gandum/terigu di Indonesia. Tujuan APTINDO adalah memperjuangkan perumusan dan implementasi kebijakan Pemerintah yang bermanfaat bagi peningkatan daya saing industri tepung gandum/terigu dalam negeri dan dalam rangka kelangsungan hidup industri tepung gandum/terigu dimaksud, yang saat ini telah menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 4.000 anggota masyarakat. Selain itu, APTINDO berperan dalam memperjuangkan kebijakan pemerintah yang pro-industri terigu dalam negeri demi kelangsungan industrinya, serta mampu menampung aspirasi baik dari produsen tepung gandum/terigu Indonesia maupun konsumen tepung gandum/terigu di Indonesia.
b. Keanggotaan APTINDO Hingga saat ini, APTINDO beranggotakan: 1.
PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk (Bogasari Flour Mills);
2.
PT. Sriboga Flour Mill;
3.
PT. Eastern Pearl Flour Mills;
4.
PT. Panganmas Inti Persada;
5.
PT. Pundi Kencana;
6.
PT. Berkat Indah Gemilang;
7.
PT. Cerestar Flour Mills;
8.
PT. Lumbung Nasional Flour Mills;
9.
PT. Golden Grand Mills; dan
10. PT. Bungasari Flour Mills Indonesia.
18
c. Keberhasilan tindakan yang pernah dilakukan Adapun prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh APTINDO, antara lain: 1. Memperjuangkan Standard Labeling atas barang impor agar sesuai dengan peraturan labeling yang berlaku di Indonesia 2. Memperjuangkan Standard Nasional Indonesia / SNI dari voluntary menjadi wajib demi kepentingan nasional 3. Memperjuangkan Bea Masuk atas terigu impor dari 0% menjadi 5% 4. Memperjuangkan Bea Masuk anti dumping/BMAD atas terigu impor asal Cina, India (Nov 2005) & Uni Emirat Arab (Juni 2006) 5. Memperjuangkan diberlakukannya kembali SNI Wajib tepung gandum/terigu (Agustus 2008), yang diback-up oleh UNICEF 6. Dipercaya membantu distribusi tabung gas @ 3 kg dalam konversi gas untuk UMKM mitra APTINDO 7. Aktif dalam organisasi KADIN Indonesia untuk menyuarakan kepentingan industri terigu nasional 8. Aktif dalam forum-forum Pemerintah, dalam negeri maupun bilateral 9. Aktif sebagai mitra Pemerintah, legislative, NGO maupun akademisi dalam diskusi pangan
19
BAB III PRAKTEK PERDAGANGAN CURANG DAN PERLAWANAN INDUSTRI DALAM NEGERI
A. Perlindungan Perdagangan (Trade Remedies)
Sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization dan Pasal 23D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 serta dalam rangka mewujudkan praktek perdagangan yang free dan fair untuk menghindari terjadinya praktek curang yang merugikan kerangka perdagangan global, Pemerintah dalam hal ini telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Terdapat beberapa instrumen perlindungan perdagangan (Trade Remedies) yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kerugian bagi Industri Dalam Negeri yang dialami dalam perdagangan, antara lain : 1. Tindakan Antidumping merupakan tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea masuk/pungutan terhadap barang impor dumping yakni barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengeskpor sehingga menyebabkan kerugian bagi Industri Dalam Negeri. 2. Tindakan Imbalan merupakan tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea masuk/pungutan terhadap barang impor yang mengandung subsidi yakni setiap bantuan keuangan maupun dukungan lainnya yang diberikan oleh pemerintah atau badan pemerintah baik secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari atau ke negara yang bersangkutan sehingga dengan pemberian subsidi tersebut dapat merugikan Industri Dalam Negeri atau negara tujuan ekspor. 3. Tindakan Pengamanan Perdagangan merupakan tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan atau mencegah ancaman kerugian serius yakni kerugian menyeluruh yang diderita oleh Industri Dalam Negeri maupun kerugian yang jelas akan terjadi dalam waktu dekat yang penetapannya didasarkan atas fakta-fakta, bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.
20
B. Perlawanan Industri Dalam Negeri
Sebagai asosiasi di bidang produksi tepung gandum/terigu yang terbesar dan memiliki tradisi yang solid, APTINDO senantiasa menempatkan diri pada titik terdepan untuk memperjuangkan terwujudnya praktek perdagangan yang free and fair diantara sesama produsen tepung gandum/terigu, dan senantiasa menjadi yang terdepan untuk melakukan perlawanan terhadap berbagai praktek perdagangan curang yang merugikan yang dilakukan oleh produsen/eksportir tepung gandum impor. APTINDO mungkin merupakan salah satu dari sedikit asosiasi/perkumpulan dibidang industri-komersial yang paling proaktif dalam memanfaatkan berbagai instrumen “perlindungan perdagangan” (trade remedies) yang tersedia dalam kerangka hukum multilateral WTO. Sebagai perwakilan dari produsen tepung terigu/gandum nasional, berbagai upaya telah dilakukan APTINDO terhadap tindakan praktek curang perdagangan guna menanggulangi dan atau memulihkan kerugian dalam negeri, antara lain : 1. Tindakan Anti Dumping atas impor Tepung Terigu (Gandum) yang berasal dari Negara Australia, EU, dan UAE (2004) Pada tanggal 20 Oktober 1999, Industri Dalam Negeri, sebagai Pemohon, mengajukan petisi antidumping terhadap impor tepung gandum (terigu) yang berasal dari Australia, EU, dan UAE.Selanjutnya,
KADI memulai penyelidikan pada tanggal
22 Maret 2000 sebagai tindaklanjut permohonan Industri Dalam Negeri. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh KADI, maka tanggal 21 September 2001, KADI merekomendasikan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dengan range antara 6%-36%, dan terbukti adanya dumping yang menyebabkan kerugian material bagi Industri Dalam Negeri. Adapun usulan pengenaan BMAD untuk Uni Eropa adalah sebesar 17,07%-35,93%, UEA sebesar 13,11%-34,11%, dan Australia sebesar 5,96%-33,72%. Selanjutnya, bulan Agustus 2002, Tim Pengkajian BMAD merekomendasikan tidak mengenakan BMAD untuk negara EU, UEA, dan Australia, serta mengenakan tarif MFN atas terigu impor sebesar 5%. Tahun 2002, Pemerintah Indonesia tidak menerima rekomendasi KADI untuk pengenaan BMAD, namun tetap menetapkan bea masuk
21
normal sebesar 5%. Tanggal 9 Januari 2004, Industri Dalam Negeri selaku Pemohon menutup kasus tersebut. 2. Tindakan Anti Dumping atas impor produk Tepung Gandum (Terigu) yang berasal dari Negara China, UEA, dan India (2006) APTINDO mengajukan permohonan penyelidikan Antidumping kepada KADI atas adanya dugaan dumping terhadap produk impor tepung gandum/terigu yang berasal dari Negara China, UEA, dan India. Berdasarkan permohonan penyelidikan yang disampaikan oleh APTINDO tersebut, KADI menginisiasi dimulainya penyelidikan atas produk tepung gandum/terigu yang berasal dari China dan India. Berdasarkan hasil penyelidikan KADI, maka pada tanggal 11 November 2005 telah diterbitkan PMK Nomor 109/PMK.010/2005 tentang pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk produk tepung terigu/gandum yang berasal dari China dan India. Adapun besaran pengenaan BMAD untuk Negara China adalah sebesar 0- 9,50%, dan China sebesar 11,4 %. Selanjutnya, pada tangal 19 Juni 2006, pengenaan BMAD terhadap produk impor tepung gandum/terigu yang berasal dari Uni Emirat Arab tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.010/2006 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) Terhadap Impor Tepung Gandum dari Negara Uni Emirat Arab dengan Nomor HS 1101.00.10.00. Adapun besaran BMAD yang dikenakan adalah sebesar 14,85%, yang dikenakan kepada Emirates Grain Products Company LLC sebesar 14,85%, dan produsen/eksportir lainnya sebesar 14,85%. 3. Tindakan Anti Dumping atas impor produk Tepung Gandum (Terigu) yang berasal dari Negara Turki, Sri Lanka, dan Australia (2008) APTINDO (Asosiasi Produsen Tepung gandum/terigu Indonesia), yang diwakili tiga anggotanya, yakni PT Sriboga Ratu Raya, PT Eastern Pearl Flour Mills DAN PT Panganmas Inti Persada (yang mewakili pangsa produksi nasional sebesar 27,03%), dengan pendukungnya antara lain PT. Fugui Flour and Grain dan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk (Bogasari Flour Mills), telah mengajukan petisioner kepada KADI pada tanggal 16 Oktober 2008 untuk melakukan penyelidikan atas Terigu Impor Asal Turki,
Srilanka, danAustralia yang diduga melakukan dumping.
22
Petisi itu ditanggapi oleh KADI dengan melakukan investigasi, namun sebelum melakukan investigasi tepatnya pada tanggal 17 November 2008 KADI telah mengumumkan dimulainya penyelidikan terhadap kasus tersebut di harian Koran Tempo, setelah data pemohon dinyatakan lengkap sesuai peraturan yang ada. Selanjutnya, pada tanggal 28 Desember 2009, KADI mengeluarkan final disclosure (Laporan Akhir) terhadap kasus itu dengan masa Investigasi untuk Dumping dan hubungan klausal adalah 12 (dua belas) bulan terhitung 1 Oktober 2007 s/d 30 September 2008, dan diperpanjang selama 6 (enam) bulan menjadi s/d 17 Mei 2010, dan Penyelidikan untuk kerugian meliputi periode selama 3 (tiga) tahun terhitung 1 Oktober 2005 s/d 30 September 2007. Berdasarkan hasil penyelidikan, KADI memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan. Selanjutnya, pada tanggal 31 Desember 2009, Menteri Perdagangan memberikan surat kepada Menteri Keuangan yang berisikan rekomendasi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dengan Nomor HS. 1101.00.10.00 terhadap Impor Tepung Gandum/Terigu asal Turki kepada Perusahaan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bafra eris Un Yem Gida San Ve. Tic A.S sebesar 21,99% Erister Gida Sanayi Ve Ticaret A.S sebesar 19,67% Mamara Un Sanayi A.S sebesar 18,69% Ulas Gida Un Textil Nakliye Ticaret sebesar 20,86% Ulusoy Un Sanayi Ve Ticaret sebesar 20,28% Eksportir/Produsen lainnya sebesar 21,99%
Pada tanggal 15 Januari 2010 Menteri Perdagangan kembali mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan berisi tentang masa berlaku pengenaan BMAD atas produk Tepung gandum/terigu asal Turki. Sayangnya, Menteri Keuangan belum mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) perihal Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping atas produk tepung gandum/terigu asal Turki. Namun, pada tanggal 12 April 2012, APTINDO mencabut petisi anti dumping akibat rekomendasi yang dimaksud telah kadaluarsa. 4. Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards) APTINDO pada tanggal 13 Agustus 2012 mengajukan permohonan pengenaan tindakan pengamanan perdagangan (TPP) kepada Komite Pengamanan Perdagangan
23
Indonesia (KPPI). Atas pengajuan permohonan dimaksud, maka KPPI memulai penyelidikan pada tanggal 24 Agustus 2012 atas adanya lonjakan importasi tepung gandum/terigu ke Indonesia. a. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS)
Pada tanggal 1 Oktober 2012, APTINDO mengajukan BMTPS kepada KPPI. APTINDO menilai bahwa telah terjadi irreparable damage, yaitu suatu kondisi kerugian serius khususnya pada 4 (empat) industri yang baru dimana hanya dapat diperbaiki dengan intervensi Pemerintah berupa kebijakan perlindungan. Berdasarkan PMK Nomor 193/PMK.011/2012 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara Terhadap Impor Tepung Gandum, Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan BMTPS sebesar 20% atas produk tepung gandum/terigu. BMTPS berlaku selama 200 hari terhitung sejak tanggal 5 Desember 2012 dan berakhir pada bulan Juli 2013. b. Pengenaan Kuota Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23/M-DAG/PER/4/2014 tentang Ketentuan Pengenaan Kuota Dalam Rangka Tindakan Pengamanan Perdagangan Terhadap Impor Tepung Gandum (“Permendag No. 23/2014”) yang menyatakan bahwa kuota tersebut dikenakan terhadap tepung gandum yang telah difortifikasi (Nomor HS. 1101.00.10.10) dan tepung gandum lain-lain (Nomor HS. 1101.00.10.90). Adapun jumlah kuota adalah sebesar 441.141 Ton, dengan alokasi sebagai berikut: a. Turki dengan kuota sebesar 251. 450 ton; b. Sri Lanka dengan kuota sebesar 136.754 ton; c. Ukraina dengan kuota sebesar 22.057 ton; dan d. Negara Lainnya dengan kuota sebesar 30.880 ton. Ketentuan pengenaan kuota sebagaimana dimaksud dalam Permendag No. 23/2014 berlaku sejak 4 Mei 2014 dan berakhir pada tanggal 4 Desember 2014.
24
5. Permohonan Bagi Penyelidikan Praktek Dumping (2014) APTINDO menyampaikan permohonan kepada KADI untuk menyelenggarakan penyelidikan atas dugaan terjadinya praktik dumping yang merugikan kepentingan Industri Dalam Negeri. APTINDO, melalui petisi, menyampaikan bukti awal yang cukup (prima facie evidence) berdasarkan hasil pengkajian yang bersifat objektif dan komprehensif, yang diperlukan bagi KADI untuk menetapkan dimulainya penyelidikan atas praktik dumping tersebut sesuai dengan Peraturan Anti-Dumping. Dalam hal ini APTINDO memutuskan untuk mewakili industri dalam negeri sebagai Pemohon dalam Petisi Anti Dumping yang diajukan kepada KADI. Para Pemohon dalam hal ini merupakan APTINDO mendalilkan bahwa tepung gandum/terigu yang diimpor dari Turki, Sri Lanka, dan India serta dipasarkan di Indonesia ternyata dijual pada tingkat harga dumping, sehingga menimbulkan kerugian material, terhadap industri dalam negeri yang memproduksi Barang Sejenis. Adapun APTINDO menyampaikan bukti-bukti tentang: 1. Adanya praktik dumping, dalam kaitannya dengan Barang Dumping; 2. Terjadinya kerugian yang dialami Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang Sejenis; dan 3. Adanya hubungan kausal antara praktik dumping dengan kerugian yang dialami Industri Dalam Negeri. Dengan adanya bukti awal yang cukup, maka APTINDO mengajukan Petisi Anti Dumping kepada KADI pada tanggal 28 Maret 2014. Selanjutnya, KADI telah memulai penyelidikan pada tanggal 27 Agustus 2014 dan telah diumumkan di surat kabar Bisnis Indonesia pada tanggal 27 Agustus 2014. Hingga saat ini, KADI masih dalam tahap penyelidikan atas produk Tepung Gandum (Wheat Flour) dengan Nomor HS. 1101.00.10 yang berasal dari India, Sri Lanka, dan Turki.
25
C. Praktek Perdagangan Curang: Dumping Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2011 pada Pasal 4 ayat (4) tentang syarat yang harus terpenuhi dalam mengajukan penyelidikan tindakan antidumping, bahwa telah kami temukan bukti awal (prima facia evidence) akan adanya praktek perdagangan curang dalam impor barang tepung gandum/terigu yang dilakukan oleh negara Turki, Srilanka, dan India. a. Adanya Barang Dumping Yakni barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengeskpor. Dalam penelitian yang kami lakukan dan telah kami cantumkan dalam dokumen petisi anti dumping versi non rahasia, kami gambarkan bahwa adanya marjin dumping atau selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang dumping dari negara Turki, Srilangka, dan India diatas 2% dengan range marjin bervariasi antara 14% sampai dengan 70%. Grafik 6 PERSENTASE MARJIN DUMPING TEPUNG GANDUM/TERIGU IMPOR TAHUN 2013
b. Terjadinya Kerugian Dalam hal ini berupa kerugian materiel yang diberita oleh Industri Dalam Negeri baik yang telah terjadi, berupa ancaman, maupun yang menyebabkan terhalangnya pengembangan industri dapat terlihat dari grafik menurunnya marjin pendapatan
26
serta terhambatnya perkembangan harga jual domestik yang tidak sebanding dengan peningkatan biaya produksi. Grafik 7 TREN KERUGIAN MATERIAL YANG DIALAMI OLEH INDUSTRI TEPUNG GANDUM/TERIGU DALAM NEGERI
c. Hubungan Sebab Akibat antara Barang Dumping dan Kerugian 1. Dampak Volume Analisa dampak volume dilakukan dengan menggunakan metode kumulasi karena telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Article 3.3 Anti Dumping Agreement, yaitu margin dumping tidak de minimis, impor tidak negligible, dan terdapat kondisi persaingan yang sama antara barang impor dumping maupun antara barang impor dumping dengan produk APTINDO. a) Secara Absolut
Tabel perkembangan impor periode tahun 2010 s/d 2013 memuat data dan informasi mengenai Volume Impor Barang Dumping selama tahun 2010 – 2013, yang didalamnya terdapat periode diberlakukannya Bea Masuk Tindakan Pengamanan
Sementara
(BMTPS)
atas
importasi
tepung
gandum
ke
27
Indonesia.Untuk meneliti secara seksama dampak volume yang terjadi, APTINDO membagi periode tersebut sebagai berikut: a. Periode sebelum berlakunya BMTPS (tahun 2010 s/d 2012), b. Periode selama berlakunya BMTPS dimaksud (semester 1 tahun 2013); dan c. Periode setelah berakhirnya BMTPS tersebut (semester 2 tahun 2013) Tabel 7 IMPOR TEPUNG GANDUM/TERIGU NASIONAL PERIODE TAHUN 2010 s/d 2013
Negara 1. Negara diduga dumping a. Turki b. Sri Lanka c. India 2. Negara Lain Total Impor
2013 (MT)
2010 (MT)
2011 (MT)
2012 (MT)
621.687
595.795
414.446
70.366
106.037
454.768 166.919 153.847
387.406 207.790 600 84.330
230.998 175.313 8.136 65.236
5.740 44.439 20.188 12.135
53.994 12.409 39.635 16.908
775.534 S
680.125
479.682
82.502
122.945
Semester 1
Semester 2
Periode sebelum berlakunya BMTPS ditandai dengan tren penurunan volume impor, baik secara total maupun yang berasal dari Turki, Srilanka dan India. Mohon dicatat bahwa selama periode tersebut terjadi serangkaian peristiwa hukum yang bersifat sementara yang menimbulkan efek distorsi pasar (trade distortion effect), sebagaimana yang telah diuraikan diuraikan dalam BAB III Huruf A diatas.
Selanjutnya dalam periode selama pengenaan BMTPS sebesar 20% (Grafik 8) terlihat dengan jelas dan tegas bahwa terjadi penurunan volume impor secara total maupun yang berasal dari negara yang dituduh dumping, selama semester 1 tahun 2013. Hal ini menunjukan sebuah fakta bahwa tepung gandum/terigu adalah komoditi bahan pangan yang sangat sensitif terhadap perubahan harga, dan pengenaan bea masuk yang lebih besar daripada bea masuk MFN yang berlaku (sebesar 5%) sangat efektif untuk menurunkan volume impor. Mohon dicatat bahwa trade freezing effect yang ditimbulkan oleh pengenaan BMTPS tadi bersifat sementara, sehingga pada gilirannya volume impor akan kembali meningkat setelah berakhirnya BMTPS.
28
Grafik 8 PERGERAKAN VOLUME (MT) TOTAL IMPOR TEPUNG GANDUM DARI 3 NEGARA (TURKI, SRILANKA, & INDIA) PADA MASA PENGENAAN BMTPS
Pada periode setelah berakhirnya pengenaan BMTPS (semester 2 tahun 2013), secara bertahap dan pasti terjadi peningkatan volume impor secara total. Secara kumulatif, impor yang berasal dari negara yang dituduh dumping juga meningkat lebih besar. Dibandingkan dengan semester 1 tahun 2013, maka peningkatan volume impor pada semester 2 tahun 2013 dari negara yang dituduh dumping adalah sebesar 51%. Peningkatan volume impor tersebut berlangsung secara signifikan, yang akan membuat kerugian Industri Dalam Negeri menjadi semakin parah. Dengan demikian, dapat disimpulkan terjadi dampak volume secara absolut.
29
b) Secara Relatif Tabel 8 PANGSA PASAR KONSUMSI TEPUNG GANDUM/TERIGU NASIONAL 2013 (%) Semester 1 Semester 2
2010 (%)
2011 (%)
2012 (%)
15
13
8
3
4
11
8
5
0,22
2,02
• India
-
0,01
0,16
0,77
1,48
• Srilanka
4
4
3
2
0,46
4
2
1,29
0,47
0,63
81
86
90,71
96,53
95,37
100
100
100
4.091.216
4.742.452
5.041.212
URAIAN 1. Negara diduga dumping • Turki
2. Negara Lainnya 3. Produsen Dalam Negeri Total Konsumsi Nasional
100 2.605.289
2.677.757
Dari tabel diatas dapat dilihat, secara kumulatif pangsa pasar impor dari negara yang dituduh dumping pada semester 2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan semester 1 pada saat diberlakukannya BMTPS di tahun 2013. Dengan demikian, terjadi dampak volume secara relatif. 2. Dampak Harga (Price Effect) a.
Price Undercutting5 Merupakan tindakan pemotongan harga yang dilakukan oleh importir – produsen terhadap barang impor atau yang diproduksi guna merebut pangsa pasar domestik negara tujuan ekspor sehingga menjadikan harga jual barang impor tersebut dapat berada dibawah harga jual tepung gandum/terigu domestik.
5
Berdasarkan petisi anti dumping tepung gandum yang bersifat non confidential yang telah diajukan kepada KADI dan hingga saat ini KADI telah memulai penyelidikan pertanggal 27 Agustus 2014
30
Tabel 9 PRICE UNDERCUTTING NEGARA
2010
Price Undercutting • Turki • India • Sri Lanka
37,05 % 0,00 % 17,31%
2011
2012
33,60% 39,31% 6,43%
31,49% 21,85% 9,45%
2013 SMT 1
SMT 2
2,81% -1,06% -15,63%
35,28% 21,46% 11,19%
Dari tabel diatas, terlihat bahwa telah terjadi price undercutting terhadap tepung gandum/terigu impor yang berasal dari negara Turki, India, dan Sri Lanka selama tahun
2010 s/d
2012
atau
sebelum
berlakunya
BMTPS,
namun ketika
diberlakukannya BMTPS pada semester 1 tahun 2013 hanya negara Turki saja yang masih melakukan price undercutting. Sebaliknya ketika masa pemberlakuan BMTPS berakhir, ketiga negara tersebut semuanya kembali melakukan price undercutting. b. Price Depression Merupakan tindakan penurunan harga jual yang dilakukan oleh Industri Dalam Negeri dalam meredam gejolak harga impor tepung gandum/terigu untuk dapat tetap bersaing di pasar domestik Grafik 9 PRICE DEPRESSION (USD / MT)
31
Bahwa selama periode 2010 s/d 2013 harga tepung gandum/terigu Industri Dalam Negeri terdepresi dengan persaingan harga impor tepung gandum yang berasal dari Turki, Srilanka, dan India. Terlihat bahwa harga impor barang sejenis tersebut berada dibawah harga domestik atau dumping, sehingga apabila Industri Dalam Negeri tidak menekan harga jual akan berdampak pada hilangnya pangsa pasar. c. Price Suppresion Merupakan tindakan penekanan biaya produksi dan marjin laba kotor perusahaan yang dilakukan oleh Industri Dalam Negeri guna menjaga stabilisasi kelangsungan proses produksi. Grafik 10 PRICE SUPPRESSION
Berdasarkan grafik di atas, tampak bahwa terjadinya price suppression selama tahun 2010 s/d 2013 terus mengalami penurunan. Indikator-indikator tersebut memberikan gambaran konkret bahwa Industri Dalam Negeri pada satu sisi harus menyerap biaya produksi yang terkait dengan bahan baku impor yang cenderung fluktuatif, dan disisi lain tidak dapat secara mudah menaikan/menurunkan harga jual
tepung
gandum
yang
diproduksinya,
mengingat
memperhatikan kemampuan daya beli konsumen,
harus
senantiasa
ke-ekonomian-nya
bagi
produsen tepung gandum nasional, dan kenyataannya bahwa terdapat tepung
32
gandum impor yang diperdagangkan pada tingkat harga dumping di Indonesia. Akibatnya marjin keuntungan cenderung mengecil, dan pertumbuhan pendapatan penjualan juga menurun. D. Potensi Permasalahan Berdasarkan Grafik 11, diperkirakan volume impor pada tahun 2014 akan menjadi lebih besar dibandingkan tahun 2012 dan 2013, yang ditengarai dijual pada tingkat Harga Dumping, sehingga apabila tidak diterapkan Bea Masuk Anti-Dumping maka Industri Dalam Negeri akan kehilangan pangsa pasar yang lebih besar dan kerugian yang akan terus berlanjut, bahkan menjadi lebih parah. Grafik 11 PERTUMBUHAN IMPOR TEPUNG GANDUM INDONESIA
Industri dan produsen dalam negeri sudah semestinya dilindungi dengan memberlakukan Bea Masuk Anti-Dumping Sementara dan/atau Bea Masuk Anti-Dumping terhadap
importasi Barang Dumping. Melalui perlindungan dimaksud, maka terdapat
jaminan bagi kestabilan pasar domestik di masa mendatang dan sekaligus melindungi konsumen terhadap fluktuasi harga tepung gandum/terigu. Dengan menghilangkan praktik persaingan curang tersebut, Industri Dalam Negeri yang memproduksi Barang
33
Sejenis dapat bersaing di pasar domestik, dan mampu memberikan pelayanan yang lebih kepada konsumen, sehingga kebutuhan konsumsi nasional dapat sepenuhnya dipasok oleh Industri Dalam Negeri. Apabila Bea Masuk Anti-Dumping Sementara dan/atau Bea Masuk Anti-Dumping tidak diberlakukan terhadap importasi Barang Dumping, maka diperkirakan banyak produsen tepung gandum/terigu dalam negeri yang akan menderita kerugian. Melihat situasi pasar dalam negeri saat ini, sudah tepat apabila KADI menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah Republik Indonesia bagi pengenaan Bea Masuk AntiDumping Sementara dan/atau Bea Masuk Anti-Dumping, dan apabila diperlukan dapat menemukan
indikasi adanya kemungkinan subsidi dari rendahnya harga impor yang
masuk ke Indonesia.
34
BAB IV PENUTUP
Berdasarkan uraian diatas, bersama ini APTINDO menyampaikan beberapa pemikiran, kesimpulan dan rekomendasi guna menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah RI dalam menyikapi dan mengambil langkah-langkah konkret melawan praktek perdagangan curang yang berlangsung dalam kegiatan importasi tepung gandum/terigu ke dalam wilayah NKRI, sebagai berikut : 1. Tepung gandum/terigu telah menjadi komoditi strategis dalam rangka upaya diversifikasi pangan nasional dan guna mengurangi ketergantungan pada komoditi beras, dan dari tahun ke tahun menunjukkan tren peningkatan dalam konsumsi nasional; 2. Industri nasional tepung gandum/terigu memiliki kapasitas-kapabiltas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional secara keseluruhan, baik dari segi pasokan, mutu, maupun harga, karena industri nasional tepung gandum/terigu termasuk salah satu diantara beberapa negara produsen yang mampu beroperasi secara efisien, efektif dan menguntungkan; 3. Sebagian dari kebutuhan konsumsi nasional akan tepung gandum/terigu, pemenuhannya masih dilakukan melalui importasi. Mengingat tepung gandum/terigu merupakan komoditi yang bersifat elastis, maka persoalan importasi tepung gandum/terigu ke dalam wilayah NKRI, menjadi hal yang sangat strategis; 4. Dalam keadaan normal dan wajar, industri nasional tepung gandum/terigu senantiasa mampu bersaing dengan produk impor di dalam negeri, karena pasar domestik terbentuk dan terselenggarakan berdasarkan platform dan tradisi keterhubungan yang harmonis antara kepentingan konsumen, produsen, distributor, dan pemerintah; 5. Kegiatan importasi tepung gandum/terigu ke dalam wilayah NKRI dapat mengandung atau dihasilkan dari praktek perdagangan curang yang berlangsung antarnegara, yang secara langsung - tidak langsung, dapat merugikan kelangsungan pasar domestik dan kepentingan industri dalam negeri; 6. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), telah sejak lama menjadi penyambung lidah diantara kepentingan konsumen, produsen dan pemerintah di dalam negeri, dan paling aktif mengambil langkah dan melakukan terobosan untuk mencegah dan menanggulangi praktek perdagangan curang yang berlangsung dalam kegiatan importasi tepung gandum/terigu;
35
7. Berdasarkan kerangka hukum World Trade Organzation (WTO), dimana Indonesia adalah salah satu negara anggota-pendiri, pada dasarnya tersedia berbagai instrumen dan mekanisme yang dapat digunakan oleh negara anggota untuk mencegah atau menanggulangi praktek perdagangan curang yang berlangsung antarnegara anggota WTO; 8. Sehubungan dengan hal tersebut, APTINDO yang mewakili mayoritas industri nasional tepung gandum gandum/terigu, untuk kesekian kalinya mengajukan permohonan kepada Pemerintah cq. Menteri Perdagangan untuk melakukan penyelidikan atas dugaan terjadinya praktek perdagangan curang berupa Dumping, dalam importasi tepung gandum/ terigu ke dalam wilayah NKRI. 9. Sebagaimana situasi dan kondisi pada saat terbentuk/dilahirkan, industri nasional tepung gandum/terigu pada dasarnya senantiasa mengenai atau merupakan hasil kolaborasi secara simbiosis antara kepentingan konsumen, produsen dan pemerintah. Sistem Hukum Multilateral WTO memungkinkan kolaborasi tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur tertentu, termasuk pengajuan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara.
APTINDO, baik sebagai sebuah wadah yang terbuka bagi aspirasi dan kepentingan dari perusahaan-produsen
tepung
gandum/terigu
utama
di
Indonesia
maupun
sebagai
penyambung lidah antara kepentingan sektor swasta maupun pemerintah, senantiasa berpendapat bahwa industri nasional pasti akan dan telah mampu bersaing dengan pihak manapun juga, baik di pasar dalam negeri maupun dalam pasar negara tujuan ekspor, sepanjang sistem perdagangan yang melandasinya berlangsung secara tanpa tekanan dan adil secara proporsional. Sehingga pada dasarnya, salah satu persyaratan mutlak bagi keberkesinambungan dan keberkelajutan industri nasional tepung gandum/terigu, adalah terselanggara-nya sistem dan praktek perdagangan yang sehat, wajar dan adil, dan bukan akibat perbuatan curang, sehingga memberikan dampak positif bagi berbagai kepentingan yang ada. Demikian beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah. Diharapkan bahwa, sekalipun tidak ada lagi
tata niaga dalam produksi dan perdagangan
tepung gandum/terigu sebagaimana sebelumnya diselenggarakan oleh BULOG, tetap terjalin sinergi dan interaksi simbiosis antara kepentingan konsumen, produsen, distributor dan pemerintah, sehingga tercipta industri dalam negeri yang efisien, efektif, dan berkelanjutan. Kondisi tersebut setiap saat dapat berubah apalagi apabila terjadi praktek perdagangan curang;
36
Produk tepung gandum/terigu domestik telah mampu bersaing dengan produk impor di pasar domestik, maupun bersaing dengan produk lain di pasar tujuan ekspor.
Jakarta, Nopember 2014