Tanggapan Surat terbuka Jaya Suparna: 'Chan CT'
[email protected] [GELORA45]"
[email protected]:
ChanCT: Hahaa, ... bung Lin rupanya sudah lebih dahulu mengomentari email bung Widjaja. Karena kesibukan yg harus didahulukan, cara saya membaca email jadi secara lompat melompat, baru terbaca komentar bung Wijaja pagi hari ini dari email bung ini. Ada BETUL-nya yg diajukan bung Widjaja, ... setiap aksi kita harus menemukan dan mengangkat yang pokok dan semeentara bisa mengesampingkan atau mengebawahkan masalah yg kurang penting. Kalau nggak begitu, bisa teralihkan dan TUJUAN utama tidak akan tercapai dengan baik. Jadi, poster dijalan yg diajukan bung Widjaja tentu betul juga, “Lebih baik kasar tapi jujur daripada santun tapi korup!” TIDAK SALAH! Jangan sampai masalah melawan DANA SILUMAN yg diungkap Ahok terbelok oleh sikap dan kata-kata Ahok yg kasar, jorog dan dibilang tidak etik itu! Tentu juga tidak salah, kita mengharapkan bahkan boleh saja menuntut Ahok sebagai GUBERNUR DKI-JAKARTA, bisa santun dalam kata. Marah boleh saja, tapi tetap harus pandai-pandai membawa diri setelah berada dalam posisi pejabat setinggi itu. Itulah harapan baik kita semua pada diri Ahok yg berani, jujur dan ceplas-ceplos dalam bicara. Tapi, TETAP yang lebih PENTING dukung Ahok untuk tegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan, ... jangan biarkan siluman-siluman terus menggerogoti harta rakyat dan negara. Sedang sementara ini kita maklumi dan maafkan saja dahulu sikap kekasaran Ahok itu yg memang masih muda dan berdarah panas. Siapa sih yang TIDAK marah dan ngamuk melihat kelakuan siluman-siluman yang sudah beberapa tahun diketahui keluarkan dana siluman, setelah ditegor malah membalik fitnah dan membuat gerak menyeret istri-nya segala, ... siapapun yg berhati jujur tidak akan sanggup menahan KEMARAHAN yang naik kekepala itu! Saya yakin Ahok juga menyadari itu, ... hanya saja sebagai manusia normal, dia juga sulit menahan diri, darah mendidih yg melonjak naik kekepalanya itu. Meledaklah kemarahan secara spontan. Hehehee, ... Tapi, saya juga dapatkan selentingan, ternyata Jaya Suparna itu termasuk Tionghoa yang merasa BERSALAH dilahirkan sebagai “Tionghoa”. Jadi, kompensasi rasa ketakutan akan terjadi “kerusuhan anti-Tionghoa” kembali akibat tingkah kasar Ahok, lebih berat dan takut dijadikan alasan. Jaya Suparna lupa, bahwa masalah tingkah atau prilaku seseorang
1
TIDAK SEHARUSNYA dikaitkan dengan suku, etnis ataupun Agama orang bersangkutan! Sikap dan perbuatan seseorang DEWASA jelas hanya bisa ditanggung sendiri oleh orang bersangkutan, bahkan orang-tuanya pun sudah tidak usah ikut terseret dan dikaitkan atau harus ikut bertanggung-jawab atas perbuatan anak yg sudah dewasa. TIDAK! JANGAN lanjutkan HUKUM rimba yg diberlakukan Soeharto dimasa ORBA berkuasa itu, ... yg boleh saja menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh orang tanpa proses pengadilan sah dan adil. Cukup berdasarkan tuduhan saja, seseorang boleh saja di-“HILANG”kan. Lalu lebih lanjut berlakukan “DOSA TURUNAN” yang sangat, sangat TIDAK MANUSIAWI itu! Tidak hanya TAPOL dipenjarakan belasan tahun tanpa proses pengadilan, tapi melibatkan istri/suami, saudara, anak-cucu TAPOL yang jelas sama sekali tidak hubungan dan tidak tahu-menahu dimana kesalahan dan dosa nya diperlakukan sebagai warga yg harus disisihkan, dinajiskan cukup dengan label “TIDAK BERSIH LINGKUNGAN!” Sungguh jaman edan, yang TIDAK SEHARUSNYA diteruskan! Kedua, Jaya Suparna ternyata juga lolos dalam memperhatikan sebab terjadinya kerusuhan anti-Tionghoa dinegeri ini, ... yg diperkirakan utamanya adalah akibat sikap, tingkah laku sementara Tionghoa yg tidak disukai bahkan dibenci oleh suku-suku lain di Indonesia. Tentu saya sebagai Tionghoa juga tidak bisa menerima sikap sementara Tionghoa, khususnya pengusaha berhasil yang suka petentengan merasa diri superior, dan merendahkan suku lain. Atau sukanya berpesta-pora secara berlebih tanpa memberikan kepedulian pada rakyat sekitar yang masih papa-miskin. Tapi, dalam kenyataan yang terjadi, kerusuhan anti-Tionghoa itu tidak menyasar pengusaha Tionghoa tengik yang bertingkah buruk itu, yg dijadikan korban adalah mayoritas Tionghoa lapisan menengah-bawah yg TIDAK BERDOSA! Mengapa? Karena sikap tengik, tingkah segelintir pengusaha Tionghoa itu hanya dijadikan alasan saja, sedang sasaran mereka bukan pada Tionghoa tengik itu! Bukan disitu masalah sesungguhnya! Karena biasanya kerusuhan sosial terjadi, sekalipun tidak bisa dimutlakkan, akibat dari pertentangan ekonomi, akibat dari persaingan usaha yg makin meruncing dan tak terdamaikan diantara pengusaha yg beda suku itu. Penduduk setempat menjadi tersudut atau kalah bersaing dengan Tionghoa, pendatang. Sedang di Indonesia kerusuhan anti-Tionghoa terjadi lebih kerap kali, menurut penglihatan saya, karena lebih banyak ditunggangi sementara pejabat/jenderal untuk mencapai tujuan politik, dengan menjadikan kelompok Tionghoa sebagai tumbal, kambing-hitam yang dikorbankan.
2
Bisa saya berikan contoh kerusuhan anti-Tionghoa yg agak besar, misalnya Kerusuhan Mei 1963, yg meletup menggunakan pertengkaran mahasiswa ITB yg bersenggolan sepeda-motor, dan ternyata digerakan oleh Masyumi, PSI yg baru saja dibubarkan/dilarang dan menggunakan kerusuhan anti-Tionghoa itu untuk menjegal politik-ekonomi Bung Karno yg dirasakan terlalu dekat dan mesrah dengan RRT. Kerusuhan anti-Tionghoa yg meletup berturut-turut di akhir 1996 awal 1997, dari yang terjadi di Situbondo, Solo, Rengas Dengklok sampai Ujung Pandang, ... juga sangat jelas adalah kerusuhan yang direkayasa oleh sementara pejabat/jenderal, dengan mendatangkan bertruk-truk sekelompok pemuda untuk meletupkkan kerusuhan, merampok, membakar toko/rumah Tionghoa, ... tujuannya? Membuktikan pada rakyat, hanya ABRI yang mampu menertibkan kerusuhan. Begitulah pemberitaan yg terjadi di media dan kita lihat menjelang pemilu ‘97, yang kembali menobatkan Soeharto untuk terakhir kalinya jadi Presiden, ... Begitu juga dengan kerusuhan Mei 1998, lagi-lagi jelas ada sementara pejabat/jenderal yg bermain, meletupkkan kerusuhan untuk menjungkelkan atau memaksa Soeharto lengser. Lha, jelas sudah ada laporan PGTF yg dengan rinci membuktikan kerusuhan yg meletup 13 Mei 1998 itu terjadi, Jakarta dalam keadaan fakum, tidak ada polisi, juga tidak TNI yg turun kelapangan berusaha menertibkan kerusuhan yg terjadi. Dan, ... juga jelas kerusuhan itu meletup hampir serentak dibeberapa tempat, ... Sayang, seribu sayang, ... dinegeri ini HUKUM belum berhasil ditegakkan secara baik. Setiap kali kerusuhan meletup, usaha menjerat tokoh yg harus bertanggungjawab atas kerusuhan itu, tidak satupun kena sanksi HUKUM dan bisa dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Sementara pejabat/jenderal yang mendalangi kerusuhan boleh saja hidup bebas dengan nyamannya, ... Itu pula sebab, makin kerapnya kerusuhan anti-Tionghoa meletup di negeri ini. Salam, ChanCT
From: Hsin Hui Lin
[email protected] [GELORA45] Sent: Sunday, March 29, 2015 11:59 PM To:
[email protected] ; samashutama widjaja Subject: Re: [GELORA45] Fw: Surat Terbuka Jaya Suprana kepada Ahok
3
Kutipan: "Brkl penulis surat ini tdk tahu poster yg terpampang dan postingan di soaial media yg berbunyi: Lbh baik kasar tp jujur drpd santun tp korup." Hari ini, Minggu 29 March 2015 dalam eulogy untuk mendiang PM Lee Kuan Yew oleh putranya, PM Lee Hsien Long telah menyentuh bahwa ,mesin pemerintahan Lim Hock You yang diwarisi PAP dan LKY adalah total korup. Cara LKY berbeda dari cara Ahok dan Singapura berhasil ( Buku LKY "From Third World to First"). LKY berhasil mencapai "tujuan membersihkan" dan hari ini Singapura bukan hanya dikenal sebagai salah satu negara didunia yang bersih dari korupsi dan kemajuan dibidang ekonomi dll setara dengan negara barat yang termaju didunia. Seorang boss Singapore , immigran dari Fu-jian dan yang mulai cari makan dari umur 9 tahun, yang telah berhasil membangun perusahaannya dan disebut dan dimuat dalam majalah Fortune 500 dalam tahun 2000-han dan boss itu pernah dapat puijian resmi dari LKY dan pemerintahan Singapura. Boss itu pernah mengatakan pada para managers-nya: " harus benar, jujur dan tegas, tetapi "CARA" mengemukan dan melaksanakan sangat penting untuk mencapai " tujuan hasil " yang kukuh dan berjangka panjang. Bagi Ahok, Gubernur, Jakarta Raya, masalah yang beliau hadapi jauh lebih besar dan rumit daripada mengurus suatu perusahaan, nah "CARA" adalah suatu masalah "besar" pula untuk mencapai strategi yang hendak dicapainya. Lin On 29/03/2015, samashutama widjaja
[email protected] [GELORA45]: Brkl penulis surat ini tdk tahu poster yg terpampang dan postingan di soaial media yg berbunyi:Lbh baik kasar tp jujur drpd santun tp korup. Hny kaum koruptor sajalah yg membenci Ahok,dan mrk berusaha mengalihkan mslhnya menjadi santun vs kasar. Sy yg sehari2 bergaul dgn rakyat jelata tdk melihat adanya bahaya rasialisme terkait ucapan Ahok,justru rakyat kecil bnr2 mengelu2kannya.
4
Mungkin mas JS yg sehari2 hny mendengar gemuruh gilingan jamu dan asyik dlm suara indah piano permainannya tdk pernah mendengar suara rakyat yg sebenarnya.
5