www.parlemen.net
LAPORAN PANITIA KHUSUS PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II /PENGAMBILAN KEPUTUSAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN ACEH MENJADI UNDANG-UNDANG
JAKARTA, 11 JULI 2006 Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
LAPORAN PANITIA KHUSUS PADA RAPAT PART PU RNA DPR RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN ACEH MENJADI UNDANG-UNDANG SELASA, 11 JULI 2006 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Assalammu'alaikum Wr. Wb; Salam Sejahtera bagi kita semua; Yth. Saudara Pimpinan Rapat dan Para Anggota Dewan; Yth. Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Komunikasi dan Informatika selaku Wakil Pemerintah; Perwakilan Masyarakat Aceh, antara lain Gubernur, Pimpinan dan Anggota DPRD, IIJIPU, MAA, Tokoh-Tokoh Masyarakat yang ada di Jabodetabek, yogyakarta, Bandung; dan Hadirin yang kami hormati. Terlebih dahulu marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas perkenan-Nya kita dapat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dalam keadaan sehat wal'afiat, guna melaksanakan tugas konstitusional di bidang Legislasi pada tahap Pembicaraan Tingkat-II/Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh menjadi undang-undang. Pimpinan dan Peserta Rapat yang kami hormati, Melalui surat Nomor: R-10/Pres/1/2006 tanggal 26 Januari 2006, Presiden telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh kepada DPR RI, dan pada tanggal 9 Februari 2006, Badan Musyawarah dalam salah satu keputusannya memberi tugas kepada Panitia Khusus untuk memproses penanganan Pembicaraan Tingkat-I terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh. Dalam rangka menindaklanjuti penugasan BAMUS tersebut, maka Panitia Khusus segera melakukan proses pembicaraan Tingkat-I, diawali dengan kegiatan pengkajian, penelitian dan mangadakan Rapat-Rapat untuk membahas Rancangan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh. Dapat kami sampaikan pada Forum Rapat Paripurna DPR RI ini, bahwa DPR RI melalui Panitia Khusus sudah melakukan interaksi dengan DPD RI dalam awal Pembicaraan Tingkat-I yang menurut ketentuan Konstitusi harus mendengarkan pandangan/pendapat dari DPD RI, baik secara tertulis maupun hadir secara langsung pada
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
awal Pembicaraan Tingkat-I yang diwakili oleh 7 (tujuh) orang Pimpinan dan Anggota PAH I DPD RI. Kronologis secara singkat dapat kami laporkan, sebagai berikut : PROSES DAN MEKANISME PEMBAHASAN 1. Rapat Intern pada tanggal 22 Februari 2006 memilih Pimpinan PANSUS, dan dilanjutkan dengan penyusunan dan pengesahan jadwal acara serta mengambil kesepakatan setiap hari Rabu pukul 09.00 s.d. 12.00 dicadangkan Rapat Intern untuk mengevaluasi kegiatan selama 1 (satu) minggu yang lalu dan menetapkan jadwal acara untuk Minggu berikutnya. 2. PANSUS mengawali Pembicaraan Tingkat I pada tanggal 24 Februari 2006, 15 Maret dan 20 Maret 2006 RAKER dengan MENDAGRI, MENSESNEG, dan MENKOMINFO untuk mendengarkan penjelasan Pemerintah, Pandangan dan Pendapat FraksiFraksi serta DPD RI atas Penjelasan Pemerintah terhadap RUU tentang Pemerintahan Aceh, serta jawaban Pemerintah terhadap Pandangan/Pendapat Fraksi-Fraksi dan DPD RI. 3. Tanggal 27 Februari s.d. 14 Maret 2006, PANSUS telah melakukan RDP dan RDPU dengan 5 (lima) instansi Pemerintah Daerah, 8 (delapan) Pakar Tata Negara dan Otonomi Daerah, 13 (tiga belas) Organisasi Masyarakat, 3 (tiga) Mantan Gubernur Aceh dan Mantan Presiden BJ. Habibie. 4. Pada tanggal 11 April s.d 18 Mei 2006, RAKER PANSUS dengan MENDAGRI, MENSESNEG dan MENKOMINFO untuk membahas RUU tentang Pemerintahan Aceh yang terdiri atas 40 BAB dan 206 PASAL yang permasalahannya telah disusun dalam 1446 DIM setebal 716 halaman. Dari 1446 DIM Materi Muatannya telah dibahas seluruhnya oleh PANSUS, dan menyisakan 514 DIM yang belum disepakati dan diserahkan kepada PANJA untuk membahas secara efektif dan mendalam. 5. Rapat PANJA yang dipimpin oleh R.K SEMBIRING MELIALA melakukan pembahasan dari tanggal 29 Mei s.d. 14 Juni 2006 dan 3 Juli 2006, dengan 30 kali rapat, dan setelah 514 DIM materi muatannya selesai dibahas kemudian membentuk TIMUS dan TIMSIN untuk merumuskan dan mensinkronisasikan yang telah disepakati oleh PANSUS dan PANJA, sedangkan materi yang belum selesai disepakati dalam Forum Lobby. Forum Lobby yang dilaksanakan secara simultan dengan kerja Tim Perumus berlangsung dalam 3 sessi pertemuan. materi lobby meliputi : Judul, Dana Tambahan, Partai Politik Lokal, Sekretaris Daerah, Pengelolaan SDA Minyak dan Gas Bumi, Penegakkan Syariat Islam dan Mahkamah Syar'iyah, Pendidikan, Calon Perseorangan, Pengawasan dan Pembatalan Qanun tentang Syar'iyah dan Qanun tentang Pemerintah Umum dan Pertanahan. 6. Pada tanggal 20 Juni s.d 29 Juni 2006 TIMUS dan TIMSIN yang dipimpin oleh H.SOEKARTONO HADIWARSITO, TGK.H.MUHAMMAD YUS dan DRS. DJOKO SUSILO, MA, merumuskan dan mensinkronisasikan materi-materi muatan yang telah disepakati PANSUS dan PANJA, yang hasilnya telah dilaporkan kepada Rapat PANJA pada tanggal 3 Juli 2006. TIMUS membentuk TIMUS Kecil yang dikoordinir oleh RAPIUDDIN HAMARUNG. 7. Pada tangal 5 Juli 2006 PANSUS mengadakan Rapat Kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Komunikasi dan Informatika, yang merupakan Rapat Kerja Pansus Ke-43 dengan Acara : 1. Mendengarkan Laporan Panitia Kerja kepada Panitia Khusus; 2. Fraksi-Fraksi dan Pemerintah menanggapi, mengkoreksi, dan menyempurnakan draft RUU hasil Pembahasan dan Rumusan Panitia Kerja 3. Penyampaian pernyataan persetujuan Pendapat Akhir Mini Fraksi-Fraksi; 4. Penandatanganan Draft RUU oleh Fraksi-Fraksi dan Pemerintah sebagai bukti persetujuan/kesepakatan Fraksi-Fraksi dan Pemerintah terhadap RUU Tentang Pemerintahan Aceh.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
8.
RUU yang semula terdiri dari 40 BAB dan 206 PASAL setelah dibahas dan disetujui PANSUS berubah menjadi 40 BAB dan 273 PASAL. Melalui juru bicara masing-masing Fraksi dalam Pendapat Akhir Mini Fraksi Menyepakati dan Menyetujui Rancangan Undang-Undang Tentang Pemerintah Aceh untuk dibahas pada Pembicaraan Tk-II/Pengambilan Keputusan Pengesahan RUU tentang Pemerintahan Aceh menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 11 Juli 2006 pada hari ini.
SUBSTANSI PENTING DALAM RUU INI, antara lain meliputi 1. JUDUL RUU Disepakati judul RUU ini adalah tetap RUU Pemerintahan Aceh, dengan pengertian bahwa ini adaiah suatu nama/judul suatu UU. Sedangkan sebagai suatu definisi atau nomenkelaturnya dipertegas dan diperjelas dalam Ketentuan Umum bahwa Aceh adaiah daerah Propinsi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal Pemerintah Aceh mengadakan kerjasama dengan lembaga atau badan di Luar Negeri dicantumkan Frasa “Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia". 2.
TENTANG KEWENANGAN Berangkat dari pengertian tentang 6 (enam) kewenangan pokok Pemerintah (Luar negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal; dan urusan tertentu dalam bidang agama), maka pasal ini juga memuat tentang kewenangan Aceh/Kabupaten/Kota dalam rumusan "mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut UU ini". Artinya terhadap kewenangan Aceh yang diatur secara khusus dalam UU ini, maka Pemerintah Aceh/Kabupaten/Kota menyelenggarakan sendiri pemerintahannya. Penetapan tentang norma, standar dan prosedur oleh Pemerintah tidak dapat mereduksi pengaturan kewenangan Pemerintah Aceh/Kabupaten/Kota menurut UU ini.
3.
TENTANG "PERSETUJUAN DPRA" Kata "persetujuan" diformulasikan menjadi kata "pertimbangan" dilatar belakangi oleh suatu pemahaman tentang mekanisme yang ada di DPR/DPRD, bahwa Setuju/Tidak Setuju adalah kata akhir ketika Dewan mengambil Keputusan, termasuk dalam kewenangan untuk memberi Pertimbangan. Sehingga substansi, bahwa keputusan yang diambil oleh Pemerintah/DPR RI terhadap "yang menyangkut langsung dengan kepentingan Khusus Aceh" harus dilakukan setelah berkonsultasi dan mendapat pertimbangan DPRA tersebut, tidak menimbulkan pemahaman pelanggaran terhadap konstitusi, namun pengaturan ini tetap melibatkan Aceh dalam proses pengambilan keputusan oleh Pemerintah dan DPR RI yang menyangkut langsung dengan Aceh
4.
TENTANG LEMBAGA WALI NANGGROE DAN MAJELIS ADAT ACEH Pengaturannya dalam UU ini disepakati untuk menegaskan keberadaannya, dengan prinsip Lembaga Wali Nanggroe dan Majelis Adat Aceh bukan merupakan Lembaga Pemerintahan dan Politik, yang pengaturan lebih lanjutnya diserahkan penuh kepada Aceh untuk diatur dalam Qanun.
5.
TENTANG MUKIM DAN GAMPONG Disepakati adanya Mukim dan Gampong dalam UU ini. Mukim yang terdiri dari gabungan beberapa Gampong yang berkedudukan dibawah Camat dan Gampong (nama lain) adalah Pemerintahan setingkat Desa, yang secara bertahap mengganti sistem Kelurahan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
dalam format Pemerintahan di Aceh. Terhadap Lurah dan perangkat Kelurahan maka ada waktu 2 (dua) tahun untuk melakukan penempatannya. 6.
DANA TAMBAHAN Selain tambahan dana bagi hasil sebagaimana diatur dalam UU No. 18/th. 2001, dalam UU ini Pemerintah Aceh mendapat "Dana Otonomi Khusus" selama jangka waktu 20 tahun yang dirumuskan sebagai berikut •
Dana otonomi khusus berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun ke lima belas yang besarnya setara 2% plafon dana alokasi umum Nasional dan untuk tahun ke enam belas sampai denqan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1 % plafon Dana alokasi umum Nasional.
•
Tambahan dana bagi hasil dan dana otonomi khusus, dikelola dan digunakan bersama dan dipertanggung jawabkan oleh Pemerintah Propinsi Aceh, dan bukan untuk dibagi.
•
Penggunaan dana tersebut dimanfaatkan untuk membangun hal-hal yang berkaitan dengan 5 (lima) bidang prioritas yaitu Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi Rakyat, Kemiskinan dan infrastruktur sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan bertujuan untuk keseimbangan kemajuan pembangunan antar Kabupaten/Kota.
•
Dana otonomi khusus untuk tahun pertama mulai berlaku sejak tahun anggaran 2008.
7.
PARTAI POLITIK LOKAL Mengenai Partai Lokal dirumuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan, fungsi, hak dan kewajiban, larangan dan sanksi sebagaimana dengan sistem Kepartaian Nasional. Dalam UU ini dirumuskan bahwa keanggotaan partai lokal dapat merangkap keanggotaan Partai Politik Nasional, dan Partai Politik Lokal di Aceh dapat melakukan afiliasi atau bekerja sama dalam bentuk lain dengan sesama Partai Politik Lokal atau dengan Partai Politik Nasional.
8.
SEKRETARIS DAERAH Pengaturan tentang pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Aceh dan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dirumuskan •
Gubernur berkonsultasi dengan Presiden sebelum menetapkan seorang calon Sekretaris Daerah.
•
Gubernur menetapkan seorang calon Sekretaris Daerah Aceh dan disampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan. Kata "menetapkan" dalam ketentuan ini dilakukan tidak dengan Surat Keputusan Gubernur tetapi dengan surat Gubernur yang bersifat rekomendasi kepada Presiden.
•
Presiden menetapkan calon menjadi Sekretaris Daerah Aceh dengan Keputusan Presiden.
•
Demikian juga untuk pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota di Aceh mutatis mutandis dengan pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah Aceh yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
•
Pengaturan ini, dipandang perlu untuk menjaga suatu harmoni dalam pola hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Aceh, dan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
9.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI UU ini juga mengatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama terhadap sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan di laut wilayah kewenangan Aceh, yang dalam pengelolaanya dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pelaksana. Hal ini dilandasi oleh suatu kehendak adanya transparansi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Minyak dan Gas, dan mengeleminir potensi disharmoni Pusat-Daerah. Jauh dari sekedar kehendak menguasai.
10.
PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DAN MAHKAMAH SYAR'IYAH Penerapan Syariat Islam di Aceh dilakukan dengan menerapkan azas Personal, sehingga dalam hal terjadi perbuatan jinayah (pidana) dilakukan oleh bukan beragama Islam, maka yang bersangkutan (yang bukan beragama Islam) berlaku KUHAP atau memilih untuk menundukkan diri secara suka rela. Dengan demikian, maka Pelaksanaan Syariat Islam tidak menjadikan Aceh sebagai daerah eksklusif/tertutup, tapi tetap menjadi daerah yang terbuka dan menghormati serta mengakui adanya kemajemukan.
11.
PENDIDIKAN Pendidikan sebagai salah satu pilar keistimewaan Aceh diatur secara luas, misalnya tentang pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (Mts) yang selama ini menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, maka pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Aceh, yang pengaturannya ditentukan dalam Qanun sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan tentang Sumber Dana Pendidikan, UU mengatur •
20% dari APBA/APBK (APBD Aceh/Kabupaten/Kota)
•
30% dari tambahan dana bagi hasil yang diperoleh Aceh dan melalui UU ini Pendidikan merupakan salah satu dari 5 program Prioritas Penggunaan Dana Otonomi Khusus.
12.
CALON PERSEORANGAN Dalam Undang-Undang ini diatur tentang kesepakatan perseorangan untuk mencalonkan diri dalam PILKADA (untuk satu kali ini saja), dengan syarat bahwa calon perseorangan harus memperoleh dukungan sekurang-kurangnya 3% yang tersebar sekurangkurangnya 50% dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan 50% dari jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota. (Catatan : Data Penduduk 1% : 40.315)
13.
PENGAWASAN DAN PEMBATALAN QANUN TENTANG SYAR'IYAH DAN QANUN TENTANG PEMERINTAHAN UMUM Dalam UU ini, dibuat pengaturan bahwa pembatalan Qanun tentang Pemerintahan Umum dilakukan oleh Presiden, sedangkan pembatalan Qanun tentang Syariat Islam dilakukan uji material oleh Mahkamah Agung.
14.
PERTANAHAN Disepakati bahwa urusan pertanahan adalah urusan yang didesentralisasikan, hal ini diharapkan dapat menunjang kelancaran pelaksanaan proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana, dan agar dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan tata ruang dan pengembangan bagi iklim investasi di Aceh, sebagai implementasi dari pengaturan pengembangan kehidupan perekonomian Aceh menurut UU ini.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
15.
TENTANG PELIBATAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF KESETARAAN GENDER Ruang bagi keterlibatan perempuan terhadap kehidupan kemasyarakatan dan institusi publik dalam UU ini memang hanya menyebutkan "dengan memperhatikan 30% keterlibatan perempuan", jika ini dianggap belum memadai, kami meminta untuk dimakiumi. Namun sesungguhnya, hal tersebut akan menjadi suatu kenyataan jika kita semua concern dan commited terhadap hal itu.
Yth. Saudara Pimpinan Rapat; Yth. Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara serta Menteri Komunikasi dan Informatika; Yth. Saudara Anggota DPR RI. Dengan selesainya UU ini maka, pada kesempatan ini kami menegaskan kembali bahwa UU ini sejak awal pembentukannya bertujuan memperkokoh/melanggengkan perdamaian yang sudah tercipta di Aceh, memberi pengaturan agar masyarakat dan Pemerintah di Aceh dapat mengembangkan kehidupannya pasca konflik dan pasca bencana tsunami, serta pengaturan keistimewaan dan kekhususan dalam UU ini tetap menegaskan bahwa Aceh tetap dalam koridor konstitusi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal yang menarik yang perlu disampaikan adalah intensitas komunikasi yang tinggi, keterbukaan dan keterusterangan serta niat yang sama, telah dapat merubah perbedaan 2 pandangan dan sikap menjadi suatu atmosfir "kompetisi" untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat Aceh. Karena itulah, kami Pimpinan Pansus sangat bersyukur bahwa seluruh materi UU ini yang terdiri dari 40 BAB dan 273 Pasal disepakati seluruhnya tanpa perlu melakukan pengambilan keputusan berdasar suara terbanyak. Kami sangat menyadari, bahwa apa yang kami hasilkan bukanlah suatu kesempurnaan, tetapi inilah yang maksimal yang dapat kami hasilkan. Jika ditanya tentang kepuasan, tentu ada saja pihak yang menyatakan UU ini tidaklah memuaskan, karena memang UU ini dibentuk bukan untuk sekedar memuaskan, tetapi UU ini dibentuk bermula dari aspirasi dan harapan masyarakat Aceh agar masyarakat dan Pemerintah Aceh dapat memajukan dan mengembangkan kehidupannya dalam "rumah" Keistimewaan dan Kekhususan, dalam "kaveling" Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada kesempatan ini, perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Saudara Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Komunikasi dan Informatika dan Para Menteri yang terkait beserta jajarannya, serta DPD RI yang telah bersama-sama dengan Pansus RUU tentang Pemerintahan Aceh telah melakukan pembahasan RUU ini dengan tekun, cermat dan dalam suasana demokratis. Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada rekan-rekan media baik cetak maupun elektronik yang telah membantu menginformasikan perkembangan pembahasan dan keseluruhan rangkaian pembahasan kepada publik khususnya masyarakat Aceh. Secara khusus ucapan penghargaan dan apresiasi kami kepada elemen masyarakat Aceh, Gubernur/Bupati/Walikota, Pimpinan dan Anggota DPRD NAD/Kabupaten/Kota, MPU dan Para Ulama, MAA, Tokoh Masyarakat Aceh balk yang ada di Aceh maupun di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Para Akademisi, Para Mahasiswa dan wartawan media di Aceh, yang telah memberi dorongan, doa bahkan kritik bagi kelancaran pembahasan RUU ini. Tidak kalah pentingnya ucapan terima kasih kami kepada Sekretariat Pansus dan Sekretariat dari pihak Pemerintah yang telah bekerja keras dalam membantu kelancaran tugas-tugas PANSUS, kami menyebutnya sebagai "KRUCIL"
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Kami berharap bahwa UU ini dapat menjadi upaya maksimal bagi terwujudnya suatu perdamaian yang Ianggeng dan sejahteranya masyarakat Aceh, sehingga kita tidak lagi menghabiskan energi dan waktu untuk pergulatan politik semu, yang justru menjauhkan masyarakat Aceh dari wujud kesejahteraan dan keadilan. Aceh adalah Indonesia dan Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Aceh menjadi bagiannya. Padamu negeri kami berjanji, bagimu negeri kami berbakti. Demikianlah laporan Pansus RUU tentang Pemerintahan Aceh, dan apabila ada kekurangan dan kesalahan baik dalam proses pembahasan RUU ini maupun dalam penyampaian Iaporan ini, dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan maaf. Selanjutnya perkenankanlah kami menyampaikan RUU tentang Pemerintahan Aceh kepada Rapat paripurna hari ini guna diambil Keputusan dan disahkan menjadi undangundang. Wassalamu'alaikum wr.wb. PIMPINAN PANSUS RUU TENTANG PEMERINTAHAN ACEH, 1. FERRY MURSYIDAN BALDAN 2. R.K SEMBIRING MELIALA. 3. TGK.H. MUHAMMAD YUS. 4. H. SOEKARTONO HADIWARSITO. 5. DRS. DJOKO SUSILO, MA.
PIMPINAN PANSUS RUU TENTANG PEMERINTAHAN ACEH, KETUA
FERRY MURSYIDAN BALDAN A-453
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net