www.parlemen.net
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Jakarta, 11 Juli 2007
Assallamu'allaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, Ying Terhormat Pimpinan dan Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Jndang tentang Paitai Politik dan Rancangan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Hadirin yang berbahagia,
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadhirat Allah SWT, pada hari ini kita dapat menghadiri Rapat Panitia Khusus DPR-RI untuk. memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Partai Politik dan Rancangan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilaii' Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sesiiai dengan agenda pembah
isan,
pada
kesempatan
irii
Pemerintah
akan
menyampaikan pokok-pokok penjelasan yang berkaitan dengan substansi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Rancangan Undang-Unaang tentang Partai Politik dan Rancangan UndangUndang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah disampaikan kepada DPR RI dengan surat Presiden Nomor R-27/Pres/05/2007 tanggal 25 Mei 2007 perihal Rancangan Undang-Undang di Bidang Politik. Dalam surat tersebut juga telah disampaikan bahwa Menteri Dalam Negeri ad interim, bersama Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Sekretaris Negara, balk secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, ditugaskan untuk mewakili Pemerintah guna pembahasan Rancangan Undang-Undang dimaksud.
Pimpinan dan Anggota Pansus . y a n g t e r h o r m a t , Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi Pemerintah terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Parai Politik dan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD secara garis besar, permasalahan dalam kedua Undang-Undang tersebut sebagai berikut: A. Permasalahan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 1. Belum tegasnya pengaturan yang menjamin efektivitas manajemen internal partai politik guna mewujudkan partai politik sebagai orrganisasi modern. Belum tegasnya pengaturan yang menjamin efektivitas manajemen internal partai politik guna mewUjudkan partai politik sebagai organisasi modern, tercermin dari belum lengkapnya pengaturan yring terkait dengan penguatan Anggaran Dasar partai politik, penguatan hirarkhi organisasi partai politik secara nasional, keuangan partai poiitik, peraturan partai poiitik dan peradilan perkara partai politik. 2. Belum tegasnya pengaturan yang memungkinkan berperannya partai politik dalam
mewujudkan
sistem
kepartaian
yang
sesuai
dengan
sistem
pemerintahan presidensiil. BeIum. tegasnya pengaturan yang memungkinkan berperannya partai politik dalam mewujudkan sistem kepartaian yang sesuai dengan sistem pemerintahan presidensiil, tercermin dari belum lengkapnya pengaturan yang terkait dengan syarat pembentukan partai politik, asas dan ciri partai politik, tujuan dan fungsi, hak dan kewajiban, rekruitmen politik, pendidikan politik, larangan, pembubaran dan penggabungan partai politik, pengawasan, dan sanksi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
B. Permasalahan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 1. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pemerintah mengikuti berbagai penafsiran atas rumusan UUD 1945 berkaitan tentang kedudukan MPR antara lain apakah MPR sebagai lembaga negara, apakah MPR sebagai majelis sidang bersama (joint cession), dan siapakah pimpinan MPR. Tentang pimpinan MPR saja terdapat berbagai penafsiran antara lain pimpinan MPR dapat cjabat secara bergantian antara pimpinan DPR dan pimpinan DPD a~au pimpinan MPR dipilih dari anggota-anggota DPR dan DPD yang berbeda dengan pimpinan DPR dan pimpinan DPD. Penafsiran yang terakhir inilah yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Penafsiran seperti ini tidak luput dari kritik antara lain dari Prof. Jimly Assidhiqie yang mengatakan bahwa kontruksi seperti ini rierupakan bentuk trikameral yang selain tidak ada contohnya di rianapun juga tidak sejalan dengan semangat membangun lembaga perwakilan bikameral. 2. Kedudukan DPR Pemerintah juga mengikuti berbagai evaluasi dan pendapat rnasyarakat berkaitan dengan kinerja lembaga perwakilan. Pertama, dewasa ini, sinergitas parlemen ditengarai belum terbangun dengan Laik karena DPR dan DPD cenderung bekerja sendiri-sendiri. i onstitusi memang membatasi kewenangan DPD, namun peran clan kontribusi DPD menurut sebagian pendapat sebenarnya masih dapat dioptimalkan melalui mekanisme relasi dan kerjasama yang lebih balk antara DPR dan DPD. Kedua, akuntabilitas parlemen, balk secara institusi maupun anggota secara individual, juga dipandang masih perlu ditingkatkan. Masih banyak suara-suara yang belum sepenuhnya mengapreasi dkutanbilitas dan kinerja parlemen bukan semata-mata karena ":apabilitas individual anggota parlemen tetapi mungkin disebabkan justru oleh rancang bangun sistem akutanbilitas DPR dan anggota DPD belum maksimal.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
3. Kedudukan DPD. Belum maksimainya kontruksi lembaga perwakilan yang berimplikasi aada sinergi yang belum maksimal antara DPD dan DPR, serta sistem akuntabilitas dan kinerja lembaga perwakilan yang terjadi pada konteks DPR sebagaimana diurai di atas juga terjadi pada konteks DPD. 4. Kedudukan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Cikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menetapkan DPRD sebagai unsur p::nyelenggara pemerintahan daerah menyebabkan kontruksi CPRD sebagai lembaga perwakilan daerah yang diatur dalam UU 22 Tahun 2002 menjadi kurang relevan. 5. Akuntabilitas anggota DPR, DPD dan DPRD. Kedudukan lembaga-lembaga perwakilan dan DPRD sebagaimana d`urai di atas terkait erat dengan sistem akuntabilitas anggota DPR, DPD dan DPRD yang dirancang UU Nomor 22 Tahun 2002 balk secara internal maupun secara eksternal. Apabila peningkatan akuntabilitas anggota DPR, DPD dan DPRD menjadi kebutuhan d slam rangka penguatan sistem politik berdasarkan UUD 1945 maka penataan kedudukan lembaga perwakilan dan DPRD juga menjadi kebutuhan utama.
Pimpinan dan Anggota Pansus Yang Terhormat,
Pokok-pokok penyempurnaan mated Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, sebagai berikut: A. Materi penyempurnaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Teni_ang Partai Politik berkaitan dengan: 1. Mempertegas pengaturan yang menjamin efektivitas manajemen internal partai politik guna mewujudkan partai politik sebagai organisasi modern.
a. Penguatan Anggaran Dasar Partai Politik partai politik sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) Bab Pembentukan Partai Politik (Bab II) RUU. b. Penguatan hirarkhi organisasi partai politik secara nasional Partai politik adalah organisasi berbadan hukum yang bersifat tunggal secara nasional. Oleh sebab itu Pemerintah mengusulkan pengaturan yang lebih tegas tentang organisasi dan kedudukan (Bab VII) partai politik berjenjang pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang mempunyai hubungan kerja yang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
bersifat hirarkhis sebagaimana dirumuskan Pasal 14 ayat (2) RUU. Demikian juga pengaturan tentang Keanggotaan dan Kedaulatan (Bab VI), Kepengurusan (Bab VIII), dan Pengambilan Keputusan (Bab IX) c Keuangan partai politik Disadari bahwa banyak permasalahan partai politik bermuara pada masalah keuangan balk yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pemerintah mengusulkan penyempurnaan pengaturan tentang Keuangan (Bab XIV) balk tentang bantuan keuangan (Pasal 33), besaran sumbangan (Pasal 34), penggunaan sumber keuangan (Pasal 35), dan sistem pelaporan keuangan partai politik (Pasal 36). Guna menjamin akuntabilitas partai politik, Pemerintah mengusulkan dialokasikan anggaran pada APBN untuk pendanaan audit atas laporan keuangan partai politik. d. Peraturan partai politik Pemerintah juga mengusulkan diatur tentang peraturan dan keputusan partai politik (Pasal 29 dan Pasal 30 RUU) sebagai bagian, dari upaya peningkatan efektivitas manajemen internal partai politik. e. Peradilan perkara partai politik Disamping perumusan penyempurnaan rumusan Anggaran Dasar (Bab II Pasal 2 ayat (3)), Pemerintah juga mengusulkan perumusan yang lebih tegas tentang Mekanisme Peradilan Perkara Partai Politik (Bab XIII). Guna menjamin penyelesaian perkara partai politik yang lebih efektif Pemerintah mengusulkan putusan Pengadilan Negeri merupakan putusan pertama dan terakhir dan hanya dapat diupayakan hukum banding kepada pengadilan tinggi. Disamping itu penyelesaian perkara dibatasi paling lama 90 hari. 2. Mempertegas pengaturan yang memungkinkan berperannya partai politik dalam mewujudkan sistem kepartaian yang sesuai dengan sistem pemerintahan presidensiil. a. Syarat pembentukan partai politik Pemerintah mengusulkan ditingkatkannya jumlah minimal pendiri partai politik dari 50 orang menjadi 250 orang (Pasal 2 ayat (1) RUU) b. Asas dan Ciri Partai Politik (Bab III) Tetap c. Tujuan dan Fungsi (Bab IV) Penyempurnaan redaksional dan susunan pasal-pasal
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d. Hak dan Kewajiban (Bab V) Tetap e. Rekruitmen Politik (Bab X) Pemerintah mengusulkan pengaturan yang lebih tegas tentang rekruitmen Warga Negara Indonesia untuk menjadi anggota partai
politik
dan
rekruitmen anggota partai politik menjadi anggota DPR, DPRD, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah seta calon Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 24 s.d. Pasal 28 RUU) f. Pendidikan Politik (Bab XII) Pemerintah mengusulkan pengaturan yang lebih lengkap tentang pendidikan politik oleh partai politik guna meningkatkan kesadaran Warga Negara Indonesia atas hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 31 RUU). g. Larangan (Bab XV) Tetap h. Pembubaran dan Penggabungan Partai Politik (Bab XVI) Tetap i. Pengawasan (Bab XVII) j . Sanksi (Bab XVIII) Guna menjamin pelaksanaan tugas dan kewajiban serta tidak dilakukan larangan partai politik, Pemerintah mengusulkan yang Iebih rind tentang pengaturan sanksi sebagaimana tertuang Pasal 47 s.d Pasal 49 RUU B. Mated penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sebagai berikut: 1. MPR Di tengah beragamnya penafsiran tentang susunan dan kedudukan MPR serta adanya usulan pengaturan yang berbeda dari DPD, Pemerintah mengusulkan rumusan susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, keanggotaan, pimpinan, hak dan kewajiban anggota, persidangan dan pengambilan keputusan MPR tetap (Pasal 2 s.d. Pasal 15 RUU). 2. DPR Pemerintah mengusulkan penyempurnaan fungsi DPR menjadi:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
a. Fungsi Iegislasi dilaksanakan dalam pembentukan undangundang dengan persetujuan bersama Presiden. b. Fungsi anggaran dilaksanakan dalam bentuk pemberian persetujuan atau tidak memberikan persetujuan atas undangundang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dengan persetujuan bersama Presiden. c. Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undangundang dan anggaran pendapatan dan belanja negara. Pemerintah
mengusulkan penambahan rumusan
kewajiban
anggota
DPR
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 31 huruf a s.d. huruf k, beserta sanksinya sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 36 RUU. 3.
DPD Pemerintah mengusulkan penyempurnaan tugas, wewenang, hak, kewajiban dan sanksi bagi anggota DPD meliputi: a. Penyempurnaan rumusan tugas dan wewenang DPD yang terkait dengan tugas penyusunan legislasi nasional, dan pembahasan RUU yang diajukan oleh Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. b. Penyempurnaan rumusan hak DPD dengan penambahan hak melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
c.
Penyempurnaan menampung
rumusan
dan
kewajiban
menindakianjuti
anggota aspirasi
DPD
dalam
masyarakat
menyerap,
dan
daerah
disempurnakan dengan menambah kewajiban melalui kunjungan kerja secara berkala.
d.
Penyempurnaan rumusan pengaturan sanksi bagi anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 51 RUU Susduk.
4.
DPRD Provinsi a. Pemerintah mengusulkan penyempurnaan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang, hak, kewajiban, penentuan pimpinan, dan sanksi bagi anggota DPRD Provinsi dikaitkan dengan kedudukan DPRD provinsi sebagai unsur
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
penyelenggara pemerintahan daerah. b. Sementara itu berkenaan fungsi DPRD provinsi ;Pemerintah mengusulkan penyempurnaan: 1) Pembentukan peraturan daerah provinsi bersama gubernur; 2) Pembahasan dan persetujuan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi bersama gubernur; dan 3) Pengawasan pelaksanaan peraturan daerah dan APBD provinsi. c. Disamping itu Pemerintah juga mengusulkan penyempurnaan rumusan tugas dan wewenang DPRD provinsi dengan penambahan tugas wewenang memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur, memberikan persetujuan rencana kerjasama internasional, memberikan persetujuan kerjasama dengan daerah lain, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah serta melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan. d. Hak DPRD provinsi pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yang semula pengaturan teknis pelaksanaannya diatur dalam tatatertib D P R D
provinsi,
pemerintah mengusulkan untuk dipindahkan pada Pasal RUU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 s.d. Pasal 60. e. Mengenai kewajiban anggota DPRD
provinsi, pemerintah
mengusulkan
penyempurnaan dengan penambahan 2 (dua) kewajiban yaitu menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, dan mengikuti orientasi dan pendalaman tugas bagi anggota D P R D provinsi. f. Penentuan pimpinan D P R D provinsi yang sesuai UndangUndang Nomor 22 Tahun 2003 dipilih dari dan oleh anggota DPRD provinsi dalam sidang paripurna, pemerintah mengusulkan penentuannya berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD provinsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 RUU Susduk. g. Pengaturan sanksi bagi anggota DPRD provinsi yang tidak melaksanakan kewajiban, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 RUU Susduk. 5. DPRD kabupaten/kota a. Pemerintah mengusulkan penyempurnaan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang, hak, kewajiban, penentuan pimpinan, dan sanksi bagi anggota D P R D kabupaten/kota dikaitkan dengan kedudukan DPRD kabupaten/kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah: b. Kedudukan D P R D kabupaten/kota sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yang semula merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
sebegai lembaga pemerintahan daerah provinsi, dirubah dan disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sehingga dalam RUU Susduk, D P R D kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota. c. Fungsi DPRD kabupaten/kota menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan, disempurnakan dalam RUU sebagai berikut: 1) pembentukan peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; 2) pembahasan dan persetujuan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; dan 3) pengawasan pelaksanaan peraturan daerah dan APBD kabupaten/kota. d.
Tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 disempurnakan dengan . penambahan tugas wewenang memilih wakil bupati/wakil
walikota
dalam
bupati/wakil
walikota,
internasional,
memberikan
hal
terjadi
memberikan persetujuan
kekosongan
persetujuan kerjasama
jabatan
rencana dengan
wakil
kerjasama daerah
lain,
mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah serta melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. e. Hak DPRD kabupaten/kota pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 yang semula pengaturan teknis pelaksanaannya diatur dalam tatatertib DPRD kabupaten/kota, ,pemerintah mengusulkan untuk dipindahkan pada Pasal RUU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 s.d. Pasal 80. f.
Mengenai kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota, pemerintah mengusulkan penyempurnaan dengan penambahan 2 (dua) kewajiban yaitu menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, dan mengikuti orientasi dan pendalaman tugas bagi anggota DPRD kabupaten/kota.
g. Penentuan pimpinan DPRD kabupaten/kota yang sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dipilih dari dan oleh anggota DPRD kabupaten/kota dalam sidang paripurna, Pemerintah mengusulkan penentuannya berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD provinsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 88 RUU Susduk. h. Pengaturan sanksi bagi anggota DPRD kabupaten/kota yang tidak melaksanakan kewajiban, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 RUU Susduk.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
6. Penggantian Antar Waktu (Bab VII) Tetap 7. Alat Kelengkapan dan Pendukung. a. Alat kelengkapan dan pendukung DPD berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 hanya terdiri dari pimpinan, panitia ad hoc, badan kehormatan dan panitiapanitia lain yang diperlukan. Pemerintah mengusulkan ditambah dengan panitia musyawarah, panitia perancang undang-undang, panitia urusan rumah tangga, dan panitia kerjasama antar parlemen. b. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas MPR, DPR dan DPD, di samping telah dibentuk Sekretariat Jenderal MPR dan DPR, pemerintah, mengusulkan dibentuk juga Sekretariat Jenderal DPD yang susunan organisasi dan tatakerjanya ditetapkan dengan Peraturan Presiden. c.
Pengaturan mengenai fraksi DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang tidak diatur pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tetapi hanya diatur dalam tata tertib, Pemerintah mengusulkan pengaturan fraksi diatur dalam RUU Susduk.
;
8. Protokoler, Keuangan dan Peraturan Tata tertib. a. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Pasal 101 bahwa kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota MPR, DPR, dan DPD diatur oleh masing-masing lembaga bersama-sama Pemerintah dan pengelolaan keuangan MPR, DPR dan DPD dilaksanakan oleh pimpinan lembaga sesuai dengan
undang-undang.
Pemerintah
mengusulkan
penyempurnaan
dan
perubahan sebagaimana tercantum dalam RUU Susduk Pasal 117 sebagai berikut: 1) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota MPR, DPR dan DPD diatur dengan peraturan Pemerintah berdasarkan masukan dari masingmasing lembaga 2) Pengelolaan keuangan MPR, DPR, dan DPD dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR,. dan Sekretariat Jenderal DPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota diatur dengan peraturan Pemerintah. 4) Pengelolaan keuangan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan oleh sekretariat DPRD provinsi dan sekretariat DPRD kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
b. Tata tertib Dalam hal-hal tertentu untuk memperkuat legitimasi dalam peraturan, maka beberapa hal yang selama ini diatur dalam peraturan tata tertib, Pemerintah mengusulkan dimuat dalam RUU Susduk, antara lain pengaturan mengenai fraksi dan sanksi. 9. Kekebalan, Larangan, Sanksi dan Penyidikan terhadap anggota MPR, DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota (Bab X) Tetap 10. Ketentuan lain-lain Untuk mengakomodasi dinamika politik pemerintahan pasca pemilihan umum, khususnya dalam kaitan dengan pembentukan daerah otonom baru maka dalam ketentuan lain-lain perlu diatur ketentuan tentang pengisian anggota DPRD provinsi
dan/atau
DPRD
kabupaten/kota
pada
provinsi
dan/atau
kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum, serta pengisian anggota baru bagi DPRD provinsi induk dan/atau DPRD kabupaten/kota induk sebagai akibat pemindahan anggota DPRD provinsi dan/atau DPRD kabupaten/kota ke daerah yang dibentuk setelah pemilihan umum.
Demikian beberapa hal pokok penjelasan Pemerintah yang dapat kami kernukakan pada kesempatan ini, kiranya Pimpinan dan Anggota
Pansus yang terhormat dapat membahas bersama-sama Pemerintah materi Rancangan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik Jan Undang-Undang
Nomor
22
Tahun
2003
tentang
Susunan._dan
kedudukan
MPR,DPR,DPD, dan DPRD. Sekian dan Terima Kasih.
a.n. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI a.i.,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net