TANTANGAN WIDYAISWARA PPPPTK BMTI DALAM PEMENUHAN SASARAN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL Oleh: Rizal Sani Widyaiswara Madya PPPPTK BMTI Jl. Pasantren KM 2 Cimahi Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi objektif permasalahan widyaiswara PPPPTK BMTI dalam pemenuhan Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil (SKP) tahun 2014. Salah satu Tugas Kegiatan Jabatan widyaiswara dalam SKP adalah melaksanakan kegiatan Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat (PPD). Studi awal dari riset (2008) dan (2013) terhadap permasalahan yang dihadapi widyaiswara dalam beberapa tahun belakangan menunjukkan ketersediaan kegiatan kediklatan sangat terbatas dan cenderung menurun, dan sebagian widyaiswara mengalami kesulitan dalam memenuhi angka kredit. Hal tersebut berdampak langsung pada kenaikan pangkat widyaiswara. Penelitian tahun 2014 tentang ketersediaan kegiatan kediklatan pada tahun 2014, diikuti simulasi perhitungan yang dilakukan terhadap usulan SKP pada Departemen Mesin Produksi dan Konstruksi (MPK) menemukan bahwa unsur PPD hanya tersedia sekitar 16% dari kebutuhan widyaiswara. Ini menjadi tantangan bagi widyaiswara dan lembaga, yang perlu inovasi dan strategi dalam mengatasinya. Oleh sebab itu para widyaiswara secara personal dan pimpinan lembaga perlu menyikapi kondisi tersebut, agar jumlah widyaiswara “yang bermasalah” tidak bertambah. Berbagai aktivitas kediklatan dapat dikembangkan dan difasilitasi agar target SKP yang direncanakan masing-masing widyaiswara dapat tercapai. Kata Kunci: Widyaiswara, Pemenuhan, SKP
PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja, maka penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan prestasi kerja dan pengembangan potensi PNS (PP No. 46, 2011). Dalam sistem penilaian prestasi kerja, setiap PNS wajib menyusun Sasaran Kerja Pegawai (SKP) sebagai rancangan pelaksanaan Kegiatan Tugas Jabatan, sesuai dengan rincian tugas, tanggung jawab dan wewenangnya, yang secara umum telah ditetapkan dalam struktur dan tata kerja organisasi. SKP disusun dan ditetapkan sebagai rencana operasional pelaksanaan Kegiatan Tugas Jabatan, dengan mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) tahunan organisasi, yang berisikan tentang apa kegiatan yang akan dilakukan, apa hasil yang akan dicapai, berapa yang akan dihasilkan dan kapan harus selesai (BKN, 2013). 1
Dalam Penjelasan PP No. 46 Tahun 2011, Pasal 5, ayat 2 disebutkan bahwa “Setiap PNS yang mempunyai jabatan fungsional tertentu diharuskan untuk mengisi angka kredit setiap tahun sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan”. Sehubungan dengan hal tersebut, maka jabatan widyaiswara yang termasuk dalam kelompok “jabatan fungsional tertentu” akan dinilai kinerjanya melalui pencapaian perolehan “angka kredit”. Dengan demikian, dengan terbitnya Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (Perka BKN) Nomor 1 Tahun 2013, yang merupakan Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2011, maka penilaian kinerja atau prestasi kerja PNS (yang termasuk di dalamnya adalah jabatan widyaiswara), adalah melalui pencapaian SKP. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Perka BKN (2013), bahwa: “Penilaian prestasi kerja PNS dilaksanakan secara sistematis yang penekanannya pada tingkat capaian sasaran kerja pegawai ...” Namun di sisi lain, setiap widyaiswara yang akan naik pangkat/ golongan setingkat lebih tinggi, harus memenuhi angka kreditnya sesuai persyaratan yang ditentukan, yakni sebagaimana yang dijelaskan dalam Perkalan No. 32 Tahun 2010. Artinya, bahwa “angka kredit” bagi jabatan widyaiswara merupakan hal penting dalam sistem penilaian kinerja dan karier widyaiswara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap perolehan angka kredit widyaiswara PPPPTK BMTI, diperoleh bahwa terjadi kekurangan perolehan angka kredit sebesar -1652,43 AK pada tahun 2008 (Is, 2008), sedangkan pada tahun 2013 total kebutuhan angka kredit untuk kenaikan pangkat yang lebih tinggi bagi seluruh widyaiswara PPPPTK BMTI adalah 9.973,45 AK (Sani, 2013). Atas dasar data dan kondisi yang diuraikan di atas, maka jelaslah bahwa jabatan widyaiswara di PPPPTK BMTI mengalami suatu masalah yang mendasar, baik dipandang dari pemenuhan SKP maupun dari sisi kebutuhan untuk kenaikan pangkat. Untuk itu, berbagai upaya dan solusi perlu dilakukan agar permasalahan widyaiswara dalam memperoleh angka kredit, terutama kegiatan kediklatan dapat dikembangkan dan difasilitasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan.
2
PEMBAHASAN 1. Kondisi Objektif Perolehan Angka Kredit Widyaiswara Dalam Perkalan Nomor 3 Tahun 2010, tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, dijelaskan bahwa: Angka kredit pada jabatan fungsional widyaiswara adalah instrumen untuk mengukur kinerja widyaiswara yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu mendidik, mengajar, dan/ atau melatih PNS pada unit Diklat instansi masing-masing, serta melaksanakan kegiatan mengembangkan profesinya. Dari definisi di atas, dijelaskan bahwa salah satu tugas pokok widyaiswara adalah mendidik, mengajar, dan/ atau melatih, dimana dalam Kegiatan Tugas Jabatan widyaiswara termasuk Unsur Utama dalam kegiatan kediklatan. Dengan demikian, ketersediaan jam tatap muka akan berpengaruh pada kegiatan-kegiatan widyaiswara lainnya. Untuk melihat kondisi objektif perolehan angka kredit widyaiswara tersebut, maka penulis menganalisis data penyelenggaraan diklat DIPA dan Non DIPA dari tahun 20102012, khususnya terkait ketersediaan jam tatap muka bagi widyaiswara, yang hasilnya adalah sebagai berikut. Tabel 1 : Jumlah Jam Tatap Muka pada Diklat DIPA Tahun 2010-2012 Jumlah Jam Tahun 2010 9.520 2011 10.062 2012 10.064 Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian Rizal Sani (2013)
Berdasarkan sajian data di atas, menunjukkan bahwa rata-rata jumlah jam tatap muka pada diklat DIPA pada tahun 2010-2012 adalah sekitar 10.000 jam atau hanya sekitar 250 AK (Sani, 2013). Adapun untuk kegiatan diklat Non DIPA pada tahun 2010-2012 adalah sebagai berikut. Tabel 2 : Jumlah Jam Tatap Muka pada Diklat Non DIPA Tahun 2010-2012 Jumlah Jam Tahun 2010 2.882 2011 1600 2012 862 Sumber : Diolah dari Hasil Penelitian Rizal Sani (2013)
Dari hasil pengolahan data yang disajikan di atas menunjukkan bahwa jumlah jam tatap muka yang tersedia dari penyelenggaraan diklat DIPA dan Non DIPA masih sangat 3
kurang, dibandingkan kebutuhan widyaiswara PPPPTK BMTI, yakni sekitar 20.400 jam/ tahun (mengacu pada standar SKP). Dengan demikian, perolehan angka kredit dari kegiatan mendidik, mengajar, dan/ atau melatih masih belum terpenuhi, sehingga secara tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kenaikan pangkat jabatan widyaiswara. 2. Kondisi Objektif Kebutuhan Angka Kredit Widyaiswara Sesuai SKP 2014 Bardasarkan Perka BKN No.1 Tahun 2013 disebutkan bahwa terhitung tanggal 1 Januari 2014, Peraturan Badan Kepegawaian Negara tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil mulai diberlakukan. Untuk itu, seluruh PNS wajib menyusun Sasaran Kerja Pegawai (SKP) sebagai rancangan pelaksanaan Kegiatan Tugas Jabatan, sesuai dengan rincian tugas, tanggung jawab dan wewenangnya. Atas dasar hal tersebut, maka seluruh PNS di PPPPTK BMTI telah menyusun usulan SKP tahun 2014 dengan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja (Perka BKN No. 1 Tahun 2013). Sebagai bahan kajian dalam melakukan penghitungan kebutuhan angka kredit widyaiswara PPPPTK BMTI, maka penulis menganalisis kebutuhan angka kredit jabatan widyaiswara pada Departemen Mesin Produksi dan Konstruksi (Dept. MPK), khususnya Unsur Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat. Tabel 3 : Usulan SKP Widyaiswara Departemen Mesin Produksi dan Konstruksi Tahun 2014 No
Nama
1
1
2
3a
3b
3c
3d
3e
4/ JP
Hd
1,00
1,00
1,00
2
Sy
4,00
4,00
4,00
3
Ms
1,00
1,00
1,00
0,20
6,25
4
Tt
1,20
1,20
1,20
0,24
4,25
5
Wi
1,20
1,20
1,20
6
Un
0,40
0,40
0,40
0,08
4,38
7
Yt
0,40
0,40
0,40
0,08
4,38
8
Rz
0,10
0,10
0,10
0,02
1,00
9
Ah
0,40
0,40
0,40
0,08
4,38
10
Sn
0,40
0,40
0,40
0,08
4,38
11
Da
1,00
1,00
1,00
0.2
4,25
12
Za
0,50
0,50
0,50
13
Dj
0,50
0,50
0,50
1,00
4,25
120 500 250 170 200 175 175 40 175 175 170 120 170
Jumlah AK dan JP pada Kegiatan 4 (Melakukan Tatap Muka)
61,00
2440
1,60
0,20
3,00 12,50
5,00
0,60
3,00 0,60
Sumber : Data Dept. MPK (2013)
4
5
6
7a
8
9
0,20
Jml 6,40 24,50
4,00
13,45
0,24
8,33
0,24
8,84
0,08
5,74
0,08
5,74
0,02
4,00
5,94
0,08
5,74
0,08
5,74
0,20
7,45
0,10 1,80
4,60 0,80
2,40 Total AK:
13,95 116,40
Keterangan: B. 1 2
3
4 5 6 7 8 9
PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN DIKLAT Melakukan analisis kebutuhan Diklat Menyusun Kurikulum Diklat a Ketua b Anggota Menyusun Bahan Diklat sesuai dengan Spesialisasinya a Menyusun bahan ajar b Menyusun GBPP/SAP/Transparansi c Menyusun bahan tayang sesuai spesialisasinya d Menyusun Modul Diklat e Menyusun soal ujian Diklat Melakukan tatap muka di depan kelas Memeriksa jawaban ujian Diklat sesuai spesialisasinya Pembimbingan peserta Diklat pada Diklat Struktural sesuai spesialisasinya Mengelola Program Diklat di Instansinya a Penanggung jawab b Anggota Mengevaluasi Program Diklat Menjadi fasilitator/ moderator/ nara sumber seminar
Berdasarkan hasil simulasi penghitungan kebutuhan angka kredit yang disajikan di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut. a. Jumlah widyaiswara Dept. MPK yang mengusulkan SKP tahun 2014 adalah sebanyak 13 orang. b. Angka kredit yang dibutuhkan oleh widyaiswara pada Dept. MPK, pada Unsur Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat adalah sebanyak: 116,40 AK. c. Khususnya untuk kegiatan 4 (melakukan tatap muka) diperlukan 61,00 AK atau setara dengan 2240 Jam Pelajaran/ JP (sesuai Perkalan No. 3 Thn. 2010). Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa jumlah jam tatap muka yang tersedia hanya sekitar 16,4% dari total kebutuhan jam tatap muka atau rata-rata 28,6 JP/ tahun/ widyaiswara. Hal tersebut karena pada tahun 2014 Dept. MPK hanya akan melaksanakan diklat DIPA sebanyak empat kegiatan diklat @ 100 JP, dengan total jam tatap muka sebanyak 400 JP. Sehubungan dengan kondisi dan analisis yang diuraikan di atas, ada sejumlah tantangan yang dihadapi widyaiswara dalam memenuhi angka kredit sehingga perlu diupayakan solusinya agar target SKP 2014 yang telah direncanakan masing-masing widyaiswara dapat tercapai. 3. Upaya Menghadapi Tantangan PPPPTK BMTI adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Kemendikbud di bidang pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan. 5
Dalam Permendikdud No. 41 Tahun 2012, dijelaskan bahwa PPPPTK mempunyai tugas
melaksanakan
pengembangan
dan
pemberdayaan
pendidik dan
tenaga
kependidikan sesuai dengan bidangnya, dimana salah satu fungsinya adalah “fasilitasi dan pelaksanaan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan”. Atas dasar tugas dan fungsi (Tusi) tersebut, serta untuk mengatasi kekurangan kegiatan pada Unsur Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat, maka melalui fasilitasi oleh Kepala Departemen dan pimpinan PPPPTK BMTI, para widyaiswara dapat mengembangkan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan kediklatan, antara lain: a. IHT berbasis Departemen; yakni melaksanakan diklat berupa Refreshing Training, Vestibule Training (pelatihan yang menitikberatkan pada metode kerja), Induction Training/Peer Training, dan lain-lain. b. Diklat antar lembaga; yakni kerjasama dengan sekolah yang relevan, Dinas, dan lembaga-lembaga lain (misalnya Depnaker) dalam penyelenggaraan diklat dan sertifikasi kompetensi/keahlian.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Ketersediaan kegiatan pada unsur pengembangan dan pelaksanaan diklat di PPPPTK BMTI pada periode 2010-2012 masih kurang, yakni sekitar 50% dari kebutuhan widyaiswara. b. Jumlah kegiatan diklat pada tahun 2014 di Departemen Mesin Produksi dan Konstruksi PPPPTK BMTI masih relatif kurang, sehingga perolehan angka kredit dari kegiatan mendidik, mengajar, dan/atau melatih masih belum sesuai dengan kebutuhan SKP 2014, yakni hanya tersedia sekitar 16% dari total kebutuhan widyaiswara. c. Perlu adanya solusi yang komprehensif agar permasalahan kekurangan kegiatan kediklatan di PPPPTK BMTI dapat teratasi. 2. Saran a. Perlu mekanisme yang jelas tentang penyelenggaraan IHT di tingkat Departemen, agar kegiatan tersebut dapat dipertangjawabkan dan dapat dinilai sebagai angka kredit. b. Pimpinan lembaga perlu memfasilitasi dan memberi kemudahan dalam penerbitan surat tugas dan sertifikat pada diklat-diklat yang diselenggarakan oleh
6
widyaiswara secara perorangan/kelompok, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
DAFTAR PUSTAKA Badan Kepegawaian Negara (2010). Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: BKN. Badan Kepegawaian Negara (2013). Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: BKN. Is, Syahril (2008). “Model Interaksi Program Diklat dengan Kenaikan Golongan/ Jabatan Fungsional Widyaiswara Melalui Sistem Dinamis di P4TK BMTI Bandung”. Disertasi. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kemdikbud Lembaga Administrasi Negara (2010). Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 Tahun 2010. Jakarta: LAN Presiden RI (2011). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Jakarta. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri (2013). Data Pencapaian Angka Kredit Periode Mei 2013. Bandung: PPPPTK BMTI Sani, Rizal (2013). “Model Pengelolaan Diklat Non DIPA untuk Meningkatkan Perolehan Angka Kredit Bagi Jabatan Widyaiswara di PPPPTK BMTI”. Hasil Penelitian. PPPPTK BMTI: tidak diterbitkan.
7