Jakarta, 13 Desember 2010 Surat Keberatan Terbuka SUKU APAPUN DI INDONESIA BUKAN PRIMITIF HENTIKAN TAYANGAN YANG MENGARAH PADA EKSPLOITASI DAN PENGHINAAN TERHADAP SUKU TERTENTU DALAM MASYARAKAT ADAT INDONESIA TERMASUK MELALUI PROGRAM PRIMITIVE RUNAWAY OLEH TRANS TV Kepada yth. PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA Jl. Kapten P. Tendean Kav 12-14 A Jakarta 12790 Telp. 62-21-79177000 Fax. 62-21-79187721 E-mail :
[email protected] Pendahuluan Mereka bukan primitif! Terlepas tontonan tersebut adalah gambaran realitas yang mungkin mengandung kebenaran faktual dan objektif atau inovasi kreasi media untuk tujuan hiburan sematamata dengan segala maksud dan motif popularitas selebritis dan bisnis dibaliknya, akal sehat dan hati nurani siapapun akan mengatakan tidak satu orangpun dari anggota salah satu, mungkin juga beberapa orang anggota atau kelompok suku dalam masyarakat adat di Indonesia sebagai primitif karena berbeda asal usul, suku, adat istiadat, kebiasaan, termasuk cara dan pola hidup sehari-hari dari dunia modern dan selebritis. Pernahkah pihak produser, programmer dan editor PRIMITIVE RUNAWAY di TRANS TV menjelaskan secara lengkap dan objektif makna dan implikasi, definisi, konotasi dan asosiasi kata PRIMITIVE atau primitif terhadap keberadaan, asal usul, adat istiadat, pola dan tradisi hidup, makan dan makanan khususnya kepada suku dalam masyarakat adat yang telah menjadi materi-objek gambar dan tontonan acara tersebut? Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Bab VI Penghormatan terhadap Suku, Agama, Ras dan Antargolongan memberikan koridor yang jelas tentang penyiaran khususnya Pasal 6 Lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, antargolongan, dan hak pribadi maupun kelompok, yang mencakup keragaman budaya, usia, gender, dan kehidupan sosial ekonomi. Program PRIMITIVE RUNAWAY Menurut Trans TV merupakan “Sebuah program yang mengajak seorang artis bersama salah satu sahabat, keluarga, suami-istri atau orang terdekatnya untuk tinggal (menetap) di salah satu suku yang ada di Indonesia, untuk mempelajari semua adat istiadat, budaya maupun kebiasaan sebuah suku.” Sekilas tidak ada yang salah dan persoalan sedikitpun melihat gambaran singkat program tersebut. Mungkin maksud penayangan program tersebut baik adanya sebagai hiburan yang mengandung makna
pendidikan dan promosi kekayaan salah satu suku bangsa di Indonesia. Pertama, muatan edukasi untuk berkenalan dengan satu suku di Indonesia yang dilakukan oleh seorang artis juga tidak ada masalahnya. Kedua, belajar adat istiadat, budaya maupun kebiasaan sebuah suku dapat dipandang sebagai satu pendidikan bagi orang dewasa. Ketiga, pelaku usaha dunia hiburan TRANS TV memiliki hak dan kebebasan dalam menjalankan upaya dan karya penyiaran dengan maksud dan tujuan penyiaran yang edukatif dan menghibur sebagaimana yang diatur didalam UU No. 32 tahun 2002 Harapan dan rasa prihatin mendalam Surat terbuka ini coba mengangkat sisi kemanusiaan yang telah tanpa disengaja, mungkin diabaikan oleh pengasuh program PRIMITIVE RUNAWAY. Sebagai orang awam dunia penyiaran, kami yakin selayaknya proses editing yang lengkap dan objektif berjalan baik dan sebagaimana mestinya. Surat terbuka ini bukan mempertentangkan dunia artis yang berbeda dan modern karena dijadikan sebagai alat pencipta kontradiksi visual yang layak ditonton oleh pemirsa. Bukan pula bermaksud membatasi dan mengekang kebebasan kreasi, inovasi dan karya intelektual para pekerja media untuk popularitas dan nilai rating tayangan dalam membuat keuntungan dari pogram PRIMITIVE RUNAWAY. Surat terbuka ini juga bukan bermaksud menegasikan pilihan dan kebebasan masyarakat dan anggota suku yang telah terlanjur memberikan persetujuan mereka, baik tertulis maupun lisan, untuk terlibat dan mendukung program PRIMITIVE RUNAWAY. Sangat disayangkan apa yang terjadi kemudian, mungkin tanpa sengaja tetapi telah berulang-ulang dan sistematis apa yang kami duga sebagai tindakan yang mengarah pada eksploitasi dan penghinaan karna perbedaan – diskriminasi negatif terhadap suku tertentu dengan tindakan menayangkan perbedaan hakiki sebagai primitif, dan penayangan program tersebut paling tidak telah menciptakan stigma visual dan membentuk rekaman memori bahwa 'suku' yang dipertontonkan sebagai terbelakang dari dunia modern dan kontradiksi hidup artis selebritis terhadap salah satu suku tertentu dalam masyarakat adat di Indonesia. Contoh pertama, edisi 31 Juli 2010 dengan dua artis selebriti bintang tamu yang berkunjung ke suku Sakkudai, Mentawai. Angle dan setting tontonan yang diambil, pemirsa disuguhi kesesatan dan kebohongan mengenai orang Sakkudai yang ditampilkan bodoh, terbelakang, dan jauh dari santun. Ada adegan orang Sakkudai yang menjilati bingkisan yang diberikan. Ada adegan di mana kedua artis selebriti bintang tamu oleh orang Sakkudai dipaksa mengenakan pakaian adat, bahkan seorang perempuan tua bertelanjang dada “beraksi” dengan berusaha melepaskan paksa busana “kota” sang artis. Tak kalah seru, ditampilkan pula adegan pemaksaan melakukan tradisi kikir gigi dan tato tubuh kepada para artis. Contoh kedua, dari mereka sempat menonton dan prihatin termasuk diantaranya pegiat dan aktifis masyarakat adat dan anggota masyarakat adat salah satu episode tayangan Jum'at, 10 Desember 2010, menemukan bahwa (1) Ada pembohongan besar, masyarakat tersebut bukan Orang Rimba. Dimana mereka (kami) mendampingi Orang Rimba di Bukti-12, Bukit-30 dan sepanjang Lintas Sumatera dan mereka (kami) tidak mengenal salah satu orangpun yang tampil didalam acara tersebut; (2) Tidak ada Orang Rimba di Rengat Pekanbaru, tapi yang ada diwilayah tersebut adalah Talang Mamak (mereka berada disekitar kawasan Indragiri dan Bukit-30); dan (3) Acara tersebut sangat diluar kepatutan, penuh rekayasa dan penggambaran hal-hal yang tidak pernah terjadi di Rimba (kalaupun menurut yang digambarkan Trnas TV itu Orang Rimba), seperti misalnya mengejar dan menombak. Orang Rimba tidak mengenal budaya kekerasan seperti itu.
Kami mengamati, tayangan ini memang telah berhasil menghibur sekaligus mempengaruhi cara pandang dan persepsi penonton acara tersebut dengan mereproduksi dan menyebarkan kesesatan berpikir mengenai suku tertentu dalam masyarakat adat di Indonesia. Sebagaimana salah satu sumber online membeberkan tanggapan para pengikut twitter pada laman Twitter@primitiverunaway: (1) lo boleh komentar, episode kali ini kurang primitif nih.. but, it’s okay.. bs nambah pngtahuan adat di bali.., (2) yep, episode ini kurang primitive! klo blh ksh msukan, ak prnah liat org luar k derah klimantan. ad tradisi ngeludah d rmah, (3) Di suku pedalaman papua aja.. Yg msh kanibal.., (4) You’re great! I love. Tapi edisi kali ini, kurang primitif & terlalu setting. Ekspresi kekecewaan dan keberatan Apabila tanggapan dan ungkapan para pengikut twitter diatas benar dan merupakan representasi virtual penonton dengan persepsi dan imajinasi dengan implikasi, konotasi, asosiasi dan interpretasi yang mungkin akan berdampak langsung dan tidak langsung akan menebarkan fitnah dan kesesatan berfikir tentang salah satu suku dalam masyarakat adat yang ada di Indonesia. Selain itu kami juga mengamati telah terjadi kekecewaan dan keberatan dari berbagai penjuru di Indonesia. Ungkapan-ungkapan berikut ini menunjukan akumulasi keberatan terhadap program PRIMITIVE RUNAWAY: ... 'bahwa acara ini sungguh merendahkan derajat Masyarakat adat!!! Sebaiknya Komisi Penyiaran Indonesia dan menutut acara ini dihentikan.' Saya sepakat bahwa tayangan itu menyinggung perasaan, dan melecehkan masyarakat adat. Saya setuju banget. Sejak program ini digulirkan, saya lihat terus tayangannya, benar-benar salah persepsi terhadap masyarakat adat. … Siapapun yang punya rasa kemanusiaan dan sensitif kepada masalah kemanusiaan akan marah melihat tayangan PRIMITIVE RUN AWAY tersebut. Kita bisa berasumsi bahwa stasion ini memang tak sinsitif pada hal-hal seperti ini sehingga tidak melakukan self-censorship terhadap siaran-siarannya, atau sebaliknya memang pura-pura tak tahu dan melakukannya untuk keperluan komersial. Oleh karenanya mereka harus diingatkan, diprotes, disomasi, bahkan dituntut ke pengadilan karena telah melakukan penghinaan terhadap suatu komunitas. ... Saya merasa justru KPI pun seharusnya diprotes karena dalam kasus ini tampak mereka benarbenar tidak punya sensitifitas pada isu budaya, kemanusiaan, dan HAM. (Seharusnya merekalah yang menegor stasion ini terlebih dahulu, karena ini jelas-jelas penghinaan.) Menurut saya momentum ini bisa sangat bermanfaat untuk menarik perhatian, terutama, terkait dengan prolegnas. Mungkin temanteman punya ide cemerlang untuk melakukan "protes dengan cara yang indah, beradab dan berbudaya" di jalanan. Konstitusi & UU Penyiaran vis-a-vis PRIMITIVE RUN AWAY UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 2 Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Pasal 3 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Pasal 4 ayat (1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial; (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. Pasal 5 Penyiaran diarahkan untuk: a. menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa; c. meningkatkan kualitas sumber daya manusia; d. menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; e. meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional; f. menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup; g. mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran; h. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi; i. memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab; j. memajukan kebudayaan nasional. Sesuai dengan ketentuan Penghormatan Terhadap Suku, Agama, Ras dan Antargolongan cukup jelas dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) 2009. Ungkapan dan keberatan diatas jelas menunjukan bahwa program PRIMITIVE RUNAWAY telah gagal mematuhi dan menjalankan ketentuan peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/12/2009 khususnya Pasal 7 Lembaga penyiaran dilarang merendahkan suku, agama, ras, antargolongan dan/atau melecehkan perbedaan individu dan/atau kelompok, yang mencakup, usia, gender, dan kehidupan sosial ekonomi. Perlindungan terhadap masyarakat adat adalah mutlak! Sejarah membuktikan bahwa segala bentuk ajaran, kebijakan, dan kebiasaan yang berdasarkan atau mendewakan keunggulan bangsa atau perorangan atas nama perbedaan asal usul atau bangsa, agama, suku atau budaya adalah rasis, keliru dari segi ilmu ilmiah, cacat hukum, terkutuk secara moral dan tidak adil secara sosial. Oleh karena itu masyarakat adat dari suku apapun dalam menjalankan kehidupan, tradisi dan adat istiadat termasuk budaya dan kebiasaan asli mereka, bebas dari segala bentuk tindakan eksploitasi dan diskriminasi negatif. Akumulasi ungkapan dan keberatan publik melalui individu, aktifis, pegiat masyarakar adat dan anggota masyarakat adat dari berbagai daerah di seluruh nusantara termasuk Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Jakarta dan Bogor semakin meluas. Semua menyatakan kecewa dan prihatin terhadap program PRIMITIVE RUNAWAY, yang menayangkan kepada penonton, ungkapan artis selebritis yang dipertontonkan tampak oleh penonton sebagai sikap dan ekspresi jijik, mimik tidak suka, senyum sinis, lucu, muak dan mual terhadap kebiasaan hidup, makan dan makanan, tradisi dan adat istiadat suku tertentu dalam masyarakat adat di Indonesia. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah tidak membiarkan dan/atau mengambil keuntungan dari kekeliruan pemahaman publik dan masyarakat awam dalam memprimitifkan suku dalam masyarakat adat. “Kebodohan” dan “keterbelakangan” jangan menjadi alasan pemerintah untuk “mendidik” dan “memodernkan” masyarakat adat secara paksa. Dan atas nama pembangunan, “keprimitifan” menjadi alat pembenar untuk merampas tanah masyarakat adat. Pemerintah Indonesia harus segera memastikan perumusan legislasi undang-undang perlindungan masyarakat adat dan pemberlakuan dalam upaya yang sistematis untuk melindungi. Oleh karena itu, kepada semua pihak segera menghentikan semua tindakan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan penghinaan terhadap semua suku dalam masyarakat adat yang telah lama mengalami berbagai tindakan
ketidak-adilan sebagai hasil dari antara lain praktek-praktek kolonialisasi dan perampasan tanah, wilayah dan sumber daya alam mereka. Desakan dan tuntutan kepada PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA Berdasarkan pertimbangan dan keberatan diatas, kami yang berprihatin atas penayangan program PRIMITIVE RUNAWAY bersama para aktifis, pegiat dan pendukung masyarakat masyarakat adat di Indonesia menyampaikan desakan dan tuntutan sebagai berikut: Pertama, hentikan eksploitasi suku yang mengarah pada penghinaan dan merendahkan. Kami yakin kemungkinan telah terjadi eksploitasi terhadap suku dan anggota masyarakat adat yang telah dimanfaatkan atau menjadi bagian dan/atau telah merasa menjadi korban program 'PRIMITIVE RUNAWAY', baik perorangan maupun kelompok langsung dan tidak langsung. Kedua, secara fisik dan psikologis baik laki-laki, perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya dalam suku manapun di Indonesia bukan objek penciptaan dan imajinasi sebagai primitif. Artinya, sejak penyiaran perdana program ini secara resmi ditayangkan, baik sengaja dan/atau atas kesadaran mereka sendiri dan/atau kelompok, apalagi tanpa mereka sadari atas segala kemungkinan dampaknya. Ketiga, hentikan persepsi dan penggunaan kata primitif terhadap suku dalam masyarakat adat. Kata primitif erat kaitannya dengan konotasi negatif, tafsiran dan asosiasi tindakan, stigmatisasi, tuduhan keterbelakangan, ketertinggalan, warisan kolonial, pemaksaan dan penindasan dengan inkulturasi, asimilasi budaya luar modern. Keempat, seluruh suku adalah setara dan berhak atas perlakuan baik dan benar dari produser PRIMITIVE RUNAWAY. Apabila suku merasa telah dirugikan, mereka berhak mendapatkan pelurusan dan pemulihan atas kerugian yang mereka alami dari stigma dan persepsi primitif yang muncul akibat penayangan PRIMITIVE RUNAWAY. Kelima, kami mendesak Komisi Penyiaran Indonesia bersama otoritas dan pimpinan PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA melakukan evaluasi menyeluruh dan objektif terhadap seluruh program PRIMITIVE RUNAWAY. Evaluasi dan penilaian dilaksanakan secara independen dan transparan dengan melibatkan parapihak berkepentingan. Hasil evaluasi dan penilaian tersebut harus disampaikan secara terbuka kepada publik. Keenam, untuk itu atas nama pemirsa/penonton yang turut prihatin, baik sebagai anggota suku atau bukan anggota suku yang telah merasa dieksploitasi dalam tayangan PIRIMITIVE RUNAWAY mendesak program PRIMITIVE RUNAWAY dihentikan sementara penayangannya agar terjadi penilaian yang objektif dan memenuhi rasa keadilan publik. Kami yang menyampaikan surat keberatan terbuka, Jakarta, 13 Desember 2010
Daftar nama dan organisasi yang turut mendukung surat terbuka: 1. Abetnego Tarigan, Depok 2. Agustinus, Pontianak 3. Andi Inda Fatinaware, Dewan Pengawas Nasional Solidaritas Perempuan 4. Andiko, SH, Jakarta 5. Annas Radin Syarif 6. Adriana Sri Adhiati 7. Arifin Saleh 8. Ari Susanti 9. Abu Arman 10. Andi Warnoto 11. Ade Kartika Utami 12. Koesnadi Wirasapoetra, Bogor, Jawa Barat 13. Norman Jiwan, Bogor, Jawa Barat 14. Dimpos Manalu, Sumatera Utara 15. Eva Fitrina 16. Firdaus Cahyadi 17. Hermayani Putera, Kalimantan Barat 18. ICHWANTO M.NUCH, Lampung 19. Idham arsyad, Sekretaris Jendral KPA, Jakarta 20. Juana Mantovani 21. Melky Baran 22. Nanang Sujana, Bogor 23. Nawir Sikki, Sekretaris Jendral JARI Indonesia 24. Nurhidayat Moenir, Bogor 25. Puji Sumedi, Jakarta 26. Sapei Rusin, Ketua BP PERGERAKAN 27. Tandiono Bawor Purbaya, SH, Jakarta 28. Victor Mambor, Papua 29. Yuyun Kurniawan, Direktur Yayasan Titian 30. Blasius Hendi Candra, SH, Direktur Eksekutif WALHI Kalbar 31. Zainuri Hasyim, Riau 32. Pius Daren, Pontianak – Kalimantan Barat 33. Kasmita Widodo,Koordinator Nasional JKPP 34. Berton. N /FWI 35. Mina Susana Setra 36. Rainny Natalia 37. Elisabeth Nusmartaty 38. Jopi Perangin-angin 39. Mahir Takaka 40. Roy Thaniago 41. Taryudi Chaklid 42. Erasmus cahyadi 43. Nifron Baun 44. Simon Pabaras 45. Romba Maranu Sombolinggi 46. Nuraida Sitorus 47. Indah Puji Lestari
48. Paulus 49. Khairuddin 50. Yohanes Kanisius Senda 51. Yusuf Saputra 52. Snik Dahlan 53. Yoga Syaiful Rizal 54. Weni Trifena 55. R. Agus HD, NTB 56. Betty Tiominar, Bogor 57. Hamsuri, Balikpapan 58. Haru Nuh, Ketua BPH AMAN Sumut 59. Juliade, LPMA Borneo Selatan 60. Debra Helen Yatim 61. Janetta Nizar 62. Basir Pangewang, AMAN Kepulauan Togian 63. Jes Putra Kluet, Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh 64. Rizaldi Siagian 65. Budi Arianto, Aceh 66. Hubertus Samangun, ICTI-Tanimbar 67. Hariansyah Usman, Riau 68. Rukmini Paata Toheke AMAN 69. Albertus Hadi Pramono 70. Wirendro Sumargo, Bogor 71. Rivani Noor, Jambi 72. Amran Tambaru 73. Irsyadul Halim, Riau 74. Don K. Marut 75. Ni Made Denik Puriati-Bali 76. HENDRIK PALO, Papua 77. SARDI RAZAK, Makassar 78. Jufriansyah 79. M. Nur Ja`far 80. Ilahiyah Nur 81. Mualimin P. Dahlan 82. Rustandi Adriansyah 83. Badri 84. Hendri Supriyadi 85. Abdullah Kimsik 86. Safran Yusri 87. Limantina Sihaloho, Hartford, US 88. Nasution Camang, Palu-Sulawesi Tengah 89. Gamal Pasya, Lampung 90. Erwin Basrin, Bengkulu 91. Eddy Harfia Surma, Jambi 92. Darmawan Liswanto 93. Rakhmat Hidayat, Direktur Eksekutif KKI WARSI 94. Mardiyah Chamim, wartawan 95. Jomi Suhendri. S, Sumatera Barat 96. Indra Kertati, Direktur LPPSP Semarang
97. Herry Naif, NTT 98. Agapitus, Kalbar 99. TM Zulfikar, Aceh 100. Farah Sofa, Jakarta 101. Safaruddin Siregar, Medan 102. Torry Kuswardono 103. Deddy Ratih, Bogor Organisasi/Lembaga: 104. Sarekat Hijau Indonesia 105. HuMA 106. KSPPM Parapat 107. Yayasan Visi Anak Bangsa 108. Yayasan Satudunia 109. WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat 110. TPP Lampung 111. Konsorsium Pembaruan Agraria 112. Gekko Studio 113. JARI Indonesia 114. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif 115. PERGERAKAN 116. Foker LSM Papua 117. Yayasan Titian 118. Yayasan Mitra Insani Riau 119. WALHI Kalbar 120. YLKMP—NTB 121. Solidaritas Perempuan 122. Down to Earth, Indonesia Office 123. Yayasan Komunitas Seni (Komseni) 124. Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh 125. WALHI Riau 126. LBBT Pontianak 127. Forest Watch Indonesia 128. CAPPA, Jambi 129. YMP-Yayasan Merah Putih 130. Kaliptra Sumatera 131. INFID 132. AMAN Sulawesi Selatan 133. Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (STABIL) 134. Yayasan Merah Putih (YMP), Palu-Sulawesi Tengah 135. Watala – Lampung 136. Yayasan Akar 137. Forum Peduli Masurai – Jambi 138. KKI WARSI 139. KIARA 140. Perkumpulan Qbar - Sumatera Barat 141. LPPSP Semarang 142. WALHI NTT 143. AMAN Wilayah Kalbar
144.
WALHI Aceh