TEKNOLOGI FORMULASI RANSUM UNTUK PENGGEMUKAN SAPI PADA WILAYAH MARJINAL
Ulin Nuschati I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sapi potong lokal Indonesia mempunyai keragaman genetik yang cukup besar yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tropis (udara panas dengan kelembaban rendah dan tatalaksana pemeliharaan ekstensif), pada kondisi dimana kuantitas dan kualitas pakan yang terbatas, relatif tahan serangan penyakit tropis dan parasit, serta performan reproduksinya cukup efisien, sapi potong lokal berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai materi genetik dalam pengembangan sapi potong yang unggul (Wiyono dan Aryogi, 2006). Daerah-daerah sentra pengembangan sapi potong lokal di wilayah Jawa Tengah umumnya terkonsentrasi pada daerah lahan kering yang kurang subur (marjinal), antara lain adalah Pati, Rembang, Blora, Grobogan dan Wonogiri.
Usaha
pembibitan sapi ini didominasi oleh peternakan rakyat dan kurang diminati oleh pemodal karena dianggap secara ekonomis kurang menarik dan memerlukan waktu pemeliharaan cukup panjang. Paradigma pembangunan peternakan pada era globalisasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal. Guna mewujudkan
hal ini perlu adanya dorongan
kepada petani agar dapat
memperoleh pendapatan yang lebih layak. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah diversifikasi usaha yaitu dengan mengelola sapi jantan atau induk afkiran dari hasil pembibitan untuk dipelihara sebagai ternak yang digemukkan. Selama ini usaha penggemukan sapi di Jawa Terngah dimonopoli pada daerah yang subur saja, karena potensi hijauan pakannya sangat mendukung. Sementara terbukti bahwa perusahaan mix farming dengan salah satu kegiatanya adalah usaha sapi kereman berskala > 150 ekor di wilayah marjinal Kabupaten Blora, ternyata cukup eksis. Hal ini merupakan bukti bahwa usaha sapi kereman tidak hanya bisa dilakukan di wilayah yang subur saja, melainkan bisa juga dikembangkan untuk daerah kering yang kurang subur (marjinal).
1
Usaha penggemukan sapi cukup menguntungkan apabila didukung terpenuhinya pakan secara kualitas maupun kuantitas dengan harga seefisien mungkin. Ransum untuk penggemukan sapi tidak cukup hanya dipenuhi dari pakan hijauan saja, melainkan perlu dukungan pakan konsentrat yang memadai. Kebutuhan pakan konsentrat ini tergantung jenis sapi yang dipelihara, untuk sapi-sapi lokal yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan < 1 kg/hari, memerlukan pakan konsentrat yang lebih kecil. Lain halnya untuk sapi-sapi peranakan unggul yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan > 1 kg/hari, maka memerlukan pakan konsentrat yang lebih tinggi (Nuschati et al.,2007). Pada wilayah marjinal, penyediaan pakan untuk penggemukan sapi semaksimal
mungkin harus bertumpu pada
pemanfaatan bahan pakan lokal agar kelangsungan usaha dapat berkelanjutan. Namun sering kali bahan pakan konsentrat
lokal harganya justru mahal,
sehingga tidak menutup kemungkinan masuknya bahan lain yang kita perlukan dari luar lokasi selama harganya murah dan mudah dalam pengadannya serta dapat dijangkau oleh petani/pengguna. Sedangkan pakan hijauan lokal dapat bersumber dari rumput dan daun-daunan atau memanfaatkan limbah pertanian yang diolah/difermentasi. 1.2 Sumber Teknologi Sumber teknologi “Formulasi Ransum Penggemukan Sapi Potong” ini mengacu referensi
standar kebutuhan nutrisi penggemukan sapi potong NRC
(2000) dan berasal dari hasil–hasil pengkajian BPTP Jawa Tengah, antara lain : -
Pengkajian Perbaikan Pakan Sapi Perah di Kabupaten Boyolali, tahun 1996
-
Pengkajian Sistem Usaha Pertanan (SUP) Ternak Sapi Potong di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Grobogan, tahun 1998 – 2000
1.3 Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi Tujuan : a. Menyusun pakan konsentrat yang murah
b. Membuat formulasi ransum secara periodik untuk penggemukan sapi lokal Peranakan Ongole maupun sapi-sapi hasil IB Peranakan Eks-impor
2
c. Memberi pedoman pemberian pakan pada pengelolaan penggemukan sapi Manfaat : Tersedianya
rekomendasi
teknologi
formulasi
ransum
untuk
penggemukan sapi yang dapat diterapkan bagi para pengguna agar usahanya efisien dan lebih menguntungkan.
II. PENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH −
Penggemukan atau fattening sapi merupakan salah satu usaha untuk mempercepat dan meningkatkan produksi daging.
−
Sapi Peranakan Eks-impor adalah sapi-sapi impor baik yang baru datang maupun yang dikembangkan melalui inseminasi buatan/IB, mis : Peranakan Frishien
Holstein
(PFH),
Peranakan
Limousin,
Peranakan
Simmental,
Peranakan Brangus, dan lain-lain −
Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau sekaligus sebagai sumber vitamin. Pakan hijauan untuk sapi bisa berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput dan daun-daunan atau bisa berupa limbah pertanian baik yang segar maupun yang kering seperti jerami padi, jerami jagung/tebon, kulit kedelai dan limbah kacang tanah.
−
Pakan konsentrat atau pakan tambahan adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan diusahakan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) . Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan.
−
Ransum adalah pakan yang mencukupi kebutuhan ternak selama 24 jam, merupakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat.
−
Protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) atau energi adalah zatzat gizi yang dalam jumlah tertentu diperlukan oleh ternak sehingga dapat berproduksi secara optimal.
3
III. LOKASI PENGKAJIAN DAN DAERAH REKOMENDASI a. Lokasi pengkajian : Formulasi ransum penggemukan sapi potong ini
sudah
dikaji di
Kelompok Tani Ternak ”Rojo Koyo” Desa Tawangrejo, Kecamatan Tunjungan melalui kegiatan Gelar Teknologi di wilayah marjinal Kabupaten Blora. b. Daerah rekomendasi : Wilayah lahan kering marjinal dengan basis usahatani padi, seperti Rembang, Pati, Grobogan, Batang, dan daerah lain yang memiliki agroekosistem serupa serta merupakan daerah sentra pengembangan sapi potong
IV. LANGKAH OPERASIONAL PENERAPAN TEKNOLOGI Rekomendasi teknologi perlu mempertimbangkan efisiensi ekonomi sehingga layak untuk diterapkan. Oleh karena itu diperlukan beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebagai berikut : 1.
Kesiapan pengguna teknologi yaitu kelompok tani yang memiliki ortientasi agribisnis
2.
Ternak sapi yang akan digemukkan dalam 1 kawasan akan efisien (apabila jumlah minimal mencapai 10 ekor), jika pemilikan ternak sapi 2 – 3 ekor/peternak, maka pembuatan pakan dilakukan secara berkelompok
3.
Kandang ternak bisa individu atau kandang kelompok
4.
Transportasi ke lokasi mudah.
5.
Kelompok tani memiliki lumbung/tempat persediaan dan pengolahan pakan
6.
Tahapan pembuatan pakan
4
a. Menghitung kebutuhan pakan selama 1 bulan (tertera pada Tabel 1) Tabel 1. Kebutuhan Pakan untuk Penggemukan Sapi Selama 1 Bulan (kg) No
Uraian
Kebutuhan per 10 ekor Sapi lokal
Kebutuhan per 1 ekor
1.
Jerami fermentasi
1800
Sapi Eksimpor 450
Sapi lokal 180
Sapi Eksimpor 45
2.
1500
1500
150
150
3.
Rumput segar(gajah/king grass) Konsentrat
600
1860
60
186
4.
Singkong
0
900
0
90
b. Membuat jerami fermentasi −
Langkah-langkah pembuatan jerami fermentasi •
Persiapkan bahan dan alat-alat : probiotik, urea, ember plastik, timbangan, masker penutup mulut dan hidung
•
Membuat campuran urea dan probiotik sesuai kebutuhan jerami yang akan difermentasi (misal : BIOFAD 1-1,5 kg + UREA 2-4 kg untuk 1 ton jerami )
•
Membuat hamparan dengan ketebalan ± 25 cm dari jerami berkadar air ± 50% (dipanen musim kemarau atau jerami padi musim penghujan yang telah dijemur sehari) atau bisa juga menggunakan jerami kering kemudian dikocor dengan air secukupnya. Selanjutnya hamparan jerami dipadatkan dengan cara menginjak-injak lalu
ditaburi secara merata
dengan
campuran urea.-probiotik. •
Membuat hamparan jerami yang kedua di atas hamparan pertama dengan ketebalan sama ± 25 cm, lalu dipadatkan dengan cara menginjak-injak, kemudian ditaburi dengan campuran urea-probiotik secara merata.
•
Demikian seterusnya, setelah semua jerami dihamparkan dan dipadatkan selanjutnya dilakukan penutupan tumpukan jerami dengan menggunakan terpal plastik.
•
Selanjutnya bersihkan semua peralatan yang telah selesai digunakan dan disimpan pada tempatnya.
5
•
Jerami yang telah diolah setelah 3 minggu (21 hari) dapat dibuka dan dibongkar/diaduk-aduk, lalu diangin-anginkan.
Jerami olahan telah siap
digunakan sebagai pakan berkualitas untuk ternak sapi. c. Membuat pakan konentrat : - Langkah-langkah pembuatan pakan konsentrat ♦ Siapkan bahan-bahan penyusun konsentrat yang mudah diperoleh, kemudian diformulasikan dengan standar kandungan nutrisi pakan adalah : kasar
protein
± 14 % dan TDN ± 70 % (Tabel 2)
♦ Timbang masing-masing bahan pakan sesuai kebutuhan. ♦
Tebarkan bahan mulai dari yang paling banyak, dilanjutkan penebaran diatasnya bahan yang lebih kecil jumlahnya dan seterusnya sampai semua bahan disusun bertumpuk.
♦
Campur dan aduk-aduk secara merata.
Tabel 2. Komposisi Bahan untuk Formulasi Pakan Konsentrat No
Bahan yang digunakan
Campuran pakan/ton
1.
Onggok/ampas singkong giling
484 kg
2.
Kulit kopi
195 kg
3.
Bungkil kopra
190 kg
4.
Bungkil klenteng
100 kg
5.
Garam
20 kg
6.
Urea
10 kg
7.
Kalsit
5 kg
♦ Konsentrat yang sudah dicampur siap dimasukkan dalam kemasan karung plastik. Kemasan pakan konsentrat ini dapat disimpan ± 1 bulan di gudang penyimpanan pakan dengan diberi pallet sebagai dasaran ♦ Persiapan sapi bakalan yang akan digemukkan yaitu sapi yang memiliki gigi sudah powel dengan bobot awal ±250 kg.
Hal ini dengan pertimbangan
supaya ransum yang diberikan efisien untuk penggemukan. ♦ Aplikasi pemberian pakan pada sapi kereman. ♦ Timbang bobot awal sapi bakalan yang akan digemukkan
6
♦ Berikan obat cacing sesuai dosis yang dianjurkanBerikan pakan
sesuai
petunjuk (Tabel 3). Tabel 3. Petunjuk Takaran Pemberian Ransum Penggemukan Sapi Sapi Peranakan Lokal
Sapi Peranakan Eks-import
Periode
Konsentrat
Jerami2)
Konsentrat
Bl. ke 1
1,0 %
2,4 %.
2,1 %
0,60 %
Bl. Ke 2
0,8 %
2,5 %
1,9 %
0,65 %
Bl. Ke 3
0,7 %
2,6 %
1,7 %
0,70 %
Bl. Ke 4
0,5 %
2,7 %
1,6 %
0,75 %
1)
Jerami2)
Keterangan 1) Perlu ditambahkan singkong atau penggantinya 2) Sebagian diganti dengan rumput raja/gajah
V. HASIL KERAGAAN TEKNOLOGI Rata-rata pertambahan bobot badan harian selama 3 bulan pada sapisapi lokal dan sapi-sapi Peranakan Eks-impor yang memperoleh perlakuan sesuai teknologi introduksi tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Performan sapi yang digemukkan dengan teknologi introduksi di KTT Rojo Koyo Desa Tawangrejo, Kec. Tunjungan, Blora No
Uraian
Sapi Lokal
1. 2. 3. 4.
Bobot awal (kg) Bobot akhir (kg) Pert.bobot badan harian (Kg/ekor/hari) Konsumsi pakan (Kg/ekor/hari) - Konsentrat - Singkong - Jerami padi - Rumput gajah
Sapi Eks-impor
244 320 0,85 ± 0,37
267 388,5 1,33 ± 1,14
2 6 5
6,3 3 1,5 5
Sapi lokal yang memperoleh pakan introduksi memberikan rata-rata kenaikan bobot badan harian selama tiga bulan adalah 0,85 ± 0,37 kg/hari sedangkan sapi peranakan eks-impor mencapai 1,33 ± 1,14 kg/hari (Tabel 4). Hasil pertambahan bobot badan ini lebih tinggi dari yang ditargetkan yaitu pertambahan bobot badan pada sapi-sapi yang memperoleh pakan sesuai
7
standar NRC (2000) adalah 0,80 kg/hari untuk sapi lokal/PO dan 1,20 kg/hari untuk sapi peranakan eks-impor. Jumlah rata-rata pakan perhari yang dikonsumsi sapi peranakan lokal adalah 2 kg konsentrat 6 kg jerami fementasi dan 5 kg rumput gajah. Sapi peranakan eksr-impor rata-rata per hari menghabiskan 6,3 kg konsentrat; 3 kg singkong jerami fementasi 1,5 kg dan 5 kg rumput gajah. Soeparno (1998) dan Tillman et al. (1998) melaporkan bahwa faktor genetis
dan
asupan
pertumbuhan ternak.
nutrisi
sangat
mempengaruhi
terhadap
kecepatan
Sapi eks-impor yang memiliki kecepatan pertumbuhan
tinggi (misal sapi peranakan Simmental, Limousin, Frishian Holstein), tidak akan mampu memberikan PBBH sesuai kemampuan genetisnya apabila asupan nutrisi yang diberikan sama seperti penggemukan pada sapi lokal. Demikian sebaliknya untuk sapi lokal (misal sapi Peranakan Ongole/PO) yang secara genetis memiliki kecepatan pertumbuhan rendah sampai sedang, juga tidak akan mampu memberikan PBBH seperti sapi eks-impor walaupun diberikan asupan nutrisi lebih dari kebutuhannya (Tillman et al.,1998 dan Aryogi et al.,2005).
Oleh
karena itu dalam usaha sapi kereman perlu teknologi pemberian pakan sesuai kebutuhan (adequate), sehingga dapat menghindari terjadinya pemborosan biaya produksi pakan sekaligus dapat meningkatkan konversi pakan yang dideposisi dalam daging sapi (Prawirodigdo et al.,2004). Berdasarkan penerapan ransum pola introduksi yang mengacu pada perkembangan bobot ternak sesuai target diperoleh suatu rumusan
PBBH yang diinginkan, maka
kebutuhan ransum sapi PO kereman (Tabel 3). Dari
rumusan yang diperhitungkan dengan menggunakan program Excel nampak bahwa untuk penggemukan sapi PO dengan bobot awal 244 kg dan target PBBH 0,8 kg/ekor/hari, maka kebutuhan pakan konsentrat adalah mulai dari 1% dan terus menurun menjadi 0,5%. Sedangkan untuk sapi peranakan unggul dengan bobot awal 267 kg dan target PBBH 1,22 kg/ekor/hari, maka kebutuan pakan konsentrat adalah mulai dari 2,1 % dan terus menurun menjadi 1,6%. Pakan konsentrat yang digunakan dalam pengkajian ini kualitasnya cukup tinggi (BK 88%, PK 14% dan TDN 70%), dibandingkan dengan konsentrat yang umum beredar di pasaran yakni kadar PK 10% dan TDN 60% (Wijono dan Mariyono, 2005). Umumnya konsentrat yang berkualitas tinggi akan diikuti dengan biaya yang tinggi pula, tetapi kenyataannya biaya untuk pengadaan pakan konsentrat
8
selama kegiatan gelar teknologi ini dilaksanakan ternyata lebih murah dibanding kan dengan yang beredar di pasaran. Hal ini karena pakan konsentrat dibuat sendiri oleh kelompok tani dengan mendatangkan bahan-bahan bakunya. Pemberian pakan konsentrat yang cenderung semakin menurun dalam setiap periode (bulan) diduga lebih efisien dibanding pola pemberian pakan konsentrat yang selama ini direkomendasikan konstan (sebesar 1 - 2% dari bobot ternak) Pemberian pakan hijauan meskipun bisa diprediksi dengan rumusan yang ada, sebaiknya tidak terlalu dibatasi melainkan perlu dilebihkan dari yang semestinya dikonsumsi. Hal ini untuk memberikan keleluasaan pada ternak yang mengkonsumsi karena tingkat konsumsi ransum pada sapi kereman di Indonesia cukup beragam. (Anggraeny et al., 2005; Wijono dan Mariyono, 2005 dan Nuschati et al., 2005) VI. KELAYAKAN FINANSIAL Kelayakan finansial penggemukan sapi peranakan lokal dan sapi peranakan eks-impor dari hasil kegiatan ini dihitung berdasarkan nilai tambah kenaikan bobot hidup yang dikonversi dengan harga jual saat itu.
Secara
finansial sapi peranakan lokal dengan biaya pakan Rp.4.600,- memberikan tambahan nilai bobot hidup sebesar Rp. 14.450,-/hari dan untuk sapi peranakan eks-impor yang menghabiskan pakan
Rp.8.020,- memberikan tambahan nilai
bobot hidup sebesar Rp.22.610,-/hari.
Data tersebut menggambarkan bahwa
penggemukan sapi dengan formula ransum yang direkomendasikan cukup layak dilakukan baik untuk sapi lokal maupun sapi peranakan eks-impor. Tabel 5. Perhitungan Finansial Penggemukan Sapi Pola Introduksi di KTT Rojo Koyo Desa Tawangrejo, Kec. Tunjungan, Blora No. 1. 2.
Uraian Nilai pert. Bobot x Rp.17.000,- (Rp/ek/hr) Total biaya pakan (Rp/ekor/hari) • Konsentrat (Kg x Rp.900,-) • Singkong (Kg x Rp.300,-) • Jerami ( Kg x Rp.300,-) • Rumput ( Kg x Rp.200,-) - Keuntungan : 1 – 2 (Rp/ekor/hari) Sumber : Data kegiatan gelar teknologi 2005 terolah
9
Sapi Lokal 14.450 4.600
Sapi Eks-impor 22.610 8.020
9.850
14.590
1800 1800 1000
5.670 900 450 1000
VII.
KESIMPULAN
Pemberian ransum untuk penggemukan sapi yang memenuhi standar nutrisi terbukti mampu memberikan kenaikan bobot badan yang optimal yaitu 0,85 kg/ekor/hari untuk sapi peranakan lokal dan 1,33 kg/ekor/hari untuk sapi peranakan eks-impor. Inovasi teknologi formulasi ransum penggemukan sapi ini layak secara teknis dan ekonomis sehingga dapat direkomendasikan pada wilayah yang memiliki kondisi agroekosistem yang serupa. DAFTAR PUSTAKA Anggraeny, Y.N., Uum Umiyasih dan D. Pamungkas. 2005. Pengaruh Suplementasi Multinutrien terhadap Performan Sapi Potong yang memperoleh Pakan Basal Jerami Jagung. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor. Aryogi, Sumadi dan W. Hardjosubroto. 2005. Performan Silangan Peranakan Ongole Di Dataran Rendah (Studi Kasus di Kecamatan Kota Anyar Kab. Probolinggo Jawa Timur). Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor. National Research Council (NRC). 2000. Nutrients Requirements of Beef Cattle. National Academy of Science. Washington D.C. Nuschati, U. Subiharta, Ernawati, G. Sejati dan Soepadi,W. 2005. Gelar Teknologi Pengelolaan Pakan Sapi Kereman di Wilayah Desa Miskin Kab. Blora. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jateng, Ungaran. (Tidak dipublikasikan). Prawirodigdo, S., U. Nuschati, A. Prasetyo, Herwinarni, E.M., G. Sejati dan Soepadi,W. 2004. Introduksi adequate feed untuk Peningkatan Efisiensi Usaha Sapi Potong Kereman. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jateng, Ungaran. (Tidak dipublikasikan). Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan III, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wijono,D.E dan Mariyono. 2005. Review hasil penelitian model low-external input di Loka Penelitian Sapi Potong th 2002-2004. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Buku I. Puslitbang, Bogor Wiyono,D.B. dan Aryogi. 2006. Petunjuk Teknis Sistim Perbibitan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong Grati, Pasuruan.
10
TEKNOLOGI PAKAN SEIMBANG (ADEQUATE FEED) UNTUK SAPI POTONG KEREMAN
S. Prawirodigdo, Ulin Nuschati, dan H.E. Mumpuni
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya masyarakat desa di wilayah Jawa Tengah melakukan usaha penggemukan sapi potong kereman (UPSPK) dengan membesarkan sapi jantan sedang tumbuh di dalam suatu kandang hingga akhir periode penggemukan. Walaupun demikian, cabang agribisnis ini kebanyakan dilaksanakan dengan pengelolaan tradisional.
Sebagai contoh, para peternak dalam memberikan
pakan untuk membesarkan sapi hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan kuantitas tanpa mempertimbangkan faktor keseimbangan pakan; maka tidak mengherankan apabila UPSPK yang dilaksanakan peternak di pedesaan belum dapat mencapai keuntungan optimal.
Meskipun di pasar ditawarkan pakan
konsentrat untuk penggemukan sapi potong, namun di samping harganya tidak menarik, petani juga ragu terhadap jaminan keberhasilan apabila memanfaatkan konsentrat tersebut. Dalam ilmu pakan ternak, faktor keseimbangan yang dimaksud adalah kesesuaian antara kuantitas maupun kualitas zat gizi pakan dan kebutuhan ternak.
Prinsipnya faktor yang menjadi pedoman pakan ruminansia adalah
kandungan protein, energi, karbohidrat, dan bahan kering pakan, serta ketepatan proporsi masing-masing sehingga sesuai dengan kebutuhan ternak sapi (McDonald dkk., 1996).
Dalam hal ini para petani kebanyakan tidak
memperhitungkan secara lengkap karena tidak paham tentang ilmu pakan ternak sapi. Salah satu cara prospektif untuk meningkatkan efisiensi UPSPK adalah melalui perbaikan kualitas dan kuantitas produksi daging sapi dengan menekan biaya produksi serta berlandaskan penerapan inovasi pakan sesuai kebutuhan (adequate feed).
Implementasi inovasi teknologi adequate feed tidak hannya
dapat meningkatkan jumlah pakan yang dikonversi dan dideposisi ke dalam jaringan tubuh sapi (termasuk daging), tetapi juga akan menghindarkan pemborosan biaya produksi untuk pembelanjaan pakan berlebih. Pemikiran ini
11
berdasarkan pertimbangan bahwa pemberian pakan berlebihan berarti alokasi modal besar, yang konsekuensi lainnya mengakibatkan efisiensi pakan tidak optimal sehinga residu yang tereksresikan berlebihan dan dapat menimbulkan polusi lingkungan. Sehubungan dengan itu pada kesempatan ini dipresentasikan teknologi
dalam
bentuk
suatu
formula
adequate
feed
untuk
penggemukan/pembesaran ternak sapi dengan menggunakan bahan baku lokal. 1.2 Sumber Teknologi Teknologi pakan sapi potong sesuai kebutuhan yang dipaparkan ini dikreasi sesuai kondisi spesifik di Jawa Tengah dengan mengadopsi hasil-hasil penelitian/publikasi berbagai intitusi penelitian sebagai berikut: (1) Pakan sapi peranakan Ongole (PO) masing-masing oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor (Budiarsana dan Haryanto, 1998; Bestari dkk., 2000) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah (Nuschati dkk., 2000; Prawirodigdo dkk., 2002; Nuschati dkk., 2003, (2) Daur ulang limbah organik oleh Applied Science Publishers LTD, England (G.G. Birch, K.J. Parker & J.T. Worgan, Editors, 1976) dan Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (Polprasert, 1996), (3) Kebutuhan zat gizi sapi potong (Preston dan Leng, 1987. Leng, 1991; McDonald dkk., 1992; Ørskov, 1992), dan (4) Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia dari Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (Hartadi dkk., 1997). 1.3. Tujuan Manfaat Penerapan Tujuan penerapan inovasi formula pakan adalah untuk mengkonfirmasikan sekaligus mendemontrasikan pada petani yang melaksanakan UPSK tentang kelebihan penggunaan pakan sapi potong sesuai kebutuhan yang disusun menggunakan bahan pakan lokal.
Manfaat dari implementasi rekomendasi
teknologi ini adalah memberikan kontribusi ilmiah untuk meningkatkan efisiensi UPSPK di Jawa Tengah sehingga petani dapat memperoleh keuntungan lebih tinggi dibandingkan kalau memakai formula pakan tradisional .
12
II. PENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH 2.1. Usaha penggemukan sapi potong kereman adalah suatu usaha pertanian menggunakan materi utama sapi jantan yang idealnya berbobot badan awal 250-300 kg, dibesarkan dengan pakan penggemukan, selama 4-6 bulan, dan dipelihara dalam kandang terus-menerus hingga akhir periode pembesaran. Umumnya petani melaksanakan usaha ini secara individual atau dalam kandang kelompok (Lihat Gambar 1).
Bangsa sapi yang sering digemukkan adalah:
Simental, Limousin, Hereford, Brangus, Drought Master, Fresian Holstein, dan Peranakan Ongole.
Gambar 1. Contoh usaha penggemukan sapi potong kereman kelompok 2.2. Pakan sesuai kebutuhan (adequate feed) adalah pakan yang disusun dengan suatu formula menggunakan berbagai komponen pakan sehingga mengandung zat gizi yang dalam kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan kebutuhan ternak (dalam rekomendasi ini sapi potong penggemukan). 2.3. Bahan pakan lokal adalah komponen pakan yang terdapat di lokasi petani berusaha dan sekitarnya. 2.4. Sapi potong/pedaging yang dimaksudkan dalam rekomendasi ini adalah ternak sapi yang dibudidayakan untuk dipotong atau bertujuan memproduksi daging.
13
III. LOKASI PENGKAJIAN DAN DAERAH REKOMENDASI Konfirmasi inovasi formula pakan untuk penggemukan sapi potong ini dilaksanakan di Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri menggunakan 12 ekor sapi PO berbobot awal rata-rata 295 kg.
Kegiatan
dilaksanakan selama 14 mingu (2 minggu adapatasi pakan + 12 minggu pengamatan). Bahan pakan lokal di lokasi kegiatan adalah dedak padi, ampas tahu, ubi singkong, dan rumput gajah (terbatas).
Jerami padi biasanya
didatangkan dari daerah Sukoharjo. Seperti desa lainnya di Jawa Tengah, pada musim kemarau Desa Ngadirejo juga kekurangan bahan pakan untuk sapi. Sejalan
dengan
itu
maka
apabila
inovasi
formula
pakan
ini
akan
direkomendasikan di lokasi lain hendaknya lokasi tersebut memiliki karakteristik mirip Desa Ngadirejo.
IV. LANGKAH OPERASIONAL PENERAPAN TEKNOLOGI 4.1 Penyiapan Pakan •
Bahan pakan utama yang digunakan dalam inovasi formula pakan untuk penggemukan sapi potong kereman terdiri dari ubi singkong kering, dedak padi, ampas tahu dan jerami padi. Susunan pakan inovasi formula ini dan komposisi ransuman tradisional yang biasa diberikan oleh petani dicantumkan pada Tabel 1.
•
Semua bahan pakan (Adekuat S1) dicampur kecuali jerami padi
•
Pemberian pakan dilakukan dua kali/hari
•
Air minum disediakan secukupnya
14
Tabel 1. Proporsi komponen pakan (kg/ransuman/ekor/hari) untuk penggemukan sapi jantan Peranakan Ongole* Nama formula pakan Bahan pakan Jerami padi Ubi singkong kering Dedak padi Ampas tahu segar Tetes tebu (Molases) Mineral (Calcit) Garam dapur (NaCl) Rumput Raja Harga pakan (Rp./kg) Harga ransuman (Rp./ekor/hari)
Jumlah:
Harga bahan (Rp./kg)** 150 600 700 300 350 150 300 200
Estimasi profil & karakter zat gizi pakan:*** Bahan kering Protein tercerna Energi metabolis (MJ/ransuman/hari)
Adekuat S1 5,0 0,5 2,0 4,5 0,1 0,005 0,24 12,34 315,9 3.914,5
Tradisional
7,696 0,515 61,3
10,551 0,382 115,262
2,0 4,32 1,27 29,0 36,59 259,8 9.505,0
* Estimasi kebutuhan: Bahan kering = 6,5 kg/ekor/hari, Protein tercerna = 0,505 kg/ekor/hari; Energi metabolis = 61 MJ/ransuman/ekor/hari (dihitung berdasarkan saran McDonald dkk., 1992); **Harga standar tahun 2004; *** Dihitung berdasarkan data Tabel Bahan Pakan untuk Indonesia (Hartadi dkk., 1997)
4.2. PENGELOLAAN TERNAK •
Setelah ditimbang masing-masing ternak sapi diberi obat cacing secara oral
•
Ternak sapi kemudian dimasukkan ke dalam satu bangunan kandang yang disekat sehingga masing-masing tertambat secara idividu
•
Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum
•
Pakan dari inovasi formula Adekuat S1 diadaptasikan pada ternak selama dua minggu dan dilanjutkan selama 12 minggu
•
Pakan tradisional diberikan dua kali sehari
•
Evaluasi pertambahan bobot badan dilakukan setiap dua minggu sekali menggunakan timbangan digital selama periode kegiatan
15
V. HASIL KERAGAAN TEKNOLOGI Dalam
kegiatan
introduksi
inovasi
formula
pakan
Adekuat
S1
didemontrasikan bahwa: 1. Biaya
ransuman
untuk
penggemukan
ternak
sapi
potong
kereman
menggunakan inovasi formula pakan Adekuat S1 jauh lebih murah dari pada pakan tradisional milik petani (selisih Rp. 5.550,-/ransuman/ekor/hari, Lihat Tabel 1) 2. Ternak sapi yang memperoleh pakan Adekuat S1 rata-rata pertambahan bobot badannya 0,785 kg/hari, sedangkan yang diberi pakan tradisional pertambahannya 0,547 kg/hari 3. Secara konsisten nilai konversi pakan Adekuat S1 juga lebih baik dari pada pakan
tradisional
(7,6
versus
15,6).
Artinya
untuk
meningkatkan
pertambahan bobot badan 1 kg, ternak sapi yang memperoleh pakan Adekuat
S1
memerlukan
7,6
kg
bahan
kering,
sedangkan
yang
mengkonsumsi pakan tradisional perlu 15,6 kg bahan kering VI. KELAYAKAN FINANSIAL Oleh karena tidak dilakukan uji penampilan karkas, maka analisis finansial didekati dari sisi efisiensi pemnggunaan pakan. konsumsi
pakan
dan
pertimbahan
bobot
Berdasarkan harga pakan,
badan
harian
maka
dapat
dikonfirmasikan bahwa untuk meningkatkan pertambahan bobot badan 1 kg, ternak sapi yang diberi pakan Adekuat S1 memerlukan dana Rp.4,989,-. Di lain pihak dana yang diperlukan untuk meningkatkan 1 kg pertambahan bobot badan ternak sapi yang menerima pakan tradisional adalah Rp.17.377. Hasil konfirmasi ini memberikan highlight bahwa pakan Adekuat S1 layak untuk direkomendasikan. DAFTAR PUSTAKA Bestari dkk., 2000. Bestari, J, Thalib, A. & Hamid, H. 2000. Pengaruh kombinasi pemberian pakan silase jerami padi cairan rumen kerbau dan molase terhadap pertambahan bobot badan sapi peranakan ongole. Dalam Seminar nasional Peternakan dan Veteriner, hal. 242-250 (B.Haryanto, Darminto, S, Hastiono, I.K. Sutama, S. Partoutomo, Subandriyo, A.P.
16
Sinurat, Darmono, Supar & S.O Butar-Butar, Editor). Pusat Penelitian Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Budiarsana, I.G.M. & Haryanto, B. 1998. Analisis ekonomi prnggemukan sapi PO dengan pemberian pakan mengandung by-pass protein. Dalam Seminar nasional Peternakan dan Veteriner, hal. 749-757 (I.W. Mathius, A.P. Sinurat, I. Inounu, Abubakar, N.D. Purwantari, I.K. Sutama & E.Handiwirawan, Editor). Pusat Penelitian Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Hartadi, H. Reksohadiprodjio, S., dan Tillman, A.D. 1997. Tabel komposisi pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta. Leng, R.A. 1991. Application of biotechnology to nutrition of animals in developing counntries. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. McDonald, P, Edwards, R.A., and Greenhalgh., J.F.D. 1992. Animal nutritiuon (4th Ed.). Longman Scientific & Technical. John Wiley & Sons, Inc. Nerw York. Morrison, F.B. 1951. Feeds and feeding: A hand book for the student and stockman. Twenty 1st Ed. The Morrison Publishing Company. Ithaca, New York. NRC (National Research Council). 1996. Nutrient requirement of beef cattle. National, Academy Press. Washington D.C. Nuschati, U. 2003. Penggunaan kaliandra (Calliandra calotyrsus) untuk substitusi konsentrat pabrik dalam pakan untuk penggemukan sapiFrisian Holstein jantan. Thesis Magister Sain. Jurusan Nutrisi Ternak, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang. Nuschati, U., Subiharta, Wiloeto, D., Utomo, B., Pramono, D. Ernawati, Sunarso, Supriyondo, Y., Hardiyati, S., Riyanto & Suharno. 2000. Laporan hasil pengkajian. Pengkajian sistem usaha tani (SUT) sapi potong di lahan kering Jawa Tengah. Ørskov, E.R. 1992. Protein nutrition in ruminants (2nd.Ed.). Academic Press. Harcourt Brace Jovanovich, Publishers, London. Polprasert, C. 1996. Organic waste recycling (2nd Ed.). John Wiley & Sons., Brisbane. Prawirodigdo dkk., 2002 Laporan Kegiatan. Balai Pengkajian Tekniologi Pertanian Jawa Tengah, Departemen Pertanian. Kabupaten Semarang. Preston, T.R. and Lng, R.A. 1987. Matching ruminant production systems with available resources in the tropics and sub-tropics. Penambul Books, Armidale, New South Wales, Australia. Tannenbaum, S.R. and Pace, G.W. 1976. Food from waste: An overview. In Food from waste.(G.G. Birch, K.J. Parker and J.T. Worgan, Editors) Applied Science Publishers LTD, London.
17