Perspektif Vol. 12 No. 1/Juni 2013. Hlm 01-10 ISSN: 1412-8004
TEKNIK PRODUKSI DAN PENGELOLAAN BENIH NILAM BERMUTU Patchouli Seeds Production and Handling to Provide Good Quality of Seed SUKARMAN dan SRI WAHYUNI
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute Jl. Tentara pelajar No 3, Bogor
[email protected] Diterima: 24 Januari 2010; Disetujui: 28 April 2013
ABSTRAK Nilam merupakan tanaman penghasil minyak atsiri potensial. Untuk mendukung pengembangan tanaman nilam diperlukan penyediaan benih bermutu. Teknik produksi dan pengelolaan benih nilam yang baik diharapkan dapat menjamin ketersediaan benih dengan standar mutu yang ditetapkan. Produksi benih harus memperhatikan varietas yang akan dikembangkan, kesesuaian lahan dan iklim, teknik budidaya yang tepat, pengendalian hama, penyakit serta OPT lainnya sehingga dapat diperoleh jumlah benih per satuan luas lebih banyak dengan mutu benih memenuhi standar. Benih nilam dikembangkan dalam bentuk setek. Daya simpan benih terbatas, dan voluminous, sehingga penyebaran benih keluar daerah memerlukan biaya tinggi untuk transportasi dan penanganan yang tepat agar kualitas benih terjaga. Teknologi pengemasan benih untuk memperpanjang umur setek diperlukan untuk mendukung penyebaran benih, selain itu pembangunan kebun induk di wilayah pengembangan menjadi rekomendasi penting agar benih nilam dapat tersedia di setiap wilayah pengembangan. Untuk menjamin mutu benih dalam peredaran, perlu dilakukan program sertifikasi benih. Dalam tulisan ini dipaparkan teknologi produksi dan penanganan benih nilam untuk memperoleh benih dengan kualitas tinggi. Kata kunci: Nilam, Pogostemon cablin, produksi, penanganan benih.
ABSTRACT Patchouli (Pogostemon cablin Benth.) is a primary essential oil plant of Indonesia. It produces patchouli oil, and provides almost 90 % of world essential oil. To maintain the stability of market demand, it is necessary to develop sustainable production system of patchouli plantation. For the purpose, providing
high quality seeds supply is required. In order to meet the seed standard, some requirement should be considered e.q. superior variety used, the suitability of land and climate for production area, cultivation technique, diseases and pest management control. Plant materials are developed by cuttings. The storage of cuttings are very limited, but they are voluminous and voluminous characters. Distributing the seeds need high cost due to packaging system and has limited time to keep the high seed viability. Packaging technique to keep cuttings remain fresh should be developed. To overcome the avaibility of seed supply at patchouli area development, in the seed production should be developed in the same area. Further more, high seed quality should be guaranted by certification process. This paper aims to inform technology production and handling system in order to get the high quality of patchouli. Key word: Pogostemon cablin, patchouli, seed production, seed handling.
PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang menyumbang devisa lebih dari 50 % total ekspor miyak atsiri Indonesia dan memasok 90% pasar minyak nilam dunia. Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia merupakan pertanaman rakyat yang melibatkan 65.651 kepala keluarga petani (Ditjenbun, 2011). Kebutuhan minyak nilam terus meningkat, ratarata 5 % setiap tahunnya. Tahun 2010 kebutuhan minyak nilam dunia 1500 ton, Indonesia memasok 700 ton, sedangkan China dan India sekitar 350 ton, sehingga masih ada kekurangan 450 ton (Ditjenbun, 2011). Seiring dengan
Teknik Produksi dan Pengelolaan Benih Nilam Bermutu (SUKARMAN dan SRI WAHYUNI)
1
meningkatnya permintaan minyak nilam perlu diupayakan sistem produksi berkelanjutan yang dapat menjamin permintaan dan kualitas minyak nilam. Varietas unggul nilam yang telah dilepas ada 3 varietas yaitu Tapaktuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang. Keunggulan yang utama adalah produksi terna tinggi. Dari ketiga varietas tersebut hanya satu varietas yaitu Sidikalang yang toleran terhadap penyakit layu bakteri (Nuryani, 2005). Hasil kajian Indrawanto dan Syakir (2008) ketiga varietas tersebut layak dikembangkan untuk produksi minyak, karena memberi produksi dan hasil yang tinggi sehingga menguntungkan. Untuk mendukung pengembangan budidaya nilam diperlukan ketersediaan benih. Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya tanaman. Potensi hasil suatu varietas unggul ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Oleh karena itu ketersediaan benih dari varietas unggul yang telah dilepas perlu disiapkan yaitu melalui penguatan produksi benih oleh swasta maupun Balai-Balai Benih dalam upaya percepatan pengembangan varietas unggul baru tersebut. Secara umum rangkaian kegiatan dalam pengembangan perbenihan meliputi produksi dan distribusi benih sumber dan benih sebar, pengendalian mutu melalui sertifikasi benih atau melalui penerapan sistem manajemen mutu, serta optimalisasi kelembagaan perbenihan. Penyediaan benih sumber pada dasarnya disesuaikan dengan permintaan/kebutuhan daerah atau masyarakat. Pelaksaan program pengembangan perbenihan nilam perlu mempertimbangkan kendala yang dihadapi dan potensi sumber daya. Teknik produksi dan pengelolaan benih nilam yang baik diharapkan dapat menjamin ketersediaan benih dengan standar mutu yang tetap berkualitas. Produksi benih harus memperhatikan varietas yang akan dikembangkan, kesesuain lahan dan iklim, teknik budidaya yang tepat, pengendalian hama, penyakit serta OPT lainnya sehingga dapat diperoleh jumlah benih per satuan luas lebih banyak dengan mutu benih memenuhi standar. Untuk menjamin mutu
2
benih dalam peredaran perlu dilakukan sertifikasi benih. Dalam tulisan ini dikemukakan teknik produksi dan pengelolaan benih nilam untuk memperoleh benih dengan kualitas tinggi.
FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PRODUKSI BENIH NILAM Keberhasilan produksi benih nilam bermutu, baik mutu genetik maupun mutu fisiologis ditentukan oleh berbagai faktor seperti, ketersediaan varietas unggul, teknik budidaya, pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT. Pada tahap selanjutnya, kebun induk berperan penting dalam penggandaan dan penyediaan benih nilam untuk mempercepat ketersediaan benih yang beredar di masyarakat. Varietas Ketersediaan varietas unggul menjamin mutu genetik tanaman lebih baik. Keunggulan varietas dapat dilihat dari sifat yang menonjol dari satu atau lebih karakter penting. Sampai saat ini telah dilepas 3 varietas unggul nilam yaitu Tapaktuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang. Keunggulan yang utama adalah produksi terna dan mutu minyak tinggi. Dari ketiga varietas tersebut hanya satu varietas yaitu Sidikalang yang toleran terhadap organisme pengganggu tanaman, yaitu penyakit layu bakteri (Nuryani, 2005). Berdasar kajian Indrawanto dan Syakir (2008) ketiga varietas tersebut layak dikembangkan karena produksi dan hasil minyaknya yang tinggi, sehingga menguntungkan. Budidaya Nilam Untuk Produksi Benih Lahan dan iklim Lahan dan iklim sangat mempengaruhi produksi dan kualitas benih, terutama jenis tanah, ketinggian tempat dan ketersediaan air. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah Andosol, Latosol dan Podsolik dengan struktur gembur, banyak mengandung humus, drainase baik, pH tanah 5,5 – 7, curah hujan 2.300 – 3.000 mm/tahunbulan basah per tahun: 10 – 11 bulan, suhu udara 24 – 28º C, kelembaban > 75%,
Volume 12 Nomor 1, Juni 2013 : 01 -10
intensitas penyinaran: 75-100%. Lokasi bukan merupakan daerah endemik hama dan penyakit tanaman nilam, terutama penyakit layu bakteri, budog, nematoda (Rosman et al., 1998: Nuryani et al., 2007), dengan ketinggian 0-700 m dpl. Kebun induk/perbanyakan benih sebaiknya pada keinggian 600-700m dpl, karena pada ketinggian tersebut rata rata suhu hariannya ± 25o C lebih rendah dibandingkan rata rata suhu di dataran rendah ± 28o C, aktivitas respirasinya berkurang tetapi net asimilasinya meningkat, sehingga umur vegetatif lebih lama. Budidaya Tanaman Persiapan lahan dan penanaman Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari gulma, kemudian dicangkul/dibajak, digaru, diratakan dan dibuat lubang tanam berukuran 30 cm3, yang jaraknya sesuai dengan kondisi lahan. Untuk menghindari terjadinya genangan air dibuat saluran drainase di sekeliling dan di dalam kebun dengan lebar dan kedalaman 30 cm. Pada tanah latosol dengan tingkat kesuburan sedang, hasil penelitian Sukarman (2012), penggunaan jarak tanam 1 x 0,5 m menghasilkan benih lebih tinggi dibandingkan jarak tanam 1 x 1 m dan 1 x 0,7 m (Tabel 1 ). Tabel 1. Viabilitas dan produksi benih nilam pada jarak tanam yang berbeda Jarak tanam
Produksi benih/ha (setek)
1x1m 735.550 a 1 x 0.5 m 634.160 a 1 x 0,7 m 420.667 b Sumber: Sukarman, 2012.
Viabilitas benih (%) 89,7 a 82,7 a 85,00 b
Untuk mendapatkan bahan tanaman yang baik, benih sebaiknya diambil dari tanaman berumur 5-6 bulan, berasal dari setek batang, cabang primer atau sekunder dari bagian pangkal tengah dan pucuk. Setek masih muda tetapi telah berkayu, segar, sehat, diameter setek 3-5 mm dengan panjang 15-20 cm (Nuryani et al., 2007; Sukarman dan Melati, 2009; Ditjenbun-Balittro, 2010). Sukarman dan Melati (2009), melaporkan daya tumbuh benih setek nilam tidak berbeda antara benih yang berasal dari bagian pangkal,
tengah dan pucuk, walaupun setek pucuk menghasilkan pertumbuhan (tinggi dan jumlah ruas) yang lebih cepat dibandingkan benih yang berasal dari setek bagian pangkal dan tengah. (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh bagian setek dan lama penyimpanan terhadap viabilitas benih nilam Bagian setek
Daya tumbuh (%)
Tinggi benih (cm)
Jumlah ruas
Jumlah daun
Pucuk Pangkal dan tengah
98,0 a 97,3 a
26,0 a 14, 4 b
8,2 a 7,7 b
13,5 a 14,7a
Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) budidaya nilam (Ditjenbun-Balitrro, 2008). Rekomendasi pupuk untuk tanaman nilam adalah pupuk organik (diberikan pada waktu tanam), 1-2 kg/lubang, pupuk Urea 280 kg + TSP 70 kg + KCl 140 kg /ha. Pemupukan pertama dilakukan umur 1 BST, dengan dosis ½ N+P+K, pemupukan ke-2 umur 3 bulan dengan dosis 2/3 N. Pemupukan selanjutnya pada umur 6 bulan (setelah panen I) dan 9-10 bulan (setelah panen II), dengan dosis ½ N+1/2P + ½ K per hektar dan pupuk kandang 2 kg/tanaman. Pada lahan marginal dapat ditambahkan kapur pertanian 2 ton/ha. Pemberian pupuk kandang 30 ton/ha yang dikombinasikan dengan kapur 2 ton /ha, menghasilkan pertumbuhan tanaman nilam terbaik pada tanah podsolik merah kuning Burhanudin dan Nurmansyah (2010). Tanaman nilam termasuk tanaman yang konsumtif hara khususnya NPK (Trisilawati et al., 2004). Untuk menjaga produktivitas lahan, serta mendapatkan produksi yang optimal, tanaman nilam memerlukan pupuk yang cukup tinggi. Pemupukan untuk produksi benih nilam, dianjurkan menggunakan pupuk kandang 30 ton, 300 kg Urea, 150 kg SP36 dan 300kg KCl/ha per tahun. Pemberian pupuk kandang 45 ton, Urea 450 kg, SP36 225 kg dan KCl 450 kg/ha/tahun menghasilkan produksi benih yang tidak berbeda dengan pemupukan tersebut di atas (Sukarman,
Teknik Produksi dan Pengelolaan Benih Nilam Bermutu (SUKARMAN dan SRI WAHYUNI)
3
Tabel 3. Produksi dan viabilitas benih nilam pada dosis pupuk yang berbeda Dosis pupuk per ha Kandang (ton) Urea SP36 30 300 150 45 450 225 Sumber: Sukarman, 2012. 2012). Untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit tular tanah, dan toleransi terhadap cekaman kekeringan perlu ditambahkan cendawan mikoriza arbuskula (Trisilawati dan Djazuli, 2009; Mawardi dan Djazuli, 2006). Penyiangan dilakukan sebelum kanopi tanaman saling bertemu sampai tanaman brumur 3-4 bulan, dilakukan secara hati-hati agar akar tanaman atau cabang-cabang yang dekat permukaan tanah tidak terganggu. Untuk menjaga kelembaban tanah, perlu diberi mulsa jerami, alang-alang, dan lain-lainnya. Pemulsaan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Agar tanah tetap gembur dan untuk merangsang pertumbuhan akar pada cabang-cabang dekat permukaan tanah, perlu dilakukan pembubunan yang dilakukan pada umur 3 bulan atau setelah panen/pemangkasan. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman OPT utama nilam adalah penyakit layu bakteri, budog dan nematoda akar. Belum ada metode yang efektif untuk mengendalikan penyakit layu bakteri. Untuk mencegah serangan penyakit dapat dilakukan dengan menanam varietas yang tahan atau toleran, menghindari pengambilan setek dari tanaman yang telah tertular penyakit, menggunakan agensia hayati antara lain Pseudomonas flurescens dan melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan merupakan inang dari penyakit layu tersebut misalnya padi, jagung, kedelai dan lain-lainnya. Varietas tahan/toleran terhadap serangan nematoda belum tersedia, Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan agensia hayati (Pasteuria penetrans, Arthrobotrys sp.), jamur penjerat nematoda, pestisida nabati (serbuk biji nimba, bungkil jarak), nematisida dan budidaya organik dan bakteri endofit. Penggunaan suspensi bakteri endofit dapat menekan penetrasi dan populasi P.
4
KCl 300 450
Produksi benih/ha
Viabilitas benih yang dihasilkan (%)
582,10 a 611,77 a
84,00 a 81,11 a
brachyurus pada nilam di rumah kaca sebesar 54,8-70,6 % (Harni et al., 2011). Cara pengendalian yang efektif penyakit budog (Synchytrium pogostemonis) belum ada yang efektif. Penyemprotan fungisida, pergiliran tanaman, sanitasi kebun, penggunaan benih sehat dapat menghambat penyebaran penyakit tersebut. Menurut Wahyuno (2010) mencegah terjadinya penyebaran propagul S. pogostemonis pada lahan yang baru merupakan cara yang terbaik untuk penyakit budog. Pengendalian hama sebaiknya menggunakan pestisida nabati, seperti ekstrak biji nimba (100 g/l), atau agensia hayati seperti Beauveria bassiana untuk ulat pemakan daun, dan Metarrhizium anisopliae untuk belalang. Penanganan Bahan Tanaman Untuk Benih Panen tanaman nilam dilakukan pada umur 5-6 bulan dengan cara memotong cabang setinggi 30 cm di atas permukaan tanah dan menyisakan 2-3 cabang (Trisilawati et al., 2007). Cabangcabang hasil pangkasan tersebut berdiameter sekitar 2-5 mm. Panen selanjutnya dapat dilakukan setiap dua bulan. Selang panen dua bulan sekali menghasilkan jumlah cabang primer dan sekunder tertinggi (Hobir, 2002). Setek untuk dijadikan benih disortasi, setek harus sehat (tidak terserang OPT dan tidak ada gejala kekurangan hara), penampilan segar, bentuk kokoh, lurus. Ukuran setek panjang ± 20 cm terdiri dari 3-5 buku dan berdiameter 2-5 mm (Nuryani et al., 2007; Ditjenbun-Balittro, 2010). Benih setek dapat dikirimkan langsung ke konsumen atau dibibitkan dalam polybag. Penyiapan benih siap salur dibuat dalam polybag ukuran 15x10 cm berisi media campuran tanah pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Penyemaian dilakukan di bawah rumah atap dengan tinggi bagian timur 2 m, dan bagian barat 1,5 m dan luasan disesuaikan dengan
Volume 12 Nomor 1, Juni 2013 : 01 -10
kebutuhan. Persemaian diberi naungan paranet, daun kelapa atau alang-alang dengan intensitas cahaya 50-70 %. Sebelum disemai bagian pangkal setek direndam dalam air kelapa 25 % selama 15 menit atau dioleskan ZPT perangsang perakaran, kemudian dicelupkan ke dalam fungisida 0,2 %. Benih ditanam dengan cara membenamkan satu buku ke dalam tanah kemudian tanah di sekeliling tanaman dipadatkan. Setelah tanam persemaian disiram dan disungkup plastik untuk menjaga kelambaban. Penyiraman selanjutnya setelah 2-3 hari kemudian. Umur 2 minggu sungkup dibuka. Agar benih kekar dan tidak memanjang, umur 4 minggu atap dibuka sehingga benih mendapatkan cahaya matahari, umur 1,5 bulan benih siap ditanam di lapang (Sukarman dan Melati, 2011 ).
produsen benih sebar untuk kelancaran produksi dan penyaluran benih sumber (Badan Litbang Pertanian., 2011). Benih nilam dikembangkan dengan setek, sehingga alur produksi benihnya tidak sepenuhnya mengikuti standar produksi benih sesuai alur dalam tabel tersebut diatas. Untuk sumber benih dapat diambil dari kebun induk. Peran swasta sebagai produsen benih nilam masih sedikit. Sesuai kajian Wahyudi dan Hasnam (2005), peran produsen benih swasta dalam produksi benih tanaman perkebunan masih sangat kecil. Oleh karena itu inisiasi pemerintah dalam menyediakan benih sumber perkebunan masaih sangat diperlukan oleh petani. Kebun Induk/Kebun Perbanyakan
PENGELOLAAN BENIH NILAM Dalam upaya menjamin ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul serta meningkatkan penggunaannya di kalangan petani maka perlu program pengembangan perbenihan nilam. Kegiatan produksi benih sumber menggunakan teknologi baku/standar agar mutu benih yang dihasilkan terjamin. Kelas dan alur produksi benih (Tabel 4.) sesuai pedum UPBS meliputi benih penjenis (BS), dan benih dasar (BD) oleh Balai Besar Penelitian/Balai Penelitian, serta benih dasar (BD) dan pokok (BP) oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dalam pelaksanaannya,
Faktor lahan dan iklim, memegang peranan penting dalam pengembangan nilam. Peta wilayah kesesuaian lahan dan iklim tanaman nilam sudah ada untuk wilayah Banten, Aceh, Jawa Barat, dan Lampung (Rosman, 2012). Pembuatan kebun induk harus memperhatikan kesesuain lahan dan iklim agar pertumbuhan tanaman optimal dan kualitas benih yang dihasilkan bagus. Jumlah kebun penangkar benih belum banyak, Dirtenbun baru membangun kebun penangkaran benih nilam seluas 8 ha (Tabel 5). Jumlah benih yang dihasilkan dari kebun induk tersebut baru sekitar 3 juta setek bila produksi setek per ha 400.000 setek (Sukarman, 2012). Bila kebutuhan benih nilam sebanyak
Tabel 4. Kelas dan alur produksi benih standar Alur produksi
Hasil (kelas benih)
Pelaku (produsen)
NS BS
BS BD
BS BD
BB Penelitian/Balit komoditas BB Penelitian/Balit, BPTP, BBI, BUMN, swasta (perusahaan, perorangan)
BD BP BR
BP BR PETANI
BP BR
BPTP, BBI, BBU, BUMN, swasta BPTP, Produsen benih (BUMN/swasta) Petani (pengguna benih)
kegiatan produksi benih berkoordinasi dengan Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB), Balai Benih Induk (BBI), dan institusi
20.000 setek/ha, maka hasil produksi benih tersebut baru mencukupi untuk pengembangan pertanaman seluas 160 ha saja. Oleh karena itu
Teknik Produksi dan Pengelolaan Benih Nilam Bermutu (SUKARMAN dan SRI WAHYUNI)
5
Tabel 5. Kebun penangkar benih nilam Provinsi Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Sulawesi Utara Gorontalo
Kabupaten Garut Boyolali Purbalingga Kulon Progo Nganjuk Konawe Utara Gorontalo Utara
Jumlah
Luas (ha)
Keterangan
1 1 1 1 1 1 1
Kabupaten Propinsi Propinsi Kabupaten Propinsi Propinsi Propinsi
8
Sumber : Melati dan Sukarman, 2012.
perlu didorong peran swasta untuk mau berkiprah di dalam perbenihan nilam. Secara umum, persyaratan Produsen Benih (Badan Litbang Pertanian, 2011) adalah : 1. Memiliki SDM yang menguasai teknologi produksi benih, 2. Menguasai lahan yang akan digunakan untuk memproduksi benih, 3. Mampu mengelola lahan dan pertanamannya, 4. Mematuhi petunjuk yang diberikan oleh penyelenggara sertifikasi benih sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 5. Menguasai fasilitas yang digunakan, 6. Wajib mentaati sepenuhnya segala peraturan perundang-undangan di bidang perbenihan, 7. Terdaftar sebagai produsen benih sumber di BPSB. Dalam hal produksi, umumnya banyak petani yang mampu melakukan, namun untuk menjaga kualitas benih baik produksi maupun peredarannya perlu dilakukan pembinaan oleh instansi terkait. Dalam produksi benih nilam, untuk menjaga kemurnian genetik diperlukan isolasi jarak dengan dua baris tanaman barier, atau 2 m jarak antar varietas. Penyebaran Benih Umumnya benih nilam disalurkan dalam bentuk setek atau benih dalam polybag yang siap tanam. Benih setek dapat diedarkan dengan jangkauan tempat yang lebih jauh, sedang benih siap tanam untuk pengembangan yang lokasinya lebih dekat. Untuk pengiriman jarak jauh, penggunaan setek batang lebih dianjurkan dibanding setek pucuk karena kesegaran lebih
6
tahan lama, walaupun hasil penelitian (Suwandiyati, 2009), pertumbuhan setek pucuk lebih cepat. Benih dikemas dalam kardus berukuran 40x40x30 cm, berisi 1000 setek. Setiap 100 setek dibungkus koran basah dan diikat dengan tali rafia, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan. Bagian bawah kardus dialas plastik, diberi cocopeat basah, benih diletakkan dalamnya dengan posisi berdiri, bagian pucuk berada diatas kemudian ditutup. Untuk mengurangi panas akibat proses respirasi bagian sisi dan atas kardus diberi ventilasi/dilubangi. Setek dapat diberi perlakuan untuk mempertahankan kesegaran, sebelum dikemas benih disemprot pupuk daun (Sukarman, dan Melati, 2005), atau diberi perlakuan ”pulsing” yaitu perendaman ujung setek dengan larutan penyegar. Setek nilam yang diberi perlakuan ”pulsing” 10 % sukrosa + 20 ppm AGNO3 + 150 mg/l asam sitrat, setelah 10 hari disimpan fisiknya masih segar dan daya tumbuhnya masih ≥80% (Wahyuni dan Rusmin, 2010), namun bila kualitas setek prima, cukup menjaga kelembaban setek tanpa pulsing sudah dapat memperpanjang kesegaran setek. Kualitas benih menentukan daya simpan benih. Pada umumnya produsen benih berupaya untuk menghasilkan benih dengan kualitas yang optimal agar dapat tumbuh dan berproduksi tinggi setelah disimpan beberapa waktu. Saenong et al., (2009), pada benih jagung dengan kualitas yang baik pada KA < 10% mempunyai daya simpan lebih lama. Standar setek nilam (Melati dan Sukarman, 2012) adalah diameter batang 0.3 - 0.5 mm, ukuran setek 15 - 30 cm, fisik setek : sehat, segar, batang telah mengayu, tidak ada hama atau penyakit. Sedangkan standar benih semai nilam
Volume 12 Nomor 1, Juni 2013 : 01 -10
adalah : asal benih dari KI, tempat persemaian polybag ukuran 10 x 15 cm, media semai tanah : pupuk kandang 2:1, tinggi persemaian 20-25, jumlah daun 5-7 lembar, fisik persemaian : segar, daun hijau, bebas penyakit, umur semai ± 1.5 bulan.
PENGAWASAN MUTU BENIH Sertifikasi benih dan pengawasan peredaran benih merupakan kegiatan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan kualitas benih tanaman perkebunan. Dengan kegiatan sertifikasi dan pengawasan peredaran benih maka legalitas benih akan terjaga dan menjamin ketersediaan benih unggul bermutu di tingkat petani/ pengguna benih secara berkesinambungan. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara instansi yang berwenang dengan masyarakat perkebunan, sehingga tercipta sinergi yang harmonis demi terwujudnya pembangunan perkebunan yang berorientasi pada pembangunan agribisnis Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 39 tahun 2006, mekanisme pengendalian mutu dalam produksi benih dilakukan melalui sistem sertifikasi. Sertifikasi dilakukan oleh Balai Pengawasan mutu benih atau sertifikasi mandiri melalui sistem management mutu. Sertifikasi benih bertujuan untuk memberikan jaminan bagi pembeli benih tentang beberapa aspek mutu penting (fisik-fisologis dan identitas genetik) yang tidak dapat ditentukan dengan segera, dengan hanya memeriksa benihnya saja. Sertifikasi dilaksanakan pada (1) sumber benih untuk menjamin kebenaran klasifikasi sumber benih, (2) mutu benih dan/atau bibit untuk menjamin kebenaran kualitas mutu benih dan/atau bibit secara fisik-fisiologis dan genetik. Prosedur sertifikasi benih untuk tanaman yang diperbanyak secara vegetatif (okulasi, sambung dan susuan) tetap berpedoman pada Prosedur Sertifikasi Benih Tanaman Secara Generatif (biji), kecuali pada pemeriksaan lapang dan informasi isi label benih (Badan Litbang Pertanian, 2011). Pada benih nilam, pemeriksaan lapang kebun induk (KI) dilakukan pada umur 2-3 bulan setelah tanam. Pemeriksaan mutu genetik dilakukan dengan mengamati karakter morfologi
tanaman berdasarkan deskripsi varietas. Pemeriksaaan mutu fisik ditekankan pada vigor, tingkat kesehatan dari penyakit layu bakteri, nematoda, budog dan hama daun tanaman. Selain pemeriksaan KI, juga dilakukan pemeriksaan tanaman di pesemaian. Pemeriksaan berdasarkan standar benih siap salur, dilakukan pada umur 1-1,5 bulan umur persemaian. Pengusahaan sumber benih tanaman kehutanan bersertifikat, layak secara finansial, dan sertifikasi benih memberikan keuntungan bagi produsen dan penyalur benih serta jaminan mutu benih bagi konsumen (Falah dan Nugroho, 2010). Pada tanaman hortikultura tahunan, perbaikan pengelolaan pohon induk mangga dapat menyediakan benih dalam jumlah yang lebih banyak dan dapat dilakukan oleh petani (Robin dan Karsinah, 2010). Oleh karena itu pengelolaan benih nilam diharapkan dapat menyediakan kecukupan benih bagi petani dengan kualitas yang baik dan harga terjangkau.
KENDALA DAN DAYA SAING Areal produksi nilam meliputi berbagai daerah di Indonesia. Penyebaran benihnya mengalami kendala daya simpan setek yang singkat, serta sifat voluminous benih sehingga memerlukan biaya tinggi. Oleh karena itu pembangunan kebun induk berbasis wilayah pengembangan (regionalisasi) sangat membantu untuk menekan harga persatuan benih. Sistem perbenihan tanaman harus mampu menjamin tersedianya benih bermutu secara memadai dan berkesinambungan. Pada perbenihan nilam, problematika yang dihadapi di antaranya adalah kurangnya peran serta swasta dalam penyediaan benih. Hal ini disebabkan karena informasi pasar benih nilam tidak menentu, terjadinya kekeringan pada areal produksi karena musim kemarau, selain itu organisme pengganggu seperti serangan layu bakteri dan budog menambah resiko kegagalan dalam produksi benih. Daya saing nilam di antaranya benih setek nilam mudah tumbuh, sebulan setelah semai benih sudah siap ditanam di lapang. Faktor multiplikasi setek juga cukup banyak, dari satu
Teknik Produksi dan Pengelolaan Benih Nilam Bermutu (SUKARMAN dan SRI WAHYUNI)
7
setek berkembang jadi rumpun tanaman dapat dipanen 30 - 60 setek pada umur 6 BST. Nilam juga mudah diperbanyak dengan kultur jaringan, multiplikasi tunas dalam waktu 3 bulan diperoleh 30,5 tunas. Untuk menekan ongkos produksi dapat dilakukan subtitusi bahan kimia dengan bahan yang lebih murah (Pribadi et al., 2011). Produksi nilam untuk benih dapat pula dilakukan bersamaan dengan produksi terna. Pada saat panen setek, pengurangan daun pada setek dapat dikumpulkan dan disuling, sehingga memberi tambahan pendapatan.
STRATEGI PENGEMBANGAN BENIH NILAM Kegiatan perbenihan tanaman bersifat dinamis tergantung preferensi konsumen dan dapat berubah setiap saat, oleh karena itu diperlukan suatu sistem yang mampu mengakomodasi kepentingan pelanggan/konsumen dan selalu terbarukan. Sistem tersebut harus berisi informasi yang memuat data-data perbenihan mulai dari ketersediaan benih sumber (jumlah, varietas, kelas), harga benih, prosedur pemesanan, dan kontak pelayanan pelanggan. Informasi benih tersebut harus akurat, serta mudah diakses oleh pelanggan. Untuk memenuhi hal tersebut diatas, strategi yang digunakan untuk produksi benih nilam adalah 1). menggunakan varietas unggul, 2). Penerapan teknologi produksi dan pengelolaan benih nilam yang efisien, 3). Membangun kebun penangkar benih di sentra produksi nilam, 4). Sosialisasi usaha perbenihan nilam yang menguntungkan. Sukarman, (2012) produksi benih nilam varietas sidikalang dengan teknologi jarak tanam 1 x 0,5 m dengan pemupukan 30 ton pukan, 300 kg Urea, 150 kg SP 36 dan 300 kg KCL/tahun dapat memberikan keuntungan Rp 6.7 juta. Di dalam produksi benih, swasta dan petani penangkar berperan sebagai produsen benih, sedangkan dinas terkait berperan dalam menjamin mutu benih melalui program sertifikasi agar benih yang diproduksi terjamin mutunya.
8
KESIMPULAN Produksi benih nilam berkualitas, harus menggunakan varietas unggul yang diperbanyak berdasarkan SPO budidaya. Teknik produksi dan pengelolaan benih nilam yang baik diharapkan dapat menjamin ketersediaan benih dengan standar mutu yang tetap berkualitas. Produksi benih harus memperhatikan varietas yang akan dikembangkan, kesesuain lahan dan iklim, teknik budidaya yang tepat, pengendalian hama, penyakit serta OPT lainnya sehingga dapat diperoleh jumlah benih per satuan luas lebih banyak dengan mutu benih memenuhi standar. Daya simpan benih setek terbatas, sifat benih yang voluminous, sehingga penyebaran benih keluar daerah memerlukan biaya tinggi untuk transportasi dan penanganan yang tepat agar benih tetap hidup. Teknik pengemasan benih untuk memperpanjang umur setek diperlukan untuk mendukung hal tersebut. Pembangunan kebun induk di wilayah pengembangan disarankan agar benih nilam dapat tersedia di setiap wilayah pengembangan. Untuk menjamin mutu benih dalam peredaran, program sertifikasi benih perlu dilakukan secara berkesinambunan.
DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS). Jakarta. 25 hlm. Burhanudin dan Nurmansyah. 2010. Pengaruh pemberian pupuk organik dan kapur terhadap pertumbuhan dan produksi nilam pada tanah podsolik merah kuning. Bul. Littro 21 (13) : 138-144. Ditjenbun-Balittro. 2008. Standar Prosedure Operasional Budidaya Tanaman Nilam. Direktorat Budidaya Tanaman Semusim Kerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 41 hlm. Ditjenbun-Balittro. 2010. Pedoman Pembanguan Kebun Penangkar Benih Nilam. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. Kerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 24 hlm.
Volume 12 Nomor 1, Juni 2013 : 01 -10
Ditjenbun. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011. Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian. Falah, F. dan B. Nugroho. 2010. Pengaruh kelembagaan sertifikasi sumber benih terhadap efisiensi tataniaga benih tanaman hutan: Study kasus di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7(3) : 155 - 165. Harni, R., Supramana, M.S. Sinaga, Giyanto, dan Supriadi. 2011. Keefektifan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda Pratylenchus bracyurus pada tanaman nilam. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 17: 6-10. Hobir. 2002. Pengaruh selang panen terhadap pertumbuhan dan produksi nilam. Jurnal Littri 8(3):103-106. Indrawanto, C. dan M. Syakir, 2008. Analisa usahatani nilam. Seminar rutin Balittro, April 2008. 9 p. Mawardi dan M. Djazuli. 2006. Pemanfaatan pupuk hayati mikoriza untuk meningkatkan toleransi kekeringan pada tanaman nilam. Jurnal Littri 12(1): 38-43. Melati dan Sukarman. 2012. Penangkaran benih nilam di sentra produksi. Bunga Rampai Inovasi Tanaman Atsiri Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Hlm. 51-56. Nuryani. 2005. Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 11:1-3. Nuryani, Y., Emyzar, dan A. Wahyudi. 2007. Teknologi Unggulan Nilam. Perbenihan dan budidaya pendukung varietas unggul.. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 17 hlm. Rosman. R, Emyzar, dan P. Wahid. 1998. Karakteristik lahan dan iklim untuk pewilayahan pengembangan nilam. Monograf No 5. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Hlm. 47-55. Rosman. 2012. Kesesuaian lahan dan iklim tanaman nilam. Bunga Rampai Inovasi Tanaman Atsiri Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Hlm 57 - 54.
Saenong S., Fauziah, Rahmawati, dan O. Komalasari. 2009. Kualitas benih jagung dari beberapa penangkar dan UPBS Balitsereal. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Hlm. 21-26. Sukarman. 2008b. Penyediaan benih nilam sehat. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Penganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pusat Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor, 4 November. Hlm, 221-231. Sukarman dan Melati. 2005. Teknik packing untuk pengiriman benih panili dan cengkeh. Makalah pada Pelatihan Magang Teknis Perbenihan Tanaman Panili dan Cengkeh, BP2MB Perkebunan Sumatera Selatan, 18-22 Juli di Bogor. 9 hlm. Sukarman dan Melati. 2009. Pengaruh bagian setek dan lama penyimpanan terhadap viabilitas dan pertumbuhan nilam (Pogostemon cablin Benth.). Prosiding Simposium V Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor 14 Agustus 2009, Kerjasama P.T. Penerbit IPB Press dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hlm. 468-474, Sukarman dan Melati. 2011. Prosedur perbanyakan nilam secara konvensional. Bunga Rampai Nilam. Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hlm. 9-16. Sukarman. 2012. Pengaruh jarak tanam dan dosis pupuk terhadap produksi dan viabilitas benih setek nilam (Pogostemon cablin Benth.). Jurnal Penelitian Tanaman Industri 18 (2):81-87). Suwandiyati, N.D. 2009. Pengaruh asal bahan setek dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan bibit nilam (Pogostemon cablin Benth. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). 34 hlm. Pribadi, E.R., E. Hadipoentyanti, Amalia, dan N. Sirait. 2011. Harga pokok benih nilam varietas Sidikalang hasil kultur jaringan. Bul. Littro. 22 (1) : 84-96.
Teknik Produksi dan Pengelolaan Benih Nilam Bermutu (SUKARMAN dan SRI WAHYUNI)
9
Robin
dan Karsinah. 2010. Perbaikan pengelolaan pohon induk mangga. Iptek Hortikultura. Balai Penelitian Buah Tropika - Solok. 7 hlm. Trisilawati, O, Hobir, Emyzar, Rochimat, I., dan Sarwanda. 2004. Response of two promising number of patchouli to fertilizer. Technical Report of Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute. Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institute. 33-52 p. Trisilawati, O. dan M. Djazuli. 2009. The advantage of arbuscular mycorizal fungi on patchouli production. International Seminar on Essential Oil. IICC Bogor, West Java, Indonesia, October, 26th-28th, p 90-96. Direktoraat General of Small and Medium Industries. Indonesian Ministry of Industry. Trisilawati, O., Emmyzar, dan A. Ruhnayat. 2007. Pengaruh cara dan selang panen terhadap
10
produksi nilam. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Perkembangan Tanaman Obat dan Aromatik. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hlm. 645- 651. Wahyudi, A. dan Hasnam. 2005. Strategi pengembangan perbenihan perkebunan. Warta Penelitian Pengembangan Pertanian, 27(6):3-5. Wahyuno, D. 2010. Pengelolaan perbenihan nilam untuk mencegah penyebaran penyakit budog (Synchytrium pogostemonsis. Perspektif, Review Penelitian Tanaman Industri 9(1):1-11. Wahyuni, S. dan D. Rusmin, 2010. Perlakuan pulsing untuk meningkatkan daya simpan benih nilam ≥5 hari. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 10 hlm.
Volume 12 Nomor 1, Juni 2013 : 01 -10