PERAN MOTIVASI TERHADAP PRODUKTIVITAS PEGAWAI Oleh : Yanti Sri Danarwati, SS., SE., MM. Dosen STIA ASMI SOLO
ABSTRAK Agar perusahaan mampu bertahan di dalam menghadapi persaingan adalah adanya kemampuan untuk meningkatkan produktivitas sesuai dengan pesanan. Produktivitas hanya dapat dicapai apabila perusahaan tersebut melalui pimpinan mampu mensinkronkan antara kepentingan pegawai dengan kepentingan perusahaan. Karena pegawai bekerja pada suatu perusahaan dengan motivasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan adanya motivasi kepada para pegawai agar mereka bersedia dengan iklas melakukan apa yang menjadi kepentingan perusahaan, mengingat apabila kepentingan perusahaan tercapai maka kepentingan individupun juga akan terpenuhi. Kata-kata kunci : Motivasi, Produktivitas Pegawai.
A. Pendahuluan Perusahaan didirikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dapat tercapai bila memiliki pegawai yang berkualitas dan memiliki semangat kerja yang tinggi. Untuk dapat memiliki semangat kerja yang tinggi dari para pegawai, maka antara pegawai dan perusahaan harus tercipta suatu hubungan kerja yang bersifat manusiawi, selaras dan harmonis. Dengan adanya hubungan kerja yang bersifat manusiawi, selaras dan harmonis tersebut diharapkan dapat mendorong karyawan perusahaan untuk bekerja secara produktif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menciptaan kepuasan kerja di kalangan pegawai adalah dengan memberikan motivasi yang tepat pada para pegawai agar keinginan dan kebutuhan pegawai tersebut dapat
1
terpenuhi selaras dengan terwujudnya tujuan perusahaan. Untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan pegawai, serta agar pegawai tahu akan tujuan perusahaan, maka antara pemimpin dan pegawai harus terjalin adanya suatu komunikasi yang baik. Apabila pimpinan perusahaan mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan pegawai maka akan mempermudah pimpinan perusahaan memberikan motivasi yang tepat dan berguna untuk memberikan dorongan-dorongan kepada pegawai sesuai dengan kemampuan yang ada pada perusahaan. Berhasil tidaknya motivasi yang diberikan pemimpin kepada para pegawai dapat dilihat dari tingkat kedisiplinan pegawai, kerja sama pegawai, dan kegairahan kerja pegawai. Dalam era reformasi yang penuh dengan segala harapan dan cita-cita , sangat dituntut adanya dorongan atau motivasi kerja yang kuat diberikan kepada semua pegawai demi terciptanya produktivitas kerja, baik yang disebabkan oleh adanya semangat kerja pegawai dan kegairahan kerja pegawai yang diberikan oleh perusahaan. Bila semangat dan kegairahan kerja pegawai menurun, jelas akan mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tentu hal tersebut tidak dikehendaki terjadi dalam suatu perusahaan yang selalu mengejar peningkatan produktivitas kerja. Jadi pemberian dorongan atau
motivasi yang dilakukan oleh pimpinan
dimaksudkan agar pegawai mau bekerja dengan semangat dan kegairahan kerja yang tinggi serta antusias dan sadar akan tugas dan kewajibannya. Dengan adanya hal tersebut memperlihatkan kegiatan yang terpadu dan serasi
2
sehingga memudahkan koordinasi, karena dapat mendukung keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan.
B. Permasalahan Tercapai tidaknya tujuan perusahaan yang dibuktikan dengan tingkat produktivitas yang diinginkan salah satunya tergantung dari sejauh mana perusahaan melalui pimpinan memberikan motivasi kepada para pegawainya. Karena pada dasarnya pegawai bekerja memiliki harapan untuk mendapatkan penghargaan baik berupa gaji maupun kompensasi lainnya. Untuk mensinkronkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan pegawai maka diperlukan pemberian motivasi kepada para pegawai secara terus menerus. Oleh karena itu dalam permasalahan ini penulis ingin mengkaji sejauh mana peran motivasi mampu menciptakan produktivitas pegawai sebagaimana diinginkan perusahaan.
C. Pembahasan 1.
Pengertian Motivasi. Motivasi berasal dari bahasa latin “movere”. Yang berarti bergerak (to move). Pada hakekatnya perilaku manusia dimotivasi oleh keinginan mendapatkan sesuatu yang merupakan tujuan dari kegiatan. Arti dari motivasi adalah sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Maka, dapat disimpulkan bahwa kegiatan yang mendorong kegiatan ke arah tujuan tertentu disebut motivasi.
3
Permotivasian adalah proses pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia agar kekuatan motivasi mencapai tujuan. Dalam permotivasian termasuk didalamnya pengarahan, pengkomunikasian dan pemaduan. Sedangkan hakekat dari motivasi adalah bagaimana perilaku bermula, maka diperlukan energi, ditopang, diarahkan, dihentikan dan reaksi subyektif yang mana muncul dalam organisasi, agar keseluruhan berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pimpinan perlu memahami pegawai berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi. Handoko, (1992; 247 - 248) memberikan pendapat bahwa motivasi adalah subyek yang membingungkan, karena motivasi tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpilkan dari perilaku orang yang nampak. Oleh Paniji Anaroga dan Sri Suyati (1995; 86) motivasi diartikan sebagai dorongan, keinginan sehingga ia melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan dengan memberikan yang terbaik dan dirinya baik waktu maupun tenaga demi tercapainya tujuan yang diinginkan. Berdasarkan pengertian motivasi tersebut di atas, maka bagi seorang pimpinan perusahaan di dalam memberikan motivasi kepada bawahannya pertama-tama harus mengetahui pengaruh-pengaruh mana yang dapat mendorong orang-orang yang dipimpinnya agar mau bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, atau dengan kata lain seorang pemimpin harus mengetahui seluk beluk motif,
4
karena hal ini bersangkutan erat dengan tingkah laku para bawahannya yang harus dibina ke arah tercapainya tujuan organisasi. 2.
Jenis-jenis Motivasi. Heidjrahman dan Suad Husuan (1990 ; 204) memberikan pendapat bahwa garis besarnya motivasi yang diberikan bisa dibagi dua, yaitu: a. Motivasi Positif Motivasi positif adalah motivasi yang diberikan pimpinan atau atasan agar mampu mendorong bawahannya untuk bekerja dengan ikhlas, senang dan bersungguh, dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah, tambahan penghargaan dan sebagainya. b. Motivasi Negatif Motivasi negatif adalah motivasi yang mendorong bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan karena rasa takut atau waswas, misal karena takut dipecat, ditegur, takut tidak diupah dan lain-lain yang biasanya timbul karena pimpinan yang kaku dan berlaku ketat mengawasi atau karena pimpinan keras dan galak ( Handoko 1994 ; 18). Sedangkan menurut Indriyo Gito Sudarmo ( Edisi II, 47 ), jenis motivasi terdiri : a) Motivasi Finansial Dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan pada karyawan atau disebut sebagai insentif b) Motivasi non finansial
5
Dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial akan tetapi berupa pujian, penghargaan dan pendekatan manusia. 3.
Teori-teori Motivasi a. Hirarki Kebutuhan dari Maslow Maslow mendasarkan konsep hirarki kebutuhan pada dua prinsip. Pertama. Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari kebutuhan terendah sampai yang tertinggi. Kedua, suatu kebutuhan yang telah terpusatkan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku. Menurut Maslow, manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai dengan waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan mengikuti suatu hirarki. Teori Maslow banyak berguna bagi manajemen dalam usaha memotivasi pegawai paling tidak untuk dua hal. Pertama, teori ini dapat digunakan untuk memperjelas dan memperkirakan tidak hanya perilaku individual tetapi juga perilaku sekelompok dengan melihat rata-rata
kebutuhan
yang
menjadi
menunjukkan bahwa bila
tingkat
motivasi
mereka.
Kedua
kebutuhan terendah relatif
terpuaskan, faktor tersebut akan berhenti menjadi motivator penting dari perilaku tetapi dapat menjadi sangat penting bila mereka menghadapi situasi khusus, seperti disingkirkan, diancam atau dibuang. Kelima kebutuhan dasar manusia yang membentuk hirarki adalah sebagai berikut : ( T.Hani Handoko; 256-258) :
6
1) Kebutuhan fisiologis : yaitu kebutuhan seperti makan, minum, perumahan, istirahat dan lain-lain 2) Kebutuhan keamanan dan rasa aman : yaitu kebutuhan akan perlindungan dan stabilitas. 3) Kebutuhan sosial : yaitu kebutuhan akan rasa cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan, asosiasi. 4) Kebutuhan harga diri : yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan prestasi, penghargaan. 5) Kebutuhan aktualitasi diri dan pemenuhan diri : yaitu kebutuhan akan potensi diri, pertumbuhan dan pengembangan diri. b. Teori Motifasi 2 faktor Herzberg (Sukanto R. dan T. Hani Handoko) Menurut Herzberg ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivas kerja seseorang dalam organisasi, yaitu pemuas kerja (job sastifiers) yang berkaitan dengan isi pekerjaan dan penyebab ketidakpuasan kerja (job disatisfiers) yang bersangkutan dengan suasana pekerjaan. Satisfiers disebut dengan istilah motivators dan dissatifiers disebut faktor-faktor higienis (Hygiene factors). Faktor-faktor higienis adalah bersifat preventif dan merupakan factor lingkungan. Faktor-faktor ini bukan sebagai sumber kepuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan dorongan dan kepuasan kerja. Faktor higienis sendiri tidak menimbulkan motivasi, tetapi diperlukan agar motivasi tidak berfungsi atau dengan kata lain berperan sebagai
7
suatu landasan bagi motivasi kerja. Sedangkan kelompok lainnya yaitu motivators dibuktikan sebagai faktor-faktor sumber kepuasan kerja yang dapat memotivasi manusia pada pekerjaan mereka. Menunut Herzberg, seorang pegawai harus mempunyai pekerjaan yang lebih menantang, lebih banyak tuntutan, kesempatan untuk menjadi ahli dan mengembangkan kemampuan agar dia dapat termotivasi. Sebagai faktor-fakton sumber kepuasan kerja, motivators dapat
berbentuk
prestasi,
promosi
atau
kenaikan
pangkat,
penghargaan. Jadi secara singkat bahwa faktor higienis mempengaruhi ketidakpuasan kerja. Faktor higienis membantu individu untuk menghilangkan ketidaksenangan, sedangkan motivasi membuat individu senang dengan pekerjaannya. c. Menurut Heidjarachman dan Suad Husnan membagi teori motivasi menjadi 3 yaitu : ( Heidjarachman dan Suad Husnan,1990; 198-200) a) Content Theory Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada di dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Kebutuhan apa yang dicoba puaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu? Dalam pandangan ini, setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam yang menyebabkan mereka di dorong, di tekan atau dimotivisir untuk memenuhinya.
8
Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan. Yaitu para individu akan bertindak untuk memuaskan kebutuhan mereka. Sebagai missal seseorang yang sangat kuat kebutuhan akan prestasi, mungkin terdorong untuk bekerja lembur hanya untuk menyelesaikan pekerjaan yang sulit tepat pada waktunya. Mereka yang kuat akan kebutuhan self esteem mungkin terdorong untuk bekerja sangat hati-hati untuk bisa menghasilkan produk dengan kualitas istimewa. Sehingga disini yang diperlakukan manajemen adalah bagaimana menebak kebutuhan para pegawai, dengan mengamati perilaku mereka dan kemudian memilih cara apa yang bisa digunakan supaya mereka mau bertindak sesuai dengan keinginan manajemen. b) Proses Theory Teori ini menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu dimotivasi. Dalam pandangan ini kebutuhan hanyalah salah satu elemen dalam suatu proses tentang bagaimana cara individu bertingkah laku. Sebagai misal seseorang mungkin melihat adanya kemungkinan yang besar untuk menerima suatu imbalan (kenaikan gaji) apabila mereka bertindak tertentu ( bekerja keras). Imbalan ini menjadi sebuah perangsang atau motif untuk perilaku mereka. Dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah adanya expectancy (pengharapan) yaitu apa yang dipercaya oleh individu akan mereka peroleh dari tingkah laku mereka. Sebagai
9
misal, apabila seseorang percaya bahwa bekerja dan mampu mencapi dead line akan memperoleh pujian, tetapi kalau tidak bisa selesai pada dead line tersebut akan memperoleh teguran, dan ia lebih suka untuk memperoleh pujian, maka ia akan bekerja untuk bisa selesai sebelum dead line. Sebaliknya apabila selesai terlambatpun tidak akan diapa-apakan, sebagaimana selesai tepat pada waktunya juga tidak akan memperoleh apa-apa. Maka ia mungkin tidak akan terdorong untuk menyelesaikan tepat pada waktunya. c) Reinforcement Theory Teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimana yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam suatu siklus proses belajar. Dalam pandangan teori ini individu bertingkah laku tertentu karena di masa yang lalu mereka belajar bahwa perilaku tertentu akan berhubungan dengan hasil yang menyenangkan dan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan. Karena umumnya akan mengurangi perilaku
yang
akan
mengakibatkan
konsekuensi
yang
menyenangkan. Sebagai misal individu akan lebih mentaati hukum, karena dengan patuh pada hukum itu akan menghasilkan pujian dan pelanggaran akan menghasilkan hukuman. 4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Untuk mengukur motivasi kerja, ada dua yaitu :
10
a. Upah Insentif Upah insentif merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang. Upah insentif diberikan kepada pegawai, sebenarnya merupakan suatu bentuk dorongan agar pegawai lebih giat bekerja. Dengan adanya upah insentif ini diharapkan pegawai mampu meningkatkan produktivitasnya, sehingga apa yang diinginkan perusahaan dapat tercapai. Di lain pihak karyawan yang menerima upah insentif akan memperoleh upah yang lebih besar dari upah pokok yang diterimanya dan ia akan menjamin kehidupan karyawan menjadi lebih baik. Manfaat Pemberian Upah insentif : 1) Pencegahan keresahan pegawai. 2) Pemenuhan kepentingan karyawan. 3) Daya tarik bagi pekerja baru yang memilki kualifikasi tinggi. 4) Pengurangan keinginan karyawan pindah ke perusahaan lain. 5) Pengurangan
upah
lembur
karena
para
karyawan dapat
menyelesaikan tugas-tugas pada jam-jam kerja biasa. b. Jaminan Sosial Jaminan sosial pegawai mempunyai macam-macam istilah, ada yang menyebut program “ benefit” ada juga yang menyebut kesejahteran program. Adapun pengertian jaminan sosial menurut Agus Darma (1989 ; 83) adalah “Asuransi usia tua yang dibayarkan dari pajak yang dikeluarkan atas upah pegawai, pengusaha dan pegawainya berbagai pajak itu secara bersama”. Seseorang pegawai telah melaksanakan
11
tugas, kewajiban serta tanggung jawab maka sudah selayaknya perusahaan memperhatikan kepentingan pribadinya sebagai tenaga kerja dan secara manusiawi untuk mendapatkan jaminan sosial yang baik. Kondisi ini akan menimbulkan kepuasan kerja, untuk itu jaminan sosial secara wajar dan bermutu sangat dibutuhkan bagi karyawan sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Manfaat Pemberian Jaminan Sosial : 1) Penarikan tenaga kerja. 2) Memperbaiki semangat dan kesetiaan. 3) Menurunkan tingkat absensi dan perputaran tenaga kerja. 4) Memperbaiki hubungan masyarakat 5) Mengurangi pengaruh organisasi buruk baik yang ada maupun yang berpotensi 6) Mengurangi campur tangan dari pemenintah dalam organisasi.
5.
Peran Motivasi terhadap Peningkatan Produktivitas Pada dasarnya setiap perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan motivasi kerja atau dorongan kerja pegawai dengan semaksimal mungkin. Motivasi kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap perusahaan guna meningkatkan produktivitas. Adapun menurut
Bambang Kusriyanto
(1991:115) produktivitas
diartikan sebagai perbandingan antara hasil kerja berupa barang atau jasa dengan sumber-sumber bahan atau tenaga kerja yang dipakai dalam
12
proses produksi. Kata produktif pada umumnya diartikan sebagai kemampuan seorang atau alat untuk menghasilkan suatu hasil kerja yang lebih banyak dari ukuran biasanya yang lebih umum. Sedangkan menurut Agus Asyari ( 1999:9) produktivitas diartikan sebagai perbandingan dari hasil kegiatan yang senyatanya dengan hasil kegiatan yang seharusnya. Dengan adanya motivasi kerja ini diharapkan peningkatan hasil produksi yang telah direncanakan oleh perusahaan akan tercapai. Hal ini bentuknya tidak akan terlepas dari peranan manajer sebagai pimpinan perusahaan untuk dapat menumbuhkan dan mengembangkan motivasi kerja pada karyawan agar dapat meningkatkan semangat kerja karyawannya guna mencapai hasil produksi sesuai dengan yang diharapkan. Dalam rangka menumbuh kembangkan motivasi kerja tersebut, sebaiknya seorang manajer mengetahui hal-hal yang sekiranya dapat mendorong para pegawai untuk mau bekerja dengan lebih semangat dan bergairah, dan inilah yang disebut dengan motivator. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada dua macam motivator yaitu motivator finansial yang berupa upah atau gaji, dan non finansial berupa penghargaan, pengakuan dari rekan kerja serta lingkungan yang konduktif, yaitu lingkungan kerja yang sehat dan mampu memberi semangat hidup dan bergairah dalam bekerja. Apabila suasana diperusahaan sehat dan nyaman, maka dengan sendirinya gairah dan semangat kerja akan terwujud, sehingga perusahaan akan mendapatkan
13
hasil produksi yang optimal. Hal ini akan terwujud apabila ditunjang dengan pemberian upah atau gaji yang layak bagi para pegawai. Karena upah atau gaji yang diwujudkan dalam bentuk uang, hal ini akan meningkatkan prestasi, kekuasaan dan lebih penting adalah rasa aman. Masalah pengupahan dan penggajian dalam perusahaan sangat mutlak diperlukan karena meski motif-motif lain seperti penghargaan prestasi dan lain-lainnya terpenuhi namun pegawai tidak mempunyai semangat dan kegairahan yang tinggi apabila pemberian upah sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikan karyawan kepada perusahaan. Dengan demikian suatu cara yang dilakukan oleh manajer dalam rangka usaha untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan motivas kerja adalah dengan memberikan upah atau gaji yang memadai serta fasilitas perusahaan seperti jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan dan keselamatan kerja dan fasilitas lain guna meningkatkan produktivitas kerja pegawai.
D. Penutup Seorang pegawai dalam suatu perusahaan dapat dikatakan produktif jika mampu menghasilkan keluaran atau output lebih banyak dari pegawai lainnya untuk satuan waktu tertentu. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa seorang pegawai menunjukkan tingkat produktivitas tinggi bila ia mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standar dalam satuan waktu yang lebih singkat. Adapun salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas di
14
kalangan pegawai adalah melalui pemberian motivasi oleh pimpinan. Dengan memberi motivasi baik secara positif maupun negatif ataupun motivasi berupa finansial maupun non finansial yang dilakukan secara terus menerus diharapkan akan mampu mensinergikan tujuan umum perusahaan maupun tujuan pribadi dan para pegawai itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Asyari, 1999. Manajemen Produksi, Perencanaan Sistem Produksi, BPFE, Yogyakarta. Alex S. Nitisemito, 1992. Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Bambang Kusriyarito, 1991. Meningkatkan Produktivitas Karyawan, LPPM, Jakarta. Heidjrachman dan Suad Husnan, 1992. Manajemen Personalia, BPFE, Yogyakarta. T. Hani Handoko, 1987. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Liberty, Yogyakarta. T. Hani Handoko, 1990. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE, Yogyakarta.
15