TANGGUNG JAWAB AUDITOR UNTUK MENDETEKSI KEKELIRUAN KETIDAK BERESAN DAN KECURANGAN
Oleh : Sudaryono STIA ASMI SOLO Surakarta
ABSTRAK Auditor sebagi penyedia laporan keuangan dalam melaksanakan audit tidak hanya untuk kepentingan kliennya, tetapi juga pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang telah diauditnya. Karena profesinya sebagai auditor mendapatkan kepercayaan dari kliennya untuk membuktikan kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan kliennya. Agar tetap mendapatkan keperyacaan baik dari kliennya dan para pemakai laporan keuangan auditan, auditor dituntut memiliki keahlian baik keahlian pengetahuan maupun pengalaman. Dengan keahlian pengetahuan dan pengalaman seorang auditor dalam pengauditan akan mengetahui macam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan, ketidak beresan dan kecurangan dalam laporan keuangan. Dimana kekeliruan adalah suatu yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan adalah suatu hal disengaja, yang dapat dilakukan oleh pihak organisasi maupun individu. Sedangkan bentuk kecurangan yang dinyatakan dalam SA seksi 316, bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor, tentang kecurangan atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam laporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari pelakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Disini auditor mempunyai tanggung-jawab mendeteksi kecurangan, dengan merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh kepastian mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji secara material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan. Kata kunci : Tanggung-jawab auditor, keahlian auditor.
1. Pendahuluan. Dengan makin maraknya skandal keuangan ahkir-ahkir ini, sering masyarakat umum melontarkan kesalahan kepada pihak auditor sebagai pihak yang berperan memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan. Skandal keuangan bukan
salah akuntansi public tetapi system akuntansi dan cara pandang berbagai unsur pendukung pasar modal yang bebeda, paling tidak inilah yang disampaikan oleh Prof.Dr.Wahjudi Prakarsa disela-sela penyerahan Annual Repor Award (Media Akuntansi, September 2002). Akuntan sebagai seorang professional memang ditutut untuk menerapkan profesionalismenya
dalam melakukan
pemeriksaan
terhadap
laporan
keuangan,
akuntan juga harus menerapkan keahlian atau kemahiran jabatannya seperti yang dinyatakan
dalam standar
utama
ketiga,
bahwa
auditor
berkewajban
untuk
menggunakan dengan cermat dan seksama kemahiran profesionalnya dalam audit dan dalam penyusunan laporan audit (Mulyadi, 2002). Standar audit secara eksplisit menuntut auditor untuk memberikan kepastian yang masuk akal bahwa kekeliruan (error), ketidakberesan (irregularities) dan kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan yang sifatnya material terdeteksi. Selain itu juga seorang akuntan dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, dituntut mempunyai kemampuan dan keahlian. Seorang
auditor
sebagai
pengedia
laporan
keuangan
auditan
dalam
melaksanakan audit tidak hanya semata-mata hanya untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan tersebut. Dimana profesi auditor mendapatkan kepercayaan dari klein untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan auditan, auditor dituntut menjadi auditor yang ahli. Keahlian
terdiri dari unsur
pengetahuan
dan
pengalaman,
tentu
tidak
mengherankan apabila cara memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan antara auditor berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman akan berbeda. Pengalaman merupakan satu elemen penting dalam tugas audit, disamping pengetahuan juga harus dimiliki seorang auditor dalam pengauditan.
Pengetahuan
tentang
bagaimana
bermacam-macam
pola
yang
berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan, ketidak beresan dan kecurangan dalam laporan keuangan adalah penting untuk perencanaan efektif bagi seorang akuntan.
Kekeliruan (error), ketidakberesan
(irregularities) dan kecurangan (fraud)
berarti mengindikasikan adanya salah saji marerial baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, yang dilakukan oleh organisasi maupun individu. Dalam pembahasan ini selanjutnya kami menganggap sama antara kecurangan dengan ketidakberesan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka permasalah yang perlu dikaji, apakah auditor yang berpengalaman lebih mampu untuk mendeteksi kekeliruan ketidak beresan dan kecurangan dan sejauh mana tanggung-jwab auditor dalam mendeteksi kekeliruan ketidak beresan dan kecurangan. 2. Konsep Kekeliruan dan Kecurangan. Terjadinya kecurangan laporan keuangan secara khusus penting bagi profesi akuntan,
karena
akuntan
memiliki
tanggung-jwab
untuk
mengidentifikasi atas
kecurangan suatu laporan keuangan. Pengertian kecurangan laporan keuangan menurut Beasly (1996) dibatasi pada dua tipe, yaitu tipe pertama termasuk kejadian dimana manajemen secara sengaja mengeluarkan informasi laporan
keuangan yang secara material menyesatkan bagi
para pemakai laporan keuangan (eksternal), dan tipe kedua adanya ketidak tepatan laporan asset yang dilakukan oleh top manajemen. Arens dan Loebecke (1996) mengatakan bahwa kekeliruan (error) merupakan salah saji yang tidak disengaja sedangkan ketidakberesan (irregularities) merupakan salah saji yang disengaja dan kecurangan (fraud) merupakan salah saji yang disengaja. Adapun bentuk kecurangan yang dinyatakan dalam SA Seksi 316, bahwa ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor, tentang kecurangan atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam laporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari perilaku tidak semestinya terhadap aktiva. Adapum masing-masing tipe salah saji seperti yang dijelaskan dalam SA Seksi 316, sebagai berikut: 2.1. Salah saji yang timbul akibat terjadinya kecurangan. Salah saji atau menghilangkan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan melalui laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti berikut ini:
a) Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. b) Representasi yang salah atau menhilangkan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi dan informasi signifikan. c) Salah penetapan secara sengaja secara prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapannya.
2.2. Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Kesalahan ini seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan, terkait dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan
sesuai
dengan
prinsip-prinsip
akuntansi
yang
berlaku
umum.
Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk pengelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva atau tindakan yang meyebabkan membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh intitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu yang diantaranya manajemen, karyawan atau pihak ketiga. Klasifikasi terjadinya kecurangan tergantung dari kreativitas pelaku.
Schulze,
Daviel dan L.
Blak (dalam Media Akuntansi, 2000)
menggolongkan jenis kecurangan ke dalam dua kelompok, yaitu kecurangan dilakukan manajemen dan koropsi dilakukan karyawan.
a). Kecurangan Dilakukan Manajemen. Kecurangan dilakukan oleh manajemen meliputi tindakan yang disengaja dan dibuat oleh manajemen, dengan cara memalsukan atau menhapuskan perkiraan atau catatan dalam laporan keuangan. Adapun klasifikasi tidakkan yang meliputi kecurangan mamajemen, adalah sebagai berikut: Petama, sengaja distosi laporan keuangan sebagai alat untuk melakukan kecurangan dengan mengecoh pemakaian atau pengelompokkan tentang hasil
usaha perusahaan. Dalam hal ini yang menerima keuntungan adalah pihak perusahaan dan pelaku kejahatan. Kedua,
sengaja
distorsi
laporan
keuangan
untuk
penyamaran
tindakan
kecurangan. Dalam hal ini yang diuntungkan tetap pihak perusahan dan pelaku kecurangan. b). Kecurangan Dilakukan Karyawan. Kecurangan dilakukan karyawan yang paling umum diakukan, diantaranya adalah daftar gaji (false pay,roll) penjualan palsu (false vendor), transfer cek palsu (check kitting) dan persedian palsu (inventory scheme). Sedangkan kecurangan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: Pertama,
kecurangan yang dilakukan melalui system akuntansi, umumnya
dilakukan
dengan
cara
merubah
dokumen,
memalsukan
dokumen
atau
menghilangkan dokumen. Kedua, kecurangan dilakukan tidak melalui sestim akuntansi, kecurangan ini seringkali sengaja tidak membuat atau tidak mempunyai catatan sama sekali. Auditor dilakukan
diharapkan
oleh
berhubungan
dapat
memahami
bentuk-bentuk
organisasi maupun individu dalam organisasi,
dengan
pekerjaan audit untuk
kecurangan
yang
karena hal ini
dapat mendeteksi segala bentuk
kecurangan yang menimbulkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan.
3. Pengaruh Pengetahuan dan Pengalaman Tentang Kekeliruan dan Terjadinya Kecurangan Bagi Auditor. Auditor merupakan seseorang yang dianggap ahli oleh masyarakat untuk melakukan pemeriksaan pada suatu perusahaan atau instansi. Sebagai orang yang ahli auditor wajib mempunyai kemampuan yang memadai mengenai berbagai tehnik pemeriksaan. Hal ini dapat diperoleh melalui pendidikan formal, seminar, sertifikasi, serta pengalaman ketika melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Bedard (1999) menyatakan bahwa keahlian adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan procedural yang luas yang ditujukkan dalam pengalaman audit. Auditor sebagai seorang ahli harus memiliki baik pengetahuan yang bersifat umum maupun yang khusus dan pengetahuan tentang area auditing dan
klien. Pengetahuan khusus tentang suatu industry akan membawa dampak positif terhadap hasil kikerja auditor. Dalam pengauditan pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dan kecurangan dalam laporan keuangan adalah penting untuk perencanaan secara efektif. Pengetahuan auditor dalam memori misalnya, sering digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan untuk merencanakan probabilitas kondisi kekeliruan dan terjadinya kecurangan. Misalnya seorang auditor yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan dan ketidak beresan akibat kecurangan akan lebih medalam dalam melakukan tugas-tugas pemeriksaan, terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan dan terjadinya kecurangan. Ia akan lebih memiliki pengetahuan tentang jenis-jenis kekeliruan dan terjadinya kecurangan yang bebeda, pelanggaran atas tujuan pengedalian dan departemen-departemen tempat kekeliruan dan terjadi kecurangan Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemampuan auditor dalam berbagai tehnik pemeriksaan dapat diperoleh melalui pengalaman. Beberapa peneliti yang telah membuktikan tentang pengaruh pengalaman dalam pengauditan seperti yang kami kutip dari Media Akuntansi (2002),diantara adalah:
Bonner
dan
Wacker (1994) mengobservasi bahwa auditor yang tidak
pengalaman mempengaruhi keahlian audit.
Kaplan
dan
berpengalaman
Recker akan
(1989)
mengobservasi bahwa
melakukan
atribut
kesalahan
auditor yang
yang tidak lebih
tinggi
dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman. Anderson dan Maletta (1994) menunjukkan bahwa pengalaman mempunyai peranan yang penting pada keberadaan auditor dalam menanggapi bukti audit yang negative tetapi tidak mempengaruhi keberadaan auditor terhadap informasi positif. Tubs (1992) menunjukkan bahwa ketika akuntan pemeriksa menjadi lebih berpengalaman maka auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan yang terjadi. Selain itu auditor menjadi lebih sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam mengalisa hal-hal yang berkaitan dengan penyebab terjadinya kekeliruan. Auditor berpengalaman umumnya lebih banyak mempunyia pengalaman kekeliruan ketidak beresan dan kecurangan. 4. Tanggung Jawab Auditor Untuk Mendeteksi Terjadinya Kecurangan.
Tanggung-jawab dan fungsi auditor independen menyatakan bahwa auditor bertanggung-jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dan salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan (SA Seksi 110, PSA No: 01) untuk
itu auditor ditutut memahami standar auditing pada setiap melakukan
pekerjaan, dalam hal ini khususnya yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi dalam laporan keuangan. Sejalan dengan hal tersebut SAS No.82 mengenai Consideration of fraud a financial Dtatement Audit
menyebutkan bahwa auditor mempunyai tanggung- jawab
untuk mendeteksi kecurangan, dengan merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh kepastian mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji secara material baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan. Seperti yang dijelaskan pada statemen on auditing standar (SAS) No.53.
The auditor
perponsibility to detect and repori error and tregularities. Auditor harus secara khusus menaksir resiko salah saji material dalam laporan keuangan, sebagai akibat dari terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan, baik karena salah saji akibat kecurangan maupun salah saji yang timbul dari perilaku tidak semestinya terhadap aktiva. Pelaksanaan audit yang memadai dapat dilakukan jika auditor memahami asersi-asersi manajemen.
Asersi manajemen diartikan sebagai pernyataan yang
dinyatakan secara jelas oleh manajemen mengenai transaksi dan yang terkait dalam laporan keuangan (Aren dan Locbbecke, 1996). Disamping memahami aserti manajemen, auditor harus membangun pemahaman dengan klien yang meliputi tanggung-jawab terhadap pengendalian intern, mematuhi perudang-undangan dan memberikan informasi kepada auditor (SA Seksi 310). Selanjutnya dalam menaksir terjadinya kecurangan, auditor perlu melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti yang lebih andal dan informasi tambahan yang lebih akuran, misalnya dengan memperbanyak bukti dari pihak independen. Pengujian substantif untuk menguji kekeliruan dan kecurangan dalam bentuk uang, yang langsung mempengaruhi laporan keuangan, juga perlu dilakukan pada saat mendeteksi tepat pada tanggal neraca, agar dapat melakukan pengendalian terhadap
resiko audit. Resiko audit dalam SA Seksi 312 (SPAP 2001) didefinisikan sebagai resiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifiasi pendapatnya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Auditor harus melakukan perluasan terhadap resiko audit, jika ditemukan salah saji secara material, auditor sebaiknya
memperbesar sample atau prosedur
analisis yang lebih luas. Sejauh auditor tidak melakukan pelanggaran etika dalam melakukan auditnya maka auditor tidak bertanggung-jawab terhadap terjadinya kecurangani, tanggungjawab
auditor
seperti yang
disebutkan
dalam standar umum ketiga adalah
mengunakan dengan cermat dan seksama kemahiran profesionalnya dalam audit dan dalam penyusunan laporan audit. Sebenarnya pelanggaran yang dimaksud
dalam bab
ini adalah (Media
Akuntansi, 2002) : Pertama,
pihak
auditor
tidak
bertindah
independen.
Auditor
memihak
kepentingan manajemen dengan tidak mengungkapkan kodisi perusahaan yang sebenarnya. Auditor mau menerima fee yang sangat tinggi dari pihak manajemen perusahaan untuk melakukan mark up laporan keuangan. Tujuannya adalah untuk mengelabui para pemakai laporan keuangan, misalnya pihak kreditur, pihak pajak dan pemakai laporan keuangan lainnya. Kedua, auditor tidak menaksir risiko salah saji secara material. Auditor tidak meminta kepada pihak manajemen mengenai pemahaman manajemen terhadap resiko kecurangan. Ketiga, auditor tidak melakukan komunikasi dengan pihak manajemen, komite audit dan pihak lain jika auditor menemukan adanya kecurangan. 5. Kesimpulan. Kekeliruan adalah suatu yang tidak disengaja, sedangkan ketidakbesesan adalah suatu hal yang disengaja dan dapat samakan dengan kecurangan, baik oleh pihak organisasi maupun individu. Adapaun bentuk kecurangan yang dinyatakan dalam SA Seksi 316, disebutkan ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan atas laporan keuangan, yaitu salah saji yang
timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam laporan keuangan dan kecurangan yang timbul dari pelakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Soal tanggung-jawab auditor, auditor mempunyai tanggung-jawab mendeteksi kecurangan,
dengan merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh
kepastian mengenai laporan keuangan, apakah laporan keuangan bebas dari salah saji secara material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan. Daftar Pustaka. Arens, Loebbecke, 1996, Audit Pendekatan Terpadu, Edisi Indonesia, Adaptasi Amir Abadi Yusuf, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Beasly, S. Mark, 1996, Empriricol Analysist of the Relation the Board of Director Composition and Financial Stetement Fraud, The Accounting Review, No 4, Oktober, pp 443 – 465. Bedard. J and M.T. Chi, 1993, Expertise in Auditing, Auditing A Jorunal of Practice and Theory, Vol. 12. IAI-Kompartemen Akuntan Publik, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. ……………………………………..2000, Fraud, Servey Membuktikan, Edisi 07 Maret Tahun VII. ……………………………………..2000, Kommputer vs Fraud Audit, Edisi 10 Juni Tahun VII. ………………………………………2000, Positif atau Negatif Informasi yang Dikejar Auditor, Edisi 14 NopemberTahun VII. ……………………………………..2000, Mengungkap Tidak Kecurangan (Korupsi) dengan Bantuan Forensic Accountant (Fraud Auditor), Edisi 15 Desember Tahun VII …………………………………….2002, Etika Profesi, Tanggungjawab Auditor dan Pencegahan Kecurangan dengan Teknologi Baru, Edisi 23 Januari Tahun VII Media Akuntansi, 2002. “Going Concorn dan Tanggung-jawab Auditor”, Edisi Agustus. Mulyadi, 2002,. Auditing Edisi Enam, Universitas Gajah Mada Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Sudaryono , 2011, “Opini Audit dan Tanggung-jawab Auditor”, Mimbar Bumi Bengawan, Edisi Juni.
Wahjudi Prakarsa,2002, Skandal keuangan bukan salah akuntansi tetapi system akuntansi dan cara pandang yang bebeda, Media Akuntansi, Edisi Septembe