UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLIKASI KETENTUAN INSENTIF PAJAK (TAX HOLIDAY/TAX ALLOWANCE) TERHADAP PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Ian Maradona 1006828376
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER HUKUM JAKARTA JANUARI 2013
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Ian Maradona : Magister Hukum : IMPLIKASI KETENTUAN INSENTIF PAJAK (TAX HOLIDAY /TAX ALLOWANCE) TERHADAP PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
Tesis ini membahas mengenai implikasi diundangkannya peraturan mengenai insentif perpajakan bagi investor di Indonesia terhadap iklim penanaman modal di Indonesia. Insentif yang diberikan dalam bentuk pembebasan dan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau insentif lain yang dapat dipertimbangkan semisal amortisasi dan penyusutan barang modal yang dipercepat ataupun kompensasi kerugian yang dikenakan kepada investor. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample proyek investasi yang dilakukan oleh Sinarmas Grup melalui banyak anak perusahaannya yang bergerak di bidang pengolahan minyak kelapa sawit dan turunannya semisal margarine, shortening, dan sisa-sisa pengolahannya berupa ampas kelapa sawit yang masih dapat digunakan sebagai pakan ternak, sebagaimana produk minyak goreng dan margarin berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2011 berhak mendapatkan fasilitas pengurang PPh Badan asalkan investasi dilakukan di daerah tertentu. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan tipologi penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diundangkannya peraturan yang mengatur mengenai pemberian insentif pajak belum dapat dipastikan meningkatkan kuantitas investasi di Indonesia yang mana berbanding terbalik dengan tujuan diadakannya regulasi dimaksud oleh pemerintah yaitu untuk meningkatkan rating investment grade Indonesia di mata dunia internasional yang tujuan akhirnya dapat lebih banyak menarik investor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin baik, lewat penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor Usaha Kecil Menegah di lokasi investasi dilaksanakan. Pada hakikatnya kebijakan fiskal berupa fasilitas perpajakan tidak dapat berbuat banyak apabila faktor penghambat investasi seperti: mogok buruh, perijinan yang rumit dan rawan pungutan liar, prosedur pengurusan perijinan yang kurang efisien, dan korupsi masih marak di Indonesia. Kata Kunci : Insentif Pajak, Tax Holliday, Penanaman Modal.
v
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Ian Maradona : Master of Law : IMPLICATIONS OF TAX INCENTIVE PROVISIONS (TAX HOLIDAY / TAX ALLOWANCE) AGAINST INVESTMENT IN INDONESIA
This thesis discusses about the implications of the enactment of legislation on tax incentives for investors in Indonesia's investment climate. Incentives are given in the form of exemption and reduction of Company Income Tax or other incentives that may be considered such as amortization and accelerated depreciation of capital goods or compensation losses charged to investors. The research was conducted by taking a sample of investment projects undertaken by the Sinarmas Group through their many subsidiaries that engaged in the processing of palm oil and its derivatives such as margarine, shortening, and the remnants of oil palm cultivation in the form of pulp that can still be used as animal feed. As cooking oil and margarine products based on the Republic of Indonesia Government Regulation Number 52 Year 2011 are entitled to a corporate income tax deduction facilities as long as the investment is made in a certain area. This research is a normative legal and qualitative research typology. The results showed that the promulgation of government regulations for granting tax incentives has not been proven to increase the quantity of investment in Indonesia, which is inversely proportional to the purpose of the regulation is to improve Indonesia's investment grade rating in the eyes of international community which is goal can ultimately attract more investors and the increase of economic growth in Indonesia, through more employee recruitment and the growth of Small and Medium sector investment undertaken at the investment site. In essence fiscal policy in the form of tax incentives cannot do much if the investment disincentives such as: labor strikes, permit arrangement complexion and prone to illegal fees, un-efficient business permits maintenance, and corruption culture in Indonesia. Keywords: Tax Incentives, Tax Holiday, Investment.
vi
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………........……………………...……………….. HALAMAN PENGESAHAN ...……………………………………………… KATA PENGHANTAR ……………………………………………………... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... ABSTRAK ......................................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... DAFTAR SKEMA ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 1. PENDAHULUAN ……………………………………………….…….. 1.1. Latar Belakang …………………………………………………... 1.2. Permasalahan ……………………………………………………. 1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 1.4. Kerangka Teoritis Dan Konseptual ……………………………… 1.4.1. Kerangka Teoritis ………………………………………… 1.4.2. Konseptual ……………………………………………….. 1.5. Metode Penelitian ……………………………………………….. 1.5.1. Sifat dan Jenis Penelitian …………………………………. 1.5.2. Teknik Pengumpulan Data ……………………………….. 1.5.3. Alat Pengumpulan Data ………………………………….. 1.5.4. Analis Data ……………………………………………….. 1.6. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 1.7. Sistematika Penulisan ..................................................................... 2.
TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENANAMAN MODAL DAN HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA ............. 2.1. Hukum Penanaman Modal ............................................................. 2.1.1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ......................... 2.1.1.1. Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Dalam Negeri ......................................................... 2.1.1.2. Landasan Yuridis Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ..................................................... 2.1.1.3. Bentuk Hukum Badan Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri ......................................................... 2.1.1.4. Perbedaan. antara Perusahaan Nasional dan Perusahaan Asing ................................................... 2.1.1.5. Bidang Usaha yang Terbuka untuk Penanaman Modal Dalam Negeri .............................................. 2.1.1.6. Prosedur dan Syarat-syarat Investasi Dalam Negeri .................................................................... 2.1.1.7. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ................................................................. 2.1.2. Pengertian Dan Konsep Teoritis Penanaman Dalam Asing (PMA) ................................................................................. 2.1.2.1. Pengertian Penanaman Modal Asing (Foreign
vii
i ii iii iv v vii x xi xii xiii 1 1 6 6 7 7 24 29 29 29 31 31 32 32
34 34 34 34 36 44 45 47 52 60 66
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
2.2.
3.
4.
Investment) ............................................................ 2.1.2.2. Dasar Hukum Penanaman Modal Asing ................ 2.1.2.3. Teori-teori yang Mempengaruhi dalam Pertanaman Modal Asing ....................................... 2.1.2.4. Bentuk-bentuk Penanaman Modal Asing .............. 2.1.2.5. Bentuk Hukum, Kedudukan, dan Daerah Berusaha ................................................................ 2.1.3. Rezim Penanaman Modal Sesuai UU Nomor 25 tahun 2007 ..................................................................................... 2.1.3.1. Perbedaan-Perbedaan Yang Pokok ....................... 2.1.3.2. Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ............... 2.1.3.3. Akibat Hukum Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ........................................... Pajak, Sejarah Perpajakan Dan Sistem Perpajakan Di Indonesia ... 2.2.1. Sejarah Pemungutan Pajak ………………………………... 2.2.2. Perkembangan Pemungutan Pajak ………………………... 2.2.3. Sejarah Perpajakan Di Indonesia ......................................... 2.2.3.1. Pajak Bumi dan Bangunan ………………………. 2.2.3.2. Pajak Penghasilan ………………………………... 2.2.3.3. Pajak Perseroan …………………………………..
IMPLIKASI KETENTUAN INSENTIF PAJAK TERHADAP PENANAMAN MODAL DI INDONESIA …………………………. 3.1. Implikasi Pemberlakuan Ketentuan Tax Holiday Sebagaimana Diatur Dalam Permenkeu Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurang Pajak Penghasilan Badan ……………………………………….. 3.1.1. Legalitas PMK 130/PMK.011/2011 Dalam Perspektif Yuridis Normatif …………………………………………. 3.1.2. Fasilitas PMK 130/PMK.011/2011 ………………………. 3.1.3. Tax Holiday Dalam Perspektif ACFTA ………………….. 3.2. Implikasi Pemberlakuan Ketentuan Tax Allowance Sebagaimana Diatur Dalam PP Nomor 52 tahun 2011 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang usaha Tertentu Dan/Atau Di daerah-Daerah Tertentu …………………. LANGKAH STRATEGIK DALAM MENGUPAYAKAN DAN MEMAKSIMALKAN KETENTUAN INSENTIF PAJAK ………… 4.1. Mekanisme Pengajuan Insentif Pajak ............................................. 4.1.1. Pengajuan Melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ............................................................................... 4.1.2. Pengajuan Melalui Departemen Perindustrian ..................... 4.2. Tata Cara Pelaporan Penggunaan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan ……………………………………………………………. 4.3. Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara
viii
66 73 75 84 90 97 97 102 102 108 108 110 113 117 119 123
126
126 126 128 143
149
158 158 158 164
167
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
4.4.
Komersial Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan …...… Perencanaan Insentif Pajak (Tax Incentive) Bagi Investor ............ 4.4.1. Jenis dan bidang usaha yang dapat mengajukan Tax Holliday ............................................................................... 4.4.2. Jenis dan bidang usaha yang dapat mengajukan Tax Allowance ............................................................................ 4.4.3. Praktik Pengoptimalan Insentif Pajak Oleh Korporasi ........
173 176 176 179 180
5.
IMPLIKASI KETENTUAN INSENTIF PAJAK TERHADAP PENERIMAAN NEGARA ................................................................... 205 5.1. Implikasi Ketentuan Insentif Pajak Terhadap Penerimaan Negara . 205 5.2. Simulasi Perhitungan Opportunity Income Versus Opportunity Loss Oleh Negara Terkait Pemberlakukerugian Insentif Pajak ....... 213
6
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 6.2. Saran ................................................................................................
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. LAMPIRAN
ix
224 224 225 228
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 2.1 Tabel 3.1
Tabel 4.1 Tabel 5.1 Tabel 6.1 Tabel 7.1 Tabel 8.1 Tabel 9.1 Tabel 10.1 Tabel 11.1 Tabel 12.1 Tabel 13.1 Tabel 14.1 Tabel 15.1 Tabel 16.1
Tabel 17.1
Perkembangan investasi domestik dari tahun 1968-1997 ......... Perkembangan Investasi Domestik 1998-2006 ......................... Perbedaan-perbedan yang pokok antara UU PMA No. 1 Tahun 1967 dan UU PMDN No. 8 Tahun 1968 dengan UU PM No. 25 Tahun 2007 ………………………………………. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat .............................. Ketentuan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun ……………… Pedoman dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Melalui BKPM ……….. Perincian investasi PT. SMART Tbk., dengan asumsi realisasi di 2015........................................................................................ Perincian investasi PT. SMART Tbk., lokasi Belawan-Medan, dengan asumsi realisasi di 2015 ................................................ Kapasitas produksi per-ton proyek PT. SMART Tbk., lokasi Belawan, untuk masing – masing produk turunannya .............. Nilai investasi proyek PT. SIP lokasi Tarahan, Lampung Selatan yang sudah diberikan Ijin Usaha .................................. Nilai proyeksi investasi proyek PT. SIP lokasi Tarahan, Lampung Selatan atas perluasan Ijin Usaha .............................. Hasil Produksi PT. SIP sesuai Ijin Prinsip Perluasan No. 2/18/IP/II/PMDN/2012 tanggal 15 Oktober 2012 ..................... Target Realisasi Investasi (Rp. Triliun) .................................... Penyebaran Investasi PMDN dan PMA di Indonesia Periode Jan-Sep 2012 ............................................................................. Rencana Peruntukan dan Luas Bangunan Pabrik Coco Butter Substitute ................................................................................... Simulasi Pajak penghasilan Orang Pribadi yang dapat dipungut pemerintah atas pelaksanaan investasi PT. Ivo Mas Tunggal, Sinarmas Grup lokasi proyek investasi Kota Dumai. Riau ........................................................................................... Simulasi Perhitungan Laba Perseroan …………...……………
x
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
60 62
101 150 151 164 182 184 184 187 188 190 190 210 216
220 221
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Grafik 2.1
Target Realisasi Investasi (Rp. Triliun) .................................. Penyebaran Investasi PMDN dan PMA di Indonesia .............
xi
191 211
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
DAFTAR SKEMA Skema 1.1
Perolehan Lahan Untuk Penanaman Modal ............................
xii
197
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.1 Bidang Usaha Tertentu Sesuai PP 52/2011 Lampiran 2.1 Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Sesuai PP 52/2011
xiii
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pajak merupakan penyumbang keuangan negara terbesar, pembiayaan negara di berbagai bidang banyak dibantu oleh uang pajak yang kita bayarkan. Selama tahun 2011 penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sektor pajak menjadi penyumbang terbesar dengan total 77,2 % atau sebesar 850,3 triliun Rupiah dari total 1.101,1 triliun Rupiah1 atau total pendapatan APBN 2011 secara keseluruhan. Secara umum, pajak merupakan salah satu yang tersulit untuk dipahami, masalah individual berhadapan dengan masalah diseputar bagaimana undang-undang,
ketentuan
perundang-undangan
dan
peraturan
mempengaruhi liabilitas perpajakan orang atau badan usaha.2 Upaya-upaya pemerintah menarik pajak dari masyarakat maupun pengusaha
merupakan
sarana
meningkatkan
pendapatan
negara.
Penanaman modal baik asing maupun dalam negeri merupakan salah satu sarana meningkatkan nilai uang pajak antara lain dalam pengenaan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan pajak-pajak lain. Adanya ketentuan insentif pajak meliputi tax holiday/tax allowance diharapkan pemerintah dapat menjadi upaya dalam menarik minat investor baik asing maupun dalam negeri untuk menanamkan investasinya di Indonesia dan secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan pemasukan negara dari sektor pajak.
1
Badan Koordinasi Penanaman Modal, bahan presentasi Kebijakan Perpajakan Dalam Rangka Peningkatan Penanaman Modal langsung di Indonesia, seminar 2 hari mengenai fasilitas pembebasan dan/atau pengurangan pajak penghasilan badan, kemudahan perolehan lahan, masalah ketenagakerjaan dan keimigrasian dalam rangka meningkatkan investasi, Ikatan Purnabhakti Badan Koordinasi Penanaman Modal (IP-BKPM) : Jakarta 2012 2 Ali Purwito M dan Rukiah Komariah, “Pengadilan Pajak; proses keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali”, (Jakarta : Lembaga kajian Hukum Fiskal fakultas Hukum Indonesia Bekerjasama dengan Lembaga penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010) hal 16
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
2
Investasi langsung dan perpajakan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain. Selain faktor stabilitas politik, fasilitas perpajakan yang meringankan investor merupakan salah satu alasan Investor baik asing maupun dalam negeri memutuskan untuk menanamkan investasinya di suatu negara dalam bidang tertentu. Di negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, fasilitas mengenai insentif pajak bagi investor sudah lama dilaksanakan dan terbukti efektif dalam mengundang investor asing dan meningkatkan nilai investasi dalam negeri untuk menanamkan dan meningkatkan nilai investasinya di negara tersebut. Efek dari investasi yang pada akhirnya menumbuhkan tingkat ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran suatu negara dapat terealisasi dan pada akhirnya meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dari posisi semula ke posisi lebih baik. Upaya pemerintah Indonesia dalam menarik investasi terutama asing ke Indonesia sesuai target rencana strategik Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang hendak dicapai pada periode 2010-2014 adalah senilai USD. 183.1 milyar3 mustahil dapat dicapai tanpa adanya strategistrategi khusus. Ketentuan mengenai tax holiday/tax allowance diyakini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menarik investor dan mewujudkan angka target rencana strategik tersebut, tanpa adanya ketentuan mengenai tax holiday/tax allowance bagi investor dalam menanamkan investasinya di Indonesia mustahil angka itu dapat dicapai. Yang dimaksud dengan tax holiday sendiri adalah bentuk pembebasan PPh badan selama minimal 5 tahun sejak operasi komersil. Diberikan kepada investor baru yang memenuhi investasi Rp 1 triliun dan dibidang yang pionir atau baru sama sekali, bahkan insentif ini juga akan berlaku bagi investor yang sudah berinvestasi satu tahun lalu, dibuktikan dengan Ijin Prinsip Penanaman Modal yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi
3
Badan Koordinasi Penanaman Modal, bahan presentasi Kebijakan Perpajakan Dalam Rangka Peningkatan Penanaman Modal langsung di Indonesia, seminar 2 hari mengenai fasilitas pembebasan dan/atau pengurangan pajak penghasilan badan, kemudahan perolehan lahan, masalah ketenagakerjaan dan keimigrasian dalam rangka meningkatkan investasi, Ikatan Purnabhakti Badan Koordinasi Penanaman Modal (IP-BKPM) : Jakarta 2012
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
3
Penanaman Modal (BKPM) yang diterbitkan maksimal mundur satu tahun sejak
diundangkannya
130/PMK.011/2011
Peraturan
tentang Pemberian
Menteri
Keuangan
Fasilitas
nomor
Pembebasan Atau
Pengurangan PPh Badan, Lembaran Negara nomor 503 tahun 2011. Sebelumnya pemerintah (Menkeu) juga berjanji akan memperluas insentif tax allowance dengan merevisi PP No.62 tahun 2008. Dari sebanyak 215 sektor usaha yang diusulkan mendapat insentif pengurangan pajak atau tax allowance, pemerintah hanya menyetujui 128 bidang usaha.4 Adapun 128 bidang usaha ini dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah nomor 52 tahun 2011 tentang Fasilitas PPh Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu, Lembaran negara nomor 133 tahun 2011. Pada tax allowance fasilitas PPh yang diberikan adalah pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing sebesar 5% per tahun), penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10%, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Berdasarkan pemaparan diatas, pertanyaan paling fundamental sebenarnya adalah sebenarnya apa yang dimaksud dengan tax holiday atau tax allowance itu ? Used in the hopes of increasing the gross domestic product (GDP) in developing countries, tax holidays are a way in which governments attract foreign investors. Tax holidays are often put in place in particular industries to help promote growth.5 A government incentive program that offers a tax reduction or elimination to businesses. Tax holidays are often used to reduce sales taxes by local governments, but they are also commonly used by governments in developing countries to help stimulate foreign investment.6
4
http://rusdiyanis.wordpress.com/2011/08/25/tax-holiday-dan-tax-allowance/ Diakses pada 20 Oktober 2012, 5 http://www.investopedia.com/terms/t/tax-holiday.asp#axzz29p24Okru, diakses 20 Oktober 2012, 6 Ibid, http://www.investopedia.com/terms/t/tax-holiday.asp#ixzz29p2QlQDe, definition of Tax Holiday, diakses 20 Oktober 2012
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
4
A tax holiday is a temporary reduction or elimination of a tax. Programs may be referred to as tax abatements, tax subsidies, tax holidays, or tax reduction programs. Governments usually create tax holidays as incentives for business investment. In developing countries, governments sometimes reduce or eliminate corporate taxes for the purpose of attracting Foreign Direct Investment or stimulating growth in selected industries.7 A tax holiday may be given in respect of particular activities, in particular areas with a view to develop that area of business, or to particular taxpayers.8 Berdasarkan 2 sumber di atas, kata kunci tax holiday adalah : reduction or elimination of a tax, temporary, as incentives for business investment. Bila demikian, tax allowance yang selalu diartikan oleh banyak pihak sebagai keringanan pajak atau tax reduction sebenarnya merupakan bagian dari tax holiday itu sendiri. Di negara berkembang tax holiday merupakan insentif untuk direct foreign investment. Stimulus diberikan agar pemilik modal asing mau menanamkan modal besarnya pada sektor atau wilayah tertentu yang dipandang pemerintah tidak feasible secara bisnis. Tanpa itu, investor enggan menanamkan modalnya.9 Sesuai dengan tujuannya, tidak ada yang salah dengan tax holiday. Pajak juga berfungsi sebagai regulerend, mendorong kebijakan pemerintah di sektor lainnya. Diharapkan insentif pajak tersebut dapat menjadi multiflier effect bagi pertimbuhan ekonomi yang ujung-ujungnya menjadi tax base juga.10 Payung hukum yang digunakan pemerintah saat ini dalam memberikan insentif pajak berupa tax holiday di Indonesia bagi investor adalah ketentuan pasal 18 Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Lembaran Negara nomor 67 Tahun 2007, pasal 29 dan 30 Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan PPh Dalam Tahun Berjalan, Lembaran Negara nomor 161 tahun 2010 dan Peraturan Menteri Keuangan
7
http://en.wikipedia.org/wiki/Tax_holiday, diakses 20 Oktober 2012, Ibid, 9 Op. Cit., http://rusdiyanis.wordpress.com/2011/08/25/tax-holiday-dan-tax-allowance/, 10 Ibid, 8
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
5
nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan PPh Badan, Lembaran Negara nomor 503 tahun 2011, sedangkan payung hukum yang digunakan sebagai dasar hukum pemerintah memberikan insentif pajak berupa tax allowance bagi investor adalah peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2007 jo. peraturan pemerintah nomor 52 tahun 2011 tentang Fasilitas PPh Untuk Penanaman Modal Di BidangBidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu, Lembaran negara nomor 133 tahun 2011. Dahulu Tax holiday pernah diberlakukan di Indonesia dengan diterbitkannya undang-undang nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), Lembaran Negara nomor 2818 tahun 1967. Namun, dalam kurun waktu lima belas tahun pemberlakuan tax holiday, jumlah foreign direct investment yang disetujui hanya sekitar 473 proyek atau ratarata 28 proyek per tahun. Realisasi proyek yang disetujui hanya mencapai 75 persen, alias 355 proyek terealisasi atau 21 proyek per tahun. 11 Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian tax holiday juga didasari atas kriteriakriteria tertentu yang mana banyak investor dan calon investor belum mengetahui secara detil. Penolakan atas pengajuan tax holiday/tax allowance bagi para investor khususnya investor asing yang hendak menempatkan investasinya di Indonesia dapat menjadi preseden buruk bagi iklim investasi di Indonesia, tak terkecuali bagi investor dalam negeri yang pada akhirnya lebih senang menanamkan uangnya di luar negeri atau pada sektor investasi portfolio, walaupun kesalahan terletak bukan hanya dari Kementerian Keuangan yang berwenang dalam pemberiannya karena kurangnya sosialisasi, namun melainkan dari sisi investor juga banyak yang kurang mengerti peraturan-peraturan pemerintah terkait yang mengatur mengenai jenis dan kriteria usaha apa saja yang dapat diberikan insentif pajak berupa tax holiday/tax allowance dan jenis usaha mana saja yang tidak dapat diberikan ketentuan insentif pajak berupa tax holiday/tax allowance tersebut. Pada intinya informasi yang cukup bagi investor dan
11
Makmun, “Menimbang Tax Holiday dari situs Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal“ http://www.wikiapbn.org/artikel/Tax_Holiday, diunduh 10 April 2012
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
6
calon investor merupakan bekal yang baik untuk menuju pencapaian target realisasi investasi yang dicanangkan pemerintah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai pajak guna pencapaian target pencapaian APBN negara. Atas dasar pemaparan di atas, penulis bermaksud untuk mengkaji sejauh mana implikasi ketentuan insentif pajak yang mana telah diatur dalam banyak peraturan pemerintah dari tingkat undang-undang, peraturan pemerintah sampai peraturan menteri dan kepala badan terkait terhadap penanaman modal langsung di Indonesia dan semoga penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan (guidelines) kepada investor ataupun calon investor yang ingin menanamankan investasinya di Indonesia melalui langkahlangkah strategis yang dapat ditempuh investor dan calon investor dengan cara mendapatkan dan memaksimalkan ketentuan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance yang berlaku di Indonesia.
1.2.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini akan mengambil rumusan masalah : 1.
Bagaimana implikasi ketentuan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance terhadap penanaman modal langsung di Indonesia?
2.
Bagaimana langkah strategik yang dapat ditempuh investor dan calon investor dalam mengupayakan dan memaksimalkan ketentuan insentif pajak?
3.
Bagaimana Implikasi Ketentuan Insentif Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Negara?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka yang dijadikan tujuan dalam penelitian ini adalah :
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
7
1.
Untuk mengkaji implikasi ketentuan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance terhadap penanaman modal langsung di Indonesia?
2.
Untuk mengetahui langkah strategik yang dapat ditempuh investor dan calon investor dalam mengupayakan dan memaksimalkan ketentuan insentif pajak?
3.
Untuk
mengkaji
implikasi
ketentuan
insentif
pajak
terhadap
penerimaan pajak Negara?
1.4.
Kerangka Teoritis Dan Konseptual
1.4.1. Kerangka Teoritis
Pragmatisme Amerika, merupakan basis ideologi teori Pound tentang
keseimbangan
kepentingan.
Seturut
pragmatisme
di
negerinya, Pound cenderung menghindari kontruksi-kontruksi teori yang terlampau abstrak seperti umumnya teori-teori yang muncul di Eropa. Bagi pound, hukum tidak boleh dibiarkan mengawang dalam konsep-kosep logis-analitis ataupun tenggelam dalam ungkapanungkapan teknis yuridis yang terlampau eksklusif. Sebaliknya, hukum itu mesti didaratkan di dunia nyata, yaitu dunia sosial yang penuh sesak dengan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.12 Pada dasarnya, „kondisi awal‟ struktur suatu masyarakat selalu berada dalam kondisi yang kurang imbang. Ada yang terlalu dominan, dan ada pula yang terpinggirkan. Untuk menciptakan „dunia yang beradab‟, ketimpangan-ketimpangan struktural itu perlu ditata ulang dalam pola keseimbangan yang proporsional. Dalam konteks keperluan tersebut, hukum yang bersifat logis-analitis dan serba abstrak (hukum murni) ataupun yang berisi gambaran realitas
12
Tanya, Bernard L., Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, “Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi”, (Jakarta: Genta Publishing, 2010) hal. 154
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
8
apa adanya (sosiologis), tidak mungkin diandalkan. Hukum dengan tipe tersebut, paling-paling hanya mengukuhkan apa yang ada. Ia tidak merubah keadaan. Karena itu, perlu langkah progresif yaitu memfungsikan hukum untuk menata perubahan. Dari sinilah muncul teori Pound tentang law as a tool of social engineering.13 Pertanyaan lalu muncul, apa yang harus digarap oleh hukum dalam konteks social engineering itu? Jawabannya adalah “menata kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat”. Kepentingankepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya adalah terbangunnya suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara maksimum mencapai kepuasan akan kebutuhan dengan seminimum mungkin menghindari
benturan
dan
pemborosan.
Lalu
apa
sajakah
kepentingan kepentingan dimaksud? Pound mengajukan tiga kategori kelompok kepentingan, yaitu kepentingan umum, sosial, dan kepentingan pribadi.14 Kepentingan-kepentingan yang tergolong kepentingan umum, terdiri atas dua, yaitu: (i). Kepentingan-kepentingan Negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya, (ii). Kepentingan-kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingankepentingan sosial.15 Sementara yang tergolong kepentingan pribadi/ perorangan adalah: (a). Pribadi (integritas fisik, kebebasan berkehendak, kehormatan / nama baik, privacy, kebebasan kepercayaan, dan kebebasan berpendapat. Kepentingan-kepentingan ini biasanya menjadi bagian dari hukum pidana yang mengatur tentang penganiayaan, fitnah, dan lain sebagainya.
13
Ibid, hal. 155, ed. Roscoe Pound “Comtempory Jurisdic Theory”, dalam D. Llyod, Intoduction to Jurisprudence, London, Stecens, 1965 14 Ibid, hal. 155 15 Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
9
(b). Kepentingan-kepentingan dalam hubungan rumah tangga / domestic
(orang
tua,
anak,
suami
istri).
Kepentingan-
kepentingan ini meliputi soal-soal seperti perlindungan hokum atas perkawinan, hubungan suami-istri, hak orang tua untuk member mendidik anak, termasuk lewat hukuman fisik, serta pengawasan orang tua atas penghasilan anak, dan lain sebagainya. (c). Kepentingan substansi meliputi perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan, kebebasan berusaha dan mengadakan kontrak, hak untuk mendapatkan keuntungan yang sah, pekerjaan, dan hak untuk berhubungan dengan orang lain.
Sedangkan
kepentingan
sosial
meliputi
enam
jenis
kepentingan.16 Pertama, kepentingan sosial dalam soal keamanan umum. Ini meliputi kepentingan dalam melindungi ketenangan dan ketertiban, kesehatan dan keselamatan, keamanan atas transaksitransaksi dan pendapatan. Kedua, kepentingan sosial dalam hal keamanan institusi sosial meliputi: (a). Perlindungan hubungan-hubungan rumah tangga dan lembagalembaga politik serta ekonomi yang sudah lama diakui dalam ketentuan-ketentuan
hukum
yang
menjamin
lembaga
perkawinan atau melindungi keluarga sebagai lembaga social. (b). Keseimbangan antara kesucian perkawinan dan hak untuk bercerai. (c). Perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan antara suami dan istri terhadap hak bersama untuk menuntut ganti rugi karena perbuatan yang tidak patut, (d). Keseimbangan
antara
perlindungan
lembaga-lembaga
keagamaan dan tuntutan akan kemerdekaan beragama.
16
Ibid, hal. 156
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
10
(e). Menyangkut kepentingan keamanan lembaga-lembaga politik, maka perlu ada keseimbangan antara jaminan kebebasan berbicara dan kepentingan keselamatan Negara.
Ketiga, kepentingan-kepentingan sosial menyangkut moral umum. Ini meliputi perlindungan masyarakat terhadap merosotnya moral seperti korupsi, judi, fitnah, transaksi-transaksi yang bertentangan dengan kesusilaan, serta ketentuan-ketentuan yang ketat mengenai tingkah laku wali. Keempat, kepentingan sosial menyangkut pengamanan sumber daya sosial. Ini diuraikan oleh Pound sebagai tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan sosial dalam masyarakat beradab agar orang jangan boros dengan apa yang ada. Penyalahgunaan hak atas barang yang dapat merugikan orang, termasuk dalam kategori ini. Kelima, kepentingan sosial menyangkut kemajuan sosial. Ini berkaitan dengan keterjaminan hak manusia memanfaatkan alam untuk kebutuhannya, tuntutan agar rekayasa sosial bertambah banyak dan terus bertambah baik, dan lain sebagainya. Menurut pandangan Pound, kelompok ini terdiri dari empat kebijaksanaan pokok, yakni kebebasan memiliki, kebebasan perdagangan dan perlindungan terhadap monopoli, kebebasan perindustrian dan dorongan untuk melakukan penemuan. Pound memasukan dalam kategori yang sama kepentingan dalam perkembangan politik melalui perlindungan atas kritik bebas, komentar yang jujur, kebebasan pendidikan, dan lainlain. Keenam, kepentingan sosial menyangkut kehidupan individual (pernyataan diri, kesempatan, kondisi kehidupan). Ini berkaitan dengan tuntutan agar tiap individu mampu menjalani kehidupannya sesuai dengan patokan-patokan masyarakat. Kepentingan inilah yang oleh Pound dilukiskan sebagai “hal yang paling penting dari semuanya.” Hal ini diakui dalam perlindungan hukum atas
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
11
kebebasan berbicara, kebebasan bekerja, dan kebebasan berusaha sesuai patokan-patokan normal dalam masyarakat. Seluruh daftar kepentingan yang dipaparkan Pound, tentu saja tidak absolute karena sangat tergantung pada sistem-sistem politik dan sosial suatu masyarakat / Negara. Apa yang didata oleh Pound bersumber dari system liberal. Tidaklah mengherankan jika Pound menempatkan kepentingan dalam kehidupan individu sebagai yang paling penting dari semua kepentingan yang lain. Sebagai
pemikir
sociological
jurisprudence,
Pound
mengusulkan agar para ahli hukum beraliran sosiologis perlu lebih memperhitungkan
fakta
sosial
dalam
pekerjaannya,
apakah
pembuatan hukum, penafsiran, atau penerapan peraturan. Sebab bagi Pound, kehidupan hukum terletak pada pelaksanaannya. Pound menolak studi hukum sebagai studi tentang peraturan, melainkan keluar dari situ dan melihat efek dari hukum dan bekerjanya hukum. Tentang ini, dikatakan oleh Pound; “to enable and to compel law making, and also interpretation and application of legal rules, to make more account, and more intelligent account, of the social fact upon which law must proceed and which is to be applied” 17 Fokus utama Pound dengan konsep social engineering adalah interest balancing, dan karenanya yang terpenting adalah tujuan akhir dari hukum yang diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. Bagi Pound, antara hukum dan masyarakat terdapat hubungan yang fungsional. Dan karena kehidupan hukum terletak pada karya yang dihasilkannya bagi dunia sosial, maka tujuan utama dalam social engineering adalah mengarahkan kehidupan sosial itu kearah yang lebih maju. Menurutnya, hukum tidaklah menciptakan kepuasan, tetapi hanya memberi legitimasi atas
17
Ibid, hal. 161, ed. Dikutip dari Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif (Penjelajahan Suatu Gagasan), Makalah, disampaikan pada acara Jumpa Alumni program Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang, tanggal 4 September 2004
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
12
kepentingan manusia untuk mencapai kepuasan tersebut dalam keseimbangan.18 Hukum
sebagai
sarana
social
engineering,
bermakna
penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana dicita-citakan, atau untuk melakukan perubahan yang diinginkan.
19
Hukum, tidak lagi dilihat sekedar
sebagai tatanan penjaga status quo, tetapi juga diyakini sebagai sistem pengaturan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara terencana.20 Sudah tentu, mekanisme perubahan sosial dimaksud, merupakan suatu proses yang terencana dengan tujuan menganjurkan, mengajak, menyuruh, atau bahkan memaksa anggota-anggota masyarakat agar mengikuti norma-norma hukum atau tata tertib hukum yang ditetapkan sebagai norma baru.21 Dapat dikatakan, hukum dalam konsep
social
engeneering,
sangatlah
instrumental
sifatnya.
Kehidupan sosial, menurut konsep ini dapat dengan mudah dipengaruhi oleh hukum sebagai system pengaturan terkendali dan coersif.22 Keyakinan Pound tentang keefektifan hukum untuk melakukan perubahan sosial, didasarkan pada pemikiran, bahwa hukum sebagai suatu lembaga sosial yang by design sifatnya, sesungguhnyalah merupakan produk kecendikiaan yang terencana dan sistematis. Karena sifatnya sebagai produk by design intelektual-ilmiah, maka niscaya mudah disempurnakan setiap kali demi fungsional sebagai instrument perubahan sosial.23 Sifat hukum sebagai produk by design intelektual-ilmiah dalam konsep social engeneering, terlihat jelas dalam rincian persoalan
18
Ibid, ed. Dikutip dari Dragan Milovanovic, A Premiere in the Sociology of Law, New York: Harrow and Heston Publisher, 1994 19 Ibid, hal 162, ed. Satjipto Raharjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Alumni, 1983 20 Ibid, hal. 162 21 Ibid, hal 162, ed. Satjipto Raharjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung: Alumni, 1983 22 Ibid, hal. 162 23 Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
13
yang menurut Pound wajib dilakukan oleh seorang ahli hukum sosiologis agar hukum dapat benar-benar efektif sebagai alat perubahan sosial. Secara sistematis Pound mengemukakan 6 (enam) langkah yang harus dilakukan dalam mewujudkan hukum sebagai sarana perubahan sosial, yaitu:24 (a). Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum; (b). Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang-undangan untuk mempelajari pelaksanaannya dalam masyarakat serta efek yang ditimbulkan, untuk kemudian dijalankan; (c). Melakukan studi tentang bagaimana peraturan hukum menjadi efektif; (d). Memperhatikan sejarah hukum, artinya mempelajari efek sosial yang ditimbulkan oleh ajaran-ajaran hukum pada masa yang lalu dan bagaimana cara menimbulkannya. Studi itu dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana hukum pada masa yang lalu itu tumbuh dari kondisi social, ekonomi, dan psikologis, dan bagaimana ia menyesuaikan diri pada kesemuanya itu, dan seberapa jauh kita dapat mendasarkan atau mengabaikan hukum itu guna mencapai hasil yang kita inginkan; (e). Pentingnya melakukan penyelesaian individual berdasarkan nalar, bukan berdasarkan peraturan hukum semata. Artinya, hakim
diberi
keleluasaan
untuk
memutuskan
perkara
berdasarkan nalar umum untuk memenuhi tuntutan keadilan dari pihak-pihak yang bersengketa; (f). Mengusahakan secara lebih efektif agar tujuan-tujuan hukum dapat tercapai.
24
Ibid, Hal. 163
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
14
Jelas terlihat, bahwa enam prasyarat diatas merupakan rangkaian aktivitas yang sedikit banyak bersifat intelektual dan terencana dalam mendesain hukum sebagai alat perubahan sosial. Menurut Rahardjo, usaha yang sistematis tersebut tampak di antaranya dalam teknikteknik pengundang-undangan yang dipakai, dan yang sangat mirip dengan cara-cara pemecahan masalah dalam managemen yang ilmiah.25 Itulah sebabnya, Podgorecki menyebut social engeneering sebagai ilmu sosial terapan yang berfungsi untuk memberitahu praktisi bagaimana menemukan cara yang efektif untuk mewujudkan tujuan-tujuan soSial yang dikehendaki, apabila diterima adanya seperangkat nilai-nilai tertentu serta diketahui adanya seperangkat proposisi yang sudah teruji yang menggambarkan tentang tingkah laku manusia.26 Karakter ilmu sosial terapan dalam social engineering, tercermin dalam empat asas yang dikembangkan Podgorecki, sebagai berikut:27 (a). Sosial engineering harus merupakan suatu penggambaran yang baik mengenai situasi yang dihadapi; (b). Membuat suatu analisis mengenai penilaian-penilaian yang ada dan menempatkannya dalam suatu urutan hirarki. Analisis dimaksud meliputi pula perkiraan mengenai apakah cara-cara yang akan dipakai tidak akan menimbulkan efek yang lebih memperburuk keadaan (c). Melakukan verifikasi hipotesa-hipotesa, seperti apakah suatu cara yang dipikirkan untuk dilakukan, pada akhirnya nanti memang akan membawa pada tujuan sebagaimana dikehendaki; (d). Pengukuran terhadap efek peraturan-peraturan yang ada.
25
Ibid, hal. 164 Ibid, 27 Ibid, 26
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
15
Kegiatan menyiapkan hukum dalam rangka social engineering memang lebih merupakan suatu usaha ilmiah, dan karenanya, niscaya untuk dapat disempurnakan usaha manusia yang dilakukan secara sistematis dan cendekia. Dapatlah disimpulkan, permasalahan hukum sebagai alat perubahan
sosial,
berkaitan
dengan
fungsi
hukum
dalam
pembangunan, dan bahkan merupakan hubungan antara perubahan hukum dan perubahan masyarakat. Hubungan timbal balik antara keduanya berkaitan dengan masalah pada bidang kehidupan yang manakah peranan hukum lebih besar daripada bidang kehidupan lainnya, dan sebaliknya. Juga apakah hukum dipandang sebagai alat yang
mendukung
perubahan
atau
bahkan
mungkin
yang
menghambatnya.28 Awal hubungan antara hukum dan perubahan sosial, telah menjadi isu sentral dalam wacana hukum modern. Bahkan Hart, seorang ahli hukum penganut positivisme kontemporer mengakui hal tersebut. Dikatakan oleh Hart, fungsi melayani perubahan-perubahan yang ada, merupakan salah satu ciri dari adanya sistem hukum.29 Sama dengan teori-teori Pound, proses pembentukan hukum yang di tentukan oleh kekuatan – kekuatan sosial baik di dalam maupun di luar lembaga pembentukannya oleh David M. Trubek di gambarkan sebagai “a part of human action”. Konsep ini menunjuk pada hukum yang di bentuk dengan sengaja untuk mewujudkan sejumlah tujuan sosial yang merupakan keinginan atau kepentingan dari kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini, David M. Trubek menulis : “modern law is also viewed as an instrument through which a variety of possible social goals may be achieved. Thus, it not only release man from the grasp of tradisional norm and value, it also gives him the means to shape the world in which he lives. The core conception of legal purposiveness is highly
28
Ibid, hal. 165 Ibid,
29
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
16
instrumental. It assumes that social life can be shaped by some social will of, for example, modernizing elites which brings about development through legal enactment and enforcement”.30 Pengkaitan hukum dengan keinginan sosial sejumlah elit sebagai tujuan sosial hukum mengandung makna bahwa proses pembentukan hukum dihadapkan pada kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dengan seluruh kekuatan sosial yang mendesakkannya dalam proses tersebut. Oleh karenanya, proses pembentukan hukum oleh Schuyt sebagaimana dikutip Sajipto Raharjo dipandang sebagai pelembagaan konflik kepentingan dari kekuatan sosial politik dalam masyarakat.31 Untuk menjembatani kekurangan analisis yang ada dan menjelaskan proses pembentukan hukum yang oleh Mahfud dinyatakan sebagai proses politik dengan kekuatan-kekuatan sosial yang berperanan di dalamnya,32 pendekatan ekonomi-politik dapat memberikan kontribusi untuk melengkapinya. Melalui perpaduan analisa ekonomi dan politik ini, suatu fenomena seperti produk hukum dan proses pembentukannya dapat dijelaskan secara lebih menyeluruh.33 Pendekatan ekonomi-politik memberikan pemahaman mengenai proses pembentukan kebijakan termasuk ketentuan hukum yang mewadahi tidaklah semata-mata bersifat teknik-birokratis untuk menjabarkan tujuan-tujuan dan upaya mewujudkannya dalam kebijakan yang lebih operasional. Proses itu menyangkut penentuan pilihan di antara kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai yang
30
Nurhasan Ismail, “Perkembangan Hukum Pertanahan, Pendekatan Ekonomi-Politik” (Jakarta:Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HUMA), 2007), hal 34, ed., Trubek, David M, 1972, Toward a social Theory of Law ; An Essay on the study of Law and Development, dalam The Yale Journal, Volume 82, No. 1, Nopember, hal 5 31 Ibid, hal 35, ed., Rahardjo, Satjipto, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode, dan Pilihan Masalah, penerbit Muhammadiyah University Press, Surakarta, halaman 126-127 32 Ibid, ed., Mahfud, MD, 1995, Konfigurasi Politik dan Karakter Produk Hukum, dalam Majalah Prisma Nomor 7, bulan Juli, hal 12, 33 Ibid, ed., Sudarsono, Juwono, 1980, Teori Pembangunan : Sebuah Hambatan Untuk Pendekatan Ekonomi-Politik, dalam Majalah Prisma, Nomor 1, bulan Januari, ha 86-91
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
17
berpotensi mendukung pencapaian tujuan sosial yang ditetapkan dan melakukan kalkulasi terhadap reaksi-reaksi dari kelompok-kelompok sosial termasuk dampak-dampak yang berpotensi terjadi.34 Pendekatan ekonomi-politik dalam menjelaskan fenomena yang menjadi obyeknya, mendasarkan pada tiga konsep pokok yaitu nilai sosial, kepentingan, dan kekuasaan. Dalam hal ini, Mohtar Mas‟oed menulis : “untuk memahami proses penciptaan dan redistribusi kekayaan dan kekuasaan itu, analisa ekonomi-politik menekankan pada asumsi bahwa karena kelangkaan sumberdaya, tidak ada kebijakan yang bisa memuaskan semua pihak secara optimal. Pasti ada pihak yang diuntungkan dan yang dirugikan oleh suatu kebijakan pemerintah. proses pemilihan alternatif inilah yang sangat penting untuk diperhatikan. Analisa baku dalam ekonomi-politik mengharuskan untuk mempertimbangkan variabel nilai (sosial), kepentingan, dan kekuasaan”.35 Seperti halnya dalam kebijakan pemerintah lain, terkait pajak, hukum perpajakan merupakan bagian atau ranah hukum administrasi, ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan dalam pemberlakuan pajak tertentu. Sama halnya dengan keberlakuan kebijakan tax holiday/tax allowance yang menguntungkan investor baru. Keberlakuan kebijakan tax holiday/tax allowance yang menguntungkan sebagian pihak ini akan menjadikan variable nilai menjadi lebih berat dari sisi nilai (sosial), kepentingan dan kekuasaan untuk keseluruhan. Hukum administrasi negara (hukum pajak) sebagai landasan kerja bagi pemerintah mempunyai peranan yang sangat dominan dan penting. Inti hakekat hukum administrasi negara menurut Sjahran
34
Ibid, Ibid, ed., Mas’oed, Mohtar, 1989, Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru, 1966-1971, Penerbit LP3HS, Jakarta, halaman xvii, 35
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
18
Basah36 adalah dimungkinkan administrasi negara (pemerintah) untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga (termasuk wajib pajak) terhadap sikap tindak administrasi negara (dalam arti mengatur kehidupan warganya dalam mengeluarkan ketetapanketetapan yang menimbulkan akibat hukum bagi obyek yang diaturnya) serta melindungi pemerintah itu sendiri. Menurut Sjahran Basah,37 terdapat trifungsi administrasi negara, yaitu : 1)
Membentuk peraturan undang-undang dalam ari materiil pada satu pihak dan di lain pihak membuat ketetapan (beschikking). Yang dimaksud dengan undang-undang dalam arti materiil di sini adalah ketentuan yang bentuknya bukan undang-undang dan tingkat derajatnya berada di bawah undang-undang, tetapi ketentuan itu mempunyai daya ikat umum dan abstrak sifatnya. Sedangkan ketetapan tidak mempunyai daya ikat umum dan tidak abstrak sifatnya, melainkan kongkrit, individual, final berdasarkan hukum adminitrasi negara.
2)
Menjalankan tindakan administrasi negara dalam rangka mencapai tujuannya.
3)
Menjalankan fungsi peradilan, yaitu upaya administratif (administrasi keberatan).
Trifungsi administrasi negara merupakan implementasi asas freies ermessen sebagai sikap tindak administrasi negara, karena peraturan perundang-undangan tidak dapat mengantisipasi (melalui hukum pajak) bila terjadi perkembangan ekonomi dan sosial yang dapat berubah sewaktu-waktu.38 Menurut Sjahran Basah39 freies
36
Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, “Hukum Pajak dan Permasalahannya” (Jakarta : 2004) hal. 9, ed., Sjahran Basah “Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara”, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke XXIX di Universitas Padjajaran, bandung, hal 4 37 Ibid 38 Ibid 39 Ibid
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
19
ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba di mana hukum (peraturan perundangundangan) tidak mengaturnya, serta dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan moral. Oleh karena itu, keberadaan asas freies ermessen bagi pemerintah merupakan conditio sine quanon yang diperlukan dalam menyelenggarakan fungsi pajak, karena fungsi pajak akan terkait langsung dengan tujuan pajak sebagai salah satu instrumen pemerintah dalam mengendalikan kebijakan pendapatan negara. Kembali pada fokus utama Pound dengan konsep social engineering yang mana interest balancing, dan karenanya yang terpenting adalah tujuan akhir dari hukum yang diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. Yang bagi Pound, antara hukum dan masyarakat terdapat hubungan yang fungsional, dan karena kehidupan hukum terletak pada karya yang dihasilkannya bagi dunia sosial, maka tujuan utama dalam social engineering adalah mengarahkan kehidupan sosial itu kearah yang lebih maju. Menurutnya, hukum tidaklah menciptakan kepuasan, tetapi hanya memberi legitimasi atas kepentingan manusia untuk mencapai kepuasan tersebut dalam keseimbangan.40 Terkadang pengundangan ketentuan tentang pengenaan pajak oleh negara tidak selalu dirasakan adil oleh seluruh pihak, namun, pada dasarnya pengenaan pajak yang mana diatur dalam berbagai ketentuan perundangan- undangan, akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk yang berbeda, yang dapat dinikmati untuk pembangunan. Sebagaimana dikatakan bahwa fungsi pajak terbagi 2 (dua) yaitu 41
:
40
Op. Cit., Tanya, Bernard L., Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, ed. Dikutip dari Dragan Milovanovic, A Premiere in the Sociology of Law, New York: Harrow and Heston Publisher, 1994 41 Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak.,“Perpajakan Edisi Revisi 2011”, (Yogyakarta : CV. ANDI) hal 1,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
20
1.
Fungsi budgetair, pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya,
2.
Fungsi mengatur (regulerend), pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh : a.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minumam keras,
b.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif,
c.
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
d.
Fasilitas insentif pajak yang diberikan kepada investor untuk meningkatkan arus investasi.
Lain lagi mengenai dasar negara memungut pajak dari obyek pajak atau warga negaranya, terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak, teori-teori tersebut antara lain :42 1.
Teori Asuransi, Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2.
Teori Kepentingan, Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan), masingmasing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3.
Teori Daya Pikul, Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul
42
Ibid, hal. 3,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
21
masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu : a.
Unsur Obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang,
b.
Unsur
Subyektif,
dengan
memperhatikan
besarnya
kebutuhan materiil yang harus dipenuhi Contoh : Keterangan
Tuan A
Tuan B
Penghasilan / bulan Rp. 2 juta Status
Rp. 2 juta
Menikah dengan Bujangan 3 anak
Secara obyektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya, Secara subyektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar. 4.
Teori Bakti, Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatuy kewajiban
5.
Teori Asas Daya Beli, Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat
dalam
bentuk
pemeliharaan
kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
Atas pemaparan fungsi pajak dan teori yang mendukung pemungutan pajak diatas, jelas bahwa dalam hal pengaturan atas fungsi pajak sebagaimana mengatur (regulerend) merupakan konsep
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
22
yang jelas bahwa hukum yang dibentuk (hukum pajak) merupakan alat untuk mencapai social engineering, dan karenanya yang terpenting adalah tujuan akhir dari hukum yang diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju dan memberi legitimasi atas kepentingan manusia untuk mencapai kepuasan tersebut dalam keseimbangan, seperti juga diutarakan dalam teori pemungutan pajak yaitu teori asuransi yang mana negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya, oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut, teori kepentingan yang mana pembebanan pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan atas premi asuransi pada teori asuransi), atas masing-masing wajib pajak, maka semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi premi asuransi yang harus dibayar, dalam hal ini pajak yang harus dibayar, dan teori asas daya beli, yang mana berarti memungut pajak adalah menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat, dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. Hal tersebut diatas merupakan refleksi dari konsep social engineering, Pound, yang mana hal terpenting dalam tujuan akhir dari implementasi hukum yang diaplikasikan dapat mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju dan memberi legitimasi atas kepentingan manusia untuk mencapai kepuasan tersebut dalam keseimbangan. Disamping itu, dalam dasar sosiologis pajak, pajak merupakan gejala sosial, dan pajak hanya terdapat dalam masyarakat. Jika tidak ada masyarakat, tidak mungkin ada pajak.43 Masyarakat mempunyai kepentingan,
dan
juga
masing-masing
individu
mempunyai
43
Rachmat Soemitro, Dewi Kania Sugiaharti, “Asas Dan Dasar Perpajakan edisi revisi 1” (Jakarta:refika Aditama) hal. 44,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
23
kepentingan, yang kadang-kadang saling berhadapan. Pajak-pajak adalah tidak lain daripada alat untuk menghadapi dan membiayai kepentingan bersama, yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh rakyat Indonesia. Bila tidak ada kepentingan bersama, tidak perlu ada pajak, dan di dalam masyarakat mana pun selalu ada kepentingan bersama, maka salah satu jalan untuk membiayai kepentingan bersama itu adalah pajak.44 Pendekatan dari segi sosiologi ini meninjau pajak-pajak dari segi masyarakat; apa akibatnya pungutan pajak terhadap masyarakat, dan apa hasil yang diberikan kepada masyarakat.45 Pajak-pajak tidak hanya untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah, tetapi yang sangat diharapkan juga untuk membiayai pembangunan.
Apakah
rakyat
dapat
ikut
menikmati
hasil
pembangunan yang dibiayai dengan pajak, bagaimana sikap masyarakat kepada pajak-pajak, tergantung kepada kesadaran setiap individu yang hidup di dalam masyarakat tersebut.46 Pajak hanya dapat dibenarkan pungutannya apabila bermanfaat bagi
masyarakat.
Jika
pajak-pajak
hanya
digunakan
untuk
segolongan kecil dari masyarakat, atau dipungut dan digunakan semata-mata untuk kepentingan penguasa (seperti di jaman kolonial), maka pungutan pajak tidak dapat dibenarkan.47 Sikap masyarakat banyak tergantung kepada kesadaran pajak setiap individu, dan kesadaran setiap individu ini dipengaruhi oleh pengertian individu tentang pajak.48 Kesadaran masyarakat besar sekali pengaruhnya terhadap hasil pungutan pajak. Masyarakat yang sudah maju yang kesadarannyaterhadap pajak sudah tinggi, akan
44
Ibid, hal 45, Ibid, hal 52, 46 Ibid, hal 53, 47 Ibid, 48 Ibid, 45
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
24
memberi pengaruh besar terhadap pemasukan uang pajak ke dalam kas negara.49
1.4.2. Konseptual
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang kongkrit, yang disebut dengan operational definition.50 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran yang berbeda-beda dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu : a.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.51
b.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.52
c.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
49
Ibid, Sutan Remi Sjahdeini, “Kebebasan berkontrak Dan Perlindungan yang Seimbang Bagi para dalam perjanjian Kredit Bank Di Indonesia”, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia), hal. 10 51 Indonesia, Undang-undang perubahan ketiga atas undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, UU No 28 tahun 2007, LN No. 85 Tahun 2008, Ps 1 (1) 52 Ibid, ....Pasal 1 (2) 50
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
25
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan,
yayasan,
organisasi
massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.53 d.
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.54
e.
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.55
f.
Tax holiday adalah pembebasan pajak penghasilan untuk jangka waktu tertentu bagi penanam modal baru di Indonesia.56
g.
Tax allowance adalah insentif pajak yang diberikan untuk jangka waktu tertentu bagi penanam modal di Indonesia.
h.
Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.57
i.
Aktiva tetap berwujud adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diperoleh dalam
53
Ibid, ....pasal 1 (3) Ibid, ....pasal 1 (4) 55 Ibid, .....pasal 1 (5) 56 http://www.wikiapbn.org/artikel/Tax_Holiday, diunduh 10 April 2012 57 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4675, Pasal 1 (1) 54
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
26
bentuk siap pakai untuk dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi
perusahaan,
tidak
dimaksudkan
untuk
diperjualbelikan atau dipindahtangankan.58 j.
Perluasan dari usaha yang telah ada adalah suatu kegiatan dalam rangka peningkatan kuantitas, kualitas produk, diversifikasi produk, atau perluasan wilayah dan produksi perusahaan.59
k.
Bidang-bidang usaha tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.60
l.
Daerah-daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.61
m. Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.62 n.
Tax sparing adalah pengakuan pemberian fasilitas pembebasan dan
pengurangan
dari
Pemerintah
Indonesia
dalam
penghitungan Pajak Penghasilan di negara domisili sebesar fasilitas yang diberikan.63 o.
Surat persetujuan penanaman modal baru adalah izin prinsip penanaman modal yang diterbitkan oleh BKPM, yaitu izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.64
58
Ibid,...Pasal 1(2), Ibid,...Pasal 1(3), 60 Ibid,...Pasal 1(4), 61 Ibid,...Pasal 1(5), 62 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, Pasal 1 (3) 63 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, Pasal 1 (3) 64 Ibid, …Pasal 1 (4) 59
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
27
p.
Tim adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Pembina Industri, BPKIMI, Sekretariat Jenderal dan BKPM yang melaksanakan kegiatan verifikasi dan pengkajian permohonan yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Pembina Industri sesuai dengan bidangnya yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian.65
q.
Direktur Jenderal Pembina Industri adalah Direktur Jenderal Industri Agro, Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi dan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan industri sesuai dengan kewenangannya.66
r.
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.67
s.
Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.68
t.
Badan Koordinasi
Penanaman Modal,
yang selanjutnya
disingkat BKPM, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.69 u.
Instansi pemerintah terkait adalah lembaga Pemerintah, provinsi maupun kabupaten/kota yang secara fungsional membina bidang usaha,
menyelenggarakan
pemberian
perizinan
dan
65
Ibid, …Pasal 1 (5) Ibid, …Pasal 1 (7) 67 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 Tanggal 23 Desember 2009, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 509, Pasal 1 (1), 68 Ibid, Pasal 1 (2), 69 Ibid, Pasal 1 (7), 66
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
28
nonperizinan, serta menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan penanaman modal.70 v.
Proyek adalah kegiatan penanaman modal oleh penanam modal yang telah mendapat Pendaftaran Penanaman Modal dan/atau Izin Prinsip Penanaman Modal dan/atau Surat Persetujuan Penanaman Modal dan Izin Usaha dari BKPM, PDPPM, atau PDKPM.71
w. Pendaftaran Penanaman Modal adalah bentuk persetujuan awal Pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.72 x.
Izin Prinsip Penanaman Modal adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang bidang usahanya dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modalnya membutuhkan fasilitas fiskal.73
y.
Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yang selanjutnya disingkat
KPPA, adalah izin
untuk mendirikan kantor
perwakilan di Indonesia yang berkedudukan di Indonesia.74 z.
Izin Usaha adalah izin yang dimiliki dan melekat pada perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial, baik produksi barang maupun jasa, sebagai pelaksanaan atas Pendaftaran Penanaman Modal dan/atau Izin Prinsip Penanaman Modal dan/atau Persetujuan Penanaman Modal yang telah diperoleh perusahaan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektor.75
aa. Laporan
Kegiatan
Penanaman
Modal,
yang selanjutnya
disingkat LKPM, adalah laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi
70
Ibid, Pasal 1 (10), Ibid, Pasal 1 (11), 72 Ibid, Pasal 1 (12), 73 Ibid, Pasal 1 (13), 74 Ibid, Pasal 1 (14), 75 Ibid, Pasal 1 (15), 71
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
29
penanam modal dalam bentuk dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.76 bb. Berita Acara Pemeriksaan proyek, yang selanjutnya disingkat BAP, adalah laporan hasil pemeriksaan lapangan terhadap pelaksanaan
kegiatan
penanaman
modal
dalam
rangka
pemberian fasilitas fiskal penanaman modal, pengenaan dan pembatalan sanksi, serta keperluan pengendalian pelaksanaan lainnya.77
1.5.
Metode Penelitian
1.5.1. Sifat dan Jenis Penelitian
Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk menganalisa implikasi antara ketentuan insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance terhadap penanaman modal langsung di Indonesia tinjauan hukum investasi, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini dilakukan secara pendekatan yuridis normatif, karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.
1.5.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumendokumen yang ada yang berkaitan dengan objek penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data sekunder, yang bersumber dari: a.
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar,
76 77
Ibid, Pasal 1 (16), Ibid, Pasal 1 (17),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
30
peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya yang terkait dengan topik penelitian. b.
Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasilhasil penelitian atau buku-buku hukum, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lain.
c.
Bahan
hukum
tersier,
merupakan
bahan-bahan
yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain-lain.
Rencana pelaksanaan penelitian ini melalui 3 (tiga) tahap yakni antara lain: a.
Tahap Persiapan Tahap persiapan ini akan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan persoalan penanaman modal langsung dan fasilitas perpajakan yang akan diselesaikan dalam waktu 1 (satu) bulan.
b.
Tahap Penelitian Tahap penelitian ini akan dilakukan di instansi-instansi yang berkaitan
seperti
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal,
Departemen Keuangan, dan instansi lainnya yang akan diselesaikan dalam waktu 1 (satu) bulan. c.
Tahap Penulisan Tesis Penulisan tesis akan dilakukan setelah semua data yang diperoleh terkumpul untuk kemudian dianalisa dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya ditulis dalam suatu bentuk karya ilmiah yaitu tesis yang akan diselesaikan dalam waktu 1 (satu) bulan.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
31
1.5.3. Alat Pengumpulan Data
Agar dapat diperoleh hasil yang baik yang bersifat objektif ilmiah maka dibutuhkan data-data
yang akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenaran hasilnya. Dalam hal ini peneliti memperoleh data dengan menggunakan alat pengumpulan data studi dokumen, yaitu berupa penelitian yang mempelajari dan memahami bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan masalah implikasi ketentuan insentif pajak terhadap penanaman modal langsung di Indonesia yang didukung dengan wawancara kepada narasumber, yaitu: pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pegawai Kementerian Keuangan dan kalangan pengusaha.
1.5.4. Analis Data
Data yang diperoleh dari penelitian studi dokumen ini disusun secara sistematik untuk memperoleh deskripsi tentang implikasi ketentuan insentif pajak terhadap penanaman modal langsung di Indonesia dan mengenai langkah-langkah strategik apa yang dapat ditempuh investor dan calon investor dalam upaya mendapatkan dan memaksimalkan ketentuan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian, menghubungkan dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum investasi dan pajak. Untuk mengambil kesimpulan dilakukan dengan pendekatan deduktif.78
78
Prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
32
1.6.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan : a.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu hukum khususnya hukum penanaman modal di Indonesia.
b.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya tentang masalah-masalah praktis yang berkaitan dengan kebijakan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance dalam persoalan penanaman modal langsung di Indonesia.
c.
Secara akademis, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan utama penyusunan penulisan hukum (Tesis) sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Magister Ilmu Hukum Program Studi Ilmu Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
1.7.
Sistematika Penulisan
Untuk memberikan kemudahan terhadap arah penulisan, penulis membagi tesis ini ke dalam 5 (lima) bab dimana setiap bab terdiri dari sub bab yang tersusun sebagai suatu rangkaian tulisan yang tak terpisahkan, dan untuk selanjutnya sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan Dalam bab ini terdapat penjelasan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teori dan kerangka konsep, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Umum Tentang Hukum Penanaman Modal Dan Hukum Perpajakan Di Indonesia Dalam bab ini akan diuraikan tentang hukum pajak, hukum penanaman modal, pengertian penanaman modal asing dan penanaman modal
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
33
dalam negeri, hak dan kewajiban perusahaan penanaman modal, insentif pajak, tax holiday/tax allowance, bidang usaha penanaman modal yang dapat mengajukan insentif pajak, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan hukum penanaman modal secara umum dan ketentuan insentif perpajakan bagi penanaman modal langsung secara khusus.
BAB III Implikasi Ketentuan Insentif Pajak Terhadap Penanaman Modal Dalam bab ini akan diuraikan mengenai implikasi ketentuan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance terhadap penanaman modal langsung.
BAB
IV
Langkah
Strategik
Dalam
Mengupayakan
Dan
Memaksimalkan Ketentuan Insentif Pajak Dalam bab ini akan dijelaskan tentang langkah-langkah strategik yang dapat ditempuh investor dalam mengajukan dan mendapatkan insentif pajak seperti tax holiday/tax allowance, dari instansi pemerintah terkait, mekanisme pengajuan, pelaporan rutin serta menjelaskan mengenai cara investor dalam memaksimalkan ketentuan tax holiday/tax allowance, dalam mengoptimalkan profit perusahaan penanam modal tersebut.
BAB V Implikasi Ketentuan Insentif Pajak Terhadap penerimaan Negara Dalam bab ini akan dijelaskan tentang Implikasi ketentuan insentif pajak terhadap penerimaan negara, simulasi perhitungan kerugian dan keuntungan yang diperoleh Dirjen Pajak atas insentif pajak yang diberikan kepada wajib pajak.
BAB VI Penutup Dalam bab ini terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu kesimpulan dan saran.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
34
BAB 2 TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENANAMAN MODAL DAN HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA
2.1.
Hukum Penanaman Modal
2.1.1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
2.1.1.1. Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Istilah modal dalam negeri berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu domestic capital.79 Pengertian Modal Dalam Negeri (MDN) dapat kita baca dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Modal Dalam Negeri adalah: "bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuanketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing." Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dapat terdiri atas:80 1.
perorangan; dan/atau
2.
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
79
Salim HS dan Budi Sutrisno, “Hukum Investasi di Indonesia”, Rajawali Press, (Jakarta : 2007) hal. 103 80 Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
35
Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga disebutkan pengertian Modal Dalam NegeriModal Dalam Negeri adalah: "modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, dan atau badan usaha Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum." Dalam ketentuan ini yang dapat memiliki modal dalam negeri adalah:81 1.
negara Indonesia;
2.
perseorangan warga negara Indonesia; atau
3.
badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Sementara itu, istilah Penanaman. Modal Dalam Negeri
(PMDN) berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic investment. Pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kita temukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri u
Penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang ini." Penggunaan
kekayaan
secara
langsung
adalah
penggunaan modal yang digunakan secara langsung oleh investor
domestik
untuk
pengembangan
usahanya,
sedangkan penggunaan secara tidak langsung merupakan penggunaan modal yang digunakan tidak dilakukan secara langsung 81
untuk
pengembangan
usaha.
Pelaksanaan
Ibid, hal 104,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
36
penanaman modal itu didasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku.82 Pihak yang dapat menjadi penanam modal dalam negeri adalah:83 1.
orang-perorangan warga negara Indonesia; dan atau
2.
badan usaha Indonesia; dan atau
3.
badan hukum Indonesia
Orang perorangan warga negara Indonesia adalah orang/ manusia atau penduduk Indonesia yang menanamkan modalnya dalam bidang usaha yang terbuka untuk investasi domestik. Badan usaha Indonesia, merupakan badan yang bukan badan hukum, yang didirikan menurut hukum Indonesia. Yang termasuk badan usaha adalah:84 1.
firma; dan
2.
komanditer.
Pengertian badan hukum adalah kumpulan orang yang rnempunyai
tujuan
tertentu,
harta
kekayaan,
serta
mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum digolongkan menjadi tiga macam, yaitu PT (Perseroan Terbatas), koperasi, dan yayasan.85
2.1.1.2. Landasan Yuridis Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanaman modal dalam negeri adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam 82
Ibid, Ibid, hal 105, 84 Ibid, 85 Ibid, 83
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
37
Negeri. UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri terdiri atas 10 bab dan 25 pasal. Pertimbangan ditetapkan undang-undang ini adalah:86 1.
bahwa
di
dalam
penyelenggaraan
pembangunan
ekonomi nasional yang bertujuan untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan; 2.
bahwa berhubung dengan itu, perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri secara maksimal, terutama diarahkan kepada usahausaha
rehabilitasi,
pembaruan,
perluasan
dan
pembangunan baru dalam bidang produksi barang dan jasa; 3.
bahwa untuk itu perlu diciptakan iklim yang baik dan ditetapkan ketentuan-ketentuan perangsang bagi para penanam modal dalam negeri;
4.
bahwa di dalam sistem ekonomi nasional yang idiil, berlandaskan Pancasila, kecuali bidang-bidang yang dikhususkan bagi usaha negara dalam batas-batas ketentuan dan jiwa UndangUndang Dasar 1945, terbuka lapangan yang luas bagi usahausaha swasta;
5.
bahwa pada dasarnya pernbangunan ekonomi nasional harus
disandarkan
kepada
kemampuan
dan
kesanggupan rakyat Indonesia sendiri; 6.
bahwa dalam pada itu, khususnya dalam tingkat perkembangan ekonomi dan potensi nasional dewasa ini perlu dimanfaatkan juga modal dalam negeri yang dimiliki oleh orang asing (domestik), sepanjang tidak merugikan perkembangan ekonomi dan pertumbuhan golongan pengusaha nasional;
86
Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
38
7.
bahwa dalam rangka pemanfaatan modal dalam negeri yang dimaksudkan itu, selain diberikan ketentuanketentuan perangsang, perlu ditetapkan pula batas waktu berusaha bagi perusahaan-perusahaan asing (domestik) yang menggunakan modal dalam negeri, agar diperoleh pegangan yang jelas bagi semua pihak yang berkepentingan sehingga dengan pembatasan itu tertampung pula jiwa dari PP 10 Tahun 1959.
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri meliputi:87 1.
pengertian penanaman modal negeri (Pasal 1 sampai dengan Pasal 2);
2.
pengertian perusahaan nasional dan perusahaan asing (Pasal 3);
3.
bidang usaha (Pasal 4);
4.
izin usaha (Pasal 5);
5.
batas waktu berusaha (Pasal 6 sampai dengan Pasal 8);
6.
pembebasan dan keringanan perpajakan (Pasal 9 sampai dengan Pasal 17);
7.
tenaga kerja (Pasal 18 sampai dengan Pasal 20);
8.
kewajiban-kewajiban lain (Pasal 21 sampai dengan Pasal 22);
9.
ketentuan-ketentuan lain (Pasal 23 sampai dengan Pasal 24); dan
10. ketentuan penutup (Pasal 25).
Apabila kita perhatikan ketentuan dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
87
Ibid, hal 106,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
39
Dalam Negeri, ketentuan yang paling menonjol yang diatur dalam undangundang ini berkaitan dengan pembebasan dan keringanan tentang pajak. Pembebasan dan keringanan perpajakan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada para penanam modal untuk melakukan investasi dalam rangka:88 1.
pembangunan;
2.
usaha-usaha rehabilitasi;
3.
pembaruan dan perluasan dari kapasitas produksi yang sudah ada.
Usaha ini dapat dilaksanakan dalam waktu yang agak singkat dan dengan biaya yang lebih rendah. Bahkan, ketentuan tentang pembebasan perpajakan ini telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri. Hal-hal yang telah diubah dan ditambah adalah berkaitan dengan pasal 10, pasal 12, pasal 14 dan pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri. 89 Pasal-pasal yang telah dihapus meliputi pasal 11, yang berkaitan dengan penempatan modal dan pasal 15 yang berkaitan dengan pengimporan barang-barang modal.90 Kedua undang-undang itu telah dijabarkan lebih lanjut dalam berbagi peraturan pemerintah dan keputusan presiden, seperti keputusan presiden Nomor 96 tahun 2000 tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
88
Ibid, hal 107, Ibid, 90 Ibid, hal 108, 89
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
40
dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal, serta lainnya.91 Undang-undang
nomor
6
tahun
1968
tentang
penanaman modal dalam negeri. Undang-undang nomor 12 tahun 1970 tentang perubahan dan tambahan undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah dicabut dengan undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Dengan demikian, bahwa menjadi payung hukum dari penanaman investasi di indonesia saat ini adalah undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal.108 Ada lima pertimbangan di undangkannya undangundang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, yaitu :92 1.
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nacional yang berkelanjutan.
2.
Penanaman
modal
merupakan
bagian
dari
penyelenggaraan perekonomian nacional yang berdasar atas demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara; 3.
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nacional diperlukan
peningkatan
mengolah
ekonomi
penanaman
potencial
modal
menjadi
untuk
kekuatan
ekonomi riil, dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri; 4.
Menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan indonesia dalam berbagai kerja sama
91 92
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
41
internacional perlu diciptakan suatu iklim penanaman modal yang lebih kondusif dan promotif; 5.
Undang-undang
nomor
1
tahun
1967
tentang
penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 11 tahun 1970 dan undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 12 tahun 1970, dipandang perlu diganti
Undang-undang ini tidak hanya mengatur tentang penanaman modal dalam negeri, tetapi juga mengatur tentang penanaman modal asing. Ketentuan-ketentuan yang mempunyai hubungannya dengan penanaman modal dalam negeri, meliputi:93 1.
Pasal 1 angka 2, angka 7 tentang pengertian penanaman modal dalam negeri dan modal dalam negeri;
2.
Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal;
3.
Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal;
4.
Pasal 5 ayat (1) tentang bentuk badan usaha;
5.
Pasal 6 ayat (1) tentang perlakuan terhadap penanaman modal;
6.
Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam modal;
7.
Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja;
8.
Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
9.
Pasal 12 tentang bidang usaha;
10. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal;
93
Ibid, hal 109,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
42
11. Pasal 18 sampai dengan Pasal 23 ayat (2), dan Pasal 24 tentang fasilitas penanaman modal; 12. Pasal 32 ayat (1) sampai dengan ayat (3) tentang penyelesaian sengketa; dan 13. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang sanksi.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur tentang:94 1.
larangan bagi investor domestik; dan
2.
pengakhiran perjanjian atau kontrak kerja.
Investor domestik dilarang untuk membuat perjanjian dan/ atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Konsekuensi logis dari investor domestik yang membuat perjanjian/ pernyataan itu adalah batal demi hukum. Artinya, perjanjian/ pernyataan itu dari semula dianggap tidak ada.95 Bagi investor domestik yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan pemerintah, melakukan: 96 (1) tindak pidana perpajakan; (2) penggelembungan biaya pemulihan; dan (3) bentuk
penggelembungan
biaya
lainnya
untuk
memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara, pemerintah dapat mengakhiri perjanjian/kontrak kerja sama dengan investor domestik.
Pengakhiran perjanjian/kontrak kerja sama adalah
94 95 96
Ibid, hal 110, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
43
berakhirnya atau tidak berlaku lagi kontrak yang dibuat antara pemerintah dengan investor domestik. Namun, pengakhiran kontrak itu, baru dilakukan berdasarkan:97 1.
temuan atau pemeriksaan pejabat yang berwenang; dan
2.
telah mendapat keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pemerintah
dalam
melakukan
pengakhiran
tidak
dilakukan secara gegabah, tetapi didasarkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.98 Di samping itu, dalam Pasal 34 telah ditentukan sanksi bagi investor domestik yang tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Sanksinya berupa sanksi administratif. Pasal 15 ini, berkaitan dengan tidak dilaksanakan kewajiban dengan baik oleh investor domestik. Kewajiban yang tidak dilaksanakan itu meliputi:99 1.
tidak menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
2.
tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
3.
tidak membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
4.
tidak menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
5.
tidak
mematuhi
semua
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Jenis sanksi administratif, yang dijatuhkan kepada
97
Ibid, Ibid, hal 111, 99 Ibid, 98
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
44
investor domestik berupa:100 1.
peringatan tertulis;
2.
pembatasan kegiatan usaha;
3.
pembekuan
kegiatan
usaha
dan/atau
fasilitas
usaha
dan/atau
fasilitas
penanaman modal; atau 4.
pencabutan
kegiatan
penanaman modal.
Sanksi administratif ini diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.101
2.1.1.3. Bentuk Hukum Badan Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri
Pada dasarnya, tidak setiap penanaman modal dalam negeri dapat melakukan kegiatan investasi di Indonesia. Investor domestik yang dapat melakukan investasi di Indonesia harus berbentuk badan usaha. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007
tentang
Penanaman
Modal
telah
ditentukan bentuk badan usaha yang dapat melakukan penanaman modal dalam negeri. Ada dua bentuk badan usaha yang dapat melakukan . kegiatan investasi domestik, yaitu:102 1.
berbentuk badan hukum; dan
100
Ibid, Ibid, hal 112, 102 Ibid, 101
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
45
2.
tidak berbentuk badan hukum.
Badan hukum dalam bahasa Belanda disebut Rechtpersoon. Badan hukum adalah himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik perkumpulan itu diadakan atau diakui oleh pejabat umum, maupun perkumpulan itu diterima sebagai diperolehkan, atau telah didirikan maupun untuk maksud tertentu yang tidak
bertentangan
dengan
undang-undang
dan
kesusilaan yang baik (Pasal 1653 KUH Perdata).103 Di dalam hukum positif Indonesia, ada dua jenis badan usaha yang telah diberi status yuridis sebagai badan
hukum,
yaitu:
Perseroan
Terbatas
dan
Koperasi. Sementara itu, yayasan yang merupakan badan sosial, keagamaan dan kemanusiaan telah mendapat status yuridis sebagai badan hukum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.104
2.1.1.4. Perbedaan. antara Perusahaan Nasional dan Perusahaan Asing
Perbedaan
antara
perusahaan
nasional
dan
perusahaan asing dapat kita temukan dalam Pasal 3 Undang-Undang
Nomor
6
Tahun
1968
tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri. Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara dan/atau swasta nasional. Persentase itu senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal
103 104
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
46
1 Januari 1974 menjadi tidak kurang dari 75%.105 Apabila kita perhatikan definisi di atas, perusahaan nasional dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:106 1.
perusahaan nasional yang modalnya dimiliki oleh negara; dan
2.
swasta nasional.
Undang-undang yang mengatur tentang perusahaan negara adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah:107 "badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara). Badan Usaha Milik Negara (BUMN) digolongkan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.108 1.
Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh
Negara
Republik
Indonesia
yang
tujuan
utamanya mengejar keuntungan. 2.
Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
105
Ibid, Ibid, 107 Ibid, 108 Ibid, hal. 123, 106
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
47
pasar modal. 3.
Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan
berdasarkan
prinsip
pengelolaan
nasional
merupakan
perusahaan."
Perusahaan
swasta
perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Perusahaan asing merupakan perusahaan yang seluruh modalnya berasal dari asing atau merupakan kerja
sama
antara
modal
asing
dengan
modal
domestik. Pemilikan saham modal domestik, minimal 5%, sedangkan perusahaan asing maksimal 95%.109
2.1.1.5. Bidang Usaha yang Terbuka untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
Pada
dasarnya
semua
bidang
usaha
untuk
menanamkan investasi dengan modal dalam negeri terbuka bagi swasta. Kegiatan negara yang bersangkutan dengan pembinaan bidang usaha swasta, meliputi pula bidang-bidang yang perlu dipelopori atau dirintis oleh pemerintah (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri). Bidang usaha negara, meliputi terutama
bidang-bidang
yang
perusahaannya
wajib
dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam Pasal 9 UndangUndang Nornor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
109
Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
48
Negeri telah ditentukan bidang usaha yang terbuka untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Bidang usaha itu meliputi
rehabilitasi,
pembaruan,
perluasan,
dan
pembangunan baru dalam bidang: 110 1.
pertanian;
2.
perkebunan;
3.
kehutanan;
4.
perikanan;
5.
peternakan;
6.
pertambangan;
7.
perindustrian;
8.
pengangkutan;
9.
perumahan rakyat;
10. kepariwisataan; 11. sarana dan prasarana; dan 12. usaha-usaha produktif lainnya.
Walaupun kedua belas bidang usaha itu dibolehkan untuk investasi dalam negeri, dalam ketentuan perundangundangan yang lebih rendah diatur tentang bidang usaha yang tertutup mutlak untuk investasi, apakah itu domestik maupun asing. Hal ini dapat kita baca dalam Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal.111 Dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 juga telah ditentukan daftar bidang usaha yang diperkenankan untuk kegiatan investasi domestik. Ada 48 daftar bidang usaha yang hanya diperkenankan untuk
110 111
Ibid, hal. 124, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
49
penanaman investasi oleh investor domestik (100%). Sementara, investor asing tidak diperkenankan untuk menanamkan investasinya pada bidang tersebut. Keempat puluh delapan daftar bidang usaha yang diperkenankan itu, disajikan berikut ini.112 1.
Pembuatan film
2.
Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamflet, baliho, folder, dan lain-lain
3.
Jasa teknik film, seperti studio pengambilan gambar, sarana pembuatan film, sarana penyuntingan, pengisian suara, pemberian teks, pengadaan film, dan sebagainya
4.
Distribusi film (ekspor, impor dan pengedaran)
5.
Penayangan: Bioskop/gedung teater film
6.
Studio rekaman (Cassette, VCD, DVD, dan lain-lain)
7.
Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA)
8.
Pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan hutan
9.
Pengadaan dan peredaran benih dan bibit tanaman hutan (ekspor dan impor benih dan bibit tanaman hutan)
10. Usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapat penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas 11. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT di wilayah perairan di atas 12 mil 12. Penggalian pasir laut 13. Perdagangan besar farmasi 14. Perdagangan besar bahan baku farmasi 15. Usaha industri obat tradisional 16. Clinic general medical services/rumah sakit
112
Ibid, hal. 125,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
50
umum/klinik pengobatan umum. 17. Jasa
pelayanan
penunjang kesehatan
(ambulance
services) 18. Jasa rumah sakit lainnya (residential health services) 19. Praktik perorangan tenaga kesehatan 20. Sarana pelayanan kesehatan dasar 21. Pusat/balai/stasiun penelitian kesehatan 22. Jasa pelayanan penunjang kesehatan (pelayanan pest control/ fumigasi) 23. Pengolahan obat tradisional 24. Rumah bersalin swasta 25. Apotek (praktik profesi apoteker) 26. Toko obat/apotek rakyat 27. Dana pension 28. BPR konvensional 29. BPR syariah 30. Pedagang valuta asing 31. Lembaga penyiaran swasta (LPS) 32. Lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran berlangganan
dapat
melakukan
penambahan
dan
pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh persen) dari seluruh modal dan minimum dimiliki oleh dua pemegang saham 33. Perusahaan pers 34. Jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi golongan besar, menengah, dan kecil 35. Perdagangan eceran, yang meliputi: a.
eceran kaki lima;
b.
eceran keliling;
c.
eceran
di
luar/selain
di
luar
supermarket,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
51
department store, toserba, dan sejenisnya; d.
community stores;
e.
convenience stores;
f.
mini markets;
g.
eceran melalui media dan sejenisnya.
35. Perdagangan besar berdasarkan balas jasa (fee) atau kontrak (jasa keagenan/commision agent, distributor). Distributor yang dimaksud di sini adalah distributor yang dapat menjual produk sampai dengan konsumen akhir 36. Perdagangan minimum
besar
dan
beralkohol
perdagangan
(importir,
eceran
distributor,
sub
distributor, dan pengecer) 37. Jasa survei perdagangan 38. Broker properti/real estate atas dasar balas jasa (fee) atau kontrak 39. Jasa persewaan alat transportasi darat (rental tanpa operator) 40. Persewaan mesin lainnya dan peralatannya 41. Jasa kebersihan gedung 42. Jasa kebersihan 43. Jasa perusahaan yang tidak diklasifikasi di tempat lain 44. Produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang 45. Jasa penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri (proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan
pelatihan,
penampungan,
persiapan
pemberangkatan, pemberangkatan dan pemulangan calon tenaga kerja Indonesia/CTKI) 46. Penyediaan jasa pekerja/buruh (proses pendaftaran, perekrutan, pengurusan dokumen (antara lain perjanjian kerja), negosiasi untuk mendapatkan pekerjaan dari
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
52
perusahaan
pemberi
kerja,
memperkerjakan
pekerja/buruh, seperti pekerjaan jasa cleaning service, satpam, catering dan iasa penunjang lainnya)
Di samping itu, investor domestik juga diperkenankan untuk
menanamkan
investasi
di
bidang
pertahanan
keamanan, yaitu investasi untuk produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang. Syarat untuk menanamkan investasi pada bidang usaha ini adalah mendapat izin khusus dari Departemen Pertahanan RI.113 Sebenarnya, daftar bidang usaha ini merupakan daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi, baik domestik maupun asing (lihat (Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Namun, dalam perkembangannya, daftar bidang usaha dinyatakan daf tar bidang usaha terbuka dengan persyaratan. Persyaratannya hanya investasi domestik yang diperkenankan melakukan usaha itu dan harus mendapat izin dari Departemen Pertahanan. Ini berarti bahwa setiap daftar bidang usaha, mengalami perubahan setiap waktu, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.114
2.1.1.6. Prosedur dan Syarat-syarat Investasi Dalam Negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan penanaman modal, di mana modal yang diinvestasikan berasal dari modal dalam negeri dan pemilik modalnya berasal dari warga negara Indonesia. Dalam Pasal 5 Keputusan Kepala
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal
Nomor
57/SK/2004 telah ditentukan prosedur dalam pengajuan
113 114
Ibid, hal. 128, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
53
permohonan baru dalam rangka PMDN. Pihak yang dapat mengajukan permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN adalah:115 1.
Perseroan Terbatas (PT);
2.
Commanditaire Vennootschap (CV);
3.
Firma;
4.
Badan Usaha Koperasi;
5.
BUMN;
6.
BUMD; atau
7.
Perorangan.
Permohonan penanaman modal baru dalam rangka PMDN diajukan kepada Kepala BKPM dalam rangkap dua dengan menggunakan formulir Model I/PMDN. Formulir Model I/PMDN ini telah dibakukan oleh BKPM. Ini dimaksudkan untuk mempermudah calon investor domestik untuk mengajukan permohonan kepada BKPM. Hal-hal yang harus diisi oleh calon investor dalam permohonan tersebut meliputi: 1.
keterangan pemohon, yang meliputi nama pemohon, NPWP, akta pendirian, dan perubahannya (nama notaris, nomor, dan tanggal), pengesahan Menteri Kehakiman (nomor dan tanggal), alamat lengkap (termasuk nomor telepon, telex, dan faksimile);
2.
keterangan rencana proyek, yang meliputi bidang usaha, lokasi proyek (kabupaten/kota/provinsi), produksi per tahun, pemasaran per tahun, luas tanah yang diperlukan, tenaga kerja (Asing, Indonesia), rencana investasi, sumber pembiayaan, modal perseroan, jadwal waktu penyelesaian proyek, dan pernyataan.
115
Ibid, hal. 129,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
54
Dalam
permohonan
itu
dilampirkan
hal-hal
di
antaranya: 1.
bukti diri pemohon, yang meliputi rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, BUMN/BUMD, CV, Fa, atau Rekaman Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi; atau Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk perorangan;
2.
surat kuasa dari yang berhak apabila penanda tangan permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri;
3.
Rekaman
Nomor
Pokok
Wajib
Pajak
(NPWP)
pemohon; 4.
uraian rencana kegiatan;
5.
persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan oleh pemerintah;
6.
bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan: a.
kesepakatan/perjanjian
kerja
sama
tertulis
mengenai kesepakatan bermitra dengan usaha kecil yang antara lain memuat nama dan alamat masingmasing
pihak,
pola
kemitraan
yang
akan
digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan bentuk pembinaan yang diberikan kepadi usaha kecil; b.
akta pendirian atau perubahannya atau risalah RUPS mengenai penyertaan usaha kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham;
c.
surat pernyataan di atas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995.
Secara lengkap prosedur dan syarat-syarat untuk
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
55
mengajukan permohonan baru dalam rangka PMDN, disajikan berikut ini. Form Lampiran I BKPM 116 PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : TAHUN 2009 TANGGAL : Bentuk Permohonan Pendaftaran Penanaman Modal (Investment Registration Application Form) PERMOHONAN PENDAFTARAN PENANAMAN MODAL (APPLICATION FOR INVESTMENT REGISTRATION) Permohonan PENDAFTARAN PENANAMAN MODAL ini diajukan kepada Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk rencana penanaman modal dalam rangka Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. This INVESTMENT REGISTRATION is herewith submitted to the One Door Integrated Services Office for the purpose of investment under the Investment Law No. 25 of 2007. I. I.
KETERANGAN PEMOHON DETAILS OF APPLICANT Jika perusahaan belum berbadan hukum maka pemohon diisi dengan data seluruh calon pemegang saham perusahaan yang akan didirikan. If the company is not yet incorporated, then the applicant data should be filled out with all participant‟s data of the company which is about to be established.
1.
Nama Perusahaan (tentatif/tetap)*)
2.
…… Name of Company (tentative/fixed) *) ……………………………………… Nama Pemohon
3.
: ………………………………… : : …………………………………
…… Name of Applicant : ……………………………………… Penyertaan Dalam Modal Perseroan Shareholding (s) Hanya diisi untuk perusahaan penanaman modal asing For foreign direct investment company only a. Peserta Asing Foreign Shareholder (s)
Alamat dan Negara Asal Address and Country of Origin
Rp/US$ *)
% **)
Sub Total
116
Diakses dari http://www.bkpm.go.id/contents/p12/formulir-aplikasi/15, pada 4 Oktober 2012,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
56
b. Peserta Indonesia Indonesian Shareholder (s)
Alamat Address
Rp/US$ *)
% **)
c. Total ( a + b ) 100% *) coret yang tidak perlu/stripe which is not applicable **) prosentase adalah atas nilai nominal modal saham bukan lembar saham/the percentage is upon the nominal share of capital not sheet of share 4.
Alamat Korespondensi …………………………………… Correspondence Address …………………………………… Nomor Telepon …………………………………… Phone number …………………………………… - Faksimili
: : : : : …………………………………
… Faxmile
: …………………………………
… - E-mail
: ……………………………………
E-mail address
: …………………………………
… 5.
Akta Pendirian dan Perubahannya (Nama Notaris, Nomor dan Tanggal) dan Pengesahan Menteri Hukum dan HAM (Nomor dan Tanggal) : ……………………………………… Hanya diisi jika perusahaan sudah berbadan hokum Company‟s Deed of Establishment and its Amendment (Name, Notary and Date) and Legalisation from the Minister of Law and Human Rights (Number and Date) : ……… Should be filled out if the company is already incorporated
II. KETERANGAN RENCANA PENANAMAN MODAL DESCRIPTION OF INVESTMENT/PROJECT PLAN Jika penanaman modal yang direncanakan akan mencakup lebih dari satu bidang usaha dan/atau direncanakan akan berada di lebih dari satu Kabupaten/Kota atau lebih dari satu Provinsi, maka rencana kegiatan (bidang usaha, lokasi , jenis/kapasitas produksi dan nilai investasi) harus dirinci untuk setiap bidang usaha dan/atau untuk setiap lokasi. If the proposed investment/project is planned to cover more than one sector/ line of business and/or planned to locate in more than one Regency/Municipality or more than one Province, then the investment/project plan (line of business, location, type/production capacity and investment funds) should be specified for each sector/ line of business and/or for each location. 1.
Bidang Usaha …………………………………… Line of Business …………………………………… 2. Lokasi Proyek Project Location Kabupaten/Kota ……………………………………
: :
:
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
57
Regency/Municipality …………………………………… Provinsi …………………………………… Province …………………………………… 3. Produksi Per Tahun Production per Year Jenis Barang/Jasa KBLI Type of Goods/Services (Standard Classification of Indonesia Business Field)
4.
Investasi (Rp/US$)*) … *) coret yang tidak perlu 3. Investment (Rp/US$) *) … *) stripe which is not applicable PERNYATAAN
: : :
Satuan Unit
: : Kapasitas Capacity
:
Keterangan Remark
……………………………..
: ………………………………..
DECLARATION Kami menyatakan bahwa permohonan ini dibuat dengan benar, ditandatangani oleh seluruh pemohon atau kuasanya di atas materai yang cukup dan sewaktu-waktu dapat dipertanggungjawabkan termasuk dokumen/data baik yang terlampir maupun yang disampaikan kemudian. We acknowledge that this application has been properly and duly executed, signed by all applicants or theirs representative which is authorized by the Power of Attorney with sufficient stamp duty and We (the participants) are responsible for its accuracy, correctness and completeness including all attached documents/ data or submitted later.
…………………………..,……….20…….. Pemohon, Applicant Materai Rp. 6.000,Stamp Duty of Rp. 6.000,00 ………………….……………… Tandatangan dan Nama jelas Name and Signature Lampiran/Enclosures … Lampiran : Enclosures : 1. Surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah Pemerintah Negara Lain; Letter of recommendation from the related country or letter which is issued by the Embassy/ Representative Office of the related country in Indonesia if the applicant is The Government of another country; 2. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing; Copy of valid passport if the applicant is foreign individual;
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
58
3.
4.
5.
6.
7.
Rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah badan usaha asing; Copy of Article of Association of the company in English or its translations in Bahasa from sworn translator if the applicant is foreign company; Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia; Copy of valid Identity Card (KTP) if the applicant is Indonesian individual; Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia; Copy of Article of Establishment of the company and any amendment (s) and approval form the Minister of Law and Human Rights if the applicant is incorporated under the law of Republic of Indonesia; Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia; Copy of Tax Registration Code Number (NPWP) for the applicant, either for Indonesian individual or company which is incorporated under the law of Republic of Indonesia; Permohonan ditandatangani di atas materai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum) dilengkapi Surat Kuasa bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan. (ketentuan tentang surat kuasa diatur pada Pasal 63 Peraturan ini). This application should be properly and duly signed with sufficient stamp duty by all applicants (if the company is not yet incorporated) or by the company‟s Board of Directors (if the company is already incorporated) attached with Power of Attorney with sufficient stamp duty from whom signs and/or submits the application if the applicant is represented by another party (provisions concerning the Power of Attorney is strictly regulated in this regulation (article 63). BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL KEPALA, CHATIB BASRI
Berdasarkan atas permohonan dan persyaratan tersebut secara lengkap, BKPM dalam waktu sepuluh hari menerbitkan Surat
Persetujuan
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(SPPMDN).117 Persetujuan PMDN adalah persetujuan penanaman modal yang diberikan dalam rangka pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang berlaku pula sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara sampai dengan memperoleh Izin Usaha/Izin Usaha Tetap dan/atau 117
Ibid, hal. 136,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
59
sebagai Persetujuan Prinsip Fasilitas Fiskal.118 Berdasarkan definisi di atas, SP PMDN ini berlaku sebagai Persetujuan Prinsip/Izin Usaha Sementara, sampai dengan memperoleh:119 1.
Izin Usaha/Izin Usaha Tetap; dan/atau
2.
sebagai Persetujuan Prinsip Fasilitas Fiskal.
Izin Usaha/Izin Usaha Tetap merupakan izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi baik produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan atas Surat Persetujuan Penanaman Modal (SP PMDN) yang telah diperoleh perusahaan.120 Surat persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SPPMDN) yang telah ditandatangani oleh BKPM disampaikan kepada pemohon, dengan tembusan kepada instansi terkait, yaitu:121 1.
Menteri Dalam Negeri;
2.
Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan;
3.
Menteri Keuangan;
4.
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN;
5.
Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal;
6.
Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (apabila ada kemitraan dengan usaha kecil);
7.
Gubernur Bank Indonesia;
8.
Gubernur Kepala Daerah Provinsi yang bersangkutan;
9.
Direktur jenderal Teknis yang bersangkutan;
10. Direktur Jenderal Pajak;
118
Ibid, Ibid, 120 Ibid, 121 Ibid, hal. 137, 119
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
60
11. Direktur Jenderal Bea dan Cukai; 12. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan; 13. Ketua BKPMD yang bersangkutan; 14. Kepala dinas instansi teknis kabupaten/kota terkait.
2.1.1.7. Perkembangan
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(PMDN)
Pembicaraan
tentang
perkembangan
investasi
domestik, tentu kita mengkajinya dari saat dimulainya investasi domestik itu sendiri. Investasi domestik dimulai sejak tahun 1968, yaitu sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sampai dengan saat mi. Dengan adanya undangundang ini, memberikan kesempatan kepada investor domestik menanamkan investasinya di dalam negeri. Kajian tentang perkembangan investasi domestik, dapat dikaji dari dua era, yaitu era Orde Baru dan reformasi.122 Pelaksanaan investasi domestik pada era Orde Baru dimulai pada tahun 1968 sampai dengan tahun 1997. Perkembangan jumlah investasi domestik yang diinvestasikan oleh investor domestik disajikan dalam tabel berikut ini.123 Tabel 1 perkembangan investasi domestik dari tahun 1968-1997124 No. 1 2 3 4 5 6
Tahun 1968 1969 1970 1971 1972 1973
Jumlah Proyek 27 73 175 216 268 301
Nilai Persetujuan 38.6 miliar 36.6 miliar 1,296.5 triliun 218.3 miliar 184.9 miliar 492.4 miliar
Keterangan
122
Ibid, hal. 139, Ibid, hal. 140, 124 Ibid, sebagaimana dikutip dari sumber aslinya laporan investasi di BKPM 2004 123
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
61
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Jumlah
214.6 miliar 160.1 miliar 401.6 miliar 490.2 miliar 751.4 miliar 682.4 miliar 1,589.9 triliun 2,384.9 triliun 3,767.1 triliun 6,574.2 triliun 2,283.5 triliun 3,790.1 triliun 4,706.0 triliun 10,682.9 triliun 14,414.1 triliun 19,639.5 triliun 58,836.6 triliun 41,210.8 triliun 29,395.9 triliun 39,715.9 triliun 53,598.2 triliun 69,844.7 triliun 97,401.1 triliun 119,877.2 triliun 580.384.996 triliun
134 79 77 157 188 167 165 164 209 341 145 245 315 571 850 868 1331 808 422 547 825 793 807 723 11991
Jumlah investasi domestik yang di-investasikan oleh investor domestik pada masa orde baru (1968 sampai dengan 1997) sebanyak Rp. 580.384.996 triliun. Sementara, jumlah proyek yang dibiayai sebanyak 11.991 proyek. Nilai investasi domestik yang di biinvestasikan pada tahun 1968 hanya Rp. 38.6 miliar, dengan jumlah proyek sebanyak 27 proyek. Namun, dalam perkembangannya investasi domestik pada masa orde baru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari segi kuantitas. Dan yang terakhir, yang merupakan puncak dari kekuasaan orde baru, pada tahun 1997, nilai investasi yang ditanamkan sebanyak Rp. 119.877.2 triliun, dengan jumlah proyek sebanyak 721 proyek. Pada tahun 1997, persetujuan investasi dalam rangka penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai puncak kejayaannya karena pada saat itu, investasi dalam rangka
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
62
PMDN mencapai angka yang tertinggi selama kurun waktu 1968-1997. Pada tahun tersebut nilai persetujuan PMDN mencapai Rp. 119.872 triliun dengan jumlah proyek 717 proyek.125 Masa reformasi dimulai sejak 1998 sampai dengan sekarang (2007). Perkembangan jumlah investasi domestik yang diinvestasikan oleh investor domestik, dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2006, disajikan dalam tabel berikut ini.126
Tabel 2, Perkembangan Investasi Domestik 19982006127 No
Tahun
Nilai Persetujuan
Jumlah Pro
1.
1998*)
Rp57.938 triliun
2.
1999*)
Rp53.120 triliun
320 proyek yek 228 proyek
3.
2000*)
Rp92,410 triliun
355 proyek
4.
2001*)
Rp58.672 triliun
249 proyek
5.
2002*)
Rp25,23 triliun
188 proyek
6. 7.
2003*) 2004**)
Rp48,48 triliun Rp28,87 triliun
181 proyek 145 proyek
8.
2005***)
Rp30,66 triliun
214 proyek
9.
2006****)
Rp20,79 triliun
145 proyek
Total
Rp416,17 triliun
2,025 proyek
Keterangan
Berdasarkan data di atas, tampak bahwa jumlah investasi domestik yang ditanamkan oleh investor domestik dari tahun 1998 sampai dengan 2006 sebanyak Rp416,17 triliun, dan jumlah proyek yang dibiayainya sebanyak 2,025 proyek. Junalah investasi yang ditanamkan oleh investor domestik pada tahun 1998 sebanyak Rp57.938 triliun, sedangkan jumlah proyek yang dibiayai sebanyak 320 proyek. 125
Ibid, hal. 141, Ibid, 127 Ibid, sebagaimana diambil dari sumber aslinya *Kompas, Jumat, 28 Juni 2002; **Harian *** Berita Sore, Rabu, 14 November 2004; Kompas, 12 Januari 2007; **** Kompas, 6 Desember 2006. 126
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
63
Sementara itu, jumlah investasi yang ditanamkan oleh investor domestik pada tahun 2006 sebanyak Rp20,79 triliun, sedangkan jumlah proyek yang dibiayai sebanyak 145 proyek.128 Apabila dibandingkan jumlah investasi domestik yang ditanamkan oleh investor pada tahun 1998 dengan 2006, maka jelaslah bahwa nilai investasinya mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu sebanyak Rp37.148 triliun. Ini sungguh merupakan angka penurunan yang sangat tinggi.129 Angka persetujuan PMDN selama periode 1 Januari-31 Mei 2002 tercatat 69 proyek dengan nilai Rp 9,439 triliun. Sebagai perbandingan, untuk periode yang sama tahun 2001, angka persetujuan PMDN tercatat 99 proyek dengan nilai Rp 12,712 triliun. Untuk PMDN, bidang usaha yang diminati adalah:130 1.
industri makanan (12 proyek);
2.
pengangkutan,
gudang,
dan
telekomunikasi
(10
proyek); 3.
perdagangan dan reparasi (9 proyek); serta
4.
industri logam dasar, mesin, dan elektronika (5 proyek).
Jumlah investasi yang ditanamkan oleh investor domestik pada tahun 2004 sebanyak Rp28,87 triliun dan jumlah proyeknya sebanyak 145 proyek. Bidang usaha yang diminati investor adalah:131 1.
industri makanan senilai Rp10,3 triliun dengan 32 proyek;
2.
transportasi, gudang dan komunikasi mencapai Rp1,5 triliun dengan 14 proyek;
128
Ibid, hal. 142, Ibid, 130 Ibid, hal. 143, 131 Ibid, hal. 143, 129
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
64
3.
industri logam, mesin dan elektronik mencapai 11 proyek,
4.
industri karet dan plastik mencapai 10 proyek dengan nilai Rp1,18 triliun. Lokasi yang diminati oleh investor PMDN adalah:132
1.
Jawa Tengah senilai Rp. 6,03 triliun dengan empat proyek;
2.
Sumatra Utara Rp. 3,7 triliun (12 proyek),
3.
Jawa Timur Rp. 3,2 triliun (7 proyek);
4.
DKI Jakarta Rp. 2,5 triliun (33 proyek) dan
5.
Riau Rp. 2,5 triliun (5 proyek).
Persetujuan PMDN tersebut diperkirakan menyerap tenaga kerja 65.259 orang, dan tenaga kerja asing 434 orang. Sedangkan potensi ekspor yang dihasilkan sebesar 1,45 miliar dolar AS dengan jumlah proyek 51 (Harian Berita Sore, Rabu, 14 November 2004).133 Pada tahun 2005, jumlah investasi yang ditanamkan oleh investor domestik sebanyak Rp. 45,53 triliun, dengan jumlah proyek sebanyak 214 proyek. Bidang usaha yang ditanamkan oleh investor domestik, meliputi:134 1.
industri kertas dan percetakan;
2.
industri makanan, tanaman pangan dan perkebunan;
3.
konstruksi, dan industri kimia; serta
4.
farmasi.
Jumlah tenaga kerja terserap sebanyak 122.750
132
Ibid, Ibid, 134 Ibid, hal. 144, 133
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
65
orang.135 Sementara itu, pada tahun 2006 ini, jumlah investasi domestik yang ditanamkan investor dalam negeri sebanyak Rp. 16,92 triliun. Ini berarti bahwa investasi domestik tahun 2006 mengalami penurunan realisasi investasi. Penurunan realisasi investasi ini disebabkan enam masalah. Keenam masalah itu, yakni:136 1.
menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan 2005 dibandingkan tahun 2003.
2.
kenaikan harga bahan bakar minyak yang mendorong kenaikan nilai investasi dan ongkos produksi.
3.
krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah di Indonesia.
4.
krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga menunda ekspansi usaha.
5.
masalah perburuhan.
6.
harmonisasi tarif pajak (Kompas, 6 Desember 2006: 17). Nilai realisasi investasi yang menonjol adalah:137
1.
Industri Logam, Mesin dan Elektronika = Rp. 3.212,4 miliar (19 proyek);
2.
Industri Makanan = Rp. 3.102,1 miliar (19 proyek);
3.
Tanaman Pangan dan Perkebunan = Rp. 2.803,0 miliar (16 proyek);
4.
Industri Kertas dan Pencetakan = Rp. 1.807,2 miliar (5 proyek); dan
5.
Jasa Lainnya = Rp. 1.610,6 miliar (7 proyek).
Nilai realisasi investasi yang menonjol berdasarkan
135
Ibid, Ibid, 137 Ibid, 136
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
66
lokasi, yang paling banyak terdapat di:138 1.
Banten = Rp. 3.815,2 miliar (19 proyek);
2.
DKI Jakarta = Rp. 3.061,8 miliar (27 proyek);
3.
Riau = Rp. 2.500,9 miliar (10 proyek);
4.
Jawa Barat = Rp. 2.354,6 miliar (21 proyek); dan
5.
Kalimantan Selatan = Rp. 1.010,1 miliar (7 proyek).
Realisasi penyerapan tenaga kerja = 68.889 orang.
2.1.2. Pengertian Dan Konsep Teoritis Penanaman Dalam Asing (PMA)
2.1.2.1. Pengertian
Penanaman
Modal
Asing
(Foreign
Investment)
Dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing ada dua istilah yang sering muncul, yaitu: 1.
penanaman modal asing; dan
2.
modal asing.
lstilah
penanaman
modal
asing
merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris, foreign investment.139 Pengertian penanaman modal asing dapat ldta baca dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman modal asing adalah: "hanya meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuanketentuan undang-undang dan digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia."
138 139
Ibid, hal. 145, Ibid,hal. 147,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
67
Unsur-unsur
penanaman
modal
asing
dalam
definisi ini, meliputi:140 1.
dilakukan secara langsung;
2.
menurut undang-undang; dan
3.
digunakan untuk menjalankan peruaahaan di Indonesia.
Pengertian dilakukan secara langsung adalah investor secara langsung akan menanggung semua risiko yang akan dialami
dari
penanaman
modal
tersebut.
Makna
dilakukan menurut undangundang adalah bahwa modal asing yang diinvestasikan di Indonesia oleh investor asing harus didasarkan pada substansi, prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku dan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Semua investor harus tunduk dan patuh terhadap berbagai perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, disyaratkan bahwa setiap penanam modal asing harus melakukan kerja sama dengan pemilik modal domestik, terutama pada bidang usaha yang memerlukan kerja sama
antara
investor
asing
dengan
pemilik
modal
domestik.141 Pada hakikatnya modal yang ditanamkan oleh investor
asing
digunakan
untuk
menjalankan
perusahaan di Indonesia. Dengan status sebagai badan hukum, perusahaan asing atau gabungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik haruslah menjalankan usahanya di Indonesia. Pada prinsipnya tidak semua bidang usaha dapat dijalankan oleh investor asing di Indonesia, namun hanya bidang usaha yang
140 141
Ibid, Ibid, hal. 148,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
68
telah ditetapkan oleh pemerintah.142 Dalam Pasal I angka 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga telah ditentukan
pengertian
penanarnan
modal
asing.
Penanaman modal asing adalah: "kegiatan menanam untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri". Kegiatan menanam merupakan kegiatan untuk memasukkan modal atau investasi, dengan tujuan untuk melakukan kegiatan usaha. Kegiatan penanaman modal ini dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan:143 1.
modal asing sepenuhnya; dan atau
2.
modal asing berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
Modal asing yang berpatungan merupakan modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, di mana saham yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95%, sedangkan pihak penanam modal Indonesia, minimal modalnya sebesar 5%.144 Prof. M. Sornarajah juga memberikan definisi tentang penanaman modal asing. Penanaman modal asing adalah:145 "tranfer of tangible or intangible assets from one country to another for the purpose of use in the country to generate wealth under the total or partial
142
Ibid, Ibid, 144 Ibid, hal. 149, 145 Ibid, 143
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
69
control of the owner of the assets" (M. Sornarajah, 2004: 7). Artinya penanaman modal asing merupakan transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain, tujuannya untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian.146 Dalam definisi ini, Penanaman Modal Asing (PMA) dikonstruksikan sebagai pemindahan modal dari
negara
yang
satu
ke
negara
lain.
Tujuan
penggunaannya adalah mendapat keuntungan.147 Di samping istilah penanaman modal asing, kita juga menemukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, pengertian modal asing. Istilah modal asing, berasal dari bahasa Inggris, yaitu foreign capital. Modal asing adalah:148 1.
alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia dan dengan pembiayaan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia;
2.
alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuanpenemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dari kekayaan devisa Indonesia;
3.
bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undangundang
ini
diperkirakan
ditrasfer,
tetapi
untuk
membiayai perusahaan di Indonesia.
146
Ibid, Ibid, 148 Ibid, 147
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
70
Dalam penjelasan atas undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing disebutkan bentuk modal asing. Bentuk modal asing adalah:149 1.
berbentuk valuta asing saja;
2.
alat-alat
perlengkapan
tetap
yang
diperlukan
menjalankan perusahaan di indonesia 3.
penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di indonesia;dan
4.
keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di indonesia.
Dalam pasal 1 angka 8 undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal asing. Modal asing adalah: “modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.” Apabila kita mengkaji definisi di atas, pemilik modal asing dikategorikan menjadi lima macam, yaitu:150 1.
negara asing;
2.
perseorangan warga negara asing;
3.
badan usaha asing;
4.
badan hukum asing; dan/atau
5.
badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
Negara asing merupakan negara yang berasal dari luar negeri, yang menanamkan investasinya di indonesia.
149 150
Ibid, hal. 150, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
71
Perseorangan warga negara asing merupakan individu luar negeri yang menanamkan investasinya di indonesia. Badan usaha asing merupakan lembaga asing yang tidak berbadan hukum. Badan hukum asing merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan atau Act yang berlaku di negara-negara asing tersebut. Badan hukum
indonesia
merupakan
badan
hukum
yang
berkedudukan di indonesia, namun modal badan hukum tersebut sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh pihak asing.151 Dalam kamus besar bahasa indonesia, disebutkan juga pengertian modal asing. Modal asing adalah:152 “modal dari suatu bangsa (negara) asing yang ditanamkan suatu negara dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang cukup.” Apabila kita bandingkan ketiga definisi modal asing tersebut
kita
dapat
mengemukakan
perbedaan
dan
persamaannya. Perbedaan masing-masing definisi modal asing, disajikan berikut ini :153 1.
pasal 2 undang-undang nomor 1 tahun 1967 definisi pada pasal ini sangat luas karena modal asing tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk alat-alat perusahaan dan penemuan baru.
2.
Pasal 1 angka 8 undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal Konstruksi modal asing dalam ketentuan ini, hanya difokuskan kepada kepemilikan modal. Kepemilikan modal asing ini dikategorikan menjadi lima macam yaitu.
151
Ibid, hal. 151, Ibid, 153 Ibid, 152
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
72
a.
negara asing;
b.
perseorangan warga negara asing;
c.
badan usaha asing;
d.
badan hukum asing; dan/atau
e.
badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
3.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, modal asing itu dilihat dari aspek maksud atau tujuannya. Maksud modal asing adalah untuk memperoleh keuntungan yang cukup. Keuntungan merupakan kegiatan yang mendatangkan laba.
Persamaannya, modal asing merupakan modal yang digunakan untuk melakukan investasi di Indonesia.154 Di samping kedua istilah di atas, ada juga istilah lainnya, yaitu investor asing atau lazim disebut dengan foreign investor. Investor asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Investor asing dapat berupa:155 1.
perseorangan warga negara asing;
2.
badan usaha asing; dan/atau
3.
pemerintah asing.
Ketiga komponen ini adalah para investor asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
154 155
Ibid, hal. 152, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
73
2.1.2.2. Dasar Hukum Penanaman Modal Asing
Momentum dimulainya investasi asing di Indonesia adalah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undangundang ini merupakan payung di dalam menjalankan penanaman modal asing di Indonesia. Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. Undang-undang ini telah dilakukan perubahan dan penambahan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Hal-hal yang diubah dan ditambah adalah mengenai Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. 156 Pada intinya perubahan dan penambahan ketentuan itu adalah berkaitan dengan kelonggarankelonggaran perpajakan yang diberikan kepada penanam modal asing, terutama yang menanamkan modalnya dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing). Bidangbidang usaha itu akan ditentukan oleh pemerintah.157 Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
1967
tentang
Penanaman Modal Asing juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah dijabarkan lebih dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan berbagai Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan berbagai Peraturan Menteri itu antara lain:158
156
Ibid, Ibid, hal. 153, 158 Ibid, 157
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
74
1.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan
Pemilikan
Saham
Dalam
Perusahaan
Penanaman Modal Asing; 2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
1994
tentang
Pemilikan
Saham
Dalam
Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing; 3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal;
4.
Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal;
5.
Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
dan
Penanaman Modal Asing. 6.
Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor. 38/ SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing ini telah diubah dengan Keputusan Kepala BKPM Nomor. 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.
Namun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-Undang Nomor 11. Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
75
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yakni dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.159
2.1.2.3. Teori-teori yang Mempengaruhi dalam Pertanaman Modal Asing
Pada
dasarnya,
negara-negara
yang
sedang
berkembang sangat membutuhkan investasi, khususnya investasi
asing.
Tujuan
investasi
ini
adalah
mempercepat laju pembangunan di negara tersebut. Pada umumnya, yang memiliki modal atau investasi adalah negara-negara yang sudah maju. Pertanyaannya adalah mengapa negara-negara maju menanamkan modalnya di Negara-negara yang sedang berkembang.160 Ada dua teori yang menganalisis Eaktor penyebab negara
maju
menanamkan
investasinya
di
negara
berkembang. Kedua teori itu meliputi: 161 1) The product cycle theory; dan 2)
The industrial Organization Theori of Vertical Integration,
Kedua teori tersebut, disajikan secara singkat berikut ini:
1.
The Product Cycle Theory The product cycle theory atau teori siklus produk ini dikembangkan Raymond Vernon. Teori ini paling
159
Ibid, hal. 154, Ibid, 161 Ibid, 160
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
76
cocok diterapkan pada investasi asing secara langsung (foreign-direct investment).162
Dalam bidang manufakturing yang merupakan usaha ekspansi awal perusahan-perusahaan amerika atau disebut juga investasi horizontally integrated, yakni pendirian pabrik-pabrik untuk membuat barangbarang yang sama atau serupa dimana-mana.163 The product cycle theory atau teori siklus produk dinyatakan bahwa setiap teknologi atau produk berevolusi melalui tiga fase, yaitu:164 1. fase permulaan atau inovasi; 2. fase perkembangan proses; 3. fase pematangan atau fase standarisasi.
Dalam
setiap
perekonomian
fase
negara
tersebut, mempunyai
berbagai
tipe
keunggulan
kompratif (a comparative advantage). Fase pertama cenderung bertempat di negara atau negara-negara industria maju, seperti :165 1.
Britania raya pada abad ke-19
2.
Amerika serikat pada awalnya pasca perang dunia;dan
3.
Jepan pada akhir abad ke-20
Perusahaan-perusahaan oligopolistik di negaranegara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam pengembangan produk-produk baru dan proses-
162
Ibid, Ibid, hal. 158, 164 Ibid, 165 Ibid, 163
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
77
proses industria karena adanya permintaan pasar dalam negeri yang besar dan banyaknya persedian sumber produksi untuk aktifitas-aktifitas inovatif. Selama fase awal
ini,
perusahaan-perusahaan
negara
maju
menikmati suatu posisi monopoli, terutama karena teknologinya. Karena permintaan dari luar negeri akan produk-produk
mereka
meningkat,
perusahaan-
perusahaan pertama kali mengekspor produknya ke pasar luar negeri. Namun, tidak lama kemudian terjadinya penyebaran teknologi ke para pesaing luar negeri yang potencial, adanya rintangan-rintangan dagang yang meningkat “memaksa” diadakannya usaha produksi barang-barang yang sama di luar negeri.166 Fase berkembang
kedua,
proses
manufacturing
dan
tempat
produksi
terus
cenderung
berkembang di Negara-negara maju lainnya.167 Akhirnya, dalam fase ketiga, adanya standarisasi proses manufacturing memungkinkan peralihan lokasilokasi
produksi
ke
Negara-negara
yang
sedang
berkembang, terutama Negara-negara industry baru (newly industrializing countries) yang mempunyai keunggulan kompratif berupa tingkat upah yang rendah. Produk-produk dari Negara-negara berkembang ini pun di ekspor ke pasar global. Selanjutnya adanya kombinasi antara produk-produk yang distandarisasi, teknik-teknik produksi dengan kehadiran tenaga kerja yang murah membuat Negara-negara industry baru tersebut menjadi Negara-negara sumber produk dan komponen indtustri yang sangat penting.168
166
Ibid, Ibid, hal. 159, 168 Ibid, 167
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
78
Singkatnya, the product cycle theory membantu menjelaskan sebab-sebab adanya ciri-ciri penting ekonomi dunia kontemporer, yakni bahwa perusahaan multinasional dan persaingan oligopoly; perkembangan dan penyebaran teknologi industry merupakan unsure penentu utama terjadinya perdagangan dan penempatan lokasi-lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi dan timbulnya strategi perusahaan yang mengintegrasikan perdagangan dan produksi di luat negeri.169
2.
The industrial organization theory of vertical integration (teori organisasi industry integrasi vertiak)170
Teori ini paling cocok diterapkan pada new multinationalisme (multinasionalisme baru) dan pada investasi yang terintegrasi secara vertical, yakni produksi barang-barang di beberapa pabrik yang menjadi input bagi pabrik-pabrik lain dari suatu perusahaan.171 Pendekatan teori ini berawal dari pemahaman bahwa biaya-biaya untuk melakukan bisnis luar negeri (dengan investasi) harus mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul oleh perusahaan lebih banyak daripada biaya-biaya yang diperuntukkan hanya untuk sekadar mengekspor barang-barang dari pabrik-pabrik dalam negeri. Oleh karena itu, perusahaan itu harus memiliki
beberapa
keunggulan
kompensasi
169
Ibid, Ibid, 171 Ibid, 170
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
79
(compensating advantages) atau keunggulan spesifik bagi perusahaan, seperti keahlian teknis manajerial. Keadaan perekonomian yang memungkinkan perolehan sewa secara monopoli untuk operasi perusahaannya di negara lain. Aset yang unik yang pada awalnya dibangun di negaranya sendiri, kemudian dapat diperalihkan ke negara luar sehingga memungkinkan biaya produksi di negara luar tersebut menjadi murah dan memberikan kemampuan untuk berkompetisi secara sukses dengan perusahaanperusahaan tuan rumah.172 Menurut teori organisasi industri integrasi vertikal, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal, yakni dengan menempatkan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Motivasi utamanya adalah:173 1.
untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah;
2.
kebijaksanaan pajak lokal;
3.
untuk
membuat
rintangan
perusahaanperusahaan
perdagangan
lain.
Artinya
bagi
dengan
investasi di luar negeri, ini berarti perusahaanperusahaan multinasional tersebut telah merintangi kedatangan pesaing-pesaing dari negara-negara lain sehingga monopoli dapat dipertahankan.
Di samping itu, dalam buku Pandji Anoraga telah dikemukakan empat teori yang menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing. Keempat teori itu adalah teori Alan M. Rugman, teori Vernon, teori John Dunning, dan teori David K. Eiteman, (Pandji Anoraga, 1994:
172 173
Ibid, Ibid, hal. 160,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
80
50-69). Dari keempat teori tersebut, yang akan dijelaskan hanya tiga teori, yaitu teori Alan M. Rugman,teori John Dunning, dan. teori David K. Eiteman, sedangkan teori Vernon tidak dijelaskan karena telah dikemukakan di atas.174 1.
Teori Alan M. Rugman Alan M. Rugman (1981) menyatakan bahwa penanaman modal asing dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan variabel internalisasi. Ada tiga jenis variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu:175 1.
ekonomi;
2.
nonekonomi; dan
3.
pemerintahan.
Variabel ekonomi menyusun suatu fungsi produksi keseluruhan suatu bangsa yang didefinisikan meliputi semua masukan faktor yang terdapat dalam masyarakat. Variabel nonekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi budaya dan sosial masyarakat suatu negara.
Dalam
kenyataannya,
setiap
negara
sesungguhnya mempunyai faktor spesifik negara yang khas; tidak ada dua faktor ekonomi dan nonekonomi nasional yang identik.176 Faktor ketiga adalah variabel pemerintah. Setiap bangsa mempunyai kekhususan merek politisnya sendiri. Para politisi mencerminkan faktor spesifik lokasi bangsa dan bahkan menambahkan dengan suatu cara khusus. Selalu terdapat keragaman dalam campur tangan pemerintah dalam bisnis internasional.177
174
Ibid, Ibid, hal. 161, 176 Ibid, 177 Ibid, 175
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
81
Variabel lain yang memengaruhi dalam Penanaman Modal
Asing
adalah
variabel
internalisasi,
yaitu
keunggulan internal yang dimiliki oleh perusahaan multinasional.178
2.
Teori John During
John During (1977) menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing melalui teori ancangan eklektis.179 Teori eklektis menetapkan suatu set yang terdiri dari tiga persyaratan yang diperlukan bila sebuah perusahaan akan berkecimpung dalam penanaman modal asing. Ketiga persyaratan itu, meliputi keunggulan spesifik perusahaan, keunggulan internalisasi, dan keunggulan spesifik negara. Ketiga hal itu dijelaskan berikut ini.180 1. Keunggulan spesifik perusahaan Perusahaan harus memiliki keunggulan kepemilikan neto
bila
berhadapan
dengan
perusahaan
berkebangsaan lain dalam melayani pasar tertentu (terutama pasar luar negeri). Keunggulan spesifik perusahaan meliputi: 1)
teknologi pemilikan disebabkan karena kegiatan penelitian dan pengembangan;
2)
keterampilan
manajerial,
pemasaran
atau
lainnya yang spesifik untuk fungsi organisasi perusahaan; 3)
deferensiasi produk, merek dagang, atau nama
178
Ibid, Ibid, 180 Ibid, hal. 162, 179
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
82
cap; 4)
ukuran
besar,
yang
mencerminkan
skala
ekonomi; dan 5)
keperluan modal yang besar untuk pabrik dengan ukuran efisien minimum.
2. Keunggulan internalisasi Dengan mengasumsikan bahwa kondisi dalam paragraf di atas dipenuhi, lebih menguntungkan bagi perusahaan yang memiliki keunggulan ini untuk menggunakannya sendiri, bukannya menjual atau menyewakannya pada perusahaan luar negeri. Kondisi yang mendukung internalisasi meliputi: 1)
biayanya
tinggi
dalam
membuat
dan
melaksanakan kontrak; 2)
ketidak pastian pembeli tentang nilai teknologi yang dijual;
3)
kebutuhan untuk mengendalikan penggunaan atau penjualan kembali produk; dan
4)
keunggulan untuk menggunakan diskriminasi harga atau subsidi ulang.
3. Keunggulan spesifik negara Keunggulan spesifik negara (lokasi) dari negara tuan rumah dapat meliputi: 1)
sumber daya alami;
2)
kekuatan tenaga kerja biaya rendah yang efisien dan terampil;
3)
3.
rintangan perdagangan membatasi impor.
Teori David K. Eiteman
David K. Eiteman (1989) mengemukakan tentang penanaman modal asing. Ada tiga motif yang mendasari
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
83
Penanaman Modal Asing, yaitu:181 a.
motif strategi;
b.
motif perilaku; dan
c.
motif ekonomi.
Dalam motif strategi dibedakan dalam hal:163 a.
mencari pasar;
b.
mencari bahan baku;
c.
mencari efisiensi produksi;
d.
mencari pengetahuan; dan
e.
mencari keamanan politik.
Motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan yang lain dari organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau kelompok. Motif ekonomi merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan cara memaksimalkan keuntungan jangka panjang dan harga pasar saham perusahaan.182 Di
samping
teori
ini,
soernarajah
telah
mengembangkan middle path theory atau teori jalan tengah. Teori ini berupaya mendamaikan adanya polarisasi dari dua teori yang saling bersilangan, yaitu teori klasik (classical theory) yang berpendapat bahwa semua PMA baik sifatnya dan teori yang kedua, yaitu teori
ketergantungan
beranggapan
bahwa
(depency semua
theory) PMA
yang bersifat
membahayakan.183 Apabila kita perhatikan kondisi indonesia saat ini, investasi asing sangat dibutuhkan oleh bangsa indonesia
181
Ibid, hal. 163, Ibid, 183 Ibid, hal. 164, 182
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
84
karena dapat membantu kita dalam meningkatkan pendapatan
negara,
meningkatkan
perekonomian
masyarakat, serta pendapatan asli daerah. Dengan demikian, teori klasik dapat diterapkan dalam rangka mendatangkan investor asing ke indonesia.184
2.1.2.4. Bentuk-bentuk Penanaman Modal Asing
Apabila kita mengkaji ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 23 undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan pasal 2 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, maka kita dapat menemukan dua bentuk penanaman modal asing yaitu:185 1.
patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara indonesia dan atau badan hukum indonesia patungan adalah bersama-sama mengumpulkan uang untuk suatu amksud tertentu; dan
2.
langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing.
Biasanya patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara indonesia dituangkan dalam bentuk kontrak joint venture. Dalam pasal 3 sampai pasal 6 peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing telah di atur tentang berbagai hal yang berkaitan dengan patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara
184 185
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
85
indonesia dan atau badan hukum indonesia. Hal-hal yang diatur dalam ketentuan itu antara lain:186 1.
jangka waktu berusaha perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing diberikan izin usaha untuk jangka waktu 30 tahun,
terhitung
sejak
perusahaan
berproduksi
komersial dan dapat diperbarui izinnya, apabila perusahaan itu masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan nasional, seperti memberikan dampak bagi ekspor, tenaga kerja, penerimaan pajak, lingkunagan hidup, dan perekonomian nacional (pasal3) 2.
lokasi usahanya lokasi usaha bagi penanaman modal asing adalah di seluruh wilayah republik indonesia. Bagi daerah yang tela hada kawasan berikat atau kawasan industri, lokasi kegiatan
perusahaan
tersebut
diutamakan
dalam
kawasan tersebut (pasal 4) 3.
dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak (pasal 5). Bidang usaha yang tergolong penting dan menguasai hajat hidup rakyat banyak itu meliputi: a.
pelabuhan;
b.
produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum;
186
c.
telekomunikasi
d.
pelayaran
e.
penerbangan
f.
air minum
Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
86
4.
g.
kereta api umum;
h.
pembangkitan tenaga atom; dan
i.
media masa.
Kepemilikan saham Besarnya saham peserta Indonesia dalam perusahaan yang didirikan dalam bentuk patungan adalah sekurangkurangnya 5% dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian (Pasal 6).
Penjualan lebih lanjut saham perusahaan di atas dapat dilakukan kepada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang modal sahamnya dimiliki warga negara Indonesia melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan para pihak dan/atau pasar modal dalam negeri. Di samping melakukan penambahan modal saham dalam perusahaan sendiri, perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing yang telah berproduksi komersial dapat pula:187 a.
mendirikan perusahaan baru; dan/atau
b.
membeli saham modal dalam negeri dan/atau perusahaan yang didirikan bukan dalam rangka penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam negeri yang telah berdiri, baik yang telah atau belum berproduksi komersial melalui pasar modal dalam negeri.
Perusahaan penanaman modal asing tidak hanya dapat melakukan patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan huk um Indonesia, tetapi dapat juga melakukan penanaman modal secara langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan atau badan hukum asing. Perusahaan
187
Ibid, hal. 165,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
87
penanaman modal asing secara langsung dibatasi hak-haknya oleh
ketentuan
perundang-undangan.
Pembatasan
itu
meliputi sebagai berikut.188 1.
Perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanarnan Modal Asing), seperti: a.
pelabuhan;
b.
produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum;
2.
c.
telekomunikasi;
d.
pelayaran;
e.
penerbangan;
f.
air minum;
g.
kereta api umum;
h.
pembangkitan tenaga atom; dan
i.
mass media.
Dalam jangka waktu paling lama lima belas tahun sejak berproduksi komersial menjual sebagian sahamnya kepada warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia melalui pemilikan langsung atau melalui pasar modal dalam negeri. Pengalihan saham ini tidak mengubah status per usahaan (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing).
3.
Perusahaan dapat melakukan penambahan modal saham dalam perusahaan sendiri (Pasal 8 ayat (1)),
188
Ibid, hal. 166,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
88
4.
Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing yang telah berproduksi komersial (Pasal 8 ayat (1)), dapat pula: a.
mendirikan perusahaan baru; dan/atau
b.
membeli saham modal dalam negeri dan/atau perusahaan yang didirikan bukan dalam rangka penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam negeri yang telah berdiri, baik yang telah atau belum berproduksi komersial melalui pasar modal dalam negeri.
5.
Saham dapat juga dibeli oleh perusahaan yang didirikan dalam bentuk patungan melalui pemilikan langsung sesuai kesepakatan para pihak (Pasal 8 ayat (2)).
6.
Pembelian
saham
perusahaan
dapat
dilakukan
sepanjang bidang usaha perusahaan tersebut tetap terbuka bagi penanaman modal asing (Pasal 8 ayat (3)). 7.
Pembelian saham tidak mengubah status perusahaan (Pasal 8 ayat (4)).
Di samping itu, dalam Pasal Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman
Modal
Asing
telah
diatur
tentang
persyaratan badan hukum asing yang dapat membeli saham perusahaan. Persyaratan badan hukum asing yang dapat membeli saham disajikan berikut ini.189 1.
Badan
hukum
asing
dapat
membeli
saham
perusahaan, yang didirikan dalam rangka:
189
a.
penanaman modal asing;
b.
penanaman modal dalam negeri; maupun
Ibid, hal. 168,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
89
c.
perusahaan
yang
didirikan
bukan
dalam
rangka penanaman modal dalam negeri yang belum atau telah berproduksi komersial. 2.
Pembelian saham perusahaan yang didirikan, baik dalam rangka penanaman modal dalam negeri maupun bukan dalam rangka penanaman modal asing ataupun modal dalam negeri hanya dapat dilakukan apabila bidang usahanya pada saat pembelian saham terbuka bagi penanaman modal asing.
3.
Pembelian saham perusahaan dilakukan meialui pemilikan langsung dan/atau pasar modal dalam negeri. Pemilikan langsung oleh badan hukum asing hanya dapat dilakukan dalam upaya penyelamatan dan penyehatan perusahaan.
4.
Pembelian saham tidak mengubah status perusahaan.
Apabila kita perhatikan berbagai kemudahan dan persyaratan di atas, ternyata penanaman modal asing dalam bentuk patungan antara modal asing dan modal dalam negeri lebih mudah untuk melakukan kegiatan usaha
yang
menguasai
tergolong
hajat
hidup
penting
bagi
orang
banyak,
negara
dan
sedangkan
penanaman modal asing secara langsung /tidak dapat melakukan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat orang banyak.190 Dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah ditentukan kerja sama antara penanaman modal dalam negeri dengan penanam modal asing. Syarat dari kerja sama ini adalah dengan mernbentuk perseroan
190
Ibid, hal. 169,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
90
terbatas dilakukan dengan cara:191 1.
mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
2.
membeli saham; dan
3.
melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.1.2.5. Bentuk Hukum, Kedudukan, dan Daerah Berusaha
Dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967, ditentukan
bahwa
perusahaan-perusahaan
dengan
penanaman modal asing tersebut yang dijalankan untuk seluruh atau sebagian besar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk badan hukum
menurut
badan
hukum
Indonesia
dan
berkedudukan di Indonesia. Konsekuensi ketentuan tersebut adalah secara prinsip penggunaan badan usaha bagi penanaman modal asing harus berbadan hukum. Indonesia akan mempunyai konsekuensi yuridis bahwa perusahaan PMA tersebut akan terikat dengan hukum Indonesia pada setiap perbuatannya, sedangkan jika bisa menggunakan badan hukum asing atau orang asing secara perorangan dalam
menjalankan
usaha,
maka
akan
sulit
untuk
menetapkan hukum mana yang berlaku pada operasional ataupun jika mereka mempunyai masalah-masalah hukum.192 Bentuk badan usaha yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tersebut, satu-satunya adalah perseroan terbatas. Hal ini bisa ditunjukkan dengan penetapan hukum oleh pemerintah, yaitu dengan adanya Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.J.A. 5/3/2/1967 tentang
191 192
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
91
penegasan dari Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, bahwa yang dimaksud dalam pasal tersebut, yaitu perusahaan penanaman modal asing harus berbentuk perseroan terbatas. Selanjutnya penetapan tersebut diperkuat dengan PP No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka PMA dan SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM No. 15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka PMA.193
Ditetapkannya surat edaran dari Menteri Kehakiman tersebut di atas, selanjutnya ditujukan kepada seturuh notaris di Indonesia dalarn. pelaksanaan akta pendirian PT, khususnya perusahaan penanamari modal asing dapat memerhatikan arahan tersebut, begitu pula halnya dengan calon penanaman modal asing. Arahan tersebut sebenarnya erat dengan perizinan penanaman modal di Indonesia.194 Menurut Rudi Prasetya ada tiga karakteristik dominan bahwa PT merupakan bentuk usaha yang tepat digunakan dalam pengembangan modal dan merupakan orientasi utama dari setiap pengusaha, yaitu:195 1.
pertanggungjawaban
yang
timbul
semata-mata
dibebankan kepada harta kekayaan yang terhimpun dalam asosiasi; 2.
sifat mobilitas atas hak penyertaan;
3.
prinsip pengurusan melalui suatu organ.
Ismail
Suny
melihat
alasan
penentuan
dari
193
Ibid, hal. 170, Ibid, 195 Ibid, hal. 171, 194
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
92
ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 ini dalam kaitannya dengan Pasal 16 AB (Algemene Bapalingen van Wetgeving). Dalam Pasal 16 AB itu mempunyai makna ajaran status personil dalam hukum privat Internasional. Dalam kaitan ini, Gouw Giok Siong, secara singkat memberikan penjelasan bahwa bagi orang asing yang berada di wilayah Republik Indonesia berhak menuntut diperlakukannya hukum nasionalnya (sepanjang mengenai masalah-masalah yang termasuk bidang status personil). Dengan kata lain mengenai segala perbuatan perdatanya di Indonesia
kemungkinan
yang
bersangkutan
menuntut
diperlakukannya hukum nasionalnya. Dalam hal demikian akan menyulitkan kita dengan berlakunya hukum asing.196 Dengan ditentukannya pihak asing harus memilih bentuk badan
hukum
Indonesia,
yaitu
PT
setidak-tidaknya
dikurangilah kemungkinan berlakunya hukum asing itu di Indonesia sehingga atas perbuatan yang dilakukan untuk dan atas nama badan hukum itu semata-mata berlaku hukum Indonesia, yaitu hukum yang berlaku terhadap subjek hukum yang berupa badan itu.197 Ketika pensyaratan bahwa perusahaan PMA harus berbentuk perseroan terbatas tentunya tidak bisa dilepaskan dari sinkronitas hukum, terutama secara horizontal, yaitu kesesuaian Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 beserta peraturan pelaksanaannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, di mana memang ternyata bahwa proses pendirian dari PT PMA tersebut harus sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995, yaitu untuk memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman, persyaratan akta
196 197
Ibid, Ibid, hal. 172,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
93
pendirian harus dibuat oleh notaris, persyaratan pendiri atau para
pemegang
sahamnya,
persyaratan
minimal
permodalannya harus terpenuhi.198 Dalam praktiknya, apabila terlihat bahwa ada Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA) di Indonesia, yang bisa dikatakan bahwa ada badan hukum asing yang beroperasional di Indonesia di mana operasionalnya memperoleh penguatan dan mengacu pada SK BKPM Nomor 22/SK/2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing. Apakah sinkron jika ditinjau dari segi hirarki hukum secara vertikal.199 Apabila dikaji secara cermat, bisa dikatakan bahwa SK BKPM Nomor 22/SK/2001 ini tidak bertentangan dengan peraturan perundangan pada tingkat atasnya, yaitu Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 sebab keberadaan KPPA tidak dimaksudkan untuk menjalankan perusahaan tersendiri dan bersifat sementara, justru KPPA ini ditujukan untuk mendorong proses investasi asing agar berjalan dengan baik.200 Dalam SK BKPM Nomor 22/SK/2001 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing tersebut memang dimungkinkan perusahaan asing untuk mendirikan kantor perwakilannya di Indonesia.201 Hal ini dimaksudkan untuk tidak melakukan, aktivitas komersil, namun lebih khusus lagi, yaitu untuk memberikan akses yang lebih luas kepada dunia usaha, khususnya investor asing. Selain mengeluarkan perizinan dalam rangka PMDN/PMA, Meninves/Ketua BKPM juga mengeluarkan izin 198
Ibid, Ibid, 200 Ibid, hal. 173, 201 Ibid, 199
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
94
KPPA. Perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di luar negeri dapat mendirikan KPPA di kota-kota besar di Indonesia dengan tujuan untuk mengurus kepentingan usahanya di Indonesia dan di luar wilayah Indonesia minimal satu negara lain. KPPA tersebut hanya berfungsi sebagai pengawas, penghubung, dan koordinator dari perusahaanperusahaan yang diwakili. KPPA tidak diizinkan melakukan transaksi atau bisnis lain yang bersifat mencari untung sehingga bisa dikatakan bahwa KPPA ini merupakan pemegang saham yang berkepentingan agar perusehaan PMA itu dapat operasional sebagai badan hukum mandiri.202 Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada pertentangan hukum atas ketentuan Pasal 3 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967 tersebut dengan SK BKPM
Nomor
22/SK/2001
tentang
Ketentuan
Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2000 tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing.203 Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan secara
jelas
tentang
bentuk
hukum
perusahaan
penanaman modal asing. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas. Secara lengkap, bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berbunyi : "penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undangundang." Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:204
202
Ibid, Ibid, hal. 174, 204 Ibid, 203
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
95
1.
bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah perusahaan terbatas (PT);
2.
didasarkan pada hukum Indonesia;
3.
berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Pengertian perseroan terbatas diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah:205 „badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undangundang ini serta peraturan pelaksanaan." Ciri-ciri suatu perseroan terbatas disebut sebagai badan hukum, yaitu:206 1.
didirikan berdasarkan perjanjian;
2.
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham;
3.
memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian didepan notaris tidak cukup untuk dapat melakukan perbuatan hukum ke luar, tetapi perseroan itu harus disahkan akta pendiriannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Apabila telah disahkan, perseroan terbatas baru dapat melakukan perbuatan hukum untuk
205 206
Ibid, Ibid, hal. 175,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
96
dan atas nama perseroan terbatas secara mandiri. Jadi, da pat dikatakan bahwa momentum perseroan terbatas sebagai badan hukum adalah pada saat disahkannya akta pendiriannya oleh Menteri Hukum dan HAM RI.207 Salah satu syarat dari badan hukum asing untuk menjadi perseroan terbatas adalah badan hukum asing itu harus melakukan kerja sama dengan badan hukum domestik. Kerja sama antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik dituangkan dalam kontrak joint venture. Dalam kontrak ini diatur tentang pembagian saham. Pihak asing dapat memiliki saham maksimal 95% dan domestik, minimal 5%. Dari kerja sama ini akan membentuk badan hukum baru, yang merupakan perpaduan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik. Hal ini, dapat dikemukakan sebuah contoh adalah PT Newmont Nusa Tenggara. IT Newmont Nusa Tenggara merupakan hasil kerja sama antara Newmont Indonesia Limited, satu perusahaan yang didirikan di negara Bagian Delaware, Amerika Serikat, dan kantornya beralarnat di tingkat 18. AMP tower 535. Bourke Street Melbourne, Victoria, Australia 30000 dengan PT Pukuafu Indah, satu badan hukum Indonesia yang didirikan dengan Akte Notaris Nomor 22 tang gal 25 September 1978. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: Y.A.5/365/3 tanggal 27 November 1978 yang beralamat di Arthaloka Building Tingkat 14, Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Indonesia.208 Walaupun
dalam
ketentuan
ini
wajib,
ada
pengecualiannya, sebagaimana ditentukan dalam undangundang. Seperti, misalnya, dalam penanaman investasi di
207 208
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
97
bidang pertambangan minyak
dan
gas
burni,
maka
kontraktornya dapat berbadan hukum asing semata-mata, tanpa harus berbentuk perseroan terbatas.209
2.1.3. Rezim Penanaman Modal Sesuai UU Nomor 25 tahun 2007
2.1.3.1. Perbedaan-Perbedaan Yang Pokok
Berikut ini perbedaan-perbedaan yang pokok dari pengaturan tentang Penanaman Modal dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007, dibandingkan dengan Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri : 210 a.
Tidak ada pengertian Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, yang selama ini merupakan dua Perusahaan Nasional yang berbeda asal permodalannya,
b.
Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
2007
hanya
membedakan perusahaan nasional dengan perusahaan asing saja. Perusahaan nasional bisa dimiliki oleh orang/pihak asing. Sementara itu, perusahaan asing hanya dapat buka perwakilannya di Indonesia, diatur oleh Menteri perdagangan. c.
Sebelum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Perusahaan Non-PMA dan Non-PMDN ditangani oleh masingmasing instansi yang diberi kewenangan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 dan setelah Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 34
tahun
2004
diundangkan,
kewenangannya
diserahkan kepada Pemda Kabupaten/Kota. Sementara
209 210
Ibid, hal. 176, Hendrik Budi Untung, “Hukum Investasi” (Jakarta:Sinar Grafika) hal. 88,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
98
itu, Perusahaan dalam rangka PMDN dan PMA ditangani
langsung
oleh
BKPM
(termasuk
perizinannya). d.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 semua urusan penanaman modal penanganannya dilayani melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM, dengan pengecualian: perusahaan nasional yang bermodalkan dalam negeri yang tidak memerlukan fasilitas,
ini
tetap
dilayani
oleh
Pemerintah
Kabupaten/Kota, terkecuali jika ternyata kemudian perusahaan tersebut menginginkan fasilitas, harus menghubungi "PTSP" BKPM. e.
Sebelum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 diberlakukan,
BKPM
merupakan
instansi
non-
departemen yang secara nasional diberi kewenangan untuk
menerbitkan
perizinan
di
sektor
usaha
industri/perdagangan, jadi tidak sekadar koordinasi. Akan tetapi, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, BKPM hanya berfungsi dan bertugas sesuai Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tersebut. Sesuai Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, tugas untuk melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal diberikan kepada BKPM. Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dimaksud Pasal 27 ayat (2) di atas BKPM mempunyai tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a s/d. j.
Sementara itu, Pasal 28 ayat (2), menyatakan selain tugas koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman
modal,
BKPM juga melaksanakan
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
99
pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 26 ayat (2) kepada lembaga atau instansi yang melakukan Pelayanan
Terpadu
Satu
Pintu
(PTSP),
diberi
kewenangan perizinan/nonperizinan dari instansi pusat maupun daerah yang berwenang.
Dari apa yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal, BKPM bertugas:211 1). melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan yang meliputi (lihat ayat (1) Pasal 28): 2). mengkaji/mengusulkan
kebijakan
pelayanan
penanaman modal; 3). m e n e t a p k a n n o r m a , s t a n d a r d a n p r o s e dur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal; 4). mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal
di
daerah
dengan
memberdayakan
badan usaha; 5). membuat peta penanaman modal Indonesia; 6). mempromosikan penanaman modal; 7). mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan
kemitraan,
meningkatkan
daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluasluasnya
dalam
lingkup
penyelenggaraan
penanaman modal; 8). membantu penyelesaian berbagai hambatan dan
211
Ibid, hal. 92,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
100
konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal
dalam
menjalankan
kegiatan
penanaman modal; 9). mengkoordinasikan penanam modal dalam negeri yang
menjalankan
kegiatan
penanaman
modalnya di luar wilayah Indonesia. 10). melaksanakan
pelayanan
berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007), berarti bahwa BKPM di samping mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan dalam hal perizinan sektoral juga wajib mendasarkan pada Pasal 28 ayat (1) butir j, yaitu mengkoordinasi dan melaksanakan pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Presiden
pemerintah
dalam
yang
hal
kewenangan
diselenggarakan
sendiri
sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (7) jo. ayat (8), dapat menerbitkan Peraturan Presiden yang mengatur pelimpahan pelaksanaan kewenangan perizinan kepada menteri terkait, seperti terjadi pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 dan menteri tersebut melimpahkan kembali kepada BKPM (sepanjang perusahaan nasional yang bermodalkan asing/perusahaan nasional yang memerlukan
fasilitas).
Dapat
juga
ditempuh
Presiden langsung melimpahkan kepada BKPM, sebab
BKPM
sekarang
sudah
lembaga
nondepartemen yang independen.
f.
Di sektor Perdagangan sebelum berlakunya UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007, ada kewajiban yang ditetapkan berbeda kepada Perusahaan Nasional
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
101
yang sebagian modal sahamnya dikuasai asing. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 maka ketentuan itu tidak berlaku lagi, sebab semua perusahaan nasional harus diperlakukan sama. Jadi kalau wajib SIUP maka semua wajib memperoleh SIUP yang sama. Tidak ada istilah SIUP khusus lagi. Demikian pula BKPM sudah tidak lagi berhak menerbitkan izin
SIUP
sebagaimana
telah
dilimpahkan
kewenangannya oleh Deperdag bagi PMA dan PMDN. Secara hukum (van rehtswege), ketentuan tersebut menjadi tidak berlaku.212
Tabel 3, Perbedaan-perbedan yang pokok antara UU PMA No. 1 Tahun 1967 dan UU PMDN No. 8 Tahun 1968 dengan UU PM No. 25 Tahun 2007.213 UU PMA & PMDN UU No. 1 Tahun 1967 jo. UU No, 6 Tahun1968 jo No. 2 Tahun 1970 Dikenal adanya perusahaan nasional dan perusahaan asing (PMA, PMDN, Non-PMA dan PMDN). Instansi yang menangani Perusahaan non-PMA dan nonPMDN ditangani oleh masingmasing instansi yang diberi kewenangan sesuai PP No. 17 Tahun 1986, Perusahaan dalam RK PMDN dan PMA ditangani langsung oleh BKPM termasuk perizinannya.
UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 UU No. 25 Tahun 2007. Perusahaan nasional dan asing yang bermodalkan dalam negeri, camp/selnya asing untuk perusahaan asing hanya dapat buka perwakilan di Indonesia yang diatur oleh menteri perdagangan. Semua urusan penanaman modal penanganannya dilayani melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) BKPM; Asalkan perusahaan memerlukan fasilitas mesti melalui BKPM.
212
Ibid, hal. 94, Sebagaimana dikutip dari Adang Abdullah, S.H., Ph.D. "Tinjauan Hukum Atas UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007: Sebuah Catatan". Jurntil Hukum Bisnis. Volume 26/No. 4/ Tahun 2007 213 Ibid, hal 95,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
102
BKPM bertugas sesuai Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) yaitu tugas untuk melakukan koordinasi di hari pelaksanaan kebijakan penanaman modal BKPM merupakan lembaga non departemen yang independen.
BKPM merupakan instansi nondepartement yang diberi kewenangan untuk menerbitkan perizinan di sektor usaha industri atau perdagangan. Perlakuannya tidak sama SIUP khusus untuk perusahaan yang sebagai modalnya dikuasai asing.
Semua perusaan nasional diperlakukan
Tidak diatur secara eksplisit/nyata.
Janis usaha yang tertutup dan terbuka.
sama.
2.1.3.2. Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal, dapat dilakukan oleh pemerintah dan bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Kriterianya ditetapkan dalam Pasal 30. Hal yang diselenggarakan pemerintah adalah kewenangan atas bidang yang ditetapkan dalam Pasal 30 ayat (7), pemerintah akan menyelenggarakannya sendiri, atau mendelegasikan kepada Gubernur atau menugasi Pemerintah Kabupaten/Kota, lihat Pasal 30 ayat (8).214 Hal yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan penyelenggaraannya, masih harus tunduk pada aturan yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, mengenai PTSP.215
2.1.3.3. Akibat
Hukum
Diberlakukannya
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007
Akibat
214 215
hukum
dari
diberlakukannya
Undang-
Ibid, hal. 95, Ibid, hal. 96,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
103
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, mempunyai pengaruh luas terhadap kinerja Penanaman Modal di Indonesia, terutama dengan dicabutnya Undang-Undang Penanaman Modal dan Penanaman Modal Dalam Negeri.216 Ketentuan Peralihan dalam Pasal 37 Jo. Pasal 39 UndangUndang Nomor
25
Tahun
2007,
merupakan
reformasi tatanan hukum yang berlaku selama hampir 40 tahun dalam bidang penanaman modal di Indonesia. Reformasi ini harus diartikan positif, karena memang dalam mengubah pola pikir/cara pandang terhadap bagaimana kita harus melaksanakan misi pembangunan nasional sekarang ini berbeda landasannya dengan masa lalu. Landasan yang sangat terpengaruh kuat oleh globalisasi dan internal changes yang tidak dapat kita hindari.21796 Dua
undang-undang
terdahulu
yang
mempunyai
pengaruh besar terhadap lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, adalah undang-undang yang meratifikasi WTO dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pengaruh kedua undang-undang tersebut sangat dirasakan dalam materi pengaturan Penanaman Modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.218 Mengenai undang-undang yang meratifikasi WTO, kita bisa merasakan pengaruhnya dalam persamaan hak dalam penanaman modal, yaitu bahwa Warga Negara Asing dapat menanamkan modalnya di Indonesia tanpa dibedakan
216
Ibid, hal. 96, Ibid, hal. 96, 218 Ibid, hal. 96, 217
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
104
dengan Warga Negara Indonesia sendiri dalam hal hak dan
kewajibannya.
Jika
dulu
sebelumnya
dikenal
Perusahaan PMA dan PMDN ditambah Non-PMA dan PMDN, maka sekarang hanya ada Perusahaan Nasional yang bermodalkan dalam negeri dan yang bermodalkan campuran atau seluruhnya asing, ketiga jenis perusahaan nasional tersebut diperlakukan sama dalam hak dan kewajibannya. Hanya dalam jenis usaha akan ada pembatasan melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, tanggal 25 Mei 2010.219 Jika dalam kinerja sebelum berlakunya UndangUndang tentang Pemerintahan Daerah Tahun 2004, pelaksanaan kewenangan urusan perizinan di sektor industri dan perdagangan misalnya, berada di tangan para Menteri dan Ketua BKPM untuk PMDN dan PMA, maka setelah berlakunya
Undang-Undang
kewenangan
tersebut
Pemerintahan
diserahkan
kepada
Daerah, Pemda
Kabupaten/Kota. 220 Bahkan, secara tegas dalam Pasal 30 ayat (2) UndangUndang Pemerintah
Pemerintahan Daerah
Daerah,
disebutkan
menyelenggarakan
bahwa urusan
penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.221 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, mengatur dua macam investasi, yaitu investasi asing dan investasi domestik. Ketentuan-ketentuan
219
Ibid, hal. 97, Ibid, 221 Ibid, 220
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
105
yang mempunyai hubungannya dengan investasi asing, disajikan berikut ini.222 1.
Pasal 1 angka 3, angka 6, dan angka 8 tentang Pengertian Penanaman Modal Asing, Penanam Modal Asing, dan Modal Asing;
2.
Pasal 3 tentang Asas dan Tujuan Penanaman Modal;
3.
Pasal 4 tentang Kebijakan Dasar Penanaman Modal;
4.
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tentang Bentuk Badan Usaha;
5.
Pasal 6 tentang Perlakuan terhadap Penanaman Modal;
6.
Pasal 7 tentang Pernerintah tidak akan Melakukan Tindakan Nasionalisasi atau Pengambilalihan hak;
7.
Pasal 8 tentang Kebebasan Mengalihkan Aset;
8.
Pasal 9 tentang Tanggung Jawab Hukum yang belum Diselesaikan oleh Penanam Modal;
9.
Pasal 10 tentang Penggunaan Tenaga Kerja, khususnya Tenaga Kerja Asing;
10. Pasal 11 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 11. Pasal 12 tentang Bidang Usaha; 12. Pasal 15 sampai dengan Pasal 17 tentang Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penanam Modal; 13. Pasal 18 sampai dengari Pasal 24 tentang Fasilitas Penanaman Modal; 14. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) tentang Penyelesaian Sengketa; dan 15. Pasal 33 sampai dengan Pasal 34 tentang Sanksi.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur tentang:
222
Op. Cit., Salim HS., hal 154,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
106
1.
larangan bagi investor asing; dan
2.
pengakhiran perjanjian atau kontrak kerja.
Investor asing dilarang untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Konsekuensi logis dari investor asing yang membuat perjanjian/pernyataan itu adalah batal demi hukum. Artinya, bahwa perjanjian/pernyataan itu dari semula dianggap tidak ada.223 Bagi investor asing yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan pemerintah, melakukan: (1) tindak pidana perpajakan, (2) penggelembungan
biaya
pemulihan,
penggelembungan
biaya
lainnya
dan
untuk
(3)
bentuk
memperkecil
keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara, maka pemerintah dapat mengakhiri perjanjian/kontrak kerja sama dengan investor asing. Pengakhiran perjanjian/kontrak kerja sama adalah berakhirnya atau tidak berlaku lagi kontrak yang dibuat antara pemerintah dengan investor asing. Namun, pengakhiran kontrak itu, baru dilakukan:224 1.
berdasarkan temuan atau pemeriksaan pejabat yang berwenang; dan
2.
telah
mendapat
keputusan
pengadilan
yang
berkekuatan hukum tetap.
Pemerintah dalam melakukan pengakhiran tidak dilakukan secara gegabah, tetapi didasarkan prinsipprinsip hukum yang berlaku. Di samping itu, dalam Pasal 34 telah ditentukan
223 224
Ibid, hal. 155, Ibid, hal. 156,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
107
sanksi bagi investor asing yang tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Sanksinya berupa sanksi administratif. Pasal 15 ini, berkaitan dengan tidak dilaksanakan kewajiban dengan baik oleh investor asing. Kewajiban yang tidak dilaksanakan itu, meliputi :225 1.
tidak menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
2.
tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
3.
tidak membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal
dan
menyampaikan
kepada
Badan
Koordinasi Penanaman Modal; 4.
tidak
menghormati
tradisi
budaya
masyarakat
sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan 5.
tidak
mematuhi
semua
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Jenis sanksi administratif, yang dijatuhkan kepada investor asing, berupa;226 1.
peringatan tertulis;
2.
pembatasan kegiatan usaha;
3.
pembekuan kegiatan usaha dan/atau Fasilitas penanaman modal; atau
4.
pencabutan kegiatan usaha dan/atau Easilitas penanaman modal.
Sanksi administratif ini diberikan oleh instansi atau lernbaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selain
dikenai
sanksi
administratif, badan usaha atau usaha perseorangan
225 226
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
108
dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.227
2.2.
Pajak, Sejarah Perpajakan Dan Sistem Perpajakan Di Indonesia
2.2.1. Sejarah Pemungutan Pajak
Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk melindungi negara
dan rakyatnya baik dari intervensi politik luar negeri maupun dalam hal meningkatkan derajat hidup masyarakat menuju kesejahteraan. Pemerintah selaku pihak yang menjalankan penyelenggaraan kenegaraan atau fungsi pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya, sudah pasti memerlukan dana untuk membiayai kewajibannya tersebut. Dana yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak. Pajak juga merupakan suatu gejala sosial yang hanya terdapat dalam suatu masyarakat. Tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada pajak. Masyarakat yang dimaksud menurut Ferdinand Tonnies adalah masyarakat hukum atau Gemeinschaft.228 Di sisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam menjalankan fungsi tersebut, yang bisa ditunjukkan melalui keikutsertaannya dalam pembiayaan negara. Dari kondisi ini terlihat bahwa antara negara dengan rakyatnya ada hubungan timbal balik yang baik, yang tentunya dibatasi dengan aturan, norma, undang-undang guna menghindari kesewenangan pihak lain.229 Adapun, keberadaan pajak sebagai pungutan kepada rakyat suatu Negara sudah ada sejak jaman Romawi. 230
227
Ibid, hal. 157, Siti Kurnia Rahayu, “Perpajakan Indonesia: Konsep & Aspek Formal”, (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010),hal. 6 229 Ibid…,hal. 6 230 Ibid…,hal. 6 228
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
109
a.
Pada tahun 509-27 SM di Roma ada beberapa pungutan yang diwajibkan kepada rakyatnya, dengan sebutan seperti censor, questor dan jenis pungutan lainnya. Pajak langsung (tributum) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma sampai tahun 167 SM. Setelah abad kedua penguasa Roma mengandalkan pajak tidak langsung yang disebut vegtigalia, seperti portoria yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.
b.
Di zaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium yakni sejenis pajak penjualan dengan tariff 1% dari omzet penjualan.
c.
Di Italia dikenal decumae, yakni pungutan sebesar 10% dari para petani atau penguasa tanah. Setiap penduduk Italia, termasuk penduduk Roma sendiri dikenakan pajak langsung (tributum) yang tetap.
d.
Di Mesir, pembuatan piramida pada akhirnya dilakukan dalam bentuk kerja paksa, yang pada mulanya adalah suatu bentuk pengabdian dan sifatnya sukarela dari rakyat Mesir.
e.
Pada abad ke-14 di Spanyol dikenal dengan istilah alcabala, salah satu bentuk pajak penjualan.
f.
Di benua Amerika, setelah benua tersebut menjadi koloni Inggris, penduduk koloni mempunyai kewajiban membayar berbagai pungutan kepada pemerintah kolonial Inggris, yang dikemudian waktu menjadi penyebab Revolusi Amerika, yaitu setelah diundang-undangkannya The Stamp act (1765) dan The Townshend Act (1767).231
Pemungutan pajak pada zaman Romawi tidak dilakukan oleh raja yang berkuasa, tetapi pemungutan pajak dilakukan oleh pemungut pajak yang disebut Publican.
Penguasa dalam hal ini
231
The Stamp Act merupakan undang-undang yang mewajibkan setiap penduduk koloni tersebut untuk membayar pajak atas pembelian Koran, kartu judi, dadu, dan akte perkawinan. The Townshend Act merupakan pemungutan terhadap the, kertas, cat, dan kartu.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
110
adalah raja mendelegasikan wewenang pemungutan pajak di daerahnya kepada Publican. Pendelegasian ini pada akhirnya menimbulkan akibat buruk pada rakyat. Raja yang berkuasa khususnya raja yang mau memperhatikan beban rakyat menyadari bahwa system tersebut menyebabkan kesengsaraan rakyat sebagai pihak yang harus membayara pajak pada kerajaan melalui Publican. Kesengsaraan
tersebut
berawal
dari
adanya
penyelewengan
penerimaan pajak oleh pemungut pajak (Publican). Kemudian selanjutnya peran lapisan perantara pemungut pajak (Publica) dihilangkan oleh Raja Roma, Diocletian pada tahun 284-305SM, dan memerintahkan supaya setiap pemungutan pajak secara langsung harus disetor langsung ke kas kerajaan. Pengelolaan pemungutan pajak tersebut dibebankan kepada bendahara kerajaan yang dibagi menjadi bendahara kaisar, bendahara Negara (fiscus) dan dana untuk kaum veteran. Hal tersebut dibentuk karena makin bertambahnya penduduk
dan
makin
luasnya
daerah
jajahan
memerlukan
pengelolaan penerimaan pajak yang lebih baik lagi.232 Kata fisucus berasal dari kata Latin fisc,yang berarti keranjang uang atau pundi-pundi raja yang kemudian mempunyai arti yang lebih luas, yakni bukan saja sebagai tempat menyimpan uang, atau bendahara negara, tetapi juga meliputi petugas dan aparat Negara yang bertugas memungut dan mengelola keuangan Negara, termasuk pajak dan bea cukai.233
2.2.2. Perkembangan Pemungutan Pajak
Pajak pada mulanya dibayar secara natura, yaitu pembayaran pajak dengan menggunakan hasil pertanian, hasil hutan dan hasil perkebunan serta dengan menggunakan hasil pertanian, hasil hutan
232 233
Op, cit…,hal. 7 Ibid…,hal. 8
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
111
dan hasil perkebunan serta barang tambang mulia seperti emas dan perak kepada penguasa. 234 Seluruh dunia telah mengakui bahwa pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara dan sebagai alat mencapai tujuannya, walaupun tidak seluruh Negara di dunia mengadalkan penerimaan Negara dari sektor pajak. Ada beberapa Negara yang memiliki potensi sumber daya alam negaranya sebagai penerimaan Negara yang utama, sehingga dirasa tidak membutuhkan pemugutan iuran wajib tersebut dari rakyatnya. Fungsi pemerintahan dapat didanai melalui penerimaan lain selain pajak.235 Sejak zaman sebelum masehi pajak telah dipungut oleh penguasa suatu daerah, untuk kepentingan penguasa itu sendiri tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. 236 Dengan hanya mengandalkan kerelaan rakyat semata, untuk memberikan sebagian bahkan bagian terbesar dari kekayaannya, dana yang terkumpul dirasakan penguasa tidak optimal, tidak mencapai target yang diharapkan, maka bentuk iuran kepada penguasa tersebut menjadi suatu paksaan kepada rakyat, yang tentunya menimbulkan pro dan kontra.237 Penentuan siapa yang harus membayar pajak, bagaimana dasar pengenaan pajaknya, dan berapa besar tarif pajak yang dikenakan, ditentukan oleh keinginan pajaknya, dan berapa besar tarif pajak yang dikenakan, ditentukan oleh keinginan penguasa semata.238 Pajak adalah kewajiban rakyat sebagai warga Negara yang baik, tetapi tidak sedikit yang menyetujui bahwa pajak merupakan beban berat yang harus dipikul rakyat suatu Negara. Karena merupakan beban dan pengorbanan yang dipaksakan, yang tentunya tidak
234
Ibid Ibid 236 Ibid 237 Ibid 238 Ibid 235
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
112
memperoleh balas jasa secara langsung maka keberadaan pajak menimbulkan pro dan kontra.239 Ahli yang mendukung (pro) terhadap ditetapkannya pajak sebagai sesuatu yang benar dan dapat dipaksakan adalah Oliver Wendell Colmes (Amerika Serikat). Colmes berpendapat bahwa taxes are the price we pay for civilization, bahwa pajak merupakan harga yang harus dibayar untuk suatu peradaban. Ungkapan tersebut menunjukan bahwa Colmes membenarkan adanya pungutan pajak sebagai sesuatu yang harus dilakukan untuk memajukan Negara. 240 Pendapat lain yang mendukung adanya pungutan pajak (Amerika Serikat) adalah Benjamin Franklin. Benjamin Franklin menyebutkan ungkapan nothing is certain but tax and dead, bahwa tidak ada seorang pun yang tidak tersentuh oleh pajak dan kematian.241 Pada negara-negara yang menganut demokrasi, pajak yang dibayar oleh penduduknya tentunya harus berdasarkan atas persetujuan
rakyat
melalui
partisipasi
aktifnya
di
lembaga
perwakilan rakyat. Dengan persetujuan dari rakyat melalui perwakilannya maka disahkan suatu peraturan perundang-undangan perpajakan, sebagai dasar hukum kewajiban perpajakan yang berlaku di pemerintahan Negara yang bersangkutan. Pajak tersebut kemudian akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah, fasilitas publik dan membiayai pembangunan guna usaha mensejahterahkan rakyat.242 Konstitusi suatu Negara selalu mensyaratkan bahwa pengenaan pajak harus berdasarkan undang-undang, yang telah disetujui oleh rakyat melalui lembaga perwakilan rakyat. Ketentuan tentang subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, dan prosedur perpajakan merupakan
239
Ibid, hal. 10 Ibid 241 Ibid 242 Ibid, hal.11 240
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
113
ketentuan yang harus mendapat persetujuan rakyat karena itu harus diatur dalam undang-undang.243 Tidak dapat dipungkiri bahwa undang-undang tersebut tentunya tidak bisa mengatur seluruh aspek pemajakan, maka perlu adanya pendelegasian kekuasaan untuk mengenakan pajak di Negara tersebut. Pendelegasian wewenang atau kekuasaan untuk beberapa aspek pemajakan dapat dilakukan kepada pemerintah selaku pelaksana pemerintahan, yang tentunya harus ada batasa-batasan tertentu dan tidak keluar dari ketentuan peraturan perpajakan yang harus disetujui oleh rakyat (tax base, tax rate, dan tax procedure).244
2.2.3. Sejarah Perpajakan Di Indonesia
Secara umum, konsep pajak merupakan salah satu yang tersulit untuk dipahami, masalah individu berhadapan dengan masalah diseputar bagaimana undang-undang, ketentuan perundang-undangan dan peraturan mempengaruhi liabilitas perpajakan orang atau badan usaha.245 Pendekatan yang digunakan untuk mengoptimalkan perpajakan didasarkan beberapa asumsi metodologikal yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah penerimaan yang berasal dari perpajakan. Keterbatasan atas instrumen perpajakan yang tersedia, seperti Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan sebagai pelaksanaan fungsi pajak untuk mensejahterakan masyarakat, Sistem mekanisme dan tatacara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perundangan-undangan perpajakan.246
243
Ibid Ibid 245 Ali Purwito M, Rukiah Komariah, “Pengadilan Pajak”, (Jakarta : Lembaga Kajian Hukum Fiskal, Fakultas Hukum Universitas Indonesia) hal 14 246 Ibid 244
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
114
Penentuan
penetapan
besarnya
pajak
yang
terutang
dipercayakan kepada WP dengan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar. Dengan sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit dan birokratis dapat dihindari. Sebaliknya administrasi perpajakan akan aktif dalam melaksanakan tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan dan penerapan sanksi perpajakan.247 Kewajiban untuk memungut dan membayar pajak merupakan dasar dari perundang-undangan perpajakan. Terdapat dua metode dalam menghitung besarnya pajak nasional, yaitu skema self assessment dan official asessment. 248 Self assessment merupakan suatu sistem yang menyerahkan penghitungan jumlah pajak yang harus dibayar diutuskan sendiri oleh pembayar pajak. Apabila penghitungan ini berbeda, pejabat perpajakan akan menghitung kembali dan menetapkan pajak yang seharusnya dibayar. Prinsip self assessment saat ini telah diterapkan dibanyak negara. Rejim self assessment dikembangkan sebagai suatu sarana bagi WP untuk secara sukarela mematuhi pemungutan untuk penerimaan negara. Prinsip ini dianggap sebagai suatu alat untuk inovasi dan diidentifikasikan sebagai suatu mekanisme yang mengarahkan pembayar pajak sebagai dari sistem administrasi perpajakan.249 Prinsip self assessment mulai diperkenalkan dalam sistem perpajakan nasional, meskipun untuk beberapa hal seperti witholding tax, pajak bumi dan bangunan, impor sementara, barang bawaan penumpang masih menganut prinsip official assessment. Hal ini disebabkan karena sifat dari pajak tersebut dan untuk menghindari kerugian negara disebabkan adanya laporan atau pemberitahuan yang tidak benar. Dengan adanya prinsip-prinsip itu, fungsi pengawasan
247
Ibid Ibid, hal 16 249 Ibid, hal 17 248
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
115
lebih diperketat disertai dengan pembinaan terhadap Wajib Pajak, untuk memberikan arah yang jelas dan benar akan misi yang dijalankan oleh aparat perpajakan. 250 Di dalam sistem perpajakan nasional terdapat aspek-aspek, seperti.251 a.
Keadilan, merupakan tujuan dari perpajakan, oleh karena itu perpajakan akan bertindak netral dan tidak diskriminatif, dalam arti terhadap WP diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama. Pemberian insentif, yang diharapkan akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional;
b.
Kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi yang lebih tertib, terkendali, sederhana dan mudah dipahami;
c.
Kepentingan
penerimaan
negara,
dalam
arti
ketentuan
perundang-undangan perpajakan telah memperhatikan segi-segi stabilitas, potensi dan fleksibilitas dari penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara; d.
Usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam dan lingkungan hidup;
e.
Kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari perpajakan
Di Indonesia sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan seperti Mataram, Kediri, Majapahit, dan Pajang sudah mengenal bentuk pajak tanah dan pajak tidak langsung terhadap barang dagangan. Pejabat kerajaan pemungut pajak tidak digaji oleh kerajaan, maka seringkali
mereka menerapkan pajak secara
berlebihan. Upeti perorangan ataupun kelompok orang diberikan kepada raja atau penguasa sebagai bentuk penghormatan dan tunduk patuh pada kekuasaan raja atau penguasa suatu wilayah di Indonesia merupakan bentuk pajak pada zaman kerajaan-kerajaan di Indonesi
250 251
Ibid Ibid, hal 18
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
116
tumbuh. Upeti tersebut berupa hasil bumi, dan pemajakan barang perdagangan. Sebagai imbalannya maka rakyat mendapat pelayanan keamanan dan jaminan ketertiban. Kerjaan Mataram raja-raja sudah melaksanakan hidup swasembada dan otonom.252 Penyerahan tersebut lebih besar pada kepentingan ekonomi daerah atau kerajaan, mebiayai penyelenggaraan pemerintahan setempat, dan membiayai pertahanan dan kekuatan kerajaan.25312 Kemudian VOC sebagai badan perdagangan menguasai wilayah Indonesia, dan tidak memungut pajak di daerah kekuasaannya, seperti Batavia, Maluku, dan lain-lain. Tetepi mengenakan Pajak usaha, Pajak Rumah, dan Pajak Kepala kepada pedagang Cina dan pedagang lainnya. Selain itu VOC memiliki monopoli penjualan candu, garam, pemetikan sarang burung dan lain-lain yang dijualnya pada
pacht-pacht
yang
biasanya
dipegang
oleh
kapiten
(Ongkokham, dalam Bakhrun Effendi).254 Menurut Levyson Norman, gubernur Jenderal Daendels juga mengadakan pemungutan pajak, menarik pajak dari pintu gerbang dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten) termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah jadi (Siti Hatijah, dalam Bakhrun Effendi).255 Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles (18111815) menyelenggarakan administrasi dan reorganisasi yang mengeluarkan banyak uang. Raffles mengadakan pembaruan system pajak yang dikenal dengan landrente stelsel, di mana system pajak tersebut mengambil contoh dari Benggala India.256 Pada masa penjajahan kolonial pajak merupakan hal yang dieksploitasi untuk kepentingan penjajah. Pajak dilaksanakan tidak
252
Op, Cit, Siti Kurnia Rahayu, ..., hal. 12 Ibid, 254 Ibid, hal. 13 255 Ibid, 256 Ibid, 253
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
117
memperhatikan keadilan, kemampuan, dan hak asasi manusia Indonesia. 257 Beberapa jenis pajak yang sejak masa penjajahan telah diterapkan di Indonesia dan perkembangannya dapat dijelaskan sebagai berikut :258
2.2.3.1. Pajak Bumi dan Bangunan
Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia dimulai dari pengenaan pajak tanah (Land Rent) oleh pemerintahan kolonial Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stanfors Raffless pada abad 19 tepatnya tahun 1813 di pulau Jawa.259 Raffles menentukan pajak ini pada individu bukan pada desa. Raffles membagi tanah atas kelompok-kelompok terhadap tanah kering dan tanah basah, pengenaan pajaknya adalah rata-rata produksi pertahun untuk sawah (tanah basah), dan tegalan (tanah kering). Dalam Atep Adya Barata (2005), Raffles meniru system pajak tanah di Indiayang dikenal dengan 3 macam sistem pemungutan
Land rent
yaitu:260 1.
Sistem Zamindari
atau Zamindarars yang berarti
Landheer atau tuan tanah. Menurut sistem ini para tuan tanah dikenakan pajak tanah dengan suatu jumlah yang tetap. Pengenaan tarif pajak dengan suatu jumlah yang tetap dikenal dengan istilah permanent settlement. System ini dijalankan di BEnggala dan di sekitar barat laut India. 2.
Sistem Pateedari yang disebutkan juga Mauzawari.
257
Ibid, Ibid, 259 Ibid, 260 Ibid, 258
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
118
Sistem ini sebenarnya meniru sistem pajak bumi pemerintah Portugis di Goa. Berdasarkan system ini, pajak bumi dikenakan kepada desa yang dianggap sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya pengenaan kepada penduduk kebijaksananaannya diserahka kepada kepala desa masing-masing. System ini diberlakukan di Punyab dan distrik-distrik barat laut India. 3.
Sistem Rayatwari Dalam sistem ini pajak tanah/bumi dikenakan langsung kepada para petani yang mengolah tanah berdasarkan pendapatan rat-rata dari tanah yang diusahakan oleh masing-masing petani. Sistem ini diberlakukan di Madras, dan Bombay.
Dalil yang dijadikan dasar adanya pungutan pajak tanah menurut sejarah, adalah anggapan bahwa semua tanah adalah milik Raja (souvereign), dan kepala desa-kepala desa yang berada di bawah kekuasaan raja semuanya dianggap sebagai penyewa (Pachters). Karena itu maka mereka harus membayar sewa tanah (land rent) dengan natura secara tetap kepada penguasa.261 Sejalan dengan kebijaksanaan kerja paksa (forced labour policy) tahun 1854, dimulailah kodefikasi aturanaturan tentang sewa tanah (the codification of landrent regulation 1854). Dalam Azhari A. Samudra (2005) Tobias Soebekti mengemukakan, tanah dikelompokan menurut aturan yang berlaku termasuk yang diatur dalam Statute Books(Lembaran Negara) tahun 1896 adanya perluasan wilayah dan sistem menyebabkan dasar pengenaan land rent bukan pada desa maupun pada individu tetapi pada plot
261
Ibid, hal 14,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
119
(tanah dibagi menjadi kelompok tanah basah dan tanah kering). Survei tanah sampai dengan pengelompokkan tanah dalam beberapa kelas di setiap desa oleh tentara Hindia Belanda dan kepala-kepala desa ini merupakan aturan pengkodefikasian sistem pajak diakhir abad 19.262 Pada masa penjajahan Jepang 1942-1945 sistem pajak tanah yang dilaksanakan Belanda sepenuhnya diambil alih dan namanya diganti menjadi pajak tanah.263
2.2.3.2. Pajak Penghasilan
a.
Sebelum 1920
Di Indonesia diberlakukan sistem pajak yang berbeda untuk pribumi, untuk orang asing Asia, dan untuk
orang
Eropa
(“Indigenous”
Indonesians,
“foreign” Asians, and “Europeans”). Pajak pendapatan bagi orang eropa (tax patent duty), dan untuk orang Indonesia adalah Pajak pendapatan yang disebut business tax.264 Tobias Soebekti dalam Azhari A. Samudera, menjelaskan bahwa Business Tax
tahun 1878
dikenakan untuk pribumi sebesar 2% per tahun dari penghasilan, dan 4% pertahun dari penghasilan orang Asing Asia. Seluruh orang Indonesia atau yang dianggap secara hukum menajdi orang Indonesia yang ikut serta dalam perdanganan kecil-kecilan atau eceran baik untuk dirinya sendiri maupun untuk pihak lain merupakan subjek dari pajak ini. Yang dikecualikan
262
Ibid, Ibid, 264 Ibid, hal. 16, 263
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
120
menurut Undang-undang Business tax adalah para petani dan buruh yang bekerja pada tanah pertanian, kepala desa dan pegawai pemerintahan.265 Tax Patent Duty yang berlaku di Indonesia adalah pajak usaha. Pajak dikenakan terhadap pendapatan penghasilan yang diperoleh dari usaha. Pajak dikenakan terhadap pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pertanian,
manufacturing,
kerajinan
tangan,
atau
kegiatan industry di Hindia Belanda. Memiliki tariff proporsional, yakni 2% dari pendapatan. Pendapatan minimum tidak disebutkan dan biaya pengeluaran dari rumah tangga atau pengeluaran pribadi tidak termasuk dalam perhitungan yang dikenakan pajak.266 Pajak Pendapatan untuk pertama kali dipungut di Indonesia berdasarkan Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 (Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1908). Kemudian ordonansi ini diganti dengan Ordonansi pajak Pendapatan 1920.267
b.
Tahun 1920
Undang-undang Pajak pendapatan disusun dan ditetapkan. Mansury menjelaskan, Ordonansi PPd 1920 (The Income Tax Ordinance of 1920). Diberlakukannya pajak yang sama tanpa melihat asal usul keturunan (The Unification
Principle).
Pada
masa
ini
pula
diperkenalkan Pajak Kekayaan.268 Kemudian tahun 1921 menurut Tobias Soebekti diperbaharui menjadi The Reseived ordinance 265
Ibid, Ibid, 267 Ibid, 268 Ibid, 266
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
121
on the Income Tax of 1920. Pendapatan menurut pengertian ordonansi ini adalah jumlah keseluruhan yang diterima baik dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang diperoleh dari barang-barang bergerak
atu
tidak
gerak,
atau
dari
kegiatan
perdagangan atau pekerjaan keilmuan atau pekerjaan lain, baik yang dikerjakan sekali-sekali atau secara kontinyu; kegiatan kantor perusahan, pelayanan, dan dari keruntuhan lain yang diperoleh setelah dikurangi ongkos-ongkos pengeluaran.269 Prinsip-prinsip dalam UU Pajak Pendapatan ini dalam Tobias Soebekti adalah:270 1)
Pajak
diterapkan
pada
perseorangan,
badan,
pemegang saham, kerjasama perdagangan, dan badan hukum lainnya termasuk perusahaan asing yang berkegiatan di Indonesia. 2)
Penilaian pajak tahunan dihitung menurut sistem fiktif. Pendapatan secara total yang diperioleh dari berbagai sumber sejak tanggal 1 Januari setiap tahun digunakan sebagai jumlah pendapatan yang nyata apabila wajib pajak tidak mempunyai sumber pendapatan regular. Peningkatan atau penurunan pendapatan selama tahun takwin tidak dijadikan sebagai patokan.
3)
Penghasilan wanita menikah disatukan dengan penghasilan suaminya, kecuali di mana pasangan tersebut tinggal secara terpisah atau mengatur kekayaan terpisah.
269 270
Ibid, Ibid, hal. 17,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
122
c.
Tahun 1932-1983
Mansury mengemukakan bahwa Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 diganti dengan Personal Income Tax Ordinance of 1932 (Ordonansi Pajak Pendapatan 1932 = Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1932) pada tahun 1932. Kemudian diganti menjadi Ordonansi Pajak Pendapatan 1944.271 Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 ini semula bernama “Pajak Perang” (Oorlogsbelasting). Sejak 1 Januari
1946
diubah
(Overgangsbelasting).
menjadi Kemudian
Pajak
Peralihan
dengan
Undang-
undang No.21 tahun 1957 (LN No.41 tahun195) nama ordonansi tersebut dengan resmi menjadi Ordonansi Pajak Pendapatan 1944.272 Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 ini dalam bentuk aslinya disiapkan di Australia oleh pemerintah Hindia Belanda dalam pelarian, sewaktu Indonesia diduduki Jepang. Ditetapkan bahwa Subyek Pendapatan adalah Orang Pribadi, dan bdan. Sedangkan Obyek pajaknya adalah pendapatan bersih.273 Rancangan Ordonansi tersebut disusun dalam tahun 1943, diumumkan dalam Staatsblad 1944 No.17 dan dinyatakan mulai berlaku sejak 1 Januari 1945. Pada saat yang bersamaan maka “Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1932” dinyatakan tidak berlaku.274 Karena banyaknya persoalan yang tidak tercakup di dalamnya, maka dalam banyak hal tidak jarang diminta bantuan dari ketentuan-ketentuan yang terdapat 271
Ibid, Ibid, 273 Ibid, 274 Ibid, 272
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
123
dalam Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1932, khususnya yang menyangkut hal-hal yang tidak diatur dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1944.275 Perubahan-perubahan maupun tambahan-tambahan yang prinsipil berturut-turut dilakukan oleh pemerintah sejak 1960, terakhir UU no.9 tahun 1970. 276
d.
Tahun 1984277
1)
Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang PPh yang disahkan tanggal 31 Desember 1983, dan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
2)
Kemudian ada perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983, yaitu disahkannya UndangUndang
No.7
Tahun
1991
tentang
Pajak
Penghasilan. 3)
Tahun 1994 telah lahir pula Undang-Undang No.10 Tahun 1994 tentang perubahan atas UndangUndang no.7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.7 tahun 1991. Terakhir dirubah lagi dengan UU No.17 tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001.
2.2.3.3. Pajak Perseroan
Mansury menjelaskan bahwa tahun 1925 ditetapkkan peraturan perundang-undangan Corporation Tax Ordinance of 1925 (Ordonansi Pajak Perseroan PPS 1925). PPS ini
275
Ibid, Ibid, hal. 18, 277 Ibid, 276
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
124
berlaku sampai dengan 1983. Subyeknya adalah Badan Hukum , yaitu PT, CV, atas saham. Obyeknya adalah Laba Bersih.278 Gunawan Wibisono menjelaskan Suatu pajak atas pendapatan dan laba, untuk pertama kali diasakan di Indonesia pada tahun 1878 dengan nama Patentrecht.279 Dengan pecahnya Perang Dunia 1 (1914-1918), menyebabkan Hindia Belanda berada dalam keadaan terlepasa dari Negeri Belanda. Untuk menggalang persatuan, maka perlu diberlakukan asas Unifikasi.280 Pelaksanaan asa unifikasi di bidang perpajakan telah membawa akibat digantinya Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 (yang hanya berlaku untuk untuk golongan penduduk tertentu) dengan Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 (yang berlaku untuk semua golongan penduduk), yang memajaki baik orang maupun badan. 281 Mengingat semakin banyaknya penanaman modal asing di Indonesia sejak 1920, maka timbulah berbagaiproblema dalam bidang yuridis fiscal yang mendorong segera dikeluarkannya ketentuan tersendiri guna memungut pajak dari badan usaha. 282 Pada tahun 1925 semua ketentuan yang menyangkut pengenaan pajak badan usaha yang terdapat dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 dikeluarkan untuk
278
Ibid, Patentrecht ini merupakan sesuatu yang sederhana. Suatu pungutan pajak atas pendapatan dan laba berdasarkan ketentuan yang lebih teratur dan terinci baru ada tahun 1908 sejak adanya Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 (Ordonantie op de Inkornstenbelasting 1908). Seperti halnya Patentrecht, Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 hanya berlaku terhadap golongan penduduk Eropa dan orang-orang yang disamakan dengan Eropa, demikian pula terhadap badan-badan usaha yang dimilikinya. Sedangkan untuk orang Pribumi dan lain-lainnya terkena jenis pajak sederhana seperti Landrete atau Landrent, dan Hoofdelijke Belasting. 280 Asas Unifikasi yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa semua golongan penduduk mempunyai kedudukan yang sma dihadapan hukum. 281 Ibid, 282 Ibid, hal. 19, 279
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
125
kemudian disusun kembali dalam suatu Ordonansi baru yang diberi nama Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 setelah diadakan perubahan dan penambahan menjadi Undang-undang nomor 8 Tahun 1970.283
283
Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
126
BAB 3 IMPLIKASI KETENTUAN INSENTIF PAJAK TERHADAP PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
3.1.
Implikasi Pemberlakuan Ketentuan Tax Holiday Sebagaimana Diatur Dalam Permenkeu Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurang Pajak Penghasilan Badan
3.1.1. Legalitas PMK 130/PMK.011/2011 Dalam Perspektif Yuridis Normatif
Berbicara mengenai legalitas PMK 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurang Pajak Penghasilan Badan, sebagaimana diketahui, dalam ketentuan bunyi pasal 23A amandemen ketiga UUD 1945, bahwasanya, “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Disini jelas bahwa pungutan atas pajak berdasarkan atas Undang-undang. Adapun menurut ketentuan undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 82, pasal 7, dikatakan bahwa: (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;
d.
Peraturan Pemerintah;
e.
Peraturan Presiden;
f.
Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
127
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pertanyaannya adalah bagaimana mengenai ketentuan mengenai pemberian fasilitas Tax Holiday sebagaimana diatur dalam PMK 130/2011 tersebut. Apakah PMK 130/2011 dapat dikatakan sah atau cacat hukum?. Sebagaimana kita ketahui dasar atas pemberian insentif pajak kepada pengusaha adalah berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dalam rangka penanaman modal, dan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183, yang mana perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Peraturan Menteri Keuangan hanya sebagai Peraturan Pelaksana dari ketentuan UU penanaman Modal dan perpanjangan penjelasan daripada Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Adapun esensinya bukan sebagai aturan mengenai teknis pemungutan pajak yang sifatnya memaksa sebagaimana tertulis dalam pasal 23A amandemen ketiga UUD 1945, karena Peraturan Menteri Keuangan ini berupa teknis
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
128
pelaksanaan
pengajuan
aplikasi
fasilitas
pembebasan
atau
pengurangan PPh badan, bukan merupakan aturan mengenai teknis pungutan pajak, sifatnya tidak memaksa melainkan sukarela, sehingga secara legalitas, keabsahannya bias dikatakan diakui. Namun dalam cara memandang peraturan ini sejumlah ahli mengatakan dalam sisi normatif bahwa dalam mempelajari dan memahami hukum pajak, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogate Lex Generalis,284 yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan daripada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum lain yang ada sebelumnya. Menurut hemat penulis bahwa hukum yang berlaku umum disini adalah UU Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007 dan peraturan yang berlaku khusus adalah UU Ketentuan Umum Perpajakan, sehingga ketentuan mengenai Tax Holiday dan Tax Allowance harus disinggung dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan dan peraturan pelaksananya mengenai tata cara pemberian, pengajuan dan lain-lain yang bersifat teknis diatur dalam bentuk suatu Peraturan Pemerintah agar posisinya semakin kuat dan tidak diragukan.
3.1.2. Fasilitas PMK 130/PMK.011/2011
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, yang dapat diberikan insentif
284
Mardiasmo, “Perpajakan Edisi Revisi 2011”, (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2011), hal. 4
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
129
pajak adalah perusahaan yang menjalankan usahanya dalam bidang Industri Pionir. Dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 ini. Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 ini mancakup : 1.
Industri logam dasar;
2.
Industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
3.
Industri permesinan;
4.
Industri di bidang sumber daya terbarukan; dan/atau
5.
Industri peralatan komunikasi.
Selain sebagai Industri Pionir, syarat lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk dapat mengajukan dan diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan adalah sebagaimana diatur dalam pasal 3 (1) huruf b, c, d Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 yaitu : 1.
mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp. 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);285
2.
menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan tidak boleh ditarik
285
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, Pasal 3 (1) huruf b,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
130
sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan286 3.
harus
berstatus
sebagai
badan
hukum
Indonesia
yang
pengesahannya ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.287
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 dinyatakan bahwa : 1.
Kepada Wajib Pajak badan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Penanaman Modal dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
2.
Pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi komersial.
3.
Setelah berakhirnya pemberian fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak
diberikan
pengurangan
Pajak
Penghasilan
badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan terutang selama 2 (dua) Tahun Pajak.
286 287
Ibid, ...Pasal 3 (1) huruf c, Ibid, ...Pasal 3 (1) huruf d
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
131
4.
Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu,
Menteri
Keuangan
dapat
memberikan
fasilitas
pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat menetapkan Industri Pionir yang diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, selain cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 (2)288 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503. Adapun pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi persyaratan: 1.
Telah merealisasikan seluruh penanaman modalnya; dan
2.
Telah berproduksi secara komersial.
Adapun yang mana diatur dalam Pasal 3 (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun
288
Ibid, ...Pasal 3 (3),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
132
2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, yang dimaksud dengan saat dimulainya berproduksi secara komersial adalah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata caranya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Untuk memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana diatur dalam pasal 4 (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, setelahnya sebagaimana diatur dalam pasal 4 (2), dalam rangka pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan, dengan melampirkan fotokopi: 1.
kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
2.
surat persetujuan penanaman modal baru yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang dilengkapi dengan rinciannya; dan
3.
bukti penempatan dana di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, yaitu paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
133
Dalam Penyampaian usulan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 (2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian
Fasilitas
Pembebasan
Atau
Pengurangan
Pajak
Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal harus disertai dengan uraian penelitian mengenai hal-hal sebagai berikut: 1.
ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi;
2.
penyerapan tenaga kerja domestik;
3.
kajian mengenai pemenuhan kriteria sebagai Industri pionir;
4.
rencana tahapan alih teknologi yang jelas dan konkret; dan
5.
adanya
ketentuan
mengenai
tax
sparing
di
negara
domisili..hukumonli
Setelah Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, sebagaimana diatur dalam pasal 5 (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, maka Menteri Keuangan menugaskan
komite
verifikasi
pemberian
pembebasan
atau
pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk membantu melakukan penelitian dan verifikasi dengan mempertimbangkan apakah pengusaha yang hendak diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan memiliki dampak strategis Wajib Pajak bagi perekonomian nasional atau tidak.289
289
Ibid, ...Pasal 5 (1),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
134
Komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Menteri Keuangan,
290
dan dalam melakukan
penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berkonsultasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.291 Hasil daripada penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 (1) dan (3) kepada Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, termasuk rekomendasi mengenai jangka waktu pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (2), (3) dan/atau (4)292 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503. Komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan menyampaikan hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 (1) dan (3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, kepada Menteri Keuangan disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi, termasuk rekomendasi
mengenai
jangka
waktu
pemberian
fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (2), (3) dan/atau (4), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas
290
Ibid, ...Pasal 5 (2), Ibid, ...Pasal 5 (3), 292 Ibid, ...Pasal 5 (4), 291
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
135
Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503. Pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan diputuskan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari komite verifikasi pemberian pembebasan
atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan
badan
sebagaimana dimaksud pada pasal 5 (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, dan setelah berkonsultasi dengan Presiden Republik Indonesia.293 Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan untuk memberikan
fasilitas
pembebasan
atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan badan, diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan. Dan dalam hal Menteri Keuangan menolak usulan untuk memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, disampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan tersebut kepada Wajib Pajak dengan tembusan kepada Menteri Perindustrian atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.294 Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan untuk memberikan
fasilitas
pembebasan
atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan badan dan diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan tersebut harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Pajak dan komite
293 294
Ibid, ...Pasal 5 (6), Ibid, ...Pasal 5 (7),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
136
verifikasi
pemberian
pembebasan
atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan badan mengenai hal-hal sebagai berikut:295 1.
laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c; dan
2.
laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit.
Mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian
Fasilitas
Pembebasan
Atau
Pengurangan
Pajak
Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.296 Apabila dalam hal Menteri Keuangan menyetujui usulan untuk memberikan
fasilitas
pembebasan
atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan badan dan diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (1), Pasal 3 (4) huruf a, dan Pasal 6 (1)
297
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 yaitu : 1.
merupakan Industri Pionir;
2.
mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp. 1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah);
295
Ibid, ...Pasal 6 (1), Ibid, ...Pasal 6 (2), 297 Ibid, ...Pasal 7 (1), 296
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
137
3.
menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan
4.
harus
berstatus
sebagai
badan
hukum
Indonesia
yang
pengesahannya ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini. 5.
telah merealisasikan seluruh penanaman modalnya298
6.
laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia 299
7.
laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit.300
Pencabutan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan.301 Yang mana Direktur Jenderal Pajak dapat mengusulkan kepada komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan guna menyampaikan rekomendasi pencabutan
kepada fasilitas
Menteri
pembebasan
Penghasilan badan, dalam hal: 1.
Keuangan atau
untuk
melakukan
pengurangan
Pajak
302
realisasi penanaman modal Wajib Pajak tidak sesuai dengan rencana penanaman modal dalam surat persetujuan penanaman modal baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (2) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
298
Ibid, ...Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (4) huruf a, Ibid, ...Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (1), 300 Ibid, 301 Ibid, ...Pasal 7 (2), 302 Ibid, ...Pasal 7 (3), 299
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
138
130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503; dan/atau 2.
Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan
Pajak
Penghasilan
badan
tidak
memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (1), Pasal 3 (4) huruf a, dan Pasal 6 (1)
303
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503
Dalam Pasal 8 (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 diatur bahwasanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memperoleh
fasilitas
pembebasan
Pajak
Penghasilan
badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berlaku ketentuan: 1.
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan
badan,
tidak
pemungutan
pajak
selama
dilakukan
pemotongan
periode
pemberian
dan
fasilitas
pembebasan Pajak Penghasilan badan sesuai jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi
komersial
atau
dengan
mempertimbangkan
kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan
303
Ibid, ...Pasal 7 (3) huruf a, b,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
139
nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud, 2.
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dan
3.
Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012
Tentang
Pemberian
Fasilitas
Pembebasan
Atau
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam Pasal 9 (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 diatur bahwasanya Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893, yaitu :
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
140
Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk:304 a.
pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yang dilakukan;
b.
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
c.
kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan
d.
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah tidak dapat memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini,
Dan dalam Pasal 9 (2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 diatur sebaliknya bahwasanya Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini, tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang
304
Tujuan diberikannya kemudahan pajak ini adalah untuk mendorong kegiatan investasi langsung di Indonesia baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, penjelasan pasal 31A UU Nomor Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
141
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893 sebagaimana disebutkan diatas. Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang-bidang usaha tertentu dan/atau daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional serta pemberian fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada pasal 31 A (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia
Nomor
4893,
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah. 305 Dalam bab III mengenai Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Penanam Modal Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2009 Tanggal 23 Desember 2009, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 509, Pasal 3 diatur bahwa setiap penanam modal berhak mendapatkan : a.
kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b.
informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankan;
c.
hak pelayanan;
d.
berbagai bentuk fasilitas fiskal kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berbagai bentuk fasilitas fiskal kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai salah
satu
legalitas
pemberian
fasilitas
pembebasan
atau
pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diberikan oleh
305
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893, Pasal 31A (2)
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
142
kementerian keuangan, khususnya yang pengajuannya diajukan melalui institusi Badan Koordinasi Penanaman Modal. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan
Fasilitas
Pembebasan
Atau
Pengurangan
Pajak
Penghasilan Badan Di Sektor Industri , Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, dalam Pasal 2 (3) juga menerangkan bahwa yang dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan setelah dilakukan verifikasi dan pengkajian adalah hanya Industri Pionir sebagaimana diatur dalam Pasal 2 (1) Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770 tersebut. Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011 ini meliputi: 1.
industri logam dasar;
2.
industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
3.
industri permesinan;
4.
industri bidang sumberdaya terbarukan; dan
5.
industri peralatan komunikasi.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
143
Dan juga selain industri pionir yang dicantumkan pada pasal 2 (1), Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011 tersebut, Menteri
Keuangan
dengan
mempertimbangkan
kepentingan
mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu dapat menetapkan industri pionir lainnya. Industri Pionir lainnya dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011 ini tidak dinyatakan secara implisit sehingga menimbulkan area abu-abu terhadap pengusaha sehingga rawan menimbulkan penyelewengan kewenangan. Adapun verifikasi dan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/MIND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, pasal 2 (3) dilakukan oleh Tim.306
3.1.3. Tax Holiday Dalam Perspektif AFCTA
Kerjasama ACFTA (negara ASEAN plus China) merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas diantara negara-negara ASEAN plus China yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA ASEAN-China. Dalam AFTA ASEAN-China, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Karena ada beberapa mekanisme terkait mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas dengan harapan dapat lebih efisien dan tidak ada batasan antara komoditi-komoditi ASEAN plus China untuk masuk diantara masing-masing negara ASEAN satu sama lain plus China. 306
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, pasal 2 (4),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
144
Infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi AFTA ASEAN-China atau pasar bebas ASEAN-China. FTA juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak mempersiapkan Sumber Daya Manusia dan infrastruktur dalam negeri. Adapun dampak dari ACFTA pada perekonomian Indonesia adalah :307 1.
Menyengsarakan dan menghancurkan industri manufaktur / pabrikan lokal akan terancam tutup karena tidak mampu bersaing dengan produk-produk lokal, khususnya China.
2.
Meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan karena menurunnya kinerja industri manufaktur nasional. (Ekonom Universitas
Kristen
Satya
Wacana
(UKSW)
Salatiga
Hendrawan Supratikno) 3.
Menurunnya tingkat pendapatan perkapita masyarakat.
4.
Melemahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang seharusnya 6 %, pada 2010 di perkirakan dibawah 5 %, maka stabilitas negara menurun. (Daniel Foxman, Director, Retail, and Shopper South Asia TNS (lembaga riset terkait industri dan ritel)
Dalam pemberian fasilitas perpajakan sebagaimana salah satu bagian dari kebijakan fiskal oleh negara, yang mana bentuk fasilitas yang diberikan adalah Tax Holiday/Tax Alowance bagi investor, penulis berpendapat bahwa hal dimaksud tidak berimplikasi positif sebagaimana diharapkan tanpa adanya penunjang investasi lain apabila dikaitkan dengan konsep pembentukan ACFTA. Barrier yang semakin luntur antara Negara di kawasan ASEAN plus China terkait ACFTA menjadikan persaingan dalam merebut hati investor terutama investor asing untuk dapat memilih Indonesia sebagai
307
http://ishals.student.umm.ac.id/2012/02/03/dampak-afta-asean-china-pada-perekonomianindonesia/
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
145
tujuan penanaman modalnya semakin sulit ditambah dengan banyaknya
faktor-faktor
penghambat
investasi
di
Indonesia
sebagaimana disampaikan seperti buruh yang kerap mogok, perijinan yang tidak transparan, biaya perijinan yang bengkak, birokrasi yang berlarut-larut dalam mengurus legalitas perusahaan, sehingga upaya pemerintah untuk menanggulangi faktor-faktor penghambat investasi tersebut yang harus lebih diperhatikan ketimbang hanya bertumpu pada fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan. Terkait faktor penghambat investasi, dapat kita lihat jelas sejak terjadi reformasi, jumlah investasi, baik domestik maupun asing mengalami penurunan yang sangat draastis. Hal ini terlihat pada data BKPM, bahwa pada periode Januari-Oktober 2004, jumlah investasi asing sebanyak 8,85 miliar dolar AS, dengan jumlah proyek sebanyak 969 proyek, sedangkan sebelum reformasi, yaitu pada tahun 1995, jumlah investasi asing yang ditanamkan di Indonesia sebanyak 39.891 miliar dollar AS, sedangkan jumlah proyeknya sebanyak 783 proyek pada tahun 1995. Ini disebabkan Negara dalam keadaan stabil. Ini menunjukan bawa dalam orde reformasi, jumlah investasi asing yang masuk Indonesia mengalami penurunan, sedangkan sebelum reformasi jumlah investasi asing yang masuk Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi untuk mendatangkan investasi asing, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM, yaitu kendala internal dan eksternal. Hal-hal yang termasuk dalam kendala internal adalah: 308 1.
Kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai;
308
2.
Kesulitan memperoleh bahan baku;
3.
Kesulitan dana/pembiayaan;
4.
Kesulitan pemasaran; dan
Halim HS, Budi Sutrisno, “Hukum Investasi di Indonesia” (Jakarta : Rajawali Pers : 2007), hal. 96
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
146
5.
Adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham. Sedangkan kendala eksternal, meliputi:309
1.
Faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan global yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan pemerintah;
2.
Masalah hukum;
3.
Keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia;
4.
Adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal. Setidaknya BKPM telah mengumpulkan 262 perda yang berkaitan dengan iklim investasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut 206 perda berdasarkan
kajian
potensial
menghambat
investasi
di
Indonesia. Sebut saja, misalnya pajak penerangan jalan (PPJ) yang mewajibkan setiap penggunaan listrik dan non PLN dikenakan pajak 5-10 persen dari nilai jual tenaga listrik yang di hitung berdasarkan kapasitas tersedia atau taksiran penggunaan listrik. Padahal begitu banyak industry yang menggunakan genset untuk menjalankan operasi pabrik; dan 5.
Adanya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan
yang
menimbulkan
ketidakpastian
dalam
pemanfaatan areal hutan bagi industri pertambangan.
Pada tahun 2006, jumlah realisasi investasi asing langsung ke Indonesia sebanyak 4,69 miliar dolar AS, dengan jumlah proyek sebanyak 801 proyek. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 45,91% dari tahun 2005, sedangkan jumlah proyeknya turun 3,61 persen. Kepala BKPM, Muhammad Lutfi mengemukakan bahwa ada
309
Ibid, ...hal. 97,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
147
enam penyebab turunnya realisasi investasi asing di Indonesia keenam penyebab itu disajikan berikut ini.310 Pertama, menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan 2005 dibandingkan tahun 2003, Kedua, kenaikan harga bahan bakar minyak yang mendorong kenaikan nilai investasi dan ongkos produksi, Ketiga, krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah di Indonesia, Keempat, krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga menunda ekspasi usaha, Kelima, masalah perburuhan, Keenam, harmonisasi tarif pajak.311 Airlangga Hartarto mengemukakan tiga masalah utama yang membuat iklim investasi yang kurang kondusif adalah:312 “soal prosedur, birokrasi, serta kejelasan instansi yang berwenang dan lingkup urusan bidang investasi. Selanjutnya ia mengemukakan hasil survey Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) terhadap 600 perusahaan manufaktur dengan jumlah karyawan lebih dari 100 orang pada mengemuka terkait dengan permasalahan procedural dan birokrasi tersebut. Pertama, dalam mengurus perizinan investasi baru, diperlukan waktu 50 hari kalender atau 38 hari kerja untuk persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pendirian Perseroan Terbatas (PT) dan pendaftaran usaha memakan waktu 80 hari kerja. Adapun untuk izin atau pemerintah daerah setempat memakan waktu 43-192 hari. Kedua, dalam hal pemeriksaan pabean, diperlukan waktu 5 hari untuk pemeriksaan barang impor dan 4 hari untuk ekspor. Adapun pembayaran tidak resmi untuk mendapatkan izin pabean atas ekspedisi sebesar 2,3 persen.
310
Ibid, Ibid, sebagaimana dikutip dari sumber aslinya Kompas, 6 Desember 2006 hal. 17 312 Ibid, .. hal. 98, 311
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
148
Ketiga, waktu dan biaya pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) adalah 5 bulan dengan tingkat pengembalian 87 persen. Keempat, waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian pajak bulanan rata-rata 45 hari. Kelima, adalah soal perburuhan, terutama pembayaran uang pesangon yang rata-rata 5 persen dari biaya produksi. Belum lagi kalau terjadi perselisihan buruh. Keenam, adalah persoalan infrastruktur, misalnya waktu penyambungan listrik, telepon dan air yang cukup lama. Selain itu, seringnya pemadaman listrik dan gangguan telepon. Ketujuh, yakni ekonomi biaya tinggi. Timbulnya biaya tinggi ini karena akumulasi dari panjangnya prosedur dan birokrasi.
Mudrajat Kuncoro menyatakan bahwa hambatan yang dirasa pelaku bisnis adalah:313 1.
Pungli, perizinan dari pemerintah pusat, peraturan daerah dan kenaikan tariff (BBM dan Listrik).
2.
Peraturan dalam bentuk perda merupakan peraturan yang paling banyak dikeluarkan karena mencapai 90,1 persen dari seluruh peraturan daerah. Dari seluruh perda yang telah terbit, Perda yang tidak bermasalah hanya 27 persen. Alasan pembatalan perda oleh pemerintah pusat karena bertentangan dengan kepentingan publik, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, menghalangi aliran barang dan jasa dan duplikasi pajak/retribusi. Selanjutnya mudrajad Kuncoro mengusulkan bahwa untuk
meningkatkan Investasi: 314 1.
Pemerintah perlu perbaiki iklim investasi dengan menumpas korupsi, menyederhanakan prosedur investasi dengan pelayanan
313 314
Ibid, ... hal. 99, sebagaimana dikutip dari sumber aslinya (Hukum, Online, 8 September 2006) Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
149
satu atap, menertibkan Perda dan mempromosikan KEKI seperti Batam; 2.
Pelayanan mudah. Pemberian fiskal hanya diberikan pada kegiatan investasi yang menghasilkan eksternalitas positif karena berpengaruh pada penerimaan Negara;
3.
Pasal 12 ayat (1) perlu ditambah: bisnis di luar Jawa, terutama kawasan tertinggal, kawasan timur Indonesia dan daerah perbatasan; bisnis yang berorientasi ekspor dan bisnis yang bermitra dengan usaha kecil;
4.
Perlu ada kriteria wewenang yang diberi ke daerah dalam kerangka otonomi daerah dan penyelenggaraan penanaman modal beradasarkan aktivitas ekonomi lintas wilayah bernilai lebih dari AS $30 juta merupakan kewenangan pusat dan yang di bawah angka itu merupakan kewenangan daerah.
3.2.
Implikasi Pemberlakuan Ketentuan Tax Allowance Sebagaimana Diatur Dalam PP Nomor 52 tahun 2011 Tentang
Fasilitas Pajak
Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang usaha Tertentu Dan/Atau Di daerah-Daerah Tertentu
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, Pasal 3 (10 huruf d, kekhususan yang berhak mendapatkan dan yang dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan adalah Wajib Pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas dan koperasi yang melakukan penanaman modal pada : 315 a.
bidang-bidang usaha tertentu, atau
315
Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g g a l 2 2 D e s e m b e r 2 0 1 1 , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133, Pasal 2 (1)
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
150
b.
bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud diatas meliputi :316
a.
pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masingmasing sebesar 5% (lima persen) per tahun;
b.
penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, sebagai berikut:
Tabel 4, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat Kelompok Aktiva Tetap
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan dan Amortisasi
Berwujud
Menjadi
Berdasarkan Metode Garis Lurus
Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan: Kelompok I
2 tahun
50%
100% (dibebankan sekaligus)
Kelompok II
4 tahun
25%
50%
Kelompok III
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok IV
10 tahun
10%
20%
Permanen
10 tahun
10%
-
Tidak Permanen
5 tahun
20%
-
II. Bangunan:
c.
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; dan
d.
kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan:
316
Ibid, ...Pasal 2 (2)
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
151
Tabel 5, ketentuan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun 1
tambahan 1 tahun
apabila penanaman modal baru pada bidang usaha yang diatur pada ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat;
2
tambahan 1 tahun
apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut:
3
tambahan 1 tahun
apabila
penanaman
modal
baru
memerlukan
investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); 4
tambahan 1 tahun
apabila
mengeluarkan
biaya
penelitian
dan
pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau 5
tambahan 1 tahun
apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke 4 (empat).
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g ga l 2 2 D e s e m b e r 2 0 1 1 , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133, dapat
dimanfaatkan
setelah
Wajib
Pajak
merealisasikan
rencana
penanaman modal paling sedikit 80% (delapan puluh persen).317 Dalam menerbitkan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan memberikan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.318
317 318
Ibid, ...Pasal 2 (2a) Ibid, ...Pasal 2 (3)
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
152
Adapun larangan bagi Wajib Pajak yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud diatas adalah sebelum lewat jangka waktu 6 (enam) tahun sejak tanggal pemberian fasilitas tidak boleh:319 a.
menggunakan aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas; atau
b.
mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva tetap baru.
Apabila dalam pelaksanaan proyek Wajib Pajak
yang telah
mendapatkan fasilitas tidak lagi memenuhi ketentuan investasi dalam bidang-bidang usaha tertentu, atau bidang-bidang usaha tertentu dan daerahdaerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g g a l 2 2 D e s e m b e r 2 0 1 1 , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133, maka Wajib Pajak dimaksud dapat dikenakan saksi berupa :320 (1) Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu dicabut; (2) Sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan (3) Tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang 319
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4675, Pasal 3 320 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, tanggal 23 September 2008, lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 132, tambahan lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4892
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
153
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g g a l 2 2 D e s e m b e r 2 0 1 1 ,
Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133.
Adapun pengecualian untuk Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri semen yang melakukan rekonstruksi akibat bencana tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.321 Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki izin penanaman modal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g g a l
22
D e s e m b e r 2 0 1 1 , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133 ini, dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud sepanjang:322 a.
memiliki
rencana
penanaman
modal
paling
sedikit
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan b.
belum beroperasi secara komersial pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Wajib Pajak yang telah mendapatkan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007
321
Ditambahkan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, tanggal 23 September 2008, lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 132, tambahan lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4892 322 Op. Cit., Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 …Pasal 4B,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
154
tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidangbidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tidak berlaku ketentuan dapat memanfaatkan fasilitas setelah Wajib Pajak merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80% (delapan puluh persen).sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2a) Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g g a l
22
D e s e m b e r 2 0 1 1 , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133.323 Adapun berdasarkan data yang penulis dapatkan dari BKPM,324 No.
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011
1
Usulan dari BKPM
184
8
14
10
17
2
Disetujui
52
5
10
5
5
3
Tidak Disetujui
132
3
4
5
12
Kita dapat melihat bahwa dari banyaknya pengajuan Wajib Pajak (Investor) yang mengajukan fasilitas Tax Allowance, Aplikasi yang disetujui dengan yang tidak disetujui atau ditolak, adalah lebih dominan ditolak. Pertanyaannya adalah apa yang salah dengan regulasi Tax Allowance ini?. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pejabat BKPM sebagai 323
Ibid, ... Pasal 7A Badan Koordinasi Penanaman Modal, bahan presentasi Kebijakan Perpajakan Dalam Rangka Peningkatan Penanaman Modal langsung di Indonesia, seminar 2 hari mengenai fasilitas pembebasan dan/atau pengurangan pajak penghasilan badan, kemudahan perolehan lahan, masalah ketenagakerjaan dan keimigrasian dalam rangka meningkatkan investasi, Ikatan Purnabhakti Badan Koordinasi Penanaman Modal (IP-BKPM) : Jakarta 2012 324
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
155
salah satu lembaga yang diamanahkan oleh Undang-undang untuk menerima
aplikasi
pengajuan
Tax
Holiday/Tax
Allowance
selain
Departemen Perindustrian, dan meneruskan setelah melalui hasil verifikasi dan pengkajian ke Dirjen Pajak selaku lembaga yang berwenang memberikan kebijakan apakah investor berhak mendapatkan insentif perpajakan atau tidak. BKPM hanya sebatas memberikan masukan dan menyeleksi administratif terhadap aplikasi yang masuk. Untuk proses pemberian fasilitas, betul-betul diserahkan kepada Dirjen Pajak selaku pemangku kebijakan. Terkadang penilaian Dirjen Pajak terhadap aplikasi pengajuan Tax Allowance ini masih terbatas pada apakah industri yang mengajukan aplikasi Tax Allowance ini memang betul-betul mempunyai nilai strategis dalam pembangunan bangsa, sebagaimana tujuan fasilitas fiskal, yaitu fasilitas perpajakan sebagaimana bagian dari kebijakan Makro ekonomi bangsa yaitu demi mengejar kemudahan berinvestasi di Indonesia untuk penanaman modal asing, sehingga kriteria tersebut masih lekat dan investor asing adalah pihak yang lebih diuntungkan terhadap paradigma ini. Berbicara mengenai tingkatan kemudahan berinvestasi di Indonesia (Invesment Grade), penilaian atas Indonesia oleh World Economic Forum (WEF) ini sejalan dengan penilaian yang diberikan oleh beberapa lembaga internasional, termasuk lembaga pemeringkat (rating agency). Tiga lembaga pemeringkat terkemuka, Fitch, S&P dan Moody‟s sudah menempatkan peringkat investasi Indonesia satu tingkat (notch) di bawah investment grade. Banyak kalangan menilai tinggal tunggu waktu untuk secara „de jure„ masuk kategori investment grade. Bahkan, lembaga pemeringkat dari Jepang, Japan Credit rating Agency (JCRA), sejak Juli tahun 2010 lalu, sudah memasukkan Indonesia ke dalam kelas investment grade. Peringkat yang disandang Indonesia sebelum dihantam krisis moneter tahun 1998 yang lalu. Namun demikian, JCRA sejauh ini belum menjadi rujukan utama bagi investor di pasar keuangan internasional. 325
325
ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/06/15/indonesia-makin-mengkilat-di-mata-dunia/ diakses 13 Januari 2013,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
156
Peringkat daya saing ditentukan berdasarkan 110 indikator, dengan 80 indikator
diantaranya
merupakan
hasil
survey,
yang
kemudian
dikelompokkan ke dalam 12 pilar daya saing. Ke-12 pilar ini dinilai sebagai faktor yang mendorong daya saing ekonomi suatu negara. Tentunya faktor mana yang dominan, akan bergantung pada dimana tahapan pembangunan ekonomi suatu negara berada. 326 Ke-12 pilar tadi kemudian dikelompokkan dengan merujuk pada 3 tahapan unsur yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Mulai dari komponen dasar yang harus dalam suatu perekonomian (basic requirements), kemudian komponen yang menjadi syarat peningkatan efisiensi suatu perekonomian (efficiency enhancers), dan komponen pendorong inovasi dalam perekonomian (innovation and sophistication factors), mengacu pada pemikiran Profesor Xavier Sala-i-Martin, salah satu tokoh yang menjadi rujukan para ekonom penggiat ilmu ekonomi pembangunan. 327 Adapun ke-12 pilar yang dijadikan tolok ukur daya saing suatu negara meliputi: aspek kualitas institusi/lembaga, infrastruktur, kebijakan makro ekonomi, kesehatan masyarakat dan pendidikan dasar, pendidikan lanjutan dan peningkatan ketrampilan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar finansial, kesiapan teknologi, kapasitas pasar, tingkat kecanggihan bisnis, dan inovasi. 328 Dari 12 pilar yang telah disampaikan diatas, tidak semuanya Indonesia memperoleh nilai baik. Bahkan, penilaian terhadap beberapa aspek yang menjadi kelemahan juga tidak jauh berbeda dengan yang menjadi sorotan masyarakat. Misalnya infrastruktur (urutan ke 82), kesiapan teknologi (91), tingkat kesehatan masyarakat serta pendidikan dasar (62), pendidikan lanjutan dan peningkatan ketrampilan (66), dan pasar tenaga kerja (91). Meski demikian, beberapa dalam beberapa aspek, Indonesia dinilai sangat
326
Ibid, Ibid, 328 Ibid, 327
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
157
menonjol kemajuannya. Misalnya, kebijakan makro ekonomi (35), kecanggihan bisnis (37), inovasi (36) dan tentu saja kapasitas pasar (15). 329 Dari paparan disub-bab sebelumnya terlihat bahwa kebijakan Makro ekonomi, yaitu kebijakan fiskal dengan upaya pemerintah memberikan fasilitas insentif pajak kepada para investor dan calon investor memang merupakan salah satu nilai tambah yang dipegang kalangan global serta dinilai akan memberikan pondasi yang kuat bagi proses pembangunan ekonomi yang sehat ke depan, sehingga investor asing akan giat menanamkan investasinya di Indonesia. Namun apabila dikaitkan antara implikasi ketentuan Tax Holiday/Tax Allowance dengan maraknya penanaman modal, dalam implementasinya dilapangan belum dapat dipastikan secara penuh, terkait banyaknya pilarpilar yang belum terpenuhi dalam kemudahan berinvestasi di dunia sebagaimana disampaikan tiga lembaga pemeringkat terkemuka, Fitch, S&P dan Moody‟s yang mana harus segera dibenahi agar investasi semakin bergairah di Indonesia. Apabila hal ini tidak segera dibenahi tidak dapat kita pungkiri apabila produsen akan berfikir untuk menarik investasinya dari Indonesia untuk ditanamkan di negara ASEAN atau China yang mana terkait AFCTA bahwasanya untuk hasil komoditi bisa masuk dengan maksimal bea masuk 5%, sehingga apabila dikaji dari sisi bisnis, selisih margin yang diambil dapat dialokasikan untuk sebesar 5% untuk bea, dengan mengeyampingkan faktor-faktor penghambat investasi di Indonesia, yang pada akhirnya kebijakan Tax Holiday/Tax Allowance yang dikenakan pemerintah hanya sebatas pemanis untuk menarik investasi namun efektifitasnya tidak terasa.
329
Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
158
BAB 4 LANGKAH STRATEGIK DALAM MENGUPAYAKAN DAN MEMAKSIMALKAN KETENTUAN INSENTIF PAJAK
4.1.
Mekanisme Pengajuan Insentif Pajak
4.1.1. Pengajuan Melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Seperti juga diatur dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2011 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, dan pasal 1 (1) Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769, yang dapat diberikan insentif pajak adalah perusahaan yang menjalankan usahanya dalam bidang Industri Pionir, Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2011 dan Pasal 2 Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769, ini mancakup : 1.
Industri logam dasar;
2.
Industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
3.
Industri permesinan;
4.
Industri di bidang sumber daya terbarukan; dan/atau
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
159
5.
Industri peralatan komunikasi.
Selain Industri Pionir yang dicantumkan pada Pasal 2 (1) Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769 ini, Menteri
Keuangan
dengan
mempertimbangkan
kepentingan
mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu juga dapat menetapkan Industri Pionir lainnya selain yang disebutkan tersebut.330 Industri Pionir sebagaimana dimaksud dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan setelah dilakukan verifikasi dan kajian Tim. Dalam hal perusahaan mengajukan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Kepala BKPM, pengajuannya dapat dilakukan melalui Perijinan Terpadu Satu Pintu BKPM dengan tembusan ditujukan kepada Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal.331 Permohonan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 (1) Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Dan Tata Cara
Pengajuan
Permohonan
Fasilitas
Pembebasan
Atau
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769 ini wajib dilengkapi dengan:332 a.
Fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
b.
Surat persetujuan penanaman modal baru yang diterbitkan oleh Kepala BKPM;
330
Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769, Pasal 2 (2) 331 Ibid, ....Pasal 3 (1), 332 Ibid, ....Pasal 3 (2),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
160
c.
Surat Pernyataan Kesanggupan untuk menempatkan dana paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal di perbankan di Indonesia apabila permohonan disetujui oleh Menteri Keuangan;
d.
Dokumen
pengesahan
badan
hukum
perusahaan
dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; e.
Surat Pernyataan adanya ketentuan mengenai tax sparing di negara
domisili,
yang
dilengkapi
dengan
dokumen
peraturannya; dan f.
Formulir permohonan yang telah diisi oleh pemohon.333
Berikut contoh isian formulir pengajuan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diajukan perusahaan kepala BKPM :
Contoh form isian : LAMPIRAN XXIX PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : TAHUN 2009 TANGGAL :
PERMOHONAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2007 SEBAGAIMANA DI UBAH DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 52 TAHUN 2011
I.
KETERANGAN PEMOHON 1. Nama perusahaan ABADIPRATAMA 2. Nomor, tanggal Persetujuan/ Izin Prinsip/Izin sejenis lainnya 3. Instansi yang mengeluarkan Modal 4. NPWP 5. Nomor dan Tanggal Akta Pendirian
:
PT.
BINASAWIT
: 286/1/IP/II/PMA/2012 : Badan Koordinasi Penanaman : 01.664.830.0-092.000
333
Formulir permohonan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
161
dan Perubahannya Akta Pendirian Akta Perubahan Akta Perubahan Akta Perubahan 6. 7.
: : : :
: Nomor 153 tanggal 29 Maret 1994 Nomor 18 tanggal 8 Agustus 2008 Nomor 24 tanggal 16 Agustus 2011 Nomor 10 tanggal 9 Juli 2012
Nomor dan Tanggal pengesahan Badan Hukum Alamat Kantor Pusat
: C2-16.396 HT.01.01.TH.94 : Plaza BII Menara II Lantai 30, Jl. MH. Thamrin Kav. 22 No.
51, Jakarta Pusat 10350 II.
RENCANA PENANAMAN MODAL No 1
Bidang Usaha Industri minyak goreng kelapa sawit
KBLI 10432
Daerah/lokasi Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah
1.
Estimasi Mulai berproduksi (bulan/tahun) : Oktober 2017
2.
Investasi proyek (Rp/US$)
: 699.902.968.500,-
3.
Modal perseroan (Rp/US$)* a. Modal Asing b. Modal Ditempatkan c. Modal Disetor
: : 147.500.000.000,: 8.000.000.000,: 155.500.000.000,-
4. Tenaga Kerja Indonesia * Coret yang tidak perlu III.
Cakupan Produk Industri minyak goreng sawit curah dan / atau kemasan bermerk dan / atau kemasan sederhana
: 341
orang
PERNYATAAN Kami menyatakan bahwa permohonan ini dibuat dengan benar, di tandatangani oleh yang berhak diatas materai yang cukup dan sewaktu-waktu dapat dipertanggungjawabkan termasuk dokumen/data baik yang terlampir maupun yang disampaikan kemudian. Jakarta, 1 Oktober 2012 Pemohon PT. Binasawit Abadipratama Materai Rp. 6.000,……………………. Direktur
LAMPIRAN : a. b. c.
Rekaman akta pendirian berikut perubahannya. Rekaman NPWP. Rekaman Izin Prinsip Penanaman Modal tentang kegiatan usaha atau bentuk perizinan sejenis lainnya dari instansi yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
162
Dalam hal dokumen permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diajukan perusahaan telah lengkap dan diterima, Kepala BKPM kemudian menugaskan Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal untuk melakukan verifikasi dan pengkajian atas permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diajukan perusahaan tersebut, sebagai bahan rekomendasi kepada Kepala BKPM.334 Dalam hal Kepala BKPM berhalangan selama 2 (dua) hari kerja, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal berinisiatif melakukan verifikasi dan kajian.335 Dalam rangka verifikasi dan pengkajian atas permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diajukan perusahaan sebagaimana dimaksud diatas, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal menugaskan kepada Tim untuk melakukan verifikasi dan kajian.336 Dalam pelaksanaanya, Tim berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya, melakukan verifikasi kelengkapan dan pengkajian atas permohonan fasilitas pembebasan atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan
badan
yang
diajukan
perusahaan tersebut.337 Selambat-lambatnya 9 (sembilan) hari kerja setelah permohonan diterima di PTSP BKPM, Perusahaan yang telah mengajukan permohonan diwajibkan untuk melakukan presentasi kepada Tim secara lengkap dan jelas tentang kelengkapan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diajukan
dan
melengkapi
dokumen/data
penunjang
beserta
kelengkapan yang kiranya kurang dan masih diperlukan.338 Dalam melakukan pengkajian atas presentasi yang dilakukan pemohon atas pengajuan permohonan fasilitas pembebasan atau
334
Op. Cit., ...Pasal 4 (1) Ibid, ...Pasal 4 (2), 336 Ibid, ...Pasal 4 (3), 337 Ibid, ...Pasal 4 (4), 338 Ibid, ...Pasal 5, 335
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
163
pengurangan Pajak Penghasilan badan
yang diajukan, Tim
berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya.339 Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja Tim akan menyusun uraian penelitian dan menyampaikan hasil verifikasi dan pengkajian atas presentasi yang dilakukan pemohon kepada Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal.340 Dan berdasarkan hasil verifikasi dan kajian oleh Tim, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal akan
merekomendasikan
kelayakan
permohonan
fasilitas
pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Kepala BKPM.341 Atas dasar hasil verifikasi dan kajian sebagaimana dimaksud diatas, selambat–lambatnya 2 (dua) hari kerja Kepala BKPM menugaskan Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal untuk menyiapkan usulan yang disertai dengan uraian penelitian kepada Menteri Keuangan.342 Dan dalam hal usulan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan ditolak, Kepala BKPM menugaskan Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal untuk menyiapkan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan tersebut kepada pemohon selambat-lambatnya dalam 2 (dua) hari kerja.343 Berikut Alur pengajuan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman
Dan
Tata
Cara
Pengajuan
Permohonan
Fasilitas
Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769. Dalam rangka mengukur efektifitas kebijakan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan
339
Ibid, ...Pasal 6 (1), Ibid, ...Pasal 6 (2), 341 Ibid, ...Pasal 6 (3), 342 Ibid, ...Pasal 7 (1), 343 Ibid, ...Pasal 7 (2), 340
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
164
yang telah diberikan kepada badan hukum, Tim akan melakukan evaluasi atas pemanfaatan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan tersebut,344 Dan Tim akan melaporkan hasil evaluasi kepada Kepala BKPM sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.345 Tabel 6, Pedoman dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Melalui BKPM346 No.
Keterangan
Lama
1
Permohonan fasilitas lengkap diterima di PTSP BKPM dan ditujukan kepada Kepala BKPM.
1 hari kerja
2
Jika dalam waktu 2 (dua) hari Kepala BKPM berhalangan, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM berinisiatif memulai kajian dan verifikasi.
2 hari kerja
3
Tim melakukan kajian dan verifikasi data awal, serta meminta pemohon untuk melakukan presentasi.
1 hari kerja
4
Pemohon melakukan presentasi dan Tim melakukan pengkajian atas hasil presentasi tersebut.
5 hari kerja
5
6
Tim menyusun uraian penelitian dan menyampaikan hasil kajian dan verifikasi kepada Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal. Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal memberikan hasil kajian dan verifikasi kepada Kepala BKPM. Jika disetujui, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal membuat surat usulan Kepala BKPM kepada Menteri Keuangan. Jika ditolak, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal membuat penolakan tertulis kepada pemohon.
3 hari kerja
2 hari kerja
4.1.2. Pengajuan Melalui Departemen Perindustrian
Pada dasarnya pola pengajuan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang
344
Ibid, ...Pasal 9 (1), Ibid, ...Pasal 9 (2), 346 Pedoman dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak http://bkpm.nttprov.go.id/?p=69, diakses 10 Juli 2012 345
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
165
Pedoman
Dan
Tata
Cara
Pengajuan
Permohonan
Fasilitas
Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, Pasal 3 (1), adalah tidak jauh berbeda dengan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 tahun 2011 tentang Pedoman
Dan
Tata
Cara
Pengajuan
Permohonan
Fasilitas
Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, tanggal 1 Desember 2011, Berita negara republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 769. namun dalam hal ini bahwa Perusahaan mengajukan permohonan
fasilitas
pembebasan
atau
pengurangan
Pajak
Penghasilan badan kepada Menteri bukan melalui Perijinan Terpadu Satu Pintu BKPM dengan tembusan ditujukan kepada Deputi Bidang Pelayanan
Penanaman
Modal,
melainkan
melalui
Menteri
Perindustrian dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri melalui Sekretariat Tim Direktorat Jenderal Pembina Industri. Permohonan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 (1) Peraturan Menteri
Perindustrian
Republik
Indonesia
Nomor
93/M-
IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770 tersebut, wajib dilengkapi dengan347: a.
Fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
b.
Surat Persetujuan Penanaman Modal baru yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang dilengkapi dengan rinciannya;
347
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, Pasal 3 (2),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
166
c.
Surat Pernyataan Kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan di Indonesia apabila permohonan disetujui oleh Menteri Keuangan;
d.
Dokumen
pengesahan
Badan
Hukum
perusahaan
dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; e.
Surat Pernyataan adanya ketentuan mengenai tax sparing di negara asal domisili Perusahaan, dilengkapi dengan dokumen pendukung ;
f.
Formulir yang diisi uraian penelitian tentang348 : 1)
informasi ketersediaan infrastruktur di lokasi investasi;
2)
penyerapan tenaga kerja domestik;
3)
kajian mengenai pemenuhan kriteria sebagai Industri Pionir; dan
4)
rencana tahapan alih teknologi;
Atas permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dimaksud, Menteri menugaskan Direktur Jenderal Pembina Industri melakukan verifikasi dan pengkajian atas permohonan
fasilitas
Penghasilan
badan
pembebasan sebagaimana
rekomendasi kepada Menteri.
349
atau
pengurangan
dimaksud
sebagai
Pajak bahan
Dalam hal Menteri berhalangan
selama 2 (dua) hari kerja, Direktur Jenderal Pembina Industri berinisiatif melakukan verifikasi administrasi.350 Dan dalam rangka verifikasi dan pengkajian atas permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, Direktur Jenderal Pembina
348
Formulir sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 (2) huruf f, Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770 adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II tesis ini 349 Op. Cit.,..., Pasal 4 (1), 350 Ibid,....Pasal 4 (2),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
167
Industri menugaskan kepada Tim untuk melakukan verifikasi dan pengkajian.351 Perusahaan yang telah mengajukan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, diwajibkan untuk melakukan presentasi kepada Tim secara lengkap dan jelas tentang kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, dan melengkapi dokumen/data penunjang beserta kelengkapan yang masih diperlukan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan disampaikan kepada Menteri.352 Tim melakukan verifikasi dan pengkajian atas permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dan menyampaikan hasilnya kepada Direktur Jenderal Pembina Industri dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja,
353
Dan
berdasarkan hasil verifikasi dan pengkajian oleh Tim atas permohonan
fasilitas
pembebasan
Penghasilan
badan,
Direktur
atau
pengurangan
Jenderal
Pembina
Pajak Industri
merekomendasikan kelayakan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan kepada Menteri dalam waktu 2 (dua) hari kerja.354 Atas dasar hasil verifikasi dan kajian oleh Tim atas permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, Menteri menugaskan Kepala BPKIMI untuk berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan instansi terkait lainnya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja dan menyampaikan 351
Ibid,....Pasal 4 (3), Ibid,....Pasal 5, 353 Ibid,....Pasal 6 (1), 354 Ibid,....Pasal 6 (2), 352
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
168
hasilnya kepada Menteri selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja.355 Hasil penugasan sebagaimana dimaksud pada diatas, apabila disetujui oleh Menteri, selanjutnya Menteri menugaskan Kepala BPKIMI untuk menyiapkan usulan Menteri kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja.356 Dalam hal usulan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan ditolak oleh Menteri, selanjutnya Menteri menugaskan Kepala BPKIMI untuk menyiapkan pemberitahuan secara tertulis mengenai penolakan tersebut beserta alasannya kepada pemohon selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja.357 Berikut alur pengajuan permohonan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan di sektor industri sebagaimana tercantum pada Lampiran II Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan
Fasilitas
Pembebasan
Atau
Pengurangan
Pajak
Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770.
4.2.
Tata Cara Pelaporan Penggunaan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan
355
Ibid,....Pasal 7 (1), Ibid,....Pasal 7 (2), 357 Ibid,....Pasal 7 (3), 356
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
169
mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan harus menyampaikan laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Pajak dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan358. Adapun laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Pajak dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan mengenai hal-hal sebagai berikut: a.
laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang; dan
b.
laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit.
Laporan penggunaan dana yang ditempatkan di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang, harus disampaikan secara triwulanan sejak triwulan saat dana tersebut mulai digunakan sampai dengan triwulan dana digunakan seluruhnya, dengan prosedur dilampiri dengan fotokopi rekening koran atas dana dan disampaikan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.359 Terkait Laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 (b) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak 358
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan 359 Ibid, Ps. 2 (1), (2), (3),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
170
Penghasilan Badan, harus disampaikan secara tahunan sejak Tahun Pajak saat penanaman modal mulai direalisasikan sampai dengan Tahun Pajak penanaman modal direalisasikan seluruhnya, dangan ketentuan laporan sebagaimana dimaksud harus dilampiri dengan surat pernyataan akuntan publik yang menyatakan bahwa laporan realisasi penanaman modal telah diaudit dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan laporan tersebut disampaikan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.360 Selain menyampaikan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit,
Wajib
Pajak
juga
harus menyampaikan
laporan
realisasi
penanaman modal yang tidak wajib diaudit secara triwulanan. Adapun bentuk laporan realisasi penanaman modal yang tidak wajib diaudit secara triwulanan dimaksud disampaikan sejak triwulan saat penanaman modal mulai
direalisasikan
sampai
dengan
triwulan
penanaman
modal
direalisasikan seluruhnya dan disampaikan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.361 Mengenai mekanisme pelaporan mengenai penggunaan dana dan laporan
realisasi penanaman
modal
sebagaimana
dimaksud
diatas,
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan paling lama tanggal 5 (lima) bulan berikutnya setelah berakhirnya periode triwulanan bersangkutan. Mengenai laporan realisasi penanaman modal sebagaimana dimaksud diatas
360 361
Ibid, Ps. 3 (1), (2), (3), Ibid, Ps. 4 (1), (2), (3),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
171
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 362 Dalam hal penanaman modal direalisasikan seluruhnya pada bagian tahun berjalan maka laporan realisasi penanaman modal sebagaimana dimaksud disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan paling lama 4 (empat) bulan setelah bulan penanaman modal direalisasikan seluruhnya dan dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud diatas bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional atau hari cuti bersama yang ditetapkan oleh pemerintah, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.363 Adapun atas penyampaian laporan penggunaan dana dan laporan realisasi penanaman modal sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dengan cara: a.
disampaikan langsung dan kepada pengurus/kuasa Wajib Pajak diberikan tanda bukti penerimaan; atau
b.
dikirimkan melalui pos atau jasa ekspedisi dengan tanda bukti pengiriman surat364
Dengan tanggal dan tanda bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud diatas dianggap sebagai tanggal dan tanda bukti penerimaan sepanjang laporan tersebut telah lengkap.365 Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud, Direktur Jenderal Pajak dapat mengusulkan kepada komite verifikasi pemberian pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan guna menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan untuk melakukan 362
Ibid, Ps. 5 (1), (2), Ibid, Ps. 5 (3), (4), 364 Ibid, Ps. 6 (1), 365 Ibid, Ps. 6 (2), 363
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
172
pencabutan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.366 Selain daripada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011, Tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Di Sektor Industri, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 770, Pasal 9 diatur juga mengenai pelaporan realisasi penanaman modal bagi wajib pajak yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan, namun tidak se-detil pengaturan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 44/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaporan Dana Dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Tanggal 1 Desember 2011,
tersebut diatur
mengenai dalam rangka mengukur efektifitas kebijakan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, perlu dilakukan evaluasi atas pemanfaatan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan yang pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing Direktorat Jenderal Pembina Industri, dan untuk mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud, terhadap Perusahaan yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan harus menyampaikan laporan
366
Ibid, Ps. 7,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
173
kepada Direktur Jenderal Pembina Industri secara berkala (6 bulan) yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a.
Realisasi Produksi Komersial
b.
Realisasi Pemanfaatan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan badan
c.
Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja
d.
Realisasi Penggunaan dan Alih Teknologi
Dan atas laporan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri secara berkala (6 bulan) yang meliputi hal-hal tersebut diatas, masing-masing Direktorat Jenderal Pembina Industri melaporkan hasil evaluasi kepada Menteri sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.367
4.3.
Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial Bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, yang dimaksud dengan saat dimulainya berproduksi secara komersial bagi Wajib Pajak adalah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, yang tata caranya diatur juga oleh Peraturan Dirjen Pajak. Maka oleh karena itu melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER 45/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan,
ketentuan Pasal 3 (4) Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus
367
Op. Cit. ..Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 93/M-IND/PER/11/2011, Ps. 9 (2),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
174
2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 dijabarkan. Bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sepanjang memenuhi persyaratan antara lain :368 a.
telah merealisasikan seluruh rencana penanaman modal; dan
b.
telah berproduksi secara komersial.
Mengenai saat dimulainya berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b didasarkan pada;369 a.
saat seluruh penanaman modal direalisasikan; dan
b.
saat penjualan hasil produksi ke pasaran dilakukan.
Saat dimulainya berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak
yang
diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan untuk tujuan lain atas permohonan tertulis Wajib Pajak dengan ketentuan atas permohonan tertulis sebagaimana dimaksud diatas diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 45/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.370
368
PER - 45/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Ps. 1 369 Ibid, Ps. 2 370 Ibid, Ps. 3 (1), (2),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
175
Adapun permohonan tertulis sebagaimana dimaksud diatas dilampiri dengan:371 a.
Fotokopi akta pendirian;
b.
Fotokopi keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan;
c.
Laporan Keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit;
d.
Surat kuasa khusus dalam hal permohonan disampaikan oleh kuasa Wajib Pajak; dan
e.
Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi penjualan hasil produksi sekurang-kurangnya terdiri dari faktur penjualan. faktur pajak, dan bukti pengiriman barang.
Setelah itu tahapan berikutnya adalah bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 45/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan tentang penetapan saat dimulainya berproduksi secara komersial dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak.372 Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud diatas telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang
penetapan
saat
dimulainya
berproduksi
secara
komersial
diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu tersebut berakhir.373 Atas keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penetapan saat
371
Ibid, Ps. 3 (3), Ibid, Ps. 4 (1), 373 Ibid, Ps. 4 (2), 372
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
176
dimulainya berproduksi secara komersial tersebut menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 45/PJ/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Tata Cara Penetapan Saat Dimulainya Berproduksi Secara Komersial bagi Wajib Pajak Badan Yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
4.4.
Perencanaan Insentif Pajak (Tax Incentive) Bagi Investor
4.4.1. Jenis dan bidang usaha yang dapat mengajukan Tax Holliday
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, yang dapat diberikan insentif pajak adalah perusahaan yang menjalankan usahanya dalam bidang Industri Pionir. Dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 ini. Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 ini mancakup : 1.
Industri logam dasar;
2.
Industri pengilangan minyak bumi dan/atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
3.
Industri permesinan;
4.
Industri di bidang sumber daya terbarukan; dan/atau
5.
Industri peralatan komunikasi.
Selain sebagai Industri Pionir, syarat lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk dapat mengajukan dan diberikan fasilitas
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
177
pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan adalah sebagaimana diatur dalam pasal 3 (1) huruf b, c, d Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 yaitu : 1.
mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang paling sedikit sebesar Rp. 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);374
2.
menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan tidak boleh ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan375
3.
harus
berstatus
sebagai
badan
hukum
Indonesia
yang
pengesahannya ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sebelum Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku atau pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.376
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503 dinyatakan bahwa : 1.
Kepada Wajib Pajak badan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Penanaman
374
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, Pasal 3 (1) huruf b, 375 Ibid, ...Pasal 3 (1) huruf c, 376 Ibid, ...Pasal 3 (1) huruf d
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
178
Modal dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. 2.
Pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Tahun Pajak dan paling singkat 5 (lima) Tahun Pajak, terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi komersial.
3.
Setelah berakhirnya pemberian fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak
diberikan
pengurangan
Pajak
Penghasilan
badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan terutang selama 2 (dua) Tahun Pajak. 4.
Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu,
Menteri
Keuangan
dapat
memberikan
fasilitas
pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan dengan jangka waktu melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Dengan mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat menetapkan Industri Pionir yang diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan, selain cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 (2)377 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak
377
Ibid, ...Pasal 3 (3),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
179
Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503. Adapun pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/PMK.011/2011 Tahun 2011 Tanggal 15 Agustus 2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan Atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 503, dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang memenuhi persyaratan: 1.
Telah merealisasikan seluruh penanaman modalnya; dan
2.
Telah berproduksi secara komersial.
4.4.2. Jenis dan bidang usaha yang dapat mengajukan Tax Allowance
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu, T a n g g a l 2 2 D e s e m b e r 2 0 1 1 , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 133, diatur lebih terperinci dalam lampiran I dan II Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu tersebut. Adapun lampiran I berisikan mengenai Bidang Usaha Tertentu yang dapat diberikan Tax Allowances oleh Pemerintah dan lampiran II berisikan Bidang Usaha Tertentu daerah udaha di daerah tertentu, jadi jenis bidang usaha tertentu di daerah usaha tertentu dengan maksud untuk pemerataan pembangunan ekonomi di daerah-daerah
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
180
lain di Indonesia, mengingat pertumbuhan ekonomi yang paling signifikan hanya di pulau Jawa. Lebih jelasnya lampiran I dan II Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu terlampir pada lampiran tesis ini.
4.4.3. Praktik Pengoptimalan Insentif Pajak Oleh Korporasi
4.4.3.1. Pengajuan Insentif Pajak Oleh Sinarmas Grup Dalam Bidang
Pengolahan
Minyak
Kelapa
Sawit
Dan
RESOURCES
AND
Turunannya
PT.
SINAR
TECHNOLOGY
MAS
AGRO
Tbk. (disingkat menjadi “PT SMART
Tbk.”), merupakan salah satu affiliansi daripada Sinarmas Grup, salah satu grup perusahaan terbesar di Indonesia dengan bidang usaha yang tersebar dari hulu dan hilir dengan
penyebaran
usaha
di
seluruh
propinsi
dan
Kota/Kabupaten di Indonesia, dalam hal ini PT. SMART Tbk., adalah sebuah perseroan terbatas terbuka yang didirikan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia, berkedudukan di Jakarta, beralamat di Plaza BII Menara II Lantai 30, Jalan M.H. Thamrin No. 51, Jakarta Pusat 10350, dengan Akta Pendirian No. 67, Tgl 18 Juni 1962 dibuat dihadapan Notaris Raden Hadiwidodo, S.H., pengganti Notaris Raden Kadiman, Pengesahan Menteri Hukum dan HAM
No.J.A.5/115/3,
Tgl
29
Agustus
1963,
dan
Perubahannya dibuat dihadapan Notaris Linda Herawati, S.H., No. 113 tanggal 29 Mei 2008, Pengesahan Menteri Hukum dan HAM No.AHU-53268.AH.01.02 Tahun 2008
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
181
tanggal 21 Agustus 2008 dan dengan bidang usaha bergerak dalam bidan perkebunan kelapa sawit dan industri minyak goreng kelapa sawit dan turunannya. Adapun dalam penelitian ini penulis hanya membatasi bidang usaha PT SMART Tbk., yang bergerak dalam industri hilir saja yaitu industri minyak goreng kelapa sawit dan turunannya dengan lokasi proyek masing – masing : 1.
Kawasan Industri Marunda Center Blok D No.1 Desa Segara Makmur, Kec. Tarumajaya;
2.
Jl. Belmera Baru, Kel. Belawan II, Kec. Medan Belawan;
3.
Kawasan Industri Rungkut, Jl. Rungkut Industri Raya No. 19, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur;
4.
Desa Tarjun, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan
Terkait bidang usaha dan lokasi proyek seperti disebutkan diatas, Izin Prinsip/Izin Prinsip Perluasan/Izin Prinsip Perubahan/Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan/ Izin Usaha Perubahan yang telah dimiliki masing – masing : 1.
314/T/PERTANIAN/1992 tanggal 9 Nop 1992
2.
447/T/INDUSTRI/1996 tanggal 25 Juli 1996
3.
870/T/INDUSTRI/2000 tanggal 22 Des 2000
4.
111/T/INDUSTRI/2001 tanggal 12 Maret 2001
5.
112/T/INDUSTRI/2001 tanggal 12 Maret 2001
6.
454/T/INDUSTRI/2007 tanggal 4 Juni 2007
7.
510/T/INDUSTRI/2007 tanggal 19 Juni 2007
8.
1035/T/INDUSTRI/2007 tanggal 28 Nop 2007
9.
1016/T/INDUSTRI/2008 tanggal 26 Sep 2008
10. 33/1/IU/II/PMDN/INDUSTRI/2010 tanggal 14 Juli 2010
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
182
11. 44/T/1/IU/II/PMDN/INDUSTRI/2010
tanggal 20
Agustus 2010 12. 46/III/PMDN/2006, tanggal 13 April 2006 13. No.101/I/IP/II/PMDN/2010 tanggal 08 September 2010 14. No.22/1/IP/III/PMDN/2011 tanggal 02 Mei 2012
Pada Akhir Semester II 2012, sesuai dengan nilai investasi yang diajukan dalam Ijin usaha ataupun Ijin Perluasan atau Ijin Prinsip Perluasan, PT. SMART Tbk, telah mencapai investasi sebesar Rp. 6.257.178.104.878,dengan perincian investasi di masing-masing proyek : Tabel 9, perincian investasi PT. SMART Tbk., dengan asumsi realisasi di 2015
No
a
b
No a
Investasi Proyek Belawan Modal Tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan dan Gedung Mesin/Peralatan & Suku Cadang lain-lain Sub Jumlah Modal Kerja Jumlah
Investasi Proyek Surabaya Modal Tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan dan Gedung Mesin/Peralatan & Suku Cadang lain-lain Sub Jumlah
Satuan
Total
0 Rp. Rp.
1.042.796.300 202.940.694.200
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
385.429.557.600 190.700.829.000 780.113.877.100 311.000.913.900 1.091.114.791.000
Satuan
Total 0
Rp. Rp.
1.948.741.240 386.631.890.538
Rp. Rp. Rp.
493.832.199.905 162.134.618.160 1.044.547.449.843
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
183
b
o a
b
No
a
b
No a
b
Modal Kerja Jumlah
Investasi Proyek Riau (Pabrik Kelapa Sawit (PKS)) Modal Tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan dan Gedung Mesin/Peralatan & Suku Cadang lain-lain Sub Jumlah Modal Kerja Jumlah
Investasi Proyek Kalimantan Selatan Modal Tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan dan Gedung Mesin/Peralatan & Suku Cadang lain-lain Sub Jumlah Modal Kerja Jumlah
Investasi Proyek Jakarta & Bekasi Modal Tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan dan Gedung Mesin/Peralatan & Suku Cadang lain-lain Sub Jumlah Modal Kerja Jumlah
Rp. Rp.
218.351.416.382 1.262.898.866.225
Satuan
Total Riau 0
Rp. Rp.
0 4.300.000.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
22.000.000.000 950.000.000 27.250.000.000 1.750.000.000 29.000.000.000
Satuan
Total
0 Rp. Rp.
5.352.320.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
354.833.780.133 181.489.683.940 822.706.776.214 620.255.815.439 1.442.962.591.653
281.030.992.141
Satuan
Total
Grand Total 0
0
Rp. Rp.
268.010.500.000 604.869.606.000
276.354.357.540 1.479.773.182.879
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
623.727.320.000 453.493.420.000 1.950.100.846.000 481.101.010.000 2.431.201.856.000
1.879.822.857.638 988.768.551.100 4.624.718.949.157 1.632.459.155.721 6.257.178.104.878
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
184
Adapun dari nilai itu ada proyek yang masih belum diajukan permohonan Ijin Prinsip Perluasannya yaitu proyek Belawan
dengan
nilai
proyek
perluasan
Rp.
841.000.000.000,- dengan perincian : Tabel 10, perincian investasi PT. SMART Tbk., lokasi Belawan – Medan, dengan asumsi realisasi di 2015
No
Investasi Proyek
a
Modal Tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan dan Gedung Mesin/Peralatan & Suku Cadang lain-lain Sub Jumlah Modal Kerja Jumlah
b
Satuan
Ref. Belawan Rencana Perluasan Medan 0
Rp. Rp.
0 150.000.000.000
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
255.000.000.000 186.000.000.000 591.000.000.000 250.000.000.000 841.000.000.000
Tabel 11, kapasitas produksi per-ton proyek PT. SMART Tbk., lokasi Belawan, untuk masing – masing produk turunannya Jenis Barang/Jasa Minyak Inti Sawit RBD Olein Pakan Ternak (PK Meal) PFAD (asam lemak bebas) RBD Stearine / Marsho (Margarine Shortening)
KBLI 10432 10432 10801 20115
Satuan Ton Ton Ton Ton
20115
Ton
Kapasitas 80.520 680.612 88.380 43.770 244.860
Maka berdasarkan atas pemaparan diatas, apabila mengacu ketentuan Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu untuk proyek perluasan PT. SMART Tbk., lokasi proyek Jl.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
185
Belmera Baru, Kel. Belawan II, Kec. Medan Belawan dapat diajukan permohonan Tax Allowance, dengan pertimbangan : 1.
Bidang usaha PT. SMART Tbk., untuk lokasi proyek Jl. Belmera Baru, Kel. Belawan II, Kec. Medan Belawan yaitu Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit dengan KBLI 10432 dengan jenis produk masing – masing Industri minyak goreng sawit curah dan/ atau kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana dalam hal ini produk yang dihasilkan adalah minyak goreng kemasan FILMA, MITRA, MENARA, margarine FILMA, MENARA dengan syarat sebagaimana diatur dalam lampiran II Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang
Usaha
Tertentu
Dan/Atau
Usaha
Tertentu yaitu : -
Investasi Rp. 60 M
-
Tenaga kerja 100 orang
-
Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah mulai dari proses pemurnian CPO, pemisahan, dan packing minyak goreng sawit (curah, kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana) telah terpenuhi.
2.
Dalam hal ini lokasi proyek di pulau Sumatera, nilai investasi
Rp.
841.000.000.000,-
dengan
proyeksi
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.175 dengan rincian laki-laki : 875, dan perempuan : 300, maka proyek ini dapat dikategorikan dapat mengajukan permohonan keringanan pajak penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 52
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
186
Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu.
4.4.3.2. Pengajuan Insentif Pajak PT. Sumber Indahperkasa PT. SUMBER INDAHPERKASA, (disingkat “PT. SIP”) yang juga merupakan salah satu affiliansi daripada Sinarmas Grup, salah satu grup perusahaan terbesar di Indonesia dengan bidang usaha yang tersebar dari hulu dan hilir dengan penyebaran usaha di seluruh propinsi dan Kota/Kabupaten di Indonesia, dalam hal ini PT. SIP adalah sebuah perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum negara Republik Indonesia, berkedudukan di Jakarta, beralamat di Plaza BII Menara II Lantai 30, Jalan M.H. Thamrin No. 51, Jakarta Pusat 10350, dengan Akta Pendirian yang dibuat dihadapan Notaris Julia Mensana, No. 182, tgl 31 Maret 1989,
dengan Pengesahan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Nomor dan Tanggal) C25826 HT.01.01.Th.90, tgl 3 Okt 1990, yang Akte Perubahan Terakhirnya dibuat dihadapan Notaris Hardinawati Surodjo, No. 05, tgl 27 Maret 2008, dengan Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Nomor dan Tanggal) AHU-21836.AH.01.02.Tahun 2008, tgl 29 April 2008, beralamat di Plaza BII Menara II Lt. 30, Jl. M.H Thamrin kav.22, No. 51, Gondangdia-Menteng, Jakarta 10350, dengan Nomor dan
Tanggal Izin Prinsip / Izin Prinsip
Perluasan/ Izin Prinsip Perubahan yang telah dimiliki : 1.
936/T/PERTANIAN/INDUSTRI/PERHUBUNGAN/20 05 tanggal 25 Oktober 2005
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
187
2.
No. 135/II/PMDN/2009 tanggal 11 Nopember 2009
Dengan bidang Usaha Industri Minyak Kasar (minyak makan) dari nabati dan perdagangan ekspor, lokasi proyek beralamat di Jl. Raya Bakauheni, Dusun Suka Maju, Desa Rangai Tri Tunggal, Kec. Ketibung, Kab. Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Melalui permohonan pengajuan Ijin Usaha sesuai Lampiran XIII Peraturan Kepala BKPM No. 12 tahun 2009 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, PT. SIP mengajukan Ijin Usaha untuk total investasi non working capital sebesar Rp. 437.842.252.526,-, atau seluruhnya sebesar Rp. 924.294.215.089,-. Atas pengajuan tersebut telah diberikan Ijin Usaha Perluasan oleh Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu
(BPMPT)
Propinsi
Lampung
dengan
No.
3/18/lU/I/PMDN/INDUSTRI/2012 tanggal 21 September 2012, dengan perincian Investasi : Tabel 12, nilai investasi proyek PT. SIP lokasi Tarahan, Lampung Selatan yang sudah diberikan Ijin Usaha
No
a.
b.
Investasi Proyek PT. SIP
Modal Tetap - Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan / Gedung Mesin/Peralatan dan Suku Cadang Lain-lain Sub Jumlah : Modal Kerja (untuk 1 turn over) Jumlah**)
Satuan
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Total
82.153.938.251,198.249.951.420,: Rp. 350.000.000.00 155.219.006.218,: Rp. 300.000.000.00 2.219.356.637,: Rp. 150.000.000.00 437.842.252.526,486.451.962.563,Rp. 150.000.000.000, 924.294.215.089,-
Adapun melalui permohonan 2 Oktober 2012, PT. SIP mengajukan Ijin Prinsip Perluasan penanaman Modal
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
188
melalui BPMPT untuk perluasan proyek dengan pengajuan sesuai Lampiran V Peraturan Kepala BKPM No. 12 tahun 2009 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal sudah disetujui dengan Ijin Prinsip Perluasan No. 2/18/IP/II/PMDN/2012 tanggal 15 Oktober 2012, dengan perincian investasi total dalam Ijin Prinsip Perluasan dimaksud sebesar Rp. 1.862.223.304.521,- dengan rincian:
Tabel 13, nilai proyeksi investasi proyek PT. SIP lokasi Tarahan, Lampung Selatan atas perluasan Ijin Usaha
No
Investasi baru Proyek PT. SIP
a.
Modal Tetap - Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan / Gedung Mesin/Peralatan dan Suku Cadang Lain-lain Sub Jumlah : Modal Kerja (untuk 1 turn over) Jumlah**)
b.
Satuan
Rp. Rp. Rp. Rp.
Total
2.300.000.000,737.475.658.351,: Rp. 350.000.000.00 240.925.000.000,: Rp. 300.000.000.00 19.586.800.000,: Rp. 150.000.000.00 1.000.287.458.351,861.935.846.170,Rp. 150.000.000.000, 1.862.223.304.521,-
Rp.
Dengan tujuan agar mendapatkan keringanan PPh badan sesuai Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang
Usaha
permohonan
Tertentu
atas
Ijin
Dan/Atau Prinsip
baru
Usaha PT.
Tertentu, SIP
telah
mempertimbangkan hal-hal teknis antara lain : 1.
Bidang usaha PT. SIP yaitu Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit dengan KBLI 10432 dengan jenis produk masing – masing Industri minyak goreng sawit curah dan/ atau kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
189
dalam hal ini produk yang dihasilkan adalah minyak goreng
kemasan
margarine
FILMA,
FILMA,
MITRA,
MENARA
MENARA,
dengan
syarat
sebagaimana diatur dalam lampiran II Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas
Pajak
Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang Usaha Tertentu Dan/Atau Usaha Tertentu yaitu : -
Investasi Rp. 60 M
-
Tenaga kerja 100 orang
-
Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah mulai dari proses pemurnian CPO, pemisahan, dan packing minyak goreng sawit (curah, kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana) telah terpenuhi.
2.
Dalam hal ini lokasi proyek di pulau Sumatera, yaitu propinsi
Lampung,
nilai
investasi
total
Rp.
1.862.223.304.521,- dan dengan proyeksi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak Tenaga Kerja 341 orang (L= 241 Orang/P= 100 Orang), maka proyek ini dapat dikategorikan dapat mengajukan permohonan keringanan pajak penghasilan badan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau usaha Tertentu.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
190
Tabel 14, Hasil Produksi PT. SIP sesuai Ijin Prinsip Perluasan No. 2/18/IP/II/PMDN/2012 tanggal 15 Oktober 2012, Jenis Barang/Jasa Industri - Olein - Stearin - PFAD (Palm Fatty Acid Destillated) - Minyak Inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO) - Pakan Ternak (PK Meal)
KBLI
Satuan
Kapasitas
10432 20115 20115
Ton Ton Ton
694.008 173.502 45.000
10432 10801
Ton Ton
61.177 74.887
3.3. Praktik Pengoptimalan Insentif Pajak Oleh Korporasi
Upaya pemerintah Indonesia dalam menarik investasi langsung ke Indonesia baik investor dalam negeri maupun asing sesuai target rencana strategik Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang hendak dicapai pada periode 2010-2014 adalah senilai USD. 183.1 milyar378. Angka tersebut mustahil dapat dicapai tanpa adanya strategi-strategi khusus dan ketentuan mengenai tax holiday/tax allowance diyakini merupakan salah satu
strategi
pemerintah
dalam
menarik
investor
dan
mewujudkan angka target rencana strategik tersebut. Tabel 15, Target Realisasi Investasi (Rp. Triliun)379 (Rp. Trillion) PMA PMDN TOTAL
2010 147,9 60,6 208,5
2011* 172,8 67,2 240,0
2012* 204,1 79,4 283,5
2013* 272,6 117,7 390,3
2014* 329,0 177,9 506,9
TOTAL 2010 - 2014 1126,4 502,8 1629,2
Asumsi Kurs I USD = Rp. 8.900 * Target
378
.......... Op. Cit..makalah disampaikan pada bahan presentasi Kebijakan Perpajakan Dalam Rangka Peningkatan Penenaman Modal langsung di Indonesia.... (IP-BKPM) : Jakarta 2012), 379 Ibid
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
191
Grafik 1, Target Realisasi Investasi (Rp. Triliun)380 600
400
200
0 2010 Ket :
2011
2012
2013
2014
PMDN PMA
Perencanaan
Investor
atau
calon
Investor
dalam
menanamkan uangnya di Indonesia adalah hal yang penting, pasti semua investor dan calon investor setuju akan hal itu. Namun perencanaan seperti apa yang hendaknya dipersiapkan oleh calon investor sebelum menanamkan uangnya di Indonesia. Berikut adalah beberapa perencanaan dan persiapan yang hendaknya dilakukan oleh calon investor sebelum menanamkan investasinya di Indonesia :
a.
Penentuan bidang usaha Misalnya A Ltd., merupakan badan hukum asing yang berencana untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan studi pendahuluan (feasibility study) dengan cara menggandeng pihak dalam negeri (konsultan hukum/konsultan investasi) atau bisa mendatangi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk bertanya detail tentang investasi yang ingin ditanamkan.
380
Setelah
mengetahui
mengenai
kira-kira
Ibid
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
192
investasi apa yang cocok atau yang ingin ditanamkan, barulah A Ltd., melihat aturan yang mendasari, apakah jenis bidang usaha yang ingin ditanamkan terbuka untuk umum atau terbuka dengan peryaratan atau tertutup sama sekali. Dalam hal ini A Ltd., dapat melihat dalam lampiran Peraturan Presiden No. 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, tanggal 25 Mei 2010. Dalam peraturan ini juga diatur mengenai batasan kepemilikan saham yang dapat dimiliki oleh investor asing dalam penanaman modal di Indonesia.
b.
Perencanaan badan hukum dan modal perseroan Setelah A Ltd., mendapatkan bidang usaha yang cocok dan ingin dikembangkan di Indonesia dengan melihat pembatasan
saham
maksimal
untuk
kepemilikannya.
Apabila ternyata bidang usaha yang ingin dikembangkan membatasi kepemilikan saham A Ltd., selaku badan hukum dalam
pendirian
menggandeng
perusahaan,
pihak
dalam
maka negeri
A
Ltd.,
dalam
wajib
pendirian
perusahaan dimaksud. Untuk pendiriannya A Ltd., dan PT (badan hukum dalam negeri) akan membuat perjanjian pendirian PT secara join venture dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Atas perjanjian tersebut, Notaris akan membuat Akta Pendirian Perusahaan yang mana akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapat pengesahan. Setelah Akta Pendirian selesai barulah
perusahaan
beroperasional
sesuai
joint
venture
maksud
dan
tersebut tujuan
dapat
pendirian
perusahaan dimaksud.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
193
c.
Perencanaan tempat kedudukan dan lokasi usaha Sebagaimana dikatakan diatas, penentuan domisili usaha merupakan hal yang tidak kalah penting. Investasi di daerah yang dianjurkan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Usaha Tertentu adalah hal yang krusial terutama apabila investor juga berencana untuk mengoptimalkan
kinerja
perusahaannya
diawal-awal
investasi untuk mengurangi kerugian operasional dan mencapai break even point. Tempat kedudukan perusahan bias saja berada di Jakarta untuk kantor pusat namun untuk proyek wajib ditempatkan didaerah-daerah tertentu dimana pemerintah mensyaratkan guna investor mendapatkan kebijakan pajak.
d.
Perencanaan nilai investasi yang dibutuhkan Setelah investor memutuskan akan menempatkan dana investasi dalam bidang yang dikehendaki dan lokasi proyek investasi yang dikehendaki, tentunya sesuai sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidangbidang Usaha Tertentu Dan/Atau Usaha Tertentu, Investor wajib menempatkan nilai investasinya sebagaimana diatur dalam lampiran II Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
194
bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Usaha Tertentu tersebut, terutama untuk jenis bidang usaha yang tidak ditentukan nilai minimum penenpatan investasinya. Nilai investasi dapat dirinci untuk masing-masing: 1.
2.
Modal Tetap terdiri dari : -
Pembelian dan Pematangan Tanah
-
Bangunan / Gedung
-
Mesin/Peralatan dan Suku Cadang
-
Lain-lain, dan
Modal Kerja (untuk 1 turn over), 3 bulan sesuai laporan triwulan LKPM
Adapun untuk nilai investasi yang dapat dikategorikan masuk dalam ketentuan minimum penanaman modal yang dapat dijadikan perhitungan insentif pajak, menurut hasil wawancara penulis dengan mantan pejabat BKPM yang kini duduk dalam pengurusan Ikatan Purnabakti BKPM (IPBKPM), adalah tidak termasuk working capital, atau modal kerja,
e.
Perencanaan tenaga kerja Perencanaan tenaga kerja selanjutnya menjadi hal yang penting, sebagaimana tujuan daripada penanaman modal langsung yaitu meningkatkan perekonomian bangsa dengan cara salah satunya meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia umunya, dan masyarakat sekitar lokasi usaha perseroan pada khusunya, maka proyek yang banyak menyerap tenaga kerja yang signifikan dengan nilai investasi
yang
signifikan
juga,
akan
menjadikan
pertimbangan pemerintah lebih besar lewat Dirjen Pajak dalam memberikan insentif pajak. Adapun jumlah karyawan tidak harus mengada-ada, seperti halnya proyeksi jumlah
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
195
penggunaan tenaga kerja yang signifikan di-input dalam permohonan Ijin Prinsip Penanaman Modal, namun pada akhir realisasi untuk pengajuan Ijin Usaha, jumlah tenaga kerja hanya setengah dari Ijin Prinsip awal yang diajukan, atau bahkan mungkin kurang jauh dari setengahnya terkait penggunan mesin-mesin canggih yang tidak membutuhkan kehadiran banyak Man Power, hanya karena investor ketika diawal pengajuan Ijin Prinsip Penanaman Modal mengejar syarat ketentuan penggunaan tenaga kerja minimum untuk dapat
mengajukan
insentif
pajak
tersebut,
sehingga
permohonan Ijin Prinsipnya di-input dengan jumlah proyeksi penggunaan karyawan yang cukup signifikan jumlahnya.
f.
Perencanaan perluasan usaha kedepannya Bisnis yang berkelanjutan, sudah barang tentu menjadi impian para investor ketika awal menanamkan investasinya di suatu bidang dan daerah tertentu, tidak tertutup bagi investor lokal maupun asing. Oleh karena itu perencanaan perluasan usaha kedepannya menjadi sangat penting. Hal ini dapat dilihat dalam perencanaan pendahuluan, dimana dalam bidang usaha dimaksud apakah ada peluang untuk pengembangan dan perluasan usaha kedepannya. Seperti halnya yang dilakukan oleh Sinarmas grup, grup perusahaan ini telah merencanakan untuk melakukan perluasan jauh sebelum proyek pertama dilakukan. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi profit dan keberlangsungan usaha jangka panjang, karena terkadang perusahaan tidak akan meraup keuntungan di 5 tahun usaha mereka, sehingga perencanaan perluasan usaha menjadi salah satu faktor yang cukup penting, yang terkadang terlewat oleh calon investor katika awal menanamkan investasinya di Indonesia. Perencanaan perluasan usaha meliputi :
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
196
1)
Ketersediaan bahan baku untuk jangka panjang,
2)
Ketersediaan tenaga kerja,
3)
Ketersediaan pasar,
4)
Ketersediaan infrastruktur,
5)
Ketersediaan lahan untuk pengembangan proyek usaha baru di lokasi yang sama atau lokasi berbeda di Kota/Kab.,
yang
sama
di
satu
propinsi
untuk
memudahkan proses manufaktur (untuk perusahaan manufaktur) atau produksi (untuk perusahaan produksi) demi menghindari transportation cost yang besar sehingga dapat lebih memaksimalkan profit dengan reduce cost lain-lain.
g.
Perencanaan Perijinan Perijinan merupakan hal yang tidak kalah penting dalam hukum penanaman modal di Indonesia, dan harus sangat-sangat direncanakan dengan matang sebelum investor berencana menanamkan investasinya di Indonesia. Pungutan liar, kolusi, birokrasi yang bertele-tele merupakan kendala yang hampir terjadi di seluruh daerah di Indonesia dengan modus yang hampir serupa. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Direksi PT. SMART Tbk., bahwasanya perijinan merupakan momok yang cukup mengerikan, banyak proyek-proyek yang terhambat penyelesaiannya hanya karena perijinan yang belum selesai atau masih tertunda penyelesaiannya karena satu dan lain hal. Perijinan dimana yang satu terintegrasi dengan ijin lainnya, satu ijin belum selesai mengakibatkan terkendalanya ijin yang lain, karena ijin dimaksud merupakan syarat lampiran pengajuan untuk ijin selanjutnya. Sebagai contoh penulis ambil dalam rangka perolehan lahan PT. Oleokimia Sejahtera Mas di Gresik.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
197
Skema 1, Perolehan Lahan Untuk Penanaman Modal Kondisi Tanah u/ masing2 SHGB kosong sejak Jan 2008 (tahun terbit SHGB), IPPT untuk packaging dan pergudangan
Pemilihan Notaris
Pengurusan izin Lokasi a/n PT. OSM utk bidang usaha : industri turunan minyak sawit, antara lain Fatty Acid, Fatty Alcohol
Bayar DP
Validasi PPh dan BPHTB
Pelaksanaan PPJB
Cek SHGB ke BPN Pelaksanaan AJB Realisasi Proyek "tidak langsung digunakan" atau "langsung digunakan utk bidang usaha : industri turunan minyak sawit, antara lain Fatty Acid, Fatty Alcohol
Balik Nama SHGB a/n PT. LMI ke a/n PT. SMART Tbk.
Pengurusan Izin Perluasan BKPM
Ket : Realisasi proyek 5 tahun dalam SP Perluasan BKPM apabila dalam 3 tahun tidak diupayakan dapat diajukan tanah terlantar
Contoh yang diambil ini merupakan kasus nyata yang dialami oleh penulis sendiri, untuk pembelian tanah oleh PT. Oleokimia Sejahtera Mas (PT. OSM) di Kota Gresik (yang merupakan juga salah satu affiliansi dari Sinarmas Grup), berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2/1999 tentang izin Lokasi, dalam perolehannya PT. OSM perlu memiliki Ijin Lokasi sebelum proses akuisisinya dilakukan, yang mana merupakan syarat perolehan tanah untuk perusahaan industri diatas 1 Ha, Izin Lokasi harus diperoleh sebelum akuisisi atau pembebasan lahan, dalam hal ini sebelum AJB dilaksanakan.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
198
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2/1999 tentang izin Lokasi, Pasal 2 dikatakan bahwa : Setiap
Perusahaan
yang
telah
memperoleh
persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin Lokasi yntuk
memperoleh
melaksanakan
tanah
rencana
yang
diperlukan
penanaman
modal
untuk yang
bersangkutan, kecuali dalam hal tidak diperlukan dan dianggap
sudah
dipunyai
oleh
perusahaan
yang
bersangkutan dalam hal: a.
Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para pemegang saham,
b.
Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagai atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang,
c.
Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu Kawasan Industri,
d.
Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut,
e.
Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan ysaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan,
f.
Tanah yang diuperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
199
10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi ) untuk usaha bukan pertanian, atau g.
Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan kertentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.
Dalam hal sebagaimana dimaksud diatas, perusahaan yang bersangkutan memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan381.
Adapun, dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2/1999 tentang izin Lokasi, Pasal 6 (1), dan (2), dikatakan juga bahwa : (1) Izin
lokasi
diberikan
berdasarkan
pertimbangan
mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah, serta kemampuan tanah. (2) Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi terkait, yang dipimpin oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya
381
Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2/1999 tentang izin Lokasi, Ps. 2 (3),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
200
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Ijin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah, Pasal 2 dikatakan bahwa “Pertimbangan Teknis Pertanahan menjadi persyaratan dalam penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah”. Disini terdapat politik kepentingan atau tarik-menarik kepentingan yang berimbas bagi kepastian hukum investor khususnya dalam perolehan lahan. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2/1999 tentang izin Lokasi, yang notabene peraturan produk hukum Menteri Negara Agraria (Kepala BPN) kewenangan pembuatan Ijin Lokasi diberikan kepada Walikota/Bupati, dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Ijin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah, dalam permohonan pengajuan Ijin Lokasi, BPN menyaratkan Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah yang kewenangannya dilaksanakan oleh BPN. Ini merupakan dualisme kepentingan yang jelas-jelas merugikan investor terutama dalam perolehan lahan untuk penanaman modal. Adapun kembali kepada pengalaman penulis diatas, atas tanah dimaksud perolehannya merupakan peralihan Hak Guna Bangunan (HGB) ke Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT. Luminary Multy Industry (Penjual) ke PT. OSM
(pembeli),
bukan
akuisisi
lahan
masyarakat,
sebagaimana paradigma investor bahwa atas perolehan lahan melalui masyarakat wajib membuat ijin lokasi dahulu atas pertimbangan panitia 9 (sembilan) di Pemerintah Daerah yang meliputi dinas-dinas terkait. PT. LMI memperoleh
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
201
lahan secara inbreng sebagaimana penyertaan saham dari PT. GEMAPRIMA ADISEJATI (PT. GS) kepada PT. LMI. Ijin Lokasi awal dimiliki oleh PT. GS, melalui Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik Nomor 350.931-I-1994 tentang Pemberian ijin Lokasi Tanah Keperluan Industri Caprolactam. Adapun PT. GS, telah memiliki Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri dari Menteri negara Penggerak dana Investasi dan Koordinasi Penenaman Modal No. 490/I/PMDN/1993, tanggal 15 Desember 1993. Dasar diterbitkannya Ijin Lokasi yang diterbitkan oleh kepala BPN adalah Peraturan menteri Agraria Nomor 2 tahun 1993. Ijin Lokasi ini diperoleh untuk pengambilalihan tanah masyarakat untuk proyek Caprolactam. Seiring jalan, pemilik PT. GS meninggal dunia dan mewariskan aset PT. GS kepada PT. LMI yang mana para pemegang sahamnya merupakan anak (ahli waris) dari pemilik PT. GS (Fredi Gozali) yaitu Alvin Gozali (Komisaris Utama PT. LMI) dan Leonel Gozali (Direktur Utama PT. LMI). Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2 tahun 1999 tentang izin Lokasi, pasal 4 (1) dikatakan bahwa, “Izin Lokasi dapat diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu”. Dalam hal ini, PT. GS dalam praktiknya sudah sesuai prosedur yang berlaku dan PT. LMI dikarenakan imbreng jadi
tidak
ada
yang
salah
dengan
peralihannya.
Permasalahan justru timbul ketika peralihan kepada PT. OSM. Dikarenakan atas Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2 tahun 1999 tentang izin Lokasi, kewenangan Ijin Lokasi diberikan kepada Walikota/Bupati, maka berdasarkan atas Peraturan Menteri Negara Agraria No 2 Tahun 2011
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
202
Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Ijin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan
Penggunaan
Tanah,
kewenangan
Ijin
Pertimbangan Teknis Pertanahan, Penetapan Lokasi dan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah dikembalikan kepada BPN. Ini merupakan preseden negatif bagi Investasi karena investor dalam perolehan lahan saja sudah diputar-putar dalam pengurusan ijin perolehan lahan. Yang mana apabila tidak ada Ijin Pertimbangan Teknis Pertanahan, Penetapan Lokasi dan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah, maka investor tidak bisa mengurus Ijin Lokasi. Yang mana ijin lokasi dibutuhkan untuk proses jual beli tanah, sehingga atas waktu pengurusan atas ijin perolehan lahan tersebut juga, maka biaya awal yang dikeluarkan investor menjadi sangat tinggi, dan estimasi penyelesaian proyek menjadi mundur, yang pada akhirnya menjadi multiple effect uang yang tidak cepat kembali (break even point terhambat) Sebetulnya dalam Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria No 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Ijin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah, Pasal 12 dikatakan bahwa “Biaya Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional”. Namun pada kenyataannya biaya yang timbul merupakan hasil dari negosiasi. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Direktur PT. SMART Tbk., dan Direktur PT. Sumber Indahperkasa di Jakarta, bahwasanya untuk menjalankan investasi di
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
203
Indonesia, perencanaan yang matang adalah hal yang mutlak. Labor cost yang tinggi, pungutan liar di mana-mana, perijinan yang sulit dan infrastruktur yang belum baik dan merata di penjuru Indonesia, merupakan kendala tersendiri bagi investor untuk mengembangkan bisnisnya. Bagi investor dalam negeri mungkin hal ini sudah dianggap hal yang biasa, pertimbangan doing bussiness di Indonesia tidak lagi mempertimbangkan hal-hal diatas seperti labor cost yang tinggi, pungutan liar di mana-mana, perijinan yang sulit dan infrastruktur yang belum baik dan belum merata di penjuru Indonesia tersebut, tapi lebih kepada keterpaksaan melakukan usaha yang memang karena PMDN dan lingkup usahanya di Indonesia, mau tidak mau hal-hal demikian ditoleransi, walaupun menghambat iklim investasi namun bagaimanapun tetap harus dilakukan. Alasan mereka adalah, tidak mungkin
doing
bussiness
di
Indonesia tanpa
memperhitungkan side effect tersebut, tempat kedudukan perusahaan
yang
berdomisili
di
Indonesia,
terpaksa
kebiasaan “buruk” terkait negosiasi tersebut tetap diikuti perusahaan. Akibat yang timbul dari cost-cost yang keluar tersebut, akhirnya dibebankan pada output produksi, sehingga hasil produk menjadi lebih mahal dan sulit bersaing dipasar luar. Kebijakan pembatasan impor barang komoditi menjadi salah satu harapan untuk dapat bersaing di pasar dalam negeri disamping kebijakan insentif pajak. Apabila hal-hal diatas dapat dipahami oleh investor dalam negeri, berbeda halnya dengan investor asing yang hendak menanamkan nvestasinya di Indonesia. Investor asing akan lebih selektif, dan lebih hati-hati dalam menanamkan uangnya.
Hal-hal
diatas
yang menjadi
hambatan investasi adalah faktor yang dapat menghambat
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
204
pertumbuhan
investasi.
Investor
asing
menganggap
hambatan tersebut ”Risk” yang kiranya dapat menghambat pertumbuhan usahanya kelak atau kehilangan uangnya sama sekali. Bagi investor, menanamkan uangnya di suatu negara adalah seperti berjudi, namun berjudi juga bisa dilihat kemungkinan kalah atau menangnya. Apabila kemungkinan menang kecil, maka permainan akan ia hentikan, berharap untuk main di putaran berikutnya. Apabila hambatan terkait investasi tersebut semakin tinggi kadar ” Risk”nya maka investor akan lebih memilih menanamkan investasinya di negara lain, dan itu akan merupakan kerugian besar bagi Indonesia. Berapa banyak keuntungan pajak negara dan daerah yang akan hilang, kesempatan lapangan pekerjaan yang akan berlalu. Oleh karena itu para Direktur yang diwawancarai oleh penulis berpendapat, bahwa pemerintah harus lebih mempertimbangkan stimulus-stimulus penunjang investasi, agar investor baik dalam negeri ataupun asing sekalipun, tertarik menanamkan uangnya di Indonesia. Stimulus keringanan dan pembebasan pajak yang saat ini ramai dibicarakan, sebagaimana juga perseroan PT. SMART Tbk., dan PT. Sumber Indahperkasa coba untuk aplikasikan pengajuannya dianggap sebagai preseden baik untuk menuju negara maju dalam segi penanaman modal dan perindustrian pada khususnya.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
205
BAB 5 IMPLIKASI KETENTUAN INSENTIF PAJAK TERHADAP PENERIMAAN NEGARA
5.1.
Implikasi Ketentuan Insentif Pajak Terhadap Penerimaan Negara
Bagi beberapa negara di Asia Tenggara seperti India, Thailand, dan Malaysia, yang tingkat kemakmuran negara-negara tersebut masih jauh di atas Indonesia, salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi mereka adalah masih tetapnya memberlakukan Tax Holiday sebagai strategi perpajakan mereka, sekaligus strategi ekonomi hingga kini. Bahkan negara Cina sudah 20 tahun mengecap kenikmatan bulan madunya dengan Tax Holiday ini, dan hasil reformasi ekonominya telah menjadikan negara ini mampu mencapai economic growth sebesar 9% sejak tahun 1978 dan India 8% sejak tahun 2003. 289 Hal ini mernbuktikan bahwa jurus ini cukup piawai dalam menggalang dana investasi dari pemodal asing untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dari pernbangunan ekonomi serta tingkat kesejahteraan masyarakat di negara tersebut.382 Pada saat perekonomian global sedang dilanda krisis, setiap negara harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang mu takhir mengenai kondisi pasar global. 383 Kira-kira tiga tahun yang lalu tepatnya dalam bulan November 2006, pejabat-pejabat dalarn lingkungan Ditjen Pajak bahkan Menteri Keuangan disibukkan dengan lemparan bola panas yang dilontarkan oleh anggota Komisi XI (Keuangan dan Perbankan) DPR - Dr. Drajad H. Wibowo kepada media massa di Jakarta, Minggu (19/11) yang mengemukakan bocoran dokumen Ditjen Pajak tentang pragnosis penerimaan pajak hingga 31 Desember 2006. Berita tersebut cukup memanaskan telinga fiskus, pasalnya akan 382
Drs. Chairil Anwar Pohan, M.Si, M.B.A., Optimizing Corporate Tax Management “Kajian Perpajakan dan Tax Planning-nya Terkini”, Jakarta : Bumi Aksara, 2011) hal. 289. 383 Ibid, ... hal. 271
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
206
terjadi shortfall/deficit penerimaan pajak sekitar Rp. 28,73 trilliun yang disebabkan karena hampir semua Kanwil Pajak diseluruh Indonesia tidak mampu
memenuhi
setoran
dari
jumlah
penerimaan
pajak
yang
ditargetkan.384 Lalu belum lama berselang ada berita lagi, bahwa berdasarkan riset International Finance Corporation (IFC) beberapa waktu lalu, ternyata iklim bisnis atau Doing Business 2009 Indonesia berada di ranking 129 dari 181 negara. Posisi ini membuat kita risau, sudah 64 tahun Indonesia merdeka, tetapi masih saja iklim bisnis di Indonesia tetap bercokol di peringkat bawah. Akan tetapi berita ini di-balancing oleh suatu publikasi yang dikeluarkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada tanggal 22 Juli 2009 berupa kajian berjudul "World Investment Prospects Survey 2009-2011, dimana dalam survei tersebut UNCTAD menyatakan, dari 15 negara tujuan utama investasi dalam persepsi daya tarik, Indonesia menduduki posisi ke-8 (nilai cukup baik pada 3 dan 10 komponen utama kajian daya tarik investasi, yakni market growth, cheap labour, access to natural resources, Sumber: Business News 29-7-2009). 385 Memang kalau kita lihat dari kinerja perekonomian Indonesia selama kurun waktu empat tahun dari 2003 hingga 2006, terlihat trennya selalu mengalami percepatan pertumbuhan. Secara berturut turut, pada tahun 2003 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,78 %, kemudian pada tahun 2004 di tengah berlangsungnya proses Pemilu dan Pemilihan Presiden Indonesia rnampu mencetak kenaikan pertumbuhan ekonomi menjadi 5,05%. Pada tahun 2005 meskipun tidak mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6%, tetapi masih bisa mencatat kenaikan pertumbuhan lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 5,6%. 386 Berdasarkan publikasi yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan RI tentang Laporan Keuangan Pusat Tahun 2008 (Kompas: 13 Juli 2009),
384
Ibid, ... hal. 273, Ibid, 386 Ibid, ... hal. 274, 385
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
207
terdapat kenaikan yang cukup signifikan da1am pendapatan negara dari sektor penerimaan pajak, yakni Rp. 490,99 triliun di tahun 2007 meningkat menjadi Rp. 658,70 triliun di tahun 2008, atau terdapat kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp. 167,71 triliun atau 34%. Kenaikan ini didominasi oleh peningkatan penerimaan PPh, PPN, PPnBM. Akan tetapi, kita jangan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa kenaikan penerimaan pajak tersebut adalah resultante dari kebijakan ekonomi di sektor riil namun lebih merupakan hasil dari sunset policy yang dilansir tahun 2008.387 Sebagai perbandingan terhadap penerimaan pajak dari tahun 2005 hingga 2006 yang masing-masing sebesar Rp. 347 triliun dan Rp. 409,2 triliun (sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2008), atau hanya menunjukkan kenaikan sebesar Rp. 62,2 triliun atau 17,9%, maka dari tahun 2006 ke 2007 juga terdapat kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp. 81,79 triliun atau 19,98%. Selama kuartal 1/2009, pertumbuhan ekonomi hanya 4,4% dan antara triwulan II-III/2009 konon kalangan pengamat memprediksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 ini hanya akan mencapai sekitar 4% - 4,5%. Kondisi perkonomian Indonesia saat ini diwarnai oleh rendahnya pencapaian PDB karena sulitnya penyerapan anggaran oleh pemerintah, sedangkan RAPBN 2010 berikut Nota Keuangannya menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5%. Adanya kenaikan anggaran dalam APBN 2010 dibandingkan dengan anggaran sebelumnya yang hanya sekitar Rp 3,8 triliun mengisyaratkan pemerintah mulai kesulitan mencari sumber pembiayaan (Kompas, 4/8/2009). 388 Bagaimana kita bisa berharap banyak dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebesar 5% akan mengindikasikan bahwa pemerintah sekarang ini dapat membuat terobosan yang mengejutkan untuk menekan parameter angka tingkat pengangguran dan kemiskinan yang masih cukup tinggi, sementara banyak pengamat menilai besaran angka pertumbuhan ekonomi
387 388
8%
dibutuhkan
untuk
menekan
kedua
parameter
Ibid, Ibid,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
208
keberhasilan pembangunan ekonomi dan masyarakat tersebut?.389 Seperti terlihat kekurangberdayaan pemerintah dalam melakukan pendanaan "disbursements" yang lebih ekspansif yang sementara belanja pemerintah ditutupi dengan peningkatan total kewajiban utang yang cukup substansial sebesar Rp. 262,7 triliun (dari 2007 ke 2008) yang tercatat dalam Laporan Keuangan pemerintah Pusat Tahun 2008. Tanpa peningkatan investasi agregat agaknya sulit kita berharap bahwa terobosan tersebut bisa tercapai. 390 Artinya, sektor riil harus digenjot
dengan memperbesar
perluasan usaha dan penambahan investasi di berbagai bidang dengan memberikan perangkat stimulus perpajakan yang menarik bagi investor seperti Tax Holiday. Alternatif lain untuk memperbesar penerimaan negara dengan kenaikan pajak justru akan bisa membawa implikasi negatif terhadap penerimaan negara dan kebijakan ini sangat rawan bagi masyarakat karena akan memperburuk dampak krisis keuangan global di Bumi Pertiwi.391 Isu keinginan perlunya Tax Holiday bagi investor asing disampaikan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Alasannya untuk meningkatkan arus investasi ke Indonesia di tengah krisis global. Pendapat senada disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada mana Bapak Muhammad Lutfie yang berjanji mengusahakan Tax Holiday (Kontan, 1173/2009).392 Pada hakikatnya, fasilitas perpajakan merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal untuk mendorong investasi agregat, baik untuk peningkatan penanaman modal dalam negeri maupun penanarnan modal asing dengan sumber dana terutama yang berasal dari luar negeri. Fasilitas perpajakan ini sering dikaitkan dengan pernberian pembebasan pajak atau Tax Holiday karena banyak orang berpendapat bahwa sebenamya 389
Ibid, ... hal. 275, Ibid, 391 Ibid, 392 Ibid, ... hal. 276 390
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
209
fasilitas pajak itu intinya berupa Tax Holiday, tetapi sebagian berpendapat bahwa pemberian fasilitas perpajakan berupa Tax Holiday seringkali menyebabkan distorsi dan menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat. Pendapat ini perlu kajian lebih dalam karena banyak negara-negara lain yang masih menerapkan kebijakan perpajakan Tax holiday tersebut, menunjukkan keberhasilan dalam peningkatan laju pertumbuhan ekonomi negara itu selama penerapan Tax Holiday tersebut benar-benar terprogram dan terkendali de.ngan baik, sesuai dengan skala prioritas atau kebijakan industri nasional dan murni bukan karena ada faktor kolusi dan korupsi yang melekat dalam kebijakan ekonornit yang digelar.393 Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataa n pembangunan, dan percepatan pembangunan, fasilitas perpajakan selain Tax Holiday di dalarn UU PPh diatur pada Pasal 31A UU PPh No. 17 Tahun 2000 sebagaimana yang telah diubah dengan UU PPh No 36 Tahun 2008, diberikan kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu. Sebagai peraturan pelaksanaan dari
ketentuan Pasal
31A Undang-undang Pajak
Penghasilan, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor I Tahun 2007 jo PP Nomor 62 Tahun 2008.394 Implikasi dari fasilitas ini dalam praktek bisnis yang wajar secara umum menunjukkan bahwa, katakanlah diperkirakan hingga 3-5 tahun pertama perusahaan industri cenderung merugi atau proyeksi paling optimis dalam kondisi pas-pasan (break even). Artinya selama merugi, selama masa itu pula perusahaan tidak membayar PPh badan. Bahkan dengan kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun, perusahaan tidak perlu membayar pajak penghasilan.395 Dalam sejarahnya, rezim Tax Holiday memang pernah ada dalam perpajakan Indonesia, yakni tatkala dikeluarkan Undang-Undang (UU) Nornor
393
Ibid, ... hal. 277, Ibid, 395 Ibid, ... hal. 278, 394
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
210
1 Tahun 1967 jo UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Aturan ini mengatur berbagai kelonggaran perpajakan. Negara kita pernah dulu menerapkan kebijakan Tax Holiday ini sebelum reformasi perpajakan tahun 1983, diberikan kepada industri hulu di tahun 1980-an dan berhasil menciptakan industri hulu yang naenailiki nilai tambah yang tinggi. Penerapan Tax Holiday ini diyakini mampu menciptakan realisasi investasi yang lebih berkualitas, khususnya untuk membangkitkan industri hulu yang memiliki peranan amat penting bagi perekonomian suatu negara. Namun ketentuan mengertai Tax Holiday tersebut dicabut dengan diberlakukannya UU PPh No. 7 Tahun yang berlaku sejak 1 Januari 1984. Kemudian, berlaku ketentuan umum perpajakan yang memberikan banyak kemudahan atau fasilitas.396283 Menurut catatan statistik, ternyata kebijakan ini cukup mengundang minat banyak investor asing ramai-ramai menanamkan modalnya di Indonesia, yang terlihat dalam peningkatan besaran investasi PMA dan PMDN yang masuk ke Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Irnplikasi dari kebijakan ini temyata telah memberikan dampak yang positif bagi perekonornian Indonesia, tingkat penyerapan tenaga kerja yang semakin banyak serta pemasukan pajak penghasilan pegawai dan makin banyak Usaha Kecil Menengah (UKM) yang tumbuh dan berkembang terkait dengan investasi PMA/PMDN tersebut.397
Tabel 16, penyebaran Investasi PMDN dan PMA di Indonesia Periode Jan – Sep 2012.398 PMDN Daerah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Timur
PMA
Nilai * 6,4 8,7 4,6 12,0
Persentase ** 10% 13% 7% 18%
4,8
7%
Daerah DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Timur Kalimantan Timur
Nilai * 3,0 3,1 1,8 1,4
Persentase ** 16% 17% 10% 8%
1,6
9%
396
Ibid, ... hal. 283, Ibid, ... hal. 284, 398 Sumber Litbang BKPM - Harian Koran Jakarta Selasa 6 Nopember 2012, 397
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
211
Lainnya 29,0 Total 65,5 Ket : (*) dalam Triliun Rupiah (**) digenapkan
44% 100%
Lainnya 7,4 Total 18,3 Ket : (*) dalam USD million (**) digenapkan
40% 100%
Grafik 2, penyebaran Investasi PMDN dan PMA di Indonesia Periode Jan – Sep 2012.399 INVESTASI PMDN PER WILAYAH (JAN-SEP 2012)
INVESTASI PMA PER WILAYAH (JAN-SEP 2012)
DKI Jakarta; 6,4; 10% Jaw a Barat; 8,7; 13% Lainnya; 29,0; 45%
DKI Jakarta; 3,0; 16% Lainnya; 7,4; 40%
Jaw a Barat; 3,1; 17%
Jaw a Tengah; 4,6; 7%
Kalimantan Timur; 4,8; 7%
Jaw a Timur; 12,0; 18%
Kalimantan Timur; 1,6; 9%
Banten; 1,8; 10% Jaw a Timur; 1,4; 8%
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk memoles negeri ini sehingga memiliki daya tarik yang sangat kompetitif ditengah kelesuan menurunnya minat investor asing untuk menanamkan uangnya di negeri ini. Insentif fiskal harus dibuat se-atraktif dan sekompetitif mungkin, agar bisa menjadi "gong besar" yang gaungnya sangat luas untuk menarik calon investor asing sehingga terdapat suatu competitive advantage yang bisa "dijual" ke negara-negara calon investor untuk mengubah keputusan mereka supaya memilih negeri ini menjadi basis pusat Industri mereka.400 Pemikiran pemikiran semacam ini sebaiknya perlu ditumbuh kembangkan, baik untuk kepentingan jangka pendek apalagi untuk jangka panjang, untuk membuat pembenahan dan perbaikan (improvement) iklim ekonomi, iklim bisnis dan iklim investasi termasuk perpajakannya dari negeri ini yang semakin lebih baik, bukan menggenjot penerimaan
399
Sumber Litbang BKPM - Harian Koran Jakarta Selasa 6 Nopember 2012,
400
Op. Cit, ... hal. 284
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
212
negara dengan cara "berburu di kebun binatang sendiri". Kalau dulu setiap calon investor asing yang ingin menanamkan modalnya di negeri ini selalu rnempertimbangk.an competitive advantages seperti resources yang melimpah, upah buruh yang murah, insentif fiskaI (Tax Holiday) yang menarik, stabilitas keamanan, infrastruktur yang memadai, kepastian hukum, dan faktor-faktor lainnya, sekarang menghadapi krisis ekonomi global ditengah kondisi bisnis lagi merosot, tingkat pengangguran dan kemiskinan masih tinggi, dari semua faktor pertimbangan diatas di atas sudah terjadi degradasi nilai terutama dari segi upah buruh, ditambah lagi insentif fiskal (tax incentive) dan penegakan hakum (law enforcement) yang masih belum solid, serta kondisi prasarana ekonomi infrastruktur di daerah-daerah tertentu juga kurang memadai, suku bunga dan biaya produksi yang masih tinggi sehingga fenomena diatas menjadi salah satu alasan kenapa para investor asing masih berpikir ulang untuk mernilih lokasi pabriknya ke Indonesia ini.401 Diakui bahwa Tax Holiday memang akan menimbulkan "kerugian sementara" bagi pihak pemerintah karena dalam beberapa tahun katakanlah misalnya selama 6 tahun (bila Tax Holiday-nya berlaku untuk 6 tahun), akan tidak ada penerimaan negeri ini dari pajak penghasilan badan PMA/PMDN yang baru masuk tersebut atau dengan kata lain timbulnya opportunity loss bagi penerimaan pernerintah. Akan tetapi, alangkah naifnya kita, sebagai suatu bangsa besar yang memiliki potensi pasar domestik yang sangat besar bila hanya sisi itu saja yang kita harus klaim, sementara di sisi lain Tax Holiday semacam itu akan merangsang investor untuk membuka kran investasi pabrik atau proyek baru atau perluasan pabrik dan bergairah untuk menanamkan modalnya ke sektor riil di negeri ini, sehingga pada akhirnya akan menciptakan atau memperluas lapangan kerja yang baru, timbulnya industri-industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pendukung (seperti perbankan, transportasi, macam-macam industri, dan suppliers barang dan jasa) yang pada akhirnya akan
401
Ibid, ... hal. 285,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
213
menggairahkan kehidupan perekonomian negeri ini dan yang pasti akan menciptakan opportunity income yang sangat besar bagi kenaikan Gross Domestic Product (GDP) dan tidak mustahil pula sektor pajak juga akan menuai penerimaan pajak yang signifikan dari UMKM tadi.402 Menyimak bagaimana pernyataan dari Dirjen Pajak, Bapak Tjiptardjo yang disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan serta beberapa petinggi negeri ini pada tgl. 24/8/09, bahwa 70% wajib pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak adalah wajib pajak badan dan 30% wajib pajak orang pribadi. Penambahan 9 juta wajib pajak dalam setahun terakhir ini tak mendorong penambahan nilai penerimaan negara dari pajak, karena 8 juta dari wajib pajak baru adalah karyawan berpenghasilan rendah, sisanya adalah pelaku usaha kecil dan menengah (Kompas: 25/8/09), jadi, kalau ingin membidik besaran makro (seperti kenaikan penerimaan negara dari sektor pajak) maka sebaiknya kita juga harus membenahi tatanan mikronya (sektor till) karena kemajuan institusi bisnis inilah, yang nantinya akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara.403
5.2.
Simulasi Perhitungan Opportunity Income Versus Opportunity Loss Oleh Negara Terkait Pemberlakukerugian Insentif Pajak
Berbicara mengenai simulasi perhitungan Opportunity Income Versus Opportunity Loss adalah lebih mudah apabila menggunakan sampling proyek yang hendak diajukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek pengenaannya dan faktor perkaliannya dapat dikalikan nilainya dengan asumsi penambahan per-proyek yang akan dibangun dengan juga mengasumsikan bahwa proyek yang akan dibangun adalah sama tipe dan jenisnya. Dalam hal ini penulis menggunakan pola penghitungan Opportunity Income Versus Opportunity Loss penerimaan Negara atas pembangunan proyek refinery minyak goreng dan margarine oleh Sinarmas
402 403
Ibid, Ibid, ... hal. 286,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
214
Grup yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa Tax Holiday memang akan menimbulkan "kerugian sementara" bagi pihak pemerintah karena dalam beberapa tahun, misalnya selama 6 tahun (bila Tax Holiday-nya berlaku untuk 6 tahun), akan tidak ada penerimaan negeri ini dari pajak penghasilan badan PMA/PMDN yang baru masuk tersebut atau pengurangan pajak penghasilan apabila pengusaha diberikan insentif berupa pengurangan PPh badan sebesar 30 % dari total nilai investasi, yang dikenakan 5 % setiap tahunnya, dengan kata lain timbulnya opportunity loss bagi penerimaan negara. Akan tetapi, di sisi lain Tax Holiday/Tax Allowance akan merangsang investor untuk membuka kran investasi yang lebih banyak untuk membuka pabrik atau proyek baru atau perluasan pabrik, sehingga pada akhirnya akan menciptakan atau memperluas lapangan kerja yang baru, timbulnya industri-industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pendukung (seperti perbankan, transportasi, macarn-macam industri, dan suppliers barang dan jasa) yang pada akhirnya akan menggairahkan kehidupan perekonomian negeri ini, minimal untuk pengembangan daerah dimana investasinya dilakukan, dan yang pasti pada akhirnya akan menciptakan opportunity income yang sangat besar bagi kenaikan Gross Domestic Product (GDP) dan tidak mustahil pula sektor pajak juga akan menuai penerimaan pajak yang signifikan dari sector UMKM tadi. Berikut penulis akan paparkan kira-kira simulasi daripada Opportunity Income Versus Opportunity Loss yang akan dirasakan pemerintah terkait pemberian insentif pajak bagi investor.404 Sebagai sampling, penulis coba ilustrasikan dengan proyeksi Investasi yang hendak diupayakan oleh PT. Ivo Mas Tunggal salah satu afiliansi Sinarmas Grup yang berlokasi proyek di Kota Dumai propinsi Riau.
404
Sampling ini merupakan perhitungan didasarkan atas proyeksi investasi PT. Ivo Mas Tunggal – Sinarmas Grup lokasi Dumai – Riau atas industri pengolahan (refinery) minyak kelapa sawit dan turunannya,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
215
INVESTASI a. Modal Tetap - Pembelian dan Pematangan Tanah - Bangunan / Gedung - Mesin/Peralatan dan Suku Cadang - Lain-lain Sub Jumlah b.Modal Kerja (untuk 1 turn over) Jumlah**)
264.191.908.869 807.293.315.068 568.366.684.932 22.000.000.000 1.661.851.908.869 1.727.880.468.389 3.389.732.377.258
Untuk tenaga kerja yang digunakan dalam proyek ini sejumlah 267 orang, dengan rincian 200 laki-laki dan 67 perempuan, serta menggunakan areal tanah kurang lebih 27 (dua puluh tujuh hektar). Realisasi yang sudah dilakukan : Pembangunan Fisik - Pembelian dan Pematangan 264.191.908.869,00 Tanah - Bangunan / Gedung 900.000.000.000,00 - Mesin/Peralatan dan Suku 600.000.000.000,00 Cadang Retribusi : - Hinder Ordonantie (HO) 797.011.217,06 - BPHTB 13.206.595.443,45 - PNBP Balik Nama SHGB 264.191.908,87 - Retribusi IMB 1.594.082.434,00 Sub Jumlah Retribusi 16.415.736.256,32 1.796.469.526.128,50 Total Realisasi Investasi
Adapun rincian retribusi IMB dan Hinder Ordonantie (HO) adalah mengacu dari rumus perhitungan luasan fisik bangunan sesuai rincian dibawah ini.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
216
Tabel 17, Rencana Peruntukan dan Luas Bangunan Pabrik Coco Butter Substitute405
Jenis Bangunan
No.
1
2
3
4
Gudang Gudang Lantai I Lantai II Lantai I Kantor Lantai II Balkon Kilang Pemurnian Besar lantai I lantai II lantai III lantai IV lantai V lantai VI lantai VII lantai VIIII lantai IX lantai X lantai XI lantai XII lantai XIII Menara Pendingin untuk Pemurnian Besar dan Kecil Kilang Pemurnian Kecil lantai I lantai II lantai III lantai IV lantai V
Luas M2 8.316,00 4.452,00 4.452,00 1.176,00 1.176,00
SHDB Per - M M -
M2 1.000.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00
-
KLB
M -
1,000 1,000 1,090 1,000 1,090
-
% Guna Bang unan
Jumlah Nilai Bangunan (JNB)
2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2%
8.316.000.000,00 0,00 6.678.000.000,00 7.279.020.000,00 0,00 1.764.000.000,00 0,00 1.922.760.000,00
2%
0,00
1.110,00 822,00 582,00 162,00 162,00 234,00 156,00 156,00 156,00 156,00 156,00 156,00 156,00
-
1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00
-
1,000 1,090 1,120 1,135 1,162 1,197 1,236 1,265 1,295 1,325 1,355 1,385 1,415
2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2% 2%
1.665.000.000,00 1.343.970.000,00 977.760.000,00 275.805.000,00 282.366.000,00 420.147.000,00 289.224.000,00 296.010.000,00 303.030.000,00 310.050.000,00 317.070.000,00 324.090.000,00 331.110.000,00
311,00
-
800.000,00
-
1,000
2%
248.800.000,00
2%
0,00
2% 2% 2% 2% 2%
432.000.000,00 470.880.000,00 483.840.000,00 490.320.000,00 250.992.000,00
288,00 288,00 288,00 288,00 144,00
-
1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00
-
1,000 1,090 1,120 1,135 1,162
405
Sumber : IMB PT.SMART.TBK, 2009. lokasi proyek refinery Marunda, Kabupaten Bekasi – Jawa Barat, asumsi tipe bangunan refinery Sinarmas Grup adalah sama atau sejenis dan Perda terkait retribusi merupakan hasil turunan produk yang sama yaitu pemerintah kab/Kota sehingga dasumsikan nilainya sama,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
217
5
6
7
8
9 10 11
12
13
14
15 16 17 18
lantai VI lantai VII lantai VIIII lantai IX Menara Pendingin Untuk Pemurnian Kecil Kilang Pembekuan lantai I lantai II lantai III lantai IV lantai V lantai VI lantai VII Menara Pendingin Untuk Pembekuan Anjungan Bongkar Muat Kantor lantai I lantai II Anjungan Bongkar Muat Kecil Gardu PLN Gardu Konsumen Gudang Bahan Dan Peralatan lantai I lantai II Kantor Jembatan Timbang Jembatan Timbang Landasan Tanki Penyimpan Ruang Pompa Tangki Penyimpan Landasan Tanki Produksi Ruang Pompa Landasan Tanki Produksi I
144,00 144,00 144,00 144,00
-
1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00
-
1,197 1,236 1,265 1,295
2% 2% 2% 2%
258.552.000,00 266.976.000,00 273.240.000,00 279.720.000,00
71,10
-
800.000,00
-
1,000
2%
56.880.000,00
2%
0,00
-
-
108,00 108,00 108,00 36,00 36,00 36,00 36,00
-
1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00 1.500.000,00
-
1,000 1,090 1,120 1,135 1,162 1,197 1,236
2% 2% 2% 2% 2% 2% 2%
162.000.000,00 176.580.000,00 181.440.000,00 61.290.000,00 62.748.000,00 64.638.000,00 66.744.000,00
69,30
-
800.000,00
-
1,000
2%
55.440.000,00
712,00
-
2.000.000,00
-
1,000
2%
1.424.000.000,00
26,00 26,00
-
2.000.000,00 2.000.000,00
-
1,000 1,090
2% 2% 2%
0,00 52.000.000,00 56.680.000,00
165,00
-
800.000,00
-
1,000
2%
132.000.000,00
27,74
-
1.400.000,00
-
1,000
2%
38.836.000,00
120,00
-
1.400.000,00
-
1,000
2%
168.000.000,00
2%
0,00
-
-
720,00 180,00
-
2.000.000,00 2.000.000,00
-
1,000 1,090
2% 2%
1.440.000.000,00 392.400.000,00
54,00
-
1.300.000,00
-
1,000
2%
70.200.000,00
177,50
-
2.600.000,00
-
1,000
2%
461.500.000,00
5.458,00
-
1.500.000,00
-
1,000
2%
8.187.000.000,00
104,00
-
1.400.000,00
-
1,000
2%
145.600.000,00
1.304,00
-
1.500.000,00
-
1,000
2%
1.956.000.000,00
120,00
-
1.400.000,00
-
1,000
2%
168.000.000,00
254,00
-
1.500.000,00
-
1,000
2%
381.000.000,00
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
218
19 20
21
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
37
38 39
Landasan Tanki Air Dan Solar Kantin/Fasilitas Karyawan Kantor lantai I Teras lantai II lantai III R. Tunggu Sopir Pos Jaga Bengkel teknik Genset Pengolahan Air dan Pompa Kebakaran Pengelolaan Limbah Ruang Ketel Uap Ruang Tempat Penyimpanan Batu Bara Koridor Unloading Penyimpanan Gas Jalan dan Parkir Beton tebal 20 cm Pagar Tembok Pagar Teralis Sal. Air pas. Beton lebar 60 cm Sal. Air pas. Beton lebar 40 cm Sal. Air pas. Beton lebar 30 cm Gorong-gorong 60 cm
730,00
-
1.500.000,00
-
1,000
2%
1.095.000.000,00
482,00
-
1.300.000,00
-
1,000
2%
626.600.000,00
812,00 109,00 922,00 871,00
-
2.000.000,00 1.000.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00
-
1,000 1,000 1,090 1,120
2% 2% 2% 2% 2%
0,00 1.624.000.000,00 109.000.000,00 2.009.960.000,00 1.951.040.000,00
52,50
-
1.100.000,00
-
1,000
2%
57.750.000,00
8,60 357,00 306,00
-
1.100.000,00 1.400.000,00 1.400.000,00
-
1,000 1,000 1,000
2% 2% 2%
9.460.000,00 499.800.000,00 428.400.000,00
153,00
-
1.400.000,00
-
1,000
2%
214.200.000,00
144,00
-
780.000,00
-
1,000
2%
112.320.000,00
696,00
-
2.400.000,00
-
1,000
2%
1.670.400.000,00
870,00
-
800.000,00
-
1,000
2%
696.000.000,00
680,00 1.374,00
-
800.000,00 800.000,00
-
1,000 1,000
2% 2%
544.000.000,00 1.099.200.000,00
44,00
-
2.400.000,00
-
1,000
2%
105.600.000,00
15.732,00
-
390,00
-
1,000
2%
6.135.480,00
-
504,00 910,00
-
280.000,00 430.000,00
1,000 1,000
2% 2%
141.120.000,00 391.300.000,00
-
568,00
-
790.000,00
1,000
2%
448.720.000,00
-
1.250,00
-
450.000,00
1,000
2%
562.500.000,00
-
1.088,00
-
380.000,00
1,000
2%
413.440.000,00
-
273,00
-
790.000,00
1,000
2%
215.670.000,00
TOTAL NILAI BANGUNAN
a. b.
Biaya IMB Biaya Retribusi Biaya Pemeriksaan
2% X 18 % X
c,
Biaya Plat
1 unit X
TOTAL BIAYA IMB
JNB Retribusi Rp. 80.000
67.543.323.480,00
Rp. 1.350.866.469,60 Rp. 243.155.964,53 Rp. 80.000,00 Rp. 1.594.102.434,13
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
219
a. b.
Biaya HO Biaya Retribusi Biaya Pemeriksaan TOTAL BIAYA HO
1% X 18 % X
JNB Retribusi
Rp. 675.433.234,80 Rp. 121.577.982,26 Rp. 797.011.217,06
Dalam hal ini jelas kita dapat perhatikan Oportunity Income walaupun negara tidak dapat memungut atau belum dapat memungut secara penuh PPh badan dari pengusaha, namun ada pos-pos lain yang dikenakan pajak dan retribusi seperti dalam hal ini, Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk balik nama Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Retribusi Hinder Ordonantie (HO) atau dibeberapa tempat dan beberapa kalangan menyebutnya dengan retribusi UndangUndang Gangguan, belum lagi pungutan pajak Penghasilan Orang Pribadi (OP) yang dipungut. Untuk PPh Badan sendiri, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan tarif pajak yang berlaku untuk WP Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sesuai Pasal 17 ayat (1b) mengatur mengenai tarif tunggal PPh Badan sebesar 28%, dan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 (Ps. 17 ayat 2a). Pengecualian untuk WP Badan Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif lebih rendah 5% (Pasal 17 ayat 2b). Ketentuan tarif PPh untuk WP Badan Dalam Negeri selain diatur dalam Pasal 17 ayat (1b), juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 31E ayat (1) “Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 Miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 Miliar”. Dikarenakan peredaran bruto industri
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
220
Sinarmas Grup melalui PT. Ivo Mas Tunggal tersebut direncanakan sudah melebihi Rp 50 Miliar begitu juga dengan perluasan investasi melalui afiliansi lainnya, maka tidak mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud Pasal 31E UU PPh, sehingga seluruh Penghasilan Kena Pajak dikenakan tarif tunggal 25%.
Tabel 18, Simulasi Pajak penghasilan Orang Pribadi yang dapat dipungut pemerintah atas pelaksanaan investasi PT. Ivo Mas Tunggal – Sinarmas Grup lokasi proyek investasi Kota Dumai - Riau406 Jumlah Personil
Karyawan
Simulasi Gaji *
Bulan Setahun plus 1 x THR Bulan)
Gaji Setahun
PTKP **407
Gaji - PTKP (OP Tunggal)
Management GM
1
30.000.000,00
13
390.000.000,00
24.300.000,00
365.700.000,00
Manager
6
14.000.000,00
13
182.000.000,00
24.300.000,00
157.700.000,00
Supervisor
12
7.000.000,00
13
91.000.000,00
24.300.000,00
66.700.000,00
Staf
18
2.500.000,00
13
32.500.000,00
24.300.000,00
8.200.000,00
Operation Non Staf, Non Operation (Security, OB, Cleaning Service) Total
214
1.800.000,00
13
23.400.000,00
24.300.000,00
-
16
1.350.000,00
13
17.550.000,00
24.300.000,00
-
267
56.650.000,00
5%
15%
736.450.000,00
25%
35%
Management GM
2.500.000,00
30.000.000,00
Rp. 250.000.000 Rp. 500.000.000 28.925.000,00
Manager
2.500.000,00
16.155.000,00
Supervisor
2.500.000,00
2.505.000,00
410.000,00
Karyawan
Rp. 50.000. 000 - Rp. 250.000.000
< Rp. 50.000.000
Staf Operation Non Staf, Non Operation (Security, OB, Cleaning Service) Total
PPh OP / Tahun
> Rp. 500.000.000
PPh OP / Tahun (Total Jumlah Karyawan)
-
61.425.000,00
61.425.000,00
-
-
18.655.000,00
111.930.000,00
-
-
5.005.000,00
60.060.000,00
-
-
-
410.000,00
7.380.000,00
-
-
-
-
0,00
0,00
-
-
-
-
0,00
0,00
85.495.000,00
240.795.000,00
Pajak Penghasilan orang pribadi tidak mendapatkan fasilitas dari pemerintah, namun bayangkan lapangan pekerjaan yang akan terbuka, yang 406
Sampling ini merupakan perhitungan didasarkan atas standar penggajian karyawan Sinarmas Grup dan jumlah karyawan disesuaikan dengan kebutuhan, namun meupakan standar kebutuhan minimal di site industri pengolahan (refinery) minyak kelapa sawit dan turunannya, 407 PTKP dihitung berdasarkan PMK 162/PMK.011/2012,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
221
mana dari level Supervisor sampai dengan Non Staf, perseroan prioritaskan untuk menggunakan tenaga kerja lokal yang direkrut dari universitas, politeknik dan SMU-SMU kejuruan di Kota Dumai, kesemuanya itu merupakan Opportunity Income bagi negara disamping lapangan pekerjaan baru dan tumbuhnya usaha kecil menengah disekitar site yang pada akhirnya menumbuhkan daya beli dan perekonomian di daerah dimana site didirikan. Mengenai laba perseroan dapat dihitung dengan rumus formulasi dari nilai proyeksi kapasitas produksi yang hendak dilaksanakan, dihitung harga jual rata-rata per tonase, dikalikan margin rata-rata 5 % per jenis produk dan ditambahkan untuk mendapatkan keuntungan (laba) bersih per tahunnya, dengan asumsi bahwa atas laba ini belum dikurangi biaya-biaya pengurang pajak seperti bantuan sosial (Corporate Social Responsibility) atau bentuk natura lain.
Tabel 19, Simulasi Perhitungan Laba Perseroan Perhitungan Laba Jenis Barang/Jasa
KBLI
Satuan
Minyak Inti Sawit
10432
Ton
RBD Olein
20115
Ton
RBD Stearine
20115
Ton
PFAD (asam lemak bebas)
10432
Ton
10801
Ton
Harga $ per Juli 2012
Ekspor
Nilai $ (Kapasitas x Harga)
Margin
154.800
942
100%
145.821.600
5%
7.291.080
694.008
962
100%
667.635.696
5%
33.381.785
173.502
884
100%
153.375.768
5%
7.668.788
45.900
784
100%
35.985.600
5%
1.799.280
192.600
168
100%
32.356.800
5%
1.617.840
Kapasitas
Laba USD
Industri
Pakan Ternak (PK Meal) Ket : (*) Asumsi Kurs : 1 USD = Rp. 9.600,-
51.758.773,20
PPh Badan dengan Insentif Pengurangan PPh Badan408 Tahun Pajak Tahun 6 Tahun 7
Laba *
Pengurang 5%
Laba Kena Pajak
496.884.222.720,00 496.884.222.720,00
24.844.211.136,00 24.844.211.136,00
472.040.011.584,00 472.040.011.584,00
Pajak Yang Dibayarkan 118.010.002.896,00 118.010.002.896,00
408
Sampling Perhitungan Fasilitas Pajak Penghasilan yang diambil contoh adalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PP. 52/2011, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun; (asumsi pemberian fasilitas tergantung pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak bisa sama dengan tau ditambah dengan fasilitas lainnya dan nilainya dihitung prorata tanpa mempertimbangan kenaikan atau penurunan harga produk dipasar),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
222
Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11
496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00
24.844.211.136,00 24.844.211.136,00 24.844.211.136,00 24.844.211.136,00
472.040.011.584,00 472.040.011.584,00 472.040.011.584,00 472.040.011.584,00
118.010.002.896,00 118.010.002.896,00 118.010.002.896,00 118.010.002.896,00
PPh Badan tanpa Insentif Pengurangan PPh Badan Tahun Pajak Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11
Laba
Laba Kena Pajak
496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00
496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00 496.884.222.720,00
Pajak Yang Dibayarkan 124.221.055.680,00 124.221.055.680,00 124.221.055.680,00 124.221.055.680,00 124.221.055.680,00 124.221.055.680,00
Dari simulasi hitungan diatas dapat dilihat bahwa selisih dari pemberian fasilitas pengurang pajak penghasilan bagi PT. Ivo Mas Tunggal adalah sebesar Rp. 6.211.052.784,-, per tahun selama 5 tahun, dari sebesar Rp. 124.221.055.680,- (tanpa fasilitas pengurang pajak) menjadi sebesar Rp. 118.010.002.896,- (dengan fasilitas pengurang pajak berupa potongan 5 % dari total nilai investasi sebelum modal kerja yang diperhitungkan selama 6 tahun semenjak perusahaan beroperasi komersial atau dapat dilaksanakan saat proyeksi investasi menginjak progress 80 %). Ini merupakan jumlah yang cukup besar bagi investor, yang mana atas nilai ini dapat diputar kembali untuk menambah modal kerja untuk perluasan kapasitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan investasi dan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak dan pertumbuhan ekonomi daerah menjadi makin signifikan yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat di suatu negara, dalam hal ini Indonesia.. Kembali kalau kita perhatikan diatas, bahwa dengan Fasilitas Pengurang Pajak Pengasilan Perseroan PT. Ivo Mas Tunggal salah satu afiliansi Sinarmas Grup yang berlokasi proyek di Kota Dumai propinsi Riau dapat menghemat pembayaran Pajak Penghasilan Badan, sehingga menurut hitungan kasar memang pada awalnya ditahun-tahun pertama investasi Opportunity Loss-nya jelas bagi penerimaan negara, namun alangkah kecilnya apabila kita hanya melihat kearah itu, karena dengan adanya Fasilitas Pengurang dan Pembebasan Pajak Penghasilan badan ini,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
223
akan banyak membuka lapangan pekerjaan baru, dan bayangkan industri menengah dan kecil yang akan tumbuh seiring pertumbuhan investasi disuatu daerah investasi. Tanpa adanya stimulus Fasilitas Pengurang dan Pembebasan Pajak Penghasilan badan ini bisa saja investor malas masuk dan investor asing mungkin tidak menutup kemungkinan investor dalam negeri juga akan lebih berpikir akan menanamkan investasinya di negeri tetangga yang notabene mereka dimanjakan dengan fasilitas-fasilitas yang memanjakan investor termasuk stimulus dibidang perpajakan ini.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
224
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang telah dikemukakan di depan, dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya: Bahwa adanya kebijakan Tax Holiday/Tax Allowance tidak serta merta meningkatkan jumlah investasi sektor riil di Indonesia, implikasi dari pengundangan kebijakan ini hanya mengena pada taraf investasi dalam negeri tidak dalam taraf global karena disamping kebijakan fasilitas perpajakan yang dibanggakan pemerintah sebagai salah satu kebijakan ekonomi makro guna meningkatkan rating kemudahan berinvestasi, investor asing melihat masih banyak faktor penghambat investasi yang kiranya akan mengganggu iklim investasi mereka kedepannya, diantaranya upah buruh yang mahal, buruh yang kerap kali mogok, biaya perijinan yang membengkak, prosedur pengurusan perijinan yang kurang efisien, birokrasi yang bertele-tele, yang mana hal tersebut telah menjadi bagian dari common practice berinvestasi di Indonesia. Kebiasan buruk tersebut tentunya menjadi tugas rumah pemerintah apabila ingin menarik investasi asing lebih banyak lagi di tahun-tahun kedepan, disamping telah diberlakukannya ACFTA oleh negara-negara ASEAN plus China maka pemerintah harus lebih konsentrasi kepada masalah-masalah yang bersifat teknis bukan regulasi, yang mana apabila persoalan-persoalan ini tidak segera dibenahi maka tidak mungkin investor akan mengalihkan investasinya di negara ASEAN lain atau China untuk kemudahan berinvesatsi yang lebih baik, ketimbang hanya tujuan penetrasi pasar Indonesia, karena dengan koridor ACFTA boundries dalam perdagangan menjadi semakin kabur dan terbuka luas. Bahwa perencanaan awal dalam berinvestasi (visibility study) oleh investor sebelum mulai menanamkan modalnya di Indonesia, adalah hal
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
225
yang sangat mutlak diperlukan agar investasi yang ditempatkan dapat berkembang dan bernilai positif bagi investor itu sendiri maupun pengembangan ekonomi daerah investasi. Adapun beberapa perencanaan (visibility Study) yang wajib dilakukan oleh investor sebelum menanamkan investasi di Indonesia, antara lain : Penentuan jenis bidang usaha yang hendak dikembangkan; Perencanaan badan hukum dan modal perseroan, dalam hal ini apakah koperasi atau perseroan terbatas; Perencanaan tempat kedudukan dan lokasi usaha terkait pemberian fasilitas perpajakan di daerah dan bidang usaha tertentu; Perencanaan nilai investasi yang dibutuhkan; Perencanaan tenaga kerja; Perencanaan perluasan usaha kedepan; dan Perencanaan Perijinan. Bahwa Tax Holiday pada awal pemberiannya kepada Investor, di tahun-tahun awal investasi akan menimbulkan opportunity loss bagi penerimaan Negara, karena ada pajak yang tidak dapat dipungut. Akan tetapi, di sisi lain Tax Holiday akan merangsang investor untuk membuka kran investasi pabrik atau proyek baru atau perluasan pabrik dan bergairah untuk menanamkan modalnya ke sektor riil Indonesia, yang pada akhirnya akan menciptakan atau memperluas lapangan kerja yang baru, timbulnya industri-industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pendukung (seperti perbankan, transportasi, macarn-macam industri, dan suppliers barang dan jasa) yang pada akhirnya akan menggairahkan kehidupan perekonomian negeri ini dan yang pasti akan menciptakan opportunity income yang sangat besar bagi kenaikan Gross Domestic Product (GDP) dan tidak mustahil pula sektor pajak juga akan menuai penerimaan pajak yang signifikan dari UMKM tadi.
6.2.
Saran
Adapun berdasarkan uraian dan pembahasan serta kesimpulan yang sudah dipaparkan penulis, ada beberapa saran yang kiranya dapat penulis sarankan bagi para pemerintah khususnya Dirjen Pajak dan Investor diantaranya :
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
226
Pemerintah khususnya Dirjen Pajak sebagai lembaga yang berwenang memberikan fasilitas perpajakan sebaiknya lebih proaktif memberikan penyuluhan dan sosialisasi terkait pemberian fasilitas perpajakan yang penting untuk meningkatkan investasi. Dengan sosialisasi yang cukup dan berkesinambungan, diharapkan informasi yang diterima investor ataupun calon investor menjadi lebih jelas dan dapat menjadikan investor semakin gencar menanamkan investasinya, khususnya bagi investor asing ketimbang menginvestasikan uangnya di negara lain, yang mana pada akhirnya diyakini bahwa peningkatan investasi langsung di Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Walaupun
diyakini
banyak
pihak
bahwa
tax
holiday dapat
meningkatkan laju investasi yang masuk sehingga output akhirnya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa, penulis berpendapat bahwa pemberian kebijakan ini juga harus dilandaskan pada aturan-aturan yang ada dan rasa keadilan, bukan hanya sekedar keterpaksaan mengingat ada banyak contoh investor yang tarik ulur dengan menahan investasinya hendak atau tidak ditanam di Indonesia kecuali diberikan fasilitas perpajakan.
Walaupun
secara
ketentuan
pemberian
tax
holiday
diperbolehkan kepada investor baru ataupun investor yang sudah lebih dahulu menanamkan investasinya di Indonesia sesuai ketentuan bahwa investasinya dilakukan terhadap industri pionir, namun selain industri pionir Dirjen Pajak ternyata juga dapat menentukan industri lain yang memilliki nilai strategis bagi perekonomian bangsa dan dapat diberikan tax holiday juga, namun pemberiannya juga perlu kajian yang matang, Dirjen Pajak tidak serta merta hanya terpaku pada Standar Operation & Procedure (SOP) dan pada akhirnya pemberian fasilitas perpajakan tersebut menjadi malah merugikan keuangan negara yang mana harusnya negara untung dengan menarik pajak penghasilan badan namun dikarenakan diberikannya fasilitas perpajakan berupa tax holiday maka pajaknya tidak dapat ditarik, atau ditarik sebagian saja sampai masa waktu tertentu sampai dapat ditarik sepenuhnya. Dalam pemberian tax holiday/tax allowance sebaiknya pemerintah
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
227
melalui Dirjen Pajak melakukan sosialisasi berkala kepada investor atau calon investor agar pengajuan permohonan fasilitas pajak dimaksud lebih tepat guna, mengingat banyaknya pengajuan fasilitas perpajakan yang ditolak yang pada akhirnya dapat menimbulkan stigma negatif para investor, khususnya investor asing bahwa regulasi fasilitas insentif perpajakan di Indonesia hanyalah sekedar pemanis untuk memancing masuknya investasi, namun ketika investasi akan direalisasikan dengan telah dilakukannya visibility study yang mana sudah mengeluarkan dana yang tidak sedikit, pengajuan fasilitas perpajakan yang diharapkan tidak disetujui Dirjen Pajak.
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
228
DAFTAR REFERENSI
A.
Buku :
Chairil Anwar Pohan, Optimizing Corporate Tax Management “ Kajian Perpajakan dan Tax Planning-nya Terkini”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), Ismail, Nurhasan, “Perkembangan Hukum Pertanahan, Pendekatan EkonomiPolitik” (Jakarta:Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HUMA), 2007), Purwito, Ali dan Rukiah Komariah, “Pengadilan Pajak; Proses Keberatan, Banding, Gugatan dan Peninjauan Kembali”, (Jakarta : Lembaga kajian Hukum Fiskal fakultas Hukum Indonesia Bekerjasama dengan Lembaga penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), Rahayu, Siti Kurnia, “Perpajakan Indonesia, Konsep dan Aspek Formal”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Sutan Remi Sjahdeini, “Kebebasan berkontrak Dan Perlindungan yang Seimbang Bagi para dalam perjanjian Kredit Bank Di Indonesia”, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia), Syofyan, Syofrin dan Asyhar Hidayat, “Hukum Pajak dan Permasalahannya” (Jakarta : 2004), Tanya, Bernard L., Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, “Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi”, (Jakarta: Genta Publishing, 2010), Mardiasmo, “Perpajakan Edisi Revisi 2011”, (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2011), Hartono, C.F.G. Sunarjati, “Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia” (Bandung: Binacipta 1972), Dirjosisworo, Soedjono, “Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia”, (Bandung: Mandar Maju 1999),
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
229
Kansil, C.S.T., Christine S.T. Kansil, “Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi bagian I”, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005), Halim HS, Budi Sutrisno, “Hukum Investasi di Indonesia” (Jakarta : Rajawali Pers : 2007)
B.
Makalah, Majalah, Jurnal, Artikel dan Karya Ilmiah:
Trubek, David M, 1972, Toward a social Theory of Law ; An Essay on the study of Law and Development, dalam The Yale Journal, Volume 82, No. 1, Nopember, Mahfud, MD, 1995, Konfigurasi Politik dan Karakter Produk Hukum, dalam Majalah Prisma Nomor 7, bulan Juli, hal 12, Rahardjo, Satjipto, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode, dan Pilihan Masalah, penerbit Muhammadiyah University Press, Surakarta, Sudarsono, Juwono, 1980, Teori Pembangunan : Sebuah Hambatan Untuk Pendekatan Ekonomi-Politik, dalam Majalah Prisma, Nomor 1, bulan Januari, Mas‟oed, Mohtar, 1989, Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru, 1966-1971, Penerbit LP3HS, Jakarta, halaman xvii, Sjahran Basah “Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara”, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke XXIX di Universitas Padjajaran, bandung, Badan Koordinasi Penanaman Modal, bahan presentasi Kebijakan Perpajakan Dalam Rangka Peningkatan Penenaman Modal langsung di Indonesia, seminar 2 hari mengenai fasilitas pembebasan dan/atau pengurangan pajak penghasilan badan, kemudahan perolehan lahan, masalah ketenagakerjaan dan keimigrasian dalam rangka meningkatkan investasi, Ikatan Purnabhakti Badan Koordinasi Penanaman Modal (IP-BKPM) : Jakarta 2012, Badan Koordinasi Penanaman Modal, bahan presentasi Kebijakan Kebijakan Pelayanan Penanaman Modal, seminar 2 hari mengenai fasilitas pembebasan dan/atau pengurangan pajak penghasilan badan, kemudahan perolehan lahan,
masalah
ketenagakerjaan
dan
keimigrasian
dalam
rangka
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
230
meningkatkan investasi, Ikatan Purnabhakti Badan Koordinasi Penanaman Modal (IP-BKPM) : Jakarta 2012.
C.
Internet :
http://www.wikiapbn.org/artikel/Tax_Holiday, diunduh 10 April 2012, Makmun, “Menimbang Tax Holiday dari situs Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal“ http://www.wikiapbn.org/artikel/Tax_Holiday, diunduh 10 April 2012,
D.
Peraturan Perundang-undang :
Undang – undang tentang Wajib Daftar Perusahaan, UU nomor 3 tahun 1982, Undang-undang perubahan ketiga atas undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, UU No 28 tahun 2007, Undang – undang tentang penanaman Modal, UU nomor 25 tahun 1997, Undang – undang tentang Penanaman Modal Asing, UU No. 1 tahun 1967, Undang – undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri nomor 6 tahun 1968, Undang-undang tentang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 Peraturan Pemerintah tentang penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan, PP nomor 94 tahun 2010, Peraturan Pemerintah tentang fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidangbidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, PP nomor 1 tahun 2007 jo. peraturan pemerintah nomor 52 tahun 2011, Peraturan Menteri Keuangan tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh badan, PMK nomor 130/PMK.011/2011, Peraturan Presiden tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Perpres nomor 36 tahun 2010, Peraturan Menteri Negara Agraria tentang Ijin Lokasi, Permenagraria No. 2 tahun 1999,
Universitas Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Lampiran 1, Bidang Usaha Tertentu NO 1 1
BIDANG USAHA 2 PERTANIAN TANAMAN, PETERNAKAN, PERBURUAN DAN KEGIATAN YBDI Pembibitan dan Budidaya Sapi Potong
KBLI 3 01411
CAKUPAN PRODUK 4 Pembibitan sapi Potong Budidaya penggemukan sapi lokal
PERSYARATAN 5 > 5.000 ekor/tahun > 5.000 ekor/siklus
2
KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU Pengusahaan Hutan Jati
02111
Minimal 5.000 Ha
3
PERTAMBANGAN BATU BARA DAN LIGNIT Gasifikasi Batubara di Lokasi Penambangan
05102
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman jati Coat gasification
4
PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM DAN PANAS BUMI Pengusahaan Tenaga Panas Bumi
06202
-
5
INDUSTRI MAKANAN Industri Makanan dari Cokelat dan Kembang Gula
10732
Mencakup usaha pembuatan segala macam makanan yang bahan utamanya dari bubuk kakao, mentega kakao, lemak kakao, minyak kakao
Hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
Pencarian Pengeboran Pengubahan tenaga panas bumi menjadi tenaga listrik -
-
6
7
Industri Makanan Bayi
INDUSTRI TEKSTIL Industri yang Menghasilkan Kain Keperluan Industri
10791
13992
Mencakup usaha pembuatan makanan bayi, seperti formula bayi, susu lanjutan dan makanan lanjutan lainnya, makanan bayi dan makanan yang mengandung bahan yang dihomogenisasi.
-
Industri kain untuk keperluan infrastruktur (termasuk kegiatan perluasan): geotextile.
-
-
-
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Investasi Rp. 100 M Tenaga kerja 100 orang untuk investasi baru, atau 200 orang untuk perluasan 50% menggunakan komponen lokal Minimal 50% produk yang dihasilkan mengandung coklat Investasi Rp. 100 M Tenaga kerja 100 orang untuk investasi baru, atau 200 orang untuk perluasan Bermitra dengan UMKM/Koperasi Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja 100 orang untuk investasi baru, atau untuk perluasan 50 orang. Melakukan alih teknologi
8
INDUSTRI PRODUK DARI BATU BARA DAN PENGILANGAN MINYAK BUMI Industri Pemurnian dan Pengilangan Minyak Bumi
19211
Pemurnian pengilangan minyak bumi yang menghasilkan gas/LPG, avtur, avigas, naphta, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, minyak bakar, lubricant, waz, soivent/pelarut, residu dan aspal
9
Industri Pemurnian dan Pengolahan Gas Alam
19212
10
Industri Pembuatan Minyak Pelumas
19213
Kelompok ini mencakup usaha pemurnian dan pengolahan gas bumi menjadi Liqufied Natural Gas (LNG) dan Liqufied Petroleum Gas (LPG) *)
12
Industri Kimia Dasar Organik yang Bersumber dari Hasil Pertanian
20115
13
Industri Kimia Dasar Organik untuk Bahan Baku Zat Warna dan Pigmen, Zat Warna dan Pigmen
20116
Bahan organik lainnya dari hasil pertanian (natural flavour dan natural fragrance) Zat warna tekstil untuk proses mewarnai benang dan kain tekstil
Prioritas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
-
Investasi Rp. 600 M Tenaga kerja 100 orang
-
Investasi > Rp. 500 M Tenaga kerja 100 orang
-
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja 100 orang untuk investasi baru, atau untuk perluasan 50 orang. Melakukan alih teknologi
14
Industri Kimia Dasar Organik yang Bersumber dari Minyak Bumi, Gas Alam, dan Batubara
20117
-
-
-
15
Industri Kimia Dasar Organik yang Menghasilkan Bahan Kimia Khusus
20118
-
-
Hulu kelompok olefin: ethylene, propylene, butadien, buthane, raffinate Hulu kelompok aromatik: benzene,toluene,orthox ylene Hulu kelompok Cl: methanol, ammonia Lain : carbon black Bahan tambahan makanan (food additive) sebagai perasa dan aroma (flavour) pada produk makanan / minuman Bahan kimia khusus yang ditambahkan sebagai aroma wangi wangian [fragrance) pada produk-produk seperti parfum, kosmetik, sabun, deterjen, pembersih, pewangi ruangan dan lain-lain
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
-
Investasi > Rp. 900 M Tenaga kerja > 100 orang
-
Investasi > Rp. 500 M Tenaga kerja > 100 orang Terintegrasi dengan KBLI 20115
-
16
Industri Damar Buatan (Resin Sintetis) dan Bahan Baku Plastik
20131
Polycarbonate, polyacetal, nylon filament yarn, nylon tire cord, polyethylene, polypropylene, poly vinyl chloride, polyurethane, super absorbant polymer, polyester chip
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang
17
Industri Karet Buatan
20132
-
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang
20232
Karet teknis buatan, styrene butadiene rubber (sbr), polychloroprene (neoprene), acrylonit rile butadine rubber (nit rile rubber), silicone rubber (polysiloxane), isoprene rubber *)
20301
Benang filament polyester
18 19
Industri Bahan Kosmetik dan Kosmetik, Termasuk Pasta Gigi Industri Serat/Benang/ Strip Filamen Buatan
-
-
20
Industri Serat Stapel Buatan
20302
21
INDUSTRI FARMASI, PRODUK OBAT KIMIA DAN OBAT TRADISIONAL Industri Bahan Farmasi
21011
22
INDUSTRI KARET, BARANG DARI KARET DAN PLASTIK Industri Ban Luar dan Ban Dalam
22111
23
INDUSTRI LOGAM DASAR Industri Besi dan Baja Dasar (Iron and Steel Making)
24101
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau untuk perluasan > 50 orang. Melakukan alih teknologi
Pembuatan serat stapel buatan, khususnya rayon viscose dan poliester, untuk diolah lebih lanjut dalam industri tekstil. Serat stapel adalah serat buatan yang putus-putus Senyawa derivat statin, para amino fenol, sefalosporin, rifampisin, kloramfenicol dan derivatnya, amoksisilin, ampisilin, vitamin a, vitamin b, vitamin c, bahan baku farmasi yang diperoleh dengan proses bioteknologi, paracetamol, pseudoefedrin, laktosa, asam folat, acetosal, anaesthesin Ban luar dan ban dalam untuk kendaraan bermotor, sepeda, kendaraan angkutan lainnya dan peralatan yang memakai ban
-
-
Melakukan alih teknologi
-
Pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar, khususnya pengolahan bijih besi (besi kasar/pig iron, besi sponge) Besi dan Baja Paduan (stainless steel slab dan stainles steel billet)
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
-
-
Investasi > Rp. 500 M Tenaga kerja > 100 orang
24
25951
25
INDUSTRI KOMPUTER, BARANG ELEKTRONIK DAN OPTIK Industri Semi Konduktor dan Komponen Elektronik Lainnya
26120
*) termasuk silica ingot, perangkat sel, modul fotovoltaik dan optical pick up, panel TV LCD, Panel TV 3D, Panel TV OLED, IC, smart card
-
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau > 50 orang untuk perluasan
26
Industri Televisi dan/atau Perakitan Televisi
26410
TV 3D, TV LCD, TV LED dan TV OLED
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang untuk investasi baru, atau > 100 orang untuk perluasan
27
Industri Alat Ukur dan Alat Uji Elektronik
26513
Peralatan dan pelengkapan radar
-
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau > 50 orang untuk perluasan
28 29
Industri Peralatan Fotografi INDUSTRI PERALATAN LISTRIK Industri Pengubah Tegangan (Transformator), Pengubah Arus (Rectifier) dan Pengontrol Tegangan (Voltage Stabilizer)
26710 27113
*) Industri transformator
-
Industri Batu Baterai Kering (Batu Baterai Primer)
27201
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau > 50 orang untuk perluasan Di atas 500 KV Melakukan alih teknologi Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang untuk investasi baru, atau > 100 orang untuk perluasan Menggunakan teknologi ramah lingkungan
30
Tali kawat logam (brass plated steel wire)
-
INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN DAN PERALATANNYA Industri Barang dari Kawat
-
*) Kecuali baterai silinder berbahan karbon zinc dan alkaline (semua ukuran)
-
-
31
Industri Lampu Tabung Gas (Lampu Pembuang Listrik)
27402
Lampu compact berbahan LED
-
-
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau untuk perluasan > 50 orang Melakukan alih teknologi
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang untuk investasi baru, atau > 100 orang untuk perluasan Terintegrasi dengan komponennya
32
Industri Peralatan Listrik Rumah Tangga
27510
-
Air purifier
-
33
INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL Industri Mesin Uap, Turbin, dan Kincir
28111
Industri turbin uap, turbin gas
34
Industri Mesin Fotocopy
28174
Mesin fotocopy dan perlengkapan mesin fotocopy
-
-
35
Industri Mesin Pendingin
28193
-
Evaporator dan kondensor untuk semua mesin pendingin
-
36
Industri Mesin dan Perkakas Mesin untuk Pengerjaan Logam
28221
Mesin perkakas pengerjaan logam : mould dan dies, jigs dan fixtures
37
Industri Mesin Penambangan, Penggalian dan Konstruksi
28240
Industri alat besar (Track Type Tracktor/TIT dan sejenisnya)
38 39
Industri Mesin Tekstil Industri Mesin Keperluan Khusus Lainnya YTDL
28263 28299
*) Injection Moulding Machine
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang untuk investasi baru, atau > 100 orang untuk perluasan Menggunakan teknologi ramah lingkungan
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau untuk perluasan > 50 orang Menggunakan teknologi ramah lingkungan Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang untuk investasi baru, atau > 100 orang untuk perluasan Menggunakan teknologi ramah lingkungan
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau > 50 orang untuk perluasan Melakukan alih teknologi Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang untuk investasi baru, atau untuk perluasan > 50 orang Penggunaan komponen lokal 40% Melakukan alih teknologi
40
INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER Industri Suku Cadang dan Aksesori Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih
29300
41
INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA Industri Kapal dan Perahu
30111
42
43
Industri Komponen dan Perlengkapan Sepeda Motor Roda Dua dan Tiga
30912
JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN Jasa Reparasi Kapal, Perahu dan Bangunan Terapung
33151
a.
Engine dan engine part (keseluruhan engine secara utuh termasuk komponennya antara lain : karburator dan cylinder block, cylinder liner, cylinder head, dan head cover, piston,ring piston, dan crank case, crank shaft, connecting rod dan lain-lain) b. Brake system, axle 85 propeller sharft, transmission/ clutch system,steering system c. Injector, water pump, oil pump, fuel pump d. Forging component, die casting component, stamping part Usaha pembuatan atau perakitan macam-macam kapal dan perahu komersil, yang terbuat dari baja, fibre glass, kayu atau ferro cement, baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor, seperti kapal penumpang, kapal ferry, kapal kargo, kapal tanker, kapal penyeret, kapal layar untuk komersil, kapal perang, kapal untuk penelitian, kapal penangkap ikan dan kapal untuk pabrik pengolahan ikan. Engine dan engine part Die casting component, brake system Transmission system Jasa reparasi dan perawatan alat angkutan dalam golongan 301, seperti jasa reparasi dan perawatan kapal, perahu, kapal pesiar, kapal atau perahu untuk keperluan rekreasi dan olahraga dan sejenisnya. Termasuk usaha jasa reparasi dan perawatan dan modifikasi bangunan lepas pantai.
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
-
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang Kapal diatas 50.000 DWT
-
-
Investasi > Rp. 100 M Tenaga kerja > 100 orang Investasi > Rp. 50 M Tenaga Kerja > 300 orang Kapal diatas 50.000 DWT
44
PENGADAAN LISTRIK, GAS, UAP/AIR PANAS DAN UDARA DINGIN Pe mbangkitan Tenaga Listrik
35101
Pengubahan tenaga energi baru (hidrogen, CBM, batubara tercairkan atau batubara tergaskan) dan energi terbarukan (tenaga air dan terjunan air; tenaga surya, angin atau arus laut) menjadi tenaga listrik
45
Pengadaan Gas Alam dan Buatan
35201
-
46
PENGADAAN AIR Penampungan, Penjernihan dan Penyaluran Air Bersih
36001
Regasifikasi LNG menjadi gas dengan menggunakan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Coalbed Methana (Non PSCl/gas metana batubara, shale gas, tight gas sand dan methane Kelompok ini hydrate mencakup usaha pengambilan air bersih secara langsung dari mata air dan air tanah serta penjernihan air permukaan dari sumber air dan penyaluran air secara langsung dari terminal air, mobil tangki (asal mobil tangki tersebut masih dalam satu pengelolaan administratif dari perusahaan air minum tersebut) untuk dijual kepada konsumen atau pelanggan, seperti rumah tangga, instansi/lembaga/badan pemerintah, badan-badan sosial, badan usaha milik negara, perusahaan/usaha swasta antara lain hotel, industri pengolahan dan pertokoan
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang Air minum yang memenuhi persyaratan (sesuai SNI)
47
PENGOLAHAN SAMPAH DAN DAUR ULANG Pengumpulan Sampah yang Tidak Berbahaya
38110
Kelompok ini mencakup pengumpulan sampah padat yang tidak berbahaya dalam suatu daerah, misalnya pengumpulan sampah rumah tangga dan usaha dengan menggunakan tempat sampah, tempat sampah beroda, kontainer sampah dan lain-lain yang meliputi campuran bahanbahan yang dapat dipulihkan, pengumpulan bahan-bahan yang dapat didaur ulang dan pengumpulan sampah dari tempat sampah di tempat umum.
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang
48
Pengelolaan dan Pembuangan Sampah yang Tidak Berbahaya
38211
Kelompok ini mencakup usaha pengopersian lahan untuk pembuangan sampah yang tidak berbahaya, pembuangan sampah yang tidak berbahaya melalui metode dengan atau tanpa menghasilkan produk berupa listrik atau uap, bahan bakar sub stitusi, biogas, abu atau produk ikutan lainnya untuk kegunaan lebih lanjut dan pengelolaan sampah organik untuk pembuangan.
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang
49
KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL Konstruksi Bangunan Pengolahan, Penyaluran dan Penampungan Air Minum, Air Limbah dan Drainase
42212
-
Investasi > Rp. 50 M Tenaga kerja > 300 orang
50
ANGKUTAN DARAT DAN ANGKUTAN MELALUI SALURAN PIPA Angkutan Perkotaan
49413
Kelompok ini mencakup usaha pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan bangunan saluran air limbah dalam kota (jaringan pengumpul air limbah domestik/manusia dan air limbah industri) dan bangunan pengolahan air limbah, jaringan drainase pemukiman, retention basin, bangunan pompa dan konstruksi bangunan sejenisnya. Angkutan darat bukan bus,
-
Investasi Rp. 50 M Tenaga kerja 300 orang. Kapasitas angkut 20.000 orang/hari Tidak ada subsidi
seperti trem, streetcar, kereta bawah tanah, kereta gantung, kereta layang, monorel serta FloBus atau 0Bahn (Guided Bus) dan lainlain, melalui rute yang telah ditetapkan, dengan perencanaan waktu yang tepat pada pemberhentian yang umumnya tepat.
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
-
51
52
KEGIATAN PEMROGRAMAN, KONSULTASI KOMPUTER DAN KEGIATAN YBDI Kegiatan Pemrograman Komputer REAL ESTATE Kawasan Pariwisata
62010
*)
68120
*)
-
*)
Investasi Rp. 50 M Tenaga kerja 300 orang (labor intensive) atau Investasi Rp. 100 M Tenaga kerja 100 orang (capital intensive) atau
Mengikuti Jenis Usaha dalam KBLI sesuai Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Lampiran 2, Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu NO
BIDANG USAHA
KBLI
1
2
3
CAKUPAN PRODUK 4 - Benih Jagung
1
PERTANIAN TANAMAN, PETERNAKAN, PERBURUAN DAN KEGIATAN YBDI Pertanian Tanaman Jagung
1111
- Budidaya Jagung
- Benih Kedelai
2
Pertanian Tanaman Kedelai
01113
- Budidaya Kedelai
- Benih Padi
3
Pertanian Padi
1120 - Budidaya Padi
4
Pertanian BuahBuahan Tropis
01220
- Budidaya Pisang
DAERAH/ PROVINSI 5 Gorontalo, Lampung Gorontalo, Lampung, Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua Jawa Timur, Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jambi Jawa Timur, Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jambi Papua, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan Papua, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
PERSYARATAN 6 - 2.000 ton/tahun
- 3.000 Ha - Terintegrasi dengan industri prosesingnya 10632
- >1.000 ton/tahun
- >3.000 Ha
- >2.000 ton/tahun
- >3.000 Ha, - Terintegrasi dengan prosesingnya KBLI 10611
> 500 Ha
- Budidaya Nenas - Budidaya Mangga KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU
5
6
7
8
Pengusahaan Hutan Pinus
Pengusahaan Hutan Mahoni
Pengusahaan Hutan Sonokeling
Pengusahaan Hutan Albisia/Jeunjing
02112
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman pinus
02113
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman mahoni
02114
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman sonokeling
02115
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan
Utara, Jawa Barat, Lampung Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat Jawa Timur Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
> 500 Ha
> 500 Ha
Minimal 5.000 Ha
Minimal 5.000 Ha
Minimal 5.000 Ha
Minimal 5.000 Ha
pemasaran produk tanaman albasia/ jeunjing
9
10
11
Pengusahaan Hutan Cendana
Pengusahaan Hutan Akasia
Pengusahaan Hutan Ekaliptus
02116
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman cendana
02117
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman akasia
02118
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman ekaliptus
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Minimal 5.000 Ha
Minimal 5.000 Ha
Minimal 5.000 Ha
12
Pengusahaan Hutan Lainnya
02119
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk tanaman sungkai, kayu karet, gmelina, dan/atau meranti.
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat
Minimal 5.000 Ha
PERIKANAN
13
14
Penangkapan Pisces/Ikan Bersirip di Laut
Penangkapan Ciustacea di Laut
03111
03112
Semua jenis ikan (pisces) kecuali hiu
Semua jenis ciustacea
Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Bagi PMDN bermitra atau terpadu, bagi PMA terpadu, dengan minimal 1 KBLI diantara KBLI berikut: 10211, 10212, 10213, 10214, 10219, 10221 - Menggunakan kapal dengan ukuran minimal 60 GT atau menggunakan mesin berkekuatan minimal 180 DR
- Bagi PMDN bermitra atau terpadu, bagi PMA terpadu, dengan minimal 1 KBLI diantara KBLI berikut: 10293, 10299, 10221 - Menggunakan kapal dengan ukuran minimal 60 GT atau menggunakan mesin berkekuatan minimal 180 DR
15
16
Penangkapan Mollusca di Laut
Pembesaran Ikan Laut
03113
Semua jenis mollusca
03211
- Kerapu - Kakap putih - Rumput Laut - Bawal Bintang
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Sulawesi Tenggara Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat
PERTAMBANGAN BATU BARA DAN LIGNIT
17
Pertambangan Batubara
05101
Pemanfaatan batubara untuk energi liquifaction
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Aceh
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Bagi PMDN bermitra atau terpadu, bagi PMA terpadu, dengan minimal 1 KBLI diantara KBLI berikut: 10293, 10299, 10221 - Menggunakan kapal dengan ukuran minimal 60 GT atau menggunakan mesin berkekuatan minimal 180 DR
PERTAMBANGAN BIJIH LOGAM 18
Pertambangan Pasir Besi
07101
19
Pertambangan Bijih Besi
07102
20
Pertambangan Bijih Uranium dan Thorium
07210
21
Pertambangan Bijih Timah
07291
22
Pertambangan Bijih Timah Hitam
07292
23
Pertambangan Bijih Bauksit
07293
24
Pertambangan Bijih Tembaga
07294
25
Pertambangan Bijih Nikel
07295
26
Pertambangan Bijih Mangan
07296
27
Pertambangan Bahan Galian Lainnya yang tidak Mengandung Bijih Besi
07299
Pengolahan dan pemurnian logam pasir besi
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Pengolahan dan pemurnian logam bijih besi Pengolahan dan pemurnian bijih logam uranium dan thorium Pengolahan dan pemurnian logam bijih timah Pengolahan dan pemurnian logam bijih timah hitam Pengolahan dan pemurnian logam bijih bauksit Pengolahan dan pemurnian logam bijih tembaga Pengolahan dan pemurnian logam bijih nikel Pengolahan dan pemurnian logam bijih mangan Pengolahan dan pemumian: - Bijih zink - Bijih zircon
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa
Pembangunan dan perluasan smelter baru
INDUSTRI MAKANAN
28
Industri Penggaraman/Pengeri ngan Ikan
10211
Semua jenis ikan (pisces)kecuali hiu
Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
29
Industri Pengasapan/Pemangg angan Ikan
10212
Semua jenis ikan (pisces) kecuali hiu
30
Industri Pembekuan Ikan
10213
- Semua jenis ikan (pisces) kecuali hiu
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat. Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat. Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Kapasitas produksi minimal 20 ton/hari
- Loin Tuna
31
Industri Pemindangan Ikan
10214
Semua jenis ikan (pisces) kecuali hiu
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat. Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Maluku, Gorontalo Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat.
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Semua jenis ikan (pisces) kecuali hiu
32
Industri Pengolahan dan Pengawetan Lainnya untuk Ikan
10219
Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat.
- Fillet ikan dasar (demersal fish) '- Surimi dan surimi based product: - bakso - sosis - otak-otak - kaki naga - siomay - ekado - fish finger - crabmeat imitation - fish ball - nugget ikan - Ash stick - crab stick - chikua - kamapoko
33
Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Biota Air (Bukan Udang) dalam Kaleng
10221
- Semua jenis ikan (pisces)
- Kapasitas produksi minimal 10 ton/ hari
Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Maluku Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua
Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Kapasitas produksi minimal 30 ton/hari
- Kapasitas produksi minimal 30 ton/hari
- Semua jenis crustacea
- Semua jenis mollusca
- ikan kaleng dan cooked Loin (Tuna atau cakalang kaleng)
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Papua, Maluku, Bali, Sumatera
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
34
Industri Pengolahan dan Pengawetan Udang dalam Kaleng
10222
*)
- Semua jenis cnistacea
35
Industri Pembekuan Biota Air Lainnya
10293 - Semua jenis mollusca
- Udang Beku dan/atau Udang breaded
Utara, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Sulawesi Tenggara Aceh, Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
Produksi minimum 10 ton/ hari
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Papua
- Semua jenis crustacea
36
Industri Pengolahan dan Pengawetan Lainnya untuk Biota Air Lainnya
- Semua jenis mollusca 10299
- Udang Beku dan/atau Udang breaded
- Pengolahan rumput laut : agar-agar, jelly, karagenan (alkali
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Sulawesi Tenggara Aceh, Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Papua Aceh,Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sulawesi
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Produksi minimum 10 ton/hari
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga kerja 300 orang, atau - Investasi Rp. 100 M
treated cottonii/alkali treated cottonii chips, semi refined cariageenan, refined cari-ageenan), dan/atau chip
37
Industri Pengolahan dan Pengawetan Buah-Buahan dan Sayuran dalam Kaleng
10320
Pengolahan dan pengawetan buah-buahan dan/atau sayuran melalui proses pengalengan
38
Industri Pengolahan Sari Buah dan Sayuran
10330
Pelumatan buahbuahan dan/atau sayuran
39
40
41
Industri Margarine
Industri Minyak Goreng Kelapa
Industri Minyak Goreng Kelapa Sawit
10412
10423
10432
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Banten Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Riau dan Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Riau, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat
- Tenaga kerja 100 orang
- Investasi > Rp. 50 M - Tenaga Kerja > 100 orang
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga Kerja 100 orang
Industri margarine
Propinsi di Sumatera dan Kalimantan
- Investasi Rp. 70 M - Tenaga Kerja 100 orang - Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah, berbahan baku CPO, dan minyak nabati lainnya menjadi produk padatan
*)
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo
Harus terintegrasi usaha budidaya KBLI 01261
Propinsi di Sumatera dan Kalimantan
- Investasi Rp. 60 MTenaga kerja 100 orang- Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah mulai dari proses pemurnian CPO, pemisahan, dan packing minyak goreng sawit (curah, kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana)
Industri minyak goreng sawit curah dan/ atau kemasan bermerk dan/atau kemasan sederhana
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
42
Industri Minyak Makan dan Lemak Nabati dan Hewani Lainnya
10490
Shortening (vanaspati) dan speciality fats
43
Industri Pengolahan Susu Bubuk dan Susu Kental
10520
Susu bubuk, susu kental manis, susu cair
44
Industri Berbagai Macam Tepung dari: Padi-Padian, BijiBijian, KacangKacangan, UmbiUmbian dan Sejenisnya
10618
Tepung dari ubi kayu, kedelai, gandum
45
Industri Gula Pasir
10721
Gula pasir dari tebu
46
Industri Glukosa dan Sejenisnya
10623
Gula dari ubi kayu
47
Industri Tepung Beras dan Tepung Jagung
10633
Tepung dari beras dan jagung
10731
Bubuk kakao, mentega kakao, lemak kakao, dan/atau minyak kakao
48
Industri Kakao
Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan Lampung, Jawa, Nusa Tenggara Banat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Banat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat Propinsi di Sulawesi
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi Rp. 70 M - Tenaga kerja 100 orang - Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah, berbahan baku CPO, CPKO dan minyak nabati lainnya menjadi produk padatan
- Investasi Rp. 100 M - Tenaga kerja 100 orang - 50 ton/tahun
Teritegrasi/kemitraan dengan usaha budidaya 01135, 01113, 01112
Kapasitas minimal 70.000 ton gula/tahun, terintegrasi usaha budidaya KBLI 01140 Harus terintegrasi dengan usaha budidaya KBLI 01135
Terintegrasi/kemitraan dengan usaha budidaya KBLI 01111, 01120
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga Kerja > 100 orang
49
Industri pengolahan kopi dan teh
Kopi bubuk, kopi ekstrak, dan/atau sari kopi
Aceh, Sulawesi Utara, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat, Sulawesi Barat
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga Kerja 100 orang
13111
Serat kapas
Sulawesi Utara,Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur
- Harus terintegrasi usaha budidaya KBLI 01261 budidaya 01160 - Minimal 500 Ha
13930
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan karpet dan permadani dan sejenisnya, baik yang dikerjakan dengan proses tenun (woven), tufting,braiding, flocking dan needle punching. Termasuk industri penutup lantai dari lakan atau bulu kempa yang dibuat dengan jarum tenun
13993
Mencakup industri kain kempa, kain felting dan kain laken.
10761
INDUSTRI TEKSTIL
50
51
52
Industri Persiapan Serat Tekstil
Industri Karpet dan Permadani
Industri Non Woven (bukan tenunan)
- Investasi Rp. 80 M -Tenaga kerja 100 orang untuk investasi baru, atau 50 orang untuk perluasan - Melakukan alih teknologi Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa
Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi Rp. 70 M -Tenaga kerja 100 orang untuk investasi baru, atau 50 orang untuk perluasan - Melakukan alih teknologi
53
Industri Penyamakan Kulit
15112
*)
54
Industri Alas Kaki untuk Keperluan Sehari-hari
15201
*)
55
Industri Sepatu Olah Raga
15202
*)
Industri Sepatu Teknik 56 15203 *) Lapangan/Keperluan Industri INDUSTRI KERTAS DAN BARANG KERTAS
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa dan Bali
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga kerja 100 orang - Khusus untuk kulit reptil bahan kulit yang berasal dari Indonesia harus berasal dari penangkaran/budidaya
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa dan Bali Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa dan Bali
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga Kerja 200 orang - Investasi Rp. 50 M - Tenaga Kerja 200 orang
Seluruh Provinsi kecuali Pulau Jawa dan Bali
- Investasi Rp. 50 M - Tenaga Kerja 200 orang
57
Industri Bubur Kertas (Pulp)
17011
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
58
Industri Kertas Budaya
17012
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
59
Industri Kertas Berharga
17013
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
60
Industri Kertas Khusus
17014
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi Rp. 2 TTenaga kerja 200 orang- Terintegrasi dengan HTI - Investasi Rp. 1,5 T - Tenaga kerja 200 orang - Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas (Virgin Pulp) KBLI 17011 - Satu lokasi dengan industri pulpnya - Investasi Rp. 250 M - Tenaga kerja 100 orang - Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas (Virgin Pulp) KBLI 17011 - Satu lokasi dengan industri pulpnya - Investasi Rp. 250 M - Tenaga kerja 100 orang - Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas (Virgin Pulp) KBLI 17011 - Satu lokasi dengan industri pulpnya
61
Industri Kertas dan Papan Kertas Bergelombang
17021
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
62
Industri Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton
17022
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
63
Industri Kertas Tissue
17091
*)
Seluruh Propinsi Kecuali Pulau Jawa
INDUSTRI BAHAN KIMIA DAN BARANG DARI BAHAN KIMIA Industri Kimia Dasar Nusa Tenggara 64 Anorganik Khlor dan 20111 Garam Timur Alkali - Industri oleokimia (fatty Sumatera Utara, acids, fatty Riau, Jambi, esters, fatty Lampung, alcohol, fatty Bengkulu, nitrogen Kalimantan compound, Barat, Industri Kimia Dasar glycerine, methyl Kalimantan Organik yang ester dan/atau Timur, 65 20115 Bersumber dari Hasil turunannya) Kalimantan Pertanian - Industri Tengah, Bioenergi Kalimantan (Industri Selatan, Aceh, Biodiesel, Blood, Papua dan Papua dan Bioetanol Barat, Sumatera Anhidrat Barat, Sumatera - Industri Selatan Biolube Bahan pendorong roket (propellant), nitrogliserin/NG, Jawa Barat, Industri Bahan 66 20292 nitroselulosa/NC Kalimantan Peledak , trinitrotoluen/ Timur TNT, pentaeritritol tetranitrat/ PETN INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM Bermacam Seluruh Propinsi semen (semen 67 Industri Semen 23941 kecuali Pulau hidrolik dan Jawa arang atau kerak
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi Rp. 1 T - Tenaga kerja 200 orang - Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas (Virgin Pulp) KBLI 17011 - Satu lokasi dengan industri pulpnya
- Investasi > Rp. 250 M - Tenaga kerja > 100 orang - Terintegrasi dengan Industri Bubur Kertas (Virgin Pulp) KBLI 17011 - Satu lokasi dengan industri pulpnya
- Investasi Rp. 300 M - Tenaga kerja 100 orang - Industri yang terintegrasi dalam satu wilayah dengan industri yang berbahan baku CPO, CPKO, dan minyak nabati lainnya
- Investasi > Rp. 300 M - Tenaga kerja > 100 orang
- Investasi > Rp 300 M - Tenaga kerja >150 orang - Industri menyerap
besi), seperti portland, natural, semen mengandung aluminium, semen terak dan semen superfosfat dan jenis semen lainnya
tenaga kerja - Industri yang mendukung pembangunan infrastruktur - Mendukung pengembangan industri dan wilayah
INDUSTRI LOGAM DASAR
68
Industri Besi dan Baja Dasar (Iron and Steel Making)
69
Industri Pembuatan Logam Dasar Mulia
70
Industri Pembuatan Logam Dasar Bukan Besi
24101
24201
24202
a. Besi (pig iron) dan baja dalam bentuk kasar (ingot, billet, round billet, bloom, dan/atau slab) b. Baja Terintegrasi Proses Kontinyu : 1. Steel making sampai dengan produk lembaran (plate/ sheet) 2. Steel making sampai dengan produk batangan (steel bar/ wirerod/ green pipe) Emas, dan/atau perak (logam mulia dalam bentuk dasaringot, billet, slab, batang, pellet block, sheet, pig, paduan, dan/atau bubuk) Ingot kuningan, ingot aluminium, ingot seng, ingot tembaga, ingot timah, billet kun in gan , billet aluminium, slab kuningan, slab aluminium, batang (rod) kuningan, batang (rod) aluminium, pellet kuningan, pellet aluminium, paduan
Provinsi di Kalimantan dan Banten
- Investasi > Rp. 400 M - Tenaga kerja > 100 orang
Provinsi di Kalimantan dan Banten
- Investasi > Rp. 1 T - Tenaga kerja > 100 orang
Seluruh Provinsi Kecuali Pulau Jawa
- Investasi > Rp. 400 M - Tenaga kerja > 100 orang
Seluruh Provinsi di Pulau Kalimantan, Papua, Maluku, Sulawesi.
- Investasi > Rp. 400 M - Tenaga kerja > 100 orang
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
perunggu, dan/atau paduan nikel
Pelat tembaga, pelat aluminium, sheet (lembaran) tembaga, sheet (lembaran) aluminium, strip (jalur) perak, strip seng, strip Industri Penggilingan aluminium, sheet 71 24203 Logam Bukan Besi (lembaran) tembaga, sheet (lembaran) magnesium, tinfoil, dan/atau strip platina. Termasuk pembuatan kawat logam INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
Seluruh Provinsi di Pulau Kalimantan, Papua, Sulawesi.
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi > Rp. 400 M - Tenaga kerja > 100 orang
Kelompok ini mencakup usaha pembuatan atau perakitan macam- macam kapal dan perahu komersil, yang terbuat dari baja, fibre glass, kayu atau feiTo cement, baik Jawa Timur, yang bermotor Kalimantan, maupun yang Sulawesi, Industri Kapal dan tidak bermotor, 72 30111 Maluku, Papua, Perahu seperti kapal Nusa Tenggara penumpang, Barat dan Nusa kapal ferry, Tenggara Timur kapal kargo, kapal tanker, kapal penyeret, kapal layar untuk komersil, kapal perang, kapal untuk penelitian, kapal penangkap ikan dan kapal untuk pabrik pengolahan ikan Kelompok ini mencakup usaha pembuatan perlengkapan, peralatan dan bagian kapal, seperti: Industri Peralatan, Provinsi di Pulau perlengkapan 73 Perlengkapan dan 30113 Jawa dan lambung, Bagian Kapal Sumatera akomodasi kerja mesin gladak,alat kemudi,balingbaling, rantai kapal, jangkar kapal, dan alat bongkar muat JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi > Rp. 50 M - Tenaga Kerja > 100 orang - Kapal di atas 500 DWT
- Investasi > Rp. 50 M - Tenaga Kerja > 100 orang
74
Jasa Reparasi Kapal, Perahu, dan Bangunan Terapung
33151
Kelompok ini mencakup jasa reparasi dan perawatan alat angkutan dalam golongan 301, seperti jasa reparasi dan perawatan kapal, perahu, kapal pesiar,kapal atau perahu untuk keperluan rekreasi dan olahraga dan sejenisnya. Termasuk usaha jasa reparasi dan perawatan dan modifikasi bangunan lepas pantai.
38211
Pengelolaan limbah organik (sludge) pabrik kelapa sawit (PKS) untuk menghasilkan biogas sebagai bahan baku produksi listrik dan/atau gas hidrogen.
Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
- Investasi > Rp. 50 MTenaga Kerja > 100 orang- Kapal di atas 500 DWT
Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa
Mandiri atau terintegrasi dengan Industri PKS (KBLI 10431 yang terintegrasi dengan industri hilir KBLI 10432, 10490, 10412, dan/atau 20115)
PENGELOLAAN LIMBAH
75
Pengelolaan dan Pembuangan Sampah yang Tidak Berbahaya
KONSTRUKSI BANGUNAN SIPIL Usaha pembangunan, Seluruh Provinsi peningkatan, 76 Konstruksi Jalan Raya 42111 kecuali Pulau pemeliharaan Jawa dan perbaikan jalan tol. PERGUDANGAN DAN JASA PENUNJANG ANGKUTAN
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013
- Investasi > Rp. 1 T - Tenaga kerja > 300 orang
77
*)
Penanganan Kargo (Bongkar Muat barang)
52240
Kelompok ini Pulau Batam Terintegrasi dengan mencakup usaha KBLI 52101, 52102, jasa pelayanan 52109, 52221 pelabuhan transshipment internasional (dermaga, gedung, penundaan kapal, pemanduan, jasa labuh, jasa tambat, jasa dermaga dan penumpukan barang/kontainer , terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering) Mengikuti Jenis Usaha dalam KBLI sesuai Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 57 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
Implikasi ketentuan..., Ian Maradona, FH UI, 2013